15
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN PADA PENSIUN DI PERSATUAN WIRDATAMA PENSIUNAN SIPIL SINGOSARI PENDAHULUAN Pensiun merupakan masa ketika seseorang diberhentikan dari pekerjaannya sesuai dengan batas usia pensiun yang telah ditetapkan dalam aturan pensiun yaitu usia 56 tahun sedangkan untuk pengajar saat mencapai usia 65 tahun. Usia 56 tahun masuk dalam kategori madya lanjut. Di tahap ini sebenarnya seseorang masih cukup produktif namun kenyataaannya mereka harus tetap memasuki masa pensiun. Oleh karena itu, masa pensiun dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan seseorang di masa yang akan datang sehingga dapat menimbulkan kecemasan (Hadiwaluyo, 2009). Penelitian yang dilakukan Sari dan Kuncoro (2006) pada karyawan PT. Semen Gresik, menyatakan bahwa karya wan merasa cemas saat mrnghadapi masa pensiun karena adanya ketakutan akan ketidaktercukupinya kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan mendadak seperti salah satu anggota keluarga sakit ataupun ketika akan me nyelenggarakan resepsi pernikahan putra-putrinya. Pada umumnya mereka beranggapan ba hwa apa bila mereka masih aktif bekerja mereka akan mendapat fasilitas-fasilitas yang akan meringankan kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan mendadak. Selain itu juga ada anggapan akan mendapat bantuan baik moril maupun materil dari rekan-rekan sekantor. Saat masa pensiun mereka merasa cemas sekalipun mendapatkan uang pensiun karena masih ada anggapan bahwa jumlah uang pensiun yang diterima kurang memenuhi kebutuhan- kebutuhannya. Masa pensiun memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan emosi dan relasi sosial seseorang. Hal tersebut akan berpengaruh pada kondisi emosi seseorang yang akan menghadapi masa pensiun. Apabila pegawai memiliki kondisi emosi yang baik maka rasa cemas bisa mereka atasi. Newman dan Newman (1999) mengatakan bahwa bagi beberapa orang, pensiun merupakan beban yang tidak diharapkan. Mereka merasa pesimis dan merasa tidak berguna karena kehilangan 1

Jurnal Eka A

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hjklkhyo

Citation preview

Page 1: Jurnal Eka A

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN PADA

PENSIUN DI PERSATUAN WIRDATAMA PENSIUNAN SIPIL

SINGOSARI

PENDAHULUANPensiun merupakan masa ketika

seseorang diberhentikan dari pekerjaannya sesuai dengan batas usia pensiun yang telah ditetapkan dalam aturan pensiun yaitu usia 56 tahun sedangkan untuk pengajar saat mencapai usia 65 tahun. Usia 56 tahun masuk dalam kategori madya lanjut. Di tahap ini sebenarnya seseorang masih cukup produktif namun kenyataaannya mereka harus tetap memasuki masa pensiun. Oleh karena itu, masa pensiun dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan seseorang di masa yang akan datang sehingga dapat menimbulkan kecemasan (Hadiwaluyo, 2009).

Penelitian yang dilakukan Sari dan Kuncoro (2006) pada karyawan PT. Semen Gresik, menyatakan bahwa karya wan merasa cemas saat mrnghadapi masa pensiun karena adanya ketakutan akan ketidaktercukupinya kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan mendadak seperti salah satu anggota keluarga sakit ataupun ketika akan me nyelenggarakan resepsi pernikahan putra-putrinya. Pada umumnya mereka beranggapan ba hwa apa bila mereka masih aktif bekerja mereka akan mendapat fasilitas-fasilitas yang akan meringankan kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan mendadak. Selain itu juga ada anggapan akan mendapat bantuan baik moril maupun materil dari rekan-rekan sekantor. Saat masa pensiun mereka merasa cemas sekalipun mendapatkan uang pensiun karena masih ada anggapan bahwa jumlah uang pensiun yang diterima kurang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Masa pensiun memiliki

pengaruh besar terhadap kehidupan emosi dan relasi sosial seseorang. Hal tersebut akan berpengaruh pada kondisi emosi seseorang yang akan menghadapi masa pensiun. Apabila pegawai memiliki kondisi emosi yang baik maka rasa cemas bisa mereka atasi.

Newman dan Newman (1999) mengatakan bahwa bagi beberapa orang, pensiun merupakan beban yang tidak diharapkan. Mereka merasa pesimis dan merasa tidak berguna karena kehilangan pekerjaan. Pensiun lebih dimaknai sebagai suatu kehilangan daripada suatu kesempatan baru atau kebebasan. Pensiun terjadi di usia lanjut, hal ini semakin menyulitkan karena pensiun selalu menyangkut perubahan peran, keinginan, nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup seseorang. Seseorang yang dahulu memiliki pola hidup mewah setelah pensiun tidak lagi mendapat gaji sehingga pola hidupnya berubah ke pola hidup yang lebih sederhana. Tidak semua orang dapat menjalani transisi itu dengan baik. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses internal atau fisiologis maupun eksternal yaitu

perubahan-perubahan nilai kehidupan di masyarakat sehingga menimbulkan krisis pada individu usia lanjut. Ketika perubahan-perubahan terjadi maka kebutuhan-kebutuhan yang sebelumnya bisa dipenuhi menjadi tidak bisa dipenuhi karena individu kehilangan sumber pendapatan, status sosial, perasaan berarti, karir, dan kesempatan interaksi social

Pandangan seseorang mengenai pensiun menurut Unger dan Crawford (1992) ada dua, yakni pandangan positif dan negatif. Seseorang yang memiliki pandangan positif memaknai pensiun sebagai suatu kebebasan setelah sekian tahun bekerja, kesempatan yang cukup baik untuk bepergian atau berlibur, melakukan

1

Page 2: Jurnal Eka A

hobi, dan memanfaatkan waktu luang. Sebaliknya, seseorang yang memiliki pandangan negatif memaknai pensiun sebagai keadaan yang membosankan, penarikan diri, dan kemungkinan besar munculnya perasaan tidak berguna. Pandangan negatif seperti ini yang dapat menimbulkan emosi- emosi negatif sehingga akan mengarahkan seseorang pada kecemasan menghadapi masa pensiun.

Menurut Back (dalam Hurlock, 2006) seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan lebih mampu mengatur emosinya sehingga dapat meminimalisasi atau bahkan menghindari perasaan cemas dalam menghadapi masa pensiun. Goleman (2007) menyatakan bahwa individu yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih luas pengalaman dan pengetahuannya daripada individu yang lebih rendah kecerdasan emosinya. Individu yang kecerdasan emosinya tinggi akan lebih kritis dan rasional dalam menghadapi berbagai macam masalah. Dengan demikian, orang yang kecerdasan emosinya tinggi akan memikirkan pula akibat-akibat yang mungkin terjadi di masa yang akan datang bagi kelangsungan hidupnya.

Kecerdasan emosi yang diungkap beberapa tokoh diatas mencerminkan bahwa kecerdasan emosi diperlukan oleh seseorang ketika menghadapi suatu masalah yang kemungkinan menimbulkan tekanan atau kecemasan bagi orang tersebut. Sejalan dengan penelitian Gohm (2003) di University of Mississippi, yang memaparkan bahwa kecerdasan emosi diperlukan oleh setiap individu untuk memahami diri kita sendiri maupun orang lain, mengontrol emosi, menyelesaikan masalah dengan baik, dan membantu kita membuat penilaian objektif mengenai orang lain. Tanpa kecerdasan emosi orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai

dengan potensi yang maksimal. Kecerdasan emosi tersebut akan mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi permasalahan yang muncul termasuk permasalahan kerja (Melianawati, dkk., 2001)

Beberapa fenomena kecemasan terjadi pada Pegawai Negeri Sipil (PNS). PNS adalah orang-orang yang bekerja untuk pemerintah Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat, diangkat dan telah ditetapkan sesuai perundang-undangan, bukan militer dan secara khusus tidak termasuk mereka yang menjadi pegawai dari aparatur perekonomian negara seperti BUMN atau BUMD (Zainun, 1990). Menurut Daryanto (2007) PNS memiliki karakteristik kerja seperti bekerja sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh aturan, kerja rutin, cenderung menunggu perintah dari atasan, hidupnya terjamin sampai tua karena akan mendapatkan uang pensiun, status sosial tinggi dimasyarakat, dan resiko di PHK kecil.

Karakteristik kerja yang dimiliki PNS tersebut dimungkinkan semakin memicu timbulnya kecemasan menghadapi masa pensiun. Walaupun sudah mendapatkan uang pensiun tetapi uang pensiun tidak sebesar gaji yang mereka dapatkan sewaktu masih bekerja. Selain itu, dulu mereka memiliki jabatan,pekerjaan, dan status. Saat pensiun mereka sudah tidak memilikinya lagi.Pandangan negatif seseorang tentang pensiun juga dapat menimbulkan emosi-emosi negatif sehingga memicu kecemasan menghadapi masa pensiun. Cemas atau tidak cemasnya individu saat menghadapi masa pensiun banyak ditentukan oleh kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi yang tinggi dapat mengarahkan individu pada kondisi tidak cemas, sebaliknya kecerdasan emosi yang rendah dapat mengarahkan individu pada kondisi kecemasan.

2

Page 3: Jurnal Eka A

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih lanjut Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Kecemasan Pada Pensiunan di

Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil PenelitianData Umum

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur RespondenTabel 4.1 Berdasarkan karakteristik

umur responden

No Umur Jumlah %1 Midlle Age (45-

59 Tahun)0 0

2 Early age (60-74 Tahun)

31 100

3 Old Age (75-90 Tahun)

0 0

Total 31 100Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui

bahwa sebagian besar (100%) dari responden berusia antara 60-77 tahun sebanyak 31 orang.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin RespondenTabel 4.2 Berdasarkan karakteristik

jenis kelamain responden

No Jenis Kelamain ∑ %1 Laki-laki 18 58,12 Perempuan 13 41,9Total 31 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar dari responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 orang (58,1%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 4.3 Berdasarkan karakteristik pendidikan responden

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hampir sebagian (45,2%) dari responden bertingkat pendidikan SMA sebanyak 14 orang.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Sebelum PensiunTabel 4.3 Berdasarkan Karakteristik pekerjaan sebelum pensiun Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui

bahwa hampir sebagian (41,2%) dari responden sebelum pensiun memiliki

pekerjaan wiraswasta sebanyak 13 orang.

5. Karakteristik Responden Berdasarkan kegiatan Responden Menjalani Masa PensiunTabel 4.3 Berdasarkan karakeristik pekerjaan menjalani masa pensiun

3

No Tingakat pendidikan

Jumlah %

1 SD 0 02 SMP 9 293 SMA 14 45,24 PT 8 25,8Total 31 100

No Pekerjaan Jumlah %1 PNS 8 25,82 Wiraswasta 13 41,93 Karyawan swasta 10 32,3Total 31 100

Page 4: Jurnal Eka A

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hampir sebagian (41,9%) dari responden saat menjalani masa pensiun bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 13 orang.

Data Khusus

1. Karakteristik Berdasarkan kecerdasan emosi RespondenTabel 4.3 Berdasarkan karakteristik kecerdasan emosi Responden

No Kecerdasan Emosi ∑ %1 Tinggi 22 712 Cukup 5 16,13 Rendah 3 9,74 Sangat rendah 1 3,2Total 31 100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar (71%) kecerdasan emosional responden masuk kategori tinggi sebanyak 22 orang.

2. Karakteristik Berdasarkan kecemasan RespondenTabel 4.4 Berdasarkan Karakteristik kecemasan Responden

No Kecemasan ∑ %1 Minimal 9 292 Ringan 13 41,93 Sedang 5 16,14 Berat 4 12,9Total 31 100

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hampir sebagian (41,9%) tingkat kecemasan responden masuk kategori ringan sebanyak 13 orang.

Analisis Data

1. Hasil Analisa Uji statistik pada penelitian ini

menggunakan teknik komputerisasi SPSS 17 for windows, dengan uji statistik yang digunakan adalah Sperman Rank. Analisa dengan menggunakan teknik ini dengan tingkat signifikasi (α) sebesar 0,05 dan tingkat kesalahan 95%.

Dari hasil perhitungan didapat p value = 0,00 < α (0,05) yang berarti H0

ditolak, sehingga ada Hubungan Antara Kecemasan Emosi Dengan Kecemasan Pada Pension Di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari

PembahasanKecerdasan Emosi

Dari hasil penelitian dapat dilihat sebagian besar (71%) kecerdasan emosi responden masuk kategori tinggi sebanyak 22 orang, dan sebagian kecil (3,2%) kecerdasan emosi responden masuk kategori sangat rendah sebanyak 1 orang.

Responden yang miliki kecerdasan kecerdasan emosi baik tentunya memiliki

banyak factor yang mempengaruhi setiap individu. Salah satu faktornya adalah factor internal. Factor internal terbagi dua yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Faktor jasmani berhubungan dengan kesehatan individu tersebut. Jika individu sehat dan dapat beraktifitas, maka Kecerdasan emosional juga akan menjadi baik. Individu yang sakit akan merasa

4

No Tingakat pendidikan

Jumlah %

1 Ibu Rumah Tangga

13 41,9

2 Pedagang 8 25,83 Berkebun 6 19,44 Petani 4 12,9Total 31 100

Page 5: Jurnal Eka A

tergangggu dengan keadaan yang ada. Keadaan tersebut tentunya rasa tidak nyaman yang ada dalam diri sendiri, misalkan merasaka nyeri, individu tersebut merasa tidak enak dengan keadaan dirinya, apalagi ditambah dengan rasa tidak nyaman nyeri yang dialami individu akan membuat individu tersebut merasa gelisah dan tidak tenang. Hal ini lah yang akan menjadikan individu tidak dapat mengontrol emosionalnya sehingga individu tersebut dapat dikatakan Kecerdasan emosionalnya masuk kategori buruk.

Begitu juga dengan factor eksternal juga mempengaruhi kecerdasan emosional pada individu. Factor eksternal tersebut adalah lingkungan. Lingkungan dari individu tidak dapat dipisahkan. Lingkungan yang bising akan menggangu individu merasa tidak enak denan kaadaanya sekitar. Jika individu merasa terganggu dengan lingkunganya, individu tersenut menjadi tidak tenang dan merasa tidak enak, sehingga mengakibatkan Kecerdasan emosional menjadi buruk.

Psikologis juga merupakan factor yang mempengaruhi kecerdasan emosi. Factor psikologis ini akan mempengaruhi setiap individu, tentunya dalam mengolola, mengontrol mengendalikan keadaan emosi agar perasaan tetap menjadi tenang dalam menyikapi berbagai masalah.

Hal ini dibenarkan oleh Agustian (2007) factor psikologis merupakan factor yang berasal dari dalam diri individu. Factor internal ini akan membantu individu dalam mengolola, menontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia

mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap. Dalam hal ini, sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan seperti memilih sekolah, sahabat, profesi sampai kepada pemilihan pasangan hidup (Iyus Yosep, 2005).

KecemasanBerdasarkan data khusus dari hasil

penelitian didapat dilihat bahwa hampir sebagian (41,9%) tingkat kecemasan responden masuk kategori ringan sebanyak 13 orang, sebagian kecil (12,%) tingkat kecemasan responden masuk kategori berat sebanyak 4 orang.

Tingkat kecemasan pada setiap individu yang dialaminya tentunya memiliki banyak faktor. salah satunya adalah faktor pengetahuan. Individu yang memiliki pengetahuan yang luas tidak akan memiliki rasa cemas yang berat dalam menghadapai masalah. Semakin tinggi luas pengetahuan individu maka cara memecahkan masalah juga akan mudah, sehingga masalah yang dihadapinya tidak akan menimbulkan rasa cemas.

Hal ini dibenarkan oleh Wangmuba (2009), semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang maka seseorang tersebut akan lebih siap menghadapi sesuatu dan dapat mengurangi kecemasan. Sedangkan menurut Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stres. Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh.

5

Page 6: Jurnal Eka A

Hal ini di benarkan oleh pendapat Notoadmodjo (2010), bahwa informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Pengetahuan seseorang bisa juga karena faktor pengalaman, bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, dengan kata lain semakin banyak pegalaman seseorang maka semakin baik pula pengetauhuannya.

Cara mengatasi masalah juga merupakan faktor munculnya kecemasan pada setiap individu. kadang kala, individu membesar-besarkan masalah yang ada pada dirinya. Awalnya masalah kecil yang muncul pada dirinya, akan menjadi besar jika individu tersebut tidak bertindak bijak sana dalam menyikapi masalah yang telah dihadapi. Kejadian seperti ini malah akan menbuat individu merasa cemas dengan masalah yang sihadapinya. Begitu juga sebaliknya, jika individu mempunyai masalah besar dalam dirinya, dan individu tersebut bertindak bijaksana dalam menyikapi masalah yang ada pada dirinya. Maka masalah tersebut tidak akan memuat individu tersebut menjadi cemas.

Dari uraian diatas tentunya banyak factor yang mempengaruhi kecemasan pada setiap indivudu. Kecemasan dalam menghadapi masa pensiun yang dialami dan tidak dialami oleh setiap individu tentunya banyak factor-faktor pencetus pada diri individu. Factor pencetus tersebut seperti kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah dalam kehidupan sehari-hari.

Braithwaithe, dkk (dalam Wanti, 2008) mengatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi masa pensiun adalah kesehatan, pandangan terhadap pensiun, kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam kehidupannya, kemampuan menghadapi kehilangan pekerjaan, penghasilan, pendidikan, jaringan sosial yang dimiliki, dan

penerimaan diri dalam menghadapi masa pensiun.

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Kecemasan

Berdasarkan analisis data dengan mengunakan uji kolerasi spearman rank dengan mengunakan bantuan SPSS versi 17 for Window, didapat p value = 0,00 < α (0,05) yang berarti H0 ditolak, artinya ada Hubungan Antara Kecemasan Emosi Dengan Kecemasan Pada Pension Di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari.

Dari hasil pengumpulan data dilihat bahwa sebagian besar (71%) kecerdasan emosional responden masuk kategori tinggi sebanyak 22 orang, dan hampir sebagian (41,9%) tingkat kecemasan responden masuk kategori ringan sebanyak 13 orang.

Dari hasil tabulasi silang diketahui bahwa hampir sebagian (41,9%) kecerdasan emosi pada responden masuk kategori tinggi sehingga kecemasan yang dialami responden menjadi ringan.

Hal ini menunjukan bahwa kecerdaan emosi sangat berpengaruh terhadap kecemasan pada setiap individu. Jika kecerdasan emosi pada individu masuk kategori tinggi, maka hal ini dapat menyebabkan kecemasan pada individu menjadi ringan. Individu dengan kecerdasan emosi yang sangat rendah akan mempengaruhi kecemasannya menjadi berat.

Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dapat mempertahankan kemampuan dalam mengendalikan perasaanya dalam menghadapi lingkungan. Individu tersebut mampu mengolola emosi dengan baik dalam menghadapi masalah. Sehingga efek dari diri yang mampu dalam mengolola emosi dapat menimbulkan

6

Page 7: Jurnal Eka A

kecemasan ringan bahkan individu merasakan mimimal dari kecemasan.

Menurut Daniel Goleman (1997) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan dalam mengenali perasaan-perasaan diri sendiri dan orang lain, dalam memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi diri sendiri dengan baik maupun dalam melakukan hubungan sosial. Ahli lain yaitu J. Dann (2002) mengartikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan dalam menggunakan emosi-emosi seseorang yang membantu memecahkan masalah-masalah dan menjalani kehidupan secara lebih efektif.

Menurut Lucas dan Wilson (1992), berhenti bekerja atau kehilangan jabatan kurang lebih sama pentingnya dengan pernikahan atau persatuan kembali dengan suami atau istri yang berdiam ditempat jauh.Pensiun sebagai tanda berakhirnya masa kerja menjadi tahap kritis seseorang dalam memasuki masa usia lanjut. Konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti pensiun seperti berkurangnya pendapatan, perubahan status, hilangnya kekuasaan seringkali menimbulkan kecemasan. Orang yang memasuki pensiun perlu untuk mengadakan penyesuaian psikologis dan sosial.Penyesuaian dalam mendekati masa pensiun semakin bertambah sulit apabila perilaku keluarga tidak menyenangkan (Hurlock, 1994).

Seseorang dapat mengendalikan emosinya apabila dirinya dapat melakukan pengaturan diri dengan baik, sehingga berdampak positif pada apa yang dikerjakannya. Seseorang yang mempunyai pengaturan diri yang baik peka terhadap kata hati, sanggup mengelola emosi dengan baik sebelum tercapai suatu kekhawatiran pada dirinya. Orang yang mampu mengendalikan emosinya dengan baik akan memahami diri sendiri yang pada akhirnya dapat mencegah ketegangan atau kecemasan dalam diri sendiri. Pensiun sebagai suatu masa peralihan hidup dapat mendatangkan ketegangan dan kecemasan.Berdasarkan penjelasan diatas bahwa ada hubungan negatif antara individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan mampu mengenali emosinya,mengendalikan diri, memiliki empati dan dapat menjalin hubungan sosial yang baik. Yang berarti menunjukkan kemungkinan yang kecil untuk mengalami kecemasan ketika akan menghadapi masa pensiun.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, samakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki individu maka kecemasan yang dimiliki individu masuk kategori ringan dan minimal dari kecemasan. Demikian sebaliknya, individu yang kecerdasan emosinya rendah maka akan mempengaruhi kecemasannya manjadi berat.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanPenelitian tentang “Hubungan Antara Kecemasan Emosi Dengan Kecemasan Pada Pension Di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari”, menyimpulkan bahwa:1. Sebagian besar (71%) kecerdasan emosi

pada pensiun di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari, masuk kategori tinggi sebanyak 22 orang.

2. Hampir sebagian (41,9%) tingkat kecemasan pada pensiun di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari, masuk kategori ringan sebanyak 13 orang.

3. Terdapat hubungan antara “Hubungan Antara Kecemasan Emosi Dengan Kecemasan Pada Pension Di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari” dimana pvalue atau Asymp.Sig (2-sided)

7

Page 8: Jurnal Eka A

sebesar = 0,00, sehingga pvalue < 0,05 atau 0,00 < 0,05.

Saran1. Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang kecerdasan emosi dengan kecemasan, sehingga jika terjadi kecerdasan emosi yang rendah maka individu dapat mengontrolnya dan tidak menimbulkan kecemasan.

2. Bagi Institusi

Diharapkan institusi terkait dapat memberi penyuluhan tentang kecerdasan emosi, agar masyarakat lebih mengerti tentang kecerdasan emosi dan guna mencegah kecemasan yang akan terjadi pada individu.

3. Bagi Peneliti SelanjutnyaDengan adanya hubungan antara Hubungan Antara Kecemasan Emosi Dengan Kecemasan Pada Pension Di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari, diharapkan peneliti selanjutnya melakukan screening pengetahuan tentang kecerdasan emosi, Sehingga hasil yang didapat pada waktu penelitian menjadi akurat.

8

Page 9: Jurnal Eka A

DAFTAR PUSTAKA

Abraham C & Shanley E. 1997, Social Psychology for Nurse,. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Alimul A. 2007, Metode Penelitian Keperawatan: Tekhnik Analisis Data. Salemba Medika: Jakarta.

Al-Uqshari, Yusuf. 2005. Percaya Diri, Pasti. Jakarta. Gema insani press

Brill, P.L dan Hayes, J.P. 1981. Taming Your Turmoil :Managing The Transtions of Adult Life Eagle wood Cliffs: Pretice-Hall, Inc

Calhoun, J.F. Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjusment and Human Relationship. New York: McGraw-Hill, Inc

Capernito, linda juall. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8.jakarta : penerbit buku kedokteran EGC.

Cooper RK & Ayman Sawaf. 2001, Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Dann J. 2002, Memahami Kecerdasan Emosional dalam Seminggu. Prestasi Pustaka: Jakarta.

Dewanti, 2008. Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan Perubahan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi di Puskesmas Mlati II, Sleman. Universitas Gajah Mada.

Goleman D. 1997, Emotional Intelligence: Mengapa EI lebih penting dari pada IQ. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Goleman D. 2002, Healing Emotions: Percakapan dengan Dalai Lama, tentang Meditasi, Perasaan dan Kesehatan. Interaksara: Batam.

Goleman, daniel, 2003, kecenderungan emosi untk mencapai puncak prestasi, jakarta : PT. Gramedia pstaka utama.

Goleman, et. Al. 2006. Kepemimpinan berdasarkan EQ. Jakarta : GPU

Hadiwaluyo, Donni. 2010 .Menghadapi Masa Pensiun. www.multiply.com. Di akses tanggal 13 Juli 2013.

Hawari, D. 2006. Managemen stress, cemas dan depresi . Jakarta : Gaya Baru

Hawari, D. 2009. Psikometri (Alat Ukur Kesehatan Jiwa).Jakarta : FKUI

Hidayat Aziz Halimul. (2004). Pengantar Konsep Keperawatan Dasar.Salemba Medika : Jakarta

Hurlock, elizabeth.b. (2000). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Terjemahan. (edisi kelima). Jakarta:erlangga

Newman, B.M & Newman. P.R. (2006). Development through life : a psychosocial approach.ninth edition. Thomson-wadsworth.

Nugroho W, 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC: Jakarta

9

Page 10: Jurnal Eka A

Nursalam. 2003, Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika: Jakarta.

Sarafino, E. P. (1990) Heltyh psychology biopsychology interaction. New York : John Wiley & Son

Sari, E.V dan kuncoro, J. 2006. Kecemasan dalam menghadapi masa pensiun ditinjau dari dukungan sosial pada PT. Semen gresik (persero) tbk. Jurnal psikologi, volume 1, nomor 1.

Schaei, K.W. dan Willis, S.L. 1991. Adult Development and Aging. New York: Harper Collins Publishers

Shapiro, LE. 2003, Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. PT Gramedia Pustaka utama: Jakarta.

Stuart & sundeen. (2001). Buku saku keperawatan jiwa (edisi ketiga). Jakarta : EGCSumadi Suryabrata. 1995, Psikologi

Kepribadian. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Umi Ardiningsih dkk. 2003, Kumpulan Makalah Pelatihan Kecerdasan Emosi. RSJD Dr. Amino Gondohutomo: Semarang.

Winarsunu, T. 2004. Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. UMM Press. Malang

10