Upload
phungkiet
View
252
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL FARMASINDO
JURNAL PENELITIAN ILMU FARMASI DAN KESEHATAN ISSN : 2548-6667
VOLUME 1 Nomor 1, Desember 2015
i
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT BUAH BELIMBING MANIS
(Averrhoa carambola L.) DENGAN METODE PENANGKAP RADIKAL DPPH (1,1-
diphenyl-2-pikryhydrazyl)
Hendra Budiman, M.Si.,Apt (1-5)
FORMULASI SEDIAAN TABLET SALBUTAMOL SULFAT DENGAN VARIASI
KONSENTRASI EXPLOTAB DENGAN METODE GRANULASI KERING
Ricky Era Liudianto, M.Si.,Apt (7-12)
ANALISIS PENILAIAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN IFRS RAWAT JALAN
BERDASARKAN KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI IFRS RAWAT JALAN
RS BRAYAT MINULYA
Umi Nafisah, MM.,Apt (13-26)
ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT TERHADAP KINERJA KARYAWAN INSTALASI FARMASI RUMAH
SAKIT ISLAM YARSIS SURAKARTA
Siti Ma’rufah, M.Sc.,Apt (27-34)
PENGUKURAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH SERTA
PENETAPAN KADAR FENOLIKNYA PADA TANAMAN Andrographis Paniculata
(Burm.F.) Nees (SAMBILOTO)
Praptanti Sinung AN.,M.Sc (35-42)
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 96% DAUN MATOA (Pometia pinnata
J.R. & G. Forst) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT
PUTIH JANTAN (Mus musculus) YANG DIBERI BEBAN GLUKOSA
Aptika Oktaviana T.D.,M.Si (43-55)
ii
ISSN : 2548-6667
JURNAL
FARMASINDO
Penanggung Jawab:
Umi Nafisah, MM.,Apt
Ketua Dewan Editor
Praptanti Sinung Adi Nugroho.,M.Sc.
Editor Ahli
1. Hendra Budiman.,M.Si.,Apt
2. Riyan Setiyanto.,S.Farm.,Apt
Mitra Bestari
1. Dr. Haryoto.,M.Sc
(Fakultas Farmasi UMS)
2. Mufarrihah.,M.Sc.,Apt
(Fakultas Farmasi UNAIR)
Pelaksana Tata Usaha
UPPM Politenik Indonusa
Surakarta
PENGANTAR
Pembaca yang terhormat
Jurnal Farmasindo merupakan jurnal ilmiah
disiplin ilmu Farmasi dan kesehatan bersifat terbuka
yang memuat hasil penelitian. Jurnal ini diterbitkan
oleh Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa
Surakarta. Jurnal akan terbit 1 kali dalam setahun,
yakni bulan Desember.
Dalam terbitan Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 ini
memuat 6 artikel hasil penelitian. Artikel pertama Uji
Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat Buah
Belimbing Manis (Averrhoa Carambola L.) Dengan
Metode Penangkap Radikal Dpph (1,1-Diphenyl-2-
Pikryhydrazyl) oleh Hendra Budiman., M.Si., Apt.
Artikel kedua Formulasi Tablet Salbutamol Sulfat
Dengan Variasi Konsentrasi Explotab dengan metode
granulasi kering oleh Ricky Era Liudianto., M.Si.,
Apt. Artikel ketiga Analisis Penilaian Motivasi Kerja
Karyawan IFRS Rawat Jalan Berdasarkan Kualitas
Pelayanan Kefarmasian di IFRS Rawat Jalan RS
Brayat Minulya oleh Umi Nafisah MM., Apt. Artikel
keempat Analisis Pengauh Gaya Kepemimpinan
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Terhadap
Kinerja Karyawan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Yarsis Surakarta oleh Siti Ma’rufah, M.Sc., Apt.
Artikel kelima Pengukuran Aktivitas Antioksidan
Dengan Metode DPPH Serta Penetapan Kadar
Fenoliknya pada Tanaman Andrographis Paniculata
(BURM.F.)Nees (Sambiloto) oleh Praptanti Sinung
AN., M.Sc. Artikel keenam Pengaruh Pemberian
Ekstrak Etanol 96% Daun Matoa (Pometia
Pinnata J.R. & G. Forst) Terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah Mencit Putih Jantan (Mus
Musculus) Yang Diberi Beban Glukosa oleh
Aptika Oktaviana T.D., M.Si.
Ketua Dewan Editor.
Ketua Dewan Editor Jurnal FARMASINDO
Sekretariat UPPM Politeknik Indonusa Surakarta.
Kampus Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi No 31 Mangkuyudan Surakarta
Telp : 0271-743479
Fax : 0271-743479
Email ke: [email protected]
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT BUAH BELIMBING
MANIS (Averrhoa carambola L.) DENGAN METODE PENANGKAP RADIKAL
DPPH (1,1-diphenyl-2-pikryhydrazyl) (Hendra Budiman., M.Si.,Apt)............................1
FORMULASI SEDIAAN TABLET SALBUTAMOL SULFAT DENGAN VARIASI
KONSENTRASI EXPLOTAB DENGAN METODE GRANULASI KERING (Ricky
Era Liudianto.,M.Si.,Apt)..................................................................................................7
ANALISIS PENILAIAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN IFRS RAWAT JALAN
BERDASARKAN KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI IFRS RAWAT
JALAN RS BRAYAT MINULYA (Umi Nafisah, MM.,M.Sc.,Apt...............................13
ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA INSTALASI
FARMASI RUMAH SAKIT TERHADAP KINERJA KARYAWAN INSTALASI
FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM YARSIS SURAKARTA (Siti Ma’rufah,
M.Sc.,Apt.........................................................................................................................27
PENGUKURAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH SERTA
PENETAPAN KADAR FENOLIKNYA PADA TANAMAN Andrographis Paniculata
(BURM.F) Nees (SAMBILOTO) (Praptanti Sinung AN,
M.Sc)...............................................................................................................................35
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 96% DAUN MATOA (Pometia
pinnata J.R. & G. Forst) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH
MENCIT PUTIH JANTAN (Mus musculus) YANG DIBERI BEBAN GLUKOSA
(Aptika Oktaviana T.D.,M.Si).........................................................................................43
1
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang beriklim tropis. Beberapa keuntungan
negara yang memiliki iklim tropis adalah
memiliki curah hujan yang tinggi, kaya akan
fauna dan flora yang menyebabkan
keanekaragaman hayati melimpah. Salah
satunya adalah keanekaragaman hayati tingkat
gen tumbuhan yaitu sayuran, bunga dan buah-
buahan. Antioksidan merupakan senyawa
pemberi elektron (elektron donor) yang
memiliki berat molekul kecil.
Antioksidan mampu mengaktivasi
berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara
mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan
juga merupakan senyawa yang dapat
menghambat reaksi oksidasi dengan cara
mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif (Winarsi, 2007). Sejauh ini, masih jarang
dilakukan penelitian tentang antioksidan dengan
kombinasi dua bahan secara bersamaan.
Kombinasi ini diharapkan dapat menjadi
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT
BUAH BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L.) DENGAN METODE
PENANGKAP RADIKAL DPPH
(1,1-diphenyl-2-pikryhydrazyl)
HENDRA BUDIMAN [email protected]
Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) yang memiliki berat
molekul kecil, tetapi mampu mengaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah
terbentuknya radikal. Salah satu sumber makanan yang diduga mengandung antioksidan adalah
belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan buah jambu biji (Psidium guajava L.). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi fraksi etil asetat buah belimbing manis dan buah jambu
biji terhadap efektivitas antioksidan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Buah belimbing
manis dan jambu biji dimaserasi metanol dan dilanjutkan dengan fraksinasi bertingkat menggunakan n-
heksan dan etil asetat sampai didapatkan fraksi etil asetat kental. Penentuan aktivitas antioksidan
dilakukan dengan metode DPPH. Data absorbansi yang didapat digunakan untuk mencari nilai %
inhibisi yang dianalisis secara statistik menggunakan Two Way Anova. Kombinasi fraksi etil asetat
selalu diawali dengan buah jambu biji (Psidium guajava L.) dan buah belimbing manis (Averrhoa
carambola L.). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan kombinasi lebih baik
dibandingkan dengan fraksi etil asetat bentuk tunggalnya. Aktivitas antioksidan kombinasi 1:2, 1:1, 2:1
berturut-turut dengan nilai IC50 49,37 ppm, 51,39 ppm, 60,94 ppm sedangkan fraksi etil asetat tunggal
belimbing manis dengan nilai IC50 54.00 ppm dan fraksi etil asetat jambu biji dengan nilai IC50 86,84
ppm.
Kata kunci : Antioksidan, Belimbing manis, Jambu biji, DPPH
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 2
alternatif yang mudah didapat dan lebih efektif
dalam melindungi radikal bebas.
BAHAN DAN METODE
Bahan : buah belimbing manis (Averrhoa
carambola L.) 6 kg, buah jambu biji (Psidium
guajava L.) 6 kg, metanol, etanol p.a, aquabides,
n-heksan, etil asetat, kristal vitamin C, kristal
DPPH.
Alat : blender, bejana stainles still, kain saring,
rotary evaporator vaccum, neraca analitik,
alumunium foil, botol vial, mikropipet, blue tip,
yellow tip, Spektrofotometri UV-Vis.
METODE
Penyiapan Bahan
Buah belimbing manis yang digunakan
diambil di kebun buah Mangunan, Imogiri,
Bantul, Yogyakarta dan buah jambu biji yang di
ambil di kebun buah jambu biji daerah Klaten
Penyarian
Buah belimbing manis dan buah jambu
bisi masing-masing 6 kg yang sudah dipanen di
sortasi basah, dicuci, dirajang kemudian
diblender kasar. Daging buah yang sudah
diblender dimaserasi metanol 15 L selama 5
hari. Maserat kemudian di evaporasi dengan
rotary evaporator vaccum hingga didapat ekstrak
kental.
Masing-masing ekstrak kental
disuspensi dengan aquades kemudian
difraksinasi bertingkat. Fraksinasi pertama
dengan n-heksan 3x (1 kalinya 100 ml) dan
dilanjutkan dengan fraksi etil asetat 4x (1
kalinya 100 ml). Hasil fraksinasi kemudian
diuapkan sampai didapatkan fraksi etil asetat
kental.
Uji aktivitas antioksidan
Sejumlah larutan sampel belimbing
manis (Averrhoa carambola L.), jambu biji
(Psidium guajava L.) dan vitamin C ditempatkan
dalam labu 10 ml. Kemudian dilarutkan dalam
10 mL etanol p.a. dan ditambahkan 1 ml DPPH
0,15 mM, tambahkan etanol p.a sampai tanda
batas, sonikator selama 15 menit.
Absorbansi sampel dihitung terhadap
blangko dan diukur pada panjang gelombang
maksimum 519.8 dan dibaca selama operating
time pada menit ke 45. Absorbansi sampel yang
didapat dihitung % inhibisinya dengan rumus :
Nilai % inhibisi yang didapat digunakan
untuk mencari kurva persamaan regresi linier %
inhibisi (sumbu x) dan konsentrasi (sumbu y).
Nilai IC50 dihitung dari persamaan regresi linier.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi
Metode maserasi dipilih untuk
mencegah kerusakan zat yang tidak tahan
terhadap pemanasan. Maserasi dilakukan dengan
pelarut metanol 80 %. Maserat hasil maserasi
yang didapatkan diuapkan dengan rotary
evaporator vaccum merk Heidolph pada suhu
70-80˚C hingga pelarut metanol menguap.
Tujuan dari evaporasi yaitu untuk menguapkan
pelarut metanol sehingga hanya tersisa senyawa
aktif atau ekstrak yang masih bercampur dengan
air karena prinsip dari alat vacuum rotary
evaporator adalah dengan adanya penurunan
tekanan udara maka titik didih larutan akan
semakin menurun. Penurunan titik didih akan
mempercepat penguapan pelarut metanol.
Ekstrak belimbing manis dihasilkan ekstrak
kental sebanyak 13.35 gr, warna coklat
kekuningan dan buah jambu biji dihasilkan
ekstrak kental sebanyak 15 gr, warna coklat
kehijauan.
Fraksinasi
Fraksinasi dilakukan bertingkat dengan
pelarut n-heksan, kemudian dilanjutkan dengan
pelarut etil asetat. Masing-masing ekstrak kental
yang sudah didapat disuspensi dengan aquadest
dengan volume 100 ml, hasil suspensi yang
didapat difraksinasi dengan menggunakan
pelarut n-heksan dalam corong pisah. Pelarut n-
heksan digunakan untuk menarik senyawa non
polar yang terkandung dalam ekstrak. Fraksinasi
dengan n-heksan dilakukan sebanyak 3 kali,
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 3
setiap kalinya dengan 100 ml n-heksan.
Fraksinasi dihentikan saat pelarut n-heksan
berwarna jernih yang menunjukkan semua zat
sudah tersari.
Pada proses fraksinasi jambu biji terjadi
pemisahan yang tidak maksimal yaitu
terbentuknya emulsi, emulsi terjadi karena
pengojogan yang terlalu kuat sehingga sebagian
fraksi n-heksan masih tercampur dengan fraksi
air. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan
pengojogan pelan dan berulang sehingga fraksi
etil asetat terpisah dengan fraksi air. Fraksi n-
heksan dipisahkan dalam wadah tersendiri dan
fraksi air selanjutnya difraksinasi lagi
menggunakan pelarut etil asetat.
Pada proses fraksinasi dilakukan
sebanyak 4 kali, tiap kalinya dengan 100 ml etil
asetat dan dihentikan saat fraksi etil asetat sudah
berwarna jernih. Pada fraksinasi buah belimbing
manis dengan etil asetat terbentuk emulsi. Hasil
rendemen fraksi, uji oranoleptis dan uji kadar air
dapat dilihat pada tabel 1,2 dan 3.
Tabel 1. Rendemen fraksi etil asetat
Fraksi etil
asetat
Buah
segar
(kg)
Ekstrak kental
fraksi etil
asetat (gr)
Rendemen %
Belimbing
manis
6 3, 478 0, 058
Jambu
biji
6 2, 760 0, 046
Tabel 2. Uji organoleptis fraksi etil asetat
Sampel
fraksi etil
asetat
Warna Bentuk Aroma
Belimbing
manis
Coklat
kekuningan
Pasta khas buah
Jambu biji Hijau
kecoklatan
Pasta khas buah
Tabel 3. Uji kadar air fraksi
Sampel fraksi etil
asetat
Kadar air (%)
Belimbing manis 24,03
Jambu biji 8,10
Data diatas menunjukkan bahwa kadar
air fraksi buah belimbing manis lebih tinggi
yaitu 24,03% sedangkan fraksi etil asetat buah
jambu biji 8,10%. Dimana kadar air normal
fraksi adalah <10%. Tingginya kandungan kadar
air dalam belimbing manis disebabkan karena
buah segar belimbing manis memiliki
kandungan air yang sangat tinggi sehingga
mempengaruhi hasil fraksinasi yang didapat.
Uji aktivitas antioksidan
Uji aktivitas antioksidan bertujuan untuk
mengetahui aktivitas antioksidan pada fraksi etil
asetat buah belimbing manis dan buah jambu
biji fraksi tunggal dan aktivitas antioksidan
kombinasi dengan perbandingan fraksi etil asetat
yaitu dengan perbandingan (1:1), (1:2), dan (2:1)
dengan masing-masing perbandingan dilakukan
seeri konsentrasi sebanyak 5 variasi (20, 40, 60,
80, 100 ppm). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode DPPH
Pengukuran absorbansi dilakukan pada
panjang gelombang maksimum 519,8 nm dan
dibaca pada operating time menit ke 45. Hasil
uji aktivitas antioksidan dapat dilihat pada tabel
4.
Tabel 4. Hasil uji aktivitas antioksidan
Sampel
Hasil nilai IC50
(ppm)
Aktivitas
antioksidan
Sangat kuat <50
Kuat 50-100
Sedang 100-150
Lemah >150
Vitamin C 4,00 Sangat kuat
(0:1) 54,00 Kuat
(1:0) 86,84 Kuat
(1:2) 49,37 Sangat Kuat
(1:1) 51,39 Kuat
(2:1) 60,94 Kuat
Kontrol positif digunakan dalam
penelitian ini adalah vitamin C. Kurva regresi
linier dihasilkan dari memasukkan konsentrasi
dan % inhibisi sehingga didapatkan persamaan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 4
regresi linier. Kurva regresi linier dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1.
Kurva regresi linier vitamin C
Dari kurva diatas didapatkan persamaan
regresi linier yaitu y=6,81x+22,73. Dari
persamaan tersebut digunakan untuk mencari
nilai IC50 sehingga nilai IC50 vitamin C adalah
4.00 ppm.
Gambar 2.
Kurva regresi linier belimbing manis
Kurva diatas menunjukkan hasil regresi
linier dari fraksi etil asetat buah belimbing
manis. Semakin tinggi konsentrasi fraksi etil
asetat buah belimbing manis maka semakin
tinggi kemampuan peredaman radikal bebas.
Persamaan regresi yang didapatkan adalah
y=0,596x+19,27 sehingga nilai IC50 yang
didapatkan adalah 54,00 ppm yang berarti fraksi
etil asetat buah belimbing manis mempunyai
aktivitas antioksidan yang kuat.
Gambar 3.
Kurva regresi linier buah jambu biji
Nilai IC50 dihitung dengan persamaan
regresi linier dengan memasukkan persen
inhibisi dan konsentrasi pada suatu rumus
sehingga didapatkan persamaan y=0,486x+7,794
sehingga diperoleh nilai IC50 pada fraksi etil
asetat tunggal buah jambu biji adalah 86,84
ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi etil
asetat buah jambu biji tunggal tergolong
antioksidan yang kuat.
Setelah dilakukan pengujian antioksidan
tunggal kemudian dilanjutkan dengan uji
aktivitas antioksidan kombinasi. Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui dan membandingan
nilai aktivitas antioksidan lebih baik antara
fraksi etil asetat tunggal dan fraksi etil asetat
kombinasi. Perbandingan fraksi etil asetat selalu
diawali dengan fraksi jambu biji dan bagian dua
dalah fraksi belimbing manis. Hasil kurva
regresi linier dapat dilihat pada gambar 4,5 & 6.
Gambar 4
Kurva regresi linier (1:1)
Kombinasi perbandingan (1:1) terdiri
dari 1 bagian fraksi etil asetat buah jambu biji
dan fraksi etil asetat buah belimbing manis. Dari
kurva diatas didapatkan persamaan regresi linier
y=0,524x+23,07 sehingga diperoleh nilai
aktivitas antioksidan sebesar 54,68 ppm yang
tergolong dalam antioksidan kuat.
Gambar 5.
Kurva regresi linier (1:2)
Kurva hubungan perbandingan (1:2)
membentuk kurva regresi linier dengan
persamaan y=0,511x+24,77 sehingga memiliki
aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan
nilai IC50 49,37.
Gambar 6.
Kurva regresi linier (2:1)
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 5
Kombinasi dengan perbandingan (2:1)
menghasilkan persamaan regresi linier
y=0,538x+17,21 sehingga didapatkan nilai IC50.
60,94 ppm.
Hasil pengujian fraksi etil asetat
kombinasi dengan berbagai perbandingan
ternyata aktivitas antioksidan kombinasi
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi
dari kemampuan fraksi etil asetat
tunggalnya.Aktivitas antioksidan yang sangat
kuat yaitu kombinasi fraksi etil asetat dengan
perbandingan (1:2) dengan nilai IC50 yang
didapatkan adalah 49,37 ppm, diikuti dengan
kombinasi fraksi etil asetat dengan perbandingan
(1:1) dengan nilai IC50 yang didapatkan adalah
51,39 ppm yang memiliki aktivitas antioksidan
tergolong kuat dan selnjutnya kombinasi fraksi
etil asetat dengan perbandingan (2:1) dengan
nilai IC50 yang didapatkan adalah 60,94 pmm
yang menunjukkan aktivitas antioksidan yang
tergolong kuat.
Pada penelitian ini hasil aktivitas
antioksidan masih tergolong dengan nilai yang
besar dan tergolong antioksidan kuat (50-100
ppm). Hal ini disebabkan oleh suhu yang tinggi
pada saat proses evaporasi dimana suhu
evaporasi (70-80˚C) melebihi titik didih metanol
(64-65˚C) sehingga menyebabkan senyawa aktif
yang terkandung dalam sampel seperti flavonoid
teroksidasi dan teruai. Selain itu, pada saat
proses fraksinasi dengan pelarut n-heksan buah
jambu biji dan fraksi etil asetat buah belimbing
manis terjadi emulsi yang agak sulit dipisahkan
yang disebabkan karena pengojogan yang kuat.
Emulsi dapat terjadi karena adanya kandungan
saponin didalam sari metanol (Matsuda et al.,
2001) sehingga kemungkinan senyawa yang
seharusnya larut dalam pelarut n-heksan dan etil
asetat sebagian tersari kedalam fraksi air. Hal
ini terlihat dari meningkatnya volume fraksi air
yang didapatkan.
KESIMPULAN
1. Aktivitas antioksidan kombinasi fraksi etil
asetat buah belimbing manis (Averrhoa
carambola L.) dan buah jambu biji (Psidium
guajava L.) lebih baik dibandingkan dengan
fraksi etil asetat bentuk tunggalnya.
2. Perbandingan kombinasi fraksi etil asetat
menunjukkan nilai aktivitas antioksidan. Hal
ini terlihat dari hasil fraksi etil asetat
kombinasi perbandingan 1:2 yaitu dengan
nilai IC50 49,37 ppm yang tergolong sangat
kuat dilanjutkan dengan perbandingan 1:1
yaitu 51,39 ppm yang tergolong kuat dan
perbandingan 2:1 yaitu 60,94 ppm yang
tergolong kuat sedangkan fraksi etil asetat
tunggal belimbing manis dengan nilai IC50
54.00 yang tergolong kuat dan fraksi etil
asetat jambu biji dengan nilai IC50 86,84 yang
tergolong antioksidan kuat.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tidak
hanya fraksi etil asetat, melaikan ekstrak,
fraksi n-heksan dan fraksi air
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang aktivitas antioksidan kombinasi
dengan menggunakan bahan yang berbeda.
3. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya
benar-benar memperhatikan untuk suhu dan
cara kerja pada saat pengujian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman
Obat Kebun Tanaman Obat Citeureup.
Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Fessenden, J. 1982. Kimia Organik. Edisi ke-4.
Jilid II. Jakarta : Erlangga
Matsuda et al. 2001. Phytoestrogens from the
roots of Polygonum cuspidatum
(Polygonaceae): structure-requirement
of hydroxyanthraquinones for
estrogenic activity. Bioorganic &
Medicinal Chemistry Letters. 11.
1839-1842.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal
Bebas. Yogyakarta : PT Kanisius.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 6
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 7
PENDAHULUAN
Asma atau bengek merupakan penyakit
kronik saluran napas yang memerlukan
pengobatan dalam jangka waktu tertentu dan
cukup lama. Pasien asma memiliki kepekaan
saluran pernapasan yang berlebih sehingga mudah
bereaksi dengan zat yang masuk ke saluran napas.
Reaksi terhadap benda asing berupa penyempitan
saluran napas, ditandai dengan dada terasa berat,
mengi dan batuk tersengal-sengal. Gejala-gejala
asma menimbulkan gangguan aktivitas sehari-
hari, penurunan kualitas hidup, peningkatan biaya
kesehatan, bahkan kematian (Depkes, 2007).
Salah satu obat asma adalah salbutamol.
Salbutamol merupakan obat asma yang
sangat efektif untuk mencegah maupun
meniadakan serangan asma. Salbutamol salah satu
derivat isoprenalin yang merupakan adrenergik
pertama dengan daya lebih kurang spesifik
reseptor-β2 pada dosis biasa. Waktu paruh
salbutamol relatif pendek yaitu 4-6 jam, maka
pasien harus mengkonsumsi obat tersebut dengan
frekuensi yang cukup sering. Dosis oral
salbutamol 3-4 kali sehari 2-4 mg (Tjay dan
Rahardja, 1978).
FORMULASI SEDIAAN TABLET SALBUTAMOL SULFAT DENGAN
VARIASI KONSENTRASI EXPLOTAB DENGAN METODE GRANULASI
KERING
RICKY ERA LIUDIANTO [email protected]
Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakartaa
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Salbutamol merupakan salah satu obat asma yang efektif untuk mencegah maupun meniadakan
serangan asma. Salbutamol pada penelitian ini dibuat dalam sediaan tablet, karena untuk memudahkan
masyarakat dalam penggunaannya. Untuk mendukung sediaan tablet dibutuhkan bahan pengikat dan
penghancur .Bahan pengikat dan penghancur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Polivinil
pirolidon dan Explotab.
Sediaan tablet salbutamol dibuat dengan Variasi explotab berbagai konsentrasi. Analisis statistik
dilakukan dengan metode Anova satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan program
SPSS 17.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa salbutamol dapat dibuat sediaan tablet dengan
menggunakan bahan pengikat polivinil pirolidon danpeng hancur explotab. Dari uji waktu hancur
menunjukkan bahwa formula I memberikan hasil yang paling baik diabandingkan dengan formula II dan
formula III.
Kata kunci: Tablet, Salbutamol, Polivinil pirolidon, Explotab, Granulasi kering.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 8
Salbutamol pada penelitian dibuat dalam
bentuk sediaan tablet. Tablet merupakan sediaan
obat yang paling banyak digunakan serta digemari
masyarakat. Hal ini disebabkan karena mudah
dalam penggunaanya, stabil dalam penyimpanan
dengan jangka waktu yang cukup lama, ketapatan
dosis yang lebih terjamin serta harganya yang
relatif murah (Voigt, 1994). Pembuatan tablet
salbutamol memerlukan bahan tambahan yang
meliputi bahan pengisi, bahan pengikat, bahan
penghancur, dan bahan pelicin. Salah satu bahan
tambahan yang berperan penting adalah bahan
pengikat dan bahan penghancur. Bahan pengikat
yang digunakan pada penelitian ini adalah
Polivinil pirolidon (PVP), dan bahan penghancur
yang digunakan adalah Explotab.
Polivinil pirolidon merupakan bahan
pengikat yang berwarna putih, tidak berbau, tidak
berasa, bersifat higroskopis, dapat berfungsi
sebagai disintegrant, serta dapat membantu
disolusi. Menurut Banker dan Anderson (1986)
Polivinil pirolidon dapat digunakan dalam bentuk
larutan dalam air maupun alkohol, Polivinil
pirolidon juga sebagai pengikat kering. Granul
dengan Polivinil pirolidon mempunyai sifat alir
yang baik, sudut diam minimum, serta
menghasilkan fines lebih sedikit dan daya
kompaktibilitas yang lebih baik (Ridhani, 2013).
USP (1985) menjelaskan bahwa explotab
merupakan bahan penghancur yang berwarna
putih, tidak berbau, tidak berasa dan merupakan
serbuk yang mudah mengalir (free Flowing).
Kelarutan 2% b/v dalam air dingin membentuk
dipersi, tidak larut dalam alkohol (Triyono, 2012).
Explotab juga disebut sodium starch glycolate
atau primogel yang merupakan garam sodium dari
karboksiimetil amilum yang berasal dari amilum
solani. Explotab merupakan salah satu super
disintegrant yang efektif dalam pembuatan tablet
secara granulasi maupun cetak langsung. Bahan
penghancur ini sangat baik karena kemampuan
mengembangnya yang cukup besar sehingga
dapat membantu proses pecahnya tablet (Edge
and Miller, 2006).
METODE PENELITIAN
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
sediaan tablet salbutamol yang dibuat dengan
kombinasi bahan pengikat Polivinil pirolidon dan
Explotab.
Sampel yang digunakan pada penelitian
ini adalah sejumlah sediaan tablet salbutamol
yang dibuat dengan kombinasi Polivinil pirolidon
sebagai bahan pengikat dan Explotab sebagai
bahan penghancur dengan kombinasi Polivinil
pirolidon 5% dan Explotab 3%, Polivinil
pirolidon 4% dan Explotab 4% , serta Polivinil
pirolidon 3% dan Explotab 5%.
Variabel Penelitian
Identifikasi variabel utama
Variabel utama adalah kombinasi
Poliviniil pirolidon sebagai bahan pengikat dan
Explotab sebagai bahan penghancur terhadap
mutu fisik tablet salbutamol.
Klasifikasi variabel utama
Variabel bebas adalah variabel yang
sengaja dirancang untuk diteliti pengaruhnya
terhadap variabel tergantung. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah sediaan tablet
salbutamol yang dibuat dengan kombinasi
Polivinil pirolidon dan Explotab dengan
perbandingan konsentrasi Polivinil pirolidon 5%
dan Explotab 3%, Polivinil pirolidon 4% dan
Explotab 4%, Polivinil pirolidon 3% dan Explotab
5%
Variabel tergantung merupakan variabel
yang dianggap berpengaruh selain variabel bebas.
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan
waktu hancur tablet salbutamol.
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah mesin tablet single punch, hardnes tester,
friabilation tester, disintegration tester, neraca
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 9
analitik, stop watch, mortir, stamper, jangka
sorong, blender, dan alat penunjang lainnya.
Bahan
Zat aktif yang digunakan pada penelitian
ini adalah Salbutamol. Bahan pengikat yang
digunakan adalah Polivinil pirolidon, dan untuk
bahan penghancur yang digunakan adalah
Explotab, serta untuk bahan tambahan lainnya
yang digunakan yaitu laktosa, Mg stearat dan
aqudest.
Jalannya Penelitian
Formulasi sediaan tablet
Sediaan tablet salbutamol dibuat secara
granulasi basah dengan bahan pengikat Polivinil
pirolidon dan bahan penghancur Explotab dengan
formula sebagai berikut:
Tabel 2. Rancangan Formulasi tablet salbutamol
Komposisi
tiap tablet
Formula (mg)
F1 F2 F3
(3%:5%) (4%:4%) (5%:3%)
Salbutamol 4 4 4
Explotab 10 8 6
Polivinil
pirolidon
6 8 10
Mg stearat 2 2 2
Laktosa 178 178 178
Berat tablet 200 200 200
Keterangan: F I Polivinil pirolidon 3% : Explotab 5%
F II Polivinil pirolidon 4% : Explotab 4%
F III Polivinil pirolidon 5% : Explotab 3%.
Pembuatan granul
Salbutamol, explotab, polivinil pirolidon
dan laktosa dimasukkan kedalam alat pencampur,
ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit,
diaduk hingga homogen dan massa siap
digranulasi. Massa yang terbentuk diayak dengan
ayakan no 16 kemudian dioven hingga kering.
Granul yang telah kering diayak dengan ayakan
no 18, kemudian ditambah Mg stearat dan
dicampur hingga homogen.
Pengempaan tablet
Granul yang telah diuji sifat fisiknya
kemudian dikempa dengan menggunakan mesin
tablet single punch sesuai dengan berat tablet
yang telah ditentukan dalam formula.
Metode Analisis
Sediaan tablet salbutamol yang telah diuji
sifat fisiknya yang meliputi uji: keseragaman
bobot, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur,
kemudian dilakukan evaluasi dengan
membandingkan persyaratan yang terdapat pada
pustaka dengan hasil pengujian yang telah
dilakukan. Analisis statistik dilakukan dengan
metode Anova one way dengan taraf kepercayaan
95% dengan menggunakan program SPSS 17.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Granul
Pengujian kualitas granul dilakukan pada
granul yang telah dikeringkan. Pembuatan granul
sangat berpengaruh terhadap proses pentabletan
dan mutu fisik tablet agar memenuhi persyaratan
sehingga dapat menghasilkan mutu fisik tablet
yang baik. Pengujian yang biasa dilakukan untuk
mengetahui mutu fisik granul yaitu waktu alir dan
susut pengeringan.
Waktu alir granul
Waktu alir merupakan parameter sifat alir
yang nantinya akan berpengauh pada proses
pentabletan. Semakin kecil harga waktu alir maka
sifat alirnya akan semakin baik. Hasil
pengamatan waktu alir granul dapat dilihat
pada tabel 3 dan lampiran 5.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 10
Tabel 3. Hasil uji waktu alir granul
Formula Konsentrasi PVP :
Explotab
Waktu alir
(detik) ± SD
I 3% : 5% 6,895 ±
0,5081
II 4% : 4% 5,162 ±
0,4201
III 5% : 3% 4,743 ±
0,5603
Berdasarkan pemeriksaan waktu alir diperoleh
hasil sebagai berikut: penggunaan polivinil
pirolidon dan explotab dengan perbandingan
konsentrasi 3% : 5% mempunyai waktu alir
(6,895 ± 0,5081 detik); penggunaan polivinil
pirolidon dan explotab dengan perbandingan
konsentrasi 4% : 4% mempunyai waktu alir
(5,162 ± 0,4201 detik); penggunaan polivinil
pirolidon dan explotab dengan perbandingan
konsentrasi 5% : 3% mempunyai waktu alir
(4,743 ± 0,5603 detik).
Hasil pemeriksaan uji waktu alir granul
ketiga formula dengan perbedaan konsentrasi
antara bahan pengikat polivinil pirolidon dengan
bahan penghancur explotab memenuhi
persyaratan. Hasil uji ini menunjukan bahwa
waktu alir granul dibawah 10 detik untuk setiap
100 gram granul. Formula III mempunyai waktu
alir yang paling baik dibandingkan dengan
formula I dan II, karena formula III mengandung
lebih banyak bahan pengikat Polivinil pirolidon.
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi
konsentrasi bahan pengikat maka waktu alir
semakin cepat.
Hasil uji statistik anova terhadap waktu
alir granul menunjukan bahwa penggunaan bahan
pengikat polivinil pirolidon dan bahan
penghancur Explotab memberikan nilai
signifikansi kurang dari 0,05 yaitu 0,016 yang
berarti hasil ada beda yang bermakna pada taraf
kepercayaan 95%. Hasil uji statistik scheffe
menunjukkan bahwa formula I dengan formula II
dan formula III memberikan nilai signifikansi
kurang dari 0,05 yaitu 0,000 yang berarti hasil
dari formula I dengan formula III dan formula II
ada beda yang bermakna, ini dikarenakan
perbedaan konsentrasi bahan pengikat polivinil
pirolidon antara formula I dengan formula II dan
formula III. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 5.
Susut pengeringan
Susut pengeringan granul dilakukan
setelah granul siap untuk ditablet dengan
menimbang 2 gram granul kemudian dimasukkan
dalam alat moisture balance ditunggu hingga
bobot konstan. Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa susut pengeringan granul
LOD dapat dilihat pada tabel 4 dan lampiran 6.
Table 4. Hasil uji susut pengeringan
A. Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet
Granul yang telah diuji sifat fisiknya
dan telah memenuhi persyaratan, kemudian
dilakukan pencetakan dengan menggunakan
Formula Konsentrasi
PVP : Explotab
Susut
pengeringan
granul
LOD (%)
I
II
III
3 % : 5%
4 % : 4%
5 % : 3%
4,00 %
4,50 %
3,50 %
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 11
mesin pencetak tablet. Tablet yang telah dibuat,
kemudian dilakukan pengujian terhadap kualitas
tablet meliputi keseragaman bobot.
Keseragaman bobot.
Keseragaman bobot dilakukan
berdasarkan atas banyaknya penyimpangan bobot
tablet rata-rata yang masih diperbolehkan menurut
persyaratan yang ditentukan. Variasi bobot tablet
dipengaruhi oleh distribusi ukuran granul dan
sifat alir granul. Hasil pemeriksaan keseragaman
bobot tablet dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji keseragaman bobot
Formula Konsentrasi
PVP :
Explotab
Bobot
tablet (mg)
± SD
CV (%)
I 3% : 5% 199,45 ±
2,0384
1,02%
II 4% : 4% 202,60 ±
2,1254
1,04%
III 5% : 3% 200,60 ±
2,0875
1,04%
Berdasarkan pengujian keseragaman
bobot diperoleh hasil sebagai berikut: penggunaan
polivinil pirolidon dan explotab dengan
konsentrasi 3% : 5% mempunyai bobot (199,45 ±
2,0384 ); penggunaan polivinil pirolidon dan
explotab dengan konsentrasi 4% : 4% mempunyai
bobot (202,60 ± 2,1254); penggunaan polivinil
pirolidon dan explotab dengan konsentrasi 5% :
3% mempunyai bobot (200,60 ± 2,0875).
Hasil pemeriksaan keseragaman bobot
tablet salbutamol dengan perbandingan
konsentrasi bahan pengikat polivinil pirolidon dan
penghancur explotab menunjukkan hasil yang
baik karena koefisien variasi kurang dari 7,5%
dan tidak ada satupun tablet yang menyimpang
kurang lebih 15% dari bobot rata-rata. Hal ini
dikarenakan granul memiliki sifat alir yang baik
sehingga pengisisan ruang kompresi konstan dan
menghasilkan berat tablet yang seragam.
Hasil uji statistik anova terhadap
keseragaman bobot tablet dengan kombinasi
konsentrasi bahan pengikat polivinil pirolidon dan
bahan penghancur explotab dengan perbandingan
konsentrasi 3% : 5%, 4% : 4% dan 5% : 3%
memberikan nilai signifikansi di atas 0,05 yaitu
0,277, yang berarti hasil tidak ada beda yang
bermakna pada taraf kepercayaan 95 %.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan
hasil penelitian dan data statistik terhadap uji sifat
fisik tablet adalah:
Salbutamol dapat dibuat menjadi sediaan tablet
dengan bahan pengikat polivinil pirolidon dan
bahan penghancur explotab yang memenuhi
persyaratan mutu fisik menurut Farmakope
Indonesia dan pustaka lainnya.
SARAN
Saran dari penulis untuk penelitian
pembuatan sediaan tablet salbutamol dengan
perbandingan konsentrasi polivinpirolidon dan
explotab adalah:
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
pembuatan tablet salbutamol dengan metode yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Banker, G.S., and Anderson, N.R. 1986. Tablet In
Lachman. L, Lieberman, H.A., Kaning, J.L.
Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Diterjemahkan oleh Sutami, S., Aisyah L.
Vol II. Edisi III. University Press. Jakarta.
Hlm 231-235, 241-244.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta:
Hlm 27-30.
Edge and Miller. 2006. sodium strach glycolate.
In rowe, RC Sheskey, PJ and owen SC(Eds),
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 12
Handbook of pharmaceutical Exipients. 5th
Ed. London : Pharmceutical Press. Hlm 701-
703.
Ridhani, M.J. 2013. Formulasi Sediaan Kapsul
Kulit Apel Rome Beauty (Malussylvestris,
Mill) Sebagai Antioksidan dengan Variasi
Pengikat Polivinilpirolidon. [KTI].
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Setia Budi.
Tjay H.J., Kirana R. 1978. Obat-obat Penting.
Edisi IV. Jakarta: Hlm 638-651.
Triyono. 2012. Formulasi Tablet Herba Meniran
(Phyllantus niruri L) Dengan Bahan
Pengikat Polivinilpirolidon. [KTI].
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Setia Budi.
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada. Hlm. 165-167, 201-210, 215-218.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 13
PENDAHULUAN
Meningkatnya kesadaran masyarakat
akan kesehatan, akan mengakibatkan tuntutan
peningkatan pelayanan kefarmasian. Salah satu
upaya mengantisipasi keadaan tersebut dengan
menjaga kualitas pelayanan, sehingga perlu
dilakukan upaya terus menerus agar dapat
diketahui kelemahan dan kekurangan jasa
pelayanan kefarmasian. Semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan
kefarmasian, maka fungsi pelayanan perlu
ditingkatkan untuk memberi kepuasan pasien.
Kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk
penilaian pasien terhadap tingkat pelayanan yang
diterima dengan tingkat layanan yang diharapkan.
Mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kefarmasian dalam memenuhi kebutuhan dan
tuntutan setiap pasien, makin sempurna
kebutuhan dan tuntutan setiap pasien, makin baik
pula mutu pelayanan kefarmasian (Bata dkk,
2013).
Karyawan termotivasi untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasiaan
karena adanya dorongan yang kuat untuk
ANALISIS PENILAIAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN IFRS RAWAT
JALAN BERDASARKAN KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN
DI IFRS RAWAT JALAN RS BRAYAT MINULYA
UMI NAFISAH
Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Lajunya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yang semakin baik
menyebabkan masyarakat lebih selektif memilih jasa pelayanan medis yang akan dimanfaatkan guna
meningkatkan kualitas hidupnya. Oleh karena itu, karyawan IFRS dituntut untuk memiliki motivasi kerja
sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian kepada pasien. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui penilaian motivasi kerja berdasarkan waktu peracikan, jumlah obat yang diberikan,
jumlah obat yang diberi etiket dengan tepat dan pengetahuan pasien tentang dosis yang tepat. Penelitian
ini merupakan penelitiaan survey dengan menggunakan kuesioner dengan pengambilan sampel sebanyak
32responden (karyawan) dan 254 responden (pasien). Pengukuran variabel kualitas pelayanan
kefarmasian menggunakan standar yang dikeluarkan oleh World Healh Organization. Penilaian variabel
kualitas pelayanan kefarmasian untuk mengetahui apakah waktu peracikan, jumlah obat yang diberikan,
jumlah obat yang diberi etiket dengan tepat dan pengetahuan pasien tentang dosis yang tepat sesuai
dengan standar yang dikeluarkan oleh World Health Organization. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh kesimpulan bahwa penilaian motivasi kerja berdasarkan waktu peracikan, jumlah obat yang
diberikan, jumlah obat yang diberi etiket dengan tepat dan pengetahuan pasien tentang dosis yang
tepatmemberikan nilai yang positif sebesar101,32%; 100,70%; 102,80% dan 99,81%.
Kata kunci: motivasi kerja, kualitas pelayanan kefarmasian
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 14
memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi serta
sebagai proses aktualisasi diri karyawan yang
dibuktikan lewat kemampuan dalam mengemban
tugas dan pekerjaan yang dibebankan
(Andiyanto, 2011).
Pelayanan kefarmasian yang berkualitas
merupakan pelayanan kefarmasian yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta
pelaksanaannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan yang telah ditetapkan (Azwar,
2003).
Karakteristik atau sifat suatu pelayanan
berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan
dalam memenuhi kualitas pelayanan kefarmasian
terhadap pasien. Macam-macam karakteristik
dalam pelayanan kefarmasian yakni dispensing
time (waktu peracikan/pembuatan), percentage of
drugs actually dispensed (jumlah obat yang
diberikan), percentage of drugs adequately
labelled (jumlah obat yang diberi etiket dengan
tepat), dan patients knowledge of correct dosage
(pengetahuan pasien tentang dosis yang tepat)
(WHO,1999).
Penilaian pasien terhadap kualitas
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
merupakan hal penting sebagai acuan dalam
pembenahan pelayanan sehingga terciptanya
suatu kualitas pelayanan kefarmasian kepada
pasien yang lebih baik. Pasien umumnya
mengharapkan produk berupa barang/jasa yang
dikonsumsi dapat diterima dan dinikmatinya
dengan pelayanan yang baik (Puti, 2013).
Pelayanan kefarmasian merupakan salah
satu kebutuhan yang diperlukan pasien. Instalasi
farmasi rumah sakit adalah salah satu bagian
penunjang medis di rumah sakit yang berfungsi
sebagai penyedia pelayanan kefarmasian.
Instalasi farmasi di rumah sakit bertujuan untuk
menjamin kelancaran dan ketertiban dalam
penyelenggaraan kegiatan yang diperlukan untuk
menunjang pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Kualitas pelayanan kesehatan di instalasi
farmasi rumah sakit dapat meliputi waktu tunggu
pelayanan obat jadi, waktu tunggu pelayanan obat
racikan, tidak adanya kejadian kesalahan
pemberian obat, serta penulisan resep sesuai
dengan formulariun (Depkes, 2008).
Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta
merupakan rumah sakit tipe C di Surakarta.
Rumah sakit ini mengalami perkembangan yang
cukup pesat sejak didirikan. Tingkat kunjungan
pasien yang tinggi dan termasuk rumah sakit
pilihan bagi masyarakat Surakarta. Jumlah
kunjungan pasien yang tinggi tersebut harusnya
menjadi dorongan serta tantangan bagi rumah
sakit khususnya bagian instalasi farmasi untuk
meningkatkan dan memberikan pelayanan
kefarmasian yang berkualitas bagi pasien
disamping karena tingginya tuntutan pasien akan
pelayanan yang memuaskan. Menurut survey
awal yang dilakukan peneliti dengan melakukan
wawancara kepada beberapa pasien terdapat
keluhan mengenai pelayanan kefarmasian yang
diberikan oleh instalasi farmasi Rumah Sakit
Brayat Minulya.Salah satu upaya untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan melakukan
perbaikan terhadap motivasi kerja karyawan
instalasi farmasi rumah sakit.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu
tentang motivasi kerja karyawan dan kualitas
pelayanan kefarmasian antara lain :
1. Hasil penelitian Makta dkk pada tahun 2013
dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Unit
Rawat Inap RS. Stella Maris Makasar tahun
2013”, menunjukkan bahwa faktor motivasi
kerja merupakan faktor yang berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja perawat
pelaksana di unit rawat inap RS. Stella Maris
Makasar tahun 2013.
2. Hasil penelitian Suaib dkk pada tahun 2012
dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan
terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Rawat
Inap RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 15
tahun 2012”, menunjukkan bahwa faktor
kualitas pelayanan merupakan faktor yang
berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD
Syekh Yusuf Kabupaten Gowa tahun 2012.
3. Hasil penelitian Rimawati pada tahun 2014
dengan judul “Analisis Pengaruh Kualitas
Pelayanan Kefarmasian terhadap Kepuasan
Pasien Rawat Jalan di Apotek Puskesmas
Tirtomoyo Wonogiri April 2014”,
menunjukkan bahwa faktor kualitas
pelayanan kefarmasian merupakan faktor
yang berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan pasien rawat jalan di Apotek
Puskesmas Tirtomoyo Wonogiri April 2014.
Dikarenakan belum adanya penelitian
terdahulu mengenai penilaian motivasi kerja
karyawan berdasarkan kualitas pelayanan
kefarmasian, sehingga berdasarkan latar belakang
tersebut guna dapat meneliti lebih dalam sudut
pandang motivasi kerja karyawan terhadap
kualitas pelayanan kefarmasian, maka peneliti
merasa tertarik untuk mengajukan penelitian
dengan judul yang dipilih tentang “ANALISIS
PENILAIAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN
IFRS BERDASARKAN KUALITAS
PELAYANAN KEFARMASIAN DI IFRS
RAWAT JALAN DI RS BRAYAT MINULYA.”
Penelitian tentang penilaian motivasi
kerja karyawan instalasi farmasi rumah sakit
berdasarkan kualitas pelayanan kefarmasian yang
akan dilakukan di IFRS Brayat Minulya dengan
tujuan mengetahui seberapa besar pengaruh
motivasi kerja terhadap kualitas pelayanan
kefarmasian.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penilaian motivasi kerja karyawan berdasarkan
kualitas pelayanan kefarmasian yang meliputi
waktu peracikan, jumlah obat yang diberikan,
jumlah obat yang diberi etiket dengan tepat, dan
pengetahuan pasien tentang dosis yang tepat,
dengan memacu beberapa penelitian terdahulu.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah sekelompok subjek yang
hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.
Wilayah generalisasi tersebut terdiri atas:
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karekteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Azwar, 2004). Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien atau pendampingnya yang mendapat
pelayanan kefarmasian di IFRS Brayat Minulya
tahun 2014.
Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karekteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Azwar, 2004). Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagian pasien atau
pendampingnya yang mendapat pelayanan
kefarmasian di IFRS Brayat Minulya yang terpilih
dan bersedia mengisi alat penelitian yang berupa
angket atau kuesioner tanpa paksaan dari pihak
peneliti tahun 2014.
Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah non probabilitas sampling
dengan cara total sampling dan purposive
sampling.
1. Pengukuran variabel
Penelitian ini menggunakan pengukuran
terstruktur dengan kuisioner. Pengukuran variabel
motivasi kerja dan kualitas pelayanan kefarmasian
menggunakan skala Likert. Skala Likert yaitu
skala penlitian, yang mengukur tingkat
persetujuan responden dari sangat tidak setuju
sampai sangat setuju. Skala Likert termasuk skala
interval (Nazir, 1999). Skala Likert yang dipakai
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 16
dalam pengukuran penelitian ini disajikan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Skala Pengukuran Menurut Likert
Skala Pernyataan
Positif
Pernyataan
Negatif
Sangat
setuju
Setuju
Tidak Tahu
Setuju
Sangat
Tidak
setuju
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
Sumber : Nazir (1999)
Pernyataan positif diberi skor 5, 4, 3, 2,
dan 1, sedangkan pernyataan negatif diberi skor 1,
2, 3, 4, dan 5. Bentuk jawaban skala Likert terdiri
dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju (Nazir, 1999).
Pengukuran variabel-variabel dapat dijelaskan
dalam tabel 2.
Tabel 2. Pengukuran variabel penelitian
Variabel Indikator
Motivasi Kerja - Higiene
- Motivator
- Ekspektasi
- Instrumentalis
- Valensi
Waktu Peracikan - Waktu peracikan
- Jumlah racikan
- Ketepatan dalam meracik
Jumlah Obat
yang Diberikan
- Jumlah obat yang
diresepkan
- Jumlah obat yang
diberikan
- Informasi obat yang
diberikan
Jumlah Obat
yang Diberi
Etiket dengan
Tepat
- Adanya nama pasien
- Adanya aturan pakai
- Kesesuaian pemberian
etiket
Pengetahuan
Pasien tentang
Dosis yang Tepat
- Dosis yang diterima
pasien
- Aturan pemakaian obat
- Kesesuaian dosis
(Sumber: WHO, 1999)
1. Standar Kualitas Pelayanan Kefarmasian
Pengukuran variabel kualitas pelayanan
kefarmasian menggunakan standar yang
dikeluarkan oleh World Health Organization.
Standar yang dipakai dalam penelitian ini
disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Standar Kualitas Pelayanan
Kefarmasian
Variabel Standar Kualitas Pelayanan
Keafarmasian
Waktu
Peracikan
- Mengukur waktu penyiapan,
peracikan dan penyerahan
obat kepada pasien
- Rata-rata: jumlah kumulatif
waktu peracikan obat dibagi
dengan total jumlah resep
- Standar waktu peracikan: 15
menit
Jumlah Obat
yang
Diberikan
- Mengukur ketersediaan obat
yang diresepkan
- Persentase: jumlah kumulatif
obat yang diberikan (dalam
%) dibagi dengan jumlah
resep
- Persentase standar jumlah
obat yang diberikan: 90%
Jumlah Obat
yang Diberi
Etiket
- Mengukur kesesuaian
pemberian label/etiket pada
obat
- Persentase: jumlah obat yang
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 17
dengan
Tepat
diberi etiket dikurangi
dengan jumlah obat yang
tidak diberi etiket kemudian
dibagi dengan jumlah resep
dan dikalikan 100%
- Persentase standar kesalahan
obat yang tidak diberi etiket
dengan tepat: 10,2%
Pengetahuan
Pasien
tentang
Dosis yang
Tepat
- Mengukur efektivitas
informasi yang diberikan
kepada pasien
- Persentase: jumlah kumulatif
kemampuan pasien
mengevaluasi dibagi jumlah
resep dan dikalikan 100%
- Persentase standar pasien
yang tidak mampu
mengevaluasi: 80%
(Sumber: WHO, 1999)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Pelayanan Kefarmasian
Pasien atau keluarga yang mewakili
pasien mendapatkan pelayanan kefarmasian dari
IFRS Brayat Minulya. Data penelitian diperoleh
dari menyebar kuesioner tentang motivasi kerja
karyawan terhadap kualitas pelayanan
kefarmasian di IFRS Brayat Minulya.
Uji instrumen
Uji validitas. Penelitian ini menggunakan uji
validitas untuk mengukur ketepatan suatu item
dalam kuesioner atau skala, apakah item-item
pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam
mengukur apa yang diukur. Uji validitas dan uji
reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan
terhadap motivasi kerja karyawan IFRS Brayat
Minulya karyawan dan keempat dimensi kualitas
pelayanan kefarmasian yang teridiri dari waktu
peracikan, jumlah obat yang diberikan, jumlah
obat yang diberi etiket dengan tepat dan
pengetahuan pasien tentang dosis yang tepat.
Setiap dimensi kualitas pelayanan kefarmasian
terdiri dari lima butir pernyataan dan motivasi
kerja karyawan terdiri dari tujuh butir pernyataan,
sehingga total alat ukur kuesioner teradapat 27
butir. Penilaian langsung terhadap koefisien
korelasi bisa digunakan batas nilai minimal
korelasi 0,2407 untuk uji coba 32 responden.
Teknik pengujian yang digunakan untuk uji
validitas pada program SPSS version17 yaitu
dengan Corrected Item-Total Correlation.
Hasil uji validitas dari butir-butir
pernyataan kuesioner adalah sebagai berikut:
a. Alat ukur kuesioner motivasi kerja, hasil
validitas kuesioner sebagai berikut:
Tabel 4 . Hasil uji validitas motivasi kerja
karyawan
Variabel
Butir
pernya
-taan
r-
hitung r-tabel Ket.
Motivasi
Kerja
1
2
3
4
5
6
0,421
0,450
0,267
0,492
0,430
0,196
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
Hasil uji validitas motivasi kerja
berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa
lima butir pernyataan memiliki nilai r-hitung
lebih besar dari r-tabel (0,2407) dan satu butir
pernyataan memiliki r-hitung lebih kecil dari r-
tabel (0,2407) maka demikian hanya lima butir
pernyataan yang dikatakan valid dan dapat
digunakan untuk pengujian sampel.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 18
b. Alat ukur kuesioner waktu peracikan, hasil
validitas kuesioner sebagai berikut:
Tabel 5 . Hasil uji validitas waktu peracikan
Variab
le
Buti
r
pern
yata
an
r-
hitung r-tabel
Keteran
gan
Waktu
Peracik
an
1
2
3
4
5
0,371
0,333
0,292
0,577
0,458
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
Hasil uji validitas waktu peracikan
berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa lima
butir pernyataan memiliki nilai r-hitung lebih
besar dari r-tabel (0,2407) maka demikian semua
butir pernyataan tersebut dikatakan valid dan
dapat digunakan untuk pengujian sampel.
c. Alat ukur kuesioner jumlah obat yang
diberikan, hasil validitas kuesioner sebagai
berikut:
Tabel 6. Hasil uji validitas jumlah obat
yang diberikan
Varia
ble
Buti
r
pern
yata
an
r-
hitung r-tabel
Ketera
ngan
Jumlah
Obat
yang
1
2
0,315
0,398
0,2407
Valid
Valid
Diberi
kan
3
4
5
0,436
0,353
0,326
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
Hasil uji validitas jumlah obat yang
diberikan berdasarkan tabel 6 dapat diketahui
bahwa lima butir pernyataan memiliki nilai r-
hitung lebih besar dari r-tabel (0,2407) maka
demikian semua butir pernyataan tersebut
dikatakan valid dan dapat digunakan untuk
pengujian sampel.
d. Alat ukur kuesioner jumlah obat yang diberi
etiket dengan tepat, hasil validitas kuesioner
sebagai berikut
Tabel 7. Hasil uji validitas jumlah obat
yang diberi etiket dengan tepat
Variable
Butir
perny
ataan
r-
hitung r-tabel
Ketera
ngan
Jumlah
Obat
yang
Diberi
Etiket
dengan
Tepat
1
2
3
4
5
0,628
0,551
0,434
0,400
0,315
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
Hasil uji validitas jumlah obat yang
diberi etiket dengan tepat berdasarkan tabel 7
dapat diketahui bahwa lima butir pernyataan
memiliki nilai r-hitung lebih besar dari r-
tabel (0,2407) maka demikian semua butir
pernyataan tersebut dikatakan valid dan
dapat digunakan untuk pengujian sampel.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 19
e. Alat ukur kuesioner pengetahuan pasien
tentang dosis yang tepat, hasil validitas
kuesioner sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil uji validitas pengetahuan
pasien tentang dosis yang tepat
Variable
Butir
perny
ataan
r-
hitung
r-
tabel
Ketera
ngan
Pengetah
uan
Pasien
tentang
Dosis
yang
Tepat
1
2
3
4
5
0,336
0,551
0,415
0,598
0,240
0,2407
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2014)
Hasil uji validitas jumlah pengetahuan
pasien tentang dosis yang tepat berdasarkan
tabel 8 dapat diketahui bahwa lima butir
pernyataan memiliki nilai r-hitung lebih
besar dari r-tabel (0,2407) maka demikian
semua butir pernyataan tersebut dikatakan
valid dan dapat digunakan untuk pengujian
sampel.
1.1. Uji reliabilitas. Uji reliabilitas
digunakan untuk mengetahui konsistensi alat
ukur, apakah alat ukur yang digunakan dapat
diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran
diulang. Uji ini menggunakan metode pengujian
Cronbach’s Alpha (α), suatu alat ukur dikatakan
reliabel apabila nilai Cronbach’s Alpha (α) > 0,6.
Hasil uji reliabilitas dari butir-butir pernyataan
kuesioner sebagai berikut:
Tabel 9. Hasil uji reliabilitas alat ukur
kuesioner
N
o
Alat ukur
pertanya
an
Cronb
ach’s
Alpha
Reliab
ilitas
Kritis
Ketera
ngan
1
2
3
4
5
Motivasi
Kerja
Waktu
peracikan
Jumlah
obat yang
diberikan
Jumlah
obat yang
diberi
etiket
dengan
tepat
Pengetahu
an pasien
tentang
dosis yang
tepat
0,640
0,640
0,602
0,706
0,668
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber: Data primer yang telah diolah (2014)
Hasil uji reliabiltas di atas menyatakan
bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk harapan
yang terdiri dari waktu peracikan, jumlah obat
yang diberikan, jumlah obat yang diberi etiket
dengan tepat dan pengetahuan pasien tentang
dosis yang tepat masing-masing memiliki
Cronbach’s Alpha sebesar 0,640; 0,602; 0,706;
0,668 dimana nilai positif lebih besar dari 0,6
sehingga dinyatakan bahwa alat ukur kuesioner
kualitas pelayanan kefarmasian dinyatakan
reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
Untuk perhitungan reliabilitas juga
menyatakan bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk
motivasi kerja adalah sebesar 0,640 dimana
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 20
nilainya positif dan lebih dari 0,6 sehingga
dinyatakan bahwa alat ukur kuesioner untuk
motivasi kerja dinyatakan reliabel dan dapat
digunakan untuk penelitian selanjutnya.
A. Jumlah Sampel untuk Penelitian
Rumus yang digunakan untuk
menghitung sampel (s) dari populasi yang sudah
diketahui jumlahnya dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Q . P . 1 - N d
Q . P . N . s
22
2
Diketahui
N = 941
s = jumlah sampel 2 = dengan dk = 1, taraf kesalahan 5% =
3,481
P = Q = 0,5 (50%) merupakan proporsi
populasi
d = 0,05
0,5x 0,5x 481,3 1 -941 05,0
0,5x 0,5x 941x 481,3 s
2
254 22025,3
818,90525
87025,035,2
818,90525 s
Berdasarkan hasil perhitungan sesuai
dengan rumus penentuan jumlah sampel maka
diperoleh s = 254, sehingga sampel yang
digunakan untuk penelitian adalah 254 responden.
Deskripsi Responden
Responden
Responden pada pengambilan data
tentang motivasi kerja yaitu karyawan IFRS
Brayat Minulya sebanyak 32 responden.
Responden pada oengambilan data tentang
kualitas pelayanan kefarmasian yaitu pasien di
IFRS Brayat Minulya sebanyak 254 responden.
a. Pekerjaan responden. Distribusi responden
berdasarkan pekerjaan responden dapat
dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Distribusi Responden
menurut pekerjaan (Karyawan)
Pekerjaan Frekuensi Persentase
(%)
Apoteker 1 3,125
Asisten
Apoteker
18 56,25
Lain-lain 13 40,625
Jumlah 32 100
Sumber : Data primer yang telah diolah (2014)
Berdasarkan data dari 32 responden,
didapat bahwa responden paling sedikit adalah
apoteker (tenaga kefarmasian) dengan persentase
3,125%. Sedikitnya responden apoteker
menunjukkan bahwa rumah sakit membutuhkan
lebih banyak apoteker (tenaga kefarmasian) di
instalasi farmasi.
Tabel 11. Distribusi Responden menurut
pekerjaan (Pasien)
Pekerjaan Frekuensi Persentase
(%)
PNS 18 7,0
Pegawai Swasta 113 44,4
Petani 10 3,9
Pelajar/Mahasiswa 49 19,2
Pedagang 12 4,7
Lain-lain 52 20,4
Jumlah 254 100
Sumber : Data primer yang telah diolah (2014)
Berdasarkan data dari 254 responden,
didapat bahwa responden paling banyak adalah
pegawai swasta dengan persentase 44,4%
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 21
dikarenakan orang yang bekerja ditempat
usahanya sendiri dapat meninggalkan
pekerjaannya tanpa ijin dari kepala kantor dan
sejumlah 52 responden atau 20,4% mempunyai
pekerjaan yang lain selain PNS, petani,
pelajar/mahasiswa dan pedagang.
b. Pendidikan terakhir responden. Salah satu
karakteristik populasi dapat dilihat dari
distribusi tingkat pendidikan terakhir
responden dalam tabel 12:
Tablel 12. Jumlah dan Persentase Responden
Menurut Pendidikan
Pendidikan Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
SD 21 8,2
SMP 73 28,7
SMA 127 50
Akademi/Diploma 15 5,9
Sarjana 18 7,0
Jumlah 254 100
Sumber : Data primer yang telah diolah (2014)
Berdasarkan data pada tabel 12 dapat
dilihat bahwa responden terbanyak adalah
responden dengan tingkat pendidikan SMA
dengan persentase 50% dan responden paling
sedikit adalah tingkat Akademi/Diploma dengan
persentase 5,9%. Banyaknya responden SMA
dimungkinkan karena sudah mengertinya
masyarakat dengan peranan dan fungsi Instalasi
Farmasi di sekitarnya.
Hasil Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis
menggunakan standar atau parameter kualitas
pelayanan kefarmasian berdasarkan WHO dalam
upaya membuktikan hipotesis penelitian. Hasil
analisis dapat di deskripsikan sebagai berikut:
Waktu Peracikan
Mengukur waktu penyiapan, peracikan dan
penyerahan obat kepada pasien, rata-rata dihitung
sebagai berikut:
Rata-rata=
menit
Jumlah rata-rata waktu yang dibutuhkan
tenaga teknis kefarmasian untuk melakukan
peracikan atau pembuatan resep sebesar 8,14
menit, dimana nilai tersebut lebih kecil dari
standar yang dikeluarkan oleh WHO (15 menit),
maka demikian waktu peracikan tersebut
dinyatakan sesuai dengan standar pelayanan
kefarmasian WHO. Hal ini memberikan makna
bahwa pelayanan waktu peracikan obat di IFRS
Brayat Minulya sudah baik.
Jumlah Obat yang Diberikan
Mengukur ketersediaan obat yang
diresepkan, persentase dihitung sebagai berikut:
Persentase
Persentase jumlah obat yang tersedia dan
jumlah obat yang diberikan kepada pasien sebesar
89,5%, dimana nilai tersebut lebih kecil dari
standar yang dikeluarkan oleh WHO (90%), maka
demikian jumlah obat yang diberikan dinyatakan
sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian
WHO. Hal ini memberikan makna bahwa
pelayanan jumlah obat yang diberikan kepada
pasien di IFRS Brayat Minulya sesuai dengan
yang diresepkan.
Jumlah Obat yang Diberi Etiket dengan Tepat
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 22
Mengukur kesesuaian pemberian label atau
etiket pada obat, persentase dihitung sebagai
berikut:
Persentase=
Persentase jumlah obat yang diberi etiket
dengan tepat oleh tenaga teknis kefarmasian
sebesar 100%, dimana nilai tersebut lebih besar
dari standar yang dikeluarkan oleh WHO
(10,2%), maka demikian semua obat yang
diserahkan kepada pasien seluruhnya telah diberi
etiket dengan tepat. Hal ini memberikan makna
bahwa jumlah obat yang diberi etiket dengan tepat
di IFRS Brayat Minulya sudah baik.
Pengetahuan Pasien tentang Dosis yang Tepat
Mengukur kesesuaian pengetahuan pasien
tentang dosis yang tepat, persentase dihitung
sebagai berikut:
Persentase=
Persentase pengetahuan pasien tentang dosis
yang tepat oleh tenaga teknis kefarmasian sebesar
100%, dimana nilai tersebut lebih besar dari
standar yang dikeluarkan oleh WHO (80%), maka
demikian pasien mampu mengevaluasi informasi
yang diberikan oleh tenaga teknis kefarmasian.
Hal ini memberikan makna bahwa pelayanan
informasi tentang dosis yang tepat kepada pasien
di IFRS Brayat Minulya sudah baik.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan
terhadap motivasi kerja karyawan IFRS Brayat
Minulya dan keempat dimensi kualitas pelayanan
kefarmasian. Hasil uji hipotesis menggunakan
Descriptive Statistics sebagai berikut:
Tabel 13. Hasil uji descriptif.
Sumber: Data primer yang telah diolah (2014)
Hasil uji hipotesis menggunakan descriptive
statistics berdasarkan tabel 13 dapat diketahui
bahwa rata-rata (mean) dari motivasi kerja
karyawan sebesar 21,13 dan standar deviasi
sebesar 1,737. Nilai standar deviasi motivasi
kerja lebih besar dari dimensi kualitas pelayanan
kefarmasian yang berupa waktu peracikan, jumlah
obat yang diberikan, jumlah obat yang diberi
etiket dengan tepat dan pengetahuan pasien
tentang dosis yang tepat
(0,979;1,143;0,958;1,146). Bila standar deviasi
memiliki nilai kurang dari 20% dari mean, maka
menunjukkan variasinya kecil. Hal ini
memberikan makna sebagai berikut:
a. Penilaian Motivasi Kerja berdasarkan Waktu
Peracikan
Hasil uji hipotesis berdasarkan tabel 13 dapat
diketahui bahwa standar deviasi dari
motivasi kerja dan waktu peracikan sebesar
1,737 dan 0,979, dimana nilai tersebut
No Variabel Mean SD %
1
2
3
4
5
Motivasi
Kerja
Waktu
peracikan
Jumlah obat
yang
diberikan
Jumlah obat
yang diberi
etiket
dengan tepat
Pengetahuan
pasien
tentang dosis
yang tepat
21,13
21,41
21,28
21,72
21,09
1,737
0,979
1,143
0,958
1,146
-
98,69
99,29
97,28
100,19
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 23
kurang dari 20% dari mean. Besarnya
persentase dari motivasi kerja berdasarkan
waktu peracikan memberikan nilai sebesar
98,69%. Hal ini menunjukan bahwa
motivasi kerja berdasarkan waktu peracikan
memiliki variasi yang kecil.
b. Penilaian Motivasi Kerja berdasarkan Jumlah
Obat yang Diberikan
Hasil uji hipotesis berdasarkan tabel 13 dapat
diketahui bahwa standar deviasi dari
motivasi kerja dan jumlah obat yang
diberikan sebesar 1,737 dan 1,143, dimana
nilai tersebut kurang dari 20% dari mean.
Besarnya persentase dari motivasi kerja
berdasarkan jumlah obat yang diberikan
memberikan nilai sebesar 99,29%. Hal ini
menunjukan bahwa motivasi kerja
berdasarkan jumlah obat yang diberikan
memiliki variasi yang kecil.
c. Penilaian Motivasi Kerja berdasarkan Jumlah
Obat yang Diberi Etiket dengan Tepat
Hasil uji hipotesis berdasarkan tabel 13 dapat
diketahui bahwa standar deviasi dari
motivasi kerja dan jumlah obat yang diberi
etiket dengan tepat sebesar 1,737 dan 0,958,
dimana nilai tersebut kurang dari 20% dari
mean. Besarnya persentase dari motivasi
kerja berdasarkan jumlah obat yang diberi
etiket dengan tepat memberikan nilai sebesar
97,28%. Hal ini menunjukan bahwa
motivasi kerja berdasarkan jumlah obat yang
diberi etiket dengan tepat memiliki variasi
yang kecil.
d. Penilaian Motivasi Kerja berdasarkan
Pengetahuan Pasien tentang Dosis yang
Tepat. Hasil uji hipotesis berdasarkan tabel
13 dapat diketahui bahwa standar deviasi dari
motivasi kerja dan pengetahuan pasien
tentang dosis yang tepat sebesar 1,737 dan
1,146, dimana nilai tersebut kurang dari 20%
dari mean. Besarnya persentase dari
motivasi kerja berdasarkan pengetahuan
pasien tentang dosis yang tepat memberikan
nilai sebesar 100,19%. Hal ini menunjukan
bahwa motivasi kerja berdasarkan
pengetahuan pasien tentang dosis yang tepat
memiliki variasi yang kecil.
e. Penilaian Motivasi Kerja
Hasil uji hipotesis berdasarkan tabel 13 dapat
diketahui bahwa standar deviasi dari
motivasi kerja sebesar 1,737, dimana nilai
tersebut kurang dari 20% dari mean. Hal ini
menunjukan bahwa motivasi kerja memiliki
variasi yang kecil dan tingginya nilai standar
deviasi dari motivasi kerja memberikan hasil
yang positif terhadap dimensi kualitas
pelayanan kefarmasian yakni waktu
peracikan, jumlah obat yang diberikan,
jumlah obat yang diberi etiket dengan tepat
serta pengetahuan pasien tentang dosis yang
tepat di IFRS Brayat Minulya.
Penilaian motivasi kerja berdasarkan
waktu peracikan memberikan penilaian yang baik,
karyawan termotivasi untuk bekerja lebih baik
dengan cara mendisiplinkan diri untuk bekerja
lebih cekatan dalam hal waktu peracikan.
Penilaian motivasi kerja berdasarkan jumlah obat
yang diberikan memberikan penilaian kinerja
karyawan yang optimal, karyawan termotivasi
untuk bekerja lebih optimal dengan cara
memberikan jumlah obat sesuai dengan resep
kepada pasien. Penilaian motivasi kerja
berdasarkan jumlah obat yang diberi etiket
dengan tepat memberikan penilaian kinerja
karyawan yang optimal, karyawan termotivasi
untuk bekerja lebih baik dengan cara memberikan
etiket pada obat yang diserahkan pasien dengan
cepat dan tepat. Penilaian motivasi kerja
berdasarkan pengetahuan pasien tentang dosis
yang tepat memberikan penilaian yang optimal,
karyawan termotivasi untuk bekerja lebih baik
dengan cara mengikuti seminar guna
mengembangkan ilmu kefarmasian.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian yang telah
dianalisis maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Motivasi kerja karyawan IFRS memberikan
penilaian yang positif berdasarkan kualitas
pelayanan kefarmasian yang berupa waktu
peracikan di IFRS Brayat Minulya dengan
waktu rata-rata 8,14 menit < 15 menit.
2. Motivasi kerja karyawan IFRS memberikan
penilaian yang positif berdasarkan kualitas
pelayanan kefarmasian yang berupa jumlah
obat yang diberikan di IFRS Brayat Minulya
dengan persentase 89,5% < 90%.
3. Motivasi kerja karyawan IFRS memberikan
penilaian yang positif berdasarkan kualitas
pelayanan kefarmasian yang berupa jumlah
obat yang diberi etiket dengan tepat di IFRS
Brayat Minulya dengan persentase 100% >
89,8%.
4. Motivasi kerja karyawan IFRS memberikan
penilaian yang positif berdasarkan kualitas
pelayanan kefarmasian yang berupa
pengetahuan pasien tentang dosis yang tepat
di IFRS Brayat Minulya dengan persentase
100% > 80%.
Saran
Berdasarkan analisis data dan kesimpulan,
maka untuk pengembangan data dan peningkatan
motivasi kerja berdasarkan kualitas pelayanan
kefarmasian di IFRS Brayat Minulya penulis
memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk karyawan IFRS rawat jalan RSU
Brayat Minulya yang memiliki motivasi
rendah dan sedang harap ditambah guna
meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian
menjadi lebih baik.
2. Hasil positif yang sudah diraih harus
dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini
dikembangkan dengan indikator lain sesuai
kondisi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Andiyanto W. 2011. Pengaruh Motivasi
Kerja dan Kepemimpinan terhadap
Kinerja Pegawai pada Badan
Keluarga Berencana dan
Pemberdayaan Perempuan
Kabupaten Manggarai-Flores Nusa
Tenggara Timur. [Skripsi].
Universitas Diponegoro. Semarang.
Azwar S. 2003. Sikap Manusia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Azwar S. 2004. Metode Penelitian.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Bata, Arifin, dan Darmawansyah. 2013.
Hubungan Kualitas Pelayanan
Kesehatan dengan Kepuasan Pasien
Pengguna Askes Sosial pada
Pelayanan Rawat Inap di RSUD
Lakipadada Kabupaten Tana Toraja
Tahun 2013. Jurnal Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan. Universitas
Hasanudin. Makasar.
Makta, Noor, dan Kapalawi. 2013. Pengaruh
Motivasi Kerja dengan Kinerja
Perawat Pelaksana di Unit Rawat
Inap RS. Stella Maris Makasar
Tahun 2013. Jurnal Manajemen
Rumah Sakit. Universitas
Hasanudin. Makasar.
Nazir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta:
Graha Indonesia.
Puti WC. 2013. Pengaruh Kualitas
Pelayanan dan Kepuasan terhadap
Loyalitas Pasien Rawat Jalan dan
Rawat Inap Rumah Sakit Otorita
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 25
Batam. [Skripsi]. Universitas
Widyatama. Batam.
Rimawati YA. 2014. Analisis Pengaruh
Pelayanan Kefarmasian terhadap
Kepuasan Pasien Rawat Jalan
Apotek Puskesmas Tirtomoyo
Wonogiri April 2014. [Skripsi].
Universitas Setia Budi. Surakarta.
Suaib, Indar, dan Jafar. 2012. Pengaruh
Kualitas Pelayanan terhadap
Kepuasan Pasien di Ruang Rawat
Inap RSUD Syekh Yusuf Kabupaten
Gowa. Jurnal Administrasi
Kebijakan Kesehatan. Universitas
Hasanudin. Makasar.
World Health Organization. 1999. Medicine
Access and Rational Use.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 26
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 27
PENDAHULUAN
Kepemimpinan merupakan suatu
proses dengan berbagai cara mempengaruhi
orang atau sekelompok orang untuk mencapai
suatu tujuan bersama (Mangunhardjana,
1986). Kepemimpinan tercermin dari adanya
pendayagunaan pengaruh dan semua aspek
hubungan antar manusia, dan mengandung
unsur komunikasi yang akan berpengaruh
terhadap pikiran, tingkah laku dan hasil kerja
para pengikut (Subanegara, 2005).
Pelaksanaan tugas kepemimpinan
mempengaruhi orang atau sekelompok orang
menuju ke tujuan tertentu yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu
berasal dari diri kita sendiri, pandangan kita
terhadap manusia, keadaan kelompok dan
situasi waktu kepemimpinankita laksanakan.
Faktor-faktor yang berasal dari diri kita
sendiri, yang mempengaruhi kepemimpinan
kita adalah pengertian kita tentang pemimpin,
nilai atau hal yang kita kejar dalam
kepemimpinan, cara kita berhasil menduduki
pangkat kepemimpinan dan pengalaman yang
telah kita miliki di bidang kepemimpinan
(Mangunhardjana, 1986).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
dapat didefinisikan sebagai suatu departemen
atau unit di suatu rumah sakit di bawah
pimpinan seorang apoteker yang didampingi
oleh apoteker pendamping dan dibantu oleh
tenaga teknis kefarmasian yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan kompeten secara
profesional, tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan
ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT TERHADAP KINERJA
KARYAWAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM
YARSIS SURAKARTA
SITI MA’RUFAH
Program Studi Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Gaya kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap motivasi kerja. Gaya
kepemimpinan mempengaruhi kondisi motivasi dan semangat kerja karyawan. Jika gaya
kepemimpinan sesuai dengan situasi yang dihadapi dalam organisasi atau unit kerja, maka
akan membuat suasana kerja menjadi kondusif, dan pada akhirnya memberi motivasi yang
tinggi bagi karyawan untuk memberikan yang terbaik dalam mencapai target kerja.
Pada suatu organisasi, kerjasama yang kuat antara setiap anggota merupakan suatu
hal penting yang harus dimiliki untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu kerjasama antara pimpinan dan bawahan perlu mendapat perhatian, agar pelaksanaan
aktivitas perusahaan berjalan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan
Kepala Instalasi Farmasi yang baik harus mampu mengatur, membimbing, mengarahkan, dan
memotivasi karyawan untuk bergerak bersama-sama sesuai dengan pembagian tugas yang
telah ditetapkan bagi masing-masing karyawan.
Kata kunci: gaya kepemimpinan, kinerja karyawan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 28
kefarmasian, yang terdiri dari pelayanan
paripurna, mencakup perencanaan, mencakup
perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan perbekalan kesehatan atau
sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan
resep bagi penderita rawat inap dan rawat
jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian
distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan
kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi
klinik umum dan spesialis, mencakup
pelayanan langsung pada penderita dan
pelayanan klinik yang merupakan program
rumah sakit secara keseluruhan (Anonim,
2010).
Motivasi berasal dari bahasa latin
yaitu Movere, yang berarti menggerakkan.
Motivasi merupakan hasil sejumlah proses
yang bersifat internal atau eksternal bagi
seorang individu, yang dapat menimbulkan
sikap antusias dalam hal melaksanakan hal-
hal tertentu. Motivasi dalam suatu kelompok
atau organisasi dimaksudkan sebagai kemauan
untuk berjuan atau berusaha ketingkay yang
lebih tinggi menuju tercapainya tujuan dari
suatu kelompok atau organisasi tersebut,
dengan syarat tidak mengabaikan kemampuan
seseorang (Anonim, 2009).
Motivasi dapat didefinisikan dari sisi
perilaku yang ditampilkan seseorang. Orang-
orang yang termotivasi akan melakukan usaha
yang lebih besar dari pada yang tidak.
Definisi ini bersifat relatif dan hanya
memberikan sedikit penjelasan pada kita.
Sebuah definisi yang lebih deskriptif namun
kurang substantive mengatakan bahwa
motivasi adalah keinginan untuk melakukan
sesuatu dan menentukan kemampuan
bertindak untuk memuaskan kebutuhan
individu. Suatu kebutuhan, dalam terminologi
kami, berarti suatu kekurangan secara fisik
atau psikologis yang membuat keluaran
tertentu terlihat menarik (Pratama, 2011).
Motivasi sering kali diartikan dengan
istilah dorongan. Dorongan atau tenaga
tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani
untuk berbuat. Motivasi merupakan suatu
proses psikologis yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan
keputusan yang terjadi pada diri seseorang.
Pengertian yang dikemukakan oleh Wexley
dan Yukli adalah pemberian atau penimbulan
motif. Jadi, motivasi kerja karyawan adalah
sesuatu yang menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Motivasi sebagai sesuatu
yang dirasakan sangat penting, hal ini
disebabkan karena beberapa alasan, antara
lain: motivasi sebagai suatu yang penting dan
motivasi sebagai sesuatu yang sulit (Ulfa,
2010).
Motivasi kerja karyawan merupakan
suatu dorongan bagi karyawan dan organisasi
agar mau bekerja secara berhasil sehingga
para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus
tercapai. Beberapa orang memiliki motivasi
yang sangat kuat untuk sukses, namun mereka
berusaha keras untuk meraih prestasi
perorangan dari pada mendapat penghargaan
karena keberhasilan yang diraihnya. Orang
yang berprestasi membedakan diri mereka
dengan yang lainnya dari hasrat mereka untuk
melakukan segala sesuatu dengan lebih baik.
Motivasi sering kali diartikan dengan
istilah Penelitian tentang pengaruh gaya
kepemimpinan kepala instalasi farmasi
terhadap motivasi kerja karyawan yang akan
dilakukan di Instalasi Farmasi RS.Islam
Yarsis Surakarta dengan tujuan mengetahui
seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan
seorang pemimpin terhadap memotivasi
karyawannya.
Kepemimpinan merupakan salah satu
topik yang menarik dan dianggap penting
dalam menjalankan suatu instalasi farmasi di
rumah sakit bagi pencapaian visi, misi, dan
tujuan suatu rumah sakit. Kualitas dari
pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor
terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan
suatu organisasi (Raharjo dan Nafisah, 2006).
Menurut Hersey dan Blanchard ada 4
tipe gaya kepemimpinan, yaitu: (a) Tipe
Direktif; (b) Tipe Konsultatif; (c) Tipe
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 29
Partisipatif; (d) Tipe Delegatif (Handayani,
2010).
Kinerja menurut Mangkunegara
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Zainudin,
2013), sedangkan kinerja menurut Gibson
merupakan hasil kriteria efektifitas
kemampuan organisasi dalam ketaatan
mencapai tujuan, guna memberikan keluaran
yang diminta lingkungan. Kinerja pegawai
dapat diukur secara individu menurut Jhon
Bernadin dengan menggunakan 5 kriteria
yaitu antara lain: (a) Kemampuan kerja sama;
(b) Inisiatif; (c) Keandalan; (d) Kualitas; (e)
Kuantitas (Handayani, 2010).
Berdasarkan uraian latar belakang
penelitian, menunjukkan bahwa semakin
besarnya pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja karyawan, oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Terhadap Kinerja Karyawan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Yarsis
Surakarta”.
METODE PENELITIAN
Uraian Metode Penelitian
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek dan subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untu dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh karyawan instalasi farmasi di
RS. Islam Yarsis Surakarta.
Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang diteliti.
Secara umum, sampel diartikan sebagai
sejumlah karyawan yang jumlahnya lebih
kecil daripada populasi. Jadi yang dimaksud
dengan sampel adalah sebagian populasi yang
akan diteliti yang jumlahnya lebih kecil dari
populasi. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah karyawan instalasi
farmasi yang ada di RS.Islam Yarsis
Surakarta.
Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive
sampling, yaitu sampel nonprobabilitas yang
memenuhi kriteria tertentu. Penelitian ini
dilakukan di Instalasi Farmasi RS. Islam
Yarsis Surakarta.
Definisi Operasional Variabel
Gaya kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi dan memusatkan
perhatian pada bawahan agar kembaga,
instansi atau perusahaan yang dipimpin dapat
menjadi lebih maju. Pengukuran variabel
menggunakan skala likert 5 point berdasarkan
indikator:
Tabel 1. Indikator gaya kepemimpinan
Variabel Indikator
Gaya Kepemimpinan Memotivasi
Kredibilitas
Percaya diri
Intelegensia
Menguasai
Permasalahan
Pengawasan Diri
Ramah
Bersahabat
Bertanggung jawab
Sumber: Susmiyatun 2011
Motivasi kerja adalah keinginan yang ada
dalam diri seseorang pada suatu kondisi yang
mendorong dan mengarahkan perilakunya
atau yang menjadi sebab seseorang
melakukan suatu perbuatan guna untuk
memenuhi tujuan tertentu. Pengukuran
variabel menggunakan skala likert 5 point
berdasarkan indikator:
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 30
rxy =
Tabel 2. Indikator motivasi kerja
karyawan
Variabel Indikator
Motivasi Kerja
Karyawan
Bersemangat
Rajin
Ulet
Sopan
Teliti
Disiplin
Rapi
Patuh
Bertanggung jawab
Sumber: Susmiyatun 2011
Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan
pengukuran terstruktur dengan kuisioner.
Pengukuran variabel gaya kepemimpinan dan
motivasi kerja karyawan menggunakan skala
Likert. Skala Likert yaitu skala penlitian,yang
mengukur tingkat persetujuan responden dari
sangat tidak setuju sampai sangat setuju.
Skala Likert termasuk skala ordinal yaitu
skala yang digunakan apabila atribut yang
diukur menunjukkan beberapa derajat urutan
atau peringkat yang diakui untuk diukur
(Nazir, 1999). Skala Likert yang dipakai
dalam pengukuran penelitian ini disajikan
dalam tabel 3.
Tabel 3. Skala Pengukuran Menurut Likert
Skala Pernyataan
Positif
Pernyataan
Negatif
Sangat
setuju
Setuju
Tidak
Tahu
Setuju
Sangat
Tidak
setuju
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
Sumber : Kotler (2001)
Pernyataan positif diberi skor 5, 4, 3,
2, dan 1, sedangkan pernyataan negatif diberi
skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Bentuk jawaban skala
Likert terdiri dari sangat setuju, setuju, ragu-
ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju
(Nazir, 1999).
Teknik Analisis
Teknik analisis merupakan proses
yang terdiri dari dua tahapan uji yaitu uji
instrumen penelitian dan analisi regresi.
Uji instrumen meliputi dua tahapan yaitu
uji validitas dan uji reabilitas kuesioner.
Uji instrumen
Uji validitas instrumen penelitian.
Instrumen ini digunakan untuk mengukur
sikap maupun gejala sesuai yang telah
didefinisikan. Penelitian ini menggunakan
instrumen penelitian berupa kuesioner serta
wawancara dengan kepala instalasi farmasi
serta bawahannya. Secara teoritik, prosedur
uji validitas dapat dituliskan sebagai beriku:
a. Merumuskan hipotesis. Ho : p = 0
(artinya, skor butir / faktor tidak berkorelasi
dengan skor total faktor atau konstruk),
dimana r adalah koefisien korelasi populasi.
b. Menentukan taraf nyata α. Umumnya
taraf nyata yang digunakan dalam penelitian
sebesar 0, 01 atau 0, 05. Dalam penelitian
ini taraf nyata yang digunakan sebesar 0,
05.
c. Menentukan r hitung dengan rumus
dapat dirumuskan sebagai berikut:
.......(1)
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi product moment
Y = Skor total tiap responden
X = Skor tiap butir pertanyaan
N = Jumlah sampel d. Menentukan kriteria uji. Uji hipotesis
merupakan uji satu arah, sehingga H1 diterima
(ada korelasi positif) bila r hitung lebih besar
daripada r kritisnya (nilai r yang ditentukan
dalam tabel korelasi product moment).
2222 ) ( - N ) ( - N
)( )( - N
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 31
e. Mengambil kesimpulan, yaitu bila H0
diterima, maka dapat disimpulkan skor butir /
faktor tidak berkorelasi positif dengan skor
total faktor / kosntruknya. Bila H1 yang
diterima, maka dapat disimpulkan skor butir /
faktor korelasi positif dengan total skor faktor
/ konstruknya.
1.2. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas yang digunakan dalam
oenelitian ini adalah uji reliabilitas
berdasarkan metode Alpha (α). Nilai alpha
dirumuskan sebagai berikut:
................ (2)
Keterangan:
r11 = Nilai reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir instrumen
= Jumlah varian butir
= Varians skor
Nilai reliabilitas dianggap memuaskan
bila mencapai lebih besar dari 0,90. Secara
teoritik instrumen pengukuran suatu variabel
dinyatakan reliabel bila nilai alphanya lebih
besar dari 0,5. Secara umum nilai alpha lebih
besar dari 0,6 dapat diterima dan digunakan
untuk menyatakan reliabilitas suatu kuesioner
(Azwar, 2000). Kuesioner yang tidak
memenuhi persyaratan maka tidak dapat
digunakan dalam penelitian. Nilai reliabilitas
penelitian ini digunakan untuk mengetahui
adanya perubahan gaya kepemimpinan dalam
kurun waktu tertentu yang mempengaruhi
motivasi kerja karyawan.
2. Uji analisis regresi sederhana
Hubungan pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap motivasi kerja dapat
dirumuskan dalam model regresi sebagai
berikut:
Y = bo + b1x + e ................. (3)
Keterangan:
bo = konstanta regresi
b1 = koefisien regresi
y = motivasi kerja
x = gaya kepemimpinan
e = error (variabel pengganggu)
Dalam analisis regresi ada tiga hal utama yang
perlu diketahui, yaitu:
Estimasi koefisien dan uji signifikasi model
regresi. Estimasi koefisien regresi pada
dasarnya adalah menentukan besarnya
konstanta dan koefisien regresi, yaitu bo dan
b1. Koefisien regresi dikatakan signifikan bila
nilai signifikansinya lebih kecil dari 0.05,
sebaliknya koefisien regresi dikatakan tidak
signifikan bila nilai signifikansi (sig. ) nya
lebih besar dari 0,05.
Uji signifikan koefisien dan model regresi
meliputi tahapan:
Uji t (individual test). Uji ini digunakan
untuk menguji signifikansi bo dan b1. Bila bo
dan b1 signifikan, maka gaya kepemimpinan
berpengaruh terhadap motivasi kerja
karyawan. t hitung ditentukan dengan rumus:
t = bi
Se (bi) ...................... (4)
Uji signifikansi model (overall test). Uji
signifikansi model ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah model regresi signifikan
untuk memprediksi variasi yang terjadi pada
variabel terikat yaitu motivasi kerja karyawan.
uji signifikasi model menggunakan uji F
(Anova).
Koefisien Determinasi (R2). Koefisien
determinasi adalah suatu nilai yang digunakan
untuk mengukur seberapa besar pengaruh
gaya kepemimpinan terhadap variasi dalam
variabel motivasi kerja. Nilai R2 terletak
antara 0 dan 1. Bila koefisien determinasi
sebesar 1, berarti model menjelaskan seratus
persen variasi dalam variabel tak bebasnya.
Sebaliknya, jika koefisien variasi sebesar 0,
berarti model tidak menjelaskan sedikitpun
variasi dalam variabel tak besarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Obyek analisis yang diteliti sebagai populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai
organisasi tersebut sebanyak 200 orang. Kita
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 32
dapat mengasumsikan karakteristik populasi
adalah homogen, artinya semua pegawai
mendapatkan pelayanan yang sama dari pihak
manajemen organisasi. Jumlah sampel yang
dapat dianggap representatif dapat dilakukan
melalui penyebaran kuesioner kepada 50
responden (William Emory:1999).
Pada dua tahun terakhir pencapaian kinerja
pegawai organisasi ini belum
memuaskan.Indikasi tersebut antara lain
memperlihatkan bahwa pelayanan organisasi
ini dinilai kurang memuaskan oleh pemangku
kepentingan dan masyarakat dengan
banyaknya komplain yang masuk. Hasil
Penelitian Deskripsi Responden Jenis
Kelamin Berdasarkan pengamatan terhadap
50 responden dalam penelitian ini, ternyata
didominasi responden yang berjenis kelamin
laki-laki sebesar 68 % dan selebihnya 32 %
berjenis kelamin perempuan.
Usia
Berdasarkan pengamatan terhadap 50
responden dalam penelitian ini, ternyata
didominasi responden yang berusia 20-30
tahun sebesar 54 %, responden yang berusia
31-40 tahun sebesar 22 %, responden yang
berusia 41-50 tahun sebesar 22 % dan
selebihnya 2 % responden yang berusia diatas
50 tahun.
Pendidikan
Berdasarkan pengamatan terhadap 50
responden dalam penelitian ini, ternyata
didominasi responden yang berpendidikan S1
sebesar 74 %, responden yang berpendidikan
SMU sebesar 14 % responden yang
berpendidikan Diploma sebesar 8 % dan
selebihnya 4 % responden yang berpendidikan
S2.
Masa Kerja
Berdasarkan pengamatan terhadap 50
responden dalam penelitian ini, ternyata
didominasi responden dengan masa kerja 1-10
tahun sebesar 80 %, responden dengan masa
kerja lebih dari 20 tahun sebesar 12 % dan
selebihnya 8 % responden dengan masa kerja
11-20 tahun.
Bahasan Penelitian Pengaruh Parsial
Faktor Gaya Kepemimpinan Terhadap
Kinerja
Pada tahap awal, dilakukan analisa parsial
untuk masing-masing variabel, variabel gaya
kepemimpinan akan memberikan kontribusi
yang
berbeda terhadap kinerja pegawai dari pada
etos kerja.
Dari hasil pengolahan SPPS dapat kita lihat
jelas bahwa gaya kepemimpinan memberikan
kontribusi yang relatif besar dan signifikan
terhadap peningkatan kinerja pegawai.
Hal itu dapat ditunjukkan dengan perolehan
parameter Rho=0,811 (81,10%) dan dengan
kontribusi R2= 0,657 (65,70%). Demikian
juga prediksi model, yaitu eXyˆ11+β+α=,
adalah positif yaitu eX393,0841,25yˆ1++=,
dan mampu memberikan kontribusi sebesar
81,10%, penduga parameternya pun
signifikan. Perhatikan Nilai F-hitung > F-
Signifikan atau 111,283 > 0,000, untuk
a=0,05. Kemudian dapat diamati, bahwa
parameter penduga ganda tersebut telah
memenuhi beberapa asumsi "BLUE"
(Penduga yang Best Linier Unbiased
Estimator). Perhatikan dan Probability (p) < a
atau p 0,000 < 0,05. Yang memberikan arti
dari kedua variabel independent variabel tidak
terjadi homoskedasitas, (t.hitung constanta > t.
signifikan atau 19,433> 0,000). Dengan
demikian, penduga parameter tersebut diatas
dapat dipastikan secara parsial mampu
memprediksikan perubahan yang positif
terhadap kinerja pegawai.
Kontribusi variabel gaya kepemimpinan
dalam penelitian ini sangat nyata dijadikan
sebagai indikator yang mempengaruhi kinerja
pegawai. Kemudian apabila diamati lebih jauh
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 33
keberadaan nilai konstanta model (α=25,841)
adalah dapat diimplikasikan bahwa kinerja
individu pegawai telah terbentuk pada
organisasi tersebut.
Pengaruh Parsial Faktor Etos Kerja
Terhadap Kinerja
Berdasarkan hasil olahan data kuesioner
dengan
software SPSS pada penelitian ini ternyata
variabel etos kerja kurang memberikan
kontribusi
dan masih signifikan terhadap peningkatan
kinerja pegawai. Hal itu, dapat ditunjukkan
dengan perolehan penduga parameter
eXyˆ22+β+α=,yaitu eX179,0659,32yˆ2++=,
dan hanya memberikan kontribusi sebesar
22,20%, walaupun penduga parameternya
signifikan. Perhatikan Nilai F-hitung > F-
Signifikan atau 2,999 > 0,089, untuk a=0,05.
Kemudian dapat diamati, bahwa parameter
penduga ganda tersebut telah memenuhi
beberapa asumsi "BLUE" (Penduga yang Best
Linier Unbiased Estimator). Perhatikan R2=
4,90% (Multikolinieritas yang relatif tinggi)
dan Probability (p) < a atau p 0,089 < 0,05.
Yang
memberikan arti dari kedua variabel
independent variabel tidak terjadi
homoskedasitas, (t.hitung constanta > t.
signifikan atau 8,053> 0,089). Dengan
demikian, penduga parameter tersebut diatas
dapat dipastikan secara simultan mampu
memprediksikan perubahan yang positif
terhadap kinerja pegawai. kontribusi variabel
etos kerja dalam penelitian ini dilakukan
kurang namun masih signifikan dijadikan
sebagai indikator yang mempengaruhi kinerja
pegawai. Kemudian apabila diamati lebih jauh
keberadaan nilai konstanta model (α=32,659)
adalah dapat diimplikasikan bahwa kinerja
individu pegawai telah terbentuk pada
organisasi tersebut.
Pengaruh Simultan Faktor Gaya
Kepemimpinan dan Etos Kerja Terhadap
Kinerja Setelah analisa parsial kemudian
dilakukan analisa pengaruh simultan gaya
kepemimpinan dan etos kerja terhadap kinerja
pegawai. Berdasarkan hasil olahan data
kuesioner pada penelitian ini ternyata kedua
variabel tersebut secara simultan mampu
memberikan kontribusi yang relatif semakin
besar dan signifikan terhadap peningkatan
kinerja pegawai. Hal itu, dapat ditunjukkan
dengan perolehan penduga parameter
eXXyˆ2211+β+β+α=, adalah positif yaitu
eX004,0X396,0641,25yˆ21+++=, dan mampu
memberikan kontribusi sebesar 81,20%,
penduga parameternya pun signifikan.
Perhatikan Nilai F-hitung > F-Signifikan atau
45,362 > 0,000, untuk a=0,05.Kemudian dapat
diamati, bahwa parameter penduga ganda
tersebut telah memenuhi beberapa asumsi
"BLUE" (Penduga yang Best Linier Unbiased
Estimator). Perhatikan R2=65,90%
(Multikolinieritas yang relatif tinggi) dan
Probability (p) < a atau p 0,000 < 0,05. Yang
memberikan arti dari kedua variabel
independent
variabel tidak terjadi homoskedasitas,
(t.hitung constanta > t. signifikan atau 9,451>
0,000). Dengan demikian, penduga parameter
tersebut
diatas dapat dipastikan secara simultan
mampu memprediksikan perubahan yang
positif terhadap kinerja pegawai. Lebih
jelasnya, pendistribusian data-data tersebut
dapat diamati melalui tampilan
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Faktor gaya kepemimpinan memberikan
kontribusi yang relatif besar dan sangat
signifikan terhadap peningkatan kinerja
pegawai pada organisasi tersebut. Sehingga
dalam program pengembangan organisasi
ke depan harus lebih diarahkan pada
pengembangan gaya kepemimpinan
(kepemimpinan) organisasi.
2. Faktor etos kerja memberikan kontribusi
yang relatif kecil namun masih signifikan
dijadikan sebagai indikator yang
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 34
mempengaruhi kinerja pegawai organisasi
tersebut.
3. Namun bila kedua faktor tersebut secara
simultan mampu memberikan kontribusi
yang relatif semakin besar dan sangat
signifikan terhadap peningkatan kinerja
pegawai. Dalam hal ini pengembangan
organisasi juga perlu meningkatkan gaya
kepemimpinan dan etos kerja secara
simultan memberikan peningkatan
pencapaian kinerja pegawai yang
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2010. Instalasi Farmasi Rumah
Sakit.http://siscia.wordpress.com/instalas
i-farmasi-rumah-sakit. [Agustus 2014].
Azwar S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Kotler P. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran.
Edisi 8. Diterjemahkan oleh Sihombing.
Erlangga. Jakarta.
Mangunhardjana AM. 1986. Kepemimpinan
Teori dan Pengembangannya. Kanisius.
Yogyakarta, 9-18.
Nazir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta:
Graha Indonesia.
Pratama SE. 2011. Analisis Pengaruh Gaya
Kepemimpinan PSA Terhadap Motivasi
Kerja Karyawan Apotek Se Kabupaten
Rembang Tahun 2010. Universitas Setia
Budi. Surakarta.
Raharjo ST, Nafisah D. 2006. Jurnal Studi
Manajemen dan Organisasi. Analisis
Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen
Organisasi dan Kinerja Karyawan (Studi
Empiris pada Departemen Agama
Kabupaten Kendal dan Departemen
Agama Kota Semarang) 3:69.
Subanegara HP, 2005. Diamond Head Drill
dan Kepemimpinan dalam Manajemen
Rumah Sakit. Andi Yogyakarta.
Yogyakarta.
Susmiyatun. 2011. Analisis Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Pemilik Saran Apotek
(PSA) pada Motivasi Kerja Karyawan
Apotek di Kabupaten Blora. Universitas
Setia Budi. Surakarta.
Ulfa F. 2010. Analisis Pengaruh Gaya
Kepemimpinan PSA Terhadap Motivasi
Kerja Karyawan Apotek Se Kabupaten
Grobogan Tahun 2010. Universitas Setia
Budi. Surakarta.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 35
PENDAHULUAN
Dekade belakangan ini, perhatian
banyak ditujukan terhadap peran radikal bebas
pada berbagai patogenesis penyakit termasuk
proses aging. Radikal bebas secara normal
merupakan hasil sampingan metabolisme sel.
Dalam keadaan normal, tubuh manusia telah
dilengkapi dengan potensi antioksidan yang
cukup banyak. Keseimbangan sulit terdeteksi
terjadi antara produksi radikal bebas dengan
sistem pertahanan antioksidan pada tingkat sel
untuk mengatasi stres oksidatif. Adanya faktor
yang mendorong pergeseran keseimbangan ke
arah produksi radikal bebas yang berlebih
akan menyebabkan kerusakan berbagai
jaringan dan penyakit. Oleh karena itu,
masalah akan mulai muncul pada saat
mekanisme pertahanan kurang apabila
dibandingkan dengan kelebihan produksi
radikal bebas (Achmad, 2004).
Radikal bebas adalah molekul yang
tidak stabil dan menyerang struktur molekul
yang stabil. Dalam keadaan kronis dan dalam
ketiadaan pertahanan, serangan ini
menyebabkan kerusakan pada jaringan sehat,
organ, selaput sel, pembuluh darah, protein,
lemak, karbohidrat dan untai DNA bahkan di
dalam sel. Kerusakan yang dihasilkan
memiliki efek kumulatif dan dapat
menyebabkan banyak penyakit. Kerusakan sel
PENGUKURAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE
DPPH SERTA PENETAPAN KADAR FENOLIKNYA PADA
TANAMAN Andrographis Paniculata (BURM.F.) Nees
(SAMBILOTO)
PRAPTANTI SINUNG AN [email protected]
Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
Abstrak
Penggunaan bahan pengawet dan antioksidan sintetis tidak direkomendasikan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena diduga dapat menimbulkan penyakit
kanker (carcinogen agent). Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi ekstrak herba
sambiloto sebagai bahan acuan untuk mendapatkan antioksidan dari bahan alam yang
mempunyai tingkat keamanan yang lebih baik dibanding antioksidan sintetik, serta melihat
kontribusi total senyawa fenolik yang terdapat dalam masing-masing ekstrak herba terhadap
aktivitas antioksidannya yang ditentukan dengan menggunakan metode DPPH.
Penetapan aktivitas antiradikal dilakukan dengan mengukur penurunan serapan
DPPH oleh ekstrak sampel sedangkan kandungan fenol total ditetapkan dengan metode Folin
Ciocalteu.
Potensi ekstrak untuk kadar fenol total dalam herba yang dinyatakan dalam GAE
(Gallic Acid Eqivalent) berturut-turut 17,121 ± 21,593 mg/g sampel ekstrak. Koefisien korelasi
dari persamaan regresi linier antara IC50 dan kadar total fenol dalam GAE memberikan
gambaran bahwa 61% aktivitas antiradikal ekstrak tanaman disumbangkan oleh kandungan
fenoliknya.
Kata kunci: aktivitas antioksidan, herba sambiloto, DPPH, kadar fenol total
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 36
DNA dalam sel yang disebabkan oleh radikal
bebas memiliki konsekuensi biologis yang
serius seperti mutasi, transformasi
karsinogenik, patologi dan penuaan selular.
Pernah dilaporkan bahwa radikal bebas dapat
menyebabkan kematian sel yang terprogram
(apoptosis). Sebuah radikal bebas dapat
merusak enzim, molekul protein, atau seluruh
sel, tetapi lebih buruk lagi, dalam nano-detik
dapat melepaskan reaksi berantai yang sangat
banyak dalam tubuh kita. Setiap radikal bebas
dapat berinisiasi dan melancarkan jutaan
radikal bebas lain, mengatur rantai perusakan
secara biologis reaksi yang dapat terjadi pada
tingkat selular dan molekular (Hetrick, 2003).
Menurut National Cancer Institute,
radikal bebas adalah molekul dengan elektron
tidak lengkap yang membuatnya secara
kimiawi lebih reaktif daripada yang tidak
memiliki kulit elektron yang tidak lengkap.
Pada manusia bentuk yang paling umum dari
radikal bebas adalah oksigen. Ketika sebuah
molekul oksigen (O2) menjadi bermuatan
listrik atau teradikalisasi, maka dia akan
mencoba untuk mencuri elektron dari molekul
lain, menyebabkan kerusakan DNA dan
molekul lain. Dengan berjalannya waktu,
kerusakan tersebut kemungkinan menjadi
kerusakan yang tidak bisa diperbaiki lagi dan
menyebabkan penyakit termasuk kanker.
Terdapat banyak faktor internal dan
eksternal yang membentuk radikal bebas: asap
rokok, alkohol yang berlebihan, radiasi
termasuk radiasi ultraviolet dari matahari,
knalpot mobil, pestisida, herbisida, polusi,
penggunaan obat, kemoterapi, pembedahan,
kerusakan bakteri oleh sel darah putih, infeksi
mikroba atau virus, metabolisme racun, proses
peradangan, produk sampingan dari
metabolisme oksigen, stres, shock, trauma,
hipoksia, reaksi enzimatik, konsumsi kalori,
pola makan yang buruk dan kebanyakan
bahan makanan terutama pengoksidasi
minyak yang terhidrogenasi (Hetrick, 2003).
Peran antioksidan adalah untuk
berinteraksi dengan radikal bebas dan
memadamkannya atau membuatnya menjadi
tidak berbahaya (Hetrick, 2003). Antioksidan
dapat menetralisir radikal bebas sehingga
atom dengan elektron yang tidak berpasangan,
mendapat pasangan elektron sehingga lebih
stabil (Barus, 2009).
Pada saat ini penggunaan bahan
pengawet dan antioksidan sintetis tidak
direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) karena diduga dapat
menimbulkan penyakit kanker (carcinogen
agent). Karena itu perlu dicari alternatif lain
yaitu bahan pengawet dan antioksidan alami
yang bersumber dari bahan alam (Barus,
2009).
Antioksidan alami adalah senyawa
fenolik pada tanaman yang kemungkinan
berada pada semua bagian tanaman (Gordon,
2003). Polifenol memainkan peranan penting
dalam tanaman maupun dalam makanan
(Murkovic, 2003). Keberadaan gugus pemberi
elektron pada posisi orto dan para dalam fenol
menambah aktivitas antioksidannya dengan
efek penginduksi (Madhafi et al., 1996).
Herba sambiloto merupakan tanaman
asli Indonesia dan berpotensi untuk
dikembangkan sebagai antioksidan alami.
Kandungan total fenol berkorelasi
kuat dan searah dengan aktivitas antioksidan
pada herba sambiloto. Akan tetapi menurut
penelitian yang dilakukan oleh (Dai et al.
(2005), kadar total fenolik berkorelasi negatif
dengan aktivitas penangkap radikal tanaman
keladi tikus (Thyponium divaricatum (Linn)
Decne). Hal ini disebabkan karena selain
senyawa fenolik, aktivitas penangkap radikal
dari ekstrak tumbuhan juga disumbangkan
oleh senyawa-senyawa seperti minyak
menguap, karotenoid dan vitamin C.
Kandungan-kandungan kimia dalam
tanaman kelas Magnoliopsida salah satunya
adalah senyawa polifenol (Ahmeda et al.,
2009, Pittella et al., 2009, Awal et al., 2009,
Widyastuti, 2010, Ramchoun et al., 2009).
Senyawa fenolik mempunyai korelasi positif
dengan aktivitas antioksidan (Huda, 2009),
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 37
sehingga polifenol kemungkinan merupakan
senyawa yang paling berpotensi
menyumbangkan aktivitas antiradikal pada
kelima ekstrak herba kelas Magnoliopsida.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi
dari kelima ekstrak herba tersebut sebagai
bahan acuan untuk mendapatkan antioksidan
dari bahan alam yang mempunyai tingkat
keamanan yang lebih baik dibanding
antioksidan sintetik, serta melihat kontribusi
total senyawa fenolik yang terdapat dalam
masing-masing ekstrak herba terhadap
aktivitas antioksidannya yang ditentukan
dengan menggunakan metode DPPH.
Kandungan-kandungan kimia dalam
tanaman kelas Magnoliopsida salah satunya
adalah senyawa polifenol (Ahmeda et al.,
2009, Pittella et al., 2009, Awal et al., 2009,
Widyastuti, 2010, Ramchoun et al., 2009).
Senyawa fenolik mempunyai korelasi positif
dengan aktivitas antioksidan (Huda, 2009),
sehingga polifenol kemungkinan merupakan
senyawa yang paling berpotensi
menyumbangkan aktivitas antiradikal pada
kelima ekstrak herba kelas Magnoliopsida.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi
dari dari ekstrak herba tersebut sebagai bahan
acuan untuk mendapatkan antioksidan dari
bahan alam yang mempunyai tingkat
keamanan yang lebih baik dibanding
antioksidan sintetik, serta melihat kontribusi
total senyawa fenolik yang terdapat dalam
masing-masing ekstrak herba terhadap
aktivitas antioksidannya yang ditentukan
dengan menggunakan metode DPPH.
METODE PENELITIAN
Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu alat-alat
gelas, corong Buchner, vortex, mikropipet,
spektrofotometer UV-Vis.
Bahan yang digunakan. Ekstrak herba
sambiloto, DPPH (2,2-diphenyl--
picrylhidrazyl), etanol p.a. (E. Merck), plate
silica gel GF 254 (E. Merck), vitamin E
(Sigma Co.), asam galat p.a, Folin-Ciocalteu
p.a dan Natrium karbonat p.a.
Jalannya penelitian
Pengumpulan bahan
Ekstrak herba sambiloto diperoleh
dari laboratorium Biologi Farmasi Politeknik
Indonusa Surakarta.
Uji kualitatif
Uji kualitatif aktivitas antioksidan
Ekstrak etanol herba sambiloto serta
pembanding Vitamin E ditotolkan sebanyak
masing-masing 2µl ke dalam plat KLT.
Setelah kering, plat disemprot dengan larutan
DPPH dan diamati bercak yang timbul.
Bercak kuning menandakan positif adanya
aktivitas antioksidan.
Uji kualitatif senyawa fenol
Ekstrak etanol herba sambiloto serta
pembanding asam galat ditotolkan sebanyak
masing-masing 2µl ke dalam plat KLT.
Setelah kering, plat disemprot dengan larutan
FeCl3 dan diamati bercak yang timbul.
Senyawa fenol ditunjukkan oleh warna hijau,
merah ungu, biru, atau hitam yang kuat
(Harborne, 1987).
Uji kualitatif senyawa flavonoid
Ekstrak etanol herba Sambiloto serta
pembanding quersetin ditotolkan sebanyak
masing-masing 2µl ke dalam plat KLT.
Setelah kering, plat diuapi dengan uap amonia
dan disemprot dengan sitroborat. Plat
kemudian dioven selama 10 menit dan diamati
bercak yang timbul pada lampu UV 366nm.
Warna/fluoresensi yang terbentuk sebagai
indikasi adanya flavonoid adalah fluoresensi
kuning kehijauan di bawah sinar UV366 nm
(Pramono, 1989).
Uji aktivitas antioksidan (metode DPPH)
Aktivitas antiradikal dalam ekstrak
herba sambiloto ditentukan dengan metode
DPPH sesuai yang dilakukan Rohman dan
Riyanto (2004).
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 38
Pembuatan larutan pereaksi DPPH
Ditimbang seksama DPPH 15,77 mg,
kemudian dilarutkan dengan etanol p.a sampai
tanda pada labu takar 100,0 mL, sehingga
diperoleh konsentrasi 0,4 mM dan disimpan
dalam wadah gelap di almari es.
Penentuan panjang gelombang maksimum
(maks)
DPPH 0,7 mL ditempatkan dalam
labu takar 5,0 mL, ditambah etanol p.a sampai
tanda, diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 450-545 nm terhadap blanko 5,0
mL etanol p.a, diplotkan harga absorbansi
maksimum. Panjang gelombang maksimum
adalah panjang gelombang dimana larutan
cuplikan memiliki absorbansi maksimum.
Pembuatan larutan stok ekstrak herba
sambiloto.
Sampel ekstrak herba sambiloto
ditimbang 10,00 mg dalam botol timbang,
ditambah pelarut etanol p.a, divortek sampai
homogen, dimasukan dalam labu takar 10,0
mL, sehingga didapat larutan dengan
konsentrasi 0,1 %.
Pembuatan larutan stok vitamin E
Vitamin E ditimbang 10,00 mg dalam
botol timbang, ditambah pelarut, divortek
sampai homogen, dimasukan dalam labu takar
10,0 mL, ditambah pelarut sampai tanda,
didapat larutan dengan konsentrasi 0,1 %.
Penentuan IC50 ekstrak herba sambiloto.
Sejumlah larutan stok ekstrak herba
sambiloto serta vitamin E dengan lima seri
konsentrasi, ditempatkan dalam labu takar 5,0
mL. Sampel selanjutnya ditambah dengan 0,7
mL DPPH 0,4 mM dan ditambah etanol
hingga tanda. Campuran tersebut divorteks
selama 30 detik dan diinkubasi selama 30
menit. Absorbansi sampel diukur terhadap
blangko yang terdiri dari sejumlah larutan
stok dalam etanol pada λmaks. Selain itu,
dibandingkan dengan kontrol yang terdiri dari
0,7 mL DPPH 0,4 mM dalam etanol p.a.
Dihitung % aktivitas antiradikal. Dibuat kurva
regresi linier antara konsentrasi melawan %
aktivitas antiradikal. Didapatkan rumus
regresi linier dan ditentukan konsentrasi
sampel pada aktivitas 50%. Percobaan uji
aktivitas antiradikal direplikasi sebanyak tiga
kali. Setiap sekali percobaan, pembuatan stok
dan pengenceran sampel juga direplikasi
sebanyak tiga kali.
Penentuan kadar total fenolik dalam
sampel
Kandungan fenolik total dalam ekstrak dan
fraksi ditentukan dengan metode Folin-
Ciocalteau sesuai dengan yang dilakukan oleh
Lee et al. (2003) dengan beberapa modifikasi.
Penentuan operating time (OT)
Sebanyak 75,0 μL asam galat 0,04%
direaksikan dengan 200,0 μL reagen Folin-
Ciocalteu (diencerkan dengan aquabidest
sebanyak 1:1). Campuran divorteks hingga
homogen dan didiamkan selama 5 menit,
kemudian ditambahkan 2,0 mL Na2CO3 7%
dan ditepatkan volumenya hingga 5,0 mL
dengan aquabidest dalam labu takar.
Selanjutnya, campuran tersebut divorteks
selama 30 detik dan absorbansinya diukur
terhadap blangko setiap interval waktu 5
menit pada λmaks referen 750 nm hingga
diperoleh absorbansi stabil. Blangko terdiri
dari 200,0 μL reagen Folin-Ciocalteu
ditambah 2,0 mL Na2CO3 7% dan ditepatkan
volumenya dengan aquabidest dalam labu
takar.
Penentuan panjang gelombang maksimal
(λmaks).
Penentuan dilakukan dengan
mereaksikan seperti pada OT kemudian
didiamkan selama OT dan diamati
absorbansinya pada rentang panjang
gelombang 600-800 nm.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 39
Penentuan kurva baku asam galat
Penentuan kurva baku dilakukan
dengan mengambil larutan standar asam galat
0,04% yaitu 60,0μL; 70,0μL; 80,0μL; 90,0μL
dan 100,0μL, selanjutnya seri konsentrasi
tersebut direaksikan seperti pada penentuan
OT kemudian didiamkan selama OT dan
diamati absorbansinya pada λmaks. Penentuan
dilakukan dengan 3 kali replikasi.
Penetapan kadar fenol total
Larutan stok ekstrak dibuat
konsentrasi 0,1% dan diambil sejumlah
tertentu, kemudian direaksikan seperti pada
OT, kemudian didiamkan selama OT dan
diamati absorbansinya pada λmaks. Penentuan
dilakukan dengan 3 kali replikasi.
Cara Analisis
Penentuan aktivitas antiradikal
dilakukan melalui perhitungan inhibitory
concentration (IC50). IC50 adalah konsentrasi
ekstrak dan vitamin E yang memberikan %
aktivitas antiradikal sebesar 50% dibanding
kontrol melalui suatu persamaan garis regresi
linier antara kadar terhadap % penangkapan
radikal (Rohman dan Riyanto, 2004).
% A. antiradikal = (abs kontrol-abs sampel) x 100 %
(abs kontrol )
Kandungan fenol total dalam ekstrak
etanol ekstrak herba sambiloto dihitung
dengan memasukkan data absorbansi dalam
persamaan kurva baku asam galat sebagai
nilai y, di mana nilai x yang diperoleh
merupakan ekivalensi miligram asam galat
dalam tiap gram eksrak (GAE).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kualitatif DPPH, Fenolik, dan
Flavonoid Ekstrak Herba.
Uji kualitatif DPPH, fenolik, dan
flavonoid ekstrak etanol herba sambiloto
dilakukan dengan cara KLT. Totolan tidak
dielusi dengan fase gerak tertentu,
melainkan hanya dilakukan uji
pendahuluan menggunakan pereaksi
semprot tertentu.
6 5 4 3 2 1
uji fenolik
C1c23456
hasil penampakan dengan pereaksi sitroborat
6 5 4 3 1a
Hasil penampakan dengan pereaksi DPPH
6 5 4 3 2 1b
hasil penampakan dengan pereaksi FeCl3
A
C
B
2
Gambar 2. Hasil Uji Kualitatif sampel (1a)
Vitamin E, (1b) asam galat, (1c) quersetin,
(2) herba sambiloto,
Tabel 1. Hasil Uji Kualitatif Sampel
No
. Sampel
Uji
DPPH
(A)
Sinar
tampa
k
Uji
Fenoli
k (B)
Sinar
tampa
k
Uji
Flavonoi
d (C)
UV
366nm
1A Vitamin
E +++ - -
1B Asam
Galat - + -
1C Querseti
n - - +
3
Herba
Sambilot
o
+ + +
Keterangan: + = intensitas kecil
++ = intensitas sedang
+++ = intensitas tinggi
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 40
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semua ekstrak dan vitamin E
mempunyai aktivitas antioksidan. Hal ini
ditunjukkan pada pengamatan dengan
adanya bercak kuning (Tabel 1). Herba
sambiloto mempunyai bercak kuning
dengan intensitas rendah, sehingga
kemungkinan herba tersebut sedikit
memiliki aktivitas antioksidan.
Senyawa fenol dapat dideteksi
dengan menambahkan larutan besi (III)
klorida dalam air atau etanol ke dalam
cuplikan, yang menimbulkan warna hijau,
merah ungu, biru, atau hitam yang kuat
(Harborne, 1987). Herba Seledri dan
pembanding asam galat menunjukkan
secara positif adanya fenolik (Gambar 2
dan Tabel 1). Besarnya kadar senyawa
fenolik dalam kelima ekstrak tersebut
dapat ditentukan dengan uji kuantitatif
menggunakan pereaksi Folin Ciocalteu.
Uji flavonoid dinyatakan positif
apabila memberikan bercak fluoresensi
kuning kehijauan di bawah sinar UV366
nm (Pramono, 1989), sehingga sampel
ekstrak herba seledri serta pembandingnya
quersetin mengandung flavonoid.
Penentuan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Herba Sambiloto dengan
Metode DPPH.
Uji aktivitas antiradikal dengan
metode DPPH dilakukan pada panjang
gelombang 517,6 nm dengan waktu
inkubasi 30 menit. Penentuan aktivitas
antiradikal dilakukan melalui perhitungan
inhibitory concentration (IC50). IC50
adalah konsentrasi ekstrak dan standar
yang memberikan % aktivitas antiradikal
sebesar 50% dibanding kontrol melalui
suatu persamaan garis regresi linier antara
kadar terhadap % penangkapan radikal
(Rohman dan Riyanto, 2004). Semakin
besar nilai IC50, semakin kecil aktivitas
antioksidannya dan sebaliknya semakin
kecil nilai IC50, semakin besar pula
aktivitas antioksidannya.
Pada herba sambiloto hanya
sedikit sekali mempunyai aktivitas
antioksidannya. Akan tetapi dilakukan
juga penentuan kandungan fenolik
totalnya agar diketahui hubungan korelasi
antara aktivitas antioksidan dan
kandungan fenoliknya.
Penentuan Kandungan Fenolik Total
Penentuan kandungan fenolik total
dilakukan dengan menggunakan pereaksi
Folin-Ciocalteu dan sebagai standar
digunakan asam galat. Asam galat
digunakan sebagai standar karena asam
galat termasuk ke dalam senyawa fenolik
dan memiliki aktivitas antioksidan yang
kuat (Lee et al., 2003).
Pengukuran dilakukan pada
panjang gelombang 742,5 nm dan pada
menit ke-50. Kurva baku asam galat yang
diperoleh untuk pengukuran kandungan
fenolik total adalah y = 0,110x+0,018
dengan R2 = 0,999 (Tabel 3, Gambar 4).
Tabel 3. Data Penentuan Kurva Baku
Standar Asam Galat
Kad
ar
(µg/
mL)
Abs
Rerata Abs
± SD R.1 R.2
2
0,247 0,232 0,235 ±
0,0161 0,213 0,247
3
0,345 0,374 0,349 ±
0,0231 0,319 0,357
4
0,446 0,493 0,466 ±
0,0198 0,459 0,464
5
0,557 0,57 0,570 ±
0,0090 0,576 0,576
6
0,654 0,675 0,675 ±
0,0230 0,664 0,707
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 41
Gambar 4. Profil Penetapan Kurva Baku
Asam Galat
Kadar polifenol total masing-
masing ekstrak dinyatakan dalam GAE
(Gallic Acid Equivalent). GAE merupakan
jumlah kesetaraan miligram asam galat
dalam 1 gram sampel (Lee et al., 2003).
Tabel 4. Hasil Penentuan Kandungan
Fenolik Total Ekstrak
Sampel GAE ± SD
(mg/g sampel)
Sambiloto 17,121 ± 21,593
Kandungan fenolik total pada
ekstrak herba menunjukkan bahwa herba
sambiloto (17,121 ± 21,593).
Hasil pengamatan menunjukkan
nilai R2 = 0,610. Hal ini menunjukkan
61% aktivitas antiradikal pada ekstrak uji
disumbangkan oleh senyawa fenolik
antara lain berupa golongan flavonoid,
turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol
dan asam-asam organik polifungsional
(Istiani, 2010), sehingga 49% aktivitas
antiradikal disumbangkan oleh senyawa
lain seperti minyak menguap, karotenoid
dan vitamin C (Javanmardi, 2003),
alkaloid (Erol, 2009), saponin, kuinon
(Sharma dan Prasad, 20011), serta
triterpen (Chang dan Ling, 2011) yang ada
pada herba uji.
Terdapat perbedaan yang
bermakna antara nilai IC50 dan kandungan
fenolik total ekstrak herba dibandingkan
dengan referensi. Perbedaan aktivitas pada
herba sambiloto kemungkinan disebabkan
karena perbedaan metode pengukuran
aktivitas antioksidan (Widyastuti, 2010).
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Kandungan fenolik total ekstrak herba
sambiloto 17,121 ± 21,593 mg/g
sampel ekstrak, mempunyai korelasi
positif dengan aktivitas antioksidan
dengan nilai R2 = 0,610.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai fraksi-fraksi ekstrak
meniran terhadap aktivitas
antioksidannya. Berdasarkan potensinya
yang sangat tinggi, disarankan untuk
mendayagunakan herba meniran sebagai
salah satu sumber antioksidan dari bahan
alam yang lebih aman dari antioksidan
sintetik.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, T. H., 2004, Biomolecular
Mechanism of Antioxidant Activity on
Aging Process, Padjadjaran
University Bandung, Department of
Biochemistry, Medical School
Ahmeda, A., Hossain, M.A. dan Ismail, Z.,
2009, Antioxidant properties of the
isolated flavonoids from the
medicinal plant Phyllanthus niruri,
Asian Journal of Food and Agro-
Industry, 2(03), 373-381.
Awal, P., M., Rohmat, dan W., Yuli, 2009,
Uji Potensi Antioksidan Herba Seledri
(Apium graveolens L.) secara In Vitro,
Seminar Nasional Tumbuhan Obat
Indonesia XXXVII 11-12 November
2009, UNIB.
Chang, C. L. dan Lin, C. S., 2011,
Phytochemical Composition,
Antioxidant Activity and
Neuroprotective Effect of Terminalia
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 42
chebula Retzius Extracts, Research
Institute of Biotechnology
HungKuang University, Taiwan
Da’i, M., Nurwaini, S., dan Robithoh N., I.,
2005, Uji Aktivitas Antiradikal
dengan Metode DPPH dan Penetapan
Kadar Fenol Total Ekstrak Daun
Keladi Tikus (Thyphonium
divaricatum (Linn) Decne),
Pharmacon, 6 (2), 51-56.
Erol, T. N., Sari, F., dan Velioglu, S., 2009,
Polyphenols, Alkaloids And
Antioxidant Activity Of Different
Grades Turkish Black Tea, Uludag
University, Ankara.
Gordon, M. H., 2003, Natural Antioxidants,
Elsevier Science Ltd, UK.
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, ITB, Bandung.
Hetrick, Daniel, 2003, Cantron: Its Beneficial
Role Against Health Damaging Free
Radicals, Medical Research Product
Inc, Miami.
Huda, F. N., Noriham, A., Norrakiah, A. S.,
dan Babji, A. S., 2009, Antioxidant
activity of plants methanolic extracts
containing phenolic compounds,
African Journal of Biotechnology, 8
(3), 484-489.
Istiani, Y., 2010, Karakterisasi Senyawa
Bioaktif Isoflavon dan Uji Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Etanol
Tempe Berbahan Baku Koro pedang
(Canavalia ensiformis), Program
Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Javanmardi, J., Stushnoff, C., Locke, E., dan
Vivanco, J.M., 2003, Antioxidant
Activity and Total Phenolic Content
of Iranian Ocimum accessions, J.
Food Chem., 83, 547-550.
Lee, K.I., Kim, Y.J., Lee, H.J., dan Lee, C.H.,
2003, Cocoa Has More Phenolic
Phytocemical And Higher Antioxidan
Capacity Then Teas and Red Wine, J.
Agric. Food Chem., 51, 7292-7295.
Madhavi, D. L., Deshpande, S.S., dan
Salunkhe, D.K., 1996, Food
Antioxidants, New York: Marcel
Dekker, Inc.
Pittella, F., Dutra, R.C., Junior, D.D., Lopes,
M.T.P. dan Barbosa, N.R., 2009,
Antioxidant and Cytotoxic Activities
of Centella asiatica (L) Urb.,
International Journal of Molecular
Sciences, 10, 3713-3721.
Ramchoun, M., Harnafi, H., Alem, C.,
Benlyas, M., Elrhaffari, L., dan
Amrani, S., Study on Antioxidant and
hypolipidemic effect of polyphenol-
rich extracts from Thymus vulgaris
and Lavendula multifida,
pharmacognosy research, 1 (3), 106-
112.
Rohman, A. dan Riyanto, S., 2006, Aktivitas
Antiradikal Bebas Ekstrak Kloroform
Buah Mengkudu (Morinda citrifolia,
L.) dan Fraksi-fraksinya. Artocarpus,
6 (1), Maret 2006, 39
Sharma, K. L., dan Prasad, Ramasare, 2011,
Saponin glycosides as natural
antioxidant from Aegle marmelos and
their protective role in oxidative
damage to protein, Department of
Biotechnology, Indian Institute of
Technology Roorkee, Roorkee –
Widyastuti, N., 2010, Pengukuran Aktivitas
Antioksidan dengan Metode
CUPRAC, DPPH, dan FRAP serta
Korelasinya dengan Fenol dan
Flavonoid pada Enam Tanaman,
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 43
Pendahuluan
Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah di atas
normal (CDC, 2012). Diabetes melitus atau
kencing manis disebabkan karena kekurangan
hormon insulin yang berfungsi
memungkinkan glukosa masuk ke dalam sel
untuk dibakar dan dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Jika tubuh kekurangan
hormone insulin maka glukosa bertumpuk di
dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya
disekresikan lewat kemih tanpa digunakan
(Tan & Rahardja, 2007).
Pengobatan DM telah dilakukan
dengan berbagai cara, seperti latihan teratur
dan diet. Pengobatan dapat pula dengan
pemberian insulin maupun menggunakan
obat-obatan antidiabetes yang dijual secara
komersil atau lebih dikenal sebagai obat
sintetis. Pengobatan ini memerlukan biaya
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 96% DAUN
MATOA (Pometia pinnata J.R. & G. Forst) TERHADAP
PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT PUTIH
JANTAN (Mus musculus) YANG DIBERI BEBAN GLUKOSA
APTIKA OKTAVIANA T. D. [email protected]
Program Studi D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi 31, Mangkuyudan, Surakarta
ABSTRAK
Penderita diabetes mellitus dewasa ini terus meningkat seiring dengan meningkatnya
tingkat kemakmuran dan berubahnya gaya hidup. Pengobatan diabetes mellitus menggunakan
obat konvensional, harganya relatif mahal dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan. Berdasarkan hal tersebut, pengobatan diabetes beralih ke pengobatan tradisional.
Salah satu obat sebagai alternatif yang berefek sebagai antidiabetes mellitus adalah daun
matoa
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek ekstrak etanol kulit buah manggis
terhadap penurunan kadar glukosa darah. Metode Pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode toleransi glukosa dengan cara hewan uji dipuasakan selama 16 jam,
diperiksa kadar gula darah awal (T0), setelah itu diberi beban glukosa dan selang 5 menit
diberi perlakuan yaitu kelompok I adalah kelompok kontrol (CMC 1%), kelompok II adalah
kelompok pembanding (Glibenklamid), kelompok III (ekstrak etanol daun matoa
2,8mg/20gBB), kelompok IV (ekstrak etanol daun matoa 5,6mg/20gBB), dan kelompok V
(ekstrak etanol daun matoa 8,4mg/20Gbb), lalu diperiksa kadar glukosa darah pada menit
30,60,90, dan 120. Hasil data dianalisa dengan ANAVA satu arah dilanjutkan uji SNK test
pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa ekstrak etanol daun matoa
(Pometia pinnata J.R & G Forst) dapat memberikan efek penurun glukosa darah pada mencit
jantan galur swiss efektif pada dosis 5,6mg/20Gbb.
Kata kunci : daun matoa (Pometia pinnata J.R & G Forst), ekstrak etanol, penurun kadar
glukosa darah
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 44
yang mahal dan menimbulkan efek samping.
Beberapa obat bahkan dibekukan izin edarnya
oleh BPOM karena mempertimbangkan resiko
yang ditimbulkan obat tersebut (BPOM,
2010).
Berdasarkan hal tersebut, pengobatan
diabetes beralih ke pengobatan tradisional.
Faktor pendorong terjadinya peningkatan
penggunaan obat tradisional di negara maju
adalah usia harapan hidup yang lebih panjang,
adanya kegagalan penggunaan obat modern
untuk penyakit tertentu, dan semakin luasnya
akses informasi mengenai obat herbal di
seluruh dunia (Sukandar, 2006). Faktor
pendorong lainnya adalah kondisi Indonesia
yang beriklim tropis memiliki
keanekaragaman tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai obat tradisional.
Pengobatan secara tradisional didasarkan pada
faktor-faktor empiris, kebiasaan dan
pengalaman. Umumnya mekanisme
pengobatan jenis ini tidak dapat dijelaskan
secara rinci seperti pengobatan sintetik
(Wijayakusuma, 2004).
Menurut Malviya et al. (2010),
terdapat banyak tumbuhan obat yang
dilaporkan bermanfaat dan digunakan sebagai
agen antidiabetes secara empiris. Kandungan
senyawa kimia dalam tumbuhan dilaporkan
aman untuk penderita diabetes mellitus.
Penelitian tentang penemuan agen
antidiabetes baru dari tumbuhan masih terus
dilakukan, walaupun telah diketahui lebih dari
400 tumbuhan memiliki aktivitas
hipoglikemik (Purwatresna, 2012).
Senyawa antioksidan sintetik maupun
alami (dari berbagai tanaman) mampu
mengontrol kadar glukosa darah dan
mencegah komplikasi diabetes, senyawa aktif
golongan polifenol pada tanaman mempunyai
aktivitas antioksidan dan hipoglikemik
(Widowati, 2011). Senyawa lain yaitu
Flavonoid dapat bersifat sebagai
antidiabeteskarena flavonoid mampu berperan
sebagai senyawa yang dapat menetralkan
radikal bebas, sehingga dapat mencegah
kerusakan sel beta pankreas yang
memproduksi insulin (Situmorang, 2012).
Matoa (Pometia pinnata J.R. & G.
Forst) merupakan salah Salah satu tanaman
buah asli papua (Santoso, 2010).Secara
empiris tanaman matoa (Pometia pinnata J.R.
& G. Forst) telah banyak digunakan dalam
pengobatan di beberapa daerah. Daun matoa
dapat digunakan sebagai obat demam, sakit
kulit dan bengkak kesleo. Kulit pohon matoa
(Pometia pinnata J.R. & G. Forst) juga dapat
digunakan sebagai tuba ikan (Sangat et al,
2000). Buah matoa (Pometia pinnata J.R. & G.
Forst) mempunyai kandungan vitamin C dan
E yang berkhasiat untuk kesehatan (Irawan,
2013).
Hasil penelitian dari Rahimah et al.
(2013) telah mengiidentifikasi senyawa hasil
isolat yang diperoleh dari daun matoa
(Pometia pinnata J.R. & G. Forst) dan
didapatkan senyawa golongan flavonoid.
Kandungan lain yang terdapat pada daun
matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst)
adalah saponin dan tanin (Variany, 1999).
Matoa (Pometia pinnata J.R. & G.
Forst) merupakan tanaman yang termasuk
dalam keluarga Sapindaceae (Santoso, 2010).
Salah satu tanaman yang telah diuji
khasiatnya sebagai antidiabetes yang berasal
dari keluarga Sapindaceae adalah rambutan
(Nephelium lappaceum L.). Hasil penelitian
dari Kusuma (2008) menunjukkan adanya
pengaruh pemberian ekstrak etanol daun
rambutan dan ekstrak dengan dosis 200
mg/kgBB memiliki kemampuan yang sama
dengan glibenklamid dalam menurunkan
KGD puasa. Daun dari tanaman rambutan
(Nephelium lappaceum L.) mengandung
saponin dan tanin (Dalimartha, 2005).
Berdasarkan latar belakang tersebut
memungkinkan bahwa kandungan dalam daun
matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst)
memiliki kandungan yang hampir sama
dengan daun rambutan (Nephelium lappaceum
L.) sehingga dapat digunakan sebagai
antidiabetes atau penurun kadar glukosa
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 45
darah. Maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh ekstrak daun matoa
(Pometia pinnata J.R. & G. Forst) terhadap
penurunan kadar gula darah mencit jantan
menggunakan beban glukosa.
Diabetes melitus adalah sekelompok
sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia,
perubahan metabolisme lipid, karbohidrat,dan
protein serta peningkatan resiko komplikasi
penyakit pembuluh darah. Sebagian besar
pasien secara klinis dapat diklasifikasi sebagai
penderita diabetes melitus tipe 1 (diabetes
bergantung insulin atau IDDM), atau diabetes
melitus tipe 2 (diabetes tidak bergantung
insulin atau NIDDM). Diabetes melitus atau
intoleransi karbohidrat juga menyebabkan
kondisi atau sindrom tertentu lainnya
(Goodman & Gilman, 2007). Terapi dengan
obat-obat antidiabetik oral berguna dalam
pengobatan penderita DM tipe 2 (Mycek et al.
2001).
Penelitian ini menggunakan ekstraksi
dengan cara maserasi, karena cara pengerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan. Maserasi adalah sediaan
cair yang dibuat dengan merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari selama 5 hari.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia
yang mengandung zat aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari. Cairan penyari yang
digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol,
atau pelarut lain (Depkes, 1986).
Prosedur percobaan untuk uji toleransi
glukosa oral hewan dengan cara mengoralkan
ekstrak pada hewan uji yaitu mencit putih
jantan dengan berat 15-20 gram dan berimur
2-3 bulan. Dipilih mencit kelamin jantan
karena memiliki kondisi biologis tubuh lebih
stabil dibandingkan mencit kelamin betina
(Smith dan Mangkoewidjaja, 1988).
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun dari tanaman matoa
(Pometia pinnata J.R. & G. Forst) yang
terdapat di daerah Cengklik, Nusukan,
Surakarta, Jawa Tengah. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah daun
matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst) yang
diperoleh di daerahCengklik, Nusukan,
Surakarta, Jawa Tengah. Sampel diambil pada
bulan November 2013 dengan sistem
sampling dengan daun yang berwarna hijau,
saat daun matang, belum terlalu tua, sehat,
dan tidak berpenyakit
Variabel Penelitian
Identifikasi variabel utama
Variabel utama dalam penelitian ini
adalah ekstrak etanol daun matoa (Pometia
pinnata J.R. & G. Forst). Variabel utama kedua
dalam penelitian ini adalah mencit jantan
(Mus musculus) sebagai hewan percobaan
Klasifikasi variabel utama
Variabel utama memuat identitas dari
semua variabel yang diteliti langsung yang
telah diidentifikasi terlebih dahulu dapat
diklasifikasikan ke dalam ebrbagai variabel
yaitu variabel bebas, variabel tergantung dan
variabel terkendali. Variabel bebas yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel
yang sengaja diubah-ubah untuk dipelajari
pengaruhnya terhadap variabel tergantung.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
ekstrak daun matoa dalam berbagai variasi
dosis yang diberikan pada mencit.
Variabel tergantung adalah variabel
akibat dari variabel utama. Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah
penurunan glukosa darah pada hewan uji
setelah perlakuan, dengan diberi ekstrak
etanol daun matoa pada dosis yang berbeda-
beda sebagai kelompok uji, kelompok
pembanding, dan kelompok kontrol negatif.
Variabel terkendali adalah variabel
yang mempengaruhi variabel tergantung
sehingga perlu dinetralisir atau ditetapkan
kualifikasinya agar hasil yang didapatkan
tidak tersebar dan dapat diulang oleh peneliti
lain secara tepat. Variabel kendali dalam
penelitian ini adalah kondisi fisik hewan uji
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 46
yang meliputi berat badan, usia, jenis kelamin
dan lingkungan hidup.
Daun matoa adalah daun dari tanaman
matoa yang diambil dari daerah Cengklik,
Nusukan, Surakarta, Jawa Tengah.
Ekstrak etanol 96% daun matoa
(Pometia pinnata J.R. & G. Forst) adalah
ekstrak yang diperoleh dengan cara maserasi
dengan pelarut etanol 96%, kemudian
diuapkan dalam evaporator 40oC sampai
diperoleh ekstrak kental.
Kadar glukosa darah adalah kadar
glukosa darah yang diambil melalui vena
lateralis ekor mencit putih jantan dan diambil
saat puasa yang telah ditetapkan kadarnya
dengan alat Glucometer Gluco Dr BioSensor
AGM-2100.
Alat dan Bahan
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Pisau untuk merajang simplisia
b. Mesin penggiling
c. Ayakan no.40.
d. Seperangkat alat maserasi
e. Evaporator
f. Glucometer GlucoDr BioSensor AGM-
2100.
g. Jarum oral
h. Neraca analitik
i. Alat-alat gelas.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Sampel yang digunakan adalah daun
matoa yang diambil dari tanaman matoa
yang diperoleh di daerah Cengklik,
Nusukan, Surakarta, Jawa Tengah.
b. Bahan kimia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah etanol 96%, larutan
CMC Na 1%, aquadest, glukosa yang
diperoleh di Laboratorium Farmakologi
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Surakarta, obat
c. Glibenklamid sebagai kontrol pesitif
yang diperoleh di apotek.
d. Hewan percobaan dalam penelitian ini
adalah mencit putih jantan yang berumur
2-3 bulan dengan berat 15-20 gram.
Jalannya Penelitian
Determinasi tanaman
Tahap pertama yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah melakukan determinasi
matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst).
Determinasi ini dimaksudkan untuk
menetapkan kebenaran sampel yang
digunakan dalam penelitian ini. Determinasi
tanaman matoa dilakukan di Laboratorium
Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Setia Budi Surakarta
Pembuatan serbuk daun matoa
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah serbuk daun matoa
(Pometia pinnata J.R. & G. Forst). Serbuk
daun matoa diperoleh dengan cara daun yang
sudah matang dicuci dengan air mengalir
untuk menghilangkan kotoran yang masih
menempel kemudian ditiriskan dan dipotong
untuk memperkecil ukuran. Timbang daun
basah kemudian dikeringkan dengan cara di
oven pada suhu 50oC hingga kering. Daun
yang telah kering kemudian dibuat serbuk dan
diayak dengan ayakan no 40.
Penetapan kadar kelembaban serbuk daun
matoa
Penetapan kadar kelembaban serbuk
daun matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst)
dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi
dengan menggunakan alat moisture balance
yaitu dengan cara menimbang dengan
seksama serbuk daun matoa sebanyak 2 gram
menggunakan alat moisture balance.
Kemudian alat ditutup dan ditunggu sampai
memberikan tanda atau bunyi, kemudian
dicatat angka pada alat moisture balance.
Pembuatan ekstrak etanol 96% daun
matoa
Serbuk daun matoa 200 gram
dimasukkan ke dalam botol berwarna gelap,
kemudian tambahkan etanol 96% sebanyak 75
bagian yaitu 1,5 liter. Tutup dan diamkan
selama 5 hari dengan pengocokan berulang.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 47
Setelah 5 hari maserat disaring dan residu
diperas. Tambahkan etanol 96% ke residu,
aduk dan serkai hingga diperoleh seluruh sari
sebanyak 100 bagian. Sari yang diperoleh
dipekatkan dengan evaporator hingga
didapatkan ekstrak kental. Pelarut yang masih
tertinggal diuapkan di atas penangas air
hingga bebas pelarut (Depkes, 1986).
Pekatkan dengan evaporator
Gambar
2. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol
96% Daun Matoa
Tes bebas etanol ekstrak daun matoa
Tes bebas etanol ini dilakukan untuk
mengetahui bahwa ekstrak etanol daun matoa
sudah tidak mengandung etanol, yaitu dengan
cara melakukan reaksi esterifikasi alkohol.
Etanol termasuk senyawa alkohol sehingga
dapat dilakukan reaksi esterifikasi alkohol.
Tidak adanya bau ester yang khas senyawa
etanol menunjukkan bahwa ekstrak tersebut
sudah bebas dari senyawa etanol.
Identifikasi kualitatif
Identifikasi flavoniod. Ekstrak daun matoa
yang diencerkan dengan sedikit air ditambah
serbuk Mg alkohol-HCl (1:1) dan pelarut
amyl alkohol dikocok kuat agar memisah.
Reaksi positif ditunjukkan adanya warna
merah/kuning/jingga pada lapisan amyl
alkohol (Robinson, 1995)
Identifikasi saponin. Ekstrak daun matoa
encer ditambah air panas 10 ml, didinginkan
lalu dikocok kuat-kuat selama 10 detik.
Saponin positif bila terbentuk buih yang
mantap setinggi 1-10 cm. Pada penambahan 1
tetes asam klorida 2N buih tidak hilang
(Robinson, 1995)
Identifikasi tanin.Ekstrak daun matoa
ditambah dengan 5 tetes FeCl3 b/v jika positif
akan menghasilkan warna coklat kehitaman
(Anonim,1979)
Pembuatan larutan stok
Larutan CMC 1%. Larutan CMC
konsentrasi 1% b/v dibuat dengan cara
melarutkan 1 gram CMC sedikit demi sedikit
dalam air suling hingga volume 100ml.
Suspensi Glibenklamid. Suspensi
glibenklamid dibuat dengan cara
mensuspensikan glibenklamid dalam larutan
CMC-Na 1%.
Larutan glukosa. Larutan glukosa dengan
konsentrasi 50% dibuat dengan cara 25 gram
glukosa dilarutkan dengan air suling hingga
volume 50 ml.
Penetapan dosis
Dosis uji serbuk daun matoa.Dosis serbuk
daun matoa diambil berdasarkan dosis hasil
penelitian sebelumnya dari daun rambutan
dengan beberapa dosis. Dosis yang digunakan
adalah 2,8 mg/20g BB mencit, 5,6 mg/20g BB
mencit dan 8,4 mg/20g BB mencit
Dosis glibenklamid.Dosis glibenklamid
dihitung dari dosis lazim. Faktor konversi
manusia dengan berat badan 70 kg ke mencit
dengan berat badan 20 gram adalah 0,0026.
Dosis terapi glibenklamid untuk manusia
dengan berat badan 70 kg adalah 5 mg. Dosis
glibenklamid untuk mencit sebesar 0,013
mg/20 g BB.
Dosis glukosa. Dosis glukosa untuk manusia
dengan berat badan 70kg adalah 75 gram.
Faktor konversi manusia dengan berat badan
70 kg ke mencit dengan berat badan 20 g
adalah 0,0026. Dosis glukosa untuk mencit
sebesar 200 mg/20 g BB.
Pengujian efek penurun gula darah
Hewan uji yang digunakan adalah
mencit putih jantan yang berumur 2-3
bulan dengan berat 18-20 gram. Jenis kelamin
yang dipilih adalah jantan, sebab kadar gula
darah dipengaruhi oleh hormon, dimana
hormon pada betina umumnya tidak stabil,
maka lebih baik tidak menggunakan mencit
200 gram serbuk daun
matoa
Ekstrak etanol
96%
Ekstrak Kental
residu
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 48
betina. Mencit ditimbang dan masing-masing
diberi tanda pengenal, mencit yang digunakan
sebanyak 25 ekor secara acak dibagi menjadi
5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri
dari 5 kelompok.
Mencit yang telah ditimbang dan
dikelompokkan, dipuasakan terlebih dahulu
selama 16 jam. Pengambilan darah awal
dilakukan sebelum mencit diberi perlakuan
yang diambil melalui vena lateralis ekor
mencit (T0). Sebelum semua mencit diberikan
larutan glukosa secara oral, masing-masing
kelompok mendapat perlakuan yang berbeda
yaitu: kelompok 1 diberi larutan CMC-Na,
kelompok 2 diberi glibenklamid 0,013 mg/20
g BB mencit, kelompok 3 diberi ekstrak
etanol daun matoa 2,8 mg/20g BB mencit,
kelompok 4 diberi ekstrak etanol daun matoa
5,6 mg/20g BB mencit, dan kelompok 5 diberi
ekstrak etanol daun matoa 8,4 mg/20g
BB mencit secara oral. Lima menit setelah
pemberian sediaan uji, diberikan larutan
glukosa 200mg/20 g BB mencit secara oral.
Pengambilan sampel darah dilakukan pada
menit ke-30 (T1), 60 (T2), 90 (T3), dan 120
(T4) setelah pemberian larutan glukosa untuk
selanjutnya diukur masing-masing kadar
glukosa.
Metode Analisis
Anilisa statistik yang digunakan
dalam penelitian ini terlebih dahulu dilihat
apakah data tersebut terdistribusi normal atau
tidak dengan menggunakan uji distribusi
normal (Kolmogorov-Smirnov), jika data
tidak terdistribusi normal (p < 0,05)
dilanjutkan dengan metode uji non
parametrik, sedangkan jika data terdistribusi
normal (p > 0,05) dilanjutkan dengan uji
parametrik (ANOVA). Uji dilanjutkan dengan
Post Hoc test untuk melihat apakah terdapat
perbedaan diantara masing-masing kelompok
perlakuan. Analisa statistik pada penelitian ini
menggunakan ANOVA satu jalan.
Gambar 3. Skema metode pengujian
penurunan kadar glukosa darah beban glukosa
Kelompok
I
Kontrol
CMC 1%
Kelompok
II
Pembandi
ng
Glibenkla
mid
Kelompok
III
Ekstrak
etanol daun
matoa 2,8
mg/ g BB
mencit
Kelompok
III
Ekstrak
etanol daun
matoa 5,6
mg/ g BB
mencit
Kelompok
III
Ekstrak
etanol daun
matoa 8,4
mg/ g BB
mencit
Kelompok mencit (25
ekor)
Dipuasakan 16 jam
Diperiksa kadar glukosa
darah T0
Diberikan larutan glukosa 200mg/20 g
BB mencit secara oral
Pemeriksaan kadar glukosa darah
Pada menit ke-30 (T1), 60 (T2), 90
(T3), dan 120 (T4)
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 49
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Determinasi tanaman matoa
Penelitian ini menggunakan daun
matoa yang diperoleh dari daerah
Cengklik, Nusukan, Surakarta, Jawa
Tengah. Determinasi ini bertujuan untuk
mengetahui kebenaran tanaman yang akan
digunakan sebagai objek penelitian
dengan cara mencocokkan ciri-ciri
tanaman yang tercantum dalam literatur.
Tujuan yang lain yaitu untuk menghindari
kesalahan dalam mengumpulkan bahan
dan menghindari kemungkinan
tercamournya bahan dengan tanaman lain.
Hasil Penelitian
Determinasi tanaman matoa
Penelitian ini menggunakan daun
matoa yang diperoleh dari daerah
Cengklik, Nusukan, Surakarta, Jawa
Tengah. Determinasi ini bertujuan untuk
mengetahui kebenaran tanaman yang akan
digunakan sebagai objek penelitian
dengan cara mencocokkan ciri-ciri
tanaman yang tercantum dalam literatur.
Tujuan yang lain yaitu untuk menghindari
kesalahan dalam mengumpulkan bahan
dan menghindari kemungkinan
tercamournya bahan dengan tanaman lain.
Pengumpulan bahan baku dan
pembuatan serbuk daun matoa
Daun matoa yang digunakan
berasal dari daerah Cengklik, Nusukan,
Surakarta, Jawa Tengah. Setelah diambil,
daun matoa dicuci bersih dengan air kran
untuk menghilangkan kotoran yang
melekat seperti tanah, hama, atau
pestisida. Jumlah bahan yang digunakan
sebanyak 2,5 kg daun matoa segar.
Proses selanjutnya adalah daun
matoa dimasukkan ke dalam oven 400C
selama 3 hari sehingga didapatkan daun
yang benar-benar kering dengan tujuan
untuk menghilangkan kadar air, sehinnga
mencegah terjadinya pembusukan oleh
jamur dan bakteri, bekerjanya enzim dan
terjadinya perubahan kimia yang dapat
menurunkan kualitas simplisia. Daun yang
sudah kering dihaluskan dengan cara
digiling kemudian diayak dengan ayakan
no 40 dan ditimbang. Perhitungan
pengeringan serbuk daun matoa dapat
dilihat di lampiran 4.
Tabel 1. Hasil pengeringan serbuk daun matoa
Berat
basah (g)
Berat
kering (g)
Prosentase
(%)
2000 975 48,75
Hasil pemeriksaan prosentase kadar
lembab serbuk daun matoa
Pengukuran prosentase kadar lembab
menggunakan alat Moisture Balance
No Serbuk daun matoa
(g)
% kadar
lembab
1. 2,00 6,1
2. 2,00 6
3. 2,00 6,3
Prosentase rata-rata
kadar lembab
6,13
Tabel 2. Hasil pemeriksaan prosentase kadar
lembab serbuk daun matoa.
Hasil rata-rata kadar lembab
serbuk daun matoa adalah 6,13%. Kadar
serbuk daun matoa ini sudah memenuhi
pustaka, reaksi enzimatik tidak
berlangsung pada kadar air kurang dari
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 50
10% (Depkes, 1985). Perhitungan kadar
lembab dapat dilihat pada lampiran 5.
Hasil Pembuatan Ekstrak Maserasi
Daun Matoa
Bobot
sampel (g)
Berat
ekstrak (g)
% Rendemen
200 15,47 7,73%
Tabel 3. Hasil prosentase rendemen ekstrak
maserasi daun matoa
Hasil rata-rata prosentase rendemen
ekstrak maserasi daun matoa adalah
7,73%b/b. Perhitungan rendemen ekstrak
maserasi daun matoa dapat dilihat pada
lampiran 6.
Hasil identifikasi senyawa kimia dalam
sediaan ekstrak etanolik daun matoa
Ekstrak yang diperoleh dari
maserasi kemudian dilarutkan dengan
etanol kemudian larutan tersebut
diidentifikasi kandungan kimianya.
Berdasarkan hasil identifikasi
kualitatif kandungan kimia ekstrak daun
matoa dapat dilihat bahwa saponin,
flavonoid, dan tanin dinyatakan positif
karena terdapat kesesuaian hasil
pengamatan dengan pustaka. Uji
kandungan kimia ini dilakukan di
Laboratorium Kimia Analisa Politeknik
Indonusa Surakarta. Dapat disimpulkan
bahwa ekstrak daun matoa mengandung
saponin, flavonoid, dan tanin. Hasil ini
sesuai dengan studi fitokimia yang pernah
dilakukan oleh Variany (1999).
Hasil identifikasi bebas alkohol
Ekstrak yang diperoleh dari
maserasidipekatkan dengan evaporator
hingga didapatkan ekstrak kental
kemudian diidentifikasi kandungan
alkoholnya.
Tabel 4. Hasil identifikasi bebas alkohol
Pengujian Pustaka Hasil
Kesim
pulan
Ekstrak +
asam asetat
kemudian
dipanaskan
Tidak
bau ester
alkohol
(Anonim
, 1985)
Tidak
berbau
ester
khas
alkohol
Neg
atif
Hasil Pengujian Kadar Glukosa Darah
dengan Metode Beban Glukosa
Pengujian dilakukan untuk
mengetahui efek penurun kadar glukosa
darah dari ekstrak etanol daun matoa
dengan membandingkan glibenklamid
sebagai kelompok pembanding dan CMC
sebagai kelompok kontrol. Uji efek
penurun glukosa darah dilakukan dengan
menggunakan hewan uji mencit jantan
yang berumur 2-3 bulan dengan berat 20-
30 g dalam kondisi sehat dengan
menggunakan metode toleransi glukosa.
Lampiran mengenai surat pembelian
mencit dapat dilihat pada lampiran 2.
Metode beban glukosa merupakan
metode yang lebih sensitif untuk dapat
mengetahui adanya kelainan dalam
metabolisme glukosa dengan cara
mengukur kadar glukosa plasma setelah
suatu pemberian beban glukosa. Bila
beban glukosa diberikan pada seorang
penderita diabetes melitus, glukosa
plasma meningkat lebih tinggi dan
kembali ke nilai normal lebih lambat
daripada yang terjadi pada orang normal,
sehingga bisa digunakan secara klinis
untuk mendiagnosis diabetes (Ganong,
2002). Pengukuran kadar glukosa darah
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 51
dilakukan dengan menggunakan
Glucometer GlucoDr BioSensor AGM-
2100. Data kuantitatif hasil pengukuran
kadar glukosa darah pada berbagai
kelompok perlakuan dilihat pada tabel 5
Tabel 5. Hasil rata-rata pengukuran kadar
glukosa darah tiap kelompok perlakuan
Keterangan:
Kelompok I : Kelompok kontrol (CMC 1%)
Kelompok II : Kontrol pembanding
(Glibenklamid 0,013 mg/20gBB)
Kelompok III : Ekstrak daun matoa dosis I
(2,8mg/20gBB)
Kelompok IV : Ekstrak daun matoa dosis II
(5,6mg/20gBB)
Kelompok V : Ekstrak daun matoa dosis III
(8,2mg/20gBB)
*(p<0,05) : terdapat perbedaan bermakna
terhdap kelompok kontrol
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa
setelah pemberian beban glukosa semua
kelompok perlakuan mengalami kenaikan
rata-rata kadar glukosa darah pada menit
ke-30. Hal ini dikarenakan pada menit
tersebut, glukosa yang diinduksi pada
mencit mulai bekerja untuk meningkatkan
kadar glukosa darah. Pada menit ke-60,
90, dan 120 semua kelompok mengalami
penurunan kadar glukosa darah.
Perbedaan penurunan kadar
glukosa darah dari semua kelompok
perlakuan dapat diketahui dengan
melakukan analisis statistik anova satu
jalan. Hasil analisis statistik dapat dilihat
pada lampiran 16 . Efek penurun glukosa
darah yang memiliki evektifitas yang
lebih baik dapat diketahui rata-rata kadar
glukosa darah dari menit ke-30, 60, 90,
dan 120 pada mencit jantan. Grafik
ekstrak etanol daun matoa dalam
menurunkan kadar glukosa darah dapat
dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik hubungan rata-rata kadar
glukosa darah (mg/dL) dosis
ekstrak etanol daun matoa
dibandingkan dengan kelompok
pembanding (glibenklamid) dan
kelompok kontrol (CMC).
Berdasarkan grafik pada gambar 2
terlihat adanya kenaikan kadar glukosa
darah dari tiap kelompok pada menit ke-
30. Peningkatan kadar glukosa darah
terjadi karena glukosa yang diberikan
Kelompok
Rata-rata kadar glukosa darah (mg/dL)
Menit ke
0 30 60 90 120
I 142,2
±24,2
7
334,6±
132,80
302,4±
80,31
206,8±
73,09
135,2±
22,52
II 131,6
±21,6
7
298,4±
105,47
89,20±
44,16
84,2±2
2,21
68,8±1
0,40*
III 110,6
±13,1
8
347,6±
93,99
189,2±
90,12
148,8±
52,81
94,2±2
8,29
IV 141,6
±49,1
5
311,8±
117,34
249,6±
64,21
163±7,
45
80,4±1
8,11*
V 117,4
±28,1
5
346,8±
113,25
229,8±
148,83
127,
±40,82
108±38
,73 0
50
100
150
200
250
300
350
400
0 30 60 90 120
Kad
ar gl
ukos
a da
rah
(mg/
dL)
Waktu perlakuan (menit)
Kelompok
kontrolKelompok
pembandingDosis I
Dosis II
Dosis III
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 52
diabsorbsi oleh sistem pencernaan dan
diedarkan melalui darah (Zulhipri et al,
2007).
Pada menit ke-60 sampai menit
ke-120 semua kelompok perlakuan
mengalami penurunan kadar glukosa
darah. Glibenklamid mengalami
penurunan yang paling tinggi
dibandingkan kelompok kontrol. Dari
hasil analisi statistik kelompok
glibenklamid menunjukkan penurunan
kadar glukosa darah pada menit ke-60 dan
120 berbeda secara bermakna (p<0,05)
dengan kelompok. Penurunan kadar
glukosa darah mencit pada pemberian
ekstrak etanol daun matoa dosis
2,8mg/20gBB dan 8,4mg/20Gbb tidak
bermakna (p>0,05) secara statistik
terhadap kelompok kontrol, dan pada
dosis 5,6mg/kgBB menit ke-120
menunjukkan perbedaan bermakna
(p<0,05) dengan kelompok kontrol.
PEMBAHASAN
Penelitian berupa kadar glukosa
darah yang dianalisa terlebih dahulu
secara statistik dengan one-sample
Kolmorgorov-Smirnov untuk mengetahui
apakah data tersebut terdistribusi normal
atau tidak normal ditandai dengan
diperoleh signifikansi > 0,05. Apabila data
tersebut terdistribusi normal baru
dilakukan uji ANOVA satu arah’
Statistik ANOVA satu jalan pada
taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan uji
Post Hoc Tukey HSD. Berdasarkan uji
statistik yang dilakukan, pada menit ke-
120 kadar glukosa darah pada kelompok
pembanding (glubenklamid) menunjukkan
perbedaan bermakna dibandingkan
kelompok kontrol. Perbedaan ini
disebabkan karena pada kelompok
pembanding diberikan glibenklamid yang
merupakan senyawa antidiabetes yang
dapat menurunkan kadar glukosa darah.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari rata-
rata kadar glukosa darah kelompok
kontrol lebih tinggi dibandingkan
kelompok pembanding.
Berdasarkan grafik pada menit ke-
30 terjadi peningkatan kadar glukosa
darah pada semua perlakuan. Penurunan
kadar glukosa darah ini terjadi karena
penggunaan glukosa oleh mencit untuk
pembentukan energi dan terjadinya
absorbsi glukosa darah ke dalam sel.
Pada menit ke-60 sampai menit
ke-120 semua kelompok perlakuan
mengalami penurunan kadar glukosa
darah. Kelompok pembanding
(Glibenklamid) mengalami penurunan
yang paling tinggidan dari hasil statistik
menunjukkan perbedaan bermakna
(p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol.
Hal ini dikarenakan glibenklamid mampu
menstimulir sekresi insulin pada setiap
pemasukan glukosa(Tjay & Rahardja,
2007). Mencit yang diberi beban glukosa
merangsang tubuh untuk merespon
glukosa tersebut dengan mensekresi
insulin. Sehingga dalam menurunkan
kadar glukosa darah untuk kembali ke
keadaan normal dibutuhkan zat yang
mempunyai mekanisme kerja dalam
meningkatkan sekresi insulin. Menurut
Malole danPramono (1989) kadar glukosa
dalam darah pada mencitnormal adalah
62-175 mg/dl (Utami et al, 2009)
Uji analisis terhadap data
menunjukkan bahwa penurunan kadar
glukosa darah mencit pada pemberian
ekstrak etanol daun matoa dosis
2,8mg/20gBB, 5,6mg/20gBB, dan
8,4mg/gBB pada menit ke-60 tidak ada
perbedaan bermakna secara statistik
dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 53
bisa disebabkan karena beberapa faktor,
antara lain: variasi hewan uji, besarnya
standar deviasi data, serta pengaruh hewan
uji seperti makanan, berat badan, dan
kondisi fisik hewan uji. Namun jika dilihat
dari grafik, pada dosis tersebut sudah ada
penurunan kadar glukosa darah.
Hasil analisis pada menit ke-120 pada
pemberian ekstrak etanol daun matoa dosis
2,8mg/20Gbb, dan 8,4mg/gBB masih
menunjukkan tidak adanya perbedaan
bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok
kontrol negatif. Hasil yang berbeda
ditunjukkan pada dosis 5,6mg/gBB pada
menit ke-120 menunjukkan adanya perbedaan
bermakna (p<0,05) dibandingkan kontrol
negatif dan jika dilihat dari grafik pada dosis
tersebut menunjukkan penurunan terbesar
dibanding dosis 2,8mg/20gBB, dan
8,4mg/gBB. Dari hasil tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun matoa dengan
dosis 5,6mg/20gBB efektif menurunkan kadar
glukosa darah.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
hasil penelitian ini yaitu :
1. Ekstrak etanol daun matoa (Pometia
pinnata J.R. & G. Forst) mempunyai
efek penurun glukosa darah terhadap
mencit putih jantan yang diberi beban
glukosa.
2. Ekstrak etanol daun matoa (Pometia
pinnata J.R. & G. Forst) yang dapat
memberikan efek penurun glukosa darah
efektif terhadap mencit putih jantan
adalah pada dosis 5,6mg/20gBB.
SARAN
Dalam penelitian ini masih banyak
kekurangan, maka perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai:
1. Kandungan dari daun matoa (Pometia
pinnata J.R. & G. Forst) yang berperan
sebagai antidiabetes.
2. Variasi dosis yang paling aman dan
efektif pada daun matoa sebagai penurun
kadar glukosa darah.
3. Uji toksisitas akut, sub akut, sub kronis
maupun kronis untuk mengetahui efek
toksik daun matoa yang diharapkan daoat
memberikan informasi mengenai dosis
maksimal yang aman dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Jakarta. 2010. Acuan Sediaan
Herbal, volume 5 edisi 1. Jakarta:
Direktorat OAI BPOMRI.
[CDC] Centres for Disease Control and
Prevention. 2012. Diabetes Public
Health Resource.
http://www.cdc.gov/diabetes/consu
mer/learn.htm. [24, November,
2013].
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1986. Sediaan Galenik.
Jakarta: Depkes RI.
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1995. Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes
RI
Dalimartha S, Adrian F. 2005. Makanan dan
Herbal Untuk Penderita Diabetes
Melitus. Jakarta:Penabur Swadaya.
Hapsari. 2013. Efek Antidiabetes Kombinasi
Infus Biji Oyong (Luffa acutangula
(L) Roxb.) Dengan Glibenklamid
Maupun Metformin Pada Mencit
Dengan Metode Beban Glukosa
[Skripsi]. Surakarta: Fakultas
Farmasi, Universitas Setia Budi.
Hendarta DS. 2011. Diabetes Mellitus Dan
Pengobatannya.
http://medicine.uii.ac.id [14,
Oktober, 2013]
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 54
Irawan F. Khasiat Buah Matoa Untuk
Kesehatan.
http://khasiat.net/khasiat-buah-
matoa/ [3, Januari, 2014].
Kusuma TM. 2008. Potensi Ekstrak Etanol
Daun Rambutan (Nephelium
Lappaceum L.) Sebagai Penurun
Kadar Glukosa Darah Pada Tikus
Jantan Yang Diinduksi Aloxxan
[Skripsi]. Yogyakarta : Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Islam Indonesia.
Mycek MJ, Richard RA, Champe PC, Fisher
BD. 2001. Farmakologi Ulasan
Berganbar. Jakarta: Widya Medika.
Hlm 259-265
Price SA dan Wilson LMC. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Pendit BU et al,
penerjemah; Hartanto H et al, editor.
Michigan: Phatophysiology
Instructor, Eastern Michigan
University. Terjemahan dari:
Pathophysiology: Clinical Concepts
of Disease Procces.
Purwatresna E. 2012. Aktivitas Antidiabetes
Ekstrak Etanol Daun Sirsak Secara
In Vitro melalui inhibisi Enzim α-
Glukosidase [Skripsi]. Bogor :
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Rahimah, Sayekti E, Jayuska A. 2013.
Karakterisasi Senyawa Flavonoid
Hasil Isolasi Dari Fraksi Etil Asetat
Daun Matoa (Pometia Pinnata
J.R.Forst & G.Forst). JKK 2(2): 84-
89.
Robinson t. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan
oleh Padmawinata K. ITB. Bandung
Sangat HM et al. 2000. Kamus Penyakit dan
Tumbuhan Obat Indonesia
(Etnofitomedika). Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
.
Sukandar et al. 2008. ISO Farmakoterapi.
Jakarta: PT ISFI
Sukandar EY. 2006. Tren dan Paradigma
Dunia Farmasi, Industri-Klinik-
Teknologi Kesehatan [terhubung
berkala]. http://itb.ac.id/focus/
focus_file/orasiilmiah-dies-45.pdf
[25, Oktober, 2013].
Tan HT dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat
Penting. Edisi VI. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Variany G. 1999. Isolasi dan Identifikasi
Flavonoid dari Daun Pometia
pinnata J.R. & G. Forst [Skripsi].
Yogyakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Gajah Mada.
Widowati. 2011. Potensi Antioksidan sebagai
Antidiabetes. Bandung : Fakultas
Kedoteran, Universitas Kristen
Maranatha.
Wijayakusuma H. 2004. Atasi Diabetes
Mellitus dengan Tanaman Obat.
Jakarta: Puspa Sehat.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 55
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 56
FORMAT PENULISAN ARTIKEL
JURNAL FARMASINDO
Jurnal FARMASINDO adalah jurnal yang mengkaji dan mempublikasikan berbagai
bidang ilmu, terbit secara berkala satu kali setahun (Desember). Jurnal
FARMASINDO berisi artikel hasil penelitian, hasil kajian pustaka dan pengabdian
masyarakat yang belum pernah diterbitkan oleh jurnal atau majalah ilmiah lain.
1. Artikel hasil penelitian: Berisi artikel mengenai hasil penelitian orisinal dalam
berbagai bidang ilmu, selanjutnya disebut artikel penelitian.
2. Artikel hasil penelaahan: merupakan hasil penelaahan, atau hasil kajian pustaka
mengenai berbagai bidang ilmu, selanjutnya disebut artikel ilmiah.
3. Artikel hasil pengabdian masyarakat, merupakan hasil pengabdian masyarakat
dalam berbagai bidang kegiatan.
Format Penulisan
1. Artikel Penelitian: Judul, Abstrak dan kata kunci, Pendahuluan: Berisi latar
belakang, masalah, tujuan, rencana pengembangan, harapan tentang aplikasi
hasil penelitian, dan landasan teoritis, Metode Penelitian: Berisi metode yang
digunakan, tempat dan waktu, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data,
dan teknik analisis data, Hasil dan Pembahasan: Hasil dapat disajikan dalam
bentuk tekstular, tabular, atau grafikal. Berikan kalimat pengantar untuk
menjelaskan tabel atau gambar tetapi tidak mengulang apa yang telah
ditampilkan dalam tabel/gambar. Pembahasan berisi penjelasan hasil-hasil
penelitian yang ditemukan dan argumentasi yang mendukung, Kesimpulan:
Berisi pernyataan singkat, padat, dan relevan dengan hasil penelitian, Saran:
Dapat dicantumkan apabila memang diperlukan berkaitan dengan hasil
penelitian dan dipandang berguna bagi perbaikan atau pengembangan lebih
lanjut, Ucapan Terima Kasih: Dapat dicantumkan apabila memang
diperlukan, khususnya pada para profesional yang membantu pelaksanaan
penelitian, penyusunan makalah, termasuk pemberian dukungan, teknis, dana,
dan dukungan umum dari suatu institusi, Daftar Pustaka.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 57
2. Artikel Ilmiah: Judul, Abstrak dan Kata Kunci, Pendahuluan: Berisi latar
belakang, masalah tujuan, rencana pengembangan dan harapan tentang
aplikasinya, Tinjauan Pustaka: berisi tentang teori atau kerangka konsep yang
dijadikan landasan berpikir, Pembahasan: berisi pemaparan dan argumentasi
tentang materi yang dibahas. Dapat dicantumkan tabel/gambar yang diperlukan.
Kalimat penjelas tabel/gambar tidak mengulang apa yang telah disajikan dalam
tabel/gambar. Apabila dianggap saling menjelaskan, tinjauan pustaka dan
pembahasan dapat digabung dengan judul pembahasan, Kesimpulan: Berisi
pernyataan singkat, padat dan relevan dengan hasil pembahasan artikel, Saran:
dapat dicantumkan apabila memang diperlukan berkaitan dengan hasil
pembahasan dan dipandang berguna bagi perbaikan atau pengembangan lebih
lanjut, Daftar Pustaka.
3. Artikel Pengabdian Masyarakat, Judul, Abstrak dan kata kunci,
Pendahuluan: Berisi latar belakang, masalah, tujuan, rencana pengembangan,
harapan tentang aplikasi hasil pengabdian, dan landasan teoritis, Metode
Pelaksanaan: Berisi metode yang digunakan, tempat dan waktu, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data, Hasil dan
Pembahasan: Hasil dapat disajikan dalam bentuk tekstular, tabular, atau
grafikal. Berikan kalimat pengantar untuk menjelaskan tabel atau gambar tetapi
tidak mengulang apa yang telah ditampilkan dalam tabel/gambar. Pembahasan
berisi penjelasan hasil-hasil pengabdian yang ditemukan dan argumentasi yang
mendukung, Kesimpulan: Berisi pernyataan singkat, padat, dan relevan dengan
hasil penelitian, Saran: Dapat dicantumkan apabila memang diperlukan
berkaitan dengan hasil penelitian dan dipandang berguna bagi perbaikan atau
pengembangan lebih lanjut, Ucapan Terima Kasih: Dapat dicantumkan apabila
memang diperlukan, khususnya pada para profesional yang membantu
pelaksanaan pengabdian, penyusunan makalah, termasuk pemberian dukungan,
teknis, dana, dan dukungan umum dari suatu institusi.
Penulisan Artikel
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, abstrak ditulis dalam bahasa
Inggris atau bahasa Indonesia. Panjang tulisan 7 – 10 halaman dalam format dua kolom.
Isi artikel termasuk tabel/gambar harus diketik satu spasi pada kertas A4, menggunakan
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 58
huruf Times New Romance (11pt). Margin pengetikan kiri 3,0 cm kanan 2,0 cm, atas
3,0 cm dan bawah 2,5 cm.
Judul
Dibuat singkat, jelas dan informatif diawali dengan kata benda (bold 14 pt). Di bawah
judul dicantumkan nama penulis (bold dan italic 12pt), nama dan alamat lembaga
(italic 11pt). Nama penulis tidak disertai gelar akademik. Untuk artikel hasil
pemikiran dan editorial, dianjurkan agar jumlah penulis dibatasi sampai 2 orang.
Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak dibuat dalam bahasa Inggris/Indonesia dengan jumlah maksimal 200 kata
(italic 12 pt). Artikel hasil penelitian harus berisi permasalahan, tujuan, metode
penelitian, hasil utama, dan kesimpulan utama. Kata kunci termasuk bagian dari
abstrak, dan dicantumkan di bawah abstrak.Tetapkan 3 – 5 buah kata atau free.
Penulisan Rujukan
Rujukan yang dijadikan landasan teoritis atau tinjauan pustaka ditulis dengan urutan
nama belakang pengarang, tahun terbit, halaman yang dikutip, Contoh:
Kleden (1999: 156) menegaskan bahwa Bhineka Tunggal Ika rupanya mempunyai
makna yang lebih dalam dari yang sering diduga: dia mengakui heteregonitas etnis,
budaya, agama, dan ras, tetapi menuntut persatuan dalam komitmen politik.
Bhineka Tunggal Ika rupanya mempunyai makna yang lebih dalam dari yang sering
diduga: dia mengakui heteregonitas etnis, budaya, agama, dan ras, tetapi menuntut
persatuan dalam komitmen politik (Kleden, 1999: 156).
Catatan kaki
Rujukan tidak menggunakan catatan kaki. Catatan kaki dapat digunakan untuk
memberi definisi atau menjelaskan konsep dari istilah atau kata yang dianggap
penting. Dalam artikel catatan kaki ditulis dengan nomor. Catatan kaki juga dapat
digunakan untuk menjelaskan singkatan dalam tabel. Contoh:
1 Mindsift merupakan kesadaran intelektual yang menjadi awal bagi upaya
reformasi bidang pendidikan.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 59
Penulisan Ilustrasi
Ilustrasi bersifat alat bantu, dibuat untuk menjelaskan sesuatu. Ilustrasi dapat berupa
tabel dan gambar. Berikan kalimat pengantar untuk menampilkan tabel atau gambar
tetapi tidak mengulas apa yang telah ditampilkan dalam tabel atau gambar.
Tabel dan gambar diberi judul, judul tabel ditempatkan di atas tengah dan dicetak
tegak dan judul gambar ditempatkan di bawahnya, disusun menurut urutan penyajian
dan pembahasan dalam teks dan tidak ada tambahan tulisan lain.
Tabel
Tabel dibuat dan disiapkan dalam halaman terpisah dari teks dan diberi nomor urut
mengikuti angaka arab. Disediakan tiga garis horizontal, yaitu dua pada bagian atas
(judul kolom) dan pada penutup tabel. Garis vertikal tidak ditampilkan. Data sejenis
dikelompokkan dalam satu tabel. Jika tidak mewakili satu halaman, data dibuat dalam
tabel yang berurutan dimulai dengan nomor urut baru.
Sistem penulisan satuan peubah ditabulasikan dalam tanda kurung. Untuk
menunjukan pengaruh utama atau interaksi, diberikan simbol * atau ** untuk P <
0.05 atau P > 0.01. Bila ada singkatan dalam tabel, jelaskan singkatan tersebut dalam
catatan kaki. Bila tabel hasil kutipan, dicantumkan sumbernya di bawah tabel.
Gambar
Gambar meliputi grafik, foto, diagram, bagan, peta, denah, dan gambar lainnya.
Gambar diberi nomor sesuai urutan dalam teks, mengikuti angka arab dicetak pada
halaman terpisah. Gambar harus jelas posisi atas dan bawahnya. Gambar yang tidak
langsung kelihatan mana atas dan mana bawah ditunjukkan di margin gambar
tersebut dengan pensil. Simbol – simbol yang digunakan dalam gambar dijelaskan
dalam judul tetapi tidak dicantumkan di dalam gambar. Beri judul sumbu x dan y
serta satuannya. Grafik dicetak hitam putih. Kontras gambar seperti hasil foto
langsung atau mikrograf harus jelas dan huruf berkualitas laser.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka ditulis menurut abjad. Acuan yang tidak diketahui pengarangnya
ditulis dengan sebutan Anonimus. Penulisan nama pengarang dimulai dari nama
belakang.
Buku: nama pengarang, tahun terbit, judul buku, jilid/edisi (bila ada), kota
terbit, nama penerbit.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 60
Contoh:
Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Penerbit Penanda Media.
Karangan dalam buku: nama pengarang, tahun terbit, judul karangan, nama
editor, judul buku, jilid/edisi (bila ada), kota terbit, nama perbit, halaman.
Contoh:
Husein, Martani. 1992. Tantangan Marketing Menghadapi Era Globalisasi, di dalam
ramelan (Ed). Manajemen Indonesia Memasuki Era Globalisasi. Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo, Hlm. 183 – 202.
Jurnal/Majalah Ilmiah: nama pengarang, tahun terbit, judul karangan (tidak
diberi tanda petik), nama jurnal, volume, kota dan bulan terbit, halaman.
Contoh:
Suryanto. 2002. Etika dalam Pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, Di dalam
Majalah Ragam : Pengembangan Humaniora. 2: 42-50. Semarang, Maret 2002.
Karangan yang dibawakan dalam pertemuan ilmiah, dan sejenisnya: nama
pengarang, tahun, judul karangan,nama pertemuan ilmiah, atau judul laporan
ilmiah, tanggal, kota tempat pertemuan.
Contoh:
Kusumanegara, Moelyono. 2002. Perana Dosen Kewarganegaraan di Abad XXI,
Makalah disampaikan pada Penataran Dosen Kewarganegaraan se-Jabotabek, 19
Desember 2002. Jakarta: Aula Sudirman MAKODAM JAYA.
Website: nama pengarang, tahun, judul karangan, nama website/e-mail,
halaman. Bila tidak ada nama pengarang cantumkan nama institusi atau kata
internet.
Contoh:
Pudjiastutik, Titik. 2002. Katalogisasi Naskah-naskah Nusantara Koleksi Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya UI, [email protected]., Desemer 2002.
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. 2002. Katalogisasi Naskah-naskah
Nusantara Koleksi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, www.Ipui.or.id.,
Desember 2002.
Jurnal Farmasindo ISSN : 2548-6667 Volume 1 Nomor 1, Desember 2015 61
Pengiriman Artikel
Kirimkan sebuah artikel asli berupa soft copy. Tulis nama file dan gunakan
program Microsoft Word 1997/2003/2007. Artikel yang dikirim untuk Jurnal
Farmasindo harus disertai data tentang penulis dan surat pengantar yang
ditandatangani penulis, dan dikirimkan kepada:
Ketua Dewan Editor Jurnal Farmasindo
Sekretariat UPPM Politeknik Indonusa Surakarta.
Kampus Politeknik Indonusa Surakarta
Jl. KH. Samanhudi No 31 Mangkuyudan Surakarta
Telp : 0271-743479
Fax : 0271-743479
Email ke: [email protected]