31
PENGELOLAAN K-3 PADA INDUSTRI PERTAMBANGAN Post: #1 24 Jul 2010 10:18 PENGELOLAAN K-3 PADA INDUSTRI PERTAMBANGAN Oleh : Akhmad Rifandy ABSTRAK Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) terutama di industri pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Pada prinsifnya kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh kondisi yang tidak aman serta kegiatan/aktifitas yang tidak aman. Dalam industri pertambangan seorang Kepala Teknik Tambang (KTT) ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K-3 dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis. Seiring dengan pernyataan prinsip ekonomi maka munculnya dilema yang terjadi saat ini adalah dimana organisasi K-3 tersebut juga mendapatkan tugas dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasional, sehingga berusaha melakukan penghematan terhadap biaya operasi, yang kenyataannya keputusan yang diambil tidak memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan tersebut masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan yang baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Sebenarnya SDM K-3 harus Memahami manajemen perubahan, memiliki pengetahuan proses produksi serta mampu mengendalikan manajemen. Sehingga dapat menjaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) dengan tetap memperhatikan prinsip ekonomi. Manajemen keselamatan pertambangan meliputi ; menimbang dan memperhitungkan bahaya yang potensial dimana akan membahayakan para pekerja dan peralatan, melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang memadai termasuk kontrol pola penambangan,pendidikan dan latihan, pemeliharaan peralatan tambang serta struktur menejemen yang ada harus memadai untuk

K3 Tambang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tambang

Citation preview

PENGELOLAAN K-3 PADA INDUSTRI PERTAMBANGANPost: #124 Jul 201010:18PENGELOLAAN K-3 PADA INDUSTRI PERTAMBANGANOleh : Akhmad Rifandy

ABSTRAK

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) terutama di industri pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Pada prinsifnya kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh kondisi yang tidak aman serta kegiatan/aktifitas yang tidak aman. Dalam industri pertambangan seorang Kepala Teknik Tambang (KTT) ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K-3 dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis.Seiring dengan pernyataan prinsip ekonomi maka munculnya dilema yang terjadi saat ini adalah dimana organisasi K-3 tersebut juga mendapatkan tugas dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasional, sehingga berusaha melakukan penghematan terhadap biaya operasi, yang kenyataannya keputusan yang diambil tidak memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan tersebut masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan yang baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Sebenarnya SDM K-3 harus Memahami manajemen perubahan, memiliki pengetahuan proses produksi serta mampu mengendalikan manajemen. Sehingga dapat menjaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) dengan tetap memperhatikan prinsip ekonomi. Manajemen keselamatan pertambangan meliputi ; menimbang dan memperhitungkan bahaya yang potensial dimana akan membahayakan para pekerja dan peralatan, melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang memadai termasuk kontrol pola penambangan,pendidikan dan latihan, pemeliharaan peralatan tambang serta struktur menejemen yang ada harus memadai untuk mengidentifikasi resiko dan penerapan kontrol. Dalam melakukan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada industri pertambangan minerba-pabum (mineral, batubara dan panas bumi) kita harus memahami perubahan lingkungan, memiliki Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK-3) yang terintegrasi, memiliki kebijakan dan strategi K3 yang menciptakan SDM berbudaya K3 khususnya di departemen operasi dan perlu adanya rotasi jabatan di antara SDM Operasi, K3 dan Perawatan untuk mendapatkan SDM yang kompeten.

Kata kunci : Kecelakaan kerja, K-3, Sistem Manajemen.

Tak Ada Pengabdian Yang Sia-Sia

andy_ukt

Panglima Portal

Points: 5721 Reputation: 371

I am moderator here.

Iklan Layanan Publik

Post: #224 Jul 201011:41A. PENDAHULUANKeselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) terutama di industri pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Pada prinsifnya kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh kondisi yang tidak aman serta kegiatan/aktifitas yang tidak aman. oleh karena itu penting sekali untuk menanamkan budaya dan disiplin K-3 bagi pekerja karena rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen, contohnya : mengambil jalan pintas pada prosedur kerja, khususnya terjadi pada tingkat operasi.. Oleh karena itu untuk dapat hal itu terlaksana dengan baik dan benar maka diperlukan Sumber Daya Manusia yang dapat mengelola manajemen K-3 tersebut.

A.1.Dasar Hukum K-3 Pertambangana. UU Nomor 11 TH 1967(Pasal 29)Tata Usaha, Pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan pengawasan hasil pertambangan dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama meliputi keselamatan kerja, pengawasan produksi dan kegiatan lainnya dalam pertambangan yang menyangkut kepentingan umum.

b. UU Nomor 1 TH 1970 (Menimbang, Ps.3 ayat 1a-z)bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional; Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya; Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien; Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.

c. UU Nomor 13 TH 2003 (Pasal 86 & 87)d. PP Nomor 32 TH 1969 (Pasal 64 & 65)e. PP Nomor 19 TH 1973 (Pasal 1, 2, & 3) f. MPR Nomor 341 LN 1930g. KEPMEN Nomor 2555.K/201/M.PE/1993h. KEPMEN Nomor 555.K/26/M.PE/1995

A.2. Tugas Dan Tanggung Jawab Pengelolaan K-3Dalam melakukan pengelolaan K-3 seperti yang termaktub dalam Kepmen Nomor 555.K/26/M.PE/1995, seorang Kepala Teknik Tambang (KTT) yang ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K-3 , dimana dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis dengan memperhatikan beberapa hal sebagai pedomannya, yaitu :

1. Perkembangan keselamatan sebagai faktor utama2. K3 merupakan sistem yang terpadu3. Sistem K3 mampu mengantisipasi peraturan perudangan dan kesadaran masyarakat di bidang K34. Sistem K3 terintegrasi dalam pengendalian manajemen5. Sistem K3 terintegrasi dalam sistem proses desain dan modifikasi peralatan6. Sistem K3 mampu mengantisipasi teknologi keselamatan bagi SDM operasi

A.3. Kendala Penghambat Pelaksanaan K-3Dalam pelaksanaan K-3 pada industri pertambangan seringkali dihadapkan dengan segala macam kendala yang menghambat kelancaran dalam pelaksanaan program pelaksanaan K-3, kendala ini antara lain :

1. Untuk menerapkan kebijakan dan strategi K3 diperlukan dana yang tidak sedikit. Fakta yang sering terjadi adalah keterbatasan terhadap dana.2. Rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen3. Pengetahuan K-3 rendah :( Menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dalam mengintegrasikan aspek-aspek K3. ( Disebabkan program pelatihan yang tidak sesuai atau kurang memadai. ( Pelatihan yang telah diberikan tidak memasukkan aspek-aspek K3. 4. Aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama, akibatnya keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.

Tak Ada Pengabdian Yang Sia-Sia

andy_ukt

Panglima Portal

Points: 5721 Reputation: 371

I am moderator here.

Post: #324 Jul 201011:59B. KONDISI SAAT INIB.1. Potret K-3Sesuai dengan prinsip ekonomi profit oriented, dimana pihak perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal/biaya seminimal mungkin.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) khususnya pada industri Mineral Batubara dan Panas Bumi (Minerbapabum) yang dilakukan oleh pihak perusahaan milik pemerintah maupun swasta dalam negeri atau asing pada saat ini memang telah mempunyai organisasi K-3.Sesuai dengan pernyataan prinsip ekonomi diawal maka munculnya dilema yang terjadi saat ini adalah dimana organisasi K-3 tersebut juga mendapatkan tugas dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasional, sehingga berusaha melakukan penghematan terhadap biaya operasi, yang kenyataannya keputusan yang diambil tidak memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan tersebut masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan yang baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.Sebenarnya SDM K-3 harus Memahami manajemen perubahan, memiliki pengetahuan proses produksi serta mampu mengendalikan manajemen. Sehingga dapat menjaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) dengan tetap memperhatikan prinsip ekonomi.

B.2. Sumber Daya Manusia (SDM)Untuk membentuk ataupun meningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) memang tidaklah begitu mudah, dibutuhkan komitmen yang kuat, tenaga pelatih yang berkompeten serta ditunjang oleh fasilitas dan dana yang memadai. Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada saat ini dapat dilihat pada skema berikut ini.

Skema

Seharusnya dimana SDM sebagai target perubahan dalam pelaksanaan K-3 di industri pertambangan, diharapkan semua karyawan harus memiliki pengetahuan dan kepahaman yang sama tentang aspek-aspek K3 dan operasi dalam industri pertambangan.

Tak Ada Pengabdian Yang Sia-Sia

andy_ukt

Panglima Portal

Points: 5721 Reputation: 371

I am moderator here.

Post: #424 Jul 201012:05C. MANAGEMEN K-3

C.1. Pengelolaan K3 Pertambangan Umum Secara BersistemDengan memperhatikan karakter-karakter lingkungan pertambangan maka pengelolaan program K3 pertambangan umum tidak mungkin dilakukan secara super ficial, bahkan untuk dapat mencakup seluruh karakter tersebut serta untuk mendapatkan kinerja K3 yang tinggi maka pengelolaan K3 harus dilakukan secara bersistem.Sistem menejemen K3 di lingkungan pertambangan umum berkembang seiring dengan perkembangan industri itu sendiri, utamanya setelah masuknya swasta asing. Dalam peraturan perundangan sub-sektor pertambangan umum tidak secara eksplisit disebut adanya sistem menejemen K3, namun dalam prakteknya seluruh perusahaan pertambangan umum telah menerapkan dengan berbagai variasinya.Khusus untuk beberapa perusahaan swasta asing ada yang langsung mengadopsi sistem menejemen K3 yang ada di negara asalnya atau dari negara lain, seperti nasional occupational safety agency ( NOSA) dari afrika selatan, international safety rating (ISR), international Loss control institute (ILCI) dari amareika, dan beberapa sistem yang dikembangakan di austrlia. Dengan demikian perusahaan pertambangan umum tidak di wajibkan untuk hanya menerapkan satu model sistem menejemen K3 yang seragam. Sistem K3 negara lain yang diterapkan di indonesia, umumnya hanya menekankan pengaturan dan pengawasan internal di dalam unit organisasi perusahaan dan tidak menjelaskan bagaimana korelasi sistem manejemen K3 tersebut dengan pengawasan dan pembinaan dari sisi pemerintah ( inspektur tambang ).

C.2. Sistem Manejemen Keselamatan Dan Kesehatan KerjaManajemen keselamatan pertambangan meliputi :1. menimbang dan memperhitungkan bahaya yang potensial dimana akan membahayakan para pekerja dan peralatan2. melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang memadai termasuk kontrol terhadap :- pola penambangan - pendidikan dan latihan - pemeliharaan peralatan tambanng3. struktur menejemen yang ada harus memadai untuk mengidentifikasi resiko dan penerapan kontrol.

Elemen elemen yang terkandung dalam menejemen keselamatan pertambangan adalah :1. Harus ada KTT yang merupakan orang dari jajaran top menejemen yang bertanggung jawab terhadap terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundangan K3.2. Harus ada struktur organisasi yang menjalankan program K3.3. Harus ada orang yang kompeten dan menguasai K3, baik teori maupun praktek, yang duduk dalam struktur.4. Ada lembaga perwakilan karyawan yang independen di dalam perusahaan yang mampu sebagai tempat menejemen berkonsultasi dan memberi masukan.5. Ada sistem dokumentasi dan administrasi K3.6. Ada program identifikasi dan pengendalian bahaya dan sistem evakuasi.7. Ada tersedia peraturan, pedoman dan standar K3 yang relevan.8. Ada program sertifikasi alat, operator, dan tenaga teknik khusus.9. Ada program pelatihan K3, baik tingkat pelaksana maupun pengawas.10. Ada program perawatan dan pemeliharaan peralatan / permesinan serta pengadaan alat proteksi diri.11. Ada program pengawasan, pemeriksaan, dan perawatan kesehatan.12. Ada program pengawasan ( internal planed inspection ) dan kompliance.13. Ada program audit secara berkala.14. Ada mekanisme evaluasi perbaikan, dan peningkatan program K3.15. Ada program pengawasan secara berkala dari pemerintah.16. Ada program bench marking dari kinerja antar perusahaan pertambangan umu dalam aspek K3.17. Ada komunikasi dalam bentuk pelaporan dari perusahaan ke pemerintahan.

Dengan adanya Pengendalian manajemen oleh sistem K3, berarti peningkatan:1. Kesadaran manajemen thd risiko tinggi. 2. Antisipasi thd peraturan perundangan. 3. Integrasi dengan teknologi proses sejak fase desain hingga modifikasi. 4. Integrasi dengan prosedur kerja.5. Antisipasi thd perkembagan teknologi.

Tak Ada Pengabdian Yang Sia-Sia

andy_ukt

Panglima Portal

Points: 5721 Reputation: 371

I am moderator here.

Post: #524 Jul 201012:09C.3. Pola Pengelolaan Keselamatan Dan Kesehatan KerjaPada awalnya, pola pengelolaan K3 pada industri subsektor pertambangan umum adalah merupakan warisan dari era Hindia Belanda. Pola tersebut cukup lama dipakai Indonesia.dalam pola tersebut, posisi Inspektur Tambang sangat sentral dan menentukan. Bahkan, fungsi Inspektur Tambang saat itu lebih cenderung kepada aktif watch dog daripada berperan kearah upaya pemandirian dalam bentuk Sistem Mannagemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK-3). Peraturan peraturannya pada waktu itu sangat rinci dan kaku serta kurang mempertimbangkan pemberian ruang terhadap pengelolaan aspek efisiensi dan produktivitas. Hal inidapat dimengerti karena kepemilikan dan pemanfaatan seluruh bahan galian tersebut langsung dikelola pemerintah Hindia Belanda, artinya tidak berorientasi pasar.Setelah pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan perusahaan pertambangan tersebut dan penjualan produknya berorientasi pasar dan karena dituntut harus menghasilkan devisa maka aspek efisiensi, produktivitas, dancost effective menjadi mengemuka agar tetap kompetitif dan menghasilkan keuntungan. Sejak itu sifat peraturan perundangannya berubah dari rinci dan kaku ke arah umum dan fleksibel. Dalam hal ini lebih banyakdirencanakan dalam bentuk pedoman pedoman, baikyang bersifat operasional maupun teknis.SMK-3 di subsektor pertambangan umum tercermin secara tidak langsung di dalam pasal pasal Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/ 26/ M.PE / 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Dalam kaitannya dengan elemen elemen SMK3 sebagaimana dijelaskan sebelumnya (ada 17 elemen) maka dalam Keputusan Menteri tersebut diatur bahwa :

1). Komitmen dan Kepemimpinan K3 Penanggung jawab pelaksanaan K3 dalam perusahaan adalah seorang dari pimpinan tertinggi atau Chief Executive Officer (CEO) di lapangan yang bidang tanggung jawabnya adalah bersifat teknis operasional atau produksi. Orang tersebut harus memiliki sertifikat KTT. Kemudian, penunjukannya harusmendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang/ Kepala Inspektur Tambang (KAPIT/ KIT).2). Struktur Organisasi K3Berdasarkan jumlah pekerja, sifat, dan luasnya pekerjaan maka Kepala Inspektur Tambang dapat mewajibkan perusahaan membentuk unit organisasi yang mengelola K3. Pada kenyataannya hanya perusahaan perusahaan yang skalanya sangat kecil yang dibebaskan dari kewajiban membentuk unit organisasi K3. Artinya, semua perusahaan di lingkungan pertambangan umum memiliki unit organisasi K3 yang dipimpin oleh orang setingkat Manager atau sekurang kurangnya Superintenden.3). Pengawas K3

gambar

Untuk dapat melakukan pola pengelolaan terhadap K-3 maka perlu adanya implementasi strategi K3, yaitu

1. Menetapkan aspek K3 diantara SDM pada departemen operasi. 2. K3 harus prediktif dan proaktif pada fase disain dan modifikasi 3. Mempercepat SMK-3 (ISO 14000)4. Membentuk spesialis K3 5. Menetapkan indikator kinerja: Zero accident Zero on fire Zero on occupational disease

Tak Ada Pengabdian Yang Sia-Sia

andy_ukt

Panglima Portal

Points: 5721 Reputation: 371

I am moderator here.

Post: #624 Jul 201012:16C.4. Tindakan Mengatasi Hambatan- Perbaikan program K3 yang berkelanjutan berdasarkan prioritas. - Memasukkan K3 secara formal dalam proyek perusahaan sejak fase desain dan modifikasi Mempercepat SMK-3 ISO 14000 di industri minerba-pabum(- - Pelatihan tidak hanya fokus pada lingkup pekerjaan, tapi juga aspek-aspek lainnya.- Memasukkan aspek K3 sebagai syarat kompetensi dasar bagi SDM bidang operasi Rotasi pekerjaan antara SDM departemen:(- a. SDM Operasi b. SDM Perawatanc. SDM K3

D. KESIMPULANBerdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik dua kesimpulan utama secara garis besar, yaitu :1. Faktor penghambat pelaksanaan K-3 yaitu ; keterbatasan dana, rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen, pengetahuan K-3 rendah, dan aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama, akibatnya keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.2. Dalam melakukan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada industri pertambangan minerba-pabum (mineral, batubara dan panas bumi) kita harus:

- Memahami perubahan lingkungan - Memiliki Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK-3) yang terintegrasi - Memiliki kebijakan dan strategi K3 yang menciptakan SDM berbudaya K3 khususnya di departemen operasi. - Perlu adanya rotasi jabatan di antara SDM Operasi, K3 dan Perawatan untuk mendapatkan SDM yang kompeten.

SYSTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K-3) DI USAHA KONVEKSI REZKY TAILOR KOTA MAKASSAR

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Pemeliharaan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Dalam undang-undang No 23 Tahun 1992 pasal 23 tentang kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan bagi pekerja agar pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja (dikutip dari KEPMENKES-1758-SK XII-2003).Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa salah satu kegiatan pokok dari pembangunan kesehatan adalah kesehatan dan keselamatan kerja. Prinsip upaya kesehatan kerja adalah sesuatu upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat disekelilingnya dan agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (http://wikipedia.org.id/kesehatandankeselamatankerjadasar), diakses tanggal 18 Desember 2008.Lariz Tailor sebagai salah satu badan usaha yang bergerak di bidang konveksi dan penyedia jasa pembuatan pesanan pakaian jadi khususnya dalam jumlah besar selayaknya memperhatikan aspek kesehatan dan keselamat kerja karyawan. Hal ini sengaja penulis ungkapkan karena karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan penyelesaian pesanan, banyak mempergunakan alat-alat yang rentan terhadap timbulnya kecelakaan kerja karyawan baik alat manual maupun alat-alat listrik. Kesehatan dan keselamatan kerja (K-3) sebagai salah satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan proses kerja dan sudah sepantasnya harus dilaksanakan atau diterapkan oleh Lariz Tailor, namun berdasarkan hasil pantauan sementara, kepada para karyawannya belum sepenuhnya berarti baru sebagian saja, namun untuk mengetahui lebih jauh mengenai penerapan kesahatan dan keselamatan kerja di Lariz Tailor, penulis menganggap perlu untuk melakukan suatu tindakan penelitian, sekaligus untuk mengetahui sejauh mana sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K-3) yang dilakukan badan usaha tersebut.B. Rumusan Masalah Sejalan dengan uraian pada latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Lariz Tailor ? 2. Apakah sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Lariz Tailor sudah sesuai dengan peraturan kesehatan dan keselamatan kerja yang ditetapkan pemerintah ? 3. Faktor penghambat dan pengdukung apakah yang ditemui dalam pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di Lariz Tailor ? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Lariz Tailor. 2. Untuk mengetahui kesesuaian sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Lariz Tailor dengan peraturan pemerintah. 3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di Lariz Tailor. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat TeoritisSebagai wadah pengembangan berbagai teori tentang kesehatan dan keselamatan kerja khususnya di industri-industri bidang pembuatan busana yang mempergunakan alat-alat modern.

2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rekomendasi bagi Lariz Tailor tentang arti pentingnya aspek kesehatan dan keselamatan kerja karyawan dan harus diutamakan.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIRA. Kajian Pustaka 1. Manajemen K-3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Manajemen berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam organsisasi dengan cara yang sebaik mungkin. Uraian ini mengisyaratkan akan suatu proses yang harus dilakukan oleh suatu wadah atau organisasi kerja, dimana manajemen dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dan dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam pencapaian suatu tujuan tertentu (Silalahi, B. 1991: 18). Untuk memperjelas arah dan pengertian manajemen, berikut akan diuraikan beberapa pendapat ahli, sebagaimana dikutip dalam Sarwoto (1978: 45) yaitu :John D. Millet mengemukakan bahwa : Management is the process of directing and facilitating the work of people organized in formal group to archieve a desired goal artinya : Manajemen adalah proses memimpin dan melancarkan pekerjaan dari orang-orang yang terorganisir secara formal sebagai kelompok untuk memperoleh tujuan yang diiinginkan.

Elmore Peterson and E. Grosvenor Plowman, mengatakan : Management may be defined as a tecnique by mean of which the purpose and objective of particular human group are determined, classified and effectualed Artinya : Manajemen dapat diberi defenisi sebagai suatu teknik dengan teknik mana maksud dan tujuan dari kelompok manusia tertentu ditetapkan, diklasifikasi dan dilaksanakan.

Ordway Tead, mengemukakan : Management is the processs and agency which direct and guides the operations of an organization in the realizing of estabilized aims Artinya : Manajemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing kegiatan-kegiatan suatu organisasi dalam mencapapi tujuan yang telah ditetapkan.

Ralph C. Davis, mengatakan : Management is the function of the executive leladership anywhere Artinya : Manajamen adalah fungsi daripada setiap pimpinan eksekutif di manapun.

Dari empat teori yang diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud manajemen adalah seperangkat sistem yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Dengan demikian maka Lariz Tailor sebagai suatu badan usaha yang mempekerjakan orang dalam jumlah tertentu membutuhkan sistem pengelolaan yang baik kaitannya dengan penerapan sanitasi dan hygiene demi tercapainya derajat kesehatan karyawan secara maksimal.Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya kesehatan kerja bagi masyarakat pekerja. Bentuk upaya pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat pekerja mencakup upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan Kesehatan.Agar gangguan tidak dialami oleh tenaga kerja, maka faktor penyebabnya perlu dicegah, dikendalikan, diperkecil, atau bahkan dihilangkan. Untuk mencegah gangguan terlebih dahulu perlu diketahui proses produksi dan identifikasi permasalahannya, cara pemantauan, dan standar-standar yang berlaku.Salah satu permasalahan kesehatan nasional, baik masa kini maupun dekade mendatang adalah penanggulangan dan penatalaksanaan berbagai penyakit yang berkaitan dengan adanya peningkatan intensitas industrialisasi. Berbagai penyakit sehubungan dengan pencemaran lingkungan maupun penyakit-penyakit yang diperoleh dari tempat kerja atau karena pekerjaannya diperkiraan akan meningkat baik kuantitas maupun intensitasnya. Untuk itu diperlukan perencanaan maupun pengembangan institusi pelayanan yang memiliki kemampuan, mutu pelayanan dalam satu kerangka sistem rujukan yang berkesinambungan. Penatalaksanaan penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat hubungan kerja (PAHK), haruslah dilaksanakan dan dikembangkan berdasarkan suatu bentuk atau pola pelayanan dasar, peran serta masyarakat dan rujukan upaya kesehatan Dengan kata lain penata-laksanaan penyakit akibat kerja, harus dilakukan dan dikembangkan secara berjenjang dan memiliki sistem rujukan dari bentuk pelayanan yang paling sederhana sampai kepada bentuk pelayanan yang sesuai dengan kemajuan IPTEK, tanpa mengabaikan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dan kerja sama lintas sektor pada setiap jenjang pelayanan. Sumamur (1994: 10) mendefinisikan penyakit akibat kerja atau manmade diseases adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan. Adapun jenis penyakit akibat kerja Sumamur menyebutkan sebagai berikutnya : (1) Pnemokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikos, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian, (2) penyakit-penyakit paru-paru dan saluran pernapasan (brankhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras, (3) penyakit paru-paru dan saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu kipas, ulas, hennep dan sisal (bissionasis), (4) asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat-zat perangsang yang dikenal dan berada dalam proses pekerjaan, (5) alveolitis allergis dengan penyebab faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu-debu organik, (6) penyakit-penyakit yang disebabkan oleh berrilium atau persenyawaan-persenyawaan yang beracun, (7) penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kadminium atau persenyawaan-persenyawaan yang beracun, (8) penyakit-penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaan-persenyawaan yang beracun, dan lain-lain. Umar Fahmi dan Benny L. Priatna (1995:23) mengemukakan secara sistematis faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab terjadinya kecelakaan akibat kerja dapat dikelompokkan ke dalam tiga faktor utama, yaitu : (1) Faktor lingkungan kerja, (2) faktor pekerjaan, dan (3) faktor manusia.Pendekatan kesisteman dalam penatalaksanaan PAK dan PAHK, meliputi adanya standardisasi pelayanan, penetapan fungsi dan wewenang institusi secara berjenjang sesuai kemampuan dan kebutuhan (dalam perspaktif penatalaksanaan penyakit) serta kerjasama antar institusi (atau pada dasarnya merupakan komponen sistem) di dalam satu jaringan yang memiliki tujuan bersama, yakni mengendalikan timbulnya PAK dan PAHK serendah-rendahnya, pemulihan/rehabilitasi secepat-cepatnya, serta optimasi pembiayaan yang ditimbulkan akibat adanya PAK dan PAHK. Standardisasi Pelayanan kesehatan kerja dasar dimaksudkan untuk terwujudnya peningkatan mutu pelayanan kesehatan kerja dasar, dalam rangka optimalisasi derajat kesehatan masyarakat pekerja untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Terwujudnya pelayanan kesehatan kerja dasar yang bermutu meliputi antara lain : 1. Standar Pelayanan Kesehatan kerja dasar2. Institusi pelayanan kesehatan kerja3. Jenis Pelayanan kesehatan kerja4. Kompetensi petugas kesehatan kerja5. Peralatan6. Prosedur Operasional 7. Mekanisme kerja pelayanan kesehatan kerja8. Indikator(Sumber : UU Kesehatan dan Keselamatan Kerja Nomor XI Tahun 2003). The Join ILO/WHO Commite on Occupational Health pada tahun 1950 telah menetapkan secara garis besar batasan dan tujuan kesehatan kerja, antara lain : 1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja semua lapangan pekerjaan ke tingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, memntal ataupun kesejahteraan sosial. 2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerja. 3. Memberikan perlindungan bagi pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan. 4. Menempatkan dan memlihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. Program kesehatan dan keselamatan kerja pada suatu usaha seperti sanggar busana sebagaimana Lariz Tailor harus diterapkan sehingga tercipta suasana kerja yang sehat, pekerja terhindar dari berbagai resiko keselamatan kerja. Sanitasi dan hygiene dalam lingkungan kerja bertujuan untuk mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat bagi seluruh pegawai, pengunjung di dalam dan di lingkungan industri. Sehingga kejadian pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan industri dapat di tekan atau bila mungkin dihilangkan. Sejalan dengan uraian di atas, maka Esin Sintawati (2003: 20) mengemukakan bahwa : Industri busana adalah perusahaan yang menghasilkan pakaian-pakaian jadi (siap pakai). Pada umumnya industri pakaian jadi menggunakan bahan baku berupa tekstil dari berbagai jenis. Sedangkan sarana dan peralatan yang digunakan berupa pemotong tekstil, pemotong benang, mesin jahit, pemasang kancing, dan alat-alat penunjang produksi lainnya, serta alat-alat pengepakan. Bahan-bahan yang digunakan, alat dan sarana kerja, serta suhu ruang kerja maupun system dan cara kerja kemungkinan merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan terhadap tenaga kerja. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan keselamatan, kesehatan, atau kenyamanan kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja.

Namun demikian, keberhasilan suatu usaha kesehatan dan keselamatan kerja yang dilaksanakan oleh suatu industri busana tidak terlepas dari efektifitas sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dilaksanakan oleh industri yang bersangkutan. Dengan kata lain, Keberhasilan pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan utamanya dalam skala besar dapat ditentukan oleh sistem yang digunakan. Jika sistem yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi sebagaimana diinginkan, tentunya kegiatan tersebut dapat mencapai hasil maksimal. Sistem secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu proses atau mekanisme. Dikatakan sebagai proses karena pelaksanaan sistem menempuh proses-proses tertentu dan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam mencapai tujuannya. Sejalan dengan pengertian tersebut, maka Windy Novia (2008: 519) mengartikan proses sebagai tahapan-tahapan dalam suatu peristiwa pembentukan atau rangkaian kerja acara. Sesuai dengan Informasi yang dikutip pada (http://www.tcw.utwente.nl/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Communication %20Processes/System_Theory.doc., 9 mei 2005), diakses tanggal 3 April 2009, dijelaskan bahwa sistem berasal dari bahasa Latin (systma) dan bahasa Yunani (sustma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada di negara tersebut.Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.a) Elemen dalam sistemPada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen: Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia dapat benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus; tergantung kepada sifat sistem tersebut. Atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya. Hubungan internal, di antara objek-objek di dalamnya. Lingkungan, tempat di mana sistem berada.b) Jenis sistemAda berbagai tipe sistem berdasarkan kategori: Atas dasar keterbukaan: o sistem terbuka, dimana pihak luar dapat mempengaruhinya.o sistem tertutup. Atas dasar komponen: o Sistem fisik, dengan komponen materi dan energi.o Sistem non-fisik atau konsep, berisikan ide-ide.Sumber:SystemTheory.(http://www.tcw.utwente.nl/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Communication%20Processes/System_Theory.doc., 9 mei 2005).

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk memberikan pemahaman terhadap kesehatan, maka berikut akan diajukan pengertian dan arah kebijakan kesehatan menurut Undang-Undang yang berlaku, sebagaimana dikutip (1994: 27) yaitu : a. Kesehatan Menurut Undang-Undang No. 9 tentang pokok-pokok kesehatan, Bab I, Pasal 2, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan dalam undang-undang ini adalah yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. b. Kesehatan Rohani (Kesehatan jiwa) Dalam tambahan lembaran negera R.I No. 2085, termuat penjelasan Undang-Undang No. 3 tahun 1960 tentang kesehatan jiwa, dalam Pasal 1 : Kesehatan jiwa (mental health) menurut faham ilmu kedokteran pada waktu sekarang adalah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang-orang lain. c. Kesehatan Sosial Dalam tambahan lembaran negara R.I No. 2068, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan sosial adalah perikehidupan dalam masyarakat; perikehidupan ini harus sedemikian rupa sehingga setiap warga negara mempunyai cukup kemampuan untuk memelihara dan memajukan kekhidupannya sendiri serta kehidupan keluarganya dalam masyarakat yang memungkinkannya bekerja, beristirahat danmenikmati hiburan pada waktunya. Uraian di atas jika dikaitkan dengan kondisi para pekerja dalam suatu perusahaan, maka tercapainya derajat kesehatan pekerja yang baik mampu mendukung kelancaran pengelolaan usaha dan kinerja perusahaan sehingga dapat berkembang sebagaimana yang dicita-citakan. Sedangkan menurut Winslow, ilmu kesehatan masyarakat : Bertujuan : 1) Mencegah timbulnya penyakit2) Memperpanjang masa hidup 3) Mempertinggi nilai kesehatan Dengan jalan menimbulkan, menyatukan, menyalurkan, mengkoordinir usaha-usaha dalam masyarakat ke arah terlaksananya usaha-usaha : 1) Memperbaiki kesehatan lingkungan 2) Mencegah dan memberantas penyakit-panyakit infeksi yang merajalela dalam masyarakat 3) Mendidik masyarakat dalam prinsip-prinsip kesehatan perorangan 4) Mengkoordinir tenaga-tenaga kesehatan agar mereka dapat melakukan pengobatan dan perawatan dengan sebaik-baiknya. 5) Memperkembangkan usaha-usaha masyarakat agar dapat mencapai tingkatan hidup setinggi-tingginya, sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatannya.Penyakit-penyakit akibat kerja adalah penyakit yang ditimbulkan oleh atau didapat pada waktu melakukan pekerjaan. Sebenarnya menurut batasan ini (1995: 20), termasuk juga kecelakaan kerja, tetapi kecelakaan akibat kerja dipisahkan dari penyakit akibat kerja, dimana pada akibat kerja faktor penyebabnya adalah faktor mekanis. Faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja dan penyakit yang ditimbulkannya meliputi : a) Golongan Fisik (1) Suara yang keras dapat menyebabkan tuli (2) Suhu tinggi dapat menyebabkan heat strooke, heat cramp, atau hyperpyrexia. Suhu rendah menyebabkan chilblains, trench foot, atau frostbite. (3) Penerangan yang kurang atau terlalu terang (menyilaukan) menyebabkan kelainan penglihatan dan memudahkan terjadinya kecelakaan. (4) Penurunan tekanan udara (dekompresi) yang mendadak dapat menyebabkan caisson disease. (5) Radiasi dari sinar Roentgent atau sinar radio aktif menyebabkan penyakit-penyakit darah, kemandulan, kanker kulit dan sebagainya. (6) Sinar infra merah dapat menyebabkan catharract lensa mata. (7) Sinar ultra violet dapat menyebabkan conjunctivis photo electrica. Selanjutnya, Erna Tresnaningsih (1994:15) menyebutkan usaha-usaha pencegahan dan pembetasan penyakit akibat kerja, yaitu : 1) Subtitusi, yaitu dengan mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan yang tidak berbahaya, tanpa mengurangi hasil pekerjaan maupun mutunya. 2) Isolasi, yaitu dengan mengisolir (menyendirikan) proses-proses yang berbahaya dalam perusahaan. Misalnya mesin yang sangat gemuruh, atau proses-proses yang menghasilkan gas atau uap berbahaya. 3) Ventilasi umum, dengan mengalirkan udara sebanyak perhitungan ruangan kerja, agar kadar bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini akan lebih rendah dari nilai ambang batasnya. 4) Ventilasi keluar setempat, yaitu dengan menghisap udara dari suatu ruangan kerja agar bahan-bahan yang berbahaya dihisap dan dialirkan ke luar. 5) Mempergunakan alat pelindung perseorangan, para karyawan diperlengkapi dengan alat-alat pelindung sesuai dengan jenis pekerjaannya. 6) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, sebelum bekerja para karyawan diperiksa kesehatannya (fisik dan psikisnya) agar penempatannya sesuai dengan jenis jabatan sehingga lebih optimal. 7) Penerangan/penjelasan sebelum kerja, kepada para karyawan diberikan penjelasan sebelum bekerja agar mereka mengetahui, mengerti dan mematuhi peraturan-peraturan serta agar lebih berhati-hati. 8) Pemeriksaan kesehatan ulangan pada para karyawan secara berkala, pada waktu-waktu tetrtentu secara berkala dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit akibat kerja yang ditimbulkan. 3. Pengertian Sanitasi dan HygieneKesehatan dan keselamatan kerja juga erat kaitannya dengan sanitasi hygiene sehingga dalam hal perlu pula dikemukakan pengertian serta keterkaitan sanitasi hygiene sebagai berikut :Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Hygiene (ilmu kesehatan) adalah ilmu yang mempelajari cara-cara yang berguna bagi kesehatan. Secara garis besar perbedaan antara higiene dan sanitasi adalah terletak pada pada hal bahwa hygiene lebih mengarahkan keaktifannya kepada manusia (perseorangan atau masyarakat umum, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pengendalian faktor-faktor lingkungan hidup manusia. Penjelasan di atas diperkuat oleh Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1758 Tahun 2003 dimana dijelaskan bahwa : Visi Indonesia Sehat 2010 yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan yang misinya antara lain : pemeliharaan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Dalam undang-undang No 23 Tahun 1992 pasal 23 tentang kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja. khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan bagi pekerja agar pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja (Dikutip dari berbagai sumber internet, diakses tanggal 18 Desember 2008).

a) Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja merupakan usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil-hasil produksi perusahaan. b) Tujuan hygiene dan kesehatan kerja - Agar masyarakat pekerja (karyawan perusahaan, pegawai negeri, petani, nelayan, pekerja-pekerja bebas dan sebagainya) dapat dicapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental dan sosialnya. - Agar masyarakat sekitar perusahaan terlindung dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan yang berasal dari perusahaan. - Agar hasil produksi perusahaan tidak membahayakan kesehatan masyarakat konsumennya. - Agar efisiensi kerja dan daya produktifitas para karyawan meningkat dan dengan demikian akan meningkatkan pula produksi perusahaan. c) Usaha-usaha hygiene perusahaan dan kesehatan kerja - Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja. - Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja. - Pemeliharaan dan peningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia. - Pemberantasan kelelahan kerja dan peningkatan kegairahan kerja. - Pemeliharaan dan peningkatan hygiene dan sanitasi perusahaan pada umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara pembuangan sampah/sisa-sisa pengolahan dan sebagainya. - Perlingdungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan. - Perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan. Esin Sintawati (2006) mendeskripsikan faktor-faktor lingkungan hidup manusia terkait dengan sanitasi sebagai berikut : a) Faktor Lingkungan KerjaBerdasarkan proses produksi pada industri busana, faktor lingkungan kerja memungkinkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja. b) Potensi Bahaya Kecelakaan KerjaSetiap industri memiliki potensi akan terjadinya bahaya dan kecelakaan kerja. Namun demikian peraturan telah meminta agar setiap industri mengantisipasi dan meminimalkan bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan atau terancamnya keselamatan seseorang baik yang ada dalam lingkungan industri itu sendiri ataupun bagi masyarakat di sekitar industri. c) Keserasian Peralatan dan Sarana Kerja dengan Tenaga KerjaKeserasian peralatan dan sarana harus diperhatikan pihak perusahaan dan disesuaikan dengan tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Kesalahan atau ketidakserasian antara peralatan dan sarana kerja dengan pegawai yang digunakan. Ketidakserasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga kerja dapat menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam keselamatan dan kesehatan kerja pegawai atau tenaga kerja.d) Faktor manusiaPermasalahan yang terjadi pada faktor manusia meliputi faktor manajerial, dan faktor tenaga kerja. Permasalahannya dapat merupakan :(1) Manajemen : Pemahaman yang kurang tentang hiperkes dan keselamaatan kerja Tidak melaksanakan teknik-teknik hiperkes dan keselamatan kerja Tidak menyediakan alat proteksi/pelindung diri(2) Tenaga kerja : Tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan K3 Tidak mengenakan alat proteksi yang telah disediakan Tidak memiliki naluri cara kerja sehatJika sanitasi lebih menekankan pada upaya pencegahan dan pengendalian kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup manusia, maka hygiene lebih menekankan pada kebersihan faktor kebersihan dan kesehatan manusia secara perseorangan, peralatan kerja, serta hal-hal berhubungan dengan hygiene itu sendiri. Dengan demikian, kiranya dapat disimpulkan bahwa sanitasi dan hygiene dapat digunakan sebagai dasar pencapaian tingkat kesehatan karyawan pada sebuah idustri atau usaha sehingga keselamatan kerja karyawan dapat terjamin pula. B. Kerangka Pikir Kesehatan dan keselamatan kerja pada sebuah perusahaan menjadi salah satu faktor utama yang harus ada dan dilaksanakan baik perusahaan maupun karyawan selaku perkerja sehingga tercipta suasana lingkungan kerja yang sehat dan dapat menjamin keselamatan orang yang bekerja. Untuk mewujudkan hal ini, maka sanitasi dan hygiene haruslah diperhatikan serta diimplementasikan. Lariz Railor selaku industri konveksi yang didalam pelaksanaan operasionalnya banyak mempergunakan alat-alat berat dan mengandung aliran listrik dan disertai 10 orang tenaga kerja tentu saja harus mengimplementasikan sanitasi dan hygiene untuk mencapai kesehatan dan keselamatan kerja karyawan secara maksimal. Namun demikian, sejauh mana manajemen dan implementasi sanitasi dan hygiene yang dilaksanakan oleh Lariz Tailor serta pengaruhnya terhadap keselamatan kerja karyawan dapat dijelaskan dalam bagan berikut ini :

Skema Berpikir

BAB IIIMETODE PENELITIANA. Jenis, Waktu dan Tempat Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Menurut Travers dalam Consuelo G Sevilla (1993: 71) penelitian deskriptif dirancang untuk mengumpulkan data-data atau mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang yang sedang berlangsung. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu objek yang sedang berlaku di Lariz Tailor, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai penelitian deskriptif. 2. Waktu Penelitian direncanakan terlaksana pada bulan April Mei tahun 2009 setelah peneliti memperoleh izin penelitian dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar. 3. Tempat Penelitian Lokasi penelitian yaitu Lariz Tailor dengan alamat Jl. Urip Sumoharjo No. 278 Kota Makassar. B. Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Lariz Tailor sejumlah 10 orang pekerja. C. Defenisi Operasional Variabel. Adapun variabel penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah keterkaitan antara lingkungan kerja dan kesehatan dan keselamatan kerja, dimana sanitasi dan hygiene menjadi faktor penentu keselamatan kerja para pekerja. Menghindari terjadinya perbedaan interpretasi terhadap permasalahan yang sedang dikaji, maka dapat dioperasional sebagai berikut : 1. Manajemen K3 merupakan suatu upaya yang ditujukan untuk tercapainya standar kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, dimana karyawan atau pekerja dapat terhindar dari berbagai resiko kesehatan dan keselamatan kerja terhadap penggunaan peralatan produksi ataupun dampak yang dapat ditimbulkan dari kondisi lingkungan kerja. 2. Penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja merupakan suatu dampak proses produksi dari operasional industri yang dapat terjadi akibat adanya bakteri atau bibit penyakit pada alat produksi dan dapat ditularkan kepada pekerja lainnya. D. Teknik Pengumpulan Data Dalam sebuah penelitian deskriptif, terdapat tiga teknik utama dalam mengumpulkan data, melalui observasi lapangan atau pengamatan, wawancara dan angket (Consuelo G Sevilla, 1993: 71) dan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Observasi atau Pengamatan Pengamatan dimaksudkan untuk mengumpulkan berbagai informasi awal pra penelitian, sehingga peneliti dapat menentukan batasan-batasan dan ruang lingkup terhadap objek yang akan diteliti utama menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja di Lariz Tailor Makassar. 2. Wawancara Wawancara dilakukan kepada berbagai pihak yang masih ada kaitannya dengan penyelengaraan kegiatan jahit menjahit atau kegiatan usaha di Lariz Tailor Makassar.3. Angket Angket dalam hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pernyataan-pernyataan tertulis dari karyawan Lariz Tailor. Angket selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kesimpulan dari aspek atau objek yang sedang diteliti. E. Analisis Data Presentasi dan penarikan kesimpulan terhadap informasi dan data yang diperoleh dari tiga teknik utama yang digunakan dalam penelitian deskriptif ini selanjutnya disajikan secara naratif.

DAFTAR PUSTAKA

. 1994. Ruang Lingkup dan Metode Kesehatan Kerja. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

. 1994. Inspeksi Tempat Kerja. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

. 1994. Kesehatan Lingkungan Kerja Pelarut Organik di Tempat Kerja. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Sumamur. 1994. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan kesebelas. Jakarta: CV. Haji Masagung.

Silalahi, B. 1991. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Karya Unipress, LPMP dan PT. Pustaka Binamas Pressinido.

Consuela G. Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Esin Sintawati. 2003. Pemeliharaan Piranti Menjahit dan K3 Bidang Busana. Proyek Pengembangan Kurikulum. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.

http://wikipedia.org.id/ Keputusan menteri kesehatan Nomor 1758 Tahun 2003 tentang kesehatan dan keselamatan kerja dasar, diakses tanggal 19 Desember 2008. KEPMENKES-1758-SK XII-2003. Dikutip dari berbagai sumber web browser (Internet). 2008.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1758 Tahun 2003. Dikutip dari berbagai sumber web browser (Internet). 2008.

SystemTheory .(http://www.tcw.utwente.nl/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/ Communication%20Processes/System_Theory.doc., 9 mei 2005).Umar Fahmi dan Benny L. Priatna. 1995. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Cetakan kedelapan. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.

Windy Novia. 2008. Kamus Ilmiah Populer. Jakarta: Wacana Intelektual.

Winardi, B. 1996. Kecenderungan Penyakit Akibat Kerja sebagai Dampak Industri. Lokakarya Nasional Peran Perguruan Tinggi dalam Mempersiapkan Sumber Daya Manusia di Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta.