Upload
reni-susianti
View
33
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam
Citation preview
Risiko Meningitis Bakterial pada Anak dengan kejang Pertama dalam
Konteks Demam : Sebuah pengamatan sistematis dan Meta – AnalisisAbolfazl Najaf-Zadeh1,2, Franc¸ois Dubos1,2,3, Vale´ rie Hue1,2, Isabelle Pruvost1,2, Ania Bennour1,2, Alain
Martinot1,2,3*
Abstrak
Latar Belakang : Perhatian utama pada anak dengan demam yang mengalami kejang adalah
kemungkinan meningitis bakteri ( BM ) . Kami melakukan pengamatan sistematis untuk
memperkirakan risiko BM antara berbagai sub kelompok anak-anak dengan kejang pertama
dalam konteks demam , dan untuk menilai manfaat pungsi lumbal rutin ( LP ) pada anak-anak
dengan kejang demam pertama .
Metode / Temuan Utama : Pencarian data dari MEDLINE, INIST, dan perpustakaan
Cochrane dari awal sampai Desember 2011 pada studi yang telah diterbitkan, ditambah
dengan pencarian manual bibliografi artikel yang relevan berpotensi dan meninjau artikel
tersebut. Studi melaporkan prevalensi BM pada anak-anak yang datang ke Istitusi Gawat
darurat dengan pertama: i) '' kejang dan demam '', ii) kejang demam sederhana , dan iii)
kejang demam kompleks dimasukkan. Empat belas studi termasuk kriteria inklusi. Pada
anak-anak dengan pertama '' kejang dan demam '', prevalensi BM adalah 2,6% (95% CI 0,9-
5,1); diagnosis suspek BM berdasarkan pemeriksaan klinis pada 95% anak-anak yang
berumur > 6 bulan. Pada anak-anak dengan kejang demam sederhana , prevalensi rata-rata
BM adalah 0,2% (rentang 0-1%). Prevalensi BM pada anak-anak dengan kejang demam
kompleks adalah 0,6% (95% CI 0,2-1,4). Utilitas LP rutin untuk diagnosis infeksi SSP yang
membutuhkan pengobatan segera pada anak-anak dengan kejang demam pertama rendah:
jumlah pasien yang diperlukan untuk mengidentifikasi satu kasus seperti Infeksi adalah
1.109 pada anak-anak dengan kejang demam sederhana, dan 180 pada mereka dengan kejang
demam kompleks.
Kesimpulan : Nilai-nilai yang diperoleh dari penelitian ini memberikan dasar pendekatan
berbasis bukti untuk pengelolaan subkelompok yang berbeda dari anak-anak yang datang ke
institusi gawat darurat dengan kejang pertama dalam konteks demam .
Pendahuluan
Kejang bisa terjadi pada berbagai penyakit pada anak, dan terhitung sekitar 1-5%
kasus yang ada di Institusi Gawat Darurat (IGD). Kejang Demam merupakan bentuk penyakit
kejang pada anak yang paling sering dijumpai, sekitar 2-5% pada bayi dan anak-anak di
Eropa dan Amerika Utara, serta 8% di Jepang. Penyakit ini dijelaskan sebagai kejang yang
disertai demam tanpa adanya bukti infeksi dari Sistem Saraf Pusat ,yang terjadi pada anak
berusia 6 bulan hingga 5 tahun.
Hubungan antara kejang dan meningitis bakterial (BM) sangat erat hubungannya.
Karenanya sangat penting untuk menyingkirkan BM sebelum menegakkan diagnosa kejang
demam. Namun diagnosa dari kejang demam pada beberapa kelompok anak tergolong sulit
sehingga menjadi tantangan tersendiri: kejang demam dapat menunjukkan manifestasi yang
menyerupai BM pada bayi; gambaran kompleks dari kejang dapat meningkatkan resiko BM
pada anak lainnya. Berdasarkan hal ini, ketika anak mengalami kejang demam, dokter harus
memastikan tentang resiko terjadinya BM. Pada situasi akut, masalah yang menjadi tantangan
tersendiri adalah membuat keputusan apakah pemeriksaan punksi lumbal (Lumbal Puncture
[LP]) penting untuk menyingkirkan BM. Pengetahuan tentang prevalensi BM diantara
berbagai kelompok anak dengan kejang demam dapat membantu dokter untuk membuat
keputusan klinis yang penting pada situasi menantang lainnya.
Berbagai penelitian klinis melaporkan tentang prevalensi dari BM diantara anak yang
mengalami kejang demam sudah dilakukan di seluruh dunia. Terdapat empat literatur
tinjauan artikel (dipublikasikan di tahun 1980, 2001, 2003, dan 2011) yang meneliti tentang
prevalensi BM pada anak dengan gejala kejang demam di negara berkembang. Namun, tiga
tinjauan pertama dimana subjek terlihat bias karena berbagai kelompok pasien yang
digabungkan dalam penelitian ini (cth., anak dengan “kejang dan demam”),, pasien yang
memperlihatkan gejala kejang demam, dan pasien dengan kejang demam). Tinjauan tahun
2011 terbatas pada sekelompok anak saja, berusia 18 bulan dengan gejala kejang demam
sederhana dan dimasukkan pada saat era post-vaksinasi (Cth., imunisasi terhadap
Haemophilus influezae tipe B (Hib) dan Streptococcus pneumoniae.
Dengan menggunakan metodologi yang lebih ketat dibandingkan penelitian
sebelumnya, dan memperbaharui publikasi terbaru, peneliti mengambil tinjauan sistematik
dan meta-analisis, yang sesuai, dan relevan dengan literatur untuk menyediakan perkiraan
akurat dari prevalensi BM pada anak-anak yang mengalami kejang serta demam. Pertanyaan
utama dari tinjauan ini adalah: apakah prevalensi BM pada anak-anak juga terjadi bersamaan
dengan: (i) “kejang dan demam” pertama kali, (ii) kejang demam pertama kali, dan (iii)
kejang demam kompleks yang terjadi pertama kali? Peneliti juga mencari cara untuk
mengevaluasi pentingnya pemeriksaan LP rutin untuk diagnosa infeksi SSP yang
membutuhkan pengobatan segera diantara anak dengna kejang demam yang terjadi pertama
kali.
Metode
Peneliti melakukan dan melaporkan tinjauan sistematis berdasarkan dari pernyataan
PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyses) (Teks S1).
Rencana Pencarian
Pencarian literatur ditujukan untuk mengidentifikasi semua penelitian dan mencari
prevalensi BM pada anak-anak yang datang ke Istitusi Gawat Darurat dengan kejang pertama
berdasarkan konteks demamnya. Untuk mengidentifikasi artikel original yang sesuai, peneliti
mencari database elektronik dari awal hingga Desember 2011: MEDLINE via PUBMED,
INIST (Insitutsi Scienctific dan Technical Information) via artikel @inist, dan perpustakaan
COCHRANE. Pada setiap database eletrkonik, berbagai kombinasi dari kriteria pencarian
dengan tema: “kejang demam [febrile seizure], “febrile convulsion”, “demam [fever]”,
“kejang [seizure], “convulsion”, “meningitis”, dan “infeksi sistem saraf pusat”. Daftar
referensi yang berpotensial untuk artikel dan tinjauan artikel juga dipantau untuk artikel
tambahan dalam penelitian. Rencana penelitian yang lebih lengkap untuk semua database
elektronik dapat ditemukan di Text S2.
Kriteria Eligibilitas
Kriteria utama untuk inklusi dan ekslusi digunakan dalam penelitian. Penelitian
kohort, pada anak yang dipublikasikan sebelum tanggal 30 Desember 2011 dapat dimasukkan
ke dalam penelitian dengan kriteria inklusi berupa: (1) penelitian itu melaporkan data tentang
prevalensi BM pada anak yang masuk ke IGD atau pasien rawat inap untuk mengevaluasi
periode “kejang dan demam” yang pertama, kejang demam yang pertama kali terjadi, atau
kejang demam kompleks, (2) definisi dari FS (sederhana atau kompleks) pada penelitian
mereka terbilang sama atau sangat serupa dengan istilah yang digunakan dalam literatur, (3)
penelitian melaporkan data dari sumber di negara yang maju (penelitian dari negara
berkembang dikeluarkan karena prevalensi BM yang terglong lebih tinggi dan perbedaan
kondisi lainnya (Cth., malaria, HIV dengan infeksi SSP, dan Tuberkulosis SSP) yang
mungkin terjadi pada kasus kejang dan demam di negara berkembang, dan (4) penelitian
tertulis dalam bahasa Inggtid atau Prancis. Ketika ada berbagai artikel yang melaporkan
populasi penelitian yang sama, peneliti akan memasukkan penelitian dengan data paling
lengkap dan memenuhi kriteria inklusi. Ketika penelitian sudah diidentifikasi dan tidak terdiri
dari data yang dibutuhkan (cth. Penelitian memasukkan anak dengan FS pertama kali, namun
tidak membedakan antara FS sederhana dan kompleks), peneliti akan menghubungi penulis
dan meminta data yang kurang. Jika tidak ada respon dan data kasar dari penelitian awal
dapat membantu peneliti untuk membedakan diantara kedua kelompok pasien, maka artikel
dapat dimasukkan ke dalam penelitian; jika tidak maka artikel dikeluarkan. Karena banyak
penelitian kecil yang terlalu melebihkan tingkat outcome dalam penelitiannya, dimana artikel
hanya memasukkan 20 pasien atau kurang, akan dikeluarkan dari penelitian. Laporan kasus,
tinjauan artikel, editorial, komentar, dan panduan klinis tidak dimasukkan ke dalam
penelitian.
Proses Pemilihan Penelitian
Pemilihan penelitian dilakukan secara independen oleh dua peninjau (reviewers) (AN,
AM) dalam dua siklus. Siklus pertama, dimana dilakukan pengumpulan dan indetifikasi dari
semua judul dan abstrak. Kedua, artikel yang potensial akan ditinjau dari semua artikel yang
ada. Setiap peneliti akan membuat suatu rekomendasi untuk artikel sesuai kriteria inklusi dan
ekslusi. Ketidaksepahaman akan diselesaikan berdasarkan kosensus yang ada.‘
Hasil Pengukuran dan Definisi
Hasil utama dari pengukuran penelitian ini adalah prevalensi BM diantara anak
dengan kejang pertama pada saat terjadinya demam. Hasil lain yang diamati adalah: (1)
prevalensi infeksi SSP secara keseluruhan (termasuk meningitis (Viral dan bakterial),
“kemungkinan BM”, Herpes Simpleks Virus (HVS) enchepalitis, dan enchepalitis karena
etiologi lainnya) diantara anak dengan kejang pertama disertai dengan demam, dan (2)
penggunaan pemeriksaan LP rutin untuk diagnosa infeksi SSP yang membutuhkan
penanganan segera pada anak dengan kemungkinan FS pertama kali. Infeksi SSP
membutuhkan penanganan secepatnya, termasuk BM dan HSV encephalitis. BM dijelaskan
sebagai adanya hasil positif dari kultur Cairan Serebrospinal (CSS) yang menunjukkan
adanya patogen bakteri relevan, pewarnaan gram positif dari CSS dengan hasil kultur CSS
negatif, Pleocytosis CSS dengan hasil kultur darah positif terhadap patogen bakterial, atau
pleocytosis CSS dengan hasil uji agglutinasi latex positif pada CSS. “Kemungkinan BM
[Possible BM]” dijelaskan sebagai adanya pleocytosis CSS dengan pewarnaan Gram negatif
dan hasil negatif dari kultur bakterial darah serta CSS pada anak yang diobati dengan
pemberian antibiotik awal. Pleocytosis dijelaskan sebagai hasil penghitungan leukosit >5 per
ml. HSV encephalitis dijelaskan sebagai hasil positif dari peeriksaan HSV polymerase chain
reaction (PCR) dari CSS. Definisi dari FS dijelaskan dalam bagian pendahuluan (lihat di
atas). “Kejang dan demam” termasuk semua kejang yang terjadi pada anak dengan demam
karena berbagai penyebab yang ada. Apparent FS dijelaskan sebagai kejadian yang
memenuhi kriteria yang digunakan untuk FS, namun dengan adanya kemungkinan infeksi
SSP yang masih belum bisa disingkirkan dari LP ataupun pemantauan. FS sederhana (Kejang
Demam Sederhana) dijelaskan sebagai kejang generalisata yang terjadi pertama kali dan tidak
lebih dari 15 menit, dan juga tidak akan terjadi dalam 24 jam berikutya. FS kompleks
(Kejang Demam Kompleks) merupakan kejang yang terjadi satu kali atau lebih disertai
dengan gambaran klinis berikut: onset partial (focal) yang menunjukkan adanya kejang focal
pada saat serangan, durasi yang lebih lama (lebih lama dari 10-15 menit), dan bisa terjadi
serangan ulang dalam 24 jam atau dengan penyakit demam yang sama. Untuk setiap
penelitian, periode dari pemeriksaan Hib rutin dan pemakaian vaksin S.pneumoniae
dipertimbangkan dalam era pre-vaksinasi dan juga dalam periode era post-vaksinasi.
Ekstraksi data dan penilaian kualitas
Ekstraksi data dan penilaian kualitas dari penelitian yang dimasukkan akan dilakukan
secara independen oleh dua pninjau (AN, A) dengan menggunakan formulir pengumpulan
data standar. Semua ketidaksepahaman akan diselesaikan dengan pembahasan. Informasi
yang tersedia dan diambil dari setiap penelitian berdasarkan: penulis utama, asal negara,
tanggal dari penelitian, tipe (prospektif vs retrospektif), clinical setting, jumlah pasien,
kriteria inklusi dan eklusi, metode dari pemastian hasil (latar belakang klinis, pemantauan,
LP), jumlah kasus (Infeksi SSP, BM), definisi dari FS (untuk penelitian terhadap FS
sederhana, dan FS kompleks), jumlah dan hasil dari pasien yang diobati dengan pemberian
antibiotik awal, dan era pada saat dilakukan perekrutan pasien (pre-vaksinasi versus
postvaksinasi). Peneliti mengadaptasi kualitas dari sistem penilaian untuk menilai prevalensi
artikel. Setiap artikel akan ditinjau untuk menentukan apaka: (!) rancangan penelitian sesuai
dengan perkiraan prevalensi yang didapatkan, (2) sampel merupakan wakil dari populasi
yang diharapkan dengan karakteristik kunci yang sesuai (usia, kondisi kesehatan), (3) definisi
penyakit yang jelas dan dapat diterima sesuai dengan hasil penelitian, dan (4) metode
pembakuan hasil dijelaskan secara lengkapdan adekuat. Pneliti akan menilai indikator
kualitas ini secara terpisah untuk setiap artikel; total skor kualitas tidak akan dihitung.
Sintesis data dan analisa
Semua analisa akan dilakukan secara terpisah untuk setiap kelompok pasien: anak
dengan “kejang dan demam”, pasien yang tampaknya (apparent) mengalami FS sederhana,
dan pasien yang mengalami FS kompleks pertama kali. Penelitian, pasien, dan metode
pembakuan hasil, serta data hasil akan ditinjau dengan menggunakan statistik deskriptif dasar
(hitungan dan proporsi sederhana). Prevalensi rata-rata dari infeksi SSP dan BM akan
dihitung dengan membagi jumlah anak dengan hasil target dari jumlah anak yang
dimasukkan ke dalam penelitian. Prevalensi BM adalah fokus utama dari penelitian ini,
jumlah kumpulan kasus BM akan disintesa dengan emnggunakan teknik meta-analisis.
Proporsi ini kemudian akan diubah menjadi kuantitas berdasarkan variant Freeman-Turkey
dari arcsine square root untuk mengubah proporsi menjadi jumlaj yang sesuai dengan efek
kesimpulan yang terfinksir dan acak. Jumlah dari proporsi ini akan dihitung dengan dengan
mengubah nilai rata-rata dari proporsi yang sudah diubah, dengna menggunakan varian
arcsine untuk efek terfiksi dan DerSimonian weights untuk efek acak. Perbedaan statsitik
disemua penelitian akan diukur dengan menggunakan Cochran chi-square test (p < 0.1
dipertimbangkan bermakna), dan dinilai secara visual menggunakan Galbraith plot untuk
heterogenitas. Untuk menentukan persentase persentase perbedaan diantara semua penelitian,
I-squared (I2) statistik akan dinilai. Untuk mengevaluasi jumlah dari artikel dari perkiraan
yang ada, peneliti akan melakukan analisa lainnya Metode ini akan menghitung ulang jumla
perkiraan prevalensi yang ada dalam satu penelitian. Metaregression analisis dan penilaian
bias publikasi tidak akan dilakukan pada peneltiian dengan jumlah sampel kecil. Utilitas dari
penggunaan LP untuk diagnosa infeksi SSP membutuhkan pengobatan segera akan dihitung
sebagai”jumlah yang dibutuhkan untuk menguji penayakit (number needed to test [NNT]),
yang menggambarkan sejumlah pasien yang membutuhkan pemeriksaan LP untuk
mendeteksi suatu kasus infeksi. NNT akan dihitung dengan membagi jumlah pasien yang
dimasukkan dalam penelitiandengan jumlah pasien yang mengalami infeksi SSP dan
membutuhkan pengobatan segera setelah didiagnosa berdasarkan pemeriksaan LP rutin.
Semua uji statsitik akan dilakukan dengan menggunakanSTATA versi 11.1 (Stata Corp,
College Station, Texas) dan StatsDirect versi 2.7.9 (StatsDirect, Ltd, UK).
Hasil
Hasil Pencarian
734 artikel diidentifikasi berdasarkan pencarian database elektronik, dimana 20
menunjukkan hasil yang sesuai dengan tinjauan teks penuh. 17 artikel tambahan lainnya akan
diidentifikasi dengan menggunakan screening berdasarkan daftar referensi yang sesuai
dengan artikel serta tinjauan artikel. Dari keseluruhan 37 artikel, 14 memenuhi kriteria
inklusi. Semua artikel dari pencarian literatur dan proses screening, dan alasan untuk ekslusi
dari identifikasi penelitian diilustrasikan dalam Gambar 1.
Anak dengan “kejang dan demam”
Hasil data dari anak dengan “kejang dan demam” akan dimasukkan dalam 5 penelitian
yang mengevaluasi 1996 pasien. Karaktersitik, hasil, dan rancangan metodologi dari
penelitian akan disimpulkan di Tabel 1 dan Tabel 2. Dari semua penelitian, sampel
merupakan wakil dari popoulasi yang menjadi karaktersitik kunci (Tabel 2). Hasil dari
pemeriksaan LP dan pemeriksaan klinis akan dicatat dengan pemantauan 100% pada pasien
di seluruh penelitian (Tabel 2). Diantara 1996 anak, 77 didiagnosa dengan infeksi SSP,
dimana 41 diantaranya mengalami BM. Dari 41 anak dengan BM, 4 diantaranya berusia < 6
bulan dan >37.6 bulan. Diagnosa dari BM dapat dicurigai dari pemeriksaan klinis pada 95%
(n = 35) dari anak berusia > 6 bulan (Tabel 1). Secara keseluruhan, prevalensi rata-rata dari
infeksi SSP adalah 3.9% (berkisar dari 2.3-7.4%. Jumlah prevalensi BM dengan
menggunakan model efek acak adalah2.6% (95% CI 0.9-5.1) (Gambar 2). Ketika penelitian
individu dikombinasikan dengan meta-analysis, terdapat adanya perbedaan bermakna antara
perkiraan prevalensi BM dari penelitian (I2 = 87%, p < 0.001). Galbraith plot akan
mengidentifikasi populasi penelitian yang diteliti oleh Offringa et al. Dan Joffe et al sebagai
sumbe dari perbedaan ini; namun, eklusi dari satu atau dua penelitian ini tidak menunjukkan
perubahan bermakna dair hasil yang ada (p = 0.4). Selain itu, analisa menunjukkan bahwa
tidak ada penelitian, termasuk dua penelitian ini, yang berpengaruh secara langsung terhadap
perkiraan prevalensi.
Anak pada penelitian dengan FS sederhana terdiri dari 1869 pasien dan dilaporkan dari
hasl data terhadap anak dengan kejang demam sederhana pertama kali. Karakteristik, hasil,
dan rancangan metodologis dari penelitian akan disimpulkan di Tabel 1 dan Tabel 2. Dari
semua penelitian, sampel merupakan wakil dari populasi dari karaktersitik kunci yang ada
(Tabel 2). Hasil akan dicatat berdasarkan LP atau pemeriksaan klinis dengan pemantauan
100% pada pasien dalam 3 penelitian. Meta analysis formal tidak dilakuan krena jumlah
kejadian yang tidak melebihi sampel. Prevalensi rata-rata keseluruhan dari infeksi SSP pada
anak berusia 6-72 tahun (4 penelitian, n = 911) adalah 0.2% (berkisar dari 0.0-1.4%) dan BM
(5 penelitian, n = 1109) adalah 0.2% (berkisar dari 0.0-1.0%). NNT untuk mendeteksi satu
kasus dari infeksi SSP yang membutuhkan pengobatan segera pada anak berusia 6-72 bulan
adalah 1109 (dari dua kasus BM, satu didiagnosa setelah LP rutin dan lainnya dengan SSP
normal setelah LP rutin, namun diulangi LP 24 jam setelah BM terlihat) (Tabel 1).
Anak dengan FS kompleks
Hasil data untuk anak dengan FS kompleks perdana akan dibedakan dari dua penelitian
dengan perkiraan jumlah 718 pasien. Karakterisitik, hasil, dan rancangan metodologis dari
penelitian akan ditinjau di Tabel 1 dan Tabel 2. Dari semua penelitian, sampel merupakan
wakil dari populasi dengan karaktersitik yang sesuai (Tabel 2). Prevalensi rata-rata dari
infeksi SSP adalah 2.2% (berkisar dari 0.5-2.9%). Prevalensi dari BM dengan menggunakan
model efek adalah 0.6% (95% CI 0.2-1.5). Ketika penelitian individu digabungkan dalam
meta-analysis, tidak terdapat perbedaan bermakna diantar aperkiraan prevalensi BM pada
penelitian (I2 = 0.0%, p = 0.9%). NNT untuk mendeteksi satu kasus dari infeksi SSP yang
membutuhkan penanganan segera adalah 180 (Tabel 1).
Diskusi
Studi kami merupakan review sistematis yang pertama dan meta-analisis yang mencoba
untuk mengukur risiko BM di subkelompok yang berbeda dari anak-anak dengan kejang
dalam konteks demam, dan untuk mengevaluasi kegunaan LP rutin pada anak-anak dengan
FS pertama. Risiko keseluruhan BM rendah, mulai dari 0,2% pada anak-anak dengan FS
sederhana pertama sampai 2,6% pada mereka dengan '' kejang dan demam '' pertama.
Penggunaan LP rutin untuk diagnosis infeksi SSP yang memerlukan penanganan segera di
antara anak-anak dengan FS pertama rendah: NNT adalah 1.109 pada anak-anak dengan FS
sederhana pertama, dan 180 pada mereka dengan kompleks FS pertama.
BM dapat hadir pada kejang yang berhubungan dengan demam. Dalam penelitian kami, 2,6%
dari anak-anak dengan '' kejang dan demam '' ditemukan memiliki BM; diagnosis BM
mungkin diduga dari pemeriksaan klinis pada 95% anak-anak (Tabel 1). Angka ini
menggambarkan kemampuan pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi hampir semua anak
dengan '' kejang dan demam '' pertama yang paling mungkin untuk mendapatkan keuntungan
dari LP, sehingga dapat menghindari LP rutin yang tidak perlu. Namun, mengingat sifat
retrospektif dari mayoritas penelitian, temuan ini perlu validasi klinis lebih lanjut.
Kuatir pada hilangnya BM telah menyebabkan beberapa penulis untuk mengadvokasi LP
rutin pada bayi dengan FS sederhana [26,40,49]. Dalam penelitian kami, kami tidak bisa
menilai kegunaan dari LP rutin pada bayi, karena 4 dari 7 studi (totaliter 654 anak-anak) tidak
menentukan jumlah anak-anak tersebut (tiga penelitian lain termasuk 303 bayi) (Tabel 1) .
Dalam studi Trainor dkk., 13% dari anak-anak termasuk bayi. Ekstrapolasi data ini
menunjukkan bahwa sekitar 85 dari 654 anak-anak adalah bayi. Oleh karena itu, jumlah bayi
dengan FS sederhana pertama dalam penelitian kami bisa diperkirakan 388 (di antaranya 223
yang terdaftar selama era vaksin pra dan 165 selama era pasca-vaksin) (Tabel 1). Karena
hanya satu bayi dengan FS sederhana pertama ditemukan memiliki infeksi SSP yang
memerlukan penanganan segera dalam penelitian kami (Tabel 1), NNT untuk mendeteksi
satu kasus infeksi pada 388 anak-anak. Temuan ini membahas kegunaan dari LP rutin pada
bayi dengan FS sederhana. Namun, BM adalah penyakit dengan progresifitas cepat dan akan
menunjukkan dirinya dalam waktu singkat, ketika sebuah LP dilakukan. Pengamatan klinis
yang cermat diperlukan pada anak-anak tersebut selama beberapa jam pertama setelah
kejang.
Sejak diperkenalkannya vaksin Hib dan S. pneumoniae, kejadian BM telah menurun secara
drastis di kalangan anak-anak. Dengan demikian, pedoman AAP direvisi untuk evaluasi
neurodiagnostic anak dengan FS sederhana pada tahun 2011. Pedoman AAP tidak lagi
direvisi mendukung LP rutin diimunisasi lengkap terhadap Hib dan S. pneumoniae bayi
dengan FS sederhana, tapi merekomendasikan LP sebagai opsional dalam setiap bayi dengan
FS sederhana yang imunisasi hilang atau memiliki status imunisasi tidak jelas. Dalam
penelitian kami, 223 bayi dengan FS sederhanapertama yang terdaftar selama era pra-vaksin,
di antaranya satu ditemukan memiliki BM (Tabel 1). NNT untuk mendeteksi satu kasus
infeksi SSP yang membutuhkan perawatan segera diperkirakan menjadi 223 pada anak-anak
tersebut. Dengan demikian, pengamatan klinis yang cermat sebelum memutuskan untuk
melakukan LP dapat diterima pada bayi dengan tanpa imunisasi atau memiliki status
imunisasi tidak jelas.
*skrining daftar referensi dari artikel yang relevan dan pengamatan artikel
Gambar 1. Diagram uraian proses seleksi penelitian
FS Kompleks telah disebutkan sebagai faktor risiko dari BM. Dengan demikian, LP rutin
sering direkomendasikan dalam evaluasi anak-anak tersebut. Namun, dalam penelitian kami,
penggunaan LP rutin pada anak-anak dengan FS kompleks pertama adalah rendah (NNT =
180). Selain itu, LP rutin mengikuti FS tanpa risiko. Hal ini kadang-kadang dikaitkan dengan
sindrom pasca-LP yang sering terjadi ketika LP tidak berguna pada sakit kepala dan kadang-
kadang muntah, dan kadang-kadang dapat menyebabkan coning serebelar fatal atau
Pencarian database (n=813), PUBMED (n=620), INIST
(n=101),COCHRANE (n=92)
Artikel ful teks ekslusi (n=23)
Bukan kejang demam (n=13) Sulit membedakan kejang demam
sederhana dan kompleks (n=5) Tidak ada data prevalensi meningitis
bakterial (n=1) Dari negara resourches rendah (n=2) Pasien < 20 (n=1) Data disajikan ditempat lain (n=1)
Catatan yang diidentifikasi dari sumber lain (n=117)*
Eksklusi record (n=714)
Artikel ful teks yg dinilai untuk eliqibility (n=37)
Duplikat catatan (n=79)
Pengamatan abstrak/judul (n=734)
Artikel inklusi di analisis (n=14)
Kejang dengan demam pertama (n=5) Nyata kejang demam sederhana pertama (n=7) Nyata kejang demam kompleks pertama (n=2)
kemunculan organisme dari aliran darah ke dalam CSF. Fakta tesis membahasa kegunaan
dari strategi ini pada anak-anak tersebut. Jadi LP rutin, hanya berdasarkan kejang kompleks,
tampaknya tidak perlu. Masuk rumah sakit untuk observasi juga bisa menjadi strategi yang
beralasan pada anak-anak tersebut.
Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan. Pertama,
mayoritas penelitian kami adalah retrospektif dan subjek memiliki bias yang berbeda-beda
pada metode ini. Kedua, dalam kasus FS sederhana dan FS kompleks, BM dikesampingkan
berdasarkan alasan klinis saja tanpa pemeriksaan CSF atau pemeriksaan klinis dengan tindak
lanjut di 43% dan 18% dari pasien, masing-masing. Ada kemungkinan bahwa sejumlah besar
anak-anak ini yang dipulangkan tapi menjadi meningitis dan pergi ke rumah sakit yang
berbeda mungkin terjadi. Namun, keterbatasan analisis pada kasus BM oleh pemeriksaan
CSF atau pemeriksaan klinis dengan tindak lanjut tidak mengubah hasil secara signifikan.
Ketiga, risiko BM pada anak-anak sebelum diobati dengan antibiotik merupakan tantangan
diagnostik. Seperti pengobatan antimikroba tersebut telah dilaporkan mengaburkan tanda-
tanda awal dan gejala BM, dan untuk mengurangi tingkat kultur CSF positif. Karena
mayoritas penelitian yang termasuk dalam ulasan ini tidak memberikan data secara terpisah
pada anak-anak diobati dengan antibiotik, kita menghitung prevalensi BM terlepas dari
ketiadaan atau adanya pengobatan antimikroba. Hal ini membatasi penerapan hasil untuk
pasien sebelum diobati dengan antibiotik. Keempat, sementara mayoritas FS jinak dan aman
dikelola di rumah oleh dokter umum [58], kasus yang lebih rumit dari FS dengan risiko yang
lebih tinggi dari infeksi serius dirujuk ke rumah sakit. Sebagai penelitian kami termasuk
anak-anak kami ditemui di UGD atau bangsal rawat inap, temuan kami mungkin hanya
berlaku untuk anak-anak dengan pengaturan yang serupa. Akhirnya, penelitian ini dibatasi
untuk anak-anak dari negara-negara sumber daya yang tinggi, sehingga temuan kami
mungkin tidak digeneralisasikan untuk orang-orang dari negara-negara rendah-sumber daya
rendah.
Tabel 2. Indikator kualitas pada studi yang melaporkan prevalensi BM pada anak dengan
kejang pertama dalam konteks demam.
Gambar 2. Plot hutan menampilkan prevalensi meningitis bakteri pada anak -anak yang mengalami "demam dan kejang “ pertama
Kesimpulan
Risiko terjadinya BM pada kasus FS jesangat kecil, berapapun usia atau jenis dari kejang
(sederhana atau kompleks). Oleh karena itu, melakukan LP rutin dengan tidak adanya tanda-
tanda lain dan gejala sugestif dari BM mungkin kecil kemungkinan pada demam, pada anak-
anak yang mengalami kejang pertama. Temuan kami membahas kegunaan dari LP rutin pada
anak-anak dengan FS kompleks, dan pada bayi, imunisasi lengkap atau tidak terhadap Hib
dan S. pneumoniae, dengan FS sederhana. Pengamatan klinis yang hati-hati selama beberapa
jam pertama setelah kejang bisa menjadi strategi yang dapat diterima pada anak-anak.