13
PENGARUH PERSENTASE KATALIS KOH TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK LIMBAH PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT (POME) Susila Arita(*), Ellynda Permasita Nova, Uwu Holifah Ana Fatlullah (*)Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih KM. 32 Indralaya-Ogan Ilir 30662 Telp. (0711) 580169 email: [email protected] Abstrak Perkembangan zaman menyebabkan pertambahan konsumsi energi global, termasuk Indonesia. Selama ini, pemenuhan kebutuhan energi bersumber dari bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batubara. Padahal sumber energi tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pembaharuannya. Oleh karena itu mengurangi kontribusi bahan bakar fosil pada sistem energi global, dan mensubstitusinya dengan sumber energi baru terbarukan, merupakan tantangan besar bagi masyarakat dunia. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil minyak kelapa sawit. Produksi minyak kelapa sawit yang terus meningkat, juga mengakibatkan peningkatan terhadap limbah yang dihasilkan. Proses pengekstraksian minyak kelapa sawit/crude palm oil (CPO) menghasilkan limbah efluen minyak sawit atau yang dikenal dengan istilah palm oil-mill effluent (POME). POME mempunyai kandungan senyawa kompleks yang tinggi seperti karbohidrat, protein, lemak dan mineral. POME yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu dapat mengakibatkan pencemaran pada lingkungan seperti perairan sungai. Dalam penelitian pembuatan biodiesel ini menggunakan bahan baku dari Minyak Limbah cair pengolahan minyak kelapa sawit (POME) yang sebelumnya telah diesterifikasi terlebih dahulu. Proses transesterifikasi menggunakan katalis KOH. Jumlah katalis KOH yang digunakan mempengaruhi kualitas dan kuantitas biodiesel yang dihasilkan. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa semakin banyak j umlah katalis KOH yang digunakan, maka persen yield semakin kecil. Persen yield tertinggi didapatkan pada sampel 1, katalis 2 % (1,788 gr) yaitu 62,479 %. Densitas yang dihasilkan semakin tinggi dengan hasil rata-rata densitas 0,873 g/cm 3 . Viskositas yang dihasilkan semakin tinggi dengan rata-rata viskositas 5,63 cSt. Rata-rata angka asam produk biodiesel adalah 0,129. Dari hasil analisa didapat rata-rata kualitas biodiesel sudah sesuai dengan ketetapan SNI 04-7182-2006. Data hasil analisis GC menunjukkan bahwa asam oleat (C18:1) mendominasi komposisi sampel pada penggunaan katalis 2%

JURNAL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

biodiesel

Citation preview

PENGARUH PERSENTASE KATALIS KOH TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK LIMBAH PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT (POME)

Susila Arita(*), Ellynda Permasita Nova, Uwu Holifah Ana Fatlullah

(*)Jurusan Teknik Kimia. Fakultas TeknikUniversitas SriwijayaJl. Raya Palembang-Prabumulih KM. 32 Indralaya-Ogan Ilir 30662 Telp. (0711) 580169email: [email protected]

Abstrak Perkembangan zaman menyebabkan pertambahan konsumsi energi global, termasuk Indonesia. Selama ini, pemenuhan kebutuhan energi bersumber dari bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batubara. Padahal sumber energi tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pembaharuannya. Oleh karena itu mengurangi kontribusi bahan bakar fosil pada sistem energi global, dan mensubstitusinya dengan sumber energi baru terbarukan, merupakan tantangan besar bagi masyarakat dunia. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil minyak kelapa sawit. Produksi minyak kelapa sawit yang terus meningkat, juga mengakibatkan peningkatan terhadap limbah yang dihasilkan. Proses pengekstraksian minyak kelapa sawit/crude palm oil (CPO) menghasilkan limbah efluen minyak sawit atau yang dikenal dengan istilah palm oil-mill effluent (POME). POME mempunyai kandungan senyawa kompleks yang tinggi seperti karbohidrat, protein, lemak dan mineral. POME yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu dapat mengakibatkan pencemaran pada lingkungan seperti perairan sungai. Dalam penelitian pembuatan biodiesel ini menggunakan bahan baku dari Minyak Limbah cair pengolahan minyak kelapa sawit (POME) yang sebelumnya telah diesterifikasi terlebih dahulu. Proses transesterifikasi menggunakan katalis KOH. Jumlah katalis KOH yang digunakan mempengaruhi kualitas dan kuantitas biodiesel yang dihasilkan. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa semakin banyak j umlah katalis KOH yang digunakan, maka persen yield semakin kecil. Persen yield tertinggi didapatkan pada sampel 1, katalis 2 % (1,788 gr) yaitu 62,479 %. Densitas yang dihasilkan semakin tinggi dengan hasil rata-rata densitas 0,873 g/cm3. Viskositas yang dihasilkan semakin tinggi dengan rata-rata viskositas 5,63 cSt. Rata-rata angka asam produk biodiesel adalah 0,129. Dari hasil analisa didapat rata-rata kualitas biodiesel sudah sesuai dengan ketetapan SNI 04-7182-2006. Data hasil analisis GC menunjukkan bahwa asam oleat (C18:1) mendominasi komposisi sampel pada penggunaan katalis 2% berat dan 2,8% berat yang masing-masing memiliki kadar asam oleat sebesar 44,03% dan 43,69%.

Kata kunci : Biodiesel, POME, transesterifikasi, katalis KOH

AbstractCurrent development led to the increase in global energy consumption, including Indonesia. During this time, fulfillment of energy derived from fossil fuels, such as petroleum and coal. Whereas these energy sources requires a very long time for renewal. Therefore, reducing the contribution of fossil fuels in the global energy system, and replacing with new renewable energy sources, is a major challenge for the world community. Indonesia has one of the largest palm oil producer. Palm oil production continues to increase, also resulting in an increase of the waste generated. The process of extracting palm oil / crude palm oil (CPO) to produce oil or waste oil effluent known as palm-oil mill effluent (POME). POME has a high content of complex compounds such as carbohydrates, proteins, fats and minerals. POME is discarded without being processed first can result in environmental pollution such as river waters. In a study of biodiesel production using raw materials from waste oil liquid processing palm oil (POME) which had previously been esterified. Transesterification process using KOH catalyst. The amount of catalyst used KOH affect the quality and quantity of biodiesel produced. Based on the experimental results it is known that the more the number of catalyst KOH is used, then the percent yield smaller. The highest yield obtained on the sample 1, the catalyst 2% (1.788 g) is 62.479%. The resulting density is higher with average of density is 0.873 g / cm3. The resulting density is higher with average of density is 5.63 cSt. On average acid number of products of biodiesel is 0.129. From the analysis results obtained average quality biodiesel is in conformity with the provisions of SNI 04-7182-2006. GC Data analysis showed that oleic acid (C18: 1) dominate the composition of the sample on the use of catalysts 2% by weight and 2.8% by weight which each have oleic acid levels of 44.03% and 43.69%.

Keywords : Biodiesel, POME, transesterification, KOH catalyst

PENDAHULUANEnergi merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keberlangsungan hidup manusia dan sekaligus menjadi tolak ukur perkembangan suatu negara. Perkembangan zaman menyebabkan pertambahan konsumsi energi global, termasuk Indonesia. Selama ini, pemenuhan kebutuhan energi bersumber dari bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batubara. Padahal sumber energi tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pembaharuannya. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia bahwa konsumsi energi pada tahun 2011 didominasi oleh energi fosil, yaitu panas bumi sebesar 15 juta SBM, tenaga air sebesar 31 juta SBM, gas alam sebesar 261 juta SBM, biomassa sebesar 280 juta SBM, batubara sebesar 334 juta SBM, dan yang paling besar penggunaanya adalah minyak bumi sebesar 594 juta SBM. Oleh karena itu mengurangi kontribusi bahan bakar fosil pada sistem energi global, dan mensubstitusinya dengan sumber energi baru terbarukan, merupakan tantangan besar bagi masyarakat dunia. Indonesia memiliki luas daerah dan tanah yang relatif subur, hal ini menjadi potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan atau biofuel. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional. Dua jenis biofuel yang dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan biodiesel dengan produknya B-10, dan bioethanol dengan produknya gasohol E-10.Sebagai bahan bakar cair (biofuel), biodiesel sangat dapat langsung dimasukkan ke dalam mesin diesel tanpa perlu memodifikasi mesin. Selain itu, dapat dicampur dengan solar untuk menghasilkan campuran biodiesel yang ber-cetane lebih tinggi. Menggunakan bahan bakar (biofuel) khususnya biodiesel dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar solar. Biodiesel terbukti ramah lingkungan karena tidak mengandung sulfur (Anonymous,2008).Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil minyak kelapa sawit. Produksi minyak kelapa sawit yang terus meningkat, juga mengakibatkan peningkatan terhadap limbah yang dihasilkan. Proses dalam pengekstraksian minyak kelapa sawit/crude palm oil (CPO) dibutuhkan air dalam kuantitas yang sangat besar dari buah sawit segar, dan 50% dari air tersebut menjadi limbah efluen minyak sawit atau yang dikenal dengan istilah palm oil-mill effluent (POME). POME mempunyai kandungan senyawa kompleks yang tinggi seperti karbohidrat, protein, lemak dan mineral. (Ahmad etal, 2003). POME yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu dapat mengakibatkan pencemaran pada lingkungan seperti perairan sungai. Dalam penelitian pembuatan biodiesel ini menggunakan bahan baku dari Minyak Limbah cair pengolahan minyak kelapa sawit (POME) yang sebelumnya telah diesterifikasi terlebih dahulu.

Bahan Baku BiodieselKomposisi kimia dari biodiesel tergantung pada bahan baku yang digunakan. Komposisi lemak ester beserta sejumlah kecil kontaminan dan komponen minor akan menentukan sifat bahan bakar biodiesel. Karena setiap bahan baku memiliki komposisi kimia yang unik. sehingga biodiesel yang dihasilkan dari bahan baku yang berbeda akan memiliki sifat bahan bakar yang berbeda pula. Sifat penting dari biodiesel yang langsung dipengaruhi oleh komposisi lemak ester, kontaminan dan komponen minor meliputi stabilitas pengoprasian pada suhu rendah, oksidatif, stabilitas penyimpanan, viskositas kinematik, emisi gas buang, cetane number, dan energi.Standar biodiesel ditetapkan di sejumlah negara dalam upaya untuk memastikan bahwa hanya biodiesel dengan kualitas tinggi yang dapat mencapai pasar. Dua standar bahan bakar yang paling penting adalah ASTM D6751 (ASTM 2008) di Amerika Serikat dan EN 14214 (Komite Eropa untuk Standarisasi, CEN) (CEN 2003a) di Uni Eropa.Komponen minor pada biodiesel didefinisikan sebagai spesies yang secara alami ditemukan dalam minyak nabati atau lemak hewani. Komponen minor ini meliputi tokoferol, fosfolipid, glukosida sterol, glikosida sterol, klorofil, vitamin lemak terlarut, dan hidrokarbon seperti alkana, squalene, karoten, dan polisiklik aromatik hidrokarbon, (Gunstone 2004). Sedangkan kontaminan didefinisikan sebagai produk reaksi yang tidak lengkap atau tidak diinginkan, seperti sebagai FFA, sabun, TAG, DAG, MAG, alkohol, katalis, gliserol, logam, dan air.Bahan baku untuk produksi biodiesel bervariasi dengan lokasi menurut iklim dan ketersediaan. Umumnya, komoditas minyak atau lemak yang paling melimpah di daerah tertentu adalah bahan baku yang paling umum. Misalnya rapeseed oil dan minyak bunga matahari merupakan bahan baku utama yang digunakan di Eropa untuk produksi biodiesel, minyak sawit mendominasi di negara-negara tropis, sedangkan minyak kedelai dan lemak hewan yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel di Amerika Serikat (Demirbas 2006). Standar biodiesel ditetapkan di sejumlah negara dalam upaya untuk memastikan bahwa hanya biodiesel dengan kualitas tinggi yang dapat mencapai pasar. Dua standar bahan bakar yang paling penting adalah ASTM D6751 (ASTM 2008) di Amerika Serikat dan EN 14214 (Komite Eropa untuk Standarisasi, CEN) (CEN 2003a) di Uni Eropa. Kedua standar ini masing-masing diringkas dalam Tabel 1 dan 2. Standar kualitas biodiesel menurut SNI juga dicantumkan dalam table 3.

Tabel 1. Standar Biodiesel ASTM (ASTM D6751)(Sumber: Leung, dkk, 2010)Parameter Kualitas Metode Pengujian Spesifikasi

Titik nyala ASTM D93 130C (266oF), Min 0.050 Vol. % ,Max

Water and Sediment ASTM D2709

Viskositas Kinematik, 40C ASTM D445 1.9-6.0 mm2/s 0.020 Mass %, Max

Sulfated Ash ASTM D874

Sulfur ASTM D5453 0.0015 Mass %, Max

Copper Strip Corrosion ASTM D130 No. 3, Max

Angka Setana ASTM D613 47, Min

Titik Kabut , C ASTM D2500 Report to customer

Residu Karbon ASTM D4530 0.050 Mass %, Max

Bilangan Asam ASTM D664 0.80 mg KOH/g, Max

Gliserol Bebas ASTM D6584 0.020 Mass %, Max

Total Gliserol ASTM D6584 0.240 Mass %, Max

Kandungan Phosphorous ASTM 4951 0.001 Mass %, Max

Temperatur Destilasi ASTM D1160 360C (680oF), Max

Limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit (POME)Limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit (POME) adalah salah satu produk samping dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat dari proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. POME mengandung berbagai senyawa terlarut termasuk, serat-serat pendek, hemiselulosa dan turunannya, protein, asam organik bebas dan campuran mineral-mineral. Tabel 2. menyajikan sifat dan komponen POME secara umum.

Tabel 2. Sifat dan KomponenParameterRata-rata

pHMinyakBODCODTotal SolidSuspended SolidTotal Volatile Solid Total Nitrogen4,740002500050000405001800034000750

MineralRata-rata

KaliumMagnesiumKalsiumBesiTembaga227061543946,50,89

Semua dalam mg/l, kecuali pH (Ngan, 2000).

Limbah cair dari pabrik minyak kelapa sawit ini umumnya bersuhu tinggi (70-80)oC, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi. Apabila limbah cair ini langsung dibuang ke perairan dapat mencemari lingkungan. Jika limbah tersebut langsung dibuang ke perairan, maka sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem perairan. Sebelum limbah cair ini dapat dibuang ke lingkungan terlebih dahulu harus diolah agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah di tetapkan. Berikut ini adalah baku mutu untuk limbah cair industri minyak kelapa sawit berdasarkan Keputusam Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995.

Tabel 3. Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Kelapa SawitParameterKadar Maksimum (mg/l)Rata-rata

BOD5CODTSSMinyak dan lemakNitrogen total (sebagai N)1003502502550,00,250,880,630,0630,125

MineralRata-rata

Nikel (Ni)Kobal (Co)pHDebit limbah maksimum0,5 mg/l0,6 mg/l6,0-9,02,5 m3 per ton produk minyak sawit (CPO)

Limbah cair kelapa sawit merupakan nutrien yang kaya akan senyawa organik dan karbon, dekomposisi dari senyawa-senyawa organik oleh bakteri anaerob dapat menghasilkan biogas (Deublein dan Steinhauster, 2008). Jika gas-gas tersebut tidak dikelola dan dibiarkan lepas ke udara bebas maka dapat menjadi salah satupenyebab pemanasan global karena gas metan dan karbon dioksida yang dilepaskan adalah termasuk gas rumah kaca yang disebut-sebut sebagai sumber pemanasan global saat ini. Emisi gas metan 21 kali lebih berbahaya dari CO2dan metan merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar (Sumirat dan Solehudin, 2009).

Potassium Hidroksida (KOH)Kalium hidroksida adalah basa kuat yang terbuat dari logam alkali kalium yang bernomor atom 19 pada tabel periodik. Potassium hidroksida kadang juga dikenali sebagai potasy kaustik, potassia, dan kalium hidrat. Kalium hidroksida berbentuk kristal, butir, serpih, padat, batang yang berwarna putih sampai kuning dan tidak berbau. Kalium hidroksida memiliki rumus molekul KOH; pH 13,5 (larutan 0,1 M); Berat molekul 56,11; Titik didih 2408 OF (1320 OC); Titik lebur 680 OF (360 OC); Kerapatan relatif 2,04; Tekanan uap 1 mmHg. Kalium hidroksida larut dalam alkohol, gliserol, larut dalam eter, cairan amonia.

Metanol (CH3OH)Metanol merupakan alkohol yang paling umum digunakan dalam produksi biodiesel. Alkohol lainnya juga dapat digunakan dalam penyusunan biodiesel, seperti etanol, propanol, iso-propanol, dan butanol (Freedman et al 1984, 1986). Metanol yang paling umum digunakan karena harganya murah dibandingkan dengan alkohol lainnnya.

Tabel 4. Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Kelapa SawitSifat

Rumus molekulCH3OH

Massa molar32.04 g/mol

Densitas0.7918 g/cm, liquid

Viskositas0.59 mPas at 20C

Titik didih64.7C, 148.4F (337.8 K)

Titik lebur97C, -142.9F (176 K)

Keasaman (pKa)~ 15.5

Momen dipol1.69 D (gas)

PenampilanCair dan tidak berwarna

Kelarutan dalam airSangat larut

Reaksi EsterifikasiEster merupakan turunan dari asam karboksilat dengan mengganti gugus OH oleh gugus OR. Ester didapat dari reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi adalah reaksi asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol membentuk ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga memerlukan tambahan panas dari luar sistem. Reaksi ini laksanakan dengan menggunakan katalis padat atau cair (maharani & Zuliyana, 2010). Pada pembuatan biodiesel, reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi transesterifikasi. Reaksi esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi transesterifikasi jika minyak yang diumpankan mengandung asam lemak bebas (FFA) tinggi yakni diatas 0.5%. Jika kandungan asam lemak bebas (FFA) < 0.5% langsung dilakukan reaksi transesterifikasi. Reaksi esterifikasi dilakukan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas (FFA) pada minyak nabati sehingga diperoleh tambahan ester.Reaksi esterifikasi: Katalis asamRCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2OAsam lemak metanol Gliserida Air

Reaksi TransesterifikasiTransesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat (Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Berikut transesterifikasi gliserida menjadi metil ester:

Trigliserida metanol gliserol metil ester

Jumlah katalis basa yang digunakan paling efektif sebanyak 1% dari total berat minyaknya. Peningkatan jumlah katalis yang digunakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah biodiesel yang dihasilkan. Apabila KOH digunakan sebanyak 1,5% akan timbul busa saat dilakukan pencucian sehingga mengganggu proses pemurnian biodiesel, bahkan terjadi pembentukan gel bila NaOH yang digunakan sebanyak 1,5% sehingga tidak terjadi reaksi transesterifikasi (Tomasevica dan Siler-Marinkovic, 2003).

Keuntungan dan Kerugian BiodieselBiodiesel telah menarik minat sebagai bahan bakar alternatif untuk pembakaran pada mesin diesel. Biodiesel larut dengan petrodiesel dalam proporsi apapun dan memiliki beberapa keunggulan teknis, diantaranya adalah ultra-low sulfur diesel fuel (ULSD,