Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN BESAR TEGANGAN LISTRIK DAN JENIS ELEKTRODA
PADA ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENYISIHAN ION
KALSIUM
SKRIPSI
Ditujukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
DELLA ARISTA FEBRIANA
NIM.135061101111020
MAHARANI AUDINA AZMI
NIM.135061101111015
JURUSAN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
IDENTITAS TIM PENGUJI
1. Dosen Penguji I
Nama : Ir. Bambang Ismuyanto, MS
NIP/NIK : 196005041986031003
Jenis Kelamin : Laki – laki
Golongan/ Pangkat : IV b/ Pembina Tk. 1
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat Rumah : Jalan Cucak Rawun Raya 8B/ 20 Perum Sawojajar II
Malang 65141
Telp./ Faks. : (0341) 725210
Alamat e-mail : [email protected]
2. Dosen Penguji II
Nama : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, MS
NIP/NIK : 195205041980022001
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan/ Pangkat : IV d/ Pembina Utama Madya
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat Rumah : Jalan Terusan Dieng Nomor 55 Malang
Telp./ Faks. : (0341) 574948/ 08123301368
Alamat e-mail : [email protected]
3. Dosen Penguji III
Nama : Rama Oktavian, S.T, M.T
NIP/NIK : 198610212014041001
Jenis Kelamin : Laki – laki
Golongan/ Pangkat : III b/ Penata Muda Tk. 1
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat Rumah : Jalan Kapasari Pedukuhan 11 No. 46A Surabaya
Alamat e-mail : [email protected]
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Della Arista Febriana, lahir di Sumenep pada tanggal 05 Februari 1996, merupakan
anak pertama dari Mulyadi dan Retno Utari, alumni SDN Kolor II Sumenep, SMP Negeri
1 Sumenep, SMA Negeri 1 Sumenep, lulus program sarjana Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya 2017. Pengalaman kerja sebagai tenaga teknis pada penelitian
dengan judul “Evaluasi Air Limbah pada Instalasi Pengelolahan Air Limbah (IPAL)
Komunal” serta Hibah Penelitian Pemula (HPP) berjudul “Rekayasa Sekam Padi Menjadi
Pozzolan sebagai Bahan Semen Ramah Lingkungan dengan Perlakuan Termal”. Praktek
Kerja Lapang (PKL) di PT. Petrokimia Gresik Bagian Produksi ZA Unit Produksi Pabrik I
pada Juli 2016. Pengalaman berorganisasi sebagai staff Departemen Kesejahteraan
Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
(HMTK FT-UB) periode 2016/2017. Semifinalis di Plant Design Competition Indonesia
Chemical Engineering Challange 2016.
Malang,10 Agustus 2017
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Maharani Audina Azmi, lahir di Banyuwangi pada tanggal 4 Juni 1996, merupakan
anak pertama dari Nur Efendi dan Tri Yuniati, alumni SDN Cluring 4 Banyuwangi, SMP
Negeri 4 Kota Tangerang Selatanp, SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, lulus program
sarjana Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2017. Pengalaman kerja
sebagai asisten Kimia Analisis laboratorium Sains Kimia tahun 2017, tenaga teknis pada
penelitian dengan judul “Evaluasi Air Limbah pada Instalasi Pengelolahan Air Limbah
(IPAL) Komunal” serta Hibah Penelitian Pemula (HPP) berjudul “Rekayasa Sekam Padi
Menjadi Pozzolan sebagai Bahan Semen Ramah Lingkungan dengan Perlakuan Termal”.
Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Indolakto Factory Purwosari dalam departemen
Engineering pada Juli 2016. Pengalaman berorganisasi sebagai staff Departemen Advokasi
dan Kesejahteraan Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (HMTK FT-UB) periode 2015/2016, serta staff Kesejahteraan
Mahasiswa HMTK FT-UB periode 2016/2017. Semifinalis di Plant Design Competition
Indonesia Chemical Engineering Challange 2016.
Malang,10 Agustus 2017
Penulis
2
Qs. Alam Nasyrah: 5 – 6
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Maha benar Allah dengan segala firman-NYA. Alhamdulillah
segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan dalam
segala kesulitan bagi setiap hamba-NYA. Terimakasih kepada Ayah
dan Ibu tercinta atas segala dukungan dan doanya.
Kami bangga menjadi putri kalian.
Cogito, ergo sum – Aku berfikir maka aku ada
Opto, ergo sum – Aku memilih maka aku ada
3
RINGKASAN
DELLA ARISTA FEBRIANA, MAHARANI AUDINA AZMI, Program Studi
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Mei 2017, Kajian Besar
Tegangan Listrik dan Jenis Elektroda pada Elektrokoagulasi untuk Penyisihan Ion
Kalsium, Dosen Pembimbing: Bambang Ismuyanto dan Juliananda.
Elektrokoagulasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk penyisihan
polutan dalam air. Pada metode ini arus listrik dialirkan melalui elektroda sehingga pada
anoda akan terjadi reaksi oksidasi dan pada katoda akan terjadi reaksi reduksi air serta
evolusi hidrogen. Anoda yang teroksidasi akan membentuk ion metal terlarut dalam air dan
membentuk metal hidroksida sebagai koagulan yang mampu menyisihkan polutan.
Elektrokoagulasi dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti jenis elektroda, tegangan,
pH awal, konsentrasi larutan, konduktivitas, temperatur, dan lain-lain. Kesadahan
merupakan parameter yang diukur dari jumlah ion kalsium dan magnesium, yang pada
konsentrasi tinggi akan menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan pada pabrik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh besar tegangan dan jenis elektroda
dalam penyisihan ion Ca2+
pada air Sungai Brantas sintetik dengan proses elektrokoagulasi
sebagai salah satu upaya pemurnian utilitas air pabrik. Air sungai sintetik yang digunakan
berupa larutan CaCl2 dengan kondisi yang disesuaikan dengan air Sungai Brantas yaitu
pada pH 7-8 dan konsentrasi Ca2+
sebesar 200 ppm. Rangkaian elektrokoagualasi terdiri
atas power supply, kabel tembaga, penjepit elektroda, anoda dan katoda, serta larutan
elektrolit air sungai sintetik. Prosedur elektrokoagulasi dilakukan selama 120 menit dengan
variasi tegangan 20 V, 25 V, dan 30 V, serta jenis elektroda Al – Fe dan Al – C. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin besar tegangan listrik yang digunakan maka
semakin besar penyisihan kesadahan ion Ca2+
. Penggunaan konfigurasi elektroda Al – C
memiliki penyisihan ion Ca2+
terbesar. Penyisihan terbesar terjadi pada tegangan 30 volt
untuk elektroda Al – C (74,54%) dan Al – Fe (71,45%). Pada tegangan 25 volt penyisihan
Ca2+
menggunakan Al – Fe (69,10%) lebih besar dibandingkan Al – C (34,78%) diduga
karena katoda ikut terlarut. Sedangkan pada tegangan 20 volt, penyisihan ion Ca2+
menggunakan elektroda Al – Fe tidak terjadi perubahan yang signifikan yaitu 2,49%.
Kata kunci: elektrokoagulasi, elektroda, tegangan, koagulan, ion Ca2+
4
SUMMARY
DELLA ARISTA FEBRIANA, MAHARANI AUDINA AZMI, Chemical
Engineering Department, Faculty of Engineering, University of Brawijaya, May 2017,
Study of Potential and Electrode Materials on Electrocoagulation for Calcium Ion
Removal, Advisor: Bambang Ismuyanto and Juliananda.
Electrocoagulation is one of methods to reduce pollutants in water.
Electrocoagulation uses current channeled through electrodes so that on anode surface,
exidation occurs and on cathode surface, water reduction as well as hydrogen evolution
occur. Anode material will be oxidized into soluble metal ion which will form into metal
hydroxide as coagulant that can reduce water pollutant. Electrocoagulation is influenced
by parameters such as electrode materials, potential, initial pH, concentration,
conductivity, temperature and many more. Hardness is a parameter measured by the
amount of calcium and magnesium ions, which at high concentrations will form into crust
on equipments in chemical plants. This research was intended to know the effect of voltage
and electrode material in removal of Ca2+
ion in water by electrocoagulation process as
one of purification treatment of factory water utility. CaCl2 was used as the synthetic river
water which conditions were adapted to Sungai Brantas water at pH 7-8 and Ca2+
concentration of 200 ppm. The electrocoagulation system consisted of power supply,
copper cable, electrode clamps, anode and cathode, and synthetic river water electrolyte
solution. The electrocoagulation procedure was performed for 120 min with potential
variations of 20 V, 25 V, and 30 V, and Al – Fe and Al – C electrodes. This research
resulted that the higher potential applied, the higher the efficiency of Ca2+
hardness ion
removal. The use of Al – C configuration resulted in the highest Ca2+
ion removal
efficiency. The highest removal efficiencies was obtained when 30 V potential was used
for both use of Al – C electrode (74,54%) and Al – Fe (71,45%). At 25 Volt, the removal of
Ca2+
using Al – Fe (69.10%) was greater than Al – C (34.78%) thought to be due to
dissolved cathode. At 20 Volt, removal of Ca2+
ion using Al – Fe electrode did not change
significantly that is 2,49%.
Keywords: electrocoagulation, electrodes, voltage, coagulant, Ca2+
i
PENGANTAR
Puji dan syukur kami selaku penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia, ridho,
serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan studi di Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya. Skripsi dengan judul “KAJIAN BESAR TEGANGAN LISTRIK
DAN JENIS ELEKTRODA PADA ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENYISIHAN
ION KALSIUM” dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dorongan dari semua
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih atas
segala bimbingan dan bantuan kepada:
1. Ir. Bambang Poerwadi, MS., selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia
Universitas Brawijaya.
2. Ir. Bambang Ismuyanto, MS., selaku Dosen Pembimbing I mata kuliah
Skripsi Rekayasa Lingkungan di Program Studi Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya yang telah membimbing dan membantu kami
dalam proses pelaksanaan skripsi.
3. Juliananda, ST., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II mata kuliah Skripsi
Rekayasa Lingkungan di Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya yang telah membimbing dan membantu kami dalam
proses pelaksanaan skripsi.
4. AS. Dwi Saptati, ST., MT. selaku Koordinator Skripsi Program Studi Teknik
Kimia Universitas Brawijaya yang telah membimbing dan membantu kami
dalam proses pelaksanaan skripsi.
5. Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, MS., Rama Oktavian, ST., M. Sc., Wa
Ode Cakra Nirwana, ST., MT, Vivi Nurhadianty, ST., MT, dan Diah
Agustina Puspitasari, ST., MT selaku dosen program studi Teknik Kimia
Universitas Brawijaya atas bekal ilmu, wawasan serta pengalaman yang
diajarkan selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi.
ii
6. Agustina Rahayu, A.Md., Evi Sulviani Nengseh,A.Md. dan Rifa Rahma, ST.,
selaku PLP Laboratorium Teknik Kimia yang telah membantu selama
penelitian skripsi.
7. Seluruh staf Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi.
8. Orangtua penulis dan keluarga tercinta atas segala perhatian dan kasih sayang,
bantuan materi maupun non materi yang tak ternilai harganya dan doa-doa
yang senantiasa dipanjatkan sehingga penyusunan laporan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
9. Rekan Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia, asisten praktikum, penelitian,
kepanitiaan, serta seluruh Keluarga Besar Mahasiswa Teknik Kimia, yang
telah membantu dan memberi semangat kepada penulis.
10. Ajeng N, Antung D. P, Ari B. P, Bryan K, Eka E. R, Putri A. R, Marieta S. P,
Regina Y. S, Rizal P. K, dan Safira K, yang telah menjadi sahabat-sahabat
terdekat penulis selama berada di Teknik Kimia
11. Bening Bela Nurani dan Fitriana Apebruarin yang telah mendampingi kegiatan
kesehari-harian penulis selama belajar di Universitas Brawijaya.
12. Humaira Khoirunnisa yang telah menemani, menghibur, dan memberi
semangat pada penulis meski dalam jarak jauh.
Peulis mengharapkan saran dari semua pihak demi kebaikan penelitian ini. Demikian
laporan tugas akhir ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak dan penulis
sendiri. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Malang, 10 Agustus 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vii
DAFTAR SIMBOL ............................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 3
1.4. Tujuan ............................................................................................................ 4
1.5. Manfaat .......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
2.1. Air Sungai Brantas ........................................................................................ 5
2.2. Kalsium .......................................................................................................... 6
2.3. Kesadahan ...................................................................................................... 6
2.3.1. Pengertian ............................................................................................ 6
2.3.2. Jenis Kesadahan ................................................................................... 7
2.3.3. Metode Penghilangan Kesadahan ........................................................ 7
2.4. Elektrokoagulasi ............................................................................................. 9
2.4.1. Mekanisme Elektrokoagulasi ............................................................. 11
2.4.2. Reaksi Elektrokoagulasi ..................................................................... 12
2.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Elektrokoagulasi ....................... 14
2.5. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 18
iv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 21
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................................. 21
3.2. Variabel Penelitian ....................................................................................... 21
3.2.1. Variabel Bebas ................................................................................... 21
3.2.2. Variabel Kontrol ................................................................................ 21
3.3. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................ 22
3.3.1. Alat Penelitian ................................................................................... 22
3.3.2. Bahan Penelitian ................................................................................ 22
3.4. Prosedur Penelitian ...................................................................................... 23
3.4.1. Proses Pembuatan Air Sungai Sintetik (Konsentrasi Ca2+
200 ppm).. 23
3.4.2. Rangkaian Sistem Elektrokoagulasi .................................................. 23
3.4.3. Prosedur Elektrokoagulasi ................................................................. 24
3.4.4. Analisa Kesadahan ............................................................................ 25
3.4.4.1. Pembuatan larutan EDTA 0,01 M ............................................ 25
3.4.4.2. Pembuatan Larutan NaOH 1 N ................................................ 26
3.4.4.3. Pembuatan Larutan Standar CaCl2 1000 ppm .......................... 27
3.4.4.4. Titrasi Larutan Standar CaCl2 .................................................. 27
3.4.4.5. Titrasi Sampel .......................................................................... 28
3.4.5. Analisa Berat Elektroda ..................................................................... 29
3.4.6. Analisa Konduktivitas, pH, Suhu, dan Arus Listrik .......................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 33
4.1. Pengaruh Tegangan Terhadap Penyisihan Ion Ca2+
....................................................... 34
4.2. Pengaruh Jenis Elektroda Terhadap Penyisihan Ion Ca2+
.......................................... 37
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 41
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 41
5.2. Saran ............................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 43
LAMPIRAN ............................................................................................................. 47
v
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Tabel 2.1 Mutu air sungai Brantas 5
Tabel 2.2 Klasifikasi tingkat kesadahan 7
Tabel 2.3 Data penelitian terdahulu 18
Tabel 4.1 Data hasil penelitian penyisihan ion Ca2+
33
Tabel 4.2 Data perhitungan setelah proses elektrokoagulasi 34
vi
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme elektrokoagulasi 11
Gambar 2.2 Distribusi produk hidrolisis Al (koagulan) pada fungsi pH 15
Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan air sungai sintetik 23
Gambar 3.2 Diagram alir proses pembuatan rangkaian sistem
elektrokoagulasi 24
Gambar 3.3 Rangkaian alat elektrokoagulasi 24
Gambar 3.4 Diagram alir proses elektrokoagulasi 25
Gambar 3.5 Diagram alir proses pembuatan larutan Na2EDTA 0,01 M 26
Gambar 3.6 Diagram alir pembuatan NaOH 1 N 26
Gambar 3.7 Diagram alir pembuatan larutan standar CaCl2 1000 ppm 27
Gambar 3.8 Diagram alir proses titrasi larutan standar CaCl2 28
Gambar 3.9 Diagram alir proses titrasi sampel 28
Gamnar 3.10 Diagram alir treatment elektroda 29
Gambar 3.11 Diagram alir analisa berat elektroda 30
Gambar 4.1 Pengaruh besar tegangan terhadap efisiensi penyisihan ion
Ca2+ pada konfigurasi elektroda (a) Al – C dan (b) Al - Fe 35
Gambar 4.2 Pengaruh konfigurasi elektroda (Al – C dan Al – Fe)
terhadap efisiensi penyisihan ion Ca2+
dengan besar tegangan
(a) 20 volt, (b) 25 volt, dan (c) 30 volt
38
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
Lampiran 1 Data dan Perhitungan 47
Lampiran 2 Dokumentasi 57
Lampiran 3 Riwayat Hidup 61
viii
DAFTAR SIMBOL
Besaran Satuan dan Singkatan Simbol
Massa gram atau gr m
Waktu Menit t
Luas Permukaan centimeter kuadrat atau cm2 A
Konduktivitas mikro siements atau mS/cm K
Konsentrasi part per million atau ppm C
Volume mililiter atau mL V
Kuat Arus Ampere atau A I
Beda Potensial Volt atau V V
Berat gr M/cm2 W
Berat molekul gr/mol M
Jumlah elektron Z
Konstanta Faraday 96.485 C F
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kalsium (Ca2+
) merupakan suatu logam alkali yang banyak ditemukan di bumi,
baik tanah maupun perairan. Ion kalsium memiliki peran besar dalam kehidupan
namun apabila dalam konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan beberapa masalah
lingkungan penyebab kesadahan. Kesadahan merupakan salah satu parameter kimia
yang dapat mengurangi kualitas air tanah diukur dari jumlah ion kalsium (Ca2+
) dan
magnesium (Mg2+
). Pada industri, angka kesadahan yang tinggi akan mengakibatkan
terbentuk endapan Ca2+
dan Mg2+
pada perpipaan dan peralatan, efisiensi peralatan
menurun, energi yang digunakan semakin meningkat, dan mengganggu jalan
keseluruhan proses produksi.
Utilitas dalam industri terdiri atas utilitas air, udara, energi, listrik dan steam.
Kegunaan air dalam proses industri sangat banyak yaitu sebagai utilitas pengolahan air
seperti air proses, air pendingin (cooling water), air umpan, dan air minum. Utilitas air
diperoleh dari berbagai sumber, baik sungai, laut, danau dan lain-lain.
Salah satu sungai yang melewati Kabupaten Malang adalah Sungai Brantas.
Sungai merupakan perairan yang berasal dari berbagai sumber air dan kegiatan
manusia. Hal ini mengakibatkan perubahan parameter fisika, kimia, dan biologi dalam
air Sungai Brantas, ditambah dengan kegiatan yang semakin berkembang di daerah
Sungai Brantas, seperti pemadatan pemukiman penduduk, kegiatan industri rumah
tangga, dan kegiatan pertanian. Menurut Yetti (2007), Sungai Brantas mempunyai pH
7 - 8, kandungan nitrit sebesar 3,79 mg/l, kandungan fosfat sebesar 0,5 mg/l, nilai
BOD sebesar 18,83 mg/l dan COD 39,59 mg/l. Selain itu, menurut Handayani (2001),
Sungai Brantas memiliki nilai kesadahan sebesar 222-253 mg/L. Kesadahan air Sungai
Brantas ditinjau dari ion Ca2+
sebesar 200 ppm sebagai CaCO3 (PT Petrokimia
Gresik). Perairan ini mengandung logam Ca yang cukup besar, sehingga diperlukan
teknologi pengolahan air yang efisien untuk memenuhi baku mutu nilai kesadahan air
yang akan digunakan untuk utilitas pengolahan air. Utilitas pengolahan air sebelum
masuk unit demineralisasi memiliki kesadahan total < 100 ppm. Kemudian air akan
2
masuk ke unit demineralisasi hingga kesadahaannya mencapai 0 ppm.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghilangkan kesadahan yaitu
metode pemanasan, koagulasi (pengendapan kimia), ion exchange, dan
elektrokoagulasi. Proses pemanasan hanya mampu menghilangkan kesadahan
sementara yang disebabkan garam karbonat dan bikarbonat sedangkan kesadahan non
karbonat (tetap) tidak dapat dihilangkan (Said, 2001). Penggunaan metode koagulasi
membutuhkan bahan kimia tambahan yang nantinya akan dipisahkan dari air.
Sedangkan proses ion exchange biasanya digunakan untuk skala yang besar dengan
biaya yang cukup mahal dibandingkan elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi adalah
metode elektrokimia pada pengolahan air dengan proses terjadi pelepasan ion logam
dari anoda ke dalam larutan membentuk koagulan aktif, dan terjadi reaksi pelepasan
gas hidrogen pada katoda (Holt, 2005). Pada proses elektrokimia akan terjadi
pelepasan Al3+
dari anoda sehingga membentuk senyawa Aln(OH)3n berupa flok yang
mampu mengikat kontaminan, mineral, dan partikel-partikel dalam air. Flok yang
terkoagulasi akan mengendap di bagian dasar sehingga dapat dipisahkan dengan
mudah. Apabila dibandingkan dengan metode lain, proses elektrokoagulasi lebih
mudah, sederhana, dan ekonomis serta waktu reaksi yang relatif lebih singkat dengan
efisiensi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan metode lain yang memerlukan
tambahan bahan kimia (Zhao, 2013).
Proses elektrokoagulasi dipengaruhi oleh jenis elektroda, tegangan pada
elektroda, pengadukan, dan pH. Pada saat tegangan dinaikkan maka jumlah partikel-
partikel ion dalam larutan akan semakin banyak terbentuk sehingga arus yang
mengalir dalam larutan semakin besar (Siringo-ringo, 2013). Pengaruh arus listrik
dalam elektrokoagulasi dijelaskan dalam hukum Faraday I yang menyatakan bahwa
massa zat yang timbul pada elektroda berbanding lurus dengan jumlah listrik yang
mengalir melalui larutan (Novita, 2013). Namun, pada kondisi tertentu kinerja
elektroda akan mengalami kejenuhan sehingga mengurangi efisiensi proses
elektrokoagulasi. Jenis elektroda yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi juga
menghasilkan efisiensi yang berbeda terhadap penyisihan ion Ca2+
. Jenis limbah yang
berbeda akan menghasilkan efisiensi yang berbeda dengan elektroda yang berbeda.
Hal ini tergantung pada koagulan yang terbentuk dan kandungan logam yang akan
dihilangkan selama proses elektrokoagulasi. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai efisiensi penyisihan ion Ca2+
dengan adanya variasi besar tegangan listrik
dan jenis elektroda untuk menurunkan kesadahan air. Aluminium dan besi merupakan
3
elektroda sacrificial yang telah berhasil dan efektif dalam penghilangan kesadahan (Lu
et al, 2016).
Pada penelitian sebelumnya, Jack Lin, Graeme J. Millar dkk (2014)
menggunakan perbandingan elektroda aluminium dan besi dalam proses
elektrokoagulasi air sebagai pretreatment kesadahan sebelum masuk ke membran
reverse osmosis (RO) untuk mencegah terjadinya scalling ataupun fouling. Pada
penelitian tersebut, proses elektrokoagulasi menggunakan elektroda aluminium
mampu menghilangkan kalsium pada air hingga 100% dan magnesium 87% pada
kondisi operasi tegangan 37,9 V dengan jarak antar elektroda 3 mm. Shan Zhao,
Guohe Huang, dkk (2013) menggunakan elektroda besi dan grafit dengan konsentrasi
kesadahan awal 300 ppm dan kondisi pH 7-8, penyisihan kesadahan mencapai 85,81%
dengan pH awal sebesar 7,36, current density 5,90 mA/cm2
dan waktu reaksi selama
30,94 menit. Sanfan dan Qinlai (2013) mampu menghilangkan kesadahan hingga 80%
dengan elektroda aluminium dan besi monopolar pada tegangan 23 V, jarak antar
elektroda 1 cm dan densitas listrik 30 mA/cm2 (Pooja, 2017).
Penelitian ini menggunakan proses elektrokoagulasi untuk mengurangi
kesadahan Ca2+
dalam air dengan variabel tegangan listrik dan jenis elektroda dalam
penyisihan ion Ca2+
dalam metode elektrokoagulasi. Proses elektrokoagulasi dilakukan
dengan variasi tegangan listrik sebesar 20 V, 25 V dan 30 V dan jenis elektroda yaitu
Al – C dan Al – Fe selama 120 menit untuk mengkaji lebih lanjut terhadap penyisihan
kesadahan ion Ca2+
.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh besar tegangan listrik terhadap penyisihan kesadahan ion Ca2+
pada air dalam proses elektrokoagulasi?
2. Bagaimana pengaruh jenis elektroda terhadap penyisihan kesadahan ion Ca2+
pada
air dalam proses elektrokoagulasi?
1.3. Pembatasan Masalah
Masalah yang telah dirumuskan dibatasi sebagai berikut:
1. Kesadahan pada air akan disisihkan menggunakan proses elektrokoagulasi dengan
mengacu pada penyisihan ion Ca2+
.
4
2. Sistem elektrokoagulasi menggunakan sistem batch selama 120 menit dengan
interval waktu 20 menit pada kondisi atmosferik dan temperatur ruang.
3. Sampel elektrokoagulasi yang digunakan adalah larutan CaCl2 dengan mengikuti
karakteristik kesadahan akibat ion Ca2+
pada air Sungai Brantas sebesar 200 ppm.
4. Analisa kesadahan ion Ca2+
pada sampel yang diteliti menggunakan metode tritrasi
Ethylenediaminetetraacetic Acid (EDTA).
1.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tegangan listrik
dan jenis elektroda terhadap efisiensi kinerja elektrokoagulasi dalam mereduksi
kesadahan air sungai sintetik yang mengandung ion Ca2+
dan menganalisis kinerja
pemakaian elektroda Al – Grafit dan Al – Besi pada proses elektrokoagulasi selama
waktu konstan proses elektrokoagulasi dengan adanya variasi tegangan listrik.
1.5. Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan konstribusi terhadap ilmu
pengetahuan tentang proses elektrokoagulasi untuk mengurangi kesadahan air. Selain
itu, adanya variasi tegangan listrik dan jenis elektroda yang digunakan berfungsi untuk
mengetahui kondisi operasi yang efisien pada proses elektrokoagulasi ion Ca2+
.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Sungai Brantas
Sungai Brantas adalah sungai terpanjang di Jawa Timur yang dari lereng
Gunung Arjuna dan Anjasmara bermuara di selat Madura. Sungai dengan panjang
±320 km ini dikelilingi oleh area padat penduduk, dengan jumlah penduduk sebesar ±
14 juta penduduk. Air Sungai Brantas digunakan oleh masyarakat untuk berbagai
kegiatan seperti kebutuhan rumah tangga, keperluan pertanian dan peternakan,
industry, pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain (Handayani, 2001).
Sungai adalah perairan yang sumber airnya dapat berasal dari berbagai tempat
dan kegiatan. Buangan berbagai kegiatan manusia di sekitar sungai dapat
mempengaruhi kualitas air sungai dan merubah parameter fisika, kimia, dan biologi.
Air buangan masyarakat ke dalam Sungai Brantas dapat berupa limbah rumah tangga,
limbah industri, buangan saluran irigasi dan drainasi. (Handayani, 2001).
Keberadaan Sungai Brantas diakui sangat vital oleh masyarakat karena
merupakan pemasok bahan baku air terbesar untuk PDAM Kota Surabaya dan Malang.
Sungai Brantas merupakan salah satu sungai di Indonesia dengan tingkat pencemaran
tinggi, baik Sungai Brantas yang melewati Kota Surabaya maupun yang melewati Kota
Malang. Menerut Yetti (2007), mutu air Sungai Brantas ditunjukkan pada tabel 2.1.
Selain itu menurut Sanita (2001), sungai brantas memiliki nilai kesadahan sebesar 222-
253 mg/l.
Tabel 2. 1 Mutu Air Sungai Brantas (Yetti, 2007)
Parameter Nilai
pH 7,8
Nitrit 3,79 mg/L
Fosfat 0,5 mg/L
BOD 18,83 mg/L
COD 39,59 mg/L
6
2.2 Kalsium
Kalsium dinyatakan dengan rumus kimia Ca dengan berat molekul sebesar
40,80 g/mol. Kalsium merupakan logam alkali tanah berbentuk padatan dengan
kerapatan sebesar 1,54 g/cm3. Kalsium bersifat logam karena cenderung melepaskan
elektron (pendonor elektron) dan disebut logam alkali karena oksidanya bersifat basa.
Unsur ini dapat menyebabkan iritasi ringan jika terkena kulit dan iritasi pernafasan jika
dihirup. Pada umumnya kalsium juga disebut sebagai kapur (Sciencelab, 2013).
Kalsium dalam air berasal dari mineral batu kapur, dolomit, dan sebagainya
yang terlarut dan terbawa oleh air hujan. Kalsium dalam air memiliki konsentrasi yang
beragam hingga beberapa ratus mg/l sesuai dengan asal air tersebut. Kalsium dalam
konsentrasi tinggi akan menyebabkan kerak kapur. Pembentukan kerak kapur pada
peralatan industri sangat dihindari karena mampu mempengaruhi energi yang
digunakan. Kerak kapur akan memperlambat proses perpindahan panas sehingga energi
yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tertentu membutuhkan energi yang lebih
besar dibandingkan jika tanpa ada kerak kapur pada peralatan.
2.3 Kesadahan
2.3.1 Pengertian
Kesadahan biasa diartikan sebagai kandungan mineral yang umumnya adalah
garam yang mengandung ion kalsium (Ca2+
) dan magnesium (Mg2+
). Tanah
mengandung berbagai macam material, salah satunya adalah batuan kapur. Jika ada
kontak antara air tanah dengan batuan kapur ini, maka air tanah menjadi air sadah.
Selain itu adanya kontak antara air dengan tanah liat dan endapan yang mengandung
kalsium sulfat juga akan meningkatkan angka kesadahan dalam air. Karakteristik
tanah di setiap wilayah berbeda-beda, oleh karena itu tingkat kesadahan air juga
beragam di berbagai tempat. Air dengan kandungan kadar mineral kalsium dan
magnesium yang tinggi disebut dengan air sadah, sedangkan air dengan kandungan
mineral kalsium dan magnesium rendah disebut dengan air lunak. Salah satu metode
untuk mengetahui air sadah yaitu dengan penggunaan sabun. Penggunaan air sadah
dengan sabun tidak akan menghasilkan busa yang banyak, dan sebaliknya. Kesadahan
air biasa dinyatakan dengan konsentrasi berat per volume (w/v) atau ppm kalsium
atau magnesium. Air sadah tetap memiliki ciri yaitu tidak bisa diendapkan atau tidak
bisa menghasilkan sabun setelah dilakukan pemanasan. (Marsidi, 2001).
7
Bagi tubuh, air sadah tidak memiliki tingkat bahaya tinggi, namun
penggunaan air sadah pada peralatan rumah tangga atau pabrik, air sadah dapat
menimbulkan masalah seperti pengendapan kalsium atau magnesium dalam perpipaan.
Pada industri, air umpan boiler tidak boleh mengandung kesadahan untuk menghindari
adanya pengendapan kalsium dan magnesium pada perpipaan dan dinding heat
exchanger, serta untuk menghindari penghambatan proses pemanasan (Marsidi, 2001).
Berikut merupakan klasifikasi tingkat kesadahan pada air.
Tabel 2. 2 Klasifikasi tingkat kesadahan (Bashkin, 1999)
mg/L CaCO3 Tingkat Kesadahan
< 50 Lunak
50 – 100 Lunak sedang
100 – 150 Sedikit keras
150 – 200 Sedang
200 – 300 Keras
> 300 Sangat keras
2.3.2 Jenis Kesadahan
Kesadahan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan anion yang
berikatan dengan kation, yaitu kesadahan tetap dan kesadahan sementara. Kesadahan
sementara dicirikan memiliki kandungan ion karbonat, contohnya pada senyawa
kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2).
Sedangkan kesadahan tetap dicirikan memiliki kandungan ion selain ion karbonat.
Ion-ion seperti SO42-, Cl-, dan NO
3- merupakan contoh ion yang mengakibatkan
kesadahan tetap. Ion tersebut dapat membentuk senyawa berupa magnesium sulfat
(MgSO4), kalsium sulfat (CaSO4), kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida
(MgCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3)2), dan magnesium nitrat (Mg(NO3)2) (Sulistyani,
2012).
2.3.3 Metode Penghilangan Kesadahan
2.3.3.1. Pendidihan
Cara pemanasan air sadah hanya akan menghilangkan kesadahan
sementara. Dalam proses pemanasan, ion bikarbonat akan dipecah menjadi
karbonat, air dan karbon dioksida seperti pada persamaan reaksi berikut:
8
Ca(HCO3)2 → CaCO3 + H2O + CO2
Persamaan untuk magnesium bikarbonat adalah serupa (Siregar, 2010).
2.3.3.2. Penambahan Kapur Mati
Penggunaan kapur mati (kalsium hidroksida) juga hanya
menghilangkan kesadahan sementara. Kapur harus ditambahkan pada jumlah
yang telah diperhitungkan sehingga kapur tersebut hanya cukup untuk
menetralkan bikarbonat (Siregar, 2010).
Ca(HCO3)2 + Ca(OH)2 →2CaCO + 2H2O
2.3.3.3. Penambahan Soda Pencuci
Soda pencuci atau natrium karbonat dapat digunakan untuk
menghilangkan baik kesadahan tetap maupun kesadahan sementara. Natrium
bikarbonat akan bereaksi dengan ion kalsium dan magnesium membentuk
garam natrium (Siregar, 2010). Berikut adalah reaksi pada air sadah yang
mengandung ion kalsium:
CaSO4 + Na2CO3 → CaCO3 + Na2SO4
2.3.3.4. Proses Pertukaran Ion
Proses ini dapat digunakan untuk menghilangkan baik kesadahan
tetap maupun kesadahan sementara. Air yang melewati ion exchanger akan
mengalami pertukaran ion antara ion kalsium dan magnesium dengan ion
natrium yang terdapat dalam resin. Resin yang digunakan dapat berupa resin
alami dan buatan.Resin dapat diregenerasi dengan menambahkan senyawa
garam yang mengandung ion natrium untuk menggantikan ion natrium yang
terikat pada ion kesadahan (Siregar, 2010).
2.3.3.5. Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi adalah proses koagulasi dengan menggunakan
prinsip elektrokimia. Pada elektrokoagulasi digunakan arus listrik dan
elektroda logam. Elektroda bersifat sebagai elektroda sacrificial yang artinya
sejumlah ion logam elektroda akan terlepas dan terjadi reaksi antara ion
logam dengan senyawa elektrolit yang digunakan, untuk membentuk flok
yang dapat mengikat kontaminan dan kemudian mengendap (Masita, 2013).
9
2.4 Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan metode elektrokimia untuk menghilangkan
polutan pada air dimana anoda akan menjadi eletroda sacrificial dengan melepaskan
ion logam (mengalami oksidasi) ke dalam larutan. Selain itu, biasanya disertai dengan
reaksi elektrolisis dengan terbentuknya gelembung gas hidrogen pada katoda (Holt,
2005).
Proses elektrokoagulasi merupakan gabungan antara proses elektrokimia dan
koagulasi. Fundamental elektrokimia yaitu dengan adanya larutan elektrolit untuk
mengalirkan listrik dengan adanya elektoda yang dialirkan dengan arus listrik. Pada
reaksinya terjadi reaksi redoks (reduksi-oksidasi) membentuk koagulan dengan adanya
transfer elektron antar elektroda dan molekul polutan dalam larutan elektrolit
(Pletcher, 1993:1). Sementara koagulasi merupakan proses destabilisasi suspensi atau
larutan yang mempengaruhi stabilitas partikel pada keadaan bebas dalam disperse.
Pada proses destabilisasi akan terbentuk flok akibat bergabungnya partikel ionik
berlawanan yang nantinya akan semakin besar dan mengendap akibat adanya gaya
gravitasi pada dasar tangki, flok yang terbentuk dalam keadaan stabil (Bratby, 1980:
21-22).
Proses utama elektrokoagulasi terdiri dari empat langkah yaitu 1) reaksi
elektrokimia pada permukaan elektroda; 2) pembentukan koagulan dalam fase
aqueous; 3) proses koagulasi polutan terlarut atau koloid pada koagulan, dan 4)
sedimentasi atau flotasi agregat. Dalam proses EC, campuran air – kontaminan dalam
tangki dibagi menjadi air yang telah diolah, flotasi agregat pada lapisan atas, dan
sedimen kaya mineral (Zhao, 2013:455). Proses elektrokoagulasi mempunyai
kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan metode lain. Menurut Mollah
(2001), pertimbangan penentuan penggunaan metode elektrokoagulasi dapat dilihat
dari kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan elektrokoagulasi adalah sebagai berikut.
1. Teknologi elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sederhana dan
mudah untuk dioperasikan dengan operasional yang mudah mengatasi masalah
saat running.
2. Air limbah hasil olahan elektrokoagulasi akan menjadi jernih (tidak berwarna)
dan tidak berbau.
10
3. Sludge hasil proses elektrokoagulasi dalam bentuk yang stabil dan dapat
dilarutkan kembali karena mengadung oksida metal/ hidroksida.
4. Flok hasil elektrokoagulasi yang dibentuk sama dengan flok hasil koagulasi
menggunakan bahan kimia, namun berukuran lebih besar, memiliki sedikit
kandungan air, tahan terhadap asam dan mudah dipisahkan menggunakan
proses filtrasi.
5. Air hasil elektrokoagulasi memiliki kandungan TDS yang lebih rendah
dibandingkan dengan menggunakan bahan kimia.
6. Proses elektrokoagulasi memiliki keuntungan dalam menghilangkan partikel –
partikel koloid karena adanya aliran atau medan listrik yang mampu
menggerakkan partikel dengan cepat sehingga mempermudah proses koagulasi.
7. Proses elektrokoagulasi yang tidak menggunakan bahan kimia sehingga tidak
membutuhkan netralisasi sisa bahan kimia dan tidak memungkinkan
terbentuknya polutan sekunder karena adanya penambahan senyawa kimia
pada konsentrasi tinggi dalam proses koagulasi.
8. Gelembung – gelembung gas yang dibentuk selama elektrolisis akan membawa
polutan naik ke permukaan atas larutan (flotasi) sehingga mudah
terkonsentrasi, terkumpul, dan dihilangkan.
9. Proses elektrolitik dalam elektrokoagulasi dikontrol secara elektrikal tanpa ada
bagian yang bergerak sehingga perawatan (maintenance) yang dibutuhkan
rendah.
10. Teknologi elektrokoagulasi dapat dilakukan di daerah yang kekurangan listrik
karena cukup menggunakan panel surya dalam proses pengaplikasiannya.
Selain kelebihan yang telah disebutkan, teknologi elektrokoagulasi juga memiliki
kekurangan diantaranya yaitu
1. Adanya elektroda yang dikorbankan (sacrificial electrodes) yang larut dalam
larutan karena teroksidasi sehingga harus diganti secara berkala.
2. Penggunaan listrik yang mahal pada daerah tertentu.
3. Pembentukan film oksida impermeable pada katoda selama proses sehingga
mampu mengurangi efisiensi kerja elektrokoagulasi.
4. Dibutuhkan konduktivitas yang tinggi untuk memisahkan suspensi larutan.
5. Pada beberapa kasus digunakan hidroksida gelatin untuk menjaga solubilitas.
11
2.4.1 Mekanisme Elektrokoagulasi
Reaktor elektrokoagulasi yang digunakan berupa sel elektrokimia yang
terdiri dari kutub anoda dan katoda. Kutub anoda berfungsi sebagai electrode
sarcrificed dengan melepaskan ion logam aktif. Pada katoda terjadi reaksi elektrolisis
menghasilkan gelembung gas hidrogen. Mekanisme elektrokoagulasi juga
dipengaruhi oleh karakteristik fisika dan kimia polutan yang akan di
elektrokoagulasi. Polutan yang terdiri dari senyawa logam ionik akan terpersipitasi
membentuk logamnya sedangkan padatan tersuspensi bermuatan akan terabsorbsi
oleh koagulan dengan muatan yang berlawanan. Koagulan dan produk elektrolisis
yang dihasilkan akan berinteraksi satu sama lain dengan polutan atau ion lain yang
ada dalam larutan polutan. Mekanisme elektrokoagulasi dapat dilihat gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Mekanisme elektrokoagulasi (Marshita, 2014)
Menurut Malakootian (2009) pada proses elektrokoagulasi memiliki tiga
tahapan utama yaitu sebagai berikut.
1. Pembentukan koagulan selama proses oksidasi yang terjadi pada anoda.
2. Destabilisasi polutan, senyawa tersuspensi dan pemecahan emulsi.
3. Kombinasi atau penggabungan partikel kecil yang tidak stabil membentuk flok.
Mekanisme destabilisasi pada proses elektrokoagulasi berupa kompresi lapisan
ganda (double-layer), adsorbsi dan netralisasi ion, terperangkapnya partikel dalam
endapan dan bergabungnya antar partikel. Proses destabilisasi kontaminan, partikel
tersuspensi, dan pemecahan emulsi secara terperinci dapat dijelaskan dalam Mollah
(2001) sebagai berikut :
12
1. Kompresi difusi lapisan ganda (double-layer) di sekitar partikel bermuatan
karena adanya interaksi ion yang terbentuk dengan larutnya elektroda yang
dikorbankan (sacrificial electrode) selama proses elektrokoagulasi.
2. Netralisasi ion polutan dengan ion berlawanan hasil oksidasi elektroda.
Netralisasi ion yang saling berlawanan ini akan mengurangi tolakan elektrostatik
antar partikel sehingga gaya tarik van der Waals mendominasi yang
menyebabkan terjadinya koagulasi.
3. Pembentukan flok, flok dibentuk sebagai hasil dari koagulasi membentuk sludge
blanket yang mampu menjebak dan menggabungkan partikel koloid yang belum
kompleks (presipitasi).
Mekanisme elektrokoagulasi secara garis besar dipengaruhi oleh sifat kimia
dari larutan terutama konduktifitasnya. Sebagai tambahan yaitu karakteristik lain
seperti pH, ukuran partikel, dan konsentrasi kandungan kimia. Ada proses pemisahan
utama dalam proses elektrokoagulasi yaitu melalui flotasi dan settling atau
pengendapan. Secara keseluruhan berupa pengendapan sedangkan flotasi terjadi
karena terbentuknya gelembung-gelembung gas hidrogen yang mengangkat polutan
dalam air limbah ke permukaan. Pembentukan gas tersebut sering dipandang sebagai
komplikasi operasional yang biasanya diabaikan. Pemisahan secara flotasi dan
pengendapan yang condong berpengaruh akan dipengaruhi oleh kerapatan arus listrik
yang digunakan pada proses elektrokoagulasi (Holt, 2005).
2.4.2 Reaksi Elektrokoagulasi
Prinsip dasar dari reaksi elektrokoagulasi adalah reaksi elektrolisis dimana
listrik mampu memungkinkan terjadi reaksi kimia antar elektroda (tidak spontan).
Pada reaksi elektrolisis terjadi reaksi redoks (reduksi-oksidasi) antar elektroda. Pada
anoda terjadi reaksi oksidasi yaitu memiliki sifat dengan kecenderungan kehilangan
elektron sedangkan katoda terjadi reaksi reduksi yang cenderung untuk menarik
elektron. Pada reaksi redoks terjadi transfer elektron antar elektroda. Transfer
elektron terjadi karena adanya beda potensial antar elektroda. Suatu reaksi redoks
dapat terjadi secara spontan apabila energi bebas (gibs) bernilai negatif dan beda
potensial sel bernilai positif.
Anoda yang sering digunakan pada proses elektrokoagulasi adalah
aluminium. Pada reaksi elektrokoagulasi, anoda akan larut membentuk ion logam
13
dan bereaksi dengan OH- membentuk koagulan aktif. Selain itu, juga terjadi reaksi
pembentukan oksigen pada anoda (Mollah, 2001:37).
Al(s) Al (aq) 3+
+ 3e-
E0
A = 1,66 V
(1)
2H2O 4H+
(g) + O2(g) + 4e- E
0A =
_ 1,23 V (2)
Pada reaksi katoda, pelarut air akan mengalami reduksi membentuk gas
hydrogen (H2) berupa gelembung – gelembung dalam larutan pada proses
elektrokoagulasi.
2H2O + 2e- H2 (g) + 2OH
- E
0C =
_ 0,83 V (3)
Apabila larutan mengandung ion-ion logam lain, maka ion logam tersebut akan
direduksi menjadi bentuk logamnya (Marshita, 2014).
L (aq) n+
+ ne- L(s) (4)
Pada larutan terjadi reaksi pembentukan koagulan aktif yang kemudian akan
berikatan dengan polutan yang akan dihilangkan seperti ion kalsium dengan reaksi
sebagai berikut.
Al3+
(aq) + 3H2O Al(OH)3 + 3H+ (aq) (5)
nAl(OH)3 Aln(OH)3n (6)
Berdasarkan pH pada medium larutan yang digunakan, ion seperti Al(OH)2+
,
Al2(OH)24+
dan Al(OH)4- ada dalam sistem elektrokoagulasi. Ion Ca
2+ akan
terkoagulasi dengan reaksi seperti berikut (Kabdasli, 2012).
mAl3+
+ nCa2+
+ (3m + 2n)H2O ↔ AlmCan(OH)3m+2n + (3m + 2n)H+
(7)
Pada proses elektrokoagulasi, anoda akan terlarut membentuk ion logam
sebagai elektroda yang dikorbankan (sacrificial electrode) sehingga massa anoda
berkurang, sedangkan pada katoda terbentuk film oksida (pasivasi) yang
menyebabkan massa katoda bertambah. Namun, pada beberapa penelitian dapat
dilihat bahwa katoda juga dapat terlarut. Pelarutan pada katoda terjadi apabila logam
yang digunakan sebagai katoda berupa logam pereduksi kuat seperti aluminium dan
besi. Penelitian yang dilakukan oleh Picard (2000) dengan menggunakan elektroda
aluminium dapat dilihat bahwa aluminium sebagai katoda dapat terlarut akibat ion
hidroksil dengan reaksi sebagai berikut.
2Al + 6H2O + 2OH- ↔ 2Al(OH)4
- + 3H2 (8)
Reaksi ini terjadi akibat adanya chemical attack oleh ion hidroksil yang terbentuk
selama reduksi air (pembentukan hidrogen) pada katoda. Semakin banyak H2 yang
terbentuk maka semakin banyak OH- dan semakin banyak massa katoda yang
14
terlarut. Reaksi (1) hingga (7) merupakan reaksi elektrokoagulasi dengan
menggunakan anoda aluminium dan katoda inert. Potensial dari reaksi yang terjadi
tergantung pada bahan elektroda dan kondisi larutan.
2.4.3 Faktor yang mempengaruhi proses elektrokoagulasi
Ada beberapa komponen dalam proses elektrokoagulasi diantaranya
elektroda, polutan, dan potensial listrik. Penggunaan elektroda, keadaan polutan,
serta arus listrik mampu mempengaruhi proses elektrokoagulasi. Parameter yang
harus diperhatikan untuk mencapai efisiensi yang tinggi dalam proses
elektrokoagulasi adalah sebagai berikut:
1. Tegangan listrik
Pada proses elektrokoagulasi arus listrik searah mengalir melalui larutan dan
elektroda. Arus listrik mendorong sejumlah reaksi kimia tergantung pada jenis dan
sifat elektroda dan media larutan. Menurut Michael Faraday (1834) lewatnya arus 1
F mengakibatkan oksidasi 1 massa ekivalen suatu zat pada suatu elektroda (anoda)
dan reduksi 1 massa ekivalen suatu zat pada elektroda yang lain (katoda), sesuai
dengan persamaan berikut ini:
w = I x t x M (9)
Z x F
di mana w adalah berat logam yang larut (gr M/cm2
), I adalah intensitas arus (A), t
adalah waktu (s), M adalah berat molekul logam (gr/mol), Z adalah jumlah elektron
dalam reaksi oksidasi/reduksi, dan F adalah konstanta Faraday (96.485 C). Semakin
meningkat arus listrik yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi, efisiensi
penghilangan kesadahan akan meningkat. Pada tegangan listrik yang besar, ukuran
dan laju pembentukan flok akan semakin meningkat mempengaruhi efisiensi dalam
proses. Meningkatnya tegangan listrik akan meningkatkan jumlah logam (aluminium
atau besi) yang teroksidasi dan flok hidroksida yang terbentuk sehingga efektif dalam
mnghilangkan kesadahan dalam air (Malakootian, 2009:134).
2. Jenis Elektroda
Jenis elektroda mempengaruhi reaksi elektrokimia dalam sistem
elektrokoagulasi. Pemilihan jenis elektroda dilakukan berdasarkan polutan yang akan
disisihkan. Secara umum, aluminium lebih diunggulkan dibandingkan dengan besi
pada kebanyakan kasus apabila dilihat dari efisiensi penyisihan yang dihasilkan.
15
Elektroda inert seperti logam oksida berlapis titanium digunakan sebagai katoda.
Apabila pada larutan terdapat ion kalsium dan magnesium dalam jumlah yang
signifikan elektroda inert sangat direkomendasikan. Selain itu, ada penelitian lebih
lanjut mengenai penggunaan kombinasi elektroda aluminium dan besi. Aluminium
sering digunakan dalam proses penghilangan warna polutan, sedangkan besi lebih
efektif dibandingkan dengan aluminium dalam mereduksi COD dan fenol limbah
industri. Kombinasi aluminium dan besi merupakan kombinasi yang sering
digunakan dalam proses elektrokoagulasi karena memiliki efisiensi yang tinggi
dalam mereduksi polutan (Vepsäläinen, 2012).
3. pH larutan
Elektrokoagulasi akan berjalan baik apabila berada pada rentang pH tertentu
tergantung pada polutan dalam larutan. Alkalinitas air dapat membantu proses
pembentukan flok dengan perannya memproduksi ion hidroksida pada reaksi
hidroksida koagulan. Presipitasi polutan dimulai pada nilai pH tertentu. Efisiensi
penyisihan polutan mencapai maksimum didapatkan pada pH larutan yang berbeda-
beda untuk jenis polutan yang berbeda. Berikut ini merupakan distribusi produk
hidrolisis Al (koagulan) pada fungsi pH (Gregory, 2001).
Gambar 2.2. Distribusi produk hidrolisis Al (koagulan) pada fungsi pH
(Gregory, 2001)
pH
16
Fenomena perubahan pH dalam elektrokoagulasi dapat disebabkan oleh hidrasi
ion berkelanjutan. Hidrasi ion logam aluminiu dapat terjadi menurut persamaan
reaksi berikut:
Al3+
+ H2O ↔ Al(OH)2+
+ H+ pK = 4,95 (10)
Al(OH)2+
+ H2O ↔ Al(OH)2+ + H
+ pK = 5,6 (11)
Al(OH)2+ + H2O ↔ Al(OH)3 + H
+ pK = 6,7 (12)
Al(OH)3 + H2O ↔ Al(OH)4- + H
+ pK = 5,6 (13)
Reaksi (10) hingga (13) terjadi diikuti adanya pelepasan proton yang dapat
meningkatkan pH, sehingga ekuilibrium akan bergeser ke kanan. Aluminium
hidroksida memiliki kelarutan yang rendah dan dapat mengendap pada pH
intermediet. Kenaikan pH secara terus menerus mengakibatkan ion aluminat terus
terbentuk. Namun hal ini juga dapat dipengaruhi oleh adanya anion yang dapat
membentuk kompleks dengan aluminium. Anion-anion seperti fluorida, fosfat, dan
sulfat dapat meningkatkan kelarutan logam pada pH rendah. Selain itu, anion juga
dapat mempengaruhi distribusi spesies ekulibrium dan laju pengendapan hidroksida
(Gregory, 2001).
Pada proses elektrokoagulasi berlangsung terjadi perubahan pH. Perubahan pH
menghasilkan perbedaan jenis hidroksida aluminium yang terbentuk. Pada pH awal
asam (pH 2) cenderung tidak terjadi perubahan pH karena alkalinitas yang terbentuk
tidak cukup untuk meningkatkan pH. Namum, ketika pH awal diatas 3 maka pH akan
cenderung meningkat selama proses elektrokoagulasi. Apabila pH awal basa maka
pH akan semakin turun akibat terbentuk [Al(OH)4-] yang merupakan pengonsumsi
alkalnitas. Laju perubahan pH dan steady state bergantung dari konsentrasi anion
yang ada di larutan (Vepsäläinen, 2012).
4. Konduktifitas listrik larutan
Konduktifitas listrik larutan dapat diartikan sebagai kemampuan larutan untuk
menghantarkan listrik. Larutan yang memiliki konduktifitas listrik biasanya disebut
sebagai larutan elektrolit. Pada proses elektrolisis, larutan harus memiliki
konduktivitas minimum agar mampu membawa arus listrik. Peningkatan kerapatan
arus akan bertambah seiring bertambahnya konduktivitas larutan dalam kondisi
tegangan yang konstan atau pada kerapatan arus yang konstan tegangan akan
berkurang. Sehingga kebutuhan energi akan semakin berkurang pada konduktivitas
larutan yang lebih besar. Menurut Lekhlif (2014), selama proses elektrokoagulasi
adanya pembentukan senyawa koagulan Al(OH)3, Al3+
kompleks, koagulasi ion Ca2+
17
pada koagulan aktif, serta pembentukan struktur ion mobilitas rendah seperti
Al(OH)4- dan Al(OH)5
- pada kondisi basa, dapat menurunkan nilai konduktivitas.
5. Waktu
Jumlah muatan yang mengalir selama proses elektrolisis sebanding dengan
jumlah waktu kontak yang digunakan. Waktu kontak antara air dan elektroda dalam
alat elektrokoagulasi mempengaruhi penurunanan kadar ion Ca2+
. Namun, lama
waktu kontak tidak selalu menghasilkan efisiensi proses elektrokoagulasi meningkat
karena kemampuan elektroda dalam mereduksi air juga mempengaruhi proses
elektrokoagulasi.
6. Jarak antar elektroda
Jarak antar elektroda mempengaruhi besarnya hambatan elektrolit. Semakin
besar jarak antar elektroda maka akan semakin besar hambatan dan semakin kecil
arus yang mengalir. Efisiensi penyisihan polutan maksimal dapat dicapai pada jarak
optimum antara anoda dan katoda.
7. Pengadukan
Pengadukan dalam elektrokoagulasi dapat dilakukan untuk menjaga
keseragaman kondisi dalam sel elektrolisis. Agitasi dalam sel elektrolisis
memberikan kecepatan pergerakan ion yang terbentuk. Peningkatan mobilitas ion
dalam larutan akan menyebabkan flok terbentuk lebih cepat sehingga waktu yang
dibutuhkan akan lebih sedikit. Pengaturan kondisi pengadukan dapat dilakukan
dengan mengatur gradien kecepatan dan lama waktu pengadukan. Apabila kecepatan
pengadukan terlalu besar akan mengakibatkan pecahnya flok sehingga dapat
mengganggu proses koagulasi (Modirshahla, 2008).
8. Suhu
Suhu berhubungan dengan jumlah elektroda yang terlarut dan persen
penyisihan polutan. Pada suhu rendah, disolusi anoda terjadi pada laju rendah namun
tidak ada penelitian yang menunjukkan konsentrasi aluminium yang terlarut dari
elektroda yang mampu menguatkan pernyataan tersebut. Pada suhu yang terlalu
tinggi, terjadi penyusutan pori gel Al(OH)3 yang menyebabkan pembentukan flok
padat terdeposit pada permukaan elektroda. Suhu yang semakin tinggi mampu
meningkatkan kelarutan aluminium. Peningkatan suhu mampu memberikan efek
positif maupun negatif terhadap efisiensi penyisihan polutan dalam larutan
tergantung pada mekanisme penyisihan polutan (Vepsäläinen, 2012).
18
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3. Data Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Metodologi Hasil
1.
Malakootian,
M., Yousefi,
N (2009)
The Efficiency of
Electrocoagulation
Process Using
Aluminium
Electrodes in
Removal of
Hardness From
Water
Elektroda: 6 elektroda
Al (10x10) cm
Perbedaan Potensial:
5, 10 dan 20 volt
pH: 5,3; 7,2; dan 10,1
Interval waktu: 20, 40,
60 menit
Jarak antar elektroda:
15 mm
Efisiensi terbesar
adalah 95,6%
dengan perbedaan
potensial 20 Volt
selama 60 menit
dengan pH 10,1
2. Lin, Jack.,
Millar,
Graeme J.,
Couperthwait
e, Sara J.,
Mackinnon,
Ian D. R
(2014)
Electrocoagulation
as a Pre-treatment
to Reverse Osmosis
Units
Elektroda: 13
elektroda
aluminium/besi
Tegangan: 9,5 V; 18,9
V; 28,4 V; dan 37,9 V
Jarak antar elektroda:
3 mm
Penggunaan
elektroda aluminium
menghasilkan
penyisihan kalsium,
strontium, dan
barium hingga
100% , silika 98%,
serta magnesium
87%.
3. Goonewarde
ne, Eng.
Duleep.,
Saravanan,
S.,
Thushyanthy,
Nisanee,
Gunaalan
(2013)
Removal of Total
Hardness by Electro-
Coagulation Process
Elektroda: enam
pasang aluminium/besi
Tegangan 20 volt
Waktu 20 menit
Endapan disaring
dengan 0,45µm kertas
saring menggunakan
pompa vakum
Efisiensi penyisihan
terbesar yaitu 60%
menggunakan
pasangan elektroda
aluminium
4. Schulz, M.
C., Baygents,
J. C., Farrell,
J (2009)
Laboratory and Pilot
Testing of
Electrocoagulation
for Removing Scale
Forming Species
from Industrial
Process Waters
Elektroda: 9 elektroda
aluminium/besi 3,2 x
34 x 0,32 parallel
(skala lab), 73
elektroda
aluminium/besi 20,3 x
50,8 x 0,32 parallel
(skala pilot)
Jarak antar elektroda:
0,4 cm
Densitas arus: 0,3 – 9
mA/cm2 (skala lab) 1
– 9 mA/cm2
Penyisihan
menggunakan
elektroda aluminium
sebesar 80% untuk
silika dan 20 – 40%
untuk kalsium dan
magnesium,
sedangkan elektroda
aluminium sebesar
60% untuk silika
dan 10 – 20% untuk
kalsium dan
magnesium.
19
No Peneliti Judul Metodelogi Hasil
5. Zhao, Shan.,
Huang,
Guohe.,
Cheng,
Guanhui.,
Wang,
Yafei., and
Fu, Haiyan
(2013)
Hardness, COD and
Turbidity Removals
from Produced
Water by
Electrocoagulation
Pretreatment Prior to
Reverse Osmosis
Membranes
Elektroda: parallel
plate 3 Grafit (C) dan
3 Besi (Fe)
Fe (15 x 12 x 1,3) cm
dan Grafit (15 x 12 x
1) cm
Densitas arus listrik
dari 1 hingga 10
mA/cm2
Variasi pH awal dari
pH 3 hingga 11
Waktu dari 10 hingga
50 menit
Jarak antar elektroda:
1,5 cm
Kondisi operasi pH
awal sebesar 7,36,
current density 5,90
mA/cm2
dan waktu
reaksi 30,94 menit
adalah kondisi
operasi optimum
dengan efisiensi
kesadahan, COD
dan turbiditas
masing-masing
sebesar 85,81%,
66,64%, dan
93,80%.
Tabel 2. 3. Data Penelitian Terdahulu (lanjutan)
20
Halaman ini sengaja dikosongkan
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan percobaan pada teknologi koagulasi untuk menyisihkan
kesadahan air, dengan memfokuskan pada variabel jenis elektroda dan tegangan listrik.
Hasil penelitian dari variabel-variabel ini akan menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif.
Data tersebut akan dibandingkan berdasarkan variasi dan perlakuan yang dilakukan untuk
mengetahui nilai efisiensi elektrokoagulasi yang paling tinggi. Metode penelitian dimulai
dengan pembuatan air sungai model yang sesuai dengan kondisi air Sungai Brantas. Air
sungai model kemudian dielektrokoagulasi pada rangkaian elektrokoagulasi menggunakan
elektroda aluminium - grafit atau aluminium - besi, serta variasi tegangan listrik. Ada dua
jenis analisis yang akan dilakukan pada percobaan ini, yaitu analisa kesadahan ion Ca2+
pada air serta perubahan berat elektroda. Analisa kesadahan air dilakukan dengan uji
titrimetri EDTA setelah proses elektrokoagulasi. Analisa berat elektroda dilakukan
sebelum dan setelah proses elektrokoagulasi untuk mengetahui seberapa besar perubahan
berat elektroda yang diakibatkan dari proses elektrokoagulasi. Data analisa berat elektroda
ini akan menentukan nilai efisiensi proses elektrokoagulasi keseluruhan.
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan penelitian skripsi ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 hingga Mei 2017
di Laboratorium Sains Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
3.2. Variabel Penelitian
3.2.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah:
1. Variasi elektroda yaitu elektroda Al – Grafit dan Al – Fe
2. Variasi tegangan listrik 20 V, 25 V dan 30 V
3.2.2. Variabel Kontrol
Variabel kontrol pada penelitian ini adalah:
1. Konsentrasi Ca2+
sebesar 200 ppm
2. Suhu ruang
22
3. Tekanan atmosferik
4. Ukuran elektroda tercelup masing-masing 4 x 2 cm
5. Jarak antar elektroda 1,5 cm
6. Volume larutan CaCl2 95 mL
7. pH awal 7 – 8
8. Waktu elektrokoagulasi selama 2 jam dengan interval pengambilan sampel tiap
20 menit
3.3. Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1. Alat Penelitian
1. Neraca analitik ABS/ABJ 220-4 dengan ketelitian 0,01 gram
2. Alat gelas
3. Buret
4. Statif dan klem holder
5. DC power supply Dekko PS - 305Q5, PS – 3010Q5
6. Multimeter Digital Heles UX35STR
7. Stopwatch XL - 012
8. Conductivity meter Schott Lab 960
9. pH meter Handylab pH 11
10. Oven Binder ED 53
11. Lemari asam Frontier
3.3.2. Bahan Penelitian
1. Elektroda Fe
2. Elektroda Al
3. Elektroda Grafit
4. Aquades
5. CaCl2 90% p.a
6. Na2EDTA p.a
7. NaOH 99% p.a
8. Indikator EBT C. I. 14645
9. Aseton teknis WS 90
10. HCl 37% p.a
11. KOH 85% p.a
23
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Proses Pembuatan Air Sungai Sintetik (Konsentrasi Ca2+
200 ppm)
Pembuatan larutan air sungai sintetik mengandung ion kalsium sebesar 200
ppm (larutan CaCl2 555 ppm) dilakukan dengan melarutkan CaCl2(s) sebanyak
0,555 gram ke dalam aquades. Larutan CaCl2 kemudian diencerkan hingga volume
1000 mL dalam labu ukur. Berikut ini merupakan diagram alir pembuatan larutan
CaCl2 555 ppm.
Gambar 3. 1 Diagram alir proses pembuatan air sungai sintetik
3.4.2. Rangkaian Sistem Elektrokoagulasi
Rangkaian system elektrokoagulasi terdiri atas power supply, kawat, statif,
klem holder, gelas beaker yang berisi larutan CaCl2 200 ppm, dan elektroda Al – Fe
atau Al – C. Elektroda akan disambungkan dengan kawat yang terhubung dengan
power supply dengan penjepit listrik. Statif dan klem holder berfungsi sebagai
penyangga kawat untuk mengatur jarak antar elektroda sebesar 1,5 cm. Dalam
percobaan, digunakan elektroda berukuran 10 x 2 cm dengan luas kedua elektroda
yang terendam dalam larutan CaCl2 sebesar 4 x 2 cm.
0,555 gram CaCl2(s)
Pelarutan
Larutan CaCl2 555
ppm
Pengenceran, V=1000
mL
Aquades
Aquades
24
Elektroda Al - Fe, Al -
C
Pemotongan,
p x l = 2 cm x 10 cm
Penyambungan ke
power supply
Rangkaian
Elektrokoagulasi
Pengaturan jarak
antar elektroda,
r = 1,5 cm
Kabel tembaga
Gambar 3. 2 Diagram alir proses pembuatan rangkaian sistem elektrokoagulasi
Gambar 3. 3 Rangkaian alat elektrokoagulasi
3.4.3. Prosedur Elektrokoagulasi
Larutan CaCl2 200 ppm sebanyak 95 mL dituang ke dalam gelas beaker 100
mL dan elektroda aluminium dan besi atau aluminium dan grafit dimasukkan ke
dalam larutan CaCl2. Power supply dihidupkan dengan voltase output 20 V.
1,5 cm
25
Pengambilan sampel dilakukan setiap interval waktu 20 menit selama 120 menit
sebanyak 3 mL kemudian diencerkan hingga 250 mL dan dititrasi dengan
Na2.EDTA 0,01 M. Proses diulangi dengan memvariasikan tegangan listrik 25 V
dan 30 V. Hasil pengamatan berupa waktu dan konsentrasi kalsium diplotkan
menjadi grafik hubungan waktu dan efisiensi penghilangan ion Ca2+
.
*Prosedur diulangi dengan variabel tegangan listrik 25 V dan 30 V.
*Prosedur diulangi dengan variable jenis elektroda Al – Fe
Gambar 3. 4 Diagram alir proses elektrokoagulasi
3.4.4. Analisa Kesadahan
3.4.4.1. Pembuatan larutan EDTA 0,01 M
Pembuatan larutan Na2.EDTA 0,01 M dilakukan dengan melarutkan
serbuk Na2.EDTA dihidrat sebesar 3,723 gram menggunakan aquades.
Larutan kemudian diencerkan menggunakan aquades hingga mencapai
volume 1000 mL.
95 mL
Larutan CaCl2
Proses elektrokoagulasi
dengan elektroda Al - C,
V = 20 V
Pengambilan sampel,
V = 3 mL
Titrasi EDTA 0.01 M
Larutan berwarna biru
(titik akhir titrasi)Volume EDTA
Pengenceran V = 250
mL
26
3,723 gram serbuk
Na2EDTA dihidrat
Pelarutan
1000 mL larutan
Na2EDTA dihidrat
Pengenceran, V=1000
mL
Aquades
Aquades
Gambar 3. 5 Diagram alir proses pembuatan larutan Na2EDTA 0,01 M
3.4.4.2. Pembuatan Larutan NaOH 1 N
Pembuatan larutan dilakukan dengan melarutkan NaOH sebanyak 40 gram
kemudian dilarutkan kedalam 1000 ml aquades.
40 gram NaOH
Pelarutan
1000 mL larutan
NaOH 1 N
Pengenceran, V=1000
mL
Aquades
Aquades
Gambar 3. 6 Diagram alir pembuatan larutan NaOH 1 N
27
3.4.4.3. Pembuatan Larutan Standar CaCl2 1000 ppm
Pembuatan larutan standar CaCl2 1000 ppm dilakukan dengan melarutkan
sebanyak 0,2775 gram serbuk CaCl2 kemudian dilarutkan dengan aquades.
Larutan kemudian diencerkan hingga volume 100 mL.
0,2775 gram CaCl2(s)
Pelarutan
Larutan CaCl2 1000
ppm
Pengenceran, V=100
mL
Aquades
Aquades
Gambar 3. 7 Diagram alir pembuatan larutan standar CaCl2 1000 ppm
3.4.4.4. Titrasi Larutan Standar CaCl2
Proses titrasi larutan standar CaCl2 dilakukan dengan mengambil
sebanyak 10 mL dan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer 250 mL dan
diencerkan dengan aquades hingga volume 50 mL. Larutan NaOH 1 N
ditambahkan secukupnya hingga pH larutan menjadi 12-13. Indikator EBT
sebanyak 3 tetes ditambahkan ke dalam larutan. Larutan kemudian dititrasi
dengan Na2.EDTA 0,01 M hingga berubah warna menjadi larutan warna biru.
28
10 mL larutan standar
CaCl2
Pelarutan
Larutan berwarna biru
(titik akhir titrasi)
Titrasi Na2.EDTA 0,01
M
NaOH 1 N secukupnya (hingga pH
12-13)
3 tetes indikator EBT
Volume EDTA
Pengenceran, V = 50 mLDemineralized water
Gambar 3. 8 Diagram alir proses titrasi larutan standar CaCl2
3.4.4.5. Titrasi Sampel
Titrasi sampel dilakukan dengan mengencerkan 3 mL sampel pada labu
ukur hingga 250 mL. Sebanyak 50 mL larutan diambil dan dimasukkan pada
labu erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan NaOH 1 N secukupnya hingga pH
larutan menjcapai 12-13. Indikator EBT sebanyak 3 tetes ditambahkan ke
dalam larutan. Larutan kemudian dititrasi dengan Na2.EDTA 0,01 M hingga
berubah warna menjadi larutan warna biru pucat.
Gambar 3. 9 Diagram alir proses titrasi sampel
Sampel, V = 50 mL
Pelarutan
Larutan berwarna biru
(titik akhir titrasi)
Titrasi EDTA 0,01 M
NaOH 1 N secukupnya (hingga pH
12-13)
3 tetes indikator EBT
Volume EDTA
29
3.4.5. Analisa Berat Elektroda
Analisa berat elektroda dilakukan untuk mengetahui perubahan masa sebelum
dan sesudah proses elektrokoagulasi, sehingga dapat diketahui efisiensi
elektrokoagulasi. Sebelum melakukan penimbangan, elektroda yang akan
digunakan melalui tahap treatment terlebih dahulu untuk memastikan tidak ada
partikel dan senyawa yang mengganggu. Treatment dilakukan dengan cara
mengaliri elektroda dengan air untuk menghilangkan partikel solid pada permukaan
elektroda, perendaman dengan aseton untuk menghilangkan grease, dan
perendaman dengan HCl 1 M selama 5 menit untuk menghilangkan impurities pada
permukaan elektroda. Elektroda dikeringkan dengan menggunakan oven dengan
suhu 103-105oC selama 10-20 menit.
Elektroda
Pembilasan
Perendaman
Elektroda
Perendaman, t = 5
menit
Aseton
HCl 1 M
Aquades
Pengeringan, t = 10-20
menit
Gambar 3. 10 Diagram alir treatment elektroda
Analisa berat dilakukan dengan menimbang elektroda Al – Fe atau Al – C
yang sudah dipotong di neraca analitik. Elektroda Al – Fe atau Al – C
dimasukkan pada larutan CaCl2 dan melalui proses elektrokoagulasi. Setelah
proses elektrokoagulasi selesai elektroda diambil, melalui treatment yang sama
30
dengan treatment sebelum penimbangan awal, pengeringan, kemudian masing-
masing elektroda ditimbang kembali pada neraca analitik.
Elektroda Al - C
p x l = 2 cm x 10 cm
Penimbangan
Proses
elektrokoagulasi
Pengambilan elektroda
Massa elektroda sebelum
elektrokoagulasi
Massa elektroda setelah
elektrokoagulasi
Treatment akhir
Penimbangan
Treatment awal
*Prosedur diulangi dengan variable jenis elektroda Al – Fe
Gambar 3. 11 Diagram alir analisa berat elektroda
31
3.4.6. Analisa Konduktivitas, pH, Suhu, dan Arus Listrik
Analisa konduktivitas pH, suhu, dan arus listrik dilakukan dengan mengamati
setiap parameter pada interval waktu 20 menit. Sebanyak 3 mL sampel diambil
pada interval waktu 20 menit dan dianalisa nilai pH menggunakan pH meter.
Sampel yang diencerkan menjadi 250 mL kemudian diambil 40 mL untuk dianalisa
konduktivitas menggunakan conductivity meter. Suhu larutan dalam gelas beaker
diukur dengan menggunakan termometer dan arus listrik diketahui melalui layar
pada power supply.
32
Halaman ini sengaja dikosongkan
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Reduksi kesadahan ion Ca2+
dalam larutan CaCl2 dilakukan dengan menghubungkan
katoda dan anoda dalam proses elektrokoagulasi. Larutan CaCl2 digunakan sebagai larutan
baku dengan konduktifitas sebesar 1513 µS/cm dan pH 7 – 8. Hasil penelitian pengaruh
besar tegangan dan jenis elektroda dalam penyisihan ion Ca2+
ditunjukkan pada Tabel 4.1
dan Tabel 4.2.
Tabel 4.1. Data Hasil Penelitian Penyisihan ion Ca2+
No. Elektroda Tegangan
Waktu Konduktivitas Arus
pH Suhu
(ᵒC)
Efisiensi
(menit) (µS/cm)
listrik
(A)
Penyisihan
Ca2+
(%)
1. Al - C 20 Volt 0 1987 0 7,04 27 0
20 2475 0,19 4,89 36 1,97
40 3042 0,20 4,22 38,5 1,97
60 3667 0,17 4,23 39 23,84
80 4467 0,16 4,12 40 23,84
100 3275 0,16 4,35 41 34,78
120 2742 0,13 4,50 39 34,78
2. Al - C 25 Volt 0 1900 0 7,07 27 0
20 3425 0,22 4,30 43 1,97
40 3033 0,23 4,33 48 1,97
60 2825 0,30 4,47 49,5 23,84
80 3542 0,28 4,34 50 34,78
100 3658 0,25 4,31 51 34,78
120 3233 0,18 4,23 48 34,78
3. Al - C 30 Volt 0 1897 0 7,02 27 0
20 3600 0,37 4,33 50 13,30
40 2833 0,38 4,36 62 35,17
60 3358 0,42 4,23 65 67,98
80 3317 0,31 4,07 63,5 67,98
100 3140 0,29 4,16 60 74,54
120 3287 0,26 4,17 53 74,54
34
Tabel 4.1. Data Hasil Penelitian Penyisihan ion Ca2+
(Lanjutan)
No. Elektroda Tegangan Waktu Konduktivitas Arus
pH Suhu
(ᵒC)
Efisiensi
(menit) (µS/cm)
Listrik
(A)
Penyisihan
Ca (%)
4. Al - Fe 20 Volt 0 1121 0 7,15 26 0
20 6008 0,16 4,50 33,5 2,36
40 6017 0,18 4,55 36,5 2,36
60 5858 0,19 4,61 38 2,36
80 6042 0,17 4,43 40 2,36
100 5750 0,17 4,37 40 2,49
120 5650 0,16 4,55 40 2,49
5. Al - Fe 25 Volt 0 1106 0 7,06 24 0
20 1400 0,25 4,66 39 1,62
40 1325 0,25 4,93 44 1,62
60 1383 0,26 4,60 49,5 24,11
80 1442 0,26 4,30 50 35,36
100 1283 0,22 4,55 49 69,10
120 1325 0,19 4,64 41 69,10
6. Al - Fe 30 Volt 0 1003 0 7,17 26 0
20 1292 0,30 4,60 53 27,30
40 1200 0,31 4,54 57,5 32,21
60 1153 0,38 4,40 58 42,02
80 1100 0,33 4,47 56,5 42,02
100 1120 0,33 4,50 53 71,45
120 1113 0,22 4,44 49 71,45
Tabel 4.2. Data perhitungan setelah proses elektrokoagulasi
No. Elektroda
Beda
Tegangan
Antar
Elektroda
Tegangan
Penurunan
Massa
Anoda
Penurunan
Massa
Katoda
Massa
Endapan
Densitas
Arus
Listrik
(Volt) (Volt) (gram) (gram) (gram) (A/m2)
1. Al - C 0,71 20 0,1244 0,0001 0,3215 167,30
25 0,2168 0,0017 0,5431 236,24
30 0,2476 0,0019 0,8522 347,01
2. Al - Fe 0,50 20 0,1471 0,0034 0,3661 208,20
25 0,1908 0,0092 0,5000 248,90
30 0,2395 0,0111 0,6384 291,32
4.1 Pengaruh Tegangan Terhadap Penyisihan Ion Ca2+
Tegangan mempengaruhi penyisihan ion Ca2+
dalam proses elektrokoagulasi.
Tegangan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 20 V, 25 V, dan 30 V untuk
35
konfigurasi elektroda Al – C dan Al – Fe. Pengaruh tegangan terhadap penyisihan ion Ca2+
dapat dilihat pada Gambar 4.1.
(a)
(b)
Gambar 4.1. Pengaruh besar tegangan terhadap penyisihan ion Ca2+
pada konfigurasi
elektroda (a) Al – C dan (b) Al – Fe
Pada Gambar 4.1 (a) dapat dilihat bahwa pada penggunaan elektroda Al – C,
tegangan 20 V dan 25 V menghasilkan persen penyisihan yang sama yaitu sebesar 34,78%,
sedangkan pada tegangan 30 V menghasilkan persen penyisihan lebih tinggi sebesar
74,54%. Selain itu, semakin besar tegangan maka waktu yang dicapai untuk memperoleh
penyisihan optimum lebih singkat. Persen penyisihan optimum pada tegangan 20 V dicapai
setelah waktu 100 menit, tegangan 25 V dicapai setelah waktu 80 menit, dan tegangan 30
V dicapai setelah waktu 60 menit. Adanya kenaikan persen penyisihan terhadap tegangan
ini dapat disebabkan karena pada tegangan yang lebih tinggi jumlah aluminium yang
teroksidasi menjadi Al3+
meningkat. Semakin banyak Al3+
yang bereaksi dengan OH- maka
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 20 40 60 80 100 120
Pen
yis
ihan
ion C
a2+
(%
)
Waktu (menit)
20 Volt
25 Volt
30 Volt
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 20 40 60 80 100 120
Pen
yis
ihan
ion C
a2+
(%
)
Waktu (menit)
20 Volt
25 Volt
30 Volt
36
koagulan aktif juga semakin banyak terbentuk sehingga penyisihan ion Ca2+
semakin
meningkat. Pembentukan koagulan yang semakin meningkat ditunjukkan oleh penurunan
massa anoda dan kenaikan massa endapan pada Tabel 4.2. Menurut persamaan Arhenius,
peningkatan laju reaksi - reaksi selama proses elektrokoagulasi dan frekuensi tumbukan
antar partikel dalam larutan seperti koagulan aktif dengan ion Ca2+
menyebabkan terjadi
kenaikan suhu dalam larutan polutan sehingga laju koagulasi juga meningkat (M.R. Majdi,
2016). Kenaikan suhu selama proses elektrokoagulasi dapat ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tegangan yang semakin tinggi dapat diikuti dengan adanya kenaikan densitas arus listrik.
Kenaikan densitas arus listrik mengakibatkan densitas gelembung yang terbentuk pada
katoda semakin meningkat dengan ukuran gelembung gas yang semakin kecil sehingga
penyisihan ion Ca2+
dan flotasi sludge terjadi lebih cepat (M.R. Majdi, 2016).
Berdasarkan Gambar 4.1 (b), pada penggunaan elektroda Al – Fe, pada penggunaan
tegangan 20 V, 25 V, dan 30 V persen penyisihan semakin meningkat, yaitu berturut-turut
sebesar 2,49%, 69,10%, dan 71,45%. Persen penyisihan pada ketiga variasi tegangan ini
dicapai pada waktu setelah 100 menit. Namun, apabila dilihat dari parameter lain seperti
suhu, arus, konduktivitas, dan pH pada Tabel 4.1, waktu persen penyisihan ini bukan
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai penyisihan optimum. Nilai parameter
yang ada masih menunjukkan adanya fluktuasi, sehingga diperlukan waktu yang lebih
lama untuk mencapai persen penyisihan optimum. Persen penyisihan yang meningkat
terhadap besar tegangan dapat disebabkan oleh jumlah Al3+
meningkat sehingga koagulan
yang terbentuk semakin banyak dan frekuensi tumbukan antara koagulan aktif dan ion Ca2+
semakin besar yang dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan suhu pada Tabel 4.1.
Berdasarkan Tabel 4.2 juga dapat diketahui bahwa semakin besar tegangan, maka
pengurangan massa anoda dan berat padatan semakin besar. Persen penyisihan ion Ca2+
yang sangat rendah pada penggunaan tegangan 20 V dapat disebabkan oleh pengaruh
konduktivitas. Ditinjau dari parameter konduktivitas, eksperimen terdahulu menyebutkan
bahwa semakin kecil tegangan akan menghasilkan konduktivitas larutan yang semakin
besar (Chen, 2000). Pada reaksi elektrokoagulasi, pembentukan senyawa koagulan
Al(OH)3, Al3+
kompleks, koagulasi ion Ca2+
pada koagulan aktif, serta pembentukan
struktur ion mobilitas rendah seperti Al(OH)4- dan Al(OH)5
- pada kondisi basa, dapat
menurunkan nilai konduktivitas (Lekhlif, 2014). Berdasarkan Tabel 4.1, pada penggunaan
elektroda Al – Fe dan tegangan 20 Volt , konduktivitas yang dihasilkan jauh lebih tinggi.
37
Hal ini menandakan ion Ca2+
yang terikat pada koagulan aktif sedikit sehingga
konduktivitas meningkat dan efisiensi lebih kecil.
4.2 Pengaruh Jenis Elektroda Terhadap Penyisihan Ion Ca2+
Penyisihan ion Ca2+
dilakukan dengan proses elektrokoagulasi mengunakan katoda
yang berbeda yaitu grafit (C) dan besi (Fe). Katoda Fe dipilih karena pada proses
elektrokoagulasi treatment air industri atau limbah air, kombinasi Al – Fe sering digunakan
karena mampu menghilangkan warna, COD, fenol, dsb dengan persen penyisihan tinggi.
Sedangkan katoda C yang merupakan elektroda inert dan lebih direkomendasikan ketika
polutan mengandung kalsium dan magnesium dalam jumlah yang besar (Vepsäläinen,
2012). Untuk mengetahui pencapaian penyisihan tinggi ion Ca2+
dilakukan variasi katoda.
Data hubungan antara penyisihan ion Ca2+
dan waktu terhadap jenis elektroda yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.2.
(a)
(b)
05
10152025303540
0 20 40 60 80 100 120
Pen
yis
ihan
ion C
a2+
(%
)
Waktu (menit)
Al - C
Al - Fe
0
20
40
60
80
0 20 40 60 80 100 120Pen
yis
ihan
ion C
a2+
(%
)
Waktu (menit)
Al - C
Al - Fe
38
(c)
Gambar 4.2. Pengaruh konfigurasi elektroda (Al – C dan Al – Fe) terhadap penyisihan ion
Ca2+
dengan besar tegangan (a) 20 volt, (b) 25 volt, dan (c) 30 volt
Pada tegangan 20 volt Gambar 4.2 (a), konfigurasi elektroda Al – C memiliki persen
penyisihan ion Ca2+
sebesar 34,78%, sedangkan pada elektroda Al – Fe persen penyisihan
ion Ca2+
hampir tidak berubah secara signifikan dengan penyisihan optimum sebesar 2,49
%. Baik elektroda Al – C maupun Al – Fe mencapai penyisihan optimum pada t=100
menit. Elektroda Al – C memiliki beda tegangan antar elektroda yang lebih besar
dibandingkan dengan elektroda Al – Fe dilihat pada Tabel 4.2. Suatu muatan bergerak atau
berpindah dari suatu tempat ke tempat lain karena memiliki perbedaan tegangan atau
potensial listrik. Beda tegangan yang semakin besar menyebabkan ion bermuatan bergerak
dan arus yang mengalir semakin besar. Besar arus listrik menyebabkan anoda mengalami
oksidasi membentuk ion logam terlarut lebih banyak. Ion logam terlarut bergabung dengan
ion hidroksida hasil hidrolisis pada katoda membentuk koagulan. Koagulan akan berikatan
dengan ion Ca2+
dalam larutan membentuk flok. Flok akan terflotasi dan semakin besar
hingga mengendap. Massa endapan menunjukkan banyak ion Ca2+
yang berikatan dengan
koagulan.
Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa semakin besar massa endapan maka semakin
besar penurunan massa anoda Al. Hal ini menunjukkan koagulan yang terbentuk dari ion
logam Al terlarut berikatan dengan ion hidroksil membentuk endapan mengikat ion Ca2+
.
Selain anoda Al, katoda juga mengalami penurunan massa. Katoda grafit (C) merupakan
elektroda inert dengan konduktivitas tinggi mirip dengan logam. Elektroda grafit (C) tidak
mengalami penurunan massa yang signifikan dibandingkan dengan aluminium (Al) dilihat
pada Tabel 4.2. Hal ini menunjukkan bahwa massa Al yang terlarut lebih banyak
dibandingkan dengan C. Namun apabila dibandingkan dengan katoda Fe, massa katoda Fe
0
20
40
60
80
0 20 40 60 80 100 120
Pen
yis
ihan
Ion C
a2+
(%
)
Waktu (menit)
Al - C
Al - Fe
39
yang terlarut lebih banyak dibandingkan dengan katoda C pada tegangan yang sama. Fe
merupakan logam pereduksi kuat sehingga sangat mudah membentuk ion Fe2+
atau Fe3+
.
Ion Fe2+
atau Fe3+
mampu meningkatkan dan menurunkan persen penyisihan ion Ca2+
(Wulansari, 2013)
Pada tegangan 25 volt Gambar 4.2 (b), persen penyisihan ion Ca2+
pada konfigurasi
elektroda Al – Fe lebih besar dibandingkan dengan elektroda Al – C. Penyisihan ion Ca2+
optimum pada Al – Fe sebesar 69,10% dicapai pada t=100 menit sedangkan pada Al – C
sebesar 34,78% dicapai pada t=80 menit. Pada kondisi ini, katoda Fe mengalami
penurunan massa yang lebih besar dibandingkan pada tegangan 20 volt. Pada katoda
terjadi reaksi reduksi air membentuk H2 dan OH-. Menurut Picard (2000), katoda yang
terlarut dalam proses elektrokoagulasi terjadi karena adanya pembentukan H2.
Pembentukan H2 terjadi karena adanya dua reaksi yaitu reaksi reduksi elektrokimia itu
sendiri dan reaksi kimia. Pada reaksi kimia terjadi chemical attack pada katoda akibat ion
hidroksil. Oleh karena itu, penyisihan ion Ca2+
menggunakan katoda Fe memiliki persen
penyisihan yang lebih besar pada tegangan 25 volt. Ion logam Fe yang terlarut dari reaksi
kimia memiliki efisiensi yang sama dari ion logam terlarut dari anoda. Sehingga ion ini
mampu menaikkan persen penyisihan ion Ca2+
dengan mengikat ion hidroksida
membentuk koagulan. Besar penyisihan ion Ca2+
pada Al – Fe juga ditunjukkan dengan
densitas arus listrik pada V=25 volt selama 120 menit lebih besar yaitu 248,90 A/m2
dibandingkan dengan Al – C sebesar 236,24 A/m2
(Tabel 4.2). Densitas arus listrik yang
besar mampu membuat ion logam terlarut semakin besar sehingga meningkatkan koagulan
yang terbentuk. Semakin banyak ion Ca2+
yang berikatan dengan koagulan maka semakin
besar persen penyisihan ion Ca2+
. Sementara itu, Al – C mencapai persen penyisihan yang
sama yaitu sebesar 34,78% pada tegangan 20 volt dan 25 volt tetapi pada tegangan 25 volt
penyisihan optimal dicapai dengan waktu yang lebih singkat yaitu pada t=80 menit.
Selain meningkatkan persen penyisihan ion Ca2+
, adanya ion katoda Fe terlarut
mampu menurunkan efisiensi penyisihan ion Ca2+
pada kondisi tertentu. Pada konfigurasi
elektroda Al – Fe persen penyisihan ion Ca2+
tidak mengalami peningkatan secara
signifikan dari tegangan 25 volt dan 30 volt apabila dibandingkan dari tegangan 25 volt
dan 30 volt pada Al – C (Gambar 4.2). Kenaikan tidak signifikan terjadi karena adanya ion
katoda Fe terlarut dalam larutan menyebabkan arus listrik semakin turun. Arus listrik turun
terjadi karena hambatan semakin besar akibat jumlah muatan pada larutan semakin banyak
sehingga pertukaran ion akan semakin sulit. Dapat dilihat pada Tabel 4.1 arus listrik mulai
turun pada menit ke-80 hingga 100. Penyisihan Al – C dan Al – Fe pada tegangan 30 volt
40
Gambar 4.2 (c) tidak berbeda jauh. Pada elektroda Al – Fe memiliki persen penyisihan ion
Ca2+
optimum sebesar 71,45% dicapai pada t=100 menit sedangkan elektroda Al – C
sebesar 74,54%. Persen penyisihan ion Ca2+
menggunakan elektroda Al – C sebesar
74,54% pada waktu yang lebih singkat yaitu t=60 menit.
Efisiensi penyisihan ion Ca2+
tertinggi pada konfigurasi Al – C maupun Al – Fe
terjadi pada kisaran pH 4,17 – 4,64. Perubahan pH pada Tabel 4.1 signifikan terjadi dari
menit ke-0 hingga menit ke-20 dari pH awal 7,06 hingga pH 4,54, kemudian
cenderung konstan hingga menit ke-120. Penurunan pH menunjukkan berlangsungnya
reaksi elektrokoagulasi dalam penelitian, serta reaksi pembentukan koagulan. Koagulan
hidroksida yang terbentuk pada tiap kondisi pH berbeda-beda. Berikut ini merupakan
reaksi pembentuk koagulan hidroksida yang berbeda.
Al3+
+ H2O ↔ Al(OH)2+
+ H+ (1)
Al(OH)2+
+ H2O ↔ Al(OH)2+ + H
+ (2)
Al(OH)2+ + H2O ↔ Al(OH)3 + H
+ (3)
Al(OH)3 + H2O ↔ Al(OH)4- + H
+ (4)
Pada tiap reaksi terjadi pelepasan proton (H+), sehingga proton yang terbentuk semakin
banyak dalam larutan dan mampu membuat pH larutan turun. Pada pH basah pembentukan
ion aluminat sebagai koagulan aktif cenderung lebih banyak (reaksi 4), sehingga ion
aluminat [Al(OH)4-] akan mengikat ion Ca
2+ akibat adanya gaya tarik van der waals dan
semakin banyak ion Ca2+
yang terkoagulasi. Pada penelitian ini, pH yang semakin turun
menunjukkan koagulan aktif yang terbentuk semakin bervariasi (reaksi 1 hingga 4). Oleh
karena itu, selain karena perbedaan muatan penyisihan Ca2+
terjadi karena adanya proses
presipitasi. Pada proses ini, flok – flok yang terbentuk bergabung menjadi sludge blanket
yang mampu menjebak dan menggabungkan partikel koloid yang belum kompleks.
Penyisihan ion Ca2+
terbesar pada penelitian ini terjadi pada pH rendah yaitu pH 4,17
sebesar 74,54% menggunakan elektroda Al – C (Tabel 4.1).
41
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian dari proses elektrokoagulasi untuk penyisihan ion Ca2+
air sungai
Brantas dengan variasi konfigurasi elektroda Al – C dan Al – Fe serta variasi tegangan
listrik menunjukkan bahwa:
1. Tegangan listrik mempengaruhi efisiensi penyisihan kesadahan ion Ca2+
. Semakin
besar tegangan listrik maka semakin besar penyisihan ion Ca2+
. Penyisihan terbesar
pada penelitian ini terjadi pada tegangan 30 volt untuk elektroda Al – C maupun Al –
Fe. Efisiensi penyisihan pada elektroda Al – Fe bertegangan 20 volt menunjukkan
efisiensi yang sangat rendah.
2. Jenis elektroda mempengaruhi penyisihan ion Ca2+
baik elektroda inert ataupun
logam pereduksi kuat. Konfigurasi elektroda Al – C memiliki efisiensi penyisihan
ion Ca2+
terbesar. Elektroda Al – C pada 25 volt dan 30 volt memiliki efisiensi
penyisihan ion Ca2+
yang tidak berbeda jauh. Namun, pada penggunakan konfigurasi
elektroda Al – Fe tegangan 25 volt, terjadi penyisihan ion Ca2+
lebih besar apabila
dibandingkan konfigurasi elektroda Al – C bertegangan sama.
5.2. Saran
Saran untuk penelti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian ini adalah
1. Perlu dilakukan pengkajian dengan menggunakan luas permukaan elektroda yang
lebih besar dibandingkan dengan penelitian ini.
2. Perlu dilakukan pengukuran kandungan elektrolit dan sludge yang dihasilkan dari
proses elektrokoagulasi untuk mengetahui kinetika reaksi dalam larutan.
3. Perlu dilakukan pengkajian mengenai penggunaan elektroda ganda untuk
menghasilkan efisiensi penyisihan tinggi dalam waktu yang singkat.
4. Perlu dilakukan peninjauan mengenai efisiensi energi yang dibutuhkan dalam proses
elektrokoagulasi.
42
Halaman ini sengaja dikosongkan
43
DAFTAR PUSTAKA
Bashkin, Vladimir N., Radojevic, Misrolav. 1999. Practical Environment Analysis.
Cambridge: Royal Society of Chemistry.
Bratby, John. 1980. Coagulation and Flocculation with an Emphasis and Wastewater
Tretment. Croydon: Uplands Press Publication.
Chen, Xueming., Guohua Chen., Po Lock Yue. 2000. Separation of Pollutants from
Restaurant Wastewater by Electrocoagulation. Separation and Purification
Technology 19, Hal 65–76.
Goonewardene, Duleep Eng., Saravanan, S., Thushyanthy., Nisanee., Gunaalan, K. 2013.
Removal of Total Hardness By Electro-Coagulation Process. Sri Lanka: Water
Cooperation for Community Development.
Gregory, John., Duan, Jinming. 2001. Hydrolyzing Metal Salts as Coagulants. Pure
Applied Chemistry., Vol. 73, No. 12, pp. 2017-2026, © IUPAC.
Handayani, Sanita Trisna., Suharto, Bambang., Marsoedi. 2001. Penentuan Status Kualitas
Perairan Sungai Brantas Hulu dengan Biomonitoring Makrozoobentos: Tinjauan
dari Pencemaran Bahan Organik. BIOSAIN, Vol. 1.
Holt, P.K., Barton, G. W., Mark, M., and Mitchell, C.A. 2005. The Future for
Electrocoagulation as A Localised Water Treatment Technology. Chemosphere
59.355-367.
Lekhlif, B., L. Oudrhiri., F. Zidane., P.Drogui., J.F. Blais. 2014. Study of The
Electrocoagulation of Electroplating Industry Wastewaters Charged by Nickel (II)
and Chromium (VI). J. Mater. Environ. Sci. 5 (1) 111-120.
Lin, Jack., Millar, Graeme J., Couperthwaite, Sara J., Mackinnon, Ian D. R. 2014.
Electrocoagulation as a Pre-treatment to Reverse Osmosis Units. Ozwater ’14:
Australia’s National Water Conference and Exhibition, 29 April-01 May 2014,
Brisname Convention and Exhibition Center, Brisbane, Queensland.
Lu, Jun., Ru Wang, Zhong., Ling Liu, Yu., Tang, Qing. 2016. Removal of Cr Ions from
Aqueous Solution Using Batch Electrocoagulation: Cr Removal Mechanism and
Utilization Rate of In Situ Generated Metal Ions. Volume 104, Part A, Pages 436-
443.
44
Malakootian, M., Yousefi, N. 2009. The Efficiency of Electrocoagulation Process Using
Aluminium Electrodes In Removal of Hardness From Water. Iran. Journal of
Environmental Health Science & Engineering, 6(2):131-136.
Marsidi, Ruliasih. 2001. Zeolit untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal Teknologi
Lingkungan BPPT, Vol.2, No. 1, Januari 2001 : 1-10.
Masita, Dewi., Samudro, Ganjar, dan Dwi Siwi Handayani. 2013. Studi Penurunan
Konsentrasi Khromium dan Tembaga dalam Pengolahan Limbah Cair
Elektroplating Artificial dengan Metode Elektrokoagulasi. Jurnal Teknik
Lingkungan Vol 2, No 3: Jurnal Teknik Lingkungan page. 1-6.
Modirshahla, N., Behnajady, M.A., Mohammadi-Aghdam, S., 2008. Investigation of the
Effect of Different Electrodes and Their Connections on the Removal Efficiency of
4-Nitrophenol from Aqueous Solution by Electrocoagulation. Journal of Hazardous
Material 154(1-3):778-86.
Mollah, M. Yousuf A., Schennach, Robert., Parga, Jose R., Cocke, David L. 2001.
Electrocoagulation (EC) – science and applications. Journal of Hazardous Materials
B84 29-41.
M.R. Majdi, I.D., S. Nikmanesh. 2016. Kinetic and Thermodynamic Investigations on The
Electrocoagulation of Methyl Orange from Aqueous Solution Using Aluminum
Electrodes. Bulgarian Chemical Communications, Volume 48, Number 4 (pp. 628
– 635).
Novita, Sofia. 2013. Pengaruh Variasi Kuat Arus Listrik dan Waktu Pengadukan pada
Proses Elektrokoagulasi untuk Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.
Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara, halaman 15.
Picard, Thibaut., Feuillade, Geneviève Cathalifaud., Mazet, Michel., Vandensteendam.
2000. Cathodic Dissolution in The Electrocoagulation Process Using Aluminium
Electrodes. Journal of Environmental Monitoring 2 (1): 77-80.
Pletcher, Derek and Frank C. Walsh. 1993. Industrial Electrochemistry 2nd
edition. UK:
Springer Science Business Media, LLC.
Pooja, Kumbhare., Salkar, V. D. 2017. Review of Studies on Hardness Removal by
Electrocoagulation. International Journal of Engineering Research and Technology.
ISSN 0974-3154 Volume 10, Number 1.
45
Said, Nusa Idaman dan Ruliasih. 2001. Penghilangan Kesadahan dalam Air Minum. Pusat
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT.
ScienceLab.com. 2013. Material Safety Data Sheet Calcium MSDS. Housten: Smith Rd,
Sciencelab.com, Inc.
Schulz, M. C., Baygents, J. C., Farrell, J. 2009. Laboratory and Pilot Testing of
Electrocoagulation for Removing Scale Forming Species from Industriall Process
Waters. Int. J. Environ. Sci. Tech., 6 (4), 521 – 526, ISSN: 1735-1472. @ IRSEN,
CEERS, IAU.
Siregar, Maya Arnita. 2010. Analisis Kesadahan Total Air Penyeduh Teh pada PT Sinar
Sosro Pabrik Deli Serdang Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Siringo-ringo, Elfridawati., Kusrijadi, Ali., dan Sunarya, Yayan. 2013. Penggunaan
Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit
Menggunakan Aluminium Sebagai Sacrificial Electrode. Jurnal Sains dan Teknologi
Kimia, Volume 4. No. 2, hal 96-107.
Standar Nasional Indonesia. 2004. Air dan Air Limbah – Bagian 12: Cara Uji Kesadahan
Total Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dengan Metode Titimetri. BSN SNI 06-
6989.12-2004.
Sulistyani., Sunarto., Fillaeli. 2012. Uji Kesadahan Air Tanah di Daerah Sekitar Pantai
Kecamatan Rembang Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Sains Dasar 1 (1) 33 - 38.
Vepsäläinen, Mikko. 2012. Electrocoagulation in The Treatment of Industrial Waters and
Wastewaters. Finland: VTT.
Wulansari, Rismita. 2013. Pengaruh Elektroda Grafit-Grafit, Almunium-Grafit, dan Seng-
Grafit Pada Elektrolisis Kobalt (Co2+
) dengan Pengotor Ion Seng (Zn2+
). Chem
Info Journal, Jurnal Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro
Vol 1, No 1.
Yetti, Elvi., Soedharma, Dedi., Haryadi, Sigid. 2011. Evaluasi Kualitas Air Sungai-Sungai
di Kawasan DAS Brantas Hulu Malang dalam Kaitannya dengan Tata Guna Lahan
dan Aktivitas Masyarakat di Sekitarnya. JPSL Vol. (1) : 10-15.
46
Zhao, Shan., Huang, Guohe., Cheng, Guanhui., Wang, Yafei., Fu, Haiyan. 2013. Hardness,
COD, and Turbidity Removals from Produced Water by Electrocoagulation
Pretreatment prior to Reverse Osmosis Membrane. Journal of Desalination 344, 454-
462.