17
Pemanfaatan Lumpur Lapindo sebagai Penghasil Enzim Kitinase Deny Kurniawan ABSTRAK Isolat bakteri kitinolitik termofil dari lumpur Lapindo, LB7D1 diidentifikasi secara 16S rDNA sebagai Bacillus gingsengihumi, dapat digunakan dalam memproduksi enzim kitinase. Purifikasi dari enzim dilakukan dengan metode afinitas koloidal kitin menghasilkan enzim kitinase dengan berat molekul 90,6 kDa. Aktivitas enzim yang dihasilkan 0,219 U dan kadar protein 0,486 mg sehingga aktivitas spesifiknya sebesar 0,451 U/mg protein. Kondisi optimum dari enzim kitinase ini yaitu pada 55 0 C dan pH 7, serta stabil pada suhu 30-60 0 C dan pH 5,5-7,5, memiliki nilai K M 0,411 μmol ml -1 dan V Maks 0,0386 μmol menit -1 . Aktivitas dari enzim dapat ditingkatkan dengan penambahan 1 mM ion Ca 2+ , Cu 2 , Mn 2+ dan Mg 2+ . Enzim ini memiliki spesifisitas yang luas dengan aktivitas tertinggi pada 0,3% koloidal kitin dan enzim ini digolongkan kedalam eksokitinase bifungsional dari hidrolisis koloidal kitin. Kata kunci: Bakteri kitinolitik termofil, Bacillus gingsengihumi, kitinase, eksokitinase bifungsional PENDAHULUAN Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas tepatnya di sumur migas Banjarpanji 1 di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa timur. Mekanisasi dari kejadian ini sampai sekarang masih kontradiktif antara kelalaian manusia dan gejala alam. Akibat dari semburan lumpur yang terus menerus dengan volume yang cukup besar maka telah menimbulkan luapan dan genangan lumpur di sekitar daerah Porong. Tercatat sampai sekarang beberapa desa sudah tenggelam dalam lumpur (Anonymous, 2008 a ). Berbagai cara telah diupayakan untuk menghentikan semburan lumpur ini, tetapi hasilnya belum sesuai dengan

Jurnal Deny

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Deny

Pemanfaatan Lumpur Lapindo sebagai Penghasil Enzim Kitinase

Deny Kurniawan

ABSTRAK

Isolat bakteri kitinolitik termofil dari lumpur Lapindo, LB7D1 diidentifikasi secara 16S rDNA sebagai Bacillus gingsengihumi, dapat digunakan dalam memproduksi enzim kitinase. Purifikasi dari enzim dilakukan dengan metode afinitas koloidal kitin menghasilkan enzim kitinase dengan berat molekul 90,6 kDa. Aktivitas enzim yang dihasilkan 0,219 U dan kadar protein 0,486 mg sehingga aktivitas spesifiknya sebesar 0,451 U/mg protein. Kondisi optimum dari enzim kitinase ini yaitu pada 550C dan pH 7, serta stabil pada suhu 30-600C dan pH 5,5-7,5, memiliki nilai KM 0,411 μmol ml-1 dan VMaks 0,0386 μmol menit-1. Aktivitas dari enzim dapat ditingkatkan dengan penambahan 1 mM ion Ca2+, Cu2, Mn2+ dan Mg2+. Enzim ini memiliki spesifisitas yang luas dengan aktivitas tertinggi pada 0,3% koloidal kitin dan enzim ini digolongkan kedalam eksokitinase bifungsional dari hidrolisis koloidal kitin.

Kata kunci: Bakteri kitinolitik termofil, Bacillus gingsengihumi, kitinase, eksokitinase bifungsional

PENDAHULUAN

Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas tepatnya di sumur migas Banjarpanji 1 di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa timur. Mekanisasi dari kejadian ini sampai sekarang masih kontradiktif antara kelalaian manusia dan gejala alam. Akibat dari semburan lumpur yang terus menerus dengan volume yang cukup besar maka telah menimbulkan luapan dan genangan lumpur di sekitar daerah Porong. Tercatat sampai sekarang beberapa desa sudah tenggelam dalam lumpur (Anonymous, 2008a).

Berbagai cara telah diupayakan untuk menghentikan semburan lumpur ini, tetapi hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Malahan debit semburan Lumpur Lapindo semakin hari semakin besar. Berdasarkan data yang diperoleh dari harian Jawa Pos tertanggal 25 September 2006, luapan Lumpur Lapindo per harinya periode tanggal 29 Mei-29 Juni mencapai 5000 m3, tanggal 29 Juni-29 Juli mencapai 25.000 m3 tanggal 29 Juli-29 Agustus mencapai 50.000 m3, tanggal 29 Agustus- September mencapai 126.000 m3 (Wiryasa dkk., 2007). Berdasarkan data rekaman tes temperatur dan sonan yang dilakukan oleh beberapa ahli geologi internasional selama 50 hari terhadap sumur lumpur Lapindo diperoleh data suhu pada kedalaman 9000 kaki adalah sekitar 140 derajat F, sedangkan suhu fluida di atas permukaan justru 200 derajat F (Anonymous, 2008b).

Lumpur Lapindo yang keluar dari perut bumi diperkirakan mengandung bahan-bahan mineral yang biasa terdapat dialam. Menurut Aristianto (2006), lumpur Lapindo mengandung kuarsa, feldspar, kaolin yang merupakan bahan baku keramik. Hasil pemeriksaan pendahuluan lumpur Lapindo yang dilakukan oleh Aristianto yaitu SiO2 sebesar 53,08%, CaO 2,07%, Fe2O3 5,60% dan Al2O3 18,27%. Hasil analisis sinar-X menunjukkan, lumpur lapindo terdiri dari mineral pirit, albit kaolit, paragonit, dan halit. Kandungan komposisi mineral tersebut membuktikan bahwa lumpur

Page 2: Jurnal Deny

lapindo berasal dari batuan yang telah mengalami perubahan hidrotermal (Sunardi, 2008). Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyatakan bahwa secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong mengandung logam Kadmium (Cd), dan Timbal (Pb) dengan kadar yang jauh diatas ambang batas sehingga dapat berbahaya bagi manusia (Wikipedia, 2009). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisa Kandungan Logam pada Lumpur Lapindo, Air Lumpur Lapindo, sedimen Sungai Porong dan Air Sungai Porong oleh Walhi

Parameter SatuanKep.Menkes no.907/2002

Lumpur Lapindo

Air Lumpur Lapindo

Sedimen Sungai Porong

Air Sungai Porong

Kromium (Cr) mg/L 0,05 nd nd nd ndKadmium (Cd) mg/L 0,003 0,3063 0,0314 0,2571 0,0271Tembaga (Cu) mg/L 1 0,4379 0,008 0,4919 0,0144Timbal (Pb) mg/L 0,05 7,2876 0,8776 3,1018 0,6949

Sumber: Wikipedia, 2009Keterangan : nd : tidak terdeteksi keberadaaannya.

Menurut Sunardi (2008), hasil analisa air lumpur Lapindo didominasi oleh unsur-unsur seperti Natrium (Na), Magnesium (Mg), dan Kalsium (Ca) dengan rata-rata kandungan diatas 8 mg/l, raksa (Hg) sebesar 2,565 mg/l dan Klorida (Cl) rata-rata 1,8 mg/l. selain itu, lumpur Lapindo juga mengandung arsen, sianida bebas, triklorofenol, triklorodane, triklorobenzene, kloroform, minyak dan lemak. Adanya kandungan H2S serta terciumnya aroma hidrokarbon mengisyaratkan bahwa kemungkinan sebagai penyebab utama naiknya lumpur dan air adalah berkaitan dengan adanya pengaruh dorongan oleh gas H2S dan atau hidrokarbon.

Selain unsur logam yang terdapat pada lumpur Lapindo, juga terdapat mikroba-mikroba tertentu yang sanggup hidup dilingkungan yang sangat ekstrim ini. Penelitian yang telah dilakukan Marwati (2006), telah memperoleh isolat Bacillus dari lumpur Lapindo mengikat logam yaitu phenol degrader (termasuk senyawa hidrokarbon yang menghasilkan minyak bumi) dan heavy metal accumulation (logam rendah).

Kitinase (EC 3.2.1.14) adalah enzim yang mengkatalisis pemotongan ikatan 1,4-β N-acetyl-β-D-glucosaminide yang terdapat dalam kitin dan kitodextrin. Kitin dan turunannya (kitinase, kitin deasetilase dan kitosanase) menjadi sangat menarik karena berbagai fungsi teknologis yang dimiliki seperti sebagai immunoadjuvant, flokulan dan agrokimia (Sakai et al., 1998). Kitooligosakarida mempunyai efek penghambatan terhadap jamur dan bakteri, aktivitas anti tumor dan anti radang, serta aktivasi respon imun (Hyean-Woo et al., 1996; Patil et al., 1999).

BAHAN DAN METODE

Isolasi bakteri kitinolitik termofilSampel lumpur sebanyak 5 g dihomogenkan dengan 45 ml akuades kemudian

dibuat seri pengenceran hingga 10-7. Pengenceran 10-5 sampai 10-7 diinokulasikan kedalam cawan petri kemudian dilakukan pour plate dengan media koloidal kitin agar (koloidal kitin 0,3%, pepton 0,8%, NaCl 0,1%, KH2 PO4 0,1%, MgSO4.7H2O 0,05%, agar 1,5%). Inkubasi dilakukan pada suhu 550C selama 24-72 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dan membentuk zona bening pada media selanjutnya dimurnikan, diidentifikasi dan dikarakterisasi serta dipilih yang memiliki aktivitas kitinoltik tertinggi.

Page 3: Jurnal Deny

Identifikasi bakteri penghasil kitinaseIdentifikasi menggunakan 16S rDNA

Sekuens DNA yang mengkode 16S rDNA diamplifikasi pada PCR dengan menggunakan primer 520F 5’ – GTGCCAGCAGCCGCGG - 3’ dan 920 R 5’- GTCAATTCCTTTGAGTTT - 3’. Predeneturasi 94oC selama 3 menit, denaturasi 94oC selama 1 menit, annealing 55 oC selama 1 menit, elongasi 72 oC selama 2 menit, pasca elongasi 72oC selama 10 menit. Denaturasi, annealing, dan elongasi berjalan sebanyak 30 siklus. Setelah diamplifikasi, kemudian dikonfirmasi ukuran dan kemurnian produk PCR dengan gel agarose 1% dengan diberi 0,1 µl SYBR safe. Setelah itu dipurifikasi, sebanyak 40 µl produk PCR dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml, lalu ditambahkan larutan buffer sebanyak 5x dari produk PCR, yaitu 5 x 40 µl = 200 µl larutan buffer kemudian divortex, setelah itu dipindahkan ke dalam kolom DF yang berukuran 2 ml dan disentrifugasi pada kecepatan 13.000 selama 1 menit dan dibuang sisa bagian bawah tabungnya. Ditambahkan 600 µl wash buffer ke dalam kolom DF lalu disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit, lalu dbuang sisa bagian bawah tabungnya, kemudian disentrifugasi lagi pda kecepatan 13.000 selama 3 menit. Lalu dipindahkan kolom bagian atas yang kering ke tube 1,5 dan ditambahkan 15 – 50 µl elution buffer di tengah-tengah kolom DF jangan didindingnya, lalu ditunggu selama 2 menit, agar terabsorbsi. Disentrifugasi pada 13.000 rpm selama 1 menit untuk memisahkan DNA, kemudian DNA murni yang didapat diamplifikasi lagi pada PCR Cycle sequensing dengan komposisi DW (3 µl), Buffer 5x (2 µl), Big dye terminator (2 µl), primer 520F 5’ – GTGCCAGCAGCCGCGG - 3’ dan 920 R 5’- GTCAATTCCTTTGAGTTT - 3’ (2 µl), serta DNA template (1 µl), sebanyak 25 siklus. Produk PCR Cycle tersebut dipurifikasi dengan ethanol, dimana 10 µl campuran di dalam tube PCR ditambahkan sodium asetat 3 M sebanyak 1 µl, kemudian ditambah etanol absolute dingin (- 20oC) sebanyak 25 µl, lalu divortex selama 10 detik, setelah itu didiamkan selama 15 menit pada suhu ruang. Disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC, lalu dibuang supernatan (jangan sampai menyentuh peletnya), setelah itu ditambahkan etanol dingin 70% sebanyak 100 µl, kemudian dikocok secara perlahan. Sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC, dibuang supernatannya, lalu divacum selama 10 menit untuk menguapkan ethanol yang tersisa. Setelah itu ditambahkan HiDi formamide 10 µl, kemudian divortex selama 10 detik dan diflash. Sampel hasil purifikasi produk PCR cycle sequensing, sebanyak 10 µl dimasukan kedalam tube PCR atau tray yang ada pada mesin sequencer, lalu dimasukan ke dalam mesin sequencer ABI 3130.

Hasil sequensing tersebut kemudian di BLAST secara online pada website http://www.ddbj.nig.ac.jp untuk melihat kesamaan homologi. Langkah selanjutnya membuat pohon filogenetik dengan program clustal x, Genedoc, dan Treeview.

Morfologi bentuk dan uji biokimiaPengamatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Benson (2001).

Isolasi dan purifikasi enzim kitinaseBakteri dikultur pada media koloidal kitin broth dan diinkubasi pada waterbath

shaker dengan kecepatan 120 rpm, suhu 550C. Enzim kitinase diisolasi dari kultur setelah 48 jam. Kultur disentrifus pada 6000 rpm, suhu 40C selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh ditambah dengan 0,15% koloidal kitin dan diinkubasi pada suhu 550C pada waterbath shaker semalam. Kemudian disentrifugasi pada suhu, kecepatan dan waktu yang sama sehingga diperoleh pelet, yang kemudian dibilas

Page 4: Jurnal Deny

kedalam bufer natrium fosfat 0,2 M pH 7 dan disentrifus kembali pada suhu, kecepatan dan waktu yang sama. Pencucian dilakukan sebanyak 3-4 kali. Endapan yang diperoleh ditambah dengan bufer yang sama kemudian diinkubasi pada suhu 550C selama 2 hari. Larutan yang diperoleh didialisis dengan kantong selopan berukuran MWCO 12-14kDa.

Uji aktivitas kitinaseAktivitas diukur berdasarkan analisis gula reduksi dengan metode DNS. 1ml

enzim ditambah 1ml Substrat 0,3% koloidal kitin (dalam 0,2 M bufer natrium fosfat pH7) diinkubasi pada suhu 550C selama 1 jam. Reaksi dihentikan dengan ditambahan 1ml NaOH 1% dan dididihkan selama 5 menit. Aktivitas enzim kitinase dalam unit, didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1μmol N-asetil-D-glukosamin dalam 1 jam (Gomez Ramirez et al., 2004 dalam Abd-Aziz et al., 2008).

Penentuan kadar protein dan aktivitas spesifik enzimKadar protein enzim diukur menggunakan metode bradford dengan bovine

serum albumin sebagai standar. Aktivitas spesifik enzim didefinisikan sebagai jumlah unit enzim tiap mg protein.

Pengaruh suhu dan pHSuhu optimum diukur dengan menguji aktivitas enzim pada range suhu 30-

700C. Kestabilan suhu dari enzim diukur dengan menginkubasi enzim pada 30-700C selama 1 jam pada 0,2 M bufer natrum fosfat pH 7. penentuan pH optimum dengan menguji enzim pada pH 5-8. Pengukuran kestabilan pH dengan menginkubasi enzim pada pH yang sama selama 1 jam.

Analisis ProteinPada analisis protein digunakan SDS-PAGE dan zymogram. SDS-PAGE

dilakukan menggunakan 10% separating gel, 3% stacking gel dan prestained protein marker Fermentas sebagai standar. Kemudian gel diwarnai dengan CBB G-250. Untuk analisis zymogram pada gel ditambahkan 0,05% etilen glikol kitin kemudian gel direndam dalam bufer refolding (50 mM tris HCl pH 7, 2-mercaptoetanol, Na-EDTA 1mM) pada suhu 40C selama semalam. Gel kemudian diinkubasi pada suhu 550C pada bufer refolding yang baru. Gel diwarnai dengan 0,1% congo red selama 5 menit kemudian dicuci dengan NaCl 1M.

Penentuan nilai KM dan VMaks

Enzim kitinase diuji dengan menggunakan variasi konsentrasi koloidal kitin 0,1-0,6% pada suhu 550C selama 1 jam. Data yang diperoleh kemudian diplotkan ke dalam grafik hubungan antara konsentrasi dan substrat dengan aktivitas enzim, serta digunakan untuk membuat kurva Lineweaver-Burk sehingga dapat ditentukan nilai KM dan VMaks.Pengaruh ion logam dan spesifisitas substrat

Pengaruh ion logam diukur dengan menginkubasi enzim dalam bufer natrium fosfat pH 7 yang ditambah dengan ion logam (CaCl2, MgSO4, MnSO4, CuSO4, AgNO3, HgCl2) pada konsentrasi akhir 1mm. Uji aktivitas dilakukan setelah inkubasi selam 30 menit. Spesifisitas substrat dengan cara menguji aktivitas enzim pada substrat etilen glikol kitin, serbuk kitosan, serbuk kitin, koloidal kitin dan koloidal kitosan dengan konsentrasi 0,3% dalam bufer natrium fosfat 0,2 mM pH 7.

Page 5: Jurnal Deny

Kromatografi lapis tipisKromatografi lapis tipis menggunakan plat KLT silika gel G60 F254 sebagai

fasa diamnya dengan n-butanol, metanol dan amonia 25% (4:3:3/v:v:v) sebagai fasa geraknya. Visualisasi dilakukan dengan pengecatan menggunakan reagen sulfat dan dipanaskan pada suhu 180oC selama 3 menit. (Sutrisno et al., 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan identifikasi bakteri kitinolitik termofil dari lumpur LapindoHasil isolasi diperoleh lima isolat yang kemudian diberi nama LB7A, LB7C1,

LB7C2, LB7C3 dan LB7D1. Dari kelima isolat tersebut LB7D1 mempunyai aktivitas paling tinggi yaitu aktivitas hidrolisis sebesar 1,43 dan aktivitas enzim kasar sebesar 0,454 Unit, sehingga isolat ini digunakan untuk produksi enzim.

Hasil uji 16S rDNA, isolat LB7D1 diketahui sebagai Bacillus gingsengihumi dengan kedekatan homologi sebesar 95, setelah didapatkan nama spesies LB7D1 tersebut kemudian dibuat pohon filogenetik yang dibandingkan dengan 7 spesies yang diambil dari hasil BLAST, didapatkan pohon filogenetik seperti pada Gambar 1. Biasanya jika derajat kesamaan urutan basa gen penyandi 16S rRNA kurang dari 95% dapat dianggap sebagai spesies baru (Mashapho, 2005). Hasil uji morfologi dan biokimia, isolat LB7D1 merupakan bakteri Gram positif, berbentuk basil dan motil, positif pada uji amilase, negatif pada uji produksi H2S, sitrat, hidrolisis triptofan, dan Mr/VP.

Gambar 1. Pohon filogenetik isolat LB7D1Tabel 2. Purifikasi Enzim Kitinase Bacillus gingsengihumi

Bacillus_licheniformis_FJ655808_1-1

Bacillus_pumilus_EU500930_1-1

Bacillus_amyloliquefaciens_FJ686818_1-1

Bacillus_subtilis_EU221672_1-1

Bacillus_haloduran_AB031209_1-1

Bacillus_baekryungensis_FJ937928_1-1

Bacillus_ginsengihumi_FJ357590_1-1

LB7D10.025

0.015

0.009

0.009

0.013

0.002

Page 6: Jurnal Deny

90,6 kDa

170 kDa

130 kDa

70 kDa100 kDa

55 kDa

15 kDa

25 kDa

35 kDa

40 kDa

M A B

Tahapan Volume (ml)

Aktivitas Total (Unit)

ProteinTotal (mg)

Aktivitas Spesifik (U/mg)

Tingkat Kemurnian

Hasil (%)

Supernatan Kultur

350 2,26 59,67 0,034 1,0 100

Afinitas koloidal kitin

18 0,219 0,486 0,451 13,3 9,7

Aktivitas kitinase dari Bacillus gingsengihumiEnzim kitinase Bacillus gingsengihumi yang dipurifikasi dengan metode

afinitas koloidal kitin dapat dilihat pada Tabel 2.Berdasarkan hasil purifikasi enzim pada Tabel 2, metode pemurnian dengan

metode afinitas koloidal kitin lebih efektif, enzim kitinase dari Bacillus ginsengihumi aktivitas spesifiknya mengalami peningkatan setelah pemurnian yaitu dari 0,034 U/mg menjadi 0,451 U/mg serta memiliki tingkat kemurniaan 13,3. Menurut Sutrisno (2004), pemurnian dengan metode afinitas koloidal kitin merupakan metode purifikasi yang sederhana dan efektif pada Ralstonia sp. A-471 dengan aktivitas spesifik 1,13 unit/mg dan yield aktivitas sebesar 20,3%.

Keterangan: M = Marker (Prestained Protein Marker), A = Pita enzim kitinase isolat Bacillus ginsengihumi pewarnaan dengan CBB, B = Pita hasil Zymogram isolat Bacillus ginsengihumi dengan menggunakan 0,1% congo red

Gambar 2. Hasil SDS-PAGE enzim kitinase dari B. Gingsengihumi

Berdasarkan hasil perhitungan berat molekul enzim, diketahui enzim kitinase dari isolat Bacillus ginsengihumi memiliki berat molekul sebesar 90,6 kDa. Ini

Page 7: Jurnal Deny

diperkuat juga dari hasil zymogram dengan menggunakan 0,1% congo red untuk mengetahui aktivitas pewarnaannya (activity staining). Berat molekul tersebut masih dalam kisaran berat molekul enzim kitinase dari bakteri. Menurut Wang and Chang (1997) dalam Yong et al. (2005), berat molekul kitinase mikroba berkisar antara 20-120 kDa. Pada bakteri berat molekulnya antara 60-110 kDa, sedangkan aktimiosetes yaitu 30 kDa atay lebih rendah. Pada jamur berat molekulnya lebih tinggi dari 30 kDa dan pada tumbuhan sekitar 30 kDa. Menurut Toharisman et al. (2005), kitinase dari Bacillus licheniformis MB-2 memiliki berat molekul sebesar 67 kDa, Bacillus MH-1 dengan berat molekul 71, 62, dan 53 kDa (Sakai et al., 1998), Bacillus sp. NTCU2 dengan berat molekul sebesar 36,5 kDa (Wen et al., 2002).

Pengaruh pH dan suhu

Keterangan:A = pengaruh suhuB = pengaruh pH

Gambar 3. Pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim kitinase dari Bacillus gingsengihumi

Hasil karakterisasi enzim kitinase dari Bacillus ginsengihumi memiliki suhu optimum 550C dan stabil pada suhu 30-600C. Enzim ini memiliki pH optimum 7 dan stabil pada pH 5,5-7,5 (Gambar 3).

Pada reaksi enzimatik, kenaikan suhu meningkatkan energi kinetik molekul-molekul yang bereksi sehingga mempercepat tumbukan antar molekul sehingga mempermudah pembentukan kompleks enzim substrat dan produk yang terbentuk semakin banyak. Pada suhu optimum, tumbukan antara enzim dan substrat sangat efektif, sehinga pembentukan kompleks enzim-substrat semakin mudah dan produk yang terbentuk meningkat (Nelson and Cox, 2000). Kenaikan suhu akan menurunkan aktivitas enzim, karena pada suhu yang terlalu tinggi akan mempercepat kerusakan

Kestabilan pH

40

60

80

100

4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5

pH

Aktiv

itas

Rela

tif (%

)

Kestabilan Suhu

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Suhu oC

Akt

ivita

s re

latif

(%)

A B

Suhu Optimum

0.002

0.0040958

0.0061916

0.0082874

0.0103832

0.012479

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Suhu 0C

Aktiv

itas

Enzi

m (u

nit/m

l)

pH Optimum

0.005

0.006

0.007

0.008

0.009

0.01

0.011

0.012

4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5

pH

Akt

ivit

as E

nzi

m (

Un

it/m

l)

Page 8: Jurnal Deny

pada konformasi gugus aktif enzim, sehingga enzim mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan substrat dan aktivitas katalitik enzim akan menurun (Lehninger, 2000).

Pentingnya pH bagi enzim, karena pH akan mempengaruhi sisi aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Wang and Chang (1997) mengisolasi enzim kitinase dari Pseudomonas aeroginosa K-187 mengidentifikasi dua kitinase yang memiliki kisaran pH 7 dan 8. Setiap enzim memiliki pH optimum yang berbeda-beda tergantung sisi aktif enzim tersebut. Menurut Sutrisno (2006), perubahan pH berpengaruh terhadap aktivitas enzim karena muatan gugus-gugus yang terdapat di dalam protein enzim, yaitu gugus karboksil dan asam amino, mengalami perubahan tingkat ionisasi. Enzim memiliki sisi aktif dengan gugus-gugus tertentu yang berperan sebagai katalis dalam pembentukan kompleks enzim substrat (ES). Perubahan pH berpengaruh terhadap ionisasi gugus fungsi yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan konformasi enzim kitinase dan sifat katalitiknya.

Tabel 3. Pengaruh Ion Logam Terhadap Aktivitas Enzim Kitinase Bacillus ginsengihumi

Ion Logam Konsentrasi (mM)

Aktivitas Relatif (%)

Tanpa ionCaCl2

MgSO4

CuSO4

AgNO3

HgCl2

-11111

100119,7106,5110,888,476,9

Spesifitas Substrat

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

etilen glikol kitin

serbuk kitosan

serbuk kitin

koloidal kitin

koloidal kitosan

Su

bst

rat

Aktivitas Spesifik (U/mg)

Gambar 4. Aktivitas spesifik kitinase Bacillus ginsengihumi pada beberapa substrat

Penentuan nilai KM dan VMaks

Page 9: Jurnal Deny

Hasil analisis kinetika reaksi enzimatis dari Bacillus gingsengihumi memiliki nilai KM 0,411 μmol ml-1 dan VMaks 0,0386 μmol menit-1. Menurut Lehninger (2000), kecepatan reaksi enzimatik akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai pada akhirnya akan tercapai titik batas dan tidak akan melampaui titik tersebut, bagaimanapun besarnya substrat yang ditambahkan, maka peningkatan kecepatan reaksi sangat kecil (hampir konstan).

Pengaruh ion logam dan spesifisitas substratPada uji pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim kitinase isolat Bacillus

ginsengihumi (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada konsentrasi 1 mM, ion Ca2+ mampu meningkatkan aktivitas enzim sebesar 19,7%, ion Mg2+ sebesar 6,5% dan ion Cu2+

sebesar 10, 8%. Sedangkan ion Ag+ dan Hg2+ menghambat aktivitas enzim yaitu sebesar 11, 6% dan 23,1%. Berdasarkan hasil tersebut maka ion Ca2+, Mg2+ dan Cu2+

dapat dikategorikan sebagai aktivator, sedangkan ion Ag+ dan Hg2+ merupakan inhibitor enzim kitinase dari Bacillus ginsengihumi.

Hasil uji aktivitas enzim pada beberapa macam substrat dengan konsentrasi 0,3% menunjukkan bahwa kitinase yang dihasilkan oleh Bacillus ginsengihumi memiliki kisaran spesifisitas substrat yang cukup luas. Enzim kitinase tersebut tidak hanya mampu menghidrolisis koloidal kitin, tetapi juga mampu menghidrolisis substrat lainnya seperti etilen glikol kitin, serbuk kitin, serbuk kitosan dan koloidal kitosan (Gambar 4).

Keterangan: S = marker standar GlcNAc1, 2 = lama inkubasi (jam)C = kontrol koloidal kitin tanpa enzim

Gambar 5. Produk KLT dari koloidal kitin oleh kitinase isolat Bacillus ginsengihumi

Kromatografi lapis tipis

C S 1 2

GlcNAc

GlcNAc2

Page 10: Jurnal Deny

Hasil analisis produk kitooligosakarida dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis dari enzim kitinase isolat Bacillus ginsengihumi diduga menghasilkan GlcNAc dan GlcNAc2 (Gambar 5). Berdasarkan hasil tersebut maka enzim kitinase isolat Bacillus ginsengihumi dapat digolongkan sebagai eksokitobiosidase bifungsional yang memiliki karakteristik kitobiosidase dan -N-asetilglukosamin, karena menghasilkan GlcNAc dan GlcNAc2, sehingga enzim tersebut dapat diaplikasikan untuk memproduksi GlcNAc dan GlcNAc2.

Menurut Cohen-Kupiec and Chet dalam Lee et al. (2006), kitinase bakteri pada umumnya digolongkan dalam 2 kategori utama yaitu endokitinase (EC 3.2.1.14) dan eksokitinase (EC 3.2.1.29). Endokitinase memotong secara acak ikatan -1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang terbentuk berupa oligomer pendek N-asetilglukosamin (GlcNAc) yang mempunyai berat molekul rendah seperti kitotetraose (GlcNAc4), kitotriose (GlcNAc3) dan asetilkitobiose (GlcNAc2). Produk yang dihasilkan bersifat mudah larut. Eksokitinase dapat dibagi menjadi 2 subkategori, yaitu kitobiosidase yang melepas GlcNAc2 berawal pada ujung non-reduksi kitin dan -N-asetilglukosamidase, yang memecah produk oligomerik endokitinase dan kitobiosidase menghasilkan monomer GlcNAc.

KESIMPULAN

Purifikasi enzim kitinase yang termostabil dari isolat Bacillus gingsengihumi yang diperoleh dari isolasi lumpur Lapindo menunjukkan hasil yang efektif dengan tingkat kemurnian tinggi. Dengan sifat enzim yang termostabil dan dapat diaktivasi dengan ion logam membuat enzim ini dapat diaplikasikan pada industri bioteknologi khususnya dalam produksi kitooligosakarida fungsional.

DAFTAR PUSTAKA

Abd-Aziz, S., T. L. Sin, N. Alitheen, N. Shahab, K. Kamaruddin. 2008. Microbial Degradation of Chitin Materials by Trichoderma virens UKM1. Journal of Biological Sciences. 8 (1): 52-59

Anonymous. 2008a. Pemantauan Land Subsidence di Semburan Lumpur Prong Lapindo. Kelompok Keilmuan Geodesi ITB. http://wordPress.com/kelompokkeilmuangeodesi/itb.html. Diakses tanggal: 9 Okober 2009.

. 2008b. Misteri Lumpur Lapindo. Wonogiri News. http://www.wonogiri.org/mod.. Diakses tanggal 15 Oktober 2009.

Aristianto. 2006. Pemeriksaan Pendahuluan Lumpur Panas Lapindo Sidoarjo Untuk Produk Keramik. Balai Besar Keramik Bandung.

Benson. 2001. Microbiological Applications: Laboratory Manual in General Microbiology 8th Edition. The McGraw-Hill Companies. New York.

Hyean-Woo, L., J. Choi, D. Han, N. Lee, S. Park and D. Yi. 1996. Identification and Production of Constitutive Chitosanase from Bacillus sp. HW-002. Journal of Microbiol. And Biotech. 6 (1): 12-18

Page 11: Jurnal Deny

Lee, Y.S., I. H. Park, J. S. Yoo, S. Y. Chung, Y. C. Lee, Y. S. Cho, S. C. Ahn, C. M. Kim, Y. L. Choi. 2006. Cloning, Purification, and Characterization of Chitinase from Baccillus sp. DAU101. Bioresource Technology: 1-8

Lehninger, A. L. 2000. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1 dan 2. Alih bahasa : M. Thenawidjaja. Erlangga. Jakarta. Hal. 165,210.239 – 259.

Marwati, U. 2006. Mikroba Pengikat Logam. Harian Umum Jawa Pos, 24 Agustus 2006.

Mashapho, N. 2005. The Microbial Composition of a Natural Methanogenic Consortium. Thesis. Departement of Biotechnology, University of The Western Cape.

Nelson, D. L. and M. M. Cox. 2000. Lehninger Principles of Biochemistry-Thrid Edition. Worth Publishers. New York

Patil, R.S., V. Ghormade and M.V. Deshpande. 1999. Chitinolytic Enzymes: An Exploration. J. Enzyme and Microbial. Technol. 26: 473-483

Sakai K., Yakota, A., Kurokawa, H., Wakayama, M., & Moriguchi, M. 1998. Purification and Characterization of Three Thermostable Endochitinase of a Noble Bacillus strain, MH-1, Isolated from chitin Containing Compost. J. Applied and Environmental Microbiology 64: 3397-3402.

Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. PAU ioteknologi. IPB. Bogor

Sunardi, E. 2008. Status Lumpur Lapindo Mengambang. Suara Pembaharuan Daily. http://suarapembaharuandaily.edit01.html. Diakses tanggal 9 Oktober 2009.

Sutrisno A., M. Ueda, Y. Abe, M. Nakazawa, K. Miyatake. 2004. A Chitinase with High activity Toward Partially N-Acetylated Chitosan from a New, Moderately Thermophilic, Chitin-Degrading Bacterium, Ralstonia sp. A-471. Journal Appl. Microbiol Biotechnol. 63:398-406

Sutrisno. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Ekstrak Kasar Enzim Xilanase dari Aspergilus niger. BSS 265 (1): 1-6

Toharisman, A., M. T. Suhartono, M. Spindler-Barth, J. Hwang, Y. Pyun. 2005. Purification and Characterization of a Thermostable Chitinase from Bacillus licheniformis Mb-2. World Journal of Microbiology & Biotechnology. 21:733–738

Wang, S.L. and Chang, W.T. 1997. Purification and Characterization of Two Bifunctional Chitinase/Lysizymes Extracellulary Producced by

Page 12: Jurnal Deny

Pseudomonas aeruginosa K-187 in a Shrimp and Crab Shell Powder Medium. Applied and Environmental Microbiology 63: 380-386

Wen, C.M., Tseng, C.S., Cheng, C.Y. & Li, Y.K. 2002. Purification, Characterizzation and Cloning of a Chitinase from Bacillus sp. NCTU2. Biotechnology and Applied Biochemistry 35: 213-219.

Yong, T., Hong, J., Zhangfu, L., Zang, L., Xiuqiong, D., Tao, K., Shaorong, G., and Shingui L. 2005. Purification and Characterization of An Extracelluler Chitinase Produced by Bacterium C4. Annals of Microbiology. 55 (3) 213-218.

Wikipedia. 2009. Banjir Lumpur Panas Sidoarjo. http://www.wikipedia.banjir_lumpur_panas_sidoarjo.html. Diakses tanggal 9 Oktober 2009.

Wiryasa, Ngk. Made Anom, I. W. Sudarsana dan A.A.G.K. Kusuma W. 2007. Pemanfaatan Lumpur Lapindo sebagai Bahan Pengganti Tanah Liat pada Produksi Genteng Keramik. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 11(2): 132-141.