35
STRES OKSIDATIF DAN PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN PADA STROKE Abstraks : Gangguan sementara ataupun permanen pada aliran darah serebral yang disebabkan oleh oklusi dari arteri serebral menimbulkan stroke iskemik sehingga dapat menimbulkan tidak hanya kerusakan permanen dari sel-sel yang terkena akan tetapi juga dapat menimbulkan defisit neurologis. Banyak penelitian yang telah mempelajari mengenai excitotoxicity, stres oksidatif, proses inflamasi dan kematian sel serta menjelaskan bahwa komponen-komponen tersebut merupakan komponen utama yang mendasari perkembangan lesi. Dasar pengobatan untuk stroke iskemik akut adalah terapi reperfusi dengan menggunakan recombinant tissue plasminogen activator (rt- PA). Proses reperfusi baik itu spontan maupun dengan farmokologi berlangsung dengan cepat yang memicu kenaikan reactive oxygen species (ROS ) melebihi kadar antioksidan endogen. Terapi anti-oksidan telah lama diteliti sebagai terapi untuk mengurangi cedera akibat stroke iskemik dengan berbagai tingkat keberhasilan. Artikel ini membahas tentang produksi dan sumber dari ROS dan berbagai strategi lain yang memodulasinya. Strategi ini bertujuan untuk menghambat produksi ROS atau meningkatkan degradasi ROS. Meksipun studi klinis

Jurnal Miki

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Miki

Citation preview

STRES OKSIDATIF DAN PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN PADA STROKE

Abstraks : Gangguan sementara ataupun permanen pada aliran darah serebral yang

disebabkan oleh oklusi dari arteri serebral menimbulkan stroke iskemik sehingga

dapat menimbulkan tidak hanya kerusakan permanen dari sel-sel yang terkena

akan tetapi juga dapat menimbulkan defisit neurologis. Banyak penelitian yang

telah mempelajari mengenai excitotoxicity, stres oksidatif, proses inflamasi dan

kematian sel serta menjelaskan bahwa komponen-komponen tersebut merupakan

komponen utama yang mendasari perkembangan lesi. Dasar pengobatan untuk

stroke iskemik akut adalah terapi reperfusi dengan menggunakan recombinant

tissue plasminogen activator (rt-PA). Proses reperfusi baik itu spontan maupun

dengan farmokologi berlangsung dengan cepat yang memicu kenaikan reactive

oxygen species (ROS ) melebihi kadar antioksidan endogen. Terapi anti-oksidan

telah lama diteliti sebagai terapi untuk mengurangi cedera akibat stroke iskemik

dengan berbagai tingkat keberhasilan. Artikel ini membahas tentang produksi dan

sumber dari ROS dan berbagai strategi lain yang memodulasinya. Strategi ini

bertujuan untuk menghambat produksi ROS atau meningkatkan degradasi ROS.

Meksipun studi klinis gagal untuk mengaplikasikan penelitian di laboratorium

pada pasien nyata, kombinasi antioksidan dengan agen trombolitik atau

neuroprotektan hadir sebagai penemuan yang sangat berharga dalam dunia klinis.

Oleh karena itu muncullah keinginan kuat untuk mengidentifikasi terapi alternatif

baru bagi pasien-pasien yang tidak memenuhi kriteria pemberian rt PA dalam

rangka melemahkan dan mengalahkan penyakit ini.

Kata Kunci : Antioksidan; stroke; stres oksidatif

Pendahuluan

Selain menjadi penyebab nomor dua kematian di dunia [1], stroke juga merupakan

penyebab utama dari kecacatan pada dewasa [2]. Stroke memiliki pengaruh yang sangat besar

terhadap aspek sosial ekonomi dengan satu pertiga dari seluruh pasien stroke memerlukan

perawatan permanen, menghabiskan biaya £3.8 milyar per jiwa di UK [3]. Satu-satunya

intervensi farmakologis yang dibolehkan pada tatalaksana stroke adalah trombolitik dan

recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) dalam 4,5 jam pertama dari onset iskemik [4].

Periode yang singkat ini menyebabkan hanya 2-5% dari seluruh pasien stroke yang dapat

menerima terapi ini dengan tingkat kesuksesan reperfusi hanya sekitar 50%, hal ini tidak sesuai

dengan harapan para klinisi. Stroke iskemik terjadi akibat adanya atherothrombotic atau embolic

blockage pada arteri serebral dan merupakan 80% jenis stroke yang paling banyak dari seluruh

kasus stroke. Penemuan terapi farmakologis yang baru untuk stroke merupakan hal yang

kompleks. Otak merupakan organ dengan tingkat metabolik yang sangat aktif yang hanya

mengandalkan aliran oksigen dan glukosa dari sirkulasi. Berat otak hanya 2% dari total berat

tubuh, akan tetapi konsumsi oksigen dan glukosa otak mencapai 20% yaitu 2% dari total

konsumsi oksigen dan glukosa tubuh, meskipun dari luar tidak kelihatan bagaimana otak bekerja

dan hasil metabolitnya. Penyimpanan energi dan hasil metabolik di dalam otak sangatlah sedikit,

sehingga otak sangat mudah rusak apabila terjadi gangguan dari aliran darah [7]. Dalam keadaan

fisiologis otak dilindungi dari agen infeksius oleh sawar otak, akan tetapi dalam keadaan iskemik

tidak hanya mediator-mediator inflamasi yang dapat memasuki sawar otak tetapi begitu juga

dengan agen infeksius. Sesuai dengan onset kejadiannya, banyak jalur yang berkontribusi

terhadap cedera otak, antara masing-masing jalur ini juga saling berkomunikasi menghasilkan

respon yang saling memperkuat satu sama lain. Hal yang paling menantang dari pengobatan

stroke adalah sebagian besar kerusakan pada otak terjadi dalam hitungan menit sampai jam,

sehingga pengobatan stroke harus dapat mencegahnya. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai

sumber dan dampak dari ketidakseimbangan Reactive Oxygen Species (ROS) dalam keadaan

iskemik serta penggunaan antioksidan sebagai terapi stroke berdasarkan clinical trial maupun

pre-clinical trial. Yang sudah kita ketahui pasti, walaupun peran ROS dalam stroke tidak dapat

dibantahkan, namun manfaat terapi antioksidan tunggal belum dapat dibuktikan akan tetapi,

terapi kombinasi terbukti bermanfaat dalam menyeimbangkan ROS.

2. Sumber dari Reactive Oxygen Species (ROS)

Stress oksidatif merupakan hasil dari produksi ROS yang berlebihan dan/atau rusaknya

metabolisme akibat rusaknya sel saat terjadinya stroke iskemik, dimana ROS merupakan

molekul oksigen (•O2−) ataupun turunannya. Walaupun stress oksidatif sering dikaitkan dalam

banyak keadaan seperti pada keganasan, atherosclerosis, penyakit neurodegenerative, otak juga

sangat sensitif terhadap stress oksidatif [8]. Ada beberapa alasan untuk hal tersebut, tingginya

konsumsi oksigen pada kondisi di bawah metabolisme basal, tingginya konsentrasi dari

peroxidisable lipid, dan tingginya level zat besi yang bertindak sebagai pro oksidan selama

proses cedera. Sumber utama dari ROS di otak adalah mitochondrial respiratory chain (MRC),

NAPDH oxidase, dan xanthine oxidase [9–11] (gambar 1). Dalam keadaan normal, mitokondria

menghasilkan superoxida sebagai produk utama yaitu ATP yang merupakan senyawa yang

terbentuk dari proses phosforilasi oksidaif. Superoxida yang telah dihasilkan kemudian di ubah

menjadi hydrogen peroxida (H2O2) oleh superoxida dismutase (SOD) sebelum keluar dari

mitokondria untuk bertindak sebagai penyampai pesan intraseluler yang berfungsi sebagai sinyal

neuronal pada peripheral nervous system (PNS) dan the central nervous system (CNS) [12]. Pada

keadaan iskemik, kadar oksigen turun lebih dahulu dibandingkan kadar glukosa, sehingga terjadi

pertukaran mekanisme glycolytic aerob menjadi anaerob untuk menghasilkan ATP [13].

Pertukaran tersebut menghasilkan asam laktat dan meningkatnya ion H+ di mitokondria dan

juga meningkatkan masuknya kembali ion H+ pada mitokondria membrane melalui H+ uniporter

yang menyebabkan meningkatnya kadar sitosolik H+ serta akumulasi H+ (asidosis). [14].

Asidosis dapat menyebabkan stress oksidatif dengan menyediakan H+ untuk pengubahan •O2−

menjadi H2O2 atau (•OH). Sebagai tambahan pada sel yang kekurangan O2, protein dan lipid

oxidant peroxynitrite (ONOO−) dibentuk lewat reaksi dari O2 dan NO, hal ini secara cepat akan

mengurangi kadar NO. Aktivasi dari reseptor NMDA (NMDARs) oleh glutamate juga

meningkatkan produksi intraselular NO dan ONOO pada sel post sinaps yang kekurangan ATP.

Neuronal nitric oxide synthase (nNOS) bentuk molekulnya secara fisik sama dengan NMDARs

dan mengaktivasi dan memasukkan Ca2+, Ca2+ kemudian berikatan dengan calmodulin dan

secara cepat akan mengubah n NOS menjadi NO. NO bereaksi dengan superoxida anions

(•O2−), yang dihasilkan oleh metabolism anaerob membentuk ONOO−. ONOO− memperantai

apoptosis melalui jalur klasik stress oksidatif yang akan dijelaskan di bagian lain (Section 3.1).

paradigm yang selama ini telah ada sejak lama tentang stroke adalah bahwa reperfusi dari otak

yang sebelumnya sudah iskemik akan menimbukan efek seluler, termasuk peningkatan dari

produksi ROS. Kesembuhan dari MRC berlangsung sejalan dengan kembalinya aliran darah otak

yang normal yang menyebabkan peningkatan masif dari produksi ROS mitokondria. Kompleks I

dari MRC dan over produksi dari O2 dipercaya sebagai kontributor terbesar. Banyak penelitian

akhir- akhir ini menunjukkan pentingnya komplek I sebagai jalur masuk elektron dari NADH di

dalam MRC, pada saat terjadinya iskemik[19,20]. Penelitian pada bayi mencit dengan pyridaben

untuk menghambat kompleks I menunjukkan pengurangan luas infark dalam waktu 7 hari setelah

iskemik [19]. Hal yang sama juga terjadi, penghambatan kompleks I meng-reaktivasi S-

nitrosation dari residu cysteine yang dapat menurunkan produksi ROS, stress oksidatif, jaringan

yang nekrosis pada saat iskemik [20].

Pada produksi ROS, nicotinamide adenine dinucleotide phosphate-oxidases (NOXs)

merupakan sumber utama dari produksi ROS pada saat terjadinya iskemik di otak [21].

Golongan NOX memiliki 7 subtipe (NOX1, NOX2, NOX3, NOX4, NOX5, DUOX1, and

DUOX2) dengan tipe NOX2, NOX3 dan NOX4 sebagian besar ditemukan di CNS. Dalam

keadaan normal, enzim NOX berfungsi sebagai enzim pengikat membrane yang menghasilkan

ROS untuk fungsi-fungsi biologis seperti regulasi tekanan darah, menghancurkan mikroba dan

pembentukan otoconia [22]. Katalisis dari •O 2− terjadi oleh pengurangan 1 elektron dari O2

menggunakan NADPH sebagai donor elektron : 2O2 + NADPH → 2O2− NAPD + H+. Dalam

kondisi patologis, NOXs merupakan kontributor utama terhadap kerusakan yang disebabkan oleh

stres oksidatif akibat berlebihnya produksi dari •O2− dan ketidakseimbangan ROS. Meskipun

seluruh tujuh subtipe NOX mengkatalisis reduksi molekul oksigen, mekanisme aktivasi tiap

subtipe berbeda antara satu sama lainnya. NOX2 diaktifkan dan disimulasikan oleh

phosphorylation-activated p47phox dan by p67phox, yang juga mengaktifasi rac. NOX3

diaktifkan oleh NOXO1 tetapi tidak sensitif terhadap stimulasi tambahan oleh NOXA1 atau Rac

yang telah teraktifasi[23]. Aktivasi NOX4 belum sepenuhnya dijelaskan namun diduga

dikendalikan oleh faktor transkripsi [24].

Gambar 1. Sumber dari reactive oxygen species (ROS) dan akibat dari

ketidakseimbangannya. Beberapa sumber dari ROS berasal dari dalam tubuh yang

seimbang dengan antioksidan alami. Pada saat produksi ROS berlebihan, seperti pada

saat iskemik serebral,terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dengan anti oksidan. ROS

yang berlebihan pada akhirnya pada akan menyebabkan apoptosis, inflamasi, kerusakan

DNA, peroksidasi lipid dandenaturasi protein yang semuanya berkontribusi dan

memperberat kerusakan yang diakibatkan oleh stroke.

Xanthine oxidase (XO) berfungsi untuk mengkatalisis oksidasi dari hypoxanthine

menjadi xanthine dan oksidasi dari xanthine menajdi asam urat. Dalam kondisi normoxic

keberadaan XO merupakan bentuk penggantis dari xanthine hydrogenase (XDH) [25]. Selama

keadaan iskemik, adenosin trifosfat selular (ATP) dikatabolis menjadi hypoxanthine yang

terakumulasi dalam jaringan iskemik, dan XDH dipecah menjadi XO aktif. Selama fase

reperfusi, XO kemudian dapat mengoksidasi reaksi hypoxanthine menjadi xanthine dan xanthine

menjadi asam urat, menghasilkan •O2− and H2O2 [26].

3. Akibat dari Ketidakseimbangan ROS

Akibat dari ketidakseimbangan ROS adalah cukup besar dan mempengaruhi banyak

proses dalam parenkim otak dan semua sel neurovascular (Gambar 1). Peristiwa ini tidak bisa

saling dikaitkan secara langsung dan tidak terlalu jelas menjelaskan terjadinya kerusakan sel.

3.1. Apoptosis

ROS memiliki sejumlah efek merugikan yang mengakibatkan kerusakan sel dan

jaringan,seperti: peroksidasi lipid, protein denaturasi, gangguan DNA dan beberapa sel gangguan

sinyal yang dikeluarkan sel-sel sehingga terjadi inisiasi apoptosis [27-29]. Peroxidasi Lipid

adalah mekanisme utama ROS yang menyebabkan kerusakan dalam otak. Inisiasi dari Peroxidasi

Lipid memberikan umpan balik positif bagi kerusakan otak. •OH memulai penghapusan satu H+

dari polyunsaturated fatty acid yang mengakibatkan pembentukan dari radikal lipid yang mudah

bereaksi dengan O2 untuk membentuk lipid peroxyl radikal dan lipid radikal lainnya. Lipid

radikal oleh produk lebih lanjut akan bereaksi dengan oksigen menyebabkan reaksi umpan balik

positif. Sebagai contoh umpan balik positif dari peroksidasi lipid : kelebihan ROS dapat

mengaktifkan phospholipase A2 (PLA2) yang akan melepaskan dan mengaktifkan asam

arakidonat (AA) dan produk dari aktivasi AA adalah ROS. ROS bertindak langsung pada lipid

untuk menghasilkan aldehida, dienals atau alkana, seperti malondialdehyde (MDA) dan 4-

hidroksinonenal (4-HNE). Akhirnya, 4-HNE menginduksi apoptosis neuron saat terjadinya

iskemik [30] dan terbukti meningkat dalam striatum unilateral sejalan dengan iskemik fokal pada

penelitian menggunakan tikus. Kerusakan oksidatif langsung dari DNA akibat ROS berbeda

dengan kerusakan yang dimediasi endonuclease, dimana kerusakan oksidatif terjadi pada menit-

menit pertama iskemik dan berpotensi reversibel. Kerusakan oksidatif pada DNA terjadi akibat

serangan dari ROS pada DNA, sehingga menyebabkan keruskan terutama basa DNA dan single-

strand breaks (SSBs), sebagaimana diamati pada iskemik yang terjadi pada tikus [32-34].

Meskipun kerusakan oksidatif berpotensi reversibel, pada iskemik serebral terdapat beberapa

mekanisme yang menginduksi ROS yang akhirnya menghasilkan kerusakan fatal pada DNA sel

saraf [33,35].

Seperti disebutkan di atas, tempat utama untuk memproduksi ROS saat iskemik serebral

adalah mitokondria, di mana mitokondria mengeluarkan peran yang paling merugikan yakni

menginisiasi kematian sel melalui pelepasan sitokrom C (CytC) [36,37]. Pelepasan CytC yang

sebagian dikendalikan oleh golongan protein Bcl-2 yang sangat terlibat dalam kelangsungan

hidup neuron dan kematian sel terprogram. Golongan gen ini berisi pro-apoptosis dan protein

anti-apoptosis dan subtipe anti-apoptosis dari Bcl-2 menghambat subtipe pro-apoptosis.

Tingginya kadar [Ca2+] disebabkan oleh aktivasi excitotoxicty yang melepaskan mediator pro-

apoptosis dari mitokondria melalui aktivasi Calpain [38] menyebabkan mitochondrial transition

pore (MTP) terbuka. ROS juga dapat memediasi permeabilisasi mitokondria melalui aktivasi

cytosolic phospholipase A2 (cPLA2). Pengaktifan cPLA2 memicu pelepasan AA oleh

pembebasan molekul tersebut dari penghambatan molekul fosfolipid melalui proses

enzimatik. AA yang telah diaktifkan akan menujun MTP di mitokondria [39]. Pelepasan pro-

apoptosis CytC dari mitokondria menyebabkan teraktifasinya jalur intrinsik via caspase yang

memicu proses kematian sel. Setelah dilepaskan, CytC membentuk kompleks dengan cytosolic

adapter protein (APAF-1) dan caspase-9, yang dikenal sebagai apoptosome, untuk memediasi

aktivasi pro-caspase-9 dengan menggunakan deoxy ATP (dATP). Aktivasi dari caspase-9 dan

activates caspase-3 akan yang memulai apoptosis melalui fragmentasi DNA dengan melepaskan

endonuclease caspase-activated DNase (CAD) dari penghambatan dengan memecah penghambat

ICAD [40,41]. CAD merupakan deoxyribose- and double-strand-specific enzyme [42] yang

memotong rantai internucleosomal di kromatin [43].

ROS juga memediasi apoptosis melalui interaksi langsung dengan nukleus kB (NF-kB)

dan juga aktifasi dari jalur MAPK/JNK. NF-kB yang diaktifkan oleh proses reduksi dari sel di

sejumlah penyakit dan aktivasi ini dapat dihambat melalui penggunaan antioksidan [44]. Target

lainnya dari NF-kB yaitu, NOS [45], cyclooxygenase-2 (COX-2) [46], matriks metaloproteinase-

9 (MMP-9) [47], intraseluler adhesi molekul (ICAMs) dan sitokin [48] yang terlibat dalam

keadaan yang merugikan dalam serebral iskemik seperti, apoptosis, kerusakan sawar otak, dan

inflamasi. JNK mengaktifkan mitokondria memediasi apoptosis dengan tindakan langsung pada

Bcl-2 [49]. Saat translokasi ke nukleus, JNK mengaktifkan faktor transkripsi c-Jun dan ATF-2,

yang mengarah pada pembentukan Jun-ATF-2 aktivator kompleks protein-1 (AP-1). Jalur AP-1

yang terlibat dalam regulasi pro-apoptosis seperti TNF-α, Fas-L dan Bak [50]. ROS juga

meningkatkan aktivasi JNK melalui interaksi langsung dengan mediator JNK, ASK1

[51]. Dalam kondisi normal, ASK1 tetap tidak aktif melalui pengikatan dengan thioredoxin

(Trx), suatu protein yang dihasilkan dari proses reduksi atau oksiadasi sel.

3.2 Gangguan Sawar Otak

Sawar otak adalah penghalang permeabilitas yang sangat selektif yang memisahkan darah

dengan cairan ekstraseluler otak di SSP. Sel kapiler endotel, dihubungkan oleh celah sempit dan

dikelilingi oleh lamina basal dan ujung astrositik, membentuk sawar otak [52]. Sawar otak

memungkinkan H2O, beberapa gas, dan molekul yang larut dalam lemak dalam difusi pasif, dan

transportasi selektif dari molekul seperti glukosa dan asam amino yang penting untuk fungsi

neuronal yang melindungi otak dengan mencegah masuknya neurotoxins [53].

Saat iskemik serebral ± reperfusi, ROS (dengan mekanisme yang dijelaskan sebelumnya)

Merusak sawar otak. Protease, sebagian bertanggung jawab atas kerusakan sawar otak yang

dihasilkan saat iskemik. Matrix metalloproteinases (MMPs) yang diekspresikan dalam sel

endotel mikrovaskular merupakan bagian dari enzim proteolitik, MMP 2 dan 9 memainkan peran

penting dalam proses degradasi matrik vascular , mereka menghancurkan kolagen dan laminin

sebagai komponen utama dari membrane vascular. ROS yang dihasilkan dalam endotelium

selama iskemik menyebabkan aktivasi MMP, baik secara langsung melalui oksidasi atau

nitrosylation MMPs atau tidak langsung melalui proses reduksi oksidasi sel dari faktor

transkripsi (seperti NF-kB dan AP-1) yang diketahui menjadi bagian integral dari tempat

perlekatan untuk transkripsi MMP [56]. Selain kerusakan basal lamina, celah sel dan sinaps

mengandung protein yang bertanggung jawab atas interaksi sel-sel dalam vascular otak yang

menurun saat iskemia melalui perubahan konsentrasi ion Ca2 intra dan ekstraseluler [57-

59]. Rendahnya kadar [Ca2+] menyebabkan hilangnya kalsium dari tempat perlekatan di

domain ekstrasellular E-cadherin dari adherent junctions, menyebabkan perubahan konformasi

yang merusak sel-sel adhesi dan merangsang kerusakan sawar otak [60].  Dalam ruang

perivaskular, sel mast melepaskan mediator vasoaktif seperti histamin dan protease, memicu

terjadinya kerusakan dari lamina basal dari parenkim otak. Makrofag melepaskan mediator

proinflamasi di ruang perivascular yang memicu terjadinya ekspresi lanjut dari molekul adhesi

pada sel endotel, menghasilkan adhesi leukosit, keluarnya enzim protease dan substansi sejenis

lainnya yang menginfiltrasi BBB.

3.3 Respon Imun

Selama serebral iskemik proses inflamasi dimulai dalam pembuluh darah yang tersumbat.

Dalam neurovaskular, timbulnya iskemia memicu produksi ROS yang mengaktifkan trombosit

dan sel endotel [64,65]. Dalam beberapa menit setelah terjadinya iskemik, sinyal-sinyal pro-

inflamasi dengan cepat dihasilkan oleh translokasi dari molekul adhesi p selectin menuju

membrane yang memproduksi ROS dan mengaktifkan trombosit serta sel sel endotel yang

berada dalam unit neurovascular. [66]. Dalam sel endotel, penurunan bioavailabilitas NO

(seperti yang dibahas sebelumnya dalam ulasan ini) menyebabkan vasokonstriksi, kemudian

akan mengurangi aliran darah ke lokasi iskemik dan menyebabkan agregasi platelet-leukosit.

Sebagai tambahan, pada vasokontriksi yang dimediasi endothelial dan NO, stress oksidatif yang

terdapat di antara serabut kontraktil kapiler (perisit) akan menghasilkan konstriksi yang lebih

hebat. Trombin yang dihasilkan oleh ROS yang mengaktifasi platelet menyebabkan konversi

fibrinogen menjadi fibrin,fibrin terikat dengan lebih banyak lagi platelet dan leukosit membentuk

bekuan menyebabkan penyumbatan mikrovaskular dan memperburuk iskemik [68].

Dalam mikroglia parenkim otak, sebagai sel-sel imun bawaan dari SSP merupakan

sumber dari produksi dan pelepasan mediator inflamasi. Pada menit-menit saat terjadinya

serebral iskemik, terjadi peningkatan akumulasi dari ATP atau UTP pada ruang ekstraselular

parenkim otak sebagai akibat dari excitotoxicity, edema dan kerusakan membrane neuronal [69].

Peningkatan ATP ekstraseluler mengaktifkan reseptor P2X7 dari mikroglia, yang menyebabkan

terjadinya pelepasan dari mediator pro-inflamasi, seperti sitokin, ROS dan NO [70].

Dalam kondisi normal, interaksi sel-sel antara neuron dan mikroglia mempertahankan

polarisasi dan kestabilan dari mikroglia tersebut. Sebagai contoh, membrane protein CD200 yang

diekspresikan oleh neuron berinteraksi dengan CD200R dari microglia dan memunculkan suatu

fenotype yang stabil. [71]. Selama iskemik, ekspresi protein ini berkurang sehingga memicu dari

aktivasi microglia. Pada situasi yang sama, zat yang terdapat pada permukaan sel yaitu kemokin

CX3CL1 beekrja pada reseptor CX3CL1 menghasilkan kestabilan selama inspirasi normal. [72].

Dengan demikian, selama iskemia serebral hilangnya interaksi ini akibat kerusakan matriks,

melepaskan mikroglia dari supresi dan memicu respon inflamasi.

Pada tahap berikutnya pada stroke iskemik, sinya-sinyal molekular dilepaskan dari

kompartemen intraseluler sel-sel yang mati dan diproduksi dar pencernaan protein matriks,

dikenal danger-associated molecular pattern molecules (DAMPs) [73]. DAMPs bertindak

sebagai Toll-like receptors dan scavenger receptors di microglia, makrofag perivascular dan sel

endotel otak untuk merangsang pelepasan lebih lanjut dari mediator pro-inflamasi seperti IL-6

dan TNF melalui aktivasi NF-kB. Selain itu, sel dendritik utama dari DAMPs, interaksi ini

menunjukkan interaksi antara imunitas bawaan dan adaptif pada saat terjadinya iskemik.

Walaupun respon imun pada saat terjadinya stroke secara klasik dikatakan berasal dari infiltrasi

sirkulasi ke parenkim otak, ada kemungkinan bahwa pada saat banyaknya vaskularisasi di otak,

mediator-mediator inflamasi dilepaskan dari parenkim otak secara langsung dan akan

memberikan feed back ke unit perivascular dan sistem pembuluh darah sehingga juga dilepaskan

mediator inflamasi dari system sirkulasi menuju parenkim otak.

Dalam jaringan otak normal, ROS terus diproduksi selama proses fisiologis tetapi

seimbang dengan mekanisme pertahanan antioksidan. Setelah cedera iskemik serebral, produksi

radikal bebas sangat meningkat dan menyebabkan ketidakseimbangan sistem antioksidan;

mekanisme detoksifikasi tidak diaaktifkan dan oksidan diproduksi berlebihan. Peningkatan kadar

ROS setelah serebral iskemik mengakibatkan stres oksidatif dan cedera pada neuron [75]

membuat radikal bebas sebagai target terapi yang valid, dan banyak penelitian telah

memfokuskan pada penilaian terhadap efek terapi antioksidan. Ada tiga mekanisme kerja dari

antioksidan yaitu, (i) penghambatan produksi radikal bebas (ii) scavenging of free radical

production, (iii) meningkatkan degradasi radikal bebas [76].  Antioksidan dapat berasal alami

dari dalam tubuh (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen)

4.1. Penghambatan Produksi Radikal Bebas

Pada pendekatan ini dikatakan bahwa sumber dari ROS dihambat oleh suatu inhibitor

spesifik melalui penghasilan enzim. Salah satu sumber utama produksi ROS saat serebral

iskemik/ cedera reperfusi adalah NADPH oksidase (NOXs). Penghambatan kompleks NADPH

oksidase dengan agen farmakologis apocynin sebelum reperfusi menunjukkan reperfusi

berlangsung dengan baik yang dapat dilihat dari pembatasan area iskemik pada tikus uji coba.

[77,78] Ada tujuh homolog dari NOX, dengan NOX2 dan NOX4 baik terbukti diregulasi pada

cedera I / R [79,80].  NOX2 dikenal untuk memfasilitasi produksi superoksida, sementara NOX4

menghasilkan hidrogen peroksida [81]. Pada tikus yang dibuang NOX2nya ditemukan memiliki

penurunan volume lesi dan meningkatkan neurologis outcome pada 24 jam dan 72 jam pasca

iskemik dengan penurunan dari stres oksidatif dibandingkan dengan subjek kontrol

[21,82,83]. Tikus yang kekurangan NOX4 telah menunjukkan efek protektif di kedua jenis

oklusi baik yang bersicfat sementara maupun permanen pada 24 jam pasca stroke

[84]. Selanjutnya, penghambatan farmakologi dari TLR4-NOX4 menyebabkan berkurangnya

ekspresi dari NOX4 dan penurunan volume daridaerah infark serebral sampai 40%

[85]. Terdapat perbedaan pendapat mengenai peran NOX1 pada Stroke. Penelitian telah

menunjukkan NOX1 memiliki peran protektif pada cedera iskemik, tikus tanpa NOX1

memunculkan infark yang lebih luas dan volume yang lebih besar. [86]. Demikian pula, tidak

ada perlindungan (meskipun tidak ada perburukan) dari eksperimental ini [84]. Sebaliknya,

Kahles et al. (2010) menunjukkan pengurangan 55% dalam ukuran lesi setelah 1 jam dari

iskemik pada NOX1 KO tikus dan perbaikan neurologis dibandingkan dengan tikus subjek

kontrol [87]. Menariknya, tidak ada perbedaan volume lesi antara subjek kontrol dan tikus

NOX1 KO yang diamati ketika waktu oklusi adalah diperpanjang untuk 2 jam dan seterusnya

[87]. Secara bersama-sama, data ini menunjukkan kepentingan fungsional. untuk NOXs di

cedera I / R dan dengan demikian merupakan target terapi baru, terutama karena selain perannya

dalam produksi ROS, mereka tidak memiliki fungsi penting lainnya [88].  NOX inhibitors

diketahui non-spesifik dan tidak isoform selektif; sehingga mungkin tidak terlalu penting sebagai

pengobatan stroke. Pengembangan lebih lanjut mengenaik NOX akan membantu me fasilitasi

treatment hilst this may not ultimately be important for the treatment of stroke, the development

of selective NOX inhibitors would help to validate the role of the various NOX isoforms in

stroke [89].

Xanthine oksidase (XO) adalah enzim lain yang terlibat dalam jalur sinyal redoks dan

sumber penting dari ROS dalam pengaturan cedera otak. Penghambatan XO adalah terapi yang

potensial untuk pengobatan serebral iskemik. Allopurinol adalah sebuah XO inhibitor yang

umum digunakan yang tidak hanya mengurangi kadar asam urat, tetapi juga mengurangi kadar

pembentukan anion superoksida. Uji coba awal dengan obat ini menjanjikan; pasien yang diobati

dengan allopurinol menunjukkan peningkatan vaskular [90] dan efek menguntungkan pada

indeks inflamasi dibandingkan dengan plasebo [91]. Namun, dalam percobaan double-blind acak

untuk menyelidiki efek dari allopurinol pada penderita stroke subkortikal baru-baru ini,

didapatkan tidak ada perbaikan dalam fungsi serebrovaskular [92].

4.2. Free Radical Scavengers

Compounds capable of scavenging free radicals telah dikembangkan untuk pengobatan stroke

iskemik walaupun penelitian preklinis mendapatkan hasil yang memuaskan, pada uji klinis

hasilnya mengecewakan. Salah satu senyawanya adalah Tirilazad mesylate (U-74006F), inhibitor

peroksidasi lipid yang dipelajari secara ekstensif saat uji pra klinis pada pertengahan 1990-an

dan terbukti mengurangi ukuran infark di tikus pada iskemi tetapi oklusi yang terjadi tidaklah

permanen [93,94]. Sebuah meta analisis yang dipublikasikan sebelumnya pada tahun 2007 [95],

menunjukkan peningkatan ukuran lesi dan perbaikan neurologis. Di 19 penelitian, tirilazad

menunjukkan pengurangan ukuran lesi dengan rata-rata 29% dan perbaikan neurologis sebesar

48% [95]. Keefisiensi tirilazad diamati bila diberikan sebelum iskemik, dengan hasil efisiensi

tirilazad berkurang dibandingkan dengan pemberian saat terjadinya iskemik. Uji klinis terbesar

dari trilazad menggunakan sampel penelitian 660 pasien, dimana trilazad diberikan 6 jam

sebelum terjadinya serebral iskemik [96]. Kecatatan diukur dengan menggunakan skala Glasgow

dan indeks Barthel pada 3 bulan menunjukkan tidak ada perubahan antara kelompok independen,

dan penelitian tersebut dihentikan. Lalu penelitian tersebut menunjukkan bahwa wanita

memetabolisme trilazad sampai 60% lebih efisien dibandingkan pria, dan itu mungkin

dikarenakan obat yang dimasukkan tidak cukup tinggi untuk neuroproteksi, mengurangi efikasi

dalam penelitian [97]. NXY-059 adalah contoh lain dari obat yang menunjukkan hasil yang

menjanjikan saat percobaan pra-klinis tapi gagal menunjukkan efikasi pada percobaan

klinis. Sejumlah penelitian pra-klinis mengkonfirmasikan bahwa NXY-059, baik dalam

pengurangan infark dan pemulihan neurologis di berbagai tipe stroke pada tikus [98-100] dan

hewan primate lainnya [101102]. Spin trap adalah teknik yang memungkinkan scavenging of

free radicals. Tenik tersebut melibatkan penambahan radikal bebas menghasilkan pembentukan

terhadap , tanpa pembentukan radikal bebas lainnya dan dapat menghentikan radical chain

reactions. Setelah penelitian pra-klinis yang banyak dan sukses, NXY-059 diteliti dalam dua

penelitian acak dan double-blinded. Percobaan pertama (SAINT I) melibatkan 1722 pasien

[103], dan berikutnya melibatkan 3306 pasien [104]. Dalam kedua percobaan tersebut, pasien

diberikan NXY-059 atau placebo selama 72 jam, mulai dalam waktu 6 jam dari timbulnya

serebral iskemik. SAINT I menunjukkan perbaikan yang signifikan pada pasien yang menerima

NXY-059 yang dinilai dengan Rankin score yang dimodifikasi, tapi tidak saat dinilai dengan

skala NIHSS atau indeks Barthel. Namun, percobaan SAINT II yang selanjutnya menunjukkan

hasil seluruhnya negatif. Perbedaan dari hasil dari uji coba ini telah dikaitkan dengan kelemahan

statistic dari percobaan SAINT I [105,106] dan nerkurangnya permeabilitas BBB terhadap NXY-

059 [107].Edaravone menyatakan bahwa a free radical scavenger telah disetujui untuk digunakan

di Jepang sejak tahun 2001 [108] dan secara luas digunakan di klinik di Jepang untuk

pengobatan infark serebral [109]. It is known to scavenge peroxyl, hidroksil dan radikal

superoksida [110]. Meskipun radikal bebas diketahui sebagai kontributor utama dari

perkembangan lesi, efektivitas edaravone masih belum jelas. Penelitian pra-klinis menunjukkan

hasil yang menjanjikan dengan penurunan ukuran infark pada tikus [111-114]. Pada uji klinis

dengan subjek manusia, hasilnya tidak jelas. Pada penelitian multisenter, acak, kontrol dengan

placebo, double-blind pada pasien stroke iskemik akut, terdapat perbaikan klinis yang signifikan

pada semua pasien menerima edaravone [115]. Sebaliknya, pada pasien dengan stroke

kardioembolik yang diterapi dengan edaravone menunjukkan perbaikan minimal [116]. Pada

penelitian yang lebih lanjut untuk menilai efek dari edaravone pada serebral iskemik akut

maupun kronis, ukuran infark berkurang secara signifikan pada oklusi pembuluh darah kecil

dalam satu tahun; namun tidak halnya dengan perbaikan neurologis[117]. Dosis obat dan waktu

terbaik untuk pengobatan tidak konsisten pada semua percobaan oleh sebab itu penelitian yang

membahas tentang ini sangat dipelrukan untuk dapat mengetahui efikasi pengobatan

menggunakan edavarone pada pasien [109].

4.3. Degradasi Radikal bebas

Strategi yang ditujukan untuk mengurangi stres oksidatif dalam stroke dengan meningkatkan

kadar antioksidan SOD dalam penelitian eksperimental telah menunjukkan peran ROS dalam

perkembangan lesi. SOD mengkatalisis konversi dari O2− menjadi H2O2 and O2. Katalase

(CAT) dan glutathione peroksidase (GPx) membantu menghilangkan produk lain dari H2O2,

sehingga meningkatkan efektivitas keseluruhann SOD [118]. CAT yang berlebihan oleh vektor

adenoviral [119] dan transduksi dengan PEP-1-CAT protein fusi [120] keduanya menunjukkan

neuroproteksi secara in vitro terhadap cedera I / R. Selanjutnya, katalase yang berlebihan

terbukti menjadi pelindung saat cedera iskemik pada tikus; namun perlindungan hilang segera

setelah iskemik [121]. Tikus transgenik mengekspresikan GPx dan menunjukkan penurunan

yang signifikan terhadap ukuran infark dibandingkan dengan tikus non-transgenik pada cedera I /

R [122123] sementara tikus yang tidak memiliki gen Gpx 1 mendemonstrasikan 3x lipat luas

infark. [124]. Dari tiga isoform enzim SOD, SOD1 telah dipelajari paling dalam kaitannya

dengan stroke. Ekspresi yang berlebihan dari SOD 1 pada tikus transgenic dan mencit

menunjukkan penurunan dari apoptosis pada stroke iskemik sementara. Sebaliknya, defisiensi

SOD1 pada tikus yang dibuang enzim tersebut mengakibatkan kematian dalam waktu 24 jam

dari MCAO di SOD1 - / - tikus dan peningkatan luas infark dan edema di SOD1 +/- heterozigot

dibandingkan dengan kelompok kontrol [126]. Menggunakan terapi gen untuk overexpress

SOD1 sebelum dan 2 jam pasca-transien MCAO terdapat peningkatan signifikan terhadap

kelangsungan hidup neuron [127]. Selanjutnya, MCAO transien pada tikus transgenic ekspresi

yang berlebihan dari SOD3 mengakibatkan penurunan ukuran infark dibandingkan dengan tikus

biasa [128]. SOD2 atau manganese-containing superoxide dismutase, Mn-SOD adalah enzim

antioksidan mitokondria.  Tikus tanpa gen homozygote (SOD2−/−) mati dalam waktu 10 hari

setelah lahir [129], heterozigot (SOD2+/-) meningkatkan kadar superoksida dan menunjukkan

peningkatan luas infark serebral iskemik dibandingkan dengan WT [130] Sehingga menunjukkan

bahwa SOD2 melindungi terhadap kerusakan akibat stress oksidatif. Tikus transgenik yang

mengekspresikan SOD2 menunjukkan efek neuroprotektif pada iskemik transien [131]. SOD2

merupakan gen yang merupakan target spesifik dari STAT3 dengan hilangnya aktivitas STAT3

akibat iskemik dan menghasilkan penurunan ekspresi SOD2 [132]. Pemberian interleukin-6 (IL-

6) sebelum dan sesudah oklusi arteri serebri pada tikus mengembalikan aktivitas STAT3

memulihkan aktivitas transkripsi dari promotor Mn-SOD melalui pemulihan

STAT3; menunjukkan pengurangan dari luas infark[133]. Dengan demikian hal tersebut

mungkin memiliki potensi terapeutik terhadap stres oksidatif pada infark serebral.

Ebselen merupakan inhibitor dari glutathione peroxidase, dan juga bereaksi dengan

ONOO-. Pada penelitian pre klinis dengan menggunakan tikus dan mendapatkan obat ebselen

[134] pada oklusi sementar, terdapat peningkatan iskemik dan defisit neurologis. Pasca-

perawatan di 30 menit setelah terjadinya iskemik pada tikus dengan oklusi permanen

menghasilkan perlindungan sederhana [136]. Namun, percobaan secara acak dan buta, dari 302

pasien stroke iskemik yang diberikan ebselen pada 48 jam pasca iskemik selama 2 minggu gagal

untuk meniru efek perlindungan yang terlihat pada percobaan pra-klinis selama 3 bulan,

meskipun perbaikan dalam kelompok ebselen diamati sebelum 1 bulan [137].

Penggunaan antioksidan baru adalah menghirup gas selama atau setelah

iskemia. Penggunaan gas hidrogen untuk mengurangi radikal hidroksil pada transien MCAO

menunjukkan pengurangan luas infark setalah 1 hari pasca oklusi dan peningkatan perbaikan

secara neurologis setelah 7 hari [138]. Pentingnya, pemberian gas selama reperfusi harus adekuat

unyuk mendapatkan hasil yang bermanfaat. Normobaric oxygen (NBO) di beberapa penelitian

telah menunjukkan hasil untuk mengurangi luas infark dan deficit neurologis pada tikus [139–

141].

Selanjutnya, terapi kombinasi dengan NBO dan ethanol menunjukkan efek neuroprotektif

setelah cedera I/R pada tikus [143,144]. Pendekatan yang sama pada terapi iskemi adalah induksi

dari molekul protein NO. NO adalah molekul vasoaktif yang diproduksi oleh either endothelial

NO synthase (eNOS), inducible NO synthase (iNOS) or neuronal NO synthase (nNOS) dengan

NO berperan sebagai dua hal yang berlawanan dalam serebral iskemik [145,146]. NO yang

berasal dari eNOS memiliki efek neuroproteksi [67] dan dapat mengakhiri reaksi rantai selama

peroksidasi lipid, namun NO yang berasal dari iNOS berperan sebagai pro-oksidan dan bereaksi

dengan superoksida O2− untuk membentuk oksidasi/nitrasi molekul ONOO− yang kuat dan

akhirnya memperburuk kematian sel. Pada penelitian terbaru menunjukkan inhalasi dari NO

dapat menurunkan kerusakan dari iskemik secara signifikan dan meningkatkan fungsi neurologis

pada tikus [148],model iskemik serabral pada tikus dan hewan yang lebih besar. [149].

Pengobatan dengan gas mungkin memiliki beberapa keunggulan termasuk kemampuan gas

dengan cepat menembus biomembranes dan berdifusi ke dalam sitosol, mitokondria dan nukleus

[138].

Lubeluzole berperan untuk mengurangi kadar NO dan produksi ONOO- dalam sel

hipoksia melalui penghambatan jalur glutamate-mediated nitric oxide synthase [150]. Bukti dari

konsep ini dikonfirmasi melalui penelitian in vitro, lubeluzole melindungi baik hippocampal

[151] maupun neuron primer [152] dari kedua depolarisasi membran dan toksisitas nitrit oksida.

Selain itu, dalam penelitian pra-klinis stroke fotokimia parietal sensorimotor kortikal

pada tikus, lubeluzole menyelamatkan fungsi ekstremitas ketika diberikan 5 menit setelah onset

iskemik dalam semua tikus dan 60% dari tikus bila diberikan selama 6 jam [153]. Dalam oklusi

arteri serebri (MCAO) penggunaan obat lubeluzole selama 15 menit setelah timbulnya stroke

infark menyelamatkan 50% dari stroke infark [154]. Ketika pengobatan lubeluzole diberikan 3

jam setelah onset permanen MCA, infark berkurang 33% [154]. Pada uji klinis, lubeluzole di

193 pasien dihentikan lebih awal sebagai akibat dari ketidakseimbangan kematian pada

kelompok dosis tinggi (20 mg / hari) yang tidak tercatat pada kelompok dosis lebih rendah (10

mg / hari) [155]. Tahun berikutnya percobaan multisenter acak dan buta ganda dari 721 pasien

dilakukan di Amerika Serikat dan Kanada, di mana pasien diacak untuk pemberian lubeluzole

atau plasebo dalam waktu 6 jam setelah onset iskemik. Kematian tidak meningkat pada 12

minggu. [156].Hasil ini dikonfirmasi dalam penelitian yang sama yang memilik sample

penelitian yang sebanding pada tahun berikutnya [157]. Mengingat uji ini menghasilkan hasil

yang positif, sebuah studi klinis pada 1786 pasien dimulai, namun sayangnya tidak ada

perbedaan yang diamati antara lubeluzole atau plasebo pada kelompok primer atau sekunder

[158]. Sebuah meta-analisis dari lima uji klinis dari lubeluzole melaporkan tidak ada perbaikan

dari kematian atau ketergantungan antara kelompok tersebut, tetapi melaporkan peningkatan

yang signifikan dalam gangguan jantung-konduksi, perpanjangan QT, pada subjek yang diobati

dengan lubeluzole [159].

4.4. Mitochondrial Targeted Anti-Oxidants

Matriks mitokondria adalah tempat penting dari pembentukan radikal bebas [160]. Mitokondria

telah dilaporkan berperan sebagai sumber utama ROS saat iskemik. Kerusakan oksidatif pada

mitokondria dapat mengakibatkan penurunan produksi ATP, peningkatan produksi ROS dan

pelepasan sinyal pro-apoptosis. MRC, yang terdiri dari empat kompleks membrane terikat (I-IV),

telah diidentifikasi sebagai salah satu potensi sumber produksi ROS [161]. Penghambatan

kompleks mitokondria I berperan untuk menghambat kerusakan oksidatif baik iskemik maupun

reperfusi yang dimediasi kerusakan oksidatif dan melindungi otak tikus dari hipoksia / iskemik

[19].

Kurangnya keberhasilan dalam penggunaan antioksidan sebagian dapat dijelaskan

dikarenakan kesulitan dalam mencapai konsentrasi yang tinggi di intraseluler [162].

Mitochondrial targeted antioxidants dapat mencapai konsentrasi antioxidant yang tinggi di

bagian dalam mitokondria dan berpotensi memperbaiki kerusakan oksidatif. Menargetkan

antioksidan pada mitokondria umumnya melibatkan konjugasi antioksidan untuk kation lipofilik

untuk memicu difusi dan akumulasi dalam mitokondria. Sejumlah antioksidan telah menargetkan

mitokondria dalam upaya untuk meningkatkan keefektivitas. Mitochondrial targeted vitamin E

ditunjukkan untuk melindungi sel-sel granula cerebellar secara in vitro dari etanol yang

menyebabkan kerusakan oksidatif [163]. Sebagai tambahan, suplementasi dari sel endotel bovine

aortic mitochondrial targeted vitamin E akan menghambat oxidative stress dari peroksidase dan

menginhibisi apotosis [164].

Mitoquinone (mitoQ) merupakan turunan dari ubiquinone dan memiliki afinitas tinggi

untuk mitokondria [165]. MitoQ dikurangi menjadi ubiquinol dan telah ditemukan untuk menjadi

antioksidan yang efektif melindungi mitokondria dari kerusakan oksidatif dan apoptosis yang

disebabkan oleh H2O2 [166]. MitoQ terbukti dapat menjadi pengobatan terapeutik pada

beberapa binatang dan manusia (Ulasan di halaman [167]). Pre treatment pada tikus dengan

iskemik pada jantung selama 2 minggu menunjukkan perlindungan pada jantung[168].

Selanjutnya, pemberian MitoQ10 mencegah hipertensi, hipertrofi jantung dan meningkatkan

fungsi endotel setelah pemberian secara oral pada tikus [169,170]. Pemberian MitoQ10

mengurangi tingkat stres oksidatif dan kematian sel di otak tikus yang diinduksi dengan

perlakuan kimia dengan dichlorvos pestisida organofosfat [171]. Namun, dalam tikus bayi

dengan HI (Hipoksia/Iskemik) tidak ada perlindungan yang dilihat pada MitoQ [172]. Thus

mitochondrial targeted antioxidants mewakili perkembangan pada pengobatan stroke.

4.5. peningkatan antioksidan endogen

Vitamin antioksidan adalah salah satu mekanisme pertahanan alami utama tubuh terhadap

stres oksidatif. Vitamin E dan C adalah dua antioksidan alami yang paling banyak dipelajari.

Diet vitamin C sebagian besar diberikan melalui konsumsi buah dan sayuran dan memiliki peran

biologis sebagai donor hidrogen untuk membalikkan oksidasi. Salah satu bentuk vitamin C, asam

askorbat, ditemukan untuk melindungi otak tikus yang baru lahir dari cedera HI [173]. Pada

penelitian yang melibatkan banyak hewan, pemberian asam dehidroaskorbat tidak secara

signifikan mengurangi volume infark atau meningkatkan hasil neurologis dan penelitian

dihentikan lebih dini [174]. Dalam penelitian terbaru, ditemukan bahwa 4 minggu pra-

pengobatan tikus spontan stroke yang rawan hipertensi dengan vitamin C dan E menurunkan

tingkat peroksidasi lipid dan volume infark secara signifikan menurunkan MCAO [175]. Dalam

penelitian observasi manusia, ditetapkan bahwa peningkatan kadar plasma vitamin C berkorelasi

dengan penurunan resiko stroke [176-178]. Namun, dalam uji kontrol acak, pasien yang

menerima suplemen vitamin antioksidan ditemukan tidak ada perbedaan dalam kejadian stroke

dibandingkan dengan mereka yang menerima plasebo [179-181]. Hasil yang sama ditemukan

untuk suplemen vitamin E dengan meta-analisis dari uji kontrol acak menunjukkan tidak ada

manfaat pada kejadian stroke pada pasien yang menerima suplemen dibandingkan dengan

mereka yang menggunakan plasebo [182,183]. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan

suplemen vitamin antioksidan tidak layak untuk pengobatan stroke.

Hipoksia-inducible factor 1 (HIF-1) merupakan mediator yang penting dalam stroke dan

bertanggung jawab untuk induksi gen yang terlibat dalam respon kelangsungan hidup sel

terhadap hipoksia [184]. Efek neuroprotektif dari HIF-1 telah didokumentasikan dengan baik

dalam penelitian pra-klinis. Otak 24 jam sebelum iskemik telah terbukti mengurangi volume

infark sampai 30% [185] melalui peningkatan ekspresi HIF-1 dan gen target [186]. Selain itu,

pra-pengobatan pada tikus dengan deferoxamine, peragngsan HIF-1, menunjukkan perlindungan

yang signifikan terhadap cedera iskemik [187,188]. Efek ini juga dapat dikaitkan dengan

kemampuan deferoxamine untuk chelate Fe2+ dan menghambat pembentukan • OH radikal

melalui reaksi Fenton.

Fungsi yang tepat dan mekanisme neuroglobin (NGB), golongan superfamily dari globin,

tetap sulit dipahami namun peningkatan regulasi telah terbukti menjadi neuroprotektif dalam

sejumlah penelitian secara in vivo pada iskemia otak. Percobaan pada tikus yang

mengekspresikan NGB menunjukkan efek neuroprotektif dalam penurunan volume infark dan

mengurangi kadar peroksidasi lipid [189] dan iskemik [190]. Adenovirus memediasi ekspresi

NGB serta mengurangi ukuran infark dan meningkatkan fungsi neurologis 24 jam pasca-stroke

pada tikus [191]. Penggunaan sel penetrasi peptida untuk menyalurkan NGB melewati sawar

otak pada tikus secara signifikan mengurangi ukuran lesi dan meningkatkan pemulihan

neurologis ketika diberikan [192]. Tidak ada perbaikan terlihat ketika diberikan pasca stroke.

Dalam penelitian terbaru untuk menilai efek terapi kombinasi dari antiapoptosis antiapoptotic

kinase c-Juni N-terminal (JNK) inhibitor dan neuroglobin antioksidan (NGB), gabungan

pengobatan tersebut mengurangi ukurann infark dan meningkatkan fungsi neurologis lebih dari

terapi tunggal secara in vivo pada tikus stroke [193]. Ini menunjukkan bahwa terapi kombinasi

lebih menguntungkan.

4.6. Terapi Kombinasi

Hanya sedikit pasien yang mendapatkan terapi ini karena terapi ini dibatasi hanya pada

kasus yang berlangsung dalam 4.5 jam setelah onset storke. [194], tidak ada satupun antioksidan

telah lulus dalam uji klinis di Inggris dan satu-satunya terapi yang disetujui yaitu tissue-

plasminogen activator (tPA). Beberapa pasien yang menerima terapi ini, karena hanya efektif

dalam waktu 4.5 jam saja[194], membuat stroke menjadi penyakit yang sulit diobati. Sebuah

strategi yang menjanjikan dalam pengobatan stroke adalah identifikasi agen yang bila digunakan

secara kombinasi mungkin dapat meningkat keberhasilan dalam penanganan stroke

dibandingkan dengan terapi tunggal. Pendekatan ini telah terbukti berhasil dalam penyakit lain

seperti pada CVD.

Banyak penelitian mengenai neuroprotective terbukti gagal karena pembatasan dosis

akibat toksisitas, terapi kombinasi dapat menurunkan dosis yang diperlukan untuk setiap agen

sehingga mengurangi efek samping. Telah terbukti bahwa kombinasi dengan protein C aktif

mengurangi toksisitas tPA terkait neurovascular toksisitas sehingga meningkatkan keberhasilan

dalam pengobatan stroke [195].

Meskipun rumitnya desain penelitian, terapi multimodal akan memungkinkan

menargetkan beberapa mekanisme patofisiologi. Memang, studi kami sendiri pada stroke

menggabungkan terapi stem cell dan menargetkan stres oksidatif dan matriks metaloproteinase

dan kami menemukan bahwa terapi dengan kombinasi tiga obat lebih efektif daripada terapi

tunggal atau ganda [196]. Selain itu, penelitian kami sebelumnya membahas mengenai

penggabungan antioksidan NGB dengan JNK inhibitor antiapoptotic menunjukkan perbaikan

pada iskemik dengan terapi kombinasi dibandingkan dengan terapi tunggal [193].

Memang, sebagian besar studi pra-klinis menunjukkan bahwa pengobatan dengan

trombolitik adalah suboptimal jika tidak dikombinasikan dengan agen neuroprotektif. Walaupun

aditif tetapi juga efek sinergis telah ditunjukkan oleh kombinasi trombolitik dengan

neuroprotectants dalam model pra-klinis termasuk radikal bebas spin trap α-Phenyl-tert-butyl-

nitrone (PBN) [197].

Dalam percobaan ini, perdarahan akibat tPA berkurang 40% dengan alpha-PBN, dan

infark dan defisit neurologis juga menurun. PBN juga telah digunakan dalam kombinasi dengan

antagonis reseptor NMDA (MK-801) dalam penelitian in vitro dari OGD dan menunjukkan efek

sinergis substansial dalam terapi kombinasi [198]. Penggunaan tPA dalam terapi kombinasi

dengan free radical scavenger edaravone mencegah penurunan kadar faktor protein yang

berkaitan dengan neurorepair dan neuroregeneration dan penurunan volume infark ketika kedua

diberikan pada pembedahan yang dilakukan pada tikus yang stroke[199].

Namun, pemberian NBO dalam kombinasi dengan tPA tidak menunjukkan adanya efek

neuroprotektif yang bermanfaat pada tikus yang mengalami stroke tromboemboli [200]. Volume

kerusakan otak akibat iskemik dan edema pada hewan percobaan ini setara dengan hewan

kontrol dan lebih besar responnya pada grup Tpa dan NBO membuktikan bahwa terapi ini tidak

bermanfaat. Efek sinergis telah diamati dengan dua antioksidan yang berbeda, U-74389G dan U-

101033E. tikus Sprague Dawley menjadi subjek penelitian dalam pemberian 90 min tMCAO,

dan pengobatan diberikan 15 menit sebelum iskemik, selama 15 menit saat iskemik dan 45

menit setelah iskemik. Peningkatan sinergis diamati dalam pemulihan fungsional tapi tidak ada

perbaikan dengan terapi kombinasi terhadap ukuran lesi pada 7 hari [201].

Sebuah meta-analisis dari terapi kombinasi yang digunakan dalam penelitian stroke yang

menemukan bahwa dari 126 perawatan diuji, terapi tunggal mengurangi ukuran infark sebesar

20% dan meningkatkan nilai neurologis sebesar 12% dibandingkan dengan kontrol; sementara

terapi kombinasi meningkatkan efikasi dengan tambahan 18% dan 25%, masing-masing [202].

Ketika digunakan dalam kombinasi dengan trombolitik, terapi gabungan dapat meningkatkan the

jangka waktu pengobatan dari onset hingga 8,8 jam setelah onset dalam uji pada hewan [202].

Kombinasi dari agen neuroprotektif merupakan bidang yang relatif baru dari terapi stroke,

dengan potensi keberhasilan yang sangat besar.

4.7. Alasan Kegagalan

Meskipun kemajuan dalam pemahaman tentang patofisiologi stroke dan upaya besar

dalam penelitian mengenai terapi stroke, banyak uji klinis telah gagal terlepas dari keberhasilan

mereka pada tahap pra-klinis [203]. Alasan di balik ini tidak jelas, tetapi sejumlah faktor dapat

berperan dalam anomali ini, misalnya faktor-faktor seperti, tipe hewan, monitoring dan

pengukuran hasil; mayoritas penelitian pra-klinis dilakukan pada hewan muda, hewan jantan

tanpa komorbiditas [202]. Untuk alasan ini, dan dalam rangka untuk mengatasi masalah ini,

konferensi akademisi dan perwakilan industri diselenggarakan untuk menyarankan beberapa

pedoman untuk evaluasi terapi pra-klinis dikenal sebagai Stroke Terapi Akademik Industri

Roundtable (STAIR) awalnya pada tahun 1999 [204], dan ditinjau pada tahun 2009 [205].

Sebuah tinjauan sistematis oleh O'Collins dkk. pada tahun 2006 [206] dari ~ 3500 artikel

yang diterbitkan mengenai berbagai neuroprotektif antara tahun 1957 dan 2003 menunjukkan

bahwa hanya lima dari 550 obat dilaporkan efektif sepenuhnya memenuhi standar yang

ditetapkan oleh pedoman STAIR [206]. Salah satu temuan utama dalam review tersebut adalah

kurangnya pengacakan dan penyamaran, sehingga menghasilkan manfaat terapi yang berlebihan.

Bahkan, meskipun telah ada tren terhadap peningkatan dalam desain penelitian stroke, hanya

36% dari studi melaporkan adanya pengacakan, 11% melaporkan adanya penyamaran, 29%

melaporkan penilaian samar dan 3 % melaporkan penggunaan metode kalkulasi khusus dalam

hal penghitungan sampel. [207]. Untuk meningkatkan kesempatan untuk menyukseskan

penelitian pra-klinis menjadi klinis, adalah penting untuk memperbaiki desain penelitian dan

untuk menguji di berbagai model karena tidak ada model tunggal yang dapat mewakili sifat

heterogen stroke [208].

5. Kesimpulan

Meskipun tidak ada yang membantah keterlibatan ROS terhadap progesi lesi otak akibat

stroke iskemik, efikasi dari penggunaan antioksidan untuk pengobatan stroke ini masih

diragukan. Banyak hal yang telah dilakukan untuk membuktikan efek terapetik dari antioksidan

ini secara pre klinis dimana setelah dilakukan uji klinis ternyata hasilnya tidak memuaskan

seperti hasil uji pre klinis. Usaha usaha untuk meningkatkan validitas dari uji coba pada hewan

ini diantaranya dengan dilakukannya penelitian STAIR, pre clinical stroke dan diterbitkannya

ARRIVE guidelines yang menunjukkan impelmentasi dari uji pre klinik stroke yang tanpa

keraguan akan menghasilkan hasil uji klinis yang memuaskan. Banyak manfaat yang potensial

dari antioksidan yang dibuktikan dari uji coba pada hewan pengerat yang berharga bagi dunia

klinis. Peningkatan pengetahuan mengenai sumber daya alami untuk membasmi ROS akan

memicu penemuan yang lebih terarah di masa yang akan datang. Penggabungan antioksidan

dengan trombolitik dan neuroprotektan belum diteliti secara luas dan mungkin akan menjadi

terapi yang benefit untuk mengobati stroke.

Acknowledgments

The authors thank the MRC (G1100562) and The Wellcome Trust Institutional Strategic Support

Fund (ISSF) for funding.

Author Contributions

E.N.J.O., R.S. and L.M.W. prepared the manuscript.

Conflicts of Interest

The authors declare no conflict of interest.