Upload
qu-qarunia
View
86
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal
Citation preview
166
_________________________________________________
Surip, SKM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang
dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
Dr. M. Zen Rahfiludin, SKM, M.Kes, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP
Hubungan Antara Kadar Timbal dalam Darah dengan Kadar Hemoglobin pada Wanita Usia
Subur di Lingkungan Industri Peleburan Loga Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal
The Association Between Blood Lead Level (BLL) with Hemoglobin Level on Women of
Childbearing Age in Metal Smelting Industryin Tegal Regency
Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin
ABSTRACT
Background: Exposure to lead (Pb) continuously for a long time will cause health effects such as hypertension,
decreased the ability of the brain and can inhibit the formation of red blood, disorder if it is not resolved soon be
able to cause disruption to the body’s various organ systems such as the nervous system, kidneys, gastrointestinal,
reproductive system and hemoglobin levels.
Methods: Cross sectional study on 32 subjects in the Metal Smelting Industry District Adiwerna Tegal regency. Pb
levels in the blood as biomaker of exposure to lead (Pb) to the decrease in hemoglobin levels.
Result: Subjects with levels of lead (Pb) on not normal level were 12 people with mean+ SD BLL 28.33+7.714;
Subjects with hemoglobin levels below the normal were 15 people with the mean+SD 12.04+1,340. There is a
relationship between BLL with the level or haemoglobin (r = -0,418 and p value = 0.017). Lead exposure was to
be risk factor for the low haemoglobin level with RP of 2.5.
Conclution: Women of Childbearing Age had a Ratio Prevalence of 2.5 for the low level of haemoglobin.
Keywords: Lead Exposure, hemoglobin levels, Women of Childbearing Age
PENDAHULUAN
Industri di Indonesia saat ini sangat beragam dari
industri berskala kecil, menengah maupun besar. Industri
memberikan nilai tambah yang besar di sektor
perekonomian, khususnya perekonomian dapat
membuka lapangan pekerjaan. Industri kecil diarahkan
untuk menunjang industri menengah dan besar termasuk
industri kecil peleburan logam, industri ini menunjang
industri komponen elektronik, kendaraan bermotor,
permesinan dan percetakan.1
Salah satu bahaya yang perlu mendapatkan
perhatian dalam hubungan dengan pembangunan
industri adalah adanya pemaparan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3), logam berat yang perlu diwaspadai adalah
timbal (Pb) karena logam tersebut memiliki potensi efek
negatif terhadap kesehatan manusia, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.2
Menurut hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Tegal tahun 2004, menyebutkan bahwa kadar
emisi gas buang yang ditimbulkan oleh pencemaran
industri peleburan logam (Pb) di Industri peleburan logam
Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal, berdasarkan SK.
Gubernur Jawa Tengah No. 10 Tahun 2000, tentang baku
mutu udara emisi ternyata parameter tersebut di atas
NAB.3
Hasil uji sampel darah guna mengetahui kandungan
Pb pada masyarakat di lokasi industri peleburan logam
Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal yang dilakukan
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
dengan indikator : kategori normal kurang 40 µg/dl, dapat
diterima 40 sampai dengan 80 µg/dl, berlebihan 80 sampai
dengan 120 µg/dl, dan berbahaya lebih dari 120 µg/dl.4
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara kadar timbal dalam darah dengan kadar hemoglobin
pada wanita usia subur di lingkungan industri peleburan
logam Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik, penelitian yang menjelaskan adanya hubungan
antara variabel melalui pengujian hipotesis. Sedangkan
penelitian dengan metode survey dan pemeriksaan
laboratorium. Bedasarkan waktu penelitian, rancangan
penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional),
karena mempelajari korelasi anatara faktor risiko dengan
efek, dengan pendekatan sekaligus pada satu saat atau
“point time approach”5
Variabel bebas penelitian adalah kadar Pb dalam
darah dan variabel terikat kadar hemoglobin, sedangkan
variabel pengganggu umur, riwayat sakit, kebiasaan
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia
Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013
167
merokok, riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, asupan
makanan, konsumsi tablet besi dan lama tinggal.
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk atau
masyarakat yang tinggal dilingkungan Industri Peleburan
Logam Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten
Tegal. Sampel diambil dengan menggunakan metoda
Purposive Sampling, penentuan jumlah sampel tunggal
minimal pada uji hipotesis dengan menggunakan
koefisien korelasi (r) sebanyak 32 orang.6
Pengukuran / Analisis laboratorium kadar Pb di
udara emisi dan lingkungan Industri Peleburan Logam
dengan alat Gravimeter, Hi - vol extractor, spectro,
pegukuran timbal (Pb) darah dari wanita usia subur
dengan metode Atomic Absorbtion Spektrofotometer
(A.A.S), pengukuran kadar hemoglobin dengan
menggunakan alat hematologi analyser dengan panjang
gelombang 546 nm.
Kuesioner daftar pertanyaan untuk wanita usia
subur, Form recall makanan untuk mengukur konsumsi
zat gizi atau asupan makanan, spuit untuk mengambil
sampel darah dan tabung penyimpan darah dan eralatan
laboratorium untuk analisis kadar timbal dalam darah dan
kadar hemoglobin.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dimulai dengan mendata jumlah wanita
usia subur di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna
Kabupaten Tegal, kemudian dilakukan pengambilan
sampel darah untuk kandungan Timbal dalam darah dan
kadar Hemoglobin. Pemeriksaan sampel darah dilakukan
dengan bekerjasama dengan Laboratorium Cito Kota
Tegal Provinsi Jawa Tengah, sehingga diperoleh
beberapa variabel-variabel sebagai berikut :
Data tabel 1 terlihat bahwa wanita usia subur memiliki
rata-rata umur 38,8 tahun, standar deviasi 5,46, umur
minimum 24 tahun dan umur maksimum 47 tahun,
sedangkan rata-rata lama tinggal 33,1 tahun, standar
deviasi 12,85, lama tinggal minimum 5 tahun dan lama
tinggal maksimum 47 tahun. Pendidikan wanita usia subur
terbanyak SD sebanyak 78,1%, pekerjaan terbanyak ibu
rumah tangga sebanyak 65,6%, responden memiliki
riwayat sakit 12,5%, riwayat pekerjaan 68,8% tidak pernah
bekerja di industri peleburan logam.
Tabel 2 memberikan gambaran kadar hemoglobin
wanita usia subur rata-rata 12,04 gr/dL dengan standar
deviasi 1,340, kadar hemoglobin minimum 9,6 gr/dL dan
kadar hemoglobin maksimum 14,1 gr/dL, kadar timbal
dalam darah wanita usia subur rata-rata 28,33 µg/ml
dengan standar deviasi 7,714, kadar timbal dalam darah
minimum 14,8 µg/ml dan kadar imbal dalam darah
maksimum 45,8 µg/ml.
Gambaran asupan makanan responden meliputi rata-
rata energi 1450,9 kal, standar deviasi 203,78, asupan
energi minimum 1030 kkal dan asupan energi maksimum
1889 kkal. Asupan protein responden rata-rata 40,9 gram,
standar deviasi 7,99, asupan protein minimum 27 gram
dan asupan protein maksimum 62 gram.
Tabel 3 distribusi frekuensi memberikan gambaran
kategori kadar hemoglobin dibawah normal wanita usia
subur sebanyak 46,9%, kategori timbal dalam darah tidak
normal sebanyak 37,5%, Asupan makanan wanita usia
subur kategori kurang energi sebanyak 29 responden
Karakteristik Rata-rata Standar
deviasi Minimum Maksimum n (%)
Umur
Lama tinggal
Pendidikan
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Pekerjaan
IRT
Petani/pedagang
Lain-lain
Riwayat Sakit
Sakit
Tidak sakit
Riwayat pekerjaan
Pernah kerja di Peleburan
logam
Tidak pernah kerja di
peleburan logam
38,8
33,1
5,46
12,85
24
5
47
47
25
5
2
21
8
3
4
28
10
22
76,1
15,6
6,2
65,6
25,0
9,4
12,5
87,5
31,2
68,8
Tabel 1. Karakteristik Wanita Usia Subur di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal 2013
Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin
168
Variabel Rata-rata Stand deviasi Minimum Maksimum
Hemoglobin (mg/dL)
Timbal darah (µg/dl)
Asupan Energi (kal)
Asupan Protein (g)
Asupan Vit. B12 (µg) Asupan Asam folat (µg)
Asupan Besi (mg)
Vitamin C (mg)
12,04
28,33
1450,9
40,9
1,65 373,2
11,1
67,4
1,340
7,714
203,78
7,99
0,476 19,89
2,87
6,49
9,6
14,6
1030
27
1,0 315
7
50
14,1
45,8
1889
62
2,4 400
19
70
Variabel Jumlah (n) Persentase (%)
Hemoglobin
• Dibawah normal (<12 gr/dL)
• Normal (> 12 gr/dL)
Timbal dalam darah
• Tidak normal (>30 µg/ml)
• Normal (< 30 µg/ml)
15
17
12
20
46,9
53,1
37,5
62,5
Variabel Jumlah (n) Persentase (%)
Energi
Kurang (< 80% kkal)
Baik (> 80% kkal)
Protein
Kurang (< 80% gr)
Baik (> 80% gr)
Vitamin B12 Kurang (<2,4 µg)
Cukup (> 2,4 µg)
Asam folat
Kurang (<400 µg) Cukup (> 400 µg)
Besi
Kurang (<13 mg)
Cukup (> 13 mg)
Vitamin C
Kurang (<75 mg)
Cukup (> 75 mg)
29
3
28
4
27
5
28 4
25
7
28
4
90,6
9,4
87,5
12,5
84,4
15,6
84,4 15,6
78,1
21,9
87,5
12,5
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Asupan Makanan Wanita Usia Subur di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna
Kabupaten Tegal 2013
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kandungan Hemoglobin, Timbal dalam darah Wanita Usia Subur di Desa Pesarean
Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal 2013
Tabel 2. Deskripsi Kandungan Hemoglobin, Timbal dalam darah serta Asupan Makanan Wanita Usia Subur
di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal 2013
Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin
169
(90,6%), kategori kurang protein sebanyak 28 responden
(87,5%), kategori kurang vitamin B12 sebanyak 27
responden (84,4%), kategori kurang asam folat
sebanyak 28 responden (87,5%), kategori kurang Fe
sebanyak 25 responden (78,1%) dan kategori kurang
vitamin C sebanyak 28 responden (87,5%), ditampilkan
pada tabel 4.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Sebelum dilakukan analisis, dilakukan uji normalitas data
sebagai berikut:
Berdasarkan hasil uji normalitas data (Shapiro Wilk),
variabel umur, kadar haemoglobin, kadar timbal, asupan
energi, asupan protein, dan asupan asam folat
berdistribusi normal (p-value > 0,05).
Analisis korelasi
Analisis korelasi beberapa variabel numerik yang
dikaji dalam penelitian ini disajikan pada tabel 6 berikut:
Hasil analisis (pada tabel 6) menunjukkan bahwa
ada korelasi signifikan antara kadar haemoglobin dengan
kadar timbal dalam darah, ada korelasi sifnifikan antara
kadar haemoglobin dengan asupan vitamin B12.
Sedang analisis hubungan beberapa varibel
kategorik dilakukan analisis dengan uji Chi-Square Hasil
uji Chi-Square data kategorik untuk timbal dalam darah
dengan kategorik kadar hemoglobin ditampilkan pada
tabel 7.
Berdasarkan tebal 7, proporsi subyek dengan kadar
haemoglobin di bawah normal pada kelompok subyek
dengan kadar timbah tidak normal sebesar 75%. Proporsi
Tabel 6. Hasil analisis korelasi bebrapa variabel penelitian.
Tabel 5. Uji Normalitas Data Hasil Penelitian
Tabel 7. Analisis hubungan kadar haemoglobin dengan kadar timbal darah
Hubungan Antara Kadar Timbal dalam Darah dengan Kadar Hemoglobin
Nilai Probabilitas
(p-value) No Parameter
Shapiro Wilk
Kesimpulan
1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
9. 10.
Umur
Lama tinggal
Kadar Hemoglobin
Kadar Timbal dalam darah Asupan Energi
Asupan Protein
Asupan Vitamin B12
Asupan Asam Folat
Asupan Besi Asupan Vitamin C
0,051
0,000
0,105
0,730 0,148
0,417
0,001
0,108
0,002 0,000
Distribusi normal
Distribusi tidak normal
Distribusi normal
Distribusi normal Distribusi normal
Distribusi normal
Distribusi tidak normal
Distribusi normal
Distribusi tidak normal Distribusi tidak normal
Kategori Kadar Hemoglobin Kategori kadar timbal
dalam darah Di bawah Normal (<
12 gr/dL)
Normal
(> 12 gr/dL)
Total
Tidak Normal (> 30 µg/ml) 9 (75%) 3 (25%) 12 (100%)
Normal (< 30 µg/ml) 6 (30%) 14 (70%) 20 (100%)
Total 15 (46,9%) 17 (53,1%) 32 (100%)
X2 Continuity Correctin, p-value = 0,035
No Hubungan Nilai P-
value
Koefisien
korelasi Kesimpulan
1. 2.
3.
4.
5.
6.
7. 8.
9.
Hemoglobin dengan Umur Hemoglobin dengan Timbal dalam darah
Hemoglobin dengan Asupan Protein
Hemoglobin dengan Asupan Asam Folat
Hemoglobin dengan Asupan Energi
Hemoglobin dengan Lama tinggal
Hemoglobin dengan Asupan Vitamin B12 Hemoglobin dengan Asupan Besi
Hemoglobin dengan Asupan Vitamin C
0,553 0,017
0,066
0,293
0,754
0,948
0,017 0,351
0,661
-0,109 -0,418
0,329
0,192
0,058
-0,008
0,304 -0,120
0,066
Tidak ada hubungan1
Ada hubungan1
Tidak ada hubungan1
Tidak ada hubungan1
Tidak ada hubungan1
Tidak ada hubungan2
Ada hubungan2
Tidak ada hubungan2
Tidak ada hubungan2
Keterangan : 1 Uji Korelasi Pearson;
2 Uji Korelasi Tau Kendall’s
170
ini lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang kadar
timbalnya normal (30%). Dengan demikian ada fenomena
kecenderungan semakin tinggi kadar timbal, maka akan
semakin rendah kadar haemoglobinnya.
Hasil uji Chi-Square (Continuity Correction)
diperoyaleh p-value = 0,035, sehingga dapat disimpulkan
ada hubungan antara kadar timbal dalam darah dengan
kadar hemoglobin wanita usia subur. Hasil analisis risiko
(RP) diperoleh nilai 2,5: 1,187 – 5,266). Hal ini menunjukkan
bahwa subyek yang mempunyai kadar timbah dalam
darah tidak normal (>30 µg/ml) mempunyai risio kadar
haemoglobinnya di bawah normal (<12 gr.dL) dibanding
dengan subyek yang kadar timbal dalam darahnya normal.
SIMPULAN
1. Rerata kadar timbal darah pada wanita usia subur
sebesar 28,33 µg/ml dengan standar deviasi 7,714.
Dengan demikian sebanyak 37,5%) kadar timbal
dalam darah responden tidak normal.
2. Rerata kadar haemoglobin wanita usia subur sebesar
12,04 gr/dL dengan standar deviasi 1,340 gr/dl,.
Dengan demikian sebanyak 46,9% responden
mempunyai kadar haemoglobin di bawah normal.
3. Ada korelasi bermakna (negatip) antara kadar timbal
dalam darah dengan kadar hemoglobin pada wanita
usia subur (r = -0,418).
4. Paparan timbal merupakan faktor risiko rendahnya
kandungan haemoglobin pada wanita usia subur
dengan nilai RP = 2,5 (CI: 1,187 -5,266)
DAFTAR PUSTAKA
1. BPPI. Desain prototipe penanganan gas buang dari
industri kecil pemanfaatan aki bekas. Jawa Tengah;
2002
2. Grant LD, Lead and Its Compounds. Dalam Morton
Lipmann, Environmental Toxicants, Human Exposure
and Their Health Effects. 3rd ed; 2009.
3. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup
Kabupaten Tegal. Kajian Analisis Dampak
Pembakaran Timah Hitam di Desa Pesarean Tahun
2005;
4. BLK Provinsi Jawa Tegah. Hasil uji sampel
kandungan Pb dalam darah, Semarang. 2011
5. Dahlan S. Langkah-langkah membuat proposal
penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. CV
Agung Seto. Jakarta. 200: hal : 57
6. Sastroasmoro, S. Ismael, S. Dasar-dasar metodologi
penelitian klinis. Jakarta. Binarupa Aksara. 2002;
hal; 206
Surip, Onny Setiani, M. Zen Rahfiludin
99
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia
Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013
_________________________________________________
Retno Sulistiyowati, S.Pd., M.Kes, SMK THERESIANA Semarang
dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
Dr. Nurjazuli, SKM, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kristal Batu Saluran Kemihdi Desa Mrisi
Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan
Risk Factors Related to the Occurrence of Urinary Calculus among Inhabitants at Mrisi
Village, Tanggungharjo Sub District, Grobogan.
Retno Sulistiyowati, Onny Setiani, Nurjazuli
ABSTRACT
Background: A stone in the urinary tract commonly known as Urinary Calculus has been recognized since the era
of Babylonia and Ancient Egypt. In 2002, Indonesia had 37,636 cases of Urinary Calculus. Male group has a 4
times higher risk of Urinary Calculus than female group. In addition, it often happens at the age of 45 years. More
than 80% of Urinary Calculus consists of calcium, i.e. calcium oxalate and calcium phosphate. The objective of
this research was to analyze the risk factors of Urinary Calculus in urine among inhabitants.
Method: It was an observational research using cross-sectional design. This research was conducted at Mrisi
village, Sub District of Tanggungharjo in Grobogan. Number of respondents was 45 persons. Furthermore,
univariate, bivariate, and multivariate statistical techniques were applied to analyze data using SPSS version
16.0.
Result:This research showed that significant risk factors to the occurrence of Urinary Calculus were as follows:
length of stay (p=0.028) and habit of vegetable consumption (RP=2.125; 95%CI: 1.078-4.187).
Conclusion:People consuming high oxalate vegetables have a probability tosuffer from Urinary Calculus equal
to 45.28%. They were recommended to drink as much as 2 – 2.5 liters/day, reduce consuming high oxalate foods,
and consume various vegetables and fruits. In addition, they need to consume citrate if consuming high oxalate
foods and they would like to treat water by boiling and cooling down before drinking.
Key words: Risk Factor, Urinary Calculus, Grobogan
PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih telah dikenal selama
berabad-abad sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir
kuno, dengan ditemukan batu pada kandung kemih
mumi.Kejadian (insidens) batu saluran kemih tidak sama
diberbagai belahan bumi, bervariasi menurut suku bangsa
dan geografi, selain itu setiap peneliti mengemukakan
angka yang berbeda-beda. Di seluruh dunia rata-rata 1-
12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.1,2) Di
Negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia,
batu saluran kemih banyak ditemukan pada bagian atas
saluran kemih, sedangkan di Negara berkembang seperti
India, Thailand dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu
kandung kemih.3)
Di Amerika Serikat 5-10% penduduk menderita BSK
setiap tahunnya. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia
tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari
rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636
kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959
orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah
sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah
sebesar 378 orang .1,4)
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu
kalsium,baik yang berikatan dengan oksalat maupun
dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan
kalsium fosfat, sedangkan yang lain berasal dari batu
asam urat, batu magnesium amonium fosfat (struvite),
sistein atau kombinasi.5)
Laki-laki mempunyai risiko 4 kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan kecuali batu ammonium
magnesium phospat (struvite). Angka kejadian pada laki-
laki biasanya pada umur 45 tahun, sedangkan pada
perempuan terjadi pada usia 41 tahun.5,6)
Pembentukan batu saluran kemih (BSK) diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-
keadaan lain yag belum jelas.(1) Secara epidemiologis
terdapat dua faktor yang mempermudah terbentuknya
batu saluran kemih (BSK) yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal
dari diri individu sendiri seperti herediter/keturunan,
umur, jenis kelamin. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang
100
Retno Sulistiyowati, Onny Setiani, Nurjazuli
berasal dari luar individu seperti geografi daerah, iklim
dan temperatur, jumlah asupan air, diet, pekerjaan dan
aktivitas fisik, kolesterol, hipertensi, asupan vitamn C
berlebih, kebiasaan menahan kemih dan obesitas.1,7,8)
Komposisi mineral dalam air minum yang bersumber
dari air permukaan (dataran tinggi/rendah) didominasi
oleh unsur calcium dan magnesium, kadar Ca2+ inilah
yang diduga dapat mengakibatkan awal terjadinya batu
saluran kemih.9).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan kadar kesadahan total, kadar kalsium, kadar
magnesium dalam air serta faktor-faktor risiko lain seperti
lama tinggal, jumlah air yang dikonsumsi, kebiasaan
memasak air sebelum dikonsumsi, kebiasaan menahan
buang air kemih (BAK), kebiasaan konsumsi sayur,
kebiasaan olah raga (aktivitas fisik), kadar kolesterol,
intake kalsium dan protein, dan riwayat keluarga dengan
kejadian batu saluran kemih pada penduduk Desa Mrisi,
Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan.
MATERI DAN METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional
analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu
mengukur paparan variabel bebas dan terikat pada
subyek penelitian dilakukan dalam waktu yang
bersamaan, dikumpulkan dengan pengamatan sesaat atau
dalam suatu periode tertentu dan hanya dilakukan satu
kali pengamatan selama penelitian.10,11) Pada desain cross
sectional karena mudah dilakukan dan murah, tidak
memerlukan follow up, efisien dan kuat untuk
mendeskripsikan penyakit yang dihubungkan dengan
paparan faktor-faktor penelitian.12)
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk
berjenis kelamin laki-laki Desa Mrisi, Kecamatan
Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan. Adapun teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan purposive
sampling dengan pertimbangan mereka yang bersedia
berpartisipasi dalam pemeriksaan kristal batu saluran
kemih dalam urin. Dengan kriteria inklusi sebagai berikut
: penduduk laki-laki, berusia lebih dari 40 tahun, lama
tinggal 30 tahun atau lebih dan ada di lokasi saat dilakukan
pengambilan urin untuk diperiksa ada tidaknya kristal
batu saluran kemih.
Pengujian kadar kesadahan, Ca, Mg di dalam air
sumur dengan cara titrasi dengan metode kompleksometri
menggunakan larutan EDTA (Etilen Diamin Tetra Acetat)
Pemeriksaan kristal batu saluran kemih dalam urin
penduduk dengan cara mengendapakan sedimen urin
lalu diperiksa dengan mikroskop binokuler
Analisis data hasil penelitian disajikan secara
univariat (deskriptif) untuk mengetahui proporsi masing-
masing variabel.Analisis data bivariat dilakukan dengan
uji Chi Square yakni untuk menganalisis hubungan faktor
risiko dengan kejadian kristal batu saluran kemih.
Kemudian untuk mengintepretasikan hubungan risiko
pada penelitian ini digunakan Ratio Prevalence (RP).
Hasil analisis statistik dilihat dari nilai p-value. Sedangkan
untuk mengintepretasikan tingkatrisiko berdasarkan
variabel terikat pada penelitian ini digunakan Ratio
Prevalence (RP) dan 95% Confidence Interval (95%
CI).Analisis multivariat dilakukan untuk melihat
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat, dan
variabel bebas mana yang paling besar pengaruhnya
terhadap variabel terikat. Analisis multivariat dilakukan
dengan cara menghubungkan beberapa variabel bebas
dengan variabel terikat secara bersamaan, untuk variabel
bebas yang bersifat dikotomis maka analisis yang
digunakan adalah regresi logistik
Tabel.1. Karakteristik Responden di Desa Mrisi, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan.
Karakteristik Responden Frekuensi (%)
Umur (tahun)
40-50 24 53,3
51-60 11 24,4
61-70 7 15,6
71-80 2 4,4
81-85 1 2,2
Status Gizi
Buruk (IMT < 18,5 dan > 25) 5 11,1
Baik (IMT 18,5-25) 40 88,9
Jenis Pekerjaan
Biro Tenaga Listrik (BTL) 1 2,2
Buruh 1 2,2
Buruh Kapur 3 6,7 Petani 37 82,2
Swasta 1 2,2
Tukang Kayu 1 2,2
Wiraswata 1 2,2
101
Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kristal Batu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Mrisi terletak di Kecamatan Tanggungharjo,
Kabupaten Grobogan. Luas desa 612,976 Ha. Batas
wilayah desa Mrisi adalah sebelah utara Desa Rowosari,
sebelah selatan Hutan Negara, sebelah barat Desa
Kaliwenang, dan sebelah timur Desa Kapung. Kondisi
geografis desa Mrisi dengan ketinggian tanah dari
permukaan air laut adalah 20 meter, dengan curah hujan
2000 mm/tahun dengan suhu rata-rata 35°C. Jarak dari
pemerintahan kecamatan 5 Km, jarak dari ibukota
Kabupaten/Kota 37 Km, jarak dari ibukota Propinsi 37
Km dan jarak dari ibukota Negara 1037 Km.Jumlah
penduduk 4,920 orang yang terdiri dari laki-laki 2,350
orang, perempuan 2,570 orang dengan kepala keluarga
1,460 KK . Dengan kelompok tingkat pendidikan sebagai
berikut, 4-6 tahun sebanyak 375 orang (7,62%), 7-12
sebanyak 723 orang (14,70%), 13-15 tahun sebanyak 371
orang (7,54%), dan kelompok kerja 20-26 tahun sebanyak
658 orang ( 13,37% ) dan 27-40 tahun sebanyak 673 orang
( 13,68% ).Mata pencaharian penduduk sebagai buruh
tani ( 25,12% ), sebagai petani ( 14,09% ) lainnya sebagai
PNS, POLRI,pensiunan, karyawan swasta, wiraswasta,
pertukangan, buruh tambang kapur dan jasa lainnya.
Tanaman utama pada pertanian adalah padi dan palawija,
yang lain adalah tanaman sayur dan buah.13)
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa umur
termuda responden adalah 40 tahun dan tertua adalah 85
tahun, sedangkan rerata umur responden adalah 53,04
tahun. Terdapat 40 responden (88,9%) yang memiliki
status gizi baik (IMT 18,5-25) , sedangkan 5 responden
(11,1%) mempunyai status gizi buruk (IMT <18,5 dan
>25). Sebagian besar pekerjaan responden adalah sebagai
petani / buruh tani yaitu sebanyak 37 orang (82,2%),
tenaga BTL sebanyak 1 orang (2,2%), buruh sebanyak 1
orang (2,2%), sebagai buruh kapur 3 orang (6,7%), tukang
kayu 1 orang (2,2%) dan sebagai wiraswasta 1 orang
(2,2%).
KARAKTERISTIK SUMBER AIR
Semua responden menggunakan sumur gali untuk
memenuhi kebutuhan air dalam kehidupan sehari-hari.
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa rerata kadar
kesadahan total dalam air sumur gali adalah 352,9 mg/L,
rerata kadar kalsium adalah 136,84 mg/L dan rerata kadar
magnesium adalah 16,23 mg/L.
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 45 responden
sebanyak 27 responden (60%) ditemukan kristal batu
saluran kemih dalam urin dan sebanyak 18 responden
(40%) tidak ditemukan kristal batu saluran kemih dalam
urin. Kristal batu saluran kemih dalam urin yang
ditemukan adalah jenis kalsium oksalat, kalsium karbonat
dan asam urat, dengan nilai positif satu (+) sampai positif
tiga (+++).
Analisis Univariat
Dari tabel 4dapat diketahui bahwadari 24 responden
yang mengkonsumsi air dengan kadar kesadahan jumlah
lebih dari 352,9 mg/L, terdapat 15 responden (62,5%)
mengalami kejadian kristal batu saluran kemih dan 9
responden (37,5%) tidak mengalami kejadian kristal batu
saluran kemih.Dari 24 responden yang mengkonsumsi
air dengan kadar Kalsium lebih dari 136,84 mg/L, terdapat
13 responden (54,2%) mengalami kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin dan 11 responden (45,8%) tidak
mengalami kejadian kristal batu saluran kemih dalam
urin.Dari 4 responden yang mengkonsumsi air dengan
kadar Magnesium lebih dari 30 mg/L ada 2 responden
(50,0%) mengalami kejadian kristal batu saluran kemih
dalam urin dan 2 responden (50,0%) tidak menyebabkan
kejadian kristal batu saluran kemih.
Dari 34 responden yang lama tinggal lebih dari 30
tahun, ada 24responden (70,6%) mengalami kejadian
kristal batu saluran kemih dalam urin dan 10 responden
(29,4%) tidak mengalami kejadian kristal batu saluran
kemih dalam urin.Dari 2 responden dengan kebiasaan
tidak memasak air sebelum dikonsumsi terdapat 2
responden (100,0%) mengalami kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin. Dari 8 responden dengan
kebiasaan menahan buang air kemih (BAK) ada 6
Sumur Gali Maksimum (mg/L) Minimum (mg/L0 Mean (mg/L)
Kadar kesadahan total 610,0 110,0 352,9
Kadar Kalsium air 240,0 40,0 136,84
Kadar Magnesium 70,50 1,46 16,23
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Air Sumur Gali
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian Kristal Batu Saluran Kemih Responden di Desa Mrisi, Kecamatan
Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan
Kristal Batu Saluran Kemih Frekuensi (%)
Ada 27 60,00
Tidak ada 18 40,00
Total 45 100,0
102
Terdapat kristal dalam
urin
Tidak ditemukan kristal
dalam urin Total
Variabel
n % n % N %
Kesadahan total( mg/L)
tinggi ( >352,9) 15 62,5 9 37,5 24 53,3
Lunak (<352 ) 12 57,1 9 42,9 21 46,7
Kadar kalsium ( mg/L)
TMS (>100) 13 54,2 11 45,8 24 53,3
MS (<100) 14 66,7 7 33,3 21 46,7
Kadar magnesium
(mg/L)
TMS( >30) 2 50,0 2 50,0 4 8,89
MS (<30 ) 25 61,0 16 39,0 41 91,11
Lama Tinggal (tahun)
>=30 24 70,6 10 29,4 34 75,6
<30 3 27,3 8 72,7 11 24,4
Kebiasaan Memasak Air
Tidak 2 100,0 0 0 2 4,4
Ya 25 58,14 18 41,86 43 95,6
Menahan BAK
Ya 6 75,0 2 25,0 8 17,8
Tidak 21 56,8 16 43,2 37 82,2
Konsumsi Air Minum (Liter)
TMS (<2) 7 46,7 8 53,3 15 33,3
MS(>2) 20 66,7 10 33,3 30 66,7
Konsumsi Sayur /hari
> 2 kali 21 75 7 25 28 62,2
≤ 2 kali 6 35,3 11 64,7 17 37,8
Kdr Kolesterol(mg/dL)
Tidak Normal (>200) 0 0 1 100,0 1 2,2
Normal (<200) 27 61,4 17 38,6 44 97,8
Olah raga
Tidak pernah 26 60,5 17 39,5 43 95,6
>1 kali seminggu 1 50,0 1 50,0 2 4.4
Konsumsi Ikan
Setiap hari 0 0 0 0 0 0
Tidak setiap hari 27 60 18 40 45 100
Konsumsi Telur
Setiap hari 3 50,0 3 50,0 6 13,3
Tidak setiap hari 24 61,5 15 38,5 39 86,7
Suplemen Kalsium
Ya 1 100,0 0 0,0 1 2,2
Tidak 26 59,1 18 40,9 44 97,8
Konsumsi Susu
Ya 1 100,0 0 0,0 1 2,2
Tidak 26 59,1 18 40,9 44 97,8
Riwayat Keluarga
Ada 5 62,5 3 37,5 8 17,8
Tidak 22 59,5 15 40,5 37 82,2
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor Risiko dengan Kejadian Kristal Batu Saluran Kemih Dalam Urin Pada Penduduk
Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan
Retno Sulistiyowati, Onny Setiani, Nurjazuli
103
responden (75,0%) mengalami kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin dan sebanyak 2 responden
(25,0%) tidak mengalami kejadian kristal batu saluran
kemih dalam urin.Dari 15 responden dengan konsumsi
air minum dalam satu hari kurang dari 2 liter, terdapat 7
responden (46,7%) mengalami kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin dan 8 responden (53,3%) tidak
mengalami kejadian kristal batu saluran kemih dalam
urin.Dari 28 responden dengan kebiasaan konsumsi
sayur > 2 kali sehari , terdapat 21 responden (75%)
mengalami kejadian kristal batu saluran kemih dalam
urin dan 7 responden (25,0%) tidak mengalami kejadian
kristal batu saluran kemih.Responden dengan kadar
kolesterol tidak normal (>200 mg/dL), tidak ada
kejadian kristal batu saluran kemih dalam urin.Dari 43
responden yang tidak pernah melakukan olah raga ,
terdapat 26 responden (60,5%) mengalami kejadian
kristal batu saluran kemih dalam urin dan terdapat 17
responden (39,5%) tidak mengalami kejadian kristal
batu saluran kemih dalam urin.Dari 6 responden
dengan konsumsi telur setiap hari terdapat 3
responden (50,0%) mengalami kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin dan ada 3 responden (50,0%)
tidak mengalami kejadian kristal batu saluran
kemih.Responden dengan kebiasaan konsumsi
suplemen kalsium, mengalami kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin, responden dengan kebiasaan
konsumsi susu, mengalami kejadian kristal batu saluran
kemih dalam urin.Dari 8 responden dengan ada riwayat
anggota keluarga menderita batu saluran kemih,
terdapat 5 responden (62,5%) mengalami kejadian
kristal batu saluran kemih dalam urin dan ada 3
responden (37,5%) tidak mengalami kejadian kristal
batu saluran kemih.
Analisis Bivariat
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa ada 2
(dua) faktor risiko yang menunjukkan ada hubungan
yang signifikan dengan kejadian kristal batu saluran kemih
dalam sedimen urin dengan nilai p < 0,05 yaitu : lama
tinggal dengan p=0,028 dan kebiasaan konsumsi sayur
dengan p=0,011.
Hasil analisis multivariat menunjukkan terdapat 1
variabel yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian
kristal batu saluran kemih sedimen urin, yaitu kebiasaan
konsumsi sayur ( p =0,041; RP = 4,237; 95% CI = 1,062-
16,898)
Berdasarkan hasil akhir analisis dengan
menggunakan metode regresi logistic dapat diperoleh
model persamaan regresi untuk menghitung probabilitas
kejadian kristal batu saluran kemih dalam urin sebagai
berikut :
No Variabel Nilai p RP 95% CI Keterangan
1. Kadar kesadahan jumlah 0,951 1,094 0,675-1,773 Tidak signifikan
2. Kadar kalsium 0,583 0,812 0,505-1,308 Tidak signifikan
3. Kadar magnesium 1,000 0,820 0,299-2,252 Tidak signifikan
4. Lama tinggal 0,028 2,588 0.963-6,959 Signifikan
5. Kebiasaan memasak air 0,658 0,581 0,451-0,749 Tidak signifikan
6. Kebiasaan menahan BAK 0,577 1,321 0,810-2,155 Tidak signifikan 7. Jumlah konsumsi air 0,333 0,700 0,385-1,272 Tidak signifikan
8. Kebiasaan konsumsi sayur 0,020 2,125 1,078-4,187 Signifikan
9. Kadar kolesterol 0,836 2,588 1,784-3,756 Tidak signifikan
10. Kebiasaan olah raga 1,000 1,209 0,296-4,938 Tidak signifikan
11. Konsumsi ikan - - - -
12. Konsumsi telur 0,929 0,812 0,352-1,878 Tidak signifikan
13. Konsumsi suplemen kalsium 1,000 1,692 1,323-2,164 Tidak signifikan
14. Konsumsi susu 1,000 1,692 1,323-2,164 Tidak signifikan 15. Riwayat keluarga 1,000 1,051 0,577-1,914 Tidak signifikan
Tabel 5. Hasil Analisis Chi-Square beberapa faktor Risiko Kejadian Kristal Batu Saluran Kemih Dalam Urin
No Variabel ß Nilai P Exp
(B) 95%CI Keterangan
1. Kebiasaan Konsumsi
Sayur
1,444 0,041 4,237 1,062-16,898 Signifikan
2. Lama Tinggal 1,544 0,060 4,682 0,940-23,330 Tidak signifikan
Constanta -1,610 0,044 0,200
Tabel 6. Hasil Analisis Multivariat antara Faktor-faktor Risiko dengan Kejadian Kristal Dalam Urin
Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kristal Batu
104
P
P = Probabilitas Event
Z = ß0+ß1
ß0 = konstanta
e = 2,7182818
P
P = 0,4586 = 45,86%
Berdasarkan persamaan di atas,penduduk laki-laki
dengan kebiasaan konsumsi sayur yang mengandung
oksalat tinggi lebih dari 2 kali sehari mempunyai
probabilitas untuk mengalami kejadian kristal batu saluran
kemih dalam urin sebesar 45,86%
PEMBAHASAN
Rerata umur responden 53,04 tahun, dengan rentang
40-85 tahun.Hasil analisis statistik dalam penelitian
menyatakan ada 2 (dua) faktor risiko yang menunjukkan
ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kristal
batu saluran kemih dalam sedimen urin dengan nilai p <
0,05 yaitu : lama tinggal dan kebiasaan konsumsi sayur.
1. Lama Tinggal
Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat
hubungan signifikan antara lama tinggal dengan kejadian
kristal batu saluran kemih pada penduduk Desa Mrisi,
Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan,
dengan p = 0,028 RP (95 CI) = 2,588 (0,963-6,959). Dapat
diketahui bahwa responden dengan lama tinggal lebih
dari 30 tahun mempunyai risiko kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin sebesar 2,588 kali dibandingkan
dengan responden dengan lama tinggal kurang dari 30
tahun.
Pembentukan batu kemih bukan proses satu-dua
bulan, melainkan bertahun-tahun, tergantung seberapa
besar kandungan zat pembentuk batu dalam urin. Proses
pembentukan kristal batu saluran kemih terjadi secara
bertahap dan memakan waktu yang sangat lama dengan
puncak insidensi antara dekade ketiga dan keenam. Batu
terdiri atas kristal-kristal yang tersusun dari bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin.
Kristal-kristal tersebut berada dalam keadaan
metastabel (tetap larut) dalam urin jika tidak ada keadaan-
keadaan tertentu yang menyebabkan inti batu (nukleasi)
yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik
bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih
besar. Agregat kristal membentuk batu kemih, meskipun
pada mulanya masih rapuh dan belum cukup mampu
untuk membuntu saluran kemih.
Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel
saluran kemih dan dari sini bahan-bahn lain diendapkan
pada agregat tersebut sehingga membentuk batu yang
cukup besar. Awalnya batu terbentuk di ginjal. Kristal
batu bisa langsung turun ke kandung kemih membentuk
batu buli-buli atau bisa juga batu turun setelah berbentuk
batu ginjal.3)Lama tinggal di suatu daerah merupakan
salah satu faktor geografi, dimana aspek lingkungan dan
sosial budaya seperti kebiasaan makan, temperatur dan
kelembaban udara dapat menjadi predeposisi kejadian
batu saluran kemih.6) Lama tinggal sangat berkaitan
dengan umur, artinya responden yang tinggal lebih lama
di daerah penelitian tentunya umurnya juga sesuai.
2. Kebiasaan Konsumsi Sayur
Hasil analisis bivariat menunjukkan penduduk
Desa Mrisi dengan konsumsi sayur tinggi mempunyai
risiko kejadian kristal batu saluran kemih dalam urin
2,125 kali lebih tinggi dibanding dengan penduduk
dengan konsumsi sayur rendah, p = 0,020, 95%CI
1,078-4,187. Jenis sayur yang dikonsumsi responden
adalah bayam, kangkung, daun papaya, daun
singkong, sawi, labu siam dan terong. Alasan
responden mengkonsumsi sayuran tersebut karena
tanaman tersebut ada di sawah dan ladang mereka.
Sayur yang dikonsumsi responden termasuk sayur
yang mengandung oksalat. Dari literatur, diperoleh data
sebagai berikut, sayur yang mengandung oksalat
seperti bayam, kacang panjang, buncis, kangkung,
daun singkong, daun pepaya, kol, brokoli dan selada.
Sawi mengandung oksalat 1336 mg/100 g, bayam 660
mg/ 100 g, kedelai, brokoli dan asparagus kurang dari
100 mg/ 100 g.14). Oksalat bila berikatan dengan kalsium
dalam tubuh akan membentuk senyawa tidak larut dan
tidak dapat diserap tubuh. Senyawa ini berupa kristal
yang terendap dalam jaringan yang dapat
menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kalsium dan
oksalat membentuk senyawa kalsium oksalat sebagai
penyebab sekitar 80% penyakit batu ginjal pada orang
dewasa. Oksalat menyebabkan hiperkalsiuria dan
resorbsi kalsium sehingga menyebabkan hiperkalsium
yang dapat menimbulkan batu kalsium oksalat.15)
Hiperoksaluria meningkatkan kalsium oksalat jenuh
dan berkontribusi terbentuknya batu kalsium oksalat,
ekskresi oksalat urin pada wanita 45 mg/hari dan pada
laki-laki 55 mg/hari. 90% dari diet oksalat akan mengikat
kalsium di usus kecil sebagai kalsium oksalat dan 10%
oksalat bebas dan terserap dalam usus besar, kemudian
diekskresi dalam urin. Hiperoksaluri mungkin akibat diet
tinggi oksalat, namun dapat juga terjadi pada pasien
dengan malabsorsi lemak enteric.Hal ini bisa terjadi karena
kelebihan lemak enterik mengikat kalsium bebas dan
mengakibatkan oksalat bebas lebih mudah diserap di
kolon.16)
Sebagian besar batu saluran kemih adalah kalsium
oksalat, secara garis besar pembentukan oksalat berasal
dari diet (oksalat eksogen) dan hasil metabolisme (oksalat
endogen). Pada penelitian sebagian besar oksalat adalah
Retno Sulistiyowati, Onny Setiani, Nurjazuli
105
endogen yaitu 85-90%, selebihnya adalah oksalat
eksogen.17)
Bahan makanan yang mengandung oksalat dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Produk dimana miliequivalen asam oksalat yang
terkandung jumlahnya 2-7 kali lebih besar daripada
kalsium, misal bayam, daun beet dan bubuk kakao.
Bahan makanan ini dapat menyebabkan kalsium
yang terkandung di dalamnya tidak dapat
dimanfaatkan, bahkan dapat mengendapkan kalsium
yang ditambahkan dari produk-produk lain. Atau
jika tidak ada kalsium yang ditambahkan dapat
berpengaruh toksik.
b. Pada produk ini asam oksalat dan kalsium dalam
jumlah yang hampir setara (1±0,2) keduanya saling
menetralkan, sehingga penambahan kalsium yang
diberikan oleh produk lain dan tidak menimbulkan
pengaruh anti mineralisasi. Produk ini misalnya
kentang.
c. Bahan makanan ini meskipun mengandung asam
oksalat dalam jumlah yang cukup banyak, namun
karena pada bahan ini kaya akan kalsium, maka
bahan makanan ini merupakan sumber kalsium. Yang
termasuk kelompok ini adalah selada, kobis, bunga
kol, brokoli dan kacang hijau.18)
SIMPULAN
1. Ada hubungan antara lama tinggal responden di
daerah penelitian dengan kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin p = 0,028, RP = 2,588 ;95%
CI : 0,963-6,959.
2. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi sayur
yang mengandung oksalat tinggi dengan kejadian
kristal batu saluran kemih dalam urin p = 0,020; RP =
2,125; 95%CI : 1,078-4,187.
3. Responden dengan kebiasaan konsumsi sayur
yang mengandung oksalat tinggi memiliki
probabilitas untuk mengalami kejadian kristal batu
saluran kemih dalam urin sebesar 45,86%
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo Basuki B., Dasar-dasar urologi,
Jakarta:Sagung Seto,2011
2. Frank, Elizabeth L.,Nephrolithiasis - Kidney
StoneThe Physician’s Guide to Laboratory Test
Selection and InterpretationMarch 2012.
3. Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat,
4 Sept 2011 - From: www.itokindo.org.
4. Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri 3,
Morbiditas dan Mortalitas. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik. Departemen Kesehatan RI. 2002.
5. Bushinsky David A., Coe Frederic L., Moe Orson
W., Nephrolithiasis in The Kidney, 8th Edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.
6. Ratu G, Badji A, Harjono. Profil analisis batu
saluran kemih di Laboratorium Patologi Klinik.
Majalah Patologi Klinik Indonesia dan laboratorium
Medik 2006:12(3):114-7
7. Internal Medicine Diagnosis dan Terapi/ Panduan
Klinik Ilmu Penyakit Dalamalih bahasadr. Edi
Nugroho Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
2001.
8. Menon M, Resnick, Martin I.,Urinary Lithiasis:
Etiologi and Endourologi, in: Chambell’s Urology,
8th ed, Vol 14, W.B. Saunder Company, Philadelphia:
2002: 3230-3292.
9. Siener, R., Jahnen, A. and Hesse, A.,Influence of
Mineral Water Rich in Calcium, Magnesium and
Bicarbonate on Urine Composition and The Risk
of Calcium Oxalate Crystallization: Original
Communication. Eur.J.Clin. Nutr2004;58:270-76.
10. Budiarto, E. Metodologi penelitian kedokteran,
sebuah pengantar . Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2002.
11. Sastroasmoro Sudigdo., Ismael Sofyan, Dasar-
dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung
Seto; 2008.
12. Sugiyono , Statistik untuk penelitian. Bandung: CV
Alfabeta; 2003.
13. Monografi Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten
Grobogan, 2011
14. Sherwood, Lauralee. Human Physiology:From
Cells to System.Penerbit buku
Kedokteran EGC. Cetakan I. Jakarta, 2001.
15. hea l th .kompas .com/read/2011/06/24/ . . . /
Efek.Oksalat.bagi.Kesehatan.
16. HallM, PhillipM.D, Cleveland Clinic Journal of
Medicine volume 76 number 10 oktober 2009.
17. Tiselius Tiselius, HG. Posibility for Preventing
Reccurent Calcium Stone Disease: Principle for
The Metabolic Evaluation of Patiens with Calcium
Stone Disease. BJU Int.2001; 88; 158-168.
18. Kenali zat anti gizi 5. Asam oksalat,
Geasy.wordpress.com.15 Juni 2007
Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kristal Batu
111
Hubungan Kadar Timah Hitam (Pb) dengan Kadar Albumin dalam Darah dan Kejadian Anemia
(Studi pada pekerja peleburan timah di perkampungan industri kecil (PIK) Kebasen Kab.
Tegal)
The Association Between Blood Lead Level (BLL)With Albumin Anemia
(Research In Tin Smelting Workers In Kebasen Small Industries Village district Tegal)
Muchtar Mawardi, Onny Setiani, Suhartono
ABSTRACT
Background: Exposure to lead (Pb) with low levels over a prolonged period will cause health effects such as
hypertension, anemia, decreased ability to inhibit the formation of the brain and red blood. If this is not resolved
soon, disorder may result in disruption to the body’s various organ systems such as the nervous system, kidneys,
reproductive system, gastrointestinal tract and anemia.This research aimed to know the association between lead
exposure with albumin level and anemia.
Methods: Cross-sectional study on 45 subjects research at Small Industry Village (PIK) Kebasen Talang District
Tegal regency. Pb levels in the blood as biomaker of exposure to decreased levels of albumin and anemia.
Result: There were 6 subjects who had BLL over the threshold with mean and standart deviation of 26.8 + 18.85
ug/dl.They (33 sub) also had a haemoglobine level over the threshold with the mean of 14.3 + 1.10 gr %. There
were 31 subjects with level of albumine over the threshold with the mean of 5.7+ 1.39. There was a relationship
between blood lead level and albumin level (p value = 0.048), with a correlation coefficient (rho) = -0.205.
Conclusion: People who are working with very risky Pb exposure increased levels of albumin in the blood.
Key words: Lead exposure, level of Albumin and Hemoglobin.
_________________________________________________
Muchtar Mawardi, S.KM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal
dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
Dr.dr. Suhartono, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
PENDAHULUAN
Pembangunan industri perlu mendapatkan perhatian
karena adanya pemaparan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) di tempat kerja berupa logam berat. Salah
satu logam berat yang perlu diwaspadai adalah timbal
(Pb), karena logam tersebut menimbulkan efek negatif
terhadap kesehatan manusia, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Pada kadar tertentu, akibat pemaparan
kronis, Pb dapat menyebabkan efek negatif terhadap
kesehatan manusia terutama terhadap sistim hemopoitik,
saraf, ginjal, dan reproduksi. Manusia senantiasa dapat
terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-
hari dari berbagai sumber seperti lingkungan umum atau
lingkungan kerja. Di lingkungan ambien kadar logam berat
seperti Pb dapat berkisar cukup tinggi dan kontaminasi
dapat terjadi pada makanan, air, udara, tanah dan
makanan, maka Pb disebut Multi Media Polutan.1
Logam berat: merkuri, timbal dan kadmium disebut
sebagai “ tiga besar logam beracun” karena dampak yang
besar terhadap lingkungan. Ketiga logam berat tersebut
cenderung bertahan, dan akhirnya beredar ke seluruh
rantai makanan.2
Timbal dan senyawanya masuk ke dalam tubuh
manusia selain melalui sistim pernapasan, juga dapat
melalui pencernaan dan kontak dermal. Bahaya kesehatan
yang ditimbulkan oleh timbal dalam udara berkaitan
dengan ukuran partikel. Efek pertama pada keracunan
timbal kronis sebelum mencapai target organ adalah
adanya gangguan dalam biosintesis hem dan apabila
gangguan ini tidak segera teratasi akan dapat
mengakibatkan gangguan terhadap berbagai sistim organ
tubuh seperti sistim saraf, ginjal, sistim reproduksi,
saluran cerna dan anemia.3
Timbal yang terhirup dan masuk sistim pernapasan
akan ikut beredar ke seluruh jaringan dan organ tubuh.
Lebih dari 90% logam timbal yang terserap oleh darah
berikatan dengan sel darah merah dan mengakibatkan
gangguan pada proses sintesis hemoglobin. Dipihak lain
kadar hemoglobin juga dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu umur, jenis kelamin, kehamilan, menstruasi,
asupan makanan, kebiasaan minum teh atau kopi (dapat
menurunkan penyerapan besi), penyakit infeksi dan
sebab-sebab lainnya. Timbal dalam darah akan
menyebabkan toksik dan bersifat akumulatif. Meskipun
jumlah timbal yang diserap oleh tubuh sangat sedikit
namun dampaknya sangat berbahaya.4
Paparan Pb dengan kadar rendah yang
berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia
Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013
112
lama akan menimbulkan dampak kesehatan diantaranya
adalah hipertensi, anemia, penurunan kemampuan otak
dan dapat menghambat pembentukan darah
merah.5Pada orang dewasa yang terpapar Pb dari
lingkungan, konsentrasi Pb dalam darah tidak boleh
melebihi 10 ug/dl.6
Salah satu contoh pemaparan Pb terjadi pada
industri elektronik yaitu industri Panasonic Jakarta.
Pada tahun 2009 telah dilakukan pemeriksaan
kesehatan berkala berupa pemeriksaan darah termasuk
Hb dan Ht terhadap 1.357 pekerja. Hasilnya sebanyak
91 orang (6,71%) pekerja menunjukkan anemia, dengan
perincian 38 orang pekerja laki laki < Hb 13% dan 53
orang wanita Hb < 12%.7
Pesatnya kemajuan sektor industri saat ini telah
memicu timbulnya berbagai macam industri, salah satu
diantaranya adalah industri pembakaran timah hitam (Pb)
dengan bahan baku dari accu bekas dan bahan bekas
lainnya yang mengandung timah. Industri pembakaran
timah tersebut sangat potensial mencemari lingkungan,
karena pada umumnya industri ini merupakan industri
kecil yang berada ditengah-tengah pemukiman
penduduk. Kegiatannya berupa pembakaran timah hitam
(Pb) yang akan menghasilkan gas buang yang
mengandung partikel debu, Gas Sulphur Dioksida (SO2),
Nitrogen Oksida (NO2) dan logam timah hitam (Pb) serta
limbah padat yang mengandung Pb.5
Industri pembakaran timah ini sangat potensial
mencemari lingkungan kerja dan lingkungan disekitarnya
terutama pencemaran udara saat proses peleburan
berlangsung dengan tersebarnya pertikel debu berupa
Pb dan uap sulfur dioksida (SO2). Kedua parameter ini
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan
kelestarian lingkungan hidup, hal ini disebabkan karena:
1) Industri kecil timbulnya didekat pemukiman dan milik
perorangan; 2) Alat pengolah debu dan gas buangnya
belum ditangani secara serius; 3) Kurang
pengetahuannya pengrajin tentang dampak yang sangat
berbahaya bagi kesehatan akibat adanya pencemaran
udara Pb.8
Kajian terhadap kegiatan pembakaran timah (Pb)
yang telah dilakukan Kantor Pengendalian Dampak
Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal pada tahun 2004,
didapat hasil: 1) Kegiatan pembakaran dari bahan sel aki
bekas yang dilakukan perajin masih menggunakan
teknologi yang sangat sederana yang menghasilkan
limbah gas, dan debu serta limbah padat sisa pembakaran;
2) Pengelolaan limbah gas dan debu pada sistem
pembakaran timah dengan tungku dan cerobong belum
sempurna dengan emisi melebihi baku mutu, demikian
juga pengelolaan limbah padat hanya ditimbun pada
tempat terbuka. 3) Kegiatan pembakaran timah tersebut
telah menimbulkan dampak terhadap lingkungan berupa:
a). Pencemaran udara sekitar telah melebihi baku mutu
yaitu Pb 150-210 mg/dL (baku mutu udara ambien: 50
mg/dL) b) Gangguan kesehatan masyarakat khususnya
pekerja dengan indikator kadar Pb dalam darah telah
melebihi nilai ambang batas normal (40,87 mg/dL, Nilai
ambang batas Normal <40 mg/dL). Gangguan kesehatan
yang dapat terjadi berupa gangguan pada sistem saraf
dan kadar hemogobin pada darah, darah rendah; c)
Persepsi negatif masyarakat sekitar terhadap kegiatan
pembakaran timah yaitu 65 % responden menghendaki
dipindahkan, 26 % responden menghendaki ditutup dan
alih profesi serta 9% menghendaki dikelola.8
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan
Peneliti pada tgl 16 Oktober 2012 di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten Tegal terhadap
10 orang pekerja menunjukkan hasil sebanyak 4 orang
pekerja (40%) memiliki kadar Hb dibawah normal (Nilai
Ambang Batas Hb <13 g/100 ml). Pemeriksaan Pb dalam
darah pada tgl 18 Oktober 2012 didapat hasil sebanyak
10 orang (100%) dinyatakan memiliki kadar Pb diatas
Normal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
kadar timah hitam (Pb) dengan kadar albumin dalam darah
dan kejadian anemia pada pekerja peleburan timah di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten
Tegal.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif,
observasional dengan pendekatan deskriptif dan analitik
dengan disainCross sectional.Variabel bebas penelitian
adalah kadar timah hitam dalam darah, dan variabel terikat
ada 2 variabel yaitu 1). kadar albumin dalam darah 2).
Kejadian anemia dapat dilihat dari kadar Hb dalam darah
sedangkan untuk mengetahui jenis anemia dapat dilihat
dari kadar Hematokritt, Eritrositt, MCV, MCH dan MCHC.
Populasi penelitian adalah pekerja timah hitam di
Perkampungan Industri Kecil Kebasen Kabupaten
Tegal.Sampel diambil secara acak sederhana (simple
random sampling), dengan besar sampel 45 pekerja.
Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan
pengambilan sampel darah.
Pemeriksaan kadar timah hitam (Pb), kadar albumin,
kadar Hb, kadar hematokrit, kadar eritrosit, MCV, MCH
dan MCHC dalam darah di Laboratoriurn dengan
menggunakan rnetoda Atomic Absorbtion Spectrometer
(AAS).Pengukuran kadar albumin, kadar Hb, kadar
hematokrit, kadar eritrosit, MCV, MCH dan MCHCdengan
menggunakan hematology analyzer, pada gelombang
546 nm. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi
Kendall-Tau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rerata
umur pekerja adalah 34,5 tahun, dengan umur termuda
20 tahun dan tertua 55 tahun, masa kerja responden antara
Muchtar Mawardi, Onny Setiani, Suhartono
113
1 tahun sampai 10 tahun dengan rerata 4,5 tahun. Secara
rinci dapat dlihat pada tabel 1.
Hasil pemeriksaan laboratorium
Analisis deskriptif hasil pemeriksaan Pb dalam darah
dengan kadar albumin, kadar Hb, kadar hematokrit, kadar
eritrosit, MCV, MCH dan MCHCdalam darah pada pekerja
timah hitam di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Kebasen Kabupaten Tegal dapat dilihat pada tabel 2.
Pada tabel 2 diperoleh gambaran analisa deskriptif
untuk kadar Pb dalam darah reratanya adalah 26,8 µg/
dl, dengan nilai minimum 0,6 µg/dl dan maximum 108,3
µg/dl. Nilai rerata tersebut diatas ambang toksik yang
telah ditetapkan oleh Centre for Disease Controle and
prevention (CDC) yaitu 10 µg/dl.Pada pemeriksaan
kadar Albumin diperoleh rerata 5,7 g/dl dengan nilai
minimum 4,2 g/dl dan nilai maksimum 10,1 g/dl.
Pemeriksaan kadar Hb dalam darah dengan rerata 14,3
g/dldengan nilai minimum 12,2 g/dl dan nilai maksimum
16,9 g/dl. Pemeriksaan kadar hematokrit dalam darah
dengan rerata 42,9 % dengan nilai minimum 28,2 % dan
nilai maksimum 50,1%. Pemeriksaan kadar eritrosit dalam
darah dengan rerata 4,9 106/md dengan nilai minimum
4,2 106/md dan nilai maksimum 6,3 106/md.
PemeriksaanMCV dalam darah dengan rerata 86,8 fl
dengan nilai minimum 67,3 fl dan nilai maksimum 95,6 fl.
PemeriksaanMCH dalam darah dengan rerata 28,8 pg/
cell dengan nilai minimum 21,2 pg/cell dan nilai maksimum
31,9 pg/cell. PemeriksaanMCHC dalam darah dengan
rerata 32,6 g/dl dengan nilai minimum 3,9 g/dl dan nilai
maksimum 35,2 g/dl.
Paparan timah hitam pada pekerja melalui saluran
pernafasan berasal dari debu yang ada diudara. Logam
timah hitam yang terhirup masuk kedalam paru-paru dan
akan berikatan dengan darah paru-paru serta di edarkan
ke seluruh jaringan tubuh. Kira-kira 90 % logam timah
hitam yang terserap dalam darah dan akan berikatan
dengan hemoglobin dalam sel darah merah (eritrosit),
sehingga hemoglobin tidak dapat berikatan dengan besi
(Fero+). Dengan demikian bila seseorang mengabsorbsi
timah hitam di udara, kandungan timah hitam dalam darah
akan meningkat dan kadar hemoglobin akan menurun.
Demikian pula timah hitam akan masuk kedalam sumsum
tulang dan menghambat proses hematopoesis
(pembentukan sel darah), sehingga sel-sel muda banyak
dikeluarkan dan mudah terjadi hemolisis.9
Gambaran faktor Perancu (confounding)
Pada penelitian ini ada beberapa faktor pengganggu
yang merupakan variabel perancu terhadap respon atau
efek dari faktor resiko, yaitu: Body Mass Index, masa
kerja, APD, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, asupan
Fe, asupan vatamin C, dan kebiasaan minum teh atau
kopi. Berikut ini gambaran variabel tersebut.
Status gizi (Indeks Masa Tubuh) responden di PIK
Kebasen, sebanyak 10 orang (22,2%) dinyatakan kurus,
27 orang (60,0%) normal, 7 orang (15,6%) overweigh dan
sebanyak 1 orang (2,2%) obesitas. Masa kerja responden
yang termasuk kategori lama (>=2 th) sebanyak 42 orang
(93,3%) dan yang termasuk kategori baru (<2 th)
sebanyak 3 orang (6,7%). Pekerja yang memakai APD
pada saat berada di tempat kerja sebanyak 25 orang (55,6)
dan yang tidak memakai APD sebanyak 20 orang (44,4%).
Responden yang pernah mempunyai riwayat penyakit
infeksi sebanyak 31 orang (68,9%). Responden yang
mendapat asupan Fe termasuk kategori kurang (1-3 hari)
sebanyak 37 orang (82,2%) dan termasuk kategori cukup
(4-6 hari) sebaorang 5 orang (11,1%) dan yang termasuk
kategorilebih sebanyak 3 orang (6,7%). Responden yang
mendapat asupan vit C termasuk kategori kurang (1-3
Tabel 1. Deskripsi umur pekerja dan masa kerja (tahun) pekerja timah hitam di Perkampungan Industri Kecil
Kebasen Kabupaten Tegal
Tabel 2. Hasil pemerikaan kadar Pb darah,kadar albumin, kadar Hb, kadar hematokrit, kadar eritrosit, MCV, MCH
dan MCHC pekerja timah hitam di Perkampungan Industri Kecil Kebasen Kabupaten Tegal
Variabel n Rerata + SD Min Mak NAB/ Kadar
Normal
Kadar Pb dalam darah 45 26,8+18,85 0,6 108,3 10µg/dl (CDC)
Kadar Albumin 45 5,7+1,39 4,2 10,1 3,8-5,0 g/dL
Kadar Hb dalam darah 45 14,3+1,10 12,2 16,9 13,8-17,5 g/dl
Kadar Hematokrit dalam darah 45 42,9+3,78 28,2 50,1 40,7%-50,3%
Kadar Eritrosit 45 4,9+0,49 4,2 6,3 4,3-5,9 x 106/md
MCV 45 86,8+5,34 67,3 95,6 80-97,6 fl
MCH 45 28,8+2,09 21,2 31,9 27-33 pg/cell
Variabel n Rerata + SD Minimum Maksimal
Umur 45 34,5+9,66 20 55
Indek Masa Tubuh 45 21,1+3,62 14,9 33,8
Masa Kerja 45 4,5+2,17 0,1 10,0
Hubungan Kadar Timah Hitam (Pb) dengan Kadar Albumin
114
hari) sebanyak 36 orang (80,0%) dan termasuk kategori
cukup (4-6 hari) sebanyak 4 orang (8,9%) dan yang
termasuk kategori lebih sebanyak 5 orang (11,1%).
Responden yang memiliki kebiasaan minum teh atau kopi
termasuk kategori lebih (7 hari) sebanyak 36 orang (80,0%)
dan termasuk kategori cukup (4-6 hari) sebanyak 1 orang
(2,2%) dan yang termasuk kategori kurang sebanyak 8
orang (17,8%).
Hubungan antar variabel
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan
dua variabel yang menjadi tema dalam penelitian ini, yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas
sebagai prediktor adalah kadar Pb dalam darah, sedangkan
variabel terikat atau sebagai efek adalah kadar albumin
dan kejadian anemia. Hasil uji normalitas data menunjukan
bahwa salah satu data variabel terikat (kadar Hb) dalam
darah berdistribusi tidak normal, sehingga digunakan uji
statistiknya nonparametrik dengan uji korelasi Kendal-
tau karena jumlah sampel > 40 orang.1,3,5
Hasil uji hubungan antara kadar Pb dalam darah
dengan kadar Albumin dan Kejadian Anemia dengan
skala data rasio menggunakan uji korelasi Kendall-
tau.Hasil analisis hubungankadar Pb dengan Albumin
Variabel (n=45) Frek. %
1) Body Mass Index (status gizi)
- Kurus (<18,5) 10 22,2
- Normal (18,5-25,0) 27 60,0
- Overweigh (25,1-30,0) 7 15,6
- Obesitas (>30,1) 1 2,2 2) Masa bekerja
- Lama (>=2 th) 42 93,3
- Baru (<2 th) 3 6,7
3) Memakai APD
- Ya 25 55,6 - Tidak 20 44,4
4) Kebiasaan merokok
- Ya 35 77,8
- tidak 10 22,2
5) Riwayat penyakit
- Ya 31 68,9 - Tidak 14 31,1
6) Asupan Fe
- Kurang (1-3 hari) 37 82,2
- Cukup (4-6 hari) 5 11,1
- Lebih (7 hari) 3 6,7
7) Asupan vit C - Kurang (1-3 hari) 36 80,0
- Cukup (4-6 hari) 4 8,9
- Lebih lebih (7 hari) 5 11,1
8) Kebiasaan minum teh atau kopi
- Lebih (7 hari) 36 80,0
- Cukup (4-6 hari) 1 2,2 - Kurang (1-3 hari) 8 17,8
Parameter Koefisien
korelasi
Nilai
P Kesimpulan
Umur responden -0,013 0,899 Tidak ada hubungan
Kadar Albumin -0,205 0,048 Ada hubungan
Kadar Hb -0,152 0,147 Tidak ada hubungan
Kadar Hematokrit -0,125 0,228 Tidak ada hubungan Kadar eritrosit -0,058 0,577 Tidak ada hubungan
MCV -0,098 0,347 Tidak ada hubungan
MCH -0,138 0,186 Tidak ada hubungan
MCHC -0,128 0,227 Tidak ada hubungan
Tabel 4. Hasil analisis statistik hubungan kadar PB darah dengan beberapa variabel terikat.
Tabel 3. Distribusi faktor perancu.
Muchtar Mawardi, Onny Setiani, Suhartono
115
dalam darah dan kejadian anemia, seperti pada tabel 3.
Pada tabel 3, hasil uji korelasi Tau Kendall´s
membuktikan terdapat hubungan antara kadar Pb darah
dengan kadar albumin dalam darah, dengan pvalue =
0,048 (pvalue< 0,05), dan nilai r = 0,205. Hubungan
tersebut menunjukkan trend negatif, artinya semakin
tinggi kadar Pb dalam darah maka semakin rendah kadar
albumin dalam darah responden.
SIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata kadar
Pb dalam darah pekerja adalah 26,8 ìg/dl (range: 0,6 sd.
108,3 ìg/dl), rerata kadar albumin dalam darah adalah 5,7
ìg/dl (range: 4,2 sd. 10,1 ìg/dl),rerata kadar Hb dalam darah
14,3 gr% (range: 12,2 - 16,9 gr%).Hasil uji statistik
menunjukkanada hubungan negatip secara signifikan
kadar Pb dalam darah dengan kadar albumin dalam darah
(p-value = 0,048)
DAFTAR PUSTAKA
1. Grant, LD., John Wiley and Sons, Hoboken, NJ. Lead
and Its Compounds. In Morton Lipmann,
Environmental Toxicant, Human Exposure and
Their Health Effect, 2009.
2. Volesky, B. Holan, ZR. Biosorption of heavy metals.
Biotechnology Progress 1995; p. 50-235.
3. Goyer, R.A. Toxic effects of metals In Casarett and
Doull’s Toxicology. The basic science of poisons.
3rd ed. New York : Macmillan Publishing Co. 1993,
p. 582-635.
4. De Maeyer, EM. Pencegahan dan pengawasan
anemia defisiensi besi. WHO, Jenewa.
Diterjemahkan oleh Arisman. Jakarta: Widya
Medika; 1993,p. 3-6
5. Harsono didik, dkk. Desain Prototipe penanganan
gas buang dari industri pemanfaatan aki bekas.
Laporan penelitian BPPI Jawa-Tengah 1994-1995,
p. 1-10.
6. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB),
Dampak Peamakaian Bensin Bertimbal dan
Kesehatan. Jakarta: KPBB; 2006.
7. Diana D, Laporan Pemeriksaan Kesehatan PT. PMI
2009. Depok: PT. PMI Cimanggis; 2009.
8. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup
Kabupaten Tegal 2004. Kajian Analisis Dampak
Pembakaran Timah Hitam di Desa Pesarean Tahun
2005.
Hubungan Kadar Timah Hitam (Pb) dengan Kadar Albumin
144
Hubungan Kadar Merkuri (Hg) dengan Profil Darah Pekerja Pertambangan Emas Tradisional
di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri
The Relationship Between Mercury Concentration (Hg) with Blood Profile On Traditional
Mining Gold Worker in Jendi Village Selogiri Distric Wonogiri Regency
Lenci Aryani, Onny Setiani, Nurjazuli
ABSTRACT
Background: mercury is neurotoxic substance which can produce some health effect, depends on impact of
duration of exposure and quantity mercury used. Gold miner had a high risk of continously impact which may
cause many health disorder, one of them is blood profile interference.
The purpose of this reasearch was to know the relationship between mercury concentration in blood with blood
profile of traditional mining gold worker in Jendi village, Selogiri Sub District, Wonogiri District.
Methods: The study design was an analytic observational research. Research subject were whole of workers who
were working in mining gold. Variables in this research were mercury (Hg) in blood and blood profile. Data
collection using interview, observation, and measurement technique. Data would be analyzed using Kendal’s Tau
correlation.
Result: The results showed that the average of Hg in blood was 7,819 ppb. It was over toxic level (eˆ 5,8 ppb) and
average blood profile consist of haemoglobin, erythrocyte, leukocyte, platelet, hematocrit, MCV, MCH, and
MCHC were 14,771 gr/dl; 4,9536 jt/mmk; 7,5679 rb/mmk; 334,26 rb/mmk; 43,833%, 88,6333 fl; 29,8833 pg;
33,6976. Bivariate analysis showed the significant relationship between mercury (Hg) in blood with blood
profile (amount of leukocyte) p-value 0,017 and rho 0,257.
Conclusion: The conclusion of the research was Hg rates in blood had a toxic limit standard so it can change the
blood profile (decreased amount of leukocyte). It was recommended for gold miner to used a personal protective
equipment like mask, lowering smoking habbit, checked-up, and make lots of green area at mining gold.
Keywords : mercury in blood, blood profile, mining gold worker
_________________________________________________
Lenci Aryani, S.KM, M.Kes, Mahasiswa Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
Dr. Nurjazuli, SKM, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
PENDAHULUAN
Pertambangan emas merupakan salah satu sumber
utama penghasil kontaminasi merkuri (Hg) terutama di
negara-negara berkembang.1 Proses ekstraksi emas
dikenal sebagai teknologi penggabungan sederhana
yang berpotensi sangat berbahaya bagi lingkungan dan
mencemari udara, tanah, sungai dan danau dengan logam
berat merkuri tersebut.2 Menurut EPA, merkuri adalah
zat neurotoksik yang dapat menghasilkan berbagai efek
kesehatan tergantung pada jumlah dan waktu paparan.3
Merkuri dapat langsung dapat merusak sel-sel jaringan
manusia dengan adanya penyebaran sumber ke udara,
air dan kontaminasi makanan.3
Di Indonesia pencemaran merkuri dalam jumlah besar
berada di Desa Ratatotok kecamatan Belang kabupaten
Minahasa propinsi Sulawesi Utara. tepatnya PT.
Newmont Minahasa Raya (NMR) yang membuang
limbah tailling ke laut Teluk Buyat. Penggunaan merkuri
yang luas menyebabkan terjadi pencemaran lingkungan
dan badan-badan air sehingga dapat mengkontaminasi
biota laut yang ada di dalamnya, terutama ikan pada
akhirnya Akan masuk ke rantai makanan manusia dan
berdampak terhadap kesehatan sebagian besar (52%)
kadar merkuri dalam darah masyarakat telah melampaui
nilai ambang batas yang direkomendasikan.4
Darah sebagai komponen penting dalam tubuh yang
terdiri dari haemoglobin, trombosit, eritrosit, leukosit
akan berpengaruh jika tubuh terpapar oleh zat pencemar.
Keracunan akibat bahan pencemar udara merkuri (Hg)
dapat berakibat terganggunya komponen dalam darah
(profil darah) yaitu peningkatan kadar Amino levulinie
acid (ALA) dalam darah dan urin, meningkatkan kadar
protoporphirin dalam sel darah merah, menurunkan jumlah
sel darah merah, menurunkan kadar atau jumlah eritrosit
sehingga menyebabkan hemopoetik dan
meningkatkannya kadar hematokrit dalam darah, dapat
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia
Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013
145
dilihat nilai MCV (Mean Corpuscular Volume/ Volume
Sel darah), MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin/
Berat Haemoglobin rata-rata dalam 1 eritrosit), dan MCHC
(Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration/
Konsentrasi Haemoglobin Eritrosit Rata-Rata).5
Menurut Sapna,dkk (2011) Menunjukkan penurunan
yang signifikan pada persentase hemoglobin sebesar 60-
70% pada tikus albino disebabkan merkuri (Hg)
mengganggu pembentukan hemoglobin yang bertugas
mengangkut oksigen ke jaringan tubuh. Penurunan
persentase hemoglobin disebabkan karena produksi
reaktif oksigen dibawah pengaruh merkuri klorida yang
menyebabkan kerusakan membran sel darah merah dan
fungsinya.6
Pertambangan emas di Desa Jendi Kecamatan
Selogiri Kabupaten Wonogiri adalah Pertambangan
Emas Tanpa Ijin (PETI), kegiatan penambangan emas
dilakukan dengan cara tradisional tanpa teknik
perencanaan yang baik dan peralatan seadanya, yaitu
dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara
membuat terowongan dan sumur mengikuti arah urat
kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas tinggi. Hasil
survei awal yang dilakukan oleh Sugeng Rianto (2010)
menunjukkan bahwa sekitar 87 responden memiliki kadar
merkuri (Hg) dalam darah yang tinggi yaitu 6,07 µg/L-
257,87µg/L.7
MATERI DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional
dengan desain cross sectional, yaitu suatu penelitian
yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi
data variabel independen dan variabel dependen hanya
satu kali, pada suatu saat. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pekerja yang bekerja di pertambangan
emas tradisional yang berada di Desa Jendi Kecamatan
Selogiri Kabupaten Wonogiri yang diseleksi menurut
umur dan kandungan merkuri dalam darah. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan purposive
sampling. Sampel dalam penelitian ini mengambil
sekelompok responden berdasarkan kriteria tertentu
dengan pertimbangan mereka yang mau berpartisipasi
pada pemeriksaan merkuri dalam darah dan pemeriksaan
profil darah. Besar sampel penelitian adalah 42 responden
berdasarkan rumus sebagai berikut:8
n = ( Z 1-α/2 )2 . p.q.N
d2. (N-1) + (Z1-α/2)2 . p.q
Pengambilan data dilakukan dengan cara
wawancara yang dilakukan dengan menggunakan
kuesioner tersruktur dan Pemeriksaan kadar merkuri (Hg)
dalam darah dengan Atomic Absorbtion
Spectrophotometer (AAS) dan pengukuran profil darah
menggunakan Blood Analyzer Sysmes KX-21. Analisis
dilakukan untuk mengkaji nilai-nilai deskriptif data
berskala interval atau rasio. Untuk keperluan analisis
tersebut digunakan teknik korelasi uji Kendall’s Tau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Jendi memiliki luas wilayah ±163.906 hektar
dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
desa pule, sebelah selatan berbatasan dengan desa
keloran, sebelah barat berbatasan dengan desa kepatihan
dan sebelah timur berbatasan dengan desa singodutan.
Tingkat pendidikan penduduk sebagian besar masih
berpendidikan dasar yaitu tamat SD.
Setelah dilakukan seleksi kriteria terhadap
responden, maka hasil analisis univariat disajikan pada
tabel 1, tabel 2 dan tabel 3.
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa rerata
umur pekerja adalah 39,38 dengan standar deviasi adalah
8,163, umur responden paling muda adalah 21 tahun dan
paling tua adalah 50 tahun. Rerata massa kerja responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pada Variabel Pengganggu
Variabel Rerata±SD Min-Mak n
Umur 39,38±8,163 21-50 42
Massa Kerja 10,60±7,030 1-25 42
Lama Kerja Jam/Hari 5,76±1,605 2-12 42
Lama Kerja Hari/Minggu 6,05±0,539 4-7 42
Variabel Keterangan Frekuensi Persentase
Pemakaian APD Tidak pernah pakai 26 61,9
IMT Normal (18,5-25) 33 78,6
Kontaminasi merkuri Tidak 24 57,1
Riwayat penyakit Tidak 41 97,6
Kebiasaan merokok Bukan perokok 17 40,5
Riwayat bahan kimia lain Tidak 34 81
Kebiasaan konsumsi alkohol Tidak 42 100
Lenci Aryani, Onny Setiani, Nurjazuli
146
adalah 10,60 tahun dengan massa kerja terendah 1 tahun
dan tertinggi 25 tahun.Rerata lama kerja untuk jam/hari
adalah 5,76 jam/hari sedangkan untuk hari/minggu adalah
6,05 jam/hari dengan nilai tertinggi 12 jam/hari dalam 7
hari/minggu.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa
responden sebagian besar tidak memakai APD selama 7
hari dalam bekerja sebanyak 26 orang (61,9%) dan bukan
perokok sebanyak 17 orang (40,5%) sedangkan seluruh
responden tidak mempunyai kebiasaan untuk
mengkonsumsi alkohol (100%).
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa rerata
nilai kadar merkuri (Hg) dalam darah sebesar 7,819 ppb
berada di atas nilai ambang batas toksik yang ditetapkan
USEPA yaitu e”5,8 ppb. Sedangkan rerata nilai profil darah
masih berada pada ambang batas normal yang ditetapkan
oleh Depkes RI.
Dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi
Kendall’s tau, yaitu untuk mencari korelasi dari kedua
data yang mempunyai gejala rasio, dan uji normalitas
didapatkan nilai p value=0,000 (p < 0,005) distribusi data
tidak normal dan tingkat kemaknaan ±=0,05, maka hasil
analisis hubungan kadar merkuri (Hg) dalam darah
dengan profil darah terdapat pada tabel tabel 4.
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa hasil
analisis hubungan kadar merkuri (Hg) dalam darah yang
signifikan (p<0,05) adalah leukosit dengan nilai p-
value=0,017.
Menurut US Environment Protection Agency (2008)
bahwa kadar merkuri (Hg) ini berada di atas nilai ambang
batas (NAB) dengan kisaran kadar merkuri antara 4,4
ppb-9,373 ppb dan rata-rata kadar merkuri 7,819 ppb. Hasil
pemeriksaan 42 pekerja terdapat 41 orang pekerja
penambangan emas yang kandungan keracunan
merkurinya sudah melebihi nilai ambang batas (NAB)
menurut ketentuan yang ditetapkan oleh USEPA (2008)
menyatakan bahwa kadar normal merkuri dalam darah
yaitu e”5,8 ppb.9 Sarung tangan yang dipakai sebagian
pekerja terbuat dari kain dengan demikian jika basah maka
merkuri akan terserap pada sarung tangan kain tersebut,
hal ini memungkinkan kontak antar merkuri dan kulit
semakin lama selanjutnya berimbas pada kadar merkuri
yang masuk ke dalam darah.10 Pengaruh langsung
mengkonsumsi alkohol yang berlebihan juga termasuk
efek toksik pada sumsum tulang, sel prekursor darah, sel
darah merah (RBC), sel darah putih (WBC), dan platelet.11
Menurut Bartell et al (2000) konsentrasi merkuri
terletak pada jaringan seperti darah, rambut, bulu, hati,
ginjal, otak dan lain-lain. Merkuri dalam darah berfungsi
sebagai biomarker adanya paparan logam berat yang
merupakan sebagai faktor risiko penyakit.12 Sedangkan
menurut Stern (2005) pengukuran standar untuk merkuri
dalam darah adalah untuk seluruh darah dalam tubuh
manusia.13
Merkuri masuk ke dalam tubuh manusia dalam
bentuk uap, sekitar 97% dari penyerapan terjadi melalui
paru-paru, dan kurang dari 3% dari jumlah total yang
diserap adalah melalui kulit.14 Merkuri langsung merusak
sel-sel jaringan manusia dengan adanya penyebaran ke
udara, air dan kontaminasi makanan.3 Merkuri
Variabel Rerata±SD Min-Mak n
Hg (ppb) 7,819±0,83 4,4-9,373 42
Hb (gr/dl) 14,771±1,1383 12,8-17 42
Hematokrit (%) 43,833±3,0350 37,8-49,9 42
Eritrosit(jt/mmk) 4,9536±0,52014 3,99-6,32 42
Trombosit(rb/mmk) 334,26±336,833 103-2424 42
Leukosit(rb/mmk) 7,5679±1,66002 5,01-12,94 42
MCV(fl) 88,6333±6,75973 67,30-99 42
MCH(pg) 29,8833±2,64076 21,80-34 42
MCHC(pg) 33,6976±1,05217 30,80-35,80 42
Variabel Nilai Kendall’s
tau
Nilai
(p-value) Keterangan
Kadar Hg dalam darah dengan hemoglobin -0,105 0,334 Tidak signifikan
Kadar Hg dalam darah dengan hematokrit -0,095 0,380 Tidak signifikan
Kadar Hg dalam darah dengan eritrosit 0,173 0,529 Tidak signifikan
Kadar Hg dalam darah dengan trombosit -0,02 0,501 Tidak signifikan Kadar Hg dalam darah dengan leukosit 0,257 0,017 Signifikan
Kadar Hg dalam darah dengan MCV -0,069 0,641 Tidak signifikan
Kadar Hg dalam darah dengan MCH -0,159 0,351 Tidak signifikan
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Profil Darah Responden Disesuaikan dengan Nilai Rujukan
Tabel 4. Hasil Analisis Kendall’s Tau Antara Kadar Merkuri Dalam Darah dengan Profil Darah Pekerja Pertambangan
Emas Di Desa Jendi
Lenci Aryani, Onny Setiani, Nurjazuli
147
menghambat sintesis heme dan memperpendek umur
eritrosit. Hal ini terjadi karena aktivitas berbagai enzim
yang diperlukan untuk sintesa heme dihambat. Salah satu
contoh enzim glutathione peroksidase, enzim ini memiliki
gugus sulfidril yang mana dengan keberadaan merkuri
dalam tubuh maka gugus sulfidril akan diikat oleh merkuri
sehingga enzim menjadi tidak aktif dan konsentrasi enzim
menurun.12 Penurunan aktivitas glutation peroksidase
juga akan mengganggu proses glikolisis yang berakibat
energi reduksi dari eritrosit berkurang sehingga dapat
menyebabkan umur eritrosit pendek.12
Hasil pemeriksaan laboratorium dari profil darah
pekerja pertambangan emas Desa Jendi Kecamatan
Selogiri Kabupaten Wonogiri yang mencakup kadar Hb,
hematokrit, eritrosit, trombosit, leukosit, MCV, MCH,
MCHC reratanya termasuk normal, dengan hasil
deskriptif mendekati Nilai ambang Batas (NAB) yaitu
eritrosit dengan nilai rata-rata 4,9536 jt/mmk, nilai
standar deviation 0,52014 dengan nilai minimal 3,99 jt/
mmk dan nilai maksimal 6,32 jt/mmk dan trombosit
dengan nilai rata-rata 334,26 rb/mmk dengan standar
deviasi 336,833, kadar trombosit minimum 3,99 rb/mmk
dan kadar trombosit maksimum sebesar 2424 rb/mmk.
Menurut Palar (1994) akumulasi kadar merkuri (Hg)
dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan. Merkuri (Hg) mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap eritrosit, sekitar 95% terikat dalam eritrosit
darah. Merkuri (Hg) mempunyai waktu paruh dalam
darah yang sangat lambat sekitar 25 hari, pada jaringan
lunak 40 hari dan pada tulang 25 tahun. Mengingat sifat
ekskresi yang sangat lambat ini merkuri (Hg) mudah
terakumulasi dalam tubuh.10 Merkuri (Hg) terendap
dalam sel darah merah dan menimbulkan kerusakan pada
sel darah merah Hg darah masuk kedalam darah, 95%
menempel pada sel darah merah, 5% berada pada plasma
darah. Kerusakan sel darah merah yang mengandung
Hg yaitu pecahnya sel darah merah sebelum sel darah
merah matang, sehingga terjadi penurunan jumlah sel
darah merah dalam darah.15 Eritrosit mengalami
regenerasi sel, sehingga Hg yang terakumulasi sesaat
pada eritrosit, akan ikut berkurang mengikuti luruhnya
sel darah merah, tetapi jika paparan Hg terus menerus
dengan kadar di atas ambang batas normal akan
bersama-sama sel darah merah menuju jantung dan
organ lainnya yaitu sumsum tulang dan terakumulasi
mengendap.16
Hasil analisis menggunakan uji hubungan
menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s menunjukkan
hasil analisa hubungan antara kadar merkuri (Hg) dalam
darah dengan profil darah yang signifikan (p<0,05) adalah
leukosit dengan nilai p-value=0,017, sedangkan variabel
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, trombosit, MCV dan
MCH tidak signifikan karena p>0,05 dengan arah
hubungan negatif.
Menurut Robbins (2000) adanya gangguan pada
sumsum tulang menyebabkan kegagalan atau supresi
sel induk yang mengakibatkan terganggunya proses
pembentukan sel darah (hematopoiesis). Gangguan
hematopoeisis ini dapat terjadi pada proses
pembentukan sel darah merah, yang menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah (red blood cel).
Semua sel darah berasal dari sel induk pluripotensial yang
kemudian berdiferensiasi menjadi: sel induk limfoid yang
membentuk sel limfosit dan sel plasma, sel induk multi
potensial mieloid (non limfoid) yang selanjutnya
berkembang menjadi berbagai jenis sel hematopoetik yang
lain, seperti trombosit, eritrosit, granulosit,dan monosit.17
Menurut Nilton,dkk (2007) menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara nilai rata-rata
hematologi (eritrosit, Hb, hematokrit, MCV, MCH) pada
konsentrasi merkuri (Hg) dengan p-value > 0,05 yaitu
dengan nilai p=0,24. Menyebabkan jaringan
erythropoietic dirangsang dalam penurunan sel darah
merah disebabkan adanya hemolisis sebagai akibat
paparan untuk merkuri (Hg). Merangsang peningkatan
sel darah merah, Hb dan MCH sebagai mekanisme untuk
meningkatkan transfer ke oksigen.18
Menurut NIOSH (2005) efek toksik yang paling
berarti pada paparan merkuri (Hg) adalah kerusakan
sumsum tulang yang terjadi secara laten dan sering
irreversible. Kerentanan individual akan temuan
hematologis sangat bervariasi. Perubahan-perubahan
yang bisa terjadi adalah trombositopenia, leukopenia,
anemia, atau gabungan dari ketiganya (pansitopenia).
Fase awal yang bersifat iritatif dengan peningkatan
jumlah elemen darah kadangkala dapat mendahului
gejala-gejala lain.19
Menurut Saroch, dkk (2012) menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara merkuri (Hg) dengan
leukosit yaitu dengan nilai p-value<0,05 yaitu dengan
nilai p= 0,01. Konsentrasi leukosit menunjukkan lebih
kecil dari perubahan dengan efek merkuri klorida jika
dibandingkan dengan tingkat kontrol pada ikan. Darah
dari semua kelompok eksperimen mengandung
konsentrasi yang lebih tinggi dari pada leukosit kontrol.
Peningkatan jumlah limfosit mungkin respon kompensasi
dari jaringan limfoid ke penghancuran limfosit beredar.
Hasil penyelidikan ini menunjukkan bahwa merkuri
menyebabkan gangguan pada leukosit sehingga dapat
melemahkan kekebalan sistem dan dapat menyebabkan
fisiologis yang parah pada akhirnya menyebabkan
kematian ikan. Oleh karena itu tindakan segera harus
diambil untuk memeriksa debit berbagai racun yang
masuk ke badan air.20
Pada jumlah leukosit yang rendah, terjadi
penghambatan pembentukan leukosit, sedangkan pada
jumlah leukosit yang lebih dari normal menunjukkan
terjadi peningkatan leukosit terutama sel fagositik.
Leukosit yang berfungsi sebagai fagositik, akan
memerlukan peningkatan konsumsi oksigen yang cepat,
Hubungan Kadar Merkuri (Hg) dengan Profil Darah
148
sebagai ledakan respirasi. Fenomena ini mencermikan
pemakaian oksigen yang cepat dengan diikuti periode
interval selama 15-30 detik dan produksi sejumlah besar
derrivat reaktif dari pemakaian oksigen tersebut.20
SIMPULAN
1. Rerata kadar merkuri (Hg) dalam darah sebesar 7,819
ppb berada di atas ambang batas toksik yang
ditetapkan oleh USEPA yaitu eˆ 5,8 ppb
2. Rata-rata kadar haemoglobin (14,771 gr/dl),
hematokrit (43,833%), eritrosit (4,9536 jt/mmk),
trombosit (334,26 rb/mmk), MCV (88,6333 fl), MCH
(29,8833 pg) dan MCHC (33,6976 pg).
3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara
hematokrit (p-value=0,380), eritrosit (p-value=0,529),
MCV (p-value=0,641), MCH (p-value=0,351),
trombosit (p-value=0,501) dan hemoglobin (p-
value=0,334) dengan merkuri (Hg) dalam darah.
4. Ada hubungan yang bermakna antara merkuri (Hg)
dalam darah dengan leukosit (p-value=0,017).
DAFTAR PUSTAKA
1. United Nations Environment Programme. Global
Mercury Assessment. In. Geneva,Switzerland:
UNEP (United Nations Environment Programme)
Chemicals. Website: http://www.chem.unep.ch;
2002.
2. Appleton JD, Taylor H, Lister TR, Smith B, Drasch
G, Boese-O´Reilly S. Final Report For an Assessment
of The Environment Andhealth in The Rwamagasa
Area, Tanzania. UNIDO Project EG/GLO/01/G34.
2004 Website:http://www.unites.uqam.ca/gmf/
i n t r a n e t / g m p / c o u n t r i e s / t a n z a n i a / d o c /
CR04129%20v3_.pdf
3. U.S. EPA.Environmental Protection Agency
Mercury Study Report to Congress, EPA-452/R-
97-003. Washington, DC: U.S.Environmental
Protection Agency.1997
4. Daniel Limbong, Jeims Kumampung, Joice Rimper,
Takaomi Arai, Nobuyuki Miyazaki. Emissions and
Environmental Implications of Mercury From
Artisanal Gold Mining in North Sulawesi
Indonesia. 2002. Website: www.elsevier.com/locate/
scitotenv
5. Woods J. Altered Porphyrin Metabolism as a
Biomarker of Mercury Exposure and Toxicity. Can
J Physiol Pharmacol (74):210–215.1996.
6. Sapna Rani, Kusum Singh, Farhan Ali, Vinita
Ahirwar. Ameliorative Effect Of Tocopherol Against
Mercuric Chloride-Induced Changes On
Haematology Of Albino Rats. IJPI’S Journal of
Pharmacology and Toxicology vol 1:2.Bundelkhand
University, India. 2011
7. Sugeng Rianto. Analisis Faktor - Faktor Yang
Berhubungan Dengan Keracunan Merkuri Pada
Penambang Emas Tradisional Di Desa Jendi
Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri.
Universitas Diponegoro. Semarang. 2010.
8. Bisma Murti. Desain dan Ukuran Sampel Untuk
penelitian Kwantitatif dan Kwalitatif di Bidang
Kesehatan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 2006.
9. US. Enviroment Protection Agency, Mercury,
Human Health.EPA. 2008.
10. Palar, Heryando, Drs. Pencemaran Dan Toksikologi
Logam Berat. Rineka Cipta.Jakarta.1994.
11. Harold S.Ballard,MD. The Hematological
Complication of Alcoholism. vol. 21, No. 1, New
York Department of Veterans Affairs Medical Center:
New York).
12. United States Environmental Protection Agency.
Mercury Study Report to Congress. Vol I : Executive
Summary (1-2). 1997.
13. Stern, A.H. (2005a): Areview ofthe studies ofthe
cardiovascular health effects ofmethylmercury with
consideration of their suitability for risk
assessment. Environmental Research. 98 (1) : 133-
42.
14. Hursh, J.B., T.W. Clarkson, E.F. Miles, and L.A.
Goldsmith. Precutaneous absorption of mercury
vapor by man. Arch. Environ. Health 44(2):120-
127. 1989.
15. Ramona Browder Lazenby. Handbook of
Pathophysiology fourth edition. 2008.
16. Ethel Sloane. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.
EGC: Jakarta. 2004.
17. Robbins, Stanley Lingkungan., Kumar, Vinay M.D.,
Patology II. Penerbit Buku Kedokteran E.G.C.,
Jakarta, 2000.
18. Nilton Massuo Ishikawa, Maria Jose Tavares
Ranzani Paiva, Julio Vicente Lombardi, Claudia Maris
Ferreira. Hematological Parameters in Nile Tilapia,
Oreochromis Niloticus Exposed to Sub-Letal
Concebtrations of Mercury. Brazilian Archives of
Biology and Technology. 2007.
19. National Institute for Occupational Health and
Safety (NIOSH). NIOSH PocketGuide to Chemical
Hazards.Department of Health and Human
Services. Centers for Disease Control and
Prevention, National Institute for Occupational
Health and Safety. Cincinnati, USA, September 2005.
20. J.D.saroch, Humaira Nisar, Rekha Shrivastav, T.A.
Qureshi, Susan Manohar. Haematological Studies
of Mercuric Chloride Affected Freshwater Catfish
Clarias Gariepinus Fed with Spirulina. Journal.
Of Chemical, Biological and Physical Sciences.
USA. 2012.
Lenci Aryani, Onny Setiani, Nurjazuli
149
Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati pada Pekerja
Peleburan Timah Hitam di Kabupaten Tegal
The Association between Blood Lead Level and liver disfunction on exposed lead workers in
Tegal District
Fidiyatun, Onny Setiani, Suhartono
ABSTRACT
Background : Lead (Pb) is a toxic material which easily accumulated in human organs and can cause health problems.
Pb in the blood can cause damage to a variety of human organs including the liver. Results of preliminary studies in
Small Industry Village (PIK) Kebasen Tegal obtained that the air lead concentratios exceed the required standard,
lead concentrations in the blood and parameters of liver function (AST, ALT and Gamma GT) on several workers well
beyond normal limits.
Methods : Cross-sectional study on 55 subjects research at Small Industry Village Kebasen Talang District Tegal
regency. Pb levels in the blood as biomarker of Pb exposure on levels of ALT, AST and Gamma GT as a parameter for
measuring the physiology of Liver function. Data were collected through observation, interviews and laboratory
tests. Univariate analysis, bivariate analysis by Chi-square, then followed by multivariate logistic regression.
Result : Kendall Tau test showed significant association between blood lead level with the level of AST (p = 0.000),
ALT (p = 0.025) and Gamma GT (0.001). Result of Chi-square test showed significant association between blood lead
level with liver dysfunction (p = 0.002), prevalence ratio (PR) with 95% CI = 1.783 (1.360 to 2.337).
Conclusion : There is a significant association between blood lead level and liver dysfunction on lead exposed
workers at small industries villages Kebasen district Tegal .
Keywords : Lead exposure, AST, ALT, Gamma GT, Toxic Lead and Liver Function.
_________________________________________________
Fidiyatun, SKM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang
dr. Onny Setiani, Ph.D, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
Dr.dr. Suhartono, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
PENDAHULUAN
Masyarakat yang tinggal di lingkungan industri
merupakan kelompok yang rentan terhadap pencemaran
logam, salah satunya adalah logam timah hitam (Pb).
Pajanan timbal pada masyarakat dapat menimbulkan efek
negatif pada kesehatan, yaitu pada saraf pusat dan saraf
tepi, sistem cardiovaskular, sistem hematopoetik, ginjal,
hati, pencernaan, sistem reproduksi dan bersifat
karsinogenik.1)
Akumulasi plumbum tertinggi dalam jaringan lunak
terjadi berturut-turut pada ginjal disusul hati, otak, paru,
jantung, otot dan testis.2) Salah satu organ yang ikut
mengalami perubahan akibat paparan timbal (Pb) yang
berlebihan adalah hati. Hati merupakan organ tubuh yang
terbesar dan organ metabolisme yang paling kompleks
di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat
makanan serta sebagian besar obat dan toksikan.3)
Mekanisme kerusakan hati yang diakibatkan oleh
timbal (Pb) adalah timbal (Pb) tingkat tertentu dapat
menginduksi pembentukan radikal bebas dan
menurunkan kemampuan sistem antioksidan tubuh
sehingga dengan sendirinya akan terjadi stres oksidatif.4)
Hasil studi eksperimental laboratorik oleh Agus
Supriyono, dkk dengan pemberian plumbum pada mencit
putih, dengan dosis 10 mg/hari selama 14 hari,
menunjukkan peningkatan jumlah sel – sel hati yang
mengalami degenerasi dan nekrosis.5)
Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Kebasen merupakan sentra industri kecil pengecoran
logam dan limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya).
Kawasan ini telah beroperasi sejak tahun 2008 dan
pembangunannya telah dikaji dalam dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tahun 2008
dengan persetujuan kelayakan dari Komisi Penilai
AMDAL Provinsi Jawa Tengah.
Hasil kajian dampak pembakaran timah di Desa
Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal yang
dilakukan oleh Kantor Pengendalian Dampak
Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal pada tahun 2004
diperoleh hasil kadar Pb udara sebesar 664 mg/L (NAB =
350 mg/L).66
Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup
Kabupaten Tegal. 2004. Kajian Analisis Dampak
Pembakaran Timah Hitam di Desa Pesarean Tahun 2005.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia
Vol. 12 No. 2 / Oktober 2013
150
Disamping itu pada tahun 2007 oleh Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah juga
dilakukan pengujian badan air disekitar lokasi industri
pembakaran timah hitam dengan hasil yang melebihi baku
mutu, yaitu sebesar 2,22 mg/L (baku mutu= 0,03 mg/L).
Pencemaran logam Pb dampak dari hasil kegiatan
industri pembakaran timah hitam di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Kabupaten Tegal sudah jauh melebihi
ambang batas baku mutu lingkungan yang
dipersyaratkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim
Mer-C Jakarta pada tahun 2011 terhadap sampel darah
masyarakat disekitar lokasi PIK, diperoleh hasil yang
menunjukkan kadar pencemaran Pb yang cukup tinggi
dilihat dari hasil pemeriksaan 50 sampel darah yang
diambil, sebanyak 4 orang (8%) kadar Pb dalam darahnya
masih dibawah ambang batas (normal) sedangkan 46
orang (92%) kadar Pb dalam darahnya melebihi ambang
batas (berlebih). Baku Mutu kadar Pb dalam darah yang
dipersyaratkan adalah 10 µg/dL.7)
Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan
kadar Pb dalam darah dengan kejadian gangguan fungsi
hati pada pekerja peleburan timah hitam di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten Tegal.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional
dengan desain studi cross sectional, yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika antara faktor-faktor
resiko dengan efek, melalui pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time
approach), dimana responden hanya diobservasi satu
kali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status
karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan.8)
Variabel Bebas (independent variables) pada
Tabel 1. Karakteristik responden di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten Tegal
Karakteristik
Umur (rerata±SD ; minimum-maksimum) 35,2 ± 10,06 ; 20 – 60
Berat badan (rerata±SD ; minimum-maksimum) 55,8 ± 9,53 ; 36 – 85
Tinggi badan (rerata±SD ; minimum-maksimum) 1,61 ± 0,687 ; 1,4 - 1,75
BMI (rerata±SD ; minimum-maksimum) 21,53 ± 3,715 ; 14,9 – 33,8
Masa kerja (rerata±SD ; minimum-maksimum) 4,13 ± 2,271 ; 0,2 – 10
Lama kerja (rerata±SD ; minimum-maksimum) 10,3 ± 1,94 ; 8 – 12 Riwayat paparan sebelumnya, n (%)
- Ya
- Tidak
22 (40)
33 (60)
Standarisasi APD, n (%)
- Standar - Tidak standar
33 (60) 22 (40)
Kontinuitas pemakaian APD, n (%)
- Kadang-kadang
- Selalu
28 (50,9)
27 (49,1)
Kelengkapan APD, n (%)
- Lengkap
- Tidak lengkap
16 (29,1)
39 (70,9)
Lokasi kerja, n (%) - Tetap
- Pindah-pindah
45 (81,8)
10 (18,2)
Kebiasaan minum alkohol, n (%)
- Ya
- Tidak
9 (16,4)
46 (83,6)
Kebiasaan minum jamu, n (%)
- Ya - Tidak
0 (0) 55 (100)
Kebiasaan merokok, n (%)
- Ya
- Tidak
42 (76,4)
13 (23,6)
Riwayat penyakit hati bawaan, n (%) - Ya
- Tidak
0 (0)
55 (100)
Kebiasaan berolahraga, n (%)
- Ya
- Tidak
32 (58,2)
23 (41,8)
Fidiyatun, Onny Setiani, Suhartono
151
penelitian ini adalah kadar Pb dalam darah, variabel terikat
(dependent variables) yaitu kejadian gangguan fungsi
hati serta seabagai variabel pengganggu (confounding
variables) yaitu Masa kerja, lama kerja per hari, Pemakaian
APD, Konsumsi jamu, konsumsi alkohol, riwayat paparan,
usia, status gizi, riwayat kelainan hati bawaan dan
kebiasaan merokok. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah simpel random
sampling dengan cara lotre by not replacement.
Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan
observasi serta alat pengambil sampel darah, alat
pengukur tinggi badan dan berat badan.
Peralatan pengambilan sampel darah berupa spuit,
alkohol 70%, kapas, tabung sampel, cold box, kertas label
dan lain-lain. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh
petugas laboratorium terlatih sebanyak 5-10 cc dan
dikirim ke laboratorium menggunakan Coolbox, untuk
mencegah terjadinya kerusakan pada sampel digunakan
larutan EDTA. Pemeriksaan laboratorium terhadap sampel
darah untuk mengetahui kadar Pb dalam darah
menggunakan spektrofotometer dengan metode AAS
(Atomic Absorbance Spectrometer) di Balai Laboratorium
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan untuk pemeriksaan
kadar SGOT, SGPT dan Gamma GT dilakukan dengan
metode enzimatik menggunakan Vitros 250 di
laboratorium berstandar.
Pengukuran tinggi badan menggunakan mikrotoa
untuk mengetahui tinggi badan dan timbangan injak
untuk mengukur berat badan yang merupakan komponen
dalam penghitungan Body Mass Index (BMI) untuk
menentukan status gizi responden.
Pengambilan data juga dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, yang berisi pertanyaan-
pertanyaan untuk memperoleh data-data karakteristik
responden, diantaranya data tentang umur responden,
berat badan, tinggi badan, masa kerja, lama kerja, lokasi
kerja, pemakaian APD, kebiasaan merokok, kebiasaan
minum alkohol, kebiasaan minum jamu dan keluhan-
keluhan yang dirasakan responden.
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi variabel penelitian
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur
responden adalah 35,2 tahun ± 10,06; rata-rata berat
badan responden 55,8 kg ± 9,53; rata-rata tinggi badan
responden 1,61 meter ± 0,6877; rata-rata Body Mass Index
(BMI) responden 21,53 ± 3,715; rata-rata masa kerja
responden 4,13 tahun ± 2,271; rata-rata lama kerja
responden 10,3 jam ± 1,94..
Untuk karakteristik lainnya, hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 55 orang responden, jumlah
responden yang lokasi kerjanya berpindah-pindah
sebanyak 10 orang (18,2%), banyaknya responden yang
mempunyai riwayat paparan Pb sebelumnya adalah 22
orang (40%), responden yang terbiasa memakai APD
tidak lengkap ada 39 orang (70,9%), banyaknya
responden yang memakai APD tidak standar ada 22 orang
(40%); banyaknya responden yang mempunyai
kebiasaan minum alkohol ada 9 orang (16,4%);
banyaknya responden yang mempunyai kebiasaan
merokok 42 orang (76,4%), banyaknya responden yang
tidak mempunyai kebiasaan berolahraga adalah 23 orang
(41,8%).
Sedangkan untuk variabel kebiasaan minum jamu,
dari 55 orang responden tidak ada yang mempunyai
kebiasaan mengkonsumsi jamu, demikian juga untuk
riwayat penyakit bawaan, dari 55 responden dalam
keluarganya, tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit
bawaan. Adapun data karakteristik responden dapat
dilihat secara lengkap pada tabel 1.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata
kadar Pb dalam darah pada pekerja di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Kebasen Kabupaten Tegal adalah
30,66 µgr/dL ± 19,163; rata-rata kadar SGOT dalam serum
Tabel 2. Deskripsi Kadar Pb darah, SGOT, SGPT dan Gamma GT responden di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Kebasen Kabupaten Tegal
Parameter Rerata Minimum Maksimum Standar
Deviasi
PEL
(Nilai Normal)
Pb darah (µgr/dL) 30,66 0,6 108,3 19,163 40
Kadar SGOT (U/L) 30,7 7 152 23,65 < 25
Kadar SGPT (U/L) 31,7 15 97 15,24 < 30
Kadar Gamma GT (U/L) 30,3 7 285 41,84 6 – 24
Tabel 3. Korelasi antara Kadar Pb darah dengan Kadar SGOT, Kadar SGPT dan Kadar Gamma GT
Koefisien Nilai No Hubungan
Korelasi P Kesimpulan
1 Kadar Pb dalam darah dengan kadar SGOT 0,294** 0,002 Ada hubungan
2 Kadar Pb dalam darah dengan kadar SGPT 0,150 0,113 Tidak ada
hubungan
3 Kadar Pb dalam darah dengan Kadar Gamma
GT
0,296** 0,002 Ada hubungan
Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati
152
darah pekerja adalah 30,7 U/L ± 23,65; rata-rata kadar
SGPT dalam serum darah pekerja adalah 31,7 U/L ± 15,24
dan rata-rata kadar Gamma GT dalam serum darah pekerja
adalah 30,3 U/L ± 41,84.
Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa variabel yang
mempunyai distribusi normal adalah variabel umur, berat
badan, tinggi badan dan kadar Pb dalam darah (p value >
0,05). Sedangkan variabel Body Mass Index (BMI), kadar
SGOT, kadar SGPT dan kadar Gamma GT berdistribusi
tidak normal (p value < 0,05).
B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan
fungsi hati.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengatahui
hubungan antara variabel independen (variabel bebas)
dengan variabel dependen (variabel terikat). Dari hasil
uji normalitas diketahui bahwa beberapa variabel tidak
berdistribusi normal, sehingga uji korelasi yang
digunakan adalah uji statistik non parametrik Tau
Kendall.
1. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Kadar
SGOT, Kadar SGPT dan Kadar Gamma GT
a) Hubungan Kadar Pb dalam darah dengan Kadar
SGOT
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara Kadar Pb dalam darah dengan
Kadar SGOT (p value = 0,002), dengan koefisien
korelasi 0,294 membentuk tren positif yang artinya
semakin tinggi kadar Pb dalam darah semakin
meningkat kadar SGOT serum darah.
b) Hubungan Kadar Pb dalam darah dengan Kadar
SGPT
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan
yang signifikan antara Kadar Pb dalam darah dengan
Kadar SGPT (p value = 0,113), dengan koefisien
korelasi 0,150 membentuk tren positif yang artinya
semakin tinggi kadar Pb dalam darah semakin
meningkat kadar SGPT serum darah.
c) Hubungan Kadar Pb dalam darah dengan Kadar
Gamma GT
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara Kadar Pb dalam darah dengan
Kadar Gamma GT (p value = 0,002), dengan koefisien
korelasi 0,296 membentuk tren positif yang artinya
semakin tinggi kadar Pb dalam darah semakin
meningkat kadar Gamma GT serum darah.
2. Hubungan Kategori Kadar Pb dalam darah dengan
Kejadian Gangguan Fungsi Hati
Variabel Kejadian Gangguan Fungsi Hati merupakan
variabel komposit dari 3 vaiabel yaitu, variabel Kadar
SGOT, Kadar SGPT dan Kadar Gamma GT, dimana jika
salah satu atau lebih dari ketiga variabel tersebut tidak
normal, maka dapat dikatakan bahwa responden tersebut
mengalami gangguan fungsi hati.
Hasil uji Chi-square untuk mengetahui hubungan
Kategori Kadar Pb dalam Darah dengan Kejadian
Gangguan Fungsi Hati, dapat dilihat pada tabel 4.
Pekerja dengan Kategori kadar Pb dalam darahnya
tidak normal (> 40 µgr/dL) ada 14 orang dan semuanya
mengalami gangguan fungsi hati (100,0%). Sedangkan
pekerja dengan kategori kadar Pb dalam darahnya normal
(< 40 µgr/dL) ada 41 orang dan yang mengalami
gangguan fungsi hati sebanyak 23 orang pekerja (56,1%).
Sehingga dapat diketahui bahwa prosentase terjadinya
gangguan fungsi hati lebih tinggi pada responden yang
kategori kadar Pb dalam darahnya tidak normal (> 40 µgr/
dL), yaitu sebesar 100,0%. Sedangkan pada responden
dengan kategori kadar Pb dalam darahnya normal (< 40
µgr/dL), yang mengalami gangguan fungsi hati sebesar
56,1%.
Berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p =
0,002 yang artinya bahwa ada hubungan antara Kadar
Pb dalam Darah dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati
(karena p value 0,002 < 0,05). Prevalence Ratio (PR)
Gangguan Fungsi Hati Kadar Pb dalam darah
Sakit Normal Total
Tidak normal (> 40 µgr/dL) 14
(100,0%)
0
(0,0%)
14
(100,0%)
Normal (≤ 40 µgr/dL) 23 (56,1%)
18 (43,9%)
41 (100,0%)
Total 37
(67,3%)
18
(32,7%)
55
(100,0%)
Hasil : X2 = 0,003 dan p = 0,002 PR (95% CI)=1,8 (1,4 – 2,3)
Tabel 4. Kadar Pb dalam Darah Kategorik dengan Gangguan Fungsi Hati
Variabel B Sig Exp B 95% CI Ketrangan
Riwayat paparan sebelumnya -1,071 0,124 0,343 0,087 1,343 Tidak Signifikan
Kadar Pb dalam darah 0,054 0,019 1,056 1,009 1,105 Signifikan
Tabel 5. Rekapitulasi Analisis Multivariat
Fidiyatun, Onny Setiani, Suhartono
153
sebesar 1,8 yang berarti bahwa peluang/kemungkinan
terjadinya kejadian gangguan fungsi hati lebih besar 1,8
kali lebih tinggi pada responden yang kadar Pb dalam
darahnya tidak normal dibanding responden yang kadar
Pb dalam darahnya normal, dengan CI 95% (1,4 – 2,3)
menunjukkan bahwa Kadar Pb dalam darah merupakan
faktor risiko kejadian gangguan fungsi hati.
C. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan yang paling dominan secara bersama-sama
antara. Persyaratan untuk melakukan analisis multivariat
adalah dari hasil analisis bivariat didapatkan adanya
variabel yang bersama-sama mempunyai hubungan
dengan nilai p (signifikansi) < 0,25.
Dari hasil analisis multivariat didapatkan nilai
signifikansi yang < 0,05 adalah pada variabel Kadar Pb
dalam darah, p = 0,019 dengan CI 95% (1,009 – 1,105)
yang berarti variabel yang paling berpengaruh terhadap
kejadian gangguan fungsi hati adalah variabel kadar Pb
dalam darah. Odd Rasio (Exp B) = 1,056 yang artinya
kadar Pb dalam darah akan menyebabkan kejadian
gangguan fungsi hati sebesar 1,056 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan variabel riwayat paparan
sebelumnya.
SIMPULAN
1) Rata-rata kadar Pb dalam darah, kadar SGOT, kadar
SGPT dan kadar Gamma GT dalam penelitian ini,
secara berurutan adalah 30,66 µg/dL ± 19,163; 30,7
U/L ± 23,65; 31,7 U/L ± 15,24 dan 30,3 U/L ± 41,84.
2) Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi Tau
Kendall menunjukkan ada hubungan antara kadar
Pb dalam darah dengan kadar SGOT (p = 0,002) dan
kadar Gamma GT (p= 0,002), sedangkan untuk kadar
SGPT (p = 0,113) tidak menunjukkan ada hubungan.
3) Hasil analisis bivariat dengan uji Chi-square
menunjukkan ada hubungan kadar Pb dalam darah
dengan kadar SGOT (p = 0,001) dan kadar Gamma
GT (0,002), tetapi untuk kadar SGPT (p = 0,051) tidak
menunjukkan ada hubungan.
4) Hasil uji Chi-square menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara kadar Pb dalam darah dengan
kejadian gangguan fungsi hati (p = 0,002). Prevalence
Ratio (PR) : 1,783 dengan CI 95% = (1,360 – 2,337)
yang artinya Pekerja yang mempunyai kadar Pb
dalam darah tidak normal atau tinggi (>40 µg/dL)
mempunyai risiko 1,783 kali untuk mengalami
gangguan fungsi hati dibandingkan pekerja yang
mempunyai kadar Pb dalam darahnya rendah atau
normal (< 40 µg/dL).
5) Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik
menunjukkan variabel Kadar Pb merupakan variabel
yang paling berpengaruh terhadap kejadian
gangguan fungsi hati, (p = 0,019) dengan CI 95%
(1,009 – 1,105). Odd Rasio (Exp B) = 1,056 yang
artinya kadar Pb dalam darah akan menyebabkan
kejadian gangguan fungsi hati sebesar 1,056 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan variabel riwayat
paparan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nordberg G. Metal : Chemical Properties and Toxicity.
In : Stellman Jm (ed); Encyclopedia of Occupational
Health and Safety. 4 ed. Geneva ; ILO. 1998.
2. Hariono, B., 2005, Efek Pemberian Plumbum (Timah
Hitam) Anorganik pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus), J. Sain Vet Vol 23 No. 2 Th. 2005,
Bagian Patologi Klinik FKH UGM, Yogyakarta, 107-
108.
3. Lu CF, Toksikologi Dasar, Ed 2, UI Press, 1995:206-
220
4. Gurer H, Ercal N, 2000, Can Antioxidants be
Beneficial in The Treatment of Lead Poisoning? Free
Radic Biol Med; 29(10):927-945
5. Supriyono Agus, Chodidjah, Banun Shaher,
Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Per Oral Terhadap
Gambaran Histopatologis ; Studi Eksperimental
Laboratorik pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Jantan Galur Wistar, Bagian Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan
Agung Semarang
7. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Tengah.2007. Kajian Analisis Dampak
Pembakaran Timah Hitam di Desa Pesarean Tahun
2007.
8. Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan. Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ke-Empat.
Sagung Seto. Jakarta: 2011;
Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati