jurnal epigenetik.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal adhd, epigenetik dan fenotip

Citation preview

Epigenetik pada gangguan perkembangan : ADHD dan EndofenotipAbstrak

Heterogenitas pada gangguan atensi/ gangguan hiperaktif (ADHD) dengan operasional interaktif-kompleks dari genetik dan faktor lingkungan , diekspresikan dalam gejala-gejala gangguan yang bervariasi ; keparahan, gejala komorbid, efek gen pada fenotip. Perkembangan syaraf mempengaruhi cetakan genom untuk variasi struktur fisiologis yang mengatur kemampuan kognitif, afektif dan domain patofisiologi dari ADHD. Kontribusi relatif dari faktor genetik dan lingkungan secara cepat mendukung bertambahnya pemahaman terhadap berkembangnya kondisi tersebut, baik secara struktural dan fungsional. Pengaruh orangtua asal tampaknya mendukung dugaan bahwa resiko genetik untuk proses munculan pertama penyakit sering berinteraksi dengan lingkungan sosial, contoh; lingkungan keluarga saat bayi dan anak-anak, dugaan endofenotip sebagai penanda dasar untuk awal penyakit bisa memudahkan deteksi dari resiko genetik relatif hingga gangguan klinis yang kompleks. Hubungan genetik sederhana terbukti tidak cukup dalam menjelaskan spektrum ADHD. Pada level dasar analisis, dinilai pertimbangan pengaturan epigenetik dari mekanisme sinyal otak, dopamin, serotonin dan noradrenalin itu dinilai. Faktor neurotropik juga berperan dalam neurogenesis, pertahanan, dan penjagaan fungsi dari sistem syaraf dan berdampak terhadap predisposisi genetik ADHD, tetapi tidak nyata, baik dalam efek yang sederhana atau akibat langsung. Dalam konteks intervensi, studi hubungan genetik intervensi farmakologis ADHD sudah dibuktikan bahwa asosiasinya sesuai dengan fenotip respon obat, dibandingkan dengan diagnosis penyakit. Meskipun masih terdapat pertentangan bukti ada atau tidaknya hubungan genetik antara diagnosis penyakit dan gen yang mengatur struktur dan fungsi dari neurotransmiter dan faktor neurotropik otak (BDNF), hubungan antara gejala-profil endofenotip dan polimorfik nukleotida tunggal tampak memuaskan.

Pendahuluan

Defisit atensi/ gangguan hiperaktif (ADHD) dibedakan oleh beberapa aspek heterogen yang tinggi. Ini disebabkan oleh banyak interaksi neurobiologikal dan faktor lingkungan yang dioperasikan dalam aturan yang kompleks. Akibat interaksi multipel gen dengan lingkungan dan antar masing-masingnya melalui mekanisme kompleks , misal heterogenitas genetik atau poligenetik dengan variasi fenotip menyumbang perbedaan penanda individual dalam manifestasinya, keparahan dan ko-morbiditas dari gejala neuropsikiatrik dan gangguan perkembangan (1-3). Heterogenitas genetik, alel atau lokus, adalah suatu fenomena dimana suatu fenotip tunggal atau gangguan genetik bisa disebabkan oleh salah satu dari mutasi banyak alel atau non-alel, secara independen, bandingkan pada pleiotropy dengan jalan gen tunggal bisa menyebabkan ekspresi fenotip multipel atau kekacauan [4]. Poligenitas merujuk pada efek oleh perbedaan kontribusi gen terhadap fenotip dalam tingkah laku yang ditampilkan dengan tanpa efek gen utama atau pengaruh dari banyak gen pada suatu ciri bawaan, misalnya tampilan gen dalam sensitasi obat, putus obat, metabolisme obat dan ko-morbid [5-6]. Warisan dari kedua orangtua dalam sindrom anak hiperaktif disebutkan sebagai bukti dari poligenitas hampir 4 dekade yang lalu. Sangat luasnya heterogenitas pada ADHD dengan akibat etiologi yang kompleks yang diekspresikan dalam varietas genetik, fungsi dan domain biomarker. Heterogenitas klinis adalah akibat dari seringnya asosiasi dengan perbedaan ko-morbid dan disregulasi pada psikososial dan dungsi operasional. Interkasi gen-lingkungan, dasar epigenetik, bisa merubah ekspresi latarbelakang genetik individual oleh pengukuhan yang lainnya atau melemahkan efek gen pada fenotip dengan hubungan partikular dalam psikopatologi .

Pennington et al, meninjau bukti dari interaksi gen-lingkungan, dalam jalur bersebrangan, pada ADHD dan ketidakmampuan membaca ( stress diastesis dalam pembentukan dan bioekologikal terakhir ). Mekanisme epigenetik yang berkontribusi untuk beberapa penyakit neuropsikiatrik [10] dan sebelumnya dibandingkan stabil dan kondisi irreversibel, tampak dinamis dan reversibel, bahkan pada perbedaan penuh dari sel-sel syaraf [11-13].

Steinhausen[14] telah meninjau aspek penting dari gangguan ini menyinggung terhadap ; (a) Domain etiologi terpilih yang melibatkan gen berpengaruh, regio otak dan fungsi pada interaksi faktor penyebab, dan (b) Heterogenitas klinis mencakup dalam ko-morbid, pengaruh gender, dan intervensi-hasil. Melihat interaksi genotip dengan faktor psikososial, identifikasi mekanisme lingkungan dan kombinasi gen yang mana dibatasi oleh kekurangan penanda sebelumnya yang diteliti[15].

Wong et al [16] mengukur secara kuantitatif metylasi DNA melewati regio promoter dari dopamin reseptor 4 gen (DRD4), transporter serotonin gen (SLCGA4/SERT) dan gen x-linked monoamine oxidase A (MA)A) melalui penggunaan DNA sampel pada 46 MZ twin-pairs dan 45 DZ twin-pairs (total n=182) pada umur 5 dan 10 tahun. Data memberi kesan perbedaan metylasi DNA jelas pada awal kanak-kanak, bahkan antara individu yang identik secara genetik dan perbedaan individual pada metylasi adalah tidak stabil selamanya. Studi longitudinal-developmental ini memberi kesan bahwa pengaruh lingkungan adalah faktor penting yang diperhitungkan untuk inter-individual perbedaan metylasi DNA dan bahwa pengaruh-pengaruh ini berbeda melintasi jalur genomik [tapi lihat juga 17].

Epigenetik, diwariskan perubahan pada fenotip atau ekspresi gen disebabkan mekanisme lainnya daripada perubahan mendasar sequensi DNA (melibatkan modifikasi dari aktivasi gen utama, tetapi bukan struktur dasar DNA), dilibatkan pada perkembangan awal dari gangguan tidak bisa berkomunikasi kronis [18,19]. 5-metyl cystosine dengan aturannya dalam mengontrol ekspresi gen dan pola metylasi didukung oleh banyak data bahwa metylasi adalah asosiasi kuat dengan pembungkaman gen dalam varietas konteks biological, peran cromatin dan modifikasi histone dan pengaruh regulasi RNAs [20,21]. Regulasi epigenetik dapat dimediasi oleh metylasi DNA, perubahan fisik hingga struktur cromatin dan tingkah laku dari molekul siRNA [ cf(22)]. Antara tahap embrio dan dewasa, beberapa lonjakan perkembangan terjadi pada otak selama aktivitas dan nutrisi yang baik memudahkan kapasitas sempurna otak untuk synaptogenesis dan neurogenesis. Malnutrisi dan kesengsaraan mendasarai " pertukaran gen " sepanjang hidup, gen bertukar adalah positif dengan hubungan sosial adekuat dan nutrisi buruk. Ditandai pengaruh perkembangan syaraf pada cetakan genomik membuat variasi struktural-fungsional pada afek kognisi, emosi, dan patofisiologi ADHD(contoh , [24]). Meskipun, tidak terkira banyaknya studi asosiasi gen dilakukan untuk suatu jumlah bukti yang banyak untuk multi-keterkaitan neurotansmitter-neurotransmitter dan enzim metabolik (contoh, monoamin oxidase [MAO] atau triptopan hidroksilase [TPH] dalam predisposisi genetik pada penyakit ini, hasil yang bertikai, terkait dengan gagalnya mendapatkan asosiasi, meluas [25-27].

Pengaruh Lingkungan

Kontribusi cercaan lingkungan yang merugikan berpotensi resiko tinggi terhadap anak-anak dan gangguan siklus kehidupan sudah diperlihatkan secara luas [28-32]. Waktu pengenalan dari cercaan , contohnya prenatal, ini bagian penting [33-35]. Kerugian selama periode bencana yang disebabkan oleh perang dan atau penyakit juga menyumbang faktor kejahatan yang berulang [36]. Stres prenatal dan postnatal dapat memicu efek buruk pada perkembangan otak yang diekspresikan pada kognitif, motorik dan domain emosi selama kanak-kanak, remaja dan dewasa [37-39]. Sebagai contoh, stres maternal prenatal menginduksi perubahan pada tingkah laku dari keturunan mereka melalui meningkatnya kortikotropin- releasing hormon dan sebagai akibat gangguan fungsi normal axis hipotalamus-hipofisis-adrenal [40.41]. Harus dicatat bahwa perubahan axis HPA berdampak pada variasi gangguan postnatal serta kerja glukokortikoid adrenal [42,43]. Retardasi perkemabanga intrauterin (IUGR) dapat mengulang dari awal secara permanen kerja axis HPA [44,45], pemprograman kembali yang mana dapat melibatkan perubahan ekspresi menetap dari reseptor glukokotikoid hipokampus (hpGR) ; disregulasi pada tahapan ini dihubungkan dengan meningktanya reaktivitas axis (cf. [46]). Paparan lingkungan pada suatu agen varietas yang luas, mengacaukan secara karakter, didapatkan melibatkan proses epigenetik dimana mempengaruhi jalur perkembangan yang mengganggu tingkah laku secara umum [48-53]. Keadaan epigenetik dari suatu organisme (atau "epigenom") memasukkan gambaran kompleks dan peristiwa molekuler plastik yang dapat mendasari hilangnya hubungan yang mengintegrasikan genotip dengan fenotip [54]. Melalui metylasi DNA, modifikasi histon, dan regulasi kecil RNAs, epigenom secara sistematis mengontrol ekspresi gen selama proses perkembangan, di rahim dan diluar rahim. Studi pada hewan percobaan sudah dilakukan, bahwa induksi dan stabilitas dari menginduksi perubahan pada fenotip keturunan melibatkan epigenetik yang diwariskan diregulasi oleh metylasi DNA dan modifikasi histon kovalen. Pada waktunya, kesempatan meningkat untuk induksi dari resiko yang lainnya dari penyakit non-komunikan pada manusia dengan variasi pada kualitas lingkungan awalnya. Burdge dan Lillycorp [55] memperlihatakan bahwa perubahan epigenetik merupakan gen yang sangat spesifik dan berfungsi pada level individual CpG dinukleuotida-dinukleotida. Ini terlihat melalui intervensi penerapan suplementasi asam folat atau donor metyl selama kehamilan, atau asam folat sesudah menyusui, yang merubah fenotip dan epigenotip diinduksi oleh diet ibu yang dibatasi saat mengandung. Lokasi CpG adalah di regio DNA dimana terdapat ada nukleotida cytosin di samping neukleotida guanin di sepanjang dasar garis lurus sequens. CpG adalah lengan pendek untuk CphosphateG, demikianlah, cytosin dan guanin dipisahkan oleh suatu fosfat, yang menghubungkan dua nukleotida dalam DNA. Notasi "CpG" berfungsi membedakan sequens garis lurus ini dari CG base-pairing dari cytosin dan guanin (contoh, [56]). Melalui epigenetik, metylasi dari cytosin disekitar sebuah gen dapat mematikan gen. Burdge dan Lillycrop [55] menggambarkan mekanisme yang mendasari awal kehidupan asal dari penyakit dan untuk menempatkan studi ini dalam sebuah hidup yang lebih luas- konteks pembelajaran (lihat juga [57,58]). Epialel metastabil, sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti diet, melalui perubahan molekuler, sekali didapatkan, ada gejala sisa untuk kehidupan individu tersebut kedepannya [59]. Modifikasi ini merupakan epigenetik, dan pada beberapa kasus mereka bisa bertahan dalam beberapa generasi, demikianlah, melalui miosis. Ini memasukkan transgenerasi warisan epigenetik. Gen- gen epialel metastabil bervariasi diekspresikan dalam individu identik secara genetik terkait dengan modifikasi epigenetik ditegakkan semenjak awal perkembangan [60]. Nutrisi ibu dan lingkungan telah menunjukkan pengaruh pada pola metylasi epialel metastabil dan fenotip subsequens dewasa. Dolinoy et al [61] mengobservasi varibel pola histon pada 5' long-terminal-repeat (LTR) dari murine-viable-yellow- Agouti (A(vy)) epialel metastabil. Meninjau regio yang terdiri dari 6 lokasi CpG, dimana merupakan variasi metylasi pada turunan isogenic A (vy/a). Mencit kuning, yang dihipometylasi pada A(vy)LTR dan memperlihatkan ekspresi ektopik konstitutif dari Agouti (a), tampilannya juga memperkaya H3 dan H4 di-acetilasi. Mencit pseudoagouti, yang A(vy) hipermetylasi, dipertimbangkan untuk ekpresi ektopik yang diam, tampilan memperkaya dari H4K20 tri-metylasi. Bernal dan Jirtle [62] menemukan penggunaan mencit model Agouti kuning yang hidup (A(vy)) , diet BPA telah menunjukkam hipometylasi kedua-dua A(vy)) dan Cabp (IAP) epialel metastabil. Efek hipometylasi ini dicegah dengan diet suplemen dari donor metyl atau genistein. Epigenom menampilkan sistem reaktif dengan kelabilan membiarkan penerimaan dan respon terhadap kekacauan lingkungan, dengan demikian menjamin pertahanan sebelum pertumbuhan fetus.Lingkungan yang merugikan dapat terjadi melalui pengaruh genotoksik dan epigenotoksik mungkin memaksakan melalui efek genotoksik dan epigenotoxic pada genom populasi. Sifat gen yang mudah dipengaruhi ini dapat menyebabkan modifikasi epigenetik yang menyimpang, yang bertahan hingga kehidupan selanjutnya dan memicu beberapa kondisi penyakit. Mereka cenderung berfikir bahwa epigenotoksisitas dapat menyebabkan berbagai gangguan perkembangan, metabolik dan tingkah laku pada populasi yang terpapar, di mana sifat perubahan epigenetik juga dapat meningkatkan risiko pewarisan fenotip secara transgenerasi. Bell et al. [63] telah meneliti interaksi genotop-epigenotip dalam konteks diabetes tipe 2 (T2D), berfokus pada bagian genom yang dikenal rentan. Mereka mengidentifikasi peningkatan metilasi DNA pada haplotipe rentan obesitas FTO, ditandai oleh risiko rs8050136 alel A (p = 9.40 10 (-4), permutasi p = 1,0 10 (-3)). Secara keseluruhan, hasil ini menampilkan integrasi asosiasi genom SNP dan data metilasi epigenom DNA dapat mengidentifikasi interaksi genotipe-epigenotype potensial pada lokus terkait penyakit. Singkatnya, pengaruh lingkungan mungkin merugikan (atas) atau jinak (misalnya peran latihan fisik) dalam membahas epigenetika gangguan perkembangan, seperti ADHD, dilakukan usaha untuk mencari hubungan antara lingkungan yang merugikan dan konfigurasi genetik dengan endofenotip (gejala gangguan) dibanding diagnosisnya sendiri

Epigenetik pada ADHD

Dalam etiopathogenesis ADHD, cercaan lingkungan yang berkontribusi terhadap risiko yang merugikan telah banyak didokumentasikan. Analisis kejadian, termasuk penelitian meta-analisis, menunjukkan bahwa prevalensi ADHD di seluruh dunia mungkin menjadi lebih dari 5% [68-70], dengan biaya sosial astronomi dan ekonomi [71]. Gustafsson dan Kallen [72] melaporkan bahwa hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan bahwa ADHD adalah bermakna dikaitkan dengan beberapa faktor lingkungan: usia ibu muda, ibu merokok, tempat lahir maternal di Swedia dan lahir preterm < beberapa minggu, dan juga predominan laki-laki.Wallis et al.telah meninjau beberapa barang yang diperlukan untuk mempertimbangkan ADHD genetic.. ini mencakup : a. keterlibatan yang kompleks b) bukti komponen genetic utama, c) bukti bahwa disana hanya ada sedikit gen dengan efek yang besar, d) pengenalan kandidat gen terbaik dan, e) gambaran interaksi lingkungan-gen, atau dasar esensial epigenetic. Sebagai spesifisitas (atau kekurangan) gen, efek fenotip dan factor resiko yang dibuka. Itu akan ditemukan bahwa gagasan ini keduanya di verifikasi dan bertentangan. Bagaimanapun, wilayah kromosomal yang berisi lokus predisposisi ADHD yang potensial, beberapa tumpang tindah pada dua atau lebih studi, termasuk 5p, 6q, 7p, 11q, 12q, dan 17p, telah di identifikasi berdasarkan studi hubungan keluarga. Asosiasi ADHD mengkonfirmasi beberapa kandidat gen , e.g., DAT1, DRD4, SNAP5, 5HTT, HTR1B, dan DBH, telah dilaporkan beberapa tahun yang lalu, tapi juga dilihat. Contohnya, Forero et al. melakukan studi meta-analisis yang ditujukan untuk delapan varian umum di lima gen kandidat atas, semua terlibat dalam transmisi sinaptik dan plastisitas, untuk ADHD (yang diturunkan otak faktor neurotropik [BDNF], HTR1B, SLC6A2, SLC6A4, dan SNAP25). Mereka mengamati hubungan yang lemah tapi signifikan dengan SNP yang terletak di 3 'UTR daerah dari SNAP25 gen (synaptosomal terkait protein 25, rs3746544, T alel). Pada sinapsis glutamatergic SNAP-25 menurunkan respon Ca2+.

Perkembangan, gangguan ini ditandai dengan perilaku hiperaktif, gangguan atensi dan konsentrasi, dan impulsif, dan hanya ada pemahaman dasar tentang etiologi. Namun demikian, kontribusi relatif dari faktor genetik dan lingkungan memberikan pertumbuhan wawasan cepat ke dalam kondisi lintasan perkembangan, baik secara struktural maupun fungsional. Cook dkk. menggambarkan hubungan genetik antara ADHD dan 10 alel ulang dari sejumlah variabel tandem repeat (VNTR) polimorfisme dalam wilayah 3'-diterjemahkan dari gen transporter dopamin (DAT1: SLC6A3). Faktor epigenetik menyediakan segudang kemungkinan kerentanan gangguan mengenai spektrum yang luas dari kondisi neuropsikiatri, termasuk ADHD. Mill dan Petronis telah menggambarkan hubungan antara perkembangan awal dan ADHD yang muncul dari dysregulations epigenetik. Mereka mengusulkan bahwa penjelasan mengenai proses hubungan patogen lingkungan khusus untuk gangguan ekspresi akhirnya akan mengungkap jalan untuk intervensi pencegahan dan terapi. Das dkk. telah mempelajari interaksi antara sepuluh polimorfisme fungsional dalam DRD4, DAT1, MAOA, COMT, dan DBH gen dieksplorasi dalam populasi Indo-Caucasoid. Analisis kasus-kontrol menunjukkan kejadian lebih tinggi pada DAT1 intron 8 VNTR 5R alel dalam kasus, penularan preferensial signifikan dari 7R-T (DRD4 exon3 VNTR-rs1800955) dan 3R-T (MAOA-u VNTR-rs6323) haplotipe diperoleh dari orang tua untuk probands. Analisis interaksi gen-gen mengungkapkan efek aditif signifikan DBH rs1108580 dan DRD4 rs1800955 dengan efek utama yang signifikan dari DRD4 exon3 VNTR, DAT1 3'UTR dan intron 8 VNTR, MAOA u-VNTR, rs6323, COMT rs4680, rs362204, DBH rs1611115 dan rs1108580, sehingga menunjuk ke arah hubungan yang kuat petanda ADHD. Korelasi di antara varian gen, skor ADHD tinggi, dan aktivitas enzimatik DBH rendah sudah diketahui juga, terutama di probands laki-laki.

Studi hubungan pada ADHD menawarkan data yang bertentangan. Kebir dkk. mengidentifikasi 29 studi yang menguji 10 gen (DRD4, DAT1, COMT, DBH, MAOA, DRD5, ADRA2A, GRIN2A, BDNF, TPH2) dalam kaitannya dengan sifat neuropsikologis (endophenotypes) yang relevan untuk ADHD, dalam hal ini dengan kesulitan yang melibatkan Kinerja variabel uji Kontinyu. Hasilnya mereka yang paling konsisten melibatkan hubungan tingginya waktu reaksi variabilitas dengan alel 7-ulang kekurangan khusus untuk ADHD, dan homozigositas 10-ulang.

Para penulis menguraikan beberapa isu metodologi dan kesimpulan yang dapat diandalkan. Ini termasuk kesalahan pengukuran, perubahan perkembangan dalam kemampuan kognitif, jenis kelamin, efek psikostimulan, dan adanya penyakit penyerta. Namun demikian, Brookes dkk. telah menunjukkan hubungan antara ADHD dan alel 6 dari VNTR dipetakan ke intron 8, daerah DNA dalam gen yang tidak diterjemahkan ke dalam protein, dari DAT1. Bagian intron Non-coding ditranskripsi untuk mRNA prekursor (pre-mRNA) dan beberapa RNA lain (seperti RNA noncoding panjang), dan kemudian dihapus oleh proses yang disebut splicing selama pengolahan RNA matang. Setelah intron splicing (yaitu, penghapusan), mRNA hanya terdiri dari ekson diturunkan berurutan, yang diterjemahkan ke dalam protein. Studi-studi lain telah menyajikan hasil konfirmasi yang lebih-atau-kurang.

Pengaruh Orangtua Asal

Dalam cahaya keluarga, adopsi, dan studi kembar, jelas bahwa sejumlah mekanisme genetik yang terlibat, salah satunya adalah menanamkan genom. Transmisi kelainan telah terbukti tergantung pada jenis kelamin orangtua dari siapa mereka diwariskan. Penanaman Genomic dapat terjadi oleh salah satu orang tua "menandai" sebuah gen oleh metilasi DNA, melalui penambahan karbon (kelompok metil) ke basis DNA, untuk menunjukkan bagaimana gen mereka digunakan. Efek utama orangtua menawarkan gagasan umum yang menggambarkan dua fenomena yang berbeda: efek utama orangtua pada transkripsi dan efek utama orangtua pada tingkat mutasi. Sumber Efek pada orangtua pada transkripsi, atau pencetakan genomik, hasil dari modifikasi epigenetik dari genom, pada gilirannya, menghasilkan transkripsi yang tidak merata alel orangtua. Dalam gen yang dicetak, satu alel dibungkam menurut asal orang tua nya, dan sifat-sifat yang dicetak, pada gilirannya, diturunkan menurut garis ibu atau ayah. Dalam sebuah studi tentang asal efek orangtua pada ADHD, Goos dkk. menyelidiki 60 anak-anak dengan riwayat ibu ADHD dan 131 anak-anak dengan ayah riwayat ADHD. Anak-anak dibandingkan pada tiga domain yang memiliki bukti sebelum menyarankan asal efek orangtua mungkin ada: gejala inti, perilaku yang mengganggu, dan depresi. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok dengan riwayat ibu menerima peringkat yang lebih tinggi dari gangguan perilaku (ADHD, gangguan perilaku [CD], dan gejala oposisi) dibandingkan kelompok yang ayah puya riwayat. Mereka juga mengamati efek asal orangtua untuk depresi, dengan hanya ayah yang punya riwayat rating grup sendiri secara signifikan lebih depresi daripada anak-anak dimana hanya ibu yang memiliki riwayat, khususnya anak perempuan. Menurut perhitungan mereka, transmisi paternal tinggi, relatif terhadap ibu, pencetakan genomik tersirat, dan interaksi dengan proband seks menunjukkan keterlibatan kromosom seks atau faktor fisiologis atau factor hormonal tertentu. Ada mengumpulkan dukungan untuk gagasan bahwa risiko genetik untuk gangguan neuropsikiatri sering berinteraksi dengan lingkungan sosial, lingkungan orangtua pada bayi dan anak-anak. Dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang interaksi gen-lingkungan yang melibatkan pengasuhan anak sejak dini, Lahey dkk.menguji interaksi antara orangtua ibu dan polimorfisme VNTR di 3 'daerah belum diterjemahkan dari gen transporter dopamin anak-anak. Sebuah studi longitudinal 9 tahun pada anak-anak 4-6-tahun memenuhi kriteria untuk ADHD dan kontrol demografi dilakukan. Para peneliti memperoleh hubungan terbalik yang signifikan antara tingkat pola asuh positif dan negatif pada usia 4-6 tahun dan jumlah gejala selanjutnya dari CD, tetapi terutama diantara anak-anak dengan dua salinan alel 9-pengulangan VNTR tersebut.

Efek asal orang tua dan risiko ADHD telah diteliti dengan banyak perhatian detail,. meskipun di sini juga bukti bertentangan. Hawi et al. meneliti efek asal-orangtua di DAT1 (ayah selama transmisi ADHD terkait alel) dalam tiga sampel independen yang terdiri dari Irlandia Contoh 1 (178 ADHD keluarga inti), Irlandia Contoh 2 (52 trio dalam sampel 108 keluarga inti anak-anak dengan ADHD), dan Sampel Inggris (63 trio orangtua-proband dan 44 Duos ibu-anak), menyediakan total 1248 ADHD pada keluarga inti. Mereka telah melaporkan transmisi alel ayah berisiko pada beberapa gen ADHD terkait. Sebuah gambar sampel memberikan dukungan yang kuat untuk efek asal orangtua alel 6 dan 10 alel ulang (intron 8 dan 3'UTR VNTR, masing-masing). Temuan mereka memberikan dukungan bagi fenomena -transmisi berlebihan alel ayah berisiko DAT. Hawi dkk. melaporkan sistematis atas transmisi alel paternal berlebihan pada kandidat gen yang berhubungan dengan ADHD. Untuk gen sembilan dimasukkan dalam analisis mereka, secara keseluruhan rasio rintangan untuk transmisi paternal adalah 2, dibandingkan dengan 1,3 untuk transmisi ibu (ayah vs ibu chi 2 = 9,6, p = 0,0019). Disimpulkan bahwa penularan kepada peserta perempuan dari salah satu orangtua, secara signifikan lebih kuat daripada laki-laki. Meskipun demikian, efek transmisi paternal berlebihan telah didokumentasikan.

Gagasan endophenotypes yang menandai kewajiban yang mendasari gangguan kejiwaan dapat memfasilitasi deteksi risiko relatif genetik terhadap gangguan klinis yang kompleks, seperti ADHD, dan respon motorik menghambat menawarkan calon endophenotype utama dalam ADHD. Gejala perilaku tertentu dapat dicirikan sebagai fenotipe yang stabil dengan koneksi genetik yang jelas: diwariskan, gangguan tergantung negara dimana endophenotype dan penyakit dipisahkan dalam keluarga. Misalnya, saudara ADHD probands, sementara tidak mengekspresikan perilaku gangguan, saat ini defisit ADHD terkait dalam penghambatan respon. Goos dkk. Studi Variasi dalam kontrol penghambat dan diferensial variasi sebagai fungsi seks orangtua pada anak-anak dengan ADHD, saudara tidak terpengaruh, dan orang tua biologis mereka dengan menerapkan beberapa kriteria validitas untuk kontrol penghambatan sebagai endophenotype, termasuk kepekaan terhadap gangguan dan kehadiran pada pengaruh relatif. Mereka memperoleh defisit kontrol penghambat pada anak-anak dengan ADHD sebaik orang tua mereka, terlepas dari keparahan gejala di kedua generasi: kemampuan mengendalikan penghambatan pada anak-anak secara signifikan diprediksi oleh kemampuan orangtua mereka, terutama ayah mereka. Mereka menyimpulkan bahwa defisit kontrol inhibisi merupakan penanda kognitif risiko genetik ditularkan oleh orang tua dan keturunan dan bahwa endophenotype berkaitan ke diferensial kontribusi orangtua terhadap risiko ini. Pengamatan ini konsisten dengan temuan dari efek asal-orangtua dalam transmisi alel berisiko tertentu diamati dalam analisis molekuler. Wood and Neale. menjelaskan kegunaan studi kembar sebagai alat penelitian yang penting dalam pengembangan endophenotypes, didefinisikan sebagai alternatif, lebih tinggi sifat diwariskan yang bertindak pada tahap awal dari jalur gen terhadap perilaku.

Hill dkk. menunjukkan bahwa intron 8 VNTR adalah varian fungsional ADHD dengan alel rentan memiliki aktivitas berkurang (lihat juga). Joober dkk. mempresentasikan temuan yang mendukung peran untuk DAT gen 3'-UTR VNTR polimorfisme dalam modulasi respon beberapa dimensi perilaku pada methylphenidate pada anak-anak dengan ADHD. Selanjutnya, menyelidiki keterlibatan Golf gen GNAL dalam ADHD, Laurin dkk. mempelajari pola pewarisan polimorfisme 12 GNAL pada 258 keluarga inti dipastikan melalui proband dengan ADHD (melibatkan 311 anak-anak yang terkena dampak). G8-seperti subunit Golf dinyatakan dalam daerah otak D1-rich melibatkan reseptor mediasi D1 dan D5 aktivasi adenil siklase. Kategori Analisis mereka pada alel penanda individu diperagakan bias transmisi satu polimorfisme di GNAL intron 3 (rs2161961) yang dikaitkan dengan kurangnya perhatian dan hiperaktif / impulsif. Mereka juga menemukan efek ibu yang kuat dengan transmisi preferensial alel ibu untuk rs2161961A dan rs8098539A.

Neurotransmitters

Gen Pengatur Dopamin pada ADHD

Awal merugikan trauma stres lingkungan yang terlibat dalam ADHD atas batas-batas nasional. Perampasan dalam kondisi sosial dan lingkungan dapat mengusik pola seluler awal neurodevelopment yang dimanifestasikan sebagai ekspresi gangguan di kemudian hari, dengan aspek ADHD berasal dari perampasan awal. Faktor epigenetik telah menggejala baik dopamin dan serotonin dalam gejala ADHD, perilaku impulsif khususnya. Misalnya, varian gen fungsional dalam transporter serotonin gen-terkait daerah polimorfik 5-HTTLPR yang terlibat dalam mekanisme saraf gangguan yang berkaitan dengan kontrol impulsif. Selain itu, studi kandidat gen pada anak-anak ADHD memiliki fokus mendominasi pada sistem neurotransmitter monoaminergic dengan perhatian khusus pada dopamin dan fokus utama pada DAT1 dan gen reseptor dopamin DRDs. Kekurangan kelembagaan awal dengan ADHD sebagai hasil terbukti sangat beragam individu meskipun tingkat kesulitan. Risiko lingkungan Perinatal dimoderatori oleh faktor genetik dalam menentukan hasil. The DAT1 (SLC6A3) transportasi dan DRD4 gen reseptor yang terlibat dalam patofisiologi ADHD. Stevens et al.meneliti efek moderasi DRD4 dan DAT1 polimorfisme fungsional pada pengaruh deprivational mengikuti pelembagaan pada ADHD dalam studi longitudinal dengan peserta pada usia 6, 11, dan 15 tahun-usia. Jenis penelitian ini akan memastikan baik pembentukan yang tepat dari G E hipotesis, dan uji perkembangan G mekanisme E. Para peneliti mengamati bahwa institusi-perampasan awal sebagai faktor risiko ADHD dimoderatori oleh DAT1 tetapi tidak DRD4 genotipe. Efek ini muncul pertama di awal remaja dan berkeras ringan-remaja, yang merupakan periode akhir mereka analisis. Para penulis menyimpulkan bahwa hasil: (a) memberikan bukti untuk kesinambungan pembangunan di G E interaksi, (b) menjelaskan bagian dari heterogenitas dalam hasil ADHD menyusul kekurangan kelembagaan, dan (c) lebih berkontribusi terhadap pemahaman penentu lingkungan ADHD dalam pengaturan kelembagaan. Dalam perspektif yang lebih luas, temuan mereka memberikan gambaran penting dari lintasan perkembangan yang akan didefinisikan dalam gangguan perkembangan.

Menyusul laporan awal oleh Comings et al. Taq asosiasi alel A1 pada individu ADHD, dan sebagai Blum et al. telah meninjau, baik temuan positif dan negatif yang terkait dengan asosiasi diduga dari DRD2 alel A1 sebagai gen polimorfik link penting untuk ADHD dan perilaku terkait didokumentasikan (lihat juga). Bukti yang masuk akal untuk asosiasi ADHD berasal dari sejumlah penelitian. Misalnya, Sery dkk. diperoleh frekuensi genotipik dan alelik statistik berbeda dari DRD2 polimorfisme antara dua kelompok anak laki-laki yang mereka pelajari. Demikian pula, Kopeckova dkk. mengamati bahwa ADHD berisiko (a) dikaitkan dengan alel risiko dalam DRD2 gen, gen 5-HTT, dan gen DAT1, (b) diangkat pada homozigot untuk alel risiko dalam gen yang sama dan polimorfisme G444A dan C1603T di dopamin--hidroksilase (DBH), dan (c) meningkat dengan adanya alel DBH 444 A dan alel DBH 1603 T. Baru-baru ini, Paclt et al. mempelajari sampel dari 269 anak laki-laki ADHD dan kelompok kontrol dari 317 anak laki-laki. Hal ini diketahui bahwa lingkungan prenatal yang merugikan, misalnya, retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR), meningkatkan risiko untuk hasil perkembangan neurobehavioral yang negatif, mempengaruhi misalnya sekitar 10% dari semua bayi AS, ini merupakan faktor risiko yang diketahui untuk ADHD. Kekurangan gizi memberikan peluang penyakit lain berbagi ekspresi patofisiologi dengan gangguan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan impulsif. Dalam model tikus ADHD, Vucetic dkk.memberikan makanan yang dibatasi pada tikusdengan protein yang kurang (% protein 8,5) atau isocalorickontrol (18% protein) diet melalui kehamilan dan menyusui (sebuah model tikus yang tervalidasi dengan baik untuk IUGR), dan kemudian mempelajari ekspresi gen yang terikat dopamin, konten dopamin, dan perilaku pada dewasa. Keturunan yang IUGR menampilkan enam sampai delapan kali lipatoverekspresi genyang terikat dopamin (hidroksilase tirosin dan dopamin transporter) di daerah otak yang berhubungan dengan proses reward, yaitu di daerah tegmental ventral, nucleus accumbens, korteks prefrontal dan hipotalamus, serta peningkatan jumlah TH neuron-ir di daerah tegmental ventral dan peningkatan dopamin dalam korteks prefrontal. Ditemukan juga bahwa metilasi pada daerah promotor Cyclin- dependent kinase inhibitor 1C, pentinguntuk pengembanganneurondopaminergik, mengalami penurunan sebesar setengah dan ada dua yang dihasilkan untuk meningkatkan tujuh kali lipatekspresi di daerah otak.Pembatasan diet prenatal pada hewan menunjukkan endophenotypes mirip dengan gejala ADHD.

Variasi pada gen catechol-O-methyltransferase (COMT), yang mengkode untuk enzim, mempengaruhi fungsi di wilayah prefrontal lebih nyata dibandingkan wilayah lain. Gen COMT telah ditunjukkan untuk mempengaruhi ekspresi kognitif aktivitas dopaminergik prefrontal pada anak-anak dan remaja. Gen COMT telah dikaitkan dengan variasi fenotipik antara anak ADHD dengan Val / Val homozigot yang memiliki gejala gangguan perilaku, agresivitas, dan perilaku kriminal. Nobile et al. mempelajari asosiasi fungsional Val158Met COMT polimorfisme dan status sosial ekonomi dengan CD, oppositional defant disorder (ODD), dan ADHD dalamsampel populasi umum dari 575 pra-remaja Italia berusia 10 sampai 14 tahun. Mereka memperoleh interaksi COMT Status Sosial Ekonomi dengan masalah ADHD yang signifikan dan skor lebih tinggi pada antara anak-anak dengan Val / Val COMT genotipe dan status sosial ekonomi rendah.Ada hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi, ADHD, dan masalah CD.Dengan demikian, status sosial ekonomi muncul untuk memberikan faktor lingkungan yang penting. Dalam sebuah studi tentang efek interaksi gen-lingkungan pada gejala spektrum autisme pada anak-anak ADHD (usia 5 sampai17 tahun), Nijmeijer et al. menemukan bahwa genotip COMT Val / Val dihubungkan dengan ibu yang merokok selama kehamilan dengan meningkatnya stereotypy.

Pola metilasi DNA yang rusak pada pasangan kembar MZ remaja atau dewasa telah menunjukkan bahwa epigenome konstan selama kehidupan dalam menanggapi faktor stochastic dan lingkungan, tetapi pada masa bayi situasi tampak 'terkendali. Beberapa bentuk dari gangguan neuropsikiatri, seperti ADHD, konsisten dengan disregulasi epigenetik, termasuk kejanggalan dari kembar monozigot, onset pada usia tua, efek orangtua dan jenis kelamin, sertaperjalanan penyakit yang berfluktuasi telah memberikan pengertian yang mendalam mengenai epigenome dan perannya dalam pemeliharaan fungsi genom normal, serta etiopatogenesis penyakit. Ilott et al. telah melaporkan heritabilitas dan hubungan genetik antara alel risiko tertentu dan ekspresi gejala ADHD pada populasi kembar usia2 tahun menunjukkan bukti sederhana untuk DAT1 dan net1. Dalam rangka untuk memastikan tingkat aditif pengaruh variasi genetik pada gejala, Ilott dkk.mempelajari 312 pasang pada usia 2 dan 3 tahun. Ditemukan bahwa pada usia tersebut gejala ADHD sangat diwariskan (H2 =0,79 dan 0,78, masing-masing) tetapi dengan tingkat signifikan perubahan genetik padausia pertama dan kedua, menunjukkan pengaruh lingkungan yang tidak terlalu menonjol. Mereka juga memperoleh asosiasi pada DAT1 dan net1, dengan efek spesifik dari 5-HTT dan DRD4 pada usia tiga tahun.

Beberapa penelitian telah difokuskan pada asosiasi dopamin dan serotonin dengan kontrol impuls. Ha dkk. mengevaluasi pengaruh 5-HTTLPR dan reseptor dopamin D4 (DRD4) polimorfisme dan interaksi mereka dengan kinerja pada Iowa Gambling Task (IGT) di 159 subyek genotipe. Setelah mengontrol jenis kelamin, usia, dan impulsif, mereka mengamati tidak ada efek utama gen 5-HTTLPR dan DRD4 polimorfisme pada total skor IGT. Namun demikian, ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara gen 5-HTTLPR dan DRD4 pada total skor IGT. Dalam kehadiran 5 - HTTLPR S'S '(SS + SL (G) + L (G) L (G)), subjek dengan DRD4 2R + (2 ulangi carrier) memiliki skor total IGT lebih tinggi dibandingkan dengan DRD4 2R -. Sebaliknya, dalam ketiadaandari 5-HTTLPR S'S ', subyek dengan DRD4 2R-memiliki skor IGT total yang lebih tinggi dibandingkan dengan DRD4 2R +. Setelah pembagian skor IGT menjadi bagian pertama dan bagian kedua uji coba, efek 5-HTTLPR oleh interaksi DRD4 lebih kuat padablok bagian kedua (keputusan berdasarkan risiko) dibandingkan pada bagian pertama (keputusan berdasarkan ambiguitas). Para penulis menyimpulkan bahwa genotip DRD4 dapat mempengaruhi kinerja pengambilan keputusan yang berbeda sesuai dengan genotipe latar belakang 5-HTTLPR sehingga memodulasi ekspresi impulsif dalam pengambilan keputusan.Namun, terdapat beberapa penelitian yang gagal untuk mendapatkan asosiasi dengan gangguan tersebut.Mick et al. gagal untuk mengidentifikasi hubungan dengan val66 alel di BDNF, COMT-l alel, atau alel pendek HTTLPR.

Gen Pengatur Serotonin pada ADHD

Sistem serotonergik secara kritis terlibat dalam fungsi fisiologis, gangguan neuropsikiatri, dan pengaturan fungsi kognitif-emosional. Tidak mengherankan, gen serotonin telah sangat terkait dengan profil kognitif-emosional yang diperberati dengan impulsif. Misalnya, Szily dkk.menunjukkan bahwa s-alel dari gen transporter serotonin dikaitkan dengan gaya kognitif rentan berkaitan dengan penilaian dari emosi negatif. Hubungan pengaruh gen serotonin dengan gejala impulsif ADHD telah menerima beberapa dukungan, tetapi beberapa penelitian tidak berhasil untuk mendapatkan hubungan apapun. Impulsif, sebuah endofenotip heterogen dan gejala kardinal ADHD, dinyatakan dalam banyak gangguan neuropsikiatri dan komorbiditas.Serotonin gen HTR1A terletak pada lengan panjang dari kromosom 5 (6q11.2-13) dengan fungsional C (-1019) G polimorfisme (rs6295) SNP umum di daerah promotor gen [183]. C (-1019) G polimorfisme fungsional (rs6295) telah disarankan untuk mengatur 5-HT (1A) gen reseptor (HTR (1A)) ekspresi dalam neuron presynaptic raphe, yaitu peningkatan konsentrasi reseptor dan mengurangi penembakan neuron dapat dikaitkan dengan alel G. Namun, meskipun hubungan putatif antara C (-1019) G polimorfisme fungsional dan kepribadian seperti neurotisisme dan harm avoidance, terkait dengan impulsif, diamati dalam pembawa alel G dibandingkan dengan pembawa alel C, beberapa studi telah gagal untuk melakukannya, atau ekspresi lain dari emosionalitas neuropsikiatri. Meskipun demikian, Benko et al. mempelajari hubungan antara HTR1A C (-1019) G polimorfisme dan impulsif pada 725 sukarelawan sehat. Mereka memperoleh perbedaan yang signifikan antara C (-1019) kelompok genotipe G (GG vs. GC vs. CC) dimana subjek membawa genotipe GG dinyatakan lebih impulsif dibandingkan GC atau CC carrier.

Sifat hubungan yang tidak pasti antara ADHD dan polimorfisme serotonin dapat diilustrasikan: Li et al. mempelajari hubungan antara hasil perilaku remaja dalam ADHD dan gen jalur serotonin, termasuk-1438A> G polimorfisme gen reseptor serotonin 2A (HTR2A) dan-759C> polimorfisme T dari serotonin 2C reseptor gen (HTR2C). Bentuk ,-1438A> G polimorfisme, terbukti berhubungan dengan remisi pada ADHD, terutama remisi fungsional. Demikian pula, Li et al. menemukan bahwa alel T dari 83097 C> polimorfisme T dari HTR4 (4 gen reseptor serotonin) menunjukkankecenderungan untuk transmisi preferensial untuk probands dengan ADHD, dan bahwa C / G haplotype dari 83097 C> T dan 83.198 A> G polimorfisme, C / G / C haplotype ini dan-36 C> T polimorfisme berada di bawah-ditransmisikan ke probands dengan ADHD. Contrastingly, Li et al. diperiksa lima varian dalam tiga gen serotonin (yang coding untuk reseptor serotonin 2A (HTR2A), 5A (HTR5A) dan 6 (HTR6)) dalam sampel yang relatif besar keluarga inti ADHD. Hasilnya tidak mendukung adanya peran gen serotonin dalam ADHD. as Kuntsi et al. berpendapat, ini mungkin bahwa kekuatan yang nyata dari hubungan yang diamati atau yang tidak diamati dapat diremehkan dalam studi tertentu, kurang pertimbangan cukup linkage disequilibrium, heterogenitas alelik, perbedaan populasi, dan gen dengan lingkungan interaksi. Ribases et al. dianalisis SNP untuk 19 gen serotonin dari sampel klinis dari 451 pasien ADHD (188 orang dewasa dan 263 anak-anak) dan 400 kontrol menggunakan metode asosiasi berbasis populasi. Mereka memperoleh beberapa asosiasi yang signifikan: (a) gen DDC sangat terkait dengan kedua orang dewasa dan anak ADHD (dopa dekarboksilase (DDC) adalah enzim yang terlibat langsung dalam sintesis dopamin dan serotonin, dan secara tidak langsung dalam sintesis noradrenalin); ( b) gen MAOB ditemukankhusus terkait dalam sampel ADHD dewasa, dan (c) gen 5HT2A menunjukkanbukti asosiasi hanya dengan ADHD subtipe gabungan baik pada orang dewasa dan pada anak-anak. Temuan mereka mendukung gagasan kontribusi sistem serotoninergic dengan predisposisi genetik untuk ADHD. Selain itu, Landaas et al. menemukan hubungan sederhana untuk fungsional promotor polimorfisme, 5-HTTLPR, dengan 448 pasien ADHD dewasa dan 580 kontrol dari Norwegia. Dalam konteks serotonin dan perilaku impulsif, Roiser dkk.menunjukkan bahwa S alel kurang aktif dari transporter serotonin5HTTRLPR polimorfisme dikaitkan dengan sensitivitas yang tinggi hingga probabilitas untuk sukses pada tugas pilihan berisiko. Polimorfisme ini disebabkan pilihan perilaku menguntungkan di Iowa Gambling Task (IGT) karena baik untuk kurangnya ketekunan atau akuisisi lebih lambat dari sukses pengambilan keputusan.Kegagalan untuk belajar dari kesalahan pengambilan keputusan mengakibatkan hukuman menyajikan aspek yang berbeda dari gangguan impuls-kontrol, mungkin, 5HTTLPR variasi memodulasi sensitivitas terhadap hukuman, karena individu homozigot LL kurang sensitif terhadap informasi hukuman terkait.

Perilaku impulsif, luas "tindakan tanpa foresight", dapat dihubungkan tindakan agresif (agresi impulsif) dan variasi serotonin neurotransmisi dengan atau tanpa ADHD diagnosis. Kegagalan fungsi penghambatan eksekutif terkait dengan labilitas emosional dan kontrol motor disfungsional dinyatakan dalam impulsiveagresivitas, sering ditampilkan dalam tindakan maladaptif menanggapi dan menyalahgunakan individu ADHD. Misalnya, maladaptif dan gangguan, impulsif pengambilan keputusan terkait dengan disregulasi emosional, para endophenotypes nyata / potensial, dan dimodulasi oleh genotipe serotonergik terkait dengan perilaku bunuh diri, telah disajikan penanda relevan untuk identifikasi pasien dengan kerentanan . Anak ADHD telah ditampilkan penurunan lebih besar dalam proses terkontrol daripada respon otomatis danpenghambatan; negara-negara gangguan telah terbukti berhubungan dengan ADHD dan terutama berfungsi serotonergik di ADHD. Menggunakan uji asosiasi berbasis keluarga (FBAT-PC), Oades et al. menemukan pengaruh genetik pada kedua serotonergik dan dopaminergik keterlibatan dalam impulsif oleh anak-anak ADHD: Tren untuk pengaruh terpisah dan tumpang tindih impulsif-agresivitas (TPH, HTR1E) dan kognitif-impulsif (SERT/SLC6A4 varian), dengan phenylethanolamine N-methyltransferase asosiasi, diperoleh. Salo et al. mempelajari interaksi antara polimorfisme COMT dan serotonin gen reseptor 2A di sub-sampel dari 1.214 relawan dewasa yang sehat Finlandia. Mereka menunjukkan interaksi antara COMT Val158Met dan HTR2A T102C polimorfisme terkait dengan impulsif. T / T pembawa HTR2A T102C polimorfisme, yang dimiliki juga Met / Met genotipe COMT Val158Met SNP,skor yang lebih impulsif dibandingkan dengan carrier alel Val sehingga lebihmenekankan interaksi antara gen dopaminergik dan serotonergik mendasari impulsif.

Studi memanipulasi neurotransmisi serotonergik, misalnya, triptofan ketersediaan perubahan, lebih menunjukkan peran dalam pengambilan keputusan dan perilaku impulsif, dengan suplemen triptofan meningkatkan pengambilan keputusan.Menggunakan dengan cepat, acara yang berhubungan dengan go / no-go task, Rubia dkk. menemukan bahwa deplesi triptofan akut secara signifikan mengurangi aktivasi kanan orbito-inferior prefrontal selama kondisi no-go, dan peningkatan aktivasi di korteks temporal superior dan medial, sehingga menunjukkan modulasi serotonergik hak korteks prefrontal rendah selama kontrol motor penghambatan. Jollant et al. mengamati bahwa variasi genetik dalam triptofan hidroksilase 1 dan 2, TPH1, dan TPH2 gen dan gen MAOA dikaitkan dengan kinerja buruk dalam IGT mencoba bunuh diri. Variasi dalam gen TPH2 telah terlibat berulang kali dalam perilaku bunuh diri dan gangguan neuropsikiatri. Juhasz et al. genotipe tujuh hapltype SNP penandaan pada gen TPH2, serta polimorfisme fungsional dilaporkan sebelumnya dari gen lain (rs1800532, 5HTTLPR, dan rs6295), dan dinilaimengambil risiko perilaku menggunakan IGT tersebut. Mereka menemukan bahwa pembawa haplotipe lebih umum dibuktikan kurang mengambil risiko pada tugas-tugas diterapkan.Dalam rangka untuk memeriksa mekanisme yang neurotransmisi serotonergik mempengaruhi impulsif, Walderhaug dkk.mempelajari sistem triallelic dari gen transporter serotonin terkait daerah polimorfik (5-HTTLPR) dan manipulasi akut serotonin dalam 52 peserta sehat (38 pria dan 14 wanita) yang menerima deplesi triptofan akut atau plasebo di acak, double-blind, parallelkelompok eksperimen, menggunakan tes kontrol respon. Mereka memperoleh efek dosis-tergantung untuk jangka pendek (S ') alel dari 5-HTTLPR pada subyek' impulsif merespons, dimana individu dengan S '/ S' genotipe lebih impulsif daripada individu dengan genotipe L / S ', yang pada gilirannya lebih impulsif dibandingkan dengan L / L genotipe. Akut triptofan deplesi meningkat impulsif pada peserta laki-laki tetapi menurun impulsif pada peserta perempuan.

Untuk mengetahui pengaruh epigenetik pada gen serotonergik, Kinally dkk. mengembangkan model Rhesus macaque eksperimental awal stres hidup untuk menguji apakah ada atau tidak peraturan epigenetik dari 5-HTT dapat berkontribusi G E interaksi yang mempengaruhi perilaku dan emosi. Mereka mempelajari 87 bayi monyet (usia 3-4 bulan) yang baik dipelihara ibu dalam kelompok sosial yang besar (n = 70) atau dipelihara pembibitan (n = 17), dan selama pemisahan dari ibu / sosial, darah bayi sebagai sampel dan reaktivitas stres perilaku direkam, dengan PBMC DNA dan RNA sampel digunakan untuk menentukan RH5- genotipe HTTLPR. Seperti yang diamati dengan subyek manusia, pembawa rendah mengekspresikan RH5-HTTLPR alel dipamerkan rata-rata lebih tinggi 5-HTT metilasi CpG, yang dikaitkan dengan PBMC rendah 5 - ekspresi HTT.Tinggi 5-HTT metilasi CpG, tetapi tidak genotipe RH5-HTTLPR, memperburuk efek dari stres kehidupan di awal perilaku stres reaktivitas pada bayi.Sebagai tengara dalam Epigenetika, Caspi dkk.menunjukkan interaksi lingkungan stres dan variasi genetik dari 5-HTTLPR pada bunuh diri melalui mana individu dengan satu ataudua salinan pendek (s) alel lebih rentan terhadap kesulitan daripada individu homozigot untuk panjang (l) alel. Dalam konteks ini, Jacob dkk.mempelajari interaksi gen kandidat serotonergik, termasuk 5-HTT, HTR1A dan TPH2, dengan beban peristiwa kehidupan di 183 pasien dewasa menyajikan gangguan kepribadian dan 123 menyajikan ADHD dewasa. Mereka mengamati bahwa hanya alel G dari HTR1A rs6295 meningkatkan risiko gangguan kepribadian B klaster emosional-dramatis, dan penurunan risiko cemas-takut kluster C. Ada bukti nominal 5-HTTLPR dan TPH2 SNP rs4570625 pada terjadinya gangguankepribadian.

Gen Pengatur Noradrenaline pada ADHD

Ada beberapa jalur yang memusat bukti yang melibatkan dysregulations fungsi noradrenergik dalam patofisiologi ADHD, dan perubahan dalam noradrenaline-mempengaruhi gen. Namun demikian, seperti dalam kasus kedua dopamin dan serotonin, sejumlah studi telah gagal untuk memperoleh hubungan apapun. Menguji gen untuk transporter noradrenalin (NET1) sebagai faktor kerentanan diduga untuk ADHD dengan menerapkan tiga polimorfisme terletak diekson 9, intron 9 dan intron 13. Mereka meneliti warisan polimorfisme ini dalam sampel 122 keluarga dengan total 155 anak-anak dengan ADHD diidentifikasi melalui proband ADHD. Mereka menyelidiki gen ini dengan skrining probands selama lima varian asam amino yang dikenal untuk menentukan apakah atau tidak mereka memberikan kontribusi untuk fenotipe ADHD namun menurutnya hanya satu dalam sampel. Mereka menunjukkan bahwa sejak frekuensi varian ini (1,8%) adalah serupa dengan yang sebelumnya dilaporkan dalam sampel kontrol (2,2%), itu tidak mungkin bahwa varian ini terkait dengan ADHDfenotipe, dengan demikian, hasil mereka gagal untuk mendukung gen NET1 sebagai genetik utama faktor kerentanan dalam ADHD. Di sisi lain, diuji untuk hubungan antara dopamin--hidroksilase (DBH) gen dan ADHD dalam sampel 88 keluarga inti orang Brazil. Haplotype risiko relatif (HRR) analisis DBH TaqI situs restriksi polimorfisme telah menunjukkan transmisi preferensial A2 alel TaqI secara keseluruhan sampel ADHD mereka. Mereka menemukan bahwa efek yang signifikan dari alel A2 lebih kuat ketika hanya keluarga dengan tidak ada kaitan hubungan keluarga sebagai diagnosis ADHD , menunjukkan kontribusi gen ini untuk kerentanan ADHD.

Menggunakan persiapan profil ekspresi gen secara in vitro membedakan tipe liar dan kekurangan- transporter norepinefrin (NETKO) sel pial neural tikus dengan seri lama analisis ekspresi gen (LongSAGE), menunjukkan kehilangan fungsi NET selama perkembangan embrio dalam jalur sinyal deregulates tikus yang kritis terlibat dalam pembentukan puncak saraf dan diferensiasi sel noradrenergik. diterapkan haplotype-tagging SNP analisis untuk mengidentifikasi molekul genetik substrat fenotipe kuantitatif yang berasal dari kinerja pada Kontinu Tugas Kinerja (CPT) dalam 364 orang sampel dari 152 keluarga, dengan proband, saudara mereka yang terkena dampak dan tidak terkena dampak, dan orang tua. Langkah-langkah CPT berkelanjutan dan perhatian selektif dan impulsif dengan mengharuskan individu untuk menekan (atau tidak tekan) tombol tertentu tergantung pada stimulus yang berkedip di layar komputer. Tes ini biasanya berlangsung antara 14 dan 20 menit dan dirancang sengaja untuk menjadi repetitif dan monoton. Kinerja yang baik memerlukan individu untuk mempertahankan perhatian mereka untuk tugas yang membosankan dan selektif untuk menahan diri dari menanggapi impulsif. Kesalahan dari kelalaian, yaitu, kegagalan untuk menekan tombol yang ditunjuk sebagai tanggapan terhadap target stimulus berkedip , dan kesalahan komisi, yaitu, menekan respon-tombol untuk bukan-target stimulus , bersama dengan beberapa variabel lain, misalnya, waktu reaksi dan waktu reaksi variabilitas, dihitung, skor individu dapat dibandingkan kemudian kinerja khas oleh individu dengan usia yang sama, jenis kelamin, dll. Dalam studi oleh Kollins et al, hubungan signifikan telah diidentifikasi antara kesalahan CPT dan SNP komisi pada gen DRD2 (rs2075654, rs1079596), dan antara waktu reaksi variabilitas dan SNP dalam NET gen (rs3785155). Kesalahan komisi terjadi ketika subjek menjawab pertanyaan salah, pola reaktivitas emosional tinggi dan kesalahan komisi khas untuk individu dengan peningkatan skor disosiasi. Di sisi lain, Hess et al. melakukan tes hubungan dengan genotipe DBH pada empat sampel independen: sukarelawan sehat (n = 387), pasien yang gangguan afektif (n = 182), dewasa ADHD pasien (n = 407), dan pasien yang gangguan kepribadian (n = 637). Hasilnya menyarankan efek dimensi daripada kategoris keragaman genetik dalam kegiatan DBH, mungkin karena asosiasi yang mendasari genotipe TT di DBH-1021 dengan impulsif ciri-ciri kepribadian. Gejala disosiatif telah ditemukan untuk ditingkatkan dalam individu ADHD [253-256]. Joung et al. [257] melakukan studi hubungan genetik untuk fungsional -3081 (A / T) polimorfisme, terletak di bagian promotor SLC6A2, yang gen transporter norepinephrine dan gen kandidat potensial untuk ADHD, di Korea populasi 103 pasien laki-laki dengan ADHD dan 103 kontrol laki-laki normal. temuan mereka memberikan bukti lebih lanjut dari hubungan antara ADHD dan -3081 (A / T) polimorfisme SLC6A2 (lihat di atas).

Gen Pengatur Neurotropik pada ADHD

Neurotropik faktor, berperan dalam perkembangan saraf, kelangsungan hidup, dan mempertahankan fungsi pada sistem otak, yang terlibat dalam perubahan neuroplastisitas yang mendasari gangguan otak dan terlibat dalam kecenderungan genetik untuk ADHD , gen BDNF, yang terletak pada 11p13-14, memiliki beberapa SNPs, yang paling umum adalah rs6265, sebagai bukti pengamatan terjadi peningkatan serum BDNF pada pembawa alel Met. Meskipuntemuan tidak konsisten di mana-mana, beberapa investigasi mendukung BDNF yang keterlibatan hubungan dalamADHD. Ditemukan di antara NTF3, NTRK2 (TrkB), NTRK3 (TrkC),BDNF, dan P75 (NTR), tidak ada SNP menunjukkan hubungan yang signifikan dengan gejala ADHD, kecuali untuk satu polimorfisme dalam ekson NTF3 (rs6332) yang menunjukkan kecenderungan hubungan antara Alel dan peningkatan nilai menggunakan kedua analisis retrospektif anak skala rating Wender-Utah dan wawancara Wender-Reimherr penilaian ADHD dewasa. Agar mencoba melakukan konsolidasi inkonsistensi antara kasus-kontrol dan keluarga-berbasis asosiasi berkaitan dengan p.Val66Met keterlibatan dalam ADHD, Sanchez-Mora et al. melakukan meta-analisis dari data yang diterbitkan dan menjelaskan data kasus-kontrol tidak dipublikasikan dari empat pusat yang berbeda di Jerman, Belanda, Norwegia, dan Spanyol, dengan total 1.445 orang dewasa Pasien ADHD dan 2.247 gender- kontrol kesehatan yang cocok. Mereka memperoleh tidak ada hubungan antara polimorfisme p.Val66Met dan ADHD dalam sampel yang dikumpulkan, mereka juga tidak mengamati efek gen keseluruhan untuk gangguan setelah mengendalikan efek gender dan komorbiditas dengan gangguan mood.

Genotipe pasien anak menyajikan ADHD dan / atau kecatatan intelektual untuk Val66Met dan 270 C / T polimorfisme dalam BDNF. Gagasan cacat intelektual meliputi berbagai defisit kognitif, termasuk keterbelakangan mental, defisit terlalu ringan untuk memenuhi syarat sebagai keterbelakangan mental, berbagai kondisi tertentu (misalnya,ketidakmampuan belajar), dan masalah diperoleh di kemudian hari dalam hidup karena cedera otak yang diperoleh atau gangguan neurodegenerative, termasuk demensia, ini mungkin muncul pada usia berapapun. Diagnosis ADHD dan cacat intelektual dikonfirmasi oleh dokter sesuai dengan kriteria DSM-IV. Mereka mengamati bahwa G / genotipe A dari Val66Met SNP adalah terkait dengan kedua ADHD dan cacat intelektual, dan selanjutnya bahwa alel G adalah bermakna dikaitkan dengan ADHD. Genotip C / C dari SNP C270T secara signifikan menduduki ADHD dan kelompok cacat intelektual dibandingkan dengan kontrol. Temuan ini menyarankan bahwa kedua polimorfisme BDNF bisa berperan dalam etiologi ADHD. Dari perspektif lain, telah mengembangkan laporan penilaian orangtua pada usia 3, 7, 10, dan 12 tahun selama lebih dari 16.000 pasangan kembar bahwa 1.148 anak genotipe menyajikan gangguan perhatian, landasan ADHD. Mereka mengembangkan sebuah kerangka kerja longitudinal untuk menguji efek hubungan genetik dengan 26 SNP dari pengkodean gen untuk beberapa kontributor diduga untuk ADHD, termasuk HTR2A, COMT, TPH2, dan BDNF. Mereka menemukan bahwa heritabilitas luas untuk faktor laten AP adalah 82%, dan faktor laten menjelaskan sekitar 55% dari keseluruhan varians fenotipik, namun tidak ada SNP menunjukkan hubungan yang signifikan dengan gangguan atensi.

Instrumen yang paling umum diterapkan untuk diagnosis ADHD adalah CPT. Seperti disebutkan sebelumnya, dalam CPT khas set-up, seseorang duduk di depan terminal komputer dan diperlukan untuk tekan (atau tidak tekan) tombol tertentu tergantung pada stimulus yang berkedip di layar. kinerja memerlukan individu untuk mempertahankan perhatian mereka untuk tugas yang membosankan dan selektif untuk menahan diri dari menanggapi impulsif. Ukuran kinerja individu dengan ADHD dibandingkan dengan kinerja oleh individu kontrol yang tepat. Dengan demikian, CPT dalam hubungannya dengan genotip, menyediakan alat-alat penting untuk mendefinisikan keterlibatan gen ADHD. Untuk Misalnya, Dresler dkk. menerapkan CPT untuk menguji pengaruh umum 9 - dan alel 10-pengulangan SLC6A3 pada fungsi otak prefrontal dan respon kognitif kontrol dalam sampel besar pasien dewasa ADHD (n = 161) dan kontrol sehat (n = 109). Dalam kelompok pasien ADHD, sembilan-ulangi alel pembawa menunjukkan secara signifikan mengurangi kontrol respon kognitif, sedangkan tidak ada pengaruh SLC6A3 genotipe yang diamati pada kelompok kontrol. Berbeda dengan studi hubungan sebelumnya pada anak-anak, sembilan-repeat-bukan 10-repeat-alel dikaitkan dengan gangguan fungsional dalam sampel pasien ADHD dewasa mereka. Dalam hal ini, Cho et al. mengevaluasi efek dari adrenergik -2A reseptor (ADRA2A) dan BDNF gen- interaksi gen pada kinerja CPT, mengukur individu berkelanjutan dan perhatian selektif, dan impulsif, pada populasi Koreadengan ADHD. Secara total, 122 ADHD peserta (8,6 2,3 tahun, 104 anak laki-laki dan 18 perempuan) menyelesaikan CPT. Mereka genotipe polimorfisme Drai dari ADRA2A (rs583668) dan rs11030101 polimorfisme BDNF, dan diperoleh pengaruh interaksi yang signifikan dariADRA2A rs553668 dan BDNF rs11030101 untuk waktu respon variabilitas dari CPT. Studi ini demikian menawarkan bukti awal untuk efek dari BDNF dan gen ADRA2A-interaksi gen pada kinerja pada CPT dalam ADHD. Intervensi Pengaturan Epigenetic

Kerumitan Intervensi terapeutik dalam ADHD ditandai oleh komorbiditas dalam gejala domain yang mengaitkan gangguan dengan keterbelakangan akademis, penyalahgunaan zat dan ketergantungan, masalah psikososial dan ketidakmampuan sosial, dewasa pengangguran, serta dysfunctioning eksekutif dan gangguan keterbatasan kepribadian. Dalam hal ini, beberapa studi kembar telah melaporkan bahwa covariation ADHD dan dikombinasikan ODD /gejala CD dan antara ADHD dan CD gejala dijelaskan sebagian besar pada berdasarkan faktor risiko genetik umum, tetapi tidak selalu. Namun demikian, meskipun gejala kurang memperhatikan dan hiperaktif-impulsif cenderung dipengaruhi oleh faktor risiko gen spesifik , faktor risiko lingkungan keluarga tertentu telah dibahas untuk daerah komorbiditas ini. Tuvblad et al. Pada tahun 1219 telah diteliti korelasi genetik dan lingkungan di antara ADHD, ODD, dan CD pada kembar (usia 9-10 tahun) yang mencakup 605 keluarga dari sebagian besar masyarakat Los Angeles. Perilaku eksternalisasi, yaitu, agresi, kenakalan, dan hiperaktivitas, dilaporkan untuk menjelaskan kovarians antara gangguan gejala-gejala. Para penulis telah menunjukkan bahwa penjelasan pengaruh genetik lebih dari setengah dari varians dalam faktor eksternalisasi tetapi ada pengaruh genetik dan lingkungan yang unik dalam setiap set gejala. Vanyukov et al. menemukan bahwa kekuatan hubungan antara ADHD, CD, ODD, dan Indeks orangtua tergantung pada genotipe MAOA (apakah aktivitas rendah atau aktivitas tinggi), dan jenis kelamin orang tua (lihat di atas). MAOA polimorfisme keterkaitan dengan gangguan penyalahgunaan zat terdeteksi ketika orangtua dikontrol.

Studi hubungan genetik pada intervensi farmakologis ADHD telah menunjukkan bahwa hubungan kecocokan fenotip respon obat daripada gangguan diagnosis. Methylphenidate mengikat transporter dopamin dan menghambat aktivitasnya; respon perilaku senyawa dapat dimoderatori oleh aspek yang mempengaruhi varian genetik pada struktur transporter dopamin fungsi parameter. Joober et al. menunjukkan bahwa 3'-UTR VNTR polimorfisme pada gen transporter dopamin dimodulasi respon perilaku methylphenidate. Thakur et al. menilai pasien ADHD, usia 6 sampai 12 tahun (n = 157) berkaitan dengan respon perilaku mereka untuk methylphenidate dan genotipe mereka untuk triallelic polimorfisme 5-HTTLPR pada gen SLC6A4. Mereka memperoleh Gene signifikan efek interaksi Pengobatan untuk CGIorangtua (Penilaian) tetapi tidak CGI-guru. Anak homozigot untuk alel ekspresi rendah (s + IG = s ') merespon dengan baik dengan plasebo tanpa perbaikan tambahan, dibandingkan dengan anak-anak membawa alel ekspresi lebih tinggi (IA). Kereszturi et al. melaporkan peran penting dari aktivitas tinggi Val-alel COMT Val158Met polimorfisme dalam sampel ADHD mereka. Dengan menerapkan analisis kategoris dari 90 responden vs 32 non-responden, mereka menemukan hubungan antara Val-alel atau Val / Val genotipe dan respon methylphenidate yang baik. Menganalisis keparahan gejala sebagai sifat terus-menerus, interaksi yang signifikan dari genotipe COMT dan methylphenidate ditemukan pada Skala Hiperaktif-Impulsif. Skor keparahan gejala dari ketiga kelompok genotipe menurun setelah pemberian methylphenidate tapi Val / Val anak homozigot mengungkapkan gejala secara signifikan kurang parah dibandingkan dengan Met / Met genotipe setelah pengobatan (p = 0,015). Dalam acak, dalam subyek, desain ganda-buta di mana 58 Anak ADHD (usia 6-12 tahun) menerima plasebo, 0.15, 0.3, atau 0,6 mg / kg MPH tiga kali sehari selama sembilan minggu, Leddy et al. Pengukuran konsumsi persen siang sebagai fungsi dopamin- genotipe terkait dan dosis MPH. Mereka memperoleh pengurangan doseresponse yang signifikan di semua pengukuran genotipe, serta signifikan interaksi dosis dengan DAT SLC6A3 dan DRD2 genotipe. Selain itu, Cheon et al. telah menunjukkan adanya hubungan antara pengulangan- alel 4 pada DRD4 dan tanggapan baik untuk MPH dalam ADHD anak-anak Korea. Palmason et al. menunjukkan bahwa Met alel dari COMT Val (158) Met SNP dikaitkan dengan peningkatan keparahan gejala ADHD, tanpa co-morbid CD. Keparahan gejala ADHD dan awal merugikan lingkungan keluarga adalah prediktor positif seumur hidup, sehingga menekankan perlunya intervensi awal. Akhirnya, tingginya tingkat komorbiditas ADHD dengan gangguan lain sangat menunjukkan efek epistatik atau pleiotropic yang kompleks bertindak yang sama dengan pengaruh lingkungan.

Dalam penelitian ADHD, sistem neurotransmitter disfungsional dan disregulasi, misalnya, dopamin, telah dikaitkan dengan gangguan dari berkelanjutan (kinerja yang berkesinambungan) perhatian,kontrol inhibisi, dan memori kerja. Studi kognitif dan perilaku neuron yang fokus pada tugas-tugas tertentu, waktu reaksi, dan memori kerja verbal, bersamaan dengan pencitraan neuron memberikan kriteria lengkap untuk endophenotypes ADHD dan jembatan antara mengamati sifat dan kerentanan genetik. Bidwell et al. mengumpulkan DNA dalam 202 keluarga terdiri dari setidaknya satu proband ADHD dan setidaknya satu orang tua atau saudara. Mereka menemukan bahwa Polimorfisme VNTR dari gen DRD4 dan DAT1 dikaitkan secara signifikan dengan ADHD fenotipe. Hubungan dengan DRD4 adalah didorong oleh kurang perhatian dan gejala hiperaktif, sedangkan hubungan dengan DAT1 terutama didorong oleh kekurang perhatian.Kesimpulan

Aspek epigenetik untuk ADHD melibatkan banyaknya entitas genotipe kompleks, realitas lingkungan, dan endophenotypes yang berinteraksi untuk mengekspresikan gen struktural material, gejala-profil yang melekat pada gangguan patofisiologi, dan tanggapan akhirnya untuk intervensi terapi, yaitu methylphenidate. Ada banyak variabilitas dan bukti yang bertentangan bagi keberadaan, atau tidak, hubungan genetik antara diagnosis gangguan dan gen yang mengatur struktur dan fungsi dopamin, serotonin, dan noradrenalin, dan faktor neurotropik, BDNF. Namun demikian, hasil yang berkaitan untuk hubungan antara gejala-profil, sinonim endophenotypes, seperti kurangnya perhatian, overactivity, kurangnya kontrol impuls, atau makan berlebihan, muncul secara meyakinkan. Para studi hubungan genomewide dilakukan pada sampel populasi ADHD telah gagal untuk mengidentifikasi hubungan replikasi yang menjelaskan kemungkinan pewarisan variasi, namun penelitian kembar telah memberikan instrumen yang memadai dalam pengembangan endophenotypes, didefinisikan sebagai alternatif, lebih sangat diwariskan sifat yang bertindak pada tahap awal jalur dari gen untuk perilaku.