1
Kajian Al-Hikam Ibnu Atha'illah al-Iskandari.... "Jangan kau pandang sebelah mata seorang hamba yang telah ditetapkan, dilanggengkan, dan ditolong Allah dalam melaksanakan wirid, hanya karena kau tidak melihat dalam dirinya tanda orang-orang 'arif atau kegenitan kaum pecinta Tuhan. Sebab, kalau tidak ada limpahan karunia dari Allah, tentu wirid dari orang itu tidak akan pernah ada." Ibnu Atha 'illah al Iskandari- "Ditolong" ialah dipalingkan dari kesibukan- kesibukan yang membuat hamba tersebut lupa melakukan wirid. Adapula makna "dilanggengkan" disini adalah dibuat terus melaksanakan wirid itu sepanjang zaman. Ini adalah sifat para zahid dan 'abid. Tanda orang-orang 'arif" ialah karakter orang- orang 'arif yang meninggalkan ikhtiar dan tidak memedulikan nasib dan keinginan diri mereka, serta selalu hadir di hadapan Allah. Adapun maksud "kegenitan para pencinta Tuhan" ialah bukti-bukti dan pengaruh cinta yang tampak pada diri orang-orang yang mencintai Allah (muhibbin). Jika sudah tertanam dalam hati, pengaruh cinta kepada Allah akan tampak pada seluruh anggota tubuh. Misalnya adalah dengan sering berzikir mengingat-Nya, segera melaksanakan perintah-Nya, dan mengabaikan selain-Nya. Ia selalu berusaha untuk melayani- Nya , menikmati munajat kepada-Nya, dan lebih mengutamakan-Nya daripada selain-Nya. Ibnu Atha'illah melarang untuk meremehkan orang semacam itu (yakni yang istiqomah melakukan wirid, namun tidak terlihat pada dirinya tanda-tanda kaum 'arif dan pecinta Tuhan). Alasannya, kalau tidak ada limpahan karunia dari Allah, tentu orang itu tidak akan melakukan wirid dan istiqomah dalam berwirid. "Wirid" bermakna segala amal ibadah yang dihasilkan dari upaya mujahadah seorang hamba, baik itu berupa shalat, puasa, zikir, maupun ibadah lainnya. Dengan demikian, jika kau meremehkan orang seperti itu, itu artinya, kau sudah berlaku tidak sopan terhadapnya. Kesimpulannya, hamba-hamba Allah yang khusus (khawwash) terbagi menjadi dua golongan: muqarrabun dan abrar. Muqarrabun adalah orang-orang yang tidak memedulikan nasib dan keinginan diri mereka, serta lebih mengedepankan pelaksanaan hak-hak Allah sebagai bentuk penghambaan ('ubudiyah) kepada-Nya dalam rangka mencari ridha-Nya. Mereka adalah kaum 'arif sekaligus muhibbin (pecinta Allah). Sementara itu, abrar ialah orang-orang yang dalam melaksanakan ibadah memedulikan nasib dan keinginan diri. Mereka melaksanakan ibadah kepada Allah karena ingin mendapat surga dan selamat dari neraka. Sekalipun demikian, Allah tetap memberikan pertolongan-Nya kepada kedua golongan ini sesuai maqam mereka masing-masing.

Kajian al hikam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kajian al hikam

Kajian Al-Hikam Ibnu Atha'illah al-Iskandari....

"Jangan kau pandang sebelah mata seorang hamba yang telah ditetapkan, dilanggengkan, dan ditolong

Allah dalam melaksanakan wirid, hanya karena kau tidak melihat dalam dirinya tanda orang-orang 'arif

atau kegenitan kaum pecinta Tuhan.

Sebab, kalau tidak ada limpahan karunia dari Allah, tentu wirid dari orang itu

tidak akan pernah ada." Ibnu Atha 'illah al Iskandari- "Ditolong" ialah dipalingkan dari kesibukan-

kesibukan yang membuat hamba tersebut lupa melakukan wirid. Adapula makna "dilanggengkan" disini

adalah dibuat terus melaksanakan wirid itu sepanjang zaman.

Ini adalah sifat para zahid dan 'abid. Tanda orang-orang 'arif" ialah karakter orang-

orang 'arif yang meninggalkan ikhtiar dan tidak memedulikan nasib dan keinginan diri mereka, serta

selalu hadir di hadapan Allah. Adapun maksud "kegenitan para pencinta Tuhan" ialah bukti -bukti dan

pengaruh cinta yang tampak pada diri orang-orang yang mencintai Allah (muhibbin).

Jika sudah tertanam dalam hati, pengaruh cinta kepada Allah akan tampak pada seluruh anggota tubuh.

Misalnya adalah dengan sering berzikir mengingat-Nya, segera melaksanakan perintah-Nya, dan

mengabaikan selain-Nya. Ia selalu berusaha untuk melayani- Nya , menikmati munajat kepada-Nya, dan

lebih

mengutamakan-Nya daripada selain-Nya.

Ibnu Atha'illah melarang untuk meremehkan orang semacam itu (yakni yang istiqomah melakukan wirid,

namun tidak terlihat pada dirinya tanda-tanda kaum 'arif dan pecinta Tuhan).

Alasannya, kalau tidak ada limpahan karunia dari Allah, tentu orang itu tidak akan

melakukan wirid dan istiqomah dalam berwirid. "Wirid" bermakna segala amal ibadah yang dihasilkan dari

upaya mujahadah seorang hamba, baik itu berupa shalat, puasa, zikir, maupun ibadah lainnya. Dengan

demikian, jika kau meremehkan orang seperti itu, itu artinya, kau sudah berlaku tidak sopan terhadapnya.

Kesimpulannya, hamba-hamba Allah yang khusus (khawwash) terbagi menjadi dua

golongan: muqarrabun dan abrar. Muqarrabun adalah orang-orang yang tidak memedulikan nasib dan

keinginan diri mereka, serta lebih mengedepankan pelaksanaan hak-hak Allah sebagai bentuk

penghambaan ('ubudiyah) kepada-Nya dalam rangka mencari ridha-Nya.

Mereka adalah kaum 'arif sekaligus muhibbin (pecinta Allah). Sementara itu, abrar ialah orang-orang

yang dalam melaksanakan ibadah memedulikan nasib dan keinginan diri. Mereka melaksanakan ibadah

kepada Allah karena ingin mendapat surga dan selamat dari neraka.

Sekalipun demikian, Allah tetap memberikan pertolongan-Nya kepada kedua golongan ini sesuai maqam

mereka masing-masing.