10
Appendektomi yang terlambat versus appendektomi dini pada terapi appendisitis akut : sebuah penelitian retrospektif Abstrak Latar belakang: masih terdapat kontroversi tentang operasi dalam terapi appendisitis. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan appendektomi dini dan appendektomi yang terlambat dan penilaian kemungkinan dari operasi yang terlambat. Metode: rekam medik pasien dengan appendisitis akut yang menjalani operasi diantara 1 Januari 2011 dan 31 Desember 2011, secara retrospektif diamati. Hasil akhir diukur dari jumlah leukosit pada hari pertama post operasi, lamanya mengonsumsi makanan lunak, tingkat komplikasi, tingkat efek samping infeksi pembedahan, lamanya tinggal di rumah sakit, dan kembali ke rumah sakit dalam 30 hari. Hasil: selama periode penelitian, total 487 pasien yang melakukan appendektomi, dan 145 pasien dieksklusikan, tersisa 333 yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan waktu kedatang di rumah sakit hingga dilakukan insisi, mereka di bagi ke dalam dua kelompok: 177 (53,2%) pada grup A dan 156 (46,8%) pada grup B. Tidak terdapat hasil yang signifikan pada demografi preoperatif dan data klinis diantara kedua kelompok. Rata-rata leukosit pada hari pertama postoperatif pada grup B lebih rendah daripada grup A (p=0.0039). tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lamanya mengonsumsi makanan lunak, lamanya tinggal di rumah sakit, tingkat komplikasi, dan kembali ke rumah sakit diantara kedua kelompok. Efek samping infeksi akibat pembedahan termasuk abses intra-abdominal juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (Grup A 1,7% dan Grup B 3,9%; p=0.3143). Kesimpulan: penelitian ini membuktikan bahwa appendektomi yang terlambat aman dan memungkinkan pada pasien dewasa walaupun hasil klinis appendektomi yang terlambat tidak lebih superior dibandingkan appendektomi dini. Kami menyarankan spesialis bedah akan memilih waktu yang tepat untuk melakukan

jurnal bedah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bedah umum

Citation preview

Page 1: jurnal bedah

Appendektomi yang terlambat versus appendektomi dini pada terapi appendisitis akut : sebuah penelitian retrospektif

Abstrak

Latar belakang: masih terdapat kontroversi tentang operasi dalam terapi appendisitis. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan appendektomi dini dan appendektomi yang terlambat dan penilaian kemungkinan dari operasi yang terlambat.

Metode: rekam medik pasien dengan appendisitis akut yang menjalani operasi diantara 1 Januari 2011 dan 31 Desember 2011, secara retrospektif diamati. Hasil akhir diukur dari jumlah leukosit pada hari pertama post operasi, lamanya mengonsumsi makanan lunak, tingkat komplikasi, tingkat efek samping infeksi pembedahan, lamanya tinggal di rumah sakit, dan kembali ke rumah sakit dalam 30 hari.

Hasil: selama periode penelitian, total 487 pasien yang melakukan appendektomi, dan 145 pasien dieksklusikan, tersisa 333 yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan waktu kedatang di rumah sakit hingga dilakukan insisi, mereka di bagi ke dalam dua kelompok: 177 (53,2%) pada grup A dan 156 (46,8%) pada grup B. Tidak terdapat hasil yang signifikan pada demografi preoperatif dan data klinis diantara kedua kelompok. Rata-rata leukosit pada hari pertama postoperatif pada grup B lebih rendah daripada grup A (p=0.0039). tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lamanya mengonsumsi makanan lunak, lamanya tinggal di rumah sakit, tingkat komplikasi, dan kembali ke rumah sakit diantara kedua kelompok. Efek samping infeksi akibat pembedahan termasuk abses intra-abdominal juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (Grup A 1,7% dan Grup B 3,9%; p=0.3143).

Kesimpulan: penelitian ini membuktikan bahwa appendektomi yang terlambat aman dan memungkinkan pada pasien dewasa walaupun hasil klinis appendektomi yang terlambat tidak lebih superior dibandingkan appendektomi dini. Kami menyarankan spesialis bedah akan memilih waktu yang tepat untuk melakukan appendektomi dengan mempertimbangkan situasi yang lain seperti ketersediaan sumber daya yang ada di rumah sakit.

Pendahuluan

Appendisitis akut adalah kondisi intra-abdominal yang membutuhkan operasi. Appendektomi darurat yang dilakukan saat diagnosis ditegakkan merupakan terapi standard dalam penatalaksanaan appendisitis akut dalam abad terakhir. Terlambatnya operasi dipercaya dapat meningkatkan morbiditas postoperatif atau komplikasi appendisitis seperti appendisitis perforasi atau abses periappendicular.

Namun, konsep appendektomi darurat banyak ditentang baru-baru ini oleh penelitian yang menyarankan bahwa appendisitis akut dapat di obati secara medical atau operasi yang terrlambat tidak menunjukkan peningkatan morbiditas. Disisi lain, terdapat penelitian lain yang mendukung bahwa appendisitis membutuhkan prosedur pembedahan darurat dan

Page 2: jurnal bedah

terlambatnya operasi dapat meningkatkan komplikasi dan lamanya waktu tinggal di rumah sakit.

Masih terdapat kontroversi tenang waktu yang tepat untuk dilakukannya operasi appendisitis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil antara appendektomi dini dan appendektomi yang terlambat dan menilai kemungkinan dari appendektomi yang terlambat.

Bahan dan Metode

Pasien

Desain penelitian ini adalah retrospektif, penelitian observasional pada satu institusi. Rekam medik pasien dengan appendisitis akut yang menjalani operasi antara 1 Januari 2011 dan 31 Desember 2011, secara retrospektif diamati. Kami mengeksklusikan pasien dengan: 1) pasien dengan usia dibawah 16 tahun atau lebih dari 65 tahun, 2) pasien yang menjalani operasi selain appendektomi, seperti kolesistektomi atau ooforektomi, 3) wanita hamil, dan lainnya dengan penyakit berat yang membutuhkan perawatan intensif, 4) mengalami appendektomi incidental, interval dan negatif appendektomi. Pasien dibagi ke dalam dua kelompok dengan perbandingan: Grup A, yang menjalani operasi kurang dari 8 jam dihitung dari awal kedatangan hingga insisi, dan Grup B yang menjalani operasi dihitung dari awal kedatangan hingga insisi lebih dari 8 jam.

Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari rekam medik elektrik (EMR). Yang termasuk parameter dalam penelitian ini adalah: demografi, durasi dari onset gejala hingga datang ke rumah sakit, waktu kedatangan hingga ditegakkan diagnosis appendisitis, waktu dari ditegakkan diagnosis hingga dilakukan operasi, tanda vital awal, hasil laboratorium awal, metode appendektomi, prosedur drainase kombinasi, penemuan patologik, hasil laboratorium post-operatif, lamanya waktu mengonsumsi makanan lunak, komplikasi post-operatif, lamanya tinggal di rumah sakit, tarif di rumah sakit, dan kembalinya ke rumah sakit dalam 30 hari setelah pembedahan. Kami menganalisa data klinis preoperatif, operatif dan post-operatif yang diperoleh dari masing-masing kelompok. Tarif rumah sakit terdiri dari total biaya yang ditanggung oleh Asuransi Kesehatan Nasional (NHI) dan biaya untuk alat-alat yang tidak ditanggung. Data-data diatas di analisa: total tarif rumah sakit, total biaya yang ditanggung oleh NHI dan biaya yang dikeluarkan oleh pasien.

Hasil akhir

Pengukuran hasil akhir dilihat dari jumlah leukosit pada hari pertama post operatif, lama mengonsumsi makanan lunak, tingkat komplikasi, efek samping infeksi pembedahan, lamanya tinggal di rumah sakit, dan kembalinya ke rumah sakit dalam waktu 30 hari.

Analisis statistik

Data dianalisa menggunakan SAS versi 5.1 perangkat lunak statistik (SAS Inc, Cary, NC, USA). Karakteristik demografi dan klinis dikategorikan sebagai rata-rata untuk variable

Page 3: jurnal bedah

berkelanjutan atau proporsi untuk variabel kategorik. Test chi-square digunakan untuk membandingkan perbedaan variabel kategorik. Uji T atau uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan pebedaan variabel berkelanjutan. Nilai p kurang dari 0.05 dianggap bermakna secara statistik.

Hasil

Selama periode penelitian, dari total 487 pasien yang menjalani appendektomi, dan 145 pasien dieksklusikan, tersisa 333 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik demografi dan klinis pada kasus ditunjukkan pada Tabel 1. Rata-rata usia pasien adalah 35.4 tahun. Terdapat 190 pasien laki-laki (57.1%) dan 143 pasien perempuan (42.9%). Rata-rata waktu kedatangan ke rumah sakit hingga ditegakkan diagnosis adalah 3 jam. Rata-rata waktu dari ditegakkan diagnosis hingga insisi kulit adalah 6.6 jam. Rata-rata waktu dari kedatangan hingga insisi 9.6 jam. Berdasarkan dari waktu kedatangan di rumah sakit kami hingga dilakukan insisi, mereka dibagi ke dalam dua kelompok; 177 (53.2%) pada grup A dan 156 (46.8%) pada grup B.

Perbandingan karakteristik demografi dan preoperatif antara kedua kelompok dirangkum pada Tabel 2. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada parameter dikarenakan desain penelitian. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada usia, ratio seks, indeks massa tubuh, suhu tubuh, jumlah leukosit awal, dan komorbiditas antara kedua kelompok. Perbandingan karakteristik operatif antara kedua kelompok ditunjukkan pada Tabel 3. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat appendektomi laparoskopi, waktu operasi, tingkat komplikasi appendisitis, dan tingkat kasus appendikolits. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok pada tingkat operasi saat malam hari (Grup

Page 4: jurnal bedah

A, 22.0% dan Grup B 5.1%; p < 0.0001) dan dilakukannya prosedur drainase eksternal (Grup A, 24.9% dan Grup B 12.2%; p = 0.0033).

Perbandingan hasil postoperatif antara kedua kelompok dapat dilihat pada Tabel 4. Jumlah leukosit rata-rata pada hari pertama postoperatif pada grup B lebih rendah daripada grup A (p = 0.0039). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada lamanya mengonsumsi makanan lunak, lamanya tinggal di rumah sakit, tingkat komplikasi, dan kembali ke rumah sakit pada kedua kelompok. Walaupun tingkat efek samping infeksi karena pembedahan termasuk abses intra-abdominal (IA) pada grup B sedikit lebih tinggi daripada grup A, juga tidak terdapat perbedaan statistik yang bermakna (Grup A 1.7%, dan Grup B 3.9%; p = 0.3143). Tabel 5 menunjukkan hasil biaya rumah sakit antara kedua kelompok dan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada variabel yang dibandingkan.

Page 5: jurnal bedah

Diskusi

Di Korea, modalitas pencitraan sangat populer, dan biayanya ditanggung oleh sistem asuransi kesehatan nasional. Evaluasi radiologi dapat membantu spesialis bedah dalam mengkonfirmasi diagnosis dan mengenali lokasi appendiks, dan/atau kondisi intra-abdominnal yang membutuhkan prosedur lain. Semua pasien pada penelitian ini menjalani evaluasi radiologi seperti CT scan abdomen, USG abdomen, dan kemudian mereka didiagnosis sebagai akut appendisitis.

Appendektomi masih menjadi prosedur pembedahan yang tidak terjadwal yang dilakukan oleh spesialis bedah umum. Biasanya dilakukan persiapan pada saat diagnosis appendisitis ditegakkan dan selesai dalam beberapa jam untuk mencegah progress dari inflamasi. Namun, kualitas antibiotik meningkat pada dekade terakhir, dan appendektomi interval untuk abses periappendiceal menunjukkan hasil yang lebih baik daripada pembedahan awal. Penelitian terbaru menyarankan bahwa abses periappendiceal pada kasus tertentu dapat diselesaikan tanpa terapi pembedaha tanpa appendektomi interval. Lebih jauh lagi, keberhasilan dari terapi antibiotik tanpa pembedahan untuk kasus tertentu dengan appendisitis tanpa komplikasi dilaporkan pada literatur terbaru. Namun, pada saat ini, kami tidak setuju bila appendisitis sebagai penyakit yang hanya dapat disembuhi dengan obat-obatan.

Page 6: jurnal bedah

Masih terdapat kontroversi menurut waktu operasi. Beberapa penelitian masih mendukung hasil dari appendektomi dengan waktu yang tepat lebih baik daripada appendektomi yang terlambat. Mereka menyarankan bahwa prosedur appendektomi yang terlambat memiliki komplikasi post operatif seperti efek samping infeksi olek karena pembedahan. Disisi lain, beberapa penelitian menujukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari hasil antara appendektomi dini atau appendektomi yang terlambat. Sebagai tambahan, beberapa penelitian menujukkan dampak negatif dari perpanjangan jam kerja atau kurangnya waktu tidur residen pada performa klinis dan ketidakmampuan kognitif.

Waktu dalam pembedahan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti keterbatasan ketersediaan ruang operasi, keterbatasan ketersediaan anestesia, keterbatasan ketersediaan alat, dan juga keputusan dari dokter spesialis bedah. Pada rumah sakit kami, seluruh spesialis bedah lebih memilih melakukan appendektomi dini dan mereka melakukan appendektomi dalam beberapa jam setelah diagnosis kecuali saat malam hari, bila dimungkinkan. Namun, jumlah residen bedah menurun dan penyakit yang membutuhkan pembedahan meningkat selama dekade terakkhir. Oleh karena itu menunggu waktu untuk melakukan appendektomi secara alami memang lebih memakan waktu walaupun appendektomi dini sudah dijadwalkan.

Pada penelitian kami, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada karakteristik demografi, karakteristik klinis preoperatif diantara kelompok yang menjalani appendektomi dini dan appendektomi yang terlambat. Hal ini berarti keparahan penyakit seperti demam, jumlah leukosit baik pada appendisitis tanpa komplikasi dan pada appendisitis dengan komplikasi tidak berpengaruh pada waktu dilakukannya pembedahan. Sebagai tambahan, juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada jumlah appendisitis yang disertai dengan appendikolit pada kedua kelompok. Pada penelitian ini, keberadaan appendikolit tidak bergantung pada waktu dilakukannya pembedahan, tidak seperti pada penelitian yang terbaru lainnya.

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada lamanya mengonsumsi makanan lunak dan lamanya waktu tinggal di rumah sakit antara kedua kelompok. Juga tidak terdapat hasil yang bermakna pada seluruh parameter yang mengenai biaya rumah sakit antara kedua kelompok. Khususnya, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat komplikasi termasuk efek samping infeksi pembedahan. 1 pasien pada grup A dan 1 pasien pada grup B kembali ke rumah sakit akibat abses intra abdominal postoperatif dalam 30 hari. Hasil ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya. Untuk itu appendektomi yang terlambat memiliki tingkat keamanan yang hampir sama dengan appendektomi dini.

Lebih jauh lagi, jumlah leukosit rata-rata pada hari pertama postoperatif lebih rendah pada grup B daripada grup A. Hasil ini mungkin dikarenakan injeksi antibiotik intravena preoperatif yang cukup dan efektif untuk mencegah flora kolon aerob dan anaerob. Pada rumah sakit kami, ketika pasien ditegakkan diagnosis appendisitis tanpa komplikasi setelah dilakukan evaluasi klinis dan radiologi, cefalosporin IV (generasi pertama atau kedua) diberikan kepada pasien. Jika pasien dengan ditegakkan diagnosis appendisitis dengan

Page 7: jurnal bedah

komplikasi, metronidazole IV ditambahkan. Sebagai hasil, pasien pada grup A mendapat dosis tunggal antiobiotik preoperatif dan pasien pada grup B mendapat 2 atau 3 dosis.

Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini. Pertama, penelitian ini merupakan penelitian observasional retrospektif. Seperti yang dijelaskan diaras, beberapa kondisi seperti kurangnya residen, penuhnya jadwal operai membuat penelitain prospektif menjadi sulit. Kedua, optimalisasi waktu appendektomi tidak dapat dijelaskan. Kami mengharapkan dapat memecahkan keterbatasan ini melalui percobaan prospektif acak skala besar pada waktu dekat ini.

Kesimpulan

Kami mempertimbangkan bahwa appendisitis bukanlah penyakit dengan medikamentosa, tetapi penyakit yang memerlukan pembedahan. Penelitian ini mengungkapkan appendektomi yang terlambat aman dan sangat mungkin dilakukan pada pasien dengan appendisitis walaupun hasil klinis pada appendektomi yang terlambat tidak memberikan hasil yang lebih baik daripada appendektomi dini. Oleh karena itu, kamu menyarankan spesialis bedah dapat memutuskan waktu yang tepat untuk dilakukannya appendektomi dengan mempertimbangkan kondisi lainnya seperti sumber daya dirumah sakit.