Jurnal Syaraf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

Citation preview

ANALISA JURNAL

I. JUDULPerbedaan Kejadian Plebitis antara Penggunaan Kassa Steril Betadin dan Curapor IV Dressing dalam Tehnik Pemasangan Infus pada Ekstremitas Atas di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

II. PENULISBekti Rahayu

III. TEMPAT DAN WAKTUPenelitian ini dilakukan di RS Roemani Muhammadiyah Semarang. Waktu penelitian dari Januari sampai maret 2009.

IV. INTISARI JURNALPlebitis adalah peradangan yang mengenai lapisan endothelia dalam vena yang disebabkan oleh kimia maupun bakteri. Mikroorganisme di kulit pasien memperoleh akses ekstraluminal dari titik insersi. Curapor iv dressing adalah bahan pelindung daerah insersi yang bersifat menyerap, hipoalergi dan steril. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengidentifikasi kejadian plebitis pada penutupan daerah insersi dengan kassa steril betadin dan curapor iv dressing. Metode quasi eksperimen dengan jumlah 36 responden untuk masing masing kelompok, pengambilan sampelnya non probability sampling dilaksanakan secara purposive sampling. Variabel yang diteliti adalah penutupan daerah insersi dengan kasa steril betadin dan curapor iv dressing kejadian plebitis. Analisa data menggunakan uji statistik Mann Whitney U Test diperoleh hasil tidak ada perbedaan kejadian plebitis antara penggunaan penutup daerah insersi dengan kassa steril betadin dan curapor iv dressing.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi exsperimen) dalam penelitian ini adalah pasien baru di rawat inap R. Hasan RS Roemani Muhammadiyah Semarang dengan kriteria inklusi sebagai berikut : pasien baru umur 15- 45 tahun, pemasangan iv kateter di ekstremitas atas, minimal terpasang infuse 72 jam.Sampel diambil secara non probability sampling dan dilaksanakan secara purposive sampling2. Jumlah sampel dua proporsi independent n 1= n2 = 36.Adapun hasil distribusi frekuensi pemasangan infus dengan penutupan daerah insersi kassa betadin dan currapor iv dressing berdasarkan kejadian plebitis di ruang Hasan RS Roemani Muhammadiyah Semarang, pada bulan Januari hingga Maret 2009 adalah:VariabelJumlahPersentase

Kassa betadin

Tidak Plebitis 2672,20%

Plebitis ringan 719,40 %

Plebitis sedang 12,70%

Plebitis berat 25,50%

Currapor iv dressing

Tidak Plebitis 3083,30%

Plebitis ringan 411,10%

Plebitis sedang 00%

Plebitis berat 25,50%

Dari uji statistik diperoleh Z nilai 1,087 (Z alpha 0,05) berarti Ho gagal ditolak atau tidak ada perbedaan kejadian plebitis antara penutupan daerah insersi denagn kassa betadin steril dan currapor iv dressing.Berdasarkan tabel , kejadian plebitis menurut skala INS, plebitis yang terjadi berada pada tingkat yang paling ringan, ditandai dengan adanya nyeri. Kejadian plebitis ringan ditemukan pada responden dengan lokasi pemasangan infus di vena metakarpal sebesar 30,8%. Pemasangan pada area ini membutuhkan kanul yang berdiameter paling kecil. Pada vena yang berdiameter kecil, maka kemungkinan terjadinya plebitis mekanik akibat pergerakan kateter dalam vena lebih besar kemungkinan penyebab lain adalah jenis cairan Kejadian plebitis ditemukan pada 25% dari 24 responden yang diberi terapi RL. Di dapatkan pula 25% dari 4 responden dengan cairan dengan cairan NaCL 0,9% dengan plebitis sedang dan 50% dari 4 responden dengan cairan NaCl 0,9% plebitis berat. Presentase terbanyak yaitu pada cairan NaCL 0,9%.Adapun komposisi cairan tersebut adalah cairan isotonic dengan osmolaritas 308 m Osm/L terdiri dari Na154 dan Cl 154. Pada penelitian ini plebitis berat terjadi pada responden dengan pemberian terapi airan NaCl dan mendapat terapi sitostatika.

Angka kejadian plebitis dengan currapor iv dressing diperoleh data 83,3% tidak plebitis, 11,1% plebitis ringan, dan 0% phlebitis sedang dan 5,5% plebitis berat. Hal lain yang mempengaruhi plebitis adalah lokasi pemasangan infus. Berdasarkan lokasi pemasangan infus didapatkan plebitis ringan pada vena metakarpal 13,3%. Kejadian ini lebih sedikit bila di bandingkan dengan penutupan daerah insersi dengan kassa betadin yaitu 30,8%. Berdasarkan jenis cairan pada pemasangan infus dengan penutup currapor didapatkan pada responden dengan terapi cairan NaCl 0,9% yaitu 33,% dengan kategori plebitis berat. Hal ini terjadi pada responden dengan diagnosa medis Ca.Mammae dan mendapat terapi sitostatika. Diketahui kejadian plebitis paling tinggi terjadi pada pasien cacat kekebalan, pasien yang memerlukan nutrisi parenteral dan mendapat terapi sitostatika.

V. TEORI YANG MENDUKUNG Oleh Elliott et al. 1995 banyak infeksi terjadi karena mikroorganisme di kulit pasien memperoleh akses secara ekstraluminal dari titik insersi. Lohmann Rauscher mengemukakan kejadian plebitis akan lebih rendah dengan curapor iv dressing. Currapor iv dressing bersifat hipoalergi dan menyerap untuk melindungi dan mempertahankan kondisi steril pada lokasi sekitar iv kateter. Hasil penelitian Yenni, 2003 di RS Roemani ditemukan angka kejadian plebitis masih tinggi yaitu sebesar 55% dari dari 60 sampel di ruang Khotijah. Sesuai yang dikemukakan Clarke dan Raffin 1990, bahwa semakin lama alat berada di tempatnya, semakin besar resiko pembentukan lapisan hayati, kolonisasi dan infeksi.

VI. ANALISA JURNAL Kelebihan jurnal Pada judul menyebutkan secara lengkap tempat penelitian Pada abstrak terhitung hanya 137 jumlah kata, sehingga masih sesuai aturan penulisan karena dibawah 200 kata Pada abstrak, peneliti menyebutkan tujuan, metode penelitian, cara pengambilan sampel dan gambaran jumlah responden Pada pembahasan menunjukkan faktor dari tindakan keperawatan saat pemasangan infus yaitu faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian plebitis ini termasuk : tipe bahan kateter, lamanya pemasangan, tempat insersi, jenis penutup (dressing), cairan intravena yang digunakan, kondisi pasien, teknik insersi kateter, dan ukuran kateter.

- Kekurangan jurnal Pada judul jurnal, peneliti tidak menyebutkan tahun penelitian. Peneliti juga tidak menggambarkan secara lengkap kriteria sampel yang akan diteliti. Seharusnya judul jurnal Perbedaan Kejadian Plebitis antara Penggunaan Kassa Steril Betadin dan Curapor IV Dressing dalam Tehnik Pemasangan Infus pada Ekstremitas Atas pada pasien umur 15-45 tahun di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Tahun 2009 Pada abstrak, peneliti tidak mencantumkan data piramida terbalik terkait dengan penelitian sebelumnya. Peneliti juga tidak menyebutkan sumber teori yang digunakan dalam isi abstrak. Seharusnya peneliti mencantumkan data seperti dari WHO, Dinas Kesehatan Indonesia atau Daerah sebagai perbandingan angka kejadian phlebitis. Pada abstrak, peneliti tidak menjelaskan gambaran secara kuantitas hasil dari penelitian. Peneliti juga tidak memiliki abstrak dalam versi bahasa inggris.seharusnya peneliti memberikan keterangan berapa angka pasti dari hasil penelitian pada abstrak. Pada latar belakang, peneliti hanya menggunakan 1 teori penelitian pembanding saja, seharusnya peneliti memberikan beberapa teori sebagai penguat penelitian. Pada pembahasan, peneliti hanya menggunakan standar kejadian rekomendasi oleh INS, tidak menggunakan skor visual phlebitis dari angka 0 sampai 5 Dalam pembahasan, peneliti juga tidak mencantumkan tanggal penelitian. Peneliti tidak menyebutkan karakteristik penyakit yang di derita klien yang menjadi sampel penelitian secara spesifik. Peneliti juga tidak menyebutkan terapi obat apa saja yang didapatkan klien saat penelitian berlangsung serta berapa jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh klien secara spesifik. Pada kesimpulan peneliti tidak memasukkan pendapat peneliti sendiri. Seharusnya selain menuliskan hasil penelitian, pada kesimpulan sebaiknya ada pendapat sendiri yang menyimpulkan hasil penelitian.

F. KESIMPULAN DAN SARANDari jurnal ini dapat disimpulkan bahwa kejadian plebitis pada pemasangan infus dengan penutupan daerah insersi dengan kassa steril betadin terdapat 27,8% dan rata rata 0,42 . Kejadian phlebitis pada pemasangan infuse dengan penutupan daerah insersi dengan currapor iv dressing sebanyak 16,6% dan rata rata 0,28. Tidak ada perbedaan kejadian plebitis antara penutupan daerah insersi dengan kassa steril betadin dan currapor iv dressing, sehingga dengan prinsip steril pada tehnik pemasangan infus keefektifan kassa steril dan currapor adalah sama.Jurnal ini menambah pengetahuan kita selaku tenaga kesehatan bahwa kejadian phlebitis dirumah sakit rata-rata masih tinggi. Plebitis dapat merugikan pasien jika tidak segera kita tangani karena akan menimbulkan rasa nyeri pada pasien. Sebagai tenaga perawat yang merupakan tenaga kesehatan terdekat dengan pasien, kitalah yang berperan besar untuk mengurangi kejadian plebitis ini. Menjaga kesterilan pelaku, lingkungan dan alat-alat yang akan digunakan untuk pemasangan infus adalah caranya. Sehingga diharapkan resiko kejadian plebitis yang timbul dapat seminimal mungkin.

VII. SUSUNAN PANITIAKetua : Rabiatul MahfuziahWakil: M. HafizBendahara: IndrianiSekretaris: Nita HardiyantiModerator: M. FadliPenyaji: Yeyen Raina OlvianiNotulen: Norma ElianiSeksi Perlengkapan : Candra WiragunaSeksi Konsumsi: Feria Herianti

DAFTAR PUSTAKAArikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Jakarta : EGC.

Brooker, C & Gould, D ( 2003 ). Mikrobiologi Terapan untuk Perawat , Jakarta : EGC

Kat Zung, B.G ( 1992 ) Farmakologi Dasar dan Klinik ( Edisi 3 ), Jakarta : EGC

Kozier, B ( 2000 ) Fundamental of Nursing Concept and Prosedur, Mosby Company

Nursalam ( 2003 ) Konsep dan penerapan metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,

Campbell, Pujasari, (2002), Angka Kejadian Plebitis dan Tingkat Keparahannya, RS Jakarta, Jurnal Keperawatan Idonesia, Jakarta:FKUI

Sharon, M & Weinstein, ( 2000 ). Buku Saku Terapi Intra Vena Edisi 2, Jakarta : EGC

Smeltzer, Sc & Bare, B.G ( 2004 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 8). Jakarta ; ECG

Tim RS MMC (2002) Pelatihan Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial, Jakarta

Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar. Edisi5. Jakarta: EGC Poter, Perry. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi 4 vol 2. Jakarta : EGC. Kusyati, Eni. dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur laboratorium. Jakarta. EGC. Hidayat,A Aziz alimul dan musrifatul ulyah. 2005. Buku Saku: Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC. Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin.2007.Buku Ajar: Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC Arifianto.2006.Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids). http://www.sehatgroup.web.id/?p=20.admin.16 Maret 2014. 04:00Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L. (2010). Infusion Nursing : An Evidence Based Approach. Saunders Elsevier Inc.

Charney, P., & Malone, A. (2007). ADA Pocket Guide to Parenteral Nutrition. American Dietetic Asociation : United State of America

Darmawan, I. (2008). Flebitis, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?.

Djojosugito, M Ahmad et. al. 2001. Buku Manual Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. IDI, Jakarta.

Farichah, H., Djasri, H., Kuntjoro, T. (2006). Pengalaman dalam penyusunan Standar Pelayanan Minimal RS Sebagai bagian dari persyaratan Badan Layanan Umum. Buletin IHQN Volume II/Nomor. 03.

Hamilton, H. (200). Total Parenteral Nutrition : A Practical Guide for Nurses. Harcourt Publisher: London.

Ian D, Bier. (2000;5(4):347-354). Peripheral Intravenous Nutrition Therapy ; Outpatient, Office-Based Administration

Nassaji, M., & Ghorbani, R. (2007). Peripheral Intravenous catheter related phlebitis and related risk factors. Singapore Medicine Journal 48 (8) : 733.

Potter, Patricia A. and Perry, Anne G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan Praktik. EGC, Jakarta

Royal College of Nursing. (2010). Standards for Infusion Therapy (3th ed). RCN IV forum.

Sharon Wienstein, Ada Lawrence Plumer, (2007). Principles and practice of intravenous therapy, edisi 8. Lippincott Wiliams & Wilkins

Smeltzer, Suzanne C.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Editor Suzanne C. smeltzer. Alih Bahasa Monika Ester. EGC, Jakarta.

19