15
INDIKASI PERSALINAN SECTIO CAESAREA BERDASARKAN UMUR DAN PARITAS DI RUMAH SAKIT DKT GUBENG POJOK SURABAYA TAHUN 2011 Maria Trivonia Nurak ¹, Sugiarti ² ABSTRAK Indikasi Persalinan Sectio Caesarea di Rumah Sakit DKT Gubeng Pojok Surabaya Tahun 2011 Oleh: Maria Trivonia Nurak Sectio Caesarea adalah upaya melahirkan janin melalui pembedahan di perut dengan menyayat dinding rahim. Data yang diperoleh di RS DKT Gubeng Pojok Surabaya didapatkan bahwa kejadian Sectio Caesarea cenderung meningkat mulai tahun 2008 – 2009 sebesar 3,23% dan tahun 2009 - 2010 sebesar 0,93%. Tujuan penelitian ini akan menggambarkan indikasi persalinan Sectio Caesarea berdasarkan umur dan paritas ibu di RS DKT Gubeng Pojok Surabaya tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh ibu bersalin dengan setio caesarea di RS DKT Gubeng Pojok Surabaya tahun 2011 sebanyak 459 orang. Pengambilan sampel secara non probability sampling dengan teknik sampling jenuh berjumlah 459 orang. Kemudian dibuat tabulasi frekuensi dan tabulasi silang. Hasil penelitian didapatkan Sectio Caesarea dengan indikasi sebanyak 58,17 % sedangkan Sectio Caesarea non indikasi sebanyak 41,83 %. Mayoritas Sectio Caesarea terjadi pada umur 20 – 35 tahun sebanyak 82,35 % dengan paritas mayoritas multipara sebanyak 57,74 %. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan ibu bersalin yang berumur 20-35 tahun mayoritas mengalami Sectio Caesarea dengan indikasi dibandingkan dengan ibu yang berumur < 20 tahun mengalami Sectio Caesarea non indikasi dengan paritas multipara mengalami Sectio Caesarea dengan indikasi dibandingkan dengan primipara mengalami Sectio Caesarea non

Jurnal Sc Ririn

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Sc Ririn

INDIKASI PERSALINAN SECTIO CAESAREA BERDASARKAN UMURDAN PARITAS DI RUMAH SAKIT DKT GUBENG POJOK SURABAYA

TAHUN 2011

Maria Trivonia Nurak ¹, Sugiarti ²

ABSTRAKIndikasi Persalinan Sectio Caesarea di Rumah Sakit DKT Gubeng Pojok

Surabaya Tahun 2011Oleh: Maria Trivonia Nurak

Sectio Caesarea adalah upaya melahirkan janin melalui pembedahan di perut dengan menyayat dinding rahim. Data yang diperoleh di RS DKT Gubeng Pojok Surabaya didapatkan bahwa kejadian Sectio Caesarea cenderung meningkat mulai tahun 2008 – 2009 sebesar 3,23% dan tahun 2009 - 2010 sebesar 0,93%.Tujuan penelitian ini akan menggambarkan indikasi persalinan Sectio Caesarea berdasarkan umur dan paritas ibu di RS DKT Gubeng Pojok Surabaya tahun 2011.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh ibu bersalin dengan setio caesarea di RS DKT Gubeng Pojok Surabaya tahun 2011 sebanyak 459 orang. Pengambilan sampel secara non probability sampling dengan teknik sampling jenuh berjumlah 459 orang. Kemudian dibuat tabulasi frekuensi dan tabulasi silang.Hasil penelitian didapatkan Sectio Caesarea dengan indikasi sebanyak 58,17 % sedangkan Sectio Caesarea non indikasi sebanyak 41,83 %. Mayoritas Sectio Caesarea terjadi pada umur 20 – 35 tahun sebanyak 82,35 % dengan paritas mayoritas multipara sebanyak 57,74 %. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan ibu bersalin yang berumur 20-35 tahun mayoritas mengalami Sectio Caesarea dengan indikasi dibandingkan dengan ibu yang berumur < 20 tahun mengalami Sectio Caesarea non indikasi dengan paritas multipara mengalami Sectio Caesarea dengan indikasi dibandingkan dengan primipara mengalami Sectio Caesarea non indikasi. Dengan tingginya angka kejadian Sectio Caesarea, perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya kesehatan reproduksi dalam kehamilan dan deteksi dini untuk mengatasi terjadinya komplikasi sehingga perlu adanya pemeriksaan kehamilan secara teratur.

Kata Kunci : SC, Umur, Paritas, Indikasi

Page 2: Jurnal Sc Ririn

A. Pembahasan

Dari penelitian yang dilakukan di RS DKT Gubeng Pojok

Surabaya tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 459 ibu bersalin dengan

operasi Sectio Caesarea, ibu yang berumur 20-35 tahun mayoritas

mengalami Sectio Caesarea dengan indikasi sebanyak 226 orang (59,79

%) dibandingkan dengan ibu bersalin dengan Sectio Caesarea yang

berumur < 20 tahun mayoritas mengalami Sectio Caesarea non indikasi

sebanyak 9 orang (64,29 %). Saifuddin (2009) mengemukakan bahwa usia

20-35 tahun merupakan usia reproduksi wanita dimana di usia tersebut

seorang ibu mampu hamil dalam kondisi yang sehat baik secara fisik

maupun secara psikologis. Pada ibu hamil usia ini dianggap ideal untuk

menjalani kehamilan dan proses persalinan. Direntang usia ini kondisi

fisik wanita dalam keadaan prima dan secara umum siap merawat dan

menjaga kehamilannya, rahimpun sudah mampu memberi perlindungan

atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Kemampuan rahim untuk

mempertahankan kehamilan sangat ditentukan oleh usia ibu.

Meningkatnya usia juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun dan

salah satu akibatnya adalah jaringan rahim yang tidak subur lagi. Jaringan

rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan dengan

bertambahnya usia. Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi

menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi ibu bersalin

dengan Sectio Caesarea mayoritas terjadi pada kelompok umur 20-35

tahun yang merupakan kelompok umur reproduksi yang optimal bagi ibu

untuk hamil dan melahirkan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa kelompok usia >35 tahun dan < 20 tahun merupakan

usia terbanyak dilakukannya sectio sesarea. Penyebabnya kemungkinan

akibat timbulnya faktor resiko yang menyebabkan terjadinya komplikasi

pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau kesakitan pada

ibu dan bayinya.

Page 3: Jurnal Sc Ririn

Komplikasi yang mungkin timbul saat kehamilan juga dapat

mempengaruhi jalannya persalinan sehingga Sectio Caesarea dianggap

sebagai cara terbaik untuk melahirkan janin. Komplikasi tersebut antara

lain hidramnion, gemmeli, kelainan letak, ketuban pecah dini, plasenta

previa, solutio plasenta, toksemia gravidarum, diabetes millitus, dan

kehamilan serotinus. Sesuai dengan penelitian Ezra S. (2007) di Rumah

Sakit Sidikalang yang menyatakan bahwa trend atau kecenderungan ibu

yang mengalami persalinan dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit

Umum Daerah Sidikalang pada tahun 2007 mengalami peningkatan,

dengan proporsi umur terbesar pada kelompok umur 20-35 tahun 78,7%

(USU, 2007). Dan menurut penelitian Nurhasanah (2010) yang

menyatakan bahwa pasien seksio sesarea selama periode Januari 2007-

Desember 2010 di RSU Bhakti Yudha Depok terbanyak didapatkan pada

kategori usia 20-35 tahun sebanyak 227 pasien atau 78 % dari total seluruh

kasus. Hal ini disebabkan oleh perkembangan indikasi baik dari indikasi

medis yaitu faktor ibu dan janin maupun indikasi sosial.

Berdasarkan data di Rumah Sakit DKT Gubeng Pojok Surabaya

dapat diketahui bahwa jumlah ibu bersalin Sectio Caesarea kelompok usia

20-35 tahun paling banyak mengalami Sectio Caesarea dengan indikasi

bekas Sectio Caesarea (previous Sectio Caesarean), ketuban pecah dini,

dan kelainan letak. Selain itu, hal ini juga dikarenakan jumlah ibu yang

hamil dan melahirkan di usia >35 tahun dan < 20 tahun memiliki jumlah

yang lebih sedikit dibandingkan dengan ibu dengan usia kelompok 20-35

tahun. Sementara itu ibu yang berumur dibawah 20 tahun atau diatas 35

tahun sangat berisiko untuk persalinan patologis sebagai indikasi

persalinan sectio caesaria.

Kehamilan ibu dengan usia di bawah 20 tahun berpengaruh pada

kematangan fisik dan mental dalam menghadapi persalinan. Rahim dan

panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya

diragukan kesehatan dan keselamatan janin dalam kandungan. Selain itu

mental ibu belum cukup dewasa sehingga sangat meragukan pada

Page 4: Jurnal Sc Ririn

ketrampilan perawatan diri ibu dan bayinya, sehingga pada usia ini ibu

cenderung mengalami persalinan section caesarea walaupun tanpa

indikasi dengan pertimbangan kekhawatiran ibu akan dirinya dalam

menghadapi proses persalinan dan keselamatan janin dalam kandungannya

(Hutabalian, 2011).

Dari penelitian yang dilakukan pada tabel 5.4, dapat diketahui pula

bahwa ibu yang melahirkan dengan Sectio Caesarea di usia > 35 tahun

juga masih cukup tinggi yaitu dengan indikasi sebanyak 53,73 % dan

tanpa indikasi sebanyak 46,27 %. Pada ibu dengan usia > 35 tahun, terjadi

perubahan pada jaringan alat – alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur

lagi. Selain itu ada kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh

ibu. Bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ini adalah tekanan darah

tinggi dan pre-eklampsi, diabetes gestasional, ketuban pecah dini yaitu

ketuban pecah sebelum persalinan dimulai, persalinan tidak lancar atau

macet, dan perdarahan setelah bayi lahir sehingga sulit lahir pervaginam

dan menyebabkan persalinan harus diakhiri dengan Sectio Caesarea

(Hutabalian, 2011).

Dari data yang diperoleh di Rumah Sakit DKT Gubeng Pojok

Surabaya pada tabel 5.5 diketahui bahwa paritas multipara mayoritas yang

mengalami Sectio Caesarea dengan indikasi sebanyak 196 orang (73,96

%) dibandingkan dengan paritas primipara yang mayoritas mengalami

Sectio Caesarea non indikasi sebanyak 118 orang (65,19 %).

Menurut Saifuddin (2009), paritas yang paling aman adalah

multipara. Primipara dan grande multipara mempunyai angka kematian

maternal lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kematangan dan penurunan

fungsi organ – organ persalinan. Secara umum paritas multipara

merupakan paritas yang paling aman bagi seorang ibu untuk melahirkan

dan masih digolongkan dalam kehamilan dengan risiko rendah. Meskipun

demikian tetap ada factor resiko yang menyebabkan kemungkinan risiko

atau bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat

menyebabkan kematian atau kesakitan pada ibu dan bayinya. Misalnya

Page 5: Jurnal Sc Ririn

pada ibu multipara yang pernah gagal kehamilan, pernah melahirkan

dengan vakum, transfusi darah atau dengan uri dirogoh, serta riwayat

bedah sesar pada persalinan sebelumnya (Rochjati, 2003). Hal ini juga

ditunjang dengan komplikasi yang mungkin terjadi misalnya anemia,

malaria, tuberkulosa paru, diabetes millitus, gemmeli, hidramnion,

serotinus, kelainan letak, preeklamsi/eklamsi, dan perdarahan sebelum

bayi lahir. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah terbesar

multipara melahirkan secara Sectio Caesarea dengan indikasi terbanyak

yaitu riwayat Sectio Caesarea terdahulu (previous Sectio Caesarean),

kelainan letak, dan ketuban pecah dini.

Berdasarkan penelitian pada tabel 5.5 dapat diketahui pula bahwa

ibu grande multipara juga cenderung mengalami persalinan dengan section

caesarea baik itu dengan indikasi sebanyak 61,54 % maupun non indikasi

sebanyak 38,46 %. Hal ini terjadi karena keadaan kesehatan yang sering

ditemukan pada ibu grande multipara adalah kesehatan terganggu karena

anemia dan kurang gizi, kekendoran pada dinding perut dan dinding

rahim. Sementara bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ini adalah

kelainan letak dan persalinan letak lintang, robekan rahim pada kelainan

letak lintang, persalinan lama, dan perdarahan pasca persalinan.

Komplikasi inilah yang memungkinkan adanya indikasi seorang ibu

grande miltipara melahirkan dengan Sectio Caesarea (Rochjati 2003).

Pada ibu dengan paritas primigravida cenderung mengalami persalinan

Sectio Caesarea walaupun tanpa indikasi. Dan biasanya section caesarea

terjadi pada ibu dengan primigravida tua. Dalam hal ini, terdapat beberapa

faktor yang harus dipertimbangkan antara lain ada atau tidaknya segmen

bawah uterus yang baik, kelenturan atau kekakuan serviks dan jaringan

lunak jalan lahir. Jika faktor tersebut merugikan maka operasi Sectio

Caesarea merupakan prosedur yang lebih aman untuk melahirkan bayi

dengan pertimbangan nilai anak yang sangat berharga sehingga lebih

diutamakan keselamatan bayinya (Oxorn, 2010). Selain itu, alasan lain

yang menyebabkan ibu primigravida mengalami persalinan section

Page 6: Jurnal Sc Ririn

caesarea tanpa indikasi adalah demi keharmonisan keluarga dan

kehidupan seksual (Manuaba, 2003). Adanya ketakutan dan kecemasan

dalam menghadapi rasa sakit dalam waktu lama dan kerusakan jalan lahir

(vagina) sebagai akibat dari persalinan normal, menjadi alasan ibu

memilih bersalin dengan cara Sectio Caesarea (Wiknjosastro, 2006).

B. Analisa Penyusun Pada Saat di Lahan

Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin

dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono , 2005).

Istilah Sectio Caesarea berasal dari kata latin caedere yang artinya

memotong, pengertian ini semula dijumpai dalam Roman Law (Lex

Regia) dan emperior’s Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang

menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal

harus dikeluarkan dari dalam rahim. Ada beberapa istilah dalam Sectio

Caesarea diantaranya adalah Sectio Caesarea primer (efektif ) yaitu dari

semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara Sectio

Caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa misalnya pada panggul

sempit. Sectio Caesarea sekunder yaitu dalam hal ini kita bersikap

mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan) bila tidak ada

kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan Sectio

Caesarea. Sectio Caesarea ulang (repeat caesarean section) yaitu ibu pada

kehamilan yang lalu mengalami Sectio Caesarea (previous caesarean

section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang

(Rustam Mochtar, 1987: 117).

Dr. Pisake Lumbiganon dkk. Dari khon kaen University, Thailand,

menyatakan bahwa angka Sectio Caesarea secara keseluruhan adalah

27,3% dan angka persalinan vaginal operatif 3,2%. Indikasi tersering

Sectio Caesarea adalah riwayat Sectio Caesarea, disproporsi sefalopelvik,

fetal distress, dan presentasi abnormal. China menunjukan angka Sectio

Caesarea tertinggi yaitu 46,2% dan mempunyai tindakan operasi tanpa

indikasi terbesar yaitu 11,7%. Negara kedua tertinggi untuk Sectio

Page 7: Jurnal Sc Ririn

Caesarea tanpa indikasi adalah Vietnam dengan angka 1%. (Departemen

Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, 2010).

Angka kejadian Sectio Caesarea di Indonesia menurut survei

nasional tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar

22,8% dari seluruh persalinan. Di Indonesia angka persalinan dengan

Sectio Caesarea mengalami peningkatan dari 5% menjadi 20% dalam 20

tahun terakhir. Dan tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35.7% -

55.3% ibu melahirkan dengan prosesSectio Caesarea.(Indiarti, 2007).

Berdasarkan pengalaman penyusun dan data dari rekam medik

RSMS Purwokerto dari tanggal 2 September sampai tanggal 17 September

didapatkan data bahwa jumlah angka persalinan secara Sectio

Caesarea sebanyak jiwa. jiwa SC yang dilakukan oleh

primipara, dan jiwa dengan multipara. Dari data tersebut dapat

disimpulkan angka persalinan dengan Sectio Caesarea masih tinggi.

Adapun beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani

melalui Sectio Caesarea, yaitu adanya komplikasi lain yang dapat terjadi

saat tindakan Sectio Caesarea dengan frekuensi di atas 11%, antara lain

cedera kandung kemih, cedera rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera

pada usus, dan infeksi yaitu infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat

berkemih, usus, serta infeksi akibat luka operasi. Pada Sectio

Caesarea yang direncanakan angka komplikasinya kurang lebih 4,2%

sedangkan untuk operasi caesar darurat (Sectio Caesarea emergency)

berangka kurang lebih 19%. Setiap tindakan Sectio Caesareamemiliki

tingkat kesulitan berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet

dengan kedudukan kepala janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering

terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau cedera pada kandung kemih

(robek). Sedangkan pada kasus bekas operasi sebelumnya dimana dapat

ditemukan perlekatan organ dalam panggul sering menyulitkan saat

mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera pada kandung

kemih dan usus.

Page 8: Jurnal Sc Ririn

Menurut asumsi penyusun, tindakan SC yang dilakukan pada

pasien RSMS di ruang Flamboyan cukup tinggi karena banyak indikasi

pada pasien tersebut untuk dilakukannya SC demi menurunkan angka

resiko kematian ibu dan bayi karena komplikasi kehamilan. Tetapi

pandangan ini tidak sesuai dengan jurnal yang dikemukakan pada

presentasi kali ini, dimana pasien SC dengan multipara lebih banyak

daripada primipara. Sedangkan di RSMS Purwokerto, pasien dengan

primipara yang dilakukan SC lebih banyak terjadi dikarenakan berbagai

indikasi, seperti KPD, CPD, Letak Lintang, Presbo, Plasenta Previa dll.

Penyebab indikasi tersebut juga erat kaitannya dengan faktor pengetahuan

dan pendidikan para ibu primigravida. Lebih dari 50 % pasien ibu

melahirkan di RSMS Purwokerto berusia kurang dari 20 tahun, ini juga

sebagai faktor penunjang terjadinya komplikasi pada kehamilan seperti

PEB dll.

C. Implikasi Keperawatan

Hasil dari pengalaman melakukan asuhan keperawawatan

maternitas merupakan salah satu keberhasilan dalam proses pembelajaran.

Keperawatan maternitas merupakan salah satu bentuk pelayanan

keperawatan profesional yang ditujukan kepada wanita pada masa usia

subur (WUS) berkaitan dengan system reproduksi, kehamilan, melahirkan,

nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari,

beserta keluarganya, berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam

beradaptasi secara fisik dan psikososial untuk mencapai kesejahteraan

keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

Dalam memberikan asuhan keperawatan diperlukan kebijakan

umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar

operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien

dan jaminan informasi yang diberikan. Perawat memiliki komitmen

menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan

Page 9: Jurnal Sc Ririn

pasien sesuai kode etik keperawatan, dan dengan  persetujuan dari pasien

dan keluarga sesuai dengan kemampuan sosial ekonomi masing- masing.

Trend dalam keperawatan maternitas post partum dalam kejadian

ini adalah tingginya angka kejadian SC pada ibu primigravida yang

berusia kurang dari 20 tahun. Selain itu status reproduksi berpotensi

menambah resiko kematian akibat SC karena komplikasi yang ditimbulkan

bermacam – macam.

Salah satu upaya pemerintah untuk menekan angka kejadian

section caesarea adalah dengan mempersiapkan tenaga kesehatan yang

terlatih dan terampil agar dapat melakukan deteksi dini dan pencegahan

komplikasi pada ibu hamil selama kehamilan sehingga kemungkinan

persalinan dengan Sectio Caesarea dapat diminimalkan dan dicegah sedini

mungkin. Selain itu, peran petugas kesehatan pun sangat dibutuhkan yaitu

pada saat pemeriksaan antenatal care. Petugas kesehatan diharapkan

mampu memberikan konseling mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat

operasi Sectio Caesarea sehingga masyarakat memahami dan angka

kejadian bedah Sectio Caesarea dapat ditekan (Depkes RI, 2009).

Petugas kesehatan juga dapat membantu memberikan Komunikasi

Informasi dan Edukasi (KIE) misalnya: dengan memberikan penyuluhan

tentang pentingnya kesehatan reproduksi dalam kehamilan dan pentingnya

upaya deteksi dini kehamilan dan persalinan melalui pemeriksaan

kehamilan yang teratur minimal 4 kali selama kehamilan untuk mencegah

terjadinya penyulit. Selain itu, petugas kesehatan juga perlu memberikan

penyuluhan selama proses antenatal care tentang keuntungan dari

persalinan pervaginam dan dampak-dampak negatif yang dapat timbul

bagi ibu dan bayi jika melakukan persalinan Sectio Caesarea, agar

nantinya ibu hamil dapat menentukan cara persalinan yang paling tepat

untuk dirinya sehingga angka kematian ibu dan anak bisa ditekan sesuai

dengan target pencapaian MDGs 2015.

Page 10: Jurnal Sc Ririn

A. Latar Belakang

B. Ringkasan Kasus

C. Refleksi Kasus

D. Solusi/ Tindak Lanjut