13
3 Pendahuluan Efikasi diri merupakan keyakinan individu akan kemampuannya untuk mengatur dan melakukan tugas-tugas tertentu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Efikasi diri bersumber dari pengalaman individu, pengalaman orang lain, persuasi sosial serta kondisi fisik dan emosional (Bandura, 1997; Astuti, 2014). Diabetes melitus merupakan penyakit yang menyertai seumur hidup penderita sehingga sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. beberapa penelitian menyatakan bahwa hidup dengan diabetes mellitus mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas hidup penderita walaupun dengan atau tanpa komplikasi (Ningtyas, 2013). Penderita diabetes mellitus diperkirakan sekitar 382 juta orang saat ini. Jumlah penderita diabetes akan meningkat sebesar 55% pada 2035. Dari 10 peringkat dunia, Indonesia menempati urutan ke 7 setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan penderita sejumlah 8,4 juta (IDF,2013). WHO juga memprediksikan kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Penderita diabetes mellitus di Jawa Timur masih merupakan ancaman masalah kesehatan yang serius. Saat ini terdapat 300.000 penderita di Jatim dengan penduduk 33 juta orang. Diabetes melitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan akan menyertai seumur hidup penderita sehingga sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita (Tjokroprawiro, 2006). Berdasarkan data rekam medik Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, pada tahun 2014 diketahui bahwa penyakit diabetes melitus di kecamatan Peterongan menduduki peringkat pertama, dengan 2.686 penderita diabetes melitus. Mempertahankan kualitas hidup adalah salah satu tujuan utama

JURNAL

  • Upload
    yuiche

  • View
    23

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SKRIPSI

Citation preview

Page 1: JURNAL

3

PendahuluanEfikasi diri merupakan

keyakinan individu akan kemampuannya untuk mengatur dan melakukan tugas-tugas tertentu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Efikasi diri bersumber dari pengalaman individu, pengalaman orang lain, persuasi sosial serta kondisi fisik dan emosional (Bandura, 1997; Astuti, 2014).

Diabetes melitus merupakan penyakit yang menyertai seumur hidup penderita sehingga sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. beberapa penelitian menyatakan bahwa hidup dengan diabetes mellitus mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas hidup penderita walaupun dengan atau tanpa komplikasi (Ningtyas, 2013).

Penderita diabetes mellitus diperkirakan sekitar 382 juta orang saat ini. Jumlah penderita diabetes akan meningkat sebesar 55% pada 2035. Dari 10 peringkat dunia, Indonesia menempati urutan ke 7 setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan penderita sejumlah 8,4 juta (IDF,2013). WHO juga memprediksikan kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

Penderita diabetes mellitus di Jawa Timur masih merupakan ancaman masalah kesehatan yang serius. Saat ini terdapat 300.000 penderita di Jatim dengan penduduk 33 juta orang. Diabetes melitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan akan menyertai seumur hidup penderita sehingga sangat mempengaruhi kualitas hidup

penderita (Tjokroprawiro, 2006). Berdasarkan data rekam medik Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, pada tahun 2014 diketahui bahwa penyakit diabetes melitus di kecamatan Peterongan menduduki peringkat pertama, dengan 2.686 penderita diabetes melitus.

Mempertahankan kualitas hidup adalah salah satu tujuan utama pengobatan diabetes melitus. Paling sedikit ada dua alasan untuk ini, yaitu yang pertama diabetes melitus adalah penyakit kronik, yang tidak dapat diobati secara tuntas, namun apabila terkendali dengan baik dapat menghambat atau mencegah keluhan fisik akibat komplikasi akut maupun kroniknya. Alasan yang kedua kualitas hidup yang rendah serta masalah psikologi dapat memperburuk gangguan metabolik (Spilker dan Cramer, 1998).

Berdasarkan phenomena tersebut diatas, maka penulis melakukan penelitian “Hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang”.

Metode PenelitianPenelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian yang digunakan, analitik tipe cross sectional. Penelitian dilakukan pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang dengan besar sampel 38 responden dengan menggunakan teknik sampling simple random sampling.Alat pengumpulan data berupa kuesioner yang valid dan reliabel. Kuesioner terdiri dari data umum (Umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Lama menderita DM tipe 2). Efikasi diri nila r hitungnya antara

Page 2: JURNAL

4

0,688-0,819. Kualitas hidup nilai r hitungnya antara 0,699-0,940 dan r hitung > r tabel maka dapat disimpulkan kuesioner kualitas hidup dunyatakan valid dan r tabel adalah 0,631. analisa data secara univariate dan bivariate (spearman rank).

Hasil

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur di Puskesmas Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang tahun 2015.

Umur N %40-45 tahun 8 21,046-51 tahun 5 13,152-57 tahun 9 23,758-63 tahun 10 26,364-69 tahun 1 2,670-75 tahun 2 5,276-81 tahun 1 2,6

Jumlah 38 100,0Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa hampir setengah responden berusia 58-63 tahun sebesar 26,3%.

Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di Puskesmas Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang tahun 2015.

Pendidikan N %Tidak tamat SD 9 23,6

Tamat SD/sederajat

20 52,6

SMP/sederajat 5 13,1SMA/sederajat 2 5,3

Sarjana 2 5,3Jumlah 38 100,0

Sumber : Data Primer, 2015Berdasarkan Tabel 5.2 di atas

menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SD sebesar 52,6%.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang Tahun 2015.

Pekerjaan N %Tidak Bekerja 11 28,9

Swasta/Wiraswasta 5 13,1Petani 9 23,6Buruh 9 23,6PNS 4 10,5

Jumlah 38 100,0 Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa hampir setengah responden tidak bekerja sebesar 28,9%.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang Tahun 2015.

Lama Menderita N %<5 tahun 12 31,6>5 tahun 26 68,4Jumlah 38 100,0

Sumber : Data Primer, 2015Berdasarkan Tabel 5.5 di atas

menunjukkan bahwa sebagian besar responden menderita diabetes 6-10 tahun sebesar 68,4%.

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang Tahun 2015.

Efikasi Diri N %Tinggi 12 31,6Sedang 22 57,9Rendah 4 10,5Jumlah 38 100,0

Berdasarkan Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar Responden memiliki efikasi diri

Page 3: JURNAL

5

sedang 57,9 %, responden memiliki efikasi diri tinggi sebesar 31,6 %,dan responden yang memiliki efikasi diri rendah sebesar 10,5 %.

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang Tahun 2015.Kualitas Hidup N %

Baik 14 36,8Cukup 14 36,8Kurang 10 26,4Jumlah 38 100,0

Sumber : Data Primer, 2015Berdasarkan Tabel 5.6 di atas

menunjukkan bahwa hampir dari setengah 36,8 % responden memiliki memiliki kualitas hidup baik, responden yang memiliki kualitas hidup cukup sebesar 36,8 %, dan responden yang memiliki kualitas hidup kurang sebesar 26,4 %.

Tabel 7 Tabulasi silang Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang Tahun 2015

Efikasi

Diri

Kualitas Hidup N

Baik %

Cukup

%Kurang % N %

Tinggi

10 26,3 2 5,3 0 0 12 31,6

Sedang

4 10,5 11 28,9 7 18,4

22 57,9

Rendah

0 0 1 2,6 3 7,9 4 10,5

N 14 36,8 14 36,8 1026,3

38 100

p = 0,000

Sumber : Data Primer, 2015Dari hasil proses tabulasi silang

menggunakan bantuan perangkat komputer dengan proses crosstab diketahui hampir setengah 31,6 %

responden memiliki efikasi diri tinggi dimana 26,3 % responden memiliki kualitas hidup baik, dan 5,3 % responden memiliki kualitas hidup cukup. Sebagian besar 57,9 % responden memiliki efikasi diri sedang dimana 10,5 % memiliki kualitas hidup baik, 28,9 % responden memiliki kualitas hidup cukup dan 18,4 % responden memiliki kualitas hidup kurang. Responden yang memiliki efikasi diri rendah sebesar 10,5% diantaranya 2,6 % responden memiliki kualitas hidup yang cukup dan 7,9% reponden memiliki kualitas hidup kurang.

Hasil uji korelasi Spearman’s rho didapatkan nilai p = 0,000 yang lebih kecil dari alpha (0,05), maka H1

diterima, artinya ada hubungan antara efikasi diri dengan kualitas hidup penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang.

Pembahasan

Efikasi diri adalah keyakinan pasien akan kemampuannya untuk berubah yang dapat meningkatkan pencapaian keberhasilannya dalam melakukan perubahan perilaku atau tindakan yang benar-benar dilakukan individu tersebut, seberapa besar usaha yang dilakukan dan seberapa besar ketahanan perilaku tersebut untuk mencapai tujuan akhir (Bandura, 1997). Seseorang dengan tingkat efikasi diri yang tinggi umumnya menghadapi masalah secara lebih efektif daripada seseorang yang tingkat efikasi dirinya rendah (McDowell, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri adalah umur, pendidikan, pekerjaan, dan lama menderita diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 hampir setengahnya berada

Page 4: JURNAL

6

pada usia 58-63 tahun yaitu sebesar 10 responden. Dimana kelompok umur tersebut merupakan usia yang matang dalam berpikir dan mengambil keputusan tentang tujuan yang akan dicapainya. Moons, dkk (2004); Nofitri, (2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Ryff & Singer (1998); (Nofitri, 2009), individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya.

Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa 20 responden berpendidikan SD/Sederajat. Penelitian stipanovic (2002). menjelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan efikasi diri dan perilaku perawatan diri DM dimana reponden yang memilik pendidikan tinggi memiliki efikasi diri yang lebih baik. Noghani, dkk (2007); Nofitri, (2009) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa hampir setengah dari yaitu 11 responden tidak bekerja. Kondisi pekerjaan dapat menjadi stressor yang dapat menurunkan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah. Kondisi stress merupakan salah satu factor resiko yang dapat memperberat kondisi penderita yang akan berdampak terhadap penurunan motivasi, efikasi diri dan perawatan diri (Wu et a., 2006).

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menderita diabetes tipe 2 6-10 tahun sebesar 68,4%. Pasien yang telah menderita diabetes melitus ≥ 11 tahun memiliki efikasi diri yang baik daripada pasien yang menderita diabetes melitus < 10 tahun, hal itu

disebabkan karena pasien telah berpengalaman dalam mengelola penyakitnya dan memiliki koping yang baik. Selain itu, pasien yang telah lama menderita diabetes melitus namun disertai komplikasi memiliki efikasi diri yang rendah (Yusra, 2011).

Seperti yang dikemukakan oleh Rini (2011) bahwa efikasi diri yang tinggi akan menjadi suatu upaya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dan meningkatkan kualitas hidup mereka melalui usaha yang terpadu. Dari usaha yang dilakukan inilah akan muncul suatu penemuan baru yaitu keyakinan yang tinggi, seberapa banyak usaha yang mereka lakukan dan seberapa tahan mereka terhadap hambatan yang ditemui akan berpengaruh terhadap keberhasilan kolektif dari usaha yang mereka lakukan.

Peneliti berpendapat bahwa tingkat efikasi diri yang tinggi pada respoden menunjukkan bahwa responden telah memiliki keyakinan diri yang tinggi dan mampu berpartisipasi aktif secara maksimal. Pada responden yang memiliki tingkat efikasi diri sedang akan menyebabkan kualitas yg cukup pula. hal ini menunjukkan bahwa dirinya masih belum cukup yakin mampu berpartisipasi aktif secara maksimal mengelola penyakitnya. sehingga akan memiliki risiko mengalami komplikasi akut maupun kronik, serta masalah psikologi yang dapat memperburuk gangguan metabolik. Pada responden yang memiliki tingkat efikasi diri yang lebih rendah, akan menurunkan rasa percaya diri dan menurunkan motivasi, sehingga berisiko terjadinya depresi. Jika tingkat efikasi diri ini terus menurun, maka dapat menyebabkan kualitas hidup terus menurun sehingga akan

Page 5: JURNAL

7

meningkatkan risiko terjadinya komplikasi diabetes baik akut maupun kronik.

Dari hasil uji statistik menggunakan spearman rank diperoleh nilai p = 0,000 yang lebih kecil dari alpha (0,05), maka H1

diterima. Artinya ada hubungan yang bermakna antara efikasi diri dan kualitas hidup penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan efikasi diri tinggi memiliki peluang yang sangat besar untuk menunjukkan kualitas hidup baik dibandingkan dengan responden yang memiliki efikasi diri rendah.

Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa dari 38 reaponden, terdapat responden dengan efikasi diri tinggi memiliki kualitas hidup baik sebanyak 10 responden, sedangkan responden dengan efikasi diri sedang memiliki kualitas hidup cukup sebanyak 11 responden dan responden dengan efikasi diri rendah memiliki kualitas hidup kurang sebanyak 3 responden.

Menurut Bentsen, et al (2010) dalam Rini (2011), menyebutkan bahwa seseorang dengan efikasi diri baik akan menunjukkan kualitas hidup yang baik dalam pengelolaan penyakitnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kara dan Alberto (2006) juga menyebutkan efikasi diri mempunyai hubungan yang positif dengan perilaku perawatan diri yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan efikasi diri pasien diabetes mellitus tipe 2 akan meningkatkan status psikologis pasien. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang membuktikan bahwa efikasi diri dapat meningkatkan kualitas psikososial seseorang (Bandura, 1997). Wantiyah (2010)

menyatakan saat ini, penilaian terhadap perkembangan penyakit, prognosis dan kualitas hidup pasien tidak hanya dilihat dari status medis saja. Faktor biopsikososial memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan kondisi pasien. Seorang dengan efikasi diri yang tinggi akan selalu berpikir mengenai hasil positif dari perilaku yang dilakukan (Bandura 1997). Ketika seseorang mengalami penyakit kronis salah satunya diabetes mellitus tipe 2, sumber-sumber dukungan baik berupa fisiologis, emosional, kognitif dan sosial harus dilibatkan sehingga pasien menjadi mampu mengelola penyakitnya secara mandiri dan meningkatkan kualitas hidupnya dan faktor pikologis memberikan pengaruh yang besar pada perbaikan kondisi pasien (Fleury, et al; Wantiyah 2010).

Kesimpulan1. Efikasi diri penderita diabetes

mellitus tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang sebagian besar adalah sedang.

2. Kualitas hidup penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang sebagian besar adalah baik.

3. Ada hubungan antara efikasi diri dengan kualitas hidup penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang.

Saran1. Bagi Perawat Puskesmas

Perawat dapat meningkatkan Efikasi diri pasien dengan meningkatkan pengetahuan pasien melalui pendidikan kesehatan yang terstruktur tentang pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 dan penatalaksanaannya berfokus pada

Page 6: JURNAL

8

sikap, dukungan sosial dan efikasi diri.

2. Bagi Dosen Dalam pendidikan keperawatan perlu menekankan pemahaman pada peserta didik bahwa pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang menjalani perawatan di Rumah Sakit bukan hanya gejala fisik saja yang perlu mendapat perhatian khusus, tetapi juga harus memperhatikan gejala psikologis yang timbul.

3. Bagi peneliti selanjutnyaPerlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kualitas hidup penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan jenis dan motode yang berbeda. Seperti hubungan dukungan sosial keluarga dengan kualitas hidup penderita diabetes mellitus tipe 2.

KepustakaanAnwar,A.,2009. Hubungan Antar Self

Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Didepan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Skripsi. Medan, Utara Universitas Sumatera

Ariani,Y., Sitorus,R., & Gayatri,D. 2009. Motivasi Dan Efikasi Diri Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dalam Asuhan Keperawatan.Tesis.Depok, Universitas Indonesia

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta: Bina Aksara.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta: Bina Aksara.

Astuti,N.,2014. Efikasi Diri Dan Manajemen Diri Pada Pasien Diabetes Tipe 2. Tesis.Medan, Utara Universitas Sumatera

Bandura, A. (1994). Self efficacy. http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html (sitasi 15 April 2015)

Bandura, A.. (1995). Self-efficacy in changing societies. United Kingdom: Cambridge University Press. http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html (sitasi 15 April 2015)

Bandura, A.. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York: W. H. Freeman and Company. http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html (sitasi 15 April 2015)

Bentsen, et al. (2010) Self efficacy as a predictor of improvement in health status and overall quality of life in pulmonary rehabilitation-an exploratory study. Patient Education. 81 (1):5-13. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20356. Diperoleh tanggal 15 April 2015

Kara, M & Alberto, J. (2006). Family support, perceived self-efficacy and self care behavior of Turkish patients with chronic obstructive pulmonary disease. Journal of clinical nursing. http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer. Diperoleh tanggal 16 April 2015.

Hati,Y.,2014. Efektifitas Edukasi Diabetes Terpadu untuk Meningkatkan Efikasi Diri

Page 7: JURNAL

9

Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2.Tesis,Medan,Universitas Sumatera Utara

IDF. (2012). Global guideline for type 2 diabetes. Brussels, Belgium: The Author. Retrieved from http://www.idf.org/sites/default/files/IDF-Guideline-for- Type-2-Diabetes.pdf

IDF. (2013). About diabetes. Retrieved from http://www.idf.org/about-diabetes

IDF. (2014). IDF diabetes atlas: Sixth edition. Retrieved from http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf

McDowell, J., Courtney, M., Edwards, H., & Shortridge-Baggett, L. (2005). Validation of the Australian/English version of the Diabetes Management Self-Efficacy Scale. International Journal of Nursing Practice, 11, 177– 184. doi:10.1111/j.1440-172X.2005.00518.x.

Nabyl.,2012. Panduan hidup sehat mencegah dan mengobati diabetes mellitus. Edisi revisi. Yokyakarta: Aulia Publishing

Ningtyas,D.W.,2013. Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.Skripsi.Jember, Universitas

Jember

Nofitri,N.F.M.,2009. Gambaran Kualitas Hidup Penduduk

Dewasa Pada 5 Wilayah Di Jakarta. Skripsi.Depok, Universitas Indonesia: 4-6

Nofitri.,2009. Kualitas Hidup Penduduk Dewasa di Jakarta. http://www.lontar.ui.ac.id di (sitasi 15 April 2015)

Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan,: Rineka Cipta :Jakarta

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Nyunt, S. W., Howteerakul, N., Suwannapong, N., & Rajatanun, T. (2010). Selfefficacy, self-care behaviors and glycemic control among type-2 diabetes patients attending two private clinics in Yangon, Myanmar. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health, 41(4), 943–951.

PERKENI. (2011). Konsensus Pengendalian Dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 Di Indonesia. Jakarta. PERKENI.

Page 8: JURNAL

10

Ratnasari, N.Y. (2012). Skripsi Hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada penderita Tuberkulosis paru dibalai pengobatan penyakit paru (BP4) Yogyakarta. Jurnal tuberkulosis Indonesia vol 8

Rini, I.S. (2011). Tesis Hubungan antara Efikasi diri dengan Kualitas hidup pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis dalam konteks Asuhan Keperawatan di RS Paru Batu dan RSU DR. Syaiful Anwar Malang Jawa Timur. http://www.lontar.ui.ac.id Diperoleh tanggal 16 April 2015.

Rochmayati, (2011). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit jantung koroner di RS Pelni Jakarta. http://www.lontar.ui.ac.id Diperoleh tanggal 19 April 2015

Saryono, Dwi M. A.. 2013. Metedologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta

Sedjati, et al (2011). Hubungan antara Efikasi diri dan dukungan sosial dengan kebermaknaan Hidup pada penderita Tuberkulosis Paru di Balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4) Yogyakarta.

Sekarwiri,E.,2008. Hubungan Antara Kualitas Hidup Dan Sense Of Community Pada Warga Dki Jakarta Yang Tinggal Didaerah Rawan Banjir. Skripsi.Depok, Universitas Indonesia

Smeltzer, S, & Bare. (2009). Brunner & suddarth’s textbook of

medical surgical nursing. Philadelpia : Lippincott

Sugiono. (2007) Metode Penelitian Administrasi, edisi 14. Bandung : Alfabeta

Tambunan,M.Y.,2013. Hubungan Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis Paru di RSUP Haji Adam Malik Medan.Skripsi.Medan,Universitas Sumatera Utara

Tarwoto. (2012). Keperawatan medikal bedah gangguan sistem endokrin. Jakarta: Trans Info Media

Wu., et.al. (2006). Self efficacy, outcome expectation and self care behaviourin people with type 2 diabetes in Taiwan. http://www.ebscohost.com (sitasi 15 April 2015)