Upload
bince
View
7
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kajian DAS
Citation preview
3
KKAAJJIIAANN KKEESSEESSUUAAIIAANN FFUUNNGGSSII LLAAHHAANN DDII KKAAWWAASSAANN DDAAEERRAAHH AALLIIRRAANN SSUUNNGGAAII ((DDAASS)) DDAALLAAMM UUPPAAYYAA PPEENNAANNGGGGUULLAANNGGAANN BBEENNCCAANNAA BBAANNJJIIRR DDII SSUUMMAATTEERRAA UUTTAARRAA
AABBSSTTRRAAKKSSII
Tindakan persiapan dalam menghadapi bencana merupakan langkah strategis yang
harus dijalankan dalam kerangka penanggulangan bencana secara holistic,
khususnya dalam tataran pre disaster management. Dalam kasus bencana banjir,
aktifasi langkah ini harus dimulai dari kajian dan penyediaan data serta informasi
yang akurat mengenai kesesuaian antara karakteristik lahan dan fungsi yang
mestinya disandangnya sehingga fungsi ekologis dan ekonomis dari DAS dapat
terjamin dan terpelihara.
Oleh karena itu, penelitian ini merupakan sebuah bagian penting dalam upaya
penanggulangan banjir di Sumatera Utara, khususnya di sekitar Kota Medan yang
merupakan pusat pertumbuhan dan perekonomian Sumatera Utara. Penelitian ini
bertujuan antara lain untuk; 1) Mengidentifikasi batas-batas beberapa Daerah Aliran
Sungai dalam Satuan Wilayah Sungai (SWS) Belawan-Ular di Provinsi Sumatera Utara
yang terkait dengan Kota Medan yang menggambarkan kesatuan sungai dan anak-
anak sungainya, berdasarkan penelaahan batas topografis berbasis sistem informasi
geografi, 2) Mengetahui karakteristik fisik pengaliran sungai dan kondisi penutupan
lahan dan penatagunaan lahan berdasarkan hasil analisis skoring dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk perencanaan wilayah di DAS-DAS wilayah studi, dan
3) Mengidentifikasi dan menganalisa fungsi lahan yang tepat untuk setiap kawasan di
dalam DAS wilayah studi berdasarkan kajian penatagunaan lahan.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan mendapat manfaat berupa tersedianya
informasi penggunaan lahan di hulu dan hilir setiap DAS yang diteliti, tersedianya
informasi zonasi-zonasi perencanaan wilayah dan penatagunaan lahan program
pengembangan kawasan strategis DAS di wilayah SWS Belawan-Ular yang menjadi
pedoman pembangunan berwawasan lingkungan guna menjamin kelangsungan
ketersediaan sumberdaya air dan perlindungan bencana banjir, diketahuinya lokasi-
lokasi dan kondisi kerusakan lingkungan yang memerlukan penanganan dan
4
pengendalian lebih lanjut dari instansi Pemerintah Daerah terkait, seperti upaya
reboisasi kawasan hutan dalam DAS, serta diharapkan hasil penelitian ini
dimanfaatkan sebagai pertimbangan ilmiah untuk mengarahkan upaya yang
diperlukan dalam kegiatan pengelolaan dan pembangunan kawasan ekosistem DAS
dalam pengendalian bencana banjir.
Dalam penelitian ini pengelolaan data dilakukan dengan pendekatan berbasis ruang.
Pengelolaan data secara spasial yang menyangkut karakteristik bumi lebih efisien
dilakukan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) melalui sintesa dan analisa data
yang bereferensi geografis. Adapun program SIG yang digunakan adalah Arch View
dengan input data spatial berupa Citra Landsat ETM 7 dengan kombinasi band 4,
5,dan 3. Wilayah studi yang tercakup dalam kegiatan ini adalah beberapa Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang masuk dalam sistem Satuan Wilayah Sungai (SWS)
Belawan-Ular.
Secara garis besar satuan lahan di wilayah penelitian terdiri dari 5 grup yaitu Aluvial,
Marin, Dataran, Tuff Toba Masam dan Vulkan, dengan proporsi terbesar berupa grup
Vulkan. Jenis-jenis penutupan lahan di lokasi penelitian meliputi berbagai jenis
penutupan lahan yang mencirikan kawasan pegunungan, dataran menengah dan
kawasan pesisir (dataran rendah), yaitu Belukar Rawa, Belukar/Semak, Hutan
Tanaman, Hutan sekunder, Mangrove Sekunder, Pemukiman, Perkebunan, Pertanian
Lahan Kering, Pertanian lahan kering campur, Rawa, Rawa Sekunder, Sawah, Tambak,
Tanah Terbuka. Penutupan lahan terluas secara berurutan adalah pertanian lahan
kering, pertanian lahan kering campur, perkebunan, disusul kemudian pemukiman,
hutan sekunder, dan persawahan.
Hasil identifikasi lahan kritis menunjukkan bahwa lahan kritis tersebar di hampir
seluruh kawasan studi. Fungsi kawasan yang paling banyak mengalami kekritisan
lahan ada pada kawasan budidaya sebesar 11564 Ha dan kawasan lindung seluas
7.857 ha. Lahan kritis umumnya berasosiasi dengan penutupan lahan semak belukar,
tanah terbuka dan pertanian lahan kering maupun berasosiasi dengan kebun
campuran. Umumnya terletak di kaki perbukitan, dan lahan yang datar. Dari
pengamatan di lapangan beberapa faktor yang dominan menyebabkan kawasan
menjadi lahan kritis adalah daya dukung alam, dengan faktor yang sangat
mempengaruhi adalah bahan induk, jenis tanah dan satuan lahan. Bahan induk
khususnya yang grup satuan lahan vulkan dan tuff toba masam menyebabkan
terbentuknya lapisan padas yang menyebabkan sulitnya penetrasi akar pada jenis-
jenis lahan seperti ini.
Rekomendasi pemanfaatan lahan kritis disini diarahkan melalui pemanfaatan
tanaman konservasi yang bernilai ekonomis. Pada areal dengan kemiringan lereng
landai sampai agak curam (2-25 %) tanaman yang direkomendasikan adalah
tanaman-tanaman yang masih dapat dimanfaatkan kayunya, tetapi tentu saja dengan
melakukan tebang pilih. Juga beberapa tanaman dengan keuntungan ekonomis dari
pemanfaatan bijinya saja. Beberapa jenis tanaman yang cocok untuk
direkomendasikan pada kemiringan lereng ini antara lain: kemiri (Aleuritas
moluccana), durian (Durio zibethinus), petai (Parkia speciosa), sukun (Arthocarpus
5
altius), nangka (Arthocarpus integra), jelutung (Dyera costulata), akasia (acacia spp),
eukaliptus (Eucalyptus spp), johar (Cassia siamea), angsana (Ptrerocarpus indicus),
mangga (Mangifera indica), rotan (Callmus spp), bambu (Bambusa spp), karet (Hevea
braziliensis), mahoni (Swietenia macrophylla), sono keling (Dalbergia latifolia), pinus
(Pinus merkusii), aren (Arenga pinnata), asam (Tamarindus indicus), kapuk (Ceiba
pentandra), jengkol (Pithecelobium spp), sungkai (Peronema canescens), jabon
(Anthrocephalus cadamba), dan binuang (Octomeles sumatrana).
Sedangkan untuk lahan-lahan dengan kemiringan lereng >40 % maka tanaman yang
direkomendasikan adalah dengan kriteria memiliki perakaran yang kuat dan
pemanfaatn hanya difokuskan pada bijinya saja. Kemiringan yang dianggap cukup
riskan tersebut adalah 26-40% dan >40%. Tanaman yang direkomendasikan antara
lain adalah kemiri (Aleuritas moluccana), durian (Durio zibethinus), petai (Parkia
speciosa), sukun (Arthocarpus altius), nangka (Arthocarpus integra), jelutung (Dyera
costulata), karet (Hevea braziliensis).
Satuan lahan (land unit) untuk setiap jenis tanaman, baik jenis tanaman serba guna
maupun jenis tanaman pokok ini hampir relatif sama yaitu dari ordo inceptisol dan
oxisol, dengan faktor pembatas antara lain kesuburan tanah rendah sampai sedang,
solum tanah dangkal kemiringan lereng. Hampir keseluruhan bentuk perubahan
fungsi lahan bermotifkan ekonomi. Oleh karena itu, pendekatan
manajemen/penataan lahan yang sesuai juga harus menekankan dimensi ekonomi,
dimana program yang dilakukan haruslah memberikan manfaat ekonomi yang
konkrit dan signifikan bagi masyarakat. Oleh karena itu, pada lokasi-lokasi tertentu
yang karakteristik fisiknya sesuai disarankan untuk menggunakan jenis-jenis multi
purpose tree species (MPTS), yaitu jenis-jenis tanaman kayu (pohon) yang disamping
memiliki fungsi lingkungan juga menghasilkan manfaat ekonomi baik berupa hasil
kayu maupu non kayu yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Jenis ini bisa ditanam secara khusus maupun (sebagian) bisa
ditumpangsarikan dengan tanaman pokok, terutama dari family Fabaceae (polong-
polongan).
KKEESSIIMMPPUULLAANN DDAANN SSAARRAANN//RREEKKOOMMEENNDDAASSII
KKeessiimmppuullaann
Dari hasil analisis dan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada wilayah-wilayah yang termasuk dalam kawasan daerah-daerah aliran
sungai yang mengalir ke kawasan Kota Medan dan sekitarnya memiliki
karakteristik-karakteristik yang khas namun memiliki pola yang relatif sama
baik dalam aspek lahan, pola aliran sungai, kondisi penutupan lahan dan
penatagunaan ruang, dengan penutupan lahan dominan (secara berurutan)
berupa pertanian lahan kering, lahan kering campur, perkebunan, pemukiman,
hutan sekunder dan persawahan. Keberadaan hutan primer yang nihil dan
sedikitnya areal hutan secara keseluruhan menggambarkan distribusi fungsi
lahan yang tidak proporsional untuk menyangga sebuah kota metropolitan
seperti Kota Medan.
6
2. Terdapat pergeseran fungsi lahan pada semua DAS yaitu berupa adanya
penutupan dan peruntukkan lahan yang tidak sesuai dengan kesesuaiannya
berdasarkan karakteristik wilayahnya, baik pada kawasan dengan fungsi lindung
maupun pada kawasan dengan fungsi budidaya, yang berpotensi menimbulkan
dampak terhadap ketidakseimbangan hidrologis dan klimatologis.
3. Telah diperoleh alokasi dan distribusi fungsi lahan yang sesuai dengan
karakteristik wilayahnya pada setiap DAS yang semestinya menjadi arah dari
peruntukkan dan penutupan lahan di kawasan-kawasan tersebut, meskipun
tidak seluruhnya dapat secara faktual disesuaikan dikarenakan adanya faktor-
faktor kewilayahan lain yang menjadi pembatas.
4. Terdapat areal-areal yang masuk kategori lahan kritis sehingga perlu dilakukan
penataan fungsi lahan sebagai upaya penanggulangan bencana banjir di Kota
Medan melalui kegiatan rehabilitasi lahan-lahan kritis dan lahan-lahan yang
telah mengalami disfungsi lahan.
5. Berdasarkan karakteristik edafis dan klimatologis telah diperoleh jenis-jenis
tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai alternatif kegiatan penatagunaan
dan rehabilitasi lahan di DAS-DAS yang terkait dengan Kota Medan dan
sekitarnya.
SSaarraann//RReekkoommeennddaassii
Berdasarkan poin-poin di atas dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Mendelineasi secara spasial kawasan-kawasan sesuai asas homogenitas pada
DAS yang terkait dengan Kota Medan dan sekitarnya serta menjadikannnya
sebagai basis perencanaan dan pengelolaan kawasan.
2. Menentukan zona-zona spasial yang menduduki peringkat prioritas untuk
dilakukan penataan penutupan dan peruntukkan lahan untuk meminimalisir
potensi terjadinya banjir di Kota Medan dan sekitarnya.
3. Merancang dan melaksanakan program rehabilitasi lahan dan hutan yang
konsisten pada areal-areal yang kritis dengan jenis-jenis tanaman yang sesuai
dengan karakteristik fisik wilayahnya.
4. Melakukan penyuluhan dan sosialisasi atas data-data distribusi fungsi lahan
beserta bias-bias yang terjadi agar masyarakat menyadari dan perperan aktif
dalam upaya rehabilitasinya.
5. Mendukung upaya pengembangan genetis maupun aspek agribisnis pada jenis-
jenis tanaman yang sesuai dan mendukung upaya penataan dan/atau rehabilitasi
kawasan agar merangsang perilaku menanam secara mandiri dari masyarakat.
6. Mengingat hampir seluruh bentuk disfungsi lahan memiliki motif economic value
gain, maka program-program rehabilitasi lahan dan hutan sebaiknya dilakukan
dengan memadukan pendekatan lingkungan dengan pendekatan ekonomi, yaitu
melalui penggunaan multi purpose tree species maupun bentuk-bentuk
pengelolaan lahan yang memberikan economic value adding bagi masyarakat.