12
Dampak Manajemen Nyeri dengan Menggunakan Tangga Analgesik WHO pada Anak-Anak dengan Kanker di Institut Kanker Mesir Selatan, Universitas Assiut S. Abdel-Hadi 1 , Mohammed M. Ghazaly 2 , Montaser A. Mohamed 3 , Ahmed M. Morsy 4 Abstrak Latar Belakang: Pedoman WHO tahun 2012 baru-baru ini merekomendasikan 2 - langkah strategi dalam mengelola nyeri kanker pediatrik. Ada sedikit bukti eksperimental untuk mendukung praktek ini. Tujuan: Untuk menggambarkan karakteristik & penyebab nyeri di departemen onkologi pediatrik di Institusi Kanker Mesir Selatan, untuk memastikan efektivitas tangga analgesik WHO pada pasien kanker pediatrik & untuk mencatat efek samping yang terjadi di bawah pengobatan dengan terapi opiat sesuai dengan langkah 2 & 3 dari tangga analgesik tersebut . Metode: Selama 30 bulan dari (1 Jan 2011 sampai 30 Juni 2013), sebuah studi prospektif dilakukan pada pasien kanker pediatrik yang mengeluh sakit & memenuhi semua kriteria inklusi untuk keikutsertaan dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah: demografi pasien, karakteristik nyeri & skor intensitas nyeri. Rata-rata skor intensitas nyeri 24 jam pertama setelah perubahan terapi nyeri dan pengurangan > 30% dari tingkat awalnya digunakan untuk menghitung adekuatnya kontrol nyeri. Semua pasien yang tetap nyeri setelah pengobatan dengan langkah - 1 (parasetamol) dibagi menjadi 2 kelompok: "Kelompok 1" menerima langkah - 2 (tramadol) & "kelompok 2" pindah langsung ke langkah - 3 dari tangga analgesik WHO (dosis rendah morfin). Hasil : Penelitian termasuk 133 siklus nyeri yang terdiri dari total 1028 hari pengobatan. Langkah-1 analgesik

Jurnal Nyeri Eri

  • Upload
    el2509

  • View
    25

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

Page 1: Jurnal Nyeri Eri

Dampak Manajemen Nyeri dengan Menggunakan Tangga Analgesik WHO pada Anak-Anak dengan Kanker di Institut Kanker Mesir Selatan, Universitas AssiutS. Abdel-Hadi1, Mohammed M. Ghazaly2, Montaser A. Mohamed3, Ahmed M. Morsy4

Abstrak

Latar Belakang: Pedoman WHO tahun 2012 baru-baru ini merekomendasikan 2 - langkah strategi dalam mengelola nyeri kanker pediatrik. Ada sedikit bukti eksperimental untuk mendukung praktek ini. Tujuan: Untuk menggambarkan karakteristik & penyebab nyeri di departemen onkologi pediatrik di Institusi Kanker Mesir Selatan, untuk memastikan efektivitas tangga analgesik WHO pada pasien kanker pediatrik & untuk mencatat efek samping yang terjadi di bawah pengobatan dengan terapi opiat sesuai dengan langkah 2 & 3 dari tangga analgesik tersebut . Metode: Selama 30 bulan dari (1 Jan 2011 sampai 30 Juni 2013), sebuah studi prospektif dilakukan pada pasien kanker pediatrik yang mengeluh sakit & memenuhi semua kriteria inklusi untuk keikutsertaan dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah: demografi pasien, karakteristik nyeri & skor intensitas nyeri. Rata-rata skor intensitas nyeri 24 jam pertama setelah perubahan terapi nyeri dan pengurangan > 30% dari tingkat awalnya digunakan untuk menghitung adekuatnya kontrol nyeri. Semua pasien yang tetap nyeri setelah pengobatan dengan langkah - 1 (parasetamol) dibagi menjadi 2 kelompok: "Kelompok 1" menerima langkah - 2 (tramadol) & "kelompok 2" pindah langsung ke langkah - 3 dari tangga analgesik WHO (dosis rendah morfin).Hasil : Penelitian termasuk 133 siklus nyeri yang terdiri dari total 1028 hari pengobatan. Langkah-1 analgesik efektif pada 50.6% dari seluruh hari pengobatan terdokumentasi, sementara langkah-2 analgesik efektif pada 17.02% dari seluruh hari pengobatan terdokumentasi, dan langkah-3 analgesik dibutuhkan pada 23.6% dari seluruh hari pengobatan terdokumentasi. Setelah kegagalan untuk mencapai kontrol nyeri adekuat dengan analgesik non-opioid, ditemukan bahwa nilai tengah rata-rata skor intensitas nyeri pada 24 jam pertama setelah pemberian morfin dosis rendah sebagai strategi 2 langkah (langkah-3) adalah 1.33, dimana nilainya lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tercapai setelah terapi tramadol (langkah-2), yaitu 3.33, dan perbedaan tersebut signifikan secara statistik (p-value = 0.002). Efek samping seperti somnolen, konstipasi, nausea, dan atau muntah dan pruritis ditemukan lebih jarang pada obat opiat lemah dibandingkan pada obat opiat kuat dan perbedaan tersebut signifikan secara statistik (p-value< 0.05).

Page 2: Jurnal Nyeri Eri

Kesimpulan : Efektivitas tangga analgesik WHO dalam pengelolaan nyeri pada anak dengan kanker telah dipastikan di departemen kami. Nyeri terkait penyakit adalah kausa paling sering dari siklus nyeri dan nyeri somatik merupakan tipe yang palimg sering berulang. Penggunaan morfin dosis rendah pada strategi 2 langkah dihubungkan dengan angka nyeri yang lebih rendah, lebih banyak perubahan terapi nyeri ketika pengobatan dimulai dan durasi nyeri lebih pendek, namun dihubungkan dengan lebih seringnya efek samping dibandingkan dengan konvensional tangga 3 langkah WHO.

Kata Kunci : Analgesik; Kanker; Anak; Onkologi; Nyeri; Tangga WHO

PengantarMerupakan aturan, bukan pengecualian, bahwa pasien onkologi pediatrik memiliki angka kelangsungan hidup lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa. Pada anak dengan kanker, kebutuhan akan kontrol nyeri meningkat terutama selama pengobatan antineoplastik yang bertujuan menyembuhkan.[1]Di Mesir, perawatan paliatif dan kontrol nyeri berada pada tahap awal pengembangan. Masih sangat sedikit pelayanan yang tersedia [2];[3], dan ada beberapa halangan yang harus dihadapi, seperti terbatsnya akses opiat dan ketersediaan penggunaan medis.Tangga Nyeri Kanker WHO, didesain pada tahun 1986, merupakan pendekatan langkah-langkah untuk pengobatan nyeri terkait kaker [6]; [7]; [8]; [9]. Tangga WHO menyatakan non-opiat (Paracetamol & OAINS) sebaiknya diberikan terlebih dahulu, diikuti oleh opiat lemah (Codeine), kemudian, bila diperlukan opiat kuat (Morfin) [10]. Sementara penggunaan non-opiat untuk langkah I dan opiat “kuat” untuk langkah III diterima secara umum, kegunaan klinis opiat “lemah” (atau pengobatan “langkah 2”) dalam pengelolaan nyeri kanker telah ditantang.Prinsip pengelolaan nyeri WHO telah diperbarui baru-baru ini dan menggantikan “Pedoman WHO pengobatan farmakologis pada nyeri menetap anak dengan penyakit medis” 2012 [13]. Empat prinsip farmakologis yang perlu diterapkan untuk mencapai analgesik kanker yang baik: [14]

Menggunakan strategi 2 langkah (“sesuai tangga analgesik”) Pemberian dengan interval reguler (“sesuai waktu”) Menggunakan cara pemberian yang sesuai (“sesuai caranya”) Menyesuaikan pengobatan dengan individu anak (“dengan anak”)

Tetapi, seiring data baru yang muncul terkait keamanan dan efektivitas tramadol atau alternatif analgesik potensi sedang lainnya pada pengelolaan nyeri menetap pada anak, strategi 2 langkah mungkin direvisi [13].Tujuan kami adalah untuk mendeskripsikn karakteristik dan penyebab nyeri pada departemen onkologi anak di Institusi Kanker Mesir Selatan, untuk memastikan efektivitas tangga analgesik WHO pada pasien kanker pediatrik & untuk mencatat efek samping yang terjadi di bawah pengobatan dengan terapi opiat sesuai dengan langkah 2 & 3 dari tangga analgesik tersebut .

Metode dan PasienPengaturan dan sample

Page 3: Jurnal Nyeri Eri

Selama 30 bulan sejak (1 Jan 2011 hingga 30 Juni 2013), dengan informed conset, sebuat penelitian prospektif dilakukan pada pasien kanker pediatrik yang menjalani rawat inap di departemen onkologi pediatrik Institusi Kanker Mesir Selatan (SECI)/Universitas Assiut, yang mengeluhkan nyeri dan memenuhi kriteria inklusi keikutsertaan penelitian ini.Kriteria inklusi untuk keikutsertaan adalah semua kasus baru pasien kanker pediatrik dengan umur 1 hingga 16 tahun, didiagnosis dengan keganasan hematologis atau tumor padat mulai dari waktu didiagnosisnya hingga selama pengobatan dan mereka yang mengalami nyeri menetap disebabkan penyakit, inflamasi, atau dikarenakan pengobatan antikanker. Pasien mengeluhkan nyeri proseduralm atau mengalami nyeri pascaoperasi, nyeri kronik kompleks atau pasien yang dinyatakan bebas penyakit setelah menyelesaikan pengobatan, semuanya dieksklusi dari penelitian.

Penilaian NyeriPada anak usia 1 hingga 7 tahun, kami memilih skala FLACC [15]. Pada anak usia lebih dari 7 hingga 16 tahun, kami mnggunakan skala nyeri Wajah Wong-Baker (alat penilaian mandiri) [16].

Wong-Baker Scae Instruksi Awal : Jelaskan kepada residen bahwa setiap wajah menunjukkan seseorang yang merasa senang karena dia tidak mengalami nyeri (sakit) atau sedih karena dia merasakan sedikit atau sangat nyeri. FACE 0 adalah senang karena dia tidak merasakan nyeri sama sekali. FACE 2 merasa sedikit nyeri. FACE 4 merasa lebih nyeri. FACE 6 merasa lebih nyeri lagi. FACE 8 merasa sangat nyeri. FACE 10 merasakan nyeri paling buruk yang bisa dibayangkan, meskipun tidak perlu menangis untuk merasakan sakit seburuk ini. Minta residen untuk memilih wajah yang paling mendeskripsikan yang dirasakan.

Gambar (1): Skala Wong-Baker ** Wong DL, Hockenberry-Eaton M, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing, 6/e,

St. Louis, 2001, P. 1301. [16]

Tabel 1 Skala FLACC

Prosedur Pengumpulan DataPenelitian menyertakan siklus nyeri terdokumentasi pada pasien peserta; siklus nyeri didefinisikan sebagai dokumentasi seorang pasien tanpa interupsi pengobatan. Setiap siklus nyeri didokumentasikan dalam formulir yang didesai khusus; formulir tersebut terdiri dari kategori berbeda berhubungan dengan lokasi, tipe, kualitas, dan kausa nyeri. Sebuah daftar menyatakan efek samping paling sering dari terapi opiat dan tingkat keparahan efek samping (tidak ada,

Page 4: Jurnal Nyeri Eri

ringan, berat) disertakan dalam checkup harian, skala nyeri harian, terapi nyeri yang digunakan, efek intervensi pada skala nyeri, dam penilaian ulang. Semua data dari formulir dokumentasi nyeri dibuat dalam bentuk spreadsheet (excel 2007, Micrososft Corporation, USA). Metode pengumpulan data utamanya bergantung pada wawancara dan observasi. Penilaian intensitas nyeri dilakukan oleh residen melaluio wawancara dengan anak.

Metode Pengobatan NyeriSemua pasien yang tetap nyeri setelah pengobatan dengan langkah - 1 (parasetamol) dibagi menjadi 2 kelompok: "Kelompok 1" menerima langkah - 2 (tramadol) & "kelompok 2" pindah langsung ke langkah - 3 dari tangga analgesik WHO (dosis rendah morfin).Patch fentanyl transdermal diberikan sebagai pertolongan pada siklus nyeri dimana kontrol nyeri adekuat tidak tercapai setelah terapi tramadol, atau sebagai alternatif yang baik untuk morfin dosis rendah jika dosis batas efek samping telah dicapai.

Analisis DataSeluruh analisis statistik menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 20 untuk Windows. Dengan metode statistik deskriptif dan inferensial. Untuk seluruh tes statistik, ambang signifikansi diatur pada p=0.05.

HasilDemografi pasienPenelitian ini diikuti 94 pasien. Rata-rata usianya (7.60 ± SD 4.521) dan usia tengahnya adalah 6 tahun (rentang : 1-16 tahun). 54 pasien (57.4%) adalah pria dan 40 pasien (42.6%) adalah wanita. Dari 94 pasien, 63 (67%) didiagnosa dengan keganasan hematologi dan 31 pasien (33%) didiagnosa dengan tumor padat.

Selama 30 bulan sejak (1 Jan 2011 hingga 30 Juni 2013), 133 siklus nyeri didokumetasikan dengan total 1028 hari pengobatan (rentang 2-58 hari). Dari 133 siklus nyeri, siklus nyeri berulang paling sering terjadi pada pasien dengan diagnosis NHL (33.1%), diikuti ALL (28.6%), AML (9.8%), neurolastoma (9.8%), dan sarkoma (9.8%).

Opiat lemah versus opiat kuat pada langkah-2 tangga WHO

Selama penggunaan morfin dosis rendah, nilai tengah rata-rata skala intensitas nyeri pada 24 jam pertama setelah intensifikasi terapi nyeri adalah 1.33, yang mana lebih rendah dibandingkan dengan nilai tengah rata-rata skala intensitas nyeri setelah terapi tramadol, yaitu 3.33, dan perbedaan tersebut signifikan secara statistik (p-value=0.002). Perbedaan signifikan secara statistik antara kedua grup tidak muncul sebelum intensifikasi terapi nyeri (p-value=0.714) sebagaimana diperlihatkan pada Fig (3), i.e. Pasien yang memulai dengan morfin dosis rendah sebagai opiat kuat pada langkah kedua dari tangga analgesik memiliki skala nyeri lebih rendah dibanding grup lainnya.

Perubahan pengobatan setelah langkah kedua tangga WHO

Page 5: Jurnal Nyeri Eri

Dari 30 siklus nyeri yang menggunakan tramadol, kontrol nyeri adekuat tidak tercapai pada 11 siklus nyeri (36.7%), sehingga fentanyl patch diberikan, sedangkan 10 siklus nyeri yang menggunakan morfin dosis rendah, kontrol nyeri adekuat tercapai pada semua kasus dan efek samping dikelola dengan baik menggunakan obat-obat adjuvant (seperti antihistamin, entiemetik, dan laksatif profilaksis), tidak perlu dilakukan rotasi penggunaan morfin dosis rendah ke patch fentanyl transdermal. Perbedaan antara kedua grup untuk kemungkinan perubahan pengobatan menjadi patch fentanyl transdermal setelah langkah kedua dari tangga analgesik, dibandingkan menggunakan tes Pearson Chi-Square yang kemudian memunculkan terapi nyeri berubah signifikan secara statistik lebih sedikit pada dosis morfin dosis rendah dibandingkan grup tramadol (p-value =0.025).

Page 6: Jurnal Nyeri Eri

Diskusi

Pendekatan langkah WHO untuk kontrol nyeri digunakan baik pada anak maupun dewasa. Namun, kontrol nyeri kanker pada anak dan dewasa berbeda pada detailnya. Zernikow et al., 2006 [1] menemukan pada penelitiannya yang dilakukan pada grup pasien kanker pediatrik bahwa kebanyakan pasien tersebut menderita leukemia akut atau tumor otak. Sedangkan, ¾ pasien dewassa mengalami nyeri diakibatkan karsinoma dan kebanyakan nyeri disebabkan oleh pertumbuhan tumor yang progresif [17]. Pada penelitian ini, kami menemukan bahwa 67% dari partisipan penelitian didiagnosis salah satu keganasan hematologi (seperti ALL, AML, atau NHL), sementara 33% didiagnosa salah satu tumor padat, umumnya neuroblastoma atau sarkoma. Kebalikan dari pengelolaan nyeri dewasa, kontrol nyeri pada pasien kanker pediatrik biasanya tersedia pada rawat inap sebagaimana ditunjukkan Zernikow et al, 2006 [1] dan juga pada penelitian ini.

Pada negara berkembang, kebanyakan nyeri kanker pada anak berhubungan dengan diagnostik dan prosedur terapi serta pengobatan. Pada negara berkembang, dimana terdapat jumlah besar kasus kanker pediatrik tahap lanjut dan hanya sedikit akses kemoterapi atau radioterapi, nyeri kanker biasanya disebabkan progresi kanker itu sendiri [12].

Penelitian kami menunjukkan dari 133 siklus nyeri, nyeri terkait penyakit merupakan penyebab paling sering dari siklus neyri (66.2%) diikuti oleh kausa terkait pengobatan (24.8%), dan inflamasi (9%). Hasil ini tidak sesuai dengan temuan penelitian dari Jerman oleh Zernikow et al., 2006 [1] yang mengemukakan bahwa efek samping kemoterapi merupakan kausa utama nyeri (56%), diikuti oleh tumor itu sendiri (21%), inflamasi (13%), operasi (11%), atau terapi radiasi (4%). Perbedaan ini mungkin disebabkan pasien kami datang dengan kanker tahap lanjut akibat diagnosis yang tertunda, sedikitnya protokol kemoterapi yang diberikan kepada pasien dibandingkan yang seharusnya, dikarenakan kurangnya akses pada agen kemoterapi yang dibutuhkan dan kurangnya akses pada perawatan suportif optimal, serta komorbid (hepatitis infeksi) yang terkait dengan banyaknya penundaan pengobatan pada negara dengan sumber daya yang terbatas mempengaruhi kemampuan efek penyembuhan pada pasien kanker, ditunjukkan dengan lebih banyaknya pasien yang datang dengan relaps atau penyakit yang resisten (nyeri terkait penyakit). Juga semua kasus nyeri pascaoperasi dan nyeri prosedural dieksklusikan dari penelitian dan kebanyakan kasus dikelola oleh departemen anestesi bekerjasama dengan departemen kami.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa dari 133 siklus nyeri, nyeri ‘somatik’ merupakan tipe nyeri paling sering dari siklus nyeri (77.4%), diikuti tipe ‘viseral’ (16.5%), dan neuropatik (6.0%). Hasil kami sesuai dengan hasil dari penelitian dari India oleh Geeta et al., 2010 [18], mereka menemukan bahwa dari 39 pasien, 37 anak (95%) mengalami nyeri nosiseptik, sementara 2 anak (5%) mengalami nyeri somatik dan viseral. Pada penelitian dari India lainnya

Page 7: Jurnal Nyeri Eri

oleh Mishra et al, 2009 [19], ditemukan bahwa dari 84 pasien pediatrik, 26 pasien (31%) mengalami nyeri nosiseptik (somatik, tulang, dan viseral), 12 pasien (14.3%) mengalami nyeri neuropatik, dan 46 pasien (54.8%) mengalami nyeri campuran.

Pada kasus kami, ditemukan median seluruh siklus nyeri adalah 6 hari (rentang : 2-58 hari). Untuk kausa nyeri terkait pengobatan, median siklus nyeri adalah 8 hari (rentang: 5-10 hari). Untuk nyeri terkait penyakit onkologi, median siklus nyeri adalah 4.5 hari. Sebagaimana publikasi dari Swedia [20], dan pada penelitian dari Jerman oleh Zernikow et al., 2006 [1], dan sesuai dengan penelitian kami, waktu median yang dibutuhkan untuk kontrol nyeri adalah kurang dari seminggu. Zernikow et al., melaporkan bahwa median total siklus nyeri adalah 6 hari (rentang : 1-27 hari) dan untuk nyeri disebabkan mukositis, median panjang siklus nyeri adalah 7 hari (rentang : 1-24 hari). Sebuah periode jauh lebih pendek dari 50-60 hari, yang merupakan rata-rata durasi kontrol nyeri pada pasien tumor dewasa yang tidak ditentukan [17]; [21]. Hasil kami sesuai dengan Maltoni et al., 2005 [22] yang mengevaluasi efektivitas inovasi strategi dua langkah untuk pengobatan pada nyeri kanker kronik, untuk menentukan apakah inovasi tersebut lebih efektif dibandingkan strategi tiga langkah konvensional. Mereka melaporkan bahwa dari 54 pasien pada penelitian mereka, pasien pada grup “dua langkah” memiliki kontrol nyeri yang lebih baik dan periode nyeri yang lebih pendek, namun mengalami efek samping lebih banyak dibandingkan dengan pasien pada grup “tiga langkah”. Penemuan ini mengungkapkan bahwa strategi dua langkah dapat diterapkan pada pengelolaan nyeri kanker, namun membutuhkan pengelolaan tambahan untuk efek samping.

Hasil kami juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marinangeli et al., 2004 [23] yang secara prospektif membandingkan efektivitas dan toleransi opiat kuat sebagai agen lini pertama dengan rekomendasi WHO pada pasien kanker terminal. Dosis opiat kuat ditentukan pada basis setiap kasus. Penelitian menunjukkan pasien yang mulai dengan opiat kuat secars signifikan merasakan pengurangan nyeri lebih baik dibandingkan dengan pasien yang dirawat berdasarkan pedoman WHO (P = 0.041). Juga pasien yang mulai dengan opiat kuat membutuhkan lebih sedikit perubahan terapi secara signifikan, memiliki reduksi nyeri lebih besar ketika perubahan dilakukan, dan dilaporkan lebih puas terhadap terapi dibandingkan dengan grup pembandingnya (P = 0.041). Opiat kuat aman dan ditoleransi dengan baik, tanpa perkembangan toleransi atau kejadian sampingan yang serius. Data ini menunjukkan kegunaan opiat kuat sebagai pengobatan lini pertama nyeri pada pasien dengan kanker terminal.

Penelitian sebelumnya oleh Mercadante et al., 1998 [24] dan Grond et al., 1999 [25] menggarisbawahi peran opiat untuk nyeri moderat (yaitu dekstroproposifen, dan tramadol secara berurutan), dibandingkan dengan morfin, dalam hal efektivitas dan efek samping. Pada pasien pemakai opiat tunggal, keseimbangan yang lebih baik antara efek samping dan analgetik

Page 8: Jurnal Nyeri Eri

timbul ketika opiat langkah 2, dibanding dengan morfin dosis rendah, digunakan untuk melangkahi langkah kedua. Mercadante et al., 2006 [26] melaporkan bahwa dosis awal yang lebih tinggi, sama dengan sekitar 60 mg morfin oral, sebagaimana diajukan pada penelitian sebelumnya, lebih terakit dengan efek samping. Bahkan dosis awal morfin 20 mg/hari (dosis minimal yang tersebut pada waktu itu), dari penelitian Mercadante et al., 1998 [24] menyebabkan lebih banyak efek samping dibanding obat opiat lemah (dekstroproposifen) yang dititrasi untuk penggunaan klinis.

Tampaknya respon lebih baik dari morfin dapat dihasilkan dari dosis yang lebih rendah, sebagaimana dilaporkan dalam penelitian prospektif multisenter oleh Mercadante et al., 2006 [26] untuk mengevaluasi efektivitas dan toleransi morfin oral dosis sangat rendah yang dimulai dengan dosis 15 mg/hari pada pasien kanker lanjutan yang tidak berespon lagi terhadap analgesik non-opiat. pengobatan terbukti layak, efektif, dan ditoleransi dengan baik. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian kami, juga sama dengan dosis awal morfin yang digunakan dalam penelitian kami, dimana dimulai dengan penggunaan morfin intravena dosis rendah 0.05mg/kg/4-6 jam (dosis mulai maksimum 6 mg/hari, sesuai dengan 18 mg/hari untuk morfin oral).

Penelitian oleh Grond et al., 1999 [25] menunjukkan tramadol oral dosis tinggi (300-600 mg/hari) efektif dan aman pada langkah 2 pedoman pengurangan nyeri kanker WHO. Efektivitas analgesik dan skala nyeri sama dengan yang dicapai pada morfin oral dosis rendah (Dosis rata-rata morfin oral yang digunakan 42 ± 13 mg/hari). Tramadol lebih jarang dihubungkan dengan konstipasi, gejala neuropsikologis, dan pruritis; perbedaan ini tidak ditandai, namun signifikan secara statistik. Hasil ini sesuai dengan penelitian kami dalam hal keselamatan penggunaan tramadol pada langkah 2 tangga konvensional dimana dosis tramadol yang digunakan dalam penelitian kami adalah 1 mg/kg/dosis 8 jam (dosis maksimum yang digunakan 150 mg/hari), namun berkebalikan dengan penelitian yang disebutkan sebelumnya, efektivitas analgesik pada penelitian kami mendukung morfin dosis rendah, meskipun dosis morfin pada penelitian kami jauh lebih rendah (dosis mulai maksimum 6 mg/hari, sesuai dengan 18 mg/hari untuk morfin oral).

Akhirnya, penelitian ini menunjukkan efek samping dimana termasuk somnolen, konstipasi, nausea dan atau muntah, dan pruritis didapatkan lebih rendah pada obat opiat lemah dibanding obat opiat kuat dan perbedaan ini signifikan secara statistik. Hasil ini sama dengan yang didapatkan pada penelitian oleh Zernikow et al., (2006) [1].