jurnal rafandi

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 jurnal rafandi

    1/8

    1

    PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KARATERISTIK PEMBKARAN

    PADA MESO-SCALE COMBUSTORDENGAN BACKWARD FACING STEP

    Mochamad Rafandi, Lilis Yuliati, Hastono WijayaJurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

    Jl. Mayjend. Haryono no. 167, Malang, 65145, IndonesiaEmail :[email protected]

    ABSTRAK

    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pembakaran pada meso-scale combustor dengan flame

    holder backward fasing step menggunakan tiga jenis bahan bakar gas. Variasi jenis bahan bakar gas dalam

    penelitian ini yaitu metana, butana dan LPG. Karakteristik pembakaran dalam penelitian ini meliputi flamestability limit, visualisasi nyala api, temperatur api dan temperatur gas hasil pembakaran. Perbandingan

    diameter meso-scale combustor yang digunakan adalah D1/D2 = 0,7 sementara material combustor yaitu

    quartz glass tube di sisi outlet dan tembaga di sisi inlet. hasil penelitian menunjukkan dari flame stability limit

    bahan bakar butana dan LPG memiliki flame stability limit yang hampir sama, sementara bahan baar metana

    memiliki range kestabilan yang lebih rendah dari butana dan LPG. Untuk temperatur api butana memilikitemperatur lebih tinggi dari LPG dan metana yaitu sebesar 1042,44 oC pada kecepatan reaktan 18 cm/s. Dari

    visualisasi nyala api bahan bakar butana lebih terang dari pada LPG dan metana.

    Kata Kunci:Meso-scale combustor, backward facing step, Jenis bahan bakar gas, karakteristik pembakaran

    PENDAHULUANSekarang ini kebutuhan akan energi sangat

    besar dengan meningkatnya kemajuan

    teknologi yang sangat pesat, khususnya

    perangkat praktis atau portable yang

    umumnya menggunakan listrik yang

    dikemas dalam baterai sebagai sumber

    energinya. Para produsen berkompetisi

    menciptakan sebuah inovasi dengan

    membuat sumber energi alternatif untuk

    perangkat portable. Utamanya perangkat

    seperti smartphone, laptop dan kamera

    menjadi beberapa contoh betapa

    perangkat-perangkat ini bergantung

    dengan baterai. Namun baterai memiliki

    kapasitas yang terbatas serta limbah yang

    ditimbulkan setelah penggunaan bateraiakan berakibat terhadap pencemaran

    lingkungan karena zat kimia yang

    terkandung dalam baterai. Untuk

    mengurangi ketergantungan terhadap

    pemakaian baterai, dikembangkanlah

    sumber energi skala mikro berbasis

    microcombustion yang disebut

    micropower generator (MPG). Hal inilah

    menjadi alasan untuk mengembangkan

    micro power generator sebagai sumber

    pembangkit energi listrik skala kecil

    dengan menggunakan bahan bakar

    hydrocarbon.

    Meso-scale combustor merupakan bagian

    terpenting dalam MPG. Meso-scale

    combustor berperan mengubah energi

    kimia dari bahan bakar menjadi energi

    termal sebelum diubah menjadi energi

    listrik. Pembakaran pada meso-scale

    combustor harus stabil untuk menjamin

    kontinuitas pembakitan energi termal.

    Tentunya tidak mudah mengingat

    terbatasnya waktu pembakaran dalam

    ruang bakar (fuel residence time) dan laju

    kehilangan kalor (heat loss) yang

    mengakibatkan ketidak stabilan

    pembakaran. Agar api saat pembakaran

    stabil maka upaya yang dilakukan adalahmeningkatkan fuel residence time,

    kecepatan reaksi pembakaran dan

    mengurangi heat loss. Permasalahan utama

    dalam micro combustion adalah

    mendapatkan keseimbangan antara

    kestabilan api pembakaran dan

    memaksimalkan heat output.

    Yang, et al 2002 Pembakaran akan

    stabil dalam sebuah combustor dengan

    backward facing step atau pembesaran

    diameter combustor untuk meningkatkanproses pencampuran bahan bakar dan

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 7/25/2019 jurnal rafandi

    2/8

    2

    udara, serta untuk memperpanjang waktu

    tinggal reaktan dalam daerah reaksi

    pembakaran. Pembesaran diameter

    combustor atau backward facing step yaitu

    D1 / D2, dengan D1< D2 dan terletak pada

    sisi upstream (ujung combustor). Hasilyang didapat adalah bahan bakar dan udara

    bisa tercampur sempurna karena adanya

    backward facing step. Penelitian yang

    dilakukan tersebut menggunakan bahan

    bakar hidrogen untuk mengurangi emisi.

    Setyawan, 2014 melakukan

    penelitian tentang pengaruh jenis bahan

    bakar terhadap karakteristik pembakaran

    pada meso-scale combustor dengan flame

    holder wire mesh. Penelitian tersebut

    memvariasikan dua jenis bahan bakar gas,yaitu gas metana dan gas LPG. Pada

    percobaan tersebut gas LPG menghasilkan

    kestabilan pembakaran yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan gas metana.

    Mengacu kepada tingginya densitas

    energi yang dihasikan bahan bakar

    hidrokarbon dan dua penelitian sebelumya

    maka penelitian ini dilakukan

    pengembangan yaitu pengaruh jenis bahan

    bakar terhadap karakteristik pembakaran

    pada meso-scale combustor dengan flame

    holder berupa backward facing step

    dengan memvariasikan tiga jenis gas yaitu

    metana, butana, dan LPG dimana ketiga

    gas ini dipilih karena pertimbangan jumlah

    ketersediaan dipasaran dan tingginya akan

    kebutuhan terhadap ketiga gas tersebut.

    METODE PENELITIAN

    Metode penelitian yang digunakan

    adalah metode eksperimental nyata denganmemperhitungkan sejumlah variabel.

    Variabel bebas adalah jenis bahan bakar

    adalah Liquified petroleum gas (LPG,

    dengan komposisi 50% propana dan 50%

    butana), gas butana dan metana, debit

    bahan bakar (Qf), debit udara (Qa) dengan

    variabel terikat batas stabilitas nyala api

    (flame stability limit), visualisasi bentuk

    nyala api, temperatur nyala api dan

    temperatur gas hasil pembakaran.Sementara variabel terkontrolnya adalah

    diameter combustor, nilai D1/ D2 0,7

    dengan D24,7 mm dan material dari meso-

    scale combustor menggunakan tembaga

    dan quartz glass tube. Desain combustor

    dapat ditunjukkan pada gambar 1 dan 2.

    Gambar 1. Desain meso-scale combustion

    dengan backward facing step.

    Gambar 2. Skema instalasi penelitian.

    Gambar 2. menunjukkan skema

    instalasi penelitian dan rangkaian alat

    penelitian meso-scale combustor, dimana

    pengoksidasi disuplai dari kompresor

    sebelum masuk pada flowmeter udara.

    Pencampuran udara dan bahan bakar

    terjadi pada mixer. Untuk visusalisasi

    nyala api menggunakan kamera CANON

    600D. Sementara untuk pengambilan data

    temperatur nyala api pada meso-scalecombustor menggunakan rangkaian

    thermocouple, rangkaian tersebut terdiri

    dari thermocouple, data logger dan laptop.

    Data logger berfungsi untuk mengolah

    data mentah temperatur yang terbaca oleh

    thermocoupleagar dapat ditampilkan pada

    layar laptop. Titik yang merupakan tempat

    pengambilan data temperatur dapat

    ditunjukkan pada gambar 3. dimana

    temperatur yang diukur adalah temperatur

    api dan temperatur gas hasil pembakaran.

  • 7/25/2019 jurnal rafandi

    3/8

    3

    Gambar 3. Titik pengukuran temperatur

    nyala api dan temeratur gas hasil

    pembakaran.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. F lame stabil ity limi t

    Gambar 4. Grafikflame stability limitpada

    meso-scale combustor dengan backward

    facing step menggunakan bahan bakarmetana, butana dan LPG

    Gambar 4. merupakan grafik flame

    stability limit untuk pembakaran bahan

    bakar metana, butana dan LPG pada

    meso-scale combustor menggunakan

    backward facing step. Pada grafik tersebut

    terlihat bahwa metana memiliki kestabilan

    nyala api yang rendah dibandingkan

    dengan butana dan LPG dimana rasio

    equivanlennya () 1,14-1,27. Sementarabahan bakar butana dan LPG memiliki

    flame stability limit yang hampir sama

    dimana untuk butana api dapat stabil pada

    rasio equivalen () 1,09-1,49 dan untuk

    LPG api stabil pada rasio equivalen ()

    1,13-1,59. Sehingga dari grafik tersebut

    didapatkan bahwa bahan bakar yang

    memiliki kestabilan nyala api paling baik

    adalah butana yang memiliki range flame

    stability limit yang hampir sama diatas

    LPG dan bahan bakar yang memilikiflamestability limit terendah adalah metana.

    Karena massa jenis atau densitas

    gas metana lebih rendah dari massa jenis

    LPG dan butana menyebabkan jumlah

    kandungan massa bahan bakar yang

    terbakar dengan udara tiap satuan debit

    yang sama dengan LPG dan butana lebihrendah dibandingkan dengan jumlah

    kandungan massa bahan bakar LPG dan

    butana yang terbakar dengan udara.

    Sehingga api mudah padam pada saat debit

    bahan bakar metana yang rendah.

    Sementara pada butana dan LPG hampir

    memiliki flame stability yang sama,

    dikarenakan didadalam komposisi gas

    LPG masih terkandung butana dengan

    presentase 50% butana.

    Dari nilai rasio ekuivalen rasio,flame stablility limit butana dan LPG

    memang terlihat hampir sama. Namun jika

    dilihat dari kecepatan reaktan bahan bakar

    butana bisa stabil pada kecepatan reaktan

    11,19 cm/s 24,21 cm/s. Sementara pada

    bahan bakar LPG, stabil pada kecepatan

    reaktan 11,35 cm/s 21,89 cm/s dengan

    demikinan bahan bakar butana memiliki

    kestabilan yang lebih baik dari bahan

    bakar LPG.

    B.Visualisasi Nyala Api

    Gambar 5. Visualisasi bentuk nyala api

    pada meso-scale combustor dengan bahan

    bakar metana, butana dan LPG pada rasio

    ekuivalen 1,2.

    Gambar 5. menunjukkan perbedaan

    nyala api antara tiga jenis bahan bakarditinjau dari rasio ekuivalen yang sama

  • 7/25/2019 jurnal rafandi

    4/8

    4

    dengan memvariasikan kecepatan reaktan

    pada pasing masing bahan bakar. Rasio

    ekuivalen pada visualisasi tersebut adalah

    = 1,2 dengan kecepatan reaktan 16 cm/s,

    17 cm/s dan 18 cm/s. Dari gambar 5. juga

    dapat dilihat pada peningkatan kecepatanreaktan nyala api sedikit lebih terang

    terang walaupun tidak signifikan,

    dikarenakan perbedaan titik keceptan

    reaktannya hanya berselisih sedikit.

    Kondisi ini dikarenakan dengan semakin

    bertambahnya laju alir reaktan atau

    kecepatan reaktan maka temperatur yang

    dihasilkan pada proses pembakaran juga

    meningkat. Dengan meningkatnya

    temperatur serta panas yang dihasilkan

    pada proses pembakaran menyebabkantemperatur nyala api dan ruang bakar juga

    meningkat sehingga radical quenching

    semakin rendah yang mengakibatkan jarak

    api dengan dinding meso-scale combustor

    menjadi semakin dekat.Radical quenching

    sendiri adalah berkurangnya jumlah

    radikal bebas karena bereaksi membentuk

    unsur yang stabil didaerah dekat dinding

    meso-scale combustor. Dalam kondisi ini

    perbedaan luas penampang api dalam

    masing-masing meso-scale combustor

    menjadi lebih kecil.

    Pada gambar 5. untuk tiga jenis

    bahan bakar tersebut ditinjau dari

    kecepatan reaksi yang sama ,ketiga bahan

    bakar memiliki perbedaan warna api yang

    signifikan dimana nyala api butana lebih

    terang dibandingkan LPG dan metana.

    Heating value atau nilai kalor yang

    terkandung dalam setiap bahan bakar

    sangat berpengaruh terhadap prosespembakaran yang berlangsung dalam

    meso-scale combustor. Hal itu terjadi

    karena nilai kalor bahan bakar dapat

    menentukan besarnya kecepatan

    pembakaran serta temperatur yang

    dihasilkan dalam meso-scale combustor.

    Dimana heating value sendiri adalah nilai

    panas yang dihasilkan dari pembakaran

    sempurna suatu zat tertentu tiap satu

    satuan massa. Heating value juga akan

    dapat mempengaruhi nilai heating releaseatau nilai kalor yang dihasilkan pada saat

    proses pembakaran tiap satuan laju debit

    bahan bakar dalam meso-scale combustor.

    Gambar 6. Visualisasi bentuk nyala api

    pada meso-scale combustor dengan bahan

    bakar metana, butana dan LPG pada

    kecepatan reaktan 17 cm/s.

    Gambar 6. dapat dilihat luas

    penampang api untuk setiap penambahan

    rasio ekuivalen pada masing-masing

    meso-scale combustor. Secara umum api

    dalam meso-scale combustor yangmenggunakan bahan bakar LPG dan

    butana mempunyai luas penampang yang

    lebih besar bila dibandingkan dengan api

    dalam meso-scale combustor yang

    menggunakan bahan bakar metana, baik

    pada rasio ekuivalen terendah =1,15

    ataupunpada saat rasio ekuivalen =1,25.

    Perbedaan luas penampang api terlihat

    jelas pada rasio ekuivalen yang lebih kecil

    dan perbedaan luas penampang semakinberkurang pada rasio ekuivalen yang lebih

    besar.

    Gambar 6. juga menunjukan bahwa

    luas penampang api menjadi semakin

    besar dengan bertambahnya rasio

    ekuivalen. Pada rasio ekuivalen =1,15

    meso-scale combustor dengan

    menggunakan bahan bakar metana

    memiliki luas penampang paling kecil bila

    dibandingkan dengan luas penampang api

    pada meso-scale combustor denganmenggunakan bahan bakar butana dan

  • 7/25/2019 jurnal rafandi

    5/8

    5

    LPG. Hal ini disebabkan karenanilai

    heating release yang dihasilkan bahan

    bakar metana lebih rendah dibandingkan

    dengan nilai heating release yang

    dihasilkan bahan bakar LPG yang terbakar

    dalam meso-scale combustor. Sehinggaluas penampang api pada meso-scale

    combustor dengan menggunakan bahan

    bakar LPG dan butana memiliki luas

    penampang lebih besar.

    C. Temperatur Nyala Api

    Gambar 7. Temperatur api pada meso-

    scale combustor dengan

    bahan bakar metana, butana

    dan LPG pada rasio

    ekuivalen 1,2.

    Pada Gambar 7. menunjukkanbahwa dalam meso-scale combustor

    berbahan bakar butana memiliki

    temperatur api yang lebih tinggi bila

    dibandingkan dengan meso-scale

    combustor berbahan bakar LPG dan

    metana pada rasio ekuivalen = 1,2

    dengan kecepatan reaktan v=16 cm/s, 17

    cm/s dan 18 cm/s. Hal ini disebabkan

    karena heating release yang dihasilkan

    meso-scale combustor berbahan bakar

    LPG dan metana lebih besar dari padaheating release yang dihasilkan meso-

    scale combustor berbahan bakar metana.

    Sehingga menghasilkan nyala api yang

    lebih terang dan luas serta temperatur api

    yang lebih tinggi. Sementara temperatur

    tertinggi dihasilkan bahan bakar butana

    yang mana butana memiliki heating value.

    Gambar 7. Menunjukkan

    temperatur tertinggi berada pada kecepatan

    reaktan 18 cm/s. karena pada variasi

    kecepatan pembakaran dan rasio ekuivalenyang diukur tersebut, kecepatan reaktan 18

    cm/s merupakan kecepatan reaktan

    tertinggi, sehingga debit bahan bakar dan

    udara yang terbakar juga lebih banyak

    dibandingkan dengan variasi kecepatan

    yang lain, yang menyebabkan temperatur

    api yang dihasilkan juga semakinmeningkat.

    Sementara pengukuran temperatur

    api saat kondisi kecepatan reaktan

    terendah atau 16 cm/s dengan rasio

    ekuivalen () = 1,2 menghasilkan

    temperatur api yang terendah yaitu

    995,24oC untuk butan, semetara pada LPG

    dan metana temperaturnya adalah 867,43

    oC dan 793,53oC. Hal ini karena kecepatan

    reaktan 16 cm/s dalam meso-scale

    combustor merupakan kecepatan reaktanterendah, sehingga debit bahan bakar dan

    udara yang terbakar juga lebih sedikit

    dibandingkan dengan variasi kecepatan

    yang lain, yang menyebabkan temperatur

    api yang dihasilkan juga semakin

    menurun.

    Gambar 8. Temperatur api pada meso-

    scale combustor dengan

    bahan bakar metana, butana

    dan LPG pada rasio

    ekuivalen 1,2.

    Pada kecepatan reaktan yang sama

    dengan rasio ekuivalen yang berbeda, pada

    Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan

    bahwa semakin besar rasio ekuivalen

    menunjukan penurunan temperatur. Hal ini

    karena pada variasi dengan rasio ekuivalen

    yang semakin munjahui 1, yang

    menunjukkan bahwa rekasi pembakaran

    yang terjadi berlangsung secara sempurna

    yang mengakibatkan seluruh bahan bakardapat bereaksi dengan udara menghasilkan

  • 7/25/2019 jurnal rafandi

    6/8

    6

    produk berupa temperatur yang lebih

    tinggi dan cahaya yang lebih terang.

    Namun pada bahan bakar LPG mengalami

    kenaikan temperatur dikarenakan titik dari

    pengambilan temperatur mendekati titik

    flame stability limit bahan bakar LPG.Pada titik tersebut kecepatan reaktan dari

    LPG kurang memadai kecepatan

    pembakaran sehingga pada titik tersebut

    api mulai kehilangan titik kestabilannya

    atau mendekati lift off. Sehingga

    temperatur yang dihasilkan pada rasio

    ekuivalen 1,15 menjadi rendah. Sementara

    pada rasio ekuivalen rasio 1,25 temperatur

    yang dihasilkan bahan LPG mengalami

    kenaikan dengan temperatur 949,55oC.

    Pada gambar 8. dapat dijelaskanbahwa pengukuran temperatur api saat

    kondisi kecepatan reaktan 17 cm/s dengan

    rasio ekuivalen = 1,15 pada bahan bakar

    butana menghasilkan temperatur api yang

    tertinggi yaitu 1056,47oC dibandingkan

    dengan rasio ekuivalen yang lain = 1,2

    yaitu 1008,44oC dan menghasilkan

    temperatur api terendah pada rasio

    ekuivalen = 1,25 dengan 994,18oC. Hal

    ini terjadi karena pada saat rasio = 1,25,

    jumlah pengoksidasi yang mengalir dalam

    meso-scale combustor terlalu banyak

    sehingga bahan bakar yang tersedia akan

    kurang terbakar sempurna, sehingga

    temperatur yang dihasilkan akan semakin

    berkurang. Sementara pada bahan bakar

    metana temperatur tertinggi dihasilkan

    pada rasio ekuivalen = 1,15 dengan

    867,48oC. Sedangkan pada ekuivalen rasio

    =1,25 temperaturnya adalah 816,62 oC

    dimana merupakan temperatur terendahdari bahan bakar metana pada variasi rasio

    ekuivalen.

    Pada semua rasio ekuivalen, mulai

    dari () = 1,15; 1,2 dan 1,25 temperatur

    api yang mampu dihasilkan oleh

    pembakaran dalam meso-scale combustor

    dengan bahan bakar butana masih lebih

    tinggi dibandingkan dengan temperatur api

    yang mampu dihasilkan oleh pembakaran

    dalam meso-scale combustor dengan

    bahan bakar LPG dan metana. Hal inidisebabkan karena heating release yang

    dihasilkan meso-scale combustorberbahan

    bakar butana lebih besar dari pada heating

    release yang dihasilkan meso-scale

    combustor berbahan bakar LPG dan

    metana. Sehingga menghasilkan nyala api

    yang lebih terang dan luas sertatemperatur api yang lebih tinggi.

    Gambar 9. Temperatur gas hasil

    pembakaran pada meso-scale combustor

    dengan bahan bakar metana, butana dan

    LPG pada rasio ekuivalen 1,2.

    Gambar 9. menunjukkan

    temperatur gas buang yang dipengaruhi

    oleh kecepatan reaktan terhadap

    temperatur api dalam meso-scale

    combustoryang dihasilkan. Seiring denganpenambahan massa alir yang diikuti

    dengan kecepatan reaktan yang semakin

    meningkat mengakibatkan kalor yang

    dihasilkan dari proses pembakaran dan

    temperatur api semakin tinggi serta daerah

    reaksi pembakaran semakin luas.

    Dapat dilihat pada Gambar 9.

    temperatur gas buang maksimum yang

    dapat dicapai oleh meso-scale combustor

    berbahan bakar butana yaitu 473,29oC

    pada kecepatan reaktan 18 cm/s denganrasio ekuivalen = 1,2. Hal ini karena

    pada variasi kecepatan pembakaran dan

    rasio ekuivalen yang diukur tersebut,

    kecepatan reaktan 18 cm/s dalam meso-

    scale combustormerupakan kecepatan

    reaktan tertinggi, sehingga debit bahan

    bakar dan udara yang terbakar juga lebih

    banyak dibandingkan dengan variasi

    kecepatan yang lain, yang menyebabkan

    temperatur api serta gas buang yang

    dihasilkan juga semakin meningkat. Begitujuga halnya dengan meso-scale combustor

  • 7/25/2019 jurnal rafandi

    7/8

    7

    berbahan bakar LPG yang mampu

    mencapai temperatur api tertinggi pada

    462,23oC pada kecepatan reaktan 18 cm/s

    dengan rasio ekuivalen() = 1,2.

    Sedangkan pada gas buang metana

    temperatur tertinggi adalah 457,83 oCpada kecepatan reaktan 18 cm/s dengan

    rasio ekuivalen() = 1,2. Gambar 9. juga

    menunjukan bahwa temperatur gas buang

    terendah yang dapat dihasilkan oleh

    pembakaran dalam meso-scale combustor

    dengan bahan bakar butana, LPG dan

    metana adalah 412,87oC; 392,93oC;

    385,42oC pada kecepatan reaktan 16 cm/s

    dengan rasio ekuivalen () = 1,2. Tinggi

    rendahnya temperatur gas hasil

    pembakaran dipengaruhi oleh temperaturapi dan temperatur yang diserap oleh

    dinding combustor.

    Gambar 9. Temperatur gas hasil

    pembakaran pada meso-scale combustor

    dengan bahan bakar metana, butana dan

    LPG pada kecepatan reaktan 17cm/s.

    Gambar 9. menjelaskan bahwa

    pengukuran temperatur gas buang saat

    kondisi kecepatan reaktan v= 17 cm/sdengan rasio ekuivalen () = 1,15 ; 1,2

    dan 1,25. Karena gas hasil pembakarana

    sangant bergantung pada temperatur api

    maka ecenderungan grafik sama dengan

    grafik temperatur api. Pada bahan bakar

    butana menghasilkan temperatur gas buang

    yang tertinggi yakni 483,33oC pada rasio

    ekuivalen 1,15 dimana merupakan nilai

    temperaatur tertinggi gas hasil pembakaran

    jika dibandingkan dengan bahan bakar

    LPG dan metana. Sedangkan untuk bahanbakar LPG temperatur gas hasil

    pembakaran tertinggi dihaslkan pada rasio

    ekuivalen 1,25 dengan nilai temperatur

    453,29 oC. Hal ini dikarenakan pada titik

    rasio ekuvalen 1,15 bahan bakar LPG

    berada pada titik dimana api mendekati

    batas titik stabilnya. Untuk bahan bakarmetana temperatur pada rasio ekuivalen

    yang lebih besar mengalami penurunan

    temperatur, dengan temperatur

    tertingginya adalah 445,44 oC pada rasio

    ekuivalen 1,15.

    KESIMPULANDari penelitian yang dilakukan

    pada meso-scale dengan backward facing

    step menggunakan tiga jenis bahan bakar

    yaitu metana ,butana dan LPG adalah:1. Meso-scale berbahan bakar butana dan

    memiliki flame stability limit paling luas

    dibanding dengan LPG yang hanya

    berselisih sedikit dengan butana,

    sementara metana memiliki flame stability

    yang paling rendah.

    2. pada data visualisai nyala api , api yang

    dihasilkan butana lebih terang dari LPG

    dan metana. Pada ketiga bahan bakar

    terlihat lebih terang dengan bertambanya

    kecepatan reaktan.

    3. Temperatur yang dihasilkan pada meso-

    scale combustor dengan bahan bakar

    butanan memiliki temperatur api yang

    lebih tinggi dibawah LPG, sementara

    untuk metana memiliki temperatur paling

    randah.

    4. sama seperti temperatur api, temperatur

    gas hasil pembakaran paling tinggi adalah

    pada bahan bakar butana kemudiang LPG

    dan laing rendah adalah metana.

  • 7/25/2019 jurnal rafandi

    8/8

    8

    DAFTAR PUSTAKA

    Wardana, I.N.G. 2008. Bahan Bakar dan

    Teknologi Pembakaran. PT. Danar

    Wijaya. Malang: Brawijaya University

    Press.

    Fernandes-Pello, C. 2002. Micropower

    Generation Using Combustion: Issues

    and Approaches. Proceedings of The

    Combustion Institute Volume 29

    Issues 1 Page 883-899. Barkeley:

    University of California.

    Maruta, K. 2011. Meso Scale Combustor.

    Proceedings of The Combustion

    Institute Volume 33 Issue 1 Page 125-

    150.

    Mikami, M., Maeda, Y., Matsui, K., Seo,

    T. & Yuliati, L. 2013. Combustion of

    Gaseous and Liquid Fuels In Meso-

    Scale Tubes With Wire Mesh.

    Proceedings of The Combustion

    Institute Volume 34 Issue 2 Page

    3387-3394.

    Yang, W. M., Chou, S. K., Shu, C., Li, Z.

    W., and Xue, H. 2002. Combustion in

    micro-cylindrical combustors with and

    without a backward facing step.

    Applied Thermal Engineering Volume

    22 Page 17771787.

    Coward, H.f., G.W. jones 1952. Limit of

    Flammability of Gases dan Vapour.

    Li, Z.W., Chou, S. K., Shu, C., Xue, H.,and Yang, W. M. 2005.

    Characteristics of premixed flame in

    microcombustors with different

    diameters. Applied Thermal

    Engineering Volume 25 Page 271

    281.