27
166 _________________________________________________ Surip, SKM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP Dr. M. Zen Rahfiludin, SKM, M.Kes, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Hubungan Antara Kadar Timbal dalam Darah dengan Kadar Hemoglobin pada Wanita Usia Subur di Lingkungan Industri Peleburan Loga Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal The Association Between Blood Lead Level (BLL) with Hemoglobin Level on Women of Childbearing Age in Metal Smelting Industryin Tegal Regency Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin ABSTRACT Background: Exposure to lead (Pb) continuously for a long time will cause health effects such as hypertension, decreased the ability of the brain and can inhibit the formation of red blood, disorder if it is not resolved soon be able to cause disruption to the body’s various organ systems such as the nervous system, kidneys, gastrointestinal, reproductive system and hemoglobin levels. Methods: Cross sectional study on 32 subjects in the Metal Smelting Industry District Adiwerna Tegal regency. Pb levels in the blood as biomaker of exposure to lead (Pb) to the decrease in hemoglobin levels. Result: Subjects with levels of lead (Pb) on not normal level were 12 people with mean+ SD BLL 28.33+7.714; Subjects with hemoglobin levels below the normal were 15 people with the mean+SD 12.04+1,340. There is a relationship between BLL with the level or haemoglobin (r = -0,418 and p value = 0.017). Lead exposure was to be risk factor for the low haemoglobin level with RP of 2.5. Conclution: Women of Childbearing Age had a Ratio Prevalence of 2.5 for the low level of haemoglobin. Keywords: Lead Exposure, hemoglobin levels, Women of Childbearing Age PENDAHULUAN Industri di Indonesia saat ini sangat beragam dari industri berskala kecil, menengah maupun besar. Industri memberikan nilai tambah yang besar di sektor perekonomian, khususnya perekonomian dapat membuka lapangan pekerjaan. Industri kecil diarahkan untuk menunjang industri menengah dan besar termasuk industri kecil peleburan logam, industri ini menunjang industri komponen elektronik, kendaraan bermotor, permesinan dan percetakan. 1 Salah satu bahaya yang perlu mendapatkan perhatian dalam hubungan dengan pembangunan industri adalah adanya pemaparan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), logam berat yang perlu diwaspadai adalah timbal (Pb) karena logam tersebut memiliki potensi efek negatif terhadap kesehatan manusia, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2 Menurut hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal tahun 2004, menyebutkan bahwa kadar emisi gas buang yang ditimbulkan oleh pencemaran industri peleburan logam (Pb) di Industri peleburan logam Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal, berdasarkan SK. Gubernur Jawa Tengah No. 10 Tahun 2000, tentang baku mutu udara emisi ternyata parameter tersebut di atas NAB. 3 Hasil uji sampel darah guna mengetahui kandungan Pb pada masyarakat di lokasi industri peleburan logam Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal yang dilakukan Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dengan indikator : kategori normal kurang 40 µg/dl, dapat diterima 40 sampai dengan 80 µg/dl, berlebihan 80 sampai dengan 120 µg/dl, dan berbahaya lebih dari 120 µg/dl. 4 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar timbal dalam darah dengan kadar hemoglobin pada wanita usia subur di lingkungan industri peleburan logam Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal. MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, penelitian yang menjelaskan adanya hubungan antara variabel melalui pengujian hipotesis. Sedangkan penelitian dengan metode survey dan pemeriksaan laboratorium. Bedasarkan waktu penelitian, rancangan penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional), karena mempelajari korelasi anatara faktor risiko dengan efek, dengan pendekatan sekaligus pada satu saat atau point time approach5 Variabel bebas penelitian adalah kadar Pb dalam darah dan variabel terikat kadar hemoglobin, sedangkan variabel pengganggu umur, riwayat sakit, kebiasaan Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013

jurnal.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

Page 1: jurnal.pdf

166

_________________________________________________

Surip, SKM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang

dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

Dr. M. Zen Rahfiludin, SKM, M.Kes, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP

Hubungan Antara Kadar Timbal dalam Darah dengan Kadar Hemoglobin pada Wanita Usia

Subur di Lingkungan Industri Peleburan Loga Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal

The Association Between Blood Lead Level (BLL) with Hemoglobin Level on Women of

Childbearing Age in Metal Smelting Industryin Tegal Regency

Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin

ABSTRACT

Background: Exposure to lead (Pb) continuously for a long time will cause health effects such as hypertension,

decreased the ability of the brain and can inhibit the formation of red blood, disorder if it is not resolved soon be

able to cause disruption to the body’s various organ systems such as the nervous system, kidneys, gastrointestinal,

reproductive system and hemoglobin levels.

Methods: Cross sectional study on 32 subjects in the Metal Smelting Industry District Adiwerna Tegal regency. Pb

levels in the blood as biomaker of exposure to lead (Pb) to the decrease in hemoglobin levels.

Result: Subjects with levels of lead (Pb) on not normal level were 12 people with mean+ SD BLL 28.33+7.714;

Subjects with hemoglobin levels below the normal were 15 people with the mean+SD 12.04+1,340. There is a

relationship between BLL with the level or haemoglobin (r = -0,418 and p value = 0.017). Lead exposure was to

be risk factor for the low haemoglobin level with RP of 2.5.

Conclution: Women of Childbearing Age had a Ratio Prevalence of 2.5 for the low level of haemoglobin.

Keywords: Lead Exposure, hemoglobin levels, Women of Childbearing Age

PENDAHULUAN

Industri di Indonesia saat ini sangat beragam dari

industri berskala kecil, menengah maupun besar. Industri

memberikan nilai tambah yang besar di sektor

perekonomian, khususnya perekonomian dapat

membuka lapangan pekerjaan. Industri kecil diarahkan

untuk menunjang industri menengah dan besar termasuk

industri kecil peleburan logam, industri ini menunjang

industri komponen elektronik, kendaraan bermotor,

permesinan dan percetakan.1

Salah satu bahaya yang perlu mendapatkan

perhatian dalam hubungan dengan pembangunan

industri adalah adanya pemaparan Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3), logam berat yang perlu diwaspadai adalah

timbal (Pb) karena logam tersebut memiliki potensi efek

negatif terhadap kesehatan manusia, baik jangka pendek

maupun jangka panjang.2

Menurut hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup

Kabupaten Tegal tahun 2004, menyebutkan bahwa kadar

emisi gas buang yang ditimbulkan oleh pencemaran

industri peleburan logam (Pb) di Industri peleburan logam

Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal, berdasarkan SK.

Gubernur Jawa Tengah No. 10 Tahun 2000, tentang baku

mutu udara emisi ternyata parameter tersebut di atas

NAB.3

Hasil uji sampel darah guna mengetahui kandungan

Pb pada masyarakat di lokasi industri peleburan logam

Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal yang dilakukan

Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

dengan indikator : kategori normal kurang 40 µg/dl, dapat

diterima 40 sampai dengan 80 µg/dl, berlebihan 80 sampai

dengan 120 µg/dl, dan berbahaya lebih dari 120 µg/dl.4

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara kadar timbal dalam darah dengan kadar hemoglobin

pada wanita usia subur di lingkungan industri peleburan

logam Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional

analitik, penelitian yang menjelaskan adanya hubungan

antara variabel melalui pengujian hipotesis. Sedangkan

penelitian dengan metode survey dan pemeriksaan

laboratorium. Bedasarkan waktu penelitian, rancangan

penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional),

karena mempelajari korelasi anatara faktor risiko dengan

efek, dengan pendekatan sekaligus pada satu saat atau

“point time approach”5

Variabel bebas penelitian adalah kadar Pb dalam

darah dan variabel terikat kadar hemoglobin, sedangkan

variabel pengganggu umur, riwayat sakit, kebiasaan

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia

Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013

Page 2: jurnal.pdf

167

merokok, riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, asupan

makanan, konsumsi tablet besi dan lama tinggal.

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk atau

masyarakat yang tinggal dilingkungan Industri Peleburan

Logam Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten

Tegal. Sampel diambil dengan menggunakan metoda

Purposive Sampling, penentuan jumlah sampel tunggal

minimal pada uji hipotesis dengan menggunakan

koefisien korelasi (r) sebanyak 32 orang.6

Pengukuran / Analisis laboratorium kadar Pb di

udara emisi dan lingkungan Industri Peleburan Logam

dengan alat Gravimeter, Hi - vol extractor, spectro,

pegukuran timbal (Pb) darah dari wanita usia subur

dengan metode Atomic Absorbtion Spektrofotometer

(A.A.S), pengukuran kadar hemoglobin dengan

menggunakan alat hematologi analyser dengan panjang

gelombang 546 nm.

Kuesioner daftar pertanyaan untuk wanita usia

subur, Form recall makanan untuk mengukur konsumsi

zat gizi atau asupan makanan, spuit untuk mengambil

sampel darah dan tabung penyimpan darah dan eralatan

laboratorium untuk analisis kadar timbal dalam darah dan

kadar hemoglobin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dimulai dengan mendata jumlah wanita

usia subur di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna

Kabupaten Tegal, kemudian dilakukan pengambilan

sampel darah untuk kandungan Timbal dalam darah dan

kadar Hemoglobin. Pemeriksaan sampel darah dilakukan

dengan bekerjasama dengan Laboratorium Cito Kota

Tegal Provinsi Jawa Tengah, sehingga diperoleh

beberapa variabel-variabel sebagai berikut :

Data tabel 1 terlihat bahwa wanita usia subur memiliki

rata-rata umur 38,8 tahun, standar deviasi 5,46, umur

minimum 24 tahun dan umur maksimum 47 tahun,

sedangkan rata-rata lama tinggal 33,1 tahun, standar

deviasi 12,85, lama tinggal minimum 5 tahun dan lama

tinggal maksimum 47 tahun. Pendidikan wanita usia subur

terbanyak SD sebanyak 78,1%, pekerjaan terbanyak ibu

rumah tangga sebanyak 65,6%, responden memiliki

riwayat sakit 12,5%, riwayat pekerjaan 68,8% tidak pernah

bekerja di industri peleburan logam.

Tabel 2 memberikan gambaran kadar hemoglobin

wanita usia subur rata-rata 12,04 gr/dL dengan standar

deviasi 1,340, kadar hemoglobin minimum 9,6 gr/dL dan

kadar hemoglobin maksimum 14,1 gr/dL, kadar timbal

dalam darah wanita usia subur rata-rata 28,33 µg/ml

dengan standar deviasi 7,714, kadar timbal dalam darah

minimum 14,8 µg/ml dan kadar imbal dalam darah

maksimum 45,8 µg/ml.

Gambaran asupan makanan responden meliputi rata-

rata energi 1450,9 kal, standar deviasi 203,78, asupan

energi minimum 1030 kkal dan asupan energi maksimum

1889 kkal. Asupan protein responden rata-rata 40,9 gram,

standar deviasi 7,99, asupan protein minimum 27 gram

dan asupan protein maksimum 62 gram.

Tabel 3 distribusi frekuensi memberikan gambaran

kategori kadar hemoglobin dibawah normal wanita usia

subur sebanyak 46,9%, kategori timbal dalam darah tidak

normal sebanyak 37,5%, Asupan makanan wanita usia

subur kategori kurang energi sebanyak 29 responden

Karakteristik Rata-rata Standar

deviasi Minimum Maksimum n (%)

Umur

Lama tinggal

Pendidikan

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

Pekerjaan

IRT

Petani/pedagang

Lain-lain

Riwayat Sakit

Sakit

Tidak sakit

Riwayat pekerjaan

Pernah kerja di Peleburan

logam

Tidak pernah kerja di

peleburan logam

38,8

33,1

5,46

12,85

24

5

47

47

25

5

2

21

8

3

4

28

10

22

76,1

15,6

6,2

65,6

25,0

9,4

12,5

87,5

31,2

68,8

Tabel 1. Karakteristik Wanita Usia Subur di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal 2013

Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin

Page 3: jurnal.pdf

168

Variabel Rata-rata Stand deviasi Minimum Maksimum

Hemoglobin (mg/dL)

Timbal darah (µg/dl)

Asupan Energi (kal)

Asupan Protein (g)

Asupan Vit. B12 (µg) Asupan Asam folat (µg)

Asupan Besi (mg)

Vitamin C (mg)

12,04

28,33

1450,9

40,9

1,65 373,2

11,1

67,4

1,340

7,714

203,78

7,99

0,476 19,89

2,87

6,49

9,6

14,6

1030

27

1,0 315

7

50

14,1

45,8

1889

62

2,4 400

19

70

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)

Hemoglobin

• Dibawah normal (<12 gr/dL)

• Normal (> 12 gr/dL)

Timbal dalam darah

• Tidak normal (>30 µg/ml)

• Normal (< 30 µg/ml)

15

17

12

20

46,9

53,1

37,5

62,5

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)

Energi

Kurang (< 80% kkal)

Baik (> 80% kkal)

Protein

Kurang (< 80% gr)

Baik (> 80% gr)

Vitamin B12 Kurang (<2,4 µg)

Cukup (> 2,4 µg)

Asam folat

Kurang (<400 µg) Cukup (> 400 µg)

Besi

Kurang (<13 mg)

Cukup (> 13 mg)

Vitamin C

Kurang (<75 mg)

Cukup (> 75 mg)

29

3

28

4

27

5

28 4

25

7

28

4

90,6

9,4

87,5

12,5

84,4

15,6

84,4 15,6

78,1

21,9

87,5

12,5

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Asupan Makanan Wanita Usia Subur di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna

Kabupaten Tegal 2013

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kandungan Hemoglobin, Timbal dalam darah Wanita Usia Subur di Desa Pesarean

Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal 2013

Tabel 2. Deskripsi Kandungan Hemoglobin, Timbal dalam darah serta Asupan Makanan Wanita Usia Subur

di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal 2013

Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin

Page 4: jurnal.pdf

169

(90,6%), kategori kurang protein sebanyak 28 responden

(87,5%), kategori kurang vitamin B12 sebanyak 27

responden (84,4%), kategori kurang asam folat

sebanyak 28 responden (87,5%), kategori kurang Fe

sebanyak 25 responden (78,1%) dan kategori kurang

vitamin C sebanyak 28 responden (87,5%), ditampilkan

pada tabel 4.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Sebelum dilakukan analisis, dilakukan uji normalitas data

sebagai berikut:

Berdasarkan hasil uji normalitas data (Shapiro Wilk),

variabel umur, kadar haemoglobin, kadar timbal, asupan

energi, asupan protein, dan asupan asam folat

berdistribusi normal (p-value > 0,05).

Analisis korelasi

Analisis korelasi beberapa variabel numerik yang

dikaji dalam penelitian ini disajikan pada tabel 6 berikut:

Hasil analisis (pada tabel 6) menunjukkan bahwa

ada korelasi signifikan antara kadar haemoglobin dengan

kadar timbal dalam darah, ada korelasi sifnifikan antara

kadar haemoglobin dengan asupan vitamin B12.

Sedang analisis hubungan beberapa varibel

kategorik dilakukan analisis dengan uji Chi-Square Hasil

uji Chi-Square data kategorik untuk timbal dalam darah

dengan kategorik kadar hemoglobin ditampilkan pada

tabel 7.

Berdasarkan tebal 7, proporsi subyek dengan kadar

haemoglobin di bawah normal pada kelompok subyek

dengan kadar timbah tidak normal sebesar 75%. Proporsi

Tabel 6. Hasil analisis korelasi bebrapa variabel penelitian.

Tabel 5. Uji Normalitas Data Hasil Penelitian

Tabel 7. Analisis hubungan kadar haemoglobin dengan kadar timbal darah

Hubungan Antara Kadar Timbal dalam Darah dengan Kadar Hemoglobin

Nilai Probabilitas

(p-value) No Parameter

Shapiro Wilk

Kesimpulan

1.

2.

3.

4. 5.

6.

7.

8.

9. 10.

Umur

Lama tinggal

Kadar Hemoglobin

Kadar Timbal dalam darah Asupan Energi

Asupan Protein

Asupan Vitamin B12

Asupan Asam Folat

Asupan Besi Asupan Vitamin C

0,051

0,000

0,105

0,730 0,148

0,417

0,001

0,108

0,002 0,000

Distribusi normal

Distribusi tidak normal

Distribusi normal

Distribusi normal Distribusi normal

Distribusi normal

Distribusi tidak normal

Distribusi normal

Distribusi tidak normal Distribusi tidak normal

Kategori Kadar Hemoglobin Kategori kadar timbal

dalam darah Di bawah Normal (<

12 gr/dL)

Normal

(> 12 gr/dL)

Total

Tidak Normal (> 30 µg/ml) 9 (75%) 3 (25%) 12 (100%)

Normal (< 30 µg/ml) 6 (30%) 14 (70%) 20 (100%)

Total 15 (46,9%) 17 (53,1%) 32 (100%)

X2 Continuity Correctin, p-value = 0,035

No Hubungan Nilai P-

value

Koefisien

korelasi Kesimpulan

1. 2.

3.

4.

5.

6.

7. 8.

9.

Hemoglobin dengan Umur Hemoglobin dengan Timbal dalam darah

Hemoglobin dengan Asupan Protein

Hemoglobin dengan Asupan Asam Folat

Hemoglobin dengan Asupan Energi

Hemoglobin dengan Lama tinggal

Hemoglobin dengan Asupan Vitamin B12 Hemoglobin dengan Asupan Besi

Hemoglobin dengan Asupan Vitamin C

0,553 0,017

0,066

0,293

0,754

0,948

0,017 0,351

0,661

-0,109 -0,418

0,329

0,192

0,058

-0,008

0,304 -0,120

0,066

Tidak ada hubungan1

Ada hubungan1

Tidak ada hubungan1

Tidak ada hubungan1

Tidak ada hubungan1

Tidak ada hubungan2

Ada hubungan2

Tidak ada hubungan2

Tidak ada hubungan2

Keterangan : 1 Uji Korelasi Pearson;

2 Uji Korelasi Tau Kendall’s

Page 5: jurnal.pdf

170

ini lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang kadar

timbalnya normal (30%). Dengan demikian ada fenomena

kecenderungan semakin tinggi kadar timbal, maka akan

semakin rendah kadar haemoglobinnya.

Hasil uji Chi-Square (Continuity Correction)

diperoyaleh p-value = 0,035, sehingga dapat disimpulkan

ada hubungan antara kadar timbal dalam darah dengan

kadar hemoglobin wanita usia subur. Hasil analisis risiko

(RP) diperoleh nilai 2,5: 1,187 – 5,266). Hal ini menunjukkan

bahwa subyek yang mempunyai kadar timbah dalam

darah tidak normal (>30 µg/ml) mempunyai risio kadar

haemoglobinnya di bawah normal (<12 gr.dL) dibanding

dengan subyek yang kadar timbal dalam darahnya normal.

SIMPULAN

1. Rerata kadar timbal darah pada wanita usia subur

sebesar 28,33 µg/ml dengan standar deviasi 7,714.

Dengan demikian sebanyak 37,5%) kadar timbal

dalam darah responden tidak normal.

2. Rerata kadar haemoglobin wanita usia subur sebesar

12,04 gr/dL dengan standar deviasi 1,340 gr/dl,.

Dengan demikian sebanyak 46,9% responden

mempunyai kadar haemoglobin di bawah normal.

3. Ada korelasi bermakna (negatip) antara kadar timbal

dalam darah dengan kadar hemoglobin pada wanita

usia subur (r = -0,418).

4. Paparan timbal merupakan faktor risiko rendahnya

kandungan haemoglobin pada wanita usia subur

dengan nilai RP = 2,5 (CI: 1,187 -5,266)

DAFTAR PUSTAKA

1. BPPI. Desain prototipe penanganan gas buang dari

industri kecil pemanfaatan aki bekas. Jawa Tengah;

2002

2. Grant LD, Lead and Its Compounds. Dalam Morton

Lipmann, Environmental Toxicants, Human Exposure

and Their Health Effects. 3rd ed; 2009.

3. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup

Kabupaten Tegal. Kajian Analisis Dampak

Pembakaran Timah Hitam di Desa Pesarean Tahun

2005;

4. BLK Provinsi Jawa Tegah. Hasil uji sampel

kandungan Pb dalam darah, Semarang. 2011

5. Dahlan S. Langkah-langkah membuat proposal

penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. CV

Agung Seto. Jakarta. 200: hal : 57

6. Sastroasmoro, S. Ismael, S. Dasar-dasar metodologi

penelitian klinis. Jakarta. Binarupa Aksara. 2002;

hal; 206

Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin

Page 6: jurnal.pdf

99

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia

Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013

_________________________________________________

Retno Sulistiyowati, S.Pd., M.Kes, SMK THERESIANA Semarang

dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

Dr. Nurjazuli, SKM, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kristal Batu Saluran Kemihdi Desa Mrisi

Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan

Risk Factors Related to the Occurrence of Urinary Calculus among Inhabitants at Mrisi

Village, Tanggungharjo Sub District, Grobogan.

Retno Sulistiyowati, Onny Setiani, Nurjazuli

ABSTRACT

Background: A stone in the urinary tract commonly known as Urinary Calculus has been recognized since the era

of Babylonia and Ancient Egypt. In 2002, Indonesia had 37,636 cases of Urinary Calculus. Male group has a 4

times higher risk of Urinary Calculus than female group. In addition, it often happens at the age of 45 years. More

than 80% of Urinary Calculus consists of calcium, i.e. calcium oxalate and calcium phosphate. The objective of

this research was to analyze the risk factors of Urinary Calculus in urine among inhabitants.

Method: It was an observational research using cross-sectional design. This research was conducted at Mrisi

village, Sub District of Tanggungharjo in Grobogan. Number of respondents was 45 persons. Furthermore,

univariate, bivariate, and multivariate statistical techniques were applied to analyze data using SPSS version

16.0.

Result:This research showed that significant risk factors to the occurrence of Urinary Calculus were as follows:

length of stay (p=0.028) and habit of vegetable consumption (RP=2.125; 95%CI: 1.078-4.187).

Conclusion:People consuming high oxalate vegetables have a probability tosuffer from Urinary Calculus equal

to 45.28%. They were recommended to drink as much as 2 – 2.5 liters/day, reduce consuming high oxalate foods,

and consume various vegetables and fruits. In addition, they need to consume citrate if consuming high oxalate

foods and they would like to treat water by boiling and cooling down before drinking.

Key words: Risk Factor, Urinary Calculus, Grobogan

PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih telah dikenal selama

berabad-abad sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir

kuno, dengan ditemukan batu pada kandung kemih

mumi.Kejadian (insidens) batu saluran kemih tidak sama

diberbagai belahan bumi, bervariasi menurut suku bangsa

dan geografi, selain itu setiap peneliti mengemukakan

angka yang berbeda-beda. Di seluruh dunia rata-rata 1-

12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.1,2) Di

Negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia,

batu saluran kemih banyak ditemukan pada bagian atas

saluran kemih, sedangkan di Negara berkembang seperti

India, Thailand dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu

kandung kemih.3)

Di Amerika Serikat 5-10% penduduk menderita BSK

setiap tahunnya. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia

tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari

rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636

kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959

orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah

sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah

sebesar 378 orang .1,4)

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu

kalsium,baik yang berikatan dengan oksalat maupun

dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan

kalsium fosfat, sedangkan yang lain berasal dari batu

asam urat, batu magnesium amonium fosfat (struvite),

sistein atau kombinasi.5)

Laki-laki mempunyai risiko 4 kali lebih tinggi

dibandingkan perempuan kecuali batu ammonium

magnesium phospat (struvite). Angka kejadian pada laki-

laki biasanya pada umur 45 tahun, sedangkan pada

perempuan terjadi pada usia 41 tahun.5,6)

Pembentukan batu saluran kemih (BSK) diduga ada

hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan

metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-

keadaan lain yag belum jelas.(1) Secara epidemiologis

terdapat dua faktor yang mempermudah terbentuknya

batu saluran kemih (BSK) yaitu faktor intrinsik dan

ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal

dari diri individu sendiri seperti herediter/keturunan,

umur, jenis kelamin. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang

Page 7: jurnal.pdf

100

Retno Sulistiyowati, Onny Setiani, Nurjazuli

berasal dari luar individu seperti geografi daerah, iklim

dan temperatur, jumlah asupan air, diet, pekerjaan dan

aktivitas fisik, kolesterol, hipertensi, asupan vitamn C

berlebih, kebiasaan menahan kemih dan obesitas.1,7,8)

Komposisi mineral dalam air minum yang bersumber

dari air permukaan (dataran tinggi/rendah) didominasi

oleh unsur calcium dan magnesium, kadar Ca2+ inilah

yang diduga dapat mengakibatkan awal terjadinya batu

saluran kemih.9).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

hubungan kadar kesadahan total, kadar kalsium, kadar

magnesium dalam air serta faktor-faktor risiko lain seperti

lama tinggal, jumlah air yang dikonsumsi, kebiasaan

memasak air sebelum dikonsumsi, kebiasaan menahan

buang air kemih (BAK), kebiasaan konsumsi sayur,

kebiasaan olah raga (aktivitas fisik), kadar kolesterol,

intake kalsium dan protein, dan riwayat keluarga dengan

kejadian batu saluran kemih pada penduduk Desa Mrisi,

Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan.

MATERI DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional

analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu

mengukur paparan variabel bebas dan terikat pada

subyek penelitian dilakukan dalam waktu yang

bersamaan, dikumpulkan dengan pengamatan sesaat atau

dalam suatu periode tertentu dan hanya dilakukan satu

kali pengamatan selama penelitian.10,11) Pada desain cross

sectional karena mudah dilakukan dan murah, tidak

memerlukan follow up, efisien dan kuat untuk

mendeskripsikan penyakit yang dihubungkan dengan

paparan faktor-faktor penelitian.12)

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk

berjenis kelamin laki-laki Desa Mrisi, Kecamatan

Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan. Adapun teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan purposive

sampling dengan pertimbangan mereka yang bersedia

berpartisipasi dalam pemeriksaan kristal batu saluran

kemih dalam urin. Dengan kriteria inklusi sebagai berikut

: penduduk laki-laki, berusia lebih dari 40 tahun, lama

tinggal 30 tahun atau lebih dan ada di lokasi saat dilakukan

pengambilan urin untuk diperiksa ada tidaknya kristal

batu saluran kemih.

Pengujian kadar kesadahan, Ca, Mg di dalam air

sumur dengan cara titrasi dengan metode kompleksometri

menggunakan larutan EDTA (Etilen Diamin Tetra Acetat)

Pemeriksaan kristal batu saluran kemih dalam urin

penduduk dengan cara mengendapakan sedimen urin

lalu diperiksa dengan mikroskop binokuler

Analisis data hasil penelitian disajikan secara

univariat (deskriptif) untuk mengetahui proporsi masing-

masing variabel.Analisis data bivariat dilakukan dengan

uji Chi Square yakni untuk menganalisis hubungan faktor

risiko dengan kejadian kristal batu saluran kemih.

Kemudian untuk mengintepretasikan hubungan risiko

pada penelitian ini digunakan Ratio Prevalence (RP).

Hasil analisis statistik dilihat dari nilai p-value. Sedangkan

untuk mengintepretasikan tingkatrisiko berdasarkan

variabel terikat pada penelitian ini digunakan Ratio

Prevalence (RP) dan 95% Confidence Interval (95%

CI).Analisis multivariat dilakukan untuk melihat

hubungan variabel bebas dengan variabel terikat, dan

variabel bebas mana yang paling besar pengaruhnya

terhadap variabel terikat. Analisis multivariat dilakukan

dengan cara menghubungkan beberapa variabel bebas

dengan variabel terikat secara bersamaan, untuk variabel

bebas yang bersifat dikotomis maka analisis yang

digunakan adalah regresi logistik

Tabel.1. Karakteristik Responden di Desa Mrisi, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan.

Karakteristik Responden Frekuensi (%)

Umur (tahun)

40-50 24 53,3

51-60 11 24,4

61-70 7 15,6

71-80 2 4,4

81-85 1 2,2

Status Gizi

Buruk (IMT < 18,5 dan > 25) 5 11,1

Baik (IMT 18,5-25) 40 88,9

Jenis Pekerjaan

Biro Tenaga Listrik (BTL) 1 2,2

Buruh 1 2,2

Buruh Kapur 3 6,7 Petani 37 82,2

Swasta 1 2,2

Tukang Kayu 1 2,2

Wiraswata 1 2,2

Page 8: jurnal.pdf

101

Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kristal Batu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Mrisi terletak di Kecamatan Tanggungharjo,

Kabupaten Grobogan. Luas desa 612,976 Ha. Batas

wilayah desa Mrisi adalah sebelah utara Desa Rowosari,

sebelah selatan Hutan Negara, sebelah barat Desa

Kaliwenang, dan sebelah timur Desa Kapung. Kondisi

geografis desa Mrisi dengan ketinggian tanah dari

permukaan air laut adalah 20 meter, dengan curah hujan

2000 mm/tahun dengan suhu rata-rata 35°C. Jarak dari

pemerintahan kecamatan 5 Km, jarak dari ibukota

Kabupaten/Kota 37 Km, jarak dari ibukota Propinsi 37

Km dan jarak dari ibukota Negara 1037 Km.Jumlah

penduduk 4,920 orang yang terdiri dari laki-laki 2,350

orang, perempuan 2,570 orang dengan kepala keluarga

1,460 KK . Dengan kelompok tingkat pendidikan sebagai

berikut, 4-6 tahun sebanyak 375 orang (7,62%), 7-12

sebanyak 723 orang (14,70%), 13-15 tahun sebanyak 371

orang (7,54%), dan kelompok kerja 20-26 tahun sebanyak

658 orang ( 13,37% ) dan 27-40 tahun sebanyak 673 orang

( 13,68% ).Mata pencaharian penduduk sebagai buruh

tani ( 25,12% ), sebagai petani ( 14,09% ) lainnya sebagai

PNS, POLRI,pensiunan, karyawan swasta, wiraswasta,

pertukangan, buruh tambang kapur dan jasa lainnya.

Tanaman utama pada pertanian adalah padi dan palawija,

yang lain adalah tanaman sayur dan buah.13)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa umur

termuda responden adalah 40 tahun dan tertua adalah 85

tahun, sedangkan rerata umur responden adalah 53,04

tahun. Terdapat 40 responden (88,9%) yang memiliki

status gizi baik (IMT 18,5-25) , sedangkan 5 responden

(11,1%) mempunyai status gizi buruk (IMT <18,5 dan

>25). Sebagian besar pekerjaan responden adalah sebagai

petani / buruh tani yaitu sebanyak 37 orang (82,2%),

tenaga BTL sebanyak 1 orang (2,2%), buruh sebanyak 1

orang (2,2%), sebagai buruh kapur 3 orang (6,7%), tukang

kayu 1 orang (2,2%) dan sebagai wiraswasta 1 orang

(2,2%).

KARAKTERISTIK SUMBER AIR

Semua responden menggunakan sumur gali untuk

memenuhi kebutuhan air dalam kehidupan sehari-hari.

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa rerata kadar

kesadahan total dalam air sumur gali adalah 352,9 mg/L,

rerata kadar kalsium adalah 136,84 mg/L dan rerata kadar

magnesium adalah 16,23 mg/L.

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 45 responden

sebanyak 27 responden (60%) ditemukan kristal batu

saluran kemih dalam urin dan sebanyak 18 responden

(40%) tidak ditemukan kristal batu saluran kemih dalam

urin. Kristal batu saluran kemih dalam urin yang

ditemukan adalah jenis kalsium oksalat, kalsium karbonat

dan asam urat, dengan nilai positif satu (+) sampai positif

tiga (+++).

Analisis Univariat

Dari tabel 4dapat diketahui bahwadari 24 responden

yang mengkonsumsi air dengan kadar kesadahan jumlah

lebih dari 352,9 mg/L, terdapat 15 responden (62,5%)

mengalami kejadian kristal batu saluran kemih dan 9

responden (37,5%) tidak mengalami kejadian kristal batu

saluran kemih.Dari 24 responden yang mengkonsumsi

air dengan kadar Kalsium lebih dari 136,84 mg/L, terdapat

13 responden (54,2%) mengalami kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin dan 11 responden (45,8%) tidak

mengalami kejadian kristal batu saluran kemih dalam

urin.Dari 4 responden yang mengkonsumsi air dengan

kadar Magnesium lebih dari 30 mg/L ada 2 responden

(50,0%) mengalami kejadian kristal batu saluran kemih

dalam urin dan 2 responden (50,0%) tidak menyebabkan

kejadian kristal batu saluran kemih.

Dari 34 responden yang lama tinggal lebih dari 30

tahun, ada 24responden (70,6%) mengalami kejadian

kristal batu saluran kemih dalam urin dan 10 responden

(29,4%) tidak mengalami kejadian kristal batu saluran

kemih dalam urin.Dari 2 responden dengan kebiasaan

tidak memasak air sebelum dikonsumsi terdapat 2

responden (100,0%) mengalami kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin. Dari 8 responden dengan

kebiasaan menahan buang air kemih (BAK) ada 6

Sumur Gali Maksimum (mg/L) Minimum (mg/L0 Mean (mg/L)

Kadar kesadahan total 610,0 110,0 352,9

Kadar Kalsium air 240,0 40,0 136,84

Kadar Magnesium 70,50 1,46 16,23

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Air Sumur Gali

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian Kristal Batu Saluran Kemih Responden di Desa Mrisi, Kecamatan

Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan

Kristal Batu Saluran Kemih Frekuensi (%)

Ada 27 60,00

Tidak ada 18 40,00

Total 45 100,0

Page 9: jurnal.pdf

102

Terdapat kristal dalam

urin

Tidak ditemukan kristal

dalam urin Total

Variabel

n % n % N %

Kesadahan total( mg/L)

tinggi ( >352,9) 15 62,5 9 37,5 24 53,3

Lunak (<352 ) 12 57,1 9 42,9 21 46,7

Kadar kalsium ( mg/L)

TMS (>100) 13 54,2 11 45,8 24 53,3

MS (<100) 14 66,7 7 33,3 21 46,7

Kadar magnesium

(mg/L)

TMS( >30) 2 50,0 2 50,0 4 8,89

MS (<30 ) 25 61,0 16 39,0 41 91,11

Lama Tinggal (tahun)

>=30 24 70,6 10 29,4 34 75,6

<30 3 27,3 8 72,7 11 24,4

Kebiasaan Memasak Air

Tidak 2 100,0 0 0 2 4,4

Ya 25 58,14 18 41,86 43 95,6

Menahan BAK

Ya 6 75,0 2 25,0 8 17,8

Tidak 21 56,8 16 43,2 37 82,2

Konsumsi Air Minum (Liter)

TMS (<2) 7 46,7 8 53,3 15 33,3

MS(>2) 20 66,7 10 33,3 30 66,7

Konsumsi Sayur /hari

> 2 kali 21 75 7 25 28 62,2

≤ 2 kali 6 35,3 11 64,7 17 37,8

Kdr Kolesterol(mg/dL)

Tidak Normal (>200) 0 0 1 100,0 1 2,2

Normal (<200) 27 61,4 17 38,6 44 97,8

Olah raga

Tidak pernah 26 60,5 17 39,5 43 95,6

>1 kali seminggu 1 50,0 1 50,0 2 4.4

Konsumsi Ikan

Setiap hari 0 0 0 0 0 0

Tidak setiap hari 27 60 18 40 45 100

Konsumsi Telur

Setiap hari 3 50,0 3 50,0 6 13,3

Tidak setiap hari 24 61,5 15 38,5 39 86,7

Suplemen Kalsium

Ya 1 100,0 0 0,0 1 2,2

Tidak 26 59,1 18 40,9 44 97,8

Konsumsi Susu

Ya 1 100,0 0 0,0 1 2,2

Tidak 26 59,1 18 40,9 44 97,8

Riwayat Keluarga

Ada 5 62,5 3 37,5 8 17,8

Tidak 22 59,5 15 40,5 37 82,2

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor Risiko dengan Kejadian Kristal Batu Saluran Kemih Dalam Urin Pada Penduduk

Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan

Retno Sulistiyowati, Onny Setiani, Nurjazuli

Page 10: jurnal.pdf

103

responden (75,0%) mengalami kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin dan sebanyak 2 responden

(25,0%) tidak mengalami kejadian kristal batu saluran

kemih dalam urin.Dari 15 responden dengan konsumsi

air minum dalam satu hari kurang dari 2 liter, terdapat 7

responden (46,7%) mengalami kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin dan 8 responden (53,3%) tidak

mengalami kejadian kristal batu saluran kemih dalam

urin.Dari 28 responden dengan kebiasaan konsumsi

sayur > 2 kali sehari , terdapat 21 responden (75%)

mengalami kejadian kristal batu saluran kemih dalam

urin dan 7 responden (25,0%) tidak mengalami kejadian

kristal batu saluran kemih.Responden dengan kadar

kolesterol tidak normal (>200 mg/dL), tidak ada

kejadian kristal batu saluran kemih dalam urin.Dari 43

responden yang tidak pernah melakukan olah raga ,

terdapat 26 responden (60,5%) mengalami kejadian

kristal batu saluran kemih dalam urin dan terdapat 17

responden (39,5%) tidak mengalami kejadian kristal

batu saluran kemih dalam urin.Dari 6 responden

dengan konsumsi telur setiap hari terdapat 3

responden (50,0%) mengalami kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin dan ada 3 responden (50,0%)

tidak mengalami kejadian kristal batu saluran

kemih.Responden dengan kebiasaan konsumsi

suplemen kalsium, mengalami kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin, responden dengan kebiasaan

konsumsi susu, mengalami kejadian kristal batu saluran

kemih dalam urin.Dari 8 responden dengan ada riwayat

anggota keluarga menderita batu saluran kemih,

terdapat 5 responden (62,5%) mengalami kejadian

kristal batu saluran kemih dalam urin dan ada 3

responden (37,5%) tidak mengalami kejadian kristal

batu saluran kemih.

Analisis Bivariat

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa ada 2

(dua) faktor risiko yang menunjukkan ada hubungan

yang signifikan dengan kejadian kristal batu saluran kemih

dalam sedimen urin dengan nilai p < 0,05 yaitu : lama

tinggal dengan p=0,028 dan kebiasaan konsumsi sayur

dengan p=0,011.

Hasil analisis multivariat menunjukkan terdapat 1

variabel yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian

kristal batu saluran kemih sedimen urin, yaitu kebiasaan

konsumsi sayur ( p =0,041; RP = 4,237; 95% CI = 1,062-

16,898)

Berdasarkan hasil akhir analisis dengan

menggunakan metode regresi logistic dapat diperoleh

model persamaan regresi untuk menghitung probabilitas

kejadian kristal batu saluran kemih dalam urin sebagai

berikut :

No Variabel Nilai p RP 95% CI Keterangan

1. Kadar kesadahan jumlah 0,951 1,094 0,675-1,773 Tidak signifikan

2. Kadar kalsium 0,583 0,812 0,505-1,308 Tidak signifikan

3. Kadar magnesium 1,000 0,820 0,299-2,252 Tidak signifikan

4. Lama tinggal 0,028 2,588 0.963-6,959 Signifikan

5. Kebiasaan memasak air 0,658 0,581 0,451-0,749 Tidak signifikan

6. Kebiasaan menahan BAK 0,577 1,321 0,810-2,155 Tidak signifikan 7. Jumlah konsumsi air 0,333 0,700 0,385-1,272 Tidak signifikan

8. Kebiasaan konsumsi sayur 0,020 2,125 1,078-4,187 Signifikan

9. Kadar kolesterol 0,836 2,588 1,784-3,756 Tidak signifikan

10. Kebiasaan olah raga 1,000 1,209 0,296-4,938 Tidak signifikan

11. Konsumsi ikan - - - -

12. Konsumsi telur 0,929 0,812 0,352-1,878 Tidak signifikan

13. Konsumsi suplemen kalsium 1,000 1,692 1,323-2,164 Tidak signifikan

14. Konsumsi susu 1,000 1,692 1,323-2,164 Tidak signifikan 15. Riwayat keluarga 1,000 1,051 0,577-1,914 Tidak signifikan

Tabel 5. Hasil Analisis Chi-Square beberapa faktor Risiko Kejadian Kristal Batu Saluran Kemih Dalam Urin

No Variabel ß Nilai P Exp

(B) 95%CI Keterangan

1. Kebiasaan Konsumsi

Sayur

1,444 0,041 4,237 1,062-16,898 Signifikan

2. Lama Tinggal 1,544 0,060 4,682 0,940-23,330 Tidak signifikan

Constanta -1,610 0,044 0,200

Tabel 6. Hasil Analisis Multivariat antara Faktor-faktor Risiko dengan Kejadian Kristal Dalam Urin

Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kristal Batu

Page 11: jurnal.pdf

104

P

P = Probabilitas Event

Z = ß0+ß1

ß0 = konstanta

e = 2,7182818

P

P = 0,4586 = 45,86%

Berdasarkan persamaan di atas,penduduk laki-laki

dengan kebiasaan konsumsi sayur yang mengandung

oksalat tinggi lebih dari 2 kali sehari mempunyai

probabilitas untuk mengalami kejadian kristal batu saluran

kemih dalam urin sebesar 45,86%

PEMBAHASAN

Rerata umur responden 53,04 tahun, dengan rentang

40-85 tahun.Hasil analisis statistik dalam penelitian

menyatakan ada 2 (dua) faktor risiko yang menunjukkan

ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kristal

batu saluran kemih dalam sedimen urin dengan nilai p <

0,05 yaitu : lama tinggal dan kebiasaan konsumsi sayur.

1. Lama Tinggal

Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat

hubungan signifikan antara lama tinggal dengan kejadian

kristal batu saluran kemih pada penduduk Desa Mrisi,

Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan,

dengan p = 0,028 RP (95 CI) = 2,588 (0,963-6,959). Dapat

diketahui bahwa responden dengan lama tinggal lebih

dari 30 tahun mempunyai risiko kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin sebesar 2,588 kali dibandingkan

dengan responden dengan lama tinggal kurang dari 30

tahun.

Pembentukan batu kemih bukan proses satu-dua

bulan, melainkan bertahun-tahun, tergantung seberapa

besar kandungan zat pembentuk batu dalam urin. Proses

pembentukan kristal batu saluran kemih terjadi secara

bertahap dan memakan waktu yang sangat lama dengan

puncak insidensi antara dekade ketiga dan keenam. Batu

terdiri atas kristal-kristal yang tersusun dari bahan

organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin.

Kristal-kristal tersebut berada dalam keadaan

metastabel (tetap larut) dalam urin jika tidak ada keadaan-

keadaan tertentu yang menyebabkan inti batu (nukleasi)

yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik

bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih

besar. Agregat kristal membentuk batu kemih, meskipun

pada mulanya masih rapuh dan belum cukup mampu

untuk membuntu saluran kemih.

Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel

saluran kemih dan dari sini bahan-bahn lain diendapkan

pada agregat tersebut sehingga membentuk batu yang

cukup besar. Awalnya batu terbentuk di ginjal. Kristal

batu bisa langsung turun ke kandung kemih membentuk

batu buli-buli atau bisa juga batu turun setelah berbentuk

batu ginjal.3)Lama tinggal di suatu daerah merupakan

salah satu faktor geografi, dimana aspek lingkungan dan

sosial budaya seperti kebiasaan makan, temperatur dan

kelembaban udara dapat menjadi predeposisi kejadian

batu saluran kemih.6) Lama tinggal sangat berkaitan

dengan umur, artinya responden yang tinggal lebih lama

di daerah penelitian tentunya umurnya juga sesuai.

2. Kebiasaan Konsumsi Sayur

Hasil analisis bivariat menunjukkan penduduk

Desa Mrisi dengan konsumsi sayur tinggi mempunyai

risiko kejadian kristal batu saluran kemih dalam urin

2,125 kali lebih tinggi dibanding dengan penduduk

dengan konsumsi sayur rendah, p = 0,020, 95%CI

1,078-4,187. Jenis sayur yang dikonsumsi responden

adalah bayam, kangkung, daun papaya, daun

singkong, sawi, labu siam dan terong. Alasan

responden mengkonsumsi sayuran tersebut karena

tanaman tersebut ada di sawah dan ladang mereka.

Sayur yang dikonsumsi responden termasuk sayur

yang mengandung oksalat. Dari literatur, diperoleh data

sebagai berikut, sayur yang mengandung oksalat

seperti bayam, kacang panjang, buncis, kangkung,

daun singkong, daun pepaya, kol, brokoli dan selada.

Sawi mengandung oksalat 1336 mg/100 g, bayam 660

mg/ 100 g, kedelai, brokoli dan asparagus kurang dari

100 mg/ 100 g.14). Oksalat bila berikatan dengan kalsium

dalam tubuh akan membentuk senyawa tidak larut dan

tidak dapat diserap tubuh. Senyawa ini berupa kristal

yang terendap dalam jaringan yang dapat

menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kalsium dan

oksalat membentuk senyawa kalsium oksalat sebagai

penyebab sekitar 80% penyakit batu ginjal pada orang

dewasa. Oksalat menyebabkan hiperkalsiuria dan

resorbsi kalsium sehingga menyebabkan hiperkalsium

yang dapat menimbulkan batu kalsium oksalat.15)

Hiperoksaluria meningkatkan kalsium oksalat jenuh

dan berkontribusi terbentuknya batu kalsium oksalat,

ekskresi oksalat urin pada wanita 45 mg/hari dan pada

laki-laki 55 mg/hari. 90% dari diet oksalat akan mengikat

kalsium di usus kecil sebagai kalsium oksalat dan 10%

oksalat bebas dan terserap dalam usus besar, kemudian

diekskresi dalam urin. Hiperoksaluri mungkin akibat diet

tinggi oksalat, namun dapat juga terjadi pada pasien

dengan malabsorsi lemak enteric.Hal ini bisa terjadi karena

kelebihan lemak enterik mengikat kalsium bebas dan

mengakibatkan oksalat bebas lebih mudah diserap di

kolon.16)

Sebagian besar batu saluran kemih adalah kalsium

oksalat, secara garis besar pembentukan oksalat berasal

dari diet (oksalat eksogen) dan hasil metabolisme (oksalat

endogen). Pada penelitian sebagian besar oksalat adalah

Retno Sulistiyowati, Onny Setiani, Nurjazuli

Page 12: jurnal.pdf

105

endogen yaitu 85-90%, selebihnya adalah oksalat

eksogen.17)

Bahan makanan yang mengandung oksalat dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

a. Produk dimana miliequivalen asam oksalat yang

terkandung jumlahnya 2-7 kali lebih besar daripada

kalsium, misal bayam, daun beet dan bubuk kakao.

Bahan makanan ini dapat menyebabkan kalsium

yang terkandung di dalamnya tidak dapat

dimanfaatkan, bahkan dapat mengendapkan kalsium

yang ditambahkan dari produk-produk lain. Atau

jika tidak ada kalsium yang ditambahkan dapat

berpengaruh toksik.

b. Pada produk ini asam oksalat dan kalsium dalam

jumlah yang hampir setara (1±0,2) keduanya saling

menetralkan, sehingga penambahan kalsium yang

diberikan oleh produk lain dan tidak menimbulkan

pengaruh anti mineralisasi. Produk ini misalnya

kentang.

c. Bahan makanan ini meskipun mengandung asam

oksalat dalam jumlah yang cukup banyak, namun

karena pada bahan ini kaya akan kalsium, maka

bahan makanan ini merupakan sumber kalsium. Yang

termasuk kelompok ini adalah selada, kobis, bunga

kol, brokoli dan kacang hijau.18)

SIMPULAN

1. Ada hubungan antara lama tinggal responden di

daerah penelitian dengan kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin p = 0,028, RP = 2,588 ;95%

CI : 0,963-6,959.

2. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi sayur

yang mengandung oksalat tinggi dengan kejadian

kristal batu saluran kemih dalam urin p = 0,020; RP =

2,125; 95%CI : 1,078-4,187.

3. Responden dengan kebiasaan konsumsi sayur

yang mengandung oksalat tinggi memiliki

probabilitas untuk mengalami kejadian kristal batu

saluran kemih dalam urin sebesar 45,86%

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo Basuki B., Dasar-dasar urologi,

Jakarta:Sagung Seto,2011

2. Frank, Elizabeth L.,Nephrolithiasis - Kidney

StoneThe Physician’s Guide to Laboratory Test

Selection and InterpretationMarch 2012.

3. Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat,

4 Sept 2011 - From: www.itokindo.org.

4. Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri 3,

Morbiditas dan Mortalitas. Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan RI. 2002.

5. Bushinsky David A., Coe Frederic L., Moe Orson

W., Nephrolithiasis in The Kidney, 8th Edition.

Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.

6. Ratu G, Badji A, Harjono. Profil analisis batu

saluran kemih di Laboratorium Patologi Klinik.

Majalah Patologi Klinik Indonesia dan laboratorium

Medik 2006:12(3):114-7

7. Internal Medicine Diagnosis dan Terapi/ Panduan

Klinik Ilmu Penyakit Dalamalih bahasadr. Edi

Nugroho Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,

2001.

8. Menon M, Resnick, Martin I.,Urinary Lithiasis:

Etiologi and Endourologi, in: Chambell’s Urology,

8th ed, Vol 14, W.B. Saunder Company, Philadelphia:

2002: 3230-3292.

9. Siener, R., Jahnen, A. and Hesse, A.,Influence of

Mineral Water Rich in Calcium, Magnesium and

Bicarbonate on Urine Composition and The Risk

of Calcium Oxalate Crystallization: Original

Communication. Eur.J.Clin. Nutr2004;58:270-76.

10. Budiarto, E. Metodologi penelitian kedokteran,

sebuah pengantar . Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2002.

11. Sastroasmoro Sudigdo., Ismael Sofyan, Dasar-

dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung

Seto; 2008.

12. Sugiyono , Statistik untuk penelitian. Bandung: CV

Alfabeta; 2003.

13. Monografi Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten

Grobogan, 2011

14. Sherwood, Lauralee. Human Physiology:From

Cells to System.Penerbit buku

Kedokteran EGC. Cetakan I. Jakarta, 2001.

15. hea l th .kompas .com/read/2011/06/24/ . . . /

Efek.Oksalat.bagi.Kesehatan.

16. HallM, PhillipM.D, Cleveland Clinic Journal of

Medicine volume 76 number 10 oktober 2009.

17. Tiselius Tiselius, HG. Posibility for Preventing

Reccurent Calcium Stone Disease: Principle for

The Metabolic Evaluation of Patiens with Calcium

Stone Disease. BJU Int.2001; 88; 158-168.

18. Kenali zat anti gizi 5. Asam oksalat,

Geasy.wordpress.com.15 Juni 2007

Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kristal Batu

Page 13: jurnal.pdf

111

Hubungan Kadar Timah Hitam (Pb) dengan Kadar Albumin dalam Darah dan Kejadian Anemia

(Studi pada pekerja peleburan timah di perkampungan industri kecil (PIK) Kebasen Kab.

Tegal)

The Association Between Blood Lead Level (BLL)With Albumin Anemia

(Research In Tin Smelting Workers In Kebasen Small Industries Village district Tegal)

Muchtar Mawardi, Onny Setiani, Suhartono

ABSTRACT

Background: Exposure to lead (Pb) with low levels over a prolonged period will cause health effects such as

hypertension, anemia, decreased ability to inhibit the formation of the brain and red blood. If this is not resolved

soon, disorder may result in disruption to the body’s various organ systems such as the nervous system, kidneys,

reproductive system, gastrointestinal tract and anemia.This research aimed to know the association between lead

exposure with albumin level and anemia.

Methods: Cross-sectional study on 45 subjects research at Small Industry Village (PIK) Kebasen Talang District

Tegal regency. Pb levels in the blood as biomaker of exposure to decreased levels of albumin and anemia.

Result: There were 6 subjects who had BLL over the threshold with mean and standart deviation of 26.8 + 18.85

ug/dl.They (33 sub) also had a haemoglobine level over the threshold with the mean of 14.3 + 1.10 gr %. There

were 31 subjects with level of albumine over the threshold with the mean of 5.7+ 1.39. There was a relationship

between blood lead level and albumin level (p value = 0.048), with a correlation coefficient (rho) = -0.205.

Conclusion: People who are working with very risky Pb exposure increased levels of albumin in the blood.

Key words: Lead exposure, level of Albumin and Hemoglobin.

_________________________________________________

Muchtar Mawardi, S.KM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal

dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

Dr.dr. Suhartono, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

PENDAHULUAN

Pembangunan industri perlu mendapatkan perhatian

karena adanya pemaparan Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3) di tempat kerja berupa logam berat. Salah

satu logam berat yang perlu diwaspadai adalah timbal

(Pb), karena logam tersebut menimbulkan efek negatif

terhadap kesehatan manusia, baik jangka pendek maupun

jangka panjang. Pada kadar tertentu, akibat pemaparan

kronis, Pb dapat menyebabkan efek negatif terhadap

kesehatan manusia terutama terhadap sistim hemopoitik,

saraf, ginjal, dan reproduksi. Manusia senantiasa dapat

terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-

hari dari berbagai sumber seperti lingkungan umum atau

lingkungan kerja. Di lingkungan ambien kadar logam berat

seperti Pb dapat berkisar cukup tinggi dan kontaminasi

dapat terjadi pada makanan, air, udara, tanah dan

makanan, maka Pb disebut Multi Media Polutan.1

Logam berat: merkuri, timbal dan kadmium disebut

sebagai “ tiga besar logam beracun” karena dampak yang

besar terhadap lingkungan. Ketiga logam berat tersebut

cenderung bertahan, dan akhirnya beredar ke seluruh

rantai makanan.2

Timbal dan senyawanya masuk ke dalam tubuh

manusia selain melalui sistim pernapasan, juga dapat

melalui pencernaan dan kontak dermal. Bahaya kesehatan

yang ditimbulkan oleh timbal dalam udara berkaitan

dengan ukuran partikel. Efek pertama pada keracunan

timbal kronis sebelum mencapai target organ adalah

adanya gangguan dalam biosintesis hem dan apabila

gangguan ini tidak segera teratasi akan dapat

mengakibatkan gangguan terhadap berbagai sistim organ

tubuh seperti sistim saraf, ginjal, sistim reproduksi,

saluran cerna dan anemia.3

Timbal yang terhirup dan masuk sistim pernapasan

akan ikut beredar ke seluruh jaringan dan organ tubuh.

Lebih dari 90% logam timbal yang terserap oleh darah

berikatan dengan sel darah merah dan mengakibatkan

gangguan pada proses sintesis hemoglobin. Dipihak lain

kadar hemoglobin juga dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor yaitu umur, jenis kelamin, kehamilan, menstruasi,

asupan makanan, kebiasaan minum teh atau kopi (dapat

menurunkan penyerapan besi), penyakit infeksi dan

sebab-sebab lainnya. Timbal dalam darah akan

menyebabkan toksik dan bersifat akumulatif. Meskipun

jumlah timbal yang diserap oleh tubuh sangat sedikit

namun dampaknya sangat berbahaya.4

Paparan Pb dengan kadar rendah yang

berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia

Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013

Page 14: jurnal.pdf

112

lama akan menimbulkan dampak kesehatan diantaranya

adalah hipertensi, anemia, penurunan kemampuan otak

dan dapat menghambat pembentukan darah

merah.5Pada orang dewasa yang terpapar Pb dari

lingkungan, konsentrasi Pb dalam darah tidak boleh

melebihi 10 ug/dl.6

Salah satu contoh pemaparan Pb terjadi pada

industri elektronik yaitu industri Panasonic Jakarta.

Pada tahun 2009 telah dilakukan pemeriksaan

kesehatan berkala berupa pemeriksaan darah termasuk

Hb dan Ht terhadap 1.357 pekerja. Hasilnya sebanyak

91 orang (6,71%) pekerja menunjukkan anemia, dengan

perincian 38 orang pekerja laki laki < Hb 13% dan 53

orang wanita Hb < 12%.7

Pesatnya kemajuan sektor industri saat ini telah

memicu timbulnya berbagai macam industri, salah satu

diantaranya adalah industri pembakaran timah hitam (Pb)

dengan bahan baku dari accu bekas dan bahan bekas

lainnya yang mengandung timah. Industri pembakaran

timah tersebut sangat potensial mencemari lingkungan,

karena pada umumnya industri ini merupakan industri

kecil yang berada ditengah-tengah pemukiman

penduduk. Kegiatannya berupa pembakaran timah hitam

(Pb) yang akan menghasilkan gas buang yang

mengandung partikel debu, Gas Sulphur Dioksida (SO2),

Nitrogen Oksida (NO2) dan logam timah hitam (Pb) serta

limbah padat yang mengandung Pb.5

Industri pembakaran timah ini sangat potensial

mencemari lingkungan kerja dan lingkungan disekitarnya

terutama pencemaran udara saat proses peleburan

berlangsung dengan tersebarnya pertikel debu berupa

Pb dan uap sulfur dioksida (SO2). Kedua parameter ini

sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan

kelestarian lingkungan hidup, hal ini disebabkan karena:

1) Industri kecil timbulnya didekat pemukiman dan milik

perorangan; 2) Alat pengolah debu dan gas buangnya

belum ditangani secara serius; 3) Kurang

pengetahuannya pengrajin tentang dampak yang sangat

berbahaya bagi kesehatan akibat adanya pencemaran

udara Pb.8

Kajian terhadap kegiatan pembakaran timah (Pb)

yang telah dilakukan Kantor Pengendalian Dampak

Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal pada tahun 2004,

didapat hasil: 1) Kegiatan pembakaran dari bahan sel aki

bekas yang dilakukan perajin masih menggunakan

teknologi yang sangat sederana yang menghasilkan

limbah gas, dan debu serta limbah padat sisa pembakaran;

2) Pengelolaan limbah gas dan debu pada sistem

pembakaran timah dengan tungku dan cerobong belum

sempurna dengan emisi melebihi baku mutu, demikian

juga pengelolaan limbah padat hanya ditimbun pada

tempat terbuka. 3) Kegiatan pembakaran timah tersebut

telah menimbulkan dampak terhadap lingkungan berupa:

a). Pencemaran udara sekitar telah melebihi baku mutu

yaitu Pb 150-210 mg/dL (baku mutu udara ambien: 50

mg/dL) b) Gangguan kesehatan masyarakat khususnya

pekerja dengan indikator kadar Pb dalam darah telah

melebihi nilai ambang batas normal (40,87 mg/dL, Nilai

ambang batas Normal <40 mg/dL). Gangguan kesehatan

yang dapat terjadi berupa gangguan pada sistem saraf

dan kadar hemogobin pada darah, darah rendah; c)

Persepsi negatif masyarakat sekitar terhadap kegiatan

pembakaran timah yaitu 65 % responden menghendaki

dipindahkan, 26 % responden menghendaki ditutup dan

alih profesi serta 9% menghendaki dikelola.8

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan

Peneliti pada tgl 16 Oktober 2012 di Perkampungan

Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten Tegal terhadap

10 orang pekerja menunjukkan hasil sebanyak 4 orang

pekerja (40%) memiliki kadar Hb dibawah normal (Nilai

Ambang Batas Hb <13 g/100 ml). Pemeriksaan Pb dalam

darah pada tgl 18 Oktober 2012 didapat hasil sebanyak

10 orang (100%) dinyatakan memiliki kadar Pb diatas

Normal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

kadar timah hitam (Pb) dengan kadar albumin dalam darah

dan kejadian anemia pada pekerja peleburan timah di

Perkampungan Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten

Tegal.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif,

observasional dengan pendekatan deskriptif dan analitik

dengan disainCross sectional.Variabel bebas penelitian

adalah kadar timah hitam dalam darah, dan variabel terikat

ada 2 variabel yaitu 1). kadar albumin dalam darah 2).

Kejadian anemia dapat dilihat dari kadar Hb dalam darah

sedangkan untuk mengetahui jenis anemia dapat dilihat

dari kadar Hematokritt, Eritrositt, MCV, MCH dan MCHC.

Populasi penelitian adalah pekerja timah hitam di

Perkampungan Industri Kecil Kebasen Kabupaten

Tegal.Sampel diambil secara acak sederhana (simple

random sampling), dengan besar sampel 45 pekerja.

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan

pengambilan sampel darah.

Pemeriksaan kadar timah hitam (Pb), kadar albumin,

kadar Hb, kadar hematokrit, kadar eritrosit, MCV, MCH

dan MCHC dalam darah di Laboratoriurn dengan

menggunakan rnetoda Atomic Absorbtion Spectrometer

(AAS).Pengukuran kadar albumin, kadar Hb, kadar

hematokrit, kadar eritrosit, MCV, MCH dan MCHCdengan

menggunakan hematology analyzer, pada gelombang

546 nm. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi

Kendall-Tau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rerata

umur pekerja adalah 34,5 tahun, dengan umur termuda

20 tahun dan tertua 55 tahun, masa kerja responden antara

Muchtar Mawardi, Onny Setiani, Suhartono

Page 15: jurnal.pdf

113

1 tahun sampai 10 tahun dengan rerata 4,5 tahun. Secara

rinci dapat dlihat pada tabel 1.

Hasil pemeriksaan laboratorium

Analisis deskriptif hasil pemeriksaan Pb dalam darah

dengan kadar albumin, kadar Hb, kadar hematokrit, kadar

eritrosit, MCV, MCH dan MCHCdalam darah pada pekerja

timah hitam di Perkampungan Industri Kecil (PIK)

Kebasen Kabupaten Tegal dapat dilihat pada tabel 2.

Pada tabel 2 diperoleh gambaran analisa deskriptif

untuk kadar Pb dalam darah reratanya adalah 26,8 µg/

dl, dengan nilai minimum 0,6 µg/dl dan maximum 108,3

µg/dl. Nilai rerata tersebut diatas ambang toksik yang

telah ditetapkan oleh Centre for Disease Controle and

prevention (CDC) yaitu 10 µg/dl.Pada pemeriksaan

kadar Albumin diperoleh rerata 5,7 g/dl dengan nilai

minimum 4,2 g/dl dan nilai maksimum 10,1 g/dl.

Pemeriksaan kadar Hb dalam darah dengan rerata 14,3

g/dldengan nilai minimum 12,2 g/dl dan nilai maksimum

16,9 g/dl. Pemeriksaan kadar hematokrit dalam darah

dengan rerata 42,9 % dengan nilai minimum 28,2 % dan

nilai maksimum 50,1%. Pemeriksaan kadar eritrosit dalam

darah dengan rerata 4,9 106/md dengan nilai minimum

4,2 106/md dan nilai maksimum 6,3 106/md.

PemeriksaanMCV dalam darah dengan rerata 86,8 fl

dengan nilai minimum 67,3 fl dan nilai maksimum 95,6 fl.

PemeriksaanMCH dalam darah dengan rerata 28,8 pg/

cell dengan nilai minimum 21,2 pg/cell dan nilai maksimum

31,9 pg/cell. PemeriksaanMCHC dalam darah dengan

rerata 32,6 g/dl dengan nilai minimum 3,9 g/dl dan nilai

maksimum 35,2 g/dl.

Paparan timah hitam pada pekerja melalui saluran

pernafasan berasal dari debu yang ada diudara. Logam

timah hitam yang terhirup masuk kedalam paru-paru dan

akan berikatan dengan darah paru-paru serta di edarkan

ke seluruh jaringan tubuh. Kira-kira 90 % logam timah

hitam yang terserap dalam darah dan akan berikatan

dengan hemoglobin dalam sel darah merah (eritrosit),

sehingga hemoglobin tidak dapat berikatan dengan besi

(Fero+). Dengan demikian bila seseorang mengabsorbsi

timah hitam di udara, kandungan timah hitam dalam darah

akan meningkat dan kadar hemoglobin akan menurun.

Demikian pula timah hitam akan masuk kedalam sumsum

tulang dan menghambat proses hematopoesis

(pembentukan sel darah), sehingga sel-sel muda banyak

dikeluarkan dan mudah terjadi hemolisis.9

Gambaran faktor Perancu (confounding)

Pada penelitian ini ada beberapa faktor pengganggu

yang merupakan variabel perancu terhadap respon atau

efek dari faktor resiko, yaitu: Body Mass Index, masa

kerja, APD, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, asupan

Fe, asupan vatamin C, dan kebiasaan minum teh atau

kopi. Berikut ini gambaran variabel tersebut.

Status gizi (Indeks Masa Tubuh) responden di PIK

Kebasen, sebanyak 10 orang (22,2%) dinyatakan kurus,

27 orang (60,0%) normal, 7 orang (15,6%) overweigh dan

sebanyak 1 orang (2,2%) obesitas. Masa kerja responden

yang termasuk kategori lama (>=2 th) sebanyak 42 orang

(93,3%) dan yang termasuk kategori baru (<2 th)

sebanyak 3 orang (6,7%). Pekerja yang memakai APD

pada saat berada di tempat kerja sebanyak 25 orang (55,6)

dan yang tidak memakai APD sebanyak 20 orang (44,4%).

Responden yang pernah mempunyai riwayat penyakit

infeksi sebanyak 31 orang (68,9%). Responden yang

mendapat asupan Fe termasuk kategori kurang (1-3 hari)

sebanyak 37 orang (82,2%) dan termasuk kategori cukup

(4-6 hari) sebaorang 5 orang (11,1%) dan yang termasuk

kategorilebih sebanyak 3 orang (6,7%). Responden yang

mendapat asupan vit C termasuk kategori kurang (1-3

Tabel 1. Deskripsi umur pekerja dan masa kerja (tahun) pekerja timah hitam di Perkampungan Industri Kecil

Kebasen Kabupaten Tegal

Tabel 2. Hasil pemerikaan kadar Pb darah,kadar albumin, kadar Hb, kadar hematokrit, kadar eritrosit, MCV, MCH

dan MCHC pekerja timah hitam di Perkampungan Industri Kecil Kebasen Kabupaten Tegal

Variabel n Rerata + SD Min Mak NAB/ Kadar

Normal

Kadar Pb dalam darah 45 26,8+18,85 0,6 108,3 10µg/dl (CDC)

Kadar Albumin 45 5,7+1,39 4,2 10,1 3,8-5,0 g/dL

Kadar Hb dalam darah 45 14,3+1,10 12,2 16,9 13,8-17,5 g/dl

Kadar Hematokrit dalam darah 45 42,9+3,78 28,2 50,1 40,7%-50,3%

Kadar Eritrosit 45 4,9+0,49 4,2 6,3 4,3-5,9 x 106/md

MCV 45 86,8+5,34 67,3 95,6 80-97,6 fl

MCH 45 28,8+2,09 21,2 31,9 27-33 pg/cell

Variabel n Rerata + SD Minimum Maksimal

Umur 45 34,5+9,66 20 55

Indek Masa Tubuh 45 21,1+3,62 14,9 33,8

Masa Kerja 45 4,5+2,17 0,1 10,0

Hubungan Kadar Timah Hitam (Pb) dengan Kadar Albumin

Page 16: jurnal.pdf

114

hari) sebanyak 36 orang (80,0%) dan termasuk kategori

cukup (4-6 hari) sebanyak 4 orang (8,9%) dan yang

termasuk kategori lebih sebanyak 5 orang (11,1%).

Responden yang memiliki kebiasaan minum teh atau kopi

termasuk kategori lebih (7 hari) sebanyak 36 orang (80,0%)

dan termasuk kategori cukup (4-6 hari) sebanyak 1 orang

(2,2%) dan yang termasuk kategori kurang sebanyak 8

orang (17,8%).

Hubungan antar variabel

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan

dua variabel yang menjadi tema dalam penelitian ini, yaitu

variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas

sebagai prediktor adalah kadar Pb dalam darah, sedangkan

variabel terikat atau sebagai efek adalah kadar albumin

dan kejadian anemia. Hasil uji normalitas data menunjukan

bahwa salah satu data variabel terikat (kadar Hb) dalam

darah berdistribusi tidak normal, sehingga digunakan uji

statistiknya nonparametrik dengan uji korelasi Kendal-

tau karena jumlah sampel > 40 orang.1,3,5

Hasil uji hubungan antara kadar Pb dalam darah

dengan kadar Albumin dan Kejadian Anemia dengan

skala data rasio menggunakan uji korelasi Kendall-

tau.Hasil analisis hubungankadar Pb dengan Albumin

Variabel (n=45) Frek. %

1) Body Mass Index (status gizi)

- Kurus (<18,5) 10 22,2

- Normal (18,5-25,0) 27 60,0

- Overweigh (25,1-30,0) 7 15,6

- Obesitas (>30,1) 1 2,2 2) Masa bekerja

- Lama (>=2 th) 42 93,3

- Baru (<2 th) 3 6,7

3) Memakai APD

- Ya 25 55,6 - Tidak 20 44,4

4) Kebiasaan merokok

- Ya 35 77,8

- tidak 10 22,2

5) Riwayat penyakit

- Ya 31 68,9 - Tidak 14 31,1

6) Asupan Fe

- Kurang (1-3 hari) 37 82,2

- Cukup (4-6 hari) 5 11,1

- Lebih (7 hari) 3 6,7

7) Asupan vit C - Kurang (1-3 hari) 36 80,0

- Cukup (4-6 hari) 4 8,9

- Lebih lebih (7 hari) 5 11,1

8) Kebiasaan minum teh atau kopi

- Lebih (7 hari) 36 80,0

- Cukup (4-6 hari) 1 2,2 - Kurang (1-3 hari) 8 17,8

Parameter Koefisien

korelasi

Nilai

P Kesimpulan

Umur responden -0,013 0,899 Tidak ada hubungan

Kadar Albumin -0,205 0,048 Ada hubungan

Kadar Hb -0,152 0,147 Tidak ada hubungan

Kadar Hematokrit -0,125 0,228 Tidak ada hubungan Kadar eritrosit -0,058 0,577 Tidak ada hubungan

MCV -0,098 0,347 Tidak ada hubungan

MCH -0,138 0,186 Tidak ada hubungan

MCHC -0,128 0,227 Tidak ada hubungan

Tabel 4. Hasil analisis statistik hubungan kadar PB darah dengan beberapa variabel terikat.

Tabel 3. Distribusi faktor perancu.

Muchtar Mawardi, Onny Setiani, Suhartono

Page 17: jurnal.pdf

115

dalam darah dan kejadian anemia, seperti pada tabel 3.

Pada tabel 3, hasil uji korelasi Tau Kendall´s

membuktikan terdapat hubungan antara kadar Pb darah

dengan kadar albumin dalam darah, dengan pvalue =

0,048 (pvalue< 0,05), dan nilai r = 0,205. Hubungan

tersebut menunjukkan trend negatif, artinya semakin

tinggi kadar Pb dalam darah maka semakin rendah kadar

albumin dalam darah responden.

SIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata kadar

Pb dalam darah pekerja adalah 26,8 ìg/dl (range: 0,6 sd.

108,3 ìg/dl), rerata kadar albumin dalam darah adalah 5,7

ìg/dl (range: 4,2 sd. 10,1 ìg/dl),rerata kadar Hb dalam darah

14,3 gr% (range: 12,2 - 16,9 gr%).Hasil uji statistik

menunjukkanada hubungan negatip secara signifikan

kadar Pb dalam darah dengan kadar albumin dalam darah

(p-value = 0,048)

DAFTAR PUSTAKA

1. Grant, LD., John Wiley and Sons, Hoboken, NJ. Lead

and Its Compounds. In Morton Lipmann,

Environmental Toxicant, Human Exposure and

Their Health Effect, 2009.

2. Volesky, B. Holan, ZR. Biosorption of heavy metals.

Biotechnology Progress 1995; p. 50-235.

3. Goyer, R.A. Toxic effects of metals In Casarett and

Doull’s Toxicology. The basic science of poisons.

3rd ed. New York : Macmillan Publishing Co. 1993,

p. 582-635.

4. De Maeyer, EM. Pencegahan dan pengawasan

anemia defisiensi besi. WHO, Jenewa.

Diterjemahkan oleh Arisman. Jakarta: Widya

Medika; 1993,p. 3-6

5. Harsono didik, dkk. Desain Prototipe penanganan

gas buang dari industri pemanfaatan aki bekas.

Laporan penelitian BPPI Jawa-Tengah 1994-1995,

p. 1-10.

6. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB),

Dampak Peamakaian Bensin Bertimbal dan

Kesehatan. Jakarta: KPBB; 2006.

7. Diana D, Laporan Pemeriksaan Kesehatan PT. PMI

2009. Depok: PT. PMI Cimanggis; 2009.

8. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup

Kabupaten Tegal 2004. Kajian Analisis Dampak

Pembakaran Timah Hitam di Desa Pesarean Tahun

2005.

Hubungan Kadar Timah Hitam (Pb) dengan Kadar Albumin

Page 18: jurnal.pdf

144

Hubungan Kadar Merkuri (Hg) dengan Profil Darah Pekerja Pertambangan Emas Tradisional

di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri

The Relationship Between Mercury Concentration (Hg) with Blood Profile On Traditional

Mining Gold Worker in Jendi Village Selogiri Distric Wonogiri Regency

Lenci Aryani, Onny Setiani, Nurjazuli

ABSTRACT

Background: mercury is neurotoxic substance which can produce some health effect, depends on impact of

duration of exposure and quantity mercury used. Gold miner had a high risk of continously impact which may

cause many health disorder, one of them is blood profile interference.

The purpose of this reasearch was to know the relationship between mercury concentration in blood with blood

profile of traditional mining gold worker in Jendi village, Selogiri Sub District, Wonogiri District.

Methods: The study design was an analytic observational research. Research subject were whole of workers who

were working in mining gold. Variables in this research were mercury (Hg) in blood and blood profile. Data

collection using interview, observation, and measurement technique. Data would be analyzed using Kendal’s Tau

correlation.

Result: The results showed that the average of Hg in blood was 7,819 ppb. It was over toxic level (eˆ 5,8 ppb) and

average blood profile consist of haemoglobin, erythrocyte, leukocyte, platelet, hematocrit, MCV, MCH, and

MCHC were 14,771 gr/dl; 4,9536 jt/mmk; 7,5679 rb/mmk; 334,26 rb/mmk; 43,833%, 88,6333 fl; 29,8833 pg;

33,6976. Bivariate analysis showed the significant relationship between mercury (Hg) in blood with blood

profile (amount of leukocyte) p-value 0,017 and rho 0,257.

Conclusion: The conclusion of the research was Hg rates in blood had a toxic limit standard so it can change the

blood profile (decreased amount of leukocyte). It was recommended for gold miner to used a personal protective

equipment like mask, lowering smoking habbit, checked-up, and make lots of green area at mining gold.

Keywords : mercury in blood, blood profile, mining gold worker

_________________________________________________

Lenci Aryani, S.KM, M.Kes, Mahasiswa Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

Dr. Nurjazuli, SKM, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

PENDAHULUAN

Pertambangan emas merupakan salah satu sumber

utama penghasil kontaminasi merkuri (Hg) terutama di

negara-negara berkembang.1 Proses ekstraksi emas

dikenal sebagai teknologi penggabungan sederhana

yang berpotensi sangat berbahaya bagi lingkungan dan

mencemari udara, tanah, sungai dan danau dengan logam

berat merkuri tersebut.2 Menurut EPA, merkuri adalah

zat neurotoksik yang dapat menghasilkan berbagai efek

kesehatan tergantung pada jumlah dan waktu paparan.3

Merkuri dapat langsung dapat merusak sel-sel jaringan

manusia dengan adanya penyebaran sumber ke udara,

air dan kontaminasi makanan.3

Di Indonesia pencemaran merkuri dalam jumlah besar

berada di Desa Ratatotok kecamatan Belang kabupaten

Minahasa propinsi Sulawesi Utara. tepatnya PT.

Newmont Minahasa Raya (NMR) yang membuang

limbah tailling ke laut Teluk Buyat. Penggunaan merkuri

yang luas menyebabkan terjadi pencemaran lingkungan

dan badan-badan air sehingga dapat mengkontaminasi

biota laut yang ada di dalamnya, terutama ikan pada

akhirnya Akan masuk ke rantai makanan manusia dan

berdampak terhadap kesehatan sebagian besar (52%)

kadar merkuri dalam darah masyarakat telah melampaui

nilai ambang batas yang direkomendasikan.4

Darah sebagai komponen penting dalam tubuh yang

terdiri dari haemoglobin, trombosit, eritrosit, leukosit

akan berpengaruh jika tubuh terpapar oleh zat pencemar.

Keracunan akibat bahan pencemar udara merkuri (Hg)

dapat berakibat terganggunya komponen dalam darah

(profil darah) yaitu peningkatan kadar Amino levulinie

acid (ALA) dalam darah dan urin, meningkatkan kadar

protoporphirin dalam sel darah merah, menurunkan jumlah

sel darah merah, menurunkan kadar atau jumlah eritrosit

sehingga menyebabkan hemopoetik dan

meningkatkannya kadar hematokrit dalam darah, dapat

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia

Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013

Page 19: jurnal.pdf

145

dilihat nilai MCV (Mean Corpuscular Volume/ Volume

Sel darah), MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin/

Berat Haemoglobin rata-rata dalam 1 eritrosit), dan MCHC

(Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration/

Konsentrasi Haemoglobin Eritrosit Rata-Rata).5

Menurut Sapna,dkk (2011) Menunjukkan penurunan

yang signifikan pada persentase hemoglobin sebesar 60-

70% pada tikus albino disebabkan merkuri (Hg)

mengganggu pembentukan hemoglobin yang bertugas

mengangkut oksigen ke jaringan tubuh. Penurunan

persentase hemoglobin disebabkan karena produksi

reaktif oksigen dibawah pengaruh merkuri klorida yang

menyebabkan kerusakan membran sel darah merah dan

fungsinya.6

Pertambangan emas di Desa Jendi Kecamatan

Selogiri Kabupaten Wonogiri adalah Pertambangan

Emas Tanpa Ijin (PETI), kegiatan penambangan emas

dilakukan dengan cara tradisional tanpa teknik

perencanaan yang baik dan peralatan seadanya, yaitu

dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara

membuat terowongan dan sumur mengikuti arah urat

kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas tinggi. Hasil

survei awal yang dilakukan oleh Sugeng Rianto (2010)

menunjukkan bahwa sekitar 87 responden memiliki kadar

merkuri (Hg) dalam darah yang tinggi yaitu 6,07 µg/L-

257,87µg/L.7

MATERI DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional

dengan desain cross sectional, yaitu suatu penelitian

yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi

data variabel independen dan variabel dependen hanya

satu kali, pada suatu saat. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pekerja yang bekerja di pertambangan

emas tradisional yang berada di Desa Jendi Kecamatan

Selogiri Kabupaten Wonogiri yang diseleksi menurut

umur dan kandungan merkuri dalam darah. Teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan purposive

sampling. Sampel dalam penelitian ini mengambil

sekelompok responden berdasarkan kriteria tertentu

dengan pertimbangan mereka yang mau berpartisipasi

pada pemeriksaan merkuri dalam darah dan pemeriksaan

profil darah. Besar sampel penelitian adalah 42 responden

berdasarkan rumus sebagai berikut:8

n = ( Z 1-α/2 )2 . p.q.N

d2. (N-1) + (Z1-α/2)2 . p.q

Pengambilan data dilakukan dengan cara

wawancara yang dilakukan dengan menggunakan

kuesioner tersruktur dan Pemeriksaan kadar merkuri (Hg)

dalam darah dengan Atomic Absorbtion

Spectrophotometer (AAS) dan pengukuran profil darah

menggunakan Blood Analyzer Sysmes KX-21. Analisis

dilakukan untuk mengkaji nilai-nilai deskriptif data

berskala interval atau rasio. Untuk keperluan analisis

tersebut digunakan teknik korelasi uji Kendall’s Tau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Jendi memiliki luas wilayah ±163.906 hektar

dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

desa pule, sebelah selatan berbatasan dengan desa

keloran, sebelah barat berbatasan dengan desa kepatihan

dan sebelah timur berbatasan dengan desa singodutan.

Tingkat pendidikan penduduk sebagian besar masih

berpendidikan dasar yaitu tamat SD.

Setelah dilakukan seleksi kriteria terhadap

responden, maka hasil analisis univariat disajikan pada

tabel 1, tabel 2 dan tabel 3.

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa rerata

umur pekerja adalah 39,38 dengan standar deviasi adalah

8,163, umur responden paling muda adalah 21 tahun dan

paling tua adalah 50 tahun. Rerata massa kerja responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pada Variabel Pengganggu

Variabel Rerata±SD Min-Mak n

Umur 39,38±8,163 21-50 42

Massa Kerja 10,60±7,030 1-25 42

Lama Kerja Jam/Hari 5,76±1,605 2-12 42

Lama Kerja Hari/Minggu 6,05±0,539 4-7 42

Variabel Keterangan Frekuensi Persentase

Pemakaian APD Tidak pernah pakai 26 61,9

IMT Normal (18,5-25) 33 78,6

Kontaminasi merkuri Tidak 24 57,1

Riwayat penyakit Tidak 41 97,6

Kebiasaan merokok Bukan perokok 17 40,5

Riwayat bahan kimia lain Tidak 34 81

Kebiasaan konsumsi alkohol Tidak 42 100

Lenci Aryani, Onny Setiani, Nurjazuli

Page 20: jurnal.pdf

146

adalah 10,60 tahun dengan massa kerja terendah 1 tahun

dan tertinggi 25 tahun.Rerata lama kerja untuk jam/hari

adalah 5,76 jam/hari sedangkan untuk hari/minggu adalah

6,05 jam/hari dengan nilai tertinggi 12 jam/hari dalam 7

hari/minggu.

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa

responden sebagian besar tidak memakai APD selama 7

hari dalam bekerja sebanyak 26 orang (61,9%) dan bukan

perokok sebanyak 17 orang (40,5%) sedangkan seluruh

responden tidak mempunyai kebiasaan untuk

mengkonsumsi alkohol (100%).

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa rerata

nilai kadar merkuri (Hg) dalam darah sebesar 7,819 ppb

berada di atas nilai ambang batas toksik yang ditetapkan

USEPA yaitu e”5,8 ppb. Sedangkan rerata nilai profil darah

masih berada pada ambang batas normal yang ditetapkan

oleh Depkes RI.

Dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi

Kendall’s tau, yaitu untuk mencari korelasi dari kedua

data yang mempunyai gejala rasio, dan uji normalitas

didapatkan nilai p value=0,000 (p < 0,005) distribusi data

tidak normal dan tingkat kemaknaan ±=0,05, maka hasil

analisis hubungan kadar merkuri (Hg) dalam darah

dengan profil darah terdapat pada tabel tabel 4.

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa hasil

analisis hubungan kadar merkuri (Hg) dalam darah yang

signifikan (p<0,05) adalah leukosit dengan nilai p-

value=0,017.

Menurut US Environment Protection Agency (2008)

bahwa kadar merkuri (Hg) ini berada di atas nilai ambang

batas (NAB) dengan kisaran kadar merkuri antara 4,4

ppb-9,373 ppb dan rata-rata kadar merkuri 7,819 ppb. Hasil

pemeriksaan 42 pekerja terdapat 41 orang pekerja

penambangan emas yang kandungan keracunan

merkurinya sudah melebihi nilai ambang batas (NAB)

menurut ketentuan yang ditetapkan oleh USEPA (2008)

menyatakan bahwa kadar normal merkuri dalam darah

yaitu e”5,8 ppb.9 Sarung tangan yang dipakai sebagian

pekerja terbuat dari kain dengan demikian jika basah maka

merkuri akan terserap pada sarung tangan kain tersebut,

hal ini memungkinkan kontak antar merkuri dan kulit

semakin lama selanjutnya berimbas pada kadar merkuri

yang masuk ke dalam darah.10 Pengaruh langsung

mengkonsumsi alkohol yang berlebihan juga termasuk

efek toksik pada sumsum tulang, sel prekursor darah, sel

darah merah (RBC), sel darah putih (WBC), dan platelet.11

Menurut Bartell et al (2000) konsentrasi merkuri

terletak pada jaringan seperti darah, rambut, bulu, hati,

ginjal, otak dan lain-lain. Merkuri dalam darah berfungsi

sebagai biomarker adanya paparan logam berat yang

merupakan sebagai faktor risiko penyakit.12 Sedangkan

menurut Stern (2005) pengukuran standar untuk merkuri

dalam darah adalah untuk seluruh darah dalam tubuh

manusia.13

Merkuri masuk ke dalam tubuh manusia dalam

bentuk uap, sekitar 97% dari penyerapan terjadi melalui

paru-paru, dan kurang dari 3% dari jumlah total yang

diserap adalah melalui kulit.14 Merkuri langsung merusak

sel-sel jaringan manusia dengan adanya penyebaran ke

udara, air dan kontaminasi makanan.3 Merkuri

Variabel Rerata±SD Min-Mak n

Hg (ppb) 7,819±0,83 4,4-9,373 42

Hb (gr/dl) 14,771±1,1383 12,8-17 42

Hematokrit (%) 43,833±3,0350 37,8-49,9 42

Eritrosit(jt/mmk) 4,9536±0,52014 3,99-6,32 42

Trombosit(rb/mmk) 334,26±336,833 103-2424 42

Leukosit(rb/mmk) 7,5679±1,66002 5,01-12,94 42

MCV(fl) 88,6333±6,75973 67,30-99 42

MCH(pg) 29,8833±2,64076 21,80-34 42

MCHC(pg) 33,6976±1,05217 30,80-35,80 42

Variabel Nilai Kendall’s

tau

Nilai

(p-value) Keterangan

Kadar Hg dalam darah dengan hemoglobin -0,105 0,334 Tidak signifikan

Kadar Hg dalam darah dengan hematokrit -0,095 0,380 Tidak signifikan

Kadar Hg dalam darah dengan eritrosit 0,173 0,529 Tidak signifikan

Kadar Hg dalam darah dengan trombosit -0,02 0,501 Tidak signifikan Kadar Hg dalam darah dengan leukosit 0,257 0,017 Signifikan

Kadar Hg dalam darah dengan MCV -0,069 0,641 Tidak signifikan

Kadar Hg dalam darah dengan MCH -0,159 0,351 Tidak signifikan

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Profil Darah Responden Disesuaikan dengan Nilai Rujukan

Tabel 4. Hasil Analisis Kendall’s Tau Antara Kadar Merkuri Dalam Darah dengan Profil Darah Pekerja Pertambangan

Emas Di Desa Jendi

Lenci Aryani, Onny Setiani, Nurjazuli

Page 21: jurnal.pdf

147

menghambat sintesis heme dan memperpendek umur

eritrosit. Hal ini terjadi karena aktivitas berbagai enzim

yang diperlukan untuk sintesa heme dihambat. Salah satu

contoh enzim glutathione peroksidase, enzim ini memiliki

gugus sulfidril yang mana dengan keberadaan merkuri

dalam tubuh maka gugus sulfidril akan diikat oleh merkuri

sehingga enzim menjadi tidak aktif dan konsentrasi enzim

menurun.12 Penurunan aktivitas glutation peroksidase

juga akan mengganggu proses glikolisis yang berakibat

energi reduksi dari eritrosit berkurang sehingga dapat

menyebabkan umur eritrosit pendek.12

Hasil pemeriksaan laboratorium dari profil darah

pekerja pertambangan emas Desa Jendi Kecamatan

Selogiri Kabupaten Wonogiri yang mencakup kadar Hb,

hematokrit, eritrosit, trombosit, leukosit, MCV, MCH,

MCHC reratanya termasuk normal, dengan hasil

deskriptif mendekati Nilai ambang Batas (NAB) yaitu

eritrosit dengan nilai rata-rata 4,9536 jt/mmk, nilai

standar deviation 0,52014 dengan nilai minimal 3,99 jt/

mmk dan nilai maksimal 6,32 jt/mmk dan trombosit

dengan nilai rata-rata 334,26 rb/mmk dengan standar

deviasi 336,833, kadar trombosit minimum 3,99 rb/mmk

dan kadar trombosit maksimum sebesar 2424 rb/mmk.

Menurut Palar (1994) akumulasi kadar merkuri (Hg)

dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan. Merkuri (Hg) mempunyai afinitas yang tinggi

terhadap eritrosit, sekitar 95% terikat dalam eritrosit

darah. Merkuri (Hg) mempunyai waktu paruh dalam

darah yang sangat lambat sekitar 25 hari, pada jaringan

lunak 40 hari dan pada tulang 25 tahun. Mengingat sifat

ekskresi yang sangat lambat ini merkuri (Hg) mudah

terakumulasi dalam tubuh.10 Merkuri (Hg) terendap

dalam sel darah merah dan menimbulkan kerusakan pada

sel darah merah Hg darah masuk kedalam darah, 95%

menempel pada sel darah merah, 5% berada pada plasma

darah. Kerusakan sel darah merah yang mengandung

Hg yaitu pecahnya sel darah merah sebelum sel darah

merah matang, sehingga terjadi penurunan jumlah sel

darah merah dalam darah.15 Eritrosit mengalami

regenerasi sel, sehingga Hg yang terakumulasi sesaat

pada eritrosit, akan ikut berkurang mengikuti luruhnya

sel darah merah, tetapi jika paparan Hg terus menerus

dengan kadar di atas ambang batas normal akan

bersama-sama sel darah merah menuju jantung dan

organ lainnya yaitu sumsum tulang dan terakumulasi

mengendap.16

Hasil analisis menggunakan uji hubungan

menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s menunjukkan

hasil analisa hubungan antara kadar merkuri (Hg) dalam

darah dengan profil darah yang signifikan (p<0,05) adalah

leukosit dengan nilai p-value=0,017, sedangkan variabel

hemoglobin, hematokrit, eritrosit, trombosit, MCV dan

MCH tidak signifikan karena p>0,05 dengan arah

hubungan negatif.

Menurut Robbins (2000) adanya gangguan pada

sumsum tulang menyebabkan kegagalan atau supresi

sel induk yang mengakibatkan terganggunya proses

pembentukan sel darah (hematopoiesis). Gangguan

hematopoeisis ini dapat terjadi pada proses

pembentukan sel darah merah, yang menyebabkan

berkurangnya jumlah sel darah merah (red blood cel).

Semua sel darah berasal dari sel induk pluripotensial yang

kemudian berdiferensiasi menjadi: sel induk limfoid yang

membentuk sel limfosit dan sel plasma, sel induk multi

potensial mieloid (non limfoid) yang selanjutnya

berkembang menjadi berbagai jenis sel hematopoetik yang

lain, seperti trombosit, eritrosit, granulosit,dan monosit.17

Menurut Nilton,dkk (2007) menunjukkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara nilai rata-rata

hematologi (eritrosit, Hb, hematokrit, MCV, MCH) pada

konsentrasi merkuri (Hg) dengan p-value > 0,05 yaitu

dengan nilai p=0,24. Menyebabkan jaringan

erythropoietic dirangsang dalam penurunan sel darah

merah disebabkan adanya hemolisis sebagai akibat

paparan untuk merkuri (Hg). Merangsang peningkatan

sel darah merah, Hb dan MCH sebagai mekanisme untuk

meningkatkan transfer ke oksigen.18

Menurut NIOSH (2005) efek toksik yang paling

berarti pada paparan merkuri (Hg) adalah kerusakan

sumsum tulang yang terjadi secara laten dan sering

irreversible. Kerentanan individual akan temuan

hematologis sangat bervariasi. Perubahan-perubahan

yang bisa terjadi adalah trombositopenia, leukopenia,

anemia, atau gabungan dari ketiganya (pansitopenia).

Fase awal yang bersifat iritatif dengan peningkatan

jumlah elemen darah kadangkala dapat mendahului

gejala-gejala lain.19

Menurut Saroch, dkk (2012) menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara merkuri (Hg) dengan

leukosit yaitu dengan nilai p-value<0,05 yaitu dengan

nilai p= 0,01. Konsentrasi leukosit menunjukkan lebih

kecil dari perubahan dengan efek merkuri klorida jika

dibandingkan dengan tingkat kontrol pada ikan. Darah

dari semua kelompok eksperimen mengandung

konsentrasi yang lebih tinggi dari pada leukosit kontrol.

Peningkatan jumlah limfosit mungkin respon kompensasi

dari jaringan limfoid ke penghancuran limfosit beredar.

Hasil penyelidikan ini menunjukkan bahwa merkuri

menyebabkan gangguan pada leukosit sehingga dapat

melemahkan kekebalan sistem dan dapat menyebabkan

fisiologis yang parah pada akhirnya menyebabkan

kematian ikan. Oleh karena itu tindakan segera harus

diambil untuk memeriksa debit berbagai racun yang

masuk ke badan air.20

Pada jumlah leukosit yang rendah, terjadi

penghambatan pembentukan leukosit, sedangkan pada

jumlah leukosit yang lebih dari normal menunjukkan

terjadi peningkatan leukosit terutama sel fagositik.

Leukosit yang berfungsi sebagai fagositik, akan

memerlukan peningkatan konsumsi oksigen yang cepat,

Hubungan Kadar Merkuri (Hg) dengan Profil Darah

Page 22: jurnal.pdf

148

sebagai ledakan respirasi. Fenomena ini mencermikan

pemakaian oksigen yang cepat dengan diikuti periode

interval selama 15-30 detik dan produksi sejumlah besar

derrivat reaktif dari pemakaian oksigen tersebut.20

SIMPULAN

1. Rerata kadar merkuri (Hg) dalam darah sebesar 7,819

ppb berada di atas ambang batas toksik yang

ditetapkan oleh USEPA yaitu eˆ 5,8 ppb

2. Rata-rata kadar haemoglobin (14,771 gr/dl),

hematokrit (43,833%), eritrosit (4,9536 jt/mmk),

trombosit (334,26 rb/mmk), MCV (88,6333 fl), MCH

(29,8833 pg) dan MCHC (33,6976 pg).

3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara

hematokrit (p-value=0,380), eritrosit (p-value=0,529),

MCV (p-value=0,641), MCH (p-value=0,351),

trombosit (p-value=0,501) dan hemoglobin (p-

value=0,334) dengan merkuri (Hg) dalam darah.

4. Ada hubungan yang bermakna antara merkuri (Hg)

dalam darah dengan leukosit (p-value=0,017).

DAFTAR PUSTAKA

1. United Nations Environment Programme. Global

Mercury Assessment. In. Geneva,Switzerland:

UNEP (United Nations Environment Programme)

Chemicals. Website: http://www.chem.unep.ch;

2002.

2. Appleton JD, Taylor H, Lister TR, Smith B, Drasch

G, Boese-O´Reilly S. Final Report For an Assessment

of The Environment Andhealth in The Rwamagasa

Area, Tanzania. UNIDO Project EG/GLO/01/G34.

2004 Website:http://www.unites.uqam.ca/gmf/

i n t r a n e t / g m p / c o u n t r i e s / t a n z a n i a / d o c /

CR04129%20v3_.pdf

3. U.S. EPA.Environmental Protection Agency

Mercury Study Report to Congress, EPA-452/R-

97-003. Washington, DC: U.S.Environmental

Protection Agency.1997

4. Daniel Limbong, Jeims Kumampung, Joice Rimper,

Takaomi Arai, Nobuyuki Miyazaki. Emissions and

Environmental Implications of Mercury From

Artisanal Gold Mining in North Sulawesi

Indonesia. 2002. Website: www.elsevier.com/locate/

scitotenv

5. Woods J. Altered Porphyrin Metabolism as a

Biomarker of Mercury Exposure and Toxicity. Can

J Physiol Pharmacol (74):210–215.1996.

6. Sapna Rani, Kusum Singh, Farhan Ali, Vinita

Ahirwar. Ameliorative Effect Of Tocopherol Against

Mercuric Chloride-Induced Changes On

Haematology Of Albino Rats. IJPI’S Journal of

Pharmacology and Toxicology vol 1:2.Bundelkhand

University, India. 2011

7. Sugeng Rianto. Analisis Faktor - Faktor Yang

Berhubungan Dengan Keracunan Merkuri Pada

Penambang Emas Tradisional Di Desa Jendi

Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri.

Universitas Diponegoro. Semarang. 2010.

8. Bisma Murti. Desain dan Ukuran Sampel Untuk

penelitian Kwantitatif dan Kwalitatif di Bidang

Kesehatan. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta. 2006.

9. US. Enviroment Protection Agency, Mercury,

Human Health.EPA. 2008.

10. Palar, Heryando, Drs. Pencemaran Dan Toksikologi

Logam Berat. Rineka Cipta.Jakarta.1994.

11. Harold S.Ballard,MD. The Hematological

Complication of Alcoholism. vol. 21, No. 1, New

York Department of Veterans Affairs Medical Center:

New York).

12. United States Environmental Protection Agency.

Mercury Study Report to Congress. Vol I : Executive

Summary (1-2). 1997.

13. Stern, A.H. (2005a): Areview ofthe studies ofthe

cardiovascular health effects ofmethylmercury with

consideration of their suitability for risk

assessment. Environmental Research. 98 (1) : 133-

42.

14. Hursh, J.B., T.W. Clarkson, E.F. Miles, and L.A.

Goldsmith. Precutaneous absorption of mercury

vapor by man. Arch. Environ. Health 44(2):120-

127. 1989.

15. Ramona Browder Lazenby. Handbook of

Pathophysiology fourth edition. 2008.

16. Ethel Sloane. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.

EGC: Jakarta. 2004.

17. Robbins, Stanley Lingkungan., Kumar, Vinay M.D.,

Patology II. Penerbit Buku Kedokteran E.G.C.,

Jakarta, 2000.

18. Nilton Massuo Ishikawa, Maria Jose Tavares

Ranzani Paiva, Julio Vicente Lombardi, Claudia Maris

Ferreira. Hematological Parameters in Nile Tilapia,

Oreochromis Niloticus Exposed to Sub-Letal

Concebtrations of Mercury. Brazilian Archives of

Biology and Technology. 2007.

19. National Institute for Occupational Health and

Safety (NIOSH). NIOSH PocketGuide to Chemical

Hazards.Department of Health and Human

Services. Centers for Disease Control and

Prevention, National Institute for Occupational

Health and Safety. Cincinnati, USA, September 2005.

20. J.D.saroch, Humaira Nisar, Rekha Shrivastav, T.A.

Qureshi, Susan Manohar. Haematological Studies

of Mercuric Chloride Affected Freshwater Catfish

Clarias Gariepinus Fed with Spirulina. Journal.

Of Chemical, Biological and Physical Sciences.

USA. 2012.

Lenci Aryani, Onny Setiani, Nurjazuli

Page 23: jurnal.pdf

149

Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati pada Pekerja

Peleburan Timah Hitam di Kabupaten Tegal

The Association between Blood Lead Level and liver disfunction on exposed lead workers in

Tegal District

Fidiyatun, Onny Setiani, Suhartono

ABSTRACT

Background : Lead (Pb) is a toxic material which easily accumulated in human organs and can cause health problems.

Pb in the blood can cause damage to a variety of human organs including the liver. Results of preliminary studies in

Small Industry Village (PIK) Kebasen Tegal obtained that the air lead concentratios exceed the required standard,

lead concentrations in the blood and parameters of liver function (AST, ALT and Gamma GT) on several workers well

beyond normal limits.

Methods : Cross-sectional study on 55 subjects research at Small Industry Village Kebasen Talang District Tegal

regency. Pb levels in the blood as biomarker of Pb exposure on levels of ALT, AST and Gamma GT as a parameter for

measuring the physiology of Liver function. Data were collected through observation, interviews and laboratory

tests. Univariate analysis, bivariate analysis by Chi-square, then followed by multivariate logistic regression.

Result : Kendall Tau test showed significant association between blood lead level with the level of AST (p = 0.000),

ALT (p = 0.025) and Gamma GT (0.001). Result of Chi-square test showed significant association between blood lead

level with liver dysfunction (p = 0.002), prevalence ratio (PR) with 95% CI = 1.783 (1.360 to 2.337).

Conclusion : There is a significant association between blood lead level and liver dysfunction on lead exposed

workers at small industries villages Kebasen district Tegal .

Keywords : Lead exposure, AST, ALT, Gamma GT, Toxic Lead and Liver Function.

_________________________________________________

Fidiyatun, SKM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang

dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

Dr.dr. Suhartono, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

PENDAHULUAN

Masyarakat yang tinggal di lingkungan industri

merupakan kelompok yang rentan terhadap pencemaran

logam, salah satunya adalah logam timah hitam (Pb).

Pajanan timbal pada masyarakat dapat menimbulkan efek

negatif pada kesehatan, yaitu pada saraf pusat dan saraf

tepi, sistem cardiovaskular, sistem hematopoetik, ginjal,

hati, pencernaan, sistem reproduksi dan bersifat

karsinogenik.1)

Akumulasi plumbum tertinggi dalam jaringan lunak

terjadi berturut-turut pada ginjal disusul hati, otak, paru,

jantung, otot dan testis.2) Salah satu organ yang ikut

mengalami perubahan akibat paparan timbal (Pb) yang

berlebihan adalah hati. Hati merupakan organ tubuh yang

terbesar dan organ metabolisme yang paling kompleks

di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat

makanan serta sebagian besar obat dan toksikan.3)

Mekanisme kerusakan hati yang diakibatkan oleh

timbal (Pb) adalah timbal (Pb) tingkat tertentu dapat

menginduksi pembentukan radikal bebas dan

menurunkan kemampuan sistem antioksidan tubuh

sehingga dengan sendirinya akan terjadi stres oksidatif.4)

Hasil studi eksperimental laboratorik oleh Agus

Supriyono, dkk dengan pemberian plumbum pada mencit

putih, dengan dosis 10 mg/hari selama 14 hari,

menunjukkan peningkatan jumlah sel – sel hati yang

mengalami degenerasi dan nekrosis.5)

Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK)

Kebasen merupakan sentra industri kecil pengecoran

logam dan limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya).

Kawasan ini telah beroperasi sejak tahun 2008 dan

pembangunannya telah dikaji dalam dokumen Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tahun 2008

dengan persetujuan kelayakan dari Komisi Penilai

AMDAL Provinsi Jawa Tengah.

Hasil kajian dampak pembakaran timah di Desa

Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal yang

dilakukan oleh Kantor Pengendalian Dampak

Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal pada tahun 2004

diperoleh hasil kadar Pb udara sebesar 664 mg/L (NAB =

350 mg/L).66

Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup

Kabupaten Tegal. 2004. Kajian Analisis Dampak

Pembakaran Timah Hitam di Desa Pesarean Tahun 2005.

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia

Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013

Page 24: jurnal.pdf

150

Disamping itu pada tahun 2007 oleh Balai

Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah juga

dilakukan pengujian badan air disekitar lokasi industri

pembakaran timah hitam dengan hasil yang melebihi baku

mutu, yaitu sebesar 2,22 mg/L (baku mutu= 0,03 mg/L).

Pencemaran logam Pb dampak dari hasil kegiatan

industri pembakaran timah hitam di Perkampungan

Industri Kecil (PIK) Kabupaten Tegal sudah jauh melebihi

ambang batas baku mutu lingkungan yang

dipersyaratkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim

Mer-C Jakarta pada tahun 2011 terhadap sampel darah

masyarakat disekitar lokasi PIK, diperoleh hasil yang

menunjukkan kadar pencemaran Pb yang cukup tinggi

dilihat dari hasil pemeriksaan 50 sampel darah yang

diambil, sebanyak 4 orang (8%) kadar Pb dalam darahnya

masih dibawah ambang batas (normal) sedangkan 46

orang (92%) kadar Pb dalam darahnya melebihi ambang

batas (berlebih). Baku Mutu kadar Pb dalam darah yang

dipersyaratkan adalah 10 µg/dL.7)

Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan

kadar Pb dalam darah dengan kejadian gangguan fungsi

hati pada pekerja peleburan timah hitam di Perkampungan

Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten Tegal.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional

dengan desain studi cross sectional, yaitu suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika antara faktor-faktor

resiko dengan efek, melalui pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach), dimana responden hanya diobservasi satu

kali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status

karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan.8)

Variabel Bebas (independent variables) pada

Tabel 1. Karakteristik responden di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten Tegal

Karakteristik

Umur (rerata±SD ; minimum-maksimum) 35,2 ± 10,06 ; 20 – 60

Berat badan (rerata±SD ; minimum-maksimum) 55,8 ± 9,53 ; 36 – 85

Tinggi badan (rerata±SD ; minimum-maksimum) 1,61 ± 0,687 ; 1,4 - 1,75

BMI (rerata±SD ; minimum-maksimum) 21,53 ± 3,715 ; 14,9 – 33,8

Masa kerja (rerata±SD ; minimum-maksimum) 4,13 ± 2,271 ; 0,2 – 10

Lama kerja (rerata±SD ; minimum-maksimum) 10,3 ± 1,94 ; 8 – 12 Riwayat paparan sebelumnya, n (%)

- Ya

- Tidak

22 (40)

33 (60)

Standarisasi APD, n (%)

- Standar - Tidak standar

33 (60) 22 (40)

Kontinuitas pemakaian APD, n (%)

- Kadang-kadang

- Selalu

28 (50,9)

27 (49,1)

Kelengkapan APD, n (%)

- Lengkap

- Tidak lengkap

16 (29,1)

39 (70,9)

Lokasi kerja, n (%) - Tetap

- Pindah-pindah

45 (81,8)

10 (18,2)

Kebiasaan minum alkohol, n (%)

- Ya

- Tidak

9 (16,4)

46 (83,6)

Kebiasaan minum jamu, n (%)

- Ya - Tidak

0 (0) 55 (100)

Kebiasaan merokok, n (%)

- Ya

- Tidak

42 (76,4)

13 (23,6)

Riwayat penyakit hati bawaan, n (%) - Ya

- Tidak

0 (0)

55 (100)

Kebiasaan berolahraga, n (%)

- Ya

- Tidak

32 (58,2)

23 (41,8)

Fidiyatun, Onny Setiani, Suhartono

Page 25: jurnal.pdf

151

penelitian ini adalah kadar Pb dalam darah, variabel terikat

(dependent variables) yaitu kejadian gangguan fungsi

hati serta seabagai variabel pengganggu (confounding

variables) yaitu Masa kerja, lama kerja per hari, Pemakaian

APD, Konsumsi jamu, konsumsi alkohol, riwayat paparan,

usia, status gizi, riwayat kelainan hati bawaan dan

kebiasaan merokok. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah simpel random

sampling dengan cara lotre by not replacement.

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan

observasi serta alat pengambil sampel darah, alat

pengukur tinggi badan dan berat badan.

Peralatan pengambilan sampel darah berupa spuit,

alkohol 70%, kapas, tabung sampel, cold box, kertas label

dan lain-lain. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh

petugas laboratorium terlatih sebanyak 5-10 cc dan

dikirim ke laboratorium menggunakan Coolbox, untuk

mencegah terjadinya kerusakan pada sampel digunakan

larutan EDTA. Pemeriksaan laboratorium terhadap sampel

darah untuk mengetahui kadar Pb dalam darah

menggunakan spektrofotometer dengan metode AAS

(Atomic Absorbance Spectrometer) di Balai Laboratorium

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan untuk pemeriksaan

kadar SGOT, SGPT dan Gamma GT dilakukan dengan

metode enzimatik menggunakan Vitros 250 di

laboratorium berstandar.

Pengukuran tinggi badan menggunakan mikrotoa

untuk mengetahui tinggi badan dan timbangan injak

untuk mengukur berat badan yang merupakan komponen

dalam penghitungan Body Mass Index (BMI) untuk

menentukan status gizi responden.

Pengambilan data juga dilakukan dengan

menggunakan kuesioner, yang berisi pertanyaan-

pertanyaan untuk memperoleh data-data karakteristik

responden, diantaranya data tentang umur responden,

berat badan, tinggi badan, masa kerja, lama kerja, lokasi

kerja, pemakaian APD, kebiasaan merokok, kebiasaan

minum alkohol, kebiasaan minum jamu dan keluhan-

keluhan yang dirasakan responden.

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi variabel penelitian

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur

responden adalah 35,2 tahun ± 10,06; rata-rata berat

badan responden 55,8 kg ± 9,53; rata-rata tinggi badan

responden 1,61 meter ± 0,6877; rata-rata Body Mass Index

(BMI) responden 21,53 ± 3,715; rata-rata masa kerja

responden 4,13 tahun ± 2,271; rata-rata lama kerja

responden 10,3 jam ± 1,94..

Untuk karakteristik lainnya, hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari 55 orang responden, jumlah

responden yang lokasi kerjanya berpindah-pindah

sebanyak 10 orang (18,2%), banyaknya responden yang

mempunyai riwayat paparan Pb sebelumnya adalah 22

orang (40%), responden yang terbiasa memakai APD

tidak lengkap ada 39 orang (70,9%), banyaknya

responden yang memakai APD tidak standar ada 22 orang

(40%); banyaknya responden yang mempunyai

kebiasaan minum alkohol ada 9 orang (16,4%);

banyaknya responden yang mempunyai kebiasaan

merokok 42 orang (76,4%), banyaknya responden yang

tidak mempunyai kebiasaan berolahraga adalah 23 orang

(41,8%).

Sedangkan untuk variabel kebiasaan minum jamu,

dari 55 orang responden tidak ada yang mempunyai

kebiasaan mengkonsumsi jamu, demikian juga untuk

riwayat penyakit bawaan, dari 55 responden dalam

keluarganya, tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit

bawaan. Adapun data karakteristik responden dapat

dilihat secara lengkap pada tabel 1.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata

kadar Pb dalam darah pada pekerja di Perkampungan

Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten Tegal adalah

30,66 µgr/dL ± 19,163; rata-rata kadar SGOT dalam serum

Tabel 2. Deskripsi Kadar Pb darah, SGOT, SGPT dan Gamma GT responden di Perkampungan Industri Kecil (PIK)

Kebasen Kabupaten Tegal

Parameter Rerata Minimum Maksimum Standar

Deviasi

PEL

(Nilai Normal)

Pb darah (µgr/dL) 30,66 0,6 108,3 19,163 40

Kadar SGOT (U/L) 30,7 7 152 23,65 < 25

Kadar SGPT (U/L) 31,7 15 97 15,24 < 30

Kadar Gamma GT (U/L) 30,3 7 285 41,84 6 – 24

Tabel 3. Korelasi antara Kadar Pb darah dengan Kadar SGOT, Kadar SGPT dan Kadar Gamma GT

Koefisien Nilai No Hubungan

Korelasi P Kesimpulan

1 Kadar Pb dalam darah dengan kadar SGOT 0,294** 0,002 Ada hubungan

2 Kadar Pb dalam darah dengan kadar SGPT 0,150 0,113 Tidak ada

hubungan

3 Kadar Pb dalam darah dengan Kadar Gamma

GT

0,296** 0,002 Ada hubungan

Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati

Page 26: jurnal.pdf

152

darah pekerja adalah 30,7 U/L ± 23,65; rata-rata kadar

SGPT dalam serum darah pekerja adalah 31,7 U/L ± 15,24

dan rata-rata kadar Gamma GT dalam serum darah pekerja

adalah 30,3 U/L ± 41,84.

Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji

Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa variabel yang

mempunyai distribusi normal adalah variabel umur, berat

badan, tinggi badan dan kadar Pb dalam darah (p value >

0,05). Sedangkan variabel Body Mass Index (BMI), kadar

SGOT, kadar SGPT dan kadar Gamma GT berdistribusi

tidak normal (p value < 0,05).

B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan

fungsi hati.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengatahui

hubungan antara variabel independen (variabel bebas)

dengan variabel dependen (variabel terikat). Dari hasil

uji normalitas diketahui bahwa beberapa variabel tidak

berdistribusi normal, sehingga uji korelasi yang

digunakan adalah uji statistik non parametrik Tau

Kendall.

1. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Kadar

SGOT, Kadar SGPT dan Kadar Gamma GT

a) Hubungan Kadar Pb dalam darah dengan Kadar

SGOT

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara Kadar Pb dalam darah dengan

Kadar SGOT (p value = 0,002), dengan koefisien

korelasi 0,294 membentuk tren positif yang artinya

semakin tinggi kadar Pb dalam darah semakin

meningkat kadar SGOT serum darah.

b) Hubungan Kadar Pb dalam darah dengan Kadar

SGPT

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan

yang signifikan antara Kadar Pb dalam darah dengan

Kadar SGPT (p value = 0,113), dengan koefisien

korelasi 0,150 membentuk tren positif yang artinya

semakin tinggi kadar Pb dalam darah semakin

meningkat kadar SGPT serum darah.

c) Hubungan Kadar Pb dalam darah dengan Kadar

Gamma GT

Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara Kadar Pb dalam darah dengan

Kadar Gamma GT (p value = 0,002), dengan koefisien

korelasi 0,296 membentuk tren positif yang artinya

semakin tinggi kadar Pb dalam darah semakin

meningkat kadar Gamma GT serum darah.

2. Hubungan Kategori Kadar Pb dalam darah dengan

Kejadian Gangguan Fungsi Hati

Variabel Kejadian Gangguan Fungsi Hati merupakan

variabel komposit dari 3 vaiabel yaitu, variabel Kadar

SGOT, Kadar SGPT dan Kadar Gamma GT, dimana jika

salah satu atau lebih dari ketiga variabel tersebut tidak

normal, maka dapat dikatakan bahwa responden tersebut

mengalami gangguan fungsi hati.

Hasil uji Chi-square untuk mengetahui hubungan

Kategori Kadar Pb dalam Darah dengan Kejadian

Gangguan Fungsi Hati, dapat dilihat pada tabel 4.

Pekerja dengan Kategori kadar Pb dalam darahnya

tidak normal (> 40 µgr/dL) ada 14 orang dan semuanya

mengalami gangguan fungsi hati (100,0%). Sedangkan

pekerja dengan kategori kadar Pb dalam darahnya normal

(< 40 µgr/dL) ada 41 orang dan yang mengalami

gangguan fungsi hati sebanyak 23 orang pekerja (56,1%).

Sehingga dapat diketahui bahwa prosentase terjadinya

gangguan fungsi hati lebih tinggi pada responden yang

kategori kadar Pb dalam darahnya tidak normal (> 40 µgr/

dL), yaitu sebesar 100,0%. Sedangkan pada responden

dengan kategori kadar Pb dalam darahnya normal (< 40

µgr/dL), yang mengalami gangguan fungsi hati sebesar

56,1%.

Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p =

0,002 yang artinya bahwa ada hubungan antara Kadar

Pb dalam Darah dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati

(karena p value 0,002 < 0,05). Prevalence Ratio (PR)

Gangguan Fungsi Hati Kadar Pb dalam darah

Sakit Normal Total

Tidak normal (> 40 µgr/dL) 14

(100,0%)

0

(0,0%)

14

(100,0%)

Normal (≤ 40 µgr/dL) 23 (56,1%)

18 (43,9%)

41 (100,0%)

Total 37

(67,3%)

18

(32,7%)

55

(100,0%)

Hasil : X2 = 0,003 dan p = 0,002 PR (95% CI)=1,8 (1,4 – 2,3)

Tabel 4. Kadar Pb dalam Darah Kategorik dengan Gangguan Fungsi Hati

Variabel B Sig Exp B 95% CI Ketrangan

Riwayat paparan sebelumnya -1,071 0,124 0,343 0,087 1,343 Tidak Signifikan

Kadar Pb dalam darah 0,054 0,019 1,056 1,009 1,105 Signifikan

Tabel 5. Rekapitulasi Analisis Multivariat

Fidiyatun, Onny Setiani, Suhartono

Page 27: jurnal.pdf

153

sebesar 1,8 yang berarti bahwa peluang/kemungkinan

terjadinya kejadian gangguan fungsi hati lebih besar 1,8

kali lebih tinggi pada responden yang kadar Pb dalam

darahnya tidak normal dibanding responden yang kadar

Pb dalam darahnya normal, dengan CI 95% (1,4 – 2,3)

menunjukkan bahwa Kadar Pb dalam darah merupakan

faktor risiko kejadian gangguan fungsi hati.

C. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui

hubungan yang paling dominan secara bersama-sama

antara. Persyaratan untuk melakukan analisis multivariat

adalah dari hasil analisis bivariat didapatkan adanya

variabel yang bersama-sama mempunyai hubungan

dengan nilai p (signifikansi) < 0,25.

Dari hasil analisis multivariat didapatkan nilai

signifikansi yang < 0,05 adalah pada variabel Kadar Pb

dalam darah, p = 0,019 dengan CI 95% (1,009 – 1,105)

yang berarti variabel yang paling berpengaruh terhadap

kejadian gangguan fungsi hati adalah variabel kadar Pb

dalam darah. Odd Rasio (Exp B) = 1,056 yang artinya

kadar Pb dalam darah akan menyebabkan kejadian

gangguan fungsi hati sebesar 1,056 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan variabel riwayat paparan

sebelumnya.

SIMPULAN

1) Rata-rata kadar Pb dalam darah, kadar SGOT, kadar

SGPT dan kadar Gamma GT dalam penelitian ini,

secara berurutan adalah 30,66 µg/dL ± 19,163; 30,7

U/L ± 23,65; 31,7 U/L ± 15,24 dan 30,3 U/L ± 41,84.

2) Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi Tau

Kendall menunjukkan ada hubungan antara kadar

Pb dalam darah dengan kadar SGOT (p = 0,002) dan

kadar Gamma GT (p= 0,002), sedangkan untuk kadar

SGPT (p = 0,113) tidak menunjukkan ada hubungan.

3) Hasil analisis bivariat dengan uji Chi-square

menunjukkan ada hubungan kadar Pb dalam darah

dengan kadar SGOT (p = 0,001) dan kadar Gamma

GT (0,002), tetapi untuk kadar SGPT (p = 0,051) tidak

menunjukkan ada hubungan.

4) Hasil uji Chi-square menunjukkan ada hubungan

yang signifikan antara kadar Pb dalam darah dengan

kejadian gangguan fungsi hati (p = 0,002). Prevalence

Ratio (PR) : 1,783 dengan CI 95% = (1,360 – 2,337)

yang artinya Pekerja yang mempunyai kadar Pb

dalam darah tidak normal atau tinggi (>40 µg/dL)

mempunyai risiko 1,783 kali untuk mengalami

gangguan fungsi hati dibandingkan pekerja yang

mempunyai kadar Pb dalam darahnya rendah atau

normal (< 40 µg/dL).

5) Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik

menunjukkan variabel Kadar Pb merupakan variabel

yang paling berpengaruh terhadap kejadian

gangguan fungsi hati, (p = 0,019) dengan CI 95%

(1,009 – 1,105). Odd Rasio (Exp B) = 1,056 yang

artinya kadar Pb dalam darah akan menyebabkan

kejadian gangguan fungsi hati sebesar 1,056 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan variabel riwayat

paparan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nordberg G. Metal : Chemical Properties and Toxicity.

In : Stellman Jm (ed); Encyclopedia of Occupational

Health and Safety. 4 ed. Geneva ; ILO. 1998.

2. Hariono, B., 2005, Efek Pemberian Plumbum (Timah

Hitam) Anorganik pada Tikus Putih (Rattus

norvegicus), J. Sain Vet Vol 23 No. 2 Th. 2005,

Bagian Patologi Klinik FKH UGM, Yogyakarta, 107-

108.

3. Lu CF, Toksikologi Dasar, Ed 2, UI Press, 1995:206-

220

4. Gurer H, Ercal N, 2000, Can Antioxidants be

Beneficial in The Treatment of Lead Poisoning? Free

Radic Biol Med; 29(10):927-945

5. Supriyono Agus, Chodidjah, Banun Shaher,

Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Per Oral Terhadap

Gambaran Histopatologis ; Studi Eksperimental

Laboratorik pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Jantan Galur Wistar, Bagian Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan

Agung Semarang

7. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup

Provinsi Jawa Tengah.2007. Kajian Analisis Dampak

Pembakaran Timah Hitam di Desa Pesarean Tahun

2007.

8. Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan. Dasar-dasar

Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ke-Empat.

Sagung Seto. Jakarta: 2011;

Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati