17
JURNAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA MEMILIKI IZIN EDAR (Studi Kasus Putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr) Oleh: BANI IRAWAN D1A 012 072 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2017

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA … · memenuhi pesanan teman terdakwa yang bernama Sdri. Eni bertempat tinggal di Sulawesi dan sebagian lagi untuk dijual kepada pelanggan

  • Upload
    lamminh

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

JURNAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA MENGEDARKAN

SEDIAAN FARMASI TANPA MEMILIKI IZIN EDAR

(Studi Kasus Putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr)

Oleh:

BANI IRAWAN

D1A 012 072

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2017

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA MENGEDARKAN

SEDIAAN FARMASI TANPA MEMILIKI IZIN EDAR

(Studi Kasus Putusan Nomor: 111/PID.B/2013/PN.MTR)

Bani Irawan

(D1A 012 072)

Fakultas Hukum Universitas Mataram

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Pertimbangan Hakim dalam

penjatuhan sanksi pidana dan Penerapan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana

Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar dalam Putusan Nomor:

111/Pid.B/2013/PN.MTR. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

penelitian hukum normatif, dengan pendekatan Peraturan Perundang-Undangan,

Pendekatan Konseptual, dan Pendekatan Kasus. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa: Pertama, Dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan sanksi pidana

Terhadap perempuan Pelaku Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa

Memiliki Izin Edar menggunakan pertimbangan Yuridis dan pertimbangan Non-

Yuridis atau pertimbangan Sosiologis. Kedua, Penerapan Pidana Terhadap Tindak

Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar dalam Putusan

Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.MTR dengan dakwaan tunggal yaitu, melanggar

Pasal 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Sediaan Farmasi, Tanpa Izin Edar.

THE JURIDICAL REVIEW OF CIRCULATING PHARMACEUTICAL

SUPPLY CRIME WITHOUT HAVING CIRCULATION LICENCE

(Case Study of Decision Number: 111/PID.B/2013/PN.MTR)

ABSTRACT

This study aims to examine Judge Consideration in the imposition of

criminal sanctions and the application of criminal to perpetrators of Criminal Act

Circulating Pharmaceutical Products Without Having Circulation Permits in

Decision Number: 111 / Pid.B / 2013 / PN.MTR. The research method used is

normative law research method, with approach of Law and Regulation,

Conceptual Approach, and Case Approach. The results of the research indicate

that: Firstly, the basic consideration of the judge imposing criminal sanction on

the women of the perpetrators of criminal act of circulating pharmaceutical

preparations without possessing the authorization of edar using juridical and

non-juridical considerations or sociological considerations. Secondly, the

Application of Criminal Against Crime Distributing Pharmaceutical Supply

Without Having Circulation Permits in Decision Number: 111 / Pid.B / 2013 /

PN.MTR with a single indictment that is, violates Article 197 of Law Number 36

Year 2009 on Health.

Keywords : Crime, Pharmaceutical Preparation, Without Circulation Permission.

i

I. PENDAHULUAN

Banyaknya kasus peredaran obat ilegal atau sediaan farmasi tanpa izin edar

merupakan sebuah masalah yang harus ditindak lanjuti, karena hal tersebut sangat

meresahkan masyarakat dan berpotensi membahayakan kesehatan orang bagi

yang menggunakan produk tersebut dikarenakan obat yang diedarkan belum tentu

sesuai dengan komposisi bahan pembuatannya. Maraknya peredaran obat ilegal di

Indonesia membuktikan masih lemahnya pertahanan Indonesia dari serbuan hal-

hal yang membahayakan masyarakat. Membiarkan beredarnya obat ilegal sama

saja dengan membiarkan masyarakat menghadapi berbagai resiko buruk, sama

dengan membiarkan kejahatan berkembang di tengah masyarakat, dan

merendahkan martabat, serta harga diri bangsa di mata dunia. Hal ini juga terjadi

karena faktor yang berhubungan dengan adanya kesempatan terjadinya

kriminalitas baik pelanggaran-pelanggaran kecil maupun besar. Rumusan masalah

yang berkenaan dengan uraian tersebut adalah: 1. Bagaimanakah pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan

farmasi tanpa memiliki izin edar dalam Putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr?

2. Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana mengedarkan

sediaan farmasi tanpa memiliki izin edar dalam Putusan Nomor:

111/Pid.B/2013/PN.Mtr?. Manfaat yang diharapkan dalam Penelitian ini yaitu

Secara Akademis Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S-1

program studi ilmu hukum pada Falkultas Hukum Universitas Mataram, Secara

Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran,

dalam ilmu pengetahuan tentang ilmu hukum khususnya dibidang ilmu hukum

ii

pidana dan secara Praktik Diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap

masyarakat khususnya masyarakat yang menjadi pengguna obat-obatan yang tidak

memiliki izin edar.. Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum

normatif, dimana penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian

hukum doktrinal dan metode yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-

undangan (statue approach), Pendekatan Konsepsual (conceptual approach), dan

Pendekatan Kasus (case approach). Jenis Bahan Hukum yang digunakan adalah

Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tersier.

Teknik atau cara pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah “Study

Document” dengan mengadakan penelaahan kepustakaan (library research),

menelusuri, membaca, mempelajari serta mengkaji berbagai literatur berupa

peraturan Perundang-Undangan, pendapat para sarjana, dan para ahli hukum yang

berdasarkan pengelompokan yang tepat, berkaitan dengan pokok permasalahan.

Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode penafsiran (hermeneutik) hukum yaitu: Penafsiran

Gramatikan, Penafsiran sistematis, dan Penafsiran Ekstensif. Dengan

menggunakan berbagai penafsiran di atas, kemudian menghubungkan dengan

teori-teori yang berhubungan dengan masalah, dan akhirnya menarik suatu

kesimpulan yang disusun secara deduktif yaitu menyimpulkan dari hal-hal yang

bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

iii

II. PEMBAHASAN

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar

(Putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr)

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan

terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo

et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung

manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini

harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak

teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan

hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.1

Pertimbangan Hakim di dalam Persidangan

Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang

didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh

undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam

putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis diantaranya Dakwaan jaksa

penuntut umum, Keterangan Saksi, Keterangan Terdakwa, dan Barang-barang

bukti.2

1 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V ,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 140. 2 Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011. hlm 146 dan

147.

iv

Pertimbangan Sosiologis

Pertimbangan sosiologis adalah pertimbangan hakim yang menggunakan

pendekatan-pendekatan terhadap latar belakang, kondisi sosial ekonomi dan

nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dalam menjatuhkan suatu putusannya.

Dalam kententuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan sebagai berikut:3 “Hakim dan

hakim konstitusi wajib mengadilii, mengikuti dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Maksudnya adalah hakim dalam memutus suatu perkara tidak boleh hanya

mempertimbangkan aspek hukumnya saja melainkan hakim harus

mempertimbangkan dari sudut aspek sosiologisnya.

Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa:4 “Dalam

mempertimbangkan berat ringannya pidana hakim wajib memberlihatkan

sifat yang baik dan yang jahat dari para terdakwa.”

Artinya, dalam menatuhkan putusan terhadap para terdakwa hakim wajib

menggali informasi yang berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan atau

kepribadian pada terdakwa kepada masyarakat untuk menjadikan sebagai

dasar dalam menjatuhkan pidana terhadap pada terdakwa. Bahwa untuk

menjatuhkan pidana terhadap terwakwa, Majelis Hakim terlebih dahulu akan

mempertimbangkan hal-hal yang dapat memberatkan dan yang dapat

meringankan terdakwa guna penerapan pidana yang sitimpal dengan

perbuatannya tersebut. Adapun pertimbangan ini terdiri dari: 1. Hal-hal yang

memberatkan: a. Perbuatan terdakwa berpotensi membahayakan orang lain. 2.

3 Indonesia, Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman, Nomor 48 Tahun

2009. 4 Ibid

v

Hal-hal yang meringankan: a. Terdakwa belum pernah dihukum. b. Terdakwa

mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya

persidangan. Uraian pertimbangan hakim di atas merupakan dasar bagi hakim

dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Winda Angriawan Ang sebagai

pelaku tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa memiliki izin edar.

Analisis Penyusun

Adapun fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang dijadikan dasar

pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan No:111/Pid.B/2013/PN.Mtr.

yakni sebagai berikut: Fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan,

mengenai kemampuan bertanggungjawab secara hukum dari terdakwa yaitu :

terdakwa tidak cacat jiwanya atau terganggu jiwanya karena penyakit (Pasal

44 KUHP), terdakwa bukan orang yang berusia dibawah 16 tahun (Pasal 45

KUHP), tidak berada di bawah pengaruh daya paksa (Pasal 47 KUHP), dan

terdakwa tidak karena melakukan tindak pidana karena ketentuan peraturan

perundang-undangan (Pasal 50 KUHP), dapat berkomunikasi dengan baik

dan menjawab/menanggapi pertanyaan yang diajukan kepadanya sehingga

dengan demikian dianggap sebagai subjek hukum yang memiliki sehat

jasmani dan rohani. keadaan sehat jasmani dan rohani. . Hal ini dapat

diketahui bahwa Terdakwa Winda Angriawan Ang berusia 43 (Empat puluh

tiga) tahun dihadapkan di persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan

rohani. Selanjutnya berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan

bahwa terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal

yaitu Pasal 197 UU Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Selanjutnya

vi

berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan terdakwa melakukan

tindak pidana yaitu mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. Dampak

terhadap masyarakat sebagaimana tindak pidana yang dilakuka terdakwa

adalah Perbuatan Terdakwa telah meresahkan masyarakat, akan ditakutkan

apabila tindak pidana ini terus menerus terjadi dalam masyarakat hal ini dapat

menyebabkan kerugian bagi kesehatan masyarakat apabila obat atau sediaan

farmasi yang belum memiliki izin edar, karena produk tersebut belum

diketahui mutu, keamanan, dan kemanfaatannya.

vii

Penerapan Pidana Terhadap Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan

Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar (Putusan Nomor:

111/Pid.B/2013/PN.Mtr)

Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia yaitu dalam hal

pemidanaan, khususnya terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi

tanpa izin edar merujuk pada pendekatan norma hukum yang bersifat

menghukum pelaku sehingga dapat memberikan efek jera. Oleh karena tindak

pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar merupakan sebuah

bentuk kejahatan, maka dari itu dibentuklah perangkat undang-undang yang

mengatur sanksi pidana bagi para pelaku peredaran ilegal sediaan farmasi

sebagaimana yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan. Dengan dibentuknya undang-undang tentang

Kesehatan tersebut, maka hal ini dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan

dalam hal penjatuhan pidana oleh hakim atas tindak pidana mengedarkan

sediaan farmasi tanpa izin edar yang dilakukan oleh terdakwa.

Kasus Posisi; Berawal ketika terdakwa yang sehari-hari bekerja sebagai

pengelola Toko Obat ”Tjin Tjin Lima” membeli beberapa jenis obat-

obatan cina diantaranya salep gatal Pi Kang Wang, obat batuk Ke Ong,

Stud 007 cream laki-laki, obat kuat Srigala dan lain sebagainya dari

seorang sales yang datang langsung ke Toko Obat ” Tjin Tjin Lima ”

seharga Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) dengan maksud

memenuhi pesanan teman terdakwa yang bernama Sdri. Eni bertempat

tinggal di Sulawesi dan sebagian lagi untuk dijual kepada pelanggan yang

menginginkan obat-obat cina tersebut. Selanjutnya pada hari Rabu

viii

tanggal 5 September 2012 sekira jam 09.00 Wita, saat saksi I Nyoman

Sudastra dan petugas Balai Besar POM Mataram lainnya beserta petugas

kepolisian dari Polda NTB, diantaranya saksi Muhammad Amirul Alam

melakukan Operasi Gabungan Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal

di Toko Obat ”Tjin Tjin Lima” yang dikelola oleh terdakwa, saat itu saksi

I Nyoman Sudastra dan saksi Muhammad Amirul Alam menjumpai saksi

Apriandi yang sedang membeli obat kuat Luquan, lalu saksi I Nyoman

Sudastra memeriksa obat tersebut dan ternyata tidak memiliki Nomor Izin

Edar. Selanjutnya dengan menunjukkan terlebih dahulu Surat Tugas

kepada terdakwa, lalu saksi I Nyoman Sudastra dan petugas Balai Besar

POM Mataram lainnya beserta petugas kepolisian dari Polda NTB,

diantaranya saksi Muhammad Amirul Alam langsung melakukan

pemeriksaan dan penggeledahan di Toko Obat ”Tjin Tjin Lima” dan

ternyata ditemukan 16 (enam belas) item obat tradisional (obat cina) tanpa

izin edar yang tersimpan dalam laci dibawah meja kasir, diantaranya

terdapat jenis kapsul Luquan yang sama seperti obat kuat yang telah

dibeli oleh saksi Apriandi di Toko Obat ” Tjin Tjin Lima ” tidak lama

sebelum petugas melakukan pemeriksaan dan penggeledahan.

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum; Surat Dakwaan adalah sebuah akta

yang dibuat oleh penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana

yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil

penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan

oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang

ix

memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil dari negara

untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana.

Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan

Penuntut Umum No. Reg. Perkara: PDM-39/02/2013. Dalam Putusan

Pengadilan Negeri Mataram Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.MTR bentuk

dakwaannya adalah bentuk dakwaan tunggal. Dalam surat dakwaan ini

hanya satu tindak pidana saja yang didakwakan dan tidak ada

kemungkinan atau ditemukan tindak pidana lainnya yang bisa di

dakwakan terhadap terdakwa.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum; Tuntutan jaksa penuntut umum

diajukan oleh penuntut umum setelah pemeriksaan disidang pengadilan

dinyatakan selesai, sesuai dengan Pasal 182 ayat 1 KUHAP yang

menyatakan bahwa surat tuntutan dibacakan setelah proses pembuktian di

persidangan pidana selesai dilakukan. Tuntutan penuntut umum pada

pokoknya adalah menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Mataram dapat menjatuhkan Putusan. Isi tuntutan jaksa penuntut umum

pada pokoknya sebagai berikut: 1. Menyatakan terdakwa WINDA

ANGRIYAWAN ANG telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana ”Dengan sengaja memproduksi atau

mengedarkan sedian farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki

izin edar”, 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa WINDA

ANGRIYAWAN ANG dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun

dengan masa percobaan 2 (dua) tahun Dan denda sebesar Rp. 1.500.000,-

x

(satu juta lima ratus ribu rupiah) subsidiair 2 (dua) bulan kurungan; 3.

Menetapkan barang bukti berupa : 16 (enam belas) item obat tradisional

tanpa izin edar, Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya

perkara sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

Amar Putusan; Setelah memperhatikan tuntutan pidana dari jaksa

penuntut dan pembelaan dari penasehat hukum para terdakwa, maka

majelis hakim menjatuhkan putusan perkara yang berisi: 1. Terdakwa

WINDA ANGRIYAWAN ANG telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja

mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar”; 2.

Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan

pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan denda sebesar

Rp.1.000.000,- ( satu juta rupiah ) dengan ketentuan apabila denda tidak

dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 1(satu) bulan; 3.

Memerintahkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali

dikemudian hari sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir,

terdakwa melakukan suatu tindak pidana lagi; 4. Merampas dan

memusnahkan 16 (enam belas) item obat tradisional tanpa izin edar, 5.

Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.2.500. (dua

ribu lima ratus rupiah).

Analisis Penyusun; Dalam kasus ini terdakwa WINDA ANGRIYAWAN

ANG dikenakan pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Untuk membuktikan tuntutan jaksa penuntut umum bahwa terdakwa

xi

melakukan tidak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa memiliki izin

edar. Adapun unsur-unsur tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi

tanpa memiliki izin edar adalah sebagai berikut: 1) Unsur Setiap orang; 2)

Unsur Dengan sengaja; 3) Unsur Memproduksi atau mengedarkan; 4)

Unsur Sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin

edar. Berdasarkan keseluruhan uraian–uraian diatas yang kesemuanya

didasarkan atas fakta–fakta yang terungkap dalam pemeriksaan

dipersidangan baik melalui keterangan saksi, barang bukti maupun

petunjuk yang diajukan dalam persidangan yang dibenarkan oleh para

saksi dan terdakwa, maka pasal yang didakwakan telah terbukti, dengan

demikian terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan

tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa memiliki izin edar, oleh

karena itu kepada terdakwa patut diberi sanksi atau hukuman yang sesuai

dengan perbuatannya karena dalam fakta dipersidangan tidak ditemukan

adanya hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan untuk memaafkan atau

membenarkan perbuatannya.

xii

III. PENUTUP

Berdasarkan hasil penilitian Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana

Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Memiliki Izin Edar(Studi Kasus Putusan

Nomor: 111/Pid.B/2013/Pn.Mtr) adalah sebagai berikut: 1. Pertimbangan hakim

dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa di dasarkan pada dua bentuk yaitu,

pertimbangan yuridis yang meliputi fakta-fakta yang terungkap dalam proses

persidangan yang merupakan konklusi dari keterangan terdakwa, saksi, dan alat

bukti. Sedangkan pertimbangan Non-Yuridis atau pertimbangan Sosiologis

meliputi hal-hal yang dapat meringankan terdakwa, antara lain terdakwa belum

pernah dihukum, dan terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga

memperlancar jalannya persidangan, sedangkan hal-hal yang memberatkan adalah

perbuatan terdakwa berpotensi membahayakan kesehatan orang lain. 2. Penerapan

atau wujud dari pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana mengedarkan sediaan

farmasi tanpa izin edar pada putusan Nomor: 111/Pid.B/2013/PN.Mtr.

Menyatakan bahwa, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah

melakukan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. Dalam

kasus ini, dakwaan yang dikenakan adalah Pasal 197 Undang-undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan terpenuhinya unsur–unsur tindak pidana

tersebut, maka terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, sesuai

dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, maka terdakwa harus

menjalani pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan membayar denda yang

dijatuhkan hakim sebesar Rp. 1.000.000 (Satu Juta Rupiah). Akhir penyusunan

skripsi ini, maka penyusun menyampaikan Saran Yaitu: 1. Hendaknya jaksa

xiii

penuntut umum harus lebih mengedepankan Kepastian Hukum, Keadilan dan

Kemanfatan dalam mengajukan tuntutan pidana kepada terdakwa. Hal ini sangat

penting dilakukan untuk dapat menimbulkan efek jera dan dapat mencegah agar si

pelaku tidak mengulangi perbuatannya. 2. Dalam menjatuhkan putusan majelis

hakim harus memperhatikan fakta-fakta yang timbul pada saat persidangan. Selain

itu dalam menjatuhkan putusan hakim harus mempertimbangkan kondisi terdakwa

berdasar faktor yang memberatkan atau meringankan sehingga menciptakan

keadilan di dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Marlina. Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011.

Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet V, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2004.

Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni, Bandung, 1982.

Peraturan-peraturan

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.