24
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai bidang termasuk bidang farmasi. Semakin banyaknya industri-industri farmasi yang turut menerapkan kemajuan teknologi, semakin meningkat pula jumlah produk-produk farmasi yang tersedia untuk masyarakat. Industri farmasi saat ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada bidang pembuatan dan penyediaan obat, melainkan juga telah mencakup berbagai produk yang tersedia dalam masyarakat seperti makanan dan kosmetik. Dalam penyediaan suatu produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-senyawa yang dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu senyawa baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini melibatkan berbagai senyawa baik yang mudah larut dalam air, maupun yang tidak.

KAF II Argentometri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAF II Argentometri

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai bidang

termasuk bidang farmasi. Semakin banyaknya industri-industri farmasi yang

turut menerapkan kemajuan teknologi, semakin meningkat pula jumlah

produk-produk farmasi yang tersedia untuk masyarakat. Industri farmasi saat

ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada bidang pembuatan dan

penyediaan obat, melainkan juga telah mencakup berbagai produk yang

tersedia dalam masyarakat seperti makanan dan kosmetik. Dalam penyediaan

suatu produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-senyawa yang

dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu senyawa

baru yang sangat bermanfaat. Pengkombinasian ini melibatkan berbagai

senyawa baik yang mudah larut dalam air, maupun yang tidak.

Khusus dalam penetapan kadar senyawa yang sukar larut diterapkan

metode tertentu sebab sifat dari senyawa yang sukar larut memiliki sifat

tertentu yang tidak dimiliki oleh senyawa yang larut. Salah satu metode

tersebut adalah argentometri. Metode ini hanya ditekankan bagi senyawa yang

diketahui sukar larut. Dengan adanya percobaan ini diharapkan praktikan

mampu menentukan kadar suatu senyawa yang tidak larut dalam air. Oleh

karena itulah diadakan percobaan ini.

Page 2: KAF II Argentometri

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar zat dengan

metode tertentu.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Menentukan kadar NaCl, KBr, Efedrin HCl dan Papaverin HCl

dengan metode argentometri.

I.3 Prinsip Percobaan

1. Penetapan kadar kalium bromida kristal yang diendapkan dengan larutan

baku perak nitrat 0,1 N sebagai titran dengan menggunakan indikator

kalium kromat dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna

endapan menjadi merah.

2. Penetapan kadar Efedrin HCl serbuk yang diendapkan dengan larutan

baku perak nitrat 0,1 N sebagai titran dengan menggunakan indikator

kalium kromat dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna

endapan menjadi merah.

Page 3: KAF II Argentometri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan larutan perak

nitrat sebagai titran, dimana terbentuk garam perak yang sukar larut (1).

Titrasi pengendapan atau argentometri didasarkan atas terjadinya

pengendapan kuantitatif, yang dilakukan dengan penambahan larutan

pengukur yang diketahui kadarnya pada larutan senyawa yang hendak

dititrasi. Titik akhir tercapai bila semua bagian titran sudah membentuk

endapan (2).

Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga argentometri yang

tergolong pembentukan kompleks) dibedakan atas 3 macam berdasarkan

indikator yang dipakai untuk penentuan titik akhir, yaitu :

a. Cara Mohr

Titrasi pertama untuk penentuan ion klorida dan bromida dalam

larutan, sedangkan indikator yang dipakai adalah kalium kromat

(K2CrO4) dan larutan baku AgNO3 sebagai titran. Pada titik akhir

kromat terikat oleh ion perak membentuk senyawa yang sukar larut

berwarna merah bata. Disini terjadi pengendapan 2 tingkat yaitu

pembentukan AgCl dan pembentukan Ag2CrO4. Perak klorida

merupakan garam sukar larut sehingga konsentrasi ion klorida tinggi,

maka AgCl diendapkan.

Page 4: KAF II Argentometri

b. Cara Volhard

Ion halogen diendapkan oleh ion perak berlebih, kelebihan ion

perak dititrasi dengan NH4SCN atau KSCN. Indikator yang digunakan

adalah besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat, sampai titik

ekivalen harus terjadi reaksi antara titran dan ion perak membentuk

endapan putih :

Ag+ + SCN- AgSCN (putih)

Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan indikator,

membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah).

SCN- + Fe3+ FeSCN2+

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.

c. Cara Fajans

Dalam titrasi secara Fajans digunakan indikator adsorbsi.

Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap pada permukaan

endapan dan menyebabkan timbulnya warna, penyerapan ini dapat titik

ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan

pH. Indikator ini adalah asam lemah atau basa lemah organik yang

dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang

dapat digunakan dalam titrasi ion klorida dalam suasanan netral (3).

Untuk penentuan langsung halogenida dapat dengan titrasi Mohr

yang menggunakan iod dan amilum sebagai indikator. Secara tidak

langsung, ion halogenida dan halogen organik setelah penyabunan atau

penguraian oksidatif dan dititrasi dengan Volhard (2).

Page 5: KAF II Argentometri

II.2 Uraian Bahan

1. Kalium bromida (4,328)

Nama resmi : Kalii bromidum

Sinonim : Kalium bromida

RM/BM : KBr / 119,01

Pemerian : Hablur tidak berwarna, transparan atau buram atau

serbuk butir tidak berbau, rasa asin dan agak pahit.

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 1,6 bagian air dan dalam

lebih kurang 200 bagian etanol 90 % P.

Khasiat : Sedativum

Kegunaan : Sampel

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

2. Efedrin HCl (4,236)

Nama resmi : Ephedrini hidrochloridum

Sinonim : Efedrina hidroklorida

RM/BM : C10H15NO . HCl

Rumus bangun : CH--CH-CH3

OH NH-CH3

Pemerian : Hablur putih atau serbuk putih halus, tidak berbau

rasa pahit.

Page 6: KAF II Argentometri

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 4 bagian air, dalam lebih

kurang 14 bagian etanol 95% P, praktis tidak larut

dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

Khasiat : Simapatomimetikum

Kegunaan : Sampel

Persyaratan kadar :Mengandung tidak kurang dari 99,5 % dan tidak

lebih dari 101,0 % C10H15NO.HCl, dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan.

3. AgNO3 (4,47)

Nama resmi : Argenti Nitras

Sinonim : Perak nitrat

RM/BM : AgNO3/169,87

Pemerian : Hablur transparan atau hablur berwarna putih,

tidak berbau menjadi gelap jika kena cahaya.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol

95 % P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung cdari

cahaya.

Khasiat : Sebagai antiseptikum ekstern

Kegunaan : Sebagai larutan baku.

Page 7: KAF II Argentometri

4. Air suling (4,96)

Nama resmi : Aqua Destillata

Sinonim : Air suling, Aquadest

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak

mempunyai bau

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Pelarut

5. K2CrO4 (1,690)

Nama resmi : Kalii Chromat

Sinonim : Kalium kromat

RM/BM : K2CrO4

Pemerian : Hablur, kuning

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan jernih.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai indikator

II.3. Prosedur Kerja

1. KBr (4,328)

Timbang seksama 400 mg, larutkan dalam campuran 40 ml air

dan 5 ml HNO3 P, tambahkan 50 ml AgNO3 0,1 N, titrasi dengan

NH4SCN 0,1 N menggunakan indikator larutan Fe(NH4)(SO4)2 P,

lakukan koreksi dengan hasil penetapan klorida di atas.

1 ml AgNO3 ~ 11,90 mg KBr

Page 8: KAF II Argentometri

2. Efedrin HCl (5,647)

Timbang seksama lebih kurang 700 mg, larutkan dalam 80 ml as

asetat glasial, tambahkan 10 ml raksa (II) asetat, dan 1 tetes kristal violet.

Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N hingga berwarna biru hijau. Lakukan

penetapan blangko.

1 ml HClO4 0,1 N ~ 37,59 mg Efedrin HCl

Page 9: KAF II Argentometri

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-alat yang Digunakan

1. Buret 25 ml

2. Erlemeyer 250 ml

3. Gelas ukur 25 ml

4. Pipet Volume 10 ml

5. Statif + klem

6. Timbangan analitik

III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan

1. Air suling

2. Efedrin HCl serbuk

3. Larutan baku AgNO3 0,1 N

4. Larutan KBr

5. Larutan K2CrO4 5 %

III.2 Cara Kerja

1. Larutan KBr

Disiapkan alat dan bahan

Dipipet 10,0 ml larutan yang telah disiapkan, dimasukkan ke dalam

erlemeyer.

Ditambahkan 1 ml larutan K2CrO4 5 %

Page 10: KAF II Argentometri

Dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1 N sampai terbentuk

endapan merah

Diulangi prosedur satu kali lagi.

Dihitung kadar larutan sampel, serta kemurnian KBr.

2. Serbuk Efedrin

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang sebanyak 100 mg serbuk Efedrin HCl, dimasukkan ke

dalam erlemeyer, dilarutkan dalam 10 ml air.

Ditambahkan 1 ml larutan K2CrO4 5 %

Dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1 N sampai terbentuk

endapan merah

Diulangi prosedur satu kali lagi.

Dihitung kadar larutan sampel, serta kemurnian Efedrin HCl.

Page 11: KAF II Argentometri

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

1. Penetapan kadar Efedrin hidroklorida

Sampel Berat Sampel Volume AgNO3 0,1003 N

I

II

0,1106 gram

0,1244 gram

5,5 ml

5,2 ml

2. Penetapan kadar KBr

2,5 g KBr dilarutkan hingga 100 ml

50 ml dilarutkan hingga 250 ml

10 ml 10 ml

Sampel Volume Sampel Volume AgNO3 0,1003 N

I

II

10 ml

10 ml

3,8 ml

3,8 ml

III.2 Reaksi

1. Penetapan kadar KBr

KBr + AgNO3 AgBr + KNO3

putih kekuningan

AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 + 2 KNO3

Merah bata

Page 12: KAF II Argentometri

2. Penetapan kadar Efedrin HCl

1) CH--CH-CH3 . HCl + AgNO3

OH NH-CH3

CH--CH-CH3 + HNO3 + AgCl

OH NH-CH3 putih

2) AgNO3 + K2CrO4 Ag2CrO4 + 2 KNO3

Merah bata

IV.3 Perhitungan

1. Penetapan kadar KBr

3,8 ml + 3,8 mlVolume rata-rata AgNO3 = = 3,8 ml

2

Berdasarkan reaksi didapatkan bahwa

I mol KBr setara dengan 1 mol AgNO3 setara dengan 1 mol Ag+

BE KBr = BM KBr

mgrek KBr = mgrek AgNO3

mg/BM = N x V

mg = N AgNO3 x V AgNO3 x BM KBr

mg = 0,1003 x 3,8 x 119,01

mg = 45,36 mg

0,4536 mgkadar larutan KBr = x 100 % = 4,536 %

10 ml

250 ml

Page 13: KAF II Argentometri

mg KBr dalam hasil pengenceran ad 250 ml = x 45,36 ml 10 ml

= 1134 mg

100 mlmg KBr dalam larutan 100 ml HCl = x 1134 mg = 2268 mg

50 ml

2268 mgJadi, kadar kemurnian KBr = x 100 % = 90,7 % < 98,5 %

2500 mg

Menurut pustaka Kadar KBr = 98.5 %, sehingga serbuk yang digunakan

tidak memenuhi syarat sebagai obat.

2. Penetapan kadar Efedrin HCl

Berdasarkan reaksi didapatkan bahwa

1 mol Efedrin HCl setara dengan 1 mol AgNO3 setara dengan 1 mol Ag+

BE Efedrin HCl = BM

mgerk Efedrin HCl = mgerk AgNO3

mg/BM = N x V

a. mg = N AgNO3 x V AgNO3 x BM Efedrin HCl

mg = 0,1003 x 5,5 x 201,70

mg = 111,27 mg

111,27 mgKadar Efedrin HCl = x 100 % = 100,6 %

110,6 mg

b. mg = N AgNO3 x V AgNO3 x BM Efedrin HCl

mg = 0,1003 x 5,2 x 201,70

mg = 105,2 mg

105,2 mg

Page 14: KAF II Argentometri

Kadar Efedrin HCl = x 100 % = 84,6 %124,4 mg

84,6 % + 100,6 %Kadar rata-rata serbuk Efedrin = = 92,6 %

2

Jadi kadar serbuk Efedrin HCl = 92,6 % > 99,0 %

Efedrin yang digunakan tidak memenuhi syarat sebagai bahan

obat.

Page 15: KAF II Argentometri

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar larutan KBr dan serbuk

Efedrin HCl dengan menggunakan metode titrimetri berdasarkan reaksi

pengendapan. Larutan baku yang digunakan adalah larutan AgNO3 0,1 N dan

indikator yang digunakan adalah indikator larutan K2CrO4 5 %. Titik akhir titrasi

ditandai dengan terbentuknya endapan merah dari Ag2CrO4.

Titrasi argentometri merupakan titrasi dengan menggunakan perak nitrat

sebagai larutan baku dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Garam

perak ini akan mengendap, karena hasil kali kelarutannya yang sangat kecil.

Beberapa garam-garam perak yang sukar larut adalah perak klorida, perak

bromida, perak iodida dan lain sebagainya. KSp dari garam perak klorida adalah

sekitar 10-11, sedangkan hasil kali kelarutan Ag2CrO4 adalah 2,4 x 10-12.

Pada titrasi argentometri, terjadi dua tahapan reaksi yaitu (1) reaksi antara

AgNO3 dengan sampel, dan (2) reaksi antara AgNO3 dengan K2CrO4. Reaksi

antara AgNO3 dengan sampel terjadi lebih dahulu karena Ksp garam perak,

seperti perak klorida lebih kecil daripada Ksp Ag2CrO4, sehingga konsentrasi ion

klorida lebih tinggi.

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar KBr dengan metode Mohr,

sedangkan menurut literatur penetapan kadar KBr menggunakan metode metode

Volhard. Hal ini dapat terjadi karena tidak dibuatnya larutan baku NH4SCN.

Page 16: KAF II Argentometri

Pada percobaan ini didapatkan hasil kadar laruitan KBr 4,536 %.

Sedangkan kadar kristalnya 90,7 %. Kadar serbuk efedrin HCl adalah 92,6 %.

Berdasarkan hasil perhitungan ini maka dapat disimpulkan bahwa serbuk Efedrin

HCl dan kristal KBr tidak memenuhi syarat sebagai bahan obat, sebagaimana

yang tertulis dalam literatur (FI III).

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan pada percobaan

ini adalah :

1. Larutan baku yang digunakan telah mengalami reaksi redoks menjadi Ag,

karena penyimpanan yang sangat lama, sehingga konsentrasi larutan

bakunya menjadi lebih kecil.

2. Penambahan indikatornya tidak secara seksama, sehingga akan

mempengaruhi hasil titrasi antara larutan I dan larutan II.

3. Alat-alat (buret) yang digunakan bocor pada katup pembukanya, sehingga

larutannya dapat keluar.

Page 17: KAF II Argentometri

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah

1. Kadar kemurnian KBr adalah , sedangkan kadar larutannya

2. Kadar kemurnian serbuk Efedrin HCl adalah

V.2 Saran

Sebaiknya indikator yang ditambahkan diukur secara seksama, juga

dilakukan titrasi blangko terhadap indikator.

Page 18: KAF II Argentometri

DAFTAR PUSTAKA

1. Said, S., dkk, (1994), “Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif”, Lembaga

Penerbitan UNHAS, Makassar, 81

2. Roth, H.J., dkk, (1998), “Analisis Farmasi”, UGM Press, Yoyakarta,

252,253,254,255

3. Harjadi, W., (1986), “Ilmu Kimia Analitik Dasar”, Gramedia, Jakarta, 176,

179, 181

4. Dirjen POM, (1979), “Farmakope Indonesia”, edisi III, Depatemen

Kesehatan RI., Jakarta

5. Dirjen POM, (1994), “Farmakope Indonesia”, edisi IV, Depatemen

Kesehatan RI., Jakarta