Upload
doanbao
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal IDeJurnal IDeInspirasi Demokrasi
Suara KPU Jawa Timur
Mengawal Demokrasi Membangun Negeri
KPU JAWA TIMUR
09
ed
isi
Ju
li 2
016
KOMUNIKASI EFEKTIFMembangun
dengan
PENYELENGGARA PEMILU
PERS dan MEDIA
KPU Jawa TimurKPU Jawa Timur
Mengucapkan :Mengucapkan :
Mohon Maaf Lahir dan BatinMohon Maaf Lahir dan Batin1437 H
Selamat Hari RayaSelamat Hari Raya
idul fitri
KPU JAWA TIMUR
SELAMAT JALANSANG PEJUANG DEMOKRASI
SELAMAT JALANSANG PEJUANG DEMOKRASI
HUSNI KAMIL MANIK
(1975-2016)
HUSNI KAMIL MANIK
(1975-2016)
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 1
Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur (KPU Provinsi Jawa Timur) terus berkomitmen menerbitkan Jurnal Inspirasi Demokrasi (Ide) setiap bulannya. Dimana Jurnal Ide ini merupakan wadah hasil pemikiran dan pengalaman penyelenggara pemilihan umum (pemilu) di Jawa Timur.
Puji syukur Kami haturkan kepada Allah SWT., yang mana atas izin-Nya komitmen KPU Provinsi Jawa Timur tersebut dapat tercapai. Ucapan terima kasih Kami sampaikan pula kepada semua pihak yang terlibat karena pe-ranannya Jurnal Ide bulan Juli dapat terbit.
Selain itu, Tim Redaksi juga memohon maaf atas keterlambatan dalam penerbitan Jurnal Ide edisi bulan Juli. Karena memang bertepatan dengan momentum libur Hari Raya Idul Fitri 1437 H. Tak lupa Kami ucapkan Sela-mat Hari Raya Idul Fitri 1437 H, mohon maaf lahir dan batin kepada seluruh masyarakat dan pembaca Jurnal Ide.
Kali ini Jurnal Ide Suara KPU Jatim mengambil tema “Membangun Komunika-si Efektif, Penyelenggara Pemilu dengan Pers dan Media.” Hal ini berangkat dari pemikiran bahwa beragam persoalan dalam pemilu, baik terkait dengan manajemen pemilu maupun politik pemilu cenderung menempatkan KPU pada posisi yang dianggap kurang optimal dalam penyelenggaraan pemilu. Dampak akan hal ini adalah melemahnya kepercayaan masyarakat pada KPU. Sehingga lebih jauh lagi, dapat menurunkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu. Melihat fenomena ini, KPU perlu mengambil sikap dan tinda-kan, salah satunya dengan mengoptimalkan komunikasi dengan pers dan media.
Melalui bangunan komunikasi yang efektif antara penyelenggara pemilu dengan pers dan media, idealnya seluruh tahapan pemilu yang dilakukan oleh KPU dapat tersampaikan kepada masyarakat secara tepat sasaran. Se-hingga political knowledge dan political awareness pada KPU tercapai, dan bermuara pada political will masyarakat. Berlatar belakang hal inilah, men-jadikan tema ini dirasa semakin penting untuk diangkat pada Jurnal Ide kali ini.
Di samping itu, pada tanggal 7 Juli 2016 kemarin, Kita telah kehilangan Ketua KPU yang sangat Kita hormati, Husni Kamil Manik. Beliau telah berpulang pada Sang Maha Pencipta karena sakit. Bela sungkawa yang mendalam Kami sampaikan. Semoga almarhum husnul khatimah. Amin.
Akhirnya, tentu dalam Jurnal Ide bulan Juli ini masih banyak kekurangan. Se-gala saran yang membangun bagi perbaikan sangat Kami harapkan. Semoga Jurnal Ide bulan Juli dapat membawa manfaat bagi peningkatan kualitas pe-nyelenggaraan pemilu. r
Dari Redaksi
2
Daftar Isi
Hal 3
Membangun Pers Yang NetralDalam Masyarakat Demokratis
Media Sebagai PilarDemokrasi
Mekuatan Media di NegaraDemoktasi dalam Pemilu
Magnet Pers Dalam Pemilu
Akrobatik Media di PusaranMagnet Politik
Peran Media MassaBangkitkan Gairah Pemilih
Meningkatkan Peran MediaDalam Demokrasi dan Pemilu
Peran Media DalamDemokrasi dan Pemilu
Pers dan BensinKobaran Api
Website, Corong MediaInformasi KPU
Pengarah: Eko Sasmito, Gogot Cahyo Baskoro, Choirul Anam, Dewita Hayu Shin-ta, Muhammad Arbayanto. Penanggung-jawab: HM. E. Kawima. Pemimpin Redaksi: Slamet Setijoadji. Redaktur: Azis Basuki. Sekretaris Redaksi: Dina Lestari. Kontributor: Keluarga Besar KPU se-Jawa Timur. Alamat Redaksi: Badan Hukum, Teknis, Hupmas Sekretariat KPU Provinsi Jawa Timur Jl. Raya Tenggilis No. 1-3 Surabaya.
Hal 9
Hal 6
Hal 15
Hal 24
Hal 31
Hal 12
Hal 20
Hal 28
Hal 34
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 3
Diantara media ekspresi dan penyebarluasan gagasan yang banyak dikenal masyarakat adalah pers. Pers yang be
bas dan bertanggung jawab, memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis.
Agner Fog (2004:2), dalam artikelnya bertajuk “The supposed and the real role of mass media in modern democracy”, menyatakan media dihajatkan (lahir) sebagai penyangga demokrasi. Ia menjadi penyangga penting demokrasi, sebab media menyajikan informasi hiruk pikuk bernegara. Namun di lain pihak, media modern turut serta pula menyumbangkan sejumlah solusi atas berbagai problematika yang sedang dihadapi oleh negara itu.
Pers Sebagai Salah Satu Pilar DemokrasiPers merupakan pilar demokrasi keempat
setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pers sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and balance. Oleh karenanya, untuk dapat melakukan pe
Membangun Pers Yang NetralDalam Masyarakat Demokratis
NOOR IFAH, SH.Staf Subbag Hukum
Sekretariat KPU Kabupaten Sidoarjo
ranannya, sangat penting untuk membangun kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang serta tidak memihak. Pers harus terbebas dari kepentingan-kepentingan kapitalisme ataupun kepentingan politik dari golongan tertentu. Ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pers di negara manapun yang menganut sistem demokrasi, tak terkecuali Indonesia, dimana peranan pers dan media sangat signifikan dalam mentransformasikan aspirasi rakyat dan dalam penyampaian informasi yang pada akhirnya berpengaruh pada pengambilan kebijakan/keputusan publik.
Dalam perkembangannya, peran pers untuk menyebarluaskan informasi telah memberikan sumbangan nyata bagi berkembangnya demokrasi di Indonesia. Pers dapat menjadi media untuk mengontrol praktik pemerintahan. Berbagai praktik penyelewe-ngan kekuasaan mampu diungkap oleh pers, sementara kehendak publik dapat terus menerus dipublikasikan agar diakomodasi oleh pemerintah. Demikian pula perkemba-
Salah satu ciri negara demokrasi adalah adanya kebebasan untuk berekspresi. Kebebasan berekspresi tersebut dapat ter-wujud dalam berbagai bentuk. Berkesenian, menyampaikan protes, atau menyebarluaskan gagasan melalui media cetak adalah sebagian diantara bentuk-bentuk ekspresi.
4
ngan dunia ilmu pengetahuan dan perubahan politik dunia dapat diikuti melalui pemberitaan pers. Pendeknya, dapat disebut bahwa selain pemerintahan yang bersih, partai politik yang aspiratif, dan masyarakat madani, pers dapat disebut ssebagai pilar yang menyokong tegaknya demokrasi.
Pada masa ini, kita juga mendapati perkembangan yang luar biasa dengan bertambah banyaknya jumlah penerbitan pers. Selain itu, organisasi kewartawanan juga tidak dibatasi. Kini muncul organisasi-organisasi mandiri seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) atau Persatuan Jurnalis Televisi (PJTV). Kebebasan berekspresi ini merupakan salah satu buah reformasi yang kita nikmati bersama. Sepatutnya, kebebasan tersebut kita rawat baik-baik dengan memperhatikan aspek pertanggungjawaban. Sebab, kebebasan ini bukanlah kebebasan yang tanpa batas melainkan kebebasan yang menuntut tanggung jawab kita untuk mengelola kebebasan tersebut demi kebaikan bersama.
Pentingnya Netralitas Pers dalam Pesta Demokrasi
Di masa keterbukaan informasi publik saat ini, cukup dengan ujung jari kita, dan hanya dalam hitungan detik saja, berbagai informasi dapat dengan mudah kita peroleh. Teknologi informasi yang pesat melalui internet, telah mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengakses informasi. Pers pun tak pelak mengikuti trend/perubahan ini. Di satu sisi, hal ini membawa keuntungan bagi masyarakat, dengan mudahnya mengakses informasi. Namun, di sisi lain, jika tidak hati-hati, masyarakat bisa saja terjebak oleh informasi yang keliru yang ditebarkan oleh media/pers yang tidak profesional dalam melaksanakan penyajian berita ataupun pers abalabal yang menyalahgunakan medianya untuk melakukan halhal yang bertentangan dengan kaedah kewartawanan dan kode etik jurnalistik.
Masih hangat dalam ingatan bagaimana sengitnya pertarungan dalam Pilpres Tahun 2014, ataupun dalam Pilkada 2015, dimana sejumlah media massa dimanfaatkan sebagai alat dalam merebut simpati masyarakat terhadap calon-calon tertentu, dengan ber
lomba-lomba menyajikan pencitraan akan tokoh-tokoh tertentu yang pada akhirnya membentuk opini masyarakat untuk memilih atau tidak memilih calon-calon tertentu.
Dahsyatnya peranan pers atau media dalam membentuk opini masyarakat pada saat ajang pesta demokrasi ini, tak pelak memberikan pelajaran berharga bagi kita, bahwa upaya pembangunan demokrasi juga harus ditopang dengan pembangunan pers yang netral dan tidak memihak serta harus murni berpihak kepada kebenaran.
Upaya Membangun Netralitas PersMenurut mantan Anggota Dewan Pers
periode 2010-2013, Agus Sudibyo, pers memiliki peran besar dalam proses pendidikan politik warga negara dari berbagai segi. Pers harus mengupayakan netralitas dalam konteks suksesi kepemimpinan. Jika netralitas dirasa sulit, minimal harus independen. Jika bersikap kritis ke satu calon maka sikap kritis murni karena punya data, bukan karena pesanan. Agus Sudibyo juga menguraikan, bahwa memang tidak bisa dipungkiri jika keberlangsungan hidup sebuah media tergantung pula dari pemasukan iklan politik dan pemerintahan. Bukan perkara mudah untuk mengurai ketergantungan media terhadap unsur-unsur pemerintah dan politik lokal. Akan tetapi, sebagai ruang publik, pers haruslah mengutamakan kepentingan publik. (tribunnews.com, 30/3/2016).
Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Prof Bagir Manan, dalam peringatan Hari Pers Nasional di Batam tanggal 9 Februari 2015, juga pernah menyampaikan agar seluruh insan pers berdiri tidak memihak, kecuali kepada kebenaran dan kepentingan umum. Itu sebabnya, pers nasional dipesan agar merdeka dari pengaruh politik manapun, atau tidak partisan. (teropongsenayan.com, 9/2/2015)
Lantas, bagaimana seharusnya kita sebagai masyarakat yang menganut sistem demokrasi, dapat berperan serta memba-ngun pers yang netral dan tidak memihak? Untuk menjawab tantangan ini, perlu di ingat bahwa melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kemerdekaan pers di negara kita sebenarnya telah dijamin sebagai bagian dari hak asasi warga negara,
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 5
dan pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terpenuhi.
Setidaknya ada lima peranan pers yang disebutkan di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, yaitu: a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b) me-negakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan; c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; d) melakukan pe-ngawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Selain itu, dalam upaya mengembangkan kebebasan dan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, pemerintah juga telah membentuk dewan pers yang bersifat independen, yang melaksanakan fungsifungsi, antara lain, melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, melakukan pengkajian untuk mengembangkan kehidupan pers, mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik, mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atau kasuskasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers serta memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers atau meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
Dari pihak pers sendiri, pers harus mam
pu “membebaskan” dirinya dari pengaruh kepentingan politik tertentu dan menjunjung tinggi keberpihakan pada kepentingan publik. Pers juga harus mempertimbangkan patut tidaknya dalam menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang mampu membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan dan keyakinan suatu golongan yang dilindungi undang-undang. Kode etik jurnalistik harus ditaati se-penuhnya oleh insan jurnalis itu sendiri (wartawan), sehingga ada keharusan-keharusan yang perlu diperhatikan, mulai dari akurasi berita, kredibilitas dan kompetensi sumber berita, serta penyajian berita yang berimbang dan tidak berat sebelah.
Di sisi lain, masyarakat juga diharapkan untuk berperan aktif dan kritis dalam mencerna setiap informasi yang dibaca atau didengar dari media. Jangan begitu saja percaya 100% dengan apa yang diberitakan oleh media massa. Selalu lakukan cross check dan konfirmasi atas pemberitaan yang dirasa janggal. Selain itu, masyarakat juga dapat berperan aktif untuk memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan pers. Masyarakat juga dapat menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional. Dengan demikian, diharapkan upaya untuk membangun pers yang netral dan tidak memihak dapat benar-benar terwujud. r
6
RAGIL AGUS TRI DARMANTODivisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilihdan Pengembangan InformasiKPU Blitar
Pesta Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah merupakan salah satu dari implementasi adanya demokrasi di Indonesia. Pada era sekarang ini pelaksanaan dalam penyelenggaraan kepemiluan, sebagai pengalaman pelaksanaan pemilu kepala daerah Kabu-paten Blitar dengan calon tunggal baru baru ini.
Media Sebagai Pilar DEMOKRASI
Salah satu bentuk informasi yang sa-ngat berpengaruh dalam pelaksanaan pilkada adalah media. Para kandidat
berlomba-lomba mempromosikan dirinya dan misimi sinya dengan harapan menarik persepsi positif dari publik. Kegiatan promosi yang sangat efektif menggunakan media massa (koran, majalah, radio, TV) yang ternyata memberikan pengaruh yang signifikan untuk mempengaruhi pemilih secara bertahap agar mau memilih salah satu kandidat sehingga membentuk sebuah loyalitas pemilih yang sangat kuat. Dengan adanya kebebasan pers sebagaimana yang dijamin oleh negara pada pasal 2 UU No 40 tentang Pers bahwa “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum” maka ragam sajian informasi yang ditampilkan lebih variatif, dimana konsumen memiliki kebebasan memilih dan menafsirkan semua teks yang ditampilkan
media lokal maupun luar. Situasi pertukaran komunikasi yang sudah tidak melihat batasan bangsa, ne gara, etnik, suku, agama yang akan menggiring pembaca pada sebuah konsepsi yang beragam pula.Dengan kelebihannya menjangkau ruang dan waktu, media massa mampu memasuki wilayah yang tak mampu dijangkau media lain. Sangat efektif untuk mempublikasikan kandidat, karena semua orang hampir mempunyai akses dalam memperoleh informasi lewat media. Adapun peran media, sebagai:
1. Alat kontrolMedia massa telah menjalankan fungsi
nya sebagai alat kontrol terhadap pemerintah dan penyelenggara pilkada, dengan demikian pemilihan kepala daerah berlangsung secara transparan, sah, dan kredibel di mata hukum. Media massa sangat membantu dalam proses sosialisasi pilkada dan ikut menyukseskannya.
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 7
2. Alat perjuangan dan penyaluran InformasiMedia massa juga berperan dalam mem
perjuangkan aspirasi masyarakat, demikian pula dalam proses pilkada serentak beberapa waktu yang lalu. Media massa menyalurkan apa yang diinginkan rakyat agar didengarkan, dimasukkan dalam misi dan diimplementasikan oleh para kandidat dalam praktik kampanye sampai jika menjadi kepala daerah.
Keunggulan dan kemampuan media massa memasuki ruang khalayak sangat potensial, di samping itu juga mampu membentuk atau memengaruhi persepsi lebih jauh pada diri khalayak, yang mana seseorang tampak lebih baik ketika dia dibingkai oleh media pe-nyiaran itu, sehingga orang yang mendengarkan akan mempersepsikan bahwa orang itu menjadi baik. Persepsi lain, jika media penyiaran mempunyai kemampuan menceritakan lebih jelek pada kondisi kenyataannya, maka ketika orang mengonsumsi media penyiaran atas informasi itu, juga akan menilai seseorang itu lebih jelek.
Para kontestan pilkada itu berusaha mendekati pers, dan tim sukses atau publik relations mereka berusaha memiliki kontak khusus dengan mediamedia. Begitu central-nya peran media di dalam penerapan informasi publik.
Semua Calon yang mengikuti kontestan pun sudah sadar kompetisi dalam pilkada bukan lagi perang fisik (kekuatan) tetapi perang persepsi. Kunci kemenangan dalam persepsi ini terletak dalam strategi memenangkan pemilih, termasuk dalam strategi dalam pemilihan media yang cocok untuk menyampaikan pesan positif kepada publik melalui media masa.
Semua calon yang mengikuti kontestan sudah menyiapkan strategi untuk memenangkan pilkada tidak saja sekadar melakukan kampanye massal, cetak brosur, dan pasang spanduk serta baliho, tetapi peran media massa cetak dan elektronik justru dianggap paling cepat dapat membentuk persepsi dengan pembentukan opini publik yang diharapkan. Apalagi di dalam undang undang penyelenggaraan proses pelaksa-naan dengan aturan yang ketat menjadi alat bantu potensial terhadapa peranan terhadap pembentukan opini publik
Surat kabar harian yang terbit secara nasional maupun lokal menyediakan rubrik khusus liputan pemilu untuk memberikan uraian yang lebih rinci dan mendalam mengenai perkembangan para kandidat yang sedang berlangsung setiap hari. Di halaman-halaman khusus tersebut memuat berbagai
8
macam hal informasi tentang pelaksanaan pemilu, seperti jadwal kegiatan kampanye, program-program partai politik, laporan pelaksanaan kampanye, hasil wawancara dengan kandidat satu dengan yang lainnya, ulasan tokoh masyarakat, iklan politik, serta polling tentang pemilu dan tentunya para kandidat yang akan mengikuti kontestan.
Pengaruh pemberitaan media massa, menjadi sangat vital bagi para calon kandidat, media massa untuk tayangan iklan politik tampaknya semakin meningkat. Iklan-iklan Kandidat dapat disaksikan setiap harinya melalui televisi, radio dan media cetak ketika menjelang pelaksanaan pilkada. Beberapa kandidat menggunakan iklan politik ini untuk menawarkan program dan mengajak khalayak untuk memilih kandidat atau partai politik yang dimaksud dalam pemilu. Pencitraan kandidat melalui iklan semakin memperkuat fungsi media massa dalam aktivitas politik seperti pemilu. Penggunaan media massa dalam porsi yang lebih banyak dalam kampanye politik terbukti lebih memperlancar pelaksanan kampanye.
Secara substansial, iklan-iklan politik di media massa berusaha mengajak langsung calon pemilih (khalayak) untuk memilih kandidat dengan mengungkapkan program-program yang ditawarkan, keunggulan-keunggulannya yang lebih menekankan pada sentuhan pikiran dan emosi kelompok sasaran yang diharapkan dapat menggerakkan perilaku pemilih. Di samping iklan politik para kandidat, terdapat juga iklan layanan
masyarakat yang ditampilkan yang sekiranya mendukung dalam proses opini publik.
Jika media massa dalam menyusun agenda pemberitaannya cenderung lebih memilih aspek-spek substansial dari program kampanye kandidat dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa politik lainnya yang terjadi selama periode kampanye, maka kecenderungan salah satu peran positif media dalam komunikasi politik telah dimainkan dengan baik. Agenda media seperti ini diharapkan memberi pengaruh pada publik (khalayak), khususnya pada prioritas pentingnya isu. Ar-tinya, publik diharapkan memiliki pandangan yang sama dengan agenda media dalam menentukan prioritas pentingnya isu yang pada proses selanjutnya akan mempengaruhinya dalam menerjemahkan ke masyarakat. Dari situ kita bias menyimpulkan arti penting nya peran media sebagai pilar informasi demokrasi, tetap menjadi gairah di setiap pesta demokrasi.
Media massa sebagai saluran demokrasi tentu saja merasa memiliki tanggungjawab untuk menyalurkan apa yang dikehendaki rakyat informasi Pilkada dengan para calon kandidat yang mengikuti kontestan. Menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial, media pun intens dalam pemberitakan. Pada dasarnya, efektivitas yang dihasilkan dari fungsi ini (kontrol sosial) bergantung pada integritas media itu sendiri.
Demikian perspektif peran media sebagai pilar Informasi demokrasi dalam setiap penyelenggeraan pemilu di Indonesia. r
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 9
Robert A. Dahl (1999). Demokrasi mempunyai ciriciri sikap yang tanggap terhadap pemerintah demi memperjuang
kan keinginan warga negaranya.1 Keinginan yang diperjuangkan secara bebas dengan menganut sistem persamaan demi tercapainya perubahan yang lebih baik, se hingga dianggap mampu untuk mensejahte rakan bangsa dalam suatu negara. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap negara dunia ke tiga yang berbondong-bondong menganut
1 Robert A. Dahl, 1999, On Democracy.
Kekuatan Media di Negara Demokrasi
Dalam Pemilu
FAISAL RAHMAN, SH.Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih
dan Pengembangan InformasiKPU Kabupaten Bangkalan
9
sistem pemerintahan demokratis.Meskipun demikian belum tentu
masyarakat mampu menjalankan sistem pemerintahan demokratis secara langsung, ka-rena banyaknya aspirasi dan keinginan rakyat membuat semakin sempit untuk memperoleh kesempatan yang sama. Oleh sebab itu dibutuhkan lembagalembaga yang dibentuk pemerintah yang dapat mewakili rakyat. Lembagalembaga yang dibentuk pemerintah ini merupakan upaya untuk mewakili kepentingan rakyat yang diwakilkan kepada
Demokrasi telah lahir sebagai alat untuk memperbaiki tatanan kehidupan manusia di dunia. Lahirnya demokrasi sebagai arus yang dianut oleh negara modern kini telah menjamur di nega-ra-negara yang bersifat monarki. Demokrasi yang mempunyai prinsip persamaan dan kebebasan dalam menjalani kehidu-pan berbangsa dan bernegara kini telah menjelma sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan melalui konsep kebebasan dan keadilan manusia di berbagai negara.
10
pemerintah. Hal inilah yang disebut mencirikan demokrasi perwakilan.
Menurut John Locke Pemberian keku a-saan terhadap wakilwakil lembaga pemerintahan oleh rakyat tidak mengurangi hak untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya.2 Sehingga pada akhirnya penting bagi negara modern untuk membentuk lembaga-lembaga yang dapat mewakili rakyat secara legal.
Janedri M. Gaffar (2013) menyatakan demokrasi perwakilan menghendaki adanya pemilu yang dapat dijadikan mekanisme untuk membentuk organ negara, terutama pembentuk hukum yang akan menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan negara.3 Sedangkan menurut Ramlan Surbakti, (2008) pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.4
Indonesia sebagai negara modern yang menganut negara demokratis untuk mencapai tujuan sesuai kehendak rakyat tentu dalam proses pemilihan kepala negara atau kepala pemerintahan baik di Eksekutif maupun Legislatif harus menyelenggarakan pemilihan umum. Hal ini tercermin dalam Universal Declaration on Democracy, yang isinya mengatakan salah satu cerminan negara demokrasi adalah negara yang menyelenggarakan pemilihan jujur dan adil. Pemilu jujur dan adil merupakan sifat pemerintahan yang demokratis untuk mencapai tujuan sesuai dengan kehendak rakyat.5 Sebagai salah satu negara demokratis Indonesia dalam menyelenggarakan pemilu di laksankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
KPU merupakan salah satu lembaga yang dibentuk oleh negara untuk menjalankan
2 Deliar noer, 1997, Pemikiran Politik di Negeri Barat, edisi revisi, cetakan II, Bandung, Mizan, hlm. 121.3 Janedjri M. Gaffar, 2013, Demokrasi dan Pemilu di Indonesia. Hal. 27 Cetakan I, Jakarta.4 Ramlan Surbakti dkk. 2008, Perekayasaan Sistem Pemilihan Umum Untuk Pembangunan Tata Politik Demokratis, hal. 27.5 The elements and exercise of democrtic Goverment, Universal Declaration on Democrasy. At its 161 session. Cairo, 16 september 1997.
sistem pemilu demokratis. Menurut Jimly Asshiddiqie secara umum, pemilu yang demokratis adalah pemilu yang dilakukan secara berkala, dan diselenggarakan berdasarkan prinsip bebas, serta jujur dan adil (free and fair election).6
Sejarah Indonesia dalam menyelenggarakan pemilu terbagi menjadi beberapa massa. Pertama, masa orde lama yang dipimpin oleh Soekarno. Kedua, masa orde baru yang dipimpin Oleh Soeharto, dan Ketiga, masa reformasi.
Peran Media dalam General Election memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya atas keberhasilan tumbangnya masa orde baru, sehingga membuat pemegang kebijakan harus berpikir keras untuk membenahi tatanan sistem pemerintahan, khususnya dalam proses pemilihan umum yang dijadikan sarana untuk memilih pemimpin baru. Oleh karena itu dilakukanlah sidang istimewa MPR pada tahun 1998 yang menghasilkan putusan sebagai berikut. Ketetapan MPR Nomor X MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara. Ketetapan tersebut mengamanatkan penyelenggaraan pemilu selambat-lambatnya pada bulan juni 1999.7
Terjadinya peralihan masa dari orde lama ke orde baru dan ke masa reformasi membuat peta politik mengalami pergeseran. Pergeseran kepemimpinan antar masa tersebut tidak hanya terjadi dilevel presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, namun juga terjadi pergeseran kekuatan partai politik penguasa. Perubahan sistem pemilu telah memberikan perubahan peta politik secara terbuka. Sehingga memberikan kesempatan pada partaipartai baru untuk berkembang dan berpartisipasi dalam pemilu yang terbuka, bebas, jujur dan adil.
6 Jimly Asshiddiqie, “Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen Demokrasi”, Jurnal Konstitusi, vol 3, nomor 4, Desember 2006. Me-ngutip Janedjri M. Gaffar Demokrasi dan Pemilu di Indonesia.7 GBHN ditetapkan berdasarkan ketetapan MPR nomor II/MPR/1998.
10
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 1111
Peran media dalam era kebebasan merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari lagi dalam pergulatan politik di Indonesia baik dalam pilpres, pilgub, pilbup, pilwali dan pileg. Mainstreaminasi media dalam dunia politik pasca reformasi telah mencengangkan banyak kalangan, karena di era sebelum reformasi (orde lama dan orde baru) media dianggap bukan alat komunikasi yang canggih dalam rangka memenangkan pergulatan dalam kekuasaan.
Kekuatan media di era reformasi tidak hanya memberikan aura baru bagi para kontestasi partai politik dalam berebut kekuasaan. Namun, media mampu menjadi lokomotif yang membawa perubahan bagi bangsa Indonesia yang sedang terjangkit virus korupsi, HAM, dan virus dilembaga-lembaga pemerintahan. Sehingga hampir tidak ada ruang dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa lepas dari peran media massa.
Peran media dalam pemilu demokratis sudah tidak terhindarkan lagi, karena re-volusi media dalam menyampaikan informasi sangat berdampak efektif. Sehingga media menjadi pilihan utama partai politik dan politisi dalam pemilu demokratis sabagai alat untuk berkomunikasi dengan khalayak umum.8 Bahkan di Indonesia ada beberapa media yang terlibat persaingan khusus dalam menyampaikan berita aktual terkait perkembangan politik nasional, daerah bahkan internasional.
Informasi mengenai politik pemerinta-han kini dapat tersajikan dengan mudah bagi masyarakat, hal ini disebabkan menyebar luasnya berbagai bentuk media yang ada di Indonesia seperti media elektronik televisi, HP dan media cetak seperti koran dan majalah yang notabenenya hampir seluruh masyrakat Indonesia sudah memiliki dan berlangganan.
Pemanfaatan media dalam pemilu tidak hanya sebatas memberikan informasi, akan tetapi telah terjadi peperangan dan persaingan calon dalam menggunakan media juga menjadi bagian yang sangat memprihatinkan bangsa ini. Dimana media samasama bersa
8 Kurnia, Media dan Politik “Menemukan Simbiosis-Mutualisme Media dan Politik”
ing memberikan informasi sesuai sesuai tarif dan kontrak yang sudah disepakati bersama. Hal inilah yang dijadikan momentum dalam pemilu, dimana para calon pemburu kekuasaan menggunakan kekuatan kapitalisme melalui media.
Moyaritas masyarakat Indonesia mengetahui visi-misi calon melalui debat kandidat di salah satu stasiun televisi. Program debat kandidat dan dialog yang menjadi senjata meraup keuntungan oleh media dianggap paling efektif untuk menyosialisasikan aktifitas calon dan sosilisasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pesta rakyat tersebut. Dengan debat kandidat dan dialog yang disiarkan oleh televisi dan media lainnya kini tidak hanya masyarakat kota yang dapat mengetahui dan meamahami tentang pemberitaan di media tentang calon pemburu kekuasaan melalui pemilhan eksekutif maupun pemilihan le-gislatif.
Fakta yang dipertontonkan oleh media kepada masyarakat belum tentu sepenuhnya 100% benar, karena jasa marketing politik yang digunakan oleh para calon peserta pemilu berupaya semaksimal mungkin menampilkan image positif untuk meyakinkan masyarakat terhadap calon yang diusungnya. Sehingga tercipta sebuah berita tentang peristiwa menguntungkan pada calon baik po-pularitas maupun elektabilitas.
Namun, kita sebagai bangsa yang cerdas harus selektif mengkonsumsi media di era modernisasi seperti sekarang. Karena tidak semua media mempunyai sifat profesiona-lisme dalam menyampaikan informasi tentang lawan-lawan politiknya. Sehingga kon-ten dalam pemberitaan cendrung melakukan pembegalan politik pada lawan-lawannya.
Hal ini juga bagian dari sifat kapitalisme yang dimiliki oleh oknum media yang be-kerjasama dengan para pemburu kekuasaan, sehingga konten berita /informasi yang di-sampaikan terhadap khalayak cendrung tendensius dan berafiliasi pada salah satu calon dalam pemilukada dan pileg. Oleh karena itu kita perlu waspada dalam mengkonsumsi informasi yang didapatkan dari berbagai media yang tidak bertanggung jawab. r
11
12
Bukan tidak masuk akal jika pilihan masyarakat terhadap calon pemimpin kita di masa yang akan datang akan
sangat tergantung pada informasi yang diperoleh dari pers. Fungsi informasi ini terkait erat dengan fungsi edukasi. Pers bertanggung jawab pula untuk mendidik khalayak agar nantinya dapat berperan aktif dalam pemilu, termasuk juga mendidik para kontestan agar berperilaku etis dalam masa-masa kampanye.
Di sisi lain, pers memiliki arti penting sebagai sarana kontrol sosial. Dalam konteks ini, pers dituntut mampu mewartakan bukan saja kecurangan yang berlangsung sepanjang masa prapemilu sampai dengan pasca pemilu. Pers menyediakan dirinya sebagai media kritik yang santun terhadap pelanggaran etika yang diatur oleh kebijakan yang tersedia. Selain itu, pers juga berperan penting dalam melakukan kontrol atas pelaksanaan pemilu, dengan melaporkan praktik-praktik curang, sejak tahap pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara. Pemilu tidak
MARSONO, S.Pd.IDivisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilihdan Pengembangan InformasiKPU Magetan
akan membawa perbaikan jika publik tidak mendapatkan informasi yang benar dan be-rimbang menyangkut sistem pemilihan serta kualitas calon legeslatif dan calon presiden. Informasi melalui pers terhadap pelaksanaan pemilu dan kualitas calon, adalah sarana bagi publik untuk melakukan fit and proper test guna menjatuhkan pilihan terhadap calon pemimpinnya. Hal ini bisa dilakukan jika pers melaporkan berita secara benar dan profesional.
Sejumlah kekhawatiran muncul menyangkut kesiapan pers untuk berperan ideal untuk menyukseskan Pemilu. Pers dan wartawan dikhawatirkan bakal terjebak menjadi alat perseteruan antar calon kepala daerah yang bersaing, atau sengaja memihak pada calon tertentu bahkan memilih menjadi corong. Dalam sistem demokrasi, persaingan memperebutkan kekuasaan politik dapat dilakukan secara terbuka, dengan menggunakan beragam cara untuk merebut simpati pemilih. Cara termudah dan tercepat untuk menarik simpati pemilih adalah
Magnet Pers Dalam Pemilu
Menjelang pelaksanaan pemilu mendatang, pers memegang po-sisi strategis. Sebagai wahana informasi, pers menjadi agen produk-si dan reproduksi informasi bukan saja tentang figur partai maupun tokoh yang berkontestasi dalam pemilu. Pers juga mesti mampu memberikan informasi yang memadai tentang bagaimana meka-nisme pemilu secara benar pada khalayaknya.
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 13
melalui ekspose media massa. Proses pemilu disebutkan menyentuh langsung kehidupan masyarakat, kedekataan para calon dan pendukungnya bersifat nyata, bukan hanya simbolik sebagaimana pemilihan presiden atau DPR. Sehingga dapat dipahami jika diprediksi bakal muncul persoalan dan sengketa dalam proses pemilu. Media massa dalam hal ini dapat menjadi salah satu faktor peredam atau pemicu sengketa. Dalam fungsinya sebagai sarana sosialisasi dan informasi, media massa diharapkan ikut menciptakan proses pemilu yang adil, jujur, dan damai. Pers diharapkan menghasilkan karya jurnalistik yang selalu berpegang pada prinsip jurnalisme yang profesional dan beretika. Namun fungsi ideal pers tersebut seringkali hanya ada dalam teori atau harapan.
Sebagai institusi yang bertugas menyampaikan informasi dan mendidik kesadaran politik masyarakat, netralitas mediasi pers memang menjadi masalah pelik. Di satu sisi, pers dituntut untuk bersikap netral atas pemberitaannya mengenai isuisu pemilu,
terutama pada pemberitaan atas para kandidat yang saling berkompetisi memperebutkan potensi pemilih. Di sisi lain, pers juga dituntut untuk senantisa bersikap kritis dan transparan terhadap segala bentuk penyimpangan yang mungkin berlangsung selama masa kampanye dan pasca pemilihan.
Menempatkan pers sebagai pemelihara stabilitas dan harmoni sosial memang mengisyaratkan kewajiban pers untuk merepresentasikan isuisu pemilu secara jujur dan berimbang. Sekalipun netralitas seratus persen adalah tidak mungkin, semangat untuk berupaya mewujudkan netralitas harus senantiasa menjadi landasan praktik jurnalisme pers. Tanggung jawab pers dalam membingkai pekerjaan pemberitaan pada akhirnya terbagi dalam dua sektor.
Pertama, ranah teknik; yakni batasanbatasan teknis mengenai bagaimana realitas sosiologis maupun psikologis tentang pemilu diolah dan direpresentasikan. Tentu tidak setiap realitas tentang pemilu lantas diberitakan, karena terdapat serangkaian standar
14
agar sebuah informasi layak untuk dimediasikan.
Kedua, ranah etik; yakni sejauh mana kepantasan perilaku insan pers dalam memperoleh dan mengkonstruksi informasi dapat dipertanggungjawabkan. Setiap jurnalis bertanggung jawab pada dirinya sendiri untuk menjadi pelayan masyarakat dan bahwa organisasi media tempat mereka bekerja akan selalu dinilai oleh masyarakat. Implementasi tanggung jawab ini tercermin dari sejauh mana insan pers berpegang teguh pada kode etik profesional jurnalis. Pada ranah etik ini, perilaku jurnalis semestinya menjadi juru bicara fakta dan kebenaran dan bukan juru bicara kekuasaan. Pers hadir untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Para jurnalis pada lembaga pers bukan hanya bekerja untuk sekadar mencari dan mengomunikasikan berita maupun opini, namun mereka juga mempunyai tanggung jawab sosial untuk melihat kebenaran dari apa yang dimediasikan.
Serunya persaingan antarpartai maupun antarkandidat pada pemilu mendatang akan menempatkan pers sebagai arena konflik kepentingan. Khalayak media acapkali melihat isi media sebagai cermin realitas yang diterima apa adanya tanpa ada pretensi untuk sekadar mempertanyakan dari mana asalnya, bagaimana pewartaan itu dibuat, atas dasar kepentingan apa dan siapa berita itu disajikan kepada pembaca.
Masyarakat harus diberitahu bahwa pemilu bersifat rahasia, tak seorangpun boleh tahu apa pilihan seseorang. Pers mesti memberikan penilaian seimbang dan adil bagi semua peserta pemilu. Jurnalis jangan bertindak seperti peramal cuaca yang menga-barkan spekulasi partai mana atau siapa yang akan menang dalam pemilihan. Cukup laporkan dengan akurat apa yang terjadi atau siapa yang berbuat dan berbicara. Laporkan praktekpraktek money politic atau upaya manipulasi lainnya. Jurnalis mesti waspada dengan komentar atau pandangan yang berpotensi mengadu domba, memecah-belah, atau membingungkan masyarakat pemilih. Potensi sengketa hingga benturan kekerasan antara peserta pemilu atau pendukungnya selalu ada, jurnalis mesti sensitif untuk tidak gegabah mengangkat isu atau informasi yang
berpotensi memicu konflik.Dalam konstruksi realitas, bahasa pers
menjadi instrumen kunci yang dapat menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan. Pers berpeluang besar mempengaruhi makna dan gambaran realitas. Dalam bahasa yang lebih akrab, hal ini disebut sebagai citra. Bagi pers, bahasa pemberitaan bukanlah semata alat komunikasi untuk menggambarkan realitas. Bahasa pada akhirnya menentukan citra tertentu yang hendak ditanamkan kepada publik. Perihal produksi citra inilah yang terlihat sangat menarik. Bagaimanapun awak pers adalah sekelompok komunitas dengan landasan normatifnya sendiri. Suatu pencitraan takkan beranjak jauh dari predisposisi nilai yang mereka anut.
Berbagai cara dilakukan untuk menentukan citra, mulai dari pilihan kata atau frase beserta asosiasi-asosiasi yang dilekatkan hingga ke soal siapa sumber-sumber beritanya. Masing-masing memberi kontribusi sehingga suatu teks berita memiliki, katakanlah, pengembangan definisi tertentu tentang realitas yang ditunjuk. Kendati tak dapat dilukiskan secara matematis, faktor-faktor tersebut seringkali bekerja secara sinergis dalam merekomendasikan citra tertentu atas subyek atau obyek yang direpresentasikan.
Dalam upaya mengoptimalkan peran pers, sejumlah langkah telah diambil oleh Dewan Pers yang telah bertemu dengan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk membahas kerjasama dalam bentuk Memorandum Of Understanding menyangkut ketentuan yang terkait dengan media. Di dalam peraturan KPU tersebut wajib ditegaskan klausul yang menjelaskan bahwa pengaturan semisal terkait kampanye di media massa cetak dan media massa elektronik disesuaikan dengan UU yang berlaku yaitu UU tentang Penyiaran dan UU tentang Pers.
Pada akhirnya, sebagai realitas tekstual, pemberitaan pers, dalam pemilu akan menampilkan dua ujung ekstrem: positif dan negatif. Kedua kutub tersebut seringkali hadir secara subtil, mulai dari pilihan kata, penekanan, bahkan penggunaan majas. Dapat kita amati, penggunaan bahasa konotatif mencerminkan bagaimana pencitraan itu secara lembut bermain dalam bahasa pers. r
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 15
Memang perlu diketahui, belum pernah dalam sejarah Pemilu Presiden di Indonesia mulai sebelum
pendaftaran calon sampai dengan pendaftaran calon Presiden atmosfir kompetisi sudah mengerucut pada pertarungan dua kekuatan besar yang saling berhadapan atau lebih dikenal head to head antara Jokowi dan Prabowo. Hampir semua elemen masyarakat, partai politik, ormas bahkan media baik cetak maupun elektronik sudah terbelah dalam memberikan dukungan pada pasangan calon presiden.
Tidak bisa disembunyikan dan akan menjadi fakta sejarah bahwa terbelahnya beberapa media baik cetak maupun elektronik
Akrobatik Media di PusaranMAGNET POLITIK
MULYADIDivisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih,
dan Pengembangan InformasiKPU Kota Pasuruan
telah secara kasat mata melanggar kode etik jurnalistik, semua orang dengan cerdas bisa menilai bagaimana sebuah media tertentu dalam hal ini media televisi misalnya, bebe rapa stasiun televisi tertentu secara membabi buta memberikan dukungan pada salah satu calon presiden secara vulgar dan melakukan akrobatik dukungan di area publik, media televisi telah berubah menjadi partisan. Mereka bertransformasi menjadi pendukung capres tertentu, baik terangterangan maupun secara halus. Dan yang lebih memprihatinkan mereka mempertontonkan akrobatik dalam upaya memba-ngun opini di area publik. Dari pemberitaan-pemberitaan yang ditayangkan, publik dapat
Pemilu Presiden tahun 2014 kemarin benar-benar pertarun-gan demokrasi Indonesia yang sangat luar biasa dahsyat, hampir semua sumber daya yang dimiliki pasangan calon dikeluarkan untuk memenangkan pertarungan.
16
menilai kemana arah media tersebut ditujukan, siapa yang didukung, dan siapa yang diopinikan negatif. Terlebih, sebagian pemilik media sudah sejak awal mendukung capres tertentu, misalnya ada salah satu TV sebagai pendukung utama Jokowi, sedangkan TV lainya sebagai pendukung utama Prabowo. Publik pun dapat melihat dukungan kepada masingmasing capres melalui jumlah berita yang ditayangkan, durasi penayangan (pada televisi), pemilihan foto, cara penyampaian berita, dan pemilihan narasumber, dalam hal ini media cetak dan elektronik, televisi mi-salnya benar-benar berakrobat dan terjebak dalam pusaran arus kuat medan magnit politik sehingga me nabrak kaidah dan kode etik jurnalistik yang harus dijunjung tinggi.
Penulis merasakan betul pertarungan dahsyat opini stasiun TV dalam pilpres tahun 2014 kemarin, dalam beberapa obrolan di beberapa akar rumput baik itu di obrolan di warung kopi atau diskusi-diskusi kecil diantara mereka di kampung2 jelas tergambar posisi mereka, akar rumput pendukung capres tertentu lebih suka pada TV sebelah tetapi akar rumput yang netral dan lebih obyektif lebih memilih mematikan chanel berita di TV tertentu karena sudah merasa
ada polusi siaran di arena publik, dari tayangan yang disaji kanpun terlihat sekali akrobatik media dalam menyajikan berita, ketidak-berimbangan media dalam menyampaikan berita sangat fulgar terlihat dan dirasakan betul pemirsa televisi, capres yang satu dikesankan positif, capres yang satu lagi dikesankan negatif. Yang dirugikan jelas pemirsa TV sebab fungsi media sebagai sarana edukasi kepada pemilih menjadi tidak ada artinya lagi. Masyarakat dipaksa berada dalam pilihan yang sulit dalam menilai tayangan berita di televisi secara obyektif dan indenpenden, bahkan ada pandangan yang ekstrim pada saat pilpres tahun 2014, masyarakat sudah tidak mau lagi nonton berita di salah satu televisi tertentu, karena jelas-jelas pragmatis, partisan dan sangat tendensius. Secara tidak langsung publik didoktrin untuk mengarahkan pilihan politiknya pada calon presiden yang didukung salah satu stasiun pendukung calon presiden. Akrobatik media di pilres tahun 2014 benar-benar membawa indenpensi media berada di titik nadir. Media sebagai pilar keempat demokrasi kini hanya menjadi semboyan manis yang tidak punya arti apa-apa lagi.
Padahal dalam kode etik Jurnalistik yang
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 17
lahir pada 14 Maret tahun 2016 oleh gabu-ngan organisasi pers dan ditetapkan sebagai kode etik jurnalistik baru yang berlaku secara nasional melalui keputusan Dewan Pers No 03/ SK-DP/ III/2006 tanggal 24 Maret 2006, misalnya, sedikitnya mengandung empat asas yang harus dihormati, ditaati dan dijunjung tinggi, adapun asas kode etik jurnalistik adalah sebagai berikut:
1) Asas Demokrasi yaitu berita yang di-tampilkan atau disiarkan harus berimbang, obyektif dan independen sesuai fakta di lapangan. Pers tidak boleh menzalimi pihak tertentu semua pihak yang terlibat harus diberikan kesempatan yang sama untuk menyatakan pandangan dan pendapatnya secara proposional, untuk itu wartawan harus melayani hak jawab dan hak koreksi secara proposional.
2) Asas Profesional yaitu wartawan ha rus menguasai profesinya dengan baik, baik dari segi teknis maupun filosofinya, pers harus membuat atau menyiarkan berita yang akurat, faktual dan data yang benar dan jangan menyiarkan berita yang datanya sangat diragukan. Hal yang ditekankan pada pers adalah tidak mencampurkan fakta dan opini dan harus menunjukan identitas nara sumber.
3) Asas Moralitas yaitu media masa dapat memberikan dampak sosial yang sangat luas terhadap tata nilai dan penghidupan masyarakat luas yang mengedepankan kepercayaan. Wartawan atau media yang bekerja tidak dilandasi oleh moralitas yang tinggi secara langsung sudah melanggar asas kode etik jurnalistik.
4) Asas supremasi hukum yaitu wartawan bukanlah profesi yang kebal dari hukum, untuk itu wartawan harus patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku.
Pada dasarnya, secara ideal, pemberitaan media massa haruslah sesuai dengan azas dan prinsip jurnalistik yang berlaku secara universal, yakni menjunjung tinggi azas objektifitas, akurat, adil, berimbang, dan menegaskan posisi netralitasnya. Selain itu, wajib hukumnya setiap pelaku jurnalistik dalam pemberitaannya untuk menaati kode etik. Privatisasi atau kepemilikan pribadi maupun kelompok atas perusahaan media massa sebenarnya bukanlah masalah, sepanjang pemberitaan yang disebarkan kepada
masyarakat luas senantiasa tunduk pada azas serta prinsip ideal tersebut.
Menjadi masalah kemudian, apabila terjadi penyimpangan terhadap fungsi media sebagai sarana komunikasi massa yang me-ngutamakan kepentingan publik, terutama jika hal ini dilakukan oleh sang pemilik modal itu sendiri. Sebagai pemilik dari suatu perusahaan media, tentunya mereka memiliki kuasa lebih untuk mengintervensi kebijakan redaksi. Sayangnya, beberapa pihak yang di sebut di atas maupun pihak lain yang mengindikasikan fenomena serupa justru beralih memanfaatkan situasi ini untuk memuluskan proyek politik pribadi maupun golongannya saja, sehingga objektifitas pemberitaan sebagai syarat bagi informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat demokratis telah dikesam-pingkan.
Sekarang ini, fenomena pemanfaatan media massa sebagai alat politik bagi perta-rungan kepentingan elit tertentu telah menjadi gejala umum yang terus menjalar tidak hanya di ranah nasional tetapi juga di daerah. Berbagai ajang pencitraan yang berlebihan, tendensi sikap yang diskriminatif terhadap golongan atau tokoh tertentu, serta berbagai upaya pemelintiran substansi pemberitaan pun kerap dengan mudah kita jumpai.
Sebagai konsumen informasi, masyarakat tidak boleh terus menerus pasrah melihat keadaan ini, nalar kritis haruslah dijadikan pedoman setiap menerima informasi publik dari media manapun. Jangan pula kondisi ini membuat kita menjadi apatis dan cenderung tidak pro-aktif mengikuti perkemba-ngan informasi publik, karena justru hanya akan merugikan kita. Upaya konfirmasi dan komparasi dengan media massa lain tentang suatu tema pemberitaan yang sama haruslah dijadikan pertimbangan sebelum kita menentukan kesimpulan sendiri. Ingat konsumen adalah raja, punya hak untuk menentukan pilihan acara yang akan ditonton, media yang memaksakan akrobatik di area publik akan ditinggal konsumennya. Media yang secara aragon menampilkan manuver-manuver akrobatik di area publik akan dihukum oleh masyarakat dengan rating yang semakin anjlok dan secara otomastis akan mendapat kue iklan yang semakin menipis. r
18
1818
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 19
Pelantikan Kasubbag KPU Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Tulungagung, di KPU Jawa Timur, 24 Juni 2016.
Buka Bersama dan Pembagian Takjil, KPU Jawa Timur, 30 Juni 2016.
Rapat Pimpinan KPU Kota Batu, 15-16 Juni 2016.
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 19
KPU Jawa Timur Dalam Bingkai
20
Sebenarnya ketakutan terhadap pers dan media massa justru tidak beralasan, karena pers memiliki peran yang sangat
besar dalam bidang propaganda, publikasi, dan siar. Secara umum media massa memiliki berbagai fungsi bagi khalayaknya yaitu pertama, sebagai pemberi informasi; kedua, pemberian komentar atau interpretasi yang membantu pemahaman makna informasi; ketiga, pembentukan kesepakatan; keempat, korelasi bagian-bagian masyarakat dalam pemberian respon terhadap lingkungan; kelima, transmisi warisan budaya; dan keenam, ekspresi nilai-nilai dan simbol budaya yang diperlukan untuk melestarikan identitas dan kesinambungan masyarakat.
Bagi KPU selaku lembaga yang telah ditunjuk pemerintah sebagai penyelenggara Pemilu akan sangat efektif jika memanfaatkan media massa untuk mensosialisasikan peraturan KPU dan tata laksana tahapan
YAYUK DWI AGUS SULISTIORINIDivisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih,dan Pengembangan InformasiKPU Tuban
tahapan dalam Pemilu dan Pemilihan, ajakan dan motivasi untuk menggunakan hak pilih, serta publikasipublikasi lain yang bermanfaat bagi masyarakat. Media massa dalam pemberitaaannya memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik, karena melalui media massa penyelenggara dan peserta pemilu dapat menyampaikan visi, misi, maupun cara pandang kepada masyarakat dan merupakan sarana komunikasi politik.
Dalam menentukan keputusan politik, masyarakat membutuhkan referensi. Berdasarkan kajian psikologi, norma dan pe-ngaruh interpersonal memberikan pengaruh terhadap sikap seseorang. Hal ini jugalah yang kemudian dimanfaatkan oleh media massa ketika melakukan kegiatan propaganda. Melalui beritaberita yang disiarkan, media massa secara tidak langsung telah memberikan referensi kepada masyarakat untuk mempengaruhi keputusan politiknya.
Masihkah takut dan enggan berhubungan dengan pers dan awak media? Memang bagi beberapa orang ada yang antipati atau me-mandang sebelah mata terhadap pers, dan bahkan seringkali kita mendengar celetukan-celetukan kecil yang meremehkan terlon-tar dari mulut “seseorang” yang apriori terhadap awak media dan pers, seolah merupakan momok yang menjijikkan dan menakutkan. Sehingga keberadaan pers menjadi tidak penting baginya.
PERAN MEDIA MASSABangkitkan Gairah Pemilih
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 21
Semakin sering berita tersebut diberikan, maka akan semakin besar pengaruh yang akan didapatkan oleh masyarakat. Sebagai sarana pendidikan melalui pemberitaannya dengan memberikan pencerahan, mencerdaskan dan meluaskan wawasan bagi pembacanya, pendengar atau pemirsanya. Baik itu dalam konteks politik sehingga dapat memberikan pendidikan berpolitik kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya kepada negara.
Dari hasil kajian psikolog tersebut dan di-lihat dari realita atau fakta di lapangan, media massa memang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan opini masyarakat. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki peran yang cukup besar dalam menyukseskan Pemilu dan Pemilihan. Bahkan peran media massa tidak hanya sebatas memberikan informasi, akan tetapi juga dapat berperan sebagai penga
was mulai dari tahapan Pemilu berlangsung sampai pada akhir pelaksanaan pesta demokrasi. Salah satu bentuk bantuan pers dalam konteks ini adalah dengan memberikan informasi tentang pemilu dengan baik dan memantau bagaimana proses pemilu itu dapat berlangsung sesuai dengan prinsipnya, dengan sajian berita yang berimbang dan sesuai dengan fakta yang ada. Sehingga pers diharapkan dapat membimbing publik agar memiliki wawasan yang benar mengenai aspek-aspek demokrasi dari pemilu.
Peran pers sebagai penyeimbang jalannya tahapan pemilu adalah adanya pemberitaan mengenai partai maupun tokoh juga berpe-ngaruh terhadap persepsi masyarakat. Misalnya Partai mana saja yang sering melakukan kecurangan atau bertindak anarki akan dapat dilihat masyarakat secara aktual, dan kalaupun dalam pilkada adalah calon mana yang sering melakukan aksi positif negatif, tentu
22
masyarakat pemilih akan mempunyai penilaian dan bahkan akan menyimpulkan untuk tindak lanjut pemilih. Oleh karena itu opini yang ‘sengaja’ dibentuk oleh media menjadi senjata untuk menaikan ataupun menjatuhkan pamor salah satu kontestan pemilu.
Dengan melihat betapa besar peran pers terhadap kesuksesan pemilu, maka kerjasama yang baik antara penyelenggara pemilu dan insan pers harus terjalin dengan baik sesuai batas-batas yang berlaku, artinya masingmasing mempunyai ukuran sesuai kode etik masing-masing. KPU selaku penyelenggara pemilu mempunyai harapan besar untuk menyebar informasi melalui taya ngan iklan maupun pemberitaan agar pesanpesannya tersampaikan kepada masyarakat, media massa membutuhkan berita aktual untuk peningkatan oplah. Mutualis-simbiosis (hubungan timbal balik yang saling menguntungkan) itulah hubungan kedua institusi ini. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU juga mempunyai kewajiban mengampanyekan pesta demokrasi. Inilah yang dimaksud sosialisasi pemilu sebagai tanggung jawab KPU. Selayaknya pesta, pemilu harus diupayakan
mendatangkan banyak orang.Bentuk lain bantuan pers dalam konteks
pemilu adalah dengan memberikan informasi tentang pemilu dengan baik dan memantau bagaimana proses pemilu itu dapat berlangsung sesuai dengan prinsipnya, dengan sajian berita yang berimbang dan sesuai dengan fakta yang ada. Jika meminjam istilah dari Wilbur Schramm dalam Men, Message and media (1973), “bagi masyarakat, pers adalah watcher, teacher and forum” sehingga pers diharapkan dapat membimbing publik agar memiliki wawasan yang benar mengenai aspek-aspek demokrasi dari pemilu.
Masyarakat pemilih pun condong mudah dipengaruhi oleh opini media massa ketimbang pengaruh langsung dari narasumbernya. Media dalam memublikasikan de ngan desain yang menarik dan mudah diingat oleh masyarakat, baik berupa iklan atau pemberitaan mengenai hari dan tanggal pemungutan suara misalnya, maupun para calon yang berkompetisi dengan frekuensi yang intenss akan sangat berpengaruh terhadap persepsi masyarakat. Bagi penyelenggara pemilu beriklan melalui media massa tentu harus mem
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 23
perhatikan standar keadilan bagi calon, baik secara materi maupun secara durasi. Tingkat sensitifitas dalam hal ini sangat perlu untuk diperhatikan. Sedikit saja terlena akan berdampak bagi penyelenggara.
Iklan yang menarik dan mudah diingat oleh masyarakat yang ditayangkan berulang, akan semakin mudah melekat di hati masyarakat sehingga secara otomatis akan mempengaruhi dan mendorong minat masyarakat. Dengan demikian kreativitas penyelenggara dalam merancang desain iklan sangat penting. Terutama iklan tentang hari dan tanggal pemungutan suara, serta ajakan untuk datang ke TPS, agar tidak ada satupun pemilih yang berkata bahwa ia tidak tahu akan pelaksanaan pemilu, atau alasan tidak mengenal calon yang akan dipilihnya. Karena jika hal itu terjadi, tentu saja merupakan tamparan keras bagi penyelenggara. Dan itu tidak boleh terjadi.
Masih ingat dulu pernah ada iklan televisi tentang pemilu di era reformasi sekitar tahun 2004 yang unik dan tidak mudah dilupakan. Iklan apakah itu? itulah iklan “ingak, ingak Ting!” Wanita tua berlogat Manado mengucapkan kata “ingak, ingak” sambil mengerdipkan mata, lalu terdengar suara “ting!”. Pesan yang disampaikan adalah agar pemirsa supaya jangan lupa mencoblos (memberikan suaranya) dalam pemilu yang akan berlangsung waktu itu. Kalimat tersebut se ring muncul di televisi sebagai iklan layanan masyarakat (ILM) penyelenggaraan Pemilu tahun 2004. Bagi kita yang menyaksikannya pun dengan sendirinya ikut mengucapkan dan mengingat adanya pemilu dan kapan tahapan pentingnya. Di tahapan pendaftaran pemilu misalnya, iklan layanan masyarakat “Ingak-Ingak” mengingatkan dan mengajak masyarakat secara luas mendaftarkan diri sebagai pemilih. Saat jelang pemungutan suara, tentu kata “ingakingak” akan mengingatkan dan selalu menggema untuk datang ke TPS. Banyak yang menilai ILM dari Komisi Pemilian Umum (KPU) tersebut kreatif. Intinya, kreatifitas tersebut mengantar Pemilu Legislatif 2004 berhasil menembus angka 80 persen lebih pemilih yang menggunakan hak pilih datang ke tempat pemungutan suara (TPS).
Partisipasi memilih di hari pemungutan suara merupakan partisipasi tingkat dasar.
Partisipasi tingkat selanjutnya adalah partisipasi pasca pemilu, ketika pemilih secara aktif ikut mengontrol pemerintahan. Rakyat sebagai pengawas jalannya pemerintahan terpilih tentulah lebih mendorong tanggungjawab bagi rakyat yang memilih di pemilu.
Perlu ada upaya memperluas pemahaman korelasi antara tingginya partisipasi memilih dengan pemerintah yang lebih baik. Sejatinya, partisipasi pemilih yang tinggi berarti tingginya legitimasi pemerintahan yang dipilih oleh, dari, dan untuk rakyat. Dari sini, demokrasi hendaknya tak hanya dimaknai sebatas pemilu. Dasar ini akan memaknai, partisipasi pemilu bukan hanya memilih di bilik suara selama 5 menit untuk pemerintahan 5 tahun. Partipasi pemilu pun bermakna mempertanggungjawabkan pilihan tersebut setelah para calon legislator, presiden, dan kepala daerah terpilih dengan mengawasi jalannya pemerintahan.
Begitu penting makna partisipasi pemilih dalam pemilu, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab penyelenggara, namun semua pihak turut bertanggung jawab terkait sukses pemilu, sukses partisipasinya pemilih. Tanggung jawab KPU memang tidak hanya membuat peraturan untuk lebih menjamin jalannya pemilu berjalan baik terhadap semua peserta pemilu. KPU secara moral juga bertanggung jawab untuk aktif mengampanyekan pemilu, menyadarkan masyarakat untuk memilih. Keseriusan dan kreativitas dari KPU menjadi penting untuk mendo rong munculnya terobosan. Selain terobosan dalam bentuk dan varian metode sosialisasi langsung, sangat perlu juga kreatifitas model Iklan Layanan Masyarakat melalu media massa yang intens dengan mengedepankan asas penyelenggara.
Peningkatan akses terhadap media tersebut pada akhirnya akan berimplikasi terhadap peningkatan kepercayaan khalayak terhadap pesanpesan yang disampaikan media. Dengan demikian, kekuatan media massa akan menjadi semakin kuat dalam mempengaruhi khalayak dan akan semakin efektif jika dimanfaatkan secara benar dan tepat terutama penyelenggara pemilu yang memiliki kepentingan untuk melakukan propaganda-propaganda untuk mendorong partisipasi pemilih. r
24
Prinsipprinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanega
raan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan. Dari prinsipprinsip pemilu tersebut dipahami bahwa pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat pen-ting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi.
Hakekat demokrasi terletak pada peran senyatanya rakyat dalam proses politik yang berjalan terutama dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik, yakni berbagai program yang bertujuan untuk memecahkan berbagai persoalan publik (masyarakat, berbangsa dan bernegara) yang diputuskan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang. Hal ini mencerminkan kedaulatan rakyat berdasarkan atas demokrasi yang utuh untuk ke
Meningkatkan Peran MediaDalam Demokrasi dan Pemilu
pentingan mayarakat luas, pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat dapat dilakukan melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan. Demokrasi langsung bercirikan rakyat mengambil bagian secara pribadi dalam tindakan-tindakan dan pemberian suara untuk membahas dan mengesahkan undangundang. Sedangkan demokrasi perwakilan, rakyat memilih warga lainnya sebagai wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat untuk membahas dan mengesahkan undangundang.
Pemilihan Umum (pemilu) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional
YUDHA HARNANTO, SH. MH.Divisi Teknis Penyelenggaraan dan DataKPU Nganjuk
Pemilihan umum merupakan anak kandung demokrasi yang dijalank-an sebagai perwujudan prinsip kedaulatan rakyat dalam fenomena ketatanegaraan.
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 25
sebagaimana UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsipprinsip atau nilainilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya citacita masyarakat Indonesia yang demokratis memerlukan peran pers dan media.
Peran Pers Dan MediaPers yang bebas dan bertanggung
jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab. Sedangkan wajah demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas kehidupan sehari-hari, kedua, demokrasi sebagaimana ia dicitrakan oleh media informasi. Di satu sisi ada citra, di sisi lain ada realitas. Demokrasi bukan lagi realitas yang sebenarnya, ia adalah kuasa dari pemilik informasi dan pe-nguasa opini publik. Proses demokratisasi di sebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga ada media massa, yang
mana merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan rakyat, maupun rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam kategori cetak maupun elektronik memiliki cakupan yang bermacammacam, baik dalam hal isu maupun daya jangkau sirkulasi ataupun siaran.
Pada pelaksanaannya banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama disebabkan oleh keterbatasan media massa dalam menjangkau lokasi-lokasi pedalaman.
Interaksi antara pers, pemerintah, dan masyarakat tidak akan mungkin dipisahkan, hal ini pula yang terjadi dengan sistem pers di Indonesia, yaitu perubahan dari sistem pers Pancasila sesuai UU No. 11 tahun 1966 tentang pokok-pokok Pers menuju pers yang bebas sebagaimana dijamin oleh UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 2 bahwa “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsipprinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.”
Dalam negara demokrasi, pers diposisikan sebagai salah satu unsur penting dalam mendukung terwujudnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Posisi pers tersebut tidaklah berlebihan
26
sepanjang pers benar-benar secara profesional menjadi media komunikasi dan informasi bagi masyarakat, yakni menjadi media bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan.
Fungsi pers dalam kehidupan seharihari adalah:1) Pers Sebagai Media InformasiFungi pers sebagai media informasi berfungsi untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang ada. Setiap informasi yang diterbitkan pers harus bersifat asli, obyektif , dan harus dikelola sesuai peraturan perundangan pers.2) Pers Sebagai Media HiburanPers sebagai media hiburan berfungsi sebagai memberikan hiburan kepada masyarakat berupa cerpen, gambar ka rikatur, cerita bergambar. Selain itu, pers juga bisa menayangkan aktivitas-aktivitas terkini tentang publik figur. Dalam memberikan hiburan , pers harus sesuai dengan fungsi pancasila dan norma-norma yang berlaku.3) Pers Sebagai Media PendidikanPers sebagai media pendidikan berfungsi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan masyarakat. Dalam hal ini, pers menyediakan artikel-artikel yang bersifat mendidik. Artikel berisi tentang ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial. Artikel yang disajikan juga harus bersifat menarik agar menarik untuk dibaca.4) Pers Sebagai Media KontrolPers sebagai media kontrol berfungsi untuk melakukan kontrol oleh rakyat terhadap pemerintah. Kontrol yang dimaksud adalah kontrol sosial, kontrol tanggung jawab, kontrol suport, dan kontrol partisipasi.5) Pers Sebagai Lembaga EkonomiDalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga ekonomi, pers bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan baru dan menyerap tenaga kerja. Hal ini diharapkan bisa mengurangi tingkat penggangguran.
Disamping 5 (lima) fungsi pers di atas maka Pers juga mempunyai peranan di Indonesia sebagai berikut:1) Memenuhi Hak Tahu Masyarakat Masyarakat punya hak untuk memperoleh informasi yang tepat dan akurat sesuai de-ngan UU No 14 Tahun 2008. Oleh karena
itu pers berperan sebagai sarana untuk memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi.2) Melakukan Kritik Sosial Terhadap Kepen-tingan UmumPers juga berperan sebagai sarana untuk melakukan kritik sosial yang efektif. Karena dengan melalui pers lebih banyak mengundang perhatian dengan harapan dapat perhatian yang banyak dapat membawa perubahan.3) Memberikan Pendapat Berdasar Informasi Yang AdaPers berperan sebagai sarana yang bisa dipercaya masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Oleh karena itu pers dalam tiap publikasinya harus tanpa rekayasa dan sesuai informasi yang ada.4) Mengembangkan Nilai Demokrasi, Hukum, dan Pancasila, Serta Menegakkan Keadilan Nilai nialai demokrasi, hukum, Pancasila dan juga keadilan harus dikembangkan dengan adanya pers. Pers harus bisa berperan aktif mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis dan lebih adil.
Kebebasan pers di Indonesia yang baru berusia kurang lebih lima belas tahun, tentu merupakan salah satu pertimbangan untuk menilai profesionalisme pers dalam menjalankan tugas dan fungsi jurnalistiknya. Artinya jika sekarang ini sebagian pers belum menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional, maka kondisi tersebut patut dipahami. Apalagi karena setiap orang (praktisi pers) belum memiliki kesamaan pemahaman tentang konsep kebebasan pers, apresiasi masyarakat dan pemerintah terhadap kebebasan pers menjadi hal yang penting dan dibutuhkan. Terkait dengan kondisi tersebut, wajar jika ada sebagian pihak yang meragukan kemampuan media massa (perusahaan pers) untuk menjalankan fungsinya sebagaimana yang diamanahkan oleh UU No 40 tentang Pers Pasal 3, yaitu: ayat (1) “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, lembaga surat kabar juga menempuh strategi baru untuk mempertahankan konsistensinya dengan membuat surat kabar online. Bahkan tidak sedikit media online yang beritanya sudah
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 27
reel time, termasuk diantaranya media sosial website dan facebook dengan perkembangan media semacam itu, maka akan lebih banyak orang yang membacanya, karena media tersebut ’gratis’ dan lebih interakif. Hal inilah yang sudah dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dalam upaya melakukan komunikasi sosial (masyarakat terlibat langsung secara individu) dan memberikan informasi publik sehingga secara tidak langsung telah terjadi pendidikan politik kepada masyarakat melalui peran pers dan media yang ada di KPU Kabupaten/Kota.
Pers dan Media sebagai Booster DemokrasiPers dan media adalah pengendali opini
publik, peran pers dan media bermata dua artinya bisa berperan positif dan negatif, hal ini berlaku pula dalam gerakan demokratisasi termasuk didalamnya adalah peningkatan kualitas pemilu dan pemilihan kepala daerah. Pemberitaan nyang berimbang dan “cover booth side” yang selama ini menjadi salah satu acuan dalam bermedia, sangat patut dilengkapi dengan pemahaman yang utuh dari insan pers di lapangan atas berba
gai regulasi yang menyertai berbagai langkah dan kebijakan yang ditempuh oleh KPU/KPU Kabupaten dan Kota. Utuhnya pemahaman dan penguasaan atas regulasi ini akan menjadikan penulisan berita menjadi kritis atas berbagai pendapat yang muncul dari narasumber, dan dapat menempatkan pendapat yang bersesuaian dengan regulasi yang berlaku sebagai bahan berita utama. Apabila hal ini dapat secara konsisten diterapkan tentu kualitas pemahaman publik atas berbagai peristiwa kepemiluan akan meningkat dan pada gilirannya akan berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pilihan pemilih di bilik suara. Tidak hanya sampai disitu, pe-nguasaan yang optimal dari insan jurnalistik di lapangan atas berbagai regulasi kepemiluan juga dapat menghadirkan semangat kritis dari kalangan publik untuk turut serta mengawal hasilhasil pemilu dan pemilihan kepala daerah, bahkan sampai dalam tahaptahap pengawalan kebijakankebijakan sang pemimpin manakala rakyat benar benar merasa “memiliki” dan “bertanggungjawab” atas pilihan mereka. r
28
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi men
cari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.1
Dalam hal ini pers memang diakui merupakan salah satu alat demokratisasi yang cukup efektif. Pers menjadi jembatan yang menghubungkan kepentingan-kepentingan politik baik vertikal maupun horizontal. Pers menjadi bagian dari kehidupan politik untuk mempertemukan rakyat dan penguasa.
Bahkan kebebasan pers sering menjadi salah satu ukuran apakah suatu negara telah menganut sistem demokrasi atau tidak. Tidak heran jika di negaranegara maju, pemanfaatan pers dalam proses politik hampir selalu
1 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
LILIK ERNAWATIDivisi Sosialisasi dan Pendidikan PemilihKPU Bondowoso
Peran Media DalamDemokrasi dan Pemilu
mendapat porsi yang sangat besar. Karena itu pula pers kemudian menjadi kekuatan keempat (the fourth estate) yang tidak bisa diabaikan dalam tatanan sosial politik suatu negara.
Melalui pers, orang atau warga negara dapat mengemukakan pendapat, pandangan dan keinginan untuk diketahui dan dipahami khalayak serta mendapat perhatian dari pihak pemerintah. Sebaliknya melalui pers, pemerintah dapat menyampaikan informasi atau menYolisasikan kebijakan-kebijakan yang diambil.
Dalam hal ini media memegang peran vital sebagai mediator informasi antar pemimpin politik pemerintahan dengan konstituennya, maka diskusi tentang netralitas media dalam penyelenggaraan pemilu menjadi penting untuk dikemukakan.
Media dan Demokrasi di IndonesiaSalah satu dimensi demokrasi adalah
adanya lembaga-lembaga politik atau partai
Dalam sebuah tulisan di Majalah Time, Henry Gunward pernah menulis jargon: “Tidak ada demokrasi tanpa adan-ya kebebasan pers.” Statemen ini senada dengan pidato Presiden Thomas Jefferson yang sangat populer: “Jika saya disuruh memilih antara pemerintah tanpa pers yang be-bas dan pers bebas tanpa pemerintah, maka saya akan memilih pers bebas tanpa pemerintah.”
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 29
politik. Sejak pergerakan nasional, Indonesia telah mengenal partai politik, dan sejak itu partai-partai politik memanfaatkan media sebagai alat komunikasi politik partai.
Tidak seluruh surat kabar menjadi corong organisasi politik, tetapi beberapa lainnya menjadikan dirinya sebagai organ sebuah partai atau organisasi politik. Diantaranya, surat kabar Fikiran Ra’jat dimana Ir. Sukarno menyumbangkan tulisantulisannya yang merupakan organ Partai Indonesia (Partindo). Partai ini didirikan dan dipimpin oleh Sukarno setelah PNI di bawah kepemimpinannya dilarang oleh Belanda pada tahun 30-an.2
Daulat Ra’jat, tempat Drs. Mohammad Hatta menulis, adalah organ Club Pendidikan Nasional Indonesia. Hatta juga menjadi pemimpin redaksi harian Oetoesan Indonesia, Yogyakarta, sejak bulan Oktober 1932. Harian ini didirikan oleh dr. Sukiman seorang pemimpin Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).3
Pada masa pergerakan nasional ini, PSII juga mempunyai Sinar Djawa (Semarang), Pantjaran Warta (Betawi), dan Saroetomo (Surakarta).4
Organisasi politik lainnya yang memiliki surat kabar adalah Partai Indonesia Raya (Parindra) dengan sebelas penerbitan; Muhammadiyah empat penerbitan; dan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) dua penerbitan. Menjelang berakhirnya kekuasaan kolonial, hampir semua organ politik memiliki atau dekat dengan satu atau beberapa surat kabar.5
Dalam bidang pers di masa pergerakan nasional ini, yang tampak menonjol adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) sampai 1926, partai ini mempunyai lebih dari 20 penerbitan, enam diantaranya terbit di Surakarta.6
2 Said, Tribuana, Sejarah Pers Nasional dan Permbangunan Pers Pancasila, Jakarta : CV Haji Masagung, 1988, hal. 363 Ibid4 Hanazaki, Yasuo, Pers Terjebak (terjemahan), Jakarta : ISAI, 1998, hal.95 Lihat, Surjomihardjo, ibid, hal. 100. Lihat pula daftar yang diberikan Said, ibid, hal. 406 Hanazaki, ibid, hal. 9. Daftar nama koran-koran milik PKI secara lengkap dimuat dalam urjomihardjo, ibid, hal. 89
Landskap Media Dan Media PolitikDi era reformasi ini, masalah politik
mendapat liputan yang luar biasa; apalagi menjelang dilaksanakan Pemilu. Memasuki masa Pemilu 1999 dan 2004, misalnya, kita menyaksikan media cetak dan elektronik membuat ragam rubrik atau program acara mengenai politik.
Tabel 1: Belanja Iklan Politik Periode Januari-Mei 19997 (dalam ribu rupiah).
Tabel 2: Belanja Iklan Politik Periode Maret 20048 (dalam ribu rupiah)
7 38 Sumber : Cakram No. 185, Juli 1999, hal. 19; dan Pax Benedanto (Penyunting), Pemilihan Umum 1999: Demokrasi atau Rebutan Kursi., (Jakarta: LSPP, 1999) hal. 52.8 Cakram Edisi Juni 200, hal. 20;
NAMA PARTAI BELANJAIKLAN
PARTAI GOLKAR 7.640.120
PDI P 5.792.750
PARTAI REPUBLIK 2.970.805
PKB 2.340.655
PARTAI DAULAT RAKYAT 985.510
PKP 1.354.100
PPP 506.540
PBB 413.350
PARTAI LAIN 1.069.120
NAMA PARTAI BELANJA IKLANPDIP 39.257.712
PARTAI GOLKAR 21.725.220
PKPB 6.858.247
PAN 6.854.265
PARTAI DEMOKRAT 6.256.667
PPP 5.140.520
PKS 4.965.351
PKB 4.444.915
PBR 3.380.035
PPD 3.147.930
30
Dalam konteks ini terdapat 3 (tiga) pelaku dalam media politik, yaitu politisi, jurnalis, dan orang-orang yang digerakkan oleh do rongan (kepentingan) khusus. Terlihat bahwa media beriringin dalam pemberitaan produk politik sehingga kecenderungan muatan politik lebih dominan. Perlunya pencermatan lebih jauh signifikan dampak dari besarnya belanja politik dengan hasil dari penyelenggaraan pemilu.
Seharusnya antara politisi, jurnalis dan masyarakat mempunyai tujuan dan peran masingmasing yang saling melengkapi dalam proses demokrasi di Indonesia. Tujuan ini akan menjadi dasar dari perilaku politik masing-masing aktor dalam media politik yang memberi input bagi keberlangsu ngan kedewasaan berpolitik. Adapun masing-masing tujuan dari aktor media politik dapat diuraikan sebagai berikut:
Bagi politisi, tujuan dari media politik adalah dapat menggunakan komunitas massa untuk memobilisasi dukungan publik yang mereka perlukan untuk memenangkan pemilihan umum dan memainkan program mereka ketika duduk di ruangan kerja.
Bagi jurnalis, tujuan media politik adalah untuk membuat tulisan yang menarik perhatian banyak orang dan menekankan apa yang disebutnya dengan “Suara yang independen dan signifikan dari para jurnalis.”
Bagi masyarakat, tujuannya adalah untuk keperluan mengawasi politik dan menjaga
politisi agar tetap akuntabel, dengan menggunakan basis usaha yang minimal.
Tujuan tersebut merupakan sumber ketegangan konstan yang ada di ketiga aktor tadi. Politisi menghendaki para jurnalis untuk bertindak sebagai pembawa berita yang netral dalam statemen mereka dan dalam rilis pers. Sementara para jurnalis tidak ingin menjadi tangan kanan pihak lain; mereka lebih berharap untuk bisa membuat kontribusi jurnalistik khusus untuk berita, dimana mereka dapat menyempurnakannya dengan menggunakan berita terkini, investigasi, dan analisis berita yang sangat dibenci oleh kalangan politisi.
SimpulanMedia massa memang bukan satusatu
nya unsur dalam proses demokrasi di Indonesia. Sistem politik yang mulai bergesar dari orde lama ke orde reformasi menjadi titik terang bagi berkembangnya kebebasan pers sebagai kaca bengkala bagi proses demokrasi di Indonesia. Kebebasan pers yang bertanggung jawab juga sangat dirindukan oleh masyarakat sesuai dengan tujuan kejurnalisan dan manfaat yang diharapkan dari tujuan kejurnalisan tersebut. Maka korelasi menguntungkan antara perangkat politik dan peran media yang proporsional akan menunjung sistem demokrasi yang berkeadilan di Indonesia. r
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 31
Itulah pesan Duta Kusumaningrat, wartawan Sin Po Jakarta yang pernah kondang di tahuntahun awal kelahiran negeri
ini kepada cucunya, Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. Terinspirasi oleh pesan itu pula akhirnya kedua orang itu mengabdikan diri di dunia jurnalistik.
Pesan itu secara implisit juga menyatakan arti penting pers dalam kehidupan bermasyarakat. Pers sebagai sebuah media penyampai pesan memiliki peran yang sangat penting dalam hidup dan kehidupan se-seorang. Karena salah satu hal penting yang dibutuhkan manusia dalam hidup ini adalah komunikasi. Agar bisa mempertahankan hidupnya manusia memang harus berkomunikasi. Ia harus mendapatkan informasi dan memberikan informasi kepada orang lain. Ia perlu tahu apa yang terjadi sekitarnya, di kotanya, di negerinya dan semakin ingin tahu apa yang terjadi di dunia.
Pers berasal dari perkataan Belanda yang artinya ‘menekan atau mengepres’. Kata pers
Seorang kakek berpesan pada kedua cucunya, “Cucuku, kalau kamu nanti ingin kekayaan yang berlimpah maka jadi-lah seorang bankir. Kalau ingin exciting jadilah seorang pem-balap. Tetapi kalau ingin duduk dalam deretan orang-orang yang mengambil keputusan penting dan membuat sejarah, jadilah seorang wartawan.”
MAKMUNDivisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih
dan Pengembangan InformasiKPU Gresik
Pers dan BensinKobaran Api
merupakan padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang berarti menekan atau mengepres. Jadi secara harfiah kata Pers atau Press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Tetapi sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan yang menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun wartawan media cetak.
Setiap Pers memiliki falsafah, prinsip dan nilai yang menjadi patokan dan ikutannya. Falsafah pers di sebuah negara yang otoriter tentu saja tidak sama dengan falsafah pers di negara yang demokratis. Di negara otoriter, pers seringkali menjadi corong vital penguasa untuk mempublikasikan kebijakan ataupun aturanaturanya pada warga negara.
Ketika kebebasan politik, agama dan ekonomi semakin bertambah bersamaan dengan tumbuhnya pencerahan, maka tumbuh pula tuntutan akan perlunya kebebasan
32
pers. Dalam situasi seperti itulah lahir teori baru yang disebut Libertarian Theory atau Teori Pers Bebas yang mencapai puncaknya pada abad ke-19. Dalam teori ini manusia telah dipandang sebagai makhluk yang rasio nal, yang sudah bisa membedakan antara yang benar dan tidak benar. Pers dalam situasi ini harus menjadi mitra dalam upaya mencari kebenaran, dan bukan sebagai alat pemerintah. Jadi tuntutan bahwa pers mengawasi pemerintah berkembang berdasarkan teori ini.
Pers, Demokrasi dan Pemilu Tugas dan fungsi pers, cetak maupun
elektronik adalah mewujudkan keinginan itu. Namun pers yang bertanggung jawab memiliki tugas dan fungsi yang bukan sekedar sebagai media penyampai pesan, melainkan lebih dalam lagi. Dalam kehidupan bernegara, Pers berkewajiban mengamankan hakhak warga negara dalam kehidupan bernegara yang dijalaninya. Secara agak terinci, Pers yang bertanggung jawab, memiliki delapan fungsi, yaitu: informatif, kontrol, interpretatif, menghibur, regeneratif, pengawalan hak-hak warga, ekonomi serta fungsi swadaya.
Sebuah kontrol terhadap jalannya peme -rin tahan harus dilakukan oleh pers secara le-bih aktif dibanding oleh kelompok masyarakat lainnya. Kontrol yang sehat diperlukan agar
pemerintah berjalan sesuai dengan relrel yang telah ditentukan. Ketiadaan kontrol bisa menyebabkan peme rintah ataupun pemegang kekuasaan keluar dari jalur yang seharusnya. Sebagai penjelas (interpretative) Pers harus menjelaskan kepada masyarakat tentang suatu kejadian, memberitahu masyarakat tentang apa yang harus dilakukan sebagai warga negara, mi salnya menulis surat pada anggota DPR dan sebagainya.
Adapun berkaitan dengan demokrasi dan pemilu pers memiliki fungsi pengawalan hakhak warga, yaitu mengawal dan mengamankan hakhak pribadi warga negara. Pers harus dapat menjamin hak-hak setiap pribadi untuk didengar dan diberi penerangan tentang apa yang dibutuhkannya. Pers harus bisa memerankan peran ini secara maksimal, baik dalam tahapan proses dengan cara ikut aktif mensosialisasikan tahapan, program, dan kegiatan pemilu. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi yang diperlukan berkaitan dengan pemilu sehingga dapat ikut berpartisipasi dalam mensukseskan pemilu serta menciptakan demokrasi yang sehat.
Pers memiliki pengaruh dan peran besar dalam menciptakan opini publik (public opin-ion). Sehingga obyektivitas dan independensi Pers sangat diperlukan dalam rangka menciptakan sebuah demokrasi yang sehat. Jika
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 33
dalam prakteknya Pers terlalu terpengaruh oleh tekanan, misalnya dari kekuasaan maka sebuah opini publik yang keliru akan terbentuk. Hal ini justru akan bertentangan dengan fungsi pers sebagai Pilar Keempat Kekuasaan selain Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintahan tidak lepas dari peran pers, khususnya dalam memberitakan tokoh dan politisi yang tersandung masalah dan menjadi pesakitan KPK. Sehingga seringkali timbul generalisasi dari sebagian masyarakat bahwa politisi atau pejabat pastilah korup. Tidak sedikit masyarakat yang melakukan penilaian secara digebyah uyah podo asine. Berdasarkan sebuah survei yang dilakukan KPU dan Kompas, diketahui bahwa kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan hanya 40%. Sedangkan 90% tidak percaya lagi pada Parpol. Ini sedikit banyak karena pengaruh pers yang pemberitaannya menjadi konsumsi masyarakat.
Selain pers, media sosial juga berperan penting dalam menciptakan sebuah opini publik. Media sosial merupakan wadah yang diakrabi, khususnya anakanak muda yang harus dimanfaatkan untuk membangun opini. Hal ini harus juga dimanfaatkan dalam demokrasi sehingga pada Pemilu mereka bisa berbondong-bondong datang ke TPS.
Sebab berdasarkan hasil survei, 92,8 % pemilih pemula pasti memilih. Sedangkan 5,4% mungkin memilih, 1,2% belum menentukan 0,6% tidak memilih.
Sebutan terhadap Pers sebagai The Fourth Estate atau Pilar Kekuasaan Keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif pun menjadi umum diterima dalam teori pers libertarian. Oleh karenanya pers harus bebas dari pengaruh dan kendali pemerintah. Dalam upaya mencari dan mencapai kebenaran, semua gagasan harus memiliki kesempatan yang sama untuk dikembangkan. Sehingga yang benar dan dapat dipercaya akan terus bertahan. Sedangkan yang sebaliknya akan lenyap (Kusumaningrat, 2009).
Begitulah, pers harus benarbenar berfungsi sebagaimana pilar utama penyangga kekuasaan. Pers harus obyektif dan terlepas dari berbagai tekanan. Dan agar bisa berfungsi secara ideal pers harus steril dari intervensi dan tekanan pihak-pihak lain. Oleh karenanya pers berkewajiban memupuk kemandirian sendiri agar dapat membebaskan dirinya dari segala pengaruh dan tekanan dalam bidang keuangan. Dengan begitu pers bisa memainkan perannya secara ideal sebagai salah satu pilar demokrasi yang sehat, dan bukannya menjadi layaknya bensin terhadap kobaran api. Semoga. r
34
Tidak mengenal batas teritorial, batas ruang dan waktu itulah globalisasi dido-rong oleh perkembangan teknologi dan
hadirnya jaringan Internet serta bermunculannya media sosial hari ini telah menjadi trend kehidupan masyarakat hingga segala bentuk kegiatan seharihari banyak dilakukan secara online.
Aktualisasi dan sosialisasi diri di media sosial seperti facebook, twitter, whatsapp dan lainnya bukan lagi menjadi hal yang tabu bagi masyarakat. Bahkan untuk menembus pasar yang lebih luas, pelaku bisnis tidak perlu membuka bedak toko dimana-mana tetapi cukup memanfaatkan jaringan internet dengan melakukan bisnis atau jula beli secara online.
KPU Sejak beberapa tahun lalu juga tidak ketinggalan memanfaatkan jaringan internet untuk kepentingan sebagai media sosial dan partisipasi pemilih dan masyarakat secara luas. Sebagai lembaga publik KPU perlu untuk memberikan layanan informasi yang lebih mudah bagi masyarakat utamanya di bidang kepemi
luan. Langkah peningkatan yang dilakukan KPU adalah Pembentukan PPID dan website KPU untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.
Sebagai lembaga publik, KPU juga te rikat dengan prinsip good government, prinsip transparansi menjadi corak mutlak yang harus dimiliki, sebagaimana ulasan ketua KPU RI Husni Manik (alm.), “Salah satu yang mengemuka dalam penilaian publik mengenai kinerja kita (KPU) adalah bagaimana kita selalu mengupayakan apa yang perlu diketahui oleh publik. Kita selalu menerapkan prinsip transparansi di setiap tahapan pemilu serta dalam proses pengambilan kebijakan.”1
Transparansi dan keterbukaan informasi hukumnya wajib bagi KPU, publik harus mengetahui semua tahapan pemilu yang dilakukan KPU. Sebagaimana tertuang dalam UU No 14 ta
1 http://www.kpu.go.id/index.php/post/read/2016/4890/KPU-Terapkan-Transparansi-Informasi-Pada-Pemilu-Proses-Pengambilan-Kebijakan/beritaterkini
ERFAN GHAZIDivisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih,dan Pengembangan InformasiKPU Probolinggo
WEBSITE,Corong Media Informasi KPU
“Kini peranan media semakin diperkuat dengan perkembangan teknologi dan jejaring sosial. Di tengah-tengah perkembangan me-dia ini, terjadi juga perubahan dalam dinamisme media, masyarakat, dan politik global” –Erwin Renaldi–
Suara KPU Jawa Timur Juli 2016 35
hun 2008. Pasal 3 huruf a menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.2
Melihat pentingnya informasi publik ini, maka KPU menerbitkan peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2015 tentang pelayanan informasi Publik sebagai acuan teknis pengelolaan informasi maka PKPU mengisyaratkan untuk membentuk pejabat pengelola informasi dan pengelola website KPU sebagai media informasi serta co-rong pemilu dan demokrasi.
Sebagai media informasi, Website KPU senantiasa akan memberikan informasi kepada masyarakat umum dan menjadi ujung tombak pelayanan informasi karena dari sinilah informasi tentang ke-PEMILU-an dan ke-KPU-an akan diterbitkan dan diberitakan.
Sementara pejabat pengelola Informasi
2 Undang-undang no. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik
dan dokumentasi (PPID) merupakan pejabat pengelola dan bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian dan penyediaan informasi serta pelayanan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Yang tentunya dengan syarat dan ketentuan yang belaku.
Secara garis besar informasi terkategori menjadi empat bagian. Pertama: informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala adalah informasi yang telah dikuasai dan didokumentasikan oleh KPU, KPU kabupaten/kota untuk diumumkan secara rutin, teratur, dan dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali. Kedua: informasi yang wajib diumumkan secara serta merta adalah Informasi yang apabila tidak disampaikan dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum di lingkungan KPU. Ketiga: informasi yang wajib tersedia setiap saat adalah Informasi yang telah dikuasai dan didokumentasikan oleh KPU serta telah dinyatakan terbuka untuk diinformasikan kepada masyarakat sebagai informasi publik yang dapat diakses oleh pengguna informasi
36
publik. Keempat: informasi yang dikecualikan adalah Informasi yang tidak dapat diakses oleh Pemohon Informasi.3
Dari uraian ini mendefinisikan tentang dokumen Negara yang boleh dan tidaknya untuk di informasikan dengan standar operasional yang telah ditetapkan. Seperti yang di ungkapkan Ferry Kurnia Riskiyansyah (anggota KPU RI) dalam dialog khusus mengenai keterbukaan informasi “KPU mempunyai standar yang sama di pusat dan di daerah. KPU juga sudah membuat SOP pengelolaan informasi, baik itu informasi yang tersedia setiap saat, informasi serta merta, dan juga informasi berkala. Khusus untuk informasi yang dikecualikan, KPU RI yang akan memutuskan pengecualian informasi tersebut, jangan sampai ada perbedaan antar daerah.”4
3 PKPU No. 1 tahun 20154 http://www.kpu.go.id/index.php/post/read/2015/4345/KPU-Komitmen-Transparan-Dalam-Keterbukaan-Informasi-Publik
Keterbukaan informasi publik ini menjadi langkah progresif KPU dari tingkat pusat hingga daerah sejak pemilu tahun 2014 lalu. Dengan keterbukaan informasi diharapkan menciptakan situasi yang kondusif dan meminimalisir sengketa yang dapat terjadi dalam Pemilu.
Selain itu, website KPU memberikan angin segar bagi bebepa pemburu berita (wartawan) akan sangat mudah mengakses informasi tentang KPU dari seluruh Indonesia. Kontek hari ini, website KPU seluruh Indonesia sudah 99 persen aktif dan informasi tentang aktifitas KPU terupdate secara kontinuitas dan dari waktu ke waktu.
Dengan informasi yang akurat apa dan bagaimana tentang KPU maka tidak ada lagi berita “plintir” sehingga target KPU untuk menjadikan pemilih cerdas dan pemilu berkualitas akan tercapai seperti yang diharapkan. Walaupun tentu itu tidak bisa dilakukan oleh KPU sendiri tetapi hal itu bisa tecapai dengan kerjasama dengan semua pihak. r