Upload
yunita-sofianti-jusuf
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Ketoasidosis Diabetikum
Yunita Sofianti
102009208
s ophieanti_1691 @yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolute atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut Diabetes
Melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat dieresis
osmotic, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan
syok.1
Makalah ini akan membahas mengenai Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan
penatalaksanaannya. Pembahasan akan berkaitan dengan keterampilan seorang dokter yang
menghadapi pasien dengan gejala penyakit ini, dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
sampai dengan penatatalaksanaan dan prognosisnya.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih memahami, mampu
menjelaskan, dan dapat memberikan tata laksana yang tepat mengenai penyakit ini.
Skenario
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dibawa ke RS oleh keluarganya karena tak sadarkan
diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat, dan muntah-
muntah, namun tidak mau berobat ke dokter.
Anamnesis
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan napas,
status mental, status ginjal dan kardiovaskular, status hidrasi. Langkah-langlah ini harus dapat
1
menetukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga
penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.1
KAD banyak terjadi akibat Diabetes Melitus (DM) tipe 1 yang diakibatkan karena penurunan
sekresi insulin atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ). Kasus baru DM tipe 1
seringkali bermanifestasi sebagai KAD sehingga manifestasi klasik DM yaitu poliuria,
polidipsia, dan polifagia dapat ditemukan. Gejala-gejala lain seperti asidosis dikeluhkan
sebagai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul) dengan bau pernafasan aseton. Ketonemia
akan terlihat sebagai berat badan yang menurun akibat proses glikoneogenesis dan glikolisis.
Dalam keadaan KAD berat (pH , 7.1 dan kadar bikarbonat serum < 10 mEq/L) pasien datang
dalam keadaan syok dengan atau tanpa koma. Pasien DM tipe 1 lama, sering disertai gejala
tambahan seperti nyeri perut dan malaise. Patut diwaspadai adanya KAD apabila ditemukan
dehidrasi berat namun masih terjadi poliuria.2
Oleh karena itu pengkajian anamnesis atau hal-hal yang perlu ditanyakan adalah adanya
riwayat DM atau tidak; ada tidaknya poliuria, polidipsia, polifagia; riwayat berhenti
menyuntik insulin; demam dan infeksi; nyeri perut, mual, mutah; penglihatan kabur; lemah
dan sakit kepala.3
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala asidosis, dehidrasi sedang sampai berat
dengan atau tanpa syok, bahkan sampai koma. Dapat juga ditemukan ortostatik hipotensi
(sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri), hipotensi, syok, nafas bau aseton (bau manis
seperti buah), hiperventilasi : kusmual (RR cepat, dalam), kesadaran bisa compos mentis,
letargi atau koma, dehidrasi.3
Selain itu, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC. Pasien bahkan
dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih. Tanda-tanda
kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau
hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan
demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular,
seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda
neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien,
tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter.4
2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan urin
untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin.
Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan
KAD meliputi konsentrasi HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan
pemeriksaan konsentrasi AcAc dan laktat serta 3HB.1
Beberapa hasil pemeriksaan penunjang yang dianjurkan pada KAD adalah:
Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl
Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c, urinalisis
(dan kultur urine bila ada indikasi).
Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria).
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L.
Hemoglobin glikosilat (HbA1c): kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir. Peningkatan HbA1c
menentukan diagnosis diabetes, terutama pada pasien yang tidak mendapat
penanganan sesuai standar.
Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7,3 dan penurunan pada HCO3 250
mg/dL.2
Diagnosis Kerja
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila
tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin
efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini akan memicu peningkatan produksi
glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan penggunaan glukosa perifer, sehingga
mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan
produksi badan keton akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia
dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mMol/L /
3
200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan ini juga
berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.4
Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat keparahan asidosis,
dari ringan (pH < 7,30; bikarbonat , 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10) dan
berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4).4
Diagnosis Banding
Hiperosmolar Non Ketotok (HONK)
Pengertian: HONK adalah komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia, hiperosmalar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis. Keadaan inni bisa disertai
dengan penurunan kesadaran.2
Etiologi: Honk disebabkan karena penurunan sekresi insulin Sel beta pancreas gagal atau
terhambat oleh beberapa keaadan stress yang menyebabkan sekresi insulin menjadi tidak
adekuat. Pada keadaan stress tersebut terjadi peningkatan hormon gluikagon sehingga
pembentukan glukosa akan meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer yang
akhirnya menimbulkan hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotic yang
menyebabakan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun dan sebagai
akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lahi dan timbul hiperosmolar tidak terjadi
ketoasidosis atau ketoasidosis. Terdapat beberapa patogenesis.2
Manifestasi Klinis: Secara klinis sulit dibedakan dengan ketoasidosis diabetik terutama bila
hasil laboratorium berupa kadar gula darah, keton dan keseimbangan asam basa belum ada
hasilnya. Dapat digunakan beberapa pegangan : Sering ditemukan pada lanjut usia lebih dari
60 tahun, semakin muda semakin jarang. Belum pernah ditemukan pada anak-anak; Hampir
separuh pasien tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus atau diabetes tanpa pengobatan
insulin; Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit giinjal
atau kardiovaskular, pernah ditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis dan penyakit
Cushing; Sering disebabkan oleh obat-obatan a.l : tiazid, steroid, klorpromazin, hidralazin,
dilantin, simetidin dan haloperidol (neuroleptik); Mempunyai faktor pencetus misalnya
infeksi, penyakit kardiovaskular, aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan,
pankreatitis, koma hepatic dan operasi; Dari anamnesis keluarga biasanya datang ke rumah
sakit dengan keluhan poliuri, pilodipsi, penurunan berat badan, penurunan kesadaran;
Kesadaran apatis sampai dengan koma; Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor menurun disertai
4
tanda kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering; Tidak ada bau aseton
yang tercium dari pernfasan; Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam).2
Pemeriksaan Penunjang: Kadar glukosa darah >600 mg%; Osmolaritas serum 350
mOsm/kg dan positif lemah; Pemeriksaan aseton negative; Hipernatremia; Hiperkalemia;
Azotemia; BUN: Kreatinin rasio 30 : 1 (normal 10 : 1); Bikarbonat serum > 17,4 mEq/L.5
Pankreatitis Akut
Pengertian: Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat
alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis.5
Etiologi: Batu saluran empedu; Infeksi virus atau bakteri; Alkoholisme berat; Obat seperti
steroid, diuretik tiazoid; Hiperlipidemia, terutama fredericson tipe V; Hiperparatiroidisme;
Asidosis metabolic; Uremia; Imunologi seperti lupus eritematosus; Pankreatitis gestasional
karena ketidakseimbangan hormonal; Defisiensi proteinToksin.5
Sebagai kontras adanya berbagai faktor etiologi yang menyertai pankreatitis, terdapat
berbagai rangkaian kejadian patofisiologi yang uniform yang terjadi pada timbulnya penyakit
ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivitas enzim di dalam pancreas yang kemudian
mengakibatkan autodigesti organ. Dalam keadaan normal pancreas terlindung dari efek
enzimatik enzim digestinya sendiri.enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan
diaktivasi dengan pemecahan rantai peptid secara enzimatik. Enzim proteolotik ( tripsin,
kimotripsin, karboksipeptidase, elastase ) dan fosfolopase A termasuk dalam kelompok ini.
Enzim digesti yang lain seperti amylase dan lipase disintesis dalam bentuk inaktif dan
disimpan dalam butir zimogen sehingga terisolasi oleh membrane fosfolipid di dalam sel
asini. Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pancreas, cairan pancreas dan serum
sehingga dapat mengaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini.5
Dalam proses aktivasi enzim di dalam pancreas, peran penting terletak pada tripsin yang
mengaktivasi semua zimogen pancreas yang terlihat dalam proses autodigesti
( kemotripsinogen, proelasase,fosfolifase A ). Hanya lipase yang aktif yang tidak tergantung
pada tripsin. Aktivasi ezimogen secara normal imulai oleh enterokinase di duodenum. Ini
mengakibatkan mulainya aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain.
Jadi diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade
enzim dan autodigesti pankreas. Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain
adalah refluks isi duodenum dan refluks caian empedu, aktivasi system komplemen, stimulasi, 5
sekresi enzim yang berlebihan. Isi duodenum merupakan campuran enzim pancreas yang
aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi. Semuanya ini
mampu menginduksi pancreas akut. Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel
pancreas, meningkatkan aktivasi lipase dafosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin
dan asam lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil tripsinogen sehingga berikutnya
mengaktivasi proenzim pancreas yang lain. Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam
duktus pancreatikus yang utama menambah permiabelitas sehingga menyebabkan perubahan
structural yang jelas. Kelainan histology utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah
nekrosis koagulasi parenkim dan piknosis inti atau kariolisis yang cepat diikuti oleh degradasi
asini yang nekrotik dan absorpsi dbris yang timbul. Adanya ema, pendarahan dan rombosis
menunjukkan kerusakan vascular yang terjadi bersamaan.5
Manifestasi Klinis:
Rasa nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pancreatitis.
Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen.
Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun
demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritoniti
Bising usus biasanya menurun sampai hilang.
Kekakuan otot.
Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan disekitar umbilikus.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut.
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia.
Syok akibat:
Hipovolemia karena eksudasi darah dan protein kedalam ruang retroperineum
(retroperineal burn);
Peningkatan pembentukan dan pelepasan peptide kinin yang menyebabkan
vasodilatasidan peningkatan permeabilitas vaskular;
Syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein,
karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum.
Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit yang dingin serta basah
disamping gejala hipotensi.5
6
Pemeriksaan Penunjang:
Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis.
Ultrasound abdomen : dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses,
pseudositis, karsinoma dan obstruksi trakrus billier.
Endoskopi: penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit
obstruksi billier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan: Prosedur ini dikontra
indikasikan pada fase akut.
Aspirasi jarum penunjuk CT: dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
Foto abdomen: dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas
atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal
disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, klasifikasi pankreas.
Darah lengkap: SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun
karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah
atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal
Glukosa serum: meningkat sementara umum khususnya selama serangan awal atau akut.
Feses: peningktan kandungan lemak menunjukkan gagal pencernaan lemak dan protein.5
Krisis Tyroid
Penegrtian : Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai
oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan
kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika
jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu
tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis tersebut.
Etiologi : Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik, nodul
toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular metastatik, dan
tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit
Graves (goiter difus toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama
operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah
operasi. Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit
7
Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis
tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
Manifestasi klinis : Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-
gejala seperti iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan
sangat turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun
akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh
pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat
badan. Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare,
nyeri perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas
(paling banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC.
Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih.
Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang
melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak
bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak
supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi).
Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan
tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup
tanda orbital dan goiter.
Pemeriksaan Penunjang : Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan
pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak
boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan
keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya.
Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu
untuk penanganan segera. Temuan biasanya mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk
bebasnya, peningkatan uptake resin T3, penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake
iodium 24 jam.
Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini jarang terjadi.
Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik, seperti peningkatan
kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada
8
analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan
untuk menilai dan memonitor penanganan jangka pendek.
Fungsi pankreas merupakan struktur berlobulus yang memiliki fungsi eksokrin dan endokrin.
Kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan pankreas menuju duktus pankreatikus, dan akhirnya
ke duodenum. Sekresi ini penting untuk pencernaan dan absorbs protein, lemak, dan
karbohidrat. Endokrin pankreas bertanggung jawab untuk produksi serta sekresi glucagon dan
insulin, yang terjadi dalam sel-sel khusus di pulau Langerhans.6
Hormon Utama pada Homeostatis Metabolik
Hormon homeostasis metabolik berspons terhadap perubahan yang terjadi dalam asupan
makanan dan status fisiologis dengan cara sedemikian sehingga ketersediaan bahan bakar
dapat disesuaikan. Insulin dan glucagon dianggap sebgai hormone utama dalam homeostasis
metabolic karena keduanya secara terus menerus berflukturasi sebagai respons terhadap pola
makan kita sehari-hari.7
Insulin adalah hormon anabolik utama yang mendorong penyimpanan zat gizi: penyimpanan
glukosa sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati
dan penyimpanannya di jaringan adipose, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di
otot rangka. Hormon ini juga meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh
hati. Insulin meningkatkan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang
transport glukosa ke dalam otot dan jaringan adipose. Pada saat yang sama, insulin bekerja
menghambat mobilisasi bahan bakar.7
Glukagon bekerja untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia
glukosa makanan dengan merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati, dengan
merangsang glukoneogenesis. Tempat kerjanya terutama di hati dan jaringan adiposa.
Hormone ini tidak memiliki pengaruh terhadap metabolism otot rangka. Pelepasan insulin
ditentukan oleh kadar glukosa darah, dan kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit
setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring
dengan penurunan glukosa darah, sekitar 120 menit setelah makan. Di pihak lain, pelepasan
glucagon dikontrol terutama melalui supresi glukosa dari insulin. Oleh karena itu, kadar
terendah glucagon dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang disertai
penekanan glucagon oleh makanan tinggi karbohidrat menghasilkan control metabolisme
karbohidrat, lemak, protein yang terintegrasi.
9
Epidemiologi dan Faktor Risiko
Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi
bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi
di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD
yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak
10 dari 100.000 anak. Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda
(berusia < 4 tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari
keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti
glukokortikoid, antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan
mampu menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.8
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak
dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak
perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan
makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah
asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu
terjadinya KAD. Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang
mengalami episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian
insulin atau pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan,
yaitu 0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan
fasilitas medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian
penderita mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.8
Etiologi
KAD banyak terjadi akibat Diabetes Melitus (DM) tipe 1 yang diakibatkan karena penurunan
sekresi insulin. Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi,
infark miokard akut, pancreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau
mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.2
Infeksi, merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan ini infeksi kebutuhan
tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran
kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan
10
kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertkulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak
menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang
tersembunyi ( misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal ).4
Infark miokart akut. Pada infark miokart akut terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin
yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis, dan glikogenolisis.4
Penghentian insulin. Proses kejadian KAD pada pasien dengan pompa insulin lebih cepat bila
dibadingkan dengan pasien yang menghentikan satu dosis insulin depokonvensional
( subkutan ). Faktor pencetus KAD lain yang tidak terlalu sering ialah pankreatin, kehamilan,
stroke, hipokalemia, dan obat.4
Patofisiologi
Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai
lanjutan dari kegagalan sel secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan kadar
atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan peningkatan
kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan
keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik dari
glikogenolisis maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun. Secara
langsung, keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau >
200 mg/dL), diuresis osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi
glomerulus, dan hiperosmolaritas.4
Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan turut
memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat (keton)
secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH < 7,3). Keadaan
ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang
buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit
akan semakin memperberat ketidak-seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini
berlanjut membentuk semacam siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan
progresif. Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan
dalam, akan menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut
menjadi koma. Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi:
ringan (pH 7,2 – 7,3), moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).4
11
Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia biasanya didapatkan
pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan. Hiperkalemia serum terjadi akibat
pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke ekstrasel karena adanya asidosis akibat
defisiensi insulin dan penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya penurunan kadar fosfat dan
magnesium serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia terjadi akibat efek dilusi akibat
osmolaritas serum yang tinggi. Kadar natrium dapat diukur dengan menambahkan kadar
natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan
osmolaritas serum akibat hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan osmolaritas
intraselular di otak. Koreksi hiperglikemia serum yang dilakukan secara cepat dapat
memperlebar gradien osmolaritas serum dan intraserebral. Cairan bebas kemudian akan
memasuki jaringan otak dan menyebabkan edema serebri beserta peningkatan risiko herniasi.8
Manifestasi Klinis
Pada pasien KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia
sampai syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium. Keluhan poliuri dan
polidipsi sering nendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin,
demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai. Derajat
kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, derilium, atau depresi sampai koma.2
Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti iritabilitas,
agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun, keringat
berlebih dan intoleransi suhu. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien
adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan.
Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri
perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling
banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.4
Penatalaksanaan
Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan
oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes
glukosa, dan pemeriksaan status mental.9
Penanganan pasien dengan KAD, antara lain:
12
• Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu
airway, breathing, dan circulation.
• Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,
suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.
• Tujuan utama terapi pada 1 jam pertama resusitasi cairan & pemeriksaan
laboratorium:
- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang.
- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 –
300 mg/dL selama rehidrasi.
• Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis
dan ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi
glukosa darah pada level 150 - 250 mg/dL dengan pemberian insulin 4-8 unit/jam.4
Monitoring
Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup
medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan.
Monitoring yang dilakukan harus mencakup:
• Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam.
• Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat
gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan.
• Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil
hiperkalemia atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.
• Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa
darah vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau
perfusi perifer yang buruk).
• Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus
diulangi setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam.
Peningkatan leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan
tanda infeksi.
13
Komplikasi
KAD sendiri merupakan komplikasi dari DM tipe 1. Komplikasi KAD biasanya terjadi karena
pengobatannya, seperti hipoglikemia, hipokalsemia, asidosis persisten, hipokalemia, dan
edema serebri. Asidosis persisten merupakan kelainan yang paling sering disebabkan oleh
pemberian insulin yang tidak adekuat, walaupun dapat juga disebabkan oleh asidosis laktat
atau kompensasi ginjal yang tidak adekuat. Hipokalemia, terjadi sekunder akibat perubahan
pH yang cepat dan kegagalan untuk mengoreksi penurunan kadar kalium. Tanda dan gejala
hipokalemia meliputi adanya temuan gelombang U pada EKG dan iritabilitas miokardium.10
Edema serebri paling sering terjadi pada 4 – 12 jam setelah terapi diberikan, namun dapat
pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kapan pun
selama terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda edema serebri cukup bervariasi
dan meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan bertahap atau memburuknya derajat kesadaran,
nadi yang melambat, dan tekanan darah yang meningkat.4 Edema serebri dianggap disebabkan
oleh akumulasi osmol idiogenik pada sistem saraf pusat. Otak membentuk osmol-osmil ini
selama periode hipertonisitas ekstraselular. Ketika tonus cairan ekstraselular terkoreksi
dengan sendirinya, air mengalir ke sistem saraf pusat, karena region ini sekarang bersifat
hipertonik. Faktor risiko timbulnya edema serebri masih belum jelas, walaupun terdapat
keterlibatan asidosis berat, terapi bikarbonat, dan koreksi hiperosmolaritas yang cepat.10
Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak
adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluaranya di saat sakit,
serta edukasi.4
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1 agar
tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolic dan penanganan yang
tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah : 1. ) Menjamin agar jangan sampai terjadi
defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat di
saat sakit). 2.)Menghindari strees. 3.) Menghindari puasa berkepanjangan. 4.) Mencegah
14
dehidrasi. 5.) Mengobati infeksi secara adekuat. 6.) Melakukan pemantauan kadar gula darah/
keton secara mandiri.5
Prognosis
Prognosis dari KAD biasanya buruk, tetapi kematian pada penyakit ini sebenarnya bukan
disebabkan oleh sindrom hiperosmolarnya sendiri tetapi karena penyakit dasar yang
mendahului atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50 %, di negara maju
dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut, dan hiperosmolar darah
yang tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi 12%. Pada anak-anak
muda dari 10 tahun, KAD menyebabkan kematian 70% kematian terkait diabetes.4
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa anak laki-
laki berusia 5 tahun tersebut yang masuk UGD RS dan menjadi bingung sejak beberapa jam
yang lalu dikarenakan Ketoasidosis Diabetikum (KAD).
15
Daftar Pustaka
1. Soewondo P. Ketoasidosi diabetik. Dalam: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simandibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1906-8,1910.
2. Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, YAti NP, Satriono, Harjantien N. Diabetes
mellitus. Dalam: Jose RLB, editor. Buku ajar endokrinologi anak. Jakarta: Sagung
Seto; 2010. h.124-61.
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.
h.138.
4. Syahputra, Muhammad. Diabetik ketoasidosis. Bagian Biokimia FK Universitas
Sumatera Utara, Medan: 2003. h.1-14.
5. Caroline’s N. Emergency care in the streets. Volume 2. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2012.
h.2013-40.
6. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Erlangga; 2005. h.43.
7. Marks DB, Marks AD, Smith MC. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan
klinis. Jakarta: EGC; 2000. Hal.366-70.
8. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and
adolescent: A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes
Care 2006;29(5):1050-9.
9. Sperling MA. Diabetes Melitus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
editor. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi 16. Jakarta: EGC; 2000. h.1770-7.
10. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2004. h.263-4.
16