Upload
phungminh
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI HUMANISME DALAM PANDANGAN YUSUF BILYARTA
MANGUNWIJAYA: SEBUAH KONSEP TEOLOGI PEMBEBASAN DI YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Oktavia Damayanti
1113032100056
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
v
ABSTRAK
Oktavia Damayanti
Implementasi Humanisme dalam Pandangan Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya Sebuah Konsep Teologi Pembebasan di Yogyakarta
Studi ini membahas pandangan Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, salah satu
tokoh yang humanis dan cinta kerukunan yang muncul disaat-saat genting ketika
ketertindasan dan ketidakadilan berkembang cukup parah dikalangan pemimpin
kepada masyarakat biasa dan kurangnya sikap saling membantu untuk keadilan di
Indonesia pada masa orde baru. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini
adalah bagaimana pandangan humanisme Yusuf Bilyarta Mangunwijaya dan
Implementasinya terhadap kehidupan bermasyarakat dan beragama dewasa ini
yang bersifat Individualis. Dalam menjawab permasalahan penelitian kepustakaan
ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologis dengan cara menggambarkan
data-data yang ditemukan secara apa adanya dan mengkonstruksinya melalui
kategorisasi sesuai dengan data yang didapat.
Sepanjang penelusuran dan pembahasan data dan fakta yang didapat,
penelitian ini menemukan bahwa sikap humanisme Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
dibangun atas dasar Keprihatinan dan Kepedulian kepada sesama umat yang
sama-sama menyembah Allah Yang Esa. Pemahaman humanisme yang ada di
dunia ini bersifat tidak sempurna karena sudah dipahami oleh manusia yang tidak
sempurna.
Dalam mengimplemekasikan pemahaman Humansime, Yusuf Bilayrta
Mangunwijaya membantu warga yang terpinggirkan seperti di Kali Code dan
daerah lainnya, sikap kemanusiaanya terhadap sesame yang muncul dari hati
nuraninya mampu membantu warga untuk mengerti arti kata memanusiakn
manusia.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah semata yang semoga
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis. Segala syukur
harus senantiasa penulis panjatkan atas segala nikmat sehat dan beragam nikmat
lainnya. Dengan syukur kepada Yang Maha Entah maka nikmat secuil pun akan
manis dirasa. Salah satu nikmat yang tak boleh penulis ingkari adalah dapat
menyelesaikan skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan. Tanpa izin-Nya maka
apalah arti langkah, mungkin tak akan terarah.
Salawat beriring salām pun semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Agung
Muhammad yang telah dianugrahkan agama rahmatan li-al-‘ālamīn ini. Semoga
penulis senantiasa dapat mempelajari akan arti agama yang diajarkannya dengan
bijaksana. Karena sungguh hal yang tak mungkin jika seorang utusan
mengajarkan kepada umatnya berupa keburukan yang akan menjerumuskannya ke
dalam lembah hitam nan kelam.
Hal yang harus penulis lakukan pula adalah ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang senantiasa membimbing dan mendoakan penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih penulis haturkan
kepada :
1. Mamah dan bapak yang senantiasa mendoakan kesuksesan penulis
dalam tiap detiknya, terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan dan
kesabarannya dalam mendidik putra-putrinya, seorang Ibu yang luar
biasa dan terima kasih pula kepada Ayah penulis, yang dengan sabar dan
vii
vii
tabahnya mencari nafkah untuk putra-putrinya. Terima kasih kepada
kedua pahlawanku ini yang atas kuasa-Nya telah menghantarkan penulis
pada bangku kuliah. Semoga kesehatan senantiasa atas mereka.
2. Om junaidi dan Tante tamsini yang sudah menjadi orang tua kedua
penulis, yang selalu merawat, membimbing dan membantu penulis
disetiap ada kesusahan. Yang dengan sabar menyemangati penulis untuk
tetap kuat dan sabar, terima kasih kedua pelindungku.
3. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Media Zainul Bahri, MA selaku Ketua Jurusan Studi Agama-agama,
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6. Dra. Halimah SM, M.Ag Selaku Sekertaris Jurusan Studi Agama-
agama, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Ismatu Ropi, Ph.D., Selaku dosen pembimbing skripsi.
8. Prof. Ridwan Lubis MA., selaku dosen penasehat akademik dan juga
membantu dalam hal penulisan skripsi.
9. Seluruh dosen diprogram Studi Agama-agama yang telah mendidik
Penulis dan mencurahkan segala ilmunya.
viii
vii
10. Seluruh staf di Jurusan Studi Agama-agama, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
11. Adek-adek Penulis, M. Hidayatu Sofiyan, Andini Fatika Sari J, Alif
Akbar Eka J. dan juga keluarga besar Bani Peno serta Bani Sakiman.
12. Silaturrahmi Mahasiswa Jepara di Jakarta
13. Teman-teman Studi Agama-agama kelas A dan B angkatan 2013. Pity,
Sofi, iin, Lala, Lina, Aul, Uni, Ayu, Windi, Makiyah, Adibah, Amin,
Anggi, Sahwin, Ismail, Sadawi, Saniman, Tedi, Ocid, Fahad, Uje, Ucup,
Abu, Imam, Iman, Faris, Irfan, Wahid, Sukmaya, Najib, Qaffa.
14. Untuk sahabat Penulis Tamara, Ira, Iin, Ayu, Lala, Lina, Rara, Aul,
Salmah, Dian, Yeni, Idha.
15. Teman-teman dan keluarga besar di BBC Motivator School
16. Teman di kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) Cisoka 2016.
17. Teman-teman kosan Itha, Novi, Zuhroh, terimakasih atas semangatnya.
18. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Jakarta
Oktavia Damayanti
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN.………………………………………………. iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 8
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………... 8
F. Metodo Penelitian............................................................................... 10
G. Sumber Rujukan ................................................................................ 11
H. Sistematika Penulisan……………………………………………… 14
BAB II BIOGRAFI Y.B MANGUNWIJAYA DAN KARYA-KARYANYA
A. Biografi ............................................................................................... 16
B. Sumber Pemikirannya ....................................................................... 20
1. Keadilan sosial………………………………………………….. 20
2. Kemanusiaan…………………………………………………… 23
C. Karya-karya Y.B. Mangunwijaya .................................................... 27
BAB III AJARAN HUMANISME DAN PANDANGAN YUSUF BILYARTA
MANGUNWIJAYA
ix
A. Pengertian dan Sejarah Humanisme ................................................ 32
1. Humanisme Masa Klasik……………………………………... 34
2. Humanisme Zaman Renaisans……………………………….. 35
3. Humanisme Abad Modern…………………………………… 37
B. Humanisme dalam Teologi Pembebasan ......................................... 39
C. Ajaran Humanisme dalam Agama Katolik ..................................... 43
D. Humanisme dalam Pandangan Y.B. Mangunwijaya ...................... 46
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF BILYARTA MANGUNWIJAYA
A. Refleksi Teologi Terhadap Humanisme Y.B. Mangunwijaya... 53
B. Kelebihan dan Kelemahan Konsep Romo Mangunwijaya ............ 57
C. Sumbangsih Pemikiran Yusuf Bilyarta Mangunwijaya Terhadap
Kehidupan Manusia ........................................................................... 60
D. Tinjaun Pemikir Muslim Terhadap Gagasan Teologi Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya……………………………………………………… 63
E. Respon Masyarakat Kali Code Terhadap Humansime Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya……………………………………………………… 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 64
B. Saran ................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
BAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semua agama berdedikasi untuk memuja, memuliakan Yang Maha Agung
yang disembah sebagai Yang Tertinggi. Yang Maha Kuasa. Semangat Kristiani
disamakan dengan semangat kemanusiaan, khususnya dan terutama terhadap
mereka yang selama ini tidak dianggap, bahkan dipaksa hidup tanpa martabat dan
kemanusiaan.1
Secara fitrah manusia lahir untuk saling menolong, memberi dan diberi, dan
menebarkan cinta kasih kepada sesama umat. Semua ajaran pasti mengajarkan
tentang kebaikan dan salah satunya didalam Alkitab, mengajarkan bahwa manusia
merupakan ciptaan tertinggi, memiliki harkat sebagai mandataris pencipta-Nya.
Hanya manusia yang memiliki aspek lahiriah dan spiritual. Dalam dimensi
lahiriahnya manusia sangat terbatas dalam kekuatan, ruang dan waktu. Dimensi
spiritualnya memungkinkan manusia berelasi kepada Khaliknya. Dan spiritualnya
memiliki kebutuhan yang hanya bisa dipuaskan dan dipenuhi oleh PenciptaNya,
panggilan Allah kepada manusia adalah untuk berserah diri kepada-Nya, secara
aktif dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan. Sejajar dengan itu manusia
diberi tanggung jawab untuk mengasihi sesamanya sama seperti dirinya.
Berhubungan dengan semua hal tentang cara berdedikasi kita kepada Allah
untuk saling mengasihi antara sesama, maka muncullah ide-ide baru tentang
1Y.B Mangunwijaya, Memuliakan Allah Mengangkat Manusia, Dari Majalah Rohani, Mei
, h. - , Ed.,YB. Priyanahadi dkk., Memuliakan Allah Mengangkat Manusia
(Yogyakarta:Penerbit Kanisius, ), h. .
sebuah golongan yang berdedikasi untuk mengikrarkan dirinya membantu sesama
makhluk Tuhan maka muncullah teori baru tentang Humanisme, “Humanisme”
yaitu suatu paham yang menganggap manusia sebagai objek terpenting secara
maksimal kepada kemajuan manusia, karena manusia dianggap dapat membangun
dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal positif yang dimiliki oleh setiap manusia
Dari awal munculnya humanisme banyak tokoh-tokoh yang terkenal, yang
dianggap layak disebut sebagai pejuang kemanusiaan dan salah satunya yaitu Y.B.
Mangunwijaya (dan selanjutnya dipanggil Romo Mangun), dia adalah seorang
arsitektur, sastrawan dan juga seorang pastur kerohaniawan di dalam Agama
Katolik. Dan pada umumnya misi seorang pastur dalam menyantuni suatu
kelompok masyarakat, apalagi masyarakat miskin yang tidak jelas asal-usul dan
agamanya, dan seorang pastur ialah untuk menyebarkan ajaran Katolik dan
menariknya ke dalam kelompok keagamaan ini. Namun pengertian misi semacam
ini tampaknya sudah tidak berlaku lagi dikalangan Gereja Katolik, terutama sejak
tahun -an (Konsili Vatikan II).2
Romo3 Mangun termasuk pastur yang meninggalkan pengertian misi
kristenisasi yang sudah ketinggalan zaman itu. Meskipun bukan penganut
Theology of Liberation (“Teologi Pemerdekaan” dalam terjemahan Romo
Mangun, bukan “Teologi Pembebasan”), Romo Mangun mengakui sendiri punya
visi yang sama dengan gerakan sosial di Amerika Latin yang merujuk kepada
2Darwis Khudori, Menuju Kampung Pemerdekaan (Yogyakarta : Yayasan Pondok Rakyat,
) 3Sapaan akrab Y.B Mangunwijaya, kata “Romo” adalah gelar panggilan yang diberikan
oleh umat Katolik Indonesia kepada para imam Katolik (pastor). Gelar panggilan ini berdasarkan
atas Korintus dan TESALONIKA -
Iman kristiani dan Marxisme4 ini. Kesamaan ini terletak pada keberpihakannya
secara total (melalui pikiran dan tindakan) kepada kaum miskin dan tertindas.
Paradigma pembebasan adalah penegasan dari paradigma penyelamatan.
Intinya adalah bahwa manusia diciptakan dengan citra Allah yang kudus, artinya
bebas dari segala bentuk dosa, namun karena kesombongan dan keserakahannya
ia kehilangan kebebasannya, terkungkung dalam penjara dosa dan kegelapan.
Oleh karena kemurahan Allah maka diutuslah Yesus dari Nasareth yang berasal
dari Roh Allah yang bekerjasama dengan Daging Maria yang tidak ternoda dosa
mewartakan kebenaran dan keadilan.
Teologi pembebasan adalah salah satu yang menawarkan sistem sosial yang
mengedepankan keadilan sebagai warga negara dan warga dunia dalam
pandangan agama (manusia yang adil, tidak tertindas) yang dirusak oleh manusia
sendiri. teologi pembebasan berfokus pada gerakan perlawanan yang kebanyakan
dilakukan oleh para agamawan terhadap kekuasaan yang hegemoni dan otoriter.
Pemikiran teologi pembebasan bermula dari Hermeneutika Alkitab. Setelah
menafsirkan pesan-pesan dalam Alkitab berdasarkan tindakan Yesus yang
membela dan menolong orang-orang lemah, sakit, tertindas, maka peran agama
juga seharusnya demikian. Dalam agama Kristen sendiri, hal ini menjadi
tanggung jawab gereja sebagai lembaga agama yang memiliki pengaruh, baik
kepada jemaatnya, masyarakat dimana dia tinggal, maupun kepada
pemerintahannya. Nilai-nilai yang muncul itu biasanya dilihat dari
perikemanusiaan dan perikeadilan. Pelanggaran nilai-nilai ini di sejumlah negara
4Sebuah paham yang berdasar pada pandangan Karl Marx, yang dimana Marx protes
terhadap paham kapitalisme dan merupakan dasar teori komunisme modern.
telah membangkitkan keprihatianan di kalangan aktivis Teologi Pembebasan
berdasarkan nilai-nilai yang didapat dari tafsir kitab sucinya masing-masing.
Sebagai contoh, umat Kristen dengan ajaran kristologi yang menafsirkan
bahwa Kristus (Tuhan) adalah seorang yang hadir dalam situasi karut marut dan
membawa pembebasan bagi rakyat kecil dan tertindas. Dari dasar inilah, maka
orang Kristen mengikuti teladan Yesus dan menentang ketidakadilan. Mereka
merasa mendapat tugas untuk meneruskan perjuangan Tuhan yang disembahnya.
Menurut Guitterez yang membagi teologi pembebasan kedalam
karakteristik dan di dalamnya tertulis bahwasanya teologi sesungguhnya adalah
praksis5 pembebasan dari belenggu ekonomi, sosial, politik, dan dari sistem
masyarakat yang mengingkari kemanusiaan dan dari kedosaan yang merusak
hubungan manusia dengan Allah dan teologi adalah sebuah refleksi yang lahir dari
tindakan.6
Romo Mangun sebagai seorang anak yang mampu mengenyam pendidikan
hingga dia dewasa, mempunyai keinginan untuk mengabdikan dirinya pada agama
yang dianutnya dan mengabdikan dirinya kepada bangsa Indonesia sehingga
selesai pendidikannya di Institut Filsafat dan Teologi Sancti Pauli di Yogyakarta,
ia ditasbihkan sebagai pastur oleh Uskup Monseignour Soegiopranoto SJ (tokoh
yang dikaguminya) pada tanggal september dengan nama Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya .7
5Kata Praksis adalah kata lain dari praktik atau aksi yang merupakan sebuah istilah teknis
dalam filsafar marxisme 6http//TeologipembebasanWikipediabahasaIndonesia,ensiklopediabebas.html
7Romo Y.B Mangunwijaya Tahun, Mendidik Manusia Merdeka (Yogyakarta:Institut
Dian/interfidei bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, ), h. .
Ia memilih menjadi Pastur. Ia sadar bahwa ia akan hilang kesempatannya
untuk menjadi “orang terhormat dengan rumah besar, mobil bagus dan istri
cantik” sebagaimana dibayangkan kaum remaja pada masanya. Tapi “benih”
yang ditanam ayahnya telah tumbuh kuat oleh perang, ia percaya bahwa pekerjaan
paling mulia baginya ialah mempersembahkan hidupnya bagi rakyat menderita
dan jalan yang paling tepat untuk itu ialah menjadi pastur, agar ia tak perlu
tergoda mencari “uang” dan “kekuasaan”, sehingga ia dapat mencurahkan seluruh
tenaganya untuk mewujudkan “cinta kasih”.
Hanya satu hari setelah pentasbihannya, Uskup memanggilnya, ia diminta
menempuh pendidikan arsitektur. Uskup mengatakan bahwa Gereja Indonesia
membutuhkan arsiteknya sendiri atau dari kalangan pastur untuk membangun
gereja-gerejanya agar bercitra “pribumi”, tidak sekedar meniru gaya “Barat”
seperti selama ini.
Dari semua yang telah dibaca oleh penulis tentang Y.B Mangunwijaya,
dilihat bahwa Mangun banyak mereflesikan kehidupan kemanusiaannya guna
kecemerlangan masa depan. Dan menata kehidupan manusia dengan tidak
mengesampingkan atau meninggalkan ajaran-ajaran agama, karena itu penulis
memandang bahwa ia adalah sosok yang memiliki cita-cita membangun dan
mendidik bangsa yang lebih kuat. Dalam petisi tulisannya terdapat kalimat bahwa
dia mengatakan:
“Pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Besar diungkapkan lewat pengangkatan
manusia bina ke taraf kemanusiawian yang layak, sebagaimana dirancang Tuhan
pada awal penciptaan, tetapi dirusak oleh kelahiran hukum rimba buatan manusia”.
Dan dari penjabaran diatas, penulis tertarik untuk menulis tentang
implementasi dan refleksi teologi Mangun dalam sikap kemanusiaannya, dan
menurut penulis hal ini perlu dikaji atau dibahas lebih lanjut tentang sosok Y.B
Mangunwijaya dikarenakan mengandung relevansi yang baik terhadap kenyataan
manusia saat ini. Bahwa berbagai hal perbuatan dan juga ide untuk menjunjung
kemanusiaan dan keadilan serta pendidikan diantara umat manusia sangatlah
layak dikaji dan disampaikan kepada khalayak. Hal tersebut kemudian menjadi
latar belakang penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Humanisme
Dalam Pandangan Romo Bilyarta Mangunwijaya: Sebuah Konsep Teologi
Pembebasan Di Yogyakarta”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih fokus, penulis akan membatasi ruang lingkup
pembahasan, yaitu bagaimana implementasi dan refleksi teologi Y.B.
Mangunwijaya dalam humanisme dalam membahas tentang pengaruh keagamaan
Romo Mangun yaitu seorang rohaniawan di dalam agama Kristen Katolik
terhadap hal-hal kemanusiaan dan pejuang kemanusiaan yang beliau lakukan
selama hidupnya.
Sedang rumusan masalah, penulis memfokuskan kepada masalah yaitu:
Bagaimana pandangan YB Mangunwijaya terhadap humanisme dan implementasi
humanisme di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab kedua masalah di atas
yaitu:
. Mengetahui pandangan Romo Mangunwijaya terhadap humanisme.
. Mengetahui model implementasi pandangan humanisme di Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
. Manfaat Akademis
Skipsi ini bermanfaat untuk memahami realitas berbagai gejala
keberagamaan khususnya yang berkenaan dengan implementasi humanisme
sebagai manifestasi konsep teologi pembebasan di Yogyakarta. Sehingga
pemikiran tersebut akan memperkaya wawasan civitas akademika lembaga
pendidikan tinggi keagamaan terahadap berbagai fenomena perbandingan
keberagamaan. Sebagaimana hal ini telah dilakukan oleh teologi pembebasan
yang dilakukan teolog Katolik Romo Mangunwijaya.
. Manfaat Praktis
Skripsi ini akan bermanfaat guna memberikan kontribusi untuk
memperkaya bacaan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya
Fakultas Ushuluddin dan Jurusan Studi Agama-Agama. Tentang perbandingan
femonena keberagamaan berbagai kelompok masyarakat.
. Manfaat Umum
Penulis ingin memberikan manfaat dan pengetahuan bagi setiap orang yang
ingin mendalami sebuah proses transformasi dari teologi normatif dan filosofis
menjadi teologi fungsional dalam kehidupan masyarakat.
E. Tinjauan Pustaka
Sejauh penulis melakukan penelusuran, belum pernah menemukan judul
skripsi, tesis, disertasi yang berjudul Implementasi Humanisme Dalam Pandangan
Romo Bilyarta Mangunwijaya: Sebuah Konsep Teologi Pembebasan Di
Yogyakarta. Dari semua yang sudah ditelusuri oleh penulis seperti halnya banyak
ditemukan tulisan tentang Romo Mangun yang hanya bersifat jurnal dan ebook,
dan juga penulis menemukan skripsi yang berjudul “Gereja Diaspora, Teologi
Pemerdekaan dalam Praksis Hidup menggereja menurut Y.B Mangunwijaya, Pr.
Dalam buku Gereja Diaspora”, Jurusan Teologi Program Studi Ilmu Teologi
Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta , yang dimana didalamnya
membahas tentang kritikan Romo Mangun tentang Gereja Diaspora, dan di
dalamnya tidak terlalu dibahas tentang ibadat Romo Mangunwijaya.
Tesis Prapto Waluyo yang berjudul “Moralitas Y.B Mangunwijaya: kajian
novel Burung-burung Manyar dan Durga Umayl Universitas Indonesia, yang
dimana di dalam tesis ini dijelaskan bagimana penulis mencoba mengungkapkan
tentang tingkah laku moral Mangunwijaya dalam penulisan novelnya di novel
Burung-burung Manyar dan Durga Umayl, karena Mangun adalah juga seorang
sastrawan oleh sebab itu dia lebih banyak menjelaskan atau menuangkan idenya
lewat tulisan-tulisan baik berupa sebuah teks tulisan maupun novel.
Melihat daftar pustaka diatas, penulis melihat belum ada yang meneliti lebih
inheren kepada implementasi dan teologi Romo Mangunwijaya yang
mempengaruhi sikap kemanusiaannya. Tesis, skrpsi dan tulisan tentang Romo
Mangun memang banyak ditemukan tapi belum ada yang menyinggung tentang
Refleksi teologi Romo Mangun dalam pejuang kemanusiaan, padahal humanisme
Mangunwijaya itu adalah humanisme religi yang tidak mengeyampingkan agama,
bahkan dia adalah seorang pastur yang pasti kemanusiaannya terpengaruh oleh
Agama Katolik yang Romo Mangun anuti ajarannya, dan juga karna perintah
Agama untuk mengasihi sesama.
F. Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah pendekatan dengan menggunakan penelitian
tentang riset yang bersifat deskriptif dengan berusaha menggunakan analisis tebal
(thick analysis). Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam
penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus
penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga
bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan
sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Perlu diketahi bahwa terdapat
perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif
dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat
dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap
teori yang digunakan, sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari
data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan
suatu “teori”.8
G. Sumber Rujukan
. Sumber Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data
penelitian secara langsung,9 sumber data primer ini merupakan sumber data
utama, berupa karya yang ditulis langsung oleh Romo mangunwijaya ataupun
ditulis oleh orang yang ahli di bidangnya yang berhubungan dengan humanisme
dan teologi. Adapun sumber yang digunakan yaitu: Memuliakan Allah,
Mengangkat Manusia10
, Politik Hati Nurani11
, Spiritualitas Baru12
, Impian Dari
Yogyakarta13
.
. Sumber Sekunder
8M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Penerbit
Ghalia Indonesia: Jakarta ), h. . 9Suharsini arikurto,
10Y.B Mangunwijaya, Pr, Memuliakan Allah Mengangkat Manusia (Yogyakarta: Kanisius,
)
11
Y.B Mangunwijaya, oleh Ignatius Haryanto, Politik Hati Nurani (Jakarta: Grafiasri
Mukti, )
12
Y.B. Mangunwijaya, Spiritualitas baru: Agama an aspirasi rakyat, 13
Y.B Mangunwijaya, Impian Dari Yogyakarta, Kumpulan Esai Masalah Pendidikan
(Jakarta: Kompas, )
Sumber data sekunder adalah data yang materinya tidak langsung
berhubungan dengan masalah yang diungkapkan,14
Sumber data ini digunakan
sebagai pelengkap sumber data primer yang berisi tentang kajian-kajian pokok
yang relevan atau yang berhubungan dengan tema yang diangkat. Data sekunder
ini berupa buku, artikel atau jurnal ilmiah, majalah atau media lain yang
mendukung. Adapun sumber data yang digunakan: Mendidik Manusia Merdeka
Y.B. Mangunwijaya Tahun15
, Y.B. Mangunwijaya, Pejuang Kemanusiaan16
,
Sebuah Pengantar Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya17
,
Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya.18
a. Tekhnik pengumpulan Data
Dalam memeperoleh data, penulis menggunakan metode, library research
(penelitian kepustakaan). Dalam metode ini, penulis mengklarifikasi sumber yang
dijadikan acuan menjadi sumber primer dan sumber sekunder. Pada sumber
primer, penulis menelaah karya-karya yang ditulis Y.B Mangunwijaya, serta
tulisan-tulisannya dalam bentuk opini, dan lain sebagainya yang dimuat di
berbagai media baik cetak maupun elektronik dan juga berasal dari tulisan buku-
buku yang membahas tentang Y.B Mangunwijaya. Sedangkan pada sumber
sekunder, penulis menelaah buku-buku serta literatur lain seperti majalah, jurnal,
14
Hadari nawawi & martini hadari, 15
Sumartana, dkk. Mendidik Manusia Merdeka Romo Y.B. Mangunwijaya
Tahun.(Yogyakarta:Institut Dian/Interfedei dan Pustaka Pelajar, ) 16
A. Sudiarja, Humanisme Y.B Mangunwijaya (Jakarta: Kompas Media Nusantara: ) 17
Willy Pramudya, Sebuah Pengantar Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya dalam “Mendidik Manusia Merdeka”, Romo Y.B Mangunwijaya Tahun
(Yogyakarta: interfidei ) 18
A. Ferry T. Indratno, “Pedagogi Humanisme Mangunwijaya” dalam A. Supratiknya, dkk.,
Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, )
surat kabar, buletin, dokumentasi, maupun yang bersumber dari website dan lain
sebagainya yang dapat menunjang dalam pembahasan masalah yang diangkat.
Teknik pengumpulan data yang lain adalah melakukan wawancara
mendalam (indepth interview) guna memahami konsep itu serta respon
masyarakat khususnya di sekitar Kali Code terhadap gagasan Romo
Mangunwijaya tersebut.
Sementara pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologis, suatu
studi tentang dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interkasi yang
terjadi antar mereka.19
Peranggapan dasar perspektif sosiologis berfokus pada
struktur sosial, konstruksi pengalaman manusia dan kebudayannya termasuk
agama. Menurut Media Zainul Bahri, bahwa pendekatan sosiologis berfokus
kepada masyarakat yang memahami dan mempraktikkan agama; bagaimana
pengaruh masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama terhadap masyarakat.20
b. Analisis Data
Di dalam pengolahan data, penulis menggunakan metode analisis. Metode
analisi yang digunakan ialah content analysis (isi analisis), yaitu upaya
menafsirkan ide atau gagasan “Teologi Humanisme” dari Y.B Mangunwijaya,
kemudian ide-ide dan gagasan tersebut dianalisis secara mendalam dan seksama,
guna untuk menjawab masalah implementasi dan refleksi teologi Mangunwijaya.
c. Teknik Penulisan
19
Prof. Dr. Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, ), h. . 20
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia ( - )
Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, ), h. .
Tekhnik penulisan skripsi ini penulis mengacu pada standar penulisan
skripsi yang didasarkan apada buku “ Pedoman Akademik” yang diterbitkan oleh
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah tahun yang diterbitkan oleh penerbit
Ceqda (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
H. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, penulis membagi
menjadi kedalam beberapa bab dan Sub bab.
Bab I pendahuluan di dalamnya menjelaskan tentang latar belakang masalah
dan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Di bagian ini juga
dikemukakan bahwa Y.B Manguwijaya adalah seorang sastrawan, budayawan dan
Pastur Katolik yang banyak memusatkan pemikiran-pemikirannya pada persoalan
keagamaan, kemanusiaan dan pendidikan untuk bangsa yang banyak
mempengaruhi pemikiran humanismenya.
Pada bab II, akan dikemukakan biografi Y.B Mangunwijaya dari mulai latar
belakang keluarga sampai masa intelektualnya dan sampai akhir hidupnya. Pada
bab ini juga akan diuraikan bagaimana kondisi sosial yang mengiringi langkah
Y.B Mangunwijaya hingga ia mampu menghasilkan karya-karya popular yang
diperhitungkan.
Pada bab III, akan memaparkan humanism dalam agama Katolik, ajaran-
ajarannya tentang kemanusiaan, dimulai dari pengertian humanisme, kemudian
perkembangan seputarnya, terlebih dalam dunia umum dan ajaran Katolik.
Hingga pada bagian akhir dari bab ini akan dilengkapi dengan pengaruh bebarapa
tokoh tentang pandangannya terhadap Y.B. Mangunwijaya.
Pada bab IV yang merupakan inti dari skripsi ini yakni tentang
humanismenya Y.B Mangunwijaya. Dalam bab ini akan diuraikan dari mulai hal
yang menjadi landasan teologi pemikiran humanismenya Y.B Mangunwijaya,
hingga pembahasan mengenai sebuah desa yang bernama Kali Code di pinggiran
Yogya yang beliau hidupkan kembali dari ketertindasan. Dalam bab ini Y.B
Mangunwijaya menjelaskan bahwa mewujudkan perdamaian diantara umat
manusia maka ajaran tentang kemanusiaan harus terwujud dan terealisasikan.
Kesimpulan pada penelitian ini akan dibahas pada bab V, selain itu dalam
bab ini juga akan memberikan jawaban terhadap masalah yang menjadi fokus
dalam penelitian ini yakni seputar refleksi teologi Y.B Mangunwijaya. Tidak lupa
penulis juga melengkapi bab ini dengan saran-saran dan rekomendasi yang
bersifat konstruktif sebagai pemicu agar penelitian ini dapat dikembangkan lagi
oleh akademisi lainnya.
BAB II
BIOGRAFI YUSUF BILYARTA MANGUNWIJAYA
DAN KARYA- KARYANYA
A. Biografi
Sastrawan, cendekiawan dan tokoh humanis yang terkenal dengan nama
panggilan Romo Mangun ini lahir di Ambarawa, Jawa Tengah, Mei dari
pasangan Yulianus Sumadi Mangunwijaya dan Serafin Kamdanijah. Romo
mangun adalah anak sulung dengan duabelas adik, tujuh diantaranya perempuan.
Dari keluarga besar itu, hanya ia seorang yang terjun ke medan penggembalaan
umat.
Sebelum menjadi seorang pastur banyak kejadian lika-liku kehidupannya.
Dari kecil dia termasuk orang yang beruntung karena ayah dari Romo Mangun
diangkat anak oleh pakde ayahnya sebagai lurah di daerah Parakan Jawa Tengah.
Pengangkatan pakde ayahnya ini kelak ikut membentuk sejarah Romo Mangun.
Sebab berkat pengangkatan ayahnya lantas dimungkinkan mengenyam pendidikan
dan menjadi guru SD. Ibu Romo Mangun juga sempat mengenyam pendidikan
menjadi guru TK.1 Berbeda dengan teman-teman asramanya dari berbagai daerah
yang harus pisah dengan orang tua dan lingkungannya (yang merupakan sistim
pendidikan waktu itu).2
1Willy Pramudya, Sebuah Pengantar Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya dalam “Mendidik Manusia Merdeka”, Romo Y.B Mangunwijaya Tahun
(Yogyakarta: interfidei ), Cet II Juli, h. . 2Willy, Sebuah Pengantar Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya dalam
“Mendidik Manusia Merdeka”, Romo Y.B Mangunwijaya Tahun, Cet II Juli, h. .
Meski cukup lama tinggal di asrama Romo Mangun lebih banyak terbentuk
oleh keluarganya sendiri, jelas masa kanak-kanaknya penuh dengan kenangan
yang manis dan menguntungkan menurutnya. Namun setelah kedatangan Jepang
sekolah tersebut dibubarkan dan tidak terdengar lagi kabar teman-teman Romo
Mangun sampai saat ini. Di masa kanak-kanaknya meski tidak pernah bergaul
langsung dengan Belanda atau Indo-Belanda, Romo Mangun punya kenang-
kenangan yang berkaitan dengan suasana anak Belanda atau Indo-Belanda.3
Nama lengkapnya adalah Yusuf Bilyarta Mangunwijaya. Bilyarta adalah
nama kecilnya. Yusuf nama baptisnya. Sedangkan Mangunwijaya adalah nama
kakeknya, seorang petani tembakau.4 Sejak kecil Romo Mangun menunjukkan
talenta pada bidang ilmu-ilmu pasti alam dan tekhnik.
Romo Mangun tamat SD di Magelang tahun , Sekolah Teknik
(setingkat SMP) di Yogyakarta tahun , dan SLA (Sekolah Lanjutan Atas) di
Malang tahun . Setelah itu ia menempuh pendidikan sebagai calon Imam
dengan masuk ke Seminari5 Menengah di Jalan Code Yogyakarta hingga
dan dilanjutkan Seminari Mertoyudan, Magelang hingga .
Di masa remajanya Romo Mangun sempat ikut berjuang sebagai prajurit
BPR, TKR Divisi III, Batalyon X, Kompi Zeni - , ia bertugas di asrama
Vrederbug, lalu di asrama militer di Kotabaru, bahkan ia pernah menjadi
3“Melihat mereka, serasa mereka dalam suasana surgawi sebagaimana cerita-ceria yang
diajarkan dalam pelajaran agama. Mereka memiliki mainan lengkap dan menyenangkan yang tak
mungkin dibeli oleh orang tuaku” kenangnya. Sebagai orang jawa, Mangun kecil tidak merasa
terganggu, iri, cmburu melihat tingkah laku mereka meskipun sadar bahwa tidak mungkin bermain
bersama karena suasana zaman yang membedakan mereka secara social”. (Eilly Pramudya, h. . 4Willy, Sebuah Pengantar Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya dalam
“Mendidik Manusia Merdeka”, Romo Y.B Mangunwijaya Tahun, Cet II Juli, h. . 5Seminari adalah tempat pendidikan bagi calon rohaniawan Kristiani, entah itu Kristen
yang mendidik Pendeta atau Katholik yang mendidik Pastor.
Komandan Seksi TP Brigade XVII, Kompi Kedu - . Ia ikut terlibat
dalam pertempuran di Magelang, Ambarawa, dan Semarang.
Ia melanjutkan studi di Institut Filsafat dan Teologi Sancti Pauli,
Yogyakarta tamat tahun , di tahun yang sama pada tanggal September, ia
ditahbiskan menjadi Imam. Oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Albertus
Soegijapranata. SJ. Kemudian belajar di Institut Teknologi Bandung jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik sampai tahun , tahun - ia melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Tinggi Teknik Rhein, Westfalen, jurusan Arsitektur di
Aachen Jerman.6
Sepulang dari studi di Jerman. Ia bertugas sebagai Pastor di Paroki Salam,
Magelang, menjadi pelindung Kring Karitas Nandan. Tahun - ia
menjadi dosen luar biasa di jurusan Arsitektur fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Sejak ia mulai aktif menulis kolom di berbagai surat
kabar dan majalah. Pada tahun memenangkan Piala Kincir Emas, dalam
cerpen yang diselanggarakan Radio Nederland.
Kemudian tahun ia mengikuti Felow of Aspen Institut for Humanistic
Studies, Aspen, Colorado, Amerika Serikat. Pada tahun Romo Mangun
berhenti menjadi Dosen di UGM, keluar juga sebagai Paroki dan memutuskan
tinggal dan berkarya sebagai pekerja sosial di pemukiman “hitam” Kali Code
Yogyakarta sampai . Melakukan mogok makan untuk menolak rencana
penggusuran.
6Willy, Sebuah Pengantar Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya dalam
“Mendidik Manusia Merdeka”, Romo Y.B Mangunwijaya Tahun, Cet II Juli, h. .
Tahun - ia berkarya di Grigak Gunung Kidul, mendampingi
penduduk setempat dalam program lingkungan hidup dan pengadaan air bersih.
Serta ia mendampingi warga Kedung Ombo yang menjadi korban proyek
pembangunan waduk.7
Tahun mendapat penghargaan The Aga Khan Award untuk arsitektur
Kali Code. Tahun ia mendirikan Laboratorium Dinamika Edukasi Dasar
yaitu sebuah Lembaga nirlaba yang memusatkan perhatian pada bidang
pendidikan bagi anak miskin dan terlantar. Model pendidikan ini diterapkan di
SD Kanisius Mangunan, di Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Bersamaan dengan itu
ia pun membangun panti asuhan dan mengasuh sejumlah anak puteri yang
sebagian dipungut dari jalanan.
Sampai akhir hayatnya Romo Mangun tidak pernah surut bergerak sebagai
pejuang kemanusian, seperti pada masa orde baru ia ikut berada ditengah-tengah
ribuan mahasiswa dalam people power. Pada Mei menjadi salah satu
pembicara utama dalam aksi demonstrasi peringatan terbunuhnya Moses
Gatutkaca di Yogyakarta.
Rabu siang, tanggal Februari , pejuang kemanusiaan yang akrab di
panggil Romo Mangun, meninggal di Hotel Le Mendien Jakarta karena serangan
jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku
dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru. Ia dimakamkan di makam
biara komunitasnya di Kentungan, Yogyakarta.8
7Willy, Sebuah Pengantar Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya dalam
“Mendidik Manusia Merdeka”, Romo Y.B Mangunwijaya Tahun, Cet II Juli, h. . 8Y.B Mangunwijaya, Rara Mendut: Sebuah Trilogi (Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka
Utama, ), h. .
B. Sumber Pemikirannya
Romo Mangun adalah sosok intelektual, banyak gagasannya yang tertuju
pada persoalan yang substansi dan mendasar. Paradigma pendidikan
pemerdekaan Mangun secara makro dimaknainya sebagai proses awal dalam
usaha menumbuhkan kesadaran sosial pada setiap manusia sebagai pelaku sejarah.
Sebab kesadaran sosial hanya akan bisa tercapai apabila seseorang telah berhasil
membaca realitas dan belajar memahami lingkungan mereka dengan perantaraan
dunia di sekitar mereka. Proses yang paling tepat untuk pencapaian kesadaran
tersebut adalah lewat pendidikan.9
Rakyat kecil adalah pilihan awal dan akhir Romo Mangun. Dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, dia telah memberikan warisan yang terbaik bagi
bangsa ini. Dia memang bukanlah sosok yang lengkap dengan pemikirannya.
Pemikirannya memang amat subur tetapi, ia bukanlah pemikir sistematis yang
mengajukan teori. Pemikirannya adalah respon spontan kepada keadaan, tanpa
memberikan suatu kerangka besar yang dapat dipegang secara konseptual. Hal
yang melandasi beliau untuk berjuang kepada umat manusia ialah:
. Keadilan Sosial
Sebagai seorang pendidik serta rohaniawan yang mengenyam banyak
pendidikan di luar maupun dalam negeri, Ia selalu terfokus kepada pendidikan.
Pendidikan dimaknainya sebagai upaya pemerdekaan manusia.
9Singgih Nugroho, Pendidikan Pemerdekaan dan Islam (Yogyakarta: Pondhok Edukasi,
), Cet I Sep, h. .
Pendidikan pemerdekaan Mangun dipengaruhi oleh prinsip hidupnya, yang
dikenal dengan “tribina” yakni bina manusia, bina usaha, dan bina lingkungan.
Prinsip itulah yang mendorong dirinya untuk selalu komitment total. Selalu
melakukan usaha pembebasan dan pemerdekaan jiwa individu dari penindasan
oleh yang kuat terhadap yang lemah, dalam segala bentuk, melalui proses
penyadaran (Conscientiization).10
Menurut Romo Mangun fungsi esensial dunia pendidikan demi kehidupan
real kini dan mendatang ialah bagaimana jalan-jalan persekolahan formal maupun
nonformal dan informal, ketiganya berpadu secara bagus agar peserta didikan
semakin cerdas memakai daya intelegensinya mereka. Terlatih untuk jeli
menemukan sendiri sumber-sumber informasi yang penting, dan pandai
menyeleksi mana sumber serius mana sumber gadungan, mana yang relevan dan
tidak.11
Romo Mangun mengatakan pendidikan formal hanyalah eksplisit saja
meskipun penting, akan tetapi dalam situasi komunikasi modern masa kini, tidak
begitu penting mempersoalkan pendidikan formal atau pendidikan non formal,
yang terpenting sekarang adalah bagaimana mendialogkan12
pendidikan itu semua
kepada masyarakat, baik pendidikan dalam bentuk formal maupun pendidikan
10
Kata konsientisasi (berasal dari bahasa Brazil conscientizaCao), proses dimana manusia
berpartisipasi secara kritis dalam aksi perubahan. Konsientisasi tidak dapat mengabaikan
perubahan yang menghasilkan penyingkapan dan realisasi yang konkrit, Paulo Freire, Politik
Pendidikan kebudayaan, kekuasaan, dan pembebasan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, ), Cet IV
Des, h. . 11
Singgih Nugroho, Pendidikan Pemerdekaan dan Islam, h. . 12
Pola dialogisme yang dikembangkannya sebenarnya bukan hanya pola relasi antara
pemerintah dan masyarakat, tapi bagaimana upaya dialog yang dilakukan oleh guru terhadap
murid. Sehingga dengan demikian tidak ada lagi dominasi antara guru terhadap murid maupun
pemerintah terhadap masyarakat, sehingga wewenang untuk mencerdaskan bangsa adalah
tanggung jawab bersama.
dalam bentuk non formal. Agar masyarakat dapat sadar terhadap berbagai
permasalahan yang menimpa mereka sebagai masyarakat.13
Sebenarnya
pembagian pendidikan formal, nonformal, dan informal oleh UNESCO
bermaksud baik, tetapi dalam praktiknya pembagian itu ditafsiri keliru, seolah-
olah pendidikan formal itu normative, standart dan sempurna, sehingga
pendidikan kelas dua (informal dan non formal) itu tidak normal dan hanya
ditoleransi, mengingat mereka yang bodoh, yang miskin, yang seharusnya
mengikuti pendidikan formal tetapi tidak mampu.14
Maka dari itu, Selepas dari Jerman dan mengajar di UGM selama tahun,
Romo Mangun memilih keluar dari UGM. Karena menurutnya kampus itu telah
menjadi milik orang-orang besar. Kemudian dia lebih berkonsentrasi
menjalankan tugas kepastorannya.15
Agar bisa memahami perkembangan pemikiran Romo Mangunw dalam
bingkai yang utuh, secara sederhana kita bisa melihatnya dalam sosok diri Romo
Mangun yang Agamawan sekaligus Budayawan.16
Sebagai seorang budayawan, tulisan menjadi salah satu alat perjuangannya.
Pergulatan hidupnya yang selalu bersama dengan rakyat, membuat isi karangan
yang pernah dibuatnya, tidak berpisah dengan realitas kehidupan. Hampir dalam
13
Firdaus M. Yunus, , Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire YB Mangunwijaya
(Yogyakarta: Logos Pustaka , ), Cet I September, h. . 14
Y.B Mangunwijaya, Impian Dari Yogyakarta, Kumpulan Esai Masalah Pendidikan
(Jakarta: Kompas, ), Cet I, h. . 15
Y.B Mangunwijaya, Tumbal, Kumpulan Tulisan YB Mangunwijaya (Yogyakarta: Benten
Intervisi Utama, ), Cet II Juni, h. . 16
Dua Profesi inilah yang menjadi dasar berpijak untuk menjalani pilihan hidupnya.
Sebagai agamawan Katholik, dia berprinsip bahwa hidup keagamaannyaadalah pengembangan
iman dan religius, bukan mengerasnya lembaga agama yang dapat mengakibatkan eklusifisme. Dia
mengatakan bahwa agama cenderung dan dalam tingkat tertentu, harus menjadi eksklusif, tetapi
iman selalu terbuka dan inklusif. Singgih Nugroho, Pendidikan Pemerdekaan Islam (Yogyakarta:
Pondok Edukasi ), Cet I Sep, h. .
setiap tulisannya, pasti kita akan menemukan nuansa dan wacana pemerdekaan,
menggugat ketidakadilan, mengunggah semangat cinta kasih, kemanusiaan,
keagamaan yang inklusif, dsb.
. Kemanusiaan
Persatuan bangsa dan masyarakat Indonesia dalam dimensi hidupnya yang
tertinggi dan terdalam adalah keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha
Esa. Dilengkapi horizontal oleh sila kemanusiaan yang adil dan bearadab. Bila
sikap dasar vertikal dan horizontal dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan,
buahnya ialah, persahabatan, persaudaraan, saling menghargai, saling menolong.
Jadi sikap-sikap dasar yang berciri ingklusif saling merangkul.17
Jika keduanya (vertical dan horizontal) dihubungkan, maka akan menjadi
Theoanthroposentris, yaitu mengandung hubungan antara manusia dengan Tuhan
dan hubungan antara manusia dengan manusia lain. Hal ini jika dilihat dari sudut
pandangan pancasila, hal diatas kurang lengkap. Untuk itu perlu ditambah
Cosmosentris yaitu alam sekitar atau alam sekeliling menjadi pusat pembicaraan
sehingga menjadi TheoantroCosmosentris karena pancasila memandang manusia
mempunyai tiga hubungan yaitu: Hubungan manusia dengan Tuhannya terkait
dengan sila I, hubungan manusia dengan manusia yang lain terkait dengan sila ke
II, serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya atau alam sekelilingnya terkait
dengan sila III, IV dan V.18
Prinsipnya sila ini menempatkan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan dan sikap saling menghargai antara sesama
17
YB Mangunwijaya, Demi Kesatuan dan Persatuan, dalam Nur Achmad (ed), “Pluralitas
Agama: Kerukunan dalam Keragamaan” (Jakarta: Kompas ), Cet I, h. . 18
Bambang Daroeso dan Suyamo, Filsafat Pancasila (Yogyakarta: Liberty, tt), h. .
manusia „tepa selira atau besar rasa tenggang rasa‟.19
Kemanusiaan yang adil dan
beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan berani membela
bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.20
Keseluruhan pengertian tentang sila kedua dari Pancasila21
ini jelaslah
merupakan suatu kebulatan pengertian yang lengkap tentang manusia. Manusia
utuh dilihat dari kacamata sila kedua adalah yang sadar akan dirinya sebagai
manusia yaitu yang berkepribadian luhur. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-
tumbuhan, manusia mempunyai kelebihannya yaitu jiwa. Oleh karena itu
manusia utuh adalah yang berbuat sesuai dengan nilai-nilai kejiwaannya.22
Manusia dapat dikatakan memiliki kebebasan dalam hal keinginannya,
tetapi terikat oleh keterbatasan dan tanggung jawabnya kepada masyarakat dan
negara. Dibatasi juga oleh lingkungan yang itu semua karena manusia tidak hidup
sendiri, tetapi hal itu tidaklah mungkin.23
Dengan begitu secara fitrah manusia bearti merdeka, dan secara alamiah
pula ia memiliki sifat sosial. Untuk bisa menggunakannya kebebasan secara tepat
ia butuh disiplin. Untuk hidup dalam masyarakat ia perlu kebijakan-kebijakan
19
Krissantono (Ed), Pandangan Presiden SoehartoTentang Pancasila (Jakarta: CSIS ),
Cet I Maret, h. . 20
Achmad Fauzi dkk, Pancasila ditinjau Dari segi Sejarah , Yuridis Konstitusional, dan
Segi Filosofis (Malang: Lembaga Penerbitan Brawijaya, ),h. . 21
Sebagai bentuk pengamalan sila kedua antara lain, Mengakui persamaan derajat, saling
mencintai sesame manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap
orang lain, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, berani
membela kebenaran dan keadilan, bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh
umat manusia. 22
H. Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila; Filsafat Sosial dan Politik Pancasila, Edisi
(Yogyakarta: Andi Offset, tt.), h. . 23
Kansil (Ed), Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Jakarta: Balai Pustaka, ) Cet
III Januari, h. .
moral. Moral yang baik serta kebiasaan intelektual dibutuhkan demi
pengembangan hakikat manusia seutuhnya.
Lebih lanjut Omar al Tomy sebagaimana dikutip Syamsul Ma‟arif juga
mengatakan:
“kebebasan/kemerdekaan adalah jalan-jalan yang betul kearah
kebahagiaan individu, keselarasan sosial dan psikologinya yang baik,
pencapaian sendirinya, menyadarkan akan hakikat manusia,
kehormatan, kebanggan, dan kekuatannya. Juga ke arah peningkatan
semangat produktifitasnya, membuka bakat-bakat, minat dan
mengembangkan kebolehan-kebolehannya. Jadi
kebebasan/kemerdekaan merupakan hak asasi manusia yang harus
dipenuhi, tanpa itu manusia tidak kan menjadi manusia seutuhnya.”24
Pemikiran pendidikan pemerdekaan yang dibangun Romo Mangun
mempunyai misi dan visi yang jelas yaitu menyadarkan seluruh umat manusia.
Sasaran pendidikan Romo Mangun tidak hanya sebatas pada satu golongan saja,
tetapi bersentuhan dengan seluruh lapisan masyarakat yang ada, baik pendidikan
dalam bentuk formal, maupun pendidikan dalam bentuk non formal sebagai upaya
dalam mengunggah kesadaran kritis manusia.
Penyadaran adalah hal pertama yang harus dilakukan untuk membuka tabir-
tabir keterasingan dan penindasan yang menyelimuti manusia. Kesadaran sosial
dalam proses pemerdekaan manusia begitu penting, karena hanya kesadaran dan
mentalitas yang tercerahkan, jernih dalam melihat realitas dan wawasan
kemanusiaan yang baru, yang menentukan terjadinya transformasi sosial. Dengan
kesadaran kemanusiaan yang luhur manusia akan menjadi penentu atas
terciptanya struktur hidup yang harmonis.
24
Kansil (Ed), Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, h. .
Kecerdasan adalah suatu hal yang selalu diperjuangkan Mangunwijaya
dalam cita-cita dan usaha pendidikannya. Sebab, dengan keyakinan teguh, dia
sudah lama berpendapat bahwa banyak kebodohan tidak dibawa semenjak lahir
tetapi seringkali diciptakan setelah orang dilahirkan ke dunia, dan dilestarikan
setelah orang menjadi dewasa ditengah-tengah masyarakatnya. Dan kedekatannya
dengan kelompok masyarakat kelas bawah rupanya didorong oleh motivasi
pendidikan.25
Proses penyadaran yang dilakukan oleh Mangunwijaya terhadap manusia
bersifat ganda, yaitu “makro dan mikro”.26
Aspek “makro”meliputi aspek
structural masyarakat yang meliputi, struktur sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
pendidikan. Sementara persoalan “mikro” berkaitan dengan kemiskinan
masyarakat itu sendiri yang diwarnai oleh corak kehidupan mereka sehari-hari,
terutama kecenderungan menjadi apatis dan mereproduksi struktur makro yang
menindas dalam skala mikro.
C. Karya-Karya Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
Untuk menelusuri Karya-karya Romo Mangun tidak terlalu sulit. Banyak
karyanya yang tersebar di media massa sehingga memudahkan kita untuk
mengaksesnya, berupa cerpen, novel, tulisan, buku dan juga karya arsitekturnya.
Karena bukan hanya sebagai seorang Pastur tapi ia juga sastrawan, cendekiawan
25
Y.B Mangunwijaya, Surat Bagimu Negri (Jakarta: PT Kompas Median Nusantara, ),
h. . 26
Salah satu dasar ajaran nabi adalah intelektualisasi total, yakni proses penyadaran kepada
umat dalam berbagai dimensi, baik dalam dimensi pendidikan, sosial politik dan kebudayaan. (Al-
Qur‟an : ). Prof. Dr. Abdurrahman Mas‟ud, Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam
Pendidikan dalam Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: IAIN dan Pustaka Pelajar, ),
Cet I Mei , h. .
dan pejuang kemanusiaan. Dan sebagian banyak tulisannya dikumpulkan
kedalam berbagai bukunya, salah satu diantaranya adalah Tumbal, merupakan
kumpulan tulisannya di harian Kompas, dari tahun - ., Gerundelan
Orang Republik. 27
Karya Arsitektur
. Altar dan tabernakel di Gereja Pertapaan Santa Maria Rawaseneng.28
. Permukiman Warga Tepi Kali Code Yogyakarta
. Kompleks Religi Sendangsono Yogyakarta
. Gedung Keuskupan Agung Semarang Jawa Tengah
. Gedung Bentara Budaya Jakarta
. Gereja Katolik Jetis Yogyakarta
. Gereja Katholik Cilincing Jakarta
. Markas Kowihan II Magelang Yogyakarta
. Biara Trappist Gedono Getasan Semarang Jawa Tengah
. Gereja Maria Assumpta Klaten Yogyakarta
. Gereja Katholik Santa Perawan Maria di Fatima Sragen Yogyakarta
. Gereja Maria Sapta Duka Mendut Yogyakarta
. Gereja Katolik St. Pius X Blora Jawa Tengah
. Wisma Salam Magelang Yogyakarta
27
Dalam buku ini gerundelan orang republik Romo Mangun mengajak kita
mempertanyakan lagi apa perbedaannya setelah “merdeka” bagi rakyat, buku ini ditujukan
terutama pada generasi muda, karena Romo Mangun ingin mengekspresikan simpati dan
kepercayaan kepada mereka. Menurutnya esai bukan merupakan gugusan dalil-dalil yang mampu
mengklaim kebenaran secara mutlak, melainkan merupakan upaya ikhtiar dalam rangka
memahami suatu yang dianggap penting. YB Mangunwijaya Gerundelan Orang Republik
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, ) Cet I September, h. . 28
Paulus Adhitama. OFM ( April ). Rahib Juga Manusia. Hidup katholik.com
Karya Buku dan Tulisan:
. Balada Becak, novel,
. Balada Dara-Dara, novel,
. Burung-Burung Rantau, novel,
. Burung-Burung Manyar, novel,
. Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa,
. Durga Umayi, novel,
. Esei-Esei Orang Republik,
. Fisika Bangunan, buku Arsitektur,
. Gereja Diaspora,
. Gerundelan Orang Republik,
. Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel,
. Impian Dari Yogyakarta,
. Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta,
. Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup,
manusia modern,
. Memuliakan Allah Mengangkat Manusia,
. Menjadi Generasi Pasca-Indonesia: Kegelisahan Y.B Mangunwijaya,
. Menuju Indonesia Serba Baru,
. Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab,
. Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein,
. Pemasyarakatan Susatra dipandang dari sudut budaya,
. Pohon-Pohon Sesawi, novel,
. Politik Hati Nurani, essai,
. Puntung-Puntung Roro Mendut,
. Yang Mendamba: Renungan Filsafat Hidup Manusia Modern Putri
Duyung,
. Ragawidya,
. Romo Rahadi, novel, (terbit dengan nama samara Y. Wastu Wijaya)
. Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri, novel trilogy, dimuat -
di harian Kompas, dibukukan
. Rumah Bambu, kumpulan cerpen,
. Sastra dan Religiositas, kumpulan esai,
. Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat,
. Soeharto dalam Cerpen Indonesia,
. Spiritualias Baru, Cerpen,
. Tentara dan Kaum Bersenjata,
. Tumbal: kumpulan tulisan tentang kebudayaan, perikemanusian dan
kemasyarakatan,
. Wastu Citra, buku Arsitektur,
Karya-karyanya yang sarat dengan renungan tentang hakikat hidup di
tengah pergeseran nilai-nilai, telah menempatkan Romo Mangun sebagai
sastrawan dan juga cendekiawan yang selalu dibanggakan. Kemudian dari hasil
karya-karyanya tersebut dia memperoleh penghargaan, diantaranya adalah:29
29
Y.B Mangunwijaya, Mendidik Manusia Merdeka ( Yogyakarta: Institut Dian/ Interfidei
bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, ), Cet ke- , h. .
. Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland
. Aga Khan Award for Architecture untuk pemukiman warga pinggiran Kali
Code, Yogyakarta September
. Penghargaan Arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat
peziarahan Sendangsono
. Penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun
. Anugerah Kemanusiaan LBH-YLBHI, Jakarta, Desember
. Hadiah Sastra dari Dewan Kesenian Jakarta untuk buku “Sastra dan
Religiositas”
. Penghargaan IAI ( Ikatan Arsitek Indonesia) . bersama Dharwis
Khudori, Pertapaan Bunda Pemersatu, Gedono, Boyolali, Jawa Tengah
. The S.E.A Write Award Ratu Sirikit, Bangkok Oktober .
Dilihat dari karya-karya dan tulisan-tulisannya, jelas bahwa Romo Mangun
adalah Pastur, penulis serta cendekiawan yang sangat handal, yang menuangkan
ide serta gagasan beliau dalam bebagai karya yang patut di banggakan.
BAB III
AJARAN HUMANISME
DAN PANDANGAN YUSUF BILYARTA MANGUNWIJAYA
A. Pengertian dan Sejarah Humanisme
Humanisme mempunyai banyak pemaknaan tergantung, bagaimana sudut
pandang dan tinjauan yang digunakan untuk memaknai kata tersebut. Karena
humanism adalah sebuah kata yang mencakup kemungkinan konteks serta
memiliki makna yang luas. Maka dari itu, kata humanism perlu ditelusuri secara
etimologis, terminologis dan juga dari segi historis. Salah satu pengertian
humanism adalah gerakan humanis di Eropa yang memandang manusia dalam
perspektif “manusia” belaka yang bertentangan dengan perspektif agama.1
Secara terminologi, humanism bearti martabat dan nilai dari setiap manusia,
dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan alamiyah (fisik
nonfisik) secara penuh.2
Kata humanis di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan arti
humanism sebagai aliran yang bertujuan: (a) menghidupkan rasa perikemanusiaan
dan mencita-citakan pergaulan yang baik.3 (b) aliran yang menganggap manusia
sebagai obyek studi yang terpenting. Dan (c) aliran Zaman Renaissance yang
1Aisyah, “Humanisme dan Renaissance Dalam Pandangan Filsafat”, artikel diakses pada
tahun dari http://www.uin-alaudin.ac.id/download- Aisyah.pdf. 2Haryanto Al-Fandi, Desain Pembelajaran Yang demokratis & Humanis (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, ), h. . 3Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, h. .
menjadikan sastra klasik (dari bahasa Latin dan Yunani) sebagai dasar seluruh
peradaban manusia.4
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa humanisme merupakan
aliran pemikiran yang bergerak untuk menghidupkan kemanusiaan. Dengan kata
lain humanisme bisa diakatakan sebagai “Memanusiakan Manusia”. Hal ini
ditegaskan dengan penjelasan humanism oleh Loren Bagus yang menyatakan
bahwa humanism merupakan sebuah falsafat yang menganggap individu sebagai
sumber nilai terakhir, dan mengabdi pada pemupukan perkembangan moral
individu secara rasional dan bearti tanpa acuan pada konsep-konsep tentang yang
adikodrati.5
Pengertian humanisme memang sudah banyak tokoh yang mendefiniskan
menurut pemahamannya masing-masing. Sehingga buka hal yang mudah dapat
diartikan tentang definisi humanism itu sendiri.
Humanisme berada dalam setiap rentetan waktu dan pemikiran manusia.
Dari zaman klasik (Yunani), Renaissance, modern hingga posmodern. Selain itu
humanism secara umum juga berada dalam falsafat barat dan islam, serta
menuliskan secara historis perkembangan pemikiran humanisme.
Humanisme sebagai pemikiran, paham, gerakan, humanisme lahir di Eropa
sebagai reaksi atas peradaban dehumanis, dari Abad Pertengahan yang
menampilkan persatuan antar agama (Gereja) dan negara. Manusia pada waktu
itu tidak menjadi istimewa lantasan manusia harus tunduk terhadap doktrin Gereja
atas nama Tuhan. Seiring dengan berkembangnya zaman ke zaman, penting
4Aisyah, “Humanisme dan Renaissance Dalam Pandangan Filsafat”, artikel diakses pada
tahun dari http://www.uin-alaudin.ac.id/download- Aisyah.pdf. 5Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, ), h. .
kiranya melihat konteks-konteks penggunaan humanisme. Maka dari itu penulis
membagi tiga bagian, diantaranya adalah Humanisme Klasik, Humanisme Zaman
Renaisans, Humanisme Abad Modern.
. Humanisme Masa Klasik
Humanisme pada masa ini adalah humanisme yang muncul dari Yunani,
yang pada saat itu bermunculan pula para pemikir-pemikir seperti Sokrates, Plato,
Aristoteles. Di dalam peradaban Yunani Kuno yang menjadi sumber pokok
konsep humanisme adalah perkembangan pemikiran filsafat dari persoalan alam
(kosmologis) menuju pembicaraan soal-soal manusia (antropologis) dan konsep
“Paideia”6 sebagai system pendidikan Yunani Kuno yang menjadi awal dari
kesadaran intelektual manusia dan menjadi perenungan eksistensi manusia dalam
bentuk daya nalarnya dan mengolah bakat-bakat kodrati manusia dan bangsa
Romawi Kuno dengan gagasannya tentang manusia sebagai animal rationale
dipandang sebagai peletak dasar humanisme universal.7
. Humanisme Zaman Renaisans
Pada abad adalah zaman yang dikenal sebagai zaman krisis abad
pertengahan dan berlangsung hingga abad ke . Pada abad ke ini dikuasai
oleh sebuah gerakan yang bernama Renaisans. Arti kata Renaisans adalah
kelahiran kembali, secara historis renaisans adalah suatu gerakan yang meliputi
suatu zaman yang dimana orang kala itu merasa dirinya telah dilahirkan kembali
dalam keadaban. Zaman ini dapat dikatakan bahwa orang pada saat itu merujuk
kembali kepada keindahan sumber-sumber murni yang dihasilkan oleh
6Joel L. Kraemer, Renaisans Islam Kebangkitan Intelektual dan Budaya Pada Abad
Pertengahan (Bandung: Mizan, ), h. .
7Joel L. Kraimer, Renaisans Islam Kebangkitan, h. .
pengetahuan sehingga dapat menghasilkan keindahan. Gerakan ini dimulai pada
pembaharuan di bidang kerohanian, kemasyarakatan dan kegerajaan yang telah
dimulai pada pertengahan abad ke di Italia, pergerakan ini dilakukan oleh para
orang humanis Italia.8
Tujuan pertama gerakan para humanis Italia adalah merealisasikan
kesempurnaan pandangan hidup Kristiani, yang dilaksanakannya dengan
mengaitkan hikmat Kuno (klasik) dengan wahyu, dan dengan memberikan
kepastian kepada Gereja, bahwa sifat-sifat pikiran klasik itu tidak dapat binasa,
dengan memanfaatkan kebudayaan klasik mereka bermaksud untuk
mempersatukan kembali Gereja-Gereja yang telah dipecah-pecah oleh banyak
madzhab dan petinggi-petinggi Gereja.9
Situasi sebelum era renaissans begitu buruk sehingga para elit Gereja yang
mengumbar ajaran-ajaran keagamaan justru tak segan-segan melakukan
malpraktek tirani, ketidakadilan, dan glamorisme serta menjadikan agama sebagai
media untuk meraih kekuasaan dan kedudukan duniawi. Bahkan, orang-orang
yang saat itu mendapatkan kekuasaan harus menjalin relasi dengan mereka, serta
harus harus tunduk kepada kebesaran dan keagungan kedudukan mereka. Para
elit Gereja beranggapan bahwa seakan-akan ia menjadi raja-raja untuk langit dan
bumi. Pintu masuk surga dianggap tertutup bagi rakyat yang tidak tunduk pada
mereka, dan bahkan rakyat yang tidak tunduk juga diasingkan dari jabatan-jabatan
8Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta :kanisius, ), h. .
9Aisyah, Humanisme dan Renaissance Dalam Pandangan Filsafat, h. .
duniawi. Tak cukup dengan mengaku sebagai pengampun dosa, para penguasa di
Gereja juga mengaku bahwa penjualan tanah surga ada di tangan mereka.10
Ciri pada masa renaissans ini adalah kemanusian sebagai antitesis dari
ketuhanan. Pada zaman ini pula sering disebut humanisme kritis terhadap otoritas
Gereja yang memberngus kemanusiaan. Bisa dikatakan kritis adalah karena
persekutuan antara agama dan negara, seiring dengan perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan modern. Kaum humanis ditandai oleh pendekatan rasional
terhadap manusia, yang tidak terburu-buru melakukan hubungan singkat dengan
hubungan wahyu Ilahi, tetapi lebih dahulu lewat penelitian cermat atas ciri-ciri
keduniawian dan alamiah manusia. Upaya yang dilakukan adalah dengan memulai
perdamaian antara filsafat dan khususnya Aristoteles dan Plato dengan kitab suci,
kesastraan Yunani Kuno dan ajaran-ajaran wahyu.11
Pada zaman humanisme renaissans lebih dikenal karena penekaannya pada
individualisme yang dikenal dengan Humanisme Individualisme yaitu gerakan
kemanusiaan yang menganggap manusia sebagai pribadi perlu diperhatikan,
karena manusia merupakan makhluk individu-individu unik yang bebas untuk
berbuat sesuatu dan menganut keyakinan tertentu.12
Setelah humanisme individualis kini diteruskan oleh Humanisme Naturalis
Renaissance ditandai dengan adanya keyakinan bahwa rasioanalitas alamiah
manusia dapat menghasilkan perkembangan peradaban, dan lepas dari penjara dan
dogma agama. Galen ( - ), orang yang mengembangkan gerakan ini,
10Aisyah, Humanisme dan Renaissans Dalam Pandangan Filsafat, h. .
11
Syaiful Arif, Humanisme Wahid Pergumulan Islam dan Kebudayaan (Yogyakarta: Ar-
Ruzz, ), h. .
12
Syaiful Arif, Humanisme Wahid Pergumulan Islam dan Kebudayaan, h. .
bertolak dari karya-karya filsafat Aristoteles menghasilkan karya-karyanya
mengenai fisiologi. Pemikir lain yang melakukan eksplorasi empirik dan
mendukung gerakan ini adalah Francis Bacon ( - ). Timothy Bright, dan
Burton. Mereka sepakat bahwa jiwa dan badan manusia saling berelasi dengan
erat dan merupakan sebuah kesatuan.
. Humanisme Abad Modern
Pada abad ke pemikir renaissans telah mencapai penyempurnaan diri
beberapa tokoh besar. Pada abad ini tercapailah kedewasaan pemikiran. Abad ini
dipandang sebagai sumber pengetahuan hanya apa yang secara alamiah dapat
dipakai manusia yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiris), padahal orang
cenderung untuk memberikan tekanan kepada salah satu dari keduanya itu, maka
pada abad ini timbul dua aliran yang saling bertentangan, yaitu aliran rasionalisme
dan empirisme.13
Para era modern ini selain dua aliran tersebut diatas, juga akan
diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut berperan mengisi lembaran
filsafat modern, yaitu idealisme, materialisme, positivisme, fenomenologi,
eksistensialisme, dan pragmatisme.14
Para humanis modern menekankan bahwa pengetahuan tidak berasal dari
kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari penguasa, tetapi dari diri sendiri.
Sebenarnya era modern tidak jauh beda dengan masa renaissans, yaitu kembali
menginterpretasikannya. Akan tetapi, yang menjadi perbedaannya adalah caranya
yaitu tidak melepaskan sumber yang berasal dari kitab suci dan Firman Tuhan,
13Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat , h. .
14
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat , h. .
sedangkan era modern malah melepaskan sumbernya, mereka mendahulukan akal,
karena akal manusia dianggap mampu memberikan sumber kebenaran. Maka dari
itu, di era ini menjadi cikal bakal munculnya sekelompok atheis.15
Pada abad ke dinamakan Neo-Humanisme, ketika para seniman, filosof
dan kaum intelektual, berpaling kembali ke zaman klasik Yunani dan Romawi.
Cita-cita humanisme dilihat dalam gagasan Yunani Kuno tentang pembentukan
manusia yang selaras badan dan jiwanya. Pada abad ini, mereka yang
meragukan eksistensi Tuhan, tidak menyebut diri mereka “atheis”, banyak
diantara mereka menyebut diri dengan kata “Deis”16
yang bearti bahwa mereka
percaya akan sesuatu pengada tertinggi yang tidak dikenal (dan mungkin
impersonal). Paine mengatakan “Merupakan tugas manusia untuk memperoleh
semua pengetahuan yang ia mampu dan memanfaatkannya sebaik-baiknya.17
Begitu pula pada abad ke humanisme tidak lagi menjadi pergulatan
antara agama dan manusia, Tuhan dan manusia. Tapi berubah naik ke pentas
sosial politik yang diarahkan untuk memantapkan lembaga-lembaga hukum dan
politik sesuai dengan cita-cita martabat manusia, di mana paham hak-hak asasi
manusia sudah masuk di panggung etika politik modern.18
Kemudian akhir modern abad ke , paham humanisme telah lepas dari
kajiannya dengan kebudayaan Eropa, khususnya Yunani dan Romawi Kuno.
15Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat , h. .
16
Deis yang paling terkenal adalah Thomas Paine ( - ), Ia menulis tiga buku yang
paling penting:Commonsense, yang punya andil dalam perang kemerdekaan Amerika; The Right
of Man, pembelaan terhadap Revolusi Prancis; dan The Age of Reason, kritik keras terhadap kitab
suci.
17
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen (Jakarta: PT. Gunung Mulia, Cet. Ke- , ), h. .
18
Viviana, “Konsep Humanisme Dalam Agama Konghucu ,” (Skripsi S Fakuktas
Ushuluddin Universitas Islam Negri Jakarta, ), h. .
Pada abad ini, humanisme menjadi cita-cita transtruktur dan universal yang
menyangkut sikap-sikap dan mutu etis lembaga-lembaga politik yang menjamin
martabat manusia. Pada abad ini pula sudah menjadi puncak ilmu pengetahuan,
bermacam-macam aliran yang berdiri sendiri dan yang terdapat di bermacam
negara, masing-masing sudah menyebarkan pengaruh kedalam masyarakat
sekitarnya.19
B. Humanisme dalam Teologi Pembebasan
Humanisme adalah sebuah gerakan yang lahir dari ketidakadilan dan
ketertindasan rakyat lemah, dan seperti yang sudah dijabarkan oleh penulis di
halaman sebelumnya, di dalam humanis juga muncul sebuah Gerakan yang
dinamakan Teologi Pembebasan, pada awalnya muncul di Eropa abad kedua
puluh dan menjadi studi penting bagi agama-agama untuk melihat peran agama
untuk membebaskan manusia dari ancaman globalisasi dan menghindarkan
manusia dari berbagai macam dosa sosial, serta menawarkan paradigma untuk
memperbaiki sistem sosial bagi manusia yang telah dirusak oleh berbagai sistem
dan ideologi dari perbuatan manusia sendiri. Perkembangan Teologi Pembebasan
di Eropa lebih pada pemikiran. Sedangkan di Amerika Latin dan Asia pada
pemikiran ke gerakan untuk .melawan hegemoni kekuasaan yang otoriter.
Teologi pembebasan di Amerika Latin merupakan bagian dari, .gerakan para
agamawan melawan hegemoni kekuasaan negara totaliter.20
19Muamar MS, “Humanisme dalam Pandangan Abdurrahman Wahid dan Mahatma
Gandhi,” (Skripsi S Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta, ), h. . 20
Muamar MS, “Humanisme dalam Pandangan Abdurrahman Wahid dan Mahatma
Gandhi,” (Skripsi S Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta, ), h. .
Istilah Teologi (theology) diambil dari khazanah dan tradisi skolatik
Kristen. Secara epistimologi, teologi berasal dari kata Theos yang artinya “Tuhan”
dan Logos yang diartikan sebagai “Ilmu”. Jadi teologi berarti “Ilmu tentang
Tuhan” atau “Ilmu Ketuhanan” atau ilmu yang membicarakan tentang zat Tuhan
dari segala seginya dan hubungannya dengan alam. Dalam kamus New English
Dictionary istilah teologi diartikan sebagai “Ilmu yang membicarakan hubungan
Tuhan dan Manusia” (the science which treats of the fact and phenomena of
religion, and the relation between God and Human).
Sedangkan istilah pembebasan merupakan istilah Kas Amerika Latin yang
muncul baru pada Dokumen Medellin ( ) sebagai reaksi terhadap istilah
“Pembangunan” (Development) yang hidup subur di Amerika Latin maupun di
bagian bumi lainnya. Menurut Guiterrez, istilah “Pembangunan” hanyalah sebuah
“Institutionalized Violence” (kekerasan yang menginjak si miskin yang telah
menjadi lembaga), karena pembangunan tidak lebih dari sebuah misi sistem
ekonomi politik liberal kapitalis yang menindas si miskin. Lebih jauh dikatakan
bahwa pembangunan merupakan istilah yang sudah menjadi milik kaum penindas
dan penguasa untuk membenarkan praktek penidasannya. Karena itu, istilah yang
cocok untuk rakyat adalah “pembebasan”.21
Secara keseluruhan, Guitterez, merumuskan teologi pembebasan sebagai
“Refleksi Kritis atas Praksis Kristiani dalam terang Sabda”. Sedangkan tokoh lain
misalnya Hugo Assman dalam bahasa lebih sederhana mengatakan, bahwa teologi
21
G. Guitterez, A Theology of Liberation ( New York: Orbis Book, ), h. .
pembebasan adalah “refleksi kritis atas proses sejarah pembebasan dalam arti
iman yang muncul dari tindakan”.22
Oleh karena itu teologi harus menjadi kritis ketika berhadapan dengan
masyarakat maupun terhadap instituisi keagamaan. Ia harus menjadi pembebas
bagi kedua institusi sosial itu dari berbagai macam ideologi, keberhalaan dan
alienasi. Sehingga teologi itu sendiri pada akhirnya akan memberikan orientasi
dan inspirasi bagi aksi tindakan selanjutnya. Inilah yang disebut keberimaan
dalam praksis sejarah, kebenaran yang transformatif. Dan setiap tindakan kita
harus disertai dengan refleksi untuk memberi orientasi masa depan yang diyakini
dan diharapkan dan koherensi agar ia tidak jatuh pada aktivisme.
Teologi menurut Guitterez bukan hanya kebijaksanaan, bukan pula
pengetahuan rasional, melainkan refleksi kritis atas praksis yang diterangi oleh
sabda Injil.23
Menurutnya, motivasi berteologi pembebasan bukan untuk
menciptakan ideologi yang membenarkan sesuatu status quo, bukan pula sebagai
obat penenang pada saat iman mendapat tantangan dari sekularisme dan
konsumerisme.
Dengan demikian, teologi pembebasan Gustavo Gutierrez dapat dikatakan
bukan hanya bersifat Orthodoxy (memantapkan ajaran) dan bukan hanya
Orthopraxis (menurut dijalankan dalam tindakan mendunia dan menuju Allah),
tetapi bersifat Heteropraxis yakni orthodoxy sejauh bersumber pada orthopraxis
22Samsul Basri, Kemiskinan Prespektif Teologi Pembebasan Gustavo Guitterez ,“
(Skripsi S Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negri Jakarta, ), h. .
23
G. Guitterez, A Theology of Liberation, h. .
(rumusan ajaran sejauh berpangkal dari pengalaman konkret dan kembali secara
baru pada tindakan yang dituntut oleh rumusan ajaran tersebut).24
Analisa pembebasan pada umumnya, menggunakan metode analisa sejarah
perjuangan kelas yang dimulai dengan praksis untuk mengubah basis hubungan
sosial ekonomi. Sehingga Teologi pembebasan merupakan refleksi bersama suatu
komunitas terhadap suatu pergerakan sosial dan juga pemikiran teologi
pembebasan bermula dari Hermeneutika Alkitab, setelah menafsirkan pesan-pesan
dalam Alkitab berdasarkan tindakan Yesus yang membela dan menolong orang-
orang lemah, sakit dan tertindas.
Sikap humanisme kepada sesama manusia di dalam teologi pembebasan
jelas sangat berhubungan adanya humanisme, sebelumnya sudah tercetuskan
adanya teologi pembebasan yang sama-sama memperjuangkan kaum terindas
untuk memerdekakan sesama umat manusia.
C. Ajaran Humanisme dalam Agama Katolik
Di dalam agama Kristen, mengajarkan tentang “Cinta Kasih” yang membuat
tertekuk hati untuk senantiasa memuliakan manusia di atas segalanya. Umat
Kristen dengan ajaran Kristologi yang menafsirkan bahwa Kristus (Tuhan) adalah
seseorang yang hadir dalam situasi karut marut dan membawa pembebasan bagi
rakyat kecil dan tertindas. Dari dasar inilah, maka orang Kristen mengikuti
teladan Yesus dan menentang ketidakadilan. Mereka mendapat tugas untuk
meneruskan perjuangan Tuhan yang disembahnya.
24F. Wahono Nitiprawira, Teologi Pembebasan, Sejarah, Metode, Praksis dan Isinya
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, ), h. .
Gereja Katolik menyadari betapa unsur-unsur kemanusiaan lewat budaya
dan bahasa manusia yang manusiawi juga; jadi tidak bersifat abadi tetapi nisbi,
kendati Wahyu Illahi adalah abadi. Gereja Katolik Roma tampak begitu
menggeluti dinamika perkembangan yang sebagian besar datang dari pengalaman
suka dukanya selama hampir tahun. Dalam perjalanannya yang sepanajng
itu, Gereja Katolik telah mengalami pahit-getir banyak sekali, dan semua hal-hal
yang tidak mng-enakan untuk dirasakan dan dialami, lewat peristiwa historis di
masa lampau. Sampai di akhir abad ke- gereja Katolik sangat serius memawas
diri, lewat peristiwa muktamar Agung para uskup dan pemimpin tarekat maupun
kaum awam dari seluruh penjuru dunia di lima benua, yang disebut Konsili
Vatikan II, yang terselenggara dari oktober sampai dengan penutupannya
Desember sesudah memakan persiapan intensif dan melelahkan selama
tahun sejak didekritkan pada hari januari oleh Paus Yohannes XXIII.25
Konsili Vatikan II ini sangat revolusioner. Maka dimulailah fase historis
baru yang berkembang: dari Gereja sebagai Raja Hakim Agung ke arah Gereja
sebagai saudara dan sahabat yang merangkul umatnya sendiri dan umat-umat
beragama lain, serta dunia seumumnya. Bukan lagi sebagai Ratu Penguasa
Imperial, akan tetapi sebagai Ibu Pembawa Damai dan Kasih Sayang.26
Oleh karena itu perubahan kebijakan Gereja Katolik Roma sesudah Perang
Dunia II yang mengakhiri era kolonial imperial Barat sangat ditandai oleh sikap
25
Santo Paus Yohanes XXIII, nama lahir Angelo Giuseppe Roncali (lahir di Sotto il Monte,
Italia, november -meninggal di Istana Apostolik, Vatikan, juni ). Ia sering disebut
“Paus Yohannes yang Baik” dan juga dihargai oleh orang Anglikan dan Protestan berkat jasanya
untuk menyatukan gereja yang pecah. Termasuk menghimpun konsili Vatikan II yang
menghasilkan reformasi atas doktrin-doktrin Gereja Katolik dan ditingkatkannya rekonsili antar
umat beragama. 26
Spiritualitas baru: Agama an aspirasi rakyat, oleh Y.B Mangunwijaya, h. .
merangkul semua agama dan kepercayaan, bahkan merangkul kaum Ateis dan
Marxis juga, Gereja ingin melihat mereka lebih sebagai manusia yang juga harus
disayangi dan diajak berdialog. Semua punya tujuan sama, semua agama dan
kepercayaan, yaitu menuju keselamatan. Dan mencari Tuhan Yang Maha Agung
sekaligus Maha Hadir di dalam diri kita yang paling intim, merindukan dunia
yang berkeadilan sosial; kehidupan antar manusia dan bangsa yang tidak saling
membunuh dan menjegal tetapi saling menolong dalam sikap saling memahami,
menghargai dan berbelas-kasih; yang ingin kuat dalam penegakan nilai-nilai
moral.
Murid Yesus, yang sangat ditekankan untuk memihak dan mengutamakan
kaum miskin (Preferential option for the poor).27
Para Bapa konsili tidak lupa
mengajak, agar kebudayaan manusia dikembangkan secara benar. Jangan sampai
kemajuan pembangunan mengarah ke dehumanisasi, ketidakmanusiawian dari
budaya. Terdapat garis merah yang berjalan dalam semua dokumen dan harapan
Bapa Konsili itu ialah:
“Manusia, citra Tuhan, bukanlah obyek, melainkan subyek dengan
harkat mrtabatnya yang harus diakui, dihormati, dilindungi, terutama
dalam proses perkembangannya menjadi manusia yang semakin
manusia, selaku pribadi utuh yang kuat di dalam komunitas
kebersamaan sosial”.
Pendek kata, semuanya itu diungkapkan dalam kerangka komunikasi
kegembalaan, bagaimana Kerajaan Allah dapat diamankan dan dikembangkan,
sedangkan kekuasaan-kekuasaan anti-Kerajaan Allah itu dikalahkan. Oleh karena
itu konsekuen Gereja juga konsili mengatakan:
27
Spiritualitas baru: Agama an aspirasi rakyat, oleh Y.B Mangunwijaya, h. .
“Konsekuen Gereja menolak setiap diskriminasi terhadap manusia
atau penindasan yang dilakukan berdasarkan suku-suku bangsa, warna
kulit, keadaan hidupnya atau agamanya, sebagai sesuatu yang asing
bagi semangat Kristus. Maka sesuai dengan itu tadi Konsili Suci yang
mengikuti jejak Rasul-rasul Kudus Petrus dan Paulus, memohon
dengan kepercayaan kepada kaum Kristiani,„agar menjaga pergaulan
yang berkawan baik diantara para bangsa‟ ( Petr ) dan bila
mungkin, sesuai kehendak mereka, hidup dalam damai dengan semua
orang, sehingga mereka benar-benar menjadi putera-puteri Sang Bapa
yang ada di Surga”.
Maka senafas dengan semua itu Konsili Vatikan ke- menyatakan:
“Maka Gereja mendesak kepada para putera-puterinya untuk arif dan
penuh kasih, lewat dialog dan kerjasama, untuk bersaudara dengan
umat-umat dari agama-agama lain, dan dalam kesaksian iman dan
kehidupan Kristiani mengakui, melestarikan, dan memekarkan
kebaikan-kebaikan spiritual dan moral yang telah terdapat dalam
umat-umat itu, demikian juga nilai-nilai dalam masyarakat dan budaya
mereka”. Roma, oktober
Hubungan manusia dengan Allah Yang Bapa dan hubungannya dengan
manusia saudaranya terjalin begitu erat sehingga Kitab Suci bersabda “Dia yang
tidak mengasihi tidak mengenal Allah” ( Yo ). Maka28
tenggelamlah dasar
segala teori dan praktek yang membeda-bedakan manusia dengan manusia,
bangsa dengan bangsa, sejauh menyangkut martabat manusia dan hak-haknya
yang mengalir darinya.
Sekali lagi pelaksanaann semua itu memerlukan proses dan waktu. Namun
benih telah ditabur, tinggal memupuknya agar bertunas cepat dan memekar
berbunga dan berbuah.29
28
Spiritualitas Baru : Agama dan Aspirasi Rakyat, oleh Y.B Mangunwijaya h. . 29
Spiritualitas Baru: Agama dan Aspirasi Rakyat, oleh Y.B Mangunwijaya, h. .
D. Humanisme dalam Pandangan Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
Romo Mangun selalu mementingkan kepentingan umat yang membutuhkan,
selalu berusaha membantu masyarakat kecil yang tertindas, seperti banyak
pembelaannya yang dilakukan di Yogyakarta seperti di Kali Code, Gedung Ombo,
pembangunannya di SD Mangunan yang sangat banyak membantu dalam hal
kemanusiaan.
Humanisme, sebuah gerakan yang didalamnya bertujuan untuk
menyadarkan manusia bahwa pentingnya membangun sesama manusia, tidak ada
lagi penindasan kepada kaum bawah (miskin), dari semua yang penulis baca dari
buku-buku yang berhubungan dengan Romo Mangun, didalamnya jelas
menggambarkan bahwa Romo Mangun sangat berjiwa kemanusiaan tindakan-
tindakan yang beliau lakukan tidak lepas dari hal ingin membantu umat manusia,
agar negara terlebihnya Indonesia yang terkenal dengan sifat nasionalis dan
demokratis benar-benar terlaksana tujuannya.
Didalam tulisan dan karya-karyanya beliau sangat jelas menuliskan sikap
tentang kemanusiaan, membantu kaum bawah, dari pengertian humanisme yang
mana, humanisme bertujuan untuk menebarkan manfaat dan membantu kaum
lemah yang tertinggal dan tertindas. Humanisme juga bukan hanya sekedar
kalimat yang biasa tetapi makna humanisme itu sendiri yang harus kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari kita.
Beberapa tulisan beliau yang berbentuk essai kemudian dikumpulkan
menjadi sebuah buku yang berjudul politik hati nurani, banyak sekali menjelaskan
bagaimana pandangan beliau terhadap humanisme.
Romo Mangun menyebutkan humanisme itu, kita harus menghormati
martabat manusia lain seutuhnya. Jadi termasuk juga rahasia atau misteri pribadi
yang ada pada setiap manusia. Misteri disini tidak dalam cerita detektif, atau
rahasia senjata sandi militer. Lebih dari itu : misteri dalam arti kesucian, sesuatu
yang mulia, amat mendalam dan berharga, sehingga jangan dilempar, dijamah
sembarangan. Signifikan penuh makna ialah kata dalam bahasa Jawa wadi
(rahasia) untukorgan kelamin manusia yang sepantasnya ditutupi, dilindungi tirai
penghormatan.30
Segala yang suci dan sangat berharga tidak dipamerkan di tepi jalan pasar.
Wadi, rahasia suci dilindungi karena dihormati. Justru karena itulah manusia
berpakaian, karena martabat. Busana manusia pada instansi terkahir menunjukkan
kehormatan serta martabat manusia. Oleh karena itu manusia yang beradab dan
menghormati orang lain tidak telanjang dalam arti fisik harfiah maupun kiasan
rohani.
Manusia hanya telanjang bulat total di hadapan Allah Yang Maha Tahu
segala-galanya tentang diri manusia sampai pada serat paling halus dari hati-
nubarinya. Hanya di hadapan Tuhan dan di hadapan manusia yang penuh kita
percayai (suami, istri, dokter, bidan) manusia menelanjangi diri tanpa turun
derajat. Sebaliknya, manusia terpercaya tersebut (suami, istri, orangtua, dokter,
bidan, psikiater, rohaniawan, sahaat intim) membawa kewajiban berat untuk
merhasiakan wadi (harfiah fisik maupun dalam arti kiasan, psikologis dan moral)
yang dipercayakan kepadanya. Tanpa penghormatan serta jaminan rahasia
30
Y.B Mangunwijaya, oleh Ignatius Haryanto, Politik Hati Nurani (Jakarta: Grafiasri
Mukti, ), Cet ke- , h. .
jabatan dalam segala bentuk maupun profesi, maka bangsa, negara dan
masyarakat menjadi hewani. Bahkan melorot lebih rendah daripada binatang,
karena hewan pun relative berbusana.
Maka spontan alamiah, berdasarkan etika pergaulan sehat manusiawi,
siapapun termasuk aparat pemerintah tidak sepantasnya memaksa seseorang untuk
menghianati rahasia ayah, ibu, istri, anak, kakak, adik, sahabat karib mereka.
Apalagi kaum professional yang memang bertugas menyimpan rahasia jabatan.31
Masyarakat yang sehat membutuhkan manusia-manusia yang dapat kita
percayai isi hati atau rahasia pribadi. Penasehat dan pelindung Setia amat
diperlukan oleh jutaan manusia dalam kesesakan dan penderitaan. Meskipun
penderitaan itu boleh jadi buah kesalahannya sendiri, namun manusia memerlukan
tempat suaka di mana rahasia yang dipercayakan oleh manusia yang satu kepada
yang lain dapat terlindung. Demikianlah kehidupan antar manusia dapat sehat dan
beradab, karena warga masyarakat tidak tersengat panas terus-menerus karena
tiadanya oase keutuhan serta ketertraman hati, meski tidak sempurna. Masyarakat
dan negara tanpa penghormatan kepada rahasia akan ambrol dari dalam maupun
luar.
Dalam bidang pendidikan, situasi tersebut mengakibatkan generasi muda,
khusunya peserta didik, tidak mendapatkan tanah tumbuh dan iklim masyarakat
tidak mendapatkan tanah tumbuh dan iklim kesempatan untuk berkembang
31
A. Ferry T. Indratno, “Pedagogi Humanisme Mangunwijaya” dalam A. Supratiknya, dkk.,
Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, ),
h. .
menjadi semakin cerdas dan manusiawi. Seluruh iklim masyarakat tidak
menguntungkan untuk menjadi manusia cerdas berkarakter tinggi.32
Romo mangun menolak sistem pendidikan yang membuat anak menjadi
seragam karena pendidikan yang menyeragamkan akan mengakibatkan
dehumansime pada diri anak. Pendidikan sejati, dalam arti humanis telah
kehilangan makna dan menyimpang sejak Orde Baru yang sisa-sisanya masih ada
sampai kini. Keprihatinannya terhadap pendidikan dasar di Indonesia, dibarengi
dengan kesediannya terjun membuat perancangan sistem pendidikan dasar
alternative untuk anak-anak miskin lengkap dengan bangunan SD Mangunan,
Berbah, Kalilirto, DI Yogyakarta ( ).33
Romo Mangun menjadi manusia yang humanis juga karena terdorong dari
keluarga tempat beiau dilahirkan dan dibesarkan, diantara kata-kata ayahnya yang
selalu terngiang di telinganya adalah bahwa “hidup ini bukan hanya untuk
mencari nasi dan uang. tetapi harus mencari yang sejati”. Sebuah benih moral
yang ikut mendorong Romo Mangun menjadi Pastor.34
Konsep Pasca-Indonesia dan Pasca Einstein yang dilontarkan Romo
Mangun, dilandasi keprihatinannya bahwa sebagai bangsa kita masih terkukung
oleh paradigma dan kesadaran lama yang egoistik-hierarkik-eksploitatif. Baik
dalam pergaulan antarpribadi maupun dalam kehidupan bersama sebagai bangsa,
32
A. Ferry T. Indratno, “Pedagogi Humanisme Mangunwijaya” dalam A. Supratiknya, dkk.,
Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, ),
h. . 33
A. Ferry T. Indratno, “Pedagogi Humanisme Mangunwijaya” dalam A. Supratiknya, dkk.,
Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya, h. .
34
Willy Pramudya, ”Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya” dalam
Mendidik Manusia Merdeka (Yogyakarta: Dian/Interfedei, ), h. - .
sebagian besar dari kita masih suka berpikir dengan cakrawala yang sempit.
Artinya, masih jauh dari kesadaran hidup bersama yang semakin saling
memekarkan dan mencerdaskan, semakin adil dan damai. Romo Mangun tertarik
untuk menangani pendidikan anak miskin, karena keberpihakannya kepada kaum
miskin tidak dapat dilepaskan dari pilihan hidupnya secara rohaniawan. Alasan
yang menggerakkannya untuk memilih jalan hidup sebagai seorang rohaniawan
adalah pengalaman pribadi sebagai pemuda-remaja-pejuang kemerdekaan yang
tersentuh oleh kata-kata komandannya. Yang menyatakan bahwa : seorang
pejuang bukanlah pahlawan yang harus dielu-elukan melainkan justru perampok
yang perlu ditolong agar bisa kembali hidup normal dan dengan begitu bisa
membalas budi kepada rakyat yang telah melindungi dan menyelamtkan
nyawanya dari incaran moncong senapan musuh. Membalas budi kepada rakyat
jelata menjadi alasan kuat Romo Mangun ketika mengambil keputusan untuk
menjadi seorang pastor dan tokoh humanis.35
Sebagai seorang cendekiawan, keberpihakannya pada kaum miskin tentu
dilandasi oleh sejenis analisis sosial juga. Menurut Romo Mangun, kaum miskin
perlu dibela dan diberdayakan sebab tidak pernah dalam sejarah dunia kaum kaya
dan kuasa secara sukarela mau menyerahkan sebagaian dari kekayaan dan
kekuasaannya kepada yang miskin sehingga tercapai keseimbangan yang adil.
Menurutnya, kemajuan dan emansipasi rakyat hanyalah bisa datang dari rakyat itu
sendiri, namun dalam kebersamaan dengan para terpelajar yang sudah mampu
35
Willy Pramudya, ”Perjalanan Hidup Seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya” dalam
Mendidik Manusia Merdek, h. - .
menidentifikasikan diri secara total dengan rakyat.36
Motivasi dasarnya sebagai
rohaniawan dan seorang beriman tetap tampak dari kesimpulan yang kemudian
dia tarik bahwa dengan begitu “Hidup miskin pun dapat kita hayati sebagai suatu
spiritualitas masa kini yang konkret kontekstual”.
Romo Mangun juga mengajak semua orang untuk hidup sederhana sebagai
wujud dari rasa solider terhadap sesama, seperti yang dikatakannya dalam
wawancara berikut:
“Ya saya kira hidup sederhana itu tidak harus seperti yang saya
kerjakan, ini hanya salah satu dari seribu satu kemungkinan. Tapi
yang menjadi inti permasalahan, saya kira orang itu jangan serakah
dan tidak hanya memburu yang diinginkan karena tidak semua itu
pantas diinginkan. Tetapi kalau bisa ya kita solider lah dengan sesame
manusia lain, terutama yang menderita. Sesuai dengan profesi kita
masing-masing. Jadi saya kita hidup sederhana itu lebih dari pada
bahwa kita tidak tenggelam di dalam keinginan belaka”37
Dalam literatura lain, Romo Mangun juga menuliskan, bagaimana
pentingnya kita memanusiakan manusia:
“Kita berbahasa, melangkah, dan berasitektur, agar kita semakin
menyatakan dan menyempurnakan ada diri kita, semakin manusiawi
dan semakin manusiawi”.
Humanisme bukan hanya sebuah istilah tetapi juga sebuah perilaku,
bagaimana seharusnya kita manusia bisa berperilaku selayaknya sebagai manusia
yang manusiawi, memahami apa artinya menjadi manusia. Dari tulisan penulis di
atas sudah sangat jelas digambarkan, bagaimana Romo Mangun memaknai sebuah
36
Y.B Mangunwijaya, “Paradigma Baru Bagi Pendidikan Rakyat” dalam Y.B.
Mangunwijaya, Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat (Yogyakarta: Kanisius, ), h.
- . 37
A. Ferry T. Indratno, “Pedagogi Humanisme Mangunwijaya” dalam A. Supratiknya, dkk.,
Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, ),
h. .
kehidupan dan tanggung jawabnya untuk membantu sesama umat manusia, dari
ketidakadilan, ketertindasan. Romo Mangun adalah seorang humanis.
Humanisme menuntut pembaruan hidup dan terlebih sikap yang terus-menerus
mau menjadi manusiawi dan menghargai kemanusiaan.
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF BILYARTA MANGUNWIJAYA
A. Refleksi Teologi Terhadap Humanisme Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
Y.B Mangunwijaya adalah seorang humanis religius yang mencurahkan
seluruh hidup dan karyanya untuk memperjuangkan terwujudnya humanisme.
Humanisme tidak pernah selesei diperjuangkan. Humanisme menuntut pembaruan
hidup dan terlebih sikap yang terus menerus mau menjadi manusiawi dan
menghargai kemanusiaan.
Semua agama berdedikasi untuk memuja, memuliakan Yang Maha Agung
yang disembah sebagai Yang Tertinggi, Yang Maha Kuasa. Hanya tradisi murid
Yesuslah yang untuk pertama kali dalam sejarah keagamaan secara serius
memulai suatu arus baru: berpaling kepada manusia, berikhtiar mengangkat
nasibnya, menyembuhkannya dari berbagai derita, sakit, kesewenangannya dalam
banyak dimensi. Semangat Kristiani disamakan dengan semangat
perikemanusiaan, khususnya dan terutama terhadap mereka yang selama ini tidak
dianggap, bahkan dipaksa hidup tanpa martabat dan kemanusiaan.1
Suri tauladan Yesus yang menampakkan diri sebagai Putra Allah yang
memilih lahir dalam pangkauan orang-orang dina, lemah, miskin di Betlehem,
mengungsi ke Mesir akibat kesewenang-wenangan sang penguasa dunia,
kemudiaan merendah di desa kecil, Nasareth. Semua itu mengilhami suatu
1Y.B Mangunwijaya, Pr, Memuliakan Allah Mengangkat Manusia (Yogyakarta: Kanisius,
), h. .
spiritualitas baru yang tidak hanya berunsur pemujaan Yang Maha Besar, namun
juga yang mengarah kepada manusia yang sangat dina bahkan dihinakan oleh
masyarakat umumnya. Hidup public selanjutnya dari Yesus di Galilea, Samaria,
Yudae, ternyata lebih dipersembahkan kepada yang justru dibawah, yang
menderita, yang tergusur dan terbuang. Bahkan akhir hidup Yesus ditandai oleh
cara mati mereka yang benar-benar dibawah sekali. Kematian seperti orang
criminal di antara dua orang penjahat. Oleh karena itu dari akar-akarnyalah tradisi
Kristiani memang selalu korektif dan kritis bahkan sering berkonflik melawan
para penguasa dunia yang cenderung mengeksploitasi manusia bawahan sebagai
alat untuk menguntungkan dan memuliakan diri atasan. Demikianlah dari awal
mula pembelaan kaum kecil yang tidak dimanusiawikan selalu menjadi bagian
yang melekat pada spiritualitas para murid Yesus. Kristianitas tidak bermimpi,
tetapi real menangani dunia.
Penghargaan kepada harkat martabat manusia tidak hanya datang dari tradisi
para murid Yesus, tetapi datang juga dari pikiran-pikiran Yunani lewat gerakan
Renaissans dan Humanisme. Tentulah dalam fase-fase perkembangan historis
kesadaran dan pelaksanaan konsekuen dari panggilan perikemanusiaan itu masih
harus melewati proses belajar yang memerlukan waktu dan eksperimen yang
sering mahal biayanya sebab sebagaiaman umat kristiani adalah juga makhluk
biasa.
Faham kemanusiaan Romo Mangun boleh dikata tidak terlepaskan dari
faham religiusitas. Karena manusia adalah makhluk religius (homo religious),
demikian setiap manusia serta-merta bersifat religius, bahwa ada sifat yang
disebut “Suci” yang berbeda dari sekadar “rasional” dan “baik” dalam arti moral.
Religius di sini tidak harus diartikan sebagai pemeluk agam tertentu, melainkan
adanya kecenderungan dan kesadaran akan yang Illahi, yang mengatasi kekecilan
manusia atau rasa kemakhlukan (creature feeling), atau rasa ketergantungan
(feeling of dependence) pada sesuatu yang lain.
Faham humanisme religious ini juga tampak dalam penghayatan Romo
Mangun sebagai Pastor, yang tidak konvensional. Panggilan imamatnya berakar
dan diinspirasikan oleh daya tarik rakyat yang miskin, dan bukan panggilan
kegerajaan atau keagamaan sebagaimana kebanyakan Pastor, karena terharu pada
partisipasi rakyat dalam perang Gerilya2 , dan ia ingin “membayar utang kepada
rakyat”. Mudah dipahami kalau dedikasinya sebagai pastor juga tidak terbatas
pada pelayanan gerejani, paroki, melainkan pada sosialitas umum, pembelaan
kaum miskin, hal ini disetujui oleh Uskup sebagai atasannya. Lebih lanjut
religiositas yang melebar ini ia tunjukkan dalam keinginannya untuk bekerja sama
dengan agama lain. Dalam Gereja Doaspora (salah satu buku ciptaan Romo
Mangun), Romo Mangun dengan jelas mengidealkan Gereja sebagai:
“Jaringan titik-titik simpul organic….yang berpijak pada realitas
serba heterogen….tidak beranggotakan orang-orang berdasarkan
daerah, tetapi berdasarkan fungsi atau lapangan kerja…Titik-titik
simpul bisa berupa lone rangers seperti gerilya yang
sendirian….namun lincah kemana-mana” 3.
2Perang Gerilya adalah salah satu stategi perang yang dikenal luas, karena banyak
digunakan, selama perang kemerdekaan di Indonesia pada periode -an. Taktik-taktik seperti mengepung secara tidak terlihat.
3Y.B Mangunwijaya, Saya Ingin Membayar utang kepada rakyat, , h. .
Istilah-istilah yang ia gunakanpun memperlihatkan religousitas yang
dinamis dan terbuka, antara lain multisentra, multiconnection, nonformal, glenak-
glenik dan sebagainya.
Iman Kristennya, jabatan imamnya, hanyalah titik tolak, sedang tujuannya
adalah kemanusiaan umum. Maka, baginya agama lain bukan menjadi saingan,
apalagi musuh, melainkan teman kerja, kolega di dalam membangun
kemanusiaan, khususnya dalam melayani rakyat yang miskin. Hal ini tampak
misalnya dalam aksinya membela masyarakat Kali Code atau korban Waduk
Kedungombo. Dalam arti inilah humanisme regius Mangunwijaya secara vocal
memberikan sumbangannya dalam dua arah, sebab ia berani menyatakan kritiknya
pada pemerintah, ketika pemerintah berkesan otoritas, semena-mena dalam
keputusan yang berkaitan dengan nasib rakyat.4
Romo Mangun tidak memberikan uraian komprehensif tentang visi
humanisme religius, ia tidak memaparkan secara khusus atau memberikan
rumusan tentang visinya itu, tetapi hal itu dengan mudah bisa kita tangkap dari
penghayatan hidupnya dan dari karangan-karangannya.
Romo Mangun menganut dalam Kitab Suci, “Yesus adalah jalan, kebenaran
dan hidup”. Fakta keberagamaan menuntut gereja terbuka dan menyatakan bahwa
diluar gereja pun Roh Kudus hadir dan membawa keselamatan. Yang menarik
adalah usaha Romo Mangun yang melihat realitas hidup, kepekaan akan mereka
yang tersingkirkan. Sungguh menarik bahwa realitas itu dihubungkan lebih dalam,
mengarah ke Yang Maha Tinggi. Menjunjung tinggi kebenaran dengan berjalan
4A. Sudiarja, Humanisme Y.B Mangunwijaya (Jakarta: Kompas Media Nusantara: ),
h. .
atau berusaha bersama dengan mereka yang mengalami ketidakadilan, pada jalan,
kebenaran dan hidup Kristus. Hal ini menarik karena kita berteologi tidak terlepas
dari pengalaman kongkrit kita sendiri dan ditengah-tengah masyarakat.
Memperjuangkan kebenaran dan memberi harapan yang jelas akan kerinduan
masyarakat.
B. Kelebihan dan Kelemahan Konsep Romo Mangunwijaya
Romo Mangun tidak pernah menyebutkan bahwa setiap ajaran yang beliau
ajarkan memiliki sebuah Konsep yang pasti, banyak yang mengatakan beliau
adalah pengikut Teologi Pembebasan, tetapi menurut beliau lebih tepat dikatakan
bukan Teologi Pembebasan akan tetapi Teologi Pemerdekaan. Untuknya, teologi
adalah “Refleksi ilmiah atau paling tidak rasional, tentang apa yang dihayati orang
beriman.” Teologi adalah pertanggungjawaban daya pikir, rasio, namun untuk
masuk surga bahagia abadi di hadirat Tuhan, tak diperlukan teologi. Akan tetapi,
ia bukti penghayatan iman dalam sikap serta amal karya.5
Mengapa Romo Mangun lebih suka menggunakan istilah Pemerdekaan,
karena ia melihat hakikat kemanusiaan adalah hakikat pemerdekaan diri manusia
atas belenggu-belenggu dari dalam maupun luar dirinya. Pendidikan dimaknainya
sebagai upaya pemerdekaan manusia.
Pemerdekaan Mangun dipengaruhi oleh prinsip hidupnya, yang dikenal
dengan “tribina” yakni bina manusia , bina usaha, dan bina lingkungan. Prinsip
itulah yang mendorong dirinya untuk selalu komitment total. Selalu melakukan
5Y.B. Priyanahandi dan Tim, Y.B. Mangunwijaya Pejuang Kemanusiaan, (Yogyakarta:
Kanisius, ), h.
usaha pembebasan dan pemerdekaan jiwa individu dari penindasan oleh yang kuat
terhadap yang lemah, dalam segala bentuk, melalui proses penyadaran terlebih
dalam proses penyadaran Romo Mangun menggunakan media Pendidikan.
Penyadaran adalah hal pertama yang harus dilakukan untuk membuka tabir-tabir
keterasingan dan penindasan yang menyelimuti manusia. Kesadaran sosial dalam
proses pemerdekaan manusia begitu penting, karena hanya kesadaran dan
mentalitas yang tercerahkan, jernih dalam melihat realitas dan wawasan
kemanusiaan yang baru, yang menentukan terjadinya transformasi sosial. Dengan
kesadaran kemanusiaan yang luhur manusia akan menjadi penentu atas
terciptanya struktur hidup yang harmonis.
Konsep teologi pemerdekaan yang sangat di perjuangkan beliau tidak ada
hubungannya dengan agama apapun dan manapun, semua murni karena hati
nuraninya. Teologi pemerdekaaan diwujudkannya secara praksis iman demi
memihak kepada mereka yang miskin. Teologi pemerdekaan adalah suatu teori,
bukan ajaran agama, ataua jawaban atas Wahyu, atau sikap iman sebagai
jawaban, tetapi merupakan konsekuensi dari iman dan tafsiran manusiawi
terhadap apa yang dianjurkan agama. Romo Mangun menjelaskan bahwa setiap
orang yang beriman pada dasarnya sudah berteologi juga, meskipun secara
spontan. Amatir, tidak sistematis serta tidak menggunakan hukum-hukum logika
yang sah. Menurut Romo Mangun dari yang penulis baca, setiap manusia
berIman, pada hakekaktnya diajak selalu mengamalkan teologi pemerdekaan.
Sebab, salah satu tujuan agama yang terutama ialah membebaskan umatnya dari
segala belenggu ketidaktahuan, ketidakadilan, kerusuhan, kotoran, kebususkan,
dosa manusia secara pribadi maupun kelompok. Tujuannya tak lain demi
tercapainya keadaan manusia yang merdeka, menuju keselarasan dengan diri
sendiri, dengan sesama, dalam hubungan dengan Tuhan. Jadi, merdeka bukan
dalam arti liberal anarkis, melainkan merdekan secara asli, yaitu merdeka sebagai
makhluk yang dikasihi Tuhan, yang mengasihi manusia yang merdeka secara
sejati.
Pemerdekaan menurut Romo Mangun dapat diwujudkan dengan
mempraktekkan kejujuran, kebenaran, keadilan dan kecintaan, dengan ciri sikap
khas, tanpa kekerasan. Romo Mangun menegaskan bahwa pemerdekaan pertama-
tama adalah soal praksis. Praksis harus didukung dengan dialog dan proses
meremajakan diri dengan fakta dan data. Dengan demikian, pemerdekaan
menjadi sumbangan hidup nyata manusia yang tertindas dan terbelenggu. Karena
teologi pemerdekaan pun muncul setelah manusia berpraksis atas suatu situasi,
atas suatu pengalaman suka duka konkret dari fakta-fakta ekonomi, sosial, politis
dan sebagainya.
Pro dan kontra akan selalu ditemui disetiap perjalanan hidup dalam sebuah
pilihan, teologi pemerdekaan yang Romo Mangun gagas, ada kelebihan dan
kekurangannya, bahwa sanya teologi pemerdekaan adalah sebuah istilah yang
dipakai untuk memerdekakan umat manusia yang tertindas, penulis mencoba
untuk melihat dari kedua sisi dalam teologi pemerdekaan Romo Mangun,
kelebihan banyak hal yang sudah penulis tulis tentang tujuan adanya teologi
pemerdekaan, memerdekakan umat manusia dari ketertindasan, ketidakadilan,
kebodohan dan juga kemiskinan, tentu teologi ini bertujuan dan bermanfaaat bagi
banyak orang. Sedang dalam kelemahan teologi pemerdekaan ini ialah,
kurangnya keterbukaan tentang konsep dan isi dari teologi pemerdekaan,
perencanaan yang kurang tertulis membuat teologi ini tertelan zaman yang
semakin maju ini, dan banyak hal-hal baru yang bermunculan. Sehingga istilah
teologi pemerdekaan terkenal hanya diwaktu Romo Mangun masih ada dan hanya
beberapa tahun setelah meninggalnya Romo, Sebuah Konsep tetapi kurang
terkonsep secara terstruktur dan rapi sehingga menimbulkan tanda tanya kepada
khalayak yang kurang memahami tentang teologi pemerdekaan.
C. Sumbangsih Pemikiran Yusuf Bilyarta Mangunwijaya Terhadap
Kehidupan Manusia
Sebagai seorang Rohaniawan dan juga pejuang kemanusiaan, Romo
Mangun mempunyai banyak pemikiran untuk Negara Indonesia yang beliau
tinggali. Romo Mangun memaparkan realitas hidup manusia. Realitas yang
ditampilkan yaitu manusia yang hidup di zaman modern, dimana manusia
dihadapkan pada pola pikir ke arah rasio. Pola pikir ini merupakan salah satu ciri
modernitas yang melibatkan pejabat tinggi, karena terlalu mengagungkan rasio,
orang menjadi kurang peka akan perasaan.
Tutur katanya santun, namanya masuk dalam media surat kabar nasional
ketika ia akan mogok makan ketika pemerintah (Kementrian Lingkungan Hidup)
akan menata sungai dan menggusur perkampungan pinggir Kali Code.
Ia memiliki argument bagaimana menata perkampungan tanpa harus
menggusur masyarakat miskin. Ia juga ikut terlibat memperhatikan rakyat yang
menjadi korban penggusuran untuk pembangunan Waduk Kedungombo, Jawa
Tengah. Jiwa nasionalisme cukup tinggi, maklum ia pernah bergabung sebagai
tentara pelajar. Kecintaannya dalam memajukan dunia pendidikan yang
memerdekakan, bisa dilihat ketika memprakasai sekolah dasar eksperimental SD
Mangunan, di daerah kalasan DIY.
Dalam kapasitasnya sebagai seorang Romo ia memang milik umat katolik.
Namun dalam kapasitasnya sebagai pembela wong cilik, ia bukan saja milik orang
katolik tetapi milik semua orang yang terutama masyarakat Kali Code dan yang
pernah merasakan sentuhannya.
Romo Mangun sangat peduli dengan persoalan bangsa dan masyarakat,
khususnya menyangkut kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan. Namun dia
tidak mau terjebak berhenti secara dangkal-sempit pada soal-soal itu apa adanya.
Dia melihat bahwa semua persoalan itu sesungguhnya merupakan bagian dari
proses wajar evolusi permanen alam semesta pada berbagai dimensinya. Menurut
Romo lapisan alam semesta akan membentuk lapisan kesadaran6 persoalan
kemasyarakatan timbul karena sebagai pribadi atau sebagai bangsa kita tertinggal.
Bisa dikatakan seluruh kehadiran dan karya Romo Mangun, mulai dari
sebagai pastor desa, kolumnis-pengarang, dosen-arsitek, pendamping-pembela
kelompok masyarakat miskin-tertindas, dan pengembang sistem pendidikan dasar
alternative di SD Mangunan, pada hakikatnya adalah karya pendidikan dalam arti
luas. Tujuannya, memfasilitasi orang dan masyarakat agar teremansipasi kea rah
menjadi semakin, cerdas, adil dan manusiawi. Ketika mulai terjun mendampingi
6Y.B Mangunwijaya, Pasca-Indonesia Pasca Einstein (Yogyakarta: Kanisius, ),
h. - .
kelompok masyarakat miskin mula-mula di Kampung Terban dan diteruskan ke
Kali Code pada dasawarsa -an. Dan pada akhirnya Romo Mangun sungguh-
sungguh menggeluti pendidikan dalam arti sempit berupa pengembangan
pendidikan dasar formal alternative di SD Mangunan dalam rangka eksperimen
Laboratorium Dinamika Edukasi Dasar, ide besar tentang emansipasi bukan hanya
bagi murid melainkan juga masyarakat bangsa Indonesia bahkan dunia itu kiranya
terus mewarnai penikiran dan karyanya. Dari sini mungkin benar, kurikulum
pendidikan dasar yang dikembangkan Romo Mangun memang bukan sekedar
kurikulum SD dan SLTP formal dalam rangka persiapan untuk melanjutkan ke
jenjang sekolah formal yang lebih tinggi, melainkan juga “pembekalan dasar yang
mutlak perlu bagi murid demi hidup selanjutnya”7. Implementasinya memang
lebih sulit, lebih menuntut kecintaan, kreativitas, dan kerja keras dari guru, serta
memerlukan pengalaman kerja sama yang sinergis dengan pranata-pranata
pendidikan nonformal maupun informal lainnya. Namun kiranya bukan tidak
mungkin.
Bisa dilihat ketika ia meninggal betapa banyak kalangan (tanpa pandang
agama) yang merasa kehilangan. Tahun rumahnya yang artistik di pinggir
Kali Code Yogyakarta oleh para sahabatnya dan masyarakat dijadikan museum
sebagai penghormatannya.
D. Tinjauan Pemikir Muslim Terhadap Gagasan Teologi Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya
7Y.B Mangunwijaya, Impian dari Yogyakarta (Jakarta: Kompas, ), h.xxii,
Romo Bilyarta rohaniawan di agama yang di yakininya, tetapi beliau tidak
pernah membedakan dan berteman serta bersahabat dengan semua orang tanpa
membedakan agama dan status sosial seorang tersebut. Iman Kristennya, dan
jabatan imamnya, hanyalah titik tolak, sedang tujuannya adalah kemanusiaan
umum. Maka, baginya agama lain bukan menjadi saingan, apalagi musuh,
melainkan teman kerja, kolega di dalam membangun kemanusiaan, khususnya
dalam melayani rakyat yang miskin. Seperti yang penulis tulis diatas Romo tidak
mencoba untuk membuat sebuah gagasan teologi karena beliau seorang
Rohaniwan Katolik sehingga banyak yang berpendapat bahwa beliau adalah
pengikut teologi pembebasan, hingga akhirnya yang beliau sampaikan adalah,
semua yang beliau lakukan adalah usaha untuk memerdekakan umat manusia dari
keterpurukan, ketertindasan, yang sering beliau sebut dengan istilah teologi
pemerdekaan.
Bisa dilihat ketika beliau meninggal banyak orang yang ikut ke pemakaman
untuk memberikan penghormatan terakhir. Salah satu sosok yang ikut datang pada
waktu itu adalah Muslim yang mempunyai pemikiran tinggi yang sudah diakui
Indonesia dan menjadi Presiden, ialah B.J. Habibie8, Mereka berdua Bersahabat
sejak sama-sama kuliah di Aachen Jerman dengan jurusan yang berbeda tetapi
satu kampus, hingga pulang ke Indonesia, sampai pada akhirnya B.J. Habibie
menjabat menjadi Presiden dan banyak Surat yang Romo kirimkan kepadanya
mengenai tanah air Indonesia, tentang dunia sosial menengah kebawah, untuk
kemajuan Negara Indonesia yang bisa lebih berdaulat dan menjadi lebih baik.
8A. Malik Fadjar, “Sosok Manusia Yang Mencintai dan Dicintai Sesamanya”, Mengenang
Romo Mangun Surat Bagimu Negri, Frans M. Parera dan T. Jakob Koekeritits (Jakarta: Kompas,
), h.
Dari surat-surat yang ia kirimkan kepada B.J. Habibie tampak sekali
hubungan pribadi almarhum Romo Mangun dengan Pak Habibie dan keluarga.
Mulai sejak kalimat pembuka sampai dengan kalimat penutup, baik yang tersurat
maupun yang tersirat, jelas menggambarkan adanya komunikasi yang instens
antara keduanya, dengan demikian perkenalan dan persahabatan antara keduanya
tidak sekedar karena pernah bermukim di Jerman dan satu almamater, tetapi ada
semacam kesamaan visi dan komitmen dalam upaya-upaya memajukan serta
mengamankan masa depan bangsa dan negaranya.
Pada saat Bapak Habibie dipercaya menjadi Ketua Umum Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia, Romo secara khusus menulis surat untuknya,
selain mengucapkan selamat juga merasa gembira dan bangga, romo juga
menuliskan: “bahwa ada cendekiawan yang tangguh, terpilih dan mau memimpin
organisasi Islam, mudah-mudahan masa depan Indonesia yang majemuk ini maju
dan penuh jiwa, semangat tolerasn dan keterbukaan”.
Beberapa kali, dalam satu wawancaranya, Bapak Presiden ke III BJ. Habibie
mengatakan:
“Saya Mengerti Romo lebih memilih hidup untuk mengabdi kepada
kemanusiaan, karena itu saya datang memberi penghormatan terakhir
serta berdo’a, juga apa yang ditulis dalam surat almarhum tertanggal
Februari yang ditemukan dalam tasnya sesudah meninggal
dunia, dan diberikan kepada saya sudah saya lakukan”.
Ketua Kementrian Agama pada waktu itu, tahun A. Malik Fadjar
walaupun beliau tidak pernah dekat secara pribadi dengan Romo Mangun dan
hanya melihat dari karya-karyanya untuk Indonesia, dalam tulisannya juga
mengatakan:
“Kepergian Romo Mangun mengundang banyak perhatian dan
jenazahnya diantar oleh banyak orang dari segala lapisan. Ini
sekaligus memberi gambaran simbolis tentang sosok manusia yang
mencintai dan dicintai oleh sesamanya9, Sabda Nabi Muhammad
SAW, “Orang yang terbaik adalah yang banyak memberi kebaikan
bagi sesamanya”.
Pemikir Muslim lainnya, yang memiliki pandangan tentang Romo Mangun
ialah Abdurrahman Wahid. Awal bertemunya Abdurrahman Wahid dan Romo
Mangun ketika keduanya menjadi peserta diskusi di Candi Basa, Karangasem,
Bali. Dari perjumpaan di Candi Dasa tersebut timbul rasa saling menghormati
satu dengan yang lain. Di dalam tulisan sebuah buku Abdurrahman Wahid
mengatakan:
”Saya melihat betapa dalamnya rasa cinta kasih Romo Mangun
terhadap manusia. Hal itu tampak dalam sikapnya terhadap mereka
yang nasibnya malang, pendidikannya kurang, dan mereka yang
tingkat ekonominya rendah. Bagi mereka, Romo Mangun adalah
hiburan yang menguatkan hati di kala susah, tetapi juga membawa
harapan kemajuan hidup. Sosok Romo Mangun adalah pribadi yang
mampu memancarkan sinar kasih keimanan dalam kehidupan umat
manusia. Dalam diri Romo Mangun, keimanan tidak sekedar
terbelenggu dalam sekat-sekat ritual agama atau simbol-simbol
semata. Lebih dari itu cinta kasih keimanan Romo Mangun mampu
menembus sekat-sekat formalism dan simbolisme. Dia kasihi dan dia
sentuh setiap manusia dengan ketulusan cinta kasihnya yang terpancar
dari keimanan dan keyakinannnya. Inilah yang menyebabkan Romo
Mangun mampu hadir dalam hati setiap manusia, karena dia telah
menyentuh dan menyapa setiap manusia.”10
Jelas sudah, bahwa yang mencintai Romo Mangun bukan hanya dari
orang-orang Katolik, tetapi juga dari berbagai kalangan umat yang berbeda
agamanya dengannya.
E. Respon Masyarakat Kali Code Terhadap Humanisme Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya
9A. Malik Fadjar, “Sosok Manusia Yang Mencintai dan Dicintai Sesamanya”, Mengenang
Romo Mangun Surat Bagimu Negri, Frans M. Parera dan T. Jakob Koekeritits (Jakarta: Kompas,
), h. . 10A. Malik Fadjar, “Romo yang Bijak”, Mengenang Romo Mangun Surat Bagimu Negri,
Frans M. Parera dan T. Jakob Koekeritits (Jakarta: Kompas, ), h. .
Romo Mangun perhatian pada pendidikan dasar untuk anak-anak, bukan
hanya di dunia pendidikan tetapi Romo juga membantu dan berani berdiri di
depan untuk menolak rencana penggusuran terhadap - keluarga yang
menghuni kawasan kumuh Kali Code. Ia pun rela mogok makan untuk menolak
penggusuran itu. Dengan lantang ia menyuarakan ke pemerintah daerah yang
hendak melakukan penggusuran bahwa masyarakat Kali Code bisa memperbaiki
pemukimannya sendiri asal diberi kesempatan.
Setelah hari itu banyak bantuan yang diberikan Romo kepada para penghuni
kampung Code, yaitu mulai dari mengubah mentalitas membuang sampah
sembarangan di bantaran Kali Code, menjadi di tiadakan, Inisisasi perbaikan tata
pemukiman dan lingkungan Kali Code sehingga hasilnya kawasan itu menjadi
bersih dan tertata, dan bersama temannya Romo Mangun mendirikan Yayasan
Pondhok Rakyat (YPR) merupakan wadah pemberdayaan masyarakat dalam
bidang lingkungan dan pendidikan.
Romo Mangun yang dikenal dengan sebutan Pemberdaya Wong Cilik ini,
sangat peduli dengan kaum bawah, gagasan humanismenya sangat diterima oleh
warga Kali Code, walaupun pada waktunya dulu, orang-orang yang tinggal
didaerah Kali Code belum mengerti arti dari humanisme, tetapi mereka merasakan
effect humanisme yang dibawa oleh Romo, dan warga Kali Code pun banyak
belajar tentang bagaimana manusia pada hakikatnya dalam bertindak, berkata
serta bersosialisasi yang dimana hal tersebut dipaparkan dalam penjelasan dan
pengertian sikap humanisme.
Bagi warga Kali Code, Romo Mangun banyak meninggalkan pelajaran
berharga bagi penghuni sekitar, walaupun Romo Mangun tidak pernah dilahirkan
di daerah tersebut tetapi Romo membantu dengan ikhlas dan tulus untuk
kepentingan warga tersebut, hal yang selalu Romo Mangun tekankan untuk
masyarakat sekitar adalah selalu belajarlah untuk apapun hal yang bisa diambil
pelajaran baiknya dan terapkan hal tersebut untuk kehidupan keluarga sendiri,
sebarkan ke kehidupan warga sekitar.
Penulis sangat merasakan perubahan yang dibawa oleh Romo Mangun di
dalam kehidupan warga Code, pada saat penulis mendatangi kampung Code,
seperti kalimat Romo Mangun yang penulis dengar dari wawancara di daerah
Code kepada salah satu warganya adalah tentang:
“Gagasan yang selalu Romo Mangun ajarkan adalah hidup rukun, bina
warga, gotong royong, disiplin, dan pendidikan adalah hal yang wajib
yang harus diberikan untuk anak-anak. Meskipun para warga Kali
Code tinggal dipinggiran tetapi tidak terpinggirkan dalam hal
keilmuan.11
Praksis lain yang dilakukan Romo Mangun sebagai kepedulian terhadap
mereka yang lemah dan tersingkir ditunjukkan dalam berbagai tulisan. Lewat
tulisan, Romo Mangun memberikan kritik maupun pendapat terhadap sesuatu
yang tidak benar, serta penjernihan dan pembelaan terhadap para korban yang
menjadi kambing hitam suatu masalah.
Romo Mangun terkenal dengan karyanya membela kaum miskin di pinggir
Kali Code Yogyakarta. Romo Mangun melaksanakan karyanya dengan mengetuk
11
Wawancara kepada Pak Slamet, ketua RT di Kampung Code
keprihatianan para relawan untuk membantu, antara lain dengan Lembaga
Bantuan Hukum.
Banyak hal yang sering Romo Mangun lakukan untuk warga Kali Code
waktu itu, dari memberikan pelatihan menjahit, berkebun dan lainnya, supaya
warga Kali Code punya penghasilan karena banyak yang masih buta huruf pada
waktu itu. Membuat rumah di Kali Code Romo Mangun murni pakai uang beliau
sendiri bukan bantuan LSM.12
Romo Mangun sering datang kerumah satu persatu
untuk memperhatikan warga, salah satu yang Romo ajarkan adalah untuk tidak
membuang makanan, karena menurutnya membuang makanan sama saja tidak
bersyukur. Konstruksi lainnya ialah beliau mengajarkan rumah dihadapkan ke kali
karena jika setiap kali kita mengahadapkan diri ke kali dan kali berada dalam
keadaan kotor maka warga yang memandang akan merasa perlu untuk selalu
membersihkan kali, karena kali adalah halaman rumah mereka.
Hal lain yang selalu Romo Mangun tekankan kepada warga Code adalah
tentang Pendidikan, Romo mengatakan:
”Usaha kita ialah mencari sintesis dialektik atau keseimbangan antara
pemberian kemerdekaan kepada anak untuk menentukan sendiri apa
yang ia senangi (lebih tepat: ia perlihatkan) dan disiplin, binaan dan
pengarahan yang sebenarnya juga diharapkan si anak”.
Kepercayaan iman setiap agama selalu berpasangan prinsip kebajikan, amal
sholeh, semangat kemanusiaan, dan kepedulian atas alam. Dari penelitian yang
penulis lakukan di Kampung Code dan wawancara dengan beberapa masyarakat
12
Wawancara Kepada Bapak Candra Salah satu Relawan yang mengabdikan diri di
Kampung Code
yang tinggal di daerah tersebut, salah satunya adalah ketua Rt di Kampung Code
yang bernama Pak Slamet yang beragama Islam jelas menyatakan bahwa:
“Romo Mangun datang ke Kampung Code adalah murni karena
kepentingan ingin membantu rakyat bawah agar tidak tertindas, Romo
Mangun datang di wilayah Kali Code sekitar tahun , Beliau
membantu warga Kampung Code karena melihat rumah-rumah yang
ditempati kurang layak untuk ditempati karena kumuh, dan letaknya di
Pinggiran Kali, Romo datang Murni karena ingin membantu bukan
karena sebagai seorang Rohaniawan yang menyebarkan agamanya
tetapi sebagai manusia biasa yang ingin membantu sesama. Beliau
tidak pernah mengatakan, kamu harus mengikuti ajaranku karena
sudah saya bantu, kalau soal Agama, Romo membebaskan untuk
menganut Agama yang sudah dianut, bahkan di Kali Code sendiri pun
tidak terdapat Gereja tetapi terdapat sebuah Masjid terletak ditengah-
tengah perkampungan masyarakat. Romo selalu menekankan untuk
beribadah sesuai ajaran masig-masing dan jangan sampai
meninggalkan ibadah”.13
Dan salah satu warga yang beragama Kristen bernama Leo Candra juga
menyatakan14
:
“Beliau selalu mendekatkan diri kepada warga sekitaran Kali Code
bukan pendekatan secara Formal, tetapi mendekatkan diri dengan
berbicara kepada setiap warga dengan berkunjung dan berkeliling
sekitar Kampung Code, bukan bearti berbicara soal agama tetapi
berbicara layakanya sesama warga biasa, dan yang selalu ditekankan
oleh Romo adalah urusan Agama itu urusan Individu kalian masing-
masing.”
Gagasan yang selalu Romo ajarkan adalah Hidup Rukun, bina warga,
gotong royong, disiplin, dan Pendidikan adalah hal yang wajib yang harus
diberikan untuk anak-anak. Agar walaupun para warga Kali Code tinggal
pinggiran tetapi tdak terpinggirkan dalam hal keilmuan.
Dari pernyatan beberapa warga diatas jelas menyatakan bahwa Romo
Mangun bersifat pejuang kemanusiaan adalah murni dari hati nuraninya tidak ada
13
Wawancara Pribadi dengan Pak Slamet, ketua RT di Kampung Code pada April 14
Wawancara Pribadi dengan Pak Leo Chandra di Kampung Code pada April
hubungannya dengan ajaran Kristen Protestan seperti Gerakan Evangelis15
dan
walaupun di dalam Katolik, konversi bearti pertobatan, atau dalam tradisi Katolik
biasa diartikan sebagai masuknya orang bukan Katolik ke dalam Gereja Katolik.
Sebelumnya harus diberikan pelajaran yang memadai mengenai pelajaran agama
Katolik dan orang sudah membiasakan diri mengikuti kebiasaan umat Katolik
(Misalnya mengikuti perayaan ekaristi16
setiap hari Minggu). Penerimaan dalam
gereja pada orang-orang yang belum di baptis, maka melalui pembaptisan dan
orang yang bersangkutan mengucapkan syahadat dan penyangkalan pandangan-
pandangan yang bertentangan dengan ajaran gereja.17
Romo Mangun memang beragama Katolik dan berasal dari keluarga Katolik
yang taat, bahkan beliau adalah seorang Pastur, tapi sikap dan sifatnya untuk
kemanusiaan begitu menjunjung tinggi toleransi dan nasionalisme bangsa
Indonesia. Dan bahkan beliau adalah seseorang yang amat di kagumi oleh banyak
orang, tetapi beliau tidak memaksa siapapun untuk mengikuti ajarannya
walalupun kepada warga-warga yang pernah dibantunya. Sifat toleransi beliau
kepada umat manusia begitu dijunjung tinggi, dan konsep teologi pemerdekaan
yang sangat di perjuangkan beliau tidak ada hubungannya dengan agama apapun
dan manapun, semua murni karena hati nuraninya.
15
Gerakan Evangelis mempunyai tujuan untuk mengkonversi (mengubah) seluruh dunia ke
dalam keyakinan Kristen, yang mana secara alamiah mengandung arti penolakan terhadap agama-
agama lainnya. 16
Berterima kasih atau bersyukur dengan melakukan perjamuan Kudus, dan bisa juga
dipandang oleh kebanyakan gereja dalam kekristenan sebagai suatu sakramen. 17
Hesti Hestiawati, Konversi Agama Mantan Katholik (Studi Kasus Rena Handono dan
Insan L.S Mokoginta, Skripsi SI Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (Universitas Islam Negri
Jakarta, ), h.
Romo Mangun sangat peduli dengan persoalan bangsa dan masyarakat,
khususnya menyangkut kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan. Ketika mulai
terjun mendampingi kelompok masyarakat miskin mula-mula di Kampung Terban
dan diteruskan ke Kali Code pada dasawarsa -an. Tidak ada terbesit dalam hati
Romo Mangun untuk memnuat seseorang berpindah agama karena beliau
membantu warga sekitaran.
70
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah memaparkan panjang lebar dapat disimpulkan bahwa humanisme
Mangunwijaya tentang kemanusiaan boleh dikata tidak terlepaskan dari faham
religiusitasnya sebagai umat penganut agama Katolik . Secara fitrah manusia
lahir untuk saling menolong, memberi dan diberi, dan menebarkan cinta kasih
kepada sesama umat baik umat yang sama agamanya ataupun umat yang berbeda
agamanya dari yang kita yakini.
Berhubungan dengan semua hal tentang cara berdedikasi kita kepada Allah
untuk saling mengasihi antara sesama, maka muncullah ide-ide baru tentang
sebuah golongan yang berdedikasi untuk mengikrarkan dirinya membantu sesama
makhluk Tuhan maka muncullah teori baru tentang Humanisme, “Humanisme”
yaitu suatu paham yang menganggap manusia sebagai objek terpenting secara
maksimal kepada kemajuan manusia, karena manusia dianggap dapat membangun
dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal positif yang dimiliki oleh setiap manusia
Usaha Romo Mangun yang melihat realitas hidup, kepekaan akan mereka
yang tersingkirkan. Sungguh menarik bahwa realitas itu dihubungkan lebih dalam,
mengarah ke Yang Maha Tinggi. Menjunjung tinggi kebenaran dengan berjalan
atau berusaha bersama dengan mereka yang mengalami ketidakadilan, pada jalan,
kebenaran dan hidup Kristus. Hal ini menarik karena kita berteologi tidak terlepas
dari pengalaman kongkrit kita sendiri dan ditengah-tengah masyarakat.
Memperjuangkan kebenaran dan memberi harapan yang jelas akan kerinduan
71
masyarakat kepada sosok yang berani untuk mengimplementasikan sikap-sikap
kemanusiaan.
Untuk mengimplementasikan sikap humanismenya Romo Mangun banyak
mengadopsi ilmu dari ajaran yang Romo Mangun yakini, termasuk didalam
Katolik ada sebuah istilah yang dinamakan dengan teologi pembebasan, yaitu
untuk membantu membebaskan umat dari ketertindasan dan ketidakadilan, dan
kesewenang-wenangan pemimpin terhadap rakyat biasa, terlepas dari itu Romo
menyatakan bukan sebagai pengikut teologi pembebasan akan tetapi sikap
humanismenya untuk membantu rakyat biasa sering beliau tegaskan sebagai
teologi pemerdekaan, yaitu untuk memerdekakakn rakyat miskin dari belenggu
ketidakadilan dan ketertindasan dari berbagai faktor termasuk salah satunya ialah
pendidikan. Untuk dapat memerdekakakan rakyat biasa dan dapat tersalurkan
implementasi humanismenya semua berawal dari pendidikan. Dan sikap manusia
ialah sama-sama memanusiakan manusia itu sendiri, maka akan terwujud sebuah
implemntasi humanisme yang adil dan baik untuk semua umat.
Dari yang penulis amati, Romo Mangun yang dikenal dengan sebutan
Pemberdaya Wong Cilik ini, sangat peduli dengan kaum bawah, gagasan
humanismenya sangat diterima oleh warga Kali Code tempat beliau mengabdikan
dirinya, walaupun pada waktunya dulu, orang-orang yang tinggal didaerah Kali
Code belum mengerti arti dari humanisme, tetapi mereka merasakan hasil
humanisme yang dibawa oleh Romo Mangun, dan warga Kali Code pun banyak
belajar tentang bagaimana manusia pada hakikatnya dalam bertindak, berkata
72
serta bersosialisasi yang dimana hal tersebut dipaparkan dalam penjelasan dan
pengertian sikap humanisme.
Bagi warga Kali Code, Romo Mangun banyak meninggalkan pelajaran
berharga bagi penghuni sekitar, walaupun Romo Mangun tidak pernah dilahirkan
di daerah tersebut tetapi Romo Mangun membantu dengan ikhlas dan tulus untuk
kepentingan warga tersebut, hal yang selalu Romo Mangun tekankan untuk
masyarakat sekitar adalah selalu belajarlah untuk apapun hal yang bisa diambil
pelajaran baiknya dan terapkan hal tersebut untuk kehidupan keluarga sendiri,
sebarkan ke kehidupan warga sekitar.
B. SARAN
Ketika manusia dihadapkan dengan permasalahan ketidakadilan pemimpin
dan dunia yang semakin maju dan hedonis, sikap humanisme dapat di
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Humanisme bukan untuk hanya
sebuah istilah tetapi juga untuk diterapkan dalam kehidupan bersosialisasi kepada
semua umat Allah, apapun agamanya tanpa terkecuali. Dengan demikian sikap
saling menghargai dan membantu sesama umat di bumi Allah ini, yang lebih
sering disebut dengan istilah humanis dapat diterapkan dan di aplikasikan dengan
baik.
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF BILYARTA MANGUNWIJAYA
A. Refleksi Teologi Terhadap Humanisme Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya
Y.B Mangunwijaya adalah seorang humanis religius yang
mencurahkan seluruh hidup dan karyanya untuk memperjuangkan
terwujudnya humanisme. Humanisme tidak pernah selesei diperjuangkan.
Humanisme menuntut pembaruan hidup dan terlebih sikap yang terus
menerus mau menjadi manusiawi dan menghargai kemanusiaan.
Semua agama berdedikasi untuk memuja, memuliakan Yang Maha
Agung yang disembah sebagai Yang Tertinggi, Yang Maha Kuasa. Hanya
tradisi murid Yesuslah yang untuk pertama kali dalam sejarah keagamaan
secara serius memulai suatu arus baru: berpaling kepada manusia, berikhtiar
mengangkat nasibnya, menyembuhkannya dari berbagai derita, sakit,
kesewenangannya dalam banyak dimensi. Semangat Kristiani disamakan
dengan semangat perikemanusiaan, khususnya dan terutama terhadap
mereka yang selama ini tidak dianggap, bahkan dipaksa hidup tanpa
martabat dan kemanusiaan.1
Suri tauladan Yesus yang menampakkan diri sebagai Putra Allah yang
memilih lahir dalam pangkauan orang-orang dina, lemah, miskin di
Betlehem, mengungsi ke Mesir akibat kesewenang-wenangan sang
penguasa dunia, kemudiaan merendah di desa kecil, Nasareth. Semua itu
1Y.B Mangunwijaya, Pr, Memuliakan Allah Mengangkat Manusia (Yogyakarta:
Kanisius, ), h. .
mengilhami suatu spiritualitas baru yang tidak hanya berunsur pemujaan
Yang Maha Besar, namun juga yang mengarah kepada manusia yang sangat
dina bahkan dihinakan oleh masyarakat umumnya. Hidup public
selanjutnya dari Yesus di Galilea, Samaria, Yudae, ternyata lebih
dipersembahkan kepada yang justru dibawah, yang menderita, yang tergusur
dan terbuang. Bahkan akhir hidup Yesus ditandai oleh cara mati mereka
yang benar-benar dibawah sekali. Kematian seperti orang criminal di antara
dua orang penjahat. Oleh karena itu dari akar-akarnyalah tradisi Kristiani
memang selalu korektif dan kritis bahkan sering berkonflik melawan para
penguasa dunia yang cenderung mengeksploitasi manusia bawahan sebagai
alat untuk menguntungkan dan memuliakan diri atasan. Demikianlah dari
awal mula pembelaan kaum kecil yang tidak dimanusiawikan selalu menjadi
bagian yang melekat pada spiritualitas para murid Yesus. Kristianitas tidak
bermimpi, tetapi real menangani dunia.
Penghargaan kepada harkat martabat manusia tidak hanya datang dari
tradisi para murid Yesus, tetapi datang juga dari pikiran-pikiran Yunani
lewat gerakan Renaissans dan Humanisme. Tentulah dalam fase-fase
perkembangan historis kesadaran dan pelaksanaan konsekuen dari panggilan
perikemanusiaan itu masih harus melewati proses belajar yang memerlukan
waktu dan eksperimen yang sering mahal biayanya sebab sebagaiaman umat
kristiani adalah juga makhluk biasa.
Faham kemanusiaan Romo Mangun boleh dikata tidak terlepaskan
dari faham religiusitas. Karena manusia adalah makhluk religius (homo
religious), demikian setiap manusia serta-merta bersifat religius, bahwa ada
sifat yang disebut “Suci” yang berbeda dari sekadar “rasional” dan “baik”
dalam arti moral. Religius di sini tidak harus diartikan sebagai pemeluk
agam tertentu, melainkan adanya kecenderungan dan kesadaran akan yang
Illahi, yang mengatasi kekecilan manusia atau rasa kemakhlukan (creature
feeling), atau rasa ketergantungan (feeling of dependence) pada sesuatu yang
lain.
Faham humanisme religious ini juga tampak dalam penghayatan
Romo Mangun sebagai Pastor, yang tidak konvensional. Panggilan
imamatnya berakar dan diinspirasikan oleh daya tarik rakyat yang miskin,
dan bukan panggilan kegerajaan atau keagamaan sebagaimana kebanyakan
Pastor, karena terharu pada partisipasi rakyat dalam perang Gerilya2 , dan ia
ingin “membayar utang kepada rakyat”. Mudah dipahami kalau dedikasinya
sebagai pastor juga tidak terbatas pada pelayanan gerejani, paroki,
melainkan pada sosialitas umum, pembelaan kaum miskin, hal ini disetujui
oleh Uskup sebagai atasannya. Lebih lanjut religiositas yang melebar ini ia
tunjukkan dalam keinginannya untuk bekerja sama dengan agama lain.
Dalam Gereja Doaspora (salah satu buku ciptaan Romo Mangun), Romo
Mangun dengan jelas mengidealkan Gereja sebagai:
“Jaringan titik-titik simpul organic….yang berpijak pada
realitas serba heterogen….tidak beranggotakan orang-orang
berdasarkan daerah, tetapi berdasarkan fungsi atau lapangan
kerja…Titik-titik simpul bisa berupa lone rangers seperti gerilya
yang sendirian….namun lincah kemana-mana” 3.
2Perang Gerilya adalah salah satu stategi perang yang dikenal luas, karena banyak
digunakan, selama perang kemerdekaan di Indonesia pada periode -an. Taktik-taktik seperti mengepung secara tidak terlihat.
3Y.B Mangunwijaya, Saya Ingin Membayar utang kepada rakyat, , h. .
Istilah-istilah yang ia gunakanpun memperlihatkan religousitas yang
dinamis dan terbuka, antara lain multisentra, multiconnection, nonformal,
glenak-glenik dan sebagainya.
Iman Kristennya, jabatan imamnya, hanyalah titik tolak, sedang
tujuannya adalah kemanusiaan umum. Maka, baginya agama lain bukan
menjadi saingan, apalagi musuh, melainkan teman kerja, kolega di dalam
membangun kemanusiaan, khususnya dalam melayani rakyat yang miskin.
Hal ini tampak misalnya dalam aksinya membela masyarakat Kali Code
atau korban Waduk Kedungombo. Dalam arti inilah humanisme regius
Mangunwijaya secara vocal memberikan sumbangannya dalam dua arah,
sebab ia berani menyatakan kritiknya pada pemerintah, ketika pemerintah
berkesan otoritas, semena-mena dalam keputusan yang berkaitan dengan
nasib rakyat.4
Romo Mangun tidak memberikan uraian komprehensif tentang visi
humanisme religius, ia tidak memaparkan secara khusus atau memberikan
rumusan tentang visinya itu, tetapi hal itu dengan mudah bisa kita tangkap
dari penghayatan hidupnya dan dari karangan-karangannya.
Romo Mangun menganut dalam Kitab Suci, “Yesus adalah jalan,
kebenaran dan hidup”. Fakta keberagamaan menuntut gereja terbuka dan
menyatakan bahwa diluar gereja pun Roh Kudus hadir dan membawa
keselamatan. Yang menarik adalah usaha Romo Mangun yang melihat
realitas hidup, kepekaan akan mereka yang tersingkirkan. Sungguh menarik
bahwa realitas itu dihubungkan lebih dalam, mengarah ke Yang Maha
4A. Sudiarja, Humanisme Y.B Mangunwijaya (Jakarta: Kompas Media Nusantara:
), h. .
Tinggi. Menjunjung tinggi kebenaran dengan berjalan atau berusaha
bersama dengan mereka yang mengalami ketidakadilan, pada jalan,
kebenaran dan hidup Kristus. Hal ini menarik karena kita berteologi tidak
terlepas dari pengalaman kongkrit kita sendiri dan ditengah-tengah
masyarakat. Memperjuangkan kebenaran dan memberi harapan yang jelas
akan kerinduan masyarakat.
B. Kelebihan dan Kelemahan Konsep Romo Mangunwijaya
Romo Mangun tidak pernah menyebutkan bahwa setiap ajaran yang
beliau ajarkan memiliki sebuah Konsep yang pasti, banyak yang
mengatakan beliau adalah pengikut Teologi Pembebasan, tetapi menurut
beliau lebih tepat dikatakan bukan Teologi Pembebasan akan tetapi Teologi
Pemerdekaan. Untuknya, teologi adalah “Refleksi ilmiah atau paling tidak
rasional, tentang apa yang dihayati orang beriman.” Teologi adalah
pertanggungjawaban daya pikir, rasio, namun untuk masuk surga bahagia
abadi di hadirat Tuhan, tak diperlukan teologi. Akan tetapi, ia bukti
penghayatan iman dalam sikap serta amal karya.5
Mengapa Romo Mangun lebih suka menggunakan istilah
Pemerdekaan, karena ia melihat hakikat kemanusiaan adalah hakikat
pemerdekaan diri manusia atas belenggu-belenggu dari dalam maupun luar
dirinya. Pendidikan dimaknainya sebagai upaya pemerdekaan manusia.
Pemerdekaan Mangun dipengaruhi oleh prinsip hidupnya, yang
dikenal dengan “tribina” yakni bina manusia , bina usaha, dan bina
5Y.B. Priyanahandi dan Tim, Y.B. Mangunwijaya Pejuang Kemanusiaan,
(Yogyakarta: Kanisius, ), h.
lingkungan. Prinsip itulah yang mendorong dirinya untuk selalu komitment
total. Selalu melakukan usaha pembebasan dan pemerdekaan jiwa individu
dari penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah, dalam segala bentuk,
melalui proses penyadaran terlebih dalam proses penyadaran Romo Mangun
menggunakan media Pendidikan. Penyadaran adalah hal pertama yang
harus dilakukan untuk membuka tabir-tabir keterasingan dan penindasan
yang menyelimuti manusia. Kesadaran sosial dalam proses pemerdekaan
manusia begitu penting, karena hanya kesadaran dan mentalitas yang
tercerahkan, jernih dalam melihat realitas dan wawasan kemanusiaan yang
baru, yang menentukan terjadinya transformasi sosial. Dengan kesadaran
kemanusiaan yang luhur manusia akan menjadi penentu atas terciptanya
struktur hidup yang harmonis.
Konsep teologi pemerdekaan yang sangat di perjuangkan beliau tidak
ada hubungannya dengan agama apapun dan manapun, semua murni karena
hati nuraninya. Teologi pemerdekaaan diwujudkannya secara praksis iman
demi memihak kepada mereka yang miskin. Teologi pemerdekaan adalah
suatu teori, bukan ajaran agama, ataua jawaban atas Wahyu, atau sikap
iman sebagai jawaban, tetapi merupakan konsekuensi dari iman dan tafsiran
manusiawi terhadap apa yang dianjurkan agama. Romo Mangun
menjelaskan bahwa setiap orang yang beriman pada dasarnya sudah
berteologi juga, meskipun secara spontan. Amatir, tidak sistematis serta
tidak menggunakan hukum-hukum logika yang sah. Menurut Romo
Mangun dari yang penulis baca, setiap manusia berIman, pada hakekaktnya
diajak selalu mengamalkan teologi pemerdekaan. Sebab, salah satu tujuan
agama yang terutama ialah membebaskan umatnya dari segala belenggu
ketidaktahuan, ketidakadilan, kerusuhan, kotoran, kebususkan, dosa
manusia secara pribadi maupun kelompok. Tujuannya tak lain demi
tercapainya keadaan manusia yang merdeka, menuju keselarasan dengan
diri sendiri, dengan sesama, dalam hubungan dengan Tuhan. Jadi, merdeka
bukan dalam arti liberal anarkis, melainkan merdekan secara asli, yaitu
merdeka sebagai makhluk yang dikasihi Tuhan, yang mengasihi manusia
yang merdeka secara sejati.
Pemerdekaan menurut Romo Mangun dapat diwujudkan dengan
mempraktekkan kejujuran, kebenaran, keadilan dan kecintaan, dengan ciri
sikap khas, tanpa kekerasan. Romo Mangun menegaskan bahwa
pemerdekaan pertama-tama adalah soal praksis. Praksis harus didukung
dengan dialog dan proses meremajakan diri dengan fakta dan data. Dengan
demikian, pemerdekaan menjadi sumbangan hidup nyata manusia yang
tertindas dan terbelenggu. Karena teologi pemerdekaan pun muncul setelah
manusia berpraksis atas suatu situasi, atas suatu pengalaman suka duka
konkret dari fakta-fakta ekonomi, sosial, politis dan sebagainya.
Pro dan kontra akan selalu ditemui disetiap perjalanan hidup dalam
sebuah pilihan, teologi pemerdekaan yang Romo Mangun gagas, ada
kelebihan dan kekurangannya, bahwa sanya teologi pemerdekaan adalah
sebuah istilah yang dipakai untuk memerdekakan umat manusia yang
tertindas, penulis mencoba untuk melihat dari kedua sisi dalam teologi
pemerdekaan Romo Mangun, kelebihan banyak hal yang sudah penulis tulis
tentang tujuan adanya teologi pemerdekaan, memerdekakan umat manusia
dari ketertindasan, ketidakadilan, kebodohan dan juga kemiskinan, tentu
teologi ini bertujuan dan bermanfaaat bagi banyak orang. Sedang dalam
kelemahan teologi pemerdekaan ini ialah, kurangnya keterbukaan tentang
konsep dan isi dari teologi pemerdekaan, perencanaan yang kurang tertulis
membuat teologi ini tertelan zaman yang semakin maju ini, dan banyak hal-
hal baru yang bermunculan. Sehingga istilah teologi pemerdekaan terkenal
hanya diwaktu Romo Mangun masih ada dan hanya beberapa tahun setelah
meninggalnya Romo, Sebuah Konsep tetapi kurang terkonsep secara
terstruktur dan rapi sehingga menimbulkan tanda tanya kepada khalayak
yang kurang memahami tentang teologi pemerdekaan.
C. Sumbangsih Pemikiran Yusuf Bilyarta Mangunwijaya Terhadap
Kehidupan Manusia
Sebagai seorang Rohaniawan dan juga pejuang kemanusiaan, Romo
Mangun mempunyai banyak pemikiran untuk Negara Indonesia yang beliau
tinggali. Romo Mangun memaparkan realitas hidup manusia. Realitas yang
ditampilkan yaitu manusia yang hidup di zaman modern, dimana manusia
dihadapkan pada pola pikir ke arah rasio. Pola pikir ini merupakan salah
satu ciri modernitas yang melibatkan pejabat tinggi, karena terlalu
mengagungkan rasio, orang menjadi kurang peka akan perasaan.
Tutur katanya santun, namanya masuk dalam media surat kabar
nasional ketika ia akan mogok makan ketika pemerintah (Kementrian
Lingkungan Hidup) akan menata sungai dan menggusur perkampungan
pinggir Kali Code.
Ia memiliki argument bagaimana menata perkampungan tanpa harus
menggusur masyarakat miskin. Ia juga ikut terlibat memperhatikan rakyat
yang menjadi korban penggusuran untuk pembangunan Waduk
Kedungombo, Jawa Tengah. Jiwa nasionalisme cukup tinggi, maklum ia
pernah bergabung sebagai tentara pelajar. Kecintaannya dalam memajukan
dunia pendidikan yang memerdekakan, bisa dilihat ketika memprakasai
sekolah dasar eksperimental SD Mangunan, di daerah kalasan DIY.
Dalam kapasitasnya sebagai seorang Romo ia memang milik umat
katolik. Namun dalam kapasitasnya sebagai pembela wong cilik, ia bukan
saja milik orang katolik tetapi milik semua orang yang terutama masyarakat
Kali Code dan yang pernah merasakan sentuhannya.
Romo Mangun sangat peduli dengan persoalan bangsa dan
masyarakat, khususnya menyangkut kebodohan, kemiskinan, dan
ketidakadilan. Namun dia tidak mau terjebak berhenti secara dangkal-
sempit pada soal-soal itu apa adanya. Dia melihat bahwa semua persoalan
itu sesungguhnya merupakan bagian dari proses wajar evolusi permanen
alam semesta pada berbagai dimensinya. Menurut Romo lapisan alam
semesta akan membentuk lapisan kesadaran6 persoalan kemasyarakatan
timbul karena sebagai pribadi atau sebagai bangsa kita tertinggal.
Bisa dikatakan seluruh kehadiran dan karya Romo Mangun, mulai
dari sebagai pastor desa, kolumnis-pengarang, dosen-arsitek, pendamping-
pembela kelompok masyarakat miskin-tertindas, dan pengembang sistem
pendidikan dasar alternative di SD Mangunan, pada hakikatnya adalah karya
6Y.B Mangunwijaya, Pasca-Indonesia Pasca Einstein (Yogyakarta: Kanisius,
), h. - .
pendidikan dalam arti luas. Tujuannya, memfasilitasi orang dan masyarakat
agar teremansipasi kea rah menjadi semakin, cerdas, adil dan manusiawi.
Ketika mulai terjun mendampingi kelompok masyarakat miskin mula-mula
di Kampung Terban dan diteruskan ke Kali Code pada dasawarsa -an.
Dan pada akhirnya Romo Mangun sungguh-sungguh menggeluti pendidikan
dalam arti sempit berupa pengembangan pendidikan dasar formal alternative
di SD Mangunan dalam rangka eksperimen Laboratorium Dinamika
Edukasi Dasar, ide besar tentang emansipasi bukan hanya bagi murid
melainkan juga masyarakat bangsa Indonesia bahkan dunia itu kiranya terus
mewarnai penikiran dan karyanya. Dari sini mungkin benar, kurikulum
pendidikan dasar yang dikembangkan Romo Mangun memang bukan
sekedar kurikulum SD dan SLTP formal dalam rangka persiapan untuk
melanjutkan ke jenjang sekolah formal yang lebih tinggi, melainkan juga
“pembekalan dasar yang mutlak perlu bagi murid demi hidup selanjutnya”7.
Implementasinya memang lebih sulit, lebih menuntut kecintaan, kreativitas,
dan kerja keras dari guru, serta memerlukan pengalaman kerja sama yang
sinergis dengan pranata-pranata pendidikan nonformal maupun informal
lainnya. Namun kiranya bukan tidak mungkin.
Bisa dilihat ketika ia meninggal betapa banyak kalangan (tanpa
pandang agama) yang merasa kehilangan. Tahun rumahnya yang
artistik di pinggir Kali Code Yogyakarta oleh para sahabatnya dan
masyarakat dijadikan museum sebagai penghormatannya.
7Y.B Mangunwijaya, Impian dari Yogyakarta (Jakarta: Kompas, ), h.xxii,
D. Tinjauan Pemikir Muslim Terhadap Gagasan Teologi Yusuf
Bilyarta Mangunwijaya
Romo Bilyarta rohaniawan di agama yang di yakininya, tetapi beliau
tidak pernah membedakan dan berteman serta bersahabat dengan semua
orang tanpa membedakan agama dan status sosial seorang tersebut. Iman
Kristennya, dan jabatan imamnya, hanyalah titik tolak, sedang tujuannya
adalah kemanusiaan umum. Maka, baginya agama lain bukan menjadi
saingan, apalagi musuh, melainkan teman kerja, kolega di dalam
membangun kemanusiaan, khususnya dalam melayani rakyat yang miskin.
Seperti yang penulis tulis diatas Romo tidak mencoba untuk membuat
sebuah gagasan teologi karena beliau seorang Rohaniwan Katolik sehingga
banyak yang berpendapat bahwa beliau adalah pengikut teologi
pembebasan, hingga akhirnya yang beliau sampaikan adalah, semua yang
beliau lakukan adalah usaha untuk memerdekakan umat manusia dari
keterpurukan, ketertindasan, yang sering beliau sebut dengan istilah teologi
pemerdekaan.
Bisa dilihat ketika beliau meninggal banyak orang yang ikut ke
pemakaman untuk memberikan penghormatan terakhir. Salah satu sosok
yang ikut datang pada waktu itu adalah Muslim yang mempunyai pemikiran
tinggi yang sudah diakui Indonesia dan menjadi Presiden, ialah B.J.
Habibie8, Mereka berdua Bersahabat sejak sama-sama kuliah di Aachen
Jerman dengan jurusan yang berbeda tetapi satu kampus, hingga pulang ke
Indonesia, sampai pada akhirnya B.J. Habibie menjabat menjadi Presiden
8A. Malik Fadjar, “Sosok Manusia Yang Mencintai dan Dicintai Sesamanya”,
Mengenang Romo Mangun Surat Bagimu Negri, Frans M. Parera dan T. Jakob Koekeritits
(Jakarta: Kompas, ), h.
dan banyak Surat yang Romo kirimkan kepadanya mengenai tanah air
Indonesia, tentang dunia sosial menengah kebawah, untuk kemajuan Negara
Indonesia yang bisa lebih berdaulat dan menjadi lebih baik.
Dari surat-surat yang ia kirimkan kepada B.J. Habibie tampak sekali
hubungan pribadi almarhum Romo Mangun dengan Pak Habibie dan
keluarga. Mulai sejak kalimat pembuka sampai dengan kalimat penutup,
baik yang tersurat maupun yang tersirat, jelas menggambarkan adanya
komunikasi yang instens antara keduanya, dengan demikian perkenalan dan
persahabatan antara keduanya tidak sekedar karena pernah bermukim di
Jerman dan satu almamater, tetapi ada semacam kesamaan visi dan
komitmen dalam upaya-upaya memajukan serta mengamankan masa depan
bangsa dan negaranya.
Pada saat Bapak Habibie dipercaya menjadi Ketua Umum Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia, Romo secara khusus menulis surat
untuknya, selain mengucapkan selamat juga merasa gembira dan bangga,
romo juga menuliskan: “bahwa ada cendekiawan yang tangguh, terpilih dan
mau memimpin organisasi Islam, mudah-mudahan masa depan Indonesia
yang majemuk ini maju dan penuh jiwa, semangat tolerasn dan
keterbukaan”.
Beberapa kali, dalam satu wawancaranya, Bapak Presiden ke III BJ.
Habibie mengatakan:
“Saya Mengerti Romo lebih memilih hidup untuk mengabdi
kepada kemanusiaan, karena itu saya datang memberi
penghormatan terakhir serta berdo’a, juga apa yang ditulis
dalam surat almarhum tertanggal Februari yang
ditemukan dalam tasnya sesudah meninggal dunia, dan
diberikan kepada saya sudah saya lakukan”.
Ketua Kementrian Agama pada waktu itu, tahun A. Malik Fadjar
walaupun beliau tidak pernah dekat secara pribadi dengan Romo Mangun
dan hanya melihat dari karya-karyanya untuk Indonesia, dalam tulisannya
juga mengatakan:
“Kepergian Romo Mangun mengundang banyak perhatian dan
jenazahnya diantar oleh banyak orang dari segala lapisan. Ini
sekaligus memberi gambaran simbolis tentang sosok manusia
yang mencintai dan dicintai oleh sesamanya9, Sabda Nabi
Muhammad SAW, “Orang yang terbaik adalah yang banyak
memberi kebaikan bagi sesamanya”.
Pemikir Muslim lainnya, yang memiliki pandangan tentang Romo
Mangun ialah Abdurrahman Wahid. Awal bertemunya Abdurrahman
Wahid dan Romo Mangun ketika keduanya menjadi peserta diskusi di
Candi Basa, Karangasem, Bali. Dari perjumpaan di Candi Dasa tersebut
timbul rasa saling menghormati satu dengan yang lain. Di dalam tulisan
sebuah buku Abdurrahman Wahid mengatakan:
”Saya melihat betapa dalamnya rasa cinta kasih Romo Mangun
terhadap manusia. Hal itu tampak dalam sikapnya terhadap
mereka yang nasibnya malang, pendidikannya kurang, dan
mereka yang tingkat ekonominya rendah. Bagi mereka, Romo
Mangun adalah hiburan yang menguatkan hati di kala susah,
tetapi juga membawa harapan kemajuan hidup. Sosok Romo
Mangun adalah pribadi yang mampu memancarkan sinar kasih
keimanan dalam kehidupan umat manusia. Dalam diri Romo
Mangun, keimanan tidak sekedar terbelenggu dalam sekat-sekat
ritual agama atau simbol-simbol semata. Lebih dari itu cinta
kasih keimanan Romo Mangun mampu menembus sekat-sekat
formalism dan simbolisme. Dia kasihi dan dia sentuh setiap
manusia dengan ketulusan cinta kasihnya yang terpancar dari
keimanan dan keyakinannnya. Inilah yang menyebabkan Romo
Mangun mampu hadir dalam hati setiap manusia, karena dia
telah menyentuh dan menyapa setiap manusia.”10
9A. Malik Fadjar, “Sosok Manusia Yang Mencintai dan Dicintai Sesamanya”,
Mengenang Romo Mangun Surat Bagimu Negri, Frans M. Parera dan T. Jakob Koekeritits
(Jakarta: Kompas, ), h. . 10A. Malik Fadjar, “Romo yang Bijak”, Mengenang Romo Mangun Surat Bagimu
Negri, Frans M. Parera dan T. Jakob Koekeritits (Jakarta: Kompas, ), h. .
Jelas sudah, bahwa yang mencintai Romo Mangun bukan hanya
dari orang-orang Katolik, tetapi juga dari berbagai kalangan umat
yang berbeda agamanya dengannya.
E. Respon Masyarakat Kali Code Terhadap Humanisme Yusuf
Bilyarta Mangunwijaya
Romo Mangun perhatian pada pendidikan dasar untuk anak-anak,
bukan hanya di dunia pendidikan tetapi Romo juga membantu dan berani
berdiri di depan untuk menolak rencana penggusuran terhadap -
keluarga yang menghuni kawasan kumuh Kali Code. Ia pun rela mogok
makan untuk menolak penggusuran itu. Dengan lantang ia menyuarakan ke
pemerintah daerah yang hendak melakukan penggusuran bahwa masyarakat
Kali Code bisa memperbaiki pemukimannya sendiri asal diberi kesempatan.
Setelah hari itu banyak bantuan yang diberikan Romo kepada para
penghuni kampung Code, yaitu mulai dari mengubah mentalitas membuang
sampah sembarangan di bantaran Kali Code, menjadi di tiadakan, Inisisasi
perbaikan tata pemukiman dan lingkungan Kali Code sehingga hasilnya
kawasan itu menjadi bersih dan tertata, dan bersama temannya Romo
Mangun mendirikan Yayasan Pondhok Rakyat (YPR) merupakan wadah
pemberdayaan masyarakat dalam bidang lingkungan dan pendidikan.
Romo Mangun yang dikenal dengan sebutan Pemberdaya Wong Cilik
ini, sangat peduli dengan kaum bawah, gagasan humanismenya sangat
diterima oleh warga Kali Code, walaupun pada waktunya dulu, orang-orang
yang tinggal didaerah Kali Code belum mengerti arti dari humanisme, tetapi
mereka merasakan effect humanisme yang dibawa oleh Romo, dan warga
Kali Code pun banyak belajar tentang bagaimana manusia pada hakikatnya
dalam bertindak, berkata serta bersosialisasi yang dimana hal tersebut
dipaparkan dalam penjelasan dan pengertian sikap humanisme.
Bagi warga Kali Code, Romo Mangun banyak meninggalkan
pelajaran berharga bagi penghuni sekitar, walaupun Romo Mangun tidak
pernah dilahirkan di daerah tersebut tetapi Romo membantu dengan ikhlas
dan tulus untuk kepentingan warga tersebut, hal yang selalu Romo Mangun
tekankan untuk masyarakat sekitar adalah selalu belajarlah untuk apapun hal
yang bisa diambil pelajaran baiknya dan terapkan hal tersebut untuk
kehidupan keluarga sendiri, sebarkan ke kehidupan warga sekitar.
Penulis sangat merasakan perubahan yang dibawa oleh Romo Mangun
di dalam kehidupan warga Code, pada saat penulis mendatangi kampung
Code, seperti kalimat Romo Mangun yang penulis dengar dari wawancara di
daerah Code kepada salah satu warganya adalah tentang:
“Gagasan yang selalu Romo Mangun ajarkan adalah hidup
rukun, bina warga, gotong royong, disiplin, dan pendidikan
adalah hal yang wajib yang harus diberikan untuk anak-anak.
Meskipun para warga Kali Code tinggal dipinggiran tetapi tidak
terpinggirkan dalam hal keilmuan.11
Praksis lain yang dilakukan Romo Mangun sebagai kepedulian
terhadap mereka yang lemah dan tersingkir ditunjukkan dalam berbagai
tulisan. Lewat tulisan, Romo Mangun memberikan kritik maupun pendapat
terhadap sesuatu yang tidak benar, serta penjernihan dan pembelaan
terhadap para korban yang menjadi kambing hitam suatu masalah.
Romo Mangun terkenal dengan karyanya membela kaum miskin di
pinggir Kali Code Yogyakarta. Romo Mangun melaksanakan karyanya
11
Wawancara kepada Pak Slamet, ketua RT di Kampung Code
dengan mengetuk keprihatianan para relawan untuk membantu, antara lain
dengan Lembaga Bantuan Hukum.
Banyak hal yang sering Romo Mangun lakukan untuk warga Kali
Code waktu itu, dari memberikan pelatihan menjahit, berkebun dan lainnya,
supaya warga Kali Code punya penghasilan karena banyak yang masih buta
huruf pada waktu itu. Membuat rumah di Kali Code Romo Mangun murni
pakai uang beliau sendiri bukan bantuan LSM.12
Romo Mangun sering
datang kerumah satu persatu untuk memperhatikan warga, salah satu yang
Romo ajarkan adalah untuk tidak membuang makanan, karena menurutnya
membuang makanan sama saja tidak bersyukur. Konstruksi lainnya ialah
beliau mengajarkan rumah dihadapkan ke kali karena jika setiap kali kita
mengahadapkan diri ke kali dan kali berada dalam keadaan kotor maka
warga yang memandang akan merasa perlu untuk selalu membersihkan kali,
karena kali adalah halaman rumah mereka.
Hal lain yang selalu Romo Mangun tekankan kepada warga Code
adalah tentang Pendidikan, Romo mengatakan:
”Usaha kita ialah mencari sintesis dialektik atau keseimbangan
antara pemberian kemerdekaan kepada anak untuk menentukan
sendiri apa yang ia senangi (lebih tepat: ia perlihatkan) dan
disiplin, binaan dan pengarahan yang sebenarnya juga
diharapkan si anak”.
Kepercayaan iman setiap agama selalu berpasangan prinsip kebajikan,
amal sholeh, semangat kemanusiaan, dan kepedulian atas alam. Dari
penelitian yang penulis lakukan di Kampung Code dan wawancara dengan
beberapa masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, salah satunya adalah
12
Wawancara Kepada Bapak Candra Salah satu Relawan yang mengabdikan diri di
Kampung Code
ketua Rt di Kampung Code yang bernama Pak Slamet yang beragama Islam
jelas menyatakan bahwa:
“Romo Mangun datang ke Kampung Code adalah murni karena
kepentingan ingin membantu rakyat bawah agar tidak tertindas,
Romo Mangun datang di wilayah Kali Code sekitar tahun ,
Beliau membantu warga Kampung Code karena melihat rumah-
rumah yang ditempati kurang layak untuk ditempati karena
kumuh, dan letaknya di Pinggiran Kali, Romo datang Murni
karena ingin membantu bukan karena sebagai seorang
Rohaniawan yang menyebarkan agamanya tetapi sebagai
manusia biasa yang ingin membantu sesama. Beliau tidak
pernah mengatakan, kamu harus mengikuti ajaranku karena
sudah saya bantu, kalau soal Agama, Romo membebaskan untuk
menganut Agama yang sudah dianut, bahkan di Kali Code
sendiri pun tidak terdapat Gereja tetapi terdapat sebuah Masjid
terletak ditengah-tengah perkampungan masyarakat. Romo
selalu menekankan untuk beribadah sesuai ajaran masig-masing
dan jangan sampai meninggalkan ibadah”.13
Dan salah satu warga yang beragama Kristen bernama Leo Candra
juga menyatakan14
:
“Beliau selalu mendekatkan diri kepada warga sekitaran Kali
Code bukan pendekatan secara Formal, tetapi mendekatkan diri
dengan berbicara kepada setiap warga dengan berkunjung dan
berkeliling sekitar Kampung Code, bukan bearti berbicara soal
agama tetapi berbicara layakanya sesama warga biasa, dan yang
selalu ditekankan oleh Romo adalah urusan Agama itu urusan
Individu kalian masing-masing.”
Gagasan yang selalu Romo ajarkan adalah Hidup Rukun, bina warga,
gotong royong, disiplin, dan Pendidikan adalah hal yang wajib yang harus
diberikan untuk anak-anak. Agar walaupun para warga Kali Code tinggal
pinggiran tetapi tdak terpinggirkan dalam hal keilmuan.
Dari pernyatan beberapa warga diatas jelas menyatakan bahwa Romo
Mangun bersifat pejuang kemanusiaan adalah murni dari hati nuraninya
13
Wawancara Pribadi dengan Pak Slamet, ketua RT di Kampung Code pada April
14
Wawancara Pribadi dengan Pak Leo Chandra di Kampung Code pada April
tidak ada hubungannya dengan ajaran Kristen Protestan seperti Gerakan
Evangelis15
dan walaupun di dalam Katolik, konversi bearti pertobatan, atau
dalam tradisi Katolik biasa diartikan sebagai masuknya orang bukan Katolik
ke dalam Gereja Katolik. Sebelumnya harus diberikan pelajaran yang
memadai mengenai pelajaran agama Katolik dan orang sudah membiasakan
diri mengikuti kebiasaan umat Katolik (Misalnya mengikuti perayaan
ekaristi16
setiap hari Minggu). Penerimaan dalam gereja pada orang-orang
yang belum di baptis, maka melalui pembaptisan dan orang yang
bersangkutan mengucapkan syahadat dan penyangkalan pandangan-
pandangan yang bertentangan dengan ajaran gereja.17
Romo Mangun memang beragama Katolik dan berasal dari keluarga
Katolik yang taat, bahkan beliau adalah seorang Pastur, tapi sikap dan
sifatnya untuk kemanusiaan begitu menjunjung tinggi toleransi dan
nasionalisme bangsa Indonesia. Dan bahkan beliau adalah seseorang yang
amat di kagumi oleh banyak orang, tetapi beliau tidak memaksa siapapun
untuk mengikuti ajarannya walalupun kepada warga-warga yang pernah
dibantunya. Sifat toleransi beliau kepada umat manusia begitu dijunjung
tinggi, dan konsep teologi pemerdekaan yang sangat di perjuangkan beliau
tidak ada hubungannya dengan agama apapun dan manapun, semua murni
karena hati nuraninya.
15
Gerakan Evangelis mempunyai tujuan untuk mengkonversi (mengubah) seluruh
dunia ke dalam keyakinan Kristen, yang mana secara alamiah mengandung arti penolakan
terhadap agama-agama lainnya. 16
Berterima kasih atau bersyukur dengan melakukan perjamuan Kudus, dan bisa
juga dipandang oleh kebanyakan gereja dalam kekristenan sebagai suatu sakramen. 17
Hesti Hestiawati, Konversi Agama Mantan Katholik (Studi Kasus Rena Handono
dan Insan L.S Mokoginta, Skripsi SI Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (Universitas Islam
Negri Jakarta, ), h.
Romo Mangun sangat peduli dengan persoalan bangsa dan
masyarakat, khususnya menyangkut kebodohan, kemiskinan, dan
ketidakadilan. Ketika mulai terjun mendampingi kelompok masyarakat
miskin mula-mula di Kampung Terban dan diteruskan ke Kali Code pada
dasawarsa -an. Tidak ada terbesit dalam hati Romo Mangun untuk
memnuat seseorang berpindah agama karena beliau membantu warga
sekitaran.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, “Humanisme dan Renaissance Dalam Pandangan Filsafat.” artikel
diakses pada tahun 2013 dari http://www.uin-alaudin.ac.id/download-
11%20Aisyah.pdf.
Al-Fandi, Haryanto, Desain Pembelajaran Yang demokratis & Humanis.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Arif, Syaiful, Humanisme Wahid Pergumulan Islam dan Kebudayaan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2013.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Bahri, Media Zainul, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi
Indonesia (1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015.
Basri, Samsul, “Kemiskinan Prespektif Teologi Pembebasan Gustavo
Guitterez.“ Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri Jakarta,
2011.
Boehlke, Robert R. Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2011. Cet. Ke-11.
Daroeso, Bambang dan Suyahmo, Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty.
2013.
Fadjar, Malik A. “Sosok Manusia Yang Mencintai dan Dicintai Sesamanya”
Dalam Frans M. Parera dan T. Jakob Koekeritits, Mengenang Romo Mangun
Surat Bagimu Negri. Jakarta: Kompas, 1999.
Fauzi, Achmad. Dkk. Pancasila ditinjau Dari segi Sejarah , Yuridis
Konstitusional, dan Segi Filosofis. Malang: Lembaga Penerbitan Brawijaya, 1983.
Guitterez, G. A Theology of Liberation. New York: Orbis Book, 1973.
Hadiwijono, Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta:
kanisius, 2001.
Hasan, Iqbal M, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta 2002.
http//TeologipembebasanWikipediabahasaIndonesia,ensiklopediabebas.html
Indratno, T, Ferry, A, “Pedagogi Humanisme Mangunwijaya.” Dalam
Supratiknya, A. dkk. Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya. Jakarta:
PT Kompas Media Nusantara, 2009.
Kansil, Ed. Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Jakarta: Balai
Pustaka, 1979. Cet III.
Khudori, Darwis, Menuju Kampung Pemerdekaan. Yogyakarta : Yayasan
Pondok Rakyat, 2002.
Kraemer, Joel L. Renaisans Islam Kebangkitan Intelektual dan Budaya
Pada Abad Pertengahan. Bandung: Mizan, 2003.
Krissantono, Ed. Pandangan Presiden SoehartoTentang Pancasila. Jakarta:
CSIS 1976.
Mangunwijaya, Y.B, Memuliakan Allah Mengangkat Manusia. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1999.
SJ. F, Heselaars SJ, Menghidupkan Komunitas Basis Kristiani. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 2000.
Mangunwijaya, Y.B, 65 Tahun, Mendidik Manusia Merdeka.Yogyakarta:
Institut Dian/interfidei bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995.
Mangunwijaya,Y.B, Politik Hati Nurani. Jakarta: Grafiasri Mukti, 1997.
Mangunwijaya, Y.B, Spiritualitas baru: Agama an aspirasi rakyat. Jakarta:
Institut Dian/Interfedei, 1994.
Mangunwijaya, Y.B, Impian Dari Yogyakarta. Jakarta: Kompas, 2003.
Mangunwijaya, Y.B, Rara Mendut: Sebuah Trilogi. Jakarta: Penerbit
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Mangunwijaya, Y.B, “Kesatuan dan Persatuan.” Dalam Nur Achmad, ed.
Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragamaan. Jakarta: Kompas 2001.
Mangunwijaya, Y.B, Tumbal. Yogyakarta: Benten Intervisi Utama, 1994.
Cet II.
Mangunwijaya, Y.B, Surat Bagimu Negri. Jakarta: PT Kompas Median
Nusantara, 1999.
Mangunwijaya, Y.B, Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat.
Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Mangunwijaya, Y.B, Pasca-Indonesia Pasca Einstein. Yogyakarta:
Kanisius, 1999.
Mas’ud, Abdurrahman, Prof. Dr. Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam
Pendidikan dalam Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: IAIN dan Pustaka
Pelajar, 2001.
Muamar MS, “Humanisme dalam Pandangan Abdurrahman Wahid dan
Mahatma Gandhi.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri
Jakarta, 2016.
Nitiprawira, Wahono F. Teologi Pembebasan, Sejarah, Metode, Praksis dan
Isinya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987.
Nugroho, Singgih, Pendidikan Pemerdekaan dan Islam. Yogyakarta:
Pondhok Edukasi, 2003.
Taufik, Zulfan, Ilusi dan Harapan Pembacaan Humanisme Ali Shariati.
Jakarta: Impressa Publishing, 2012.
Sudiarja, A, Humanisme Y.B Mangunwijaya, Jakarta: Kompas Media
Nusantara: 2015.
Sumartana, dkk. Mendidik Manusia Merdeka Romo Y.B. Mangunwijaya 65
Tahun. Yogyakarta:Institut Dian/Interfedei dan Pustaka Pelajar, 1995.
Sunoto, H. Mengenal Filsafat Pancasila; Filsafat Sosial dan Politik
Pancasila. Yogyakarta: Andi Offset, 1985.
Suprayogo, Imam, Prof. Dr. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2001.
Taufik, Zulfan, Ilusi dan Harapan Pembacaan Humanisme Ali Shariati.
Jakarta: Impressa Publishing, 2012.
Viviana, “Konsep Humanisme Dalam Agama Konghucu.” Skripsi S1
Fakuktas Ushuluddin Universitas Islam Negri Jakarta, 2015.
Yunus, Firdaus M, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire YB
Mangunwijaya. Yogyakarta: Logos Pustaka, 2004.
Wawancara Pribadi dengan Pak Slamet. Yogyakarta, 6 April 2017.
Wawancara Pribadi dengan Pak Leo Chandra. Yogyakarta, 6 April 2017.
72
SURAT PERNYATAAN
TELAH MELAKUKAN WAWANCARA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Leo Chandra
Alamat : Yogyakarta
Jabatan : Relawan Tetap Kampung Code
Menerangkan dengan sebenarnya bahwa:
Nama : Oktavia Damayanti
Tempat & Tanggal Lahir: Jepara, 18 Oktober1995
NIM : 1113032100056
Jabatan : Mahasiswi
Adalah benar-benar telah melakukan penelitian di Kampung Code Kota
Yogyakarta pada tanggal 06 April 2017, dalam rangka penyusunan skripsi yang
berjudul:
“Implementasi Humanisme dalam Pandangan Y.B. Mangunwijaya:
Sebuah Konsep Teologi Pembebasan di Yogyakarta”
Demikian surat pernyataan ini dibuat dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, 06 April
2017
73
Leo Chandra
SURAT PERNYATAAN
TELAH MELAKUKAN WAWANCARA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Slamet
Alamat : Yogyakarta
Jabatan : Ketua RT
Menerangkan dengan sebenarnya bahwa:
Nama : Oktavia Damayanti
Tempat & Tanggal Lahir: Jepara, 18 Oktober1995
NIM : 1113032100056
Jabatan : Mahasiswi
Adalah benar-benar telah melakukan penelitian di Kampung Code Kota
Yogyakarta pada tanggal 06 April 2017, dalam rangka penyusunan skripsi yang
berjudul:
“Implementasi Humanisme dalam Pandangan Y.B. Mangunwijaya:
Sebuah Konsep Teologi Pembebasan di Yogyakarta”
74
Demikian surat pernyataan ini dibuat dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, 06 April
2017
Bpk Slamet
74
No PERNYATAAN JAJAMMAMK JAWABAN
1. Kapan awal kedatangan Romo di
kampung Code?
Romo datang di kampung Code
sekitar 1983, membantu masyarkat
untuk memperbaiki infrastruktur
yang ada di Kampung Code dan ikut
tinggal di Code untuk beberapa
tahun. Roo masuk ke kampung Code
bukan sebagai Pastur atau
Rohaniwan tetapi dari sikap
kemanusiaannya.
2. Bagaimana sosok Romo Mangun di
mata masyarakat Code?
Romo seorang sosial yang ingin
membantu kaum marginal dan beliau
tidak membandingkan siapa kalian
tetapi semua selalu dibantu Romo.
Romo adalah sosok yang ketat
dengan disiplin, beliau juga seorang
Rohaniawan, membantu masyarakat
Code dengan tulus dan tidak
mengajarkan Agama yang Romo
anut untuk dijarkan di Kampung
Code. Romo sangat Ramah, dan
edukasi yang diutamakan Romo,
karena Romo disini banyak ngelihat
anak-anak yang tidak bisa sekolah
dan banyak yang tidak mau
bersekolah. Romo mengahruskan
anak-anak harus sekolah. Dan untuk
orang tua yang tinggal disekitaran
Code, Romo mengajarkan untuk
75
selalu bermusyawarah membahas
permasalahan Kampung.
Warisannya “guyup rukun dan
gotong royong” masih diterapkan.
3. Apakah ada kontribusi pemerintah
dalam hal pembangunan di Kampung
Code?
Kalau buat kehidupan sehari-hari
demi perbaikan Kampung, hanya
dilakukan dari iuran warga sekitar.
4. Bagaimana religiusitas Romo
Mangun?
Sebagai seorang Rohaniwan Romo
sangat rajin dalam beribadah sesuai
agama yang dianutnya, setiap
minggu beliau selalu pergi ke Gereja
dan melaksanakan tugasnya sebagai
Pastur dan berpindah-pindah tempat
dalam pelaksanaan tugasnya, tetapi
beliau tetap kembali ke Code setelah
pelaksanaan tugasnya.
5. Apa dampak Romo Mangun selama
tinggal di Kampung Code?
Banyak sekali, hal yang berpengaruh
dalam kehidupan warga sehari-hari
dari sikap kemanusiaannya warga
merasa terbantu dan tersadarkan
dalam berbagai hal yang
bersangkutan dengan kehidupan,
dari mulai pendidikan, makanan,
hingga kebersihan lingkungan,
mengajak berbicara dari hati ke hati,
berkumpul hanya untuk sekedar
bercengkerama. Beliau selalu
mengajarkan “beribadahlah sesuai
ajaran yang kalian anut, jangan
sampai lupa beribadah karena itu
76
salah satu ucapan syukur kalian
terhadap agama yang kalian anuti”.
Beliau selalu melakukan pendekatan
dengan warga secara baik sehingga
warga merasa tidak terbebani, ketika
menasehati Romo tidak pernah
menggunkan kalimat kasar. Banyak
hal yang Romo tinggalkan di
Kampung Code baik dari segi sikap
maupun sifat. Memanusiakan
manusia dan lingkungan sekitar
adalah hal penting dari yang semua
Romo ajarkan.
6. Hal apa saja yang paling
berpengaruh dai sikap Romo di
kampung Code?
Semuanya berpengaruh, tidak ada
sikap dan sifat Romo yang tidak
berpengaruh di Kampung Code, hal-
hal kebaikan yang beliau ajarkan
tidak ada cacatnya. Dan berpengaruh
juga ke mata pencaharian warga.
77
No PERTANYAAN JAWABAN
1. Kapan awal kedatangan Romo di
kampung Code?
Sekitar 1982/1983, Romo datang
dengan sikap kemanusiaannya tidak
ada unsur lainnya.
2. Bagaimana sosok Romo Mangun di
mata masyarakat Code?
Romo sangat humanis, Romo sangat
Ramah, dan edukasi yang diutamakan
Romo, karena Romo disini banyak
ngelihat anak-anak yang tidak bisa
sekolah dan banyak yang tidak mau
bersekolah. Romo mengahruskan
anak-anak harus sekolah. Dan untuk
orang tua yang tinggal disekitaran
Code, Romo mengajarkan untuk selalu
bermusyawarah membahas
permasalahan Kampung. Warisannya
“guyup rukun dan gotong royong”.
3. Hal apa saja kontribusi Romo Banyak hal kontribusi yang Romo
78
dalam pembangunan di Code? berikan kepada penghuni Kampung
Code, bahkan ketika perbaiakn dan
pembangunan Code yang lebih baik
Romo menggunakan uang pribadinya,
bukan dari bantuan LSM ataupu
pemerintah setempat. Dalam hal
pendidikan dalam hal mata
pencaharian, Romo membantu warga
untuk mengadakan pelatihan, baik
pelatihan menajhit, menananm,
berkebun dan yang lainnya semua itu
Romo lakukan agar mata pencaharian
warga di Kampung Code lebih baik
sehingga tidak perlu memulung atau
mengemis lagi dan hal-hal lainnya
yang kurang baik untuk dilakukan
dalam mencari uang.
4. Bagaimana religiusitas Romo
Mangun?
Romo selalu disiplin waktu untuk
beribadah, dan selalu mengingatkan
warga secara halus untuk taat
beribadah. Tidak ada jarana beliau,
yang diajrkan atau disebarluaskan
selama tinggal di Kampung Code.
5. Apa dampak Romo Mangun
selama tinggal di Kampung Code?
Romo banyak meninggalkan hal
kebaikan didalam masyarakat, dalam
hal pendidikan lebih diutamakan,
sampai membangun SD Mangunan
untuk membantu anak-anak yang
kurang mampu dan anak luar biasa
untuk mendapatkan pendidikan secara
79
gratis dan pendidikan yang
menyenangkan.
6. Bagaimana sosok Romo Mangun di
mata masyarakat?
Romo sangat disiplin dalam berbagai
hal, dalam hal makanan sehari-hari
pun sangat disiplin mengajarkan
untuk tidak membuang makanan
secara percuma. Dan ajaran beliau
tentang guyup rukun, rumah yang
dihadapkan ke kali itu sangat
membantu untuk lingkungan sekitar,
sehingga orang yang ingin membuang
ke kali merasa malu karena kali adalah
sebagai halaman rumah mereka.
7. Hal apa saja yang paling
berpengaruh dai sikap Romo di
kampung Code?
Tidak ada hal yang tidak berpengaruh
dari sikap dan sifatnya Romo.
Semuanya berpengaruh dalam hal
kebaikan.