26
Ketoasidosis Diabetikum Yunita Sofianti 102009208 s ophieanti_1691 @yahoo.com Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi- kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolute atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut Diabetes Melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat dieresis osmotic, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. 1 Makalah ini akan membahas mengenai Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan penatalaksanaannya. Pembahasan akan berkaitan dengan keterampilan seorang dokter yang menghadapi pasien dengan gejala penyakit ini, dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, sampai dengan penatatalaksanaan dan prognosisnya. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih memahami, mampu menjelaskan, dan dapat memberikan tata laksana yang tepat mengenai penyakit ini. Skenario 1

KAD

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAD

Ketoasidosis Diabetikum

Yunita Sofianti

102009208

s ophieanti_1691 @yahoo.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang

ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi

insulin absolute atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut Diabetes

Melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat dieresis

osmotic, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan

syok.1

Makalah ini akan membahas mengenai Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan

penatalaksanaannya. Pembahasan akan berkaitan dengan keterampilan seorang dokter yang

menghadapi pasien dengan gejala penyakit ini, dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

sampai dengan penatatalaksanaan dan prognosisnya.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih memahami, mampu

menjelaskan, dan dapat memberikan tata laksana yang tepat mengenai penyakit ini.

Skenario

Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dibawa ke RS oleh keluarganya karena tak sadarkan

diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat, dan muntah-

muntah, namun tidak mau berobat ke dokter.

Anamnesis

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan napas,

status mental, status ginjal dan kardiovaskular, status hidrasi. Langkah-langlah ini harus dapat

1

Page 2: KAD

menetukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga

penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.1

KAD banyak terjadi akibat Diabetes Melitus (DM) tipe 1 yang diakibatkan karena penurunan

sekresi insulin atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ). Kasus baru DM tipe 1

seringkali bermanifestasi sebagai KAD sehingga manifestasi klasik DM yaitu poliuria,

polidipsia, dan polifagia dapat ditemukan. Gejala-gejala lain seperti asidosis dikeluhkan

sebagai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul) dengan bau pernafasan aseton. Ketonemia

akan terlihat sebagai berat badan yang menurun akibat proses glikoneogenesis dan glikolisis.

Dalam keadaan KAD berat (pH , 7.1 dan kadar bikarbonat serum < 10 mEq/L) pasien datang

dalam keadaan syok dengan atau tanpa koma. Pasien DM tipe 1 lama, sering disertai gejala

tambahan seperti nyeri perut dan malaise. Patut diwaspadai adanya KAD apabila ditemukan

dehidrasi berat namun masih terjadi poliuria.2

Oleh karena itu pengkajian anamnesis atau hal-hal yang perlu ditanyakan adalah adanya

riwayat DM atau tidak; ada tidaknya poliuria, polidipsia, polifagia; riwayat berhenti

menyuntik insulin; demam dan infeksi; nyeri perut, mual, mutah; penglihatan kabur; lemah

dan sakit kepala.3

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala asidosis, dehidrasi sedang sampai berat

dengan atau tanpa syok, bahkan sampai koma. Dapat juga ditemukan ortostatik hipotensi

(sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri), hipotensi, syok, nafas bau aseton (bau manis

seperti buah), hiperventilasi : kusmual (RR cepat, dalam), kesadaran bisa compos mentis,

letargi atau koma, dehidrasi.3

Selain itu, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC. Pasien bahkan

dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda

kardiovaskular yang ditemukan antara lain  hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau

hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan

demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular,

seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda

neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien,

tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter.4

2

Page 3: KAD

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan setelah

anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan urin

untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin.

Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan

KAD meliputi konsentrasi HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan

pemeriksaan konsentrasi AcAc dan laktat serta 3HB.1

Beberapa hasil pemeriksaan penunjang yang dianjurkan pada KAD adalah:

Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl

Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.

Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c, urinalisis

(dan kultur urine bila ada indikasi).

Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria).

Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.

Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L.

Hemoglobin glikosilat (HbA1c): kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang

mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir. Peningkatan HbA1c

menentukan diagnosis diabetes, terutama pada pasien yang tidak mendapat

penanganan sesuai standar.

Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7,3 dan penurunan pada HCO3 250

mg/dL.2

Diagnosis Kerja

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila

tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin

efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,

katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini akan memicu peningkatan produksi

glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan penggunaan glukosa perifer, sehingga

mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan

produksi badan keton akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia

dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.

Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mMol/L /

3

Page 4: KAD

200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan ini juga

berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.4

Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat keparahan asidosis,

dari ringan (pH < 7,30; bikarbonat , 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10) dan

berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4).4

Diagnosis Banding

Hiperosmolar Non Ketotok (HONK)

Pengertian: HONK adalah komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan

hiperglikemia, hiperosmalar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis. Keadaan inni bisa disertai

dengan penurunan kesadaran.2

Etiologi: Honk disebabkan karena penurunan sekresi insulin Sel beta pancreas gagal atau

terhambat oleh beberapa keaadan stress yang menyebabkan sekresi insulin menjadi tidak

adekuat. Pada keadaan stress tersebut terjadi peningkatan hormon gluikagon sehingga

pembentukan glukosa akan meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer yang

akhirnya menimbulkan hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotic yang

menyebabakan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun dan sebagai

akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lahi dan timbul hiperosmolar tidak terjadi

ketoasidosis atau ketoasidosis. Terdapat beberapa patogenesis.2

Manifestasi Klinis: Secara klinis sulit dibedakan dengan ketoasidosis diabetik terutama bila

hasil laboratorium berupa kadar gula darah, keton dan keseimbangan asam basa belum ada

hasilnya. Dapat digunakan beberapa pegangan : Sering ditemukan pada lanjut usia lebih dari

60 tahun, semakin muda semakin jarang. Belum pernah ditemukan pada anak-anak; Hampir

separuh pasien tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus atau diabetes tanpa pengobatan

insulin; Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit giinjal

atau kardiovaskular, pernah ditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis dan penyakit

Cushing; Sering disebabkan oleh obat-obatan a.l : tiazid, steroid, klorpromazin, hidralazin,

dilantin, simetidin dan haloperidol (neuroleptik); Mempunyai faktor pencetus misalnya

infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan,

pankreatitis, koma hepatic dan operasi; Dari anamnesis keluarga biasanya datang ke rumah

sakit dengan keluhan poliuri, pilodipsi, penurunan berat badan, penurunan kesadaran;

Kesadaran apatis sampai dengan koma; Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor menurun disertai

4

Page 5: KAD

tanda kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering; Tidak ada bau aseton

yang tercium dari pernfasan; Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam).2

Pemeriksaan Penunjang: Kadar glukosa darah >600 mg%; Osmolaritas serum 350

mOsm/kg dan positif lemah; Pemeriksaan aseton negative; Hipernatremia; Hiperkalemia;

Azotemia; BUN: Kreatinin rasio 30 : 1 (normal 10 : 1); Bikarbonat serum  > 17,4 mEq/L.5

  Pankreatitis Akut

Pengertian: Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat

alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis.5

Etiologi: Batu saluran empedu; Infeksi virus atau bakteri; Alkoholisme berat; Obat seperti

steroid, diuretik tiazoid; Hiperlipidemia, terutama fredericson tipe V; Hiperparatiroidisme;

Asidosis metabolic; Uremia; Imunologi seperti lupus eritematosus; Pankreatitis gestasional

karena ketidakseimbangan hormonal; Defisiensi proteinToksin.5

Sebagai kontras adanya berbagai faktor etiologi yang menyertai pankreatitis, terdapat

berbagai rangkaian kejadian patofisiologi yang uniform yang terjadi pada timbulnya penyakit

ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivitas enzim di dalam pancreas yang kemudian

mengakibatkan autodigesti organ. Dalam keadaan normal pancreas terlindung dari efek

enzimatik enzim digestinya sendiri.enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan

diaktivasi dengan pemecahan rantai peptid secara enzimatik. Enzim proteolotik ( tripsin,

kimotripsin, karboksipeptidase, elastase ) dan fosfolopase A termasuk dalam kelompok ini.

Enzim digesti yang lain seperti amylase dan lipase disintesis dalam bentuk inaktif dan

disimpan dalam butir zimogen sehingga terisolasi oleh membrane fosfolipid di dalam sel

asini. Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pancreas, cairan pancreas dan serum

sehingga dapat mengaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini.5

Dalam proses aktivasi enzim di dalam pancreas, peran penting terletak pada tripsin yang

mengaktivasi semua zimogen pancreas yang terlihat dalam proses autodigesti

( kemotripsinogen, proelasase,fosfolifase A ). Hanya lipase yang aktif yang tidak tergantung

pada tripsin. Aktivasi ezimogen secara normal imulai oleh enterokinase di duodenum. Ini

mengakibatkan mulainya aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain.

Jadi diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade

enzim dan autodigesti pankreas. Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain

adalah refluks isi duodenum dan refluks caian empedu, aktivasi system komplemen, stimulasi, 5

Page 6: KAD

sekresi enzim yang berlebihan. Isi duodenum merupakan campuran enzim pancreas yang

aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi. Semuanya ini

mampu menginduksi pancreas akut. Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel

pancreas, meningkatkan aktivasi lipase dafosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin

dan asam lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil tripsinogen sehingga berikutnya

mengaktivasi proenzim pancreas yang lain. Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam

duktus pancreatikus yang utama menambah permiabelitas sehingga menyebabkan perubahan

structural yang jelas. Kelainan histology utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah

nekrosis koagulasi parenkim dan piknosis inti atau kariolisis yang cepat diikuti oleh degradasi

asini yang nekrotik dan absorpsi dbris yang timbul. Adanya ema, pendarahan dan rombosis

menunjukkan kerusakan vascular yang terjadi bersamaan.5

Manifestasi Klinis:

Rasa nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pancreatitis.

Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen.

Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun

demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritoniti

Bising usus biasanya menurun sampai hilang.

Kekakuan otot.

Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan disekitar umbilikus.

Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut.

Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia.

Syok akibat:

Hipovolemia karena eksudasi darah dan protein kedalam ruang retroperineum

(retroperineal burn);

Peningkatan pembentukan dan pelepasan peptide kinin yang menyebabkan

vasodilatasidan peningkatan permeabilitas vaskular;

Syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein,

karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum.

Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit yang dingin serta basah

disamping gejala hipotensi.5

6

Page 7: KAD

Pemeriksaan Penunjang:

Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis.

Ultrasound abdomen : dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses,

pseudositis, karsinoma dan obstruksi trakrus billier.

Endoskopi: penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit

obstruksi billier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan: Prosedur ini dikontra

indikasikan pada fase akut.

Aspirasi jarum penunjuk CT: dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.

Foto abdomen: dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas

atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal

disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, klasifikasi pankreas.

Darah lengkap: SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun

karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah

atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal

Glukosa serum: meningkat sementara umum khususnya selama serangan awal atau akut.

Feses: peningktan kandungan lemak menunjukkan gagal pencernaan lemak dan protein.5

Krisis Tyroid

Penegrtian : Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai

oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran

cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan

kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika

jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu

tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap

tirotoksikosis tersebut.

Etiologi : Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik, nodul

toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular metastatik, dan

tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit

Graves (goiter difus toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan

komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama

operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah

operasi. Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit

7

Page 8: KAD

Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis

tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.

Manifestasi klinis : Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-

gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan

sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun

akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh

pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat

badan. Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare,

nyeri perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas

(paling banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC.

Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih.

Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain  hipertensi dengan tekanan nadi yang

melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak

bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak

supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi).

Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan

tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup

tanda orbital dan goiter.

Pemeriksaan Penunjang : Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan

pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak

boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas

tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan

keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya.

Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu

untuk penanganan segera. Temuan biasanya mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk

bebasnya, peningkatan uptake resin T3, penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake

iodium 24 jam.

Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini jarang terjadi.

Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik, seperti peningkatan

kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada

8

Page 9: KAD

analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan

untuk menilai dan memonitor penanganan jangka pendek.

Fungsi pankreas merupakan struktur berlobulus yang memiliki fungsi eksokrin dan endokrin.

Kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan pankreas menuju duktus pankreatikus, dan akhirnya

ke duodenum. Sekresi ini penting untuk pencernaan dan absorbs protein, lemak, dan

karbohidrat. Endokrin pankreas bertanggung jawab untuk produksi serta sekresi glucagon dan

insulin, yang terjadi dalam sel-sel khusus di pulau Langerhans.6

Hormon Utama pada Homeostatis Metabolik

Hormon homeostasis metabolik berspons terhadap perubahan yang terjadi dalam asupan

makanan dan status fisiologis dengan cara sedemikian sehingga ketersediaan bahan bakar

dapat disesuaikan. Insulin dan glucagon dianggap sebgai hormone utama dalam homeostasis

metabolic karena keduanya secara terus menerus berflukturasi sebagai respons terhadap pola

makan kita sehari-hari.7

Insulin adalah hormon anabolik utama yang mendorong penyimpanan zat gizi: penyimpanan

glukosa sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati

dan penyimpanannya di jaringan adipose, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di

otot rangka. Hormon ini juga meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh

hati. Insulin meningkatkan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang

transport glukosa ke dalam otot dan jaringan adipose. Pada saat yang sama, insulin bekerja

menghambat mobilisasi bahan bakar.7

Glukagon bekerja untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia

glukosa makanan dengan merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati, dengan

merangsang glukoneogenesis. Tempat kerjanya terutama di hati dan jaringan adiposa.

Hormone ini tidak memiliki pengaruh terhadap metabolism otot rangka. Pelepasan insulin

ditentukan oleh kadar glukosa darah, dan kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit

setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring

dengan penurunan glukosa darah, sekitar 120 menit setelah makan. Di pihak lain, pelepasan

glucagon dikontrol terutama melalui supresi glukosa dari insulin. Oleh karena itu, kadar

terendah glucagon dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang disertai

penekanan glucagon oleh makanan tinggi karbohidrat menghasilkan control metabolisme

karbohidrat, lemak, protein yang terintegrasi.

9

Page 10: KAD

Epidemiologi dan Faktor Risiko

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi

bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi

di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD

yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak

10 dari 100.000 anak. Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda

(berusia < 4 tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari

keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti

glukokortikoid, antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan

mampu menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.8

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak

dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak

perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan

makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah

asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu

terjadinya KAD. Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang

mengalami episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian

insulin atau pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan,

yaitu 0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan

fasilitas medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian

penderita mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.8

Etiologi

KAD banyak terjadi akibat Diabetes Melitus (DM) tipe 1 yang diakibatkan karena penurunan

sekresi insulin. Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk

pertama kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali

adanya faktor pencetus. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi,

infark miokard akut, pancreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau

mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.2

Infeksi, merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan ini infeksi kebutuhan

tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran

kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan

10

Page 11: KAD

kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertkulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak

menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang

tersembunyi ( misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal ).4

Infark miokart akut. Pada infark miokart akut terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin

yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis, dan glikogenolisis.4

Penghentian insulin. Proses kejadian KAD pada pasien dengan pompa insulin lebih cepat bila

dibadingkan dengan pasien yang menghentikan satu dosis insulin depokonvensional

( subkutan ). Faktor pencetus KAD lain yang tidak terlalu sering ialah pankreatin, kehamilan,

stroke, hipokalemia, dan obat.4

Patofisiologi

Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai

lanjutan dari kegagalan sel secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan kadar

atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan peningkatan

kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan

keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik dari

glikogenolisis maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun. Secara

langsung, keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau >

200 mg/dL), diuresis osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi

glomerulus, dan hiperosmolaritas.4

Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan turut

memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat (keton)

secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH < 7,3). Keadaan

ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang

buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit

akan semakin memperberat ketidak-seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini

berlanjut membentuk semacam siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan

progresif. Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan

dalam, akan menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut

menjadi koma. Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi:

ringan (pH 7,2 – 7,3), moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).4

11

Page 12: KAD

Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia biasanya didapatkan

pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan. Hiperkalemia serum terjadi akibat

pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke ekstrasel karena adanya asidosis akibat

defisiensi insulin dan penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya penurunan kadar fosfat dan

magnesium serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia terjadi akibat efek dilusi akibat

osmolaritas serum yang tinggi. Kadar natrium dapat diukur dengan menambahkan kadar

natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan

osmolaritas serum akibat hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan osmolaritas

intraselular di otak. Koreksi hiperglikemia serum yang dilakukan secara cepat dapat

memperlebar gradien osmolaritas serum dan intraserebral. Cairan bebas kemudian akan

memasuki jaringan otak dan menyebabkan edema serebri beserta peningkatan risiko herniasi.8

Manifestasi Klinis

Pada pasien KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat

dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia

sampai syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium. Keluhan poliuri dan

polidipsi sering nendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin,

demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai. Derajat

kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, derilium, atau depresi sampai koma.2

Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti iritabilitas,

agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun, keringat

berlebih dan intoleransi suhu. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien

adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan.

Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri

perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling

banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.4

Penatalaksanaan

Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan

oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes

glukosa, dan pemeriksaan status mental.9

Penanganan pasien dengan KAD, antara lain:

12

Page 13: KAD

• Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu

airway, breathing, dan circulation.

• Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,

suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.

• Tujuan utama terapi pada 1 jam pertama resusitasi cairan & pemeriksaan

laboratorium:

- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang.

- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 –

300 mg/dL selama rehidrasi.

• Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis

dan ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi

glukosa darah pada level 150 - 250 mg/dL dengan pemberian insulin 4-8 unit/jam.4

Monitoring

Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup

medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan.

Monitoring yang dilakukan harus mencakup:

• Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam.

• Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat

gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan.

• Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil

hiperkalemia atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.

• Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa

darah vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau

perfusi perifer yang buruk).

• Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus

diulangi setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam.

Peningkatan leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan

tanda infeksi.

13

Page 14: KAD

Komplikasi

KAD sendiri merupakan komplikasi dari DM tipe 1. Komplikasi KAD biasanya terjadi karena

pengobatannya, seperti hipoglikemia, hipokalsemia, asidosis persisten, hipokalemia, dan

edema serebri. Asidosis persisten merupakan kelainan yang paling sering disebabkan oleh

pemberian insulin yang tidak adekuat, walaupun dapat juga disebabkan oleh asidosis laktat

atau kompensasi ginjal yang tidak adekuat. Hipokalemia, terjadi sekunder akibat perubahan

pH yang cepat dan kegagalan untuk mengoreksi penurunan kadar kalium. Tanda dan gejala

hipokalemia meliputi adanya temuan gelombang U pada EKG dan iritabilitas miokardium.10

Edema serebri paling sering terjadi pada 4 – 12 jam setelah terapi diberikan, namun dapat

pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kapan pun

selama terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda edema serebri cukup bervariasi

dan meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan bertahap atau memburuknya derajat kesadaran,

nadi yang melambat, dan tekanan darah yang meningkat.4 Edema serebri dianggap disebabkan

oleh akumulasi osmol idiogenik pada sistem saraf pusat. Otak membentuk osmol-osmil ini

selama periode hipertonisitas ekstraselular. Ketika tonus cairan ekstraselular terkoreksi

dengan sendirinya, air mengalir ke sistem saraf pusat, karena region ini sekarang bersifat

hipertonik. Faktor risiko timbulnya edema serebri masih belum jelas, walaupun terdapat

keterlibatan asidosis berat, terapi bikarbonat, dan koreksi hiperosmolaritas yang cepat.10

Pencegahan

Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak

adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan

memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,

komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluaranya di saat sakit,

serta edukasi.4

Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1 agar

tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolic dan penanganan yang

tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah : 1. ) Menjamin agar jangan sampai terjadi

defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat di

saat sakit). 2.)Menghindari strees. 3.) Menghindari puasa berkepanjangan. 4.) Mencegah

14

Page 15: KAD

dehidrasi. 5.) Mengobati infeksi secara adekuat. 6.) Melakukan pemantauan kadar gula darah/

keton secara mandiri.5

Prognosis

Prognosis dari KAD biasanya buruk, tetapi kematian pada penyakit ini sebenarnya bukan

disebabkan oleh sindrom hiperosmolarnya sendiri tetapi karena penyakit dasar yang

mendahului atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50 %, di negara maju

dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut, dan hiperosmolar darah

yang tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi 12%. Pada anak-anak

muda dari 10 tahun, KAD menyebabkan kematian 70% kematian terkait diabetes.4

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa anak laki-

laki berusia 5 tahun tersebut yang masuk UGD RS dan menjadi bingung sejak beberapa jam

yang lalu dikarenakan Ketoasidosis Diabetikum (KAD).

15

Page 16: KAD

Daftar Pustaka

1. Soewondo P. Ketoasidosi diabetik. Dalam: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simandibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi 5.

Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1906-8,1910.

2. Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, YAti NP, Satriono, Harjantien N. Diabetes

mellitus. Dalam: Jose RLB, editor. Buku ajar endokrinologi anak. Jakarta: Sagung

Seto; 2010. h.124-61.

3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.

h.138.

4. Syahputra, Muhammad. Diabetik ketoasidosis. Bagian Biokimia FK Universitas

Sumatera Utara, Medan: 2003. h.1-14.

5. Caroline’s N. Emergency care in the streets. Volume 2. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2012.

h.2013-40.

6. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Erlangga; 2005. h.43.

7. Marks DB, Marks AD, Smith MC. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan

klinis. Jakarta: EGC; 2000. Hal.366-70.

8. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and

adolescent: A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes

Care 2006;29(5):1050-9.

9. Sperling MA. Diabetes Melitus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,

editor. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi 16. Jakarta: EGC; 2000. h.1770-7.

10. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2004. h.263-4.

16