17

Jurnal Biologi Indonesia - perbiol.files.wordpress.com · Klon-klon Kentang Transgenik Hasil Persilangan Terseleksi Tahan terhadap Penyakit ... Kajian Aspek Ekologis dan Daya

Embed Size (px)

Citation preview

Jurnal Biologi Indonesia diterbitkan oleh Perhimpunan Biologi Indonesia. Jurnal ini memuat hasil penelitian ataupun kajian yang berkaitan dengan masalah biologi yang diterbitkan secara berkala dua kali setahun (Juni dan Desember).

Editor Ketua

Prof. Dr. Ibnu Maryanto Anggota

Prof. Dr. I Made Sudiana Dr. Deby Arifiani

Dr. Izu Andry Fijridiyanto

Dewan Editor Ilmiah

Dr. Abinawanto, F MIPA UI

Dr. Achmad Farajalah, FMIPA IPB

Prof. Dr. Ambariyanto, F. Perikanan dan Kelautan UNDIP

Dr. Didik Widiyatmoko, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI

Dr. Dwi Nugroho Wibowo, F. Biologi UNSOED

Dr. Gatot Ciptadi F. Peternakan Universitas Brawijaya

Dr. Parikesit, F. MIPA UNPAD

Dr. Faisal Anwari Khan, Universiti Malaysia Sarawak Malaysia

Assoc. Prof. Monica Suleiman, Universiti Malaysia Sabah, Malaysia

Dr. Srihadi Agungpriyono, PAVet(K), F. Kedokteran Hewan IPB

Y. Surjadi MSc, Pusat Penelitian ICABIOGRAD

Drs. Suharjono, Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Dr. Tri Widianto, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI

Dr. Witjaksono Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Sekretariat Eko Sulistyadi M.Si, Dewi Citra Murniati M.Si, Hetty Irawati PU, S.Kom

Alamat d/a Pusat Penelitian Biologi - LIPI

Jl. Ir. H. Juanda No. 18, Bogor 16002 , Telp. (021) 8765056 Fax. (021) 8765068

Email : [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected] Website : http://biologi.or.id

Jurnal Biologi Indonesia : Akreditasi: No. 657/AU3/P2MI-LIPI/07/2015.

JURNAL BIOLOGI INDONESIA

Diterbitkan Oleh:

Perhimpunan Biologi Indonesia

Bekerja sama dengan

PUSLIT BIOLOGI-LIPI

OBITUARI

Redaksi Jurnal Biologi Indonesia telah kehilangan seorang editor penelaah Dr. Ir Sri Sulandari, M.Sc.

yang telah berpulang kerahmat Allah SWT pada tanggal 18 Agustus 2015 Jam 16.10 di RSCM,

Jakarta. Jabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI

sebagai ahli DNA Molekuler yang menekuni kajian DNA pada ayam lokal Indonesia dan berbagai

hidupan liar khususnya pada burung. Tiga tahun terakhir sangat aktif berusaha menyelamatkan

populasi kambing Gembrong di Kabupaten Karanganyar, Bali. Almarhumah meninggalkan seorang

suami Prof. Dr. Muladno, MSA yang bekerja sebagai guru besar di Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian bogor dan saat ini juga sebagai Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan,

Kementerian Pertanian, serta dua anak laki-laki Aussie Andry Vermarchnanto M. dan Endyea

Mendelian.

Jurnal Biologi Indonesia yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN BIOLOGI INDONESIA bekerjasama

dengan PUSLIT BIOLOGI-LIPI. Edisi volume 11 No. 2 tahun 2015 memuat 15 artikel lengkap dan

satu artikel tulisan pendek. Penulis pada edisi ini sangat beragam yaitu dari Balai Besar Penelitian

Veteriner-Deptan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Pertanian, Bogor, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung, Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan-IPB, Dept. Biokimia FMIPA-IPB, Institut

Sains dan Teknologi Nasional Jakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pesisir &

Laut, Balitbang Kelautan & Perikanan, Kementerian Kelautan & Perikanan, Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan-Universitas Maritim Raja Ali Haji-

Tual, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya–LIPI, Puslit Biologi-LIPI, Puslit Bioteknologi-LIPI.

Jurnal Biologi Indonesia mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pakar yang telah

turut sebagai penelaah dalam Volume 11 No 2, Desember 2015:

Dr. Niken Tunjung Murti Pratiwi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

Dr. Agus Prijono Kartono, Fakultas Kehutanan IPB

Ir. Drs. Eko Harsono MSi, Puslit Limnologi-LIPI

Dra. Donowati Tjokrokusumo M.Phil, Pusat Teknologi Bioindustri, BPPT

Ir. M. Syamsul Arifin Zein MSi, Puslit Biologi LIPI

Drh. Anang S. Achmadi MSc, Puslit Biologi LIPI

Dr. Yuyu S. Poerba, Puslit Biologi LIPI

Ir. Dwi Agustiyani MSc, Puslit Biologi LIPI

Dr. Apon Zaenal Mustopa, Puslit Bioteknologi LIPI

Dr. Yopi Puslit Bioteknologi LIPI

Dr. Joeni S. Rahajoe, Puslit Biologi LIPI

Dr. Wartka Rosa Farida, Puslit Biologi LIPI

BIOLOGI

Halaman

Efikasi Vaksin Inaktif Bivalen Avian Influenza Virus Subtipe H5N1 (Clade 2.1.3. dan Clade

2.3.2) di Indonesia

169

NLP. Indi Dharmayanti & Risa Indriani

Klon-klon Kentang Transgenik Hasil Persilangan Terseleksi Tahan terhadap Penyakit

Hawar Daun Phytophthora infestans Tanpa Penyemprotan Fungisida di Empat Lapangan

Uji Terbatas

177

Alberta Dinar Ambarwati, Kusmana, & Edy Listanto

Penambahan Inokulan Mikroba Selulolitik pada Pengomposan Jerami Padi untuk Media 187

Tanam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Iwan Saskiawan

Identifikasi Molekular dan Karakterisasi Morfo-Fisiologi Actinomycetes Penghasil Senyawa

Antimikroba

195

Arif Nurkanto & Andria Agusta

Populasi dan Kesesuaian Habitat Langkap (Arenga obtusifolia Mart.) 205

di Cagar Alam Leuweung Sancang, Jawa Barat

Didi Usmadi, Agus Hikmat, Joko Ridho Witono, & Lilik Budi Prasetyo

Optimasi Produksi Enzim Amilase dari Bakteri Laut Jakarta (Arthrobacter arilaitensis )   215

Awan Purnawan, Y. Capriyanti, PA. Kurniatin, N. Rahmani, & Yopi

Pengaruh Antioksidan Eksopolisakarida dari Tiga Galur Bakteri Asam Laktat pada Sel

Darah Domba Terinduksi tert-Butil Hidroperoksida (t-BHP)

225

Fifi Afiati, Nina Ainul Widad, & Kusmiati

Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator Lingkungan di P. Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara 233

Agustin Rustam, Terry L. Kepel, Mariska A. Kusumaningtyas, Restu Nur Afi

Ati, August Daulat, Devi D. Suryono, Nasir Sudirman, Yusmiana P. Rahayu,

Peter Mangindaan, Aida Heriati, & Andreas A. Hutahaean

Identification of Bioactive Compound from Microalga BTM 11 as Hepatitis C Virus RNA 243

Helicase Inhibitor

Apon Zaenal Mustopa, Rifqiyah Nur Umami, Prabawati Hyunita Putri, Dwi

susilaningsih, & Hilda Farida

Kemampuan Cerna Protein dan Energi Metabolisme Perkici Pelangi (Trichoglossus

haematodus )

253

Rini Rachmatika & Andri Permata Sari

Optimasi Enzim α-Amilase dari Bacillus amyloliquefaciens O1 yang Diinduksi Substrat

Dedak Padi dan Karboksimetilselulosa

259

Yati Sudaryati Soeka, Maman Rahmansyah, & Sulistiani

Kajian Aspek Ekologis dan Daya Dukung Perairan Situ Cilala 267

Niken T.M. Pratiwi, Sigid Hariyadi, Inna Puspa Ayu, Aliati Iswantari,

Novita MZ, & Tri Apriadi

Halaman

Penanda Genetik Tarsius (Tarsius spp.) dengan Menggunakan Gen Cytochrome Oxidase I

(COI) DNA Mitokondria (mtDNA) Melalui Metode Sekuensing

275

 Wirdateti, Sri Wijayanti Wulandari, & Paramita Cahyaningrum Kuswandi

Carboxymethyl Cellulose Hydrolyzing Yeast Isolated from South East Sulawesi, Indonesia 285

Atit Kanti

Uji Bakteri Simbiotik dan Nonsimbiotik Pelarutan Ca vs. P dan Efek Inokulasi Bakteri pada

Anakan Turi (Sesbania grandiflora L. Pers.)

295

Sri Widawati

TULISAN PENDEK 309

Mating behavior of Slow Loris (Nycticebus coucang ) at Captivity

Wartika Rosa Farida & Andri Permata Sari

Penambahan Inokulan Mikroba Selulolitik pada Pengomposan Jerami Padi

untuk Media Tanam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

(The addition of Cellulolytic Microorganisms in Composting Process of Paddy Straw as

White Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) Substrate)

Iwan Saskiawan

Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Jl. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong 16911. Email: [email protected]

Memasukkan: Juni 2014, Diterima: Februari 2015

ABSTRACT

Recently, the cultivation of oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) has increased enormously because of some reasons. Mushroom growers utilize sawdust, byproduct of timber industry as main substrate in fruiting body production. Consequently, the availability of sawdust becomes an obstacle during mushroom cultivation. The aim of this study was to evaluate the effetivity of paddy rice straw as an alternative substrate in oyster mushroom cultivation. The paddy rice straw was inoculated with a cellulolytic microbs during composting process. They are Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Trichoderma harzianum and Aspergillus niger. The result showed that the fastest growing mycelia by fully colonizing 1.1 kg size baglog was obtained when the paddy rice straw was treated with B. subtilis (63.00 days), followed by the treatment with P. aeruginosa (63.67 days), A. niger (65.00 days), T. harzianum (67.33 days), and negative control (67.33 days) respectively. On the other hand, the treatment of P. aeruginosa gaved the highest production of fruiting body (123.33g) followed by the treatment with B. subtilis (113.33g), A. niger (90.00g), control (83.33g) and T. harzianum (78.33g) per bag log over 2 period of time harvesting.

Keywords : Pleurotus ostreatus, paddy rice straw, compost

ABSTRAK

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur pangan yang banyak dibudidayakan saat ini. Budidaya jamur tiram biasanya menggunakan serbuk gergaji sebagai media tanam. Oleh karena itu ketersediaan serbuk gergaji menjadi masalah yang dihadapi oleh pembudidaya jamur tiram. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan jerami padi sebagai media tanam alternatif dalam budidaya jamur tiram dengan menggunakan mikroba selulolitik dalam proses pengomposannya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat mikroorganisme selulolitik sebagai perlakuan yaitu Bacillus subtilis (M1), Pseudomonas aeruginosa (M2), Trichoderma harzianum (M3), dan Aspergillus niger (M4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan M1 (B. subtilis) menunjukkan waktu pertumbuhan miselia jamur yang paling cepat yaitu 63,00 hari, diikuti dengan perlakuan M2, M4, M3 dan kontrol masing-masing selama 63,67; 65,00; 67,33 dan 67,33 hari. Sedangkan untuk produksi tubuh buah pada panen pertama, perlakuan M2 (P. aeruginosa) menunjukkan hasil yang tertinggi (123,33 g), diikuti dengan M1 (113,33 g), M4 (90,00 g) , kontrol (83,33 g) dan M3 (78,33 g).

Kata Kunci :jamur tiram, jerami padi, kompos

Jurnal Biologi Indonesia11 (2): 187-193 (2015)

PENDAHULUAN

Produksi jamur pangan atau edible mushroom

merupakan salah satu komoditas hortikultura

yang akhir-akhir ini berkembang dengan pesat.

Masyarakat luas sudah mulai mengenal jamur

pangan sebagai bahan sayuran yang dikonsumsi

setiap hari. Menurut data dari Direktorat Budidaya

dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat,

Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementrian

Pertanian luas panen jamur di Indonesia meningkat

terus dari tahun ke tahun. Selain itu nilai ekspor

jamur pangan ternyata juga menduduki peringkat

yang cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas

sayuran lainnya (Bahar 2012). Menurut Chang &

Miles (2004), karena nilai gizinya yang tinggi

dan mengandung beberapa senyawa aktif yang

bersifat sebagai imunomodulator yang dapat

meningkatkan ketahanan tubuh, jamur pangan

juga dapat digunakan sebagai bahan pangan

188

Iwan Saskiawan

fungsional (nutirceutical) yang bersifat sebagai

bahan nutrisi yang berefek kesehatan. Selain itu,

jamur juga merupakan salah satu komoditas

sayuran organik yang tidak menggunakan pupuk

sintetik dan pestisida sehingga sangat membantu

dalam menjaga kelestarian lingkungan. Limbah yang

berasal dari media tumbuh jamur juga dapat

dijadikan sebagai pupuk organik yang sangat baik

untuk kesuburan tanah dan tanaman (Siddhant &

Singh 2009).

Budidaya jamur pangan biasanya dilakukan

dengan menggunakan limbah pertanian sebagai

media tanam. Limbah pertanian mengandung

lignoselulosa, selulosa, dan hemiselulosa yang

sangat diperlukan oleh jamur untuk pertumbuhannya

(Mandel et al. 2005). Beberapa jenis jamur pangan

bisa dibudidayakan dengan menggunakan limbah

jerami padi, limbah kopi, tanaman eceng gondok,

serbuk gergaji dan limbah pertanian lainnya

(Saskiawan & Sudarmono 1993; Bisaria et al.

1987; Madan et al. 1987; Royse et al. 2004;

Murugesan, et al. 1995). Salah satu jenis jamur

pangan yang paling mudah dan banyak

dibudidayakan adalah jamur tiram putih (P.

ostreatus). Jamur ini memiliki kandungan

protein lebih tinggi daripada kacang-kacangan,

mengandung vitamin B1 dan B2 lebih tinggi

daripada jamur yang lain, serta memiliki asam

folat lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran

dan daging. Asam folat sebagai komponen obat

dapat mengatasi gejala anemia, diabetes, dan

tekanan darah tinggi. Kandungan kalorinya

yang rendah baik untuk dikonsumsi orang yang

sedang menjalankan program diet (Cohen et al.

2002).

Jamur tiram biasanya dibudidayakan dengan

menggunakan media tanam serbuk gergaji. Media

tanam tersebut dengan penambahan bahan-bahan

tertentu seperti bekatul/dedak, tepung jagung, kapur

dan gypsum. Setelah melalui proses pencampuran

bahan-bahan tersebut kemudian dimasukkan

dalam kantung plastik tahan panas ukuran 18 x

25 cm dan dibentuk menyerupai botol. Media tanam

ini disebut dengan baglog. Baglog tersebut

kemudian disterilkan, didiamkan selama satu malam

untuk menurunkan suhu kemudian diinokulasi

dengan bibit jamur tiram.

Peningkatan jumlah pembudidaya jamur

menyebabkan ketersediaan serbuk gergaji

menjadi terbatas. Oleh karena itu perlu

dilalukan pencarian bahan alternatif pengganti

serbuk gergaji untuk budidaya jamur tiram.

Penelitian ini bertujuan menggunakan limbah

jerami padi sebagai media tanam alternatif

dalam budidaya jamur tiram. Dalam penelitian

ini digunakan inokulan mikroba selulolitik

dalam proses pengomposan jerami padi untuk

persiapan budidaya jamur tiram.

BAHAN DAN CARA KERJA

Kultur murni Trichoderma harzianum,

Aspergillus niger, Bacillus subtilis, dan

Pseudomonas aeruginosa merupakan koleksi

dari LIPI Microbial Culture Collection (MC),

Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bibit jamur tiram

putih (P. ostreatus) diperoleh dari Laboratorium

Biokimia Mikroba, Bidang Mikrobiologi, Pusat

Penelitian Biologi LIPI. Jerami padi diperoleh

dari kebun percobaan yang berada di Cibinong

Science Center.

Kultur B. subtilis dan P. aeruginosa

diremajakan pada media NA miring, diinkubasi

pada suhu 37oC selama 3 hari. Sel bakteri dipanen

dengan menambahkan campuran akuades steril

sebanyak 3ml, selanjutnya diukur kerapatan optiknya

(OD) sampai target nilai 0,5 dengan panjang

gelombang 600 nm.

Kultur A. niger (LIPI-MC 713) dan T.

harzianum (LIPI-MC 732) diremajakan pada

media PDA miring, diinkubasi pada suhu kamar

sampai sporulasi merata (4 hari). Spora dipanen

dengan menambahkan campuran akuades steril

dan tween-80 0,1% sebanyak 3 ml, selanjutnya

diukur kerapatan optiknya (OD) sampai target

nilai 0,5 dengan panjang gelombang 600 nm.

Inokulum bakteri B. subtilis dan P.

aeruginosa yang memiliki nilai OD 0,5 masing-

masing dimasukkan ke dalam media kaldu

nurien sebanyak 4 ml (2% dari volume media)

secara aseptis, sedangkan inokulum jamur A.

niger dan T. harzianum yang memiliki nilai OD

0,5 masing-masing diinokulasikan ke dalam

media ekstrak tauge cair, diinkubasi dalam

rotary shaker dengan kecepatan 120 rpm

dengan suhu 30oC selama 4 hari.

Jerami padi di jemur di bawah sinar

matahari langsung hingga kering dan warnanya

berubah menjadi kecoklatan, kemudian dipotong-

potong dengan ukuran kurang lebih 10 cm.

189

Penambahan Inokulan Mikroba Selulolitik pada Pengomposan Jerami Padi

Potongan jerami ditimbang dengan berat kering

masing-masing 2 kg dan direndam dalam ember

yang berisi air bersih selama 3 jam, kemudian

ditiriskan selama 1 jam sampai tidak ada air yang

menetes (kadar air 60%) (Parlindungan 2001). Jerami

tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik

berwana hitam dan masing-masing diinokulasi

dengan suspensi bakteri B. subtilis (M1), P.

aeruginosa (M2), dan suspensi spora jamur T.

harzianum (M3), A. niger (M4) masing-masing

sebanyak 10% (b/v) dan kontrol tanpa inokulasi

mikroorganisme lignoselulolitik (K). Campuran

substrat diaduk hingga merata, kemudian

dimasukkan ke dalam kantong plastik masing-

masing dengan berat 2 kg berat kering, mulut

kantong plastik diikat, dikomposkan selama 6

hari. Perlakuan pengomposan masing-masing

diulang 3 kali.

Sebanyak 10 gram sampel kompos ditimbang

dan ditambah 50 ml akuades steril. Sampel tersebut

kemudian dibuat homogen dengan magnetic stirrer

selama 30 menit kemudian disentrifugasi selama

20 menit dengan kecepatan 9000 rpm. Supernatan

hasil sentrifugasi digunakan sebagai sampel

untuk mengukur kadar glukosa dan xilosa.

Perhitungan kadar glukosa dan xilosa

dilakukan menurut metode Bernfeld (1955)

dengan beberapa modifikasi. Sebanyak 0,25 ml

sampel ditambah dengan 0,50 ml pereaksi Dinitro

Salisilic Acid (DNS), kemudian divortex dan

dipanaskan pada waterbath dengan suhu 90oC selama

5 menit. Setelah dingin, sampel ditambah 5 ml

akuades dan diukur gula reduksinya dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 540

nm. Standar yang digunakan adalah larutan gula

dan xilosa.

Jerami padi yang telah dikomposkan perlakuan

K, M1, M2, M3, dan M4 masing-masing ditambah

dengan 1% gipsum (w/w), 1% CaCO3 (w/w) dan

10% dedak (w/w). Kadar air diatur hingga

kelembaban 60%. Campuran media selanjutnya

diaduk hingga rata dan dimasukkan dalam

plastik tahan panas dengan ukuran 18x25cm,

masing-masing diisi sebanyak 1kg. Baglog

kemudian dipasangi cincin plastik dengan

diameter ±2,5cm dan disumbat dengan kapas, dilapisi

kertas dan plastik selanjutnya disterilkan dalam

autoklaf dengan suhu 121oC tekanan 1 atm

selama 1 jam. Baglog yang telah disterilkan

didiamkan selama 1 malam. Baglog diinokulasi

dengan bibit jamur tiram putih sebanyak 3

sendok teh secara aseptis. Baglog disimpan di dalam

kubung inkubasi dan diamati pertumbuhan

miseliumnya sampai waktu full grown yaitu kondisi

miselium jamur tiram yang berwarna putih

memenuhi seluruh permumkaan media tanam.

Baglog yang telah full grown dipindahkan ke kubung

produksi, dibuka sumbat kapas dan cincin bambu,

diinkubasi dan diamati waktu terjadi pembentukan

tubuh buah pertama.

Pemanenan tubuh buah dilakukan secara

manual dengan cara mencabut seluruh bagian

tubuh buah jamur tiram ketika ukuran diameter

tudung mencapai 5 cm. Hal tersebut biasanya

tecapai pada umur 4-5 hari terhitung sejak

pembentukan calon tubuh buah.

Parameter utama yang diamati dalam penelitian

ini adalah waktu full grown, waktu awal

pembentukan tubuh buah, dan berat basah tubuh

buah. Suhu dan pH substrat selama pengomposan

diamati sebagai parameter pendukung.

Rancangan penelitian menggunakan Rancangan

Acak Lengkap satu faktor dengan 5 perlakuan (4

jenis mikroorganisme dan 1 kontrol) dengan 3 kali

ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan

analysis of varian (ANOVA) yaitu dengan uji F pada

taraf signifikasi 95% dan 99%, kemudian dilanjutkan

dengan uji Duncan.

HASIL

Pengamatan secara visual menunjukkan

bahwa jerami padi kering yang digunakan

berwarna kecoklatan. Setelah proses pengomposan

dengan perlakuan penambahan mikroba selulolitik

selama 6 hari, warna jerami berubah menjadi

coklat kehitaman, memiliki aroma seperti tanah,

dengan tekstur jerami sedikit lebih lembek atau

remah. Gambar 1 menunjukkan bahwa

pengomposan jerami padi dengan inokulan B.

subtilis (M1) menghasilkan kadar monosakarida

glukosa yang paling tinggi yaitu 4,90 mmol per 10

gram sampel dibandingkan dengan Kontrol (K) 0,62

mmol, 4,21 mmol (M2), 2,96 mmol (M3) dan 2,37

mmol (M4). Sedangkan monosakarida xilosa

tertinggi dihasilkan dari pengomposan jerami dengan

perlakuan inokulan P. aeruginosa (M2) yaitu 7,24

mmol per 10 gram sampel dibandingkan dengan

Kontrol (K) 0,96 mmol, 6,09 mmol (M1), 4,08

mmol (M3) dan 4,28 mmol (M4).

190

Iwan Saskiawan

Perubahan suhu selama proses pengomposan

jerami dengan penambahan mikroba selulolitik dapat

dilihat pada Gambar 2. Perubahan suhu pada

seluruh perlakuan penambahan mikroba menunjukan

pola yang sama. Kenaikan suhu terlihat pada proses

pengomposan dari hari ke 1 sampai ke 3. Suhu

tertinggi dicapai ketika pengomposan memasuki hari

ke 3 dan dilanjutkan dengan penurunan suhu sampai

hari ke 6. Perlakuan P. aeruginosa (M2)

menunjukkan suhu tertinggi pada hari ke 3

dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu

49,6oC.

Selain suhu, parameter lain yang diukur

selama proses pengomposan adalah pH.

Gambar 3. menunjukkan perubahan pH substrat

pada 5 perlakuan dalam masa inkubasi 6 hari.

Grafik penurunan pH pada seluruh perlakuan

menunjukkan pola perubahan pH yang hampir

sama. Penurunan pH yang cukup signifikan

terjadi pada hari ke 3 proses pengomposan.

Sedangkan pada hari ke 6, perlakuan T.

harzianum (M3) menunjukkan pH yang paling

rendah yaitu 6,65.

Pengaruh pengomposan dengan penambahan

inokulan mikroba terhadap pertumbuhan jamur

tiram, waktu panen pertama dan berat basah tubuh

buah pada pemanenan pertama ditampilkan pada

Tabel 1. Pertumbuhan jamur tiram ditetapkan

dengan mengukur waktu yang diperlukan oleh

miselium untuk memenuhi seluruh permukaan

media tanam (full grown). Dari 5 perlakuan

yang dicobakan, perlakuan B. subtilis (M1)

menunjukkan waktu full grown yang lebih cepat

yaitu 63 hari. Waktu full grown tersebut berbeda

nyata dengan perlakuan T. harzianum (M3), A.

niger (M4), dan kontrol pada pada taraf 5%.

Sedangkan waktu produksi tubuh buah jamur

tiram yang pertama diantara 4 perlakuan dan

kontrol menunjukkan bahwa perlakuan B.

subtilis (M1) menghasilkan tubuh buah pertama

paling cepat yaitu pada hari ke 82,3. Waktu

pertama produksi tubuh buah tersebut berbeda

nyata pada taraf 5% dengan perlakuan T.

Gambar 1. Produksi gula reduksi glukosa dan xilosa selama proses pengomposan ( □ = glukosa,

■ = xilosa, K = Kontrol; M1 = B. subtilis; M2 = P. aeruginosa; M3 = T. harzianum; dan M4 = A. niger)

Gambar 2. Perubahan suhu selama proses pengom-posan (○ = K, Kontrol; □ = M1, B. subtilis; Δ = M2, P. aeruginosa; ◊ = M3, T. harzi-

anum; dan × = M4, A. niger)

Gambar 3. Perubahan pH selama proses pengompo-san (○ = K, Kontrol; □ = M1, B. subtilis; Δ = M2, P. aeruginosa; ◊ = M3, T. harzianum; dan × = M4, A. niger)

191

Penambahan Inokulan Mikroba Selulolitik pada Pengomposan Jerami Padi

harzianum (M3), A. niger (M4) dan kontrol.

Berat tubuh buah pada pemanenan pertama juga

diukur untuk mengetahui pengaruh penambahan

inokulan mikroba selulolitik terhadap berat

tubuh buah. Hasilnya menunjukan bahwa

perlakuan P. aeruginosa (M2) menghasilkan

berat tubuh buah tertinggi yaitu 123,3 g dan

menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dengan

perlakuan T. harzianum (M3), A. niger (M4) dan

kontrol.

PEMBAHASAN

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk

mengkaji penambahan inokulan mikroba dalam

proses pengomposan untuk meningkatkan

kualitas kompos (Satyanarayana et al. 2012,

Jusoh et al. 2013). Beberapa mikroba diketahui

dapat meningkatkan kandungan unsur hara

dalam kompos diantaranya karbon dan nitrogen.

Kandungan gula sederhana sebagai sumber

karbon (C) yang dihasilkan selama dekomposisi

oleh mikroorganisme selulolitik akan lebih

mudah digunakan oleh jamur tiram dalam

proses pertumbuhan (Vetayasuporn 2004).

Jerami yang telah dikomposkan memiliki

tekstur yang berbeda dengan jerami segar

karena pada saat pengomposan terjadi proses

dekomposisi senyawa kompleks menjadi

senyawa sederhana. Jerami padi memiliki

kandungan lignin yang cukup tinggi sehingga

sulit terurai secara alami (Sanchez 2010).

Penambahan mikroba lignoselulolitik pada saat

pengomposan akan mempercepat penguraian

senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana

karena mikroba mengeluarkan enzim ekstraseluler

untuk mendegradasi selulosa dan hemiselulosa pada

jerami padi. Selulosa akan dihidrolisis oleh enzim

selulase menjadi glukosa sedangkan hemiselulosa

akan didegradasi oleh enzim xilanase menjadi

xilosa.

Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et

al. 2002 menunjukkan bahwa jamur tiram lebih

banyak menggunakan hemiselulosa dari pada

selulosa sebagai sumber karbon. Hal tersebut

sesuai dengan hasil penelitian ini yang

menunjukkan bahwa xilosa yang merupakan

hasil hidrolisis dari hemiselulosa menghasilkan

pertumbuhan yang paling cepat dan produksi

tubuh buah yang paling tinggi. Fenomena ini

didukung oleh data-data yang dihasilkan pada

waktu proses pengomposan diberi perlakuan

bakteri P. aeruginosa (M2). Pada perlakuan ini,

seperti terlihat pada Table 1.diperoleh pertumbuhan

miselium yang paling cepat memenuhi seluruh

permukaan baglog jamur (full grown). Apabila

dihubungkan dengan jumlah gula xilosa yang

dihasikan (Gambar 1.) ternyata perlakuan M2

menghasilkan gula xilosa yang paling tinggi

diantara perlakuan lainnya.

Perubahan suhu dan pH selama pengomposan

terjadi sebagai akibat adanya aktivitas metabolisme

mikroba. Proses metabolisme tersebut menghasilkan

panas sehingga dalam pengomposan akan terjadi

kenaikan suhu. Pada Gambar 2 terlihat bahwa

perubahan suhu dalam proses pengomposan dari 4

perlakuan dan kontrol menunjukkan pola yang mirip.

Kenaikan suhu disebabkan adanya aktivitas

metabolisme mikroba yang berlangsung secara

sinergis. Dalam proses pengomposan untuk

media pertumbuhan jamur tiram kenaikan suhu

juga diharapkan dapat untuk mematikan telur

Perlakuan

Mikroba

Full grown

(hari ke)

Perlakuan

Mikroba

Waktu pemanen

pertama

(hari ke)

Perlakuan

Mikroba

Berat tubuh

buah

(gram)

M1 63,00 a M1 82,33

ab M3 78,33

a

M2 63,67 ab

M2 85.00 b K 83,33

ab

M4 65,00 c M4 87,33

c M4 90,00

c

M3 67,33 d K 93,00

cd M1 113,33

d

K 67,33 d M3 99,33

d M2 123,33

cd

Tabel 1. Pengukuran waktu full grown , pemanenan pertama dan berat tubuh buah pertama pada empat perla-kuan inokulan mikroba selulolitik dan kontrol

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata antar perlakuan pada taraf 5%. Perlakuan K (kontrol), M1 (B. subtilis), M2 (P. aeruginosa), M3 (T. harzianum), dan M4 (A. niger)

192

Iwan Saskiawan

atau larva serangga yang akan menjadi hama

dalam budidaya jamur tiram. Dalam penelitian

suhu paling tinggi yang dicapai relatif lebih

rendah dibandingkan dengan penelitian dari

Jusoh et al. 2013 hal ini disebabkan karena

dalam proses pengomposan dipengaruhi oleh

volume material bahan kompos. Dalam penelitian ini

pengomposan dilakukan dalam karung ukuran 20 kg,

sehingga panas yang dihasilkan tidak setinggi

apabila dilakukan proses pengomposan dalam

jumlah banyak .

Perubahan pH terjadi karena adanya

aktivitas mikroorganisme selama proses

fermentasi yang menghasilkan asam organik

(Stofella & Brian 2001). Dalam penelitian ini

grafik penurunan pH pada semua perlakuan

menunjukkan pola yang mirip. Analisis statistik

menunjukkan pH pada akhir pengomposan tidak

berbeda nyata pada setiap perlakuan. Perubahan pH

pada proses fermentasi ini juga menyediakan

kondisi derajat keasaman yang sesuai untuk

pertumbuhan jamur tiram.

Tubuh buah jamur merupakan salah satu

fase generatif dalam siklus hidup jamur. Secara

umum pembentukan tubuh buah pada jamur

pangan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan

faktor fisiologis jamur pangan tersebut. Faktor

lingkungan tersebut adalah temperatur, kelembaban,

intensitas cahaya, dan konsentrasi CO2. Kebutuhan

temperatur pada pertumbuhan miselium biasanya

lebih tinggi daripada fase pembentukan tubuh

buah. Masing-masing jenis jamur memerlukan

temperatur dan kelembaban yang berbeda untuk

pembentukan tubuh buahnya. Pada fase

pertumbuhan vegetatif atau pertumbuhan miselium,

jamur tiram putih memerlukan suhu udara berkisar

antara 27-29oC, dengan kelembaban udara 75-85

%. Sedangkan pada fase pembentukan tubuh

buah jamur tiram memerlukan suhu udara

berkisar antara 25-27oC dan kelembaban 80-

90%. Dalam penelitian ini produksi tubuh buah

tertinggi yang dihasilkan pada pemanenan

pertama diperoleh pada perlakuan pemberian P.

aeruginosa (M2). Sedangkan waktu full grown

dan pemanenan hari pertama tercepat dicapai

pada perlakuan M1 (B. subtilis) meskipun

analisa statistik antara perlakuan M1 dan M2

untuk parameter ini tidak menghasilkan

perbedaan yang signifikan pada taraf 5%. Hasil

penelitian Liestianty & Nurhasanah (2011)

menunjukkan bahwa beberapa bakteri dari

genus Bacillus mempunyai aktivitas enzim

hydrolase yang dapat menghidrolisis gula

rantrai panjang.

Hasil yang diperoleh dari panen pertama

jamur tiram yang dibudidayakan dengan media

jerami padi dengan perlakuan M2 yaitu 123,33

gr masih relatif lebih rendah apabila dibandingkan

dengan hasil yang diperoleh apabila media tanam

yang digunakan adalah serbuk kayu yaitu 140 gr

(Moonmoon et al. 2010). Meskipun demikian

dalam penelitian ini jerami padi dapat

digunakan sebagai media tanam alternatif ketika

ketersediaan serbuk kayu mulai sulit untuk

didapatkan.

KESIMPULAN

Penggunaan mikroorganisme selulolitik

dalam pengomposan substrat jerami padi

sebagai media tanam alternatif jamur tiram

mempengaruhi waktu full grown dan berat hasil

panenan jamur tiram. Bakteri B. subtilis

merupakan mikroorganisme yang menghasilkan

kompos dengan waktu full grown terbaik dan

berat hasil panenan pertama jamur tiram

terbanyak yaitu 63,00 hari dan 113,33 gram.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Diar Anggraini Savira Dewi dari Fakultas Sains

dan Matematika, Universitas Diponegoro,

Semarang yang telah membantu pelaksanaan

kegiatan penelitian ini. Penelitian ini dibiayai

dari dana penelitian DIPA Tematik Pusat

Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) tahun anggaran 2012.

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, YH. 2012. Kebijakan dan Dukungan

Pengembangan Agribisnis Jamur. Direktorat

Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan

Tanaman Obat, Direktorat Jenderal

Hortikultura. Disampaikan pada Pendampi-

ngan Kelembagaan Jamur di Surakarta.

Bernfeld. 1955. Amylase a and b, In Methods in

193

Penambahan Inokulan Mikroba Selulolitik pada Pengomposan Jerami Padi

Enzymology (Colowick SP, Kaplan NO,

ed.) Academic Press Inc, New York 1: 149

-158.

Bisaria R, M. Madan, & VS. Bisaria. 1987.

Biological efficiency and nutritive value of

Pleurotus sajor caju cultivated on different

agro-wastes. Biological Waste 19: 239-255.

Chang, ST. & PG. Miles 2004. Mushrooms

Cultivation, Nutritional Value, Medicinal

Effect, and Environmental Impact. Second

Edition. CRC Press LLC. Boca Raton,

Florida.

Cohen, R., L. Persky, & Y. Hadar. 2002.

Biotechnological applications and potential

of wood-degrading mushrooms of the

genus Pleurotus. Applied Microbiology

Biotechnology. 58: 582-594.

Jusoh, MLC, LA. Manaf, & PA. Latiff. 2013.

Composting of rice straw with effective

microorganisms (EM) and its influence on

compost quality. Iranian Journal of

Environmental Health Sciences and

Engineering. 10: 17-26.

Liestianty, D. & Nurhasanah. 2011. Penapisan

dan Isolasi Bacillus Penghasil Amilase

Dari Limbah Sagu (Metroxylon sagu

Rottb). Jurnal Biologi Indonesia. 7 (2):317

-327.

Madan, M, P. Vasudevan, & S. Sharma. 1987.

Cultivation of Pleurotus sajor-caju on

different wastes. Biological Waste. 22: 241

-250.

Mandel QA, AA. Al-Laith & SA Mohamed. 2005.

Cultivation of Oyster Mushrooms (Pleurotus

spp.) on Various Lignocellulosic Wastes.

World Journal of Microbiology & Biotech-

nology. 21:601–607.

Moonmoon, M., MN. Uddin, S. Ahmed, NJ.

Shelly, & MA. Khan. 2010. Cultivation of

different strains of king oyster mushroom

(Pleurotus eryngii) on saw dust and rice

straw in Bangladesh. Saudi Journal of

Biological Sciences. King Saud University.

17, 341-345.

Murugesan, AG., GS. Vijayalakshmi, N. Sukumaran,

& Mariappan. 1995. Utilization of water

hyacinth for oyster mushroom cultivation.

Bioresource Technology. 51: 97-98.

Parlindungan, A.K. 2001. Karakteristik

Pertumbuhan dan Produksi Jamur Kuping

Merah (Auricularia yudae) pada Baglog

Alang-alang. Jurnal Natur Indonesia. 3(2):

113-120.

Royse, DJ., TW. Rhodes, S. Ohga, & JE. Sanchez.

2004. Yield, mushroom size and time to

production of Pleurotus cornucopiae

(oyster mushroom) grown on switch grass

substrate spawned and supplemented at

various rates. Bioresource Technology. 91:

85-91.

Sanchez, M. 2010. Cultivation of Pleurotus

ostreatus and Other Edible Mushrooms.

Appl Microbiol Biotechnol. 85:1321-1337.

Saskiawan, I & Sudarmono. 1993. Alternatif

penggunaan sekam padi pada budidaya

jamur tiram (Pleurotus). Prosiding Seminar

Hasil Litbang SDH. Puslitbang Biologi

LIPI Bogor.

Satyanarayana T, NJ. Bhavdish, & P. Anil. 2012.

Microorganism in Sustainable Agriculture

and Biotechnology. Springer.

Siddhant & CS. Singh. 2009. Recycling of Spent

Oyster Mushroom Substrate to Recover

Additional Value. Kathmandu University

Journal of Science, Engineering and

Technology. 5 (1): 66-71.

Stofella, PJ. & AK. Brian. 2001. Compost Utilization

in Horticultural Cropping System. Lewis

Publisher.

Vetayasuporn S. 2004. Effective Microorganisms

for Enhancing Pleurotus ostreatus (Fr.)

Kummer Production. Journal of Biological

Science 4 (6): 706-710. Department of

Biotechnology, Faculty of Technology

Mahasarakham University. Thailand

Zhang R, X Li, & JG. Fade. 2002. Oyster

mushroom cultivation with rice and wheat

straw. Bioresources Technology. 82: 277-

284.

PANDUAN PENULIS

Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah disusun dengan urutan: JUDUL (bahasa Indonesia dan Inggris), NAMA PENULIS (yang disertai dengan alamat Lembaga/Instansi), ABSTRAK (bahasa Inggris, dan Indonesia maksimal 250 kata), KATA KUNCI (maksimal 6 kata), PENDAHULUAN, BAHAN DAN CARA KERJA, HASIL, PEMBAHASAN, UCAPAN TERIMA KASIH (jika diperlukan) dan DAFTAR PUSTAKA. Penulisan Tabel dan Gambar ditulis di lembar terpisah dari teks.

Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 maksimum 15 halaman termasuk gambar, foto, dan tabel disertai CD. Batas dari tepi kiri 3 cm, kanan, atas, dan bawah masing-masing 2,5 cm dengan program pengolah kata Microsoft Word dan tipe huruf Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Gambar dalam bentuk grafik/diagram harus asli (bukan fotokopi) dan foto (dicetak di kertas licin atau di scan). Gambar dan Tabel di tulis dan ditempatkan di halaman terpisah di akhir naskah. Penulisan simbol a, b, c, dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, tanpa mengubah jenis huruf. Kata dalam bahasa asing dicetak miring. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi sebanyak 3 eksemplar (2 eksemplar tanpa nama dan lembaga penulis).

Penggunaan nama suatu tumbuhan atau hewan dalam bahasa Indonesia/Daerah harus diikuti nama ilmiahnya (cetak miring) beserta Authornya pada pengungkapan pertama kali.

Pustaka didalam teks ditulis secara abjad.

Contoh penulisan Daftar Pustaka sebagai berikut :

Jurnal : Achmadi, AS., JA. Esselstyn, KC. Rowe, I. Maryanto & MT. Abdullah. 2013. Phylogeny, divesity , and

biogeography of Southeast Asian Spiny rats (Maxomys). Journal of mammalogy 94 (6):1412-123. Buku : Chaplin, MF. & C. Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press. Cambridge. Bab dalam Buku : Gerhart, P. & SW. Drew. 1994. Liquid culture. Dalam : Gerhart, P., R.G.E. Murray, W.A. Wood, & N.R.

Krieg (eds.). Methods for General and Molecular Bacteriology. ASM., Washington. 248-277. Abstrak : Suryajaya, D. 1982. Perkembangan tanaman polong-polongan utama di Indonesia. Abstrak Pertemuan

Ilmiah Mikrobiologi. Jakarta . 15 –18 Oktober 1982. 42. Prosiding : Mubarik, NR., A. Suwanto, & MT. Suhartono. 2000. Isolasi dan karakterisasi protease ekstrasellular dari

bakteri isolat termofilik ekstrim. Prosiding Seminar nasional Industri Enzim dan Bioteknologi II. Jakarta, 15-16 Februari 2000. 151-158.

Skripsi, Tesis, Disertasi : Kemala, S. 1987. Pola Pertanian, Industri Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit di Indonesia.[Disertasi].

Bogor : Institut Pertanian Bogor. Informasi dari Internet : Schulze, H. 1999. Detection and Identification of Lories and Pottos in The Wild; Information for surveys/

Estimated of population density. http//www.species.net/primates/loris/lorCp.1.html.