1
JUMAT, 13 MEI 2011 29 MEGAPOLITAN TEMA: Target Realistis PBSI di Sudirman Cup OLAHRAGA SABTU (14/5/2011) FOKUS isasi sampah rumah tangga. Masyarakat dapat aktif mem- bantu Pemkot Tangsel mengu- rangi produktivitas sampah di lingkungan dengan cara memi- lah-milah sampah organik maupun nonorganik, untuk didaur ulang dan dijadikan barang siap jual. Menurut Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany, pendirian TPST akan dapat melayani maksimal 1.000 rumah tangga dengan menggunakan sistem pengomposan. Jika tiga lokasi TPST berhasil menurunkan volume sampah hingga 20% dalam setahun, Airin memastikan akan melan- jutkan program tersebut ke daerah lain. Ke depan, ia merencanakan membangun enam unit lagi di tingkat RW. Sehingga jika TPA Cipeucang beroperasi, tidak akan terlalu penuh karena sampah sudah habis di sum- bernya. “Kami mengedepankan TPST-TPST hingga tingkat RW. Pasalnya, membangun TPA bukan solusi akhir menyelesai- kan sampah.” Sambil menung- gu pembangunan TPA Cipeu- cang selesai, lanjut Airin, Dinas KPP akan menjalin kerja sama dengan TPA Cilowong milik Pengantar: AIRIN Rachmy Diany dan Benyamin Davnie telah dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada 20 April lalu. Hingga kini belum terlihat terobosan selain pernyataan segera mengatasi sampah yang sudah sedemikian memusing- kan warga. Apa langkah prioritas yang seharusnya dilakukan? Apri- arto Muktiadi dari Media In- donesia memintai pendapat Koesparmadi selaku Kepala Laboratorium Pengembangan Komunitas Program Studi Perencanaan Wilayah Tata Kota Institut Teknologi Indo- nesia. Berikut ini petikan- nya. Bagaimana persoalan sampah di Tangsel? Persoalan sampah menjadi masalah klasik di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Tangsel. Yang terpenting ba- gaimana pemimpin daerah mampu membuat terobosan meminimalisasi volume sampah. Pemerintah kota harus mena- ngani secara modern. Misalnya menciptakan tempat pengo- lahan sampah di lingkungan RT/RW. Keuntungan yang didapat tidak hanya dari sisi ekonomis, tetapi bisa menu- runkan angka pengangguran. Apakah Tempat Pembuan- gan Akhir (TPA) Cipeucang merupakan solusi? Penyelesaian sampah tidak bisa hanya mengandalkan TPA Cipeucang. TPA bukan hanya kuno, melainkan juga tidak bermartabat, tidak masuk akal. Cara berpikirnya harus berubah, TPA tidak akan me- nyelesaikan. Apalagi pendirian TPA dekat dengan Sungai Cisa- dane. Apa yang bakal terjadi selan- jutnya jika TPA tersebut diope- rasikan bisa merusak sistem sungai. Paling ekonomis justru meng- gunakan karakter alam dengan menjaga fungsi sungai. Seka- rang ini tidak ada yang me- monitor itu. Apa yang harus dilakukan Pemerintah Kota Tangsel de- ngan banyaknya permasa- lahan? Saya lebih percaya pende- katan komunitas, bukan pen- dekatan proyek, program, target. Forum-forum terbuka bisa dimanfaatkan. Mereka (masyarakat) bisa berbicara di sana, ada follow up dari pemda akan lebih efektif. Jangan dise- rahkan kepada satu pihak. Pembangunan kota itu kom- pleks, bisa menyangkut masalah sistem budaya, sistem nilai. Untuk menjangkau hal-hal seperti itu, (syaratnya) tidak hanya dengan dokumen yang bagus, gambar, desain yang bagus, pemimpin yang pintar, tapi bagaimana memimpin de- ngan kreativitas seperti yang dilakukan Wali Kota Solo. Ia menyelesaikan masalah pedagang kaki lima dengan menemui mereka. Itu bukan soal engineering, dokumen. Ha- rus menyentuh masyarakat, diajak ngomong. Kalau wali kota mau turun ke jalan, penyelesaian masalah bisa cepat. Yang lain akan me- nyesuaikan diri. Sebagai warga Tangsel, apa- kah Anda telah merasakan kinerja pemimpin yang terpi- lih? Tidak ada perubahan. Saya lebih merasa sebagai warga Bintaro, bukan Tangerang Sela- tan, tidak ada identitas. Identi- tas yang kuat adalah sebagai warga perumahan Bumi Ser- pong Damai dan Bintaro, bukan Tangsel. Itu harus diterjemahkan se- cara jelas, sik, dan hal tersebut membutuhkan keberanian dan ketegasan. Penataan apa yang harus dilakukan atas tata ruang Tangsel? Tata ruang, kalau cuma begi- ni-begini, tidak bisa, harus be- rani berdialog dengan publik. Biasanya yang menikmati ha- nya kaum elite. Kalau masyarakat tidak dilibatkan, Tangsel hanya milik pengem- bang. Ekonomi yang berkembang, ya, pengembang saja. Pen- duduk asli akan semakin ter- marginalkan. (J-1) pin Daerah Harus Berdialog dengan Masyarakat Selatan Kampung Sampah Kampung Sampah MI/APRIARTO MUKTIADI Banten, beberapa waktu lalu. Sampah menjadi salah satu permasalahan yang paling disorot di Tangerang Selatan. ahkan sampah plastik di tempat pembuangan akhir (TPA) di Jalan Cipeucang, g, Tangerang Selatan, kemarin. MI/JHONI KRISTIAN seluas dua hektare. Meski pem- bangunannya sudah rampung setahun lalu, TPA Cipeucang belum mempunyai peralatan teknologi sehingga kemung- kinan dapat berfungsi awal tahun depan. Sejak 2010 hingga kini, pena- nganan sampah di Tangsel masih menjadi kewenangan Kabupaten Tangerang. Hal ini juga yang memicu penyele- saian sampah terkesan sete- ngah hati. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tangerang tentu lebih mem- prioritaskan sampah warganya yang tinggal di 29 kecamatan. “Wajar ada keterlambatan mengangkut sampah di Tangsel karena tugas Kabupaten Tangerang terlalu banyak, ter- lalu sibuk. Imbasnya terjadi penumpukan sampah sampai berhari-hari di Tangsel,” sindir Selamet. Pendirian TPST Selamet berharap volume sampah dapat merosot hingga 20% sejalan dengan penca- nangan program pendirian tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) di wilayah Pa- mulang, Serua, dan Serpong. Pendirian TPST di tiga lokasi itu diproyeksikan meminimal- tidak siap menangani sampah demikian banyak. Ya, kami ha- rus dibantu,” kata Kepala Dinas KPP Kota Tangsel Nur Se- lamet. Pernyataan Selamet bukan tanpa alasan. Masalah sampah sudah menguak lama. Semen- tara, Tangsel baru saja menda- patkan pemimpinnya, pa- sangan Airin Rachmi Diany- Benyamin Davnie, yang dilan- tik pada 20 April 2011. Ada dua masalah yang mem- buat sampah sebagai momok besar. Pertama, fasilitas truk pengangkut sampah minim. Pemkot Tangsel hanya memiliki sembilan unit truk untuk tujuh kecamatan dan 54 kelurahan. Semestinya, untuk mengu- rangi penumpukan sampah hingga berhari-hari, Pemkot Tangsel wajib memiliki setidaknya 20 unit truk. Keter- batasan transportasi inilah yang membuat sampah semakin menggunung di Pasar Ciputat, Serpong, dan Jombang. Di sepanjang Jalan Ciputat Raya, misalnya, sering dihias tumpukan kantong sampah yang teronggok di sisi kiri, ka- nan, bahkan pembatas jalan. Kedua, belum berfungsinya tempat pembuangan akhir (TPA) di Cipeucang, Serpong, Pemerintah Kabupaten Serang dan TPA Rawa Kucing yang dikelola Kota Tangerang. Jadi, pengangkutan dan pem- buangan sampah Tangsel bu- kan hanya di Jati Waringin, Kabupaten Tangerang, tetapi juga disebar di dua TPA terse- but. “MoU-nya sedang di- godok,” tambahnya. TPA Cipeucang yang lokasi- nya berada di permukiman padat RT 004/02 Kelurahan Serpong, akan menggunakan sistem sanitary landfill. Untuk menunjang sistem tersebut, Pemkot Tangsel menyempur- nakan areal TPA menjadi seluas 15 hektare dengan mengguna- kan Anggaran Pemerintah Be- lanja Daerah Tahun 2013. Menurut Wendy Zulfikar dari Badan Pengkajian dan Pe- nerapan Teknologi Pusat Pene- litian Ilmu dan Teknologi Ser- pong, Pemkot Tangsel harus segera memiliki terobosan me- nangani persoalan sampah. Langkah bijak bisa melalui pendekatan persuasif. Setiap masyarakat diminta mengu- rangi barang-barang penyum- bang sampah. “Kita ubah dari sisi budaya dan kebiasaan masyarakat,” anjurnya. (J-1) [email protected] MENUTUP HIDUNG: Warga terpaksa menutup hidung saat melintasi sampah yang menumpuk dan hampir menutupi jalan di depan Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu. MI/SUSANTO MUKTIADI

JUMAT, 13 MEI 2011 Selatan Kampung Sampah · Sehingga jika TPA Cipeucang beroperasi, ... Kota Institut Teknologi Indo-nesia. Berikut ini petikan- ... buat sampah sebagai momok besar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JUMAT, 13 MEI 2011 Selatan Kampung Sampah · Sehingga jika TPA Cipeucang beroperasi, ... Kota Institut Teknologi Indo-nesia. Berikut ini petikan- ... buat sampah sebagai momok besar

JUMAT, 13 MEI 2011 29MEGAPOLITAN

TEMA:Target Realistis

PBSI diSudirman Cup

OLAHRAGASABTU (14/5/2011)

FOKUS

isasi sampah rumah tangga. Masyarakat dapat aktif mem-

bantu Pemkot Tangsel mengu-rangi produktivitas sampah di lingkungan dengan cara memi-lah-milah sampah organik maupun nonorganik, untuk didaur ulang dan dijadikan barang siap jual.

Menurut Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany, pendirian TPST akan dapat melayani maksimal 1.000 rumah tangga dengan menggunakan sistem pengomposan.

Jika tiga lokasi TPST berhasil menurunkan volume sampah hingga 20% dalam setahun, Airin memastikan akan melan-jutkan program tersebut ke daerah lain.

Ke depan, ia merencanakan membangun enam unit lagi di tingkat RW. Sehingga jika TPA Cipeucang beroperasi, tidak akan terlalu penuh karena sampah sudah habis di sum-bernya.

“Kami mengedepankan TPST-TPST hingga tingkat RW. Pasalnya, membangun TPA bukan solusi akhir menyelesai-kan sampah.” Sambil menung-gu pembangunan TPA Cipeu-cang selesai, lanjut Airin, Dinas KPP akan menjalin kerja sama dengan TPA Cilowong milik

Pengantar: AIRIN Rachmy Diany dan

Benyamin Davnie telah dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada 20 April lalu. Hingga kini belum terlihat terobosan selain pernyataan segera mengatasi sampah yang sudah sedemikian memusing-kan warga.

Apa langkah prioritas yang seharusnya dilakukan? Apri-arto Muktiadi dari Media In-donesia memintai pendapat Koesparmadi selaku Kepala Laboratorium Pengembangan Komunitas Program Studi Perencanaan Wilayah Tata Kota Institut Teknologi Indo-nesia. Berikut ini petikan-nya.

B a g a i m a n a p e r s o a l a n sampah di Tangsel?

Persoalan sampah menjadi masalah klasik di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Tangsel. Yang terpenting ba-gaimana pemimpin daerah mampu membuat terobosan m e m i n i m a l i s a s i v o l u m e sampah.

Pemerintah kota harus mena-ngani secara modern. Misalnya menciptakan tempat pengo-lahan sampah di lingkungan RT/RW. Keuntungan yang didapat tidak hanya dari sisi ekonomis, tetapi bisa menu-runkan angka pengangguran.

Apakah Tempat Pembuan-gan Akhir (TPA) Cipeucang merupakan solusi?

Penyelesaian sampah tidak bisa hanya mengandalkan TPA Cipeucang. TPA bukan hanya kuno, melainkan juga tidak bermartabat, tidak masuk akal. C a r a b e r p i k i r n y a h a ru s berubah, TPA tidak akan me-nyelesaikan. Apalagi pendirian TPA dekat dengan Sungai Cisa-dane.

Apa yang bakal terjadi selan-jutnya jika TPA tersebut diope-rasikan bisa merusak sistem sungai.

Paling ekonomis justru meng-gunakan karakter alam dengan menjaga fungsi sungai. Seka-rang ini tidak ada yang me-monitor itu.

Apa yang harus dilakukan Pemerintah Kota Tangsel de-

ngan banyaknya permasa-lahan?

Saya lebih percaya pende-katan komunitas, bukan pen-dekatan proyek, program, target. Forum-forum terbuka bisa dimanfaatkan. Mereka (masyarakat) bisa berbicara di sana, ada follow up dari pemda akan lebih efektif. Jangan dise-rahkan kepada satu pihak. Pembangunan kota itu kom-pleks , b i sa menyangkut masalah sistem budaya, sistem nilai.

Untuk menjangkau hal-hal seperti itu, (syaratnya) tidak hanya dengan dokumen yang bagus, gambar, desain yang bagus, pemimpin yang pintar, tapi bagaimana memimpin de-ngan kreativitas seperti yang

dilakukan Wali Kota Solo. Ia menyelesaikan masalah

pedagang kaki lima dengan menemui mereka. Itu bukan soal engineering, dokumen. Ha-rus menyentuh masyarakat, diajak ngomong.

Kalau wali kota mau turun ke jalan, penyelesaian masalah bisa cepat. Yang lain akan me-nyesuaikan diri.

Sebagai warga Tangsel, apa-kah Anda telah merasakan kinerja pemimpin yang terpi-lih?

Tidak ada perubahan. Saya lebih merasa sebagai warga Bintaro, bukan Tangerang Sela-tan, tidak ada identitas. Identi-tas yang kuat adalah sebagai warga perumahan Bumi Ser-

pong Damai dan Bintaro, bukan Tangsel.

Itu harus diterjemahkan se-cara jelas, fi sik, dan hal tersebut membutuhkan keberanian dan ketegasan.

Penataan apa yang harus dilakukan atas tata ruang Tangsel?

Tata ruang, kalau cuma begi-ni-begini, tidak bisa, harus be-rani berdialog dengan publik. Biasanya yang menikmati ha-n y a k a u m e l i t e . K a l a u masyarakat tidak dilibatkan, Tangsel hanya milik pengem-bang.

Ekonomi yang berkembang, ya, pengembang saja. Pen-duduk asli akan semakin ter-marginalkan. (J-1)

pin Daerah Harus Berdialog dengan Masyarakat

Selatan Kampung SampahKampung Sampah

MI/APRIARTO MUKTIADI

Banten, beberapa waktu lalu. Sampah menjadi salah satu permasalahan yang paling disorot di Tangerang Selatan.

ahkan sampah plastik di tempat pembuangan akhir (TPA) di Jalan Cipeucang, g, Tangerang Selatan, kemarin.

MI/JHONI KRISTIAN

seluas dua hektare. Meski pem-bangunannya sudah rampung setahun lalu, TPA Cipeucang belum mempunyai peralatan teknologi sehingga kemung-kinan dapat berfungsi awal tahun depan.

Sejak 2010 hingga kini, pena-nganan sampah di Tangsel masih menjadi kewenangan Kabupaten Tangerang. Hal ini juga yang memicu penyele-saian sampah terkesan sete-ngah hati. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tangerang tentu lebih mem-prioritaskan sampah warganya yang tinggal di 29 kecamatan.

“Wajar ada keterlambatan mengangkut sampah di Tangsel karena tugas Kabupaten Tangerang terlalu banyak, ter-lalu sibuk. Imbasnya terjadi penumpukan sampah sampai berhari-hari di Tangsel,” sindir Selamet.

Pendirian TPST Selamet berharap volume

sampah dapat merosot hingga 20% sejalan dengan penca-nangan program pendirian tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) di wilayah Pa-mulang, Serua, dan Serpong. Pendirian TPST di tiga lokasi itu diproyeksikan meminimal-

tidak siap menangani sampah demikian banyak. Ya, kami ha-rus dibantu,” kata Kepala Dinas KPP Kota Tangsel Nur Se-lamet.

Pernyataan Selamet bukan tanpa alasan. Masalah sampah sudah menguak lama. Semen-tara, Tangsel baru saja menda-patkan pemimpinnya, pa-sangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie, yang dilan-tik pada 20 April 2011.

Ada dua masalah yang mem-buat sampah sebagai momok besar. Pertama, fasilitas truk pengangkut sampah minim. Pemkot Tangsel hanya memiliki sembilan unit truk untuk tujuh kecamatan dan 54 kelurahan.

Semestinya, untuk mengu-rangi penumpukan sampah hingga berhari-hari, Pemkot Ta n g s e l w a j i b m e m i l i k i setidaknya 20 unit truk. Keter-batasan transportasi inilah yang membuat sampah semakin menggunung di Pasar Ciputat, Serpong, dan Jombang.

Di sepanjang Jalan Ciputat Raya, misalnya, sering dihias tumpukan kantong sampah yang teronggok di sisi kiri, ka-nan, bahkan pembatas jalan.

Kedua, belum berfungsinya tempat pembuangan akhir (TPA) di Cipeucang, Serpong,

Pemerintah Kabupaten Serang dan TPA Rawa Kucing yang dikelola Kota Tangerang.

Jadi, pengangkutan dan pem-buangan sampah Tangsel bu-kan hanya di Jati Waringin, Kabupaten Tangerang, tetapi juga disebar di dua TPA terse-but. “MoU-nya sedang di-godok,” tambahnya.

TPA Cipeucang yang lokasi-nya berada di permukiman padat RT 004/02 Kelurahan Serpong, akan menggunakan sistem sanitary landfill. Untuk menunjang sistem tersebut, Pemkot Tangsel menyempur-nakan areal TPA menjadi seluas 15 hektare dengan mengguna-kan Anggaran Pemerintah Be-lanja Daerah Tahun 2013.

Menurut Wendy Zulfikar dari Badan Pengkajian dan Pe-nerapan Teknologi Pusat Pene-litian Ilmu dan Teknologi Ser-pong, Pemkot Tangsel harus segera memiliki terobosan me-nangani persoalan sampah.

Langkah bijak bisa melalui pendekatan persuasif. Setiap masyarakat diminta mengu-rangi barang-barang penyum-bang sampah. “Kita ubah dari sisi budaya dan kebiasaan masyarakat,” anjurnya. (J-1)

[email protected]

MENUTUP HIDUNG: Warga terpaksa menutup hidung saat melintasi sampah yang menumpuk dan hampir menutupi jalan di depan Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu.

MI/SUSANTO

MUKTIADI