Jurnal Logi Fix

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS FARMAKOLOGIREVIEW JURNAL EFEK BACLOFEN, AGONIS SELEKTIF RESEPTOR GABAB PADA ANALGESIK dan KETERGANTUNGAN SECARA PSIKOLOGIS DARI OPIOID

Disusun Oleh :1. Ayudianningrum(1031211009)2. Desi Dwi R.(1031211013)3. Dita Setiawati (1031211018)4. Grace Musthafa(1031211031)5. Febid PritasyIa (1031211030)6. Rini P. (1031211064)7. Sindytia Gofani(1031211074)8. Vita Vialin(1031211079)9. Yenny Dwi M.(1031211085)

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI SEMARANGPROGAM STUDI DIPLOMA 3 FARMASITAHUN AJARAN 2013 / 2014A. LATAR BELAKANGPermasalahan nyeri dan efek samping masih tergolong masalah besar dalam dunia kesehatan. Pada umumnya diinginkan efek yang tepat dan cepat tanpa adanya efek samping yang besar. Pada penelitian ini berkaitan tentang efek Baclofen sebagai agonis reseptor GABA B pada efek analgesik dan ketergantungan secara psikologis dari obat-obat golongan opioid. Pada penelitian ini dilaporkan bahwa pemberian morfin dan fentanyl memberikan efek analgesik pada mencit menggunakan tes tail-flick. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian Baclofen yang bersamaan dengan morfin atau fentanyl dapat memberikan sinergistik efek analgesik dari obat-obat golongan opioid. Pada penelitian ditemukan bahwa Baclofen dapat menghambat efek ketergantungan psikologis dari obat-obat golongan opioid. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian Baclofen yang bersamaan dengan obat-obat golongan opioid menghasilkan efek sinergistik analgesik tanpa adanya efek ketergantungan psikologis yang berarti. Disarankan bahwa pemberian Baclofen yang bersamaan dengan obat-obat golongan opioid dapat digunakan sebagai strategi baru untuk penatalaksanaan nyeri dan menyarankan baclofen sebagai obat tambahan yang digunakan untuk menunjang kesembuhan.

B. TUJUAN PENELITIANTujuan dilakukan penelitian ini adalah meneliti aktivitas dari efek baclofen bila dikombinasikan dengan obat- obat opiat seperti morfin dan fentanyl. Seperti yang kita tahu bahwa penggunaan obat-obat narkotika memiliki efek samping ketergantungan secara fisik dan psikologis. Dalam salah satu riwayat pasien ada gangguan secara psikologis. Kombinasi antara baclofen dengan obat opiat yaitu morfin dan fentanyl mampu memberikan efek sinergisme serta mampu menurunkan efek psikologis pada penggunaan morfin dan fentanyl.

C. TINJAUAN PUSTAKAAnalgesik adalah kelas obat yang dirancang untuk meringankan nyeri tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Penyebab sakit nyeri adalah di dalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan bradikinin. Bradikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Mekanismenya menghambat sintesa PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu :1. Analgesik Opioid / analgesik narkotikaAnalgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker. Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver somiferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi ialah adanya penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Karena dapat menimbulkan ketergantungan, obat golongan ini diawasi secara ketat dan hanya untuk nyeri yang tidak dapat diredakan oleh AINS.Macam-macam obat Analgesik Opioid:a. Metadon.Mekanisme kerja : kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.Indikasi : Detoksifikasi ketergantungan morfin, nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit.

a. Fentanil.Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular). Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten / menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika. Fentanyl bekerja didalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya didalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.b. KodeinMekanisme kerja : sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin. Kerjanya disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk). Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor. Efek tak diinginkan serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis yang menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat morfin.2. Obat Analgetik Non-narkotikObat Analgesik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik / Analgetika/ Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat (SSP) atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik). Efek samping obat - obat analgesik perifer : kerusakan lambung, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, serta kerusakan kulit.Menurut WHO panduan untuk pasien dengan riwayat penyakit nyeri sedang sampai parah, morfin sudah menjadi obat pilihan untuk pengobatan nyeri kanker. Namun, penggunaan morfin untuk pengobatan nyeri kanker kadang-kadang disertai efek samping seperti rasa mual, konstipasi dan rasa mengantuk. Meskipun kekhawatiran bahaya tentang ketergantungan dan penyalahgunaan obat ada , mungkin dokter meminimalkan peresepan dengan obat tersebut, begitupun perawat untuk menurunkan dosisnya. Hasil studi klinik menunjukkan bahwa obat golongan narkotika digunakan untuk mengatur / mengontrol rasa nyeri, secara psikologis terjadi ketergantungan dan toleransi , namun itu bukan menjadi perhatian utama dan pasien jarang menunjukkan efek sampingnya setelah obat secara bertahap menghasilkan efek analgesik.Fentanil merupakan salah satu opioid sintetis yang memiliki afinitas tinggi untuk reseptor opioid dan 50-100 kali lebih kuat daripada aktivitas analgesiknya daripada morfin .Pada manusia fentanil digunakan sebagai anestesi epidural dan telah digunakan dalam rotasi opioid.Istillah opioid secara luas mengacu pada semua senyawa yang berkaitan dengan opium, produk alami turunan dari poppy (papaver). Opiat adalah obat turunan opium dan mencakup produk alam morfin, kodein, tebain, serta banyak turunan semi sintetik. Peptida opioid endogen, atau endorfin, merupakan ligan alami untuk reseptor opioid. Opiat memunculkan efeknya dengan menyerupai peptida ini. Istilah narkotik diambil dari kata Yunani stupor , awalnya kata ini merujuk pada tiap obat yang menginduksi tidur, tetapi sekarang dikaitkan dengan opioid.Asam -Aminobutyric (GABA) adalah neurotransmitter utama penghambatan dalam SSP dan telah terlibat dalam pengaturan banyak proses fisiologis termasuk nyeri, obat ketergantungan, belajar, memori dan sensorik integrasi motorik. Tiga jenis GABA reseptor, yaitu, GABA-A , GABA-B dan GABA-C dan telah dibedakan atas dasar yang berbeda sifat farmakologi dan fisiologisnya. GABA-A dan GABA-C reseptor termasuk dalam kelas ligand-gated saluran ion yang menengahi penghambatan cepat arus postsynaptic. Sebaliknya, GABA-B reseptor termasuk dalam superfamili dari tujuh transmembran dan G protein coupled reseptor dan itu menunjukkan urutan tertinggi homologi reseptor glutamat metabotropic. Sebuah stimulasi GABA B reseptor dalam tubuh sel dan dendrit memunculkan potensi postsynaptic hambat lambat, dan aktivasi mereka di saraf presynaptic terminal menghambat pelepasan neurotransmitter.Baclofen adalah salah satu obat yang bekerja pada reseptor GABA B. Baclofen dapat meminimalisasi efek obat yang merugikan , terutama sedasi, tetapi mempunyai resiko depresi SSP yang membahayakan jiwa dan hanya boleh digunakan oleh dokter yang sudah terlatih memberikan terapi intratekal kronis. (Goodman and Gillman,Manual Farmakologi Terapi,2008:Jakarta. EGC hal 322). Baklofen dibuat sebagai obat GABA-mimetik yang aktif secara peroral. Baklofen memperlihatkan aktivitas spasmolitik pada reseptor GABA-B. Aktivasi reseptor ini oleh baklofen akan menimbulkan hiperpolarisasi, mungkin karena peningkatan konduktansi K + . Hiperpolarisasi dikatakan menyebabkan inhibisi prasinaptik melalui penurunan influks kalsium dan menurunkan pelepasan transmitter eksitasi baik dalam otak maupun medula spinalis. Baklofen dapat juga menurunkan nyeri pada pasien yang menderita spastisitas, mungkin melalui penghambatan pelepasan substansi P dalam medula spinalis. Baklofen setidaknya se-efektif diazepam dalam mengurangi spastisitas dan memiliki efek sedasi yang kurang. Selain itu, baklofen tidak mengurangi kekuatan otot keseluruhan sebanyak dantrolen. Obat ini diabsorbsi cepat dan sempurna pasca pemberian oral dan memiliki waktu paruh plasma 3-4 jam. Dosis dimulai dari 15 mg diberikan dua kali sehari, dinaikkan hingga batas toleransi 100 mg sehari. Efek samping obat ini termasuk mengantuk , namun toleransi timbul pada pasien yang menggunakan obat ini secara berkepanjangan. Peningkatan kejang pernah dilaporkan pada pasien epilepsi. Jadi , pemutusan penggunaan baclofen harus digunakan secara perlahan. (hal 448 Bertram G. Katzung , Farmakologi Dasar & Klinik edisi 10 , jakarta : ECG 2010)Berbagai penelitian menunjukkan, pemberian baclofen intratekal dapat mengontrol spastisitas hebat dan nyeri otot yang tidak berespon terhadap pengobatan yang diberikan melalui berbagai jalur lain. Karena pengeluaran baklofen yang lambat dari medula spinalis, gejala perifer jarang terjadi. Oleh karena itu, konsentrasi obat yang lebih tinggi disentral dapat ditoleransi. Toleransi parsial terhadap efek obat dapat terjadi setelah beberapa bulan menjalani terapi, tapi hal ini dapat diatasi dengan peningkatan penyesuaian dosis untuk mempertahankan efek yang menguntungkan. Depresi pernafasan bahkan koma dilaporkan pernah terjadi. Walaupun kerugian terbesar pendekatan ini adalah sulitnya mempertahankan kateter pengalir obat terhadap rongga subaraknoid, terapi baklofen intratekal jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien penderita spastik berat. Baklofen oral telah diteliti dalam berbagai keadaan medis lain. Penelitian-penelitian awal memperlihatkan bahwa baklofen mungkin efektif mengurangi ketagihan pada pasien alkoholik pada masa pemulihan. Baklofen teryata juga efektif mencegah nyeri kepala migrain pada beberapa pasien. (hal 449)Obat obat mirip morfin menghasilkan analgesia, rasa kantuk, perubahan mood, dan gangguan jiwa. Analgesia terjadi tanpa hilangnya kesadaran. Bila morfin dosis teraupetik diberikan pada pasien yang mengalami nyeri, pasien tersebut melaporkan bahwa nyeri nya menjadi berkurang, semakin tidak mengganggu atau hilang sepenuhnya, rasa kantuk umumnya akan muncul. Selain meredakan penderitaan, beberapa pasien mengalami euforia. (hal 327)Morfin dan opioid terkait menyebabkan berbagai macam efek yang tidak diinginkan, meliputi depresi pernapasan , mual, muntah, pusing, gangguan mental, disforia, prurituss, konstipasi , peningkatan tekanan dalam saluran empedu, retensi urin, hipotensi, dan terkadang delirium. Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri setelah analgesia berkurang dapat pula terjadi. (hal 332)Fentanil, yang secara kimia berhubungan dengan meperidin, mempunyai potensi anaalgesik 80 kali dari morfin , dan dapat digunakan untuk anestesi. Mempunyai mula kerja cepat dan masa kerja singkat (15-30 menit). (Mycek, Mary J , Farmakologi Ulasan bergambar Edisi 2, Jakarta:Widya Medika hal 140)

D. STUDI KASUS Penelitian ini dirancang untuk menguji pengaruh baclofen pada morfin dan fentanyl serta efek menguntungkan, dalam rangka menyelidiki keuntungan untuk pengobatan baclofen dengan opioid untuk terapi baru dan strategi dalam pengobatan nyeri.Obat - obatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah morfin hidroklorida, fentanyl, dan baclofen.Hewan yang dipakai adalah tikus jantan dan tikus ICR beratnya 250-300 gram dan 20-25 gram. Hewan tersebut ditempatkan dalam sebuah ruangan dan dibuat stabil pada suhu 23 1o C. Pengujian antinosiseptif (Uji Tail Flick)Respon efek antinosiseptik dihasilkan oleh morfin dan fentanyl, dievaluasi dengan merekam ekor-flick test. Ekor flick latency dilakukan pengukuran baik sebelum dan setelah pemberian dengan morfin atau fentanyl. Respon antinosiseptif dihitung sebagai presentase maksimum yang memberikan efek yang sesuai (prosentase antinociception). Pengobatan dengan baclofen untuk morfin dan fentanyl dilakukan dengan cara diinjeksikan secara intra peritoneal 30-45 menit sebelum injeksi morfin pada tikus. E. PEMBAHASAN

Efek antinosiseptif opioid mengikuti injeksi SC dalam tes ekor-film tikus Baik morfin (17,3 dan 5,6 mg / kg, sc) atau fentanyl (10, 17, 30 dan 56 mg / kg, sc) menghasilkan antinociception tergantung dosis di ekor tikus. Hal yang menarik untuk dicatat bahwa efek antinosiseptif fentanil diamati pada tikus jauh lebih kuat daripada efek yang disebabkan oleh morfin yang maksimal antinociceptive disebabkan oleh morfin atau fentanil dicapai pada 30 menit dan 15 menit setelah injeksi, masing-masing (Gambar 1). ED 50 nilai untuk antinociception disebabkan oleh morfin atau fentanyl adalah 2,12 (1,31-3,28) mg / kg dan 25,31 (12,76-47,29) ug / kg. Temuan ini konsisten dengan pengalaman di klinik.

Pengaruh baclofen pada opioid-induced antinociception pada tikus Kami juga menunjukkan bahwa co-administrasi dari baclofen dengan morfin atau fentanyl menghasilkan efek sinergis pada antinociception pada tikus. Pre-treatment dengan baclofen antinosiseptif meningkatkan efek yang disebabkan oleh morfin atau fentanyl dan ED 50 nilai morfin, 2.08 (1,89-2,27) mg / kg, sc atau fentanil, 25,31 (12,75-47,29) mg / kg, sc adalah signifikan bergeser ke kiri (ED 50 = 0,88 (0,62-1,25) mg / kg, sc dan ED 50 = 14.70 (5.67- 33,08) mg / kg, sc, masing-masing (Gambar. 2). Itu Kegiatan antinosiseptif dari baclofen di model nyeri akut dan kronis. Efek antinosiseptif sistemik administrasition baclofen diblokir oleh intratekal suntikan GABA B antagonis reseptor CGP 35.348, sedangkan efeknya hanya sederhana dilemahkan dengan injeksi dari CGP 35.348 ke medula ventromedial (VMM). Ini hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sistemik baclofen dapat bertindak baik di lokasi di medula spinalis dan VMM, tetapi efek yang antinociceptive kemungkinan dimediasi terutama melalui sumsum tulang belakang (Thomas et al., 1996). Dengan demikian, kemungkinan bahwa antinociception sinergis disebabkan oleh pemberian sistemik dengan baclofen morfin atau fentanyl mungkin hasil dari potensiasi reseptor opioid-dependent penghambatan nyeri seperti stimulasi terutama melalui GABA spinal B reseptor.

Pengaruh baclofen pada opioid-induced Efek menguntungkan Morfin (8 mg / kg, sc) atau fentanyl (56 ug / kg, sc) menghasilkan efek yang signifikan dalam menempatkan preferensi pada tikus. Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa baclofen menghambat baik morfin atau fentanyl-induced preferensi tempat pada tikus. Pretreatment dengan baclofen (1,5 dan 3 )

Gambar 1. Efek antinosiseptif morfin (A) atau fentanyl (B) berikut administrasi sc dalam tikus tail test-film. Antinociception dinyatakan sebagai persentase dari maksimum yang mungkin Efek (% Antinocicep-tion). Setiap titik mewakili mean SEM dari 8-12 tikus.

Gambar 2. Efek baclofen pada kurva dosis-respons untuk antinociception morfin-induced pada tikus.Kelompok tikus pra-perawatan dengan baclofen (3 mg / kg sc) 30 and 45 menit sebelum morfin atau fentanyl injeksi. Data merupakan hasil dari 30 atau 15 min setelah morfin atau fentanyl injeksi Antinoci-ception dinyatakan sebagai persentase dari mungkin efek maksimum (% antinociception). ED 50 nilai antinociception diinduksi dengan morfin atau fentanyl dengan atau tanpa baclofen ditunjukkan dalam grafik mg / kg, sc) secara signifikan menekan kedua fentanyl dan morfin-induced bermanfaat efek pada tikus.Studi perilaku telah jelas menunjukkan bahwa injeksi dari GABA B agonis reseptor baclofen ke VTA secara signifikan menekan morfin-induced preferensi tempat (Tsuji et al., 1996). Akhirnya, kami menyimpulkan bahwa fentanyl dihasilkan antinociception ampuh dibandingkan morfin. Karena itu, temuan ini mungkin memberikan bukti manfaat bagi kegunaan fentanyl untuk frame klinis pada manajemen pengobatan nyeri. Co-administrasi baclofen dengan morfin atau fentanyl menghasilkan potensiasi signifikan antinociception dan penekanan efek menguntungkan yang disebabkan oleh tersebut opioid. Oleh karena itu kita, mengusulkan di sini bahwa tugas pembantuan dari baclofen dengan opioid mungkin membuka jalan bagi strategi baru untuk pengendalian rasa sakit dan direkomendasikan untuk obat ajuvan. DAFTAR PUSTAKA1. Beker, R., Benes, L., Sure, U., Hellwig, D and Bertallanfy, H., 2000, Intrathecal baclofen alleviates autonomic dysfunction in severe brain injury. J Clin Neurosci 7,316-319.2. Cherny, N., Ripamonti, C., Pereira, J., Davis, C., Fallon, M., McQuay, H., Mercadante, S., Pasternak,G., and Ventafridda, V, 2001, Strategies to manage the adverse effects of oralmorphine: an evidence-based report. J Clin Oncol 19, 2542-2554.3. Cousins, M.S., Roberts, D.C.S., and de Wit, H, 2002, GABAB receptor agonists for the treatment ofdrug addiction: a review of recent findings. Drug Alcohol Depend 65, 209-220.4. Dickenson, A.H., Brewer, C.M., and Hayes, N.A, 1985, Effects of topical baclofen on C-fiberevoked neuronal activity in the rat dorsal horn. Neuroscience 14, 557-562.5. Funada, M., Suzuki, T., and Misawa, M, 1995, Role of mesolimbic dopamine system in morphine dependence. Ann Psychiat 5, 223-237.6. Garzon, M., and Pickel, V.M, 2001, Plasmalemmal -opioid receptor distribution mainly in nondopaminergic neurons in the rat ventral tegmental area. Synapse 41, 311-328.7. Hering-Hanit R, 1999, Baclofen for prevention of migraine. Cephalalgia 19, 589-591.8. Johnston GA, 1996, GABAC receptors: relatively simple transmitter-gated ion channels?. Trends Pharmacol Sci 17, 319-323.9. Kalivas, P.W., Duffy, P., and Eberhardt, H, 1990, Modulation of A10 dopamine neurons by -aminobutyric acid agonists. J Pharmacol Exp Ther 253, 858-866.10. Kaupmann, K., Huggel, K., Heid, J., Flor, P.J., Bischoff, S., Mickel, S.J, McMaster, G., Angst, C., Bittinger, H., Froestl, W., and Bettler, B, 1997, Expression cloning of GABAB receptors uncovers similarity to metabotropic glutamate receptors. Nature 386, 239-246.11. Koob, G.F., 1992, Drugs of abuse: anatomy, pharmacology and function of reward pathway. Trends Pharmacol Sci 13, 177-184.12. Koob, G.F., Sanna, P.P., and Bloom, F.E, 1998, Neuroscience of addiction. Neuron 21, 467-476.13. Loubser, P.G., and Akman, N.M, 1996, Effects of intrathecal baclofen on the chronic spinal cord injury pain. J Pain Symptom Manage 12, 241-247.14. Macdonald, R.L., and Olsen, R.W, 1994, GABAA receptor channels. Annu Rev Neurosci 17, 569-602.15. Malan, T.P., Mata, H.P., and Porreca, F, 2002, Spinal GABAA and GABAB receptor pharmacology in a rat model of neuropathic pain. Anesthesiology 96, 1161-1167.16. Misgeld, U., Bijak, M., and Jarolimek, W, 1995, A physiological role for GABAB receptors and the effects of baclofen in the mammalian central nervous system. Prog Neurobiol 46, 423-462.17. Narita, M., Funada, M., and Suzuki T, 2001, Regulations of opioid dependence by opioid receptor types. Pharmacol Ther 89, 1-15.18. Suzuki, T, 1996, Conditioned place preference in mice. Methods Fund Exp Clin Exp Ther 257, 676-680.19. Thomas, D.A., Navarrete, I.M., Graham, B.A., McGowan, M.K., and Hammond, D.L, 1996,Antinociception produced by systemic R(+) baclofen hydrochloride is attenuated by CGP 35348 administered to the spinal cord or ventromedial medulla of rats. Brain Res 718, 129-137.20. Tsuji, M., Nakagawa, Y., Ishibashi, Y., Yoshii, T., Takashima, T., Shimada, M., and Suzuki, T, 1996,Activation of ventral tegmental GABAB receptors inhibits morphine-induced place preference in rats. Eur J Pharmacol 313, 169-173.