25
Juni 2014 Volume : 05, Nomor : 01 Nuril Badriyah dan Ahmad Nurudin Purnomo Studi Perbandingan Peran Makelar Dalam Jual Beli Sapi Potong Di Pasar Hewan Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan dengan Pasar Hewan Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik Edy Susanto Standar Penanganan Pasca Panen Daging Segar Mufid Dahlan dan Nur Hudi Perbedaan Daya Tetas Telur dari berbagai Hari Bertelur Pada Ayam Bangkok Di Desa Dermolemahbang Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan A LAMAT R EDAKSI : K AMPUS P USAT UNISLA, J L . V ETERAN N O .53A L AMONGAN T ELP / FAX (0322) 324706, WEBSITE : HTTP:/WWW.JURNALTERNAK.WORDPRESS.COM ISSN 2086 - 5201 JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN JURNAL TERNAK

Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

  • Upload
    dangbao

  • View
    224

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

Jurnal Ternak, Vol. 05, No. 01, Juni 2014

i

ISSN 2086 - 5201

Juni 2014 Volume : 05, Nomor : 01

Nuril Badriyah dan Ahmad Nurudin Purnomo Studi Perbandingan Peran Makelar Dalam Jual Beli Sapi Potong Di Pasar Hewan Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan dengan Pasar Hewan Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik Edy Susanto Standar Penanganan Pasca Panen Daging Segar Mufid Dahlan dan Nur Hudi Perbedaan Daya Tetas Telur dari berbagai Hari Bertelur Pada Ayam Bangkok Di Desa Dermolemahbang Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan

A L A M A T R E D A K S I : K A M P U S P U S A T U N I S L A , J L . V E T E R A N N O . 5 3 A L A M O N G A N T E L P / F A X ( 0 3 2 2 ) 3 2 4 7 0 6 , W E B S I T E : H T T P : / W W W . J U R N A L T E R N A K . W O R D P R E S S . C O M

ISSN 2086 - 5201

JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

JURNAL TERNAK

Page 2: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

Jurnal Ternak, Vol. 05, No. 01, Juni 2014

i

ISSN 2086 - 5201

JURNAL TERNAK

JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan diterbitkan sebagai media penyampaian ilmu, teknologi dan informasi ilmiah di bidang peternakan. Jurnal ini memuat tulisan berupa hasil penelitian, hasil pengabdian masyarakat, kajian pustaka dan atau review jurnal yang diterbitkan secara berkala 2 kali dalam setahun (juni – desember)

Editor Pengelolah Ir. Wardoyo, M.MA

Edy Susanto, S.Pt, M.P. Ir. Mufid Dahlan, M.MA

Dewan Editor Ilmiah

Prof. Dr. Ir. Ifar Subagiyo, M.Agr.St, F.Peternakan UB Firman Jaya, S.Pt, M.P., F. Peternakan UB

Alamat Redaksi Kampus Pusat UNISLA, Jl. Veteran 53A Lamongan, Telp/Fax (0322) 324706, Website :

http:/www.jurnalternak.wordpress.com

Page 3: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

Jurnal Ternak, Vol. 05, No. 01, Juni 2014

ii

ISSN 2086 - 5201

DAFTAR ISI

1. Studi Perbandingan Peran Makelar Dalam Jual Beli Sapi Potong Di Pasar Hewan Kecamatantikung Kabupaten Lamongandengan Pasar Hewan Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik Nuril Badriyah dan Ahmad Nurudin Purnomo ...................................................... 1

2. Perbedaan Daya Tetas Telur Dari Berbagai Hari Bertelur Pada Ayam Bangkok Di Desa Dermolemahbang Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan Mufid Dahlan dan Nur Hudi ................................................................................... 10

3. Standar Penanganan Pasca Panen Daging Segar Edy Susanto ............................................................................................................ 15

Page 4: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

1 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

1

ISSN 2086 - 5201

STUDI PERBANDINGAN PERAN MAKELAR DALAM JUAL BELI SAPI POTONG DI PASAR HEWAN KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN DENGAN PASAR HEWAN

KECAMATAN BALONGPANGGANG KABUPATEN GRESIK

Nuril Badriyah* dan Ahmad Nurudin Purnomo*

*. Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan peran makelar dalam menaikkan harga di pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten Lamongan dengan pasar hewan di kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik. Secara umum di pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten lamongan dengan pasar hewan kecamatan balongpanggang kabupaten gresik ada perbedaan peran makelar. Dalam hal karakter jumlah sapi yang ditransaksikan, keuntungan di tingkat makelar, bentuk kerja sama sesama makelar, teknis transaksi dan konflik yang terjadi. Hal ini juga berpengaruh bahwa harga jual beli sapi potong di pasar hewan kecamatan balongpanggang kabupaten Gresik lebih tinggi dari pada pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten Lamongan. Kerja sama yang erat sesama makelar dapat ditingkatkan dengan membentuk perkumpulan berupa paguyuban atau koperasi sehingga memiliki kekuatan hukum dan kekuatan modal untuk memperluas jaringan dan keuntungan yang semakin menjanjikan.

KATA KUNCI : Makelar, Sapi Potong

PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil PSPK tahun 2011 disebutkan bahwa populasi sapi potong di Indonesia pada tahun 2011 tercatat berjumlah 14,8 juta ekor. Secara regional/pulau, populasi sapi potong sebagian besar besar terdapat di pulau Jawa sebanyak 7,5 juta ekor atau 50,74 persen dari total populasi sapi potong di Indonesia. Kemudian di pulau Sumatra sebanyak 2,7 juta ekor atau 18,40 persen. Di pulau Bali dan Nusa Tenggara tercatat sebanyak 2,1 juta ekor atau 14,19 persen. Di pulau Sulawesi terdapat sebanyak 1,8 juta ekor atau 11,97 persen, sedangkan sisanya berada di pulau Kalimantan, Maluku, dan Papua dengan jumlah populasi masing-masing kurang dari 0,5 juta ekor. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan populasi sapi potong terbesar di Indonesia yakni sebanyak 4,7 juta ekor atau 31,93 persen dari populasi sapi potong di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah menduduki posisi kedua dengan populasi sebanyak 1,9 juta ekor. Provinsi lain yang memiliki populasi sapi potong cukup besar yaitu lebih dari 0,5 juta ekor, tercatat berturut-turut adalah Sulawesi Selatan dengan jumlah 984 ribu ekor atau 6,65 persen, disusul Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 778,2 ribu ekor atau 5,26 persen. Selanjutnya adalah provinsi Lampung sebanyak 742,8 ribu ekor atau 5,02 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 685,8 ribu ekor atau 4,63 persen, provinsi Bali sebanyak 637,5 ribu ekor atau 4,31 persen, dari provinsi Sumatra Utara tercatat sebanyak 541,7 ribu ekor atau 3,66 persen dari populasi sapi potong di Indonesia (PSPK, 2011.) Dengan jumlah populasi sebesar itu pangsa pasar sapi potong di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, merupakan yang terbanyak dan membuka ruang kesempatan yang besar bagi banyak orang dalam transaksi jual beli sapi potong. Bisnis jual beli sapi potong dalam realitanya tidak hanya melibatkan penjual dan pembeli, tetapi diperlukan jasa perantara yang proaktif untuk melancarkan transaksi di dalamnya. Jasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik dalam jual beli maupun sewa-menyewa. Orang pun mengenal beragam istilah untuk perantara properti, mulai dari makelar, calo, agen hingga broker. Manfaat dasar jasa perantara adalah mempercepat terjadinya transaksi. Dengan sistem, jejaring, pengetahuan administrasi, dan analisa berkait keproprtian yang dimiliki, perantara bisa bermanfaat bagi penjual maupun pembeli properti. Perantara bisa berupa perseorangan maupun jasa layanan dari sebuah perusahaan yang memiliki jaringan lokal se-kabupaten hingga yang punya kantor di banyak negara. Dalam kenyataan sehari-hari yang terdapat dalam lingkungan masyarakat, istilah untuk pelaku jasa perantara lazim disebut sebagai makelar. Istilah ini diambil dari bahasa Belanda

Page 5: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

2 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

2

ISSN 2086 - 5201

makelaar. Sekarang makelar identik dengan jasa perantara yang masih tradisional, dalam arti pelakunya masih perseorangan, tidak memiliki sistem administrasi yang baku dan rapi serta tidak bernaung dalam sebuah perusahaan yang legal. Peran makelar pun lebih banyak selesai pada tahap mempertemukan penjual dan pembeli, termasuk di dalamnya yang terjadi dalam perdagangan sapi potong di pasar-pasar hewan. Lokasi pasar sapi potong yang dekat dengan para peternak di kabupaten Lamongan adalah di desa Guminingrejo kecamatan Tikung dan di kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik. Kedua pasar ini mempunyai keunikan tersendiri dalam hal tata niaga sapi potong terutama kondisi makelar yang ada di masing-masing pasar hewan tersebut. Di pasar hewan kecamatan Tikung harganya lebih rendah dibandingkan dengan pasar hewan di kecamatan Balongpanggang khususnya sapi jenis limousin, simental, dan brahman. Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang peran makelar dalam tata niaga sapi potong di kedua pasar hewan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan peran makelar dalam menaikkan harga di pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten Lamongan dengan pasar hewan di kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2012 sampai dengan tanggal 15 Juli

2012. Tempat penelitian adalah pasar hewan di kecamatan Tikung kabupaten Lamongan dan pasar hewan di kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik.

Materi Penelitian Materi penelitian ini adalah kuisioner dan makelar dalam jual beli sapi potong, dengan

mengajukan pertanyaan kepada responden (makelar). Jenis sapi yang diperjualbelikan di kedua pasar ini secara umum adalah sapi limousin, simental, brahman, dan peranakan ongole (PO). Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah bolpoin beserta lembar pertanyaan.

Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, yaitu dengan

melakukan pengamatan langsung dan wawancara di lapangan untuk mengetahui objek yang akan diteliti.

Suatu survey yang mencakup seluruh populasi menjadi objek studi disebut sensus. Sedangkan survey yang mempelajari sebagian populasi dinamakan sampel survey (PSPK, 2011).

Pengambilan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data

sekunder. Data primer dikumpulkan dengan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan responden, menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder dikumpulkan dari Kantor Dinas Peternakan Lamongan dan lokasi penelitian. Data sekunder juga diperoleh dari kepustakaan dan lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian ini.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Metode sampling yang digunakan adalah purpose sample yaitu kalangan penjual,makelar dan pembeli,total responden adalah 60 orang dimana 30 orang di pasar hewan tikung dan 30 orang di pasar balongpanggang.

Variabel Pengamatan Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian

yang memiliki nilai lebih dari satu. Adapun variabel pengamatan dalam penelitian ini adalah: 1. Profil/data diri makelar. 2. Asal usul menjadi makelar. 3. Alasan menjadi makelar 4. Jumlah sapi yang ditransaksikan. 5. Keuntungan yang diambil makelar. 6. Bentuk kerja sama sesama makelar.

Page 6: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

3 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

3

ISSN 2086 - 5201

7. Teknis transaksi 8. Alasan konflik.

Analisis Data Data yang terkumpul disederhanakan dalam bentuk tabulasi dan skematik untuk

memudahkan analisis dan perhitungan dengan menggunakan statistik, prosentase dan distribusi frekuensi. Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan profil, kondisi harga, dan teknis makelar dalam pemasaran sapi potong. Jadi dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif, karena data yang dikumpulkan berupa rumus-rumus statistik yang berupa hitungan-hitungan yang selanjutnya dipaparkan sebagai hasil analisis data. (philipkotler,2005 dalam muslimin,2012). HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Geografis Pasar Hewan Kecamatan Tikung Lamongan Pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten Lamongan tepatnya terletak di desa

Guminingrejo. Desa tersebut merupakan salah satu desa dari 13 desa yang ada di kecamatan Tikung. Jarak desa Guminingrejo dengan kabupaten Lamongan kurang lebih 7 km. Letak geografis desa Guminingrejo adalah sebagai berikut: sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Kembangbahu, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Kembangbahu, sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Lamongan, dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Sarirejo. (data statistik kecamatan Tikung, 2012).

Luas wilayah desa Guminingrejo adalah 188,30 ha, terdiri atas 3 dusun, dengan jumlah KK sekitar 375 orang. Jumlah penduduk laki-laki sekitar 834 orang dan penduduk perempuan sekitar 834 orang, jadi secara keseluruhan jumlah penduduknya sekitar 1.668 orang. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani pemilik lahan, peternak sapi potong, wiraswasta, dan sebagian kecil menjadi pegawai negeri sipil atau pegawai swasta. (data statistik kecamatan Tikung, 2012).

Pasar hewan desa Guminingrejo kecamatan Tikung kabupaten Lamongan terletak di tepi sebelah barat jalan raya Lamongan – Mantup. Untuk perdagangan jual beli sapi dilaksanakan setiap hari Minggu, sedangkan untuk jual beli kambing dilaksanakan setiap hari pasaran pon.

Karena letaknya di tepi jalan raya, maka sangat memudahkan bagi penjual dan pembeli dalam hal transportasi. Sangat jarang ditemukan ternak yang diperjualbelikan dibawa dengan jalan kaki. Pemandangan yang tampak adalah banyaknya kendaraan truk dan colt untuk memuat ternak, sedangkan sepeda motor menjadi kendaraan bagi banyak pembeli yang datang ke pasar hewan tersebut.

Kondisi Geografis Pasar Hewan Kecamatan Balongpanggang Gresik Kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik terletak di arah barat daya kota Gresik

berjarak sekitar 30 km. Di sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Mantup Lamongan, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Benjeng, sebelah selatan dengan kecamatan Dawarblandong Mojokerto, dan sebelah utara dengan kecamatan Sarirejo Lamongan. Kecamatan ini membawahi 25 administrasi pemerintahan desa, tipe daerah agraris, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Di kecamatan ini terkenal dengan ’Pasar Kemis’, yaitu pasar hewan (sapi dan kambing) yang ada setiap hari Kamis. Dulu terletak di lapangan Surojenggolo desa Kedungpring, namun sekarang sudah pindah ke lapangan desa Balongpanggang. (data statistik kecamatan Balongpanggang, 2012).

Desa Balongpanggang menjadi ibu kota kecamatan. Kantor Muspika (Kecamatan, Koramil, dan Polsek), Puskesmas, UPT Dinas Pendidikan berada di wilayah ini. Ramainya pasar desa Balongpanggang menjadi pusat bisnis dan perputaran uang, tempat berkumpulnya banyak orang, menambah terkenalnya desa ini. Ditambah lagi ada terminal lyn BP, Balongpanggang – Pasar Turi, menjadi semakin dikenal bahkan sampai Surabaya.

Tata Niaga (Jual Beli) Perdagangan Sapi Potong Hampir 100% petani peternak menjual sapi potong kepada atau melalui pedagang

pengumpul desa. Artinya peran pedagang pengumpul desa bagi petani peternak selain sebagai pedagang sapi potong juga sebagai perantara atau makelar bagi petani peternak, baik yang ingin menjual kepada peternak tetangga atau yang ingin menjual kepada petani peternak atau pedagang-pedagang yang ada di pasar hewan.

Page 7: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

4 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

4

ISSN 2086 - 5201

Dalam melakukan pembelian dan penjualan sapi potong pedagang pengumpul desa akan menentukan harga berdasarkan taksiran bobot badan sapi, hal ini karena di pasar hewan jarang melakukan transaksi dengan memakai timbangan sapi. Selain itu penentuan harga sapi potong juga berdasarkan umur sapi, kondisi tubuh sapi, dan berdasarkan jenis kelamin sapi.

Untuk mengurangi resiko terjadinya perubahan harga sapi potong, pedagang pengumpul desa akan tetap ke pasar hewan meskipun tidak melakukan pembelian dan penjualan sapi potong, sehingga pedagang pengumpul desa akan mengetahui harga-harga ternak sapi yang sedang berlaku.

Analisis Saluran Tata Niaga (Jual Beli) Menurut hasil penelitian diperoleh beberapa tingkatan pemasaran dalam sistem tata

niaga sapi potong berturut-turut dimulai dari petani peternak sapi, pedagang pengumpul desa, pedagang pemotong atau pedagang pengecer daging, dan pedagang besar. Dalam tata niaga sapi potong di pasar hewan kecamatan Tikung Lamongan dan kecamatan Balongpanggang Gresik terdapat empat jenis saluran tata niaga sapi potong Saluran tata niaga tersebut adalah seperti pada Gambar 1 berikut :

skema 1:

skema 2:

skema 3:

petani peternak pedagang pengumpul

desa

pedagang besar

petani peternak

pedagang pemotong

konsumen

pedagang pengumpul desa

petani peternak pasar hewan (Tikung dan Balongpanggang)

pedagang besar

pedagang pengumpul desa

Page 8: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

5 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

5

ISSN 2086 - 5201

skema 4:

Gambar 1. Skema 1 - 4 Saluran Tata Niaga Sapi Potong

Analisis Biaya Tata Niaga (Jual Beli)

Dalam melaksanakan aktivitas tata niaga, setiap lembaga tata niaga akan mengeluarkan biaya tata niaga. Jumlah biaya tata niaga yang dikeluarkan berbeda-beda untuk setiap tingkatan lembaga tata niaga, tergantung pada tambahan nilai dari ternak sapi potong seperti guna tempat, waktu, bentuk, dan guna pemilikan. Komponen biaya tata niaga sapi potong berbeda-beda untuk setiap lembaga tata niaga.

Komponen biaya tata niaga lainnya seperti retribusi pasar dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa dan pedagang besar wilayah Lamongan dan Gresik. Sedangkan pedagang pemotong mengeluarkan biaya pajak potong. Retribusi pasar adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar ongkos masuk pasar hewan dan kartu ternak. Retribusi pasar ada ada 4 ; karcis untuk sapi ,karcis untuk timbang ternak, surat keterangan pemindahan Hak milik ternak karena transaksi jual beli di pasar hewan, karcis pasar umum, karcis untuk roda 2 karcis untuk roda 4, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya tata niaga di pasar hewan kecamatan tikung kabupaten Lamongan di sajikan dalam tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Biaya Tata Niaga Di Pasar Hewan Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan

Biaya Tansportasi Biaya Pakan Biaya Retribusi Pasar Biaya Parkir

Rp. 20.000 Rp. 5000 Rp. 7000 Rp.5000

Jumlah Rp.37.000

Keterangan : biaya transportasi di hitung dari daerah lamongan Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa biaya tata niaga di pasar hewan kecamatan

Balongpanggang kabupaten Gresik di sajikan dalam tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Biaya Tata Niaga Di Pasar Hewan Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik

Biaya Tansportasi Biaya Pakan Biaya Retribusi Pasar Biaya Parkir

Rp. 50.000 Rp.15.000 Rp. 8.000 Rp.10.000 Jumlah Rp.83.000

Keterangan : biaya transportasi di hitung dari daerah lamongan Analisis Marjin Tata Niaga (Jual Beli)

Untuk menganalisis marjin tata niaga diperlukan komponen biaya tata niaga dan informasi mengenai harga beli dan harga jual pada semua tingkatan lembaga tata niaga yang dibentuk. Keuntungan yang diterima petani peternak dari harga yang dibayarkan konsumen akhir (farmer’s share) berbeda-beda, begitu pula keuntungan yang diterima setiap lembaga tata niaga. Perbedaan ini berdasarkan bentuk saluran tata niaga yang dilalui. Dengan demikian analisis marjin tata niaga sapi potong perlu ditinjau berdasarkan pola saluran tata niaganya.

Hasil penelitian di pasar hewan kecamatan Tikung rata-rata Rp.200.000 sampai Rp.500.000, para makelar mengambil keuntungan. Sedangkan di pasar hewan

petani peternak petani peternak

pedagang besar

pedagang pengumpul desa

Page 9: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

6 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

6

ISSN 2086 - 5201

Balongpanggang rata-rata mengambil keuntungan Rp.800.000 sampai Rp.1.000.000. Hal ini seperti tercantum pada Tabel 4.

Jumlah Sapi Yang Ditransaksikan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jumlah sapi yang di transaksikan di pasar hewan

kecamatan tikung kabupaten Lamongan dan pasar hewan kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik di sajikan dalam tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Jumlah Sapi Yang Ditransaksikan

No Indikator

Pasar hewan Tikung Pasar hewan Balongpanggang

Jumlah (Absolut n 30 orang)

% Jumlah (Absolut n 30 orang)

%

1.

Jumlah Sapi Yang Ditransaksikan a. 1-2 ekor b. 3-4 ekor c. > 4 ekor

5 10 15

16,6 33,3 50

15 10 5

50 33,3 16,6

Tabel 3 menunjukan bahwa jumlah sapi yang ditransaksikan di pasar hewan Tikung 50%

di dominasi oleh makelar yang bertransaksi sebanyak lebih dari 4 ekor. Sedangkan di pasar hewan Balongpanggang 50% di dominasi oleh makelar yang bertransaksi sebanyak 1-2 ekor sapi

Hal ini menunjukan bahwa rasio antara makelar yang ada di pasar hewan balongpanggang kemungkinan lebih banyak jumlah nya dari pada jumlah makelar yang ada di pasar hewan tikung .akibatnya bisa mempengaruhi keuntungan (margin harga) yang di ambil ,sehingga harga jual di tingkat pembeli pun akan berbeda.

Keuntungan Yang Diambil Makelar

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keuntungan yang di ambil makelar di pasar hewan kecamatan tikung kabupaten Lamongan dan pasar hewan kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik di sajikan dalam tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Keuntungan Yang Diambil Makelar

No Indikator Pasar hewan Tikung

Pasar hewan Balongpanggang

Jumlah (Absolut n 30 orang)

% Jumlah

(Absolut n 30 orang) %

1. 200 rb-500 rb/ekor

550 rb-750 rb/ekor

800 rb-1 jt/ekor

10 15 5

33,3 50 16,6

5 10 15

16,6 33,3 50

Tabel 4 diatas menunjukan keuntungan yang diambil makelar di pasar hewan kecamatan

Tikung kabupaten Lamongan lebih sedikit daripada keuntungan di pasar hewan kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik. 33,3% makelar di pasar hewan tikung mengambil keuntungan sebesar 200-500 rb/ekor sapi. Sedangkan 50% makelar di balongpanggang mengambil keuntungan sebesar 800rb-1juta /ekor sapi. Hal ini di sebabkan karena jumlah makelar yang ada di pasar balongpanggang memang lebih banyak sehingga keuntungan yang di ambil harus lebih besar untuk di bagi-bagi ke makelar yang ada.

Bentuk Kerja Sama Sesama Makelar

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bentuk kerjasama sesama makelar di pasar hewan kecamatan tikung kabupaten Lamongan dan pasar hewan kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik di sajikan dalam tabel 5 berikut ini :

Page 10: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

7 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

7

ISSN 2086 - 5201

Tabel 5. Bentuk Kerja Sama Sesama Makelar

No.

Indikator

Pasar hewan Tikung Pasar hewan Balongpanggang

Jumlah (Absolut n 30

orang) %

Jumlah (Absolut n 30

orang) %

1.

Bentuk Kerja Sama Sesama Makelar.

Penentuan harga.

Teknik penjualan.

Informasi

Transportasi

20 orang 10 orang 0 orang 0 orang

66,6 33,3 0 0

15 orang 5 orang 5 orang 5 orang

50 16,6 16,6 16,6

Tabel 5 diatas menunjukan bahwa terdapat berpendapat bentuk kerja sama sesama

makelar di pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten Lamongan dan makelar di pasar hewan kecamatan balongpanggang kabupaten gresik .makelar di pasar hewan tikung lebih banyak bekerja sama dalam penentuan harga dan teknik penjualan saja yaitu sebesar 50% dan 66,6%. Sedangkan makelar di pasar balongpanggang bentuk kerja sama nya lebih beragam yaitu dari segi penentuan harga,teknik penjualan ,informasi hingga pengaturan transportasi.,hal ini menunjukan bahwa kerja sama makelar di pasar hewan balongpanggang lebih bersifat terbuka ,sehingga hal ini juga mempengaruhi besar nya keuntungan yang di ambilkan dalam setiap transaksi. Pasar adalah tempat penjual dan pembeli bertemu, barang dan jasa tersedia untuk dijual dan akan terjadi pemindahan hak milik (Swastha, 1996: 50).

Pertemuan penjual dan pembeli memungkinkan tejadinya interaksi sosial. Dalam kegiatan transaksi jual beli setiap individu baik penjual maupun pembeli akan melakukan hubungan sosial yang dipengaruhi oleh konteks sosial budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Proses interaksi yang terjadi baik itu berupa kegiatan jual beli maupun kegiatan yang lain akan memunculkan bentuk-bentuk interaksi. Bentuk interaksi tersebut yaitu asosiatif maupun disosiatif, dimana asosiatif akan membentuk suatu persatuan yang akan menimbulkan hubungan-hubungan sosial yang membentuk jejaring sosial diantara mereka. Sedangkan disosiatif suatu bentuk interaksi yang akan menimbulkan perpecahan diantara pelaku pasar yang dapat memutuskan hubungan-hubungan yang telah terjalin baik dalam transaksi jual beli maupun kegiatan pasar yang lainnya (ekareza, 2010).

Teknis Transaksi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa teknis transaksi makelar di pasar hewan kecamatan tikung kabupaten Lamongan dan pasar hewan Balong panggang kabupaten Gresik di sajikan dalam tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Teknis Transaksi

No. Indikator Pasar hewan Tikung

Pasar hewan Balongpanggang

Jumlah (Absolut n 30 orang)

% Jumlah (Absolut n 30 orang)

%

1.

Teknis Transaksi

Di dalam pasar

Di rumah penjual

Di pintu gerbang pasar

15 orang 5 orang 10 orang

50 16,6 33,3

20 orang 10 orang 0 orang

66,6 33,3 0

Tabel 6 diatas menunjukan bahwa ada perbedaan teknis makelar transaksi di pasar

hewan kecamatan Tikung kabupaten Lamongan dan makelar di pasar hewan kecamatan Balongpanggang kabupaten Gresik. 50% makelar di pasar hewan tikung bertransaksi sapi

Page 11: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

8 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

8

ISSN 2086 - 5201

potong di dalam pasar; sedangkan di pasar hewan balongpanggang sebesar 66,6% transaksi di rumah penjual juga terjadi baik di pasar hewan tikung maupun pasar hewan balongpanggang yaitu 16,6 %.satu hal yang hanya terjadi di pasar hewan tikung adalah adanya transaksi antara makelar dan pembeli yang di lakukan di pintu gerbang pasar ,hal ini di sebabkan sebagian besar makelar di pasar hewan Tikung sudah mengenal para petani atau calon pembeli yang ada di pasar tersebut. Makelar adalah orang yang bertindak sebagai penghubung antara 2 belah pihak yang berkepentingan. Pada praktiknya lebih banyak pada pihak-pihak yang akan melakukan jual beli. Makelar bertugas menjembatani kepentingan antara pihak penjual dan pembeli.

Dalam penelitian ini banyak berbagai bentuk cara kerja dari seorang makelar. Dari yang ingin untung sendiri dengan mengorbankan kepentingan salah satu pihak dan tidak bertanggung jawab atas risiko yang mungkin terjadi, sampai yang profesional dengan benar-benar menjembatani kepentingan pihak-pihak yang dihubungkan dan dapat dipertanggungjawabkan (Arifin, 2011).

Alasan Konflik

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alasan konflik di pasar hewan kecamatan tikung kabupaten Lamongan dan pasar hewan Balong panggang kabupaten Gresik di sajikan dalam tabel 7 berikut ini : Tabel 7. Alasan Konflik

No. Indikator

Pasar hewan Tikung Pasar hewan Balongpanggang

Jumlah (Absolut n 30

orang) %

Jumlah (Absolut n 30

orang) %

1. 2. 3.

Campur tangan wilayah Ingkar janji Kesalahan perhitungan transportasi

20 orang 10 orang 0 orang

66,6 33,3 0

15orang 5orang 10orang

50 16,6 33,3

Tabel 7 diatas menunjukan bahwa terdapat perbedaan alasan konflik antara makelar di

pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten Lamongan dan makelar di pasar hewan kecamatan Balongpanggang kabupaten gresik. Sebagian besar konflik terjadi di pasar hewan Tikung Karena campur tangan wilayah (66,6%) dan ingkar janji(33,3%). Sedangkan di pasar hewan balongpanggang ada satu faktor lagi penyebab konflik yaitu masalah dalam perhitungan Transportasi, penyelesaian konflik- konflik tersebut di lakukan dengan cara kekeluargaan.

Agsa’s (2011) mengatakan bahwa Konflik sosial merupakan salah satu konsekuensi dari adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, misalnya peluang hidup, gengsi, hak istimewa, dan gaya hidup.

Sumber konflik: 1. Perbedaan kepentingan 2. Perbedaan individual 3. Perbedaan kebudayaan 4. Perubahan sosial

Macam-macam konflik

1. Individu atau kelompok (berdasarkan pelakunya perorangan atau kelompok) 2. Horizontal atau vertical (berdasarkan status pihak-pihak yang terlibat, sejajar

atau bertingkat)

KESIMPULAN DAN SARAN Secara umum di pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten lamongan dengan pasar

hewan kecamatan balongpanggang kabupaten gresik ada perbedaan peran makelar. Dalam hal karakter jumlah sapi yang ditransaksikan, keuntungan di tingkat makelar, bentuk kerja sama

Page 12: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

9 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

9

ISSN 2086 - 5201

sesama makelar, teknis transaksi dan konflik yang terjadi. Hal ini juga berpengaruh bahwa harga jual beli sapi potong di pasar hewan kecamatan balongpanggang kabupaten Gresik lebih tinggi dari pada pasar hewan kecamatan Tikung kabupaten Lamongan. Kerja sama yang erat sesama makelar dapat ditingkatkan dengan membentuk perkumpulan berupa paguyuban atau koperasi sehingga memiliki kekuatan hukum dan kekuatan modal untuk memperluas jaringan dan keuntungan yang semakin menjanjikan. REFERENSI Agsa’s, 2011. Faktor terjadinya konflik perdagangan. Powered by WordPress.com. Diakses

tanggal 27 April 2012.

Arifin, 2011. Transaksi jual beli sapi potong.Powered by WordPress.com.Diakses tanggal 27 April 2012.

BPS, 2007. Populasi Sapi Potong Propinsi Jawa Timur.http://www.jatimprov.go.id/index.php ?option=com_content&task=view&id=12270&Itemid=2. Diakses tanggal 20 April 2012.

BPS, 2005. Populasi Sapi Potong Propinsi Jawa Timur.http://www.jatimprov.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=12270&Itemid=2. Diakses tanggal 20 April 2012.

Data statistik kecamatan tikung, 2012. Profil Data Kecamatan Tikung,Kantor Kecamatan Tikung: Lamongan

Data Statistik Kecamatan Balongpanggang, 2012. Profil Data Kecamatan Balopanggang,Kantor Kecamatan Balongpanggang:Gresik

Dinas Peternakan kabupaten lamongan, 2009. Analisis Perhitungan Harga.http://regional.kompas.com/read/2011/02/25/02150281/Harga.Sapi.Jatuh.Disuruh.Ternak.Kambing. Diakses tanggal 20 April 2012.

Direktorat Jenderal Peternakan, 2007. Jumlah Populasi Sapi Potong.http://yuari.wordpress.com/ 2011/08/18/populasi-sapi-potong-sapi-perah-dan-kerbau-di-indonesia/. Diakses tanggal 12 April 2012.

Ekareza, 2010. Hubungan kerja sesama makelar, Jakarta: Erlangga.

Kantor Statistik Provinsi Jawa Timur, 2006. Peningkatan Konsumsi Daging. http://ternakonline.wordpress.com/2009/10/11/analisis-penggemukan-sapi-potong-simmental-dan-limousin/. Diakses tanggal 12 April 2012.

Kusumanggoro, 2010. Hubungan antara dukungan social dan etos kerja. Thesis, Fakultas Ilmu Pendidikan. Diakses tanggal 12 April 2012.

Muslimin, 2012. Peran Makelar. Universitas Budi Utomo: Malang

PSPK, 2011. Total Populasi Sapi Potong diIndonesia. http://yuari.wordpress. Com/2011 /08/ 18/populasi-sapi-potong-sapi-perah-dan-kerbau-di-indonesia/.Diakses tanggal 12 April 2012.

Swastha, 1996. teknik penjualan sapi potong. http://regional.kompas.com/read/2011/ 02/25/02150281/Harga.Sapi.Jatuh. Diakses tanggal 30 April 2012.

Page 13: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

10 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

10

ISSN 2086 - 5201

PERBEDAAN DAYA TETAS TELUR DARI BERBAGAI HARI BERTELUR PADA AYAM BANGKOK DI DESA DERMOLEMAHBANG KECAMATAN SARIREJO

KABUPATEN LAMONGAN

Mufid Dahlan* dan Nur Hudi*

*. Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan

Abstrak

Tujuan penelititan ini adalah untuk mengetahui perbedaan daya tetas telur dari berbagai hari bertelur pada ayam bangkok Hasil penelitian daya tetas telur ayam Bangkok menunjukkan ada perbedaan yang nyata antar perlakuan (α< 0,05). Nilai fertilitas dan daya tetas pada interval pengulangan telur hari keempat (P1) paling tinggi dibandingkan dengan interval Hari kesatu (P0) dan Terakhir (P2). Persamaan regresi linier antara Telur awal fertititas(x) dan Daya tetas(y) yang diperoleh adalah : Y = -1,274 + ( -62,7X), dengan nilai Korelasi – 0,89. KATA KUNCI : Daya Tetas, Ayam Bangkok

PENDAHULUAN

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Seiring dengan naiknya pendapatan perkapita penduduk Indonesia, meningkat pula kebutuhan akan protein hewani. Masyarakat semakin menyadari akan pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan jaringantubuh yang berguna untuk mempertahankan hidup.(Ramdani, 2010)

Ayam merupakan jenis makanan bergizi yang sangat populer dikalangan masyarakat yang bermanfaat sebagai sumber protein hewani. Hampir semua jenis lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi jenis makanan ini sebagai sumber protein hewani. Hal ini disebabkan ayam merupakan salah satu bentuk makanan yang mudah diperoleh dan mudah pula cara pengolahannya. Hal ini menjadikan ayam merupakan jenis bahan makanan yang selalu dibutuhkan dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Setiap tahunnnya kebutuhan ayam juga akan terus meningkatdinegara ini. Hal inilah yang mendorong pembangunan sektor peternakan sehingga pada masa yang akan datang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan perekonomian.

Untuk mencapai pembangunan pertanian pada umumnya dan sektor peternakan khususnya, maka sebagai penunjang kebutuhan protein hewani yang merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia perlu diusahakan produktifitas yang maksimal sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani peternak. Dalam upaya pemenuhan protein hewani dan peningkatan pendapatan peternak, maka pemerintah dan peternak telah berupaya mendayagunakan sebagian besar sumber komoditi ternak yang dikembangkan, diantaranya adalah ayam bangkok (lokal) yang merupakan ternak penghasil daging yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan ayam ras pedaging.

Usaha peternakan unggas khususnya ayam buras (bangkok) telahlama dilakukan oleh masyarakat di Indonesia, terutama dipedesaan, bahkan sebelum usaha peternakan ayam ras dikembangkan.Peranan ayam buras terutama sebagai penghasil daging dan telur dapat diandalkan sebagai tambahan pendapatan bagi peternak, disamping sebagai sumber protein hewani keluarga. Selain populasi ternaknya yang cukup banyak, selama tahun 1996 – 2000, rata-rata permintaan daging ayam buras (bangkok) meningkat sebesar 1,48% per tahun (Dirjenak, 2001).

Hal ini menunjukkan bahwa ayam buras hingga kini tetap menjadi menu favorit dikalangan masyarakat.Bertelur merupakan cara alamiah ayam untuk memperbanyak keturunannya. Ayam betina rata-rata dapat menghasilkan sebutir telur setiap pagi,dan jumlah telur yang sudah dibuahi dapat mencapai 10 butir. Ayam betina akan mengerami telurnya setelah telur terakhir keluar dari badannya. Telur akan menetas setelah dierami oleh ayam betina selama 21 hari. Semakin baik kualitas telur, semakin besar prosentase penetasannya. Baiknya kualitas telur itu sendiriditentukan oleh pakan ayam betina semasa proses bertelur, bahkan jauh sebelum masa bertelur. Pakan dan perawatan ayam betina amat menentukan kualitas telurnya. Semakin baik pakan dan perawatannya, semakin baik pula mutu telurnya.

Page 14: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

11 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

11

ISSN 2086 - 5201

Bagi peternak ayam, membeli telur dan menetaskannya sendiri merupakan cara yang paling murah dalam menambah jumlah ayamnya.

Umur telur dan cara penyimpanannya:Daya tetas telur yang disimpan kurang dari 7 hari lebih tinggi dibandingkan dengan telur tetas yang disimpan lebih dari 7 hari. Telur yang disimpan terlalu lama, apalagi dalam kondisi lingkungan yang kurang baik bisa menyebabkan penurunan berat akibat bertambah besarnya rongga udara. Disamping itu, kadar karbondioksida (CO2) dan airnya meningkat, sehingga isi sel telur semakin encer dan daya tetasnya menurun. Penyimpanan telur yang ideal untuk tetap mempertahankan daya tetasnya adalah pada kisaran suhu 10º - 18ºC dan kelembapan 60-75%.Cara penyimpanan telur yang benar adalah rongga udara berada diatas. Tujuan penelititan ini adalah untuk mengetahui perbedaan daya tetas telur dari berbagai hari bertelur pada ayam bangkok.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Dermo, Desa Dermolemahbang Kecamatan

Sarirejo, Kabupaten Lamongan yang merupakan daerah sentra peternakan ayam bangkok di Kabupaten Lamongan. Secara geografis Dusun Dermo terletak pada 7 ° LS (7’ 05’03.85” S) dan 112° BT (112’ 22’59.77” E). Terletak di dataran rendah berjarak ± 10 km dari ibu kota Lamongan ke arah barat laut (Google Earth, 2012). Adapun waktu pengumpulan data yakni dimulai tanggal 12 Mei 2012 sampai dengan 16 Juni 2012.

Materi Penelitian Materi penelitian ini adalah mempersiapkan kandang, tempat bertelur, tempat pakan dan

minum ayam, bolpoin beserta 30 ekor ayam betina dan 3 ekor ayam pejantan. Sedangkan sampelnya diambil dari jumlah telur dihari pertama, hari keempat dan hari terhakir bertelur jumlah telur tetas yang didasarkan pada Penentuan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Dalam penelitian ini, telur yang digunakan sebanyak 90 butir dimasukan dalam matrik perlakuan yakni dengan tiga kelompok perlakuan yaitu kelompok perlakuan telurdihari pertama, hari keempat dan hari terakhir brtelur.

Kandang percobaan didesain menjadi 3 bagian besar untuk ulangan,dalam tiap bagian besar ada 3 sekat pemisa keranjang bertelur, dalam tiap sekat ada 3 sampai 4 keranjang bertelur. Perlakuan P0adalah: perlakuan telur dihari pertama yang ada dalam tiap bagian besar sebagai ulangan (U1, U2, dan U3), perlakuan P0menjadi P0U1, P0U2, dan P0U3. Bagian ke dua sebagai perlakuan P1 adalah perlakuan telur dihari keempat dengan tiga kali ulangan dengan notasi P1U1, P1U2,dan P1U3. Dan bagian ketiga sebagai P2 adalah perlakuan telur dihari terakhir bertelur dengan tiga kali ulangan dengan notasi P2U1, P2U2, dan P2U3. Dengan masing-masing kotak ulangan diisi sebanyak 10 butirtelur. Variabel yang diamati

a. Daya tetas telur (X) Daya tetas adalah persentase telur yang menetas dibandingkan dengan telur awal.

Menurut Sin dalam Faqih(2005) Daya tetas telur dapat dihitungdengan rumus sebagai berikut:

Daya tetas =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Tetas Telur Telur yang sudah didapat kemudian dieramkan dan diamati selama 21 hari sampai

menetas didapatkan data daya tetas telur dari tiap perlakuan sebagaimana ditampilkan dalam tabel 1.

Page 15: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

12 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

12

ISSN 2086 - 5201

Tabel 1. Daya tetas telur dari tiap perlakuan.

Perlakuan

Ulangan Total

Rata- rata I II III

P0 6 7 5 18 6 P1 8 6 9 23 7 P2 5 6 8 19 6

Total 19 19 23 60 19

Dimana: P0 = telur hari pertama P1 = telur hari keempat P2 = telur hari terakhir U1 …n = Ulangan ke -n Dalam mendapatkan nilai daya tetas dapat diperoleh melalui beberapa cara, yaitu

dengan membandingkan antara telur yang menetas dari sejumlah telur yang ditetaskan, telur yang fertil P0, P1 dan P2, dinyatakan dalam satuan persen. Daya tetas yang diperoleh dari hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel diatas tampak bahwa perlakuan telur hari keempat(P1) mempunyai nilai daya tetas yang lebih tinggi dari pada perlakuan telur hari kesatu(P0) dan terakhir(P2), baik pada nilai daya tetas P0, P1 dan P2. Nilai daya tetas yang bervariasi ini dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan telur, suhu penyimpanan, kebersihan telur, serta keseragaman bentuk dan besar telur(North dan Bell dalam Suherlan 2005).

Nilai daya tetas P2 menggambarkan adanya kematian embrio yang terjadi pada hari ke-18 sampai ke-21 telur-telur yang dierami indukan. Kematian embrio pada hari ke-18 merupakan kematian tertinggi telur-telur selama dierami indukan, sesuai dengan yang pengeraman, atau pada lima hari pertama dan tiga hari terakhir masa pengeraman.

Daya tetas telur yang disimpan kurang dari 7 hari lebih tinggi dibandingkan dengan telur tetas yang disimpan lebih dari 7 hari. Telur yang disimpan terlalu lama, apalagi dalam kondisi lingkungan yang kurang baik bisa menyebabkan penurunan berat akibat bertambah besarnya rongga udara. Disamping itu, kadar karbondioksida (CO2) dan airnya meningkat, sehingga isi sel telur semakin encer dan daya tetasnya menurun. Penyimpanan telur yang ideal untuk tetap mempertahankan daya tetasnya adalah pada kisaran suhu 10º - 18ºC dan kelembapan 60-75%.Cara penyimpanan telur yang benar adalah rongga udara berada diatas.Terdapat perbedaan antara putih telur dengan kantung udara diatas. Pertama, putih telur yang encer. Kedua, putih telur yang masih kental. Hal tersebut terjadi karena adanya penguapan, kemudian tekanan osmosis berkurang. Tekanan osmosis yang berkurang menjadikan penurunan elastisitas membran vitelin, akibatnya air dari putih telur bergerak kekuning telur, sama halnya dengan telur dengan kantung udara dibawah. Namun, pada telur dengan kantung udara diatas tidak terjadi penghimpitan penyebab percepatan pelebaran kantung udara.

Sarwono (1994) menyatakan bahwa air yang tertarik dari putih telur menyebabkan kuning telur berubah. Bobot kuning telur bertambah, karena air berpindah dari putih telur ke kuning telur. Kuning telur yang sebelumnya cembung menjadi agak datar, karena berat jenis air yang lebih besar membuat kuning telur kehilangan daya cembung. Indeks kekuningan pada telur berkurang, karena penetralan warna karena bercampurnya air dengan kuning telur tersebut.

Selain adanya perubahan pada putih telur, penguapan yang menyebabkan adanya tekanan osmosis juga memengaruhi bobot dan derajat keasaman. Derajat keasaman pada telur tidak dapat dilihat secara kasat mata, namun derajat tersebut meningkat keasamannya (pH) karena hilangnya CO2. Hilangnya CO2 disebabkan karena adanya pori – pori pada telur. Pori – pori merupakan jalan pertukaran gas, sehingga udara dari dalam telur ditarik keluar dan menyebabkan CO2 berkurang (Rasyaf, 1994).

Penurunan bobot dapat diukur dengan menimbang massa pada telur. Penurunan tersebut diketahui dengan pengurangan massa pada hari pertama dengan massa pada hari ke empat. Penurunan bobot diakibatkan jumlah udara pada hari pertama tidak sama dengan jumlah udara pada hari ke empat. Oleh karena itu, udara pada hari pertama jumlahnya lebih besar daripada udara pada hari ke empat. Penurunan bobot tidak terlalu signifikan karena dilihat hanya beberapa hari saja.Daya tetas telur rendah merupakan menurunnya produktifitas ayam yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam menetaskan telurnya untuk mendapatkan bibit baru, sehingga bibit dapat berhenti dan tidak berkembang, secara tidak langsung dapat mengurangi kebutuhan daging maupun telur.

Page 16: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

13 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

13

ISSN 2086 - 5201

Viabilitas merupakan kemampuan anak ayam untuk dapat bertahan hidup setelah menetas dan dalam keadaan sehat yang dapat dilihat melalui pengamatan. Ciri-ciri anak ayam yamg memiliki viabilitas yang baik antara lain aktif dan sehat, organ tubuh sempurna dan berkembang baik, mata bersinar, bulu kering. warna bulu jelas dan seragam sesuai dengan tipe bangsanya(Jull dalam Supriatna, 2005). Nilai viabilitas rendah apabila angka kematian pada saat anak ayam baru menetas atau yang mengalami kecacatan fisik cukup tinggi. Nilai ini didapat dari rasio anak ayam sehat dibandingkan dengan jumlah anak ayam yang menetas pada sekali periode penetasan. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya nilai viabilitas atau tingginya mortalitas saat anak ayam menetas dan kecacatan diantaranya :

metode manajemen yang salah, termasuk perkandangan yang tidak memadai, populasi yang terlalu padat, sanitasi kurang baik dan pakan yang tidak seimbang serta dikelola oleh orang yang berbeda(Jull dalam Supriatna, 2005).

Tabel 2. Tabulasi Data perbedaan daya tetas telur (X) Dari hari perhari (Y) Pada ayam bangkok

di desa Dermolemahbang Kecamatan Sarirejo Lamongan

N X Y 2X

2Y XY

1 18 19 324 361 342 2 23 19 529 361 437 3 19 23 361 529 437

60 61 1.214 1.251 1.216

Tabel 2 dan perhitungan nya menunjukkan bahwa daya tetas telur ayam Bangkok

menunjukkan ada perbedaan yang nyata antar perlakuan (α< 0,05). Nilai fertilitas dan daya tetas pada interval pengulangan telur hari keempat (P1) paling tinggi dibandingkan dengan interval Hari kesatu (P0) dan Terakhir (P2). PersamaanGaris Regresi Linier

Garis yang menyatakan hubungan antara variabel-variabel itu, persamaannya adalah :

bXaY Jadi persamaan garis regresi liniernya adalah : XY 7,621274 Dari

persamaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa : dengan nilai 1274a adalah

konstanta yang menunjukkan intepretasi dari nilai Y (dari berbagai hari) pada saat nilai 0X ,

dan nilai 7,62b menunjukkan koefisien regresi untuk X (daya tetas telur). Ini berarti jika

variabel X (daya tetas telur) naik satu satuan, maka mempengaruhi variabel Y (dari berbagai hari) yaitu naik sebesar -62,7 dengan catatan variabel lain yang mempengaruhi adalah 0. Koefisien Korelasi

Dari perhitungan diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi sebesar -0,89. Hal ini berarti bahwa hubungan antara daya tetas (X) dengan daya berbagai hari (Y) adalah negatif. Artinya, semakin tinggi nilai hari bertelur (Y) maka nilai prosentase daya tetas (X) akan semakin turun dan mempunyai hubungan yang kuat yaitu sebesar 79,8% dan sisanya 20,2% dipengaruhi oleh faktor lain. KESIMPULAN

Hasil penelitian daya tetas telur ayam Bangkok menunjukkan ada perbedaan yang nyata antar perlakuan (α< 0,05). Nilai fertilitas dan daya tetas pada interval pengulangan telur hari keempat (P1) paling tinggi dibandingkan dengan interval Hari kesatu (P0) dan Terakhir (P2). Persamaan regresi linier antara Telur awal fertititas(x) dan Daya tetas(y) yang diperoleh adalah : Y = -1,274 + ( -62,7X), dengan nilai Korelasi – 0,89. REFERENSI

Aimyaya, 2012. Komposisi telur. http://aimyaya.com/id/makanan/sekilas-tentang-telur/.Diakses

tanggal 12 April 2012.

Anonim, 2011. Ayam Bangkok Ideal .www.bursajagoan.com/2011/10/ingim-memiliki-ayam-bangkok-yang-baik.html.Diakses tanggal 20 April 2012.

Page 17: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

14 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

14

ISSN 2086 - 5201

Arikunto, 1996, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka Cipta.

Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian. jakarta :PT Rineka Cipta .

Dirjenak. 2001. Sistem Pembibitan Terna kNasional Ruang Lingkup Ternak Unggas Ditinjau dari Aspek Mutu Genetis, Budidaya Standar dan Pengawasan Mutu. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Faqih, 2005. Pengaruh Fertilitas Terhadad Daya Tetas Telur. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Google Earth, 2012. Desa Dermolemahbang.http://earth.google.com. Diakses tanggal 20 April 2012.

Glory Farm, 2011. Penetasan Telur.http://tugasdeltanne.blogspot. com/2011/05 /penetasan-telur.html.Diakses tanggal 12 April 2012.

Hadi S, 1985.Metodologi Research Jilid 4, (Yogyakarta:Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM).

Iskandar, 1993. Pengaruh lingkungan terhada daya tetas telur. Gramedia: jakarta.

Kuruseng A., 2010. Usaha pengembangan Ayam Buras. http://www.stppgowa.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=136&Itemid=141.Diakses tanggal 20 April 2012.

Latipun, 2002.PsikologiEksperimen, (Malang:UMM Press).

Ramdani, 2010. Menejemen Peternakan Ayam Broiler. http:/dediramdani .com,id/2010/streng-weaknes /. Diakses tanggal 11 Juli 2011.

Rasyaf, M. 1994.Pengelolaan usaha peternakan Ayam kampung, Kanisius,Yogyakarta.

Related Post, 2010. Sejarah ayam bangkok. http://pakarbisnisonline. Blogspot .com/2010/03/sejarah-ayam-bangkok.html. Diakses tanggal 12 April 2012.

Resnawati H dan Ida A,K, Bintang. Proses Perkembangan Telur. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal.

Sarwono, B. 1994. Beternak Ayam Buras. Depok: Penebar Swadaya.

Subagyo, J. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2009. MetodepenelitianAdministrasi. Bandung: CV. Alfabeta.

Suherlan, 2005. Daya tetas dan lama penyimpanan.FakultasPeternakanInstitutPertanianBogor, Bogor.

Supriatna, 2005. Faktor-faktor penyebab rendahnya nilai viabilitas. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yuliandari, T. 2011. Definisi telur. http://tipuk-pintuk-cipluk.blogspot.com /2011 /02/telur.html. Diakses tanggal 12 April 2012.

Page 18: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

15 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

15

ISSN 2086 - 5201

STANDAR PENANGANAN PASCA PANEN DAGING SEGAR

Edy Susanto*

*. Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan, Jl.Veteran No.53.A Lamongan, email : [email protected]

Abstrak

Daging merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi sekaligus media yang baik untuk perkembangan mikroorganisme. Penanganan pascapanen daging segar mutlak diperlukan untuk meminimalkan penurunan mutu dan kerusakannya. Hal tersebut meliputi Penanganan Daging Postmortem saat pelayuan, penyimpanan, pendistribusian hingga pemasaran. Selain itu faktor sanitasi (hygiene) juga sangat penting untuk dilakukan dalam setiap praktek penanganan pasca panen daging segar. KATA KUNCI: Penanganan Daging, Postmortem

PENDAHULUAN

Daging merupakan salah satu hasil ternak yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, khususnya sebagai sumber protein hewani. Sejauh ini penyediaan daging di Indonesia masih belum cukup memadahi, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Daging merupakan bahan pangan yang bernutrisi tinggi, kandungan gizi yang tinggi tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme.

Mikroorganisme dapat terbawa sejak ternak masih hidup atau masuk di sepanjang rantai pangan hingga ke piring konsumen. Selain mikroorganisme, cemaran bahan berbahaya juga mungkin ditemukan dalam pangan asal ternak, baik cemaran hayati seperti cacing, cemaran kimia seperti residu antibiotik, maupun cemaran fisik seperti pecahan kaca dan tulang. Berbagai cemaran tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengkonsumsinya (Goris, 2005 ; Anonimous, 2008).

Daging yang disimpan pada suhu kamar pada waktu tertentu akan mengalami kerusakan. Kerusakan daging oleh mikroorganisme mengakibatkan penurunan mutu daging. Jumlah dan jenis mikroorganisme ditentukan oleh penanganan sebelum penyembelihan ternak dan tingkat pengendalian hiegines dan sistem sanitasi yang baik selama penanganan hingga dikonsumsi (Usmiati, 2010).

Penanganan pascapanen daging segar dimulai dari setelah pemotongan ternak hingga dikonsumsi. Tahapan ini sangat penting karena sangat berpotensi terjadinya pencemaran dan perkembangan yang meyebabkan penurunan mutu dan keamanan pangan.

DAGING SEGAR

Daging segar adalah daging yang baru disembelih tanpa perlakuan apapun (SNI, 1999). Ciri-ciri daging segar yang baik (LIPTAN, 2001) antara lain : (1) warna merah cerah dan mengkilat, daging yang mulai rusak berwarna coklat kehijauan, kuning dan akhirnya tidak berwarna. (2) bau khas daging segar tidak masam/busuk. (3) tekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila ditekan dengan tangan maka bekas pijatan cepat kembali ke posisi semula. (4) penampakaannya tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya.

PENANGANAN DAGING POSTMORTEM

Selama postmortem kerusakan dapat terjadi karena adanya kontaminasi oleh mikroorganisme serta kerusakan kimiawi, biologis dan fisik. Awal kontaminasi mikroorganisme pada daging berasal dari lingkungan sekitarnya dan terjadi pada saat pemotongan, hingga dikonsumsi. Pada umumnya sanitasi yang terdapat di rumah-rumah potong belum memenuhi persyaratan kesehatan daging sesuai standar yang telah ditetapkan. Keadaan ini menyebabkan mikroorganisme awal pada daging sudah tinggi. Selain itu penyimpanan daging di rumah potong dan di pasar-pasar umumnya belum menggunakan alat pendingin, di mana daging hanya dibiarkan terbuka tanpa dikemas dalam temperatur kamar. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan perkembangbiakan mikroorganisme semakin meningkat yang mengakibatkan kerusakan atau pembusukan daging dalam waktu singkat. Hewan yang baru di potong,

Page 19: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

16 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

16

ISSN 2086 - 5201

dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan di mana jaringan otot menjadi keras, kaku dan tidak mudah digerakkan (Costa, 2011).

Usmiati (2010) menjelaskan bahwa segera setelah ternak dipotong, terjadi kontraksi dan pengerasan otot yang dikenal dengan rigormotis. Pada sapi diperlukan 6 – 12 jam untuk terjadi rigormotis. Menurut Suparno (2005) selama konversi otot menjadi daging terjadi proses kekakuan otot. Kekakuan otot setelah kematian dan otot menjadi tidak dapat direnggangkan. Pada periode postmortem 24 jam pertama terjadi perubahan struktural dan biokimia pada otot diubah menjadi daging. Periode ini sangat mempengaruhi keempukan daging dan warna otot terhadap kualitas daging (Savell, et al., 2004).

RIGOR MORTIS

Setelah exsanguination, glikolisis tanpa oksigen berlanjut dan menghasilkan asam laktat sebagai hasil dari glikolisis anaerobik. Hal ini menyebabkan penumpukan asam laktat dan karena itu terjadi penurunan pH. Dalam lingkungan yang normal, otot-otot mulai mengalami proses rigor mortis disebabkan oleh kekakuan yang terjadi dari cross-linking yang disebut aktomyosin, terbentuk antara aktin dan myosin. Kekakuan dimulai pada nilai pH daging yang normal 5,7-5,8 (Hannula dan Puolanne, 2004).

Selama tahap pertama dari proses Rigor mortis fase penundaan, dalam otot masih kaku karena tersedia ATP dengan Mg

2+, yang membantu untuk memutuskan ikatan aktin/myosin

cross dan pada gilirannya memungkinkan otot-otot untuk merenggang. Kreatin fosfat habis selama fase ini, yang menghambat fosforilasi ADP menjadi ATP. Hal ini menyebabkan penurunan tajam dalam produksi ATP, yang merupakan sinyal awal fase timbulnya kekerasan, karena masih tersedia sedikit ATP sehingga dapat memecah ikatan aktin dan myosin, otot tidak dapat rileks dan menjadi kaku (Aberle et al., 2001).

PELAYUAN

Karkas dari hasil pemotongan umumnya mempunyai temperatur yang tinggi, yaitu sekitar 39°C. Hal ini harus segera diturunkan untuk menghindarkan perubahan-perubahan yang menyebabkan terjadinya kerusakan daging, oleh karena itu karkas harus segera disimpan dalam ruang pendingin yang disebut dengan proses pelayuan. Pelayuan disebut juga aging, conditioning atau hanging, yaitu dengan menggantungkan karkas selama waktu tertentu di dalam ruangan dengan temperatur diatas titik beku karkas (-1,5° C). Pelayuan biasanya dilakukan pada ruangan pendingin dengan temperatur pada kisaran 15° - 16° C selama 24 jam, atau dapat pula dilakukan pada kisaran temperatur 0° - 3° C dengan waktu yang lebih lama. Selama proses pelayuan terjadi proses autolisis, yaitu perombakan tenunan daging oleh enzim yang terdapat di dalam daging, sehingga daging menjadi lebih empuk dan berkembangnya flavor daging yang lebih baik (Rachmawan, 2001).

Karkas sapi memerlukan pelayuan, karkas domba atau kambing bisa tidak dilayukan, karena dagingnya relatif sudah empuk bila ternak dipotong pada umur yang relatif mudah, dan proses kekakuan berlangsung dalam waktu yang relatif lebih cepat. Demikian pula karkas unggas, tidak memerlukan pelayuan seperti karkas ternak ruminansia besar. Karkas babi, karena lapisan lemaknya tidak stabil yaitu mudah mengalami proses ransiditas oksidatif, maka pelayuan yang lama (misalnya lebih dari 24 jam), tidak akan memberikan hasil yang menguntungkan (Suparno, 2005)

PENYIMPANAN DAGING

Perkembangan mikroorganisme dalam daging sangat cepat. Mikroba patogen yang biasanya mencemari daging antara lain : E. Coli, Salmonella sp. dan Stahpylococcus sp. yang merupakan kontaminan utama pada daging sapi dan unggas segar (Ho. Et al., 2004 ; Usmiati, 2010). Oleh karena itu, daging harus segera disimpan dalam ruangan dengan temperatur rendah.

Ruang pendingin untuk daging biasanya diatur pada kisaran -4o - 0

o C, sehingga

diharapkan temperatur di dalam daging pada kisaran 2o - 5

oC. Pada temperatur penyimpanan

ini, kualitas daging dapat dipertahankan selama 8 hari. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pendinginan daging, yaitu : (a) panas spesifik daging, (b) berat dan ukuran daging, (c) jumlah lemak pada permukaan daging, (d) jumlah daging dalam ruang pendingin, (e) temperatur alat pendingin (Rachmawan, 2001).

Page 20: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

17 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

17

ISSN 2086 - 5201

Kondisi penyimpanan karkas setelah penyembelihan mempengaruhi kualitas daging sehingga perlu mempercepat laju pendinginan karena akan membantu mengurangi pertumbuhan mikroba pada permukaan karkas karena waktu generasi mikroorganisme tumbuh pada suhu rendah. Pendinginan cepat juga mengurangi hilangnya berat badan dengan penguapan, mengurangi penampilan daging eksudatif pucat lembut, ramping dan memperbaiki warna, yang akan memiliki efek negatif pada kualitas daging (Warriss, 2000; Adzitey dan Nurul, 2011).

Selanjutnya, tingkat di mana suhu turun setelah pemotongan memiliki efek pada aktivitas enzim, karena aktivitas enzim yang bergantung pada temperatur. Oleh karena itu, tingkat pendinginan yang berbeda mempengaruhi penurunan pH melalui produksi asam laktat, hilangnya adenosin trifosfat (ATP) dan kreatin fosfat, dan mempercepat terjadinya rigor mortis (Warriss, 2000).

Pendinginan juga dapat mengakibatkan penurunan berat badan. Stanisz et al (2009) melaporkan kerugian berat 4,51, 3,95 3,05 dan 2,35, putih ditingkatkan boer 1 / 4 dan 3 / 4 meningkatkan putih, meningkatkan Boer 1 / 2 dan 1 / 2 putih boer 3 / 4 dan 1 / 4 anak putih meningkatkan dikorbankan masing-masing setelah 24 jam pada 2-4°C Ketika otot-otot yang didinginkan di bawah 10°C sebelum timbulnya kekakuan, memperpendek dingin terjadi yang membuat daging sulit untuk memasak dan dapat menghasilkan memperpendek dingin lambat sebelum membeku dapat membekukan sementara pada kenyataannya hasil Meltdown (Warriss, 2000). Pemasakan daging menyebabkan hilangnya kekakuan dan air. Sebuah kondisi yang dikenal sebagai otot panas ditandai oleh band-band gelap membentuk badan dapat terjadi dalam daging mengalami dingin yang relatif cepat (Warriss, 2000).

DISTRIBUSI DAGING

Saat pengangkutan, daging segar harus tetap dijaga dalam kondisi dingin. Kondisi karkas harus bersih, digantung dan didinginkan hingga 0

o C sesaat sebelum pengangkutan.

Kendaraan tidak boleh mengangkut barang lain selain daging segar tersebut. Pendinginan bisa berasal dari injeksi nitrogen cair (N2) maupun carbon-dioxide (CO2) yang di pancarkan dari kompartemen tertentu (FAO, 1991).

Abuska (2006) melaporkan praktek-praktek yang serupa di Kabupaten Garu-Tempane, transportasi dari RPH menuju tempat penjualan dengan menggunakan sepeda motor dan sepeda (33%). Cara lainnya dengan kendaraan truk, sepeda motor, sepeda, dan dipanggul bahu oleh penjual daging. Sepeda, baskom dan truk terutama selalu terlihat bekas noda darah dari daging sebelum diangkut, dan inilah berpotensi kontaminasi daging segar.

Metode yang paling umum untuk mencegah kontaminasi daging dengan menggunakan polietilen (46%) untuk menutupi daging. Praktek ini sudah umum dilakukan selama periode cuaca dingin. Metode lain untuk mencegah kontaminasi daging daging menutupi dengan karung pupuk yang digunakan (32%), membakar asap dan panas akan mengusir lalat (6%), meliputi daging dengan dokumen semen yang digunakan (6%) dan menutupi dengan lembaran polietilen dan tas yang digunakan pupuk (10%). Ditemukan bahwa bahan yang sama digunakan setiap hari tanpa pembersihan yang tepat. Bahan-bahan ini selalu terlihat dengan noda darah penggunaan sebelumnya dan, oleh karena itu, bukannya mencegah kontaminasi, bahkan sangat potensial menjadi sumber kontaminan.

Metode pendinginan daging adalah metode pengawetan utama (65%) yang digunakan, diikuti dengan menggantung daging semalam di bawah suhu ruang (23%). Enam persen (6%) dari penjual daging sering menempatkannya tetap dalam ruangan tempat berjualan, sementara yang lain% 6 dari rumah potong dilakukannya pendinginan dengan baik dan menggantung. Abuska (2006) melaporkan bahwa di Kabupaten Garu-Tempane, setiap daging yang tidak dijual pada akhir hari disimpan pada suhu ruang sampai malam. Perlunya pendidikan yang memadai pada untuk metode pengawetan daging bagi distributor daging segar sehingga dapat mengurangi tingkat pembusukan daging selama penyimpanan (Adzitey, F., 2011).

PEMASARAN DAGING

Hingga saat pemasaran, kondisi pendinginan harus tetap dijaga. Rantai pendinginan yang putus bisa menyebabkan kondensasi bentuk dan perkembangan mikroba yang sangat cepat (FAO, 1991). Dijelaskan lebih lanjut bahwa daging segar harus seminimal mungkin terkena udara luar, tidak sering dibuka-tutup dan harus hygiene dalam setiap penanganan.

Page 21: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

18 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

18

ISSN 2086 - 5201

Berikut tabel perbandingan umur simpan beberapa jenis daging pada suhu storage kurang dari 1

oC.

Tabel.1 Perbandingan umur simpan beberapa jenis daging pada suhu storage kurang dari 1

oC

No Jenis Daging Perkiraan umur simpan

1. Beef 3 minggu 2. Veal 1 – 3 minggu 3. Lamb 10 – 15 hari 4. pork 1 – 2 minggu 5. Edible offal 7 hari 6. Rabbit 5 hari 7. baccon 4 minggu

Sumber : FAO (1991)

Menurut Triono (2000) daging ayam broiler mengandung protein tinggi, merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganismeyang bersifat patogen maupun tidak, untuk mendapatkan daging tersebut sebagian besar masyarakat membeli di pasar dan sebagian di supermarket. Dari aspek kesehatan tempat penjualan daging ayam broiler di supermarket jauh lebih baik dibandingkan dengan tempat penjualan daging ayam broiler di pasar.

Kebersihan pasar daging haruslah terpelihara. Daging yang dijual jangan dibiarkan terbuka dan batasi pembeli memegang daging agar tidak terkontaminasi oleh kuman yang mungkin ada pada tangan pembeli tersebut. Sebaiknya pasar dilengkapi dengan alat pendingin agar daging tidak cepat rusak (Prayitno, 2011).

SANITASI (HYGIENE) DAGING SEGAR

Untuk memelihara sanitasi daging ada beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan (Prayitno, 2011) : 1. Hewan potong

Hewan apapun yang akan diambil dagingnya, harus bebas dari penyakit, seperti TBC, anthrax, dan cacing.

Untuk mengetahui apakah hewan potong mempunyai penyakit dilakukan dua kali pemeriksaan. Pemeriksaan sebelum dipotong. Hewan yang dicurigai menderita penyakit, harus dipotong terpisah. Pemeriksaan setelah ternak dipotong yang diperiksa biasanya kelenjar, jantung, alat-alat visceral, sebab alat-alat ini sering sebagai tempat hidupnya bibit penyakit. 2. Rumah potong

Bangunan harus dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan, tidak menjadi sarana berbagai serangga atau tikus, mempunyai saluran limbah, mempunyai air bersih yang cukup dan mempunyai tempat pembuangan sampah yang baik. Orang yang melaksanakan pemotongan harus terjaga kesehatannya. Pisau dan alat-alat yang dipergunakan harus benar-benar bersih. 3. Pemasaran

Kebersihan pasar daging haruslah terpelihara. Daging yang dijual jangan dibiarkan terbuka dan batasi pembeli memegang daging agar tidak terkontaminasi oleh kuman yang mungkin ada pada tangan pembeli tersebut. Sebaiknya pasar dilengkapi dengan alat pendingin agar daging tidak cepat rusak.

Untuk mengetahui apakah daging masih berada dalam keadaan baik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan:

a. Warna daging Daging yang baik harus mempunyai warna sama antara bagian dalam dan bagian luar daging.

b. Bau Bau daging adalah khas, sesuai dengan bau hewannya. Kalau ada proses pembusukan, baunya akan berubah.

c. Konsistensi Daging yang baik mempunyai konsistensi, elastic bila ditekan, kalau dipegang terasa basah kering. Artinya meskipun rasanya basah, tidak sampai membasahi tangan si pemegang.

Page 22: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

19 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

19

ISSN 2086 - 5201

Praktek kebersihan (hygiene) merupakan faktor yang sangat penting dalam penanganan daging segar. Karena bisa menekan pencemaran yang diakibatkan oleh mikroorganisme. Praktek hygiene secara rinci (Anonimous, 2010) adalah sebagai berikut : 1) Kebersihan diri antara lain

Kebiasaan mencuci tangan

Tidak menggaruk-garuk tubuh (kepala, telinga) pada menangani produk daging.

Tidak meludah atau mengeluarkan kotoran dari hidung pada saat menangani produksi daging.

Tidak menggunakan perhiasan (jam tangan, cincin).

Tidak menangani daging pada saat sedang sakit/luka. 2) Kebersihan peralatan antara lain:

Membuang sisa makanan yang menempel pada peralatan (pisau, talenan dan lain-lain)

Mencuci peralatan dengan air panas (untuk mengikis lemak)

Mencuci peralatan dengan sabun.

Membilas peralatan dengan air bersih yang mengalir.

Melakukan proses desinfectan (membunuh bakteri).

Mengeringkan peralatan. 3) Memahami kontaminasi silang antara lain:

Tidak menyimpan daging berdekatan dengan produk makanan lainnya yang kaya protein.

Tidak menggunakan pisau / talenan bersamaan dengan produk lainnya. KESIMPULAN

Daging merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi sekaligus media yang baik untuk perkembangan mikroorganisme. Penanganan pascapanen daging segar mutlak diperlukan untuk meminimalkan penurunan mutu dan kerusakannya. Hal tersebut meliputi Penanganan Daging Postmortem saat pelayuan, penyimpanan, pendistribusian hingga pemasaran. Selain itu faktor sanitasi (hygiene) juga sangat penting untuk dilakukan dalam setiap praktek penanganan pasca panen daging segar.

REFERENSI

Aberle, E.D., Forrest, J.C., Gerrard, D.E., Mille, E.W., Hedrick, H.B., Judge, M.D., and Merkel. 2001. Principles of Meat Science. Dubuque, IA, USA: Kendall/Hunt Co.

Adzitey, F., G A Teye* and M M Dinko. 2011. Pre and post-slaughter animal handling by

butchers in the Bawku Municipality of the Upper East Region of Ghana. Livestock Research for Rural Development 23 (2) 2011

Adzitey, F. and N. Huda. 2011. Meat Eating Quality Pak Vet J, 32(x): xxx.

Anonimous, 2008. Laporan Koasistensi Laboratorium Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala.

Anonimous, 2010. Daging Sehat. http//www.DagingSehat.htm. diakses : tanggal 11 Oktober 2011.

Costa , Wiwiek Yuniarti. 2011. Penanganan Pasca Panen. Tabloid Sinar Tani. Edisi 3387

FAO, 1991. Guidelines for Slaughtering Meat Cutting and Further Processing. http://www.fao.org/DOCREP/004/T0279E/T0279E06.htm. Diakses : tanggal 11 Oktober 2011.

Hannula, T. and Puolanne, E. 2004. The effect of Cooling Rate on Beef Tenderness: The significance of pH at 7°C. Meat Science, 67, 403-408.

LIPTAN, 2001. Pemilihan dan Penanganan Daging Segar. Lembar Informasi Pertanian. BPTP. Padang Marpoyan-Riau.

Page 23: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

20 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

20

ISSN 2086 - 5201

Prayitno, 2011. Sanitasi Makanan. http://prayitnocom.blogspot.com/2011/07/sanitasi makanan.html. Diakses: 14 Oktober 2011.

Rachmawan, O., 2001. Penanganan Daging. Modul Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Savell, J.W., S.L. Mueller and B.E. Baird. 2004. The Chilling of Carcasses. Review of 50th International Congress of Meat Science and Technology, Helsinki, Finland

SNI, 1999. SNI Daging Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

Suparno. 2005. Ilmu Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Triono, Bambang. 2000. Studi Komparatif Angka Kuman pada Daging Ayam Broiler yang Dijual di Supermarket dengan di Pasar di Kotatip Purwokerto. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang.

Usmiati, Sri. 2010. Pengawetan Daging segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Kampus Penelitian Pertanian. Bogor.

. 2010. Keempukan Daging. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Kampus Penelitian Pertanian. Bogor.

Warriss P D. 2000. Meat science: An introductory text. CAB-International: England: Wallingford.

Page 24: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

21 Jurnal Ternak, Vol.05, No.01, Juni 2014

21

ISSN 2086 - 5201

Page 25: Jurnal Ternak, Vol.02, No.01, Juni 2011 · PDF fileJasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik ... pasar hewan di kecamatan Balongpanggang

Jurnal Ternak, Vol. 05, No. 01, Juni 2014

22

ISSN 2086 - 5201

PANDUAN PENULIS

Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah disusun dengan urutan: JUDUL (bahasa Indonesia), NAMA PENULIS (yang disertai dengan alamat Lembaga/ Instansi), ABSTRAK (bahasa Indonesia atau Inggris, maksimal 250 kata), KATA KUNCI (maksimal 6 kata), PENDAHULUAN, METODOLOGI (jika hasil penelitian), HASIL DAN PEMBAHASAN, PENUTUP (KESIMPULAN & SARAN), UCAPAN TERIMA KASIH (jika diperlukan) dan DAFTAR PUSTAKA.

Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 maksimum 15 halaman termasuk gambar, foto, dan tabel disertai CD. Batas dari tepi kiri 3 cm, kanan, atas, dan bawah masingmasing 2,5 cm dengan program pengolah kata Microsoft Word dan tipe huruf Calibri (Body) berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Gambar dalam bentuk grafik/diagram harus asli (bukan fotokopi) dan foto (dicetak di kertas licin atau di scan). Gambar dan Tabel di tulis dan ditempatkan di halam terpisah di akhir naskah. Penulisan simbol α, β, χ, dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, tanpa mengubah jenis huruf. Kata dalam bahasa asing dicetak miring. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi sebanyak 3 eksemplar (2 eksemplar tanpa nama dan lembaga penulis). Penggunaan nama suatu tumbuhan atau hewan dalam bahasa Indonesia/Daerah harus diikuti nama ilmiahnya (cetak miring) beserta Authornya pada pengungkapan pertama kali. Daftar pustaka ditulis secara abjad menggunakan sistem nama-tahun.

Sehingga

diketahui

daya tetas

yang

lebih

menguntu

ngkan

diantara

ketiganya

Diperlukan

adanya

analisis

perbandin

gan daya

tetas telur

pada telur

dihari

pertama,

hari

keempat

dan hari

terakhir

bertelur

Terdapat

perbedaan

hasil

penetasan

diantara

ketiganya

Berapa persen

Tingkat

penetasan

pada telur

dihari

pertama