9
PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM PAPAIN TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DENGAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU Eka Tamara Pebriani, Norfan Adi Pratama, Agus Hadiyarto* )  Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, SH, Tembalang, Semarang,50275, Telp/Fax: (024)7460058 *) Penulis korespondensi : [email protected] Abstrak  Akhir-akhir ini sumber energi alternatif telah menjadi perbincangan hangat karenan isu krisis energi yang menimpa dunia. Salah satu sumber energi alternatif yang sedang banyak dikembangkan yaitu biogas. Biogas merupakan campuran gas metana, karbon dioksida dan gas-gas lain yang bersifat mudah terbakar. Biogas dapat dibuat dari berbagai macam material organik. Salah satu yang menjadi sorotan kami yaitu limbah cair industri tahu. Limbah cair tahu memiliki protein 9%, lemak 0.69%, dan karbohidrat 0.05% (Fatoni &  Lestari, 2008). Limbah cair ini mengandung BOD kisaran 5000-10000 mg/l dan COD 7000-12000 mg/l (Ratnani, Hartati, & Kurniasari, 2010). Apabila limbah tahu dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Sebagai upaya dalam mengurangi pencemaran lingkungan dan memanfaatkan material organik yang masih terdapat dalam limbah cair tahu, limbah cair tahu dapat dimanfaatkan dalam pembuatan biogas (energi terbarukan). Dalam pembentukan biogas, waktu dekomposisi material organik merupakan tahapan awal dan menentukan keberhasilan terbentuknya biogas untuk tahapan-tahapan selanjutnya. Waktu dekomposisi yang lama dapat menghambat waktu pembentukan biogas.  Dengan penambahan enzim papain dalam limbah cair tahu diharapkan dapat mempercepat proses  pembentukan biogas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan enzim papain terhadap laju volumetrik biogas dan gas metana yang dihasilkan, serta pengaruh penambahan enzim papain terhadap  penurunan kadar COD Cr  fungsi waktu. Dalam prakteknya, penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap  persiapan, operasi, dan analisa. Tahap persiapan yaitu persiapan bahan baku seperti penyaringan limbah cair tahu, stater, dan enzim menggunakan saringan 200 mesh. Tahap operasi meliputi proses pembuatan biogas menggunakan penambahan enzim papain dengan berbagai konsentrasi (0.0%; 0.5%; 1.0%; 1.5%  En/COD). Tahap analisa meliputi respon yang ingin didapatkan dalam penelitian ini meliputi kandungan COD, N, dan P pada tahap awal dan akhir operasi, volume biogas dan gas metana sebagai fungsi waktu (per hari selama 40 hari). Hasil penelitian menunjukkan, penambahan enzim papain pada sampel limbah cair tahu dapat mempercepat pembentukan biogas dan gas metana dan menghasilkan volume yang lebih banyak karena enzim papain berperan dalam mempercepat waktu dekomposisi dalam tahapan hidrolisis,  penambahan enzim papain p ada sampel limbah cair tahu dapat membuat kadar COD Cr  lebih tinggi karena enzim papain memiliki komposisi gula yang dapat terukur sebagai bahan organik sehingga menyebabkan  penurunan COD Cr  lebih lambat dibandingkan dengan sampel tanpa penambahan enzim papain. Kata kunci: limbah cair tahu, starter, enzim papain, biogas, gas metana, COD 1. Pendahuluan Pada proses pembuatan tahu akan selalu dihasilkan limbah padat berupa ampas tahu maupun kulit kedelai dan limbah cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan sedangkan limbah cair dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan, dan pencetakan tahu. Limbah cair tahu memiliki  protein 9%, lemak 0.69%, dan karbohidrat 0.05% (Fatoni & Lestari, 2008). Limbah cair ini mengandung BOD kisaran 5000-10000 mg/l dan COD 7000-12000 mg/l (Ratnani, Hartati, & Kurniasari, 2010). Dengan karakteristik COD dan BOD yang tinggi memungkinkan dijadikan substrat untuk memproduksi biogas. Biogas merupakan campuran gas metana, CO2, dan gas-gas lainnya dengan sifat mudah terbakar yang dihasilkan dari proses penguraian bahan organik oleh bakteri anaerob. Biogas dihasilkan dari proses dekomposisi oleh bakteri metanogenesis pada bahan-bahan organik seperti kayu/tumbuhan, buah-buahan, serta kotoran hewan dan atau manusia maupun limbah industri. Pembentukan biogas akan melewati empat tahap yaitu (1) hidrolisis (liquefaction), (2) asidogenesis, (3) acetogenesis dan (4) metanogenesis (biogas  production). Pada proses hidrolisis, mikroorganisme hidrolitik akan mendegradasi bahan organik kompleks

Jurnal Eka Norfan

Embed Size (px)

Citation preview

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 1/9

PENGARUH PENAMBAHAN ENZIM PAPAIN TERHADAP PRODUKSI BIOGAS

DENGAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

Eka Tamara Pebriani, Norfan Adi Pratama, Agus Hadiyarto*) 

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jl. Prof. Sudharto, SH, Tembalang, Semarang,50275, Telp/Fax: (024)7460058

*)Penulis korespondensi : [email protected]

Abstrak

 Akhir-akhir ini sumber energi alternatif telah menjadi perbincangan hangat karenan isu krisis energi yang

menimpa dunia. Salah satu sumber energi alternatif yang sedang banyak dikembangkan yaitu biogas. Biogas

merupakan campuran gas metana, karbon dioksida dan gas-gas lain yang bersifat mudah terbakar. Biogas

dapat dibuat dari berbagai macam material organik. Salah satu yang menjadi sorotan kami yaitu limbah cair

industri tahu. Limbah cair tahu memiliki protein 9%, lemak 0.69%, dan karbohidrat 0.05% (Fatoni &

 Lestari, 2008). Limbah cair ini mengandung BOD kisaran 5000-10000 mg/l dan COD 7000-12000 mg/l

(Ratnani, Hartati, & Kurniasari, 2010). Apabila limbah tahu dibuang langsung ke lingkungan akan

menyebabkan pencemaran lingkungan. Sebagai upaya dalam mengurangi pencemaran lingkungan danmemanfaatkan material organik yang masih terdapat dalam limbah cair tahu, limbah cair tahu dapat

dimanfaatkan dalam pembuatan biogas (energi terbarukan). Dalam pembentukan biogas, waktu dekomposisi

material organik merupakan tahapan awal dan menentukan keberhasilan terbentuknya biogas untuk

tahapan-tahapan selanjutnya. Waktu dekomposisi yang lama dapat menghambat waktu pembentukan biogas.

 Dengan penambahan enzim papain dalam limbah cair tahu diharapkan dapat mempercepat proses

 pembentukan biogas. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan enzim papain terhadap

laju volumetrik biogas dan gas metana yang dihasilkan, serta pengaruh penambahan enzim papain terhadap

 penurunan kadar CODCr  fungsi waktu. Dalam prakteknya, penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap

 persiapan, operasi, dan analisa. Tahap persiapan yaitu persiapan bahan baku seperti penyaringan limbah

cair tahu, stater, dan enzim menggunakan saringan 200 mesh. Tahap operasi meliputi proses pembuatan

biogas menggunakan penambahan enzim papain dengan berbagai konsentrasi (0.0%; 0.5%; 1.0%; 1.5%

 En/COD). Tahap analisa meliputi respon yang ingin didapatkan dalam penelitian ini meliputi kandungan

COD, N, dan P pada tahap awal dan akhir operasi, volume biogas dan gas metana sebagai fungsi waktu (perhari selama 40 hari). Hasil penelitian menunjukkan, penambahan enzim papain pada sampel limbah cair

tahu dapat mempercepat pembentukan biogas dan gas metana dan menghasilkan volume yang lebih banyak

karena enzim papain berperan dalam mempercepat waktu dekomposisi dalam tahapan hidrolisis,

 penambahan enzim papain pada sampel limbah cair tahu dapat membuat kadar COD Cr  lebih tinggi karena

enzim papain memiliki komposisi gula yang dapat terukur sebagai bahan organik sehingga menyebabkan

 penurunan CODCr  lebih lambat dibandingkan dengan sampel tanpa penambahan enzim papain.

Kata kunci: limbah cair tahu, starter, enzim papain, biogas, gas metana, COD

1.  Pendahuluan

Pada proses pembuatan tahu akan selalu dihasilkan limbah padat berupa ampas tahu maupun kulit kedelai

dan limbah cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan sedangkan limbah cair

dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan, dan pencetakan tahu. Limbah cair tahu memiliki protein 9%, lemak 0.69%, dan karbohidrat 0.05% (Fatoni & Lestari, 2008). Limbah cair ini mengandung

BOD kisaran 5000-10000 mg/l dan COD 7000-12000 mg/l (Ratnani, Hartati, & Kurniasari, 2010). Dengan

karakteristik COD dan BOD yang tinggi memungkinkan dijadikan substrat untuk memproduksi biogas.

Biogas merupakan campuran gas metana, CO2, dan gas-gas lainnya dengan sifat mudah terbakar yang

dihasilkan dari proses penguraian bahan organik oleh bakteri anaerob. Biogas dihasilkan dari proses

dekomposisi oleh bakteri metanogenesis pada bahan-bahan organik seperti kayu/tumbuhan, buah-buahan,

serta kotoran hewan dan atau manusia maupun limbah industri. Pembentukan biogas akan melewati empat

tahap yaitu (1) hidrolisis (liquefaction), (2) asidogenesis, (3) acetogenesis dan (4) metanogenesis (biogas

 production). Pada proses hidrolisis, mikroorganisme hidrolitik akan mendegradasi bahan organik kompleks

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 2/9

(sukrosa, protein, lemak, dan lain-lain) menjadi monomer-monomer seperti senyawa asam organik, glukosa,

etanol, CO2 dan hidrokarbon. Pada tahap hidrolisis ini, mikroorganisme yang berperan adalah mikroba yang

mengeluarkan enzim ekstraseluler seperti selulose, amilase, protease, dan lipase (Suyitno, Nizam, &

Dharmanto, 2010). Tahap asidogenesis merupakan pengubahan senyawa sederhana (monomer) menjadi asam

organik yang mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat, asam laktat, dan asam propionat. Tahap

selanjutnya yaitu asetogenesis, pada tahap ini asam yang telah terbentuk diubah oleh bakteri asetogenik

menjadi asam asetat. Pada tahap metanogenesis (metanasi), bakteri methanogen seperti Methanococus,

Methanosarcina, dan Methanobacterium mengubah produk lanjutan dari tahap pengasaman menjadi metan,

karbondioksida, dan air yang merupakan komponen penyusun biogas (Wahyuni, 2011).

Pada proses hidrolisa digunakan enzim eksternal untuk memecah protein, karbohidrat, dan lemak dalam

zat yang akan dihidrolisa. Salah satu contohnya pemecahan protein menjadi asam amino. Penggunaan enzim

 papain sebagai enzim eksternal sangat cocok untuk proses hidrolisa pada pembuatan biogas karena enzim ini

merupakan enzim proteolitik (pemecah protein). Penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2011) mengkaji

enzim papain yang dibuat menjadi porous cross linked enzyme aggregates. Enzim papain juga pernah

digunakan untuk mengekstraksi triacilgliserol (TAGs) pada alga Phaeodactylum tricornotum sebagai bahan

 bakar biodiesel (Horst et al., 2012).

Penelitian tentang pembuatan biogas dari limbah cair tahu sendiri sudah banyak dilakukan salah satunya

adalah penelitian (Siska & Siallagan, 2010) yaitu “Pengaruh Waktu Tinggal dan Komposisi Bahan Baku Pada

Proses Fermentasi Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Produksi Biogas”. Penelitian ini mengkaji

 perbandingan volume limbah cair industri tahu (tanpa dan dengan koagulan asam jawa) dan lamanya waktu

fermentasi terhadap produksi biogas.. Penelitian mengenai penggunaan enzim papain untuk mempercepat proses hidrolisis telah dilakukan oleh (Kurniawan, Lestari, & R.J, 2012) dengan judul Hidrolisis Protein

Tinta Cumi-cumi (Loligo sp) Dengan Enzim Papain. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa penggunaan

enzim papain pada hidrolisis tinta cumi-cumi dapat meningkatkan nilai rendemen, kandungan protein, α -asam

amino nitrogen bebas, nilai derajat hidrolisis, dan kandungan asam amino.

Biogas yang dihasilkan dari limbah cair tahu mempunyai potensi yang besar untuk menjadi sumber energi

alternatif. Dalam penelitian ini dikembangkan inovasi dalam pembuatan biogas dari limbah cair tahu yaitu

menggunakan enzim papain sebagai biokatalis untuk mempercepat proses pembentukan biogas.Waktu

dekomposisi biogas yang lama menyebabkan waktu konversi bahan organik menjadi energi juga lama. Untuk

menurunkan waktu dekomposisi agar didapatkan volume biogas yang maksimal dalam waktu singkat maka

dilakukan penambahan enzim papain pada proses dekomposisinya.

2. 

Metode Penelitian

Bahan dan AlatBahan utama yang digunakan yaitu limbah cair industri tahu yang diambil dari pabrik tahu di kelurahan

Tandang di Semarang, starter (lumpur aktif) diambil dari IPAL industri tahu, dan enzim papain yang

didapatkan dari toko swalayan DP Mall Semarang.

Alat utama yang digunakan yaitu biodigester volume 1 liter, peralatan gelas (glassware), selang, dan alat

 pengukur pH.

Tahap Persiapan

Dilakukan pengambilan sampel limbah cair industri tahu dari Pabrik Tahu di Merican, Semarang dan starter

di sekitar pabrik tempat pembuangan limbah. Masing-masing bahan disaring menggunakan saringan 200

mesh. Pada tahap persiapan dilakukan uji kadar awal pada sampel seperti kandungan COD (SNI 06.6989.2-

2004), N total (SNI 06-6989.52-2005, SNI 06-6989.9-2004, SNI 6989.74-2009) , dan P (SNI 06-6889.31-

2005) , serta analisa TSS masing-masing bahan.

Tahap Operasi

Penelitian ini dilakukan secara batch. Substrat dan starter yang telah homogen dengan perbandingan rasioF/M sebesar 0.5 diatur pH agar netral sebelum dicampur dengan enzim papain sesuai variabel perbedaan

konsentrasi enzim (0.0; 0.5; 1.0; 1.5% En/COD) dalam tiap digester. Volume masing-masing sampel

sebanyak 600ml dalam biodigester berkapasitas 1 liter. Proses fermentasi mulai dilakukan setelah campuran

homogen. Dilakukan pengambilan data hasil volume gas (biogas dan gas metan) yang terbentuk setiap hari

serta perubahan kandungan COD, N, dan P substrat pada saat tahap operasi berakhir pada hari ke-40.

Tahap Analisa

Data volume biogas dan gas metan yang terbentuk ditampilkan dalam bentuk grafik hubungan volume

 biogas/gas metan terhadap waktu untuk setiap variabel. Data pengukuran COD Cr  ditampilkan dalam bentuk

grafik hubungan CODCr   fungsi waktu untuk masing-masing sampel. Analisa data dilakukan dengan

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 3/9

mengaitkan hasil penelitian berdasarkan teori yang ada dalam bentuk narasi yang dikaitkan dengan pengaruh

 penambahan enzim papain terhadap hasil yang didapatkan pada grafik hasil penelitian.

3. 

Hasil dan Pembahasan

3.1. 

Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain Terhadap Volume Biogas

Pengaruh penambahan enzim papain terhadap volume biogas yang dihasilkan diamati setiap

 beberapa hari dan ditampilkan dalam gambar dibawah ini masing-masing untuk sampel tanpa

 penambahan enzim dan sampel yang disertai penambahan enzim papain.

Gambar 3.1 Laju volumetrik biogas harian limbah cair tahu dan lumpur aktif dengan berbagai

konsentrasi enzim papain

Gambar 4. 1 Volume biogas kumulatif limbah cair tahu dan lumpur aktif dengan berbagai

konsentrasi enzim papain

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kumulatif biogas tertinggi sampai terendah berturut-turut

terdapat pada variabel 1.5% En/COD sebanyak 3836 ml; 1.0% En/COD sebanyak 3758 ml; 0.5%

En/COD sebanyak 3738 ml dan 0.0% En/COD sebanyak 2629 ml. Variabel yang dipakai disini adalah

 penambahan enzim papain per berat COD. Seperti yang kita ketahui bahwa enzim papain merupakan

salah satu enzim protease yang berfungsi untuk mempercepat pemecahan protein menjadi asam-asam

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

0 10 20 30 40 50

   L   a   j   u

   V   o    l   u   m   e   t   r   i    k   B   i   o   g   a   s    (   m    l    /    h   a   r   i    )

Waktu (hari)

0% En/COD (w/w)

0.5% En/COD (w/w)

1.0% En/COD (w/w)

1.5% En/COD (w/w)

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

0 10 20 30 40 50

   V   o    l   u   m   e   B   i   o   g   a   s   K   u   m   u    l   a   t   i    f    (   m    l    )

Waktu (hari)

0% E/COD (w/w)

0.5% E/COD (w/w)

1.0% E/COD (w/w)

1.5% E/COD (w/w)

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 4/9

amino dan peptida dengan cara menghidrolisis ikatan peptida dalam substrat (Yao, Lin, Tao, & Lin,

2013) . Dalam proses pembentukan biogas, tahapan hidrolisis merupakan tahapan awal dari keseluruhan

4 tahapan dalam pembentukan biogas (Al Seadi et al., 2008). Tahap hidrolisis disini berfungsi untuk

memecah material organik kompleks berantai panjang menjadi monomer-monomer berantai pendek.

Bakteri hidrolitik memproduksi beberapa enzim spesifik yang dapat mempercepat reaksi dekomposisi

(P.J. Jorgensen, 2009). Dengan adanya bakteri hidrolitik yang menghasilkan enzim untuk mempercepat

hidrolisis ditambah dengan enzim papain sebagai variabel tentu saja proses hidrolisis akan berjalan

semakin cepat seiring dengan bertambahnya jumlah enzim yang dimasukkan ke dalam sampel. Dengan

semakin cepatnya proses hidrolisis maka semakin cepat pula biogas terbentuk. Hal ini dapat dilihat dari

data yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3. 1Volume biogas harian selama 10 hari 

Hari

ke-

Biogas (ml)

0%

En/COD

(w/w)

0.5%

En/COD

(w/w)

1.0%

En/COD

(w/w)

1.5%

En/COD

(w/w)

3 0 24 0 0

4 18 60 5 5

5 30 29 0 2

6 32 43 55 89

7 36 39 62 93

8 35 54 68 95

9 19 98 65 105

10 42 100 45 90

Pada hari ke-3 terlihat bahwa sampel dengan konsentrasi enzim papain 0.5% En/COD menghasilkan

 biogas lebih dulu dibandingkan pada variabel lainnya. Enzim papain dalam sampel ini cenderung

mempercepat pembentukan biogas dan cenderung memperlambat proses pada sampel 1.0% dan 1.5%

En/COD. Diperkirakan pada hari ke-3 respon pembentukan biogas untuk sampel 1.0% dan 1.5%

En/COD masih lambat karena adanya adaptasi dengan munculnya amoniak pada sampel akibat dari

reaksi hidrolisis yang terjadi (P.J. Jorgensen, 2009). Dengan semakin banyaknya enzim papain maka proses degradasi material organik semakin cepat dan lebih cepat menghasilkan amoniak. Amoniak

dibentuk selama degradasi- untuk sampel yang mengandung substansi semacam protein.

O

R CHCO- 

+ NH3 

Gambar 4.3 Contoh hasil hidrolisis protein berupa dipolar dari asam amino

Dalam bentuk larutan, amoniak selalu ditemukan berada dalam kesetimbangan dengan ammonium (NH4+).

 NH4+ ↔ NH3 + H+ 

Diperkirakan respon sampel terhadap reaksi diatas mengalami keterlambatan yang mengakibatkan

 belum terbentuknya biogas pada hari ke-3 dan baru mulai terbentuk pada hari ke-6 karena jumlah nitrogen

tinggi yang berakibat pada semakin cepatnya pertumbuhan bakteri untuk pembentukan biogas. Hal inidikarenakan nitrogen berperan untuk pertumbuhan bakteri sementara amoniak merupakan sumber nitrogen

(P.J. Jorgensen, 2009).Pada hari ke-6 terlihat bahwa sampel yang ditambahkan enzim papain mulai dari

0.5% sampai 1.5% En/COD berturut-turut memiliki volume biogas yang lebih banyak dibandingkan sampel

tanpa enzim. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin banyak penambahan enzim papain yang ditambahkan

maka semakin banyak pula volume biogas yang dihasilkan.

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 5/9

3.2. 

Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain Terhadap Volume Gas Metana

Menurut Dublein dan Steinhauser, secara umum biogas terdiri dari gas metan sebesar 55-70%, gas

CO2 sebesar 30-45%, dan sisanya gas lain. Dalam penelitian ini volume gas metan diukur menggunakan

metode water displacement dimana biogas dialirkan ke larutan NaOH dan gas yang lolos dianggap

sebagai gas metana. Pengaruh penambahan enzim papain terhadap volume gas metana yang dihasilkan

diamati setiap beberapa hari dan ditampilkan dalam gambar dibawah ini masing-masing untuk sampel

tanpa penambahan enzim dan sampel yang disertai penambahan enzim papain.

Gambar 3.3 Laju volumetrik biogas harian limbah cair tahu dan lumpur aktif dengan

 berbagai konsentrasi enzim papain

Gambar 3.4 Volume gas metana kumulatif limbah cair tahu dan lumpur aktif dengan

 berbagai konsentrasi enzim papain

Dari grafik dapat dilihat bahwa gas metan yang dihasilkan oleh sampel yang ditambahkan enzim

 papain menghasilkan yield gas metana yang lebih besar dibanding sampel tanpa penambahan enzim

 papain. Secara terperinci, akumulasi gas metana yang dihasilkan selama 40 hari yaitu sebesar 1383 ml

untuk variabel 0.0% En/COD, 2193 ml untuk variabel 0.5% En/COD, 2152 ml untuk variabel 1.0%

En/COD, dan 2242 ml untuk variabel 1.5% En/COD. Dalam tahapan pembentukan biogas terdapat 4

0

50

100

150

200

250

0 10 20 30 40 50

   L   a   j   u   V   o    l   u   m   e   t   r   i    k   G   a   s   M   e   t   a   n   a    (   m    l    /    h   a   r   i    )

Waktu (hari)

0% En/COD (w/w)

0.5% En/COD (w/w)

1.0% En/COD (w/w)

1.5% En/COD (w/w)

0

500

1000

1500

2000

2500

0 10 20 30 40 50

   V   o    l   u   m   e   G   a   s   M   e   t   a   n   a   K   u   m   u    l   a   t   i    f    (   m    l    )

Waktu (hari)

0% E/COD (w/w)

0.5% E/COD (w/w)

1.0% E/COD (w/w)

1.5% E/COD (w/w)

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 6/9

tahapan yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. Dalam tahapan hidrolisis terjadi

degradasi bahan organik kompleks menjadi monomer-monomer sederhana. Dengan kandungan utama

substrat yang berupa protein maka variabel yang diberikan penambahan enzim papain sebagai variabel

akan lebih cepat melewati tahapan hidrolisis karena sifat enzim protein yang merupakan enzim

 proteolitik yang membantu pemecahan senyawa protein menjadi asam-asam amino (Yao, Lin, Tao, &

Lin, 2013). Tahapan selanjutnya merupakan asidogenesis dimana monomer-monomer hasil proses

hidrolisis dikonversi menjadi alkohol, hydrogen, CO2

, dan asam-asam organik yang mudah menguap.

Pada tahapan asetogenesis, produk-produk hasil dari asidogenesis yang tidak dapat dikonversi secara

langsung menjadi metan dikonversi menjadi substrat metanogenik seperti asam asetat, hidrogen, dan

karbondioksida. Tahapan terakhir yakni tahap metanogenesis yang mengubah produk lanjutan dari tahap

asetogenesis menjadi metan, karbondioksida, dan air yang merupakan komponen penyusunan biogas (Al

Seadi et al., 2008).

Semua sampel melalui tahapan yang sama dalam pembentukan biogas. Yang menjadi pembeda

yaitu sampel yang diberi penambahan enzim papain (0.5%, 1.0%, dan 1.5% En/COD) mengalami proses

hidrolisis yang lebih cepat dibanding sampel tanpa penambahan enzim papain 0.0% En/COD. Dengan

waktu tinggal yang sama, sampel dengan penambahan enzim papain tentu saja menghasilkan volume gas

metana yang lebih banyak dibandingkan sampel 0.0% En/COD karena tahapan hidrolisis lebih cepat

tercapai yang berakibat pada semakin banyak senyawa asam yang terbentuk pada rentang waktu yang

sama dan menyebabkan metan yang dihasilkan semakin banyak juga.

Hal ini dibuktikan dengan tabel berikut

Tabel 3.2 Volume gas metan selama 10 hari awal

Hari

ke-

Gas Metana (ml)

0%

En/COD

(w/w)

0,5%

En/COD

(w/w)

1%

En/COD

(w/w)

1,5%

En/COD

(w/w)

3 0 10 0 55

4 0 45 0 0

5 13 15 0 50

6 16 25 35 62

7 17 27 40 58

8 20 34 30 45

9 10 55 0 42

10 30 15 25 50

Pada hari ke-3 terlihat bahwa sampel dengan konsentrasi enzim papain tertinggi (1.5% En/COD)

menghasilkan gas metan paling banyak dengan volume sebesar 55 ml diikuti dengan variabel 0.5%

En/COD dengan volume biogas sebanyak 10 ml sementara untuk variabel 0% dan 1.0% En/COD belum

terbentuk. Hal ini membuktikan bahwa kecepatan hidrolisis mempengaruhi metanogenesis. Pada sampel

dengan konsentrasi 1% terbentuk gas metana di hari ke-5 diperkirakan karena terbentuknya amonia yang

menghambat proses metanogenesis. (Dublein, et al., 2008). Bakteri metanogenik sensitif dengan adanya

amonia karena amonia dapat bersifat toksik. Amonia akan meningkat seiring dengan peningkatan pH.

Hidrolisis yang berjalan lebih lambat akan mempengaruhi proses selanjutnya yaitu fase pembentukan

asam. Hal ini menyebabkan pH masih tinggi pada awal hari yang memicu terbentuknya ammonia.Pembentukan gas metana cenderung tidak stabil di awal karena fermentasi metanogenik hanya akan

 berkembang baik pada kondisi netral. Sedangkan awal proses nilai keasamannya masih tinggi karena

 pada tahap asidogenesis dan acetogenesis memproduksi asam lemak volatil yang akan menurunkanderajat keasaman.

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 7/9

3.3. 

Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain Terhadap Kadar COD

Dalam penelitian ini, kadar COD dari sampel diukur setiap 8 hari sekali selama 40 hari menggunakan

spektrofotometri. Metode yang digunakan merupakan metode SNI 06-6989.2-2004. Untuk penentuan

nilai COD, hampir semua komponen organik karbon yang didegradasi menjadi CO2  dan H2O

menggunakan agen pengoksidasi, dalam hal ini potassium dichromate, dan konsumsi oksigen diukur (P.J.

Jorgenesen, 2009). Hasil yang didapatkan dari pengukuran CODCr   setiap sampel ditampilkan pada

gambar berikut:

Gambar 3.5 Grafik hubungan COD Cr terhadap fungsi waktu 

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada setiap variabel kadar COD semakin menurun seiring

dengan bertambahnya waktu untuk proses digesi (pembentukan biogas). Hal ini dikarenakan COD

merupakan ukuran bahan organik dalam substrat yang merupakan makanan dari mikroba. Jadi seiring

 bertambahnya waktu fermentasi maka semakin banyak bahan organik yang dikonsumsi oleh mikroba

yang berakibat pada semakin menurunnya kadar bahan organik dalam substrat itu sendiri yang

direpresentasikan sebagai COD. Untuk lebih jelasnya, penurunan CODCr   dari masing-masing sampeldisajikan pada tabel berikut.

Tabel 4. 1 Kadar COD sampel limbah cair tahu dan lumpur aktif selama 40 hari  

Hari ke-

CODCr (mg/l)

0%

En/COD

0,5%

En/COD

1%

En/COD

1,5%

En/COD

0 10325 10325 10325 10325

8 2820 8807 8937 9783

16 2299 7896 9067 9523

24 1583 2169 2234 2364

32 1128 1063 1649 2234

40 952 972 991 1138

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa CODCr   substrat mula-mula sebesar 10325 mg/L dan nilai ini terus

menurun seiring bertambahnya waktu fermentasi anaerobik untuk masing-masing sampel. Dapat dilihat

 bahwa pada hari ke-8 CODCr   mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah yaitu variabel 1.5%

En/COD sebanyak 9783.08 mg/l; 1.0% En/COD sebanyak 8937.093 mg/l; 0.5% En/COD sebanyak

8806.941 mg/l dan 0.0% En/COD sebanyak 2819.957 mg/l. Sampel dengan penambahan enzim papain

memiliki nilai CODCr   yang lebih tinggi dibanding sampel tanpa penambahan enzim papain. Hal ini

dikarenakan enzim papain yang digunakan merupakan enzim papain merk “Paya” yang memiliki

komposisi gula, garam, dan papain didalamnya. Kandungan gula dalam enzim papain yang digunakan

menyumbangkan tambahan bahan organik dalam sampel yang berakibat pada meningkatnya nilai CODCr .

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

0 10 20 30 40 50

   C   O   D    (   m   g    /    l    )

Waktu (hari)

0% E/COD

0.5% E/COD

1% E/COD

1.5% E/COD

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 8/9

Jadi semakin banyak enzim papain yang ditambahkan pada sampel maka semakin tinggi juga CODCr  

yang terukur. Pada sampel 0.0% En/COD tidak dilakukan penambahan enzim papain sehingga tidak ada

tambahan material organik dari luar yang mengakibatkan bahan organik yang berada dalam sampel

langsung didegradasi menjadi biogas. Menurut Chotimah (2011), adanya ketersediaan nutrisi yang cukup

 bagi mikroba yang berasal dari limbah juga mendukung proses perombakan anaerob. Pada sampel tanpa

 penambahan enzim, nutrisi yang diberikan telah sesuai untuk kadar COD 10325 mg/l karena telah diatur

 perbandingan COD:N:P yang optimal untuk pembentukan biogas sebesar 800:5:1 (Deublein &

Steinhauser, 2008), hal ini yang menyebabkan material organik pada sampel langsung didegradasi yang

ditunjukkan dengan adanya penurunan nilai COD Cr, langsung secara drastis dibanding sampel lain.

Sedangkan pada sampel dengan penambahan enzim papain, nilai COD Cr naik akibat adanya tambahan

material organik berupa gula dari enzim papain yang mengakibatkan perbandingan COD:N:P berubah

dan menghasilkan kadar CODCr  pada hari ke-40 lebih tinggi dari sampel tanpa enzim.

KESIMPULAN

1.  Volume biogas yang dihasilkan oleh variabel dengan penambahan enzim papain menghasilkan total

volume biogas yang lebih banyak dibanding variabel tanpa enzim karena enzim papain membantu

mempercepat proses hidrolisis bahan organik sehingga biogas yang terbentuk semakin cepat dan

semakin banyak.

2.  Volume gas metana yang dihasilkan oleh variabel dengan penambahan enzim papain menghasilkan total

volume gas metana yang lebih banyak disbanding variabel tanpa enzim karena tahapan hidrolisis lebihcepat tercapai yang berakibat pada semakin banyak senyawa asam yang terbentuk pada rentang waktu

yang sama dan menyebabkan metan yang dihasilkan semakin banyak juga.

3. 

Penurunan CODCr  pada variabel tanpa penambahan enzim papain terjadi lebih cepat dibanding variabel

dengan penambahan enzim papain karena pemenuhan COD:N:P pada variabel tanpa enzim sudah dalam

keadaan optimal 800:5:1 sementara pada variabel dengan enzim terjadi kenaikan CODCr  karena materi

organik substrat bertambah akibat adanya kandungan gula dalam enzim papain yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

A, D., & P.E., B. (2001). Dairy Waste Anaerobic Digestion Handbook.

Al Seadi, T., Rutz, D., Prassl, H., Kottner, M., Finsterwalder, T., Volk, S., & Janssen, R. (2008).  Biogas

 Handbook . Ebsjerg, Denmark: University of Southern Denmark Esbjerg.

Braia, M., Ferrero, M., Rocha, M. V., Loureiro, D., Tubio, G., & Romanini, D. (2013). Bioseparation of papain from Carica papaya latex by precipitation of papain  –   poly ( vinyl sulfonate ) complexes.

 Protein Expression and Purification, 91(1), 91 – 95. doi:10.1016/j.pep.2013.07.008

Chotimah, S. N., & Mahajoeno, E. (2011). Producing Of Biogas From Food Waste With Substrate

Temperature And Variation In Anaerob Biodigester,  III (3).

Deublein, D., & Steinhauser, A. (2008). Biogas From Waste and Renewable Resources. Wiley-VCH Verlag

GmbH&Co.KGaA.

Fatoni, A., & Lestari, P. (2008). Isolasi dan Karakterisasi Protease Ekstraseluler dari Bakteri dalam Limbah

Cair Tahu, 10(55), 83 – 88.

Goh, C., & Lim, P. (2008). Potassium Permanganate as Oxidant in The COD Test for Saline Water

Samples. AJSTD, 25(2), 383 – 393.

Himonides, A. T., Taylor, A. K. D., & Morris, A. J. (2011). A Study of the Enzymatic Hydrolysis of Fish

Frames Using Model Systems, 2011(August), 575 – 585. doi:10.4236/fns.2011.26081

Horst, I., Parker, B. M., Dennis, J. S., Howe, C. J., Scott, S. A., & Smith, A. G. (2012). Treatment of

Phaeodactylum tricornutum cells with papain facilitates lipid extraction.  Journal of Biotechnology,162(1), 40 – 49. doi:10.1016/j.jbiotec.2012.06.033

Iswanto, K. N., Sudarminto, I., Sc, S. Y. M. A., Saparianti, E., & Mp, S. T. P. (2006). Kajian Zat Pengaktif

dan Suhu Pengeringan.

Jørgensen, P. J. (2009). Biogas - green energy. (A. B. Nielsen, Ed.). Aarhus university 2009.

Kafle, G. K., Bhattarai, S., Kim, S. H., & Chen, L. (2014). Effect of feed to microbe ratios on anaerobic

digestion of Chinese cabbage waste under mesophilic and thermophilic conditions : Biogas potential

and kinetic study. Journal of Environmental Management .

8/18/2019 Jurnal Eka Norfan

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-eka-norfan 9/9

Kurniawan, Lestari, S., & R.J, S. H. (2012). Hidrolisis Protein Tinta Cumi-cumi ( Loligo sp) Dengan Enzim

Papain, 1, 41 – 54.

Kusumadjaja, A. P., & Dewi, R. P. (2005). Determination of Optimum Condition of Papain Enzyme from

Papaya Var Java ( Carica papaya ), 5(2), 147 – 151.

Lay, C.-H., Sen, B., Huang, S.-C., Chen, C.-C., & Lin, C.-Y. (2013). Sustainable bioenergy production

from tofu-processing wastewater by anaerobic hydrogen fermentation for onsite energy recovery.

 Renewable Energy, 58, 60 – 67. doi:10.1016/j.renene.2013.03.011

Li, L., Hongwei, J., Ying, L., & Huizhen, L. (2005). Chemical Oxygen Demand of Seawater Determined

with a Microwave Heating Method. Journal of Osean University of China, 4(2), 152 – 156.

Liya, Z., Cui, W., Yanjun, J., & Jing, G. A. O. (2013). Immobilization of Papain in Biosilica Matrix and Its

Catalytic Property. Chinese Journal of Chemical Engineering , 21(6), 670 – 675. doi:10.1016/S1004-

9541(13)60528-5

Llerena-suster, C. R., José, C., Collins, S. E., Briand, L. E., & Morcelle, S. R. (2012). Investigation of the

structure and proteolytic activity of papain in aqueous miscible organic media.  Process Biochemistry,

47 (1), 47 – 56. doi:10.1016/j.procbio.2011.10.003

Ratnani, R. D., Hartati, I., & Kurniasari, L. (2010).  Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes)

Untuk Menurunkan Kandungan COD (Chemical Oxygen Demand), pH, Bau, dan Warna pada

 Limbah cair Tahu. Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Rosdianti, I. (2008). Dalam Produksi Hidrolisat Protein. Institut Pertanian Bogor.

Sasse, L. (1988). Biogas Plants by Ludwig Sasse.

Singh, D., & Singh, R. (2012). Papain incorporated chitin dressings for wound debridement sterilized bygamma radiation.  Radiation Physics and Chemistry, 81(11), 1781 – 1785.

doi:10.1016/j.radphyschem.2012.06.010

Siska, N., & Siallagan, R. (2010).  Pengaruh waktu tinggal dan komposisi bahan baku pada proses

 fermentasi limbah cair industri tahu terhadap produksi biogas tesis. Universitas Medan Sumatera

Utara.

Subekti, S. (2011). Pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas sebagai bahan bakar alternatif, (1), 61 – 66.

Sumardiono, S., Syaichurrozi, I., & Sasongko, S. B. (2013). The Effect of COD / N Ratios and pH Control

to Biogas Production from Vinasse, 3(4), 401 – 413.

Sunarso, Johari, S., Widiasa, I. N., & Budiyono. (2010). The Effect of Feed to Inoculums Ratio on Biogas

Production Rate from Cattle Manure Using Rumen Fluid as Inoculums.  International Journal of

Science and Engineering , 1(2), 41 – 45.

Wang, M., Jia, C., Qi, W., Yu, Q., Peng, X., Su, R., & He, Z. (2011). Bioresource Technology Porous-

CLEAs of papain : Application to enzymatic hydrolysis of macromolecules.  Bioresource Technology,102(3), 3541 – 3545. doi:10.1016/j.biortech.2010.08.120

Yao, J., Lin, C., Tao, T., & Lin, F. (2013). Colloids and Surfaces B : Biointerfaces The effect of various

concentrations of papain on the properties and hydrolytic rates of ␤  -casein layers. Colloids and

Surfaces B: Biointerfaces, 101, 272 – 279. doi:10.1016/j.colsurfb.2012.06.030

Zupan, G. D., & Grilc, V. (2007). Anaerobic Treatment and Biogas Production from Organic Waste, 2.