106
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id Provinsi... · Pulau Padar, Taman Nasional Komodo Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus2017

Pulau Padar, Taman Nasional Komodo

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi

secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT

melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai

masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut.

Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat

bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta

stakeholder lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi

Makro Regional, Realisasi Keuangan Pemerintah, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Stabilitas

Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada

periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank

Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi/asosiasi/pelaku usaha terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami

mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam

bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat

diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat

terus berlanjut di masa yang akan datang.

KATA PENGANTAR

Kupang, Agustus 2017

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

KPW BI Provinsi NTT

Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT

[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

iiiii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi

secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT

melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai

masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut.

Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat

bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta

stakeholder lainnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi

Makro Regional, Realisasi Keuangan Pemerintah, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Stabilitas

Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada

periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank

Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi/asosiasi/pelaku usaha terkait.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami

mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam

bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat

diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat

terus berlanjut di masa yang akan datang.

KATA PENGANTAR

Kupang, Agustus 2017

Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Naek Tigor Sinaga

Deputi Direktur

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi

KPW BI Provinsi NTT

Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT

[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103

www.bi.go.id

iiiii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

DAFTAR ISIDAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I Ekonomi Makro Regional

1.1 Kondisi Umum

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran

1.2.1. Konsumsi

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.2.3.1. Ekspor dan Impor Antar Daerah

1.2.3.2. Ekspor dan Impor Luar Negeri

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya

BOKS 1. Perkembangan Industri Rumput Laut di Indonesia dan di NTT

BOKS 2. Potensi Industri Garam di NTT

BAB II KEUANGAN DAERAH

2.1 Kondisi Umum

2.2 Pendapatan Daerah

2.3 Belanja Daerah

2.3.1. Belanja APBN

2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT

2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

I

iii

iv

vii

xii

xiii

xiv

xix

1

2

3

4

8

9

9

10

11

12

13

14

15

18

21

25

26

26

28

29

30

30

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. Kondisi Umum

3.1.1. Inflasi Triwulanan dan Bulanan

3.1.2 Perbandingan Inflasi NTT di Kawasan dan Wilayah Balinursa

3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas

3.2.1. Bahan Makanan

3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

3.2.4. Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

3.2.5. Komoditas Lainnya

3.3. Disagregasi Inflasi NTT

3.3.1 Kelompok Volatile Foods

3.3.2 Kelompok Administered Prices

3.3.3 Kelompok Inflasi Inti (Core)

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan III-2017

3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

BOKS 3. Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1. Kondisi Umum

4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga

4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM

4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi

32

33

34

35

36

37

37

38

39

39

40

40

41

41

42

42

42

43

44

46

48

51

52

53

53

54

56

56

57

58

59

viv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

DAFTAR ISIDAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Grafik

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Ringkasan Umum

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB I Ekonomi Makro Regional

1.1 Kondisi Umum

1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran

1.2.1. Konsumsi

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.2.3.1. Ekspor dan Impor Antar Daerah

1.2.3.2. Ekspor dan Impor Luar Negeri

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor

1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya

BOKS 1. Perkembangan Industri Rumput Laut di Indonesia dan di NTT

BOKS 2. Potensi Industri Garam di NTT

BAB II KEUANGAN DAERAH

2.1 Kondisi Umum

2.2 Pendapatan Daerah

2.3 Belanja Daerah

2.3.1. Belanja APBN

2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT

2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

I

iii

iv

vii

xii

xiii

xiv

xix

1

2

3

4

8

9

9

10

11

12

13

14

15

18

21

25

26

26

28

29

30

30

2.4 Dana Pemerintah di Perbankan

BAB III PERKEMBANGAN INFLASI

3.1. Kondisi Umum

3.1.1. Inflasi Triwulanan dan Bulanan

3.1.2 Perbandingan Inflasi NTT di Kawasan dan Wilayah Balinursa

3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas

3.2.1. Bahan Makanan

3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

3.2.4. Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

3.2.5. Komoditas Lainnya

3.3. Disagregasi Inflasi NTT

3.3.1 Kelompok Volatile Foods

3.3.2 Kelompok Administered Prices

3.3.3 Kelompok Inflasi Inti (Core)

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan III-2017

3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID

BOKS 3. Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko

BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1. Kondisi Umum

4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga

4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM

4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi

32

33

34

35

36

37

37

38

39

39

40

40

41

41

42

42

42

43

44

46

48

51

52

53

53

54

56

56

57

58

59

viv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional (%yoy)

Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB NTT, Bali, NTB dan Nasional (%yoy)

Grafik 1.3 Survei Konsumen

Grafik 1.4 Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.6 Indeks Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.7 Perkembangan Konsumsi BBM

Grafik 1.8 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1.9 Penyaluran Kredit Konsumsi

Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT

Grafik 1.11 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT

Grafik 1.12 Perkembangan Peti Kemas

Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor

Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 1.17 Data Perkembangan Pengiriman Ternak

Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian

Grafik 1.20 Proyeksi SKDU Pertanian

Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan I-2017

Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan

Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Perdagangan

Grafik 1.26 Perkembangan Tamu Hotel

Grafik 1.27 Perkembangan Penumpang Bandara

Grafik 1.28 Perkembangan NTB Perbankan

Grafik Boks 1.1. Produksi dan Target Produksi Rumput Laut Indonesia Hingga 2019

Grafik Boks 1.2. Produsen Rumput Laut Terbesar di Indonesia

3

3

6

6

7

7

7

7

7

9

9

10

10

10

10

12

12

12

12

13

13

13

14

14

15

16

16

16

18

18

DAFTAR ISI

4.5. Asesmen Perbankan

4.5.1. Kinerja Bank Umum

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. Kondisi Umum

5.2. Transaksi Pembayaran Tunai

5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

5.2.2. Aliran Uang Masuk dan Keluar Berdasarkan Pecahan

5.2.3. Perkembangan Kas Titipan

5.2.4. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar

5.2.5. Perkembangan Uang Palsu

5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai (SKNBI)

5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital

BOKS 4.Pilot Project BI Jangkau di Provinsi NTT

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1. Kondisi Umum

6.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan

6.3. Perkembangan NIlai Tukar Petani

6.4 Kondisi Ketenagakerjaan

6.5. Indeks Pembangunan Manusia

6.6. Indeks Kebahagiaan

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III 2017

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2017

7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

7.1.3 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

7.2. Inflasi

7.2.1 Inflasi Triwulan-III Tahun 2017

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

61

61

62

63

64

65

65

65

66

66

67

67

68

69

71

72

72

73

73

74

75

77

78

78

78

79

80

81

81

81

81

DAFTAR GRAFIK

viivi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional (%yoy)

Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB NTT, Bali, NTB dan Nasional (%yoy)

Grafik 1.3 Survei Konsumen

Grafik 1.4 Survei Penjualan Eceran

Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 1.6 Indeks Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1.7 Perkembangan Konsumsi BBM

Grafik 1.8 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1.9 Penyaluran Kredit Konsumsi

Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT

Grafik 1.11 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT

Grafik 1.12 Perkembangan Peti Kemas

Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat

Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor dan Impor

Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor

Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 1.17 Data Perkembangan Pengiriman Ternak

Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian

Grafik 1.20 Proyeksi SKDU Pertanian

Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan I-2017

Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan

Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan

Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Perdagangan

Grafik 1.26 Perkembangan Tamu Hotel

Grafik 1.27 Perkembangan Penumpang Bandara

Grafik 1.28 Perkembangan NTB Perbankan

Grafik Boks 1.1. Produksi dan Target Produksi Rumput Laut Indonesia Hingga 2019

Grafik Boks 1.2. Produsen Rumput Laut Terbesar di Indonesia

3

3

6

6

7

7

7

7

7

9

9

10

10

10

10

12

12

12

12

13

13

13

14

14

15

16

16

16

18

18

DAFTAR ISI

4.5. Asesmen Perbankan

4.5.1. Kinerja Bank Umum

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. Kondisi Umum

5.2. Transaksi Pembayaran Tunai

5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

5.2.2. Aliran Uang Masuk dan Keluar Berdasarkan Pecahan

5.2.3. Perkembangan Kas Titipan

5.2.4. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar

5.2.5. Perkembangan Uang Palsu

5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai (SKNBI)

5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital

BOKS 4.Pilot Project BI Jangkau di Provinsi NTT

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1. Kondisi Umum

6.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan

6.3. Perkembangan NIlai Tukar Petani

6.4 Kondisi Ketenagakerjaan

6.5. Indeks Pembangunan Manusia

6.6. Indeks Kebahagiaan

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

7.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III 2017

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2017

7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan

7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

7.1.3 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

7.2. Inflasi

7.2.1 Inflasi Triwulan-III Tahun 2017

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

61

61

62

63

64

65

65

65

66

66

67

67

68

69

71

72

72

73

73

74

75

77

78

78

78

79

80

81

81

81

81

DAFTAR GRAFIK

viivi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK

Grafik Boks 1.3. Profil Ekspor Rumput Laut Indonesia tahun 2011-Juni 2017

Grafik Boks 1.4. Profil Impor Rumput Laut Indonesia tahun 2012-Juni 2017

Grafik Boks 2.1. Produksi, Kebutuhan dan Impor Garam Nasional 2012-2016

Grafik Boks 2.2. Perkembangan Impor Garam Nasional

Grafik Boks 2.3. Produksi Garam Rakyat Nasional 2012-2016

Grafik Boks 2.4. Perbandingan Produksi Garam Rakyat 2015 dan 2016

Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah di Provinsi NTT

Grafik 2.2 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.3 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN

Grafik 2.5 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kabupaten /Kota

Grafik 2.6 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten / Kota dan Komponennya Triwulan II 2017

Grafik 2.7 Realisasi Belanja Daerah

Grafik 2.8 Realisasi Belanja Modal

Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT

Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi

Grafik 2.11 Realiasasi Belanja dan Komponennya Kabupaten / Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.12 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 Regional di Indonesia

Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan Per Sub Kelompok Komoditas

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan

dan Bulanan

18

18

21

21

22

22

26

26

26

27

27

28

29

29

29

29

31

32

34

37

37

38

38

38

38

39

Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi NTT

Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan Ke depan

Grafik 3.14 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 3.15 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Maumere

Grafik 3.16 Perbandingan Series Harga Cabai Rawit Merah NTT dan Nasional

Grafik 3.17 Perbandingan Series Harga Daging Ayam Ras NTT dan Nasional

Grafik Boks 3.1. Pola Pergerakan Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan dalam 10 Tahun Terakhir

Grafik Boks 3.2. Tren Kenaikan Inflasi Bahan Makanan di Setiap Akhir Tahun

Grafik Boks 3.3. Perbandingan Andil Inflasi 15 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT

Grafik Boks 3.4. Perbandingan Lama Simpan dan Struktur Pasar 14 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di

NTT

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat

Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK

Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Membeli Barang Tahan Lama

Grafik 4.4 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga

Grafik 4.5 Pertumbuhan DPK

Grafik 4.6 Preferensi DPK Rumah Tangga

Grafik 4.7 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Grafik 4.8 Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga

Grafik 4.10 Perkembangan Dunia Usaha

Grafik 4.11 Kondisi Keuangan

Grafik 4.12 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 4.13 NPL UMKM

39

40

40

40

42

43

44

45

45

48

48

49

49

53

53

54

54

54

55

55

55

55

57

57

57

57

ixviii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK

Grafik Boks 1.3. Profil Ekspor Rumput Laut Indonesia tahun 2011-Juni 2017

Grafik Boks 1.4. Profil Impor Rumput Laut Indonesia tahun 2012-Juni 2017

Grafik Boks 2.1. Produksi, Kebutuhan dan Impor Garam Nasional 2012-2016

Grafik Boks 2.2. Perkembangan Impor Garam Nasional

Grafik Boks 2.3. Produksi Garam Rakyat Nasional 2012-2016

Grafik Boks 2.4. Perbandingan Produksi Garam Rakyat 2015 dan 2016

Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah di Provinsi NTT

Grafik 2.2 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.3 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN

Grafik 2.5 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kabupaten /Kota

Grafik 2.6 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten / Kota dan Komponennya Triwulan II 2017

Grafik 2.7 Realisasi Belanja Daerah

Grafik 2.8 Realisasi Belanja Modal

Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT

Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi

Grafik 2.11 Realiasasi Belanja dan Komponennya Kabupaten / Kota di Provinsi NTT

Grafik 2.12 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT

Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 Regional di Indonesia

Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara

Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan Per Sub Kelompok Komoditas

Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan

dan Bulanan

18

18

21

21

22

22

26

26

26

27

27

28

29

29

29

29

31

32

34

37

37

38

38

38

38

39

Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Secara Triwulanan,

Tahunan dan Bulanan

Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Per Sub Kelompok

Komoditas

Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi NTT

Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan Ke depan

Grafik 3.14 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Kupang

Grafik 3.15 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Maumere

Grafik 3.16 Perbandingan Series Harga Cabai Rawit Merah NTT dan Nasional

Grafik 3.17 Perbandingan Series Harga Daging Ayam Ras NTT dan Nasional

Grafik Boks 3.1. Pola Pergerakan Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan dalam 10 Tahun Terakhir

Grafik Boks 3.2. Tren Kenaikan Inflasi Bahan Makanan di Setiap Akhir Tahun

Grafik Boks 3.3. Perbandingan Andil Inflasi 15 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT

Grafik Boks 3.4. Perbandingan Lama Simpan dan Struktur Pasar 14 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di

NTT

Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat

Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK

Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Membeli Barang Tahan Lama

Grafik 4.4 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga

Grafik 4.5 Pertumbuhan DPK

Grafik 4.6 Preferensi DPK Rumah Tangga

Grafik 4.7 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Grafik 4.8 Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga

Grafik 4.10 Perkembangan Dunia Usaha

Grafik 4.11 Kondisi Keuangan

Grafik 4.12 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 4.13 NPL UMKM

39

40

40

40

42

43

44

45

45

48

48

49

49

53

53

54

54

54

55

55

55

55

57

57

57

57

ixviii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK

Grafik 4.14 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi

Grafik 4.16 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.17 NPL UMKM 3 Sektor

Grafik 4.18 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi

Grafik 4.19 NPL Kredit Sektor Korporasi

Grafik 4.20 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi

Grafik 4.21 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)

Grafik 4.22 Perkembangan LDR

Grafik 4.23 BOPO dan ROA Bank Umum

Grafik 4.24 LDR dan CAR BPR

Grafik 4.25 BOPO, ROA, NPL BPR

Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring

Grafik 5.4Share Setoran Bank Triwulan II 2017

Grafik 5.5Share Bayaran Bank Triwulan II 2017

Grafik 5.6 Perkembangan Inflow/Outflow Kas Titipan KPw BI Provinsi NTT

Grafik 5.7 Perkembangan Kas Titipan Berdasarkan Kabupaten di NTT

Grafik 5.8 Perkembangan UTLE

Grafik 5.9 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

Grafik 5.10 Pertumbuhan Jumlah Agen LKD

Grafik 6.1 Perkembangan Persentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Persentase Penduduk Miskin

Grafik 6.3 Komposisi Penduduk Miskin di Provinsi NTT

Grafik 6.4 Perkembangan Indeks P1 dan P2

Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan

Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Grafik 6.8 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia

58

58

59

59

60

60

60

61

61

62

62

62

64

64

64

65

65

66

66

67

67

68

72

72

72

73

73

73

74

74

Grafik 6.9 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah IPM Terendah

Grafik 6.10 Sepuluh Provinsi dengan Indeks Kebahagiaan Terendah

Grafik 6.11 Dimensi Penyusun Indikator Kebahagiaan

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2017

Grafik 7.2 Survei Konsumen

Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw III 2017 dan Tahun 2017

74

76

76

79

80

81

82

xix - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK

Grafik 4.14 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi

Grafik 4.16 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 4.17 NPL UMKM 3 Sektor

Grafik 4.18 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi

Grafik 4.19 NPL Kredit Sektor Korporasi

Grafik 4.20 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi

Grafik 4.21 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)

Grafik 4.22 Perkembangan LDR

Grafik 4.23 BOPO dan ROA Bank Umum

Grafik 4.24 LDR dan CAR BPR

Grafik 4.25 BOPO, ROA, NPL BPR

Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT

Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai

Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring

Grafik 5.4Share Setoran Bank Triwulan II 2017

Grafik 5.5Share Bayaran Bank Triwulan II 2017

Grafik 5.6 Perkembangan Inflow/Outflow Kas Titipan KPw BI Provinsi NTT

Grafik 5.7 Perkembangan Kas Titipan Berdasarkan Kabupaten di NTT

Grafik 5.8 Perkembangan UTLE

Grafik 5.9 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT

Grafik 5.10 Pertumbuhan Jumlah Agen LKD

Grafik 6.1 Perkembangan Persentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional

Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Persentase Penduduk Miskin

Grafik 6.3 Komposisi Penduduk Miskin di Provinsi NTT

Grafik 6.4 Perkembangan Indeks P1 dan P2

Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan

Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU

Grafik 6.8 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia

58

58

59

59

60

60

60

61

61

62

62

62

64

64

64

65

65

66

66

67

67

68

72

72

72

73

73

73

74

74

Grafik 6.9 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah IPM Terendah

Grafik 6.10 Sepuluh Provinsi dengan Indeks Kebahagiaan Terendah

Grafik 6.11 Dimensi Penyusun Indikator Kebahagiaan

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2017

Grafik 7.2 Survei Konsumen

Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw III 2017 dan Tahun 2017

74

76

76

79

80

81

82

xix - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2017

Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II 2017

Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II 2017

Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan II 2017

Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. Juni 2017

Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT

Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT

Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.5 Komoditas Volatile Food Penyumbang Utama Inflasi

Tabel 3.6 Komoditas Administered Prices Penyumbang Utama Inflasi

Tabel 3.7 Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi

Tabel 3.8 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.9 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel Boks 3.1 Jadwal Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT

Tahun 2017

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

4

5

7

8

9

11

29

32

32

34

35

36

37

41

42

42

43

44

50

56

61

DAFTAR GAMBAR

Gambar Boks 1.1 Rumput Laut dan Produk Turunannya

Gambar Boks 2.1 Persebaran Produksi Garam di Provinsi NTT

Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT

Gambar 3.1 Peta Analisis Curah Hujan Juli 2017

Gambar 3.2 Peta Analisis Curah Hujan Agustus 2017

Gambar 3.3 Peta Analisis Curah Hujan September 2017

Gambar 3.4 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2017 dan Sebaran Pembentukan TPID

Gambar 3.5 Perbandingan Harga Daging Ayam Ras di Indonesia

Gambar 3.6 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID

Gambar Boks 4.1 Peresmian Pilot Project BI Jangkau di PLBN Motaain, Kabupaten Belu

Gambar Boks 4.2 Peta Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

19

22

31

44

44

44

45

45

47

69

70

75

xiiixii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2017

Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II 2017

Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II 2017

Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan II 2017

Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. Juni 2017

Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT

Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Provinsi NTT

Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.5 Komoditas Volatile Food Penyumbang Utama Inflasi

Tabel 3.6 Komoditas Administered Prices Penyumbang Utama Inflasi

Tabel 3.7 Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi

Tabel 3.8 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel 3.9 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

Tabel Boks 3.1 Jadwal Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT

Tahun 2017

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

4

5

7

8

9

11

29

32

32

34

35

36

37

41

42

42

43

44

50

56

61

DAFTAR GAMBAR

Gambar Boks 1.1 Rumput Laut dan Produk Turunannya

Gambar Boks 2.1 Persebaran Produksi Garam di Provinsi NTT

Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT

Gambar 3.1 Peta Analisis Curah Hujan Juli 2017

Gambar 3.2 Peta Analisis Curah Hujan Agustus 2017

Gambar 3.3 Peta Analisis Curah Hujan September 2017

Gambar 3.4 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2017 dan Sebaran Pembentukan TPID

Gambar 3.5 Perbandingan Harga Daging Ayam Ras di Indonesia

Gambar 3.6 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID

Gambar Boks 4.1 Peresmian Pilot Project BI Jangkau di PLBN Motaain, Kabupaten Belu

Gambar Boks 4.2 Peta Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

19

22

31

44

44

44

45

45

47

69

70

75

xiiixii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

RINGKASAN UMUM

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar Rp22,25

triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi

NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar 4,98%, meskipun

sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,35% (yoy). Pertumbuhan ekonomi didorong

terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri serta

pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan infrastruktur/bangunan oleh pemerintah.

Hal tersebut tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian, kehutanan dan

perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan. Namun demikian, pertumbuhan PMTB/investasi

belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan

pertumbuhan.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar tumbuh sebesar

5,55% (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017. Hal tersebut tak lepas dari adanya

stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan daya beli

konsumsi masyarakat. Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh kelompok Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32% (yoy). Selesainya penandatanganan paket proyek

pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di triwulan I 2017 mampu

meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada peningkatan PMTB/investasi di

triwulan II 2017.

Dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian,

kehutanan dan perikanan (5,06% yoy). Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan

triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya musim panen padi, masih mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan

terutama ditopang oleh pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi

terutama untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Administrasi pemerintahan tumbuh

meningkat dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat

dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal

tahun 2017. Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun

triwulan II 2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh beberapa

proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Bendungan

Raknamo di Kabupaten Kupang sementara proyek strategis lainnya belum berjalan.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2017 masih cukup terkendali yang terlihat dari nilai inflasi yang hanya sebesar 2,45%

(yoy) jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37% (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,49% (av-

yoy). Kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan mengalami penurunan di sepanjang

triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan permintaan karena adanya berbagai

libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-13 dan THR. Tingginya kenaikan permintaan tersebut berdampak

pada tingginya tarif angkutan udara untuk mudik hari raya atau bepergian ke luar daerah. Selain itu, inflasi juga terjadi

pada kelompok perumahan dan bahan bakar seiring dengan kenaikan ke-3 tarif listrik rumah tangga daya 900 watt atau

pada kelompok komoditas sandang yang secara rata-rata mengalami kenaikan menjelang Hari Raya Idul Fitri dan

menjelang tahun ajaran baru yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan. Adapun inflasi pada komoditas lain

relatif terkendali.

Berdasarkan komoditas, angkutan udara menjadi penyumbang utama tingginya inflasi komoditas pada triwulan II 2017

dengan kenaikan hingga 26,25% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan udara

menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Tarif listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang disebabkan oleh

kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih dari 100%. Demikian

juga dengan kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 (sepuluh) komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara

tahunan, 5 (lima) komoditas merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 (empat) komoditas berupa komoditas

bahan makanan dan 1 (satu) komoditas mobil.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Pada triwulan II 2017, anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 mengalami

penurunan sebesar 0,64% atau menjadi Rp 25,48 triliun sebagai dampak penyesuaian pos pendapatan APBN. Realisasi

anggaran pendapatan daerah telah mencapai Rp 11,74 triliun atau 46,06% dari total anggaran pendapatan tahun 2017.

Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 51,36%

dan 53,3%. Realisasi pendapatan terbesar diperoleh dari APBN sebesar 48,82%. APBD Kabupaten/Kota yang memiliki

komposisi 80% dari total anggaran pendapatan baru terealisasi sebesar 45,50%.

Dari sisi belanja, realisasi belanja ketiga anggaran cukup baik. Secara keseluruhan, realisasi anggaran belanja daerah

mencapai 8,91% atau lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016 dan triwulan I 2015 yang sebesar 8,70% dan

7,30%. Pencapaian tersebut didorong oleh realisasi anggaran belanja APBD kabupaten/kota yang lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015, yakni sebesar 7,67% dibandingkan periode yang sama tahun

2016 dan 2015 sebesar 7,31% dan 7,49%. Di samping itu, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur

mencapai 13,26% dengan realisasi terbesar pada belanja konsumsi yang mencapai 14,94%, sementara belanja APBN

sampai periode laporan terealisasi 9,60%.

xvxiv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

RINGKASAN UMUM

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar Rp22,25

triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi

NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar 4,98%, meskipun

sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,35% (yoy). Pertumbuhan ekonomi didorong

terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri serta

pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan infrastruktur/bangunan oleh pemerintah.

Hal tersebut tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian, kehutanan dan

perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan. Namun demikian, pertumbuhan PMTB/investasi

belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan

pertumbuhan.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar tumbuh sebesar

5,55% (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017. Hal tersebut tak lepas dari adanya

stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan daya beli

konsumsi masyarakat. Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh kelompok Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32% (yoy). Selesainya penandatanganan paket proyek

pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di triwulan I 2017 mampu

meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada peningkatan PMTB/investasi di

triwulan II 2017.

Dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian,

kehutanan dan perikanan (5,06% yoy). Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan

triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya musim panen padi, masih mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan

terutama ditopang oleh pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi

terutama untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Administrasi pemerintahan tumbuh

meningkat dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat

dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal

tahun 2017. Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun

triwulan II 2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh beberapa

proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Bendungan

Raknamo di Kabupaten Kupang sementara proyek strategis lainnya belum berjalan.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2017 masih cukup terkendali yang terlihat dari nilai inflasi yang hanya sebesar 2,45%

(yoy) jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37% (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,49% (av-

yoy). Kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan mengalami penurunan di sepanjang

triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan permintaan karena adanya berbagai

libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-13 dan THR. Tingginya kenaikan permintaan tersebut berdampak

pada tingginya tarif angkutan udara untuk mudik hari raya atau bepergian ke luar daerah. Selain itu, inflasi juga terjadi

pada kelompok perumahan dan bahan bakar seiring dengan kenaikan ke-3 tarif listrik rumah tangga daya 900 watt atau

pada kelompok komoditas sandang yang secara rata-rata mengalami kenaikan menjelang Hari Raya Idul Fitri dan

menjelang tahun ajaran baru yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan. Adapun inflasi pada komoditas lain

relatif terkendali.

Berdasarkan komoditas, angkutan udara menjadi penyumbang utama tingginya inflasi komoditas pada triwulan II 2017

dengan kenaikan hingga 26,25% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan udara

menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Tarif listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang disebabkan oleh

kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih dari 100%. Demikian

juga dengan kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 (sepuluh) komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara

tahunan, 5 (lima) komoditas merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 (empat) komoditas berupa komoditas

bahan makanan dan 1 (satu) komoditas mobil.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Pada triwulan II 2017, anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 mengalami

penurunan sebesar 0,64% atau menjadi Rp 25,48 triliun sebagai dampak penyesuaian pos pendapatan APBN. Realisasi

anggaran pendapatan daerah telah mencapai Rp 11,74 triliun atau 46,06% dari total anggaran pendapatan tahun 2017.

Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 51,36%

dan 53,3%. Realisasi pendapatan terbesar diperoleh dari APBN sebesar 48,82%. APBD Kabupaten/Kota yang memiliki

komposisi 80% dari total anggaran pendapatan baru terealisasi sebesar 45,50%.

Dari sisi belanja, realisasi belanja ketiga anggaran cukup baik. Secara keseluruhan, realisasi anggaran belanja daerah

mencapai 8,91% atau lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016 dan triwulan I 2015 yang sebesar 8,70% dan

7,30%. Pencapaian tersebut didorong oleh realisasi anggaran belanja APBD kabupaten/kota yang lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015, yakni sebesar 7,67% dibandingkan periode yang sama tahun

2016 dan 2015 sebesar 7,31% dan 7,49%. Di samping itu, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur

mencapai 13,26% dengan realisasi terbesar pada belanja konsumsi yang mencapai 14,94%, sementara belanja APBN

sampai periode laporan terealisasi 9,60%.

xvxiv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Hal ini terlihat

dari terjadinya net-outflow atau uang yang beredar lebih banyak dari uang yang disetor di NTT sebesar Rp.1.356,41 miliar

atau tumbuh 43,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi

masyarakat. Peningkatan kegiatan pembayaran tersebut terutama disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-14, 13

dan THR yang membuat perbankan menambah penyediaan dana tunai untuk mengantisipasi tingginya penarikan

nasabah. Selain itu, adanya tahun ajaran baru, hari raya Idul Fitri, maupun libur sekolah juga meningkatkan konsumsi

rumah tangga dan pemerintah dibanding triwulan sebelumnya ataupun pengeluaran pendidikan oleh rumah tangga.

Tingginya aktivitas ekonomi tersebut terlihat dari besarnya peningkatan penarikan/outflow hingga 30,95% (yoy) yang

disebabkan oleh tingginya penarikan uang oleh nasabah maupun peningkatan setoran/inflow sebesar 14,97% (yoy) yang

disebabkan oleh adanya penyetoran kembali nasabah dalam bentuk simpanan di bank.

Di sisi lain, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang disetorkan oleh perbankan di NTT masih mengalami penurunan

65,43% (yoy), lebih rendah dari Triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan sebesar 72,40% (yoy). Penurunan

setoran kemungkinan besar disebabkan oleh kualitas uang beredar yang mengalami peningkatan, sehingga setoran UTLE

mengalami penurunan. Sementara itu, uang palsu (UPAL) yang ditemukan pada Triwulan II 2017 juga mengalami

penurunan dari 403 lembar pada Triwulan I 2017 menjadi 16 lembar. Temuan UPAL yang beredar hingga saat ini masih

didominasi pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Seiring dengan penurunan transaksi SKNBI secara Nasional, transaksi

SKNBI di NTT juga ikut menurun. Volume kliring di NTT pada triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 8,52% (yoy),

dan nominal menurun sebesar 30,63% (yoy). Peralihan moda transfer diduga menjadi penyebab utama penurunan

transaksi kliring secara nasional.

Adapun berdasarkan 10 (sepuluh) komoditas penyumbang deflasi utama, 9 (sembilan) komoditas diantaranya berupa

komoditas bahan makanan dan 1 (satu) adalah gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol. Sawi

putih menjadi komoditas dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01% (yoy), diikuti ikan kembung (25,13%-yoy),

daging ayam ras (25,06%-yoy) dan tomat sayur (37,28%-yoy). Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I

2017 membuat produksi pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan

oleh penurunan inflasi volatile food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan kestabilan

perekonomian daerah. Penyaluran kredit bank umum di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara keseluruhan mencapai

Rp 24,13 triliun atau tumbuh sebesar 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2017

maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dan 14,93% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit

secara umum tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit kepada rumah tangga dan UMKM yang juga

melambat. Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat sebesar 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy). Kondisi

perlambatan pertumbuhan kredit rumah tangga dibandingkan triwulan I 2017 sedikit berbeda dengan kondisi konsumsi

rumah tangga di triwulan II 2017 yang tumbuh 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,00%

(yoy). Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong oleh

adanya peningkatan daya beli seiring pembayaran tunjangan Hari Raya Idul Fitri dibandingkan dibiayai dari kredit

konsumsi. Di sisi lain, penyaluran kredit UMKM (pangsa terhadap total kredit sebesar 32,73%) di Provinsi NTT tercatat

tumbuh sebesar 13,88% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy). Namun demikian, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan kredit secara

umum, optimisme konsumen masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sejalan dengan tingkat konsumsi

rumah tangga yang juga meningkat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kondisi daya beli masyarakat Provinsi NTT masih

cukup terjaga dengan kemampuan keuangan yang dimiliki, terutama didorong oleh stimulus tunjangan Hari Raya Idul Fitri.

Risiko kredit bermasalah di Provinsi NTT sampai triwulan II 2017 dinilai masih cukup terkendali. Rasio kredit bermasalah

terhadap total penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,29%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I

2017 (2,04%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,84%, namun masih di bawah batas 5%.

Perlambatan penyaluran kredit di Provinsi NTT yang berbanding terbalik dengan adanya peningkatan aset perbankan serta

peningkatan kredit bermasalah di Provinsi NTT mencerminkan adanya peningkatan aktivitas pembentukan Cadangan

Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) atas kredit yang disalurkan, dalam rangka mengantisipasi meningkatnya

risiko kredit. Hal tersebut menunjukkan sikap kehati-hatian perbankan di Provinsi NTT baik dalam penyaluran kredit

maupun mengelola kredit yang telah disalurkan. Dengan kondisi sistem keuangan yang masih cukup terkendali, maka

perbankan Provinsi NTT masih memiliki ruang untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit, terutama untuk kredit-kredit

yang bersifat produktif sehingga lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari

penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , kenaikan nilai tukar petani (NTP), penurunan persentase penduduk

miskin, serta kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). TPT per Februari 2017 mengalami penurunan menjadi

3,21% dibandingkan bulan Februari 2016 sebesar 3,59%. NTP pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi

101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84. Persentase penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 21,85%

dari total penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret

2015 di mana persentase angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%. IPM tahun 2016 adalah 63,13 di

mana nilai tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang memiliki nilai 62,67. Sementara itu, Indeks

Kebahagiaan Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan nilai 68,98. Meskipun nilai tersebut di bawah nasional (70,69),

dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi

sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.

xviixvi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Hal ini terlihat

dari terjadinya net-outflow atau uang yang beredar lebih banyak dari uang yang disetor di NTT sebesar Rp.1.356,41 miliar

atau tumbuh 43,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi

masyarakat. Peningkatan kegiatan pembayaran tersebut terutama disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-14, 13

dan THR yang membuat perbankan menambah penyediaan dana tunai untuk mengantisipasi tingginya penarikan

nasabah. Selain itu, adanya tahun ajaran baru, hari raya Idul Fitri, maupun libur sekolah juga meningkatkan konsumsi

rumah tangga dan pemerintah dibanding triwulan sebelumnya ataupun pengeluaran pendidikan oleh rumah tangga.

Tingginya aktivitas ekonomi tersebut terlihat dari besarnya peningkatan penarikan/outflow hingga 30,95% (yoy) yang

disebabkan oleh tingginya penarikan uang oleh nasabah maupun peningkatan setoran/inflow sebesar 14,97% (yoy) yang

disebabkan oleh adanya penyetoran kembali nasabah dalam bentuk simpanan di bank.

Di sisi lain, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang disetorkan oleh perbankan di NTT masih mengalami penurunan

65,43% (yoy), lebih rendah dari Triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan sebesar 72,40% (yoy). Penurunan

setoran kemungkinan besar disebabkan oleh kualitas uang beredar yang mengalami peningkatan, sehingga setoran UTLE

mengalami penurunan. Sementara itu, uang palsu (UPAL) yang ditemukan pada Triwulan II 2017 juga mengalami

penurunan dari 403 lembar pada Triwulan I 2017 menjadi 16 lembar. Temuan UPAL yang beredar hingga saat ini masih

didominasi pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Seiring dengan penurunan transaksi SKNBI secara Nasional, transaksi

SKNBI di NTT juga ikut menurun. Volume kliring di NTT pada triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 8,52% (yoy),

dan nominal menurun sebesar 30,63% (yoy). Peralihan moda transfer diduga menjadi penyebab utama penurunan

transaksi kliring secara nasional.

Adapun berdasarkan 10 (sepuluh) komoditas penyumbang deflasi utama, 9 (sembilan) komoditas diantaranya berupa

komoditas bahan makanan dan 1 (satu) adalah gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol. Sawi

putih menjadi komoditas dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01% (yoy), diikuti ikan kembung (25,13%-yoy),

daging ayam ras (25,06%-yoy) dan tomat sayur (37,28%-yoy). Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I

2017 membuat produksi pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan

oleh penurunan inflasi volatile food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.

PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN

Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan kestabilan

perekonomian daerah. Penyaluran kredit bank umum di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara keseluruhan mencapai

Rp 24,13 triliun atau tumbuh sebesar 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2017

maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dan 14,93% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit

secara umum tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit kepada rumah tangga dan UMKM yang juga

melambat. Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat sebesar 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy). Kondisi

perlambatan pertumbuhan kredit rumah tangga dibandingkan triwulan I 2017 sedikit berbeda dengan kondisi konsumsi

rumah tangga di triwulan II 2017 yang tumbuh 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,00%

(yoy). Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong oleh

adanya peningkatan daya beli seiring pembayaran tunjangan Hari Raya Idul Fitri dibandingkan dibiayai dari kredit

konsumsi. Di sisi lain, penyaluran kredit UMKM (pangsa terhadap total kredit sebesar 32,73%) di Provinsi NTT tercatat

tumbuh sebesar 13,88% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya

sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy). Namun demikian, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan kredit secara

umum, optimisme konsumen masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sejalan dengan tingkat konsumsi

rumah tangga yang juga meningkat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kondisi daya beli masyarakat Provinsi NTT masih

cukup terjaga dengan kemampuan keuangan yang dimiliki, terutama didorong oleh stimulus tunjangan Hari Raya Idul Fitri.

Risiko kredit bermasalah di Provinsi NTT sampai triwulan II 2017 dinilai masih cukup terkendali. Rasio kredit bermasalah

terhadap total penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,29%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I

2017 (2,04%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,84%, namun masih di bawah batas 5%.

Perlambatan penyaluran kredit di Provinsi NTT yang berbanding terbalik dengan adanya peningkatan aset perbankan serta

peningkatan kredit bermasalah di Provinsi NTT mencerminkan adanya peningkatan aktivitas pembentukan Cadangan

Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) atas kredit yang disalurkan, dalam rangka mengantisipasi meningkatnya

risiko kredit. Hal tersebut menunjukkan sikap kehati-hatian perbankan di Provinsi NTT baik dalam penyaluran kredit

maupun mengelola kredit yang telah disalurkan. Dengan kondisi sistem keuangan yang masih cukup terkendali, maka

perbankan Provinsi NTT masih memiliki ruang untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit, terutama untuk kredit-kredit

yang bersifat produktif sehingga lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari

penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , kenaikan nilai tukar petani (NTP), penurunan persentase penduduk

miskin, serta kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). TPT per Februari 2017 mengalami penurunan menjadi

3,21% dibandingkan bulan Februari 2016 sebesar 3,59%. NTP pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi

101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84. Persentase penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 21,85%

dari total penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret

2015 di mana persentase angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%. IPM tahun 2016 adalah 63,13 di

mana nilai tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang memiliki nilai 62,67. Sementara itu, Indeks

Kebahagiaan Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan nilai 68,98. Meskipun nilai tersebut di bawah nasional (70,69),

dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi

sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.

xviixvi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

RINGKASAN UMUM

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

II. INFLASI

Indikator

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

2015

I II III IV

2016

I II III IV

2017

I II

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan didorong terutama oleh peningkatan realisasi investasi dan realisasi

anggaran belanja pemerintah yang meningkatkan pertumbuhan terutama sektor konstruksi serta administrasi

pemerintahan, selain didorong pula oleh konsumsi rumah tangga seiring pencairan gaji ke-13. Sementara itu,

pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan juga masih didorong oleh realisasi investasi dan percepatan realisasi

anggaran belanja pemerintah, serta konsumsi rumah tangga seiring tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan sedikit mengalami peningkatan seiring liburan persiapan memasuki

tahun ajaran baru sekolah yang akan mendorong permintaan bahan makanan (volatile food), sandang, kebutuhan

pendidikan, akomodasi dan hotel. Sementara pada akhir tahun 2017 tekanan inflasi diperkirakan didorong oleh momen

Hari Raya Natal dan Tahun Baru terutama dari komoditas bahan makanan (volatile food).

xixxviii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

2015 2016

76.190,9

22.765,5

1.073,5

940,9

43,6

47,2

7.908,2

8.272,3

3.986,6

487,1

5.477,4

2.995,5

2.054,3

235,5

9.375,0

7.303,2

1.585,5

1.639,5

76.190,9

57.361,6

2.539,4

21.765,7

30.996,1

967,6

1.592,0

261,5

-38.770,0

24.018

83.016

5.352

3.042

84.172,6

24.315,8

1.166,8

1.034,3

59,4

49,0

9.095,3

9.321,8

4.528,3

586,1

5.878,5

3.362,9

2.209,5

257,2

10.665,0

8.103,3

1.768,0

1.771,4

84.172,6

64.246,5

2.636,9

18.357,2

35.725,0

458,3

1.287,6

274,8

-38.264,0

45.099

113.307

12.435

22.615

5,18

2,23

5,66

4,98

14,61

0,38

8,46

6,77

6,73

14,46

6,76

8,47

3,41

2,83

5,63

4,18

6,19

3,55

5,18

6,80

0,41

-18,26

5,06

-55,80

-20,81

5,91

-7,04

87,77

36,49

132,36

643,50

%QTQ** %YOY***%YOY* I

2016

19.604,4

5.781,9

268,5

239,1

14,0

11,4

2.041,2

2.114,8

1.046,5

128,0

1.383,6

781,7

526,1

59,8

2.471,1

1.900,8

414,0

421,8

19.604,4

15.069,2

583,5

2.971,5

7.732,5

23,5

297,8

55,2

-7.018,3

5.886

21.759

8.289

20.199

22.096,6

6.094,6

309,4

279,2

16,0

12,8

2.465,0

2.487,9

1.210,7

159,8

1.569,3

899,0

577,5

69,5

2.827,9

2.182,0

473,6

462,3

22.096,6

17.390,2

744,9

4.883,1

10.143,2

166,7

315,3

51,9

-11.494,9

25.566

33.475

277

474

22.248,6

6.515,1

286,7

277,3

15,8

12,5

2.354,3

2.431,9

1.170,7

152,0

1.508,4

919,3

573,5

67,0

2.898,3

2.120,4

470,1

475,2

22.248,6

16.919,2

720,0

5.794,8

9.336,1

148,7

412,7

273,7

-10.809,1

7.659

26.484

9.509

19

IV

2016

4,64

4,94

3,21

5,22

3,80

4,73

7,63

3,16

3,55

8,49

2,47

4,44

3,73

2,81

6,85

2,45

4,25

3,87

4,64

2,73

8,79

75,94

10,22

43,34

10,47

30,94

33,30

-52,71

1,33

1.137

8,71

2017

I

21.040,9

6.211,0

280,8

262,3

15,1

11,9

2.181,6

2.356,7

1.117,3

140,1

1.491,2

870,4

551,5

65,1

2.508,9

2.068,2

449,4

459,4

21.040,9

16.355,1

655,7

3.285,5

8.508,4

101,6

380,2

208,2

-8.037,5

16.198

26.137

769

18

II

5,01

5,06

0,81

7,42

-1,10

1,89

5,08

4,72

5,05

4,27

6,96

4,21

5,40

4,41

2,24

7,44

6,19

6,28

5,01

5,55

10,58

6,39

7,32

7,75

21,45

280,56

7,34

14,84

6,06

24.983

-72,96

JULI

118,59

119,47

112,81

5,39

5,81

2,55

120,07

121,09

113,42

6,01

6,57

2,24

120,78

121,54

115,77

6,74

7,08

4,44

125,02

126,15

117,60

4,92

5,07

3,89

124,56

125,64

117,50

5,04

5,16

4,16

126,10

127,42

117,47

5,02

5,23

3,57

124,48

125,41

118,41

3,07

3,18

2,28

128,12

129,07

121,86

2,48

2,31

3,62

128,24

129,19

122,01

2,95

2,83

3,84

129,19

130,2

122,57

2,45

2,18

4,34

128,99

129,91

122,94

2,61

2,32

4,71

RINGKASAN UMUM

I. EKONOMI MAKRO REGIONAL

INDIKATOR

Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)

Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)

3. Konsumsi Pemerintah

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto

5. Perubahan Inventori

6. Ekspor Luar Negeri

7. Impor Luar Negeri

8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)

Data Ekspor Impor di Provinsi NTT

Ekspor

Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)

Volume Ekspor Nonmigas (ton)

Impor

Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)

Volume Impor Nonmigas (ton)

Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan

II. INFLASI

Indikator

Indeks Harga Konsumen

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)

NTT

- Kota Kupang

- Maumere

2015

I II III IV

2016

I II III IV

2017

I II

PROSPEK PEREKONOMIAN

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan didorong terutama oleh peningkatan realisasi investasi dan realisasi

anggaran belanja pemerintah yang meningkatkan pertumbuhan terutama sektor konstruksi serta administrasi

pemerintahan, selain didorong pula oleh konsumsi rumah tangga seiring pencairan gaji ke-13. Sementara itu,

pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan juga masih didorong oleh realisasi investasi dan percepatan realisasi

anggaran belanja pemerintah, serta konsumsi rumah tangga seiring tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan sedikit mengalami peningkatan seiring liburan persiapan memasuki

tahun ajaran baru sekolah yang akan mendorong permintaan bahan makanan (volatile food), sandang, kebutuhan

pendidikan, akomodasi dan hotel. Sementara pada akhir tahun 2017 tekanan inflasi diperkirakan didorong oleh momen

Hari Raya Natal dan Tahun Baru terutama dari komoditas bahan makanan (volatile food).

xixxviii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

2015 2016

76.190,9

22.765,5

1.073,5

940,9

43,6

47,2

7.908,2

8.272,3

3.986,6

487,1

5.477,4

2.995,5

2.054,3

235,5

9.375,0

7.303,2

1.585,5

1.639,5

76.190,9

57.361,6

2.539,4

21.765,7

30.996,1

967,6

1.592,0

261,5

-38.770,0

24.018

83.016

5.352

3.042

84.172,6

24.315,8

1.166,8

1.034,3

59,4

49,0

9.095,3

9.321,8

4.528,3

586,1

5.878,5

3.362,9

2.209,5

257,2

10.665,0

8.103,3

1.768,0

1.771,4

84.172,6

64.246,5

2.636,9

18.357,2

35.725,0

458,3

1.287,6

274,8

-38.264,0

45.099

113.307

12.435

22.615

5,18

2,23

5,66

4,98

14,61

0,38

8,46

6,77

6,73

14,46

6,76

8,47

3,41

2,83

5,63

4,18

6,19

3,55

5,18

6,80

0,41

-18,26

5,06

-55,80

-20,81

5,91

-7,04

87,77

36,49

132,36

643,50

%QTQ** %YOY***%YOY* I

2016

19.604,4

5.781,9

268,5

239,1

14,0

11,4

2.041,2

2.114,8

1.046,5

128,0

1.383,6

781,7

526,1

59,8

2.471,1

1.900,8

414,0

421,8

19.604,4

15.069,2

583,5

2.971,5

7.732,5

23,5

297,8

55,2

-7.018,3

5.886

21.759

8.289

20.199

22.096,6

6.094,6

309,4

279,2

16,0

12,8

2.465,0

2.487,9

1.210,7

159,8

1.569,3

899,0

577,5

69,5

2.827,9

2.182,0

473,6

462,3

22.096,6

17.390,2

744,9

4.883,1

10.143,2

166,7

315,3

51,9

-11.494,9

25.566

33.475

277

474

22.248,6

6.515,1

286,7

277,3

15,8

12,5

2.354,3

2.431,9

1.170,7

152,0

1.508,4

919,3

573,5

67,0

2.898,3

2.120,4

470,1

475,2

22.248,6

16.919,2

720,0

5.794,8

9.336,1

148,7

412,7

273,7

-10.809,1

7.659

26.484

9.509

19

IV

2016

4,64

4,94

3,21

5,22

3,80

4,73

7,63

3,16

3,55

8,49

2,47

4,44

3,73

2,81

6,85

2,45

4,25

3,87

4,64

2,73

8,79

75,94

10,22

43,34

10,47

30,94

33,30

-52,71

1,33

1.137

8,71

2017

I

21.040,9

6.211,0

280,8

262,3

15,1

11,9

2.181,6

2.356,7

1.117,3

140,1

1.491,2

870,4

551,5

65,1

2.508,9

2.068,2

449,4

459,4

21.040,9

16.355,1

655,7

3.285,5

8.508,4

101,6

380,2

208,2

-8.037,5

16.198

26.137

769

18

II

5,01

5,06

0,81

7,42

-1,10

1,89

5,08

4,72

5,05

4,27

6,96

4,21

5,40

4,41

2,24

7,44

6,19

6,28

5,01

5,55

10,58

6,39

7,32

7,75

21,45

280,56

7,34

14,84

6,06

24.983

-72,96

JULI

118,59

119,47

112,81

5,39

5,81

2,55

120,07

121,09

113,42

6,01

6,57

2,24

120,78

121,54

115,77

6,74

7,08

4,44

125,02

126,15

117,60

4,92

5,07

3,89

124,56

125,64

117,50

5,04

5,16

4,16

126,10

127,42

117,47

5,02

5,23

3,57

124,48

125,41

118,41

3,07

3,18

2,28

128,12

129,07

121,86

2,48

2,31

3,62

128,24

129,19

122,01

2,95

2,83

3,84

129,19

130,2

122,57

2,45

2,18

4,34

128,99

129,91

122,94

2,61

2,32

4,71

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan jika

dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan

pembentukan modal tetap bruto (investasi) menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi yang

terjadi. Adanya gaji ke-14 untuk PNS dalam rangka tunjangan hari raya menjadi salah satu pendorong utama

konsumsi rumah tangga. Investasi pembangunan berupa infrastruktur/ bangunan oleh pemerintah juga menjadi

faktor utama pendorong tumbuhnya investasi. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi didorong oleh

sektor–sektor utama daerah, yakni 1) pertanian, kehutanan dan perikanan; 2) administrasi pemerintahan, 3)

konstruksi dan 4) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.

Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II 2017 mencapai 5,01% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 4,98% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sama dengan

nasional yang sebesar 5,01% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong terutama oleh

pertumbuhan pada sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring percepatan realisasi investasi

pemerintah berupa pembangunan infrastruktur.

Ekonomi Makro Regional01

INDIKATOR

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

IV. SISTEM PEMBAYARAN

3,7

5,6

1.098

135,76

21.758

6,32

201.975

1.203

4,2

5,6

178

15

658

12,66

302.914

1.020

2015 2016

1,8

0,4

27

34,61

5.984

0,99

39.971

300

2015

II

0,5

0,9

966

43,75

6.086

0,93

40.708

254

III

0,8

1,7

52

41,55

5.877

1,38

48.453

342

IV

0,5

2,6

53

15,84

3.811

3,01

72.843

307

I

1,8

0,3

25

8,69

323

3,11

67.315

229

2016

II

0,7

1,7

89

6,76

335

3,36

75.723

247

III

0,9

1,3

38

0,00

0,00

2,81

73.560

244

IV

0,7

2,3

26

0,00

0,00

3,38

86.316

300

I

2,1

0,4

403

0,00

0,00

2,43

67.677

189

2017

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

III. PERBANKAN2015

2015 2016

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,7%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

29.877

19.648

5.412

9.046

5.190

17.843

5.260

1.533

11.049

17.226

5.218

1.318

10.690

87,7%

5.422

437

311

330

80,5%

30.314

19.959

17.556

1,4%

1,6%

1,9%

II

32.778

21.581

6.290

9.106

6.186

18.908

5.698

1.641

11.569

18.198

5.626

1.359

11.212

84,3%

5.814

454

331

349

82,4%

33.233

21.912

18.546

1,4%

1,5%

1,9%

III

32.750

22.341

6.537

9.644

6.159

19.742

6.072

1.570

12.100

18.897

5.848

1.338

11.710

84,6%

6.180

482

353

354

80,5%

33.232

22.694

19.250

1,4%

1,6%

1,8%

IV

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,70%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

30.931

21.945

5.604

10.449

5.893

20.525

6.127

1.567

12.830

19.556

5.748

1.317

12.491

89,1%

6.395

535

403

368

77,6%

31.466

22.348

19.924

1,7%

1,8%

1,8%

32.321

23.829

6.429

11.150

6.250

21.731

6.693

1.696

13.342

20.845

6.409

1.442

12.995

87,5%

6.933

545

412

389

79,8%

32.866

24.241

21.235

1,7%

1,7%

1,8%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

30.327

22.405

5.059

11.063

6.283

22.383

7.050

1.661

13.672

21.508

6.764

1.472

13.272

96,0%

7.308

572

434

421

77,9%

30.900

22.839

21.929

1,9%

1,9%

1,9%

30.575

22.565

5.330

11.311

5.924

23.092

6.981

1.716

14.395

22.153

6.694

1.531

13.929

98,2%

7.352

624

467

461

77,6%

31.199

23.032

22.615

2,0%

2,0%

2,0%

2016

II III IV

2017

xx - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

35.648

25.236

6.400

12.162

6.675

24.127

7.599

1.658

14.871

23.134

7.348

1.413

14.373

91,7%

7.897

646

485

489

77,6%

36.294

25.721

23.624

1,8%

1,9%

2,1%

II

0,8

2,2

16

0,00

0,00

2,33

69.272

313

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan jika

dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan

pembentukan modal tetap bruto (investasi) menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi yang

terjadi. Adanya gaji ke-14 untuk PNS dalam rangka tunjangan hari raya menjadi salah satu pendorong utama

konsumsi rumah tangga. Investasi pembangunan berupa infrastruktur/ bangunan oleh pemerintah juga menjadi

faktor utama pendorong tumbuhnya investasi. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi didorong oleh

sektor–sektor utama daerah, yakni 1) pertanian, kehutanan dan perikanan; 2) administrasi pemerintahan, 3)

konstruksi dan 4) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.

Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II 2017 mencapai 5,01% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 4,98% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sama dengan

nasional yang sebesar 5,01% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong terutama oleh

pertumbuhan pada sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring percepatan realisasi investasi

pemerintah berupa pembangunan infrastruktur.

Ekonomi Makro Regional01

INDIKATOR

Inflow (Rp. Triliun)

Outflow (Rp. Triliun)

Uang Palsu (lembar)

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

To NTT

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)

Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)

Kliring

Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)

Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)

Cek/BG Kosong

IV. SISTEM PEMBAYARAN

3,7

5,6

1.098

135,76

21.758

6,32

201.975

1.203

4,2

5,6

178

15

658

12,66

302.914

1.020

2015 2016

1,8

0,4

27

34,61

5.984

0,99

39.971

300

2015

II

0,5

0,9

966

43,75

6.086

0,93

40.708

254

III

0,8

1,7

52

41,55

5.877

1,38

48.453

342

IV

0,5

2,6

53

15,84

3.811

3,01

72.843

307

I

1,8

0,3

25

8,69

323

3,11

67.315

229

2016

II

0,7

1,7

89

6,76

335

3,36

75.723

247

III

0,9

1,3

38

0,00

0,00

2,81

73.560

244

IV

0,7

2,3

26

0,00

0,00

3,38

86.316

300

I

2,1

0,4

403

0,00

0,00

2,43

67.677

189

2017

INDIKATOR

A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)

1. Total Aset

2. DPK

- Giro

- Tabungan

- Deposito

3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

- Investasi

- Modal Kerja

- Konsumsi

LDR (%)

Kredit UMKM

B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).

Total Aset

Dana Pihak Ketiga

Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

LDR (%)

C. Grand Total (A+B)

1. Total Aset

2. Dana Pihak Ketiga

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang

D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total

1. Total Aset (%)

2. Dana Pihak Ketiga (%)

3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)

III. PERBANKAN2015

2015 2016

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,7%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

29.877

19.648

5.412

9.046

5.190

17.843

5.260

1.533

11.049

17.226

5.218

1.318

10.690

87,7%

5.422

437

311

330

80,5%

30.314

19.959

17.556

1,4%

1,6%

1,9%

II

32.778

21.581

6.290

9.106

6.186

18.908

5.698

1.641

11.569

18.198

5.626

1.359

11.212

84,3%

5.814

454

331

349

82,4%

33.233

21.912

18.546

1,4%

1,5%

1,9%

III

32.750

22.341

6.537

9.644

6.159

19.742

6.072

1.570

12.100

18.897

5.848

1.338

11.710

84,6%

6.180

482

353

354

80,5%

33.232

22.694

19.250

1,4%

1,6%

1,8%

IV

28.602

21.478

4.372

11.933

5.173

20.284

6.110

1.650

12.524

19.492

5.922

1.381

12.189

90,8%

6.301

510

381

366

76,70%

29.112

21.859

19.858

1,8%

1,7%

1,8%

30.931

21.945

5.604

10.449

5.893

20.525

6.127

1.567

12.830

19.556

5.748

1.317

12.491

89,1%

6.395

535

403

368

77,6%

31.466

22.348

19.924

1,7%

1,8%

1,8%

32.321

23.829

6.429

11.150

6.250

21.731

6.693

1.696

13.342

20.845

6.409

1.442

12.995

87,5%

6.933

545

412

389

79,8%

32.866

24.241

21.235

1,7%

1,7%

1,8%

29.757

21.466

3.722

12.819

4.924

22.837

7.121

1.659

14.057

21.913

6.813

1.474

13.627

102,1%

7.358

620

469

449

75,2%

30.377

21.935

22.362

2,0%

2,1%

2,0%

30.327

22.405

5.059

11.063

6.283

22.383

7.050

1.661

13.672

21.508

6.764

1.472

13.272

96,0%

7.308

572

434

421

77,9%

30.900

22.839

21.929

1,9%

1,9%

1,9%

30.575

22.565

5.330

11.311

5.924

23.092

6.981

1.716

14.395

22.153

6.694

1.531

13.929

98,2%

7.352

624

467

461

77,6%

31.199

23.032

22.615

2,0%

2,0%

2,0%

2016

II III IV

2017

xx - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

35.648

25.236

6.400

12.162

6.675

24.127

7.599

1.658

14.871

23.134

7.348

1.413

14.373

91,7%

7.897

646

485

489

77,6%

36.294

25.721

23.624

1,8%

1,9%

2,1%

II

0,8

2,2

16

0,00

0,00

2,33

69.272

313

melemah dan ekspor tumbuh melambat seiring adanya tekanan pada ekspor manufaktur karena pemulihan ekonomi

negara maju yang belum kuat. Secara keseluruhan, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2017 tersebut

lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy), yang mengindikasikan masih

berlanjutnya proses pemulihan ekonomi Indonesia meskipun tidak sekuat perkiraan semula.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi provinsi tetangga terdekat yakni Provinsi NTB tercatat kontraksi sebesar -1,96%

(yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh penurunan produksi bijih logam oleh PT. Amman Nusa Tenggara apabila dibandingkan

triwulan II 2016. Akibatnya, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian di NTB, sebagai sektor ekonomi dengan

pangsa ekonomi sebesar 18,06% atau tertinggi kedua setelah pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi terkontraksi

cukup dalam hingga -24,11% (yoy). Sedangkan apabila pertambangan bijih logam dikeluarkan dari komponen ekonomi,

pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB triwulan II 2017 sebesar 5,77% (yoy) atau masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi

NTT yang tumbuh 5,01% (yoy). Di sisi lain, Provinsi Bali pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,87% (yoy) atau melambat

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,54% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi

NTT. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali masih didorong terutama oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

(pariwisata) sebagai sektor dengan pangsa ekonomi tertinggi di Bali (23,44%) yang juga tumbuh tertinggi sebesar 9,26%

(yoy). Meningkatnya kunjungan wisman pada triwulan II 2017 sebesar 9,75% dibandingkan triwulan I 2017 berdampak

pada tingkat penghunian kamar yang juga meningkat sehingga berkontribusi sangat besar terhadap perekonomian

Provinsi Bali secara keseluruhan.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III 2017 diperkirakan akan meningkat dengan kisaran 5,1-

5,5% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan didorong terutama oleh sektor konstruksi seiring percepatan realisasi

pembangunan infrastruktur fisik dasar oleh pemerintah serta sektor administrasi pemerintahan seiring realisasi gaji ke-13

PNS dan pengurusan proyek pemerintah. Sektor perdagangan besar dan eceran diperkirakan juga berpeluang tumbuh

lebih tinggi didorong oleh adanya momen libur sekolah di awal triwulan III, libur peringatan Hari Kemerdekaan Republik

Indonesia serta hari libur panjang di akhir pekan terkait hari besar keagamaan.

Sumber:BPS (diolah)

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)

Sumber : BPS (diolah)

BALI

NAS NTT NTB BALI

PDRB ADHB(TRILIUN)

NTT NTB NAS

52,6822,25 30,35 3405

GRAFIK 1.2.

QTQNAS NTT NTB BALI

YOY2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV2016

I II I I I IV2013

I II I I I IV I2017

I I

22.2

5

21,0

3

5,01

5,01

4,00 4,72 6,00 3,22 5,01 5,01-1,96

5,87

PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL TRIWULAN II 2017 (% YOY)

Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang pertumbuhan ekonomi NTT dengan pertumbuhan sebesar

5,55% (yoy), diikuti oleh pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB)/investasi yang mencapai

7,32% (yoy). Sektor lain yang mengalami pertumbuhan cukup besar yaitu konsumsi pemerintah seiring

adanya pembayaran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan hari raya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada

triwulan II 2017 meningkat apabila dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh 5,00% (yoy), namun melambat apabila

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN

3

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar

Rp22,25 triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar

4,98%, meskipun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,35% (yoy). Pertumbuhan

ekonomi didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari

Raya Idul Fitri serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan

infrastruktur/bangunan oleh pemerintah. Hal tersebut tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi

NTT yakni pertanian, kehutanan dan perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan. Namun

demikian, pertumbuhan PMTB/investasi yang tinggi belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari

jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan pertumbuhan.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar

tumbuh sebesar 5,55% (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017. Hal

tersebut tak lepas dari adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang

meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat. Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh

kelompok Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32% (yoy). Selesainya

penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan numenklatur di

triwulan I 2017 mampu meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada

peningkatan PMTB/investasi di triwulan II 2017.

Dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (5,06%

yoy), sedangkan sektor administrasi pemerintah dan konstruksi masih mengalami peningkatan namun relatif

melambat. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017, masih

mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan terutama ditopang oleh cukup besarnya panen padi pada bulan April

dan Mei serta pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi terutama

untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Administrasi pemerintahan tumbuh meningkat

dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat dibandingkan

triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017.

Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II

2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh relatif rendahnya nilai

tambah atas beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan dikarenakan pengerjaan proyek lebih

didominasi oleh penggunaan bahan baku dan tenaga kerja dari luar NTT. Hal ini bisa dimaklumi dikarenakan terbatasnya

kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan bahan baku lokal ataupun karena terbatasnya ketersediaan tenaga

terampil di daerah.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2017 sebesar 5,01% (yoy) tercatat sama dengan

nasional dan lebih tinggi dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pertumbuhan nasional tercatat sama

dengan triwulan I 2017 yang sebesar 5,01% (yoy) didorong oleh kinerja investasi bangunan yang meningkat baik

konstruksi swasta maupun proyek infrastruktur pemerintah, sementara investasi non bangunan juga tetap tumbuh tinggi

didukung harga komoditas yang masih positif. Konsumsi rumah tangga sebagai salah satu kelompok utama pengeluaran

juga menjadi faktor pendorong seiring adanya momen Hari Raya Idul Fitri, sementara konsumsi pemerintah sedikit

1.1 KONDISI UMUM

2 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

melemah dan ekspor tumbuh melambat seiring adanya tekanan pada ekspor manufaktur karena pemulihan ekonomi

negara maju yang belum kuat. Secara keseluruhan, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2017 tersebut

lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy), yang mengindikasikan masih

berlanjutnya proses pemulihan ekonomi Indonesia meskipun tidak sekuat perkiraan semula.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi provinsi tetangga terdekat yakni Provinsi NTB tercatat kontraksi sebesar -1,96%

(yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh penurunan produksi bijih logam oleh PT. Amman Nusa Tenggara apabila dibandingkan

triwulan II 2016. Akibatnya, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian di NTB, sebagai sektor ekonomi dengan

pangsa ekonomi sebesar 18,06% atau tertinggi kedua setelah pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi terkontraksi

cukup dalam hingga -24,11% (yoy). Sedangkan apabila pertambangan bijih logam dikeluarkan dari komponen ekonomi,

pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB triwulan II 2017 sebesar 5,77% (yoy) atau masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi

NTT yang tumbuh 5,01% (yoy). Di sisi lain, Provinsi Bali pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,87% (yoy) atau melambat

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,54% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi

NTT. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali masih didorong terutama oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

(pariwisata) sebagai sektor dengan pangsa ekonomi tertinggi di Bali (23,44%) yang juga tumbuh tertinggi sebesar 9,26%

(yoy). Meningkatnya kunjungan wisman pada triwulan II 2017 sebesar 9,75% dibandingkan triwulan I 2017 berdampak

pada tingkat penghunian kamar yang juga meningkat sehingga berkontribusi sangat besar terhadap perekonomian

Provinsi Bali secara keseluruhan.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III 2017 diperkirakan akan meningkat dengan kisaran 5,1-

5,5% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan didorong terutama oleh sektor konstruksi seiring percepatan realisasi

pembangunan infrastruktur fisik dasar oleh pemerintah serta sektor administrasi pemerintahan seiring realisasi gaji ke-13

PNS dan pengurusan proyek pemerintah. Sektor perdagangan besar dan eceran diperkirakan juga berpeluang tumbuh

lebih tinggi didorong oleh adanya momen libur sekolah di awal triwulan III, libur peringatan Hari Kemerdekaan Republik

Indonesia serta hari libur panjang di akhir pekan terkait hari besar keagamaan.

Sumber:BPS (diolah)

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)

Sumber : BPS (diolah)

BALI

NAS NTT NTB BALI

PDRB ADHB(TRILIUN)

NTT NTB NAS

52,6822,25 30,35 3405

GRAFIK 1.2.

QTQNAS NTT NTB BALI

YOY2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV2016

I II I I I IV2013

I II I I I IV I2017

I I

22.2

5

21,0

3

5,01

5,01

4,00 4,72 6,00 3,22 5,01 5,01-1,96

5,87

PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL TRIWULAN II 2017 (% YOY)

Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang pertumbuhan ekonomi NTT dengan pertumbuhan sebesar

5,55% (yoy), diikuti oleh pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB)/investasi yang mencapai

7,32% (yoy). Sektor lain yang mengalami pertumbuhan cukup besar yaitu konsumsi pemerintah seiring

adanya pembayaran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan hari raya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada

triwulan II 2017 meningkat apabila dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh 5,00% (yoy), namun melambat apabila

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN

3

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar

Rp22,25 triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar

4,98%, meskipun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,35% (yoy). Pertumbuhan

ekonomi didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari

Raya Idul Fitri serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan

infrastruktur/bangunan oleh pemerintah. Hal tersebut tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi

NTT yakni pertanian, kehutanan dan perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan. Namun

demikian, pertumbuhan PMTB/investasi yang tinggi belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari

jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan pertumbuhan.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar

tumbuh sebesar 5,55% (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017. Hal

tersebut tak lepas dari adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang

meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat. Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh

kelompok Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32% (yoy). Selesainya

penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan numenklatur di

triwulan I 2017 mampu meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada

peningkatan PMTB/investasi di triwulan II 2017.

Dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (5,06%

yoy), sedangkan sektor administrasi pemerintah dan konstruksi masih mengalami peningkatan namun relatif

melambat. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017, masih

mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan terutama ditopang oleh cukup besarnya panen padi pada bulan April

dan Mei serta pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi terutama

untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Administrasi pemerintahan tumbuh meningkat

dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat dibandingkan

triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017.

Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II

2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh relatif rendahnya nilai

tambah atas beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan dikarenakan pengerjaan proyek lebih

didominasi oleh penggunaan bahan baku dan tenaga kerja dari luar NTT. Hal ini bisa dimaklumi dikarenakan terbatasnya

kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan bahan baku lokal ataupun karena terbatasnya ketersediaan tenaga

terampil di daerah.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2017 sebesar 5,01% (yoy) tercatat sama dengan

nasional dan lebih tinggi dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pertumbuhan nasional tercatat sama

dengan triwulan I 2017 yang sebesar 5,01% (yoy) didorong oleh kinerja investasi bangunan yang meningkat baik

konstruksi swasta maupun proyek infrastruktur pemerintah, sementara investasi non bangunan juga tetap tumbuh tinggi

didukung harga komoditas yang masih positif. Konsumsi rumah tangga sebagai salah satu kelompok utama pengeluaran

juga menjadi faktor pendorong seiring adanya momen Hari Raya Idul Fitri, sementara konsumsi pemerintah sedikit

1.1 KONDISI UMUM

2 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

URAIAN2015

2017Bobot qtq

27.349.820

3.104.885

10.341.297

4.905.624

13.351.581

3.894.964

1.298.292

64.246.464

6.984.429

783.801

2.706.236

1.538.262

2.948.945

951.947

308.805

16.222.426

6.773.957

728.597

2.339.353

1.168.701

3.443.054

954.914

305.474

15.714.050

7.476.732

889.303

2.895.669

1.325.072

3.350.726

1.099.524

353.184

17.390.210

43,85

4,94

15,98

8,39

18,67

6,17

1,99

100,0

5,08

4,63

7,61

-7,31

1,19

6,89

5,37

3,56

24.081.155

2.775.990

10.073.481

4.053.827

12.928.430

2.038.602

1.410.124

57.361.610 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

KONS MAKANAN DAN MINUMAN

KONS PAKAIAN & ALAS KAKI

KONS PERUMAHAN & PERL RT

KESEHATAN & PENDIDIKAN

TRANSPORTASI & KOMUNIKASI

RESTORAN & HOTEL

KONSUMSI LAINNYA

KONSUMSI RT

2016

TOTAL

I

2016

IVII

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II 2017

yoy

8,34

8,05

17,90

17,13

-9,22

1,37

0,05

5,55

7.419.712

835.785

2.704.140

1.419.285

3.159.555

1.044.168

336.582

16.919.227

II

konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada

triwulan laporan terutama didorong oleh adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT yang dicairkan dalam rangka

tunjangan Hari Raya Idul Fitri. Pencairan gaji ke-14 pada bulan Juni 2017 tersebut meningkatkan daya beli konsumsi

masyarakat sehingga berdampak pada naiknya konsumsi pada periode libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Selain itu,

peningkatan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi dari melambatnya pertumbuhan tabungan rumah tangga di

perbankan pada triwulan II 2017 menjadi 6,14% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 maupun periode yang

sama tahun sebelumnya yang tumbuh masing-masing 7,91% (yoy) dan 21,95% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan

adanya peningkatan kebutuhan masyarakat terutama untuk memenuhi kebutuhan sekolah ataupun belanja

memanfaatkan momen promo Hari Raya Idul Fitri atau memanfaatkan libur sekolah.

Berdasarkan komponen pembentuknya, konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga sebagian besar berupa

makanan dan minuman serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh masing-masing

sebesar 8,34% (yoy) dan 17,90% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017

maupun triwulan II 2016, salah satunya disebabkan oleh adanya libur panjang dalam rangka menyambut

perayaan semana santa, pergeseran waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri yang pada tahun ini jatuh pada

triwulan II, libur sekolah, maupun libur panjang lainnya yang berpotensi meningkatkan kegiatan konsumsi

dalam keluarga. Sementara itu, konsumsi rumah tangga untuk pakaian dan alas kaki serta kesehatan meningkat 8,05%

(yoy) terutama memanfaatkan adanya promo hari raya Idul Fitri serta tambahan gaji ke-14. Konsumsi perumahan dan

perlengkapan rumah tangga juga mengalami kenaikan yang signifikan hingga 17,90% (yoy) seiring dengan baiknya

kondisi cuaca untuk membangun dan pembelian peralatan rumah tangga setelah menerima tunjangan hari raya. Lebih

lanjut, konsumsi kesehatan dan pendidikan juga tetap tumbuh meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017

dan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama didorong oleh adanya tahun ajaran baru sekolah sehingga para

orang tua perlu mempersiapkan segala kebutuhan sekolah bagi anaknya termasuk jasa bimbingan belajar.

Kondisi berbeda terjadi pada konsumsi untuk transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel yang masing-masing

terkontraksi -9,22% (yoy) dan tumbuh melambat 1,37% (yoy). Perlambatan konsumsi untuk transportasi dan komunikasi

lebih disebabkan oleh menurunnya aktivitas penerbangan yang terlihat dari penurunan jumlah penumpang angkutan

udara hingga -16,2% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Banyaknya even nasional dan internasional tahun sebelumnya

seperti Tour De Flores ataupun rapat koordinasi nasional membuat jumlah penerbangan tahun 2017 terlebih pada bulan

Mei dan Juni 2017 relatif lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Hasil survei penjualan eceran juga mengkonfirmasi

adanya penurunan penjualan BBM yang menunjukkan adanya penurunan konsumsi transportasi. Di sisi lain, kondisi

tersebut kemungkinan dipengaruhi pula oleh adanya pergeseran waktu pelaksanaan event nasional tahunan di Provinsi

NTT seperti Tour de Flores 2017 yang tahun ini baru dilaksanakan pada Juli 2017 (triwulan III 2017) dari tahun sebelumnya

dilaksanakan pada Mei 2016 (triwulan II 2016), sehingga berdampak pada kurang bergairahnya konsumsi rumah tangga

dari sisi transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel.

5

URAIAN2015

2017Bobot qtq

64.246.464

2.636.946

22.518.264

35.724.984

458.340

1.287.553

274.813

(42.425.100)

84.172.637

16.222.426

655.700

3.285.516

8.508.420

101.620

327.179

208.166

(7.867.152)

21.025.544

15.714.050

631.294

5.240.634

8.507.426

131.462

343.874

74.286

(9.898.007)

20.596.447

17.390.210

744.944

7.359.416

10.143.179

166.701

315.296

51.931

(13.971.251)

22.096.563

76,05

3,24

26,05

41,96

0,67

1,85

1,23

-48,58

100,00

3,56

8,79

75,94

10,22

43,34

14,25

30,94

35,27

4,72

57.361.610

2.539.408

21.765.744

30.996.063

967.562

1.592.015

261.549

(38.769.998)

76.190.854 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2016

TOTAL

I

2016

IVII

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2017

IIyoy

5,55

10,58

6,39

7,32

7,75

21,45

280,56

7,34

5,01

16.919.227

719.988

5.794.754

9.336.121

148.664

412.700

273.715

(10.809.141)

22.248.597

II

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 6,56% (yoy). Pertumbuhan kelompok konsumsi rumah

tangga terutama didorong oleh adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul

Fitri yang meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan indeks tendensi

konsumen pada triwulan II 2017 menjadi 107,83 dari triwulan sebelumnya 97,03% yang menunjukkan kondisi ekonomi

rumah tangga masyarakat yang meningkat sehingga mendorong konsumsi. Indeks tendensi konsumen pada triwulan

laporan juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa faktor Hari Raya idul

Fitri yang tahun ini jatuh pada triwulan II mendorong peningkatan konsumsi seiring adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS.

Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran juga disumbangkan terutama oleh kelompok Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun lalu

masing-masing sebesar 5,89% (yoy) dan 2,29% (yoy). Meningkatnya realisasi investasi pembangunan infrastruktur oleh

pemerintah seiring selesainya penandatanganan paket proyek pada Mei 2017, setelah sebelumnya sempat terhambat

perubahan nomenklatur di tubuh Pemda pada triwulan I 2017 mampu meningkatkan pertumbuhan PMTB/investasi di

triwulan II 2017. Perubahan nomenklatur pada awal tahun 2017 tersebut juga menyebabkan adanya pergeseran

pertumbuhan PMTB/investasi saat ini yang sebelumnya cenderung tumbuh tinggi pada triwulan I lalu sedikit melambat di

triwulan II menjadi lebih terdistribusi ke triwulan II 2017. Di sisi lain, investasi swasta pada triwulan II 2017 tercatat tak

sebesar triwulan I 2017 namun tetap memberikan kontribusi pertumbuhan kelompok PMTB/investasi terutama dari

investasi berupa bangunan.

Konsumsi pemerintah juga tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun

sebelumnya lebih dikarenakan adanya pengaruh Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II 2017 sehingga pemerintah

mencairkan gaji ke-14 bagi PNS sebagai tunjangan hari raya. Sementara itu, net impor antar daerah Provinsi NTT kembali

menunjukkan kecenderungan peningkatan baik dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun

sebelumnya. Semakin tingginya ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain di Indonesia tercermin pula dari data

bongkar pelabuhan di Provinsi NTT yang mencatatkan peningkatan 5,96% (yoy), sementara kuantitas barang dimuat di

pelabuhan masih jauh di bawah kuantitas barang dibongkar. Kondisi tersebut menjadi salah satu penghambat utama

perekonomian Provinsi NTT untuk tumbuh lebih tinggi (porsi 48,58% dari total PDRB), dikarenakan impor antar daerah

bersifat mengurangi jumlah PDRB daerah.

1.2.1 Konsumsi

Pengeluaran konsumsi pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh sebesar 5,91% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,63% (yoy).

Peningkatan pengeluaran konsumsi didorong oleh semua kelompok konsumsi, yakni Rumah Tangga, Pemerintah dan

Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT). Dengan porsi ekonomi mencapai 76,05% dari total PDRB,

4 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

URAIAN2015

2017Bobot qtq

27.349.820

3.104.885

10.341.297

4.905.624

13.351.581

3.894.964

1.298.292

64.246.464

6.984.429

783.801

2.706.236

1.538.262

2.948.945

951.947

308.805

16.222.426

6.773.957

728.597

2.339.353

1.168.701

3.443.054

954.914

305.474

15.714.050

7.476.732

889.303

2.895.669

1.325.072

3.350.726

1.099.524

353.184

17.390.210

43,85

4,94

15,98

8,39

18,67

6,17

1,99

100,0

5,08

4,63

7,61

-7,31

1,19

6,89

5,37

3,56

24.081.155

2.775.990

10.073.481

4.053.827

12.928.430

2.038.602

1.410.124

57.361.610 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

KONS MAKANAN DAN MINUMAN

KONS PAKAIAN & ALAS KAKI

KONS PERUMAHAN & PERL RT

KESEHATAN & PENDIDIKAN

TRANSPORTASI & KOMUNIKASI

RESTORAN & HOTEL

KONSUMSI LAINNYA

KONSUMSI RT

2016

TOTAL

I

2016

IVII

Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II 2017

yoy

8,34

8,05

17,90

17,13

-9,22

1,37

0,05

5,55

7.419.712

835.785

2.704.140

1.419.285

3.159.555

1.044.168

336.582

16.919.227

II

konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada

triwulan laporan terutama didorong oleh adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT yang dicairkan dalam rangka

tunjangan Hari Raya Idul Fitri. Pencairan gaji ke-14 pada bulan Juni 2017 tersebut meningkatkan daya beli konsumsi

masyarakat sehingga berdampak pada naiknya konsumsi pada periode libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Selain itu,

peningkatan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi dari melambatnya pertumbuhan tabungan rumah tangga di

perbankan pada triwulan II 2017 menjadi 6,14% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 maupun periode yang

sama tahun sebelumnya yang tumbuh masing-masing 7,91% (yoy) dan 21,95% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan

adanya peningkatan kebutuhan masyarakat terutama untuk memenuhi kebutuhan sekolah ataupun belanja

memanfaatkan momen promo Hari Raya Idul Fitri atau memanfaatkan libur sekolah.

Berdasarkan komponen pembentuknya, konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga sebagian besar berupa

makanan dan minuman serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh masing-masing

sebesar 8,34% (yoy) dan 17,90% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017

maupun triwulan II 2016, salah satunya disebabkan oleh adanya libur panjang dalam rangka menyambut

perayaan semana santa, pergeseran waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri yang pada tahun ini jatuh pada

triwulan II, libur sekolah, maupun libur panjang lainnya yang berpotensi meningkatkan kegiatan konsumsi

dalam keluarga. Sementara itu, konsumsi rumah tangga untuk pakaian dan alas kaki serta kesehatan meningkat 8,05%

(yoy) terutama memanfaatkan adanya promo hari raya Idul Fitri serta tambahan gaji ke-14. Konsumsi perumahan dan

perlengkapan rumah tangga juga mengalami kenaikan yang signifikan hingga 17,90% (yoy) seiring dengan baiknya

kondisi cuaca untuk membangun dan pembelian peralatan rumah tangga setelah menerima tunjangan hari raya. Lebih

lanjut, konsumsi kesehatan dan pendidikan juga tetap tumbuh meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017

dan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama didorong oleh adanya tahun ajaran baru sekolah sehingga para

orang tua perlu mempersiapkan segala kebutuhan sekolah bagi anaknya termasuk jasa bimbingan belajar.

Kondisi berbeda terjadi pada konsumsi untuk transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel yang masing-masing

terkontraksi -9,22% (yoy) dan tumbuh melambat 1,37% (yoy). Perlambatan konsumsi untuk transportasi dan komunikasi

lebih disebabkan oleh menurunnya aktivitas penerbangan yang terlihat dari penurunan jumlah penumpang angkutan

udara hingga -16,2% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Banyaknya even nasional dan internasional tahun sebelumnya

seperti Tour De Flores ataupun rapat koordinasi nasional membuat jumlah penerbangan tahun 2017 terlebih pada bulan

Mei dan Juni 2017 relatif lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Hasil survei penjualan eceran juga mengkonfirmasi

adanya penurunan penjualan BBM yang menunjukkan adanya penurunan konsumsi transportasi. Di sisi lain, kondisi

tersebut kemungkinan dipengaruhi pula oleh adanya pergeseran waktu pelaksanaan event nasional tahunan di Provinsi

NTT seperti Tour de Flores 2017 yang tahun ini baru dilaksanakan pada Juli 2017 (triwulan III 2017) dari tahun sebelumnya

dilaksanakan pada Mei 2016 (triwulan II 2016), sehingga berdampak pada kurang bergairahnya konsumsi rumah tangga

dari sisi transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel.

5

URAIAN2015

2017Bobot qtq

64.246.464

2.636.946

22.518.264

35.724.984

458.340

1.287.553

274.813

(42.425.100)

84.172.637

16.222.426

655.700

3.285.516

8.508.420

101.620

327.179

208.166

(7.867.152)

21.025.544

15.714.050

631.294

5.240.634

8.507.426

131.462

343.874

74.286

(9.898.007)

20.596.447

17.390.210

744.944

7.359.416

10.143.179

166.701

315.296

51.931

(13.971.251)

22.096.563

76,05

3,24

26,05

41,96

0,67

1,85

1,23

-48,58

100,00

3,56

8,79

75,94

10,22

43,34

14,25

30,94

35,27

4,72

57.361.610

2.539.408

21.765.744

30.996.063

967.562

1.592.015

261.549

(38.769.998)

76.190.854 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2016

TOTAL

I

2016

IVII

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2017

IIyoy

5,55

10,58

6,39

7,32

7,75

21,45

280,56

7,34

5,01

16.919.227

719.988

5.794.754

9.336.121

148.664

412.700

273.715

(10.809.141)

22.248.597

II

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 6,56% (yoy). Pertumbuhan kelompok konsumsi rumah

tangga terutama didorong oleh adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul

Fitri yang meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan indeks tendensi

konsumen pada triwulan II 2017 menjadi 107,83 dari triwulan sebelumnya 97,03% yang menunjukkan kondisi ekonomi

rumah tangga masyarakat yang meningkat sehingga mendorong konsumsi. Indeks tendensi konsumen pada triwulan

laporan juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa faktor Hari Raya idul

Fitri yang tahun ini jatuh pada triwulan II mendorong peningkatan konsumsi seiring adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS.

Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran juga disumbangkan terutama oleh kelompok Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun lalu

masing-masing sebesar 5,89% (yoy) dan 2,29% (yoy). Meningkatnya realisasi investasi pembangunan infrastruktur oleh

pemerintah seiring selesainya penandatanganan paket proyek pada Mei 2017, setelah sebelumnya sempat terhambat

perubahan nomenklatur di tubuh Pemda pada triwulan I 2017 mampu meningkatkan pertumbuhan PMTB/investasi di

triwulan II 2017. Perubahan nomenklatur pada awal tahun 2017 tersebut juga menyebabkan adanya pergeseran

pertumbuhan PMTB/investasi saat ini yang sebelumnya cenderung tumbuh tinggi pada triwulan I lalu sedikit melambat di

triwulan II menjadi lebih terdistribusi ke triwulan II 2017. Di sisi lain, investasi swasta pada triwulan II 2017 tercatat tak

sebesar triwulan I 2017 namun tetap memberikan kontribusi pertumbuhan kelompok PMTB/investasi terutama dari

investasi berupa bangunan.

Konsumsi pemerintah juga tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun

sebelumnya lebih dikarenakan adanya pengaruh Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II 2017 sehingga pemerintah

mencairkan gaji ke-14 bagi PNS sebagai tunjangan hari raya. Sementara itu, net impor antar daerah Provinsi NTT kembali

menunjukkan kecenderungan peningkatan baik dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun

sebelumnya. Semakin tingginya ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain di Indonesia tercermin pula dari data

bongkar pelabuhan di Provinsi NTT yang mencatatkan peningkatan 5,96% (yoy), sementara kuantitas barang dimuat di

pelabuhan masih jauh di bawah kuantitas barang dibongkar. Kondisi tersebut menjadi salah satu penghambat utama

perekonomian Provinsi NTT untuk tumbuh lebih tinggi (porsi 48,58% dari total PDRB), dikarenakan impor antar daerah

bersifat mengurangi jumlah PDRB daerah.

1.2.1 Konsumsi

Pengeluaran konsumsi pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh sebesar 5,91% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,63% (yoy).

Peningkatan pengeluaran konsumsi didorong oleh semua kelompok konsumsi, yakni Rumah Tangga, Pemerintah dan

Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT). Dengan porsi ekonomi mencapai 76,05% dari total PDRB,

4 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

URAIAN2015

BobotII

yoy

11.198.391

7.158.788

18.357.179

1.941.821

1.343.695

3.285.516

1.815.320

1.156.145

2.971.465

2.920.500

1.962.560

4.883.060

62,41

37,59

100,0

6,83

5,82

5,72

12.815.032

8.950.713

21.765.744 Sumber: BPS (diolah)

KONS KOLEKTIF PEMERINTAH

KONS INDIVIDU PEMERINTAH

KONSUMSI PEMERINTAH

2016

YOY

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II 2017

2017

I

2016

IVI

3.616.499

2.178.255

5.794.754

II

GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

KONSUMSI KONSUMSI (YOY)

8%

9%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%TRILIUN

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)

GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

500

550

600

650

700

750

800

850

GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)

Sumber : PT PLN, diolah

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017

80

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2012I I I I I I IV

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang

Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 10,58%

(yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017

maupun periode yang sama tahun lalu yang tumbuh

masing-masing 9,31% (yoy) dan 0,79% (yoy).

Pertumbuhan terjadi didorong oleh adanya peningkatan

kegiatan organisasi kemasyarakatan seiring tibanya tahun

Pilkada di Provinsi NTT.

Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2017 tumbuh meningkat sebesar 6,39% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan terjadi

lebih dikarenakan adanya pergeseran waktu realisasi konsumsi pemerintah yang lebih banyak di triwulan II 2017 sebagai

akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun, sehingga realisasi konsumsi pemerintah cenderung

dipercepat di triwulan II 2017, sementara periode-periode sebelumnya realisasi konsumsi pemerintah cenderung tinggi di

awal tahun dan sedikit melambat di triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi pemerintah masih disumbang terutama oleh

konsumsi kolektif pemerintah berupa infrastruktur dan pembangunan ekonomi, sementara konsumsi individu pemerintah

yang ditujukan untuk rumah tangga individu juga tercatat tumbuh terutama untuk jaminan sosial, kesehatan dan

pendidikan.

7

Sumber : Bank Indonesia

GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

Sumber : Bank Indonesia

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN

80

90

100

110

120

130

140

150

160

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya juga

terkonfirmasi dari pertumbuhan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. SK menunjukkan peningkatan pada seluruh indeks

dan lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan triwulan II 2016, sebagaimana ditampilkan pada Grafik 1.3. Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 132,89 pada triwulan I 2017 menjadi 135,33. Begitu pula dengan Indeks Kondisi

Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang juga meningkat dari triwulan sebelumnya dari masing-

masing 120,28 dan 145,50 menjadi 122,78 dan 147,89. Nilai yang semakin tinggi di atas indeks 100 menunjukkan bahwa

optimisme masyarakat Provinsi NTT terhadap kondisi ekonomi semakin meningkat dan secara langsung mendorong

peningkatan konsumsi masyarakat. Optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi meningkat terutama didorong oleh

membaiknya kegiatan usaha saat ini apabila dibandingkan enam bulan yang lalu, ditunjukkan oleh indeks yang

mengalami kenaikan sembilan poin dari triwulan sebelumnya. Selain itu, ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha

dan penghasilan enam bulan ke depan serta ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini juga masih menunjukkan

peningkatan indeks, sehingga dapat diartikan bahwa konsumen memandang bahwa perekonomian akan semakin baik ke

depan. Adanya penurunan indeks riil penjualan eceran lebih disebabkan oleh oleh turunnya omset penjualan bahan bakar

yang mengkonfirmasi adanya kontraksi pengeluaran transportasi, sedangkan indikator lainnya cukup terjaga.

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS pada triwulan II 2017 juga menjelaskan kondisi ekonomi konsumen

menurut pola siklikal. Searah dengan Survei Konsumen Bank Indonesia, ITK pada triwulan II 2017 juga tercatat

meningkat menjadi 107,83 dari 97,03. Konsumen menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga saat ini meningkat,

begitu pula volume/frekuensi konsumsi barang atau jasa. Hal tersebut sebagai dampak dari adanya tambahan pendapatan

dari pembayaran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri, sehingga daya beli konsumsi masyarakat pun

meningkat. Berdasarkan ITK, pengaruh inflasi juga cukup mempengaruhi kondisi ekonomi konsumen namun masih

terkendali, tercermin dari kenaikan indeks pengaruh inflasi terhadap total pengeluaran rumah tangga yang masih di

bawah lima poin. Hal tersebut sejalan dengan capaian inflasi Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 yang masih

cukup terkendali di level 2,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi tiga tahun terakhir yang sebesar 4,49%

(avg-yoy). Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan II 2017 tercatat tetap tumbuh 1,03% (yoy)

meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017. Hal tersebut ditengarai sebagai akibat adanya kenaikan tarif

listrik bagi pelanggan 900 VA yang mayoritas adalah rumah tangga, sehingga konsumen memilih mengurangi

penggunaan listrik dalam rangka penghematan. Selain itu, adanya beberapa kali pemadaman listrik pada triwulan II 2017

juga dinilai mempengaruhi melambatnya konsumsi listrik rumah tangga. Adapun penyaluran kredit konsumsi pada

triwulan II 2017 tercatat mencapai Rp14,87 triliun atau tumbuh 3,30% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.

Walaupun pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi secara tahunan sedikit melambat, namun demikian pertumbuhan

masih terjaga di atas 10% yang berarti bahwa masyarakat masih cukup mengandalkan pendanaan untuk mendukung

konsumsi dari perbankan di Provinsi NTT.

6 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

URAIAN2015

BobotII

yoy

11.198.391

7.158.788

18.357.179

1.941.821

1.343.695

3.285.516

1.815.320

1.156.145

2.971.465

2.920.500

1.962.560

4.883.060

62,41

37,59

100,0

6,83

5,82

5,72

12.815.032

8.950.713

21.765.744 Sumber: BPS (diolah)

KONS KOLEKTIF PEMERINTAH

KONS INDIVIDU PEMERINTAH

KONSUMSI PEMERINTAH

2016

YOY

Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II 2017

2017

I

2016

IVI

3.616.499

2.178.255

5.794.754

II

GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

KONSUMSI KONSUMSI (YOY)

8%

9%

10%

11%

12%

13%

14%

15%

16%

17%TRILIUN

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)

GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM

Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

500

550

600

650

700

750

800

850

GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)

Sumber : PT PLN, diolah

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017

80

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2012I I I I I I IV

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang

Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 10,58%

(yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017

maupun periode yang sama tahun lalu yang tumbuh

masing-masing 9,31% (yoy) dan 0,79% (yoy).

Pertumbuhan terjadi didorong oleh adanya peningkatan

kegiatan organisasi kemasyarakatan seiring tibanya tahun

Pilkada di Provinsi NTT.

Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2017 tumbuh meningkat sebesar 6,39% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan terjadi

lebih dikarenakan adanya pergeseran waktu realisasi konsumsi pemerintah yang lebih banyak di triwulan II 2017 sebagai

akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun, sehingga realisasi konsumsi pemerintah cenderung

dipercepat di triwulan II 2017, sementara periode-periode sebelumnya realisasi konsumsi pemerintah cenderung tinggi di

awal tahun dan sedikit melambat di triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi pemerintah masih disumbang terutama oleh

konsumsi kolektif pemerintah berupa infrastruktur dan pembangunan ekonomi, sementara konsumsi individu pemerintah

yang ditujukan untuk rumah tangga individu juga tercatat tumbuh terutama untuk jaminan sosial, kesehatan dan

pendidikan.

7

Sumber : Bank Indonesia

GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN

SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

Sumber : Bank Indonesia

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN

80

90

100

110

120

130

140

150

160

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya juga

terkonfirmasi dari pertumbuhan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. SK menunjukkan peningkatan pada seluruh indeks

dan lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan triwulan II 2016, sebagaimana ditampilkan pada Grafik 1.3. Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 132,89 pada triwulan I 2017 menjadi 135,33. Begitu pula dengan Indeks Kondisi

Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang juga meningkat dari triwulan sebelumnya dari masing-

masing 120,28 dan 145,50 menjadi 122,78 dan 147,89. Nilai yang semakin tinggi di atas indeks 100 menunjukkan bahwa

optimisme masyarakat Provinsi NTT terhadap kondisi ekonomi semakin meningkat dan secara langsung mendorong

peningkatan konsumsi masyarakat. Optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi meningkat terutama didorong oleh

membaiknya kegiatan usaha saat ini apabila dibandingkan enam bulan yang lalu, ditunjukkan oleh indeks yang

mengalami kenaikan sembilan poin dari triwulan sebelumnya. Selain itu, ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha

dan penghasilan enam bulan ke depan serta ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini juga masih menunjukkan

peningkatan indeks, sehingga dapat diartikan bahwa konsumen memandang bahwa perekonomian akan semakin baik ke

depan. Adanya penurunan indeks riil penjualan eceran lebih disebabkan oleh oleh turunnya omset penjualan bahan bakar

yang mengkonfirmasi adanya kontraksi pengeluaran transportasi, sedangkan indikator lainnya cukup terjaga.

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS pada triwulan II 2017 juga menjelaskan kondisi ekonomi konsumen

menurut pola siklikal. Searah dengan Survei Konsumen Bank Indonesia, ITK pada triwulan II 2017 juga tercatat

meningkat menjadi 107,83 dari 97,03. Konsumen menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga saat ini meningkat,

begitu pula volume/frekuensi konsumsi barang atau jasa. Hal tersebut sebagai dampak dari adanya tambahan pendapatan

dari pembayaran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri, sehingga daya beli konsumsi masyarakat pun

meningkat. Berdasarkan ITK, pengaruh inflasi juga cukup mempengaruhi kondisi ekonomi konsumen namun masih

terkendali, tercermin dari kenaikan indeks pengaruh inflasi terhadap total pengeluaran rumah tangga yang masih di

bawah lima poin. Hal tersebut sejalan dengan capaian inflasi Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 yang masih

cukup terkendali di level 2,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi tiga tahun terakhir yang sebesar 4,49%

(avg-yoy). Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan II 2017 tercatat tetap tumbuh 1,03% (yoy)

meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017. Hal tersebut ditengarai sebagai akibat adanya kenaikan tarif

listrik bagi pelanggan 900 VA yang mayoritas adalah rumah tangga, sehingga konsumen memilih mengurangi

penggunaan listrik dalam rangka penghematan. Selain itu, adanya beberapa kali pemadaman listrik pada triwulan II 2017

juga dinilai mempengaruhi melambatnya konsumsi listrik rumah tangga. Adapun penyaluran kredit konsumsi pada

triwulan II 2017 tercatat mencapai Rp14,87 triliun atau tumbuh 3,30% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.

Walaupun pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi secara tahunan sedikit melambat, namun demikian pertumbuhan

masih terjaga di atas 10% yang berarti bahwa masyarakat masih cukup mengandalkan pendanaan untuk mendukung

konsumsi dari perbankan di Provinsi NTT.

6 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sumber: BKPMD NTT, diolah

HOTEL BINTANG (13)

WISATA TIRTA (11)

KETENAGALISTRIKAN (8)

RESTORAN (8)

REAL ESTATE (6)

JUMLAH REALISASI

INVESTASI SEKTORAL

NOMINAL

KETENAGALISTRIKAN (RP 169,24 M)

PERKEBUNAN TEBU (RP 119,64 M)

HOTEL BINTANG (RP 90,18 M)

BUDIDAYA IKAN DI LAUT (RP 36,03 M)

INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN (RP 32,70 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (34)

KAB. KUPANG (9)

KAB. SUMBA TIMUR (9)

KOTA KUPANG (4)

KAB. SUMBA BARAT (4)

JUMLAH REALISASI

LOKASI INVESTASI

Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. Juni 2017

NOMINAL

KAB KUPANG (RP 169,41 M)

KAB. SUMBA TIMUR (RP 134,32 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (RP 102,16 M)

KAB. SIKKA (RP 32,70 M)

KAB. LEMBATA (RP 16,49 M)

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT

Sumber : BKPMD NTT, diolah

I I I I I I IV

232 253445

2,101

501819

391

1,444

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500 RP MILIAR

GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON YOY

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300

350

2015 2016 2017

1.007

485

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Berdasarkan tracking triwulan III 2017, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat

dibandingkan triwulan II 2017. Pertumbuhan kemungkinan masih didorong terutama oleh realisasi paket proyek

pemerintah untuk tahun ini. Pengerjaan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin serta Bendungan Raknamo dan

Rotiklot yang masih berjalan tetap akan berkontribusi terhadap investasi di Provinsi NTT triwulan III 2017, ditambah

dengan kemungkinan dimulainya Bendungan Napungete. Investasi swasta seperti perkebunan tebu di Sumba, fasilitas

kelistrikan, perumahan, perhotelan dan komunikasi diperkirakan kembali tumbuh meningkat di triwulan III 2017.

Sementara itu, PMTB/investasi non bangunan diperkirakan masih cenderung tumbuh negatif meskipun lebih baik

dibandingkan triwulan II 2017. Hal ini karena fokus investasi di Provinsi NTT saat ini masih cenderung ke investasi dalam

bentuk fisik bangunan.

1.2.3 Ekspor – Impor1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah

Sampai saat ini Provinsi NTT masih tercatat sebagai provinsi importir komoditas konsumsi maupun produksi

dari daerah lain. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II 2017

sebesar 7,34% (yoy) serta aktivitas bongkar-muat pelabuhan yang selalu didominasi aktivitas bongkar,

dengan pertumbuhan di triwulan laporan sebesar 2,20% (yoy). Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan

II 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama pada triwulan sebelumnya yang tumbuh

6,21% (yoy) dan 2,67% (yoy). Pertumbuhan net-unloading bongkar atau selisih antara bongkar dan muat masih tumbuh

positif meskipun melambat dibandingkan periode sebelumnya. Indikator volume peti kemas menunjukkan adanya

kenaikan pertumbuhan menjadi 12,08% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 maupun periode yang sama

tahun sebelumnya yang tumbuh 7,94% (yoy) dan -2,68% (yoy). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, seiring

dengan pertumbuhan ekonomi. Keterbatasan kapasitas dan kemampuan produksi di internal Provinsi NTT sampai saat ini

masih menjadi penyebab utama terus meningkatnya net impor antar daerah, yang juga menunjukkan tingkat

ketergantungan Provinsi NTT terhadap provinsi lain. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga (pangsa 76,05% dari total

9

URAIAN2015

28.518.052

7.206.932

35.724.984

7.102.013

1.406.407

8.508.420

6.481.168

2.026.258

8.507.426

8.393.027

1.750.152

10.143.179

24.089.547

6.906.516

30.996.063 Sumber: BPS (diolah)

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PMTB

2016

YOY

Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan II 2017

2017

I

2016

IVIIBobot

IIyoy

84,81

15,19

100,0

18,36

-35,29

7,32

7.918.129

1.417.992

9.336.121

II

Mencermati kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan I dan II 2017 serta

mempertimbangkan adanya faktor musiman, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan III

2017 diperkirakan masih stabil. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi meskipun tidak

setinggi triwulan II 2017 yang didorong adanya momen libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Namun demikian, pertumbuhan

komponen konsumsi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Indikasi pertumbuhan terlihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia pada bulan Juli yang masih

menunjukkan peningkatan pada seluruh indeks, yakni Indeks Ekspektasi Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Hal tersebut berarti bahwa masyarakat Provinsi NTT merasa optimistis kondisi

ekonomi akan lebih baik lagi di triwulan III 2017. Sejalan dengan Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks Tendensi

Konsumen Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2017 juga diproyeksikan meningkat, dipengaruhi oleh adanya

peningkatan pendapatan rumah tangga yang ditunjukkan dengan indeks yang meningkat menjadi 121,13 dari triwulan

sebelumnya sebesar 106,27,

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 mengalami

pertumbuhan mencapai 7,32% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang

sama tahun sebelumnya sebesar 5,89% (yoy) dan 2,29% (yoy). Peningkatan disumbang oleh PMTB/investasi

bangunan yang tumbuh sebesar 18,36% (yoy), sementara investasi non bangunan tercatat mengalami penurunan sebesar

-35,29% (yoy).

Pertumbuhan PMTB/investasi terutama dipengaruhi oleh mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah seiring selesainya

penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017, setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di

triwulan I 2017, sehingga realisasi investasi pembangunan infrastruktur meningkat. Di samping itu, saat ini juga masih

terdapat proyek-proyek multiyears yang masih berjalan walaupun di antaranya ada yang telah memasuki tahap

penyelesaian, seperti pengembangan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin, Bendungan Raknamo dan Rotiklot. Di

sisi lain, investasi swasta pun juga memberikan kontribusi melalui pembangunan ketenagalistrikan di Kabupaten Kupang

dengan nilai mencapai Rp169,24 miliar, kelanjutan investasi perkebunan tebu di Kabupaten Sumba Timur senilai

Rp119,64 miliar, pembangunan hotel bintang di beberapa daerah seperti Kabupaten Manggarai Barat, Rote Ndao dan

Sumba Barat senilai total Rp90,18 miliar serta budidaya ikan laut di Kabupaten Alor, Lembata dan Manggarai Barat senilai

Rp36,03 miliar yang menjadi penyumbang terbesar capaian investasi swasta di triwulan laporan. Selain itu terdapat pula

investasi swasta lainnya senilai Rp70,01 miliar berupa pembangunan industri pengolahan ikan, pertanian selain padi,

perdagangan, hotel dan restoran. Peningkatan pertumbuhan PMTB/investasi sendiri sejalan dengan indikator konsumsi

semen di Provinsi NTT pada triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi semen di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 tercatat

sebesar 21,62% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya.

8

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sumber: BKPMD NTT, diolah

HOTEL BINTANG (13)

WISATA TIRTA (11)

KETENAGALISTRIKAN (8)

RESTORAN (8)

REAL ESTATE (6)

JUMLAH REALISASI

INVESTASI SEKTORAL

NOMINAL

KETENAGALISTRIKAN (RP 169,24 M)

PERKEBUNAN TEBU (RP 119,64 M)

HOTEL BINTANG (RP 90,18 M)

BUDIDAYA IKAN DI LAUT (RP 36,03 M)

INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN (RP 32,70 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (34)

KAB. KUPANG (9)

KAB. SUMBA TIMUR (9)

KOTA KUPANG (4)

KAB. SUMBA BARAT (4)

JUMLAH REALISASI

LOKASI INVESTASI

Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. Juni 2017

NOMINAL

KAB KUPANG (RP 169,41 M)

KAB. SUMBA TIMUR (RP 134,32 M)

KAB. MANGGARAI BARAT (RP 102,16 M)

KAB. SIKKA (RP 32,70 M)

KAB. LEMBATA (RP 16,49 M)

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT

Sumber : BKPMD NTT, diolah

I I I I I I IV

232 253445

2,101

501819

391

1,444

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500 RP MILIAR

GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

RIBU TON YOY

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

50

100

150

200

250

300

350

2015 2016 2017

1.007

485

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Berdasarkan tracking triwulan III 2017, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat

dibandingkan triwulan II 2017. Pertumbuhan kemungkinan masih didorong terutama oleh realisasi paket proyek

pemerintah untuk tahun ini. Pengerjaan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin serta Bendungan Raknamo dan

Rotiklot yang masih berjalan tetap akan berkontribusi terhadap investasi di Provinsi NTT triwulan III 2017, ditambah

dengan kemungkinan dimulainya Bendungan Napungete. Investasi swasta seperti perkebunan tebu di Sumba, fasilitas

kelistrikan, perumahan, perhotelan dan komunikasi diperkirakan kembali tumbuh meningkat di triwulan III 2017.

Sementara itu, PMTB/investasi non bangunan diperkirakan masih cenderung tumbuh negatif meskipun lebih baik

dibandingkan triwulan II 2017. Hal ini karena fokus investasi di Provinsi NTT saat ini masih cenderung ke investasi dalam

bentuk fisik bangunan.

1.2.3 Ekspor – Impor1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah

Sampai saat ini Provinsi NTT masih tercatat sebagai provinsi importir komoditas konsumsi maupun produksi

dari daerah lain. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II 2017

sebesar 7,34% (yoy) serta aktivitas bongkar-muat pelabuhan yang selalu didominasi aktivitas bongkar,

dengan pertumbuhan di triwulan laporan sebesar 2,20% (yoy). Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan

II 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama pada triwulan sebelumnya yang tumbuh

6,21% (yoy) dan 2,67% (yoy). Pertumbuhan net-unloading bongkar atau selisih antara bongkar dan muat masih tumbuh

positif meskipun melambat dibandingkan periode sebelumnya. Indikator volume peti kemas menunjukkan adanya

kenaikan pertumbuhan menjadi 12,08% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 maupun periode yang sama

tahun sebelumnya yang tumbuh 7,94% (yoy) dan -2,68% (yoy). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, seiring

dengan pertumbuhan ekonomi. Keterbatasan kapasitas dan kemampuan produksi di internal Provinsi NTT sampai saat ini

masih menjadi penyebab utama terus meningkatnya net impor antar daerah, yang juga menunjukkan tingkat

ketergantungan Provinsi NTT terhadap provinsi lain. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga (pangsa 76,05% dari total

9

URAIAN2015

28.518.052

7.206.932

35.724.984

7.102.013

1.406.407

8.508.420

6.481.168

2.026.258

8.507.426

8.393.027

1.750.152

10.143.179

24.089.547

6.906.516

30.996.063 Sumber: BPS (diolah)

PMTB BANGUNAN

PMTB NON BANGUNAN

PMTB

2016

YOY

Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan II 2017

2017

I

2016

IVIIBobot

IIyoy

84,81

15,19

100,0

18,36

-35,29

7,32

7.918.129

1.417.992

9.336.121

II

Mencermati kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan I dan II 2017 serta

mempertimbangkan adanya faktor musiman, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan III

2017 diperkirakan masih stabil. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi meskipun tidak

setinggi triwulan II 2017 yang didorong adanya momen libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Namun demikian, pertumbuhan

komponen konsumsi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Indikasi pertumbuhan terlihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia pada bulan Juli yang masih

menunjukkan peningkatan pada seluruh indeks, yakni Indeks Ekspektasi Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Hal tersebut berarti bahwa masyarakat Provinsi NTT merasa optimistis kondisi

ekonomi akan lebih baik lagi di triwulan III 2017. Sejalan dengan Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks Tendensi

Konsumen Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2017 juga diproyeksikan meningkat, dipengaruhi oleh adanya

peningkatan pendapatan rumah tangga yang ditunjukkan dengan indeks yang meningkat menjadi 121,13 dari triwulan

sebelumnya sebesar 106,27,

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 mengalami

pertumbuhan mencapai 7,32% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang

sama tahun sebelumnya sebesar 5,89% (yoy) dan 2,29% (yoy). Peningkatan disumbang oleh PMTB/investasi

bangunan yang tumbuh sebesar 18,36% (yoy), sementara investasi non bangunan tercatat mengalami penurunan sebesar

-35,29% (yoy).

Pertumbuhan PMTB/investasi terutama dipengaruhi oleh mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah seiring selesainya

penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017, setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di

triwulan I 2017, sehingga realisasi investasi pembangunan infrastruktur meningkat. Di samping itu, saat ini juga masih

terdapat proyek-proyek multiyears yang masih berjalan walaupun di antaranya ada yang telah memasuki tahap

penyelesaian, seperti pengembangan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin, Bendungan Raknamo dan Rotiklot. Di

sisi lain, investasi swasta pun juga memberikan kontribusi melalui pembangunan ketenagalistrikan di Kabupaten Kupang

dengan nilai mencapai Rp169,24 miliar, kelanjutan investasi perkebunan tebu di Kabupaten Sumba Timur senilai

Rp119,64 miliar, pembangunan hotel bintang di beberapa daerah seperti Kabupaten Manggarai Barat, Rote Ndao dan

Sumba Barat senilai total Rp90,18 miliar serta budidaya ikan laut di Kabupaten Alor, Lembata dan Manggarai Barat senilai

Rp36,03 miliar yang menjadi penyumbang terbesar capaian investasi swasta di triwulan laporan. Selain itu terdapat pula

investasi swasta lainnya senilai Rp70,01 miliar berupa pembangunan industri pengolahan ikan, pertanian selain padi,

perdagangan, hotel dan restoran. Peningkatan pertumbuhan PMTB/investasi sendiri sejalan dengan indikator konsumsi

semen di Provinsi NTT pada triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi semen di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 tercatat

sebesar 21,62% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya.

8

1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017

URAIAN

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2015

2017

24.315.826

1.166.764

1.034.289

59.409

48.990

9.095.349

9.321.848

4.528.290

586.079

5.878.513

3.362.944

2.209.476

257.185

10.664.989

8.103.265

1.767.997

1.771.425

84.172.637

6.219.103

280.812

262.286

15.124

11.924

2.181.566

2.332.990

1.117.290

140.092

1.491.165

877.493

551.478

65.070

2.508.902

2.061.405

449.413

459.431

21.025.544

6.021.546

287.116

250.764

14.053

12.054

2.199.917

2.262.843

1.084.973

143.613

1.414.671

843.651

538.473

61.466

2.634.949

1.952.500

436.442

437.416

20.596.447

6.094.647

309.436

279.169

15.975

12.841

2.464.950

2.487.909

1.210.726

159.845

1.569.272

898.971

577.531

69.530

2.827.864

2.181.982

473.595

462.317

22.096.563

22.765.546

1.073.475

940.862

43.569

47.150

7.908.227

8.272.331

3.986.583

487.091

5.477.449

2.995.475

2.054.341

235.528

9.374.991

7.303.246

1.585.475

1.639.515

76.190.854

2016

YOY

I

2016

IVIIBobot qtq

IIyoy

29,28

1,29

1,25

0,07

0,06

10,58

10,93

5,26

0,68

6,78

4,13

2,58

0,30

13,03

9,53

2,11

2,14

100,00

4,80

3,21

5,22

3,80

4,73

7,63

4,24

3,55

8,49

2,47

3,57

3,73

2,81

6,85

2,79

4,25

3,87

4,72

5,06

0,81

7,42

-1,10

1,89

5,08

4,72

5,05

4,27

6,96

4,21

5,40

4,41

2,24

7,44

6,19

6,28

5,01

6.515.129

286.684

277.307

15.804

12.493

2.354.327

2.431.881

1.170.722

152.029

1.508.427

919.325

573.502

66.967

2.898.273

2.120.425

470.084

475.218

22.248.597

II

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Berdasarkan sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 terutama didorong oleh sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan, sedangkan sektor administrasi pemerintah, konstruksi dan perdagangan besar dan

eceran masih bertumbuh namun cenderung melambat dibanding tahun sebelumnya. Sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar 5,06% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017

namun masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan masih ditopang

oleh adanya panen padi di bulan April dan Mei seiring dengan baiknya cuaca di akhir La Nina dan adanya pengiriman

ternak seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Adanya panen raya jagung pada bulan April 2017 di Kabupaten Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Malaka, Timor Tengah

Selatan, Flores Timur, Alor dan daerah lainnya di Provinsi NTT turut menjadi faktor pendorong pertumbuhan. Sektor

administrasi pemerintahan pada triwulan II 2017 tumbuh meningkat menjadi 2,24% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017

sebesar -0,57% (yoy) didorong oleh realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS pada bulan Juni 2017. Namun demikian

pertumbuhan tahunan tersebut melambat dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat

perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017. Sementara itu, sektor konstruksi tercatat tumbuh sebesar

5,08% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017 dan melambat dibandingkan triwulan II 2016. Walaupun

investasi bangunan mengalami kenaikan signifikan, namun kenaikan investasi tersebut tidak secara signifikan

meningkatkan nilai tambah konstruksi dikarenakan pemenuhan kebutuhan konstruksi yang sebagian besar diperoleh dari

luar NTT. Adanya perubahan nomenklatur di tubuh Pemda pada awal tahun juga sedikit menghambat realisasi proyek-

proyek pembangunan Pemda di semester 1 2017. Selain itu beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang sedang

berjalan saat ini telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Pos Lintas Batas Negara Winni dan Motamasin serta

Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang. Sementara itu, proyek nasional lain yang masuk dalam perencanaan tahun ini

belum memasuki tahap konstruksi. Di sisi lain, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor

tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya

yang sama-sama tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Secara umum perlambatan dipengaruhi oleh telah tingginya pertumbuhan

sektor tersebut pada triwulan I 2017 didorong oleh adanya momen tahun baru, Pilkada dan masa panen yang lebih

panjang.

11

GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

-7-5-3-113579

1113 JUTA USD

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 JUTA USD

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)

TONTEUS

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

1800%

-100.000

-50.000

0

50.000

100.000

150.000

PDRB) yang selalu sejalan/diikuti oleh pertumbuhan net impor antar daerah juga menjelaskan bahwa Provinsi NTT masih

bergantung dengan daerah lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi. Kondisi ini menyebabkan adanya

kebutuhan investasi terkait peningkatan produksi pangan dan kebutuhan rumah tangga di Provinsi NTT.

Pada triwulan III 2017 net impor diperkirakan akan meningkat. Peningkatan diperkirakan terjadi seiring dengan

adanya peningkatan PMTB/investasi di Provinsi NTT terutama percepatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah

sehingga membutuhkan banyak bahan baku yang perlu didatangkan dari daerah lain di Indonesia.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri

Ekspor luar negeri NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2017 maupun

periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor secara tahunan mencapai 21,45% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,89% (yoy) dan -12,23% (yoy).

Menurut data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan II 2017 mengalami net impor sebesar US$1,85 juta. Impor

terbesar berasal dari Eropa yakni negara Perancis senilai US$9,50 juta berupa pesawat udara oleh salah satu maskapai di

Provinsi NTT. Hal tersebut terkait dengan rencana penambahan rute penerbangan di Provinsi NTT. Di sisi lain, ekspor

Provinsi NTT pada periode triwulan II 2017 mencapai US$7,66 juta dengan negara tujuan utama yaitu Timor Leste

(US$4,48 juta), Jepang (US$1,88 juta), RRC (US$53,94 ribu), Australia (US$39,72 ribu) dan Amerika Serikat (US$37,29

ribu). Ekspor terbesar Provinsi NTT berupa semen senilai US$1,12 juta dan kendaraan bermotor roda empat dan lebih

senilai US$632,79 ribu yang keduanya ditujukan ke Timor Leste. Sementara itu, ekspor terbesar ke Jepang berupa

komoditas pertanian yakni ikan laut senilai US$774,46 ribu dan mutiara senilai US$484,85 ribu. Peningkatan ekspor

Provinsi NTT dibandingkan periode sebelumnya terutama didorong oleh meningkatnya permintaan dari Timor Leste seiring

usainya masa rekonsiliasi politik dan ekonomi pasca Pemilu di negara tersebut.

10 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017

URAIAN

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2015

2017

24.315.826

1.166.764

1.034.289

59.409

48.990

9.095.349

9.321.848

4.528.290

586.079

5.878.513

3.362.944

2.209.476

257.185

10.664.989

8.103.265

1.767.997

1.771.425

84.172.637

6.219.103

280.812

262.286

15.124

11.924

2.181.566

2.332.990

1.117.290

140.092

1.491.165

877.493

551.478

65.070

2.508.902

2.061.405

449.413

459.431

21.025.544

6.021.546

287.116

250.764

14.053

12.054

2.199.917

2.262.843

1.084.973

143.613

1.414.671

843.651

538.473

61.466

2.634.949

1.952.500

436.442

437.416

20.596.447

6.094.647

309.436

279.169

15.975

12.841

2.464.950

2.487.909

1.210.726

159.845

1.569.272

898.971

577.531

69.530

2.827.864

2.181.982

473.595

462.317

22.096.563

22.765.546

1.073.475

940.862

43.569

47.150

7.908.227

8.272.331

3.986.583

487.091

5.477.449

2.995.475

2.054.341

235.528

9.374.991

7.303.246

1.585.475

1.639.515

76.190.854

2016

YOY

I

2016

IVIIBobot qtq

IIyoy

29,28

1,29

1,25

0,07

0,06

10,58

10,93

5,26

0,68

6,78

4,13

2,58

0,30

13,03

9,53

2,11

2,14

100,00

4,80

3,21

5,22

3,80

4,73

7,63

4,24

3,55

8,49

2,47

3,57

3,73

2,81

6,85

2,79

4,25

3,87

4,72

5,06

0,81

7,42

-1,10

1,89

5,08

4,72

5,05

4,27

6,96

4,21

5,40

4,41

2,24

7,44

6,19

6,28

5,01

6.515.129

286.684

277.307

15.804

12.493

2.354.327

2.431.881

1.170.722

152.029

1.508.427

919.325

573.502

66.967

2.898.273

2.120.425

470.084

475.218

22.248.597

II

1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL

Berdasarkan sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 terutama didorong oleh sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan, sedangkan sektor administrasi pemerintah, konstruksi dan perdagangan besar dan

eceran masih bertumbuh namun cenderung melambat dibanding tahun sebelumnya. Sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar 5,06% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017

namun masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan masih ditopang

oleh adanya panen padi di bulan April dan Mei seiring dengan baiknya cuaca di akhir La Nina dan adanya pengiriman

ternak seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Adanya panen raya jagung pada bulan April 2017 di Kabupaten Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Malaka, Timor Tengah

Selatan, Flores Timur, Alor dan daerah lainnya di Provinsi NTT turut menjadi faktor pendorong pertumbuhan. Sektor

administrasi pemerintahan pada triwulan II 2017 tumbuh meningkat menjadi 2,24% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017

sebesar -0,57% (yoy) didorong oleh realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS pada bulan Juni 2017. Namun demikian

pertumbuhan tahunan tersebut melambat dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat

perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017. Sementara itu, sektor konstruksi tercatat tumbuh sebesar

5,08% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017 dan melambat dibandingkan triwulan II 2016. Walaupun

investasi bangunan mengalami kenaikan signifikan, namun kenaikan investasi tersebut tidak secara signifikan

meningkatkan nilai tambah konstruksi dikarenakan pemenuhan kebutuhan konstruksi yang sebagian besar diperoleh dari

luar NTT. Adanya perubahan nomenklatur di tubuh Pemda pada awal tahun juga sedikit menghambat realisasi proyek-

proyek pembangunan Pemda di semester 1 2017. Selain itu beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang sedang

berjalan saat ini telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Pos Lintas Batas Negara Winni dan Motamasin serta

Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang. Sementara itu, proyek nasional lain yang masuk dalam perencanaan tahun ini

belum memasuki tahap konstruksi. Di sisi lain, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor

tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya

yang sama-sama tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Secara umum perlambatan dipengaruhi oleh telah tingginya pertumbuhan

sektor tersebut pada triwulan I 2017 didorong oleh adanya momen tahun baru, Pilkada dan masa panen yang lebih

panjang.

11

GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Cognos BI, diolah

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

-7-5-3-113579

1113 JUTA USD

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 JUTA USD

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)

TONTEUS

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

1800%

-100.000

-50.000

0

50.000

100.000

150.000

PDRB) yang selalu sejalan/diikuti oleh pertumbuhan net impor antar daerah juga menjelaskan bahwa Provinsi NTT masih

bergantung dengan daerah lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi. Kondisi ini menyebabkan adanya

kebutuhan investasi terkait peningkatan produksi pangan dan kebutuhan rumah tangga di Provinsi NTT.

Pada triwulan III 2017 net impor diperkirakan akan meningkat. Peningkatan diperkirakan terjadi seiring dengan

adanya peningkatan PMTB/investasi di Provinsi NTT terutama percepatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah

sehingga membutuhkan banyak bahan baku yang perlu didatangkan dari daerah lain di Indonesia.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri

Ekspor luar negeri NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2017 maupun

periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor secara tahunan mencapai 21,45% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,89% (yoy) dan -12,23% (yoy).

Menurut data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan II 2017 mengalami net impor sebesar US$1,85 juta. Impor

terbesar berasal dari Eropa yakni negara Perancis senilai US$9,50 juta berupa pesawat udara oleh salah satu maskapai di

Provinsi NTT. Hal tersebut terkait dengan rencana penambahan rute penerbangan di Provinsi NTT. Di sisi lain, ekspor

Provinsi NTT pada periode triwulan II 2017 mencapai US$7,66 juta dengan negara tujuan utama yaitu Timor Leste

(US$4,48 juta), Jepang (US$1,88 juta), RRC (US$53,94 ribu), Australia (US$39,72 ribu) dan Amerika Serikat (US$37,29

ribu). Ekspor terbesar Provinsi NTT berupa semen senilai US$1,12 juta dan kendaraan bermotor roda empat dan lebih

senilai US$632,79 ribu yang keduanya ditujukan ke Timor Leste. Sementara itu, ekspor terbesar ke Jepang berupa

komoditas pertanian yakni ikan laut senilai US$774,46 ribu dan mutiara senilai US$484,85 ribu. Peningkatan ekspor

Provinsi NTT dibandingkan periode sebelumnya terutama didorong oleh meningkatnya permintaan dari Timor Leste seiring

usainya masa rekonsiliasi politik dan ekonomi pasca Pemilu di negara tersebut.

10 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

13

GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah

SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN II 2017

Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

TW II-2016 TW II-2017

*RP TRILIUN

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

5,43

1,95

0,84 0,71

5,13

2,07

0,841,20

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

-5.37%

-0.09%68.71%6.26%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I I I I

Pada triwulan III 2017, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan melambat. Kondisi tersebut searah dengan

indikator SKDU sektor pertanian pada triwulan III 2017 yang menunjukkan penurunan seiring dengan penurunan tenaga

kerja di sektor tersebut dan harga jual yang meningkat seiring berkurangnya pasokan hasil produksi pertanian seperti padi,

bumbu-bumbuan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu, masih adanya potensi gelombang tinggi yang dipengaruhi

angin kencang dari Australia memungkinkan masih terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan nelayan. BMKG pun masih

menghimbau agar nelayan terus waspada dengan perubahan kecepatan angin yang terus terjadi.

Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib secara tahunan pada triwulan II 2017

mulai tumbuh meningkat menjadi 2,24% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 sebesar -0,57% (yoy), namun

masih melambat dibanding tahun sebelumnya seiring perbaikan paska perubahan nomenklatur. Pertumbuhan

didorong terutama oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS pada bulan Juni 2017. Selain itu, pengurusan realisasi

belanja modal yang mulai banyak berjalan seiring mulainya proyek-proyek pembangunan pemerintah pada triwulan II

2017 turut menjadi pendorong pertumbuhan sektor ini. Namun demikian, pertumbuhan tahunan tersebut melambat

dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal

tahun 2017 yang membutuhkan rekonsiliasi pemerintahan termasuk anggaran.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Sementara itu, simpanan pemerintah di perbankan tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Pertumbuhan juga tercatat negatif yang mengindikasikan adanya peningkatan realisasi anggaran

pemerintah untuk belanja, sebagaimana tampak pada peningkatan realisasi belanja barang dan jasa serta bantuan

keuangan pemerintah pada triwulan II 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

28,93% (yoy). Sementara itu, SKDU pertanian menunjukkan peningkatan dari sisi kegiatan usaha, sejalan dengan

peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP). Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan perekonomian pada sektor pertanian.

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)

MILYAR RP

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

350

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

IT NTP-AXIS KANANIB

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

95

100

105

110

115

120

125

130

GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK

Sumber : Dinas Peternakan, diolah

-

0

5

10

15

20

25

30

35 RIBU EKOR

SAPI GROWTHKERBAU KUDA

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2015I I I I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

(60,00)

(40,00)

(20,00)

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan secara tahunan sedikit melambat dibandingkan

triwulan I 2017, namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan

mencapai 5,06% (yoy), sementara triwulan I 2017 dan triwulan II 2016 tumbuh sebesar 5,64% (yoy) dan 1,11% (yoy).

Faktor penopang utama pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan adalah pengiriman ternak yang

meningkat dibandingkan triwulan I 2017 seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi untuk keperluan konsumsi

selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Puncak panen raya jagung yang jatuh pada bulan April 2017 di Kabupaten

Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Malaka, Timor Tengah Selatan, Flores Timur, Alor dan daerah lainnya di Provinsi NTT

juga turut mendorong pertumbuhan di sektor ini. Hal tersebut tercermin dalam Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II

2017 yang menunjukkan peningkatan menjadi 101,11 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,02. Kenaikan NTP

terutama terjadi pada komoditas palawija (di dalamnya termasuk jagung) sebesar 1,65% pada Juni 2017. Adanya panen

sayur-sayuran dan buah-buahan pada Mei 2017 juga turut berkontribusi pada pertumbuhan sektor pertanian,

ditunjukkan dengan peningkatan indeks diterima NTP pada subsektor sayur-sayuran dan buah-buahan sebesar 2,14%

dan 2,38% pada Mei 2017, tanaman padi masih terjadi panen di beberapa wilayah di NTT seiring dengan masih

berjalannya musim panen. Komoditas perikanan juga mengalami peningkatan terutama di daerah Flores seiring mulai

membaiknya cuaca, walaupun masih dibayangi oleh adanya ancaman angin kencang. BMKG menyatakan bahwa

gelombang baru berangsur menurun pada pertengahan Juni berdasarkan pantauan terhadap turunnya tekanan udara di

Australia. Namun demikian, sampai dengan akhir periode triwulan II 2017 BMKG masih menghimbau agar nelayan tetap

waspada dengan perubahan kecepatan angin yang masih dapat terjadi.

Berdasarkan data penyaluran kredit sektor pertanian dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank

Indonesia, pertumbuhan masih tercatat stabil. Kredit pertanian pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 22,51% (yoy)

menjadi Rp308,28 miliar, walaupun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar

12 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

13

GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah

SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN II 2017

Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT

TW II-2016 TW II-2017

*RP TRILIUN

BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN

5,43

1,95

0,84 0,71

5,13

2,07

0,841,20

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

-5.37%

-0.09%68.71%6.26%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I I I I

Pada triwulan III 2017, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan melambat. Kondisi tersebut searah dengan

indikator SKDU sektor pertanian pada triwulan III 2017 yang menunjukkan penurunan seiring dengan penurunan tenaga

kerja di sektor tersebut dan harga jual yang meningkat seiring berkurangnya pasokan hasil produksi pertanian seperti padi,

bumbu-bumbuan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu, masih adanya potensi gelombang tinggi yang dipengaruhi

angin kencang dari Australia memungkinkan masih terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan nelayan. BMKG pun masih

menghimbau agar nelayan terus waspada dengan perubahan kecepatan angin yang terus terjadi.

Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib secara tahunan pada triwulan II 2017

mulai tumbuh meningkat menjadi 2,24% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 sebesar -0,57% (yoy), namun

masih melambat dibanding tahun sebelumnya seiring perbaikan paska perubahan nomenklatur. Pertumbuhan

didorong terutama oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS pada bulan Juni 2017. Selain itu, pengurusan realisasi

belanja modal yang mulai banyak berjalan seiring mulainya proyek-proyek pembangunan pemerintah pada triwulan II

2017 turut menjadi pendorong pertumbuhan sektor ini. Namun demikian, pertumbuhan tahunan tersebut melambat

dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal

tahun 2017 yang membutuhkan rekonsiliasi pemerintahan termasuk anggaran.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Sementara itu, simpanan pemerintah di perbankan tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Pertumbuhan juga tercatat negatif yang mengindikasikan adanya peningkatan realisasi anggaran

pemerintah untuk belanja, sebagaimana tampak pada peningkatan realisasi belanja barang dan jasa serta bantuan

keuangan pemerintah pada triwulan II 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

28,93% (yoy). Sementara itu, SKDU pertanian menunjukkan peningkatan dari sisi kegiatan usaha, sejalan dengan

peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP). Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan perekonomian pada sektor pertanian.

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)

MILYAR RP

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

0

50

100

150

200

250

300

350

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

IT NTP-AXIS KANANIB

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

95

100

105

110

115

120

125

130

GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK

Sumber : Dinas Peternakan, diolah

-

0

5

10

15

20

25

30

35 RIBU EKOR

SAPI GROWTHKERBAU KUDA

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2015I I I I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

(60,00)

(40,00)

(20,00)

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan secara tahunan sedikit melambat dibandingkan

triwulan I 2017, namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan

mencapai 5,06% (yoy), sementara triwulan I 2017 dan triwulan II 2016 tumbuh sebesar 5,64% (yoy) dan 1,11% (yoy).

Faktor penopang utama pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan adalah pengiriman ternak yang

meningkat dibandingkan triwulan I 2017 seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi untuk keperluan konsumsi

selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Puncak panen raya jagung yang jatuh pada bulan April 2017 di Kabupaten

Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Malaka, Timor Tengah Selatan, Flores Timur, Alor dan daerah lainnya di Provinsi NTT

juga turut mendorong pertumbuhan di sektor ini. Hal tersebut tercermin dalam Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II

2017 yang menunjukkan peningkatan menjadi 101,11 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,02. Kenaikan NTP

terutama terjadi pada komoditas palawija (di dalamnya termasuk jagung) sebesar 1,65% pada Juni 2017. Adanya panen

sayur-sayuran dan buah-buahan pada Mei 2017 juga turut berkontribusi pada pertumbuhan sektor pertanian,

ditunjukkan dengan peningkatan indeks diterima NTP pada subsektor sayur-sayuran dan buah-buahan sebesar 2,14%

dan 2,38% pada Mei 2017, tanaman padi masih terjadi panen di beberapa wilayah di NTT seiring dengan masih

berjalannya musim panen. Komoditas perikanan juga mengalami peningkatan terutama di daerah Flores seiring mulai

membaiknya cuaca, walaupun masih dibayangi oleh adanya ancaman angin kencang. BMKG menyatakan bahwa

gelombang baru berangsur menurun pada pertengahan Juni berdasarkan pantauan terhadap turunnya tekanan udara di

Australia. Namun demikian, sampai dengan akhir periode triwulan II 2017 BMKG masih menghimbau agar nelayan tetap

waspada dengan perubahan kecepatan angin yang masih dapat terjadi.

Berdasarkan data penyaluran kredit sektor pertanian dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank

Indonesia, pertumbuhan masih tercatat stabil. Kredit pertanian pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 22,51% (yoy)

menjadi Rp308,28 miliar, walaupun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar

12 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I I I I*

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya

Sektor konstruksi tumbuh sebesar 5,08% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,09% (yoy) dan 7,32% (yoy). Perlambatan terutama lebih

disebabkan oleh penciptaan nilai tambah sektor konstruksi yang relatif minim terutama disebabkan oleh pemenuhan

bahan baku dan tenaga kerja yang sebagian besar dipenuhi dari luar NTT. Adapun proyek strategis yang ada tetap berjalan

dengan baik seperti Pos Lintas Batas Negara Wini dan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang yang telah memasuki

tahap penyelesaian, sementara proyek strategis nasional lain belum dimulai. Bendungan Raknamo saat ini mencatatkan

progress sebesar 93,50% dan diperkirakan akan selesai Desember 2017. Potensi pelambatan pertumbuhan selain berasal

dari proyek nasional lain yang masuk dalam perencanaan tahun ini yang belum memasuki tahap konstruksi, juga

disebabkan oleh anggaran belanja modal pemerintah daerah yang mengalami penurunan dikarenakan harus

mengalokasikan anggaran untuk kepentingan pilkada tahun 2018.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh 4,27% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,38% (yoy).

Pertumbuhan tak setinggi triwulan I 2017 lebih disebabkan oleh usainya masa Pilkada sehingga kebutuhan untuk

akomodasi berkurang. Adanya masa libur panjang Hari Raya Idul Fitri di triwulan II 2017 juga tak cukup mendorong

pertumbuhan sektor ini disebabkan oleh mayoritas penduduk Provinsi NTT yang tidak ikut merayakan, sehingga budaya

mudik dan berlibur pada masa libur tersebut tidak cukup terasa dan kebutuhan terhadap akomodasi dan makan minum

tidak naik signifikan. Belum tibanya masa puncak kunjungan wisatawan ke Provinsi NTT, yang biasanya baru akan terjadi di

triwulan III 2017 juga turut mempengaruhi perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, pertumbuhan juga lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun lalu ditengarai sebagai dampak dari mundurnya pelaksanaan event Tour de Flores

dimana tahun ini baru dilaksanakan pada bulan Juli, sementara tahun lalu terlaksana pada bulan Juni 2016. Perlambatan

juga terkonfirmasi dari data perkembangan tamu hotel dan penumpang bandara pada triwulan II 2017 yang tumbuh

negatif sebesar -2,26% (yoy) dan -16,24% (yoy), yang menunjukkan jumlah kunjungan wisata lebih sedikit dibandingkan

triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya.

15

indikator SKDU Bank Indonesia triwulan III 2017 yang menunjukkan peningkatan sektor perdagangan pada sisi kegiatan

usaha, harga jual dan tenaga kerja.

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%TRILIUN7.0

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IVIV

20

13 I

2017 I I

Pada triwulan III 2017, pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan meningkat. Faktor

pendorong peningkatan pertumbuhan di antaranya adalah adanya percepatan realisasi anggaran belanja pegawai dan

hibah seiring pencairan gaji ke-13 PNS pada bulan Juli 2017, berjalannya proyek-proyek pembangunan pemerintah dan

penyelenggaraan event nasional dan internasional di NTT seperti Parade 1001 Kuda Sandlewood, Festival Tenun dan Tour

de Flores 2017.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan II 2017

tercatat sebesar 4,72% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun

sebelumnya yang sama-sama tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Secara umum, perlambatan terjadi lebih dikarenakan

telah tingginya aktivitas ekonomi sektor tersebut pada triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya momen Tahun Baru

2017, Pilkada dan masa panen yang lebih panjang. Pertumbuhan tetap terjadi terutama ditopang oleh adanya kegiatan-

kegiatan di Provinsi NTT terutama terkait keagamaan sehubungan Hari Raya Paskah serta tibanya bulan Ramadhan dan

Hari Raya Idul Fitri. Adanya pencairan gaji ke-14 menjadi pendorong meningkatnya konsumsi masyarakat yang pada

akhirnya meningkatkan perdagangan. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan PDRB sisi pengeluaran konsumsi

makanan dan minuman serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang meningkat pada triwulan II 2017

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya.

Perlambatan juga tercermin dari indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia dan

pertumbuhan penyaluran kredit sektor perdagangan. Indikator SKDU berupa kegiatan usaha masih menunjukkan

angka negatif meskipun sedikit menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kecenderungan perbaikan kegiatan usaha di triwulan II 2017 didukung oleh optimisme konsumen yang menunjukkan

peningkatan. Di sisi lain, perlambatan sektor perdagangan tercermin pula dari melambatnya penyaluran kredit perbankan

ke sektor perdagangan. Pada triwulan II 2017 penyaluran kredit sektor perdagangan tercatat sebesar Rp6,18 triliun atau

tumbuh 10,82% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II 2016 sebesar 14,59% (yoy) dan

17,99% (yoy).

Pada triwulan III 2017, sektor perdagangan diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I 2017. Adanya

persiapan memasuki tahun ajaran baru sekolah pada Juli 2017, event nasional dan internasional di Provinsi NTT seperti

Parade 1001 Kuda Sandlewood dan Festival Tenun di Sumba serta Tour de Flores diperkirakan berkontribusi meningkatkan

sektor perdagangan. Di samping itu, puncak kunjungan wisata musim panas ke Provinsi NTT yang terjadi di triwulan III

2017 diperkirakan juga akan mendorong pertumbuhan. Kemungkinan peningkatan pertumbuhan juga tercermin dari

14 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I I I I*

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya

Sektor konstruksi tumbuh sebesar 5,08% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,09% (yoy) dan 7,32% (yoy). Perlambatan terutama lebih

disebabkan oleh penciptaan nilai tambah sektor konstruksi yang relatif minim terutama disebabkan oleh pemenuhan

bahan baku dan tenaga kerja yang sebagian besar dipenuhi dari luar NTT. Adapun proyek strategis yang ada tetap berjalan

dengan baik seperti Pos Lintas Batas Negara Wini dan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang yang telah memasuki

tahap penyelesaian, sementara proyek strategis nasional lain belum dimulai. Bendungan Raknamo saat ini mencatatkan

progress sebesar 93,50% dan diperkirakan akan selesai Desember 2017. Potensi pelambatan pertumbuhan selain berasal

dari proyek nasional lain yang masuk dalam perencanaan tahun ini yang belum memasuki tahap konstruksi, juga

disebabkan oleh anggaran belanja modal pemerintah daerah yang mengalami penurunan dikarenakan harus

mengalokasikan anggaran untuk kepentingan pilkada tahun 2018.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh 4,27% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,38% (yoy).

Pertumbuhan tak setinggi triwulan I 2017 lebih disebabkan oleh usainya masa Pilkada sehingga kebutuhan untuk

akomodasi berkurang. Adanya masa libur panjang Hari Raya Idul Fitri di triwulan II 2017 juga tak cukup mendorong

pertumbuhan sektor ini disebabkan oleh mayoritas penduduk Provinsi NTT yang tidak ikut merayakan, sehingga budaya

mudik dan berlibur pada masa libur tersebut tidak cukup terasa dan kebutuhan terhadap akomodasi dan makan minum

tidak naik signifikan. Belum tibanya masa puncak kunjungan wisatawan ke Provinsi NTT, yang biasanya baru akan terjadi di

triwulan III 2017 juga turut mempengaruhi perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, pertumbuhan juga lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun lalu ditengarai sebagai dampak dari mundurnya pelaksanaan event Tour de Flores

dimana tahun ini baru dilaksanakan pada bulan Juli, sementara tahun lalu terlaksana pada bulan Juni 2016. Perlambatan

juga terkonfirmasi dari data perkembangan tamu hotel dan penumpang bandara pada triwulan II 2017 yang tumbuh

negatif sebesar -2,26% (yoy) dan -16,24% (yoy), yang menunjukkan jumlah kunjungan wisata lebih sedikit dibandingkan

triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya.

15

indikator SKDU Bank Indonesia triwulan III 2017 yang menunjukkan peningkatan sektor perdagangan pada sisi kegiatan

usaha, harga jual dan tenaga kerja.

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%TRILIUN7.0

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IVIV

20

13 I

2017 I I

Pada triwulan III 2017, pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan meningkat. Faktor

pendorong peningkatan pertumbuhan di antaranya adalah adanya percepatan realisasi anggaran belanja pegawai dan

hibah seiring pencairan gaji ke-13 PNS pada bulan Juli 2017, berjalannya proyek-proyek pembangunan pemerintah dan

penyelenggaraan event nasional dan internasional di NTT seperti Parade 1001 Kuda Sandlewood, Festival Tenun dan Tour

de Flores 2017.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan II 2017

tercatat sebesar 4,72% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun

sebelumnya yang sama-sama tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Secara umum, perlambatan terjadi lebih dikarenakan

telah tingginya aktivitas ekonomi sektor tersebut pada triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya momen Tahun Baru

2017, Pilkada dan masa panen yang lebih panjang. Pertumbuhan tetap terjadi terutama ditopang oleh adanya kegiatan-

kegiatan di Provinsi NTT terutama terkait keagamaan sehubungan Hari Raya Paskah serta tibanya bulan Ramadhan dan

Hari Raya Idul Fitri. Adanya pencairan gaji ke-14 menjadi pendorong meningkatnya konsumsi masyarakat yang pada

akhirnya meningkatkan perdagangan. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan PDRB sisi pengeluaran konsumsi

makanan dan minuman serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang meningkat pada triwulan II 2017

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya.

Perlambatan juga tercermin dari indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia dan

pertumbuhan penyaluran kredit sektor perdagangan. Indikator SKDU berupa kegiatan usaha masih menunjukkan

angka negatif meskipun sedikit menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kecenderungan perbaikan kegiatan usaha di triwulan II 2017 didukung oleh optimisme konsumen yang menunjukkan

peningkatan. Di sisi lain, perlambatan sektor perdagangan tercermin pula dari melambatnya penyaluran kredit perbankan

ke sektor perdagangan. Pada triwulan II 2017 penyaluran kredit sektor perdagangan tercatat sebesar Rp6,18 triliun atau

tumbuh 10,82% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II 2016 sebesar 14,59% (yoy) dan

17,99% (yoy).

Pada triwulan III 2017, sektor perdagangan diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I 2017. Adanya

persiapan memasuki tahun ajaran baru sekolah pada Juli 2017, event nasional dan internasional di Provinsi NTT seperti

Parade 1001 Kuda Sandlewood dan Festival Tenun di Sumba serta Tour de Flores diperkirakan berkontribusi meningkatkan

sektor perdagangan. Di samping itu, puncak kunjungan wisata musim panas ke Provinsi NTT yang terjadi di triwulan III

2017 diperkirakan juga akan mendorong pertumbuhan. Kemungkinan peningkatan pertumbuhan juga tercermin dari

14 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sektor industri pengolahan tumbuh 7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 maupun

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,90% (yoy) dan 7,00% (yoy). Peningkatan diduga lebih disebabkan

oleh tingginya permintaan industri pengolahan seperti industri perikanan yang produksinya membaik seiring dengan

membaiknya cuaca dibanding triwulan I 2017 ataupun disebabkan oleh tingginya permintaan semen seiring peningkatan

ekspor semen ke negara Timor Leste. Namun demikian, porsi sektor industri pengolahan di Provinsi NTT sendiri belum

banyak berkontribusi terhadap total perekonomian, baru sebesar 1,25% dari total PDRB Provinsi NTT. Hal tersebut juga

menjelaskan mengapa Provinsi NTT sampai saat ini masih sangat bergantung dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi di dalam daerah, termasuk juga mencerminkan posisi daya saing daerah terhadap daerah lain di Indonesia.

Diperlukan upaya besar dan berkesinambungan dari pemerintah untuk terus mendorong pengembangan industri

pengolahan melalui model industri pengolahan yang memberdayakan masyarakat lokal dengan tetap menjaga kelestarian

lingkungan alam Provinsi NTT sebagaimana pembuatan program kampung tematik untuk pengolahan komoditas oleh

pemerintah provinsi. Pembentukan industri pengolahan, selain penting untuk memenuhi kebutuhan internal daerah dan

mengurangi ketergantungan dari daerah lain juga dapat meningkatkan daya saing daerah terhadap daerah lain di

Indonesia. Hasil Focus Group Discussion yang pernah dilakukan antara Bank Indonesia dengan Satuan Kerja Pemerintah

Daerah mengenai sumber diversifikasi pertumbuhan ekonomi daerah, disimpulkan bahwa sektor agroindustri terutama

agroindustri lahan kering dapat menjadi salah satu industri utama yang dapat didorong mengingat ketersediaan lahan

yang masih begitu besar dan karakter cuaca yang sangat menunjang untuk tanaman lahan kering. Beberapa investasi yang

sudah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan rumput laut sekiranya dapat terus

didukung dan dikembangkan agar industrialisasi pertanian di NTT dapat berjalan. Beberapa inisiatif yang telah dilakukan

oleh Pemda seperti:

a.

b.

c.

pengembangan klaster rumput laut di lima lokasi yakni Kabupaten Kupang, Sumba Timur, Sabu Raijua,

Lembata dan Sikka

pembangunan pabrik pengolahan rumput laut menjadi chips di Kabupaten Sumba Timur dan Kupang

pengembangan produksi garam di TTU seluas 5.500 ha dengan mekanisasi dari PT Garam bekerja sama

dengan PT Tamaris

perlu terus didukung dan didorong dalam rangka memunculkan komoditas unggulan di Provinsi NTT menuju

industrialisasi komoditas tersebut untuk memenuhi kebutuhan internal dan nasional. Selain itu rencana groundbreaking

pembangunan pabrik gula di Sumba Timur pada triwulan III 2017 juga perlu terus didukung oleh semua pihak di Provinsi

NTT mengingat potensi produksi yang besar saat berproduksi, diperkirakan sekitar 10% dari total impor gula nasional.

Sektor informasi dan komunikasi mencatatkan pertumbuhan 6,96% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan

triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,72% (yoy) dan 6,10% (yoy).

Peningkatan pertumbuhan terutama didorong oleh peningkatan konsumsi data seiring dengan adanya promo

penggunaan internet 4G maupun peningkatan kebutuhan selama momen libur sekolah dan hari raya.

17

GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

NTB % (YOY)

NTB (RP MILIAR)

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

700 % (YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

TAMU HOTEL PERT (%YOY)

RIBU ORANG

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70

GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

PENUMPANG PERT (%YOY)

RIBU ORANG

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

-16,24%-2,26%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh melambat sebesar 4,21% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017

maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,80% (yoy) dan 16,29% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan kegiatan jasa keuangan dan asuransi ditunjukkan oleh indikator Nilai Tambah Bank (NTB) bank umum yang

tumbuh melambat 8,84% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar

14,48% (yoy) dan 29,11% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan pendapatan

Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) yang menunjukkan nilai dari servis yang diberikan institusi

keuangan seperti bank, dinilai dari pendapatan bank dari margin suku bunga. FISIM tumbuh sebesar 8,94% (yoy) menjadi

Rp632,42 miliar, melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu,

pendapatan provisi/komisi dan pendapatan sekunder bank umum di Provinsi NTT menunjukkan pertumbuhan negatif

sebesar -14,65% (yoy) dan -38,57% (yoy) menjadi Rp50,14 miliar dan Rp6,94 miliar.

Sektor transportasi dan pergudangan tercatat tumbuh 5,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017

sebesar 4,61% (yoy) namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,58%

(yoy). Pertumbuhan didorong oleh aktivitas mudik dan berlibur dalam rangka momen Hari Raya Idul Fitri meskipun tidak

sebesar tahun sebelumnya seiring adanya even nasional seperti rapat koordinasi nasional ataupun penyelenggaraan Tour

De Flores yang dilakukan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Sektor real estate mencatatkan pertumbuhan 5,40% (yoy) pada triwulan II 2017 atau meningkat dibandingkan

triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,06% (yoy) dan 2,94% (yoy).

Pertumbuhan sektor real estate terutama didorong oleh masih berlangsungnya investasi pembangunan perumahan di

triwulan II 2017 yang senilai 364,05 miliar di empat kabupaten/kota yakni Kab. Manggarai Barat, Kota Kupang, Kab. Timor

Tengah Selatan dan Kab. Kupang didukung oleh upaya REI Provinsi NTT untuk menyukseskan target 3.000 unit rumah

bersubsidi di tahun 2017.

16 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sektor industri pengolahan tumbuh 7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 maupun

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,90% (yoy) dan 7,00% (yoy). Peningkatan diduga lebih disebabkan

oleh tingginya permintaan industri pengolahan seperti industri perikanan yang produksinya membaik seiring dengan

membaiknya cuaca dibanding triwulan I 2017 ataupun disebabkan oleh tingginya permintaan semen seiring peningkatan

ekspor semen ke negara Timor Leste. Namun demikian, porsi sektor industri pengolahan di Provinsi NTT sendiri belum

banyak berkontribusi terhadap total perekonomian, baru sebesar 1,25% dari total PDRB Provinsi NTT. Hal tersebut juga

menjelaskan mengapa Provinsi NTT sampai saat ini masih sangat bergantung dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi di dalam daerah, termasuk juga mencerminkan posisi daya saing daerah terhadap daerah lain di Indonesia.

Diperlukan upaya besar dan berkesinambungan dari pemerintah untuk terus mendorong pengembangan industri

pengolahan melalui model industri pengolahan yang memberdayakan masyarakat lokal dengan tetap menjaga kelestarian

lingkungan alam Provinsi NTT sebagaimana pembuatan program kampung tematik untuk pengolahan komoditas oleh

pemerintah provinsi. Pembentukan industri pengolahan, selain penting untuk memenuhi kebutuhan internal daerah dan

mengurangi ketergantungan dari daerah lain juga dapat meningkatkan daya saing daerah terhadap daerah lain di

Indonesia. Hasil Focus Group Discussion yang pernah dilakukan antara Bank Indonesia dengan Satuan Kerja Pemerintah

Daerah mengenai sumber diversifikasi pertumbuhan ekonomi daerah, disimpulkan bahwa sektor agroindustri terutama

agroindustri lahan kering dapat menjadi salah satu industri utama yang dapat didorong mengingat ketersediaan lahan

yang masih begitu besar dan karakter cuaca yang sangat menunjang untuk tanaman lahan kering. Beberapa investasi yang

sudah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan rumput laut sekiranya dapat terus

didukung dan dikembangkan agar industrialisasi pertanian di NTT dapat berjalan. Beberapa inisiatif yang telah dilakukan

oleh Pemda seperti:

a.

b.

c.

pengembangan klaster rumput laut di lima lokasi yakni Kabupaten Kupang, Sumba Timur, Sabu Raijua,

Lembata dan Sikka

pembangunan pabrik pengolahan rumput laut menjadi chips di Kabupaten Sumba Timur dan Kupang

pengembangan produksi garam di TTU seluas 5.500 ha dengan mekanisasi dari PT Garam bekerja sama

dengan PT Tamaris

perlu terus didukung dan didorong dalam rangka memunculkan komoditas unggulan di Provinsi NTT menuju

industrialisasi komoditas tersebut untuk memenuhi kebutuhan internal dan nasional. Selain itu rencana groundbreaking

pembangunan pabrik gula di Sumba Timur pada triwulan III 2017 juga perlu terus didukung oleh semua pihak di Provinsi

NTT mengingat potensi produksi yang besar saat berproduksi, diperkirakan sekitar 10% dari total impor gula nasional.

Sektor informasi dan komunikasi mencatatkan pertumbuhan 6,96% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan

triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,72% (yoy) dan 6,10% (yoy).

Peningkatan pertumbuhan terutama didorong oleh peningkatan konsumsi data seiring dengan adanya promo

penggunaan internet 4G maupun peningkatan kebutuhan selama momen libur sekolah dan hari raya.

17

GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

NTB % (YOY)

NTB (RP MILIAR)

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

700 % (YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

TAMU HOTEL PERT (%YOY)

RIBU ORANG

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70

GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

PENUMPANG PERT (%YOY)

RIBU ORANG

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

-16,24%-2,26%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh melambat sebesar 4,21% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017

maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,80% (yoy) dan 16,29% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan kegiatan jasa keuangan dan asuransi ditunjukkan oleh indikator Nilai Tambah Bank (NTB) bank umum yang

tumbuh melambat 8,84% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar

14,48% (yoy) dan 29,11% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan pendapatan

Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) yang menunjukkan nilai dari servis yang diberikan institusi

keuangan seperti bank, dinilai dari pendapatan bank dari margin suku bunga. FISIM tumbuh sebesar 8,94% (yoy) menjadi

Rp632,42 miliar, melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu,

pendapatan provisi/komisi dan pendapatan sekunder bank umum di Provinsi NTT menunjukkan pertumbuhan negatif

sebesar -14,65% (yoy) dan -38,57% (yoy) menjadi Rp50,14 miliar dan Rp6,94 miliar.

Sektor transportasi dan pergudangan tercatat tumbuh 5,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017

sebesar 4,61% (yoy) namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,58%

(yoy). Pertumbuhan didorong oleh aktivitas mudik dan berlibur dalam rangka momen Hari Raya Idul Fitri meskipun tidak

sebesar tahun sebelumnya seiring adanya even nasional seperti rapat koordinasi nasional ataupun penyelenggaraan Tour

De Flores yang dilakukan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Sektor real estate mencatatkan pertumbuhan 5,40% (yoy) pada triwulan II 2017 atau meningkat dibandingkan

triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,06% (yoy) dan 2,94% (yoy).

Pertumbuhan sektor real estate terutama didorong oleh masih berlangsungnya investasi pembangunan perumahan di

triwulan II 2017 yang senilai 364,05 miliar di empat kabupaten/kota yakni Kab. Manggarai Barat, Kota Kupang, Kab. Timor

Tengah Selatan dan Kab. Kupang didukung oleh upaya REI Provinsi NTT untuk menyukseskan target 3.000 unit rumah

bersubsidi di tahun 2017.

16 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Pada tahun 2016, Indonesia menguasai suplai rumput laut kering dunia dengan jumlah produksi sebesar 237,8 ribu ton

atau sekitar 56 % dari total produksi dunia yang mencapai 424 ribu ton. Sebagai negara eksportir rumput laut terbesar di

dunia, secara rupiah, total ekspor Indonesia pada tahun 2017 hanya sebesar ±1,65 triliun rupiah, jauh lebih kecil dari

pangsa potensial industri rumput laut dunia yang mencapai ± 8 miliar dolar atau setara dengan ± 100 triliun rupiah. Seiring

dengan pertumbuhan volume ekspor rumput laut kering yang semakin meningkat, seharusnya rumput laut kering diolah

menjadi produk lain yang memiliki nilai tambah sehingga dapat meningkatkan harga jual dan devisa negara hasil ekspor

rumput laut meningkat. Apabila dibandingkan dengan data impor rumput laut terlihat bahwa hanya dengan 107 ribu ton

rumput laut olahan, mampu dihasilkan Rp 13 miliar atau setara dengan rata-rata Rp 121 ribu per kg nya, bandingkan

dengan harga jual rumput laut kering Indonesia yang hanya di kisaran Rp 9 ribu per kg nya. Dengan memberikan nilai

tambah pada produk rumput laut, maka harga jual dapat meningkat berkali lipat lebih besar dibanding dengan bahan

mentahnya.

Di Indonesia secara umum dikembangkan 3 jenis rumput laut seperti Echeuma Cottoni, Gracillaria sp, dan Sargasum.

Ketiga jenis komoditas tersebut, apabila diolah dapat menghasilkan 3 turunan produk utama yaitu agar, karagenan dan

alginat. Ketiga macam produk turunan dasar tersebut apabila diolah dapat menghasilkan ratusan jenis produk dengan

nilai tambah yang sangat besar terutama untuk 3 kelompok usaha utama yaitu industri, farmasi dan makanan.

19

39

Perkembangan Industri Rumput Laut di Indonesia dan NTTBoks 1.

Produksi rumput laut di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, dari 5,2 juta ton

pada tahun 2011 menjadi 11 juta ton pada tahun 2016. Tingginya produksi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara

pengekspor rumput laut terbesar di dunia. Penurunan volume produksi rumput laut pada tahun 2016 sebesar 2,6% atau

setara dengan 300 ribu ton rumput laut basah dibandingkan tahun 2015 tidak mempengaruhi optimisme target produksi

rumput laut untuk tahun 2017 yaitu sebesar 13,4 juta ton dan 19,5 juta ton pada tahun 2019. Tingginya target produksi

tersebut dinilai masih sangat rasional seiring dengan masih rendahnya areal budidaya rumput laut yang hanya sebesar 1,1

juta ha, atau setara dengan 9% dari total kawasan potensial budidaya yang mencapai 12 juta ha. Dengan luas pantai yang

sangat besar, maka pengembangan industri rumput laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.

Berdasarkan jumlah produksi rumput laut di Indonesia, Provinsi Sulawesi Tengah mampu menjadi produsen rumput laut

terbesar di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Tingginya produksi daerah di Pulau Sulawesi tersebut tercermin dari nilai ekspor rumput laut dari Sulawesi Selatan yang

menjadi eksportir rumput laut terbesar di Indonesia. Tingginya ekspor Provinsi Jawa Timur terutama disebabkan oleh

tingginya pasokan dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur sendiri dan Nusa Tenggara Barat. Adapun pada tahun 2016,

Indonesia mampu mengekspor hingga 184 ribu ton rumput laut kering sedikit menurun mengikuti penurunan produksi

nasional. Pada tahun 2017, ekspor rumput laut hingga bulan Juni 2017 baru mencapai 79 ribu ton.

Sumber : Kata Data, Kementrian KKP, diolah

GRAFIK BOKS 1.1.

PRODUKSI TARGET

PRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI RUMPUT LAUT INDONESIA HINGGA 2019

4

8

12

16

20

5,26,5

9,310,1

11,3 11

10,6 11,1

13,4

16,2

19,5

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

GRAFIK BOKS 1.2. PRODUSEN RUMPUT LAUT TERBESAR DI INDONESIA

Sumber : Kementrian Perdagangan, diolah

SULTENG

SULSEL

NTT

JATIM

NTB

SULTRA

GORONTALO

BALI

LAIN-LAIN

MALUKU

KALTIM 43 59 60 63 64 79

153 384

596 750

833

GRAFIK BOKS 1.3.

Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah

PROFIL EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 2011-JUNI 2017

RIBU TON

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

LAIN-LAIN JATENG SULTENG SULUT SULTRA NTB LAMPUNG KEPRI MALUKUBANTEN NTT BALI JABAR JAKARTA KALTARA KALTIM JATIM SULSEL TOTAL

PRICE (RHS)

0

50

100

150

200

250

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

1,1

1,2

GRAFIK BOKS 1.4.

Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah

PROFIL IMPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 2012-JUNI 2017

TON

2012 2013 2014 2015 2016 2017

THAILAND SINGAPURA MALAYSIA JAPAN R.R.C KORSEL TAIWAN LAIN-LAIN TOTAL

PRICE (RHS)

0

10

20

0

200

400

600

18 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR BOKS 1.1. RUMPUT LAUT DAN PRODUK TURUNANNYA

RUMPUT LAUT

GRACILARIA E. COTTONII SARGASSUM

AGAR KARAGENAN ALGINAT

INDUSTRI FARMASI PANGAN

Printing, Tekstil, Cat dllPakan Ternak, Pupuk dllKeramik, Pengeboran dll

Sabun, Pasta Gigi, Hair Cream dllTablet, Bahan Gigi BuatanSalep, Lotion dll

Jeli, Dodol, Agar-agar dllSusu, Coklat, Es Krim dllBeer, Sirup, Selai dll

Sumber : berbagai sumber, diolah

Pada tahun 2016, Indonesia menguasai suplai rumput laut kering dunia dengan jumlah produksi sebesar 237,8 ribu ton

atau sekitar 56 % dari total produksi dunia yang mencapai 424 ribu ton. Sebagai negara eksportir rumput laut terbesar di

dunia, secara rupiah, total ekspor Indonesia pada tahun 2017 hanya sebesar ±1,65 triliun rupiah, jauh lebih kecil dari

pangsa potensial industri rumput laut dunia yang mencapai ± 8 miliar dolar atau setara dengan ± 100 triliun rupiah. Seiring

dengan pertumbuhan volume ekspor rumput laut kering yang semakin meningkat, seharusnya rumput laut kering diolah

menjadi produk lain yang memiliki nilai tambah sehingga dapat meningkatkan harga jual dan devisa negara hasil ekspor

rumput laut meningkat. Apabila dibandingkan dengan data impor rumput laut terlihat bahwa hanya dengan 107 ribu ton

rumput laut olahan, mampu dihasilkan Rp 13 miliar atau setara dengan rata-rata Rp 121 ribu per kg nya, bandingkan

dengan harga jual rumput laut kering Indonesia yang hanya di kisaran Rp 9 ribu per kg nya. Dengan memberikan nilai

tambah pada produk rumput laut, maka harga jual dapat meningkat berkali lipat lebih besar dibanding dengan bahan

mentahnya.

Di Indonesia secara umum dikembangkan 3 jenis rumput laut seperti Echeuma Cottoni, Gracillaria sp, dan Sargasum.

Ketiga jenis komoditas tersebut, apabila diolah dapat menghasilkan 3 turunan produk utama yaitu agar, karagenan dan

alginat. Ketiga macam produk turunan dasar tersebut apabila diolah dapat menghasilkan ratusan jenis produk dengan

nilai tambah yang sangat besar terutama untuk 3 kelompok usaha utama yaitu industri, farmasi dan makanan.

19

39

Perkembangan Industri Rumput Laut di Indonesia dan NTTBoks 1.

Produksi rumput laut di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, dari 5,2 juta ton

pada tahun 2011 menjadi 11 juta ton pada tahun 2016. Tingginya produksi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara

pengekspor rumput laut terbesar di dunia. Penurunan volume produksi rumput laut pada tahun 2016 sebesar 2,6% atau

setara dengan 300 ribu ton rumput laut basah dibandingkan tahun 2015 tidak mempengaruhi optimisme target produksi

rumput laut untuk tahun 2017 yaitu sebesar 13,4 juta ton dan 19,5 juta ton pada tahun 2019. Tingginya target produksi

tersebut dinilai masih sangat rasional seiring dengan masih rendahnya areal budidaya rumput laut yang hanya sebesar 1,1

juta ha, atau setara dengan 9% dari total kawasan potensial budidaya yang mencapai 12 juta ha. Dengan luas pantai yang

sangat besar, maka pengembangan industri rumput laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.

Berdasarkan jumlah produksi rumput laut di Indonesia, Provinsi Sulawesi Tengah mampu menjadi produsen rumput laut

terbesar di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Tingginya produksi daerah di Pulau Sulawesi tersebut tercermin dari nilai ekspor rumput laut dari Sulawesi Selatan yang

menjadi eksportir rumput laut terbesar di Indonesia. Tingginya ekspor Provinsi Jawa Timur terutama disebabkan oleh

tingginya pasokan dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur sendiri dan Nusa Tenggara Barat. Adapun pada tahun 2016,

Indonesia mampu mengekspor hingga 184 ribu ton rumput laut kering sedikit menurun mengikuti penurunan produksi

nasional. Pada tahun 2017, ekspor rumput laut hingga bulan Juni 2017 baru mencapai 79 ribu ton.

Sumber : Kata Data, Kementrian KKP, diolah

GRAFIK BOKS 1.1.

PRODUKSI TARGET

PRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI RUMPUT LAUT INDONESIA HINGGA 2019

4

8

12

16

20

5,26,5

9,310,1

11,3 11

10,6 11,1

13,4

16,2

19,5

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

GRAFIK BOKS 1.2. PRODUSEN RUMPUT LAUT TERBESAR DI INDONESIA

Sumber : Kementrian Perdagangan, diolah

SULTENG

SULSEL

NTT

JATIM

NTB

SULTRA

GORONTALO

BALI

LAIN-LAIN

MALUKU

KALTIM 43 59 60 63 64 79

153 384

596 750

833

GRAFIK BOKS 1.3.

Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah

PROFIL EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 2011-JUNI 2017

RIBU TON

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

LAIN-LAIN JATENG SULTENG SULUT SULTRA NTB LAMPUNG KEPRI MALUKUBANTEN NTT BALI JABAR JAKARTA KALTARA KALTIM JATIM SULSEL TOTAL

PRICE (RHS)

0

50

100

150

200

250

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

1,1

1,2

GRAFIK BOKS 1.4.

Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah

PROFIL IMPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 2012-JUNI 2017

TON

2012 2013 2014 2015 2016 2017

THAILAND SINGAPURA MALAYSIA JAPAN R.R.C KORSEL TAIWAN LAIN-LAIN TOTAL

PRICE (RHS)

0

10

20

0

200

400

600

18 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR BOKS 1.1. RUMPUT LAUT DAN PRODUK TURUNANNYA

RUMPUT LAUT

GRACILARIA E. COTTONII SARGASSUM

AGAR KARAGENAN ALGINAT

INDUSTRI FARMASI PANGAN

Printing, Tekstil, Cat dllPakan Ternak, Pupuk dllKeramik, Pengeboran dll

Sabun, Pasta Gigi, Hair Cream dllTablet, Bahan Gigi BuatanSalep, Lotion dll

Jeli, Dodol, Agar-agar dllSusu, Coklat, Es Krim dllBeer, Sirup, Selai dll

Sumber : berbagai sumber, diolah

Potensi Industri Garam di NTTBoks 2.

Akhir-akhir ini harga garam di Indonesia mengalami lonjakan kenaikan yang cukup tinggi. Adanya anomali cuaca La Nina,

berdampak pada menurunnya produksi garam yang mengakibatkan berkurangnya stok garam, kelangkaan garam dan

harga yang tinggi. Hal ini jugalah yang menyebabkan penurunan yang signifikan sebesar -96%(yoy) pada produksi garam

di Tahun 2016.

Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

mendata pertumbuhan kebutuhan garam rata-rata per tahun sebesar 5%. Pada tahun 2016, kebutuhan garam mencapai

nilai 3,40 juta ton dengan besar produksi mencapai 118.055 ton. Hal serupa juga terjadi di tahun – tahun sebelumnya,

kebutuhan garam lebih besar di bandingkan besar produksi garam per tahun. Adanya ketidakseimbangan antara besar

produksi dan kebutuhan membuat pemerintah melakukan impor garam dengan maksud mengurangi kemungkinan

terjadinya kelangkaan garam.

Impor garam di Indonesia hingga 2016, sebagian besar berasal dari Australia, India dan China. Dengan harga rata – rata Rp

572 jauh lebih murah dari harga garam di Indonesia. Hal lain yang juga menyebabkan impor, dikarenakan garam rakyat di

Indonesia masih memiliki kualitas yang kurang jika dibandingkan dengan garam impor yang dapat mencapai kualitas KW1

( NaCL 95% - 98%) sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan garam industri. Masalah terkait kelangkaan dan pasokan

garam serta masalah kualitas garam rakyat sebenarnya dapat diatasi apabila produksi garam rakyat di Indonesia dapat

ditingkatkan. Saat ini, luas lahan garam di Indonesia tercatat sebesar 25.830 ha dengan tempat produksi garam yang

tersebar di 52 kabupaten di 11 provinsi yaitu, Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,Bali, NTB, NTT, Gorontalo,

Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan komposisi persebarannya, produksi garam di

Indonesia masih di dominasi oleh hasil produksi garam dari Jawa Timur sebesar 39%(av-yoy). Sisanya 61%(av-yoy)

merupakan total produksi dari 10 provinsi lainnya. Garam hasil produksi dari provinsi NTT memiliki presentase sebesar

14%(av-yoy).

GRAFIK BOKS 2.1.

Sumber : KKP, diolah

PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN IMPOR GARAM NASIONAL 2012 - 2016

2012 2013 2014 2015 2016

0

1

2

3

4

5

IMPOR PASOKANPRODUKSI KEBUTUHAN

GRAFIK BOKS 2.2.

Sumber :Bea Cukai, Cognos BI, diolah

PERKEMBANGAN IMPOR GARAM NASIONAL

2012 2013 2014 2015 2016 2017*

INDIA OTHERAUSTRALIA PRICE

JUTA TON JUTA TON

400

500

600

700

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5 RP/KG

21

Sebagai salah satu sentra produksi utama rumput laut di Indonesia, perkembangan budidaya rumput laut di NTT sudah

menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari sudah adanya ekspor rumput laut kering dari NTT

ataupun dibangunnya 2 pabrik pengolahan rumput laut di Sabu Raijua dan Sumba Timur. Dengan curah hujan yang hanya

3 sampai 4 bulan saja dengan variasi curah hujan 150 – 200 milimeter per tahun, dan ditunjang oleh penyinaran matahari

yang kuat, laut berarus tenang terutama di sisi utara pulau utama di NTT, maupun kondisi pantai yang sebagian besar

berkarang membuat produksi rumput laut yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik di Indonesia. Saat ini, NTT memiliki

daerah potensial budidaya rumput laut sebesar 51.870 Ha yang tersebar di berbagai daerah antara lain Kabupaten

Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.

Komoditas rumput laut unggulan yang dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur adalah Euchema cottoni dengan pangsa

produksi mencapai hampir 90% dan gracilaria. Dengan kondisi alam yang ada, NTT secara alami memiliki keunggulan

komparatif dalam memproduksi rumput laut. Peningkatan produksi rumput laut saat ini tinggal tergantung dari kemauan

masyarakat dalam mengembangkan potensi yang ada.

Namun demikian secara industri, kegiatan penciptaan nilai tambah produk rumput laut masih sangat minim dilakukan.

Penciptaan nilai tambah yang dilakukan saat ini baru sebatas pembuatan ATC Chips yang selanjutnya dikirim ke Surabaya

untuk diolah kembali menjadi refined caragenan dan produk jadi lainnya. Dalam pembuatan ATC Chip, setiap 1 kg ATC

Chip dibutuhkan lebih kurang 3 kg rumput laut. Dengan harga rumput laut kering per kg sebesar Rp 8.000,-, maka dengan

hanya Rp 24.000 rumput laut kering dapat dihasilkan 1 kg ATC Chip dengan harga lebih kurang Rp 70.000,-. Apabila ATC

Chip diolah menjadi refined karagenan, maka harga dapat meningkat dari Rp 70.000,- menjadi Rp 165.000,-. Dan apabila

refined karagenan tersebut diolah menjadi produk jadi lainnya, maka nilai tambah hasil budidaya rumput laut akan

menjadi jauh lebih besar. Menimbang besarnya potensi nilai tambah produk turunan rumput laut tersebut, maka hilirisasi

produk rumput laut dinilai sangat penting untuk dilakukan, agar peningkatan penjualan, penciptaan lapangan kerja,

peningkatan daya beli maupun peningkatan kesejahteraan di NTT dapat tercapai.

20 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Potensi Industri Garam di NTTBoks 2.

Akhir-akhir ini harga garam di Indonesia mengalami lonjakan kenaikan yang cukup tinggi. Adanya anomali cuaca La Nina,

berdampak pada menurunnya produksi garam yang mengakibatkan berkurangnya stok garam, kelangkaan garam dan

harga yang tinggi. Hal ini jugalah yang menyebabkan penurunan yang signifikan sebesar -96%(yoy) pada produksi garam

di Tahun 2016.

Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

mendata pertumbuhan kebutuhan garam rata-rata per tahun sebesar 5%. Pada tahun 2016, kebutuhan garam mencapai

nilai 3,40 juta ton dengan besar produksi mencapai 118.055 ton. Hal serupa juga terjadi di tahun – tahun sebelumnya,

kebutuhan garam lebih besar di bandingkan besar produksi garam per tahun. Adanya ketidakseimbangan antara besar

produksi dan kebutuhan membuat pemerintah melakukan impor garam dengan maksud mengurangi kemungkinan

terjadinya kelangkaan garam.

Impor garam di Indonesia hingga 2016, sebagian besar berasal dari Australia, India dan China. Dengan harga rata – rata Rp

572 jauh lebih murah dari harga garam di Indonesia. Hal lain yang juga menyebabkan impor, dikarenakan garam rakyat di

Indonesia masih memiliki kualitas yang kurang jika dibandingkan dengan garam impor yang dapat mencapai kualitas KW1

( NaCL 95% - 98%) sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan garam industri. Masalah terkait kelangkaan dan pasokan

garam serta masalah kualitas garam rakyat sebenarnya dapat diatasi apabila produksi garam rakyat di Indonesia dapat

ditingkatkan. Saat ini, luas lahan garam di Indonesia tercatat sebesar 25.830 ha dengan tempat produksi garam yang

tersebar di 52 kabupaten di 11 provinsi yaitu, Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,Bali, NTB, NTT, Gorontalo,

Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan komposisi persebarannya, produksi garam di

Indonesia masih di dominasi oleh hasil produksi garam dari Jawa Timur sebesar 39%(av-yoy). Sisanya 61%(av-yoy)

merupakan total produksi dari 10 provinsi lainnya. Garam hasil produksi dari provinsi NTT memiliki presentase sebesar

14%(av-yoy).

GRAFIK BOKS 2.1.

Sumber : KKP, diolah

PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN IMPOR GARAM NASIONAL 2012 - 2016

2012 2013 2014 2015 2016

0

1

2

3

4

5

IMPOR PASOKANPRODUKSI KEBUTUHAN

GRAFIK BOKS 2.2.

Sumber :Bea Cukai, Cognos BI, diolah

PERKEMBANGAN IMPOR GARAM NASIONAL

2012 2013 2014 2015 2016 2017*

INDIA OTHERAUSTRALIA PRICE

JUTA TON JUTA TON

400

500

600

700

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5 RP/KG

21

Sebagai salah satu sentra produksi utama rumput laut di Indonesia, perkembangan budidaya rumput laut di NTT sudah

menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari sudah adanya ekspor rumput laut kering dari NTT

ataupun dibangunnya 2 pabrik pengolahan rumput laut di Sabu Raijua dan Sumba Timur. Dengan curah hujan yang hanya

3 sampai 4 bulan saja dengan variasi curah hujan 150 – 200 milimeter per tahun, dan ditunjang oleh penyinaran matahari

yang kuat, laut berarus tenang terutama di sisi utara pulau utama di NTT, maupun kondisi pantai yang sebagian besar

berkarang membuat produksi rumput laut yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik di Indonesia. Saat ini, NTT memiliki

daerah potensial budidaya rumput laut sebesar 51.870 Ha yang tersebar di berbagai daerah antara lain Kabupaten

Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.

Komoditas rumput laut unggulan yang dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur adalah Euchema cottoni dengan pangsa

produksi mencapai hampir 90% dan gracilaria. Dengan kondisi alam yang ada, NTT secara alami memiliki keunggulan

komparatif dalam memproduksi rumput laut. Peningkatan produksi rumput laut saat ini tinggal tergantung dari kemauan

masyarakat dalam mengembangkan potensi yang ada.

Namun demikian secara industri, kegiatan penciptaan nilai tambah produk rumput laut masih sangat minim dilakukan.

Penciptaan nilai tambah yang dilakukan saat ini baru sebatas pembuatan ATC Chips yang selanjutnya dikirim ke Surabaya

untuk diolah kembali menjadi refined caragenan dan produk jadi lainnya. Dalam pembuatan ATC Chip, setiap 1 kg ATC

Chip dibutuhkan lebih kurang 3 kg rumput laut. Dengan harga rumput laut kering per kg sebesar Rp 8.000,-, maka dengan

hanya Rp 24.000 rumput laut kering dapat dihasilkan 1 kg ATC Chip dengan harga lebih kurang Rp 70.000,-. Apabila ATC

Chip diolah menjadi refined karagenan, maka harga dapat meningkat dari Rp 70.000,- menjadi Rp 165.000,-. Dan apabila

refined karagenan tersebut diolah menjadi produk jadi lainnya, maka nilai tambah hasil budidaya rumput laut akan

menjadi jauh lebih besar. Menimbang besarnya potensi nilai tambah produk turunan rumput laut tersebut, maka hilirisasi

produk rumput laut dinilai sangat penting untuk dilakukan, agar peningkatan penjualan, penciptaan lapangan kerja,

peningkatan daya beli maupun peningkatan kesejahteraan di NTT dapat tercapai.

20 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Berdasarkan data KKP, Provinsi NTT memiliki potensi tambak garam dengan luas lahan yang dapat dikembangkan seluas

12.835 ha dengan produktivitas mencapai 1,43 juta ton pertahun. Hal ini berarti, apabila dikembangkan dengan

maksimal, dalam satu tahun, produksi tiap 1 ha lahan, dapat menghasilkan minimal 112 ton. Apabila lahan yang sudah

ada dapat diolah dengan produktivitas yang sama dengan rencana pengolahan lahan berpotensi, maka total luas lahan

garam yang dimiliki NTT mencapai 13.178,6 ha dengan hasil produksi dapat mencapai 1,47 juta ton pertahun atau setara

dengan rata-rata 71% impor garam dengan total nilai omset mencapai lebih dari 700 miliar dan mampu menyerap

minimal 25 ribu tenaga kerja. Hal ini dapat menjadikan NTT sebagai produsen garam terbesar di Indonesia, mengalahkan

Jawa Timur yang saat ini mampu memproduksi hingga 1 juta ton per tahun.

Oleh karena itu, adanya investasi dan pengembangan lahan garam di Provinsi NTT diharapkan dapat dilaksanakan dan

disukseskan oleh semua pihak yaitu investor, pemerintah dan juga masyarakat. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan

sesuai rencana, maka dapat membawa manfaat dan harapan baru bagi Provinsi NTT untuk mengembangkan ekonominya

ke arah yang lebih baik. Dengan semakin produktifnya lahan garam berpotensi di NTT, diharapkan Provinsi NTT dapat

menjadi lumbung garam nasional bagi Indonesia.

23

Walaupun persentase persebaran produksi garam di NTT masih tergolong kecil dibandingkan provinsi lainnya, NTT

memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan produksi garam. Untuk dapat memilih tambak garam, perlu

dipertimbangkan beberapa aspek yakni aspek ekologis berupa tingginya kadar garam, kondisi cuaca yang dominan kering

maupun besarnya kuantitas penyinaran serta aspek tanah yang meliputi topografi yang landai dan tekstur tanah yang liat.

Namun demikian, dengan adanya teknologi geomembran, faktor terakhir sudah tidak menjadi masalah. Berdasarkan

penjelasan di atas, Provinsi NTT memiliki keunggulan komparatif untuk mengembangkan garam. Musim panas di NTT

dapat mencapai 8 – 9 bulan dengan kecepatan angin mencapai 40 km/jam dan tingkat kepekatan air laut bersih yang baik (

dapat mencapai 4˚ Be) lebih pekat dari salinitas di Jawa ( 2 – 3˚ Be ). Apabila dikembangkan dengan lebih baik, produksi

garam NTT dapat memiliki kualitas KW1 ( NaCl 97% - 98%), dengan kualitas garam dapat menyaingi kualitas garam

impor.

GRAFIK BOKS 2.3. PRODUKSI GARAM RAKYAT NASIONAL 2012 - 2016

Sumber : KKP, diolah

JUTA TON

2012 2013 2014 2015 2016

LAINNYA NTT ACEH BALI SULSEL NTB JABAR JATENG JATIM TOTAL

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

GRAFIK BOKS 2.4. PERBANDINGAN PRODUKSI GARAM RAKYAT 2015 DAN 2016 (LA NINA)

Sumber :KKP, diolah

2015

35%44%

29%

15%

6%

9%

26%

6%

8%

12%

JATIM JATENG JABAR NTB SULSEL BALI ACEH NTT LAINNYA

2016

GAMBAR BOKS 2.1. PERSEBARAN PRODUKSI GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber :KKP, diolah

Tambak garam di NTT hingga 2016 tercatat di 10 kabupaten dari 23 Kabupaten dan Kota dengan luas lahan hingga

Agustus 2017, tercatat mencapai 343,6 ha, dengan produksi pertahun mencapai 8.945,78 ton. Dapat dikatakan hingga

2017 dalam satu tahun, 1 ha lahan, menghasilkan sekitar 26 ton garam. Jumlah ini menunjukan masih belum

maksimalnya upaya dalam mengembangkan produksi garam.

22 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Berdasarkan data KKP, Provinsi NTT memiliki potensi tambak garam dengan luas lahan yang dapat dikembangkan seluas

12.835 ha dengan produktivitas mencapai 1,43 juta ton pertahun. Hal ini berarti, apabila dikembangkan dengan

maksimal, dalam satu tahun, produksi tiap 1 ha lahan, dapat menghasilkan minimal 112 ton. Apabila lahan yang sudah

ada dapat diolah dengan produktivitas yang sama dengan rencana pengolahan lahan berpotensi, maka total luas lahan

garam yang dimiliki NTT mencapai 13.178,6 ha dengan hasil produksi dapat mencapai 1,47 juta ton pertahun atau setara

dengan rata-rata 71% impor garam dengan total nilai omset mencapai lebih dari 700 miliar dan mampu menyerap

minimal 25 ribu tenaga kerja. Hal ini dapat menjadikan NTT sebagai produsen garam terbesar di Indonesia, mengalahkan

Jawa Timur yang saat ini mampu memproduksi hingga 1 juta ton per tahun.

Oleh karena itu, adanya investasi dan pengembangan lahan garam di Provinsi NTT diharapkan dapat dilaksanakan dan

disukseskan oleh semua pihak yaitu investor, pemerintah dan juga masyarakat. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan

sesuai rencana, maka dapat membawa manfaat dan harapan baru bagi Provinsi NTT untuk mengembangkan ekonominya

ke arah yang lebih baik. Dengan semakin produktifnya lahan garam berpotensi di NTT, diharapkan Provinsi NTT dapat

menjadi lumbung garam nasional bagi Indonesia.

23

Walaupun persentase persebaran produksi garam di NTT masih tergolong kecil dibandingkan provinsi lainnya, NTT

memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan produksi garam. Untuk dapat memilih tambak garam, perlu

dipertimbangkan beberapa aspek yakni aspek ekologis berupa tingginya kadar garam, kondisi cuaca yang dominan kering

maupun besarnya kuantitas penyinaran serta aspek tanah yang meliputi topografi yang landai dan tekstur tanah yang liat.

Namun demikian, dengan adanya teknologi geomembran, faktor terakhir sudah tidak menjadi masalah. Berdasarkan

penjelasan di atas, Provinsi NTT memiliki keunggulan komparatif untuk mengembangkan garam. Musim panas di NTT

dapat mencapai 8 – 9 bulan dengan kecepatan angin mencapai 40 km/jam dan tingkat kepekatan air laut bersih yang baik (

dapat mencapai 4˚ Be) lebih pekat dari salinitas di Jawa ( 2 – 3˚ Be ). Apabila dikembangkan dengan lebih baik, produksi

garam NTT dapat memiliki kualitas KW1 ( NaCl 97% - 98%), dengan kualitas garam dapat menyaingi kualitas garam

impor.

GRAFIK BOKS 2.3. PRODUKSI GARAM RAKYAT NASIONAL 2012 - 2016

Sumber : KKP, diolah

JUTA TON

2012 2013 2014 2015 2016

LAINNYA NTT ACEH BALI SULSEL NTB JABAR JATENG JATIM TOTAL

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

GRAFIK BOKS 2.4. PERBANDINGAN PRODUKSI GARAM RAKYAT 2015 DAN 2016 (LA NINA)

Sumber :KKP, diolah

2015

35%44%

29%

15%

6%

9%

26%

6%

8%

12%

JATIM JATENG JABAR NTB SULSEL BALI ACEH NTT LAINNYA

2016

GAMBAR BOKS 2.1. PERSEBARAN PRODUKSI GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber :KKP, diolah

Tambak garam di NTT hingga 2016 tercatat di 10 kabupaten dari 23 Kabupaten dan Kota dengan luas lahan hingga

Agustus 2017, tercatat mencapai 343,6 ha, dengan produksi pertahun mencapai 8.945,78 ton. Dapat dikatakan hingga

2017 dalam satu tahun, 1 ha lahan, menghasilkan sekitar 26 ton garam. Jumlah ini menunjukan masih belum

maksimalnya upaya dalam mengembangkan produksi garam.

22 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Keuangan D aerah02

Data realisasi pendapatan pemerintah tercatat lebih rendah dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya dengan realisasi pendapatan sebesar 11,74%.

Realisasi belanja menunjukkan adanya peningkatan dengan realisasi sebesar 31,40%, lebih besar

dari tahun sebelumnya yang sebesar 29,81%.

Realisasi belanja modal juga menunjukkan adanya peningkatan, menunjukkan adanya percepatan

realisasi belanja setelah cukup terhambat di triwulan sebelumnya.

Walaupun realisasi pendapatan relatif sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya,

namun pencapaian belanja pemerintah menunjukkan adanya peningkatan yang menunjukkan

peningkatan aktivitas pemerintah pusat dan daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam

merealisasikan anggaran

Keuangan D aerah02

Data realisasi pendapatan pemerintah tercatat lebih rendah dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya dengan realisasi pendapatan sebesar 11,74%.

Realisasi belanja menunjukkan adanya peningkatan dengan realisasi sebesar 31,40%, lebih besar

dari tahun sebelumnya yang sebesar 29,81%.

Realisasi belanja modal juga menunjukkan adanya peningkatan, menunjukkan adanya percepatan

realisasi belanja setelah cukup terhambat di triwulan sebelumnya.

Walaupun realisasi pendapatan relatif sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya,

namun pencapaian belanja pemerintah menunjukkan adanya peningkatan yang menunjukkan

peningkatan aktivitas pemerintah pusat dan daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam

merealisasikan anggaran

GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

39,6%

0,3% 1,8%

4,4%

65,6%

9,5%

22,6%

35,6%

12,0%

12,7%5,3%

GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PENERIMAAN SUMBER DAYA ALAM

BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK LAINNYA

KAB/KOTA90,51%

0,00%

9,48%

pendapatan APBD Kabupaten/Kota. Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih kecil yakni sebesar Rp

410,36 miliar atau 4,41% dari total realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota.

Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi pada triwulan II 2017 adalah 48,31%. Pencapaian tersebut tercatat lebih

rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 50,0% dan 50,8%. Komponen realisasi

pendapatan APBD Provinsi yang terbesar adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 904,05 milyar (39,63% dari total

realisasi pendapatan APBD Provinsi) dan DAU sebesar Rp 812,82 milyar (35,63% dari total realisasi pendapatan APBD

Provinsi). Sementara itu, realisasi PAD sebesar Rp 515,78 milyar atau 22,61% dari total realisasi pendapatan APBD Provinsi.

Struktur realisasi pendapatan APBD baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi menunjukkan bahwa pemerintah daerah

masih tergantung pada pendanaan dari pemerintah pusat. Upaya peningkatan PAD perlu dilaksanakan secara intensif agar

mendorong kemandirian fiskal di daerah. Penggalian potensi ekonomi yang didukung oleh peningkatan investasi,

terutama swasta dapat dilakukan untuk meningkatkan PAD.

Persentase realisasi pendapatan APBN pada triwulan II 2017 adalah 48,82%. Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 408,66% dan 233,6% karena pada tahun 2016

dan 2015 terdapat realisasi penerimaan pajak yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam anggaran pendapatan

pemerintah di Provinsi NTT. Sementara itu, sumber realisasi pendapatan APBN Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai

dengan triwulan II 2017 berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP tersebut terdiri dari bagian pemerintah

atas laba BUMN sebesar Rp 136,76 miliar (90,51%) dan penerimaan negara bukan pajak lainnya sebesar Rp 14,33 miliar

(9,48%).

Berdasarkan aspek spasial, realisasi pendapatan tertinggi sampai dengan triwulan II 2017 dicapai oleh Kabupaten Sumba

Barat sebesar Rp 350,10 miliar atau 53,07% dari total anggaran pendapatan tahun 2017 sebesar Rp 659,67 miliar.

Komposisi realisasi tersebut terdiri dari DAU (65,85%) dan DAK (12,03). Sementara itu, realisasi pendapatan terendah

dicapai oleh Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar Rp 446,36 miliar atau 33,49% dari total anggaran pendapatan

tahun 2017 sebesar Rp 1,33 triliun. Dari segi komposisi, DAU Kabupaten Timor Tengah Selatan paling rendah

dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi NTT yakni sebesar 56,35% dari total realisasi pendapatan sampai

dengan triwulan II 2017. Komposisi DAK Kabupaten Timor Tengah Selatan yang merupakan dana perimbangan untuk

penugasan khusus dari Pemerintah Pusat juga menempati posisi terendah dari segi komposisi yakni sebesar 1,14% dari

total realisasi pendapatan sampai dengan triwulan II 2017. Di sisi yang lain, komposisi PAD tertinggi dicapai oleh Kota

Kupang sebesar 11% dari total realisasi pendapatan. Komposisi PAD terendah dicapai oleh Kabupaten Sumba Barat Daya

sebesar 2,15% dari total realisasi pendapatan.

27

2.1 KONDISI UMUM

Realisasi anggaran pendapatan pemerintah

di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II

2017 telah mencapai Rp 11,74 triliun atau

46,06% dari total anggaran pendapatan

tahun 2017. Pencapaian tersebut tercatat

lebih rendah dibandingkan periode yang

sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar

51,36% dan 53,3%. Realisasi pendapatan

terbesar diperoleh dari APBN sebesar

48,82%.

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP

25,48

35,41

11,74 11,12

APBN KAB PROV

20%19% 1%

1%

80% 79%

ANGGARAN

APBN KAB PROV

0

5

10

15

20

25

Triliun Rp

GRAFIK 2.2.

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

0,31

20,45

4,72

0,15

9,31

2,28

REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

APBN KAB PROV

18%13% 26%

28%

61% 54%

ANGGARAN

APBN KAB PROV

0

5

10

15

20

25

Triliun Rp

GRAFIK 2.3.

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

9,32

21,43

4,663,15

6,00

1,97

ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI

Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 telah mencapai Rp

11,12 triliun atau 31,40% dari total anggaran belanja tahun 2017. Pencapaian realisasi belanja tercatat lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 29,81% dan 23,9%. Realisasi belanja terbesar

diperoleh dari APBD Provinsi sebesar 42,25%. Berkat pencapaian tersebut, Provinsi NTT menjadi provinsi dengan realisasi

APBD Provinsi terbesar nasional pada triwulan II 2017.

2.2 PENDAPATAN DAERAH

Pada triwulan II 2017, anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi NTT tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan

triwulan I 2017 sebesar 0,64% atau menjadi Rp 25,48 triliun sebagai dampak penurunan pagu pendapatan APBN.

Komposisi anggaran pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp 20,45 triliun

(80,25%), pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 4,72 triliun (18,53%), dan pendapatan APBN sebesar Rp 309,48 miliar

(1,21%). Realisasi anggaran pendapatan daerah sepanjang triwulan II 2017 baru mencapai 46,06% dari total anggaran

pendapatan tahun 2017. Realisasi pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp 9,31

triliun, pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 2,28 triliun, dan pendapatan APBN sebesar Rp 151,09 miliar.

Persentase realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 adalah 45,50% atau merupakan persentase

realisasi terendah dibandingkan komposisi pendapatan lainnya. Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan

periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 47,1% dan 50,3%. Komponen realisasi pendapatan APBD

Kabupaten/Kota yang terbesar adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 6,11 triliun atau 65,65% dari total realisasi

26 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

39,6%

0,3% 1,8%

4,4%

65,6%

9,5%

22,6%

35,6%

12,0%

12,7%5,3%

GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PENERIMAAN SUMBER DAYA ALAM

BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK LAINNYA

KAB/KOTA90,51%

0,00%

9,48%

pendapatan APBD Kabupaten/Kota. Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih kecil yakni sebesar Rp

410,36 miliar atau 4,41% dari total realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota.

Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi pada triwulan II 2017 adalah 48,31%. Pencapaian tersebut tercatat lebih

rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 50,0% dan 50,8%. Komponen realisasi

pendapatan APBD Provinsi yang terbesar adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 904,05 milyar (39,63% dari total

realisasi pendapatan APBD Provinsi) dan DAU sebesar Rp 812,82 milyar (35,63% dari total realisasi pendapatan APBD

Provinsi). Sementara itu, realisasi PAD sebesar Rp 515,78 milyar atau 22,61% dari total realisasi pendapatan APBD Provinsi.

Struktur realisasi pendapatan APBD baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi menunjukkan bahwa pemerintah daerah

masih tergantung pada pendanaan dari pemerintah pusat. Upaya peningkatan PAD perlu dilaksanakan secara intensif agar

mendorong kemandirian fiskal di daerah. Penggalian potensi ekonomi yang didukung oleh peningkatan investasi,

terutama swasta dapat dilakukan untuk meningkatkan PAD.

Persentase realisasi pendapatan APBN pada triwulan II 2017 adalah 48,82%. Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 408,66% dan 233,6% karena pada tahun 2016

dan 2015 terdapat realisasi penerimaan pajak yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam anggaran pendapatan

pemerintah di Provinsi NTT. Sementara itu, sumber realisasi pendapatan APBN Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai

dengan triwulan II 2017 berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP tersebut terdiri dari bagian pemerintah

atas laba BUMN sebesar Rp 136,76 miliar (90,51%) dan penerimaan negara bukan pajak lainnya sebesar Rp 14,33 miliar

(9,48%).

Berdasarkan aspek spasial, realisasi pendapatan tertinggi sampai dengan triwulan II 2017 dicapai oleh Kabupaten Sumba

Barat sebesar Rp 350,10 miliar atau 53,07% dari total anggaran pendapatan tahun 2017 sebesar Rp 659,67 miliar.

Komposisi realisasi tersebut terdiri dari DAU (65,85%) dan DAK (12,03). Sementara itu, realisasi pendapatan terendah

dicapai oleh Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar Rp 446,36 miliar atau 33,49% dari total anggaran pendapatan

tahun 2017 sebesar Rp 1,33 triliun. Dari segi komposisi, DAU Kabupaten Timor Tengah Selatan paling rendah

dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi NTT yakni sebesar 56,35% dari total realisasi pendapatan sampai

dengan triwulan II 2017. Komposisi DAK Kabupaten Timor Tengah Selatan yang merupakan dana perimbangan untuk

penugasan khusus dari Pemerintah Pusat juga menempati posisi terendah dari segi komposisi yakni sebesar 1,14% dari

total realisasi pendapatan sampai dengan triwulan II 2017. Di sisi yang lain, komposisi PAD tertinggi dicapai oleh Kota

Kupang sebesar 11% dari total realisasi pendapatan. Komposisi PAD terendah dicapai oleh Kabupaten Sumba Barat Daya

sebesar 2,15% dari total realisasi pendapatan.

27

2.1 KONDISI UMUM

Realisasi anggaran pendapatan pemerintah

di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II

2017 telah mencapai Rp 11,74 triliun atau

46,06% dari total anggaran pendapatan

tahun 2017. Pencapaian tersebut tercatat

lebih rendah dibandingkan periode yang

sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar

51,36% dan 53,3%. Realisasi pendapatan

terbesar diperoleh dari APBN sebesar

48,82%.

GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP

25,48

35,41

11,74 11,12

APBN KAB PROV

20%19% 1%

1%

80% 79%

ANGGARAN

APBN KAB PROV

0

5

10

15

20

25

Triliun Rp

GRAFIK 2.2.

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

0,31

20,45

4,72

0,15

9,31

2,28

REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

APBN KAB PROV

18%13% 26%

28%

61% 54%

ANGGARAN

APBN KAB PROV

0

5

10

15

20

25

Triliun Rp

GRAFIK 2.3.

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

9,32

21,43

4,663,15

6,00

1,97

ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI

Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 telah mencapai Rp

11,12 triliun atau 31,40% dari total anggaran belanja tahun 2017. Pencapaian realisasi belanja tercatat lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 29,81% dan 23,9%. Realisasi belanja terbesar

diperoleh dari APBD Provinsi sebesar 42,25%. Berkat pencapaian tersebut, Provinsi NTT menjadi provinsi dengan realisasi

APBD Provinsi terbesar nasional pada triwulan II 2017.

2.2 PENDAPATAN DAERAH

Pada triwulan II 2017, anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi NTT tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan

triwulan I 2017 sebesar 0,64% atau menjadi Rp 25,48 triliun sebagai dampak penurunan pagu pendapatan APBN.

Komposisi anggaran pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp 20,45 triliun

(80,25%), pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 4,72 triliun (18,53%), dan pendapatan APBN sebesar Rp 309,48 miliar

(1,21%). Realisasi anggaran pendapatan daerah sepanjang triwulan II 2017 baru mencapai 46,06% dari total anggaran

pendapatan tahun 2017. Realisasi pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp 9,31

triliun, pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 2,28 triliun, dan pendapatan APBN sebesar Rp 151,09 miliar.

Persentase realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 adalah 45,50% atau merupakan persentase

realisasi terendah dibandingkan komposisi pendapatan lainnya. Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan

periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 47,1% dan 50,3%. Komponen realisasi pendapatan APBD

Kabupaten/Kota yang terbesar adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 6,11 triliun atau 65,65% dari total realisasi

26 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASABELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HASIL

BELANJA PEGAWAIBELANJA MODAL

KAB PROV

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 2.10.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

APBN

35,66

8,18 3,81

36,20

56,74

29,92

28,09

13,22

19,74

39,11

7,2420,01

PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

NOMINAL %

PANGSA(%)

11.119,4

1.689,6

9.429,8

5.133,9

2.067,0

841,6

20,6

145,8

1.201,0

19,9

-

31,40

18,82

35,71

40,52

25,92

53,52

16,81

34,14

33,62

27,79

-

100,00

15,20

84,80

46,17

18,59

7,57

0,19

1,31

10,80

0,18

0,00

URAIAN RENCANA

35.407,6

8.977,8

26.409,2

12.670,1

7.973,0

1.572,4

122,6

427,1

3.572,5

71,6

20,7

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tenggara

33,828,0

42,2

31,431,1

10,213,3

18,8

35,6 33,1

46,4

35,7

GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

0102030405060708090

100

GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

0

20

40

60

80

100

120

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2015I I I I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Realisasi belanja daerah terdiri dari belanja konsumsi sebesar 84,80% atau Rp 9,43 triliun dan belanja modal sebesar

15,20% atau Rp 1,69 triliun. Komposisi belanja konsumsi tertinggi dicapai oleh belanja pegawai dengan nilai Rp 5,13

triliun atau 46,17% dari total realisasi belanja daerah pada triwulan II 2017. Pada triwulan II 2016 dan 2015, belanja

konsumsi juga mendominasi realisasi belanja daerah dengan komposisi masing-masing 87,05% dan 87,5% dari total

realisasi belanja daerah masing-masing tahun. Dominasi belanja konsumsi mulai menurun pada

triwulan II 2017 dan digantikan oleh belanja modal.

Berdasarkan persentase pencapaian realisasi anggaran

belanja tahun 2017, belanja hibah menempati posisi

tertinggi belanja pemerintah di Provinsi NTT dengan

persentase sebesar 53,52% dari total anggaran belanja

tahun 2017. Pencapaian realisasi belanja hibah tersebut

juga serupa dengan pencapaian periode yang sama di

tahun 2016 dan 2015 dengan persentase realisasi masing-

masing sebesar 52,43% dan 48,82%.

2.3.1 Belanja APBN

Pencapaian realisasi anggaran belanja APBN di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan periode yang

sama tahun 2016 dan 2015 terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal APBN. Pada triwulan II 2017,

realisasi belanja modal APBN adalah 31,06% dari total anggaran belanja modal APBN tahun 2017. Realisasi ini lebih besar

dari periode yang sama di tahun 2016 dan 2015 yakni 18,24% dan 12,17%. Realisasi belanja modal APBN ini sebagian

besar digunakan untuk investasi sumber daya air, salah satunya Bendungan Raknamo yang memasuki tahap penyelesaian.

29

GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN II 2017

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%SU

MBA

BA

RAT

SUM

BA T

ENG

AH

ALO

R

KO

TA K

UPA

NG

MA

LAK

A

ROTE

MA

TIM

END

E

SUM

BA T

IMU

R

LEM

BATA

MA

BAR

FLO

TIM

SBD

MA

NG

GA

RAI

NG

AD

A

SIK

KA

SABU

RA

IJUA

BELU

NA

GEK

EO

KA

B. K

UPA

NG

TTU

TTS

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

2.3 BELANJA DAERAH

Anggaran belanja pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 0,63% pada

triwulan II 2017 atau menjadi Rp 35,41 triliun dibandingkan triwulan I 2017 sebagai dampak kenaikan anggaran belanja

bantuan sosial dan belanja barang/jasa pada APBN masing-masing sebesar 11,21% dan 6,98%. Realisasi anggaran

belanja daerah sepanjang triwulan II 2017 baru mencapai 31,40% dari total anggaran belanja tahun 2017 atau sebesar Rp

11,12 triliun. Realisasi anggaran belanja tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan

tahun 2015. Peningkatan realisasi anggaran belanja tersebut didorong oleh peningkatan realisasi anggaran belanja APBD

Provinsi dan APBN. Persentase realisasi anggaran belanja terbesar pada triwulan II 2017 adalah APBD Provinsi yakni

42,25% dari total anggaran belanja APBD Provinsi tahun 2017 atau sebesar Rp 1,97 triliun. Pencapaian tersebut lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 40,19% dan 36,55%. Pencapaian tersebut

menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan realisasi APBD Provinsi terbesar nasional pada triwulan II 2017.

Realisasi anggaran belanja APBN pada triwulan II 2017 adalah Rp 3,15 triliun atau 33,82% dari total anggaran belanja

APBN tahun 2017. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar

29,64% dan 19,36%. Sementara itu, realisasi anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 adalah Rp 6

triliun atau 27,99% dari total angaran belanja APBD Kabupaten/Kota. Pencapaian tersebut mengalami penurunan

dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 28,03%. Penurunan tersebut disebabkan efek perubahan numenklatur dan

pergantian pejabat pada triwulan I 2017 yang menghambat realisasi anggaran.

Dari segi belanja modal, realisasi anggaran belanja modal pada triwulan II 2017 mencapai Rp 1,69 triliun atau 18,82% dari

total anggaran belanja modal tahun 2017 sebesar Rp 8,98 triliun. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 10,15% dan 13,38%. Realisasi belanja modal yang bersumber dari APBN

mengalami peningkatan menjadi 31,06% dari total anggaran belanja modal APBN tahun 2017 atau sebesar Rp 1,12 triliun

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 18,24% dan 12,17%. Realisasi anggaran

belanja modal yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota juga mengalami peningkatan menjadi Rp 490,94 miliar atau

10,23% dari total anggaran belanja modal APBD Kabupaten/Kota tahun 2017. Pencapaian tersebut lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 masing-masing sebesar 9,61% dan 5,83%. Sementara itu,

realisasi anggaran belanja modal APBD Provinsi mengalami penurunan menjadi 13,35% dari total anggaran belanja modal

APBD Provinsi tahun 2017 dibandingkan triwulan II 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 26,98% dan 20,42%.

28 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASABELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HASIL

BELANJA PEGAWAIBELANJA MODAL

KAB PROV

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 2.10.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

APBN

35,66

8,18 3,81

36,20

56,74

29,92

28,09

13,22

19,74

39,11

7,2420,01

PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

NOMINAL %

PANGSA(%)

11.119,4

1.689,6

9.429,8

5.133,9

2.067,0

841,6

20,6

145,8

1.201,0

19,9

-

31,40

18,82

35,71

40,52

25,92

53,52

16,81

34,14

33,62

27,79

-

100,00

15,20

84,80

46,17

18,59

7,57

0,19

1,31

10,80

0,18

0,00

URAIAN RENCANA

35.407,6

8.977,8

26.409,2

12.670,1

7.973,0

1.572,4

122,6

427,1

3.572,5

71,6

20,7

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)

GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tenggara

33,828,0

42,2

31,431,1

10,213,3

18,8

35,6 33,1

46,4

35,7

GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

0102030405060708090

100

GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL

0

20

40

60

80

100

120

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2015I I I I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Realisasi belanja daerah terdiri dari belanja konsumsi sebesar 84,80% atau Rp 9,43 triliun dan belanja modal sebesar

15,20% atau Rp 1,69 triliun. Komposisi belanja konsumsi tertinggi dicapai oleh belanja pegawai dengan nilai Rp 5,13

triliun atau 46,17% dari total realisasi belanja daerah pada triwulan II 2017. Pada triwulan II 2016 dan 2015, belanja

konsumsi juga mendominasi realisasi belanja daerah dengan komposisi masing-masing 87,05% dan 87,5% dari total

realisasi belanja daerah masing-masing tahun. Dominasi belanja konsumsi mulai menurun pada

triwulan II 2017 dan digantikan oleh belanja modal.

Berdasarkan persentase pencapaian realisasi anggaran

belanja tahun 2017, belanja hibah menempati posisi

tertinggi belanja pemerintah di Provinsi NTT dengan

persentase sebesar 53,52% dari total anggaran belanja

tahun 2017. Pencapaian realisasi belanja hibah tersebut

juga serupa dengan pencapaian periode yang sama di

tahun 2016 dan 2015 dengan persentase realisasi masing-

masing sebesar 52,43% dan 48,82%.

2.3.1 Belanja APBN

Pencapaian realisasi anggaran belanja APBN di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan periode yang

sama tahun 2016 dan 2015 terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal APBN. Pada triwulan II 2017,

realisasi belanja modal APBN adalah 31,06% dari total anggaran belanja modal APBN tahun 2017. Realisasi ini lebih besar

dari periode yang sama di tahun 2016 dan 2015 yakni 18,24% dan 12,17%. Realisasi belanja modal APBN ini sebagian

besar digunakan untuk investasi sumber daya air, salah satunya Bendungan Raknamo yang memasuki tahap penyelesaian.

29

GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN II 2017

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

SUM

BA B

ARA

T

SUM

BA T

ENG

AH

ALO

R

KO

TA K

UPA

NG

MA

LAK

A

ROTE

MA

TIM

END

E

SUM

BA T

IMU

R

LEM

BATA

MA

BAR

FLO

TIM

SBD

MA

NG

GA

RAI

NG

AD

A

SIK

KA

SABU

RA

IJUA

BELU

NA

GEK

EO

KA

B. K

UPA

NG

TTU

TTS

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

2.3 BELANJA DAERAH

Anggaran belanja pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 0,63% pada

triwulan II 2017 atau menjadi Rp 35,41 triliun dibandingkan triwulan I 2017 sebagai dampak kenaikan anggaran belanja

bantuan sosial dan belanja barang/jasa pada APBN masing-masing sebesar 11,21% dan 6,98%. Realisasi anggaran

belanja daerah sepanjang triwulan II 2017 baru mencapai 31,40% dari total anggaran belanja tahun 2017 atau sebesar Rp

11,12 triliun. Realisasi anggaran belanja tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan

tahun 2015. Peningkatan realisasi anggaran belanja tersebut didorong oleh peningkatan realisasi anggaran belanja APBD

Provinsi dan APBN. Persentase realisasi anggaran belanja terbesar pada triwulan II 2017 adalah APBD Provinsi yakni

42,25% dari total anggaran belanja APBD Provinsi tahun 2017 atau sebesar Rp 1,97 triliun. Pencapaian tersebut lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 40,19% dan 36,55%. Pencapaian tersebut

menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan realisasi APBD Provinsi terbesar nasional pada triwulan II 2017.

Realisasi anggaran belanja APBN pada triwulan II 2017 adalah Rp 3,15 triliun atau 33,82% dari total anggaran belanja

APBN tahun 2017. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar

29,64% dan 19,36%. Sementara itu, realisasi anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 adalah Rp 6

triliun atau 27,99% dari total angaran belanja APBD Kabupaten/Kota. Pencapaian tersebut mengalami penurunan

dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 28,03%. Penurunan tersebut disebabkan efek perubahan numenklatur dan

pergantian pejabat pada triwulan I 2017 yang menghambat realisasi anggaran.

Dari segi belanja modal, realisasi anggaran belanja modal pada triwulan II 2017 mencapai Rp 1,69 triliun atau 18,82% dari

total anggaran belanja modal tahun 2017 sebesar Rp 8,98 triliun. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 10,15% dan 13,38%. Realisasi belanja modal yang bersumber dari APBN

mengalami peningkatan menjadi 31,06% dari total anggaran belanja modal APBN tahun 2017 atau sebesar Rp 1,12 triliun

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 18,24% dan 12,17%. Realisasi anggaran

belanja modal yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota juga mengalami peningkatan menjadi Rp 490,94 miliar atau

10,23% dari total anggaran belanja modal APBD Kabupaten/Kota tahun 2017. Pencapaian tersebut lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 masing-masing sebesar 9,61% dan 5,83%. Sementara itu,

realisasi anggaran belanja modal APBD Provinsi mengalami penurunan menjadi 13,35% dari total anggaran belanja modal

APBD Provinsi tahun 2017 dibandingkan triwulan II 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 26,98% dan 20,42%.

28 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Secara spasial, rata-rata realisasi belanja di tiap Kabupaten/Kota selama triwulan II 2017 adalah 27,76%. Kabupaten Ende

menempati posisi tertinggi realisasi belanja dengan persentase 38,10%, diikuti oleh Kabupaten Flores Timur dan

Kabupaten Manggarai Timur dengan persentase masing-masing 37,87% dan 37,74%. Sementara itu, tiga posisi

terbawah realisasi belanja daerah ditempati oleh Kabupaten Sabu Raijua (16,14%), Kabupaten Nagekeo (18,21%), dan

Kabupaten Timor Tengah Selatan (18,43%). Pencapaian tersebut disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal dan

realisasi belanja lainnya, yang salah satunya terdiri dari belanja hibah.Dari segi belanja modal, realisasi tertinggi pada

triwulan II 2017 juga diraih oleh Kabupaten Ende dengan persentase 34,57%. Kabupaten Alor menyusul di peringkat

kedua dengan realisasi 24,65%. Sementara itu, realisasi belanja modal terendah dicapai oleh Kabupaten Timor Tengah

Utara (1,07%), Kabupaten Kupang (1,89%) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (1,96%). Empat belas Kabupaten

mempunyai realisasi belanja modal di bawah 10% sampai dengan triwulan II 2017. Realisasi belanja modal yang rendah ini

perlu mendapat perhatian pemerintah Kabupaten/Kota karena ketersediaan infrastruktur akan menstimulus

perekonomian suatu daerah.

GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber :KKP, diolah

GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODALBELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA REALISASI (LINE KANAN)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

END

E

FLO

TIM

MA

TIM

ALO

R

BELU

KO

TA K

UPA

NG

MA

BAR

SBD

MA

NG

GA

RAI

SUM

BA T

ENG

AH

ROTE

NG

AD

A

SUM

BA T

IMU

R

MA

LAK

A

SIK

KA

KA

B. K

UPA

NG

LEM

BATA

SUM

BA B

ARA

T

TTU

TTS

NA

GEK

EO

SABU

RA

IJUA

31

Selain itu, belanja modal APBN juga digunakan untuk penyelenggaraan jalan, perumahan, infrastruktur pemukiman, dan

penyelenggaraan transportasi. Sementara itu, realisasi belanja konsumsi pada triwulan II 2017 adalah 35,58% dari total

anggaran belanja konsumsi APBN tahun 2017. Realisasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama

tahun 2016 yakni 37%. Hal ini disebabkan oleh penghematan belanja yang dilaksanakan pemerintah daerah pada

triwulan II 2017. Berdasarkan komposisinya, realisasi belanja APBN pada triwulan II 2017 terdiri dari belanja pegawai yakni

36,20% dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 1,14 triliun, belanja modal yakni 35,66%

dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 1,12 triliun, dan belanja barang dan jasa yakni

28,09% dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 885,11 milyar. Ke depannya, realisasi belanja

modal akan terus meningkat terutama terkait investasi sumber daya air menyusul ditetapkannya Bendungan Napungete 1dan Bendungan Temef sebagai proyek strategis nasional per Juni 2017 .

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 ditetapkan 15 Juni 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyeks Strategis Nasional

1.

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT

Realisasi anggaran belanja APBD Provinsi menempati urutan tertinggi realisasi belanja daerah pada triwulan II

2017.Pencapaian tersebut dipengaruhi oleh peningkatan realisasi anggaran belanja konsumsi APBD Provinsi. Pada

triwulan II 2017, realisasi belanja konsumsi APBD Provinsi adalah 46,64% dari total anggaran belanja konsumsi APBD

Provinsi tahun 2017. Realisasi ini lebih besar dari periode yang sama di tahun 2016 dan 2015 yakni 44,2% dan 39,9%.

Secara komposisi, pangsa realisasi belanja konsumsi APBD Provinsipada triwulan II 2017 terutama disumbang oleh belanja

hibah sebesar Rp 770,55 miliar (39,11% dari total realisasi belanja daerah) dan belanja pegawai sebesar Rp 589,48 miliar

(29,92% dari total realisasi belanja daerah). Belanja hibah terutama digunakan untuk penyaluran dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) dan program Desa Mandiri Anggur Merah sesuai kebijakan pemberdayaan masyarakat oleh

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.Sementara itu, pencapaian belanja pegawai terutama didorong oleh pengalihan

kewenangan pembayaran gaji guru SMA ke Provinsi mulai tahun ini serta pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) pada

pegawai negeri dalam rangka Idul Fitri. Dari segi belanja modal APBD Provinsi, persentase realisasi anggaran belanja APBD

Provinsi mengalami penurunan menjadi 13,35% dibandingkan triwulan II 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 26,98%

dan 20,42%. Hal ini disebabkan karena keterlambatan pengadaan belanja modal yang bersifat administratif. Belanja

modal APBD Provinsi memiliki komposisi yang rendah yakni 3,81% dari keseluruhan realisasi belanja APBD Provinsi selama

triwulan II 2017. Oleh karena itu, realisasi belanja modal APBD Provinsi perlu ditingkatkan untuk mengejar target

pencapaian tahun 2017.

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

Pada triwulan II 2017, realisasi belanja APBD Kabupaten/Kota mengalami penurunan yang tidak signifikan dibandingkan

periode yang sama di tahun 2016. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan realisasi belanja konsumsi APBD

Kabupaten/Kota. Persentase realisasi belanja konsumsi APBD Kabupaten/Kota adalah 33,12% atau senilai dengan Rp 5,51

triliun, lebih kecil daripada pencapaian triwulan II 2016 yang mencapai 34,3%. Secara komposisi, pangsa realisasi belanja

APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 terutama disumbang oleh belanja pegawai sebesar Rp 3,40 triliun (56,74%

dari total realisasi belanja daerah). Pencapaian belanja pegawai didorong oleh pembayaran THR pada pegawai negeri

dalam rangka Idul Fitri.

30 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Secara spasial, rata-rata realisasi belanja di tiap Kabupaten/Kota selama triwulan II 2017 adalah 27,76%. Kabupaten Ende

menempati posisi tertinggi realisasi belanja dengan persentase 38,10%, diikuti oleh Kabupaten Flores Timur dan

Kabupaten Manggarai Timur dengan persentase masing-masing 37,87% dan 37,74%. Sementara itu, tiga posisi

terbawah realisasi belanja daerah ditempati oleh Kabupaten Sabu Raijua (16,14%), Kabupaten Nagekeo (18,21%), dan

Kabupaten Timor Tengah Selatan (18,43%). Pencapaian tersebut disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal dan

realisasi belanja lainnya, yang salah satunya terdiri dari belanja hibah.Dari segi belanja modal, realisasi tertinggi pada

triwulan II 2017 juga diraih oleh Kabupaten Ende dengan persentase 34,57%. Kabupaten Alor menyusul di peringkat

kedua dengan realisasi 24,65%. Sementara itu, realisasi belanja modal terendah dicapai oleh Kabupaten Timor Tengah

Utara (1,07%), Kabupaten Kupang (1,89%) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (1,96%). Empat belas Kabupaten

mempunyai realisasi belanja modal di bawah 10% sampai dengan triwulan II 2017. Realisasi belanja modal yang rendah ini

perlu mendapat perhatian pemerintah Kabupaten/Kota karena ketersediaan infrastruktur akan menstimulus

perekonomian suatu daerah.

GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber :KKP, diolah

GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

BELANJA PEGAWAI BELANJA MODALBELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA REALISASI (LINE KANAN)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

END

E

FLO

TIM

MA

TIM

ALO

R

BELU

KO

TA K

UPA

NG

MA

BAR

SBD

MA

NG

GA

RAI

SUM

BA T

ENG

AH

ROTE

NG

AD

A

SUM

BA T

IMU

R

MA

LAK

A

SIK

KA

KA

B. K

UPA

NG

LEM

BATA

SUM

BA B

ARA

T

TTU

TTS

NA

GEK

EO

SABU

RA

IJUA

31

Selain itu, belanja modal APBN juga digunakan untuk penyelenggaraan jalan, perumahan, infrastruktur pemukiman, dan

penyelenggaraan transportasi. Sementara itu, realisasi belanja konsumsi pada triwulan II 2017 adalah 35,58% dari total

anggaran belanja konsumsi APBN tahun 2017. Realisasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama

tahun 2016 yakni 37%. Hal ini disebabkan oleh penghematan belanja yang dilaksanakan pemerintah daerah pada

triwulan II 2017. Berdasarkan komposisinya, realisasi belanja APBN pada triwulan II 2017 terdiri dari belanja pegawai yakni

36,20% dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 1,14 triliun, belanja modal yakni 35,66%

dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 1,12 triliun, dan belanja barang dan jasa yakni

28,09% dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 885,11 milyar. Ke depannya, realisasi belanja

modal akan terus meningkat terutama terkait investasi sumber daya air menyusul ditetapkannya Bendungan Napungete 1dan Bendungan Temef sebagai proyek strategis nasional per Juni 2017 .

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 ditetapkan 15 Juni 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyeks Strategis Nasional

1.

2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT

Realisasi anggaran belanja APBD Provinsi menempati urutan tertinggi realisasi belanja daerah pada triwulan II

2017.Pencapaian tersebut dipengaruhi oleh peningkatan realisasi anggaran belanja konsumsi APBD Provinsi. Pada

triwulan II 2017, realisasi belanja konsumsi APBD Provinsi adalah 46,64% dari total anggaran belanja konsumsi APBD

Provinsi tahun 2017. Realisasi ini lebih besar dari periode yang sama di tahun 2016 dan 2015 yakni 44,2% dan 39,9%.

Secara komposisi, pangsa realisasi belanja konsumsi APBD Provinsipada triwulan II 2017 terutama disumbang oleh belanja

hibah sebesar Rp 770,55 miliar (39,11% dari total realisasi belanja daerah) dan belanja pegawai sebesar Rp 589,48 miliar

(29,92% dari total realisasi belanja daerah). Belanja hibah terutama digunakan untuk penyaluran dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) dan program Desa Mandiri Anggur Merah sesuai kebijakan pemberdayaan masyarakat oleh

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.Sementara itu, pencapaian belanja pegawai terutama didorong oleh pengalihan

kewenangan pembayaran gaji guru SMA ke Provinsi mulai tahun ini serta pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) pada

pegawai negeri dalam rangka Idul Fitri. Dari segi belanja modal APBD Provinsi, persentase realisasi anggaran belanja APBD

Provinsi mengalami penurunan menjadi 13,35% dibandingkan triwulan II 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 26,98%

dan 20,42%. Hal ini disebabkan karena keterlambatan pengadaan belanja modal yang bersifat administratif. Belanja

modal APBD Provinsi memiliki komposisi yang rendah yakni 3,81% dari keseluruhan realisasi belanja APBD Provinsi selama

triwulan II 2017. Oleh karena itu, realisasi belanja modal APBD Provinsi perlu ditingkatkan untuk mengejar target

pencapaian tahun 2017.

2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

Pada triwulan II 2017, realisasi belanja APBD Kabupaten/Kota mengalami penurunan yang tidak signifikan dibandingkan

periode yang sama di tahun 2016. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan realisasi belanja konsumsi APBD

Kabupaten/Kota. Persentase realisasi belanja konsumsi APBD Kabupaten/Kota adalah 33,12% atau senilai dengan Rp 5,51

triliun, lebih kecil daripada pencapaian triwulan II 2016 yang mencapai 34,3%. Secara komposisi, pangsa realisasi belanja

APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 terutama disumbang oleh belanja pegawai sebesar Rp 3,40 triliun (56,74%

dari total realisasi belanja daerah). Pencapaian belanja pegawai didorong oleh pembayaran THR pada pegawai negeri

dalam rangka Idul Fitri.

30 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

309.480

9.316.225

3.617.941

5.698.285

2.679.840

2.997.608

-

20.837

-

-

-

-

(9.006.746)

20.452.365

21.428.151

4.797.674

16.630.477

8.621.451

4.053.221

223.974

78.572

20.103

3.569.084

64.071

-

(975.786)

1.074.746

1.061.452

13.294

99.050

69.050

30.000

975.696

(91)

4.722.737

4.663.191

562.136

4.080.399

1.368.796

922.141

1.348.420

23.151

406.968

3.423

7.500

20.655

59.546

122.954

115.383

7.570

182.500

82.500

100.000

(59.546)

-

25.484.581

35.407.567

8.977.751

26.409.161

12.670.086

7.972.970

1.572.394

122.560

427.071

3.572.507

71.571

20.655

(9.922.986)

1.197.700

1.176.835

20.864

281.550

151.550

130.000

916.150

(91)

151.086

3.151.013

1.123.655

2.027.357

1.140.716

885.113

-

1.528

-

-

-

-

(2.999.926)

9.306.735

5.998.344

490.943

5.507.401

3.403.736

792.972

71.032

16.669

3.067

1.200.040

19.885

-

3.308.391

894.104

893.560

545

45.500

35.500

10.000

848.604

848.608

2.281.448

1.970.070

75.035

1.895.035

589.482

388.870

770.550

2.407

142.719

1.000

7

-

311.378

285.739

282.889

2.850

75.000

75.000

-

210.739

210.739

11.739.269

11.119.427

1.689.633

9.429.793

5.133.934

2.066.954

841.582

20.605

145.787

1.201.040

19.891

-

619.843

1.179.843

1.176.448

3.395

120.500

110.500

10.000

1.059.343

1.059.347

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 107,25

449,44

77,99

4.301,59

4.936,27

0,03

3,30

14,47

275,26

293,06

-

235,04

84,89

1.249,16

1.569,09

107,27

687,78

177,35

5.826,01

6.798,41

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

Sumber: Bank Indonesia, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

TRILIUN RP

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

Berdasarkan data perbankan sampai dengan triwulan II 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk

simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,80 triliun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 34,10% dibandingkan

triwulan I 2017 yang memiliki jumlah sebesar Rp 5,07 triliun. Komponen DPK pemerintah paling banyak adalah giro

dengan nilai Rp 4,94 triliun atau 72,61% dari total dana pemerintah di perbankan. Peningkatan DPK Pemerintah pada

triwulan II 2017 menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah. Di sisi yang lain,

ketersediaan dana yang besar di perbankan juga menjadi potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih

baik pada triwulan berikutnya.

32

Perkembangan I nflasi03

Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan inflasi terjadi pada komoditas administered prices yang lebih

disebabkan oleh tingginya kenaikan permintaan angkutan udara pada libur panjang keagamaan dan libur sekolah,

sedangkan kelompok volatile food justru mengalami deflasi karena kondisi cuaca yang relatif terjaga serta adanya

panen sejumlah komoditas.

Secara spasial, baik di Kota Kupang maupun Kota Maumere, inflasi sepanjang triwulan II 2017 masih relatif terjaga

terutama disebabkan oleh harga bahan makanan yang cenderung menurun. Adapun penyumbang inflasi di Kota

Kupang cenderung lebih disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi transportasi, sedangkan inflasi di Kota Maumere

lebih disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok perumahan karena kenaikan tarif listrik, transportasi dan

kesehatan.

Inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih relatif terjaga seiring dengan adanya deflasi pada bulan Juli 2017

serta relatif stabilnya harga-harga hingga bulan September 2017. Adanya hari raya kemerdekaan Republik

Indonesia dan potensi kenaikan biaya pendidikan tinggi diperkirakan tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap

inflasi. Stabilitas harga pangan diperkirakan masih menjadi pendorong seiring dengan masih bagusnya cuaca.

Inflasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 menunjukkan kondisi yang masih relatif terjaga dengan nilai inflasi

sebesar 2,45% (yoy), menjadikan NTT sebagai provinsi dengan inflasi terendah di Indonesia. Adanya beberapa

kegiatan dan libur keagamaan seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Paskah dan Isra Mi’raj serta libur sekolah,

tambahan gaji PNS ke-14, tunjangan hari raya dan kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan daya 900 watt yang

ke-3 mendorong peningkatan inflasi terutama di kelompok sandang dan transportasi, namun dapat ditahan oleh

deflasi bahan makanan yang terjadi di sepanjang triwulan II 2017.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

309.480

9.316.225

3.617.941

5.698.285

2.679.840

2.997.608

-

20.837

-

-

-

-

(9.006.746)

20.452.365

21.428.151

4.797.674

16.630.477

8.621.451

4.053.221

223.974

78.572

20.103

3.569.084

64.071

-

(975.786)

1.074.746

1.061.452

13.294

99.050

69.050

30.000

975.696

(91)

4.722.737

4.663.191

562.136

4.080.399

1.368.796

922.141

1.348.420

23.151

406.968

3.423

7.500

20.655

59.546

122.954

115.383

7.570

182.500

82.500

100.000

(59.546)

-

25.484.581

35.407.567

8.977.751

26.409.161

12.670.086

7.972.970

1.572.394

122.560

427.071

3.572.507

71.571

20.655

(9.922.986)

1.197.700

1.176.835

20.864

281.550

151.550

130.000

916.150

(91)

151.086

3.151.013

1.123.655

2.027.357

1.140.716

885.113

-

1.528

-

-

-

-

(2.999.926)

9.306.735

5.998.344

490.943

5.507.401

3.403.736

792.972

71.032

16.669

3.067

1.200.040

19.885

-

3.308.391

894.104

893.560

545

45.500

35.500

10.000

848.604

848.608

2.281.448

1.970.070

75.035

1.895.035

589.482

388.870

770.550

2.407

142.719

1.000

7

-

311.378

285.739

282.889

2.850

75.000

75.000

-

210.739

210.739

11.739.269

11.119.427

1.689.633

9.429.793

5.133.934

2.066.954

841.582

20.605

145.787

1.201.040

19.891

-

619.843

1.179.843

1.176.448

3.395

120.500

110.500

10.000

1.059.343

1.059.347

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT 107,25

449,44

77,99

4.301,59

4.936,27

0,03

3,30

14,47

275,26

293,06

-

235,04

84,89

1.249,16

1.569,09

107,27

687,78

177,35

5.826,01

6.798,41

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT

Sumber: Bank Indonesia, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

TRILIUN RP

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN

Berdasarkan data perbankan sampai dengan triwulan II 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk

simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,80 triliun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 34,10% dibandingkan

triwulan I 2017 yang memiliki jumlah sebesar Rp 5,07 triliun. Komponen DPK pemerintah paling banyak adalah giro

dengan nilai Rp 4,94 triliun atau 72,61% dari total dana pemerintah di perbankan. Peningkatan DPK Pemerintah pada

triwulan II 2017 menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah. Di sisi yang lain,

ketersediaan dana yang besar di perbankan juga menjadi potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih

baik pada triwulan berikutnya.

32

Perkembangan I nflasi03

Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan inflasi terjadi pada komoditas administered prices yang lebih

disebabkan oleh tingginya kenaikan permintaan angkutan udara pada libur panjang keagamaan dan libur sekolah,

sedangkan kelompok volatile food justru mengalami deflasi karena kondisi cuaca yang relatif terjaga serta adanya

panen sejumlah komoditas.

Secara spasial, baik di Kota Kupang maupun Kota Maumere, inflasi sepanjang triwulan II 2017 masih relatif terjaga

terutama disebabkan oleh harga bahan makanan yang cenderung menurun. Adapun penyumbang inflasi di Kota

Kupang cenderung lebih disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi transportasi, sedangkan inflasi di Kota Maumere

lebih disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok perumahan karena kenaikan tarif listrik, transportasi dan

kesehatan.

Inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih relatif terjaga seiring dengan adanya deflasi pada bulan Juli 2017

serta relatif stabilnya harga-harga hingga bulan September 2017. Adanya hari raya kemerdekaan Republik

Indonesia dan potensi kenaikan biaya pendidikan tinggi diperkirakan tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap

inflasi. Stabilitas harga pangan diperkirakan masih menjadi pendorong seiring dengan masih bagusnya cuaca.

Inflasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 menunjukkan kondisi yang masih relatif terjaga dengan nilai inflasi

sebesar 2,45% (yoy), menjadikan NTT sebagai provinsi dengan inflasi terendah di Indonesia. Adanya beberapa

kegiatan dan libur keagamaan seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Paskah dan Isra Mi’raj serta libur sekolah,

tambahan gaji PNS ke-14, tunjangan hari raya dan kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan daya 900 watt yang

ke-3 mendorong peningkatan inflasi terutama di kelompok sandang dan transportasi, namun dapat ditahan oleh

deflasi bahan makanan yang terjadi di sepanjang triwulan II 2017.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Angkutan Udara

Kangkung

Wortel

Tahu Mentah

Pucuk Labu

Daun Seledri

Rokok Kretek Filter

Besi Beton

Terong Panjang

Celana Panjang Jeans

12,83

20,82

31,35

8,58

45,79

85,60

1,36

2,93

19,07

7,92

Komoditas Inflasi (%)

0,35

0,16

0,05

0,04

0,04

0,03

0,03

0,02

0,02

0,02

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

APRIL

Tarip Listrik

Bawang Putih

Ekor Kuning

Tongkol

Kembung

Telur Ayam Ras

Cakalang

Daun Singkong

Seng

Apel

4,37

21,30

37,09

7,57

4,67

3,79

18,94

14,36

1,51

11,75

Komoditas Inflasi (%)

0,13

0,07

0,04

0,04

0,04

0,03

0,02

0,02

0,01

0,01

Andil (%)

MEI

Angkutan Udara

Daging Ayam Ras

Nasi dengan Lauk

Ekor Kuning

Kakap Merah

Kue Kering

Kentang

Telur Ayam Ras

Buncis

Tauge/Kecambah

24,88

33,33

1,64

20,78

15,36

7,79

7,58

2,07

15,41

15,51

Komoditas Inflasi (%)

0,74

0,26

0,04

0,03

0,03

0,03

0,02

0,02

0,01

0,01

Andil (%)

JUNI

Cabai Rawit

Daging Ayam Ras

Tembang

Tongkol

Kakap Merah

Ekor Kuning

Bunga Pepaya

Nasi dengan Lauk

Kue Kering

Terong Panjang

74,16

11,26

30,25

15,38

24,11

28,11

64,74

1,72

8,52

26,70

Komoditas Inflasi (%)

0,12

0,12

0,09

0,08

0,06

0,05

0,04

0,04

0,03

0,02

Andil (%)

JULI

3.1.1 Inflasi Triwulanan dan Bulanan

Secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT juga masih relatif terkendali dengan nilai inflasi sebesar 0,74% (qtq),

lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,18% (qtq). Secara bulanan, inflasi juga relatif terkendali

dengan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni 2017 seiring dengan adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Pada bulan

April, Provinsi NTT masih mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya libur panjang yang meningkatkan tarif

angkutan udara dan kembali menurun di bulan Mei 2017.

Inflasi pada bulan April 2017 sebesar 0,24% (mtm), lebih tinggi dari rata-rata inflasi 3 tahun terakhir yang sebesar 0,16 (av-

mtm) atau inflasi nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Peningkatan inflasi lebih disebabkan oleh adanya kenaikan tarif

angkutan udara hingga 12,83% (mtm) seiring dengan adanya libur panjang hari raya Paskah dan Isra Mi’raj Nabi

Muhammad SAW. Harga bahan makanan secara umum masih mengalami penurunan namun cenderung melambat

dibanding bulan sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada kelompok komoditas ikan segar dengan 4 komoditas

(kembung, ekor kuning, tembang dan cakalang) menjadi penyumbang deflasi terbesar seiring dengan cukup baiknya

cuaca sehingga hasil tangkapan ikan cukup melimpah di pasar.

Pada bulan Mei 2017, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi 0,01% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali turunnya

tarif angkutan udara dan masih relatif stabilnya harga bahan makanan. Pada bulan ini juga terlihat beberapa komoditas

kembali mengalami normalisasi harga seperti komoditas ikan segar yang kembali mengalami kenaikan setelah turun

cukup besar di bulan sebelumnya.

Pada bulan Juni 2017, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,51%(mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi

nasional yang sebesar 0,69% (mtm). Adanya hari raya Idul Fitri hanya berpengaruh terhadap inflasi angkutan udara yang

meningkat hingga 24,88% (mtm) karena banyaknya permintaan mudik bagi para pendatang dari luar NTT. Adanya

kenaikan harga daging ayam ras lebih disebabkan oleh berkurangnya pasokan setelah harga cenderung rendah dalam dua

bulan sebelumnya, yang membuat banyak peternak mengurangi pasokan dan peternak mandiri banyak yang

menghentikan usahanya. Adanya musim angin timur juga membuat beberapa harga ikan seperti ikan ekor kuning dan

kakap mengalami kenaikan namun harga beberapa jenis ikan (tongkol dan kembung) masih relatif terjaga. Namun

demikian secara umum, inflasi masih relatif terjaga terutama disebabkan oleh turunnya inflasi pada komoditas bahan

makanan dikarenakan oleh cukup kondusifnya cuaca untuk bercocok tanam.

35

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

ANGKUTAN UDARA

TARIP LISTRIK

BIAYA PERPANJANGAN STNK

DAGING BABI

ROKOK KRETEK FILTER

MOBIL

TAHU MENTAH

PUCUK LABU

CABAI RAWIT

ROKOK KRETEK

26,25

22,50

102,93

21,14

7,53

8,42

22,46

94,20

30,54

11,55

KOMODITAS INFLASI

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

YOY

0,78

0,71

0,20

0,15

0,14

0,11

0,11

0,10

0,10

0,08

SUM YOY

SAWI PUTIH

KEMBUNG

DAGING AYAM RAS

TOMAT SAYUR

KUBIS

GULA PASIR

BAYAM

BAWANG MERAH

SAWI HIJAU

LENGKUAS

(28,01)

(25,13)

(25,06)

(37,28)

(61,48)

(8,88)

(18,61)

(14,40)

(41,37)

(30,77)

KOMODITAS DEFLASI

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

YOY

(0,23)

(0,23)

(0,20)

(0,11)

(0,07)

(0,07)

(0,06)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

SUM YOY

Sumber : BPS diolah

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

INFLASI TAHUNAN (%)

0,01

1,01

2,01

3,01

4,01

5,01

6,01

7,01

8,01

9,01

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2017

NASIONAL NTT

Sumber : BPS, diolah

I I I 7

4,37 3,88

2,45 2,61

3.1. Kondisi Umum

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2017 masih cukup terkendali yang terlihat dari laju inflasi yang hanya

sebesar 2,45% (yoy) jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37% (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir

yang mencapai 4,49% (av-yoy). Kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan

mengalami penurunan di sepanjang triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan

permintaan karena adanya berbagai libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-14 dan THR. Tingginya kenaikan

permintaan tersebut berdampak pada tingginya tarif angkutan udara untuk mudik hari raya atau bepergian ke luar daerah.

Selain itu, inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan dan bahan bakar seiring dengan kenaikan ke-3 tarif listrik rumah

tangga daya 900 watt atau pada kelompok komoditas sandang yang secara rata-rata mengalami kenaikan menjelang hari

raya idul fitri dan menjelang tahun ajaran baru. Adapun inflasi pada komoditas lain relatif terkendali.

Berdasarkan komoditas, angkutan udara menjadi

penyumbang utama tingginya inflasi pada triwulan II 2017

dengan kenaikan hingga 26,25% (yoy) dibanding tahun

sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan

udara menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Tarif

listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang

disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga

dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih

d a r i 1 0 0 % . D e m i k i a n j u g a d e n g a n

kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan, 5 komoditas

merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 komoditas berupa komoditas bahan makanan dan 1 komoditas mobil.

Adapun berdasarkan 10 komoditas penyumbang deflasi utama, 9 komoditas diantaranya berupa komoditas bahan

makanan dan 1 gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol. Sawi putih menjadi komoditas

dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01% (yoy), diikuti ikan kembung (25,13%-yoy), daging ayam ras (25,06%-

yoy) dan tomat sayur (37,28%-yoy). Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I 2017 membuat produksi

pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas. Hal ini menunjukkan bahwa adanya

kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan oleh penurunan inflasi volatile

food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.

34 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Angkutan Udara

Kangkung

Wortel

Tahu Mentah

Pucuk Labu

Daun Seledri

Rokok Kretek Filter

Besi Beton

Terong Panjang

Celana Panjang Jeans

12,83

20,82

31,35

8,58

45,79

85,60

1,36

2,93

19,07

7,92

Komoditas Inflasi (%)

0,35

0,16

0,05

0,04

0,04

0,03

0,03

0,02

0,02

0,02

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

APRIL

Tarip Listrik

Bawang Putih

Ekor Kuning

Tongkol

Kembung

Telur Ayam Ras

Cakalang

Daun Singkong

Seng

Apel

4,37

21,30

37,09

7,57

4,67

3,79

18,94

14,36

1,51

11,75

Komoditas Inflasi (%)

0,13

0,07

0,04

0,04

0,04

0,03

0,02

0,02

0,01

0,01

Andil (%)

MEI

Angkutan Udara

Daging Ayam Ras

Nasi dengan Lauk

Ekor Kuning

Kakap Merah

Kue Kering

Kentang

Telur Ayam Ras

Buncis

Tauge/Kecambah

24,88

33,33

1,64

20,78

15,36

7,79

7,58

2,07

15,41

15,51

Komoditas Inflasi (%)

0,74

0,26

0,04

0,03

0,03

0,03

0,02

0,02

0,01

0,01

Andil (%)

JUNI

Cabai Rawit

Daging Ayam Ras

Tembang

Tongkol

Kakap Merah

Ekor Kuning

Bunga Pepaya

Nasi dengan Lauk

Kue Kering

Terong Panjang

74,16

11,26

30,25

15,38

24,11

28,11

64,74

1,72

8,52

26,70

Komoditas Inflasi (%)

0,12

0,12

0,09

0,08

0,06

0,05

0,04

0,04

0,03

0,02

Andil (%)

JULI

3.1.1 Inflasi Triwulanan dan Bulanan

Secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT juga masih relatif terkendali dengan nilai inflasi sebesar 0,74% (qtq),

lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,18% (qtq). Secara bulanan, inflasi juga relatif terkendali

dengan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni 2017 seiring dengan adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Pada bulan

April, Provinsi NTT masih mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya libur panjang yang meningkatkan tarif

angkutan udara dan kembali menurun di bulan Mei 2017.

Inflasi pada bulan April 2017 sebesar 0,24% (mtm), lebih tinggi dari rata-rata inflasi 3 tahun terakhir yang sebesar 0,16 (av-

mtm) atau inflasi nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Peningkatan inflasi lebih disebabkan oleh adanya kenaikan tarif

angkutan udara hingga 12,83% (mtm) seiring dengan adanya libur panjang hari raya Paskah dan Isra Mi’raj Nabi

Muhammad SAW. Harga bahan makanan secara umum masih mengalami penurunan namun cenderung melambat

dibanding bulan sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada kelompok komoditas ikan segar dengan 4 komoditas

(kembung, ekor kuning, tembang dan cakalang) menjadi penyumbang deflasi terbesar seiring dengan cukup baiknya

cuaca sehingga hasil tangkapan ikan cukup melimpah di pasar.

Pada bulan Mei 2017, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi 0,01% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali turunnya

tarif angkutan udara dan masih relatif stabilnya harga bahan makanan. Pada bulan ini juga terlihat beberapa komoditas

kembali mengalami normalisasi harga seperti komoditas ikan segar yang kembali mengalami kenaikan setelah turun

cukup besar di bulan sebelumnya.

Pada bulan Juni 2017, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,51%(mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi

nasional yang sebesar 0,69% (mtm). Adanya hari raya Idul Fitri hanya berpengaruh terhadap inflasi angkutan udara yang

meningkat hingga 24,88% (mtm) karena banyaknya permintaan mudik bagi para pendatang dari luar NTT. Adanya

kenaikan harga daging ayam ras lebih disebabkan oleh berkurangnya pasokan setelah harga cenderung rendah dalam dua

bulan sebelumnya, yang membuat banyak peternak mengurangi pasokan dan peternak mandiri banyak yang

menghentikan usahanya. Adanya musim angin timur juga membuat beberapa harga ikan seperti ikan ekor kuning dan

kakap mengalami kenaikan namun harga beberapa jenis ikan (tongkol dan kembung) masih relatif terjaga. Namun

demikian secara umum, inflasi masih relatif terjaga terutama disebabkan oleh turunnya inflasi pada komoditas bahan

makanan dikarenakan oleh cukup kondusifnya cuaca untuk bercocok tanam.

35

Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

ANGKUTAN UDARA

TARIP LISTRIK

BIAYA PERPANJANGAN STNK

DAGING BABI

ROKOK KRETEK FILTER

MOBIL

TAHU MENTAH

PUCUK LABU

CABAI RAWIT

ROKOK KRETEK

26,25

22,50

102,93

21,14

7,53

8,42

22,46

94,20

30,54

11,55

KOMODITAS INFLASI

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

YOY

0,78

0,71

0,20

0,15

0,14

0,11

0,11

0,10

0,10

0,08

SUM YOY

SAWI PUTIH

KEMBUNG

DAGING AYAM RAS

TOMAT SAYUR

KUBIS

GULA PASIR

BAYAM

BAWANG MERAH

SAWI HIJAU

LENGKUAS

(28,01)

(25,13)

(25,06)

(37,28)

(61,48)

(8,88)

(18,61)

(14,40)

(41,37)

(30,77)

KOMODITAS DEFLASI

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

YOY

(0,23)

(0,23)

(0,20)

(0,11)

(0,07)

(0,07)

(0,06)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

SUM YOY

Sumber : BPS diolah

GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

INFLASI TAHUNAN (%)

0,01

1,01

2,01

3,01

4,01

5,01

6,01

7,01

8,01

9,01

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2017

NASIONAL NTT

Sumber : BPS, diolah

I I I 7

4,37 3,88

2,45 2,61

3.1. Kondisi Umum

Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2017 masih cukup terkendali yang terlihat dari laju inflasi yang hanya

sebesar 2,45% (yoy) jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37% (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir

yang mencapai 4,49% (av-yoy). Kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan

mengalami penurunan di sepanjang triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan

permintaan karena adanya berbagai libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-14 dan THR. Tingginya kenaikan

permintaan tersebut berdampak pada tingginya tarif angkutan udara untuk mudik hari raya atau bepergian ke luar daerah.

Selain itu, inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan dan bahan bakar seiring dengan kenaikan ke-3 tarif listrik rumah

tangga daya 900 watt atau pada kelompok komoditas sandang yang secara rata-rata mengalami kenaikan menjelang hari

raya idul fitri dan menjelang tahun ajaran baru. Adapun inflasi pada komoditas lain relatif terkendali.

Berdasarkan komoditas, angkutan udara menjadi

penyumbang utama tingginya inflasi pada triwulan II 2017

dengan kenaikan hingga 26,25% (yoy) dibanding tahun

sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan

udara menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Tarif

listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang

disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga

dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih

d a r i 1 0 0 % . D e m i k i a n j u g a d e n g a n

kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan, 5 komoditas

merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 komoditas berupa komoditas bahan makanan dan 1 komoditas mobil.

Adapun berdasarkan 10 komoditas penyumbang deflasi utama, 9 komoditas diantaranya berupa komoditas bahan

makanan dan 1 gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol. Sawi putih menjadi komoditas

dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01% (yoy), diikuti ikan kembung (25,13%-yoy), daging ayam ras (25,06%-

yoy) dan tomat sayur (37,28%-yoy). Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I 2017 membuat produksi

pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas. Hal ini menunjukkan bahwa adanya

kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan oleh penurunan inflasi volatile

food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.

34 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

0,2

(0,8)

0,2

0,1

0,9

(0,1)

0,3

1,9

(0,0)

(0,5)

0,2

0,6

0,1

0,5

(0,2)

(0,5)

JUN

0,5

(1,1)

0,4

(0,1)

0,2

0,2

0,0

4,0

(0,2)

1,4

0,8

(0,0)

0,2

0,1

(0,1)

(3,2)

JUL

YOY

II

2,45

(3,00)

4,16

3,78

3,27

1,79

3,23

6,30

2,61

1,98

3,64

3,48

3,26

2,10

2,97

1,06

JUL

YTD

II

0,84

(4,65)

1,55

2,37

1,94

0,54

0,26

6,21

0,68

(3,37)

2,34

2,35

2,13

0,68

0,21

2,78

JUL

GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

BALI NTB NTT BALI NTB NTT

TAHUNAN TRIWULANAN (1,50)

(0,50)

0,50

1,50

2,50

3,50

4,50

GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

4,54 4,44

3,59 4,30 4,65

1,61 1,47

0,30

1,25 0,88

- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00

4,01 3,39

2,47

(0,20)

1,13 0,74

Secara tahunan, inflasi di semua Provinsi masih relatif stabil dengan kenaikan inflasi tertinggi di Provinsi Bali sebesar 4,01%

(yoy), disusul Provinsi NTB sebesar 3,39% (yoy), dan Provinsi NTT (2,47%-yoy). Relatif rendahnya inflasi terutama

disebabkan oleh rendahnya inflasi bahan makanan, bahkan terjadi deflasi di NTT dan NTB, sedangkan penyumbang inflasi

utama lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi adminisitered prices karena kenaikan tarif listrik, biaya perpanjangan STNK,

kenaikan tarif cukai rokok ataupun kenaikan angkutan udara terutama di NTT.

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Berbeda dengan triwulan sebelumnya, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan

II 2017 menjadi penyumbang inflasi utama, terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi angkutan udara

seiring banyaknya permintaan selama hari raya Idul Fitri. Kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau masih

mengalami inflasi yang cukup tinggi, namun menunjukkan adanya pelambatan. Tingginya kenaikan cukai rokok dinilai

masih menjadi faktor utama yang meningkatkan inflasi kelompok makanan jadi walaupun tingkat inflasi cenderung

melambat. Potensi kenaikan harga diduga sudah diantisipasi sejak dua tahun sebelumnya dengan menaikkan harga rokok

secara bertahap, sehingga kenaikan harga di tahun ini dapat dikurangi. Adanya deflasi pada komoditas bahan makanan

mampu menjadi penahan inflasi di NTT, sedangkan inflasi komoditas lainnya cenderung masih terjaga.

3.2.1 Bahan Makanan

Pada triwulan II 2017, Komoditas bahan makanan mengalami deflasi sebesar -3,00% (yoy) terutama

disebabkan oleh kondisi pasokan tersedia dalam jumlah yang cukup, sehingga harga-harga beberapa bahan

makanan cenderung mengalami penurunan. Rendahnya inflasi juga dapat dilihat dari capaian inflasi bulanan,

triwulanan ataupun posisi bulan berjalan yang juga negatif. Capaian deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh

kondisi cuaca yang membaik paska La Nina, sehingga produksi dan pasokan komoditas dapat meningkat dan menurunkan

harga jual.

37

Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Kembung

Ekor Kuning

Beras

Cabai Rawit

Daging Ayam Ras

Tembang

Cakalang

Tomat Sayur

Semen

Daging Ayam Kampung

(10,16)

(41,57)

(1,06)

(14,62)

(6,12)

(11,96)

(21,56)

(8,45)

(0,97)

(16,22)

Komoditas Deflasi (%)

(0,10)

(0,08)

(0,07)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

Kangkung

Angkutan Udara

Sawi Putih

Tomat Sayur

Bawang Merah

Lengkuas

Daging Ayam Ras

Sawi Hijau

Wortel

Semangka

(13,45)

(3,12)

(6,14)

(13,89)

(7,51)

(18,18)

(3,70)

(16,22)

(8,82)

(17,48)

Komoditas Deflasi (%)

(0,12)

(0,10)

(0,05)

(0,05)

(0,03)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

(0,02)

Andil (%)

Cabai Rawit

Sawi Putih

Tongkol

Bayam

Cabai Merah

Terong Panjang

Kembung

Kubis

Wortel

Tomat Sayur

(48,77)

(18,63)

(14,79)

(15,45)

(18,40)

(31,91)

(4,38)

(31,76)

(18,48)

(8,52)

Komoditas Deflasi (%)

(0,16)

(0,15)

(0,09)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

Andil (%)

Angkutan Udara

Sawi Putih

Bawang Putih

Wortel

Cabai Merah

Kangkung

Bawang Merah

Kubis

Sawi Hijau

Teri

(16,48)

(18,39)

(15,34)

(27,83)

(16,72)

(3,47)

(4,80)

(20,71)

(12,52)

(9,67)

Komoditas Deflasi (%)

(0,61)

(0,12)

(0,06)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

(0,01)

(0,01)

Andil (%)

APRIL MEI JUNI JULI

Di bulan Juli 2017, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi sebesar -0,16% (mtm) yang terutama lebih disebabkan oleh

kembali turunnya harga tiket pesawat setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan sebelumnya. Di sisi lain, Inflasi

bahan makanan pada akhirnya kembali meningkat, setelah 4 bulan sebelumnya selalu mengalami deflasi seiring dengan

adanya perbaikan cuaca. Kenaikan harga terutama disebabkan oleh tingginya harga cabai rawit seiring dengan adanya

kelangkaan di pasar. Harga daging ayam ras juga masih mengalami kenaikan cukup besar, begitu juga dengan komoditas

ikan segar yang mengalami kenaikan karena kondisi angin muson timur yang membuat banyak nelayan tidak melaut

dikarenakan gelombang laut yang cukup tinggi.

Dibanding provinsi lainnya di Indonesia, inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2017 menjadi pencapaian inflasi yang

terendah dengan nilai inflasi sebesar 2,47% (yoy), atau menjadi satu-satunya provinsi dengan nilai inflasi di bawah 2,5%

(yoy). Adanya cuaca yang kembali normal menjadi alasan utama relatif rendahnya inflasi terutama bahan makanan,

setelah di tahun sebelumnya cenderung tinggi karena adanya anomali cuaca La Nina. Adanya deflasi komoditas bahan

makanan tersebut mampu meredam kenaikan tinggi komoditas administered prices paska kenaikan tarif listrik, cukai

rokok maupun biaya perpanjangan STNK. Terbatasnya jumlah penerbangan juga menjadi penyebab utama tingginya

inflasi administered prices di NTT.

Berdasarkan wilayah, inflasi di kawasan Balinusra pada triwulan II 2017 mencapai 3,59% (yoy), terendah dibandingkan

kawasan lain di Indonesia. Rendahnya inflasi terutama didorong oleh cukup rendahnya inflasi Provinsi di kawasan

Balinusra. Rendahnya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh kondusifnya inflasi pada triwulan II, dengan nilai inflasi

rata-rata Balinusra hanya sebesar 0,30% (qtq) jauh lebih kecil dibandingkan Sumatera (0,88-qtq), atau Jawa (1,25%-qtq)

yang berada di peringkat 3 terbawah. Rendahnya inflasi ini lebih dikarenakan dari 3 provinsi pembentuknya, hanya Provinsi

Nusa Tenggara Barat yang mayoritas penduduknya beragama muslim, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara Timur

mayoritas non muslim, sehingga adanya hari raya Idul Fitri tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan permintaan.

Hal ini terlihat dari nilai inflasi di Provinsi NTB pada triwulan II yang mencapai 1,13% paling tinggi dibanding Provinsi NTT

(0,74%) ataupun Bali yang justru mengalami deflasi (-0,20%-qtq). Inflasi di NTT lebih disebabkan oleh tingginya inflasi

angkutan udara karena adanya aktivitas mudik lebaran, sedangkan deflasi di Provinsi Bali lebih disebabkan oleh turunnya

harga bahan makanan dan di sisi lain, harga komoditas lainnya relatif stabil. Inflasi di Provinsi NTB justru lebih disebabkan

oleh kenaikan harga komoditas sandang, sedangkan komoditas bahan makanan masih relatif stabil walaupun di Kota

Bima justru terjadi kenaikan yang cukup tinggi.

36

3.1.2 Perbandingan Inflasi NTT di Kawasan dan Wilayah Balinusra

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

0,2

(0,8)

0,2

0,1

0,9

(0,1)

0,3

1,9

(0,0)

(0,5)

0,2

0,6

0,1

0,5

(0,2)

(0,5)

JUN

0,5

(1,1)

0,4

(0,1)

0,2

0,2

0,0

4,0

(0,2)

1,4

0,8

(0,0)

0,2

0,1

(0,1)

(3,2)

JUL

YOY

II

2,45

(3,00)

4,16

3,78

3,27

1,79

3,23

6,30

2,61

1,98

3,64

3,48

3,26

2,10

2,97

1,06

JUL

YTD

II

0,84

(4,65)

1,55

2,37

1,94

0,54

0,26

6,21

0,68

(3,37)

2,34

2,35

2,13

0,68

0,21

2,78

JUL

GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

BALI NTB NTT BALI NTB NTT

TAHUNAN TRIWULANAN (1,50)

(0,50)

0,50

1,50

2,50

3,50

4,50

GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

4,54 4,44

3,59 4,30 4,65

1,61 1,47

0,30

1,25 0,88

- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00

4,01 3,39

2,47

(0,20)

1,13 0,74

Secara tahunan, inflasi di semua Provinsi masih relatif stabil dengan kenaikan inflasi tertinggi di Provinsi Bali sebesar 4,01%

(yoy), disusul Provinsi NTB sebesar 3,39% (yoy), dan Provinsi NTT (2,47%-yoy). Relatif rendahnya inflasi terutama

disebabkan oleh rendahnya inflasi bahan makanan, bahkan terjadi deflasi di NTT dan NTB, sedangkan penyumbang inflasi

utama lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi adminisitered prices karena kenaikan tarif listrik, biaya perpanjangan STNK,

kenaikan tarif cukai rokok ataupun kenaikan angkutan udara terutama di NTT.

3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Berbeda dengan triwulan sebelumnya, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan

II 2017 menjadi penyumbang inflasi utama, terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi angkutan udara

seiring banyaknya permintaan selama hari raya Idul Fitri. Kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau masih

mengalami inflasi yang cukup tinggi, namun menunjukkan adanya pelambatan. Tingginya kenaikan cukai rokok dinilai

masih menjadi faktor utama yang meningkatkan inflasi kelompok makanan jadi walaupun tingkat inflasi cenderung

melambat. Potensi kenaikan harga diduga sudah diantisipasi sejak dua tahun sebelumnya dengan menaikkan harga rokok

secara bertahap, sehingga kenaikan harga di tahun ini dapat dikurangi. Adanya deflasi pada komoditas bahan makanan

mampu menjadi penahan inflasi di NTT, sedangkan inflasi komoditas lainnya cenderung masih terjaga.

3.2.1 Bahan Makanan

Pada triwulan II 2017, Komoditas bahan makanan mengalami deflasi sebesar -3,00% (yoy) terutama

disebabkan oleh kondisi pasokan tersedia dalam jumlah yang cukup, sehingga harga-harga beberapa bahan

makanan cenderung mengalami penurunan. Rendahnya inflasi juga dapat dilihat dari capaian inflasi bulanan,

triwulanan ataupun posisi bulan berjalan yang juga negatif. Capaian deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh

kondisi cuaca yang membaik paska La Nina, sehingga produksi dan pasokan komoditas dapat meningkat dan menurunkan

harga jual.

37

Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT

Kembung

Ekor Kuning

Beras

Cabai Rawit

Daging Ayam Ras

Tembang

Cakalang

Tomat Sayur

Semen

Daging Ayam Kampung

(10,16)

(41,57)

(1,06)

(14,62)

(6,12)

(11,96)

(21,56)

(8,45)

(0,97)

(16,22)

Komoditas Deflasi (%)

(0,10)

(0,08)

(0,07)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

Kangkung

Angkutan Udara

Sawi Putih

Tomat Sayur

Bawang Merah

Lengkuas

Daging Ayam Ras

Sawi Hijau

Wortel

Semangka

(13,45)

(3,12)

(6,14)

(13,89)

(7,51)

(18,18)

(3,70)

(16,22)

(8,82)

(17,48)

Komoditas Deflasi (%)

(0,12)

(0,10)

(0,05)

(0,05)

(0,03)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

(0,02)

Andil (%)

Cabai Rawit

Sawi Putih

Tongkol

Bayam

Cabai Merah

Terong Panjang

Kembung

Kubis

Wortel

Tomat Sayur

(48,77)

(18,63)

(14,79)

(15,45)

(18,40)

(31,91)

(4,38)

(31,76)

(18,48)

(8,52)

Komoditas Deflasi (%)

(0,16)

(0,15)

(0,09)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

Andil (%)

Angkutan Udara

Sawi Putih

Bawang Putih

Wortel

Cabai Merah

Kangkung

Bawang Merah

Kubis

Sawi Hijau

Teri

(16,48)

(18,39)

(15,34)

(27,83)

(16,72)

(3,47)

(4,80)

(20,71)

(12,52)

(9,67)

Komoditas Deflasi (%)

(0,61)

(0,12)

(0,06)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

(0,02)

(0,01)

(0,01)

Andil (%)

APRIL MEI JUNI JULI

Di bulan Juli 2017, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi sebesar -0,16% (mtm) yang terutama lebih disebabkan oleh

kembali turunnya harga tiket pesawat setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan sebelumnya. Di sisi lain, Inflasi

bahan makanan pada akhirnya kembali meningkat, setelah 4 bulan sebelumnya selalu mengalami deflasi seiring dengan

adanya perbaikan cuaca. Kenaikan harga terutama disebabkan oleh tingginya harga cabai rawit seiring dengan adanya

kelangkaan di pasar. Harga daging ayam ras juga masih mengalami kenaikan cukup besar, begitu juga dengan komoditas

ikan segar yang mengalami kenaikan karena kondisi angin muson timur yang membuat banyak nelayan tidak melaut

dikarenakan gelombang laut yang cukup tinggi.

Dibanding provinsi lainnya di Indonesia, inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2017 menjadi pencapaian inflasi yang

terendah dengan nilai inflasi sebesar 2,47% (yoy), atau menjadi satu-satunya provinsi dengan nilai inflasi di bawah 2,5%

(yoy). Adanya cuaca yang kembali normal menjadi alasan utama relatif rendahnya inflasi terutama bahan makanan,

setelah di tahun sebelumnya cenderung tinggi karena adanya anomali cuaca La Nina. Adanya deflasi komoditas bahan

makanan tersebut mampu meredam kenaikan tinggi komoditas administered prices paska kenaikan tarif listrik, cukai

rokok maupun biaya perpanjangan STNK. Terbatasnya jumlah penerbangan juga menjadi penyebab utama tingginya

inflasi administered prices di NTT.

Berdasarkan wilayah, inflasi di kawasan Balinusra pada triwulan II 2017 mencapai 3,59% (yoy), terendah dibandingkan

kawasan lain di Indonesia. Rendahnya inflasi terutama didorong oleh cukup rendahnya inflasi Provinsi di kawasan

Balinusra. Rendahnya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh kondusifnya inflasi pada triwulan II, dengan nilai inflasi

rata-rata Balinusra hanya sebesar 0,30% (qtq) jauh lebih kecil dibandingkan Sumatera (0,88-qtq), atau Jawa (1,25%-qtq)

yang berada di peringkat 3 terbawah. Rendahnya inflasi ini lebih dikarenakan dari 3 provinsi pembentuknya, hanya Provinsi

Nusa Tenggara Barat yang mayoritas penduduknya beragama muslim, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara Timur

mayoritas non muslim, sehingga adanya hari raya Idul Fitri tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan permintaan.

Hal ini terlihat dari nilai inflasi di Provinsi NTB pada triwulan II yang mencapai 1,13% paling tinggi dibanding Provinsi NTT

(0,74%) ataupun Bali yang justru mengalami deflasi (-0,20%-qtq). Inflasi di NTT lebih disebabkan oleh tingginya inflasi

angkutan udara karena adanya aktivitas mudik lebaran, sedangkan deflasi di Provinsi Bali lebih disebabkan oleh turunnya

harga bahan makanan dan di sisi lain, harga komoditas lainnya relatif stabil. Inflasi di Provinsi NTB justru lebih disebabkan

oleh kenaikan harga komoditas sandang, sedangkan komoditas bahan makanan masih relatif stabil walaupun di Kota

Bima justru terjadi kenaikan yang cukup tinggi.

36

3.1.2 Perbandingan Inflasi NTT di Kawasan dan Wilayah Balinusra

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sumber : BPS, diolah

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL

MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

YOY

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

YOY QTQ MTM

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

3,64 1,33 0,78

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7-5

0

5

10

15

20

25

Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2017 menunjukkan kenaikan inflasi

yang signifikan hingga 6,30% (yoy) terutama disebabkan oleh tingginya inflasi angkutan udara selama hari

raya Idul Fitri. Terbatasnya jumlah armada yang melayani di wilayah NTT membuat tingginya kenaikan permintaan

angkutan udara langsung direspon oleh kenaikan harga. Secara tahunan, selain kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan

biaya perpanjangan STNK juga menjadi salah satu penyumbang inflasi utama hingga akhir tahun 2017

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Perlambatan kenaikan harga rokok akibat dari kenaikan cukai rokok telah membuat inflasi kelompok

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada triwulan II 2017 juga mengalami perlambatan. Secara

tahunan, inflasi kelompok ini mencapai 4,16% (yoy), relatif menurun dibanding inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar

6,30% (yoy). Secara triwulanan, inflasi komoditas tembakau dan minuman beralkohol pada triwulan ini hanya meningkat

1,56% (qtq), jauh menurun dibanding kenaikan pada triwulan yang sama tahun 2016 yang mencapai 6,98% (qtq).

Perlambatan kenaikan tersebut diduga lebih disebabkan oleh strategi perusahaan untuk membagi resiko penurunan

pelanggan karena kenaikan cukai rokok tersebut hingga pasar menerima kenaikan harga yang baru. Adapun komoditas

lain yang juga mengalami kenaikan adalah bubur kacang hijau, capcay dan kue kering. Adapun inflasi komoditas

minuman tak beralkohol masih relatif terkendali.

3.2.4 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Kenaikan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar terutama masih disebabkan oleh

kenaikan ke-3 sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang disebabkan oleh kenaikan tarif listrik

rumah tangga dengan daya 900 watt pada bulan Mei 2017. Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas bahan bakar

pada triwulan II 2017 mencapai 3,78% (yoy), meningkat dibanding posisi yang sama tahun sebelumnya yang hanya

sebesar 2,10% (yoy). Kenaikan tersebut lebih disebabkan oleh adanya kenaikan listrik pada bulan Januari, Maret dan Mei

2017 yang mengakibatkan inflasi listrik hingga triwulan II 2017 mencapai 15,56% (ytd) dan menyumbang kenaikan inflasi

hingga 0,43% (sum-ytd). Dengan tidak adanya pengumuman perubahan harga kelistrikan, maka hingga akhir tahun

2017, sumbangan inflasi tarif listrik sendiri akan berada pada kisaran 0,43% (sum-yoy) dari total inflasi akhir tahun.

Adapun inflasi sub kelompok lainnya seperti biaya tempat tinggal, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga

masih relatif stabil.

39

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGANTRANSPOR

SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

TAHUNAN

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

YOY QTQ MTM

1,060,18

(3,23)

(7,00)

(2,00)

3,00

8,00

13,00

18,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017

5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017

5 6 7

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.5.

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.4.

YOY QTQ MTM

YOY

QTQ

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

1,98

(0,32)

1,35

-20-10

010203040

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017

5 6 7

INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

Berdasarkan rincian kelompok komoditas secara tahunan, 5 kelompok komoditas tercatat mengalami deflasi dan 6 lainnya

mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terutama disumbang oleh komoditas sayur-sayuran yang mengalami deflasi hingga

12,83% (yoy) terutama disebabkan oleh turunnya harga pada komoditas sawi putih, tomat sayur, kol putih, bayam dan

sawi hijau. Penurunan harga lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang relatif baik, memungkinkan petani untuk menanam

tanaman tersebut tanpa gangguan hama.

Daging dan hasil-hasilnya secara tahunan masih mengalami deflasi sebesar -6,10% (yoy). Namun demikian dibanding

triwulan sebelumnya, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar 6,59% (qtq) terutama disebabkan oleh sudah terlalu

rendahnya harga daging ayam ras di tingkat peternak, sehingga banyak peternak terutama peternak mandiri yang tidak

dapat melanjutkan usahanya karena mengalami kerugian. Adanya pengurangan stok ayam ras tersebut menyebabkan

harga ayam ras kembali mengalami kenaikan hingga 9,05% (mtm) di bulan Juni 2017. Harga ayam ras juga masih

berpotensi mengalami kenaikan seiring dengan berkurangnya pasokan.

Harga ikan segar juga relatif masih mengalami penurunan terutama disebabkan oleh membaiknya cuaca. Penurunan

harga juga terjadi pada komoditas bumbu-bumbuan terutama komoditas cabai rawit, cabai merah dan bawang merah

seiring dengan adanya peningkatan pasokan dan panen di beberapa daerah.

Kenaikan inflasi secara triwulanan selain komoditas daging dan hasil-hasilnya yang juga cukup signifikan adalah adanya

kenaikan harga kacang-kacangan terutama komoditas tahu dan tempe serta kenaikan harga telur ayam ras yang naik

dikarenakan berkurangnya pasokan dari Surabaya.

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

38 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sumber : BPS, diolah

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL

MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

YOY

GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

YOY QTQ MTM

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

3,64 1,33 0,78

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7-5

0

5

10

15

20

25

Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2017 menunjukkan kenaikan inflasi

yang signifikan hingga 6,30% (yoy) terutama disebabkan oleh tingginya inflasi angkutan udara selama hari

raya Idul Fitri. Terbatasnya jumlah armada yang melayani di wilayah NTT membuat tingginya kenaikan permintaan

angkutan udara langsung direspon oleh kenaikan harga. Secara tahunan, selain kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan

biaya perpanjangan STNK juga menjadi salah satu penyumbang inflasi utama hingga akhir tahun 2017

3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau

Perlambatan kenaikan harga rokok akibat dari kenaikan cukai rokok telah membuat inflasi kelompok

komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada triwulan II 2017 juga mengalami perlambatan. Secara

tahunan, inflasi kelompok ini mencapai 4,16% (yoy), relatif menurun dibanding inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar

6,30% (yoy). Secara triwulanan, inflasi komoditas tembakau dan minuman beralkohol pada triwulan ini hanya meningkat

1,56% (qtq), jauh menurun dibanding kenaikan pada triwulan yang sama tahun 2016 yang mencapai 6,98% (qtq).

Perlambatan kenaikan tersebut diduga lebih disebabkan oleh strategi perusahaan untuk membagi resiko penurunan

pelanggan karena kenaikan cukai rokok tersebut hingga pasar menerima kenaikan harga yang baru. Adapun komoditas

lain yang juga mengalami kenaikan adalah bubur kacang hijau, capcay dan kue kering. Adapun inflasi komoditas

minuman tak beralkohol masih relatif terkendali.

3.2.4 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Kenaikan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar terutama masih disebabkan oleh

kenaikan ke-3 sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang disebabkan oleh kenaikan tarif listrik

rumah tangga dengan daya 900 watt pada bulan Mei 2017. Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas bahan bakar

pada triwulan II 2017 mencapai 3,78% (yoy), meningkat dibanding posisi yang sama tahun sebelumnya yang hanya

sebesar 2,10% (yoy). Kenaikan tersebut lebih disebabkan oleh adanya kenaikan listrik pada bulan Januari, Maret dan Mei

2017 yang mengakibatkan inflasi listrik hingga triwulan II 2017 mencapai 15,56% (ytd) dan menyumbang kenaikan inflasi

hingga 0,43% (sum-ytd). Dengan tidak adanya pengumuman perubahan harga kelistrikan, maka hingga akhir tahun

2017, sumbangan inflasi tarif listrik sendiri akan berada pada kisaran 0,43% (sum-yoy) dari total inflasi akhir tahun.

Adapun inflasi sub kelompok lainnya seperti biaya tempat tinggal, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga

masih relatif stabil.

39

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGANTRANSPOR

SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

TAHUNAN

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

YOY QTQ MTM

1,060,18

(3,23)

(7,00)

(2,00)

3,00

8,00

13,00

18,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017

5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017

5 6 7

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.5.

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.4.

YOY QTQ MTM

YOY

QTQ

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

1,98

(0,32)

1,35

-20-10

010203040

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017

5 6 7

INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

Berdasarkan rincian kelompok komoditas secara tahunan, 5 kelompok komoditas tercatat mengalami deflasi dan 6 lainnya

mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terutama disumbang oleh komoditas sayur-sayuran yang mengalami deflasi hingga

12,83% (yoy) terutama disebabkan oleh turunnya harga pada komoditas sawi putih, tomat sayur, kol putih, bayam dan

sawi hijau. Penurunan harga lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang relatif baik, memungkinkan petani untuk menanam

tanaman tersebut tanpa gangguan hama.

Daging dan hasil-hasilnya secara tahunan masih mengalami deflasi sebesar -6,10% (yoy). Namun demikian dibanding

triwulan sebelumnya, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar 6,59% (qtq) terutama disebabkan oleh sudah terlalu

rendahnya harga daging ayam ras di tingkat peternak, sehingga banyak peternak terutama peternak mandiri yang tidak

dapat melanjutkan usahanya karena mengalami kerugian. Adanya pengurangan stok ayam ras tersebut menyebabkan

harga ayam ras kembali mengalami kenaikan hingga 9,05% (mtm) di bulan Juni 2017. Harga ayam ras juga masih

berpotensi mengalami kenaikan seiring dengan berkurangnya pasokan.

Harga ikan segar juga relatif masih mengalami penurunan terutama disebabkan oleh membaiknya cuaca. Penurunan

harga juga terjadi pada komoditas bumbu-bumbuan terutama komoditas cabai rawit, cabai merah dan bawang merah

seiring dengan adanya peningkatan pasokan dan panen di beberapa daerah.

Kenaikan inflasi secara triwulanan selain komoditas daging dan hasil-hasilnya yang juga cukup signifikan adalah adanya

kenaikan harga kacang-kacangan terutama komoditas tahu dan tempe serta kenaikan harga telur ayam ras yang naik

dikarenakan berkurangnya pasokan dari Surabaya.

3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

38 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

3.3.1 Kelompok Volatile food

Pada triwulan II 2017, kelompok volatile food mengalami deflasi -2,85% (yoy) setelah pada triwulan

sebelumnya mengalami inflasi 2,87% (yoy). Kondisi cuaca yang mengalami perbaikan paska La Nina telah membuat

kelompok volatile food mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga terutama disebabkan oleh

meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang mendukung seperti sayur-sayuran (sawi putih, tomat sayur, kubis,

bayam, sawi hijau), dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah) maupun komoditas ikan segar (kembung).

Inflasi tahunan pada ikan segar (tongkol, tembang, ekor kuning) lebih disebabkan oleh adanya faktor based effect yaitu

penurunan harga yang lebih besar di tahun sebelumnya, sehingga seakan-akan harga jual mengalami kenaikan secara

tahunan. Apabila dilihat berdasarkan data triwulanan, hampir sebagian besar harga komoditas ikan segar mengalami

penurunan, dikarenakan perbaikan cuaca.Pada triwulan II 2017, komoditas volatile food mengalami deflasi -2,85% (yoy)

setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi 2,87% (yoy). Kondisi cuaca yang mengalami perbaikan paska La Nina

telah membuat komoditas volatile food mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga terutama disebabkan

oleh meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang mendukung seperti sayur-sayuran (sawi putih, tomat sayur, kubis,

bayam, sawi hijau), dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah) maupun komoditas ikan segar (kembung).

Inflasi tahunan pada ikan segar (tongkol, tembang, ekor kuning) lebih disebabkan oleh adanya faktor based prices yaitu

penurunan harga yang lebih besar di tahun sebelumnya, sehingga seakan-akan harga jual mengalami kenaikan secara

tahunan. Apabila dilihat berdasarkan data triwulanan, hampir sebagian besar harga komoditas ikan segar mengalami

penurunan, dikarenakan perbaikan cuaca.

Di sisi lain, beberapa komoditas volatile food mengalami kenaikan seperti daging babi yang lebih disebabkan oleh adanya

kenaikan harga jual babi, tahu mentah yang disebabkan oleh turunnya produksi kedelai lokal, bawang putih yang juga

disebabkan oleh berkurangnya pasokan di dalam negeri, serta kenaikan beberapa komoditas buah (pisang, semangka,

apukat) dan sayuran (kangkung, pucuk labu, kentang).

Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi

Daging babi

Tahu mentah

Kangkung

Bawang putih

Pisang

22,24

23,22

10,20

19,69

17,32

KOMODITAS INFLASI YOY

0,13

0,10

0,08

0,07

0,07

SUM YOY

Daging ayam ras

Kembung

Sawi putih

Tomat sayur

Kubis

(25,42)

(29,59)

(28,01)

(37,33)

(63,26)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,37)

(0,37)

(0,27)

(0,16)

(0,14)

SUM YOY

3.3.2 Kelompok Administered prices

Inflasi administered prices pada triwulan II 2017 menunjukkan adanya kenaikan signifikan yang terutama

disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi angkutan udara hingga 27,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Terbatasnya jumlah angkutan udara menyebabkan adanya lonjakan permintaan langsung diikuti dengan kenaikan tarif

yang signifikan. Selain itu, inflasi kelompok administered prices juga masih didominasi oleh kenaikan harga rokok,

walaupun saat ini besar kenaikan harga cenderung melambat. Adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK akan

berpengaruh terhadap inflasi NTT sepanjang tahun 2017 dengan nilai sumbangan hingga 0,10% (sum-yoy). Di sisi lain,

hanya terdapat 3 komoditas yang mengalami deflasi dengan nilai dan pengaruh yang sangat rendah yaitu bahan bakar

rumah tangga, angkutan laut dan bir.

41

SUM_CORE INF VFINF APSUM_VFSUM_AP INF COREINFLASI (YOY)

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7 (4)

(2)

-

2

4

6

8

10

12

14

YOY QTQ MTM

GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

3,48

0,54 (0,02)

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

Sumber : BPS, diolah

-4%-2%0%2%4%6%8%

10%12%14%16% YOY

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017

5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BBBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL

PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGAPERLENGKAPAN RUMAH TANGGA

3.2.5 Komoditas Lainnya

Inflasi kelompok pengeluaran lainnya masih menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Inflasi kelompok sandang

secara tahunan sebesar 3,27% (yoy) di triwulan II 2017, mengalami perlambatan dibanding triwulan I 2017 yang sebesar

3,80% (yoy). Kenaikan harga hanya terjadi pada komoditas sandang pria seperti celana panjang jeans, baju seragam

sekolah ataupun komoditas barang pribadi dan sandang lain seperti handuk dan tas tangan wanita. Kenaikan harga

merupakan respon dari adanya peningkatan permintaan paska penerimaan gaji ke-14 dan atau THR namun tidak terlalu

besar.

Kelompok pendidikan mengalami inflasi sebesar 3,23% (yoy), sedikit meningkat dibanding triwulan I 2017 yang sebesar

3,08% (yoy). Inflasi cukup besar hanya terjadi pada komoditas perlengkapan/peralatan pendidikan, seiring dengan

naiknya harga buku bergaris ataupun buku pelajaran SMA dan universitas.

Inflasi kelompok kesehatan relatif yang paling stabil dengan nilai inflasi hanya sebesar 1,79% (yoy), melambat dibanding

triwulan I 2017 yang sebesar 1,98% (yoy). Rendahnya inflasi kelompok kesehatan terutama lebih disebabkan oleh relatif

stabilnya biaya jasa kesehatan dan obat-obatan seiring dengan semakin besarnya peran pemerintah dalam pengendalian

harga melalui program kesehatan BPJS pemerintah. Kenaikan hanya terjadi pada sub kelompok jasa perawatan jasmani

karena kenaikan tarif gunting rambut anak ataupun sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang disebabkan

oleh rata-rata kenaikan produk toiletris terutama shampo yang disebabkan oleh adanya penyesuaian harga.

3.3. DISAGREGASI INFLASI

Berdasarkan disagregasi, tingginya kenaikan inflasi

administered prices dapat diredam oleh turunnya

inflasi bahan makanan, sehingga secara total inflasi di

Provinsi NTT dapat relatif terjaga. Kelompok volatile

food pada triwulan II 2017 mengalami deflasi sebesar -

2,85% (yoy) dikarenakan menurunnya harga beberapa

komoditas karena meningkatnya pasokan seiring perbaikan

cuaca. Sebaliknya, kelompok administered prices justru

mengalami inflasi sebesar 9,71%(yoy) terutama disebabkan

oleh naiknya tarif angkutan udara. Sedangkan kelompok

inti relatif stabil dengan nilai inflasi sebesar 2,20% (yoy).

40 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

3.3.1 Kelompok Volatile food

Pada triwulan II 2017, kelompok volatile food mengalami deflasi -2,85% (yoy) setelah pada triwulan

sebelumnya mengalami inflasi 2,87% (yoy). Kondisi cuaca yang mengalami perbaikan paska La Nina telah membuat

kelompok volatile food mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga terutama disebabkan oleh

meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang mendukung seperti sayur-sayuran (sawi putih, tomat sayur, kubis,

bayam, sawi hijau), dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah) maupun komoditas ikan segar (kembung).

Inflasi tahunan pada ikan segar (tongkol, tembang, ekor kuning) lebih disebabkan oleh adanya faktor based effect yaitu

penurunan harga yang lebih besar di tahun sebelumnya, sehingga seakan-akan harga jual mengalami kenaikan secara

tahunan. Apabila dilihat berdasarkan data triwulanan, hampir sebagian besar harga komoditas ikan segar mengalami

penurunan, dikarenakan perbaikan cuaca.Pada triwulan II 2017, komoditas volatile food mengalami deflasi -2,85% (yoy)

setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi 2,87% (yoy). Kondisi cuaca yang mengalami perbaikan paska La Nina

telah membuat komoditas volatile food mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga terutama disebabkan

oleh meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang mendukung seperti sayur-sayuran (sawi putih, tomat sayur, kubis,

bayam, sawi hijau), dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah) maupun komoditas ikan segar (kembung).

Inflasi tahunan pada ikan segar (tongkol, tembang, ekor kuning) lebih disebabkan oleh adanya faktor based prices yaitu

penurunan harga yang lebih besar di tahun sebelumnya, sehingga seakan-akan harga jual mengalami kenaikan secara

tahunan. Apabila dilihat berdasarkan data triwulanan, hampir sebagian besar harga komoditas ikan segar mengalami

penurunan, dikarenakan perbaikan cuaca.

Di sisi lain, beberapa komoditas volatile food mengalami kenaikan seperti daging babi yang lebih disebabkan oleh adanya

kenaikan harga jual babi, tahu mentah yang disebabkan oleh turunnya produksi kedelai lokal, bawang putih yang juga

disebabkan oleh berkurangnya pasokan di dalam negeri, serta kenaikan beberapa komoditas buah (pisang, semangka,

apukat) dan sayuran (kangkung, pucuk labu, kentang).

Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi

Daging babi

Tahu mentah

Kangkung

Bawang putih

Pisang

22,24

23,22

10,20

19,69

17,32

KOMODITAS INFLASI YOY

0,13

0,10

0,08

0,07

0,07

SUM YOY

Daging ayam ras

Kembung

Sawi putih

Tomat sayur

Kubis

(25,42)

(29,59)

(28,01)

(37,33)

(63,26)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,37)

(0,37)

(0,27)

(0,16)

(0,14)

SUM YOY

3.3.2 Kelompok Administered prices

Inflasi administered prices pada triwulan II 2017 menunjukkan adanya kenaikan signifikan yang terutama

disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi angkutan udara hingga 27,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Terbatasnya jumlah angkutan udara menyebabkan adanya lonjakan permintaan langsung diikuti dengan kenaikan tarif

yang signifikan. Selain itu, inflasi kelompok administered prices juga masih didominasi oleh kenaikan harga rokok,

walaupun saat ini besar kenaikan harga cenderung melambat. Adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK akan

berpengaruh terhadap inflasi NTT sepanjang tahun 2017 dengan nilai sumbangan hingga 0,10% (sum-yoy). Di sisi lain,

hanya terdapat 3 komoditas yang mengalami deflasi dengan nilai dan pengaruh yang sangat rendah yaitu bahan bakar

rumah tangga, angkutan laut dan bir.

41

SUM_CORE INF VFINF APSUM_VFSUM_AP INF COREINFLASI (YOY)

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7 (4)

(2)

-

2

4

6

8

10

12

14

YOY QTQ MTM

GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

3,48

0,54 (0,02)

(2,00)

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

Sumber : BPS, diolah

-4%-2%0%2%4%6%8%

10%12%14%16% YOY

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017

5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7

PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BBBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL

PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGAPERLENGKAPAN RUMAH TANGGA

3.2.5 Komoditas Lainnya

Inflasi kelompok pengeluaran lainnya masih menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Inflasi kelompok sandang

secara tahunan sebesar 3,27% (yoy) di triwulan II 2017, mengalami perlambatan dibanding triwulan I 2017 yang sebesar

3,80% (yoy). Kenaikan harga hanya terjadi pada komoditas sandang pria seperti celana panjang jeans, baju seragam

sekolah ataupun komoditas barang pribadi dan sandang lain seperti handuk dan tas tangan wanita. Kenaikan harga

merupakan respon dari adanya peningkatan permintaan paska penerimaan gaji ke-14 dan atau THR namun tidak terlalu

besar.

Kelompok pendidikan mengalami inflasi sebesar 3,23% (yoy), sedikit meningkat dibanding triwulan I 2017 yang sebesar

3,08% (yoy). Inflasi cukup besar hanya terjadi pada komoditas perlengkapan/peralatan pendidikan, seiring dengan

naiknya harga buku bergaris ataupun buku pelajaran SMA dan universitas.

Inflasi kelompok kesehatan relatif yang paling stabil dengan nilai inflasi hanya sebesar 1,79% (yoy), melambat dibanding

triwulan I 2017 yang sebesar 1,98% (yoy). Rendahnya inflasi kelompok kesehatan terutama lebih disebabkan oleh relatif

stabilnya biaya jasa kesehatan dan obat-obatan seiring dengan semakin besarnya peran pemerintah dalam pengendalian

harga melalui program kesehatan BPJS pemerintah. Kenaikan hanya terjadi pada sub kelompok jasa perawatan jasmani

karena kenaikan tarif gunting rambut anak ataupun sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang disebabkan

oleh rata-rata kenaikan produk toiletris terutama shampo yang disebabkan oleh adanya penyesuaian harga.

3.3. DISAGREGASI INFLASI

Berdasarkan disagregasi, tingginya kenaikan inflasi

administered prices dapat diredam oleh turunnya

inflasi bahan makanan, sehingga secara total inflasi di

Provinsi NTT dapat relatif terjaga. Kelompok volatile

food pada triwulan II 2017 mengalami deflasi sebesar -

2,85% (yoy) dikarenakan menurunnya harga beberapa

komoditas karena meningkatnya pasokan seiring perbaikan

cuaca. Sebaliknya, kelompok administered prices justru

mengalami inflasi sebesar 9,71%(yoy) terutama disebabkan

oleh naiknya tarif angkutan udara. Sedangkan kelompok

inti relatif stabil dengan nilai inflasi sebesar 2,20% (yoy).

40 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP

YOY

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

dikarenakan sebagian besar kabupaten di NTT menggunakan Bandara El Tari sebagai tempat transit penerbangan ke luar

NTT. Oleh karena itu, penambahan frekuensi atau penggunaan pesawat yang lebih besar menjelang hari raya sangat

dibutuhkan agar kenaikan harga tiket pesawat tidak terlalu tinggi.

Tingginya inflasi administered prices mampu diredam oleh deflasi kelompok volatile food seiring cukup

baiknya cuaca di Kota Kupang. Inflasi administered prices di Kota Kupang pada triwulan II 2017 mencapai 9,77% (yoy),

meningkat signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,76% (yoy) disebabkan oleh kenaikan tarif

angkutan udara yang sangat signifikan. Kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -3,90% (yoy) sehingga mampu

meredam kenaikan inflasi administered prices yang cukup tinggi. Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali walaupun

terdapat beberapa libur nasional dengan nilai inflasi sebesar 2,15% (yoy).

Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

0,3

(0,8)

0,2

0,1

0,9

(0,1)

0,3

2,1

(0,1)

(0,7)

0,1

0,6

0,1

0,4

(0,2)

(0,5)

JUN

0,5

(1,3)

0,4

(0,1)

0,1

0,1

0,0

4,4

(0,2)

1,5

0,9

-

0,0

(0,0)

(0,1)

(3,6)

JUL

YOY

II

2,18

(4,00)

4,27

3,55

2,99

1,27

3,45

6,77

2,32

1,40

3,68

3,25

2,81

1,45

3,13

0,93

JUL

Inflasi Kota Maumere secara tahunan terkesan mengalami kenaikan yang cukup tinggi menjadi sebesar 4,34%

(yoy) pada triwulan II 2017 dibanding triwulan I 2017 yang sebesar 3,84% (yoy). Lebih tingginya kenaikan inflasi

disebabkan oleh inflasi di triwulan II 2016 yang cenderung mengalami deflasi dibandingkan kondisi saat ini yang

mengalami inflasi 0,46% (qtq). Secara umum, inflasi di Kota Maumere masih relatif terjaga dengan kenaikan tertinggi

lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi kelompok administered prices terutama kenaikan tarif angkutan udara hingga

31,39% (qtq), walaupun secara tahunan masih mengalami deflasi sebesar 7,89% (yoy). Inflasi kelompok volatile food

secara tahunan sebesar 5,21% (yoy) dengan komoditas ikan segar, buah-buahan dan bumbu-bumbuan sebagai

penyumbang utama. Di sisi lain, inflasi kelompok inti menunjukkan nilai inflasi yang cukup solid dengan nilai hanya sebesar

2,67% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

43

Sepanjang triwulan II 2017, setidaknya terdapat 6 komoditas yang dalam 3 bulan, tiga kali menjadi

penyumbang deflasi dan inflasi utama, dan terdapat 9 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi

atau inflasi utama. Angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama dengan dua kali menjadi penyumbang inflasi

dan satu kali menyumbang deflasi, disusul oleh komoditas daging ayam ras, dan wortel. Tomat sayur menjadi

penyumbang deflasi utama dengan 3 bulan selalu menjadi penyumbang deflasi utama, diikuti komoditas ikan kembung

dan ekor kuning. Komoditas bahan makanan mendominasi sebagai penyumbang deflasi atau inflasi utama dengan total

sebanyak 30 dari 39 komoditas utama. Komoditas lainnya antara lain angkutan udara, tarif listrik, nasi lauk, kue kering,

rokok kretek filter, besi beton, celana panjang, seng, dan semen. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian inflasi bahan

makanan menjadi hal yang krusial untuk dilakukan karena memiliki pengaruh terbesar terhadap inflasi di daerah.

GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi

MOBIL

TARIP PULSA PONSEL

MIE

SENG

PERGURUAN TINGGI

8,56

3,88

5,20

7,38

2,35

KOMODITAS INFLASI YOY

0,11

0,07

0,07

0,07

0,06

SUM YOY

GULA PASIR

LENGKUAS

BUNGA PEPAYA

SEMEN

SEPATU

(8,89)

(30,77)

(45,44)

(1,65)

(11,85)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,08)

(0,07)

(0,06)

(0,04)

(0,03)

SUM YOY

3.3.3 Kelompok Inti (core)

Kelompok inti pada triwulan II 2017 mengalami inflasi sebesar 2,20% (yoy) relatif stabil dibandingkan triwulan

sebelumnya (2,30%-yoy) ataupun menurun dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,87%-yoy).

Secara triwulanan, inflasi kelompok inti hanya sebesar 0,21 yang berarti secara umum,inflasi pada kelompok inti relatif

stabil atau relatif terkendali. Kenaikan harga yang cukup besar hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti nasi dengan

lauk, kue kering, celana panjang jeans, ataupun shampo dan seng, sedangkan penurunan harga juga terjadi pada

komoditas semen, lengkuas dan gula pasir. Secara tahunan, kenaikan harga mobil di awal tahun masih menjadi

penyumbang inflasi utama pada komoditas inflasi inti, disusul oleh tarif pulsa ponsel dan mie. Penurunan inflasi

disebabkan oleh turunnya beberapa harga komoditas seperti gula pasir, lengkuas, bunga pepaya, semen dan sepatu.

Pada triwulan III 2017, ekspektasi harga

cenderung mengalami peningkatan terutama

disebabkan oleh mulai tingginya aktivitas

e k o n o m i , k u n j u n g a n w i s a t a a t a u p u n

penyelesaian proyek. Ekspektasi harga cenderung

melambat di bulan November dan kembali meningkat

signifikan di triwulan IV 2017 karena adanya hari raya

Natal dan Tahun baru yang dipastikan meningkatkan

konsumsi masyarakat.

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2017

4 5 6 7 8 9 10 11 12

2018

140.00

150.00

160.00

170.00

180.00

190.00

200.00

1

Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi

Angkutan Udara

Tarip Listrik

Rokok Kretek Filter

Biaya Perpanjangan STNK

Rokok Kretek

27,17

22,50

7,53

102,95

11,51

KOMODITAS INFLASI YOY

0,80

0,59

0,14

0,10

0,07

SUM YOY

Bahan Bakar Rumah Tangga

Angkutan Laut

Bir

KOMODITAS DEFLASI YOY SUM YOY

(0,78)

(0,66)

(0,50)

(0,01)

(0,00)

(0,00)

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

Sebagai kota perhitungan inflasi utama di NTT, pergerakan inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2017

cenderung mengikuti pola Provinsi dengan kenaikan inflasi mencapai 2,18% (yoy), lebih rendah dibanding

rata-rata inflasi Kota Kupang dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 4,66% (av-yoy). Walaupun hanya kelompok

bahan makanan yang mengalami deflasi, namun demikian sudah cukup besar pengaruhnya untuk menahan laju inflasi di

Kota Kupang dikarenakan bobot konsumsinya yang relatif besar dibanding kelompok komoditas lainnya. Kenaikan inflasi

tertinggi terjadi pada komoditas angkutan udara seiring dengan tingginya kebutuhan angkutan udara. Sebagai hub

penerbangan di NTT, tekanan permintaan angkutan udara pada saat libur sekolah dan hari raya Idul Fitri akan berlipat

42 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG

SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP

YOY

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

dikarenakan sebagian besar kabupaten di NTT menggunakan Bandara El Tari sebagai tempat transit penerbangan ke luar

NTT. Oleh karena itu, penambahan frekuensi atau penggunaan pesawat yang lebih besar menjelang hari raya sangat

dibutuhkan agar kenaikan harga tiket pesawat tidak terlalu tinggi.

Tingginya inflasi administered prices mampu diredam oleh deflasi kelompok volatile food seiring cukup

baiknya cuaca di Kota Kupang. Inflasi administered prices di Kota Kupang pada triwulan II 2017 mencapai 9,77% (yoy),

meningkat signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,76% (yoy) disebabkan oleh kenaikan tarif

angkutan udara yang sangat signifikan. Kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -3,90% (yoy) sehingga mampu

meredam kenaikan inflasi administered prices yang cukup tinggi. Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali walaupun

terdapat beberapa libur nasional dengan nilai inflasi sebesar 2,15% (yoy).

Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

0,3

(0,8)

0,2

0,1

0,9

(0,1)

0,3

2,1

(0,1)

(0,7)

0,1

0,6

0,1

0,4

(0,2)

(0,5)

JUN

0,5

(1,3)

0,4

(0,1)

0,1

0,1

0,0

4,4

(0,2)

1,5

0,9

-

0,0

(0,0)

(0,1)

(3,6)

JUL

YOY

II

2,18

(4,00)

4,27

3,55

2,99

1,27

3,45

6,77

2,32

1,40

3,68

3,25

2,81

1,45

3,13

0,93

JUL

Inflasi Kota Maumere secara tahunan terkesan mengalami kenaikan yang cukup tinggi menjadi sebesar 4,34%

(yoy) pada triwulan II 2017 dibanding triwulan I 2017 yang sebesar 3,84% (yoy). Lebih tingginya kenaikan inflasi

disebabkan oleh inflasi di triwulan II 2016 yang cenderung mengalami deflasi dibandingkan kondisi saat ini yang

mengalami inflasi 0,46% (qtq). Secara umum, inflasi di Kota Maumere masih relatif terjaga dengan kenaikan tertinggi

lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi kelompok administered prices terutama kenaikan tarif angkutan udara hingga

31,39% (qtq), walaupun secara tahunan masih mengalami deflasi sebesar 7,89% (yoy). Inflasi kelompok volatile food

secara tahunan sebesar 5,21% (yoy) dengan komoditas ikan segar, buah-buahan dan bumbu-bumbuan sebagai

penyumbang utama. Di sisi lain, inflasi kelompok inti menunjukkan nilai inflasi yang cukup solid dengan nilai hanya sebesar

2,67% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

3.4.2 Inflasi Kota Maumere

43

Sepanjang triwulan II 2017, setidaknya terdapat 6 komoditas yang dalam 3 bulan, tiga kali menjadi

penyumbang deflasi dan inflasi utama, dan terdapat 9 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi

atau inflasi utama. Angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama dengan dua kali menjadi penyumbang inflasi

dan satu kali menyumbang deflasi, disusul oleh komoditas daging ayam ras, dan wortel. Tomat sayur menjadi

penyumbang deflasi utama dengan 3 bulan selalu menjadi penyumbang deflasi utama, diikuti komoditas ikan kembung

dan ekor kuning. Komoditas bahan makanan mendominasi sebagai penyumbang deflasi atau inflasi utama dengan total

sebanyak 30 dari 39 komoditas utama. Komoditas lainnya antara lain angkutan udara, tarif listrik, nasi lauk, kue kering,

rokok kretek filter, besi beton, celana panjang, seng, dan semen. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian inflasi bahan

makanan menjadi hal yang krusial untuk dilakukan karena memiliki pengaruh terbesar terhadap inflasi di daerah.

GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi

MOBIL

TARIP PULSA PONSEL

MIE

SENG

PERGURUAN TINGGI

8,56

3,88

5,20

7,38

2,35

KOMODITAS INFLASI YOY

0,11

0,07

0,07

0,07

0,06

SUM YOY

GULA PASIR

LENGKUAS

BUNGA PEPAYA

SEMEN

SEPATU

(8,89)

(30,77)

(45,44)

(1,65)

(11,85)

KOMODITAS DEFLASI YOY

(0,08)

(0,07)

(0,06)

(0,04)

(0,03)

SUM YOY

3.3.3 Kelompok Inti (core)

Kelompok inti pada triwulan II 2017 mengalami inflasi sebesar 2,20% (yoy) relatif stabil dibandingkan triwulan

sebelumnya (2,30%-yoy) ataupun menurun dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,87%-yoy).

Secara triwulanan, inflasi kelompok inti hanya sebesar 0,21 yang berarti secara umum,inflasi pada kelompok inti relatif

stabil atau relatif terkendali. Kenaikan harga yang cukup besar hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti nasi dengan

lauk, kue kering, celana panjang jeans, ataupun shampo dan seng, sedangkan penurunan harga juga terjadi pada

komoditas semen, lengkuas dan gula pasir. Secara tahunan, kenaikan harga mobil di awal tahun masih menjadi

penyumbang inflasi utama pada komoditas inflasi inti, disusul oleh tarif pulsa ponsel dan mie. Penurunan inflasi

disebabkan oleh turunnya beberapa harga komoditas seperti gula pasir, lengkuas, bunga pepaya, semen dan sepatu.

Pada triwulan III 2017, ekspektasi harga

cenderung mengalami peningkatan terutama

disebabkan oleh mulai tingginya aktivitas

e k o n o m i , k u n j u n g a n w i s a t a a t a u p u n

penyelesaian proyek. Ekspektasi harga cenderung

melambat di bulan November dan kembali meningkat

signifikan di triwulan IV 2017 karena adanya hari raya

Natal dan Tahun baru yang dipastikan meningkatkan

konsumsi masyarakat.

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2017

4 5 6 7 8 9 10 11 12

2018

140.00

150.00

160.00

170.00

180.00

190.00

200.00

1

Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi

Angkutan Udara

Tarip Listrik

Rokok Kretek Filter

Biaya Perpanjangan STNK

Rokok Kretek

27,17

22,50

7,53

102,95

11,51

KOMODITAS INFLASI YOY

0,80

0,59

0,14

0,10

0,07

SUM YOY

Bahan Bakar Rumah Tangga

Angkutan Laut

Bir

KOMODITAS DEFLASI YOY SUM YOY

(0,78)

(0,66)

(0,50)

(0,01)

(0,00)

(0,00)

3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota

3.4.1 Inflasi Kota Kupang

Sebagai kota perhitungan inflasi utama di NTT, pergerakan inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2017

cenderung mengikuti pola Provinsi dengan kenaikan inflasi mencapai 2,18% (yoy), lebih rendah dibanding

rata-rata inflasi Kota Kupang dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 4,66% (av-yoy). Walaupun hanya kelompok

bahan makanan yang mengalami deflasi, namun demikian sudah cukup besar pengaruhnya untuk menahan laju inflasi di

Kota Kupang dikarenakan bobot konsumsinya yang relatif besar dibanding kelompok komoditas lainnya. Kenaikan inflasi

tertinggi terjadi pada komoditas angkutan udara seiring dengan tingginya kebutuhan angkutan udara. Sebagai hub

penerbangan di NTT, tekanan permintaan angkutan udara pada saat libur sekolah dan hari raya Idul Fitri akan berlipat

42 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

45

NASIONAL NTT

Sumber : BPS, diolah

Komoditas daging ayam ras juga menunjukkan adanya kenaikan inflasi dalam 2 bulan terakhir, seiring dengan adanya

penurunan jumlah peternak paska turunnya harga triwulan sebelumnya. Penurunan pasokan tersebut berdampak

signifikan terhadap pergerakan daging ayam ras di NTT, walaupun hingga tanggal 15 Agustus 2017 menunjukkan adanya

tren penurunan. Harga daging ayam ras di NTT masih relatif tinggi sebesar Rp 43.500,-/kg, jauh lebih tinggi dibanding

harga rata-rata nasional yang sebesar Rp 34.750,-/kg atau menduduki peringkat kedua tertinggi setelah Provinsi

Gorontalo. Dengan perbedaan harga yang cukup besar dibanding harga di Jawa Timur sebagai pemasok DOC dan daging

ayam ras utama NTT, maka potensi penurunan harga masih cukup besar.

meningkatnya harga ikan segar di pasar, dikarenakan banyak nelayan tidak melaut karena adanya cuaca yang buruk. Hal

ini menyebabkan pasokan ikan segar mengalami penurunan dan berdampak pada kenaikan harga. Kenaikan tinggi juga

terjadi pada komoditas cabai rawit yang meningkat hingga 74,16%(mtm) ataupun komoditas daging ayam ras yang

masih meningkat 11,26% (mtm).

Pada bulan Agustus, nilai inflasi diperkirakan relatif tetap. Adanya musim angin diperkirakan akan berdampak terhadap

turunnya pasokan ikan dan gangguan distribusi seiring dengan terganggunya pengiriman bahan makanan dari luar NTT.

Data PIHPS menunjukkan bahwa terjadi potensi kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam dan beberapa jenis ikan.

Sayur-sayuran diprediksi masih akan cenderung menurun seiring dengan cukup stabilnya cuaca di darat.

Adapun yang patut menjadi perhatian adalah masih relatif tingginya harga komoditas cabai rawit merah di Kota Kupang.

Kenaikan harga lebih disebabkan oleh fluktuasi harga cabai rawit di Kota Kupang, sedangkan pergerakan harga di Kota

Maumere cenderung stabil dan secara nasional bahkan menurun. Adanya shock pasokan tersebut sekiranya dapat

diwaspadai oleh pemerintah baik melalui monitoring pasokan, inspeksi mendadak dan operasi pasar. Hingga tanggal 15

Agustus 2017, posisi harga rata-rata cabai rawit merah di NTT mencapai Rp 70.650,-, jauh di atas rata-rata nasional yang

hanya sebesar Rp 40.250,-.

GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT MERAH NTT DAN NASIONAL

30000

40000

50000

60000

70000

80000

90000

100000

03/0

1/2

017

12/0

1/2

017

20/0

1/2

017

30/0

1/2

017

10/0

2/2

017

21/0

2/2

017

01/0

3/2

017

09/0

3/2

017

17/0

3/2

017

27/0

3/2

017

05/0

4/2

017

13/0

4/2

017

25/0

4/2

017

04/0

5/2

017

15/0

5/2

017

23/0

5/2

017

02/0

6/2

017

12/0

6/2

017

20/0

6/2

017

06/0

7/2

017

14/0

7/2

017

24/0

7/2

017

01/0

8/2

017

09/0

8/2

017

GAMBAR 3.4. PERBANDINGAN HARGA CABAI RAWIT MERAH DI INDONESIA

Sumber : www.hargapangan.id

Berdasarkan kelompok pengeluaran, terlihat semua kelompok mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi pada kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, disusul oleh kelompok sandang, kesehatan dan bahan makanan. Relatif

tingginya inflasi tahunan Maumere lebih disebabkan oleh faktor based effect berupa rendahnya inflasi di tahun

sebelumnya. Apabila dilihat berdasarkan inflasi tahun berjalan hingga triwulan II 2017, terlihat bahwa inflasi Kota

Maumere hanya sebesar 0,58% (ytd), lebih rendah dibanding inflasi tahun berjalan Kota Kupang yang sebesar 0,84%

(ytd). Tekanan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik rumah tangga, diikuti kenaikan biaya perpanjangan

jasa STNK yang naik di awal tahun serta harga rokok, barang pribadi dan sandang lain, jasa perawatan jasmani dan olah

raga.

3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan tidak adanya even

khusus yang mempengaruhi lonjakan permintaan. Namun demikian, rendahnya inflasi di periode yang sama

tahun sebelumnya akan membuat inflasi secara tahunan mengalami peningkatan dibanding triwulan II 2017.

Kondisi cuaca yang kondusif diperkirakan masih akan menahan harga bahan makanan tetap rendah seiring dengan

produksi bahan makanan yang diperkirakan mencukupi. Permintaan diperkirakan juga akan relatif normal seiring dengan

tidak adanya even khusus yang berpotensi meningkatkan permintaan. Adanya hari raya Idul Adha dan tahun baru Islam

diperkirakan tidak akan terlalu berdampak dikarenakan mayoritas penduduk NTT beragama non muslim. Data BMKG juga

menunjukkan bahwa musim kering penuh baru akan terjadi di Pulau Timor dan Sumba serta Flores bagian timur pada

bulan September 2017. Di bulan Agustus masih terdapat hujan di beberapa daerah walaupun tergolong rendah.

GAMBAR 3.1. PETA ANALISIS CURAH HUJAN JULI 2017 GAMBAR 3.2. PETA ANALISIS CURAH HUJAN AGUSTUS 2017 GAMBAR 3.3. PETA ANALISIS CURAH HUJAN SEPTEMBER 2017

Sumber :KKP, diolah

Secara bulanan, pada bulan Juli 2017, Provinsi NTT mengalami deflasi 0,16% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali

turunnya tarif angkutan udara paska hari raya Idul Fitri. Inflasi justru terjadi pada komoditas bahan makanan yang naik

1,35% (mtm) setelah 4 bulan sebelumnya cenderung deflasi. Inflasi bahan makanan tersebut disebabkan oleh

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

-10

-8

-6

-4

-2

0

YOY

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7

SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP

Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

(0,2)

(0,9)

(0,0)

0,0

0,5

0,1

(0,0)

0,6

0,4

0,4

0,5

0,6

0,1

1,4

0,0

(0,3)

JUN

0,3

0,1

0,0

0,0

0,8

0,8

0,1

1,1

0,3

0,5

0,3

(0,2)

1,3

1,3

0,1

(0,0)

JUL

YOY

II

4,34

5,00

3,47

5,40

5,32

5,22

1,97

2,75

4,71

6,45

3,39

5,05

6,63

6,44

2,04

2,14

JUL

44 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR 3.5. PERBANDINGAN HARGA DAGING AYAM RAS DI INDONESIA

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES DAGING AYAM RAS NTT DAN NASIONAL

Sumber : BPS, diolah

03

/01

/20

17

12

/01

/20

17

20

/01

/20

17

30

/01

/20

17

10

/02

/20

17

21

/02

/20

17

01

/03

/20

17

09

/03

/20

17

17

/03

/20

17

27

/03

/20

17

05

/04

/20

17

13

/04

/20

17

25

/04

/20

17

04

/05

/20

17

15

/05

/20

17

23

/05

/20

17

02

/06

/20

17

12

/06

/20

17

20

/06

/20

17

06

/07

/20

17

14

/07

/20

17

24

/07

/20

17

01

/08

/20

17

09

/08

/20

17

23000260002900032000350003800041000440004700050000

NASIONAL NTT JATIM

45

NASIONAL NTT

Sumber : BPS, diolah

Komoditas daging ayam ras juga menunjukkan adanya kenaikan inflasi dalam 2 bulan terakhir, seiring dengan adanya

penurunan jumlah peternak paska turunnya harga triwulan sebelumnya. Penurunan pasokan tersebut berdampak

signifikan terhadap pergerakan daging ayam ras di NTT, walaupun hingga tanggal 15 Agustus 2017 menunjukkan adanya

tren penurunan. Harga daging ayam ras di NTT masih relatif tinggi sebesar Rp 43.500,-/kg, jauh lebih tinggi dibanding

harga rata-rata nasional yang sebesar Rp 34.750,-/kg atau menduduki peringkat kedua tertinggi setelah Provinsi

Gorontalo. Dengan perbedaan harga yang cukup besar dibanding harga di Jawa Timur sebagai pemasok DOC dan daging

ayam ras utama NTT, maka potensi penurunan harga masih cukup besar.

meningkatnya harga ikan segar di pasar, dikarenakan banyak nelayan tidak melaut karena adanya cuaca yang buruk. Hal

ini menyebabkan pasokan ikan segar mengalami penurunan dan berdampak pada kenaikan harga. Kenaikan tinggi juga

terjadi pada komoditas cabai rawit yang meningkat hingga 74,16%(mtm) ataupun komoditas daging ayam ras yang

masih meningkat 11,26% (mtm).

Pada bulan Agustus, nilai inflasi diperkirakan relatif tetap. Adanya musim angin diperkirakan akan berdampak terhadap

turunnya pasokan ikan dan gangguan distribusi seiring dengan terganggunya pengiriman bahan makanan dari luar NTT.

Data PIHPS menunjukkan bahwa terjadi potensi kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam dan beberapa jenis ikan.

Sayur-sayuran diprediksi masih akan cenderung menurun seiring dengan cukup stabilnya cuaca di darat.

Adapun yang patut menjadi perhatian adalah masih relatif tingginya harga komoditas cabai rawit merah di Kota Kupang.

Kenaikan harga lebih disebabkan oleh fluktuasi harga cabai rawit di Kota Kupang, sedangkan pergerakan harga di Kota

Maumere cenderung stabil dan secara nasional bahkan menurun. Adanya shock pasokan tersebut sekiranya dapat

diwaspadai oleh pemerintah baik melalui monitoring pasokan, inspeksi mendadak dan operasi pasar. Hingga tanggal 15

Agustus 2017, posisi harga rata-rata cabai rawit merah di NTT mencapai Rp 70.650,-, jauh di atas rata-rata nasional yang

hanya sebesar Rp 40.250,-.

GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT MERAH NTT DAN NASIONAL

30000

40000

50000

60000

70000

80000

90000

10000003/0

1/2

017

12/0

1/2

017

20/0

1/2

017

30/0

1/2

017

10/0

2/2

017

21/0

2/2

017

01/0

3/2

017

09/0

3/2

017

17/0

3/2

017

27/0

3/2

017

05/0

4/2

017

13/0

4/2

017

25/0

4/2

017

04/0

5/2

017

15/0

5/2

017

23/0

5/2

017

02/0

6/2

017

12/0

6/2

017

20/0

6/2

017

06/0

7/2

017

14/0

7/2

017

24/0

7/2

017

01/0

8/2

017

09/0

8/2

017

GAMBAR 3.4. PERBANDINGAN HARGA CABAI RAWIT MERAH DI INDONESIA

Sumber : www.hargapangan.id

Berdasarkan kelompok pengeluaran, terlihat semua kelompok mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi pada kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, disusul oleh kelompok sandang, kesehatan dan bahan makanan. Relatif

tingginya inflasi tahunan Maumere lebih disebabkan oleh faktor based effect berupa rendahnya inflasi di tahun

sebelumnya. Apabila dilihat berdasarkan inflasi tahun berjalan hingga triwulan II 2017, terlihat bahwa inflasi Kota

Maumere hanya sebesar 0,58% (ytd), lebih rendah dibanding inflasi tahun berjalan Kota Kupang yang sebesar 0,84%

(ytd). Tekanan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik rumah tangga, diikuti kenaikan biaya perpanjangan

jasa STNK yang naik di awal tahun serta harga rokok, barang pribadi dan sandang lain, jasa perawatan jasmani dan olah

raga.

3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017

Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan tidak adanya even

khusus yang mempengaruhi lonjakan permintaan. Namun demikian, rendahnya inflasi di periode yang sama

tahun sebelumnya akan membuat inflasi secara tahunan mengalami peningkatan dibanding triwulan II 2017.

Kondisi cuaca yang kondusif diperkirakan masih akan menahan harga bahan makanan tetap rendah seiring dengan

produksi bahan makanan yang diperkirakan mencukupi. Permintaan diperkirakan juga akan relatif normal seiring dengan

tidak adanya even khusus yang berpotensi meningkatkan permintaan. Adanya hari raya Idul Adha dan tahun baru Islam

diperkirakan tidak akan terlalu berdampak dikarenakan mayoritas penduduk NTT beragama non muslim. Data BMKG juga

menunjukkan bahwa musim kering penuh baru akan terjadi di Pulau Timor dan Sumba serta Flores bagian timur pada

bulan September 2017. Di bulan Agustus masih terdapat hujan di beberapa daerah walaupun tergolong rendah.

GAMBAR 3.1. PETA ANALISIS CURAH HUJAN JULI 2017 GAMBAR 3.2. PETA ANALISIS CURAH HUJAN AGUSTUS 2017 GAMBAR 3.3. PETA ANALISIS CURAH HUJAN SEPTEMBER 2017

Sumber :KKP, diolah

Secara bulanan, pada bulan Juli 2017, Provinsi NTT mengalami deflasi 0,16% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali

turunnya tarif angkutan udara paska hari raya Idul Fitri. Inflasi justru terjadi pada komoditas bahan makanan yang naik

1,35% (mtm) setelah 4 bulan sebelumnya cenderung deflasi. Inflasi bahan makanan tersebut disebabkan oleh

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE

-10

-8

-6

-4

-2

0

YOY

2

4

6

8

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017

5 6 7

SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP

Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

MTM

APR MEI

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

(0,2)

(0,9)

(0,0)

0,0

0,5

0,1

(0,0)

0,6

0,4

0,4

0,5

0,6

0,1

1,4

0,0

(0,3)

JUN

0,3

0,1

0,0

0,0

0,8

0,8

0,1

1,1

0,3

0,5

0,3

(0,2)

1,3

1,3

0,1

(0,0)

JUL

YOY

II

4,34

5,00

3,47

5,40

5,32

5,22

1,97

2,75

4,71

6,45

3,39

5,05

6,63

6,44

2,04

2,14

JUL

44 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR 3.5. PERBANDINGAN HARGA DAGING AYAM RAS DI INDONESIA

Sumber : www.hargapangan.id

GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES DAGING AYAM RAS NTT DAN NASIONAL

Sumber : BPS, diolah

03

/01

/20

17

12

/01

/20

17

20

/01

/20

17

30

/01

/20

17

10

/02

/20

17

21

/02

/20

17

01

/03

/20

17

09

/03

/20

17

17

/03

/20

17

27

/03

/20

17

05

/04

/20

17

13

/04

/20

17

25

/04

/20

17

04

/05

/20

17

15

/05

/20

17

23

/05

/20

17

02

/06

/20

17

12

/06

/20

17

20

/06

/20

17

06

/07

/20

17

14

/07

/20

17

24

/07

/20

17

01

/08

/20

17

09

/08

/20

17

23000260002900032000350003800041000440004700050000

NASIONAL NTT JATIM

GAMBAR 3.6. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2016 DAN SEBARAN PEMBENTUKAN TPID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Memperkuat dasar hukum dan menyederhanakan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi

Memperkuat sinergi perencanaan program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah

Mengembangkan sistem informasi pengendalian harga pangan berskala nasional melalui Pusat Informasi Harga

Pangan Strategis (PIHPS) Nasional

Mendorong efisiensi tata niaga pangan melalui kerja sama perdagangan antar daerah.

a.

b.

c .

d.

47

3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, pada triwulan II 2017 telah dilakukan rapat koordinasi nasional

TPID yang dimulai dengan rapat teknis dan HLM TPID. Untuk menjaga kestabilan harga pada saat hari raya,

TPID Provinsi NTT juga telah melakukan inspeksi mendadak ke pasar, pelabuhan dan bandara, serta telah

dilakukan operasi pasar rutin oleh BULOG dan insidentil dalam rangka menjaga kestabilan harga pangan di

NTT. Adapun rincian ringkasan kegiatan sebagai berikut:

Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, pada tanggal 6 April 2017 telah dilakukan High Level Meeting yang

langsung dipimpin oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur dan dihasilkan beberapa kesepakatan antara lain : perlunya

peningkatan produksi tanaman pangan untuk mengurangi ketergantungan pangan dari daerah lain, dimohon untuk

dilakukan penambahan frekuensi penerbangan di NTT, stok beras BULOG masih cukup aman untuk 4 bulan ke depan,

segera dijajagi pembuatan breeding farm di Pulau Flores untuk menjaga stabilitas harga daging ayam ras dan perlu

untuk dilakukan sidak terutama pada hari besar Paskah, Lebaran dan Hari Raya Natal.

Dalam rangka pengendalian inflasi daerah terutama di bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, pada

tanggal 31 Mei 2017 telah dilakukan rapat teknis TPID yang menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain: segera

dibentuk posko-posko pemantauan langsung inflasi termasuk di aktivitas bongkar-muat dan pelayanan penumpang,

pembentukan satgas pangan di seluruh kabupaten dan kota.

Dalam rangka pengendalian inflasi daerah bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, pada tanggal 14 Juni 2017 telah

dilakukan kegiatan Sidak di Pasar Kasih Naikoten dengan kesimpulan perlunya sosialisasi informasi harga kebutuhan

pokok untuk mengurangi variasi harga komoditas pangan. Sidak dilanjutkan dengan kunjungan ke Pelabuhan Tenau

untuk memantau aktivitas bongkar-muat diikuti dengan arahan Gubernur NTT agar memprioritaskan bongkar-muat

untuk barang kebutuhan pokok. Selanjutnya, sidak dilakukan di Bandara El Tari untuk memantau ketersediaan layanan

angkutan udara sekaligus memonitor kenaikan harga tiket pesawat jelang hari raya.

Pada tanggal 14 Juni 2017 juga dilaksanakan Pasar Murah BI dan BMPD NTT dalam rangka berkontribusi langsung

meredam kenaikan harga di bulan Ramadhan. Selain itu pada tanggal 19 Juni 2017 juga telah dilaksanakan Pasar

Murah Polda bekerja sama dengan BI, Bulog, Dinas Perdagangan dan para distributor bahan makanan.

Dalam rangka pengendalian inflasi, pada tanggal 26-27 Juli 2017 telah dilaksanakan rangkaian kegiatan Rakornas TPID

di Jakarta yang membahas mengenai beberapa hal di antaranya:

1.

2.

3.

4.

5.

Evaluasi inflasi nasional 2016 dan perkembangan inflasi Juni 2017 yaitu Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2016

tercatat pada level 3,02%, terendah sejak 2010. Hingga bulan Juni 2017, inflasi IHK nasional baru mencapai 2,38%

(ytd). Pencapaian inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran di bulan Juni 2017 tersebut menjadi inflasi terendah

untuk periode lebaran selama 6 tahun terakhir.

Tindak lanjut arahan Presiden mengenai pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah antara lain dengan

melakukan berbagai inovasi program mendukung pengendalian inflasi daerah, yakni:

46

Pada bulan September, diperkirakan akan terjadi inflasi walaupun tidak terlalu besar di kisaran 0,19% (mtm). Adanya

potensi inflasi tersebut terutama disebabkan oleh adanya perayaan hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Islam walaupun

pengaruhnya tidak terlalu besar. Secara triwulanan, inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan masih cukup terjaga terutama

disebabkan oleh kondisi cuaca yang relatif masih bagus, mulai berhentinya musim angin timur dan tidak adanya

kegiatan/hari libur nasional yang berpotensi meningkatkan permintaan komoditas secara signifikan.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR 3.6. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2016 DAN SEBARAN PEMBENTUKAN TPID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Memperkuat dasar hukum dan menyederhanakan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi

Memperkuat sinergi perencanaan program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah

Mengembangkan sistem informasi pengendalian harga pangan berskala nasional melalui Pusat Informasi Harga

Pangan Strategis (PIHPS) Nasional

Mendorong efisiensi tata niaga pangan melalui kerja sama perdagangan antar daerah.

a.

b.

c .

d.

47

3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, pada triwulan II 2017 telah dilakukan rapat koordinasi nasional

TPID yang dimulai dengan rapat teknis dan HLM TPID. Untuk menjaga kestabilan harga pada saat hari raya,

TPID Provinsi NTT juga telah melakukan inspeksi mendadak ke pasar, pelabuhan dan bandara, serta telah

dilakukan operasi pasar rutin oleh BULOG dan insidentil dalam rangka menjaga kestabilan harga pangan di

NTT. Adapun rincian ringkasan kegiatan sebagai berikut:

Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, pada tanggal 6 April 2017 telah dilakukan High Level Meeting yang

langsung dipimpin oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur dan dihasilkan beberapa kesepakatan antara lain : perlunya

peningkatan produksi tanaman pangan untuk mengurangi ketergantungan pangan dari daerah lain, dimohon untuk

dilakukan penambahan frekuensi penerbangan di NTT, stok beras BULOG masih cukup aman untuk 4 bulan ke depan,

segera dijajagi pembuatan breeding farm di Pulau Flores untuk menjaga stabilitas harga daging ayam ras dan perlu

untuk dilakukan sidak terutama pada hari besar Paskah, Lebaran dan Hari Raya Natal.

Dalam rangka pengendalian inflasi daerah terutama di bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, pada

tanggal 31 Mei 2017 telah dilakukan rapat teknis TPID yang menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain: segera

dibentuk posko-posko pemantauan langsung inflasi termasuk di aktivitas bongkar-muat dan pelayanan penumpang,

pembentukan satgas pangan di seluruh kabupaten dan kota.

Dalam rangka pengendalian inflasi daerah bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, pada tanggal 14 Juni 2017 telah

dilakukan kegiatan Sidak di Pasar Kasih Naikoten dengan kesimpulan perlunya sosialisasi informasi harga kebutuhan

pokok untuk mengurangi variasi harga komoditas pangan. Sidak dilanjutkan dengan kunjungan ke Pelabuhan Tenau

untuk memantau aktivitas bongkar-muat diikuti dengan arahan Gubernur NTT agar memprioritaskan bongkar-muat

untuk barang kebutuhan pokok. Selanjutnya, sidak dilakukan di Bandara El Tari untuk memantau ketersediaan layanan

angkutan udara sekaligus memonitor kenaikan harga tiket pesawat jelang hari raya.

Pada tanggal 14 Juni 2017 juga dilaksanakan Pasar Murah BI dan BMPD NTT dalam rangka berkontribusi langsung

meredam kenaikan harga di bulan Ramadhan. Selain itu pada tanggal 19 Juni 2017 juga telah dilaksanakan Pasar

Murah Polda bekerja sama dengan BI, Bulog, Dinas Perdagangan dan para distributor bahan makanan.

Dalam rangka pengendalian inflasi, pada tanggal 26-27 Juli 2017 telah dilaksanakan rangkaian kegiatan Rakornas TPID

di Jakarta yang membahas mengenai beberapa hal di antaranya:

1.

2.

3.

4.

5.

Evaluasi inflasi nasional 2016 dan perkembangan inflasi Juni 2017 yaitu Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2016

tercatat pada level 3,02%, terendah sejak 2010. Hingga bulan Juni 2017, inflasi IHK nasional baru mencapai 2,38%

(ytd). Pencapaian inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran di bulan Juni 2017 tersebut menjadi inflasi terendah

untuk periode lebaran selama 6 tahun terakhir.

Tindak lanjut arahan Presiden mengenai pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah antara lain dengan

melakukan berbagai inovasi program mendukung pengendalian inflasi daerah, yakni:

46

Pada bulan September, diperkirakan akan terjadi inflasi walaupun tidak terlalu besar di kisaran 0,19% (mtm). Adanya

potensi inflasi tersebut terutama disebabkan oleh adanya perayaan hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Islam walaupun

pengaruhnya tidak terlalu besar. Secara triwulanan, inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan masih cukup terjaga terutama

disebabkan oleh kondisi cuaca yang relatif masih bagus, mulai berhentinya musim angin timur dan tidak adanya

kegiatan/hari libur nasional yang berpotensi meningkatkan permintaan komoditas secara signifikan.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Berdasarkan data penyumbang utama inflasi komoditas di bulan November dan Desember pada 6 tahun terakhir

didapatkan bahwa total sumbangan inflasi pada 15 komoditas utama mendekati nilai total inflasi di NTT dengan korelasi

mencapai 73%. Hal ini berarti apabila pasokan pada 15 komoditas tersebut dapat dikontrol, maka inflasi relatif dapat

terkendali. Deviasi tinggi pada tahun 2014 lebih disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang berdampak pada kenaikan

hampir pada seluruh komoditas, sedangkan deviasi yang cukup tinggi pada tahun 2015 lebih disebabkan oleh

terselenggaranya beberapa acara nasional seperti hari keluarga nasional dan natal bersama nasional yang berdampak

pada kenaikan harga komoditas. Dengan asumsi tanpa ada acara khusus, maka ke-15 komoditas tersebut sudah dapat

digunakan untuk menjelaskan pergerakan inflasi akhir tahun di Provinsi NTT.

Dari total 15 komoditas, 14 komoditas merupakan komoditas bahan makanan dan hanya satu komoditas non bahan

makanan yaitu komoditas angkutan udara. Adapun inflasi angkutan udara sangat tergantung dari adanya kegiatan

tambahan di NTT. Apabila tidak terdapat event khusus, inflasi angkutan udara cenderung stabil. Namun demikian apabila

terdapat kegiatan tambahan lainnya, inflasi angkutan udara akan cenderung meningkat dikarenakan pasokan

penerbangan yang terbatas. Dari 14 komoditas bahan makanan, 2 komoditas berupa ikan segar (kembung dan tongkol)

yang sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapan. Inflasi komoditas tersebut akan cenderung meningkat terutama di awal

musim penghujan (November) maupun di bulan Desember seiring dengan turunnya hasil tangkapan ikan. Langkah

struktural yang mungkin bisa dilakukan adalah berupa pembiasaan mengkonsumsi produk olahan atau melakukan

penyimpanan di cold storage sejauh menguntungkan dari sisi bisnis. Adapun ke-12 komoditas lainnya dapat

dibudidayakan, sehingga dimungkinkan untuk dilakukan pengendalian struktural. Berdasarkan lama simpan, sebagian besar komoditas memiliki daya simpan pendek ke sedang berturut-turut berdasarkan

lama simpan yaitu komoditas sawi putih, bayam, kangkung, tomat sayur, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras,

daging babi, kembung, tongkol, wortel, telur ayam ras, dan bawang merah. Hanya 1 komoditas yang dapat disimpan

dalam jangka panjang yaitu beras. Semakin lama komoditas dapat disimpan, maka akan berdampak pada fluktuasi inflasi

yang cenderung lebih rendah. Pendekatan pengendalian inflasi juga cenderung berbeda yaitu semakin lama waktu

simpan, maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan persediaan, sedangkan semakin pendek waktu simpan,

maka perencanaan/pengaturan produksi yang matang menjadi strategi utama.

GRAFIK BOKS 3.3.

Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah

PERBANDINGAN ANDIL INFLASI 15 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI PROVINSI NTT

ANGKUTAN UDARACABAI MERAHBAYAMDAGING BABITONGKOLKANGKUNGTELUR AYAM RASWORTELCABAI RAWITTOMAT SAYURDAGING AYAM RASKEMBUNGBAWANG MERAHBERASSAWI PUTIHGABUNGANNTT

(1,00) (0,50)

- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

112011

12 112012

12 112013

12 112014

12 112015

12 112016

12

Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah

49

Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi ResikoBoks 3.

Berdasarkan data 10 tahun terakhir dapat dilihat bahwa secara umum, inflasi bulanan di Provinsi NTT membentuk sebuah

pola. Inflasi akan cenderung tinggi di bulan Januari yang lebih disebabkan oleh puncak musim penghujan yang berakibat

pada menurunnya sebagian besar pasokan bahan makanan. Inflasi akan berangsur menurun pada bulan Februari dan

seterusnya hingga kembali meningkat pada bulan Juli seiring dengan adanya libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang

berdampak pada kenaikan tarif angkutan udara yang sangat signifikan. Inflasi mengalami pelambatan bahkan penurunan

pada bulan setelahnya dan kembali menunjukkan kenaikan pada bulan November dan Desember seiring dengan

dimulainya musim penghujan dan tingginya permintaan bahan makanan dalam rangka menyambut hari raya Natal dan

Tahun Baru. Secara umum, pola pergerakan inflasi di Provinsi NTT mengikuti pola pergerakan inflasi bahan makanan

dengan tingkat korelasi mencapai 82%. Adanya kenaikan atau penurunan inflasi bahan makanan, secara positif

berdampak signifikan terhadap pergerakan inflasi secara umum. Hal ini dikarenakan lebih dari 70% penyebab inflasi

utama disumbang oleh inflasi bahan makanan.

Berdasarkan pola inflasi bulanan tersebut terlihat bahwa inflasi bahan makanan di tahun 2017 cenderung di bawah rata-

rata inflasi bahan makanan di tiap bulannya. Hasil yang baik ini sekiranya dapat dipertahankan dengan melakukan

langkah-langkah pengendalian inflasi yang tepat sasaran. Upaya teknis telah dilakukan pemerintah berupa operasi pasar,

monitoring harga maupun melalui inspeksi mendadak yang dilakukan. Namun demikian, upaya tersebut akan kurang

berdampak apabila sumber permasalahan inflasi berupa penurunan pasokan atau kenaikan permintaan yang memang

harus membutuhkan upaya struktural.

Berdasarkan hasil analisis pola inflasi didapatkan bahwa potensi gangguan pasokan/peningkatan permintaan bahan

makanan biasanya terjadi pada bulan Januari dikarenakan oleh kondisi cuaca buruk atau pada bulan November dan

Desember seiring dengan dimulainya musim penghujan dan hari raya Natal dan Tahun Baru. Pada Bulan Juli, Inflasi lebih

disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya lonjakan penumpang untuk mudik lebaran,

sedangkan inflasi bahan makanan justru relatif stabil. Berdasarkan data tren didapatkan bahwa inflasi bahan makanan

cenderung mengalami peningkatan pada bulan November dan Desember, sedangkan tren inflasi pada bulan Januari

cenderung melambat. Hal ini disebabkan oleh sudah cukup tingginya posisi harga di bulan Desember, sehingga inflasi di

Januari mulai cenderung melambat. Oleh karena itu, untuk pengendalian inflasi bahan makanan, diperlukan langkah

strategis berupa pengendalian pasokan komoditas.

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 AV

GRAFIK BOKS 3. 1.

Sumber : BPS, diolah

POLA PERGERAKAN INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN DALAM 10 TAHUN TERAKHIR

-5

-3

-1

1

3

5

7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK BOKS 3.2. TREN KENAIKAN INFLASI BAHAN MAKANAN DI SETIAP AKHIR TAHUN

NOVEMBER DESEMBER

2011 2012 2013 2014 2015 20162007 2008 2009 2010 (4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

5,306,38

1,833,35

48 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK BOKS 3.4. PERBANDINGAN LAMA SIMPAN DAN STRUKTUR PASAR14 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI NTT

Berdasarkan data penyumbang utama inflasi komoditas di bulan November dan Desember pada 6 tahun terakhir

didapatkan bahwa total sumbangan inflasi pada 15 komoditas utama mendekati nilai total inflasi di NTT dengan korelasi

mencapai 73%. Hal ini berarti apabila pasokan pada 15 komoditas tersebut dapat dikontrol, maka inflasi relatif dapat

terkendali. Deviasi tinggi pada tahun 2014 lebih disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang berdampak pada kenaikan

hampir pada seluruh komoditas, sedangkan deviasi yang cukup tinggi pada tahun 2015 lebih disebabkan oleh

terselenggaranya beberapa acara nasional seperti hari keluarga nasional dan natal bersama nasional yang berdampak

pada kenaikan harga komoditas. Dengan asumsi tanpa ada acara khusus, maka ke-15 komoditas tersebut sudah dapat

digunakan untuk menjelaskan pergerakan inflasi akhir tahun di Provinsi NTT.

Dari total 15 komoditas, 14 komoditas merupakan komoditas bahan makanan dan hanya satu komoditas non bahan

makanan yaitu komoditas angkutan udara. Adapun inflasi angkutan udara sangat tergantung dari adanya kegiatan

tambahan di NTT. Apabila tidak terdapat event khusus, inflasi angkutan udara cenderung stabil. Namun demikian apabila

terdapat kegiatan tambahan lainnya, inflasi angkutan udara akan cenderung meningkat dikarenakan pasokan

penerbangan yang terbatas. Dari 14 komoditas bahan makanan, 2 komoditas berupa ikan segar (kembung dan tongkol)

yang sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapan. Inflasi komoditas tersebut akan cenderung meningkat terutama di awal

musim penghujan (November) maupun di bulan Desember seiring dengan turunnya hasil tangkapan ikan. Langkah

struktural yang mungkin bisa dilakukan adalah berupa pembiasaan mengkonsumsi produk olahan atau melakukan

penyimpanan di cold storage sejauh menguntungkan dari sisi bisnis. Adapun ke-12 komoditas lainnya dapat

dibudidayakan, sehingga dimungkinkan untuk dilakukan pengendalian struktural. Berdasarkan lama simpan, sebagian besar komoditas memiliki daya simpan pendek ke sedang berturut-turut berdasarkan

lama simpan yaitu komoditas sawi putih, bayam, kangkung, tomat sayur, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras,

daging babi, kembung, tongkol, wortel, telur ayam ras, dan bawang merah. Hanya 1 komoditas yang dapat disimpan

dalam jangka panjang yaitu beras. Semakin lama komoditas dapat disimpan, maka akan berdampak pada fluktuasi inflasi

yang cenderung lebih rendah. Pendekatan pengendalian inflasi juga cenderung berbeda yaitu semakin lama waktu

simpan, maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan persediaan, sedangkan semakin pendek waktu simpan,

maka perencanaan/pengaturan produksi yang matang menjadi strategi utama.

GRAFIK BOKS 3.3.

Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah

PERBANDINGAN ANDIL INFLASI 15 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI PROVINSI NTT

ANGKUTAN UDARACABAI MERAHBAYAMDAGING BABITONGKOLKANGKUNGTELUR AYAM RASWORTELCABAI RAWITTOMAT SAYURDAGING AYAM RASKEMBUNGBAWANG MERAHBERASSAWI PUTIHGABUNGANNTT

(1,00) (0,50)

- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

112011

12 112012

12 112013

12 112014

12 112015

12 112016

12

Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah

49

Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi ResikoBoks 3.

Berdasarkan data 10 tahun terakhir dapat dilihat bahwa secara umum, inflasi bulanan di Provinsi NTT membentuk sebuah

pola. Inflasi akan cenderung tinggi di bulan Januari yang lebih disebabkan oleh puncak musim penghujan yang berakibat

pada menurunnya sebagian besar pasokan bahan makanan. Inflasi akan berangsur menurun pada bulan Februari dan

seterusnya hingga kembali meningkat pada bulan Juli seiring dengan adanya libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang

berdampak pada kenaikan tarif angkutan udara yang sangat signifikan. Inflasi mengalami pelambatan bahkan penurunan

pada bulan setelahnya dan kembali menunjukkan kenaikan pada bulan November dan Desember seiring dengan

dimulainya musim penghujan dan tingginya permintaan bahan makanan dalam rangka menyambut hari raya Natal dan

Tahun Baru. Secara umum, pola pergerakan inflasi di Provinsi NTT mengikuti pola pergerakan inflasi bahan makanan

dengan tingkat korelasi mencapai 82%. Adanya kenaikan atau penurunan inflasi bahan makanan, secara positif

berdampak signifikan terhadap pergerakan inflasi secara umum. Hal ini dikarenakan lebih dari 70% penyebab inflasi

utama disumbang oleh inflasi bahan makanan.

Berdasarkan pola inflasi bulanan tersebut terlihat bahwa inflasi bahan makanan di tahun 2017 cenderung di bawah rata-

rata inflasi bahan makanan di tiap bulannya. Hasil yang baik ini sekiranya dapat dipertahankan dengan melakukan

langkah-langkah pengendalian inflasi yang tepat sasaran. Upaya teknis telah dilakukan pemerintah berupa operasi pasar,

monitoring harga maupun melalui inspeksi mendadak yang dilakukan. Namun demikian, upaya tersebut akan kurang

berdampak apabila sumber permasalahan inflasi berupa penurunan pasokan atau kenaikan permintaan yang memang

harus membutuhkan upaya struktural.

Berdasarkan hasil analisis pola inflasi didapatkan bahwa potensi gangguan pasokan/peningkatan permintaan bahan

makanan biasanya terjadi pada bulan Januari dikarenakan oleh kondisi cuaca buruk atau pada bulan November dan

Desember seiring dengan dimulainya musim penghujan dan hari raya Natal dan Tahun Baru. Pada Bulan Juli, Inflasi lebih

disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya lonjakan penumpang untuk mudik lebaran,

sedangkan inflasi bahan makanan justru relatif stabil. Berdasarkan data tren didapatkan bahwa inflasi bahan makanan

cenderung mengalami peningkatan pada bulan November dan Desember, sedangkan tren inflasi pada bulan Januari

cenderung melambat. Hal ini disebabkan oleh sudah cukup tingginya posisi harga di bulan Desember, sehingga inflasi di

Januari mulai cenderung melambat. Oleh karena itu, untuk pengendalian inflasi bahan makanan, diperlukan langkah

strategis berupa pengendalian pasokan komoditas.

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 AV

GRAFIK BOKS 3. 1.

Sumber : BPS, diolah

POLA PERGERAKAN INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN DALAM 10 TAHUN TERAKHIR

-5

-3

-1

1

3

5

7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK BOKS 3.2. TREN KENAIKAN INFLASI BAHAN MAKANAN DI SETIAP AKHIR TAHUN

NOVEMBER DESEMBER

2011 2012 2013 2014 2015 20162007 2008 2009 2010 (4,00)

(2,00)

-

2,00

4,00

6,00

8,00

5,306,38

1,833,35

48 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK BOKS 3.4. PERBANDINGAN LAMA SIMPAN DAN STRUKTUR PASAR14 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI NTT

Dilihat dari struktur pasar, maka sebagian besar komoditas di NTT memiliki struktur pasar persaingan sempurna, yang

artinya kenaikan atau penurunan harga hanya dipengaruhi oleh besarnya pasokan dan permintaan yang ada. Untuk

komoditas ini, maka strategi yang dilakukan lebih dititik beratkan pada strategi menjaga pasokan yang cukup di pasar.

Untuk komoditas yang bersifat oligopoli dan monopoli, maka selain menjaga dan memonitor pasokan, menjalin kerjasama

dengan pemain besar juga perlu dilakukan agar pasokan dapat tersedia dalam jumlah yang cukup. Peran pelaku usaha

dalam menjaga inflasi sangat diperlukan terutama pada komoditas dengan struktur pasar oligopoli sedang hingga

monopoli. Untuk komoditas yang berada pada struktur pasar oligopoli lemah dan persaingan sempurna, maka langkah

strategis pemerintah dalam menjaga pasokan dapat lebih berdaya guna.

Dari 12 komoditas yang memungkinkan untuk dilakukan budidaya, terdapat 3 komoditas yang sudah tidak

memungkinkan untuk dilakukan pembudidayaan saat ini (daging babi, beras, telur ayam ras) dikarenakan oleh waktu

pembudidayaan yang lama. Langkah pengendalian yang bisa dilakukan saat ini hanyalah dengan menjaga pasokan cukup

tersedia di pasar. Sembilan komoditas lainnya berdasarkan analisis masa tanam masih memungkinkan untuk dilakukan

upaya strategis yaitu dengan melakukan penanaman komoditas sesuai tabel di atas. Adanya gerakan tanam di luar musim

untuk komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran di atas sekiranya dapat segera dilakukan, agar penyediaan pasokan

pada saat hari raya dapat dipenuhi dan inflasi akhir tahun dapat lebih dikendalikan.

Tabel Boks 3.1. Jadwal Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT tahun 2017

KOMODITAS

SAWI PUTIH

BERAS

BAWANG MERAH

TOMAT

CABE RAWIT

WORTEL

KANGKUNG

BAYAM

CABAI BESAR

DAGING AYAM RAS

TELUR AYAM RAS

MASA TANAM

25

100

70

70

90

90

21

20

75

25

25

AGUSTUSPROD TON/HA

30

10

20

120

18

20

27

12

33

37

37

3 4 5

SEPTEMBER

1 2 3 4 5

OKTOBER

1 2 3 4

NOVEMBER

1 2 3 4

DESEMBER

1 2 3 4

Sumber : BPS, diolah

50

Stabilitas Keuangan Daerah04

Kredit sektor rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 6,64% (yoy), melambat dibandingkan triwulan

I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy).

Kredit UMKM turut tumbuh melambat sebesar 13,88% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang

sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy).

Kredit korporasi tercatat tumbuh negatif -8,69% (yoy), setelah triwulan sebelumnya tumbuh tinggi sebesar

44,27% (yoy).

Secara keseluruhan, kinerja industri perbankan di Provinsi NTT pada periode triwulan II 2017 tercatat cukup

stabil dengan pertumbuhan penyaluran kredit masih di atas 10%, yakni sebesar 11,03% (yoy) dan pertumbuhan

penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari masyarakat sebesar 5,91% (yoy). Aset perbankan di Provinsi NTT juga

tercatat tumbuh positif sebesar 10,29% (yoy), terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan

peningkatan penempatan pada bank lain.

Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan

meningkatnya perekonomian daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit sektor rumah tangga

dan UMKM yang masih cukup tinggi meskipun sedikit melambat. Kredit bermasalah juga masih terjaga cukup

rendah. Dengan demikian masih terdapat cukup ruang bagi perbankan di Provinsi NTT untuk melakukan

ekspansi penyaluran kredit kepada masyarakat dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Dilihat dari struktur pasar, maka sebagian besar komoditas di NTT memiliki struktur pasar persaingan sempurna, yang

artinya kenaikan atau penurunan harga hanya dipengaruhi oleh besarnya pasokan dan permintaan yang ada. Untuk

komoditas ini, maka strategi yang dilakukan lebih dititik beratkan pada strategi menjaga pasokan yang cukup di pasar.

Untuk komoditas yang bersifat oligopoli dan monopoli, maka selain menjaga dan memonitor pasokan, menjalin kerjasama

dengan pemain besar juga perlu dilakukan agar pasokan dapat tersedia dalam jumlah yang cukup. Peran pelaku usaha

dalam menjaga inflasi sangat diperlukan terutama pada komoditas dengan struktur pasar oligopoli sedang hingga

monopoli. Untuk komoditas yang berada pada struktur pasar oligopoli lemah dan persaingan sempurna, maka langkah

strategis pemerintah dalam menjaga pasokan dapat lebih berdaya guna.

Dari 12 komoditas yang memungkinkan untuk dilakukan budidaya, terdapat 3 komoditas yang sudah tidak

memungkinkan untuk dilakukan pembudidayaan saat ini (daging babi, beras, telur ayam ras) dikarenakan oleh waktu

pembudidayaan yang lama. Langkah pengendalian yang bisa dilakukan saat ini hanyalah dengan menjaga pasokan cukup

tersedia di pasar. Sembilan komoditas lainnya berdasarkan analisis masa tanam masih memungkinkan untuk dilakukan

upaya strategis yaitu dengan melakukan penanaman komoditas sesuai tabel di atas. Adanya gerakan tanam di luar musim

untuk komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran di atas sekiranya dapat segera dilakukan, agar penyediaan pasokan

pada saat hari raya dapat dipenuhi dan inflasi akhir tahun dapat lebih dikendalikan.

Tabel Boks 3.1. Jadwal Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT tahun 2017

KOMODITAS

SAWI PUTIH

BERAS

BAWANG MERAH

TOMAT

CABE RAWIT

WORTEL

KANGKUNG

BAYAM

CABAI BESAR

DAGING AYAM RAS

TELUR AYAM RAS

MASA TANAM

25

100

70

70

90

90

21

20

75

25

25

AGUSTUSPROD TON/HA

30

10

20

120

18

20

27

12

33

37

37

3 4 5

SEPTEMBER

1 2 3 4 5

OKTOBER

1 2 3 4

NOVEMBER

1 2 3 4

DESEMBER

1 2 3 4

Sumber : BPS, diolah

50

Stabilitas Keuangan Daerah04

Kredit sektor rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 6,64% (yoy), melambat dibandingkan triwulan

I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy).

Kredit UMKM turut tumbuh melambat sebesar 13,88% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang

sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy).

Kredit korporasi tercatat tumbuh negatif -8,69% (yoy), setelah triwulan sebelumnya tumbuh tinggi sebesar

44,27% (yoy).

Secara keseluruhan, kinerja industri perbankan di Provinsi NTT pada periode triwulan II 2017 tercatat cukup

stabil dengan pertumbuhan penyaluran kredit masih di atas 10%, yakni sebesar 11,03% (yoy) dan pertumbuhan

penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari masyarakat sebesar 5,91% (yoy). Aset perbankan di Provinsi NTT juga

tercatat tumbuh positif sebesar 10,29% (yoy), terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan

peningkatan penempatan pada bank lain.

Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan

meningkatnya perekonomian daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit sektor rumah tangga

dan UMKM yang masih cukup tinggi meskipun sedikit melambat. Kredit bermasalah juga masih terjaga cukup

rendah. Dengan demikian masih terdapat cukup ruang bagi perbankan di Provinsi NTT untuk melakukan

ekspansi penyaluran kredit kepada masyarakat dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Rumah tangga adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem keuangan. Rumah tangga berperan dalam dua

fungsi, yakni sebagai penyedia dana (lender) dengan menempatkan kelebihan dananya di institusi keuangan maupun

sebagai penerima dana (borrower) dengan meminjam dana dari institusi keuangan apabila memerlukan tambahan dana

untuk kegiatan konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas

ekonomi dan keuangan suatu daerah, maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga

stabilitas keuangan daerah tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya

tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.

Signifikansi sektor rumah tangga dalam aktivitas ekonomi Provinsi NTT tampak dari nominal Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB). Pangsa konsumsi rumah tangga (RT) dalam pembentukan PDRB Provinsi NTT pada triwulan II 2017 mencapai

76,05% (triwulan I 2017). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 meningkat menjadi 5,55% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,00% (yoy). Terlepas dari efek seasonal tahunan, secara umum daya beli

masyarakat masih terjaga didukung oleh beberapa faktor yakni: (1) tingkat inflasi yang terjaga dan relatif rendah; (2)

kecenderungan tren penguatan nilai tukar rupiah dan (3) penurunan suku bunga kebijakan yang diikuti penurunan

bertahap suku bunga kredit sebagai bentuk transmisi pelonggaran kebijakan moneter. Selain itu, tren inflasi yang masih

terkendali di tengah tekanan kenaikan harga administered prices seperti tarif dasar listrik dan cukai rokok turut pula

berkontribusi dalam menjaga optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi. Adanya tunjangan Hari

Raya Idul Fitri pada bulan Juni 2017 juga menjadi stimulus bagi rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi.

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

0

5000

10000

15000

20000

25000

135,3

122,8

147,9

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Tingkat optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi bahkan menunjukkan peningkatan pada triwulan

II 2017. Hal tersebut ditunjukkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia di Provinsi NTT, dimana seluruh indeks

menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya, yakni Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi

Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Peningkatan tersebut menunjukkan tingkat optimisme

konsumen rumah tangga di Provinsi NTT semakin meningkat di triwulan II 2017, sehingga mendorong aktivitas konsumsi.

Kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh ketersediaan lapangan kerja saat ini yang lebih

baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara indeks pengeluaran membeli barang tahan lama sedikit turun karena

pada periode triwulan II 2017 ini masyarakat cenderung melakukan konsumsi untuk jangka pendek seperti makanan,

minuman serta perlengkapan rumah tangga.

53

4.1 KONDISI UMUM

Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan kestabilan

perekonomian daerah. Penyaluran kredit di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara keseluruhan mencapai Rp 24,13

triliun atau tumbuh sebesar 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dan 14,93% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit secara

umum tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit kepada rumah tangga dan UMKM yang juga melambat.

Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat sebesar 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2017

maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy). Kondisi perlambatan

pertumbuhan kredit rumah tangga dibandingkan triwulan I 2017 sedikit berbeda dengan kondisi konsumsi rumah tangga

di triwulan II 2017 yang tumbuh 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,00% (yoy). Hal tersebut

mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong oleh adanya peningkatan

daya beli seiring pembayaran tunjangan Hari Raya Idul Fitri dibandingkan dibiayai dari kredit konsumsi. Di sisi lain,

penyaluran kredit UMKM (pangsa terhadap total kredit sebesar 32,73%) di Provinsi NTT tercatat tumbuh sebesar 13,88%

(yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan

19,23% (yoy). Namun demikian, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan kredit secara umum, optimisme konsumen

masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sejalan dengan tingkat konsumsi rumah tangga yang juga

meningkat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kondisi daya beli masyarakat Provinsi NTT masih cukup terjaga dengan

kemampuan keuangan yang dimiliki, terutama didorong oleh stimulus tunjangan Hari Raya Idul Fitri.

Risiko kredit bermasalah di Provinsi NTT sampai triwulan II 2017 dinilai masih cukup terkendali. Rasio kredit bermasalah

terhadap total penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,29%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I

2017 (2,04%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,84%, namun masih di bawah batas 5%.

Perlambatan penyaluran kredit di Provinsi NTT yang berbanding terbalik dengan adanya peningkatan aset perbankan serta

peningkatan kredit bermasalah di Provinsi NTT mencerminkan adanya peningkatan pencadangan dalam bentuk

Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) oleh perbankan atas kredit yang disalurkan dalam rangka

mengatasi kecenderungan peningkatan risiko kredit. Hal tersebut menunjukkan sikap kehati-hatian perbankan di Provinsi

NTT baik dalam penyaluran kredit maupun mengelola kredit yang telah disalurkan. Dengan kondisi sistem keuangan yang

masih cukup terkendali, maka perbankan Provinsi NTT masih memiliki ruang untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit,

terutama untuk kredit-kredit yang bersifat produktif sehingga lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah.

Sejalan dengan pertumbuhan kredit yang melambat dan kecenderungan perbankan membentuk CKPN untuk mengatasi

peningkatan rasio kredit bermasalah, maka rasio Return On Asset (ROA) industri perbankan umum di Provinsi NTT tercatat

mengalami penurunan menjadi 1,35% dari triwulan lalu sebesar 2,48%.

Sementara dari sisi kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR), rasio kredit bermasalah tercatat meningkat menjadi 6,96% dari

triwulan lalu sebesar 6,65%. Hal tersebut sebagai dampak peningkatan ekspansi kredit BPR yang ditunjukkan oleh Loan-

to-Deposit (LDR) BPR yang meningkat. Dengan rasio kredit bermasalah yang meningkat, maka rasio permodalan BPR

menurun karena bank perlu memperbaiki kondisi kredit yang disalurkan dengan pembentukan CKPN, ditunjukkan

dengan rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang meningkat serta rentabilitas atau

kemampuan bank menghasilkan profit yang menurun (ROA dan ROE). Namun demikian, rasio permodalan BPR di Provinsi

NTT yang sebesar 29,69% dinilai masih cukup kuat untuk menopang bisnis ke depan.

52 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA

4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Rumah tangga adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem keuangan. Rumah tangga berperan dalam dua

fungsi, yakni sebagai penyedia dana (lender) dengan menempatkan kelebihan dananya di institusi keuangan maupun

sebagai penerima dana (borrower) dengan meminjam dana dari institusi keuangan apabila memerlukan tambahan dana

untuk kegiatan konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas

ekonomi dan keuangan suatu daerah, maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga

stabilitas keuangan daerah tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya

tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.

Signifikansi sektor rumah tangga dalam aktivitas ekonomi Provinsi NTT tampak dari nominal Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB). Pangsa konsumsi rumah tangga (RT) dalam pembentukan PDRB Provinsi NTT pada triwulan II 2017 mencapai

76,05% (triwulan I 2017). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 meningkat menjadi 5,55% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,00% (yoy). Terlepas dari efek seasonal tahunan, secara umum daya beli

masyarakat masih terjaga didukung oleh beberapa faktor yakni: (1) tingkat inflasi yang terjaga dan relatif rendah; (2)

kecenderungan tren penguatan nilai tukar rupiah dan (3) penurunan suku bunga kebijakan yang diikuti penurunan

bertahap suku bunga kredit sebagai bentuk transmisi pelonggaran kebijakan moneter. Selain itu, tren inflasi yang masih

terkendali di tengah tekanan kenaikan harga administered prices seperti tarif dasar listrik dan cukai rokok turut pula

berkontribusi dalam menjaga optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi. Adanya tunjangan Hari

Raya Idul Fitri pada bulan Juni 2017 juga menjadi stimulus bagi rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi.

GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)

GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

-8%

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

0

5000

10000

15000

20000

25000

135,3

122,8

147,9

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Tingkat optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi bahkan menunjukkan peningkatan pada triwulan

II 2017. Hal tersebut ditunjukkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia di Provinsi NTT, dimana seluruh indeks

menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya, yakni Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi

Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Peningkatan tersebut menunjukkan tingkat optimisme

konsumen rumah tangga di Provinsi NTT semakin meningkat di triwulan II 2017, sehingga mendorong aktivitas konsumsi.

Kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh ketersediaan lapangan kerja saat ini yang lebih

baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara indeks pengeluaran membeli barang tahan lama sedikit turun karena

pada periode triwulan II 2017 ini masyarakat cenderung melakukan konsumsi untuk jangka pendek seperti makanan,

minuman serta perlengkapan rumah tangga.

53

4.1 KONDISI UMUM

Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan kestabilan

perekonomian daerah. Penyaluran kredit di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara keseluruhan mencapai Rp 24,13

triliun atau tumbuh sebesar 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dan 14,93% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit secara

umum tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit kepada rumah tangga dan UMKM yang juga melambat.

Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat sebesar 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2017

maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy). Kondisi perlambatan

pertumbuhan kredit rumah tangga dibandingkan triwulan I 2017 sedikit berbeda dengan kondisi konsumsi rumah tangga

di triwulan II 2017 yang tumbuh 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,00% (yoy). Hal tersebut

mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong oleh adanya peningkatan

daya beli seiring pembayaran tunjangan Hari Raya Idul Fitri dibandingkan dibiayai dari kredit konsumsi. Di sisi lain,

penyaluran kredit UMKM (pangsa terhadap total kredit sebesar 32,73%) di Provinsi NTT tercatat tumbuh sebesar 13,88%

(yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan

19,23% (yoy). Namun demikian, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan kredit secara umum, optimisme konsumen

masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sejalan dengan tingkat konsumsi rumah tangga yang juga

meningkat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kondisi daya beli masyarakat Provinsi NTT masih cukup terjaga dengan

kemampuan keuangan yang dimiliki, terutama didorong oleh stimulus tunjangan Hari Raya Idul Fitri.

Risiko kredit bermasalah di Provinsi NTT sampai triwulan II 2017 dinilai masih cukup terkendali. Rasio kredit bermasalah

terhadap total penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,29%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I

2017 (2,04%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,84%, namun masih di bawah batas 5%.

Perlambatan penyaluran kredit di Provinsi NTT yang berbanding terbalik dengan adanya peningkatan aset perbankan serta

peningkatan kredit bermasalah di Provinsi NTT mencerminkan adanya peningkatan pencadangan dalam bentuk

Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) oleh perbankan atas kredit yang disalurkan dalam rangka

mengatasi kecenderungan peningkatan risiko kredit. Hal tersebut menunjukkan sikap kehati-hatian perbankan di Provinsi

NTT baik dalam penyaluran kredit maupun mengelola kredit yang telah disalurkan. Dengan kondisi sistem keuangan yang

masih cukup terkendali, maka perbankan Provinsi NTT masih memiliki ruang untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit,

terutama untuk kredit-kredit yang bersifat produktif sehingga lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah.

Sejalan dengan pertumbuhan kredit yang melambat dan kecenderungan perbankan membentuk CKPN untuk mengatasi

peningkatan rasio kredit bermasalah, maka rasio Return On Asset (ROA) industri perbankan umum di Provinsi NTT tercatat

mengalami penurunan menjadi 1,35% dari triwulan lalu sebesar 2,48%.

Sementara dari sisi kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR), rasio kredit bermasalah tercatat meningkat menjadi 6,96% dari

triwulan lalu sebesar 6,65%. Hal tersebut sebagai dampak peningkatan ekspansi kredit BPR yang ditunjukkan oleh Loan-

to-Deposit (LDR) BPR yang meningkat. Dengan rasio kredit bermasalah yang meningkat, maka rasio permodalan BPR

menurun karena bank perlu memperbaiki kondisi kredit yang disalurkan dengan pembentukan CKPN, ditunjukkan

dengan rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang meningkat serta rentabilitas atau

kemampuan bank menghasilkan profit yang menurun (ROA dan ROE). Namun demikian, rasio permodalan BPR di Provinsi

NTT yang sebesar 29,69% dinilai masih cukup kuat untuk menopang bisnis ke depan.

52 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA

G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB

-40-20

020406080

100120140160180

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB

-10

0

10

20

30

40

50

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

2,5128,40

15,25

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

6,64

GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017

7,76%13,62%23,70%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

3,52 4,40 4,63 5,52 4,10 4,69 4,50 4,54 3,38 4,07

69,57 69,08 69,55 72,40 69,50 69,88 69,90 73,12 70,00 70,06

26,91 26,52 25,82 22,08 26,40 25,42 25,60 22,34 26,62 25,87

Di sisi lain, penyaluran kredit ke rumah tangga pada triwulan II 2017 mencapai Rp9,17 triliun, tumbuh sebesar 6,64%

(yoy). Dari jumlah tersebut, porsi tertinggi penyaluran kredit rumah tangga ditujukan sebagai kredit multiguna sebesar Rp

7,22 triliun (78,67%), diikuti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp1,61 triliun (17,50%) dan Kredit Kendaraan

Bermotor (KKB) sebesar Rp341 miliar (3,72%). Pertumbuhan kredit rumah tangga sebesar 6,64% (yoy) tersebut melambat

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy).

Perlambatan terutama dikontribusikan oleh perlambatan kredit multiguna yang tumbuh sebesar 2,51% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh mencapai 10,40%

(yoy) dan 16,24% (yoy). Begitu pula dengan penyaluran KKB, yang tumbuh melambat sebesar 15,25% (yoy) dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar 31,05%. Namun demikian, pertumbuhan tersebut dinilai masih cukup tinggi di atas 10%.

Pertumbuhan lebih tinggi terjadi pada KPR yang tumbuh mencapai 28,40% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar

8,29% (yoy). Relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) serta berjalannya program subsidi

rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menunjukkan dampak yang positif terhadap pertumbuhan tinggi

KPR. Di sisi lain, kredit perlengkapan dan peralatan rumah tangga kembali melambat menjadi 25,84% (yoy) dari triwulan

sebelumnya sebesar 39,43% (yoy).

Berdasarkan faktor kerentanan, rasio kredit bermasalah untuk seluruh jenis kredit rumah tangga masih aman dan di bawah

2%, dari batas atas sebesar 5%. Rasio kredit bermasalah yang masih rendah tersebut membuka ruang bagi perbankan di

Provinsi NTT untuk terus melakukan ekspansi kredit kepada rumah tangga, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-

hatian. Secara spasial, penyaluran kredit rumah tangga pada triwulan II 2017 terbesar di Kota Kupang yang mencapai

Rp2,89 triliun, atau 29,51% dari total kredit rumah tangga di Provinsi NTT, diikuti Kabupaten Belu sebesar Rp811,28 miliar

(pangsa 8,28% dari total kredit) dan Kabupaten Kupang sebesar Rp683,64 miliar (pangsa 6,98% dari total kredit). Risiko

kredit di tiap kabupaten/kota masih cukup terkendali, dengan seluruh daerah mencatatkan rasio kredit bermasalah di

bawah 5%. Adapun daerah dengan rasio kredit rumah tangga bermasalah tertinggi di Provinsi NTT adalah Kabupaten

55

GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK

GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

RT/ PERSEORANGAN NON RT

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

12,41%

8,06%10,59%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

58,42 53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08 72,63 63,65 58,95

41,58 46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92 27,37 36,35 41,05

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Secara umum, rumah tangga masih tetap mendominasi pangsa penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Provinsi NTT

dengan porsi 58,95% dari total DPK atau senilai Rp14,88 triliun. Porsi tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan I

2017 yang sebesar 63,65%. Adapun dari sisi kredit, rumah tangga juga dominan sebagai pihak penerima pinjaman dari

perbankan di Provinsi NTT dengan porsi 38,02% dari total kredit atau senilai Rp9,17 triliun. Kembali meningkatnya

simpanan pemerintah di perbankan menjadi penyebab menurunnya porsi sektor rumah tangga. Secara tahunan, terjadi

peningkatan DPK rumah tangga sebesar 12,41% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,13% (yoy). Pencairan

gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang langsung ditransfer ke rekening individu PNS menjadi

pendorong utama peningkatan pertumbuhan DPK rumah tangga di triwulan II 2017. Sementara itu, DPK non Rumah

Tangga di perbankan Provinsi NTT pada triwulan II 2017 tumbuh positif 8,06% (yoy) setelah dalam periode setahun

terakhir berada dalam tren kontraksi. Pertumbuhan DPK non Rumah Tangga didorong oleh peningkatan jumlah simpanan

swasta pada seluruh jenis simpanan, yakni giro, tabungan dan deposito, dengan deposito tumbuh paling tinggi sebesar

66,24% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan

adanya peningkatan kegiatan usaha di triwulan II 2017, sehingga hasil pendapatan sektor swasta makin banyak yang

disimpan di perbankan.

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Berdasarkan jenis simpanan, rumah tangga di Provinsi NTT lebih memilih menyimpan kelebihan dananya ke perbankan

dalam bentuk tabungan, ditunjukkan dengan capaian porsi tertinggi sebesar Rp10,42 triliun atau 70,06%, diikuti

deposito sebesar Rp3,85 triliun atau 25,87% kemudian giro sebesar Rp 606,12 miliar atau 4,07% dari total DPK rumah

tangga. Simpanan dalam bentuk giro dan tabungan menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2017. Giro

tercatat tumbuh sebesar 23,70% (yoy), dari triwulan sebelumnya turun -11,78% (yoy). Tabungan tumbuh sebesar

13,62% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,91% (yoy).

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

100,5

70

80

90

100

110

120

130

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

54 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA

G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB

-40-20

020406080

100120140160180

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB

-10

0

10

20

30

40

50

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

2,5128,40

15,25

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

6,64

GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017

7,76%13,62%23,70%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

3,52 4,40 4,63 5,52 4,10 4,69 4,50 4,54 3,38 4,07

69,57 69,08 69,55 72,40 69,50 69,88 69,90 73,12 70,00 70,06

26,91 26,52 25,82 22,08 26,40 25,42 25,60 22,34 26,62 25,87

Di sisi lain, penyaluran kredit ke rumah tangga pada triwulan II 2017 mencapai Rp9,17 triliun, tumbuh sebesar 6,64%

(yoy). Dari jumlah tersebut, porsi tertinggi penyaluran kredit rumah tangga ditujukan sebagai kredit multiguna sebesar Rp

7,22 triliun (78,67%), diikuti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp1,61 triliun (17,50%) dan Kredit Kendaraan

Bermotor (KKB) sebesar Rp341 miliar (3,72%). Pertumbuhan kredit rumah tangga sebesar 6,64% (yoy) tersebut melambat

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy).

Perlambatan terutama dikontribusikan oleh perlambatan kredit multiguna yang tumbuh sebesar 2,51% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh mencapai 10,40%

(yoy) dan 16,24% (yoy). Begitu pula dengan penyaluran KKB, yang tumbuh melambat sebesar 15,25% (yoy) dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar 31,05%. Namun demikian, pertumbuhan tersebut dinilai masih cukup tinggi di atas 10%.

Pertumbuhan lebih tinggi terjadi pada KPR yang tumbuh mencapai 28,40% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar

8,29% (yoy). Relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) serta berjalannya program subsidi

rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menunjukkan dampak yang positif terhadap pertumbuhan tinggi

KPR. Di sisi lain, kredit perlengkapan dan peralatan rumah tangga kembali melambat menjadi 25,84% (yoy) dari triwulan

sebelumnya sebesar 39,43% (yoy).

Berdasarkan faktor kerentanan, rasio kredit bermasalah untuk seluruh jenis kredit rumah tangga masih aman dan di bawah

2%, dari batas atas sebesar 5%. Rasio kredit bermasalah yang masih rendah tersebut membuka ruang bagi perbankan di

Provinsi NTT untuk terus melakukan ekspansi kredit kepada rumah tangga, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-

hatian. Secara spasial, penyaluran kredit rumah tangga pada triwulan II 2017 terbesar di Kota Kupang yang mencapai

Rp2,89 triliun, atau 29,51% dari total kredit rumah tangga di Provinsi NTT, diikuti Kabupaten Belu sebesar Rp811,28 miliar

(pangsa 8,28% dari total kredit) dan Kabupaten Kupang sebesar Rp683,64 miliar (pangsa 6,98% dari total kredit). Risiko

kredit di tiap kabupaten/kota masih cukup terkendali, dengan seluruh daerah mencatatkan rasio kredit bermasalah di

bawah 5%. Adapun daerah dengan rasio kredit rumah tangga bermasalah tertinggi di Provinsi NTT adalah Kabupaten

55

GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK

GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

RT/ PERSEORANGAN NON RT

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

12,41%

8,06%10,59%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

58,42 53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08 72,63 63,65 58,95

41,58 46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92 27,37 36,35 41,05

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Secara umum, rumah tangga masih tetap mendominasi pangsa penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Provinsi NTT

dengan porsi 58,95% dari total DPK atau senilai Rp14,88 triliun. Porsi tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan I

2017 yang sebesar 63,65%. Adapun dari sisi kredit, rumah tangga juga dominan sebagai pihak penerima pinjaman dari

perbankan di Provinsi NTT dengan porsi 38,02% dari total kredit atau senilai Rp9,17 triliun. Kembali meningkatnya

simpanan pemerintah di perbankan menjadi penyebab menurunnya porsi sektor rumah tangga. Secara tahunan, terjadi

peningkatan DPK rumah tangga sebesar 12,41% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,13% (yoy). Pencairan

gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang langsung ditransfer ke rekening individu PNS menjadi

pendorong utama peningkatan pertumbuhan DPK rumah tangga di triwulan II 2017. Sementara itu, DPK non Rumah

Tangga di perbankan Provinsi NTT pada triwulan II 2017 tumbuh positif 8,06% (yoy) setelah dalam periode setahun

terakhir berada dalam tren kontraksi. Pertumbuhan DPK non Rumah Tangga didorong oleh peningkatan jumlah simpanan

swasta pada seluruh jenis simpanan, yakni giro, tabungan dan deposito, dengan deposito tumbuh paling tinggi sebesar

66,24% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan

adanya peningkatan kegiatan usaha di triwulan II 2017, sehingga hasil pendapatan sektor swasta makin banyak yang

disimpan di perbankan.

4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan

Berdasarkan jenis simpanan, rumah tangga di Provinsi NTT lebih memilih menyimpan kelebihan dananya ke perbankan

dalam bentuk tabungan, ditunjukkan dengan capaian porsi tertinggi sebesar Rp10,42 triliun atau 70,06%, diikuti

deposito sebesar Rp3,85 triliun atau 25,87% kemudian giro sebesar Rp 606,12 miliar atau 4,07% dari total DPK rumah

tangga. Simpanan dalam bentuk giro dan tabungan menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2017. Giro

tercatat tumbuh sebesar 23,70% (yoy), dari triwulan sebelumnya turun -11,78% (yoy). Tabungan tumbuh sebesar

13,62% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,91% (yoy).

GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

100,5

70

80

90

100

110

120

130

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

54 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

G KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%%, YOYRP MILIAR

GRAFIK 4.13. NPL UMKM

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM

4,50%3,67%3,51%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10,88%

14,48%13,88%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)

GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

0

10

20

30

40

50

60

70

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

Sumber: Bank Indonesia, 2017

SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

34,72

3,67

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

4,72

47,14

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Pertumbuhan kredit UMKM di Provinsi NTT tercatat melambat di triwulan II 2017 menjadi sebesar 13,88% (yoy),

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy).

Total kredit disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT sebesar Rp7,90 triliun, terdiri dari kredit untuk modal kerja sebesar

Rp6,61 triliun dan investasi sebesar Rp1,29 triliun. Pertumbuhan kredit UMKM untuk modal kerja maupun investasi

tercatat melambat menjadi masing-masing sebesar 14,48% (yoy) dan 10,88% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar

17,51% (yoy) dan 26,56% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit menunjukkan bahwa perbankan mulai lebih berhati-hari

dalam menyalurkan kredit seiring dengan adanya peningkatan rasio kredit bermasalah baik untuk investasi maupun

konsumsi.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

Berdasarkan jenis usaha, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan II 2017 terjadi pada usaha mikro dan

kecil. Sebagai pemegang pangsa kredit UMKM terbesar, usaha kecil menjadi pendorong utama perlambatan

pertumbuhan kredit UMKM. Usaha kecil tumbuh melambat sebesar 15,93% (yoy), dibandingkan triwulan I 2017 yang

tumbuh 18,99% (yoy). Kredit usaha mikro juga tumbuh melambat sebesar 18,20% (yoy), dibandingkan triwulan I 2017

sebesar 21,09% (yoy). Sementara kredit usaha menengah masih menunjukkan pertumbuhan meningkat sebesar 18,90%

(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,51% (yoy).

Perkembangan penyaluran kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan besar

dengan pangsa sebesar 69,78% dari total nominal kredit UMKM, diikuti oleh sektor konstruksi (5,98%) dan penyediaan

akomodasi dan makan minum (4,98%). Penyaluran kredit perbankan kepada UMKM sektor perdagangan besar tumbuh

sebesar 10,79% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,51% (yoy). Kredit UMKM

sektor konstruksi masih menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar -2,81% (yoy), namun masih lebih baik dibandingkan

triwulan lalu yang tumbuh negatif mencapai -14,04% (yoy). Kondisi berbeda tampak pada penyaluran kredit UMKM

57

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT Triwulan II 2017

URAIAN

KAB. KUPANG

KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN

KAB. TIMOR-TENGAH UTARA

KAB. BELU

KAB. ALOR

KAB. FLORES TIMUR

KAB. SIKKA

KAB. ENDE

KAB. NGADA

KAB. MANGGARAI

KAB. SUMBA TIMUR

KAB. SUMBA BARAT

KAB. LEMBATA

KAB. ROTE NDAO

KAB. MANGGARAI BARAT

KAB. SUMBA TENGAH

KAB. SUMBA BARAT DAYA

KAB. MANGGARAI TIMUR

KAB. NAGEKEO

KAB. SABU RAIJUA

KAB. MALAKA

KOTA KUPANG

PROVINSI NTT

KPR

102,09

10,40

4,49

10,21

0,82

2,81

62,87

25,67

2,90

3,93

2,05

2,20

1,51

0,48

1,76

0,66

0,91

0,09

0,12

0,06

0,00

129,33

365,35

177,80

29,66

34,50

13,81

7,83

57,10

56,46

40,32

116,55

16,86

27,49

7,96

2,15

60,34

32,87

0,00

1,74

2,46

1,17

0,49

0,00

670,26

1.357,80

KKB

NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)

PERALATAN RT

382,67

550,55

383,47

771,60

279,64

398,15

463,06

502,51

274,43

404,92

433,91

365,68

201,03

66,67

99,84

11,54

51,93

32,56

55,89

22,71

0,00

1.920,99

7.673,76

1,85

0,15

0,73

0,03

0,04

0,84

1,46

0,64

0,64

0,47

0,05

0,04

0,00

0,26

0,01

0,00

0,00

0,02

0,00

0,00

0,00

3,24

10,46

MULTIGUNA TOTAL

683,64

595,08

425,53

811,28

299,68

572,77

585,03

571,10

394,63

459,52

478,21

376,65

204,71

128,20

134,62

12,20

55,50

35,13

57,75

23,25

0,00

2.890,49

9.794,96

19,25

4,32

2,35

15,62

11,36

113,87

1,18

1,96

0,11

33,34

14,70

0,77

0,02

0,46

0,13

0,00

0,91

0,00

0,56

0,00

0,00

166,66

387,57

GROWTH (% YOY)

6,98

6,08

4,34

8,28

3,06

5,85

5,97

5,83

4,03

4,69

4,88

3,85

2,09

1,31

1,37

0,12

0,57

0,36

0,59

0,24

0,00

29,51

100,00

PANGSA (%)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

4.3 Perkembangan Akses Keuangan Dan UMKM

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi salah satu sektor utama penyaluran kredit di Provinsi NTT dengan porsi

mencapai 32,73% atau tertinggi ke-2 setelah kredit rumah tangga. Pada triwulan II 2017, total penyaluran kredit untuk

UMKM mencapai Rp7,90 triliun, atau tumbuh sebesar 13,88% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan

triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy), namun masih

cukup tinggi di atas 10%. Meskipun pertumbuhan kredit melambat, kegiatan usaha UMKM pada triwulan II 2017 tercatat

lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan II 2017

menunjukkan indikator kegiatan usaha meningkat menjadi 47,14 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,97. Selain

itu, kondisi keuangan dan kemudahan akses kredit juga meningkat menjadi 34,72 dan 35,29, dari triwulan sebelumnya

sebesar 26,76 dan 19,05. Di sisi lain, rasio kredit UMKM bermasalah pada triwulan II 2017 tercatat meningkat menjadi

3,67%, dari triwulan sebelumnya sebesar 3,45%. Berdasarkan peningkatan rasio kredit UMKM bermasalah dan

peningkatan indikator SKDU Bank Indonesia tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlambatan kredit UMKM lebih

disebabkan oleh sikap kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, sementara prospek usaha UMKM masih terus

meningkat. Secara umum industri perbankan di Provinsi NTT juga sedang fokus dalam memperbaiki kualitas kredit yang

disalurkan, sehingga belum banyak melakukan ekspansi kredit.

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

Kupang (4,91%), diikuti Kabupaten Sikka (3,62%), Kabupate Rote Ndao (3,24%), Kota Kupang (2,99%) dan Kabupaten

Sabu Raijua (2,74%). Adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao dan

Kabupaten Sabu Raijua pada triwulan II 2017 perlu mendapatkan perhatian dalam rangka menjaga agar risiko kredit

perbankan tidak semakin meningkat dan stabilitas sistem keuangan daerah tetap terjaga.

56 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

G KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%%, YOYRP MILIAR

GRAFIK 4.13. NPL UMKM

0,0%

1,0%

2,0%

3,0%

4,0%

5,0%

6,0%

7,0%

MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM

4,50%3,67%3,51%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10,88%

14,48%13,88%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)

GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

0

10

20

30

40

50

60

70

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA

Sumber: Bank Indonesia, 2017

SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

34,72

3,67

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

4,72

47,14

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Pertumbuhan kredit UMKM di Provinsi NTT tercatat melambat di triwulan II 2017 menjadi sebesar 13,88% (yoy),

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy).

Total kredit disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT sebesar Rp7,90 triliun, terdiri dari kredit untuk modal kerja sebesar

Rp6,61 triliun dan investasi sebesar Rp1,29 triliun. Pertumbuhan kredit UMKM untuk modal kerja maupun investasi

tercatat melambat menjadi masing-masing sebesar 14,48% (yoy) dan 10,88% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar

17,51% (yoy) dan 26,56% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit menunjukkan bahwa perbankan mulai lebih berhati-hari

dalam menyalurkan kredit seiring dengan adanya peningkatan rasio kredit bermasalah baik untuk investasi maupun

konsumsi.

4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM

Berdasarkan jenis usaha, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan II 2017 terjadi pada usaha mikro dan

kecil. Sebagai pemegang pangsa kredit UMKM terbesar, usaha kecil menjadi pendorong utama perlambatan

pertumbuhan kredit UMKM. Usaha kecil tumbuh melambat sebesar 15,93% (yoy), dibandingkan triwulan I 2017 yang

tumbuh 18,99% (yoy). Kredit usaha mikro juga tumbuh melambat sebesar 18,20% (yoy), dibandingkan triwulan I 2017

sebesar 21,09% (yoy). Sementara kredit usaha menengah masih menunjukkan pertumbuhan meningkat sebesar 18,90%

(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,51% (yoy).

Perkembangan penyaluran kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan besar

dengan pangsa sebesar 69,78% dari total nominal kredit UMKM, diikuti oleh sektor konstruksi (5,98%) dan penyediaan

akomodasi dan makan minum (4,98%). Penyaluran kredit perbankan kepada UMKM sektor perdagangan besar tumbuh

sebesar 10,79% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,51% (yoy). Kredit UMKM

sektor konstruksi masih menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar -2,81% (yoy), namun masih lebih baik dibandingkan

triwulan lalu yang tumbuh negatif mencapai -14,04% (yoy). Kondisi berbeda tampak pada penyaluran kredit UMKM

57

Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT Triwulan II 2017

URAIAN

KAB. KUPANG

KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN

KAB. TIMOR-TENGAH UTARA

KAB. BELU

KAB. ALOR

KAB. FLORES TIMUR

KAB. SIKKA

KAB. ENDE

KAB. NGADA

KAB. MANGGARAI

KAB. SUMBA TIMUR

KAB. SUMBA BARAT

KAB. LEMBATA

KAB. ROTE NDAO

KAB. MANGGARAI BARAT

KAB. SUMBA TENGAH

KAB. SUMBA BARAT DAYA

KAB. MANGGARAI TIMUR

KAB. NAGEKEO

KAB. SABU RAIJUA

KAB. MALAKA

KOTA KUPANG

PROVINSI NTT

KPR

102,09

10,40

4,49

10,21

0,82

2,81

62,87

25,67

2,90

3,93

2,05

2,20

1,51

0,48

1,76

0,66

0,91

0,09

0,12

0,06

0,00

129,33

365,35

177,80

29,66

34,50

13,81

7,83

57,10

56,46

40,32

116,55

16,86

27,49

7,96

2,15

60,34

32,87

0,00

1,74

2,46

1,17

0,49

0,00

670,26

1.357,80

KKB

NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)

PERALATAN RT

382,67

550,55

383,47

771,60

279,64

398,15

463,06

502,51

274,43

404,92

433,91

365,68

201,03

66,67

99,84

11,54

51,93

32,56

55,89

22,71

0,00

1.920,99

7.673,76

1,85

0,15

0,73

0,03

0,04

0,84

1,46

0,64

0,64

0,47

0,05

0,04

0,00

0,26

0,01

0,00

0,00

0,02

0,00

0,00

0,00

3,24

10,46

MULTIGUNA TOTAL

683,64

595,08

425,53

811,28

299,68

572,77

585,03

571,10

394,63

459,52

478,21

376,65

204,71

128,20

134,62

12,20

55,50

35,13

57,75

23,25

0,00

2.890,49

9.794,96

19,25

4,32

2,35

15,62

11,36

113,87

1,18

1,96

0,11

33,34

14,70

0,77

0,02

0,46

0,13

0,00

0,91

0,00

0,56

0,00

0,00

166,66

387,57

GROWTH (% YOY)

6,98

6,08

4,34

8,28

3,06

5,85

5,97

5,83

4,03

4,69

4,88

3,85

2,09

1,31

1,37

0,12

0,57

0,36

0,59

0,24

0,00

29,51

100,00

PANGSA (%)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

4.3 Perkembangan Akses Keuangan Dan UMKM

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi salah satu sektor utama penyaluran kredit di Provinsi NTT dengan porsi

mencapai 32,73% atau tertinggi ke-2 setelah kredit rumah tangga. Pada triwulan II 2017, total penyaluran kredit untuk

UMKM mencapai Rp7,90 triliun, atau tumbuh sebesar 13,88% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan

triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy), namun masih

cukup tinggi di atas 10%. Meskipun pertumbuhan kredit melambat, kegiatan usaha UMKM pada triwulan II 2017 tercatat

lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan II 2017

menunjukkan indikator kegiatan usaha meningkat menjadi 47,14 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,97. Selain

itu, kondisi keuangan dan kemudahan akses kredit juga meningkat menjadi 34,72 dan 35,29, dari triwulan sebelumnya

sebesar 26,76 dan 19,05. Di sisi lain, rasio kredit UMKM bermasalah pada triwulan II 2017 tercatat meningkat menjadi

3,67%, dari triwulan sebelumnya sebesar 3,45%. Berdasarkan peningkatan rasio kredit UMKM bermasalah dan

peningkatan indikator SKDU Bank Indonesia tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlambatan kredit UMKM lebih

disebabkan oleh sikap kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, sementara prospek usaha UMKM masih terus

meningkat. Secara umum industri perbankan di Provinsi NTT juga sedang fokus dalam memperbaiki kualitas kredit yang

disalurkan, sehingga belum banyak melakukan ekspansi kredit.

4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha

Kupang (4,91%), diikuti Kabupaten Sikka (3,62%), Kabupate Rote Ndao (3,24%), Kota Kupang (2,99%) dan Kabupaten

Sabu Raijua (2,74%). Adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao dan

Kabupaten Sabu Raijua pada triwulan II 2017 perlu mendapatkan perhatian dalam rangka menjaga agar risiko kredit

perbankan tidak semakin meningkat dan stabilitas sistem keuangan daerah tetap terjaga.

56 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASJASA PENDIDIKAN

12,40%14,40%2,35%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

KECIL MENENGAH BATASMIKRO

2,65%

2,61%

5,56%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%

10%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

Dari sisi sektoral, terdapat dua sektor UMKM yang memiliki rasio kredit bermasalah (gross) di atas 5%, yakni sektor

konstruksi (12,40%) serta listrik, gas dan air (14,40%). Selalu tingginya rasio kredit UMKM bermasalah pada sektor

konstruksi di Provinsi NTT, setidaknya dalam lima tahun terakhir (di atas 5%) perlu menjadi perhatian perbankan dan

otoritas. Pada tahun ini terdapat peningkatan kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kreditnya kepada UMKM

sektor konstruksi, tercermin dari adanya petumbuhan negatif pada triwulan I 2017 dan triwulan II 2017 sebesar -14,04%

(yoy) dan -2,81% (yoy). Sementara itu, kualitas kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran (pangsa terhadap total

kredit UMKM hampir 70%) sampai dengan triwulan II 2017 masih cukup terjaga sebesar 3,13%, meskipun terdapat

peningkatan dari triwulan sebelumnya sebesar 2,88%. Dengan demikian perbankan masih memiliki cukup ruang untuk

melakukan ekspansi kredit UMKM melalui sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha lain yang memiliki

rasio kredit bermasalah cukup rendah seperti penyediaan akomodasi dan makan minum (1,62%), industri pengolahan

(1,64%), jasa kemasyarakatan (1,75%) dan real estate (3,76%). Adapun untuk kualitas penyaluran kredit UMKM ke sektor

real estate saat ini dinilai masih cukup terkendali, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan rasio kredit

bermasalah triwulan I 2017 sebesar 3,42%. Di sisi lain, terdapat penurunan kualitas kredit UMKM untuk sektor pertanian,

perburuan dan kehutanan pada triwulan II 2017 menjadi sebesar 3,47% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,14%. Nilai

tersebut masih di bawah ketentuan batas atas kredit bermasalah 5% dan masih terdapat ruang bagi perbankan untuk

melakukan ekspansi kredit di sektor tersebut dengan penerapan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat. Namun demikian,

tren peningkatan kredit bermasalah UMKM di sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebagai sektor penyumbang

utama perekonomian di Provinsi NTT perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak (Pemerintah, perbankan serta otoritas

makroprudensial dan mikroprudensial).

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

Walaupun pangsa kredit sektor korporasi di Provinsi NTT masih cukup kecil, hanya 5,64% dari total kredit di Provinsi NTT

pada triwulan II 2017, badan usaha/korporasi tetap menjadi komponen penting dalam aktivitas keuangan dan

perekonomian di Provinsi NTT, khususnya dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan daerah. Badan

usaha/korporasi bertindak sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman dari institusi keuangan

atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Kegiatan produksi yang dilakukan badan usaha/korporasi dapat membuka

lapangan kerja bagi masyarakat dan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semakin besar aktivitas

badan usaha dalam mendorong perekonomian di suatu daerah, maka diperlukan adanya pemantauan yang mendalam

terhadap ketahanan badan usaha tersebut, sehingga kedepan tidak menimbulkan peningkatan risiko dalam stabilitas

keuangan daerah. Di Provinsi NTT sendiri, kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar adalah sektor perdagangan,

penyediaan akomodasi dan konstruksi.

59

untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum yang tumbuh meningkat sebesar 76,09% (yoy)

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 51,07% (yoy) dan 32,51% (yoy).

Tren peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit UMKM untuk sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

setidaknya dalam dua tahun terakhir sejalan dengan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada

PDRB Provinsi NTT yang berada dalam tren meningkat seiring menggeliatnya kegiatan pariwisata. Hal tersebut juga

menunjukkan peran UMKM yang semakin meningkat dalam perkembangan pariwisata di Provinsi NTT. Di sisi lain,

pertumbuhan kredit UMKM untuk sektor pertanian, perburuan dan kehutanan masih cukup tinggi sebesar 30,05% (yoy),

meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 41,69% (yoy).

GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOYRPMILIAR

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

PERTANIAN KONSTRUKSIPERDAGANGANREAL ESTATE PENYEDIAAN AKOMODASI TRANSPORTASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

15,00%-2,81%

10,79%

30,05%10,83%

76,09%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Sebagai kelompok penerima kredit terbesar kedua di Provinsi NTT setelah rumah tangga, risiko kredit yang terjadi di sektor

UMKM perlu menjadi perhatian dalam rangka pengendalian stabilitas sistem keuangan daerah. Pada triwulan II 2017,

rasio kredit UMKM bermasalah sebesar 3,67%, meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 3,45%. Terjadi tren

peningkatan rasio kredit bermasalah UMKM di Provinsi NTT sejak triwulan IV 2016. Berdasarkan jenis usaha, peningkatan

rasio kredit bermasalah terjadi di jenis usaha mikro dan menengah, masing-masing menjadi 2,65% dan 5,56% dari

triwulan sebelumnya sebesar 2,19% dan 5,34%. Sementara kredit usaha kecil menunjukkan perbaikan kualitas kredit

menjadi 2,61% dari triwulan sebelumnya 2,83%. Adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada dua jenis usaha yakni

mikro dan menengah berkontribusi terhadap peningkatan rasio kredit bermasalah UMKM secara keseluruhan. Bahkan

rasio kredit bermasalah jenis usaha menengah lebih tinggi dari 5% (batas atas rasio kredit bermasalah) dan masih

menunjukkan peningkatan. Kondisi tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih dari perbankan sebagai penyalur kredit.

Perlu penambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas kredit untuk memperbaiki kualitas kredit yang

disalurkan. Berdasarkan perkembangan kondisi industri perbankan di Provinsi NTT, saat ini terdapat kecenderungan upaya

perbaikan kualitas kredit oleh perbankan dengan menambah CKPN dan menahan ekspansi kredit, sebagaimana tercermin

dari adanya perlambatan pertumbuhan kredit baik untuk UMKM, korporasi maupun rumah tangga. Untuk mengatasi

perkembangan kredit bermasalah UMKM dan sektor usaha lain di Provinsi NTT dalam rangka menjaga stabilitas sistem

keuangan daerah, perlu dilakukan koordinasi lebih intensif antara pihak perbankan serta otoritas makroprudensial dan

mikroprudensial.

58 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR

KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASJASA PENDIDIKAN

12,40%14,40%2,35%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

KECIL MENENGAH BATASMIKRO

2,65%

2,61%

5,56%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%

10%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

Dari sisi sektoral, terdapat dua sektor UMKM yang memiliki rasio kredit bermasalah (gross) di atas 5%, yakni sektor

konstruksi (12,40%) serta listrik, gas dan air (14,40%). Selalu tingginya rasio kredit UMKM bermasalah pada sektor

konstruksi di Provinsi NTT, setidaknya dalam lima tahun terakhir (di atas 5%) perlu menjadi perhatian perbankan dan

otoritas. Pada tahun ini terdapat peningkatan kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kreditnya kepada UMKM

sektor konstruksi, tercermin dari adanya petumbuhan negatif pada triwulan I 2017 dan triwulan II 2017 sebesar -14,04%

(yoy) dan -2,81% (yoy). Sementara itu, kualitas kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran (pangsa terhadap total

kredit UMKM hampir 70%) sampai dengan triwulan II 2017 masih cukup terjaga sebesar 3,13%, meskipun terdapat

peningkatan dari triwulan sebelumnya sebesar 2,88%. Dengan demikian perbankan masih memiliki cukup ruang untuk

melakukan ekspansi kredit UMKM melalui sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha lain yang memiliki

rasio kredit bermasalah cukup rendah seperti penyediaan akomodasi dan makan minum (1,62%), industri pengolahan

(1,64%), jasa kemasyarakatan (1,75%) dan real estate (3,76%). Adapun untuk kualitas penyaluran kredit UMKM ke sektor

real estate saat ini dinilai masih cukup terkendali, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan rasio kredit

bermasalah triwulan I 2017 sebesar 3,42%. Di sisi lain, terdapat penurunan kualitas kredit UMKM untuk sektor pertanian,

perburuan dan kehutanan pada triwulan II 2017 menjadi sebesar 3,47% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,14%. Nilai

tersebut masih di bawah ketentuan batas atas kredit bermasalah 5% dan masih terdapat ruang bagi perbankan untuk

melakukan ekspansi kredit di sektor tersebut dengan penerapan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat. Namun demikian,

tren peningkatan kredit bermasalah UMKM di sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebagai sektor penyumbang

utama perekonomian di Provinsi NTT perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak (Pemerintah, perbankan serta otoritas

makroprudensial dan mikroprudensial).

4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI

Walaupun pangsa kredit sektor korporasi di Provinsi NTT masih cukup kecil, hanya 5,64% dari total kredit di Provinsi NTT

pada triwulan II 2017, badan usaha/korporasi tetap menjadi komponen penting dalam aktivitas keuangan dan

perekonomian di Provinsi NTT, khususnya dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan daerah. Badan

usaha/korporasi bertindak sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman dari institusi keuangan

atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Kegiatan produksi yang dilakukan badan usaha/korporasi dapat membuka

lapangan kerja bagi masyarakat dan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semakin besar aktivitas

badan usaha dalam mendorong perekonomian di suatu daerah, maka diperlukan adanya pemantauan yang mendalam

terhadap ketahanan badan usaha tersebut, sehingga kedepan tidak menimbulkan peningkatan risiko dalam stabilitas

keuangan daerah. Di Provinsi NTT sendiri, kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar adalah sektor perdagangan,

penyediaan akomodasi dan konstruksi.

59

untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum yang tumbuh meningkat sebesar 76,09% (yoy)

dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 51,07% (yoy) dan 32,51% (yoy).

Tren peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit UMKM untuk sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

setidaknya dalam dua tahun terakhir sejalan dengan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada

PDRB Provinsi NTT yang berada dalam tren meningkat seiring menggeliatnya kegiatan pariwisata. Hal tersebut juga

menunjukkan peran UMKM yang semakin meningkat dalam perkembangan pariwisata di Provinsi NTT. Di sisi lain,

pertumbuhan kredit UMKM untuk sektor pertanian, perburuan dan kehutanan masih cukup tinggi sebesar 30,05% (yoy),

meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 41,69% (yoy).

GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA

Sumber: Bank Indonesia, diolah

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000 %, YOYRPMILIAR

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

PERTANIAN KONSTRUKSIPERDAGANGANREAL ESTATE PENYEDIAAN AKOMODASI TRANSPORTASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

15,00%-2,81%

10,79%

30,05%10,83%

76,09%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Sebagai kelompok penerima kredit terbesar kedua di Provinsi NTT setelah rumah tangga, risiko kredit yang terjadi di sektor

UMKM perlu menjadi perhatian dalam rangka pengendalian stabilitas sistem keuangan daerah. Pada triwulan II 2017,

rasio kredit UMKM bermasalah sebesar 3,67%, meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 3,45%. Terjadi tren

peningkatan rasio kredit bermasalah UMKM di Provinsi NTT sejak triwulan IV 2016. Berdasarkan jenis usaha, peningkatan

rasio kredit bermasalah terjadi di jenis usaha mikro dan menengah, masing-masing menjadi 2,65% dan 5,56% dari

triwulan sebelumnya sebesar 2,19% dan 5,34%. Sementara kredit usaha kecil menunjukkan perbaikan kualitas kredit

menjadi 2,61% dari triwulan sebelumnya 2,83%. Adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada dua jenis usaha yakni

mikro dan menengah berkontribusi terhadap peningkatan rasio kredit bermasalah UMKM secara keseluruhan. Bahkan

rasio kredit bermasalah jenis usaha menengah lebih tinggi dari 5% (batas atas rasio kredit bermasalah) dan masih

menunjukkan peningkatan. Kondisi tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih dari perbankan sebagai penyalur kredit.

Perlu penambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas kredit untuk memperbaiki kualitas kredit yang

disalurkan. Berdasarkan perkembangan kondisi industri perbankan di Provinsi NTT, saat ini terdapat kecenderungan upaya

perbaikan kualitas kredit oleh perbankan dengan menambah CKPN dan menahan ekspansi kredit, sebagaimana tercermin

dari adanya perlambatan pertumbuhan kredit baik untuk UMKM, korporasi maupun rumah tangga. Untuk mengatasi

perkembangan kredit bermasalah UMKM dan sektor usaha lain di Provinsi NTT dalam rangka menjaga stabilitas sistem

keuangan daerah, perlu dilakukan koordinasi lebih intensif antara pihak perbankan serta otoritas makroprudensial dan

mikroprudensial.

58 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR

DPK KREDIT LDR

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.00095,60%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

DPK KREDIT

-1%

4%

9%

14%

19%

24%

5,91%

11,03%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2015I I I I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

INDIKATOR

ASET

DPK

GIRO

TABUNGAN

DEPOSITO

KREDIT

MODA KERJA

INVESTASI

KONSUMSI

LDR

% NPL (GROSS)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2016

I II III IV

30.931,31

21.945,14

5.603,55

10.448,62

5.892,97

20.524,71

6.127,34

1.567,42

12.829,94

93,53

1,88

32.321,36

23.828,93

6.429,23

11.149,53

6.250,17

21.730,69

6.692,83

1.696,28

13.341,58

91,19

1,84

30.327,22

22.405,34

5.059,30

11.062,67

6.283,37

22.382,83

7.050,03

1.661,22

13.671,58

99,90

1,84

29.756,92

21.465,81

3.722,19

12.819,48

4.924,14

22.837,49

7.120,99

1.659,18

14.057,33

106,39

1,91

NOMINAL (DALAM RP MILIAR)

2016

I II III IV

3,53

11,69

3,53

15,51

13,55

15,03

16,48

2,25

16,12

-1,39

10,41

2,22

22,45

1,04

14,93

17,46

3,39

15,32

-7,40

0,29

-22,61

14,71

2,02

13,37

16,10

5,83

12,99

4,04

-0,06

-14,85

7,43

-4,81

12,59

16,55

0,56

12,24

PERTUMBUHAN (%YOY)

I

30.574,96

22.564,99

5.330,16

11.310,76

5.924,07

24.425,42

7.462,89

2.015,38

14.947,15

108,24

2,04

2017

I

-1,15

2,82

-4,88

8,25

0,53

19,00

21,80

28,58

16,50

2017

II

35.648,37

25.236,38

6.399,61

12.161,59

6.675,18

24.126,91

7.598,51

1.657,87

14.870,53

95,60

2,29

II

10,29

5,91

-0,46

9,08

6,80

11,03

13,53

-2,26

11,46

4.5 ASESMEN PERBANKAN

4.5.1 Kinerja Bank Umum

Total aset perbankan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp 35,65 triliun. Nilai tersebut

tumbuh meningkat sebesar 10,29% (yoy) apabila dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh negatif -1,15% (yoy),

terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan peningkatan penempatan pada bank lain.

Pertumbuhan kredit perbankan di Provinsi NTT cenderung melambat pada triwulan II 2017 menjadi 11,03% (yoy) dari

triwulan sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dengan total kredit disalurkan mencapai Rp 24,13 triliun. Kualitas kredit

tercatat sedikit mengalami penurunan dengan rasio kredit bermasalah menjadi 2,29% dari triwulan sebelumnya 2,04%.

Kondisi perlambatan pertumbuhan kredit disertai peningkatan rasio kredit bermasalah tersebut mengindikasikan bahwa

perbankan di Provinsi NTT saat ini meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit sekaligus memperbaiki kualitas

penyaluran kreditnya, sehingga cukup menahan diri untuk melakukan ekspansi kredit. Di sisi lain, pertumbuhan

penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat menjadi 5,91% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 2,82% (yoy).

Menurut jenis simpanan, pertumbuhan tabungan menjadi pendorong utama meningkatnya pertumbuhan DPK di Provinsi

NTT. Tabungan (pangsa terhadap total DPK mencapai 48%) tumbuh sebesar 9,08% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan I 2017 sebesar 8,25% (yoy). Deposito menunjukkan peningkatan pertumbuhan cukup signifikan menjadi 6,80%

(yoy) dari triwulan sebelumnya 0,53% (yoy), sementara giro tercatat mengalami perbaikan pertumbuhan menjadi

kontraksi -0,46% (yoy), dari triwulan sebelumnya terkontraksi hingga -4,88% (yoy). Perbaikan pertumbuhan giro

didorong oleh meningkatnya giro pemerintah daerah. Tingkat intermediasi perbankan pada triwulan II 2017 mengalami

penurunan. Hal tersebut tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), atau perbandingan antara nominal penyaluran

kredit terhadap nominal DPK yang turun menjadi 95,60 dari triwulan sebelumnya sebesar 108,24. Penurunan rasio

tersebut juga menunjukkan terjadinya perilaku menahan diri dari perbankan untuk melakukan ekspansi kredit,

dipengaruhi oleh kondisi kualitas kredit yang masih perlu untuk diperbaiki.

61

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS

9,56%

30,87%

19,65%

69,54%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA

9,61%

5,00%

11,32%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT

-20%

-10%

10%

20%

30%

40%

50%%, YOYRPMILIAR

0%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

-8,69%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

Total penyaluran kredit korporasi di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp1,36 triliun, atau menurun

sebesar -8,69% (yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 44,27% (yoy).

Kontraksi pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh kredit untuk modal kerja yang tumbuh melambat sebesar

3,73% (yoy) dibandingkan triwulan lalu sebesar 50,24% (yoy) serta kredit investasi yang tumbuh negatif sebesar -31,02%

(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,35% (yoy). Penurunan kredit yang disalurkan kepada korporasi

terutama disumbangkan oleh perlambatan dua sektor utama yaitu sektor perdagangan dan konstruksi menjadi 5,85%

(yoy) dan 11,25% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 65,20% (yoy) dan 99,99% (yoy). Di samping itu juga

disumbang oleh pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang menurun menjadi -12,36% (yoy)

dari triwulan sebelumnya sebesar 95,69% (yoy). Penurunan pertumbuhan terutama disumbang oleh turunnya penyaluran

kredit kepada usaha perhotelan baik berbintang maupun melati dan restoran/rumah makan di Provinsi NTT, setelah

tumbuh cukup tinggi di periode yang sama tahun sebelumnya sehubungan dengan kegiatan investasi dalam rangka

penambahan fasilitas atau renovasi bangunan hotel dan restoran.

Penurunan pertumbuhan kredit korporasi sejalan dengan adanya peningkatan kredit bermasalah. Kualitas kredit korporasi

pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 9,61%, memburuk dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 6,18%. Pemburukan

kualitas kredit direspon perbankan dengan meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit dan menahan ekspansi

kredit. Namun demikian, rasio kualitas kredit korporasi dua sektor utama yakni konstruksi dan perdagangan masih

menunjukkan adanya pemburukan menjadi masing-masing 19,65% dan 9,56% dari triwulan sebelumnya sebesar

14,83% dan 6,80%. Meskipun pangsa kredit korporasi terhadap total kredit di Provinsi NTT cukup kecil, namun nilai rasio

kredit bermasalah yang berada di atas 5% patut menjadi perhatian. Hal ini karena dengan kualitas kredit yang selalu buruk

dapat menyebabkan kurang berkembangnya sektor tersebut maupun jenis usaha korporasi di Provinsi NTT, disebabkan

keengganan institusi keuangan seperti perbankan mendanai kredit usaha korporasi terutama untuk sektor-sektor tersebut

karena dinilai terlalu berisiko. Perlu dilakukan upaya bersama untuk lebih mensosialisasikan mengenai kredit korporasi di

Provinsi NTT terutama untuk sektor-sektor

strategis seperti perdagangan, konstruksi serta

penyediaan akomodasi dan makan minum.

Sosialisasi termasuk bagaimana meningkatkan

ekspansi kredit kepada korporasi dengan tetap

menjaga stabilitas sistem keuangan daerah,

dalam rangka meningkatkan perekonomian

Provinsi NTT.

60 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR

DPK KREDIT LDR

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.00095,60%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

DPK KREDIT

-1%

4%

9%

14%

19%

24%

5,91%

11,03%

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

2015I I I I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT

INDIKATOR

ASET

DPK

GIRO

TABUNGAN

DEPOSITO

KREDIT

MODA KERJA

INVESTASI

KONSUMSI

LDR

% NPL (GROSS)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

2016

I II III IV

30.931,31

21.945,14

5.603,55

10.448,62

5.892,97

20.524,71

6.127,34

1.567,42

12.829,94

93,53

1,88

32.321,36

23.828,93

6.429,23

11.149,53

6.250,17

21.730,69

6.692,83

1.696,28

13.341,58

91,19

1,84

30.327,22

22.405,34

5.059,30

11.062,67

6.283,37

22.382,83

7.050,03

1.661,22

13.671,58

99,90

1,84

29.756,92

21.465,81

3.722,19

12.819,48

4.924,14

22.837,49

7.120,99

1.659,18

14.057,33

106,39

1,91

NOMINAL (DALAM RP MILIAR)

2016

I II III IV

3,53

11,69

3,53

15,51

13,55

15,03

16,48

2,25

16,12

-1,39

10,41

2,22

22,45

1,04

14,93

17,46

3,39

15,32

-7,40

0,29

-22,61

14,71

2,02

13,37

16,10

5,83

12,99

4,04

-0,06

-14,85

7,43

-4,81

12,59

16,55

0,56

12,24

PERTUMBUHAN (%YOY)

I

30.574,96

22.564,99

5.330,16

11.310,76

5.924,07

24.425,42

7.462,89

2.015,38

14.947,15

108,24

2,04

2017

I

-1,15

2,82

-4,88

8,25

0,53

19,00

21,80

28,58

16,50

2017

II

35.648,37

25.236,38

6.399,61

12.161,59

6.675,18

24.126,91

7.598,51

1.657,87

14.870,53

95,60

2,29

II

10,29

5,91

-0,46

9,08

6,80

11,03

13,53

-2,26

11,46

4.5 ASESMEN PERBANKAN

4.5.1 Kinerja Bank Umum

Total aset perbankan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp 35,65 triliun. Nilai tersebut

tumbuh meningkat sebesar 10,29% (yoy) apabila dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh negatif -1,15% (yoy),

terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan peningkatan penempatan pada bank lain.

Pertumbuhan kredit perbankan di Provinsi NTT cenderung melambat pada triwulan II 2017 menjadi 11,03% (yoy) dari

triwulan sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dengan total kredit disalurkan mencapai Rp 24,13 triliun. Kualitas kredit

tercatat sedikit mengalami penurunan dengan rasio kredit bermasalah menjadi 2,29% dari triwulan sebelumnya 2,04%.

Kondisi perlambatan pertumbuhan kredit disertai peningkatan rasio kredit bermasalah tersebut mengindikasikan bahwa

perbankan di Provinsi NTT saat ini meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit sekaligus memperbaiki kualitas

penyaluran kreditnya, sehingga cukup menahan diri untuk melakukan ekspansi kredit. Di sisi lain, pertumbuhan

penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat menjadi 5,91% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 2,82% (yoy).

Menurut jenis simpanan, pertumbuhan tabungan menjadi pendorong utama meningkatnya pertumbuhan DPK di Provinsi

NTT. Tabungan (pangsa terhadap total DPK mencapai 48%) tumbuh sebesar 9,08% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan I 2017 sebesar 8,25% (yoy). Deposito menunjukkan peningkatan pertumbuhan cukup signifikan menjadi 6,80%

(yoy) dari triwulan sebelumnya 0,53% (yoy), sementara giro tercatat mengalami perbaikan pertumbuhan menjadi

kontraksi -0,46% (yoy), dari triwulan sebelumnya terkontraksi hingga -4,88% (yoy). Perbaikan pertumbuhan giro

didorong oleh meningkatnya giro pemerintah daerah. Tingkat intermediasi perbankan pada triwulan II 2017 mengalami

penurunan. Hal tersebut tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), atau perbandingan antara nominal penyaluran

kredit terhadap nominal DPK yang turun menjadi 95,60 dari triwulan sebelumnya sebesar 108,24. Penurunan rasio

tersebut juga menunjukkan terjadinya perilaku menahan diri dari perbankan untuk melakukan ekspansi kredit,

dipengaruhi oleh kondisi kualitas kredit yang masih perlu untuk diperbaiki.

61

GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS

9,56%

30,87%

19,65%

69,54%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI

INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA

9,61%

5,00%

11,32%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI

Sumber: Bank Indonesia, diolah

MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT

-20%

-10%

10%

20%

30%

40%

50%%, YOYRPMILIAR

0%

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

-8,69%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

Total penyaluran kredit korporasi di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp1,36 triliun, atau menurun

sebesar -8,69% (yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 44,27% (yoy).

Kontraksi pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh kredit untuk modal kerja yang tumbuh melambat sebesar

3,73% (yoy) dibandingkan triwulan lalu sebesar 50,24% (yoy) serta kredit investasi yang tumbuh negatif sebesar -31,02%

(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,35% (yoy). Penurunan kredit yang disalurkan kepada korporasi

terutama disumbangkan oleh perlambatan dua sektor utama yaitu sektor perdagangan dan konstruksi menjadi 5,85%

(yoy) dan 11,25% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 65,20% (yoy) dan 99,99% (yoy). Di samping itu juga

disumbang oleh pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang menurun menjadi -12,36% (yoy)

dari triwulan sebelumnya sebesar 95,69% (yoy). Penurunan pertumbuhan terutama disumbang oleh turunnya penyaluran

kredit kepada usaha perhotelan baik berbintang maupun melati dan restoran/rumah makan di Provinsi NTT, setelah

tumbuh cukup tinggi di periode yang sama tahun sebelumnya sehubungan dengan kegiatan investasi dalam rangka

penambahan fasilitas atau renovasi bangunan hotel dan restoran.

Penurunan pertumbuhan kredit korporasi sejalan dengan adanya peningkatan kredit bermasalah. Kualitas kredit korporasi

pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 9,61%, memburuk dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 6,18%. Pemburukan

kualitas kredit direspon perbankan dengan meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit dan menahan ekspansi

kredit. Namun demikian, rasio kualitas kredit korporasi dua sektor utama yakni konstruksi dan perdagangan masih

menunjukkan adanya pemburukan menjadi masing-masing 19,65% dan 9,56% dari triwulan sebelumnya sebesar

14,83% dan 6,80%. Meskipun pangsa kredit korporasi terhadap total kredit di Provinsi NTT cukup kecil, namun nilai rasio

kredit bermasalah yang berada di atas 5% patut menjadi perhatian. Hal ini karena dengan kualitas kredit yang selalu buruk

dapat menyebabkan kurang berkembangnya sektor tersebut maupun jenis usaha korporasi di Provinsi NTT, disebabkan

keengganan institusi keuangan seperti perbankan mendanai kredit usaha korporasi terutama untuk sektor-sektor tersebut

karena dinilai terlalu berisiko. Perlu dilakukan upaya bersama untuk lebih mensosialisasikan mengenai kredit korporasi di

Provinsi NTT terutama untuk sektor-sektor

strategis seperti perdagangan, konstruksi serta

penyediaan akomodasi dan makan minum.

Sosialisasi termasuk bagaimana meningkatkan

ekspansi kredit kepada korporasi dengan tetap

menjaga stabilitas sistem keuangan daerah,

dalam rangka meningkatkan perekonomian

Provinsi NTT.

60 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR

% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)

0

1

2

3

4

5

6

7

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

CAR LDR

24

25

26

27

28

29

30

31

32

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

2,62

81,41

6,96

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

79,31

29,69

GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

BOPO (%) ROA (%)

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

1,35

69,58

Berdasarkan perkembangan efisiensi perbankan di Provinsi NTT, tekanan terhadap beban operasional relatif menurun

ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 69,58 dibandingkan triwulan lalu sebesar 81,82. Di sisi lain, rasio

Return on Asset (ROA) masih mengalami penurunan menjadi 1,35% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,48%. Hal

tersebut terutama dipengaruhi oleh sikap perbankan yang masih cukup berhati-hati dalam menyalurkan kredit setelah

triwulan sebelumnya cukup tertekan oleh kualitas kredit yang memburuk sehingga perbankan perlu fokus memperbaiki

kondisi tersebut dengan meningkatkan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Kondisi tersebut

meningkatkan biaya operasional perbankan dan menurunkan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan. Pada

triwulan II 2017 kondisi cukup membaik meskipun risiko tekanan masih perlu diwaspadai.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara umum masih cukup stabil. Rasio

permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) masih cukup kuat meskipun sedikit menurun menjadi 29,69% dari

triwulan sebelumnya sebesar 31,05%. Permodalan sedikit turun dipengaruhi oleh meningkatnya beban operasional BPR

dalam rangka memperbaiki kualitas kredit seiring rasio kredit bermasalah yang meningkat menjadi 6,96%, dari triwulan

sebelumnya sebesar 6,65%. Kondisi tersebut juga mempengaruhi tingkat rentabilitas atau kemampuan BPR untuk

menghasilkan keuntungan, ditunjukkan dengan rasio ROA yang sedikit menurun menjadi 2,62% dari triwulan

sebelumnya sebesar 2,85%. Risiko BPR yang perlu diperhatikan terutama adalah relatif tingginya rasio kredit bermasalah

setidaknya sejak tahun 2013 sampai saat ini yang konsisten di sekitar angka 5%. Di sisi lain, tingkat intermediasi BPR

menunjukkan peningkatan menjadi 79,31% dari triwulan sebelumnya sebesar 77,61%. Peningkatan intermediasi

tersebut diikuti dengan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabahnya yang sedikit menurun namun masih

relatif stabil, ditunjukkan oleh Cash Ratio (CR) sebesar 15,02% yang sedikit turun dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 15,13%.

62

Penyelenggaran Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah05

Transaksi tunai di NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan seiring dengan adanya peningkatan

daya beli yang berasal dari pembayaran gaji ke-14 PNS serta pembayaran THR pegawai.

Sistem Pembayaran Non Tunai (transaksi kliring) pada triwulan II 2017 secara Nasional maupun di NTT

masih mengalami penurunan.

Adanya perayaan hari raya Idul Fitri yang diikuti oleh pembayaran gaji ke-14 dan 13 pada bulan Juni dan

Juli 2017, serta adanya tahun ajaran baru dan mulai terealisasinya belanja investasi pemerintah

membuat aktivitas sistem pembayaran di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan yang cukup

signifikan.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR

% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)

0

1

2

3

4

5

6

7

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

Sumber: Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR

Sumber: Bank Indonesia, diolah

CAR LDR

24

25

26

27

28

29

30

31

32

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

2,62

81,41

6,96

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

2014I I I I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

79,31

29,69

GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM

Sumber: Bank Indonesia, diolah

BOPO (%) ROA (%)

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

1,35

69,58

Berdasarkan perkembangan efisiensi perbankan di Provinsi NTT, tekanan terhadap beban operasional relatif menurun

ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 69,58 dibandingkan triwulan lalu sebesar 81,82. Di sisi lain, rasio

Return on Asset (ROA) masih mengalami penurunan menjadi 1,35% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,48%. Hal

tersebut terutama dipengaruhi oleh sikap perbankan yang masih cukup berhati-hati dalam menyalurkan kredit setelah

triwulan sebelumnya cukup tertekan oleh kualitas kredit yang memburuk sehingga perbankan perlu fokus memperbaiki

kondisi tersebut dengan meningkatkan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Kondisi tersebut

meningkatkan biaya operasional perbankan dan menurunkan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan. Pada

triwulan II 2017 kondisi cukup membaik meskipun risiko tekanan masih perlu diwaspadai.

4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat

Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara umum masih cukup stabil. Rasio

permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) masih cukup kuat meskipun sedikit menurun menjadi 29,69% dari

triwulan sebelumnya sebesar 31,05%. Permodalan sedikit turun dipengaruhi oleh meningkatnya beban operasional BPR

dalam rangka memperbaiki kualitas kredit seiring rasio kredit bermasalah yang meningkat menjadi 6,96%, dari triwulan

sebelumnya sebesar 6,65%. Kondisi tersebut juga mempengaruhi tingkat rentabilitas atau kemampuan BPR untuk

menghasilkan keuntungan, ditunjukkan dengan rasio ROA yang sedikit menurun menjadi 2,62% dari triwulan

sebelumnya sebesar 2,85%. Risiko BPR yang perlu diperhatikan terutama adalah relatif tingginya rasio kredit bermasalah

setidaknya sejak tahun 2013 sampai saat ini yang konsisten di sekitar angka 5%. Di sisi lain, tingkat intermediasi BPR

menunjukkan peningkatan menjadi 79,31% dari triwulan sebelumnya sebesar 77,61%. Peningkatan intermediasi

tersebut diikuti dengan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabahnya yang sedikit menurun namun masih

relatif stabil, ditunjukkan oleh Cash Ratio (CR) sebesar 15,02% yang sedikit turun dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 15,13%.

62

Penyelenggaran Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah05

Transaksi tunai di NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan seiring dengan adanya peningkatan

daya beli yang berasal dari pembayaran gaji ke-14 PNS serta pembayaran THR pegawai.

Sistem Pembayaran Non Tunai (transaksi kliring) pada triwulan II 2017 secara Nasional maupun di NTT

masih mengalami penurunan.

Adanya perayaan hari raya Idul Fitri yang diikuti oleh pembayaran gaji ke-14 dan 13 pada bulan Juni dan

Juli 2017, serta adanya tahun ajaran baru dan mulai terealisasinya belanja investasi pemerintah

membuat aktivitas sistem pembayaran di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan yang cukup

signifikan.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

70,66%29,31%0,03%

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

GRAFIK 5.4 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN II 2017

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

99,05%0,84%

0,11%

GRAFIK 5.5 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN II 2017

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

Transaksi tunai di NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Hal tersebut di dorong oleh peningkatan net-

outflow yang mencapai Rp.1.356,41 miliar atau tumbuh 43,32% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2017 yang

sebesar 16,00% (yoy). Tingginya aktivitas net outflow tersebut terutama disumbang oleh tingginya aktivitas setoran dan

penarikan kas titipan yang mengalami pertumbuhan signifikan paska penambahan 3 kas titipan di tahun 2016 dan 1

kastip di tahun 2017, sedangkan pertumbuhan net outflow di Kota Kupang hanya sebesar 12,71% (yoy) yang lebih

disebabkan oleh sudah tidak adanya kewajiban perbankan di Kupang paska pembukaan kas titipan. Peningkatan aktivitas

setoran dan bayaran tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di triwulan II, tidak hanya dari

peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah, namun juga berasal dari investasi yang sudah mulai berjalan.

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

Adapun pola aliran dana terlihat bahwa sebagian besar uang keluar dari bank pemerintah yang kemungkinan besar

berupa tambahan gaji ke-14,13 dan THR dan akan kembali masuk dalam bentuk simpanan di bank pemerintah dan bank

swasta. Pada triwulan II 2017, bank pemerintah masih mempunyai porsi paling besar dalam melakukan setoran, namun

pertumbuhannya melambat sebesar 18,96% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 yang mencapai 26,05% (yoy).

Sementara bank swasta yang menempati urutan kedua setoran terbanyak setelah bank pemerintah, mengalami

peningkatan 14,03% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang mengalami penurunan -8,62% (yoy). Setoran bukan bank

juga pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan 11,01% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang mengalami

penurunan -63,27% (yoy).

Dari sisi bayaran, pada triwulan II 2017 bank pemerintah mendominasi bayaran dengan pertumbuhan 32% (yoy) lebih

tinggi dari triwulan I 2017 yang sebesar 5,37% (yoy). Sementara itu, bank swasta yang mendapat share setelah bank

pemerintah dan mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu dari 26,96% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 121,99%

(yoy). Namun demikian, berbeda halnya dengan bayaran bukan bank yang triwulan ini mengalami penurunan

27,26%(yoy) lebih rendah dari triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan 16,17% (yoy).

Pada triwulan II 2017, penyetoran di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT semuanya menggunakan

jenis Uang Kertas. Pecahan uang yang mendominasi adalah Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Demikian halnya

juga dengan bayaran yang didominasi oleh uang kertas, namun ada juga pembayaran yang dilakukan

menggunakan Uang Koin dengan pecahan Rp.1.000,- dan Rp.500,-. Berdasarkan komposisi setoran, uang pecahan

Rp.100.000,- memiliki porsi terbesar dengan presentase sebesar 54,14%, lebih sedikit dari triwulan I 2017 yang sebesar

5.2.2. Aliran Uang Masuk dan Keluar Berdasarkan Pecahan

65

5.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Hal ini terlihat

dari terjadinya net-outflow atau uang yang beredar lebih banyak dari uang yang disetor di NTT sebesar Rp.1.356,41 miliar

atau tumbuh 43,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi

masyarakat. Peningkatan kegiatan pembayaran tersebut terutama disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-14 dan

THR yang membuat perbankan menambah penyediaan dana tunai untuk mengantisipasi tingginya penarikan nasabah.

Selain itu, adanya tahun ajaran baru, hari raya Idul Fitri, maupun libur sekolah juga meningkatkan konsumsi rumah tangga

dan pemerintah dibanding triwulan sebelumnya ataupun pengeluaran pendidikan oleh rumah tangga. Tingginya aktivitas

ekonomi tersebut terlihat dari besarnya peningkatan penarikan/outflow hingga 30,95% (yoy) yang disebabkan oleh

tingginya penarikan uang oleh nasabah maupun peningkatan setoran/inflow sebesar 14,97% (yoy) yang disebabkan oleh

adanya penyetoran kembali nasabah dalam bentuk simpanan di bank.

Di sisi lain, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang disetorkan oleh perbankan di NTT masih mengalami penurunan

65,43% (yoy), lebih rendah dari Triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan sebesar 72,40% (yoy). Penurunan

setoran kemungkinan besar disebabkan oleh kualitas uang beredar yang mengalami peningkatan, sehingga setoran UTLE

mengalami penurunan. Sementara itu, Uang palsu (UPAL) yang ditemukan pada Triwulan II 2017 juga mengalami

penurunan dari 403 lembar pada Triwulan I 2017 menjadi 16 lembar. Temuan UPAL yang beredar hingga saat ini masih

didominasi pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.

Seiring dengan penurunan transaksi SKNBI secara

Nasional, transaksi SKNBI di NTT juga ikut menurun.

Volume kliring di NTT pada triwulan II 2017 mengalami

penurunan sebesar 8,52% (yoy), dan nominal menurun

sebesar 30,63% (yoy). Peralihan moda transfer diduga

menjadi penyebab utama penurunan transaksi kliring

secara nasional.

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

-80%

0%

80%

160%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

YOY

VOLUME KLIRING GROWTH VOLUME KLIRING GROWTH CEK/BG KOSONG RATIO CEK/BG KOSONG

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY

-2500

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

64 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

70,66%29,31%0,03%

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

GRAFIK 5.4 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN II 2017

BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH

99,05%0,84%

0,11%

GRAFIK 5.5 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN II 2017

5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI

Transaksi tunai di NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Hal tersebut di dorong oleh peningkatan net-

outflow yang mencapai Rp.1.356,41 miliar atau tumbuh 43,32% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2017 yang

sebesar 16,00% (yoy). Tingginya aktivitas net outflow tersebut terutama disumbang oleh tingginya aktivitas setoran dan

penarikan kas titipan yang mengalami pertumbuhan signifikan paska penambahan 3 kas titipan di tahun 2016 dan 1

kastip di tahun 2017, sedangkan pertumbuhan net outflow di Kota Kupang hanya sebesar 12,71% (yoy) yang lebih

disebabkan oleh sudah tidak adanya kewajiban perbankan di Kupang paska pembukaan kas titipan. Peningkatan aktivitas

setoran dan bayaran tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di triwulan II, tidak hanya dari

peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah, namun juga berasal dari investasi yang sudah mulai berjalan.

5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)

Adapun pola aliran dana terlihat bahwa sebagian besar uang keluar dari bank pemerintah yang kemungkinan besar

berupa tambahan gaji ke-14,13 dan THR dan akan kembali masuk dalam bentuk simpanan di bank pemerintah dan bank

swasta. Pada triwulan II 2017, bank pemerintah masih mempunyai porsi paling besar dalam melakukan setoran, namun

pertumbuhannya melambat sebesar 18,96% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 yang mencapai 26,05% (yoy).

Sementara bank swasta yang menempati urutan kedua setoran terbanyak setelah bank pemerintah, mengalami

peningkatan 14,03% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang mengalami penurunan -8,62% (yoy). Setoran bukan bank

juga pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan 11,01% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang mengalami

penurunan -63,27% (yoy).

Dari sisi bayaran, pada triwulan II 2017 bank pemerintah mendominasi bayaran dengan pertumbuhan 32% (yoy) lebih

tinggi dari triwulan I 2017 yang sebesar 5,37% (yoy). Sementara itu, bank swasta yang mendapat share setelah bank

pemerintah dan mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu dari 26,96% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 121,99%

(yoy). Namun demikian, berbeda halnya dengan bayaran bukan bank yang triwulan ini mengalami penurunan

27,26%(yoy) lebih rendah dari triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan 16,17% (yoy).

Pada triwulan II 2017, penyetoran di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT semuanya menggunakan

jenis Uang Kertas. Pecahan uang yang mendominasi adalah Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Demikian halnya

juga dengan bayaran yang didominasi oleh uang kertas, namun ada juga pembayaran yang dilakukan

menggunakan Uang Koin dengan pecahan Rp.1.000,- dan Rp.500,-. Berdasarkan komposisi setoran, uang pecahan

Rp.100.000,- memiliki porsi terbesar dengan presentase sebesar 54,14%, lebih sedikit dari triwulan I 2017 yang sebesar

5.2.2. Aliran Uang Masuk dan Keluar Berdasarkan Pecahan

65

5.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Hal ini terlihat

dari terjadinya net-outflow atau uang yang beredar lebih banyak dari uang yang disetor di NTT sebesar Rp.1.356,41 miliar

atau tumbuh 43,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi

masyarakat. Peningkatan kegiatan pembayaran tersebut terutama disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-14 dan

THR yang membuat perbankan menambah penyediaan dana tunai untuk mengantisipasi tingginya penarikan nasabah.

Selain itu, adanya tahun ajaran baru, hari raya Idul Fitri, maupun libur sekolah juga meningkatkan konsumsi rumah tangga

dan pemerintah dibanding triwulan sebelumnya ataupun pengeluaran pendidikan oleh rumah tangga. Tingginya aktivitas

ekonomi tersebut terlihat dari besarnya peningkatan penarikan/outflow hingga 30,95% (yoy) yang disebabkan oleh

tingginya penarikan uang oleh nasabah maupun peningkatan setoran/inflow sebesar 14,97% (yoy) yang disebabkan oleh

adanya penyetoran kembali nasabah dalam bentuk simpanan di bank.

Di sisi lain, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang disetorkan oleh perbankan di NTT masih mengalami penurunan

65,43% (yoy), lebih rendah dari Triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan sebesar 72,40% (yoy). Penurunan

setoran kemungkinan besar disebabkan oleh kualitas uang beredar yang mengalami peningkatan, sehingga setoran UTLE

mengalami penurunan. Sementara itu, Uang palsu (UPAL) yang ditemukan pada Triwulan II 2017 juga mengalami

penurunan dari 403 lembar pada Triwulan I 2017 menjadi 16 lembar. Temuan UPAL yang beredar hingga saat ini masih

didominasi pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.

Seiring dengan penurunan transaksi SKNBI secara

Nasional, transaksi SKNBI di NTT juga ikut menurun.

Volume kliring di NTT pada triwulan II 2017 mengalami

penurunan sebesar 8,52% (yoy), dan nominal menurun

sebesar 30,63% (yoy). Peralihan moda transfer diduga

menjadi penyebab utama penurunan transaksi kliring

secara nasional.

GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

-80%

0%

80%

160%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING

YOY

VOLUME KLIRING GROWTH VOLUME KLIRING GROWTH CEK/BG KOSONG RATIO CEK/BG KOSONG

GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY

-2500

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV

2013I II I I I IV I

2017 I I

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

64 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

UPAL

GRAFIK 5.9 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT

-50

50

150

250

350

450

550

650

750

850

950

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

403

16

GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN UTLE

0

100

200

300

400

500

600

700

800

UTLE YOY UTLEUTLE YOY UTLE

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

5.2.5. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Temuan uang palsu pada triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 82% (yoy) lebih rendah dari triwulan

sebelumnya. Jumlah uang palsu yang ditemukan selama triwulan II 2017 sebanyak 16 lembar yang didominasi oleh

pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Sementara itu pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan yang signifikan

paska penemuan pengedaran uang palsu di Kabupaten Kupang yang hingga sekarang dalam proses hukum.

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)

Pada Triwulan II 2017 pertumbuhan penggunaan transaksi kliring secara Nasional maupun di NTT masih

mengalami penurunan. Volume warkat kliring pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar 69.272 warkat, atau menurun

sebesar 8,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari segi nominal, pertumbuhan transaksi kliring Provinsi NTT pada

Triwulan II 2017 masih tetap mengalami penurunan sebesar 30,63% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini

searah dengan penurunan transaksi kliring secara nasional yang juga menunjukkan adanya penurunan. Perlambatan atau

penurunan penggunaan transaksi ini juga disinyalir masih merupakan dampak dari perubahan ketentuan tentang batasan

maksimal transaksi kliring mulai dari nominal transaksi kliring yang tidak dibatasi pada triwulan I 2015 hingga triwulan II

2016, menjadi maksimal Rp.500 juta pada awal Juli 2016.

Sementara itu, pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Dari sisi

nominal mengalami penurunan sebesar 46,16%(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun dari sisi volume

mengalami peningkatan sebesar 26,72% (yoy). Hal ini disebabkan oleh ketatnya aturan tentang kelengkapan dan syarat

melakukan transaksi menggunakan bilyet giro yang mulai berlaku 1 April 2017.

67

GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN INFLOWDAN OUTFLOW KAS TITIPAN KPW BI PROVINSI NTT

2016I II I I I IV I

2017 I I

(900)

(500)

(100)

300

700

1.100 MILIAR RP

OUTFLOW NETFLOWINFLOW

GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI NTT

OUTFLOW NETFLOWINFLOW

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

ATAMBUA ENDE LEWOLEBA MAUMERE RUTENG WAINGAPU WAIKABUBAK

(250)

(150)

(50)

50

150

250

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

64,34%. Sementara komposisi pecahan Rp.50.000,- pada triwulan II 2017 sedikit meningkat dari 31,67% pada triwulan I

2017 menjadi 37,79%. Selain itu, pecahan lainnya hanya mendapat share sebesar 8,07%. Dari sisi bayaran atau uang yang

keluar, uang pecahan Rp.100.000,- mengalami peningkatan komposisi, sementara pecahan lainnya melambat. Dari total

bayaran sebesar Rp.2.184,04 miliar, 62,01% adalah uang pecahan Rp.100.000,-, 34,17% pecahan Rp.50.000,-, 1,66%

pecahan Rp.20.000,-, 1,10% pecahan Rp.10.000,- dan 1,03% pecahan lainnya.

5.2.3. Perkembangan Kas Titipan

Pada triwulan II 2017, total transaksi Kas Titipan Bank Indonesia di NTT masih tumbuh signifikan seiring

dengan adanya penambahan kas titipan Waikabubak di Sumba Barat. Pada triwulan II 2017, total kas titipan

mengalami net outflow hingga 636 miliar, atau meningkat 107,51% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Tingginya net

outflow lebih disebabkan oleh meningkatnya penarikan perbankan hingga 80,10% (yoy), melebihi peningkatan setoran

yang juga tumbuh 53,21% (yoy). Pertumbuhan riil aktivitas ekonomi di daerah baru akan bisa dideteksi setelah lebih dari 1

tahun kas titipan beroperasi.

Berdasarkan lokasi kas titipan, kas titipan di Belu mengalami net outflow nominal terbesar dibanding kas titipan lainnya.

Hal ini wajar terutama disebabkan oleh adanya proyek investasi strategis perbatasan yang dilakukan oleh pemerintah

pusat. Berdasarkan besar pertumbuhan yang terjadi, Kota Waingapu mengalami pertumbuhan net outflow tertinggi

dibanding daerah lainnya yang kemungkinan besar disebabkan oleh mulai berjalannya aktivitas investasi agroindustri gula

di Sumba Timur, selain digunakan untuk pembayaran gaji ke-14,13 dan THR karyawan.

5.2.4. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Pada Triwulan II 2017, pertumbuhan setoran UTLE di NTT mengalami penurunan 61,04% (yoy) atau dengan

nominal tercatat sebesar Rp.180,22 miliar. Penurunan UTLE tersebut lebih disebabkan oleh adanya pemasangan mesin

racik uang terbaru, sehingga untuk menghindari adanya penumpukan UTLE dalam khasanah, Bank Indonesia mengurangi

proses penarikan uang lusuh di masyarakat untuk sementara. Namun demikian, seiring dengan sudah terpasangnya mesin

racik uang, maka penarikan uang lusuh kembali mengalami peningkatan pada bulan Juli dan Agustus 2017. Penurunan

penyerapan UTLE tersebut sejalan dengan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada triwulan II 2017 yang hanya

sebesar Rp.186,42 miliar, atau menurun sebesar 63,99% (yoy).

66 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

UPAL

GRAFIK 5.9 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT

-50

50

150

250

350

450

550

650

750

850

950

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

403

16

GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN UTLE

0

100

200

300

400

500

600

700

800

UTLE YOY UTLEUTLE YOY UTLE

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

5.2.5. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)

Temuan uang palsu pada triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 82% (yoy) lebih rendah dari triwulan

sebelumnya. Jumlah uang palsu yang ditemukan selama triwulan II 2017 sebanyak 16 lembar yang didominasi oleh

pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Sementara itu pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan yang signifikan

paska penemuan pengedaran uang palsu di Kabupaten Kupang yang hingga sekarang dalam proses hukum.

5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)

Pada Triwulan II 2017 pertumbuhan penggunaan transaksi kliring secara Nasional maupun di NTT masih

mengalami penurunan. Volume warkat kliring pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar 69.272 warkat, atau menurun

sebesar 8,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari segi nominal, pertumbuhan transaksi kliring Provinsi NTT pada

Triwulan II 2017 masih tetap mengalami penurunan sebesar 30,63% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini

searah dengan penurunan transaksi kliring secara nasional yang juga menunjukkan adanya penurunan. Perlambatan atau

penurunan penggunaan transaksi ini juga disinyalir masih merupakan dampak dari perubahan ketentuan tentang batasan

maksimal transaksi kliring mulai dari nominal transaksi kliring yang tidak dibatasi pada triwulan I 2015 hingga triwulan II

2016, menjadi maksimal Rp.500 juta pada awal Juli 2016.

Sementara itu, pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Dari sisi

nominal mengalami penurunan sebesar 46,16%(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun dari sisi volume

mengalami peningkatan sebesar 26,72% (yoy). Hal ini disebabkan oleh ketatnya aturan tentang kelengkapan dan syarat

melakukan transaksi menggunakan bilyet giro yang mulai berlaku 1 April 2017.

67

GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN INFLOWDAN OUTFLOW KAS TITIPAN KPW BI PROVINSI NTT

2016I II I I I IV I

2017 I I

(900)

(500)

(100)

300

700

1.100 MILIAR RP

OUTFLOW NETFLOWINFLOW

GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI NTT

OUTFLOW NETFLOWINFLOW

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

INFL

OW

OU

TFLO

W

NET

FLO

W

ATAMBUA ENDE LEWOLEBA MAUMERE RUTENG WAINGAPU WAIKABUBAK

(250)

(150)

(50)

50

150

250

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

64,34%. Sementara komposisi pecahan Rp.50.000,- pada triwulan II 2017 sedikit meningkat dari 31,67% pada triwulan I

2017 menjadi 37,79%. Selain itu, pecahan lainnya hanya mendapat share sebesar 8,07%. Dari sisi bayaran atau uang yang

keluar, uang pecahan Rp.100.000,- mengalami peningkatan komposisi, sementara pecahan lainnya melambat. Dari total

bayaran sebesar Rp.2.184,04 miliar, 62,01% adalah uang pecahan Rp.100.000,-, 34,17% pecahan Rp.50.000,-, 1,66%

pecahan Rp.20.000,-, 1,10% pecahan Rp.10.000,- dan 1,03% pecahan lainnya.

5.2.3. Perkembangan Kas Titipan

Pada triwulan II 2017, total transaksi Kas Titipan Bank Indonesia di NTT masih tumbuh signifikan seiring

dengan adanya penambahan kas titipan Waikabubak di Sumba Barat. Pada triwulan II 2017, total kas titipan

mengalami net outflow hingga 636 miliar, atau meningkat 107,51% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Tingginya net

outflow lebih disebabkan oleh meningkatnya penarikan perbankan hingga 80,10% (yoy), melebihi peningkatan setoran

yang juga tumbuh 53,21% (yoy). Pertumbuhan riil aktivitas ekonomi di daerah baru akan bisa dideteksi setelah lebih dari 1

tahun kas titipan beroperasi.

Berdasarkan lokasi kas titipan, kas titipan di Belu mengalami net outflow nominal terbesar dibanding kas titipan lainnya.

Hal ini wajar terutama disebabkan oleh adanya proyek investasi strategis perbatasan yang dilakukan oleh pemerintah

pusat. Berdasarkan besar pertumbuhan yang terjadi, Kota Waingapu mengalami pertumbuhan net outflow tertinggi

dibanding daerah lainnya yang kemungkinan besar disebabkan oleh mulai berjalannya aktivitas investasi agroindustri gula

di Sumba Timur, selain digunakan untuk pembayaran gaji ke-14,13 dan THR karyawan.

5.2.4. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Pada Triwulan II 2017, pertumbuhan setoran UTLE di NTT mengalami penurunan 61,04% (yoy) atau dengan

nominal tercatat sebesar Rp.180,22 miliar. Penurunan UTLE tersebut lebih disebabkan oleh adanya pemasangan mesin

racik uang terbaru, sehingga untuk menghindari adanya penumpukan UTLE dalam khasanah, Bank Indonesia mengurangi

proses penarikan uang lusuh di masyarakat untuk sementara. Namun demikian, seiring dengan sudah terpasangnya mesin

racik uang, maka penarikan uang lusuh kembali mengalami peningkatan pada bulan Juli dan Agustus 2017. Penurunan

penyerapan UTLE tersebut sejalan dengan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada triwulan II 2017 yang hanya

sebesar Rp.186,42 miliar, atau menurun sebesar 63,99% (yoy).

66 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Pilot Project BI Jangkau di Provinsi NTTBoks 4.

Pada tanggal 17 Juli 2017, Bank Indonesia meluncurkan pilot project BI Jangkau untuk memperluas jangkauan distribusi

uang dan meningkatkan kualitas uang di wilayah 3T (terpencil, terdepan, dan terluar). Peresmian pilot project BI Jangkau

Provinsi NTT dilaksanakan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain, Kabupaten Belu. Peresmian tersebut dilaksanakan

oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng, Anggota DPR RI Ferry Kase, Gubernur Provinsi NTT Frans Lebu Raya,

Direktur Pengelolaan Kas Negara Kementerian Keuangan Rudy Widodo, Direktur Bank Mandiri Ogi Prastomiyono, Direktur

BNI Bob Tyasika Ananta, serta Senior Executive Vice President (SEVP) BRI Agus Noor Santo. Peluncuran pilot project BI

Jangkau juga ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Bank Indonesia dengan Himpunan Bank

Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN, PT Pegadaian (Persero), serta Bank Pembangunan Daerah

(BPD) NTT selaku mitra pelaksana program BI Jangkau di Provinsi NTT.

GAMBAR BOKS 4.1. PERESMIAN PILOT PROJECT BI JANGKAU DI PLBN MOTAAIN, KABUPATEN BELU

BI Jangkau adalah program peningkatan layanan kas untuk menjangkau masyarakat di wilayah kecamatan/desa melalui

sinergi dengan lembaga lain. Program ini bertujuan untuk mempercepat penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ke

Bank Indonesia dan memperluas pengedaran Uang Layak Edar (ULE) kepada masyarakat di kecamatan/desa. Penyediaan

uang Rupiah yang berkualitas sangat penting dalam menjaga integritas Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan

Negara Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar akan memberikan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat.

Program layanan kas yang telah dilakukan sebelumnya oleh Bank Indonesia adalah kas titipan dan kas keliling. Kas titipan

merupakan kerjasama Bank Indonesia dengan bank umum untuk melaksanakan kegiatan penyimpanan uang,

pengolahan uang (sortasi), setoran/penarikan bank, dan layanan penukaran uang. Tujuan kas titipan adalah mempercepat

proses penyerapan UTLE dari perbankan dan menambah titik distribusi uang layak edar (ULE). Sementara itu, kas keliling

adalah layanan kas yang dilakukan Bank Indonesia di luar kantor untuk menyediakan penukaran uang kepada masyarakat.

Kas keliling dilaksakan agar layanan penukaran uang mudah dijangkau oleh masyarakat. Saat ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah memiliki 7 kas titipan dan melaksanakan kas keliling di

wilayah Provinsi NTT. Kas titipan tersebut terletak di Atambua, Lembata, Ende, Maumere, Ruteng, Waingapu, dan

Waikabubak. Pada semester II 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT berencana membuka kas titipannya

yang ke delapan di Alor. Peresmian kas titipan yang ke delapan tersebut akan menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi

dengan kas titipan terbanyak di Indonesia. Pengelola Kas Titipan di Provinsi NTT adalah BPD NTT dan BRI. Sementara itu,

kas keliling juga sudah dilaksanakan di wilayah selain kas titipan.

69

GRAFIK 5.10 PERTUMBUHAN JUMLAH AGEN LKD

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

DATA AGEN YOY QTQ

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

2016I II I I I IV I

2017 I I

5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL

Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami penurunan. Pada triwulan

II 2017 jumlah agen LKD di NTT berjumlah 2.095 agen, atau menurun 17,29% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I

2017 yang mampu mencapai 73,47% (yoy).

68 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Pilot Project BI Jangkau di Provinsi NTTBoks 4.

Pada tanggal 17 Juli 2017, Bank Indonesia meluncurkan pilot project BI Jangkau untuk memperluas jangkauan distribusi

uang dan meningkatkan kualitas uang di wilayah 3T (terpencil, terdepan, dan terluar). Peresmian pilot project BI Jangkau

Provinsi NTT dilaksanakan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain, Kabupaten Belu. Peresmian tersebut dilaksanakan

oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng, Anggota DPR RI Ferry Kase, Gubernur Provinsi NTT Frans Lebu Raya,

Direktur Pengelolaan Kas Negara Kementerian Keuangan Rudy Widodo, Direktur Bank Mandiri Ogi Prastomiyono, Direktur

BNI Bob Tyasika Ananta, serta Senior Executive Vice President (SEVP) BRI Agus Noor Santo. Peluncuran pilot project BI

Jangkau juga ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Bank Indonesia dengan Himpunan Bank

Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN, PT Pegadaian (Persero), serta Bank Pembangunan Daerah

(BPD) NTT selaku mitra pelaksana program BI Jangkau di Provinsi NTT.

GAMBAR BOKS 4.1. PERESMIAN PILOT PROJECT BI JANGKAU DI PLBN MOTAAIN, KABUPATEN BELU

BI Jangkau adalah program peningkatan layanan kas untuk menjangkau masyarakat di wilayah kecamatan/desa melalui

sinergi dengan lembaga lain. Program ini bertujuan untuk mempercepat penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ke

Bank Indonesia dan memperluas pengedaran Uang Layak Edar (ULE) kepada masyarakat di kecamatan/desa. Penyediaan

uang Rupiah yang berkualitas sangat penting dalam menjaga integritas Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan

Negara Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar akan memberikan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat.

Program layanan kas yang telah dilakukan sebelumnya oleh Bank Indonesia adalah kas titipan dan kas keliling. Kas titipan

merupakan kerjasama Bank Indonesia dengan bank umum untuk melaksanakan kegiatan penyimpanan uang,

pengolahan uang (sortasi), setoran/penarikan bank, dan layanan penukaran uang. Tujuan kas titipan adalah mempercepat

proses penyerapan UTLE dari perbankan dan menambah titik distribusi uang layak edar (ULE). Sementara itu, kas keliling

adalah layanan kas yang dilakukan Bank Indonesia di luar kantor untuk menyediakan penukaran uang kepada masyarakat.

Kas keliling dilaksakan agar layanan penukaran uang mudah dijangkau oleh masyarakat. Saat ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah memiliki 7 kas titipan dan melaksanakan kas keliling di

wilayah Provinsi NTT. Kas titipan tersebut terletak di Atambua, Lembata, Ende, Maumere, Ruteng, Waingapu, dan

Waikabubak. Pada semester II 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT berencana membuka kas titipannya

yang ke delapan di Alor. Peresmian kas titipan yang ke delapan tersebut akan menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi

dengan kas titipan terbanyak di Indonesia. Pengelola Kas Titipan di Provinsi NTT adalah BPD NTT dan BRI. Sementara itu,

kas keliling juga sudah dilaksanakan di wilayah selain kas titipan.

69

GRAFIK 5.10 PERTUMBUHAN JUMLAH AGEN LKD

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

DATA AGEN YOY QTQ

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

2016I II I I I IV I

2017 I I

5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL

Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami penurunan. Pada triwulan

II 2017 jumlah agen LKD di NTT berjumlah 2.095 agen, atau menurun 17,29% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I

2017 yang mampu mencapai 73,47% (yoy).

68 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR BOKS 4.2. PETA KAS TITIPAN KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NTT

Untuk memperkuat fungsi distribusi rupiah, maka Bank Indonesia meluncurkan program BI Jangkau. Pada

pelaksanaannya, pelaksana BI Jangkau di Provinsi NTT yakni perbankan (Himbara dan BPD NTT) serta Pegadaian

mendapatkan persediaan ULE dari Bank Indonesia atau kas titipan terdekat. Setelah menerima ULE, perbankan dan

Pegadaian akan mendistribusikan ULE sampai ke kantor unitnya. Kemudian, kantor unit tersebut akan melakukan layanan

penukaran UTLE dengan ULE kepada masyarakat.

Melalui program BI Jangkau tersebut, masyarakat di daerah 3T diharapkan akan lebih mudah mendapatkan ULE. Hal ini

akan mendukung kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga tersedianya uang bersih (clean money policy) serta kewajiban

penggunaan Rupiah di wilayah NKRI. Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan uang

Rupiah kepada masyarakat menurut amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, selalu berupaya

memenuhi kebutuhan uang Rupiah dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan layak

edar.

70

Ketenagakerjaan & K esejahteraan06

Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di

semester 1 2017.

Tingkat kemiskinan mengalami penurunan yang terlihat dari persentase penduduk miskin yang turun

menjadi 21,85% atau 1,15 juta jiwa dibandingkan Maret 2016 sebesar 22,19%. Kualitas kemiskinan

semakin membaik yang ditandai dengan penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) dibandingkan Maret 2016.

Nilai tukar petani mengalami kenaikan menjadi 101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84.

NTP menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT menunjukkan nilai 68,98. dan berada di bawah nasional (70,69).

Namun, dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT yaitu dimensi kepuasan hidup dengan

subdimensi sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR BOKS 4.2. PETA KAS TITIPAN KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NTT

Untuk memperkuat fungsi distribusi rupiah, maka Bank Indonesia meluncurkan program BI Jangkau. Pada

pelaksanaannya, pelaksana BI Jangkau di Provinsi NTT yakni perbankan (Himbara dan BPD NTT) serta Pegadaian

mendapatkan persediaan ULE dari Bank Indonesia atau kas titipan terdekat. Setelah menerima ULE, perbankan dan

Pegadaian akan mendistribusikan ULE sampai ke kantor unitnya. Kemudian, kantor unit tersebut akan melakukan layanan

penukaran UTLE dengan ULE kepada masyarakat.

Melalui program BI Jangkau tersebut, masyarakat di daerah 3T diharapkan akan lebih mudah mendapatkan ULE. Hal ini

akan mendukung kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga tersedianya uang bersih (clean money policy) serta kewajiban

penggunaan Rupiah di wilayah NKRI. Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan uang

Rupiah kepada masyarakat menurut amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, selalu berupaya

memenuhi kebutuhan uang Rupiah dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan layak

edar.

70

Ketenagakerjaan & K esejahteraan06

Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di

semester 1 2017.

Tingkat kemiskinan mengalami penurunan yang terlihat dari persentase penduduk miskin yang turun

menjadi 21,85% atau 1,15 juta jiwa dibandingkan Maret 2016 sebesar 22,19%. Kualitas kemiskinan

semakin membaik yang ditandai dengan penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) dibandingkan Maret 2016.

Nilai tukar petani mengalami kenaikan menjadi 101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84.

NTP menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT menunjukkan nilai 68,98. dan berada di bawah nasional (70,69).

Namun, dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT yaitu dimensi kepuasan hidup dengan

subdimensi sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 6.6. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

ITNTP-AXIS KANAN IB

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

100

105

110

115

120

125

130

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

Sumber : BPS, Diolah

GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN INDEKS P1 DAN P2

Sumber : BPS, Diolah

MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17

3,47 3,47 3,25

4,06

4,694,34

0,91 0,91 0,791,07 1,29 1,17

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

5

INDEKS P1 INDEKS P2

GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN

Sumber : BPS, Diolah

MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17

211,79 235,81

265,96 297,86

322,95 343,40

0

50

100

150

200

250

300

350

400

MAKANAN BUKAN MAKANAN

Di sisi lain, garis kemiskinan pada Maret 2017 mengalami kenaikan 6,33% dibandingkan Maret 2016 menjadi Rp 343.396

per kapita. Peran makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan non makanan pada Maret 2017 yakni

79,37%. Komponen makanan dan non makanan pada Maret 2017 mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2016

masing-masing sebesar 6,36% dan 6,23%.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Provinsi NTT pada Maret 2017 tercatat sebesar 4,34. Pencapaian tersebut lebih kecil

dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 4,69. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi NTT pada

Maret 2017 tercatat sebesar 1,17. Pencapaian tersebut lebih kecil dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 1,29.

Penurunan kedua indeks tersebut dibandingkan Maret 2016 mengindikasikan bahwa pengeluaran penduduk miskin

cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit.

6.3 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama Provinsi NTT. Kesejahteraan petani dapat diukur melalui NTP. NTP

diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP

menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi 101,20

dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84.Pencapaian tersebut mendandakan perbaikan pendapatan petani pada

triwulan II 2017. Peningkatan NTP disebabkan oleh kenaikan It sebesar 1,09% lebih besar dari kenaikan Ib sebesar 0,72%.

6.4 KONDISI KETENAGAKERJAAN

Jumlah angkatan kerja di Provinsi NTT per Februari 2017 adalah 2,5 juta jiwa. Jumlah tersebut tercatat lebih besar daripada

Februari 2016 sebesar 2,45 juta jiwa. TPT mengalami penurunan menjadi 3,21% dibandingkan bulan Februari 2016

sebesar 3,59%. Komposisi angkatan kerja yang bekerja pada bulan Februari 2017 terdiri dari 22,57% pada sektor formal

dan 77,43% pada sektor informal. Jumlah pekerja formal meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 21,58%.

73

GRAFIK 6.3. KOMPOSISI PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI NTT

Sumber : BPS Diolah

MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17

900

950

1.000

1.050

1.100

1.150

1.200

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

PERKOTAAN PEDESAAN TOTAL

GRAFIK 6.1. PERBANDINGAN PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

NASIONAL NTT

Sumber : BPS Diolah

11,96 11,36 11,25 11,22 10,86 10,64

20,8820,03 19,82

22,61 22,19 21,85

10

12

14

16

18

20

22

24

MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17

GRAFIK 6.2. SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI

Sumber : BPS Diolah

PAPU

A

PABA

R

NTT

MA

LUK

U

GO

RON

TALO

AC

EH

BEN

GK

ULU

NTB

SULT

ENG

LAM

PUN

G

27,6225,1

21,8518,45 17,65 16,89 16,45 16,07

14,14 13,69

0

5

10

15

20

25

30

6.1. KONDISI UMUM

Indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari penurunan 1persentase penduduk miskin, kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , serta

kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Persentase penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 21,85% dari

total penduduk di Provinsi NTT dan sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret 2015 di mana persentase

angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%. TPT per Februari 2017 mengalami penurunan menjadi

3,21% dibandingkan bulan Februari 2016 sebesar 3,59%. NTP pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi

101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84. IPM tahun 2016 adalah 63,13 di mana nilai tersebut mengalami

peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang memiliki nilai 62,67. Sementara itu, Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT

menunjukkan nilai 68,98. Meskipun nilai tersebut di bawah nasional (70,69), dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan

Provinsi NTT yaitu dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja1.

6.2 PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN

Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2017 adalah 1,15 juta jiwa atau 21,85% dari total penduduk di Provinsi

NTT. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada persentase kemiskinan nasional yaitu 10,64%. Provinsi NTT menempati posisi

ketiga terbawah nasional persentase angka kemiskinan dan hanya berada di atas Papua Barat (25,1%) dan Papua

(27,62%). Pencapaian tersebut sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret 2015 di mana persentase

angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%.

Komposisi penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2017

terdiri dari 89,80% penduduk di pedesaan dan 10,20%

penduduk di perkotaan. Jumlah penduduk miskin di

perkotaan mengalami kenaikan 4,8% atau menjadi 117,4

ribu jiwa dibandingkan Maret 2016. Peningkatan ini

diperkirakan disebabkan oleh urbanisasi penduduk

pedesaan tidak didukung dengan ketersediaan lapangan

kerja di perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di

pedesaan mengalami penurunan yang tidak signifikan

sebesar 0,43% atau menjadi 1,033,39 ribu jiwa

dibandingkan Maret 2016. Selain efek urbanisasi,

penurunan juga diperkirakan didorong oleh panen

pertanian di pedesaan.

72 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 6.6. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

ITNTP-AXIS KANAN IB

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

100

105

110

115

120

125

130

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

Sumber : BPS, Diolah

GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN INDEKS P1 DAN P2

Sumber : BPS, Diolah

MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17

3,47 3,47 3,25

4,06

4,694,34

0,91 0,91 0,791,07 1,29 1,17

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

5

INDEKS P1 INDEKS P2

GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN

Sumber : BPS, Diolah

MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17

211,79 235,81

265,96 297,86

322,95 343,40

0

50

100

150

200

250

300

350

400

MAKANAN BUKAN MAKANAN

Di sisi lain, garis kemiskinan pada Maret 2017 mengalami kenaikan 6,33% dibandingkan Maret 2016 menjadi Rp 343.396

per kapita. Peran makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan non makanan pada Maret 2017 yakni

79,37%. Komponen makanan dan non makanan pada Maret 2017 mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2016

masing-masing sebesar 6,36% dan 6,23%.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Provinsi NTT pada Maret 2017 tercatat sebesar 4,34. Pencapaian tersebut lebih kecil

dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 4,69. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi NTT pada

Maret 2017 tercatat sebesar 1,17. Pencapaian tersebut lebih kecil dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 1,29.

Penurunan kedua indeks tersebut dibandingkan Maret 2016 mengindikasikan bahwa pengeluaran penduduk miskin

cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit.

6.3 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama Provinsi NTT. Kesejahteraan petani dapat diukur melalui NTP. NTP

diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP

menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi 101,20

dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84.Pencapaian tersebut mendandakan perbaikan pendapatan petani pada

triwulan II 2017. Peningkatan NTP disebabkan oleh kenaikan It sebesar 1,09% lebih besar dari kenaikan Ib sebesar 0,72%.

6.4 KONDISI KETENAGAKERJAAN

Jumlah angkatan kerja di Provinsi NTT per Februari 2017 adalah 2,5 juta jiwa. Jumlah tersebut tercatat lebih besar daripada

Februari 2016 sebesar 2,45 juta jiwa. TPT mengalami penurunan menjadi 3,21% dibandingkan bulan Februari 2016

sebesar 3,59%. Komposisi angkatan kerja yang bekerja pada bulan Februari 2017 terdiri dari 22,57% pada sektor formal

dan 77,43% pada sektor informal. Jumlah pekerja formal meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 21,58%.

73

GRAFIK 6.3. KOMPOSISI PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI NTT

Sumber : BPS Diolah

MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17

900

950

1.000

1.050

1.100

1.150

1.200

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

PERKOTAAN PEDESAAN TOTAL

GRAFIK 6.1. PERBANDINGAN PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

NASIONAL NTT

Sumber : BPS Diolah

11,96 11,36 11,25 11,22 10,86 10,64

20,8820,03 19,82

22,61 22,19 21,85

10

12

14

16

18

20

22

24

MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17

GRAFIK 6.2. SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI

Sumber : BPS Diolah

PAPU

A

PABA

R

NTT

MA

LUK

U

GO

RON

TALO

AC

EH

BEN

GK

ULU

NTB

SULT

ENG

LAM

PUN

G

27,6225,1

21,8518,45 17,65 16,89 16,45 16,07

14,14 13,69

0

5

10

15

20

25

30

6.1. KONDISI UMUM

Indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari penurunan 1persentase penduduk miskin, kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , serta

kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Persentase penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 21,85% dari

total penduduk di Provinsi NTT dan sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret 2015 di mana persentase

angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%. TPT per Februari 2017 mengalami penurunan menjadi

3,21% dibandingkan bulan Februari 2016 sebesar 3,59%. NTP pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi

101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84. IPM tahun 2016 adalah 63,13 di mana nilai tersebut mengalami

peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang memiliki nilai 62,67. Sementara itu, Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT

menunjukkan nilai 68,98. Meskipun nilai tersebut di bawah nasional (70,69), dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan

Provinsi NTT yaitu dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja1.

6.2 PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN

Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2017 adalah 1,15 juta jiwa atau 21,85% dari total penduduk di Provinsi

NTT. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada persentase kemiskinan nasional yaitu 10,64%. Provinsi NTT menempati posisi

ketiga terbawah nasional persentase angka kemiskinan dan hanya berada di atas Papua Barat (25,1%) dan Papua

(27,62%). Pencapaian tersebut sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret 2015 di mana persentase

angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%.

Komposisi penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2017

terdiri dari 89,80% penduduk di pedesaan dan 10,20%

penduduk di perkotaan. Jumlah penduduk miskin di

perkotaan mengalami kenaikan 4,8% atau menjadi 117,4

ribu jiwa dibandingkan Maret 2016. Peningkatan ini

diperkirakan disebabkan oleh urbanisasi penduduk

pedesaan tidak didukung dengan ketersediaan lapangan

kerja di perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di

pedesaan mengalami penurunan yang tidak signifikan

sebesar 0,43% atau menjadi 1,033,39 ribu jiwa

dibandingkan Maret 2016. Selain efek urbanisasi,

penurunan juga diperkirakan didorong oleh panen

pertanian di pedesaan.

72 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR 6.1 IPM KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

pencapaian tersebut lebih tinggi dari tahun 2015 sebesar 65,96 tahun.Berdasarkan pencapaian masing-masing

komponen selama tahun 2016, pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru perlu dilakukan untuk mendorong

peningkatan daya beli masyarakat. Di samping itu, perbaikan infrastruktur kesehatan dan sanitasi juga perlu dilakukan

untuk mendorong peningkatan AHH.

Secara spasial, IPM tertinggi dicapai oleh Kota Kupang dengan nilai 78,14. Pencapaian ini menempatkan Kota Kupang

sebagai satu-satunya Kabupaten/Kota di Provinsi NTT dengan status pembangunan manusia tinggi (IPM ≥ 70). Meskipun

mencapai status pembangunan tinggi, Kota Kupang memiliki pertumbuhan IPM paling kecil pada tahun 2016 yakni

sebesar 0,24% (yoy). Sementara itu, enam kabupaten memiliki status pembangunan manusia yang rendah (IPM < 60)

yakni Kabupaten Sabu Raijua (54,16), Kabupaten Manggarai Timur (57,5), Kabupaten Malaka (58,29), Kabupaten Sumba

Tengah (58,52), Kabupaten Alor (58,99), dan Kabupaten Rote Ndao (59,28). IPM Kabupaten Sabu Raijua merupakan IPM

Kabupaten/Kota terendah di Provinsi NTT, tetapi pada tahun 2016 IPM Kabupaten Sabu Raijua mengalami pertumbuhan

paling tinggi yakni 1,65% (yoy).

Sumber : BPS, diolah

Indeks Kebahagiaan merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi yaitu kepuasan hidup (yang terdiri dari

subdimensi personal dan subdimensi sosial), perasaan, dan makna hidup dengan menggunakan skala 0-100. Semakin

tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin bahagia, demikian juga sebaliknya. Metode

pengukuran Indeks Kebahagiaan tahun 2017 mengalami perubahan karena pada tahun ini dimensi penyusun Indeks

Kebahagiaan ditambah dua yakni dimensi perasaan dan dimensi makna hidup.

Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2017 mencapai 68,98. Pencapaian tersebut menempatkan Provinsi NTT

sebagai provinsi dengan peringkat Indeks Kebahagiaan ketiga terbawah nasional dan hanya berada di atas Papua(67,52)

dan Sumatera Utara (68,41). Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT juga berada di bawah nasional yakni 70,69.

6.6 INDEKS KEBAHAGIAAN

75

GRAFIK 6.8. PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

NASIONAL NTT

Sumber : BPS Diolah

60,8161,68 62,26 62,67 63,13

67,7 68,31 68,9 69,55 70,18

5859606162636465666768697071

2012 2013 2014 2015 2016

GRAFIK 6.9. SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERENDAH

Sumber : BPS Diolah

67,6 67,47 66,63 66,29 65,88 65,8163,6 63,13 62,21

58,05

52545658606264666870

MA

LUK

U

SULT

ENG

MA

LUT

GO

RON

TALO

KA

LBA

R

NTB

SULB

AR

NTT

PABA

R

PAPU

A

GRAFIK 6.7. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

PROYEKSI TENAGA KERJAINDEKS RIIL TENAGA KERJA

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017

Sumber : BPS, Diolah

I I I I I*-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35 *PERKIRAAN% SBT

Hal ini mengindikasikan peningkatan kualitas lapangan kerja di Provinsi NTT. Jumlah pekerja formal perlu ditingkatkan

karena sektor formal menghasilkan pendapatan yang tetap bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi angka

kemiskinan di Provinsi NTT.

Indikator ketenagakerjaan hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan II 2017 menunjukkan indikasi

penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi -3,28% dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 16,41%.

Angka ini menunjukkan adanya penurunan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT.

Sektor yang mengalami penurunan diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Bangunan, serta Perdagangan

Hotel dan Restoran. Perlambatan penggunaan tenaga kerja diperkirakan akan tetap terjadi di triwulan III 2017, terutama

untuk sektor industri pengolahan, bangunan, serta pengangkutan dan komunikasi.

IPM 2016 yang dirilis BPS pada bulan Agustus 2017 menunjukkan bahwa Provinsi NTT memperoleh nilai IPM sebesar

63,13. Pencapaian tersebut menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan peringkat IPM ketiga terbawah nasional

dan hanya berada di atas Papua(58,05) dan Papua Barat (62,21). Nilai IPM Provinsi NTT juga berada di bawah IPM nasional

dengan nilai 70,18. Namun, tren IPM Provinsi NTT selama tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 menunjukkan

pertumbuhan yang positif. IPM tahun 2016 mengalami peningkatan 0,73% dibandingkan tahun 2015.

6.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Komponen pembentuk IPM Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015.

Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) pada tahun 2016 adalah Rp 7,12 juta, lebih besar dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp 7

juta. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) pada tahun 2016 masing-masing mencapai 7,02

tahun dan 12,97 tahun. Pencapaian ini lebih baik dibandingkan RLS dan HLS tahun 2015 masing-masing sebesar 6,93

tahun dan 12,84 tahun. Sementara itu, Angka Harapan Hidup (AHH) pada tahun 2016 mencapai 66,04 tahun di mana

74 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GAMBAR 6.1 IPM KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

pencapaian tersebut lebih tinggi dari tahun 2015 sebesar 65,96 tahun.Berdasarkan pencapaian masing-masing

komponen selama tahun 2016, pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru perlu dilakukan untuk mendorong

peningkatan daya beli masyarakat. Di samping itu, perbaikan infrastruktur kesehatan dan sanitasi juga perlu dilakukan

untuk mendorong peningkatan AHH.

Secara spasial, IPM tertinggi dicapai oleh Kota Kupang dengan nilai 78,14. Pencapaian ini menempatkan Kota Kupang

sebagai satu-satunya Kabupaten/Kota di Provinsi NTT dengan status pembangunan manusia tinggi (IPM ≥ 70). Meskipun

mencapai status pembangunan tinggi, Kota Kupang memiliki pertumbuhan IPM paling kecil pada tahun 2016 yakni

sebesar 0,24% (yoy). Sementara itu, enam kabupaten memiliki status pembangunan manusia yang rendah (IPM < 60)

yakni Kabupaten Sabu Raijua (54,16), Kabupaten Manggarai Timur (57,5), Kabupaten Malaka (58,29), Kabupaten Sumba

Tengah (58,52), Kabupaten Alor (58,99), dan Kabupaten Rote Ndao (59,28). IPM Kabupaten Sabu Raijua merupakan IPM

Kabupaten/Kota terendah di Provinsi NTT, tetapi pada tahun 2016 IPM Kabupaten Sabu Raijua mengalami pertumbuhan

paling tinggi yakni 1,65% (yoy).

Sumber : BPS, diolah

Indeks Kebahagiaan merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi yaitu kepuasan hidup (yang terdiri dari

subdimensi personal dan subdimensi sosial), perasaan, dan makna hidup dengan menggunakan skala 0-100. Semakin

tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin bahagia, demikian juga sebaliknya. Metode

pengukuran Indeks Kebahagiaan tahun 2017 mengalami perubahan karena pada tahun ini dimensi penyusun Indeks

Kebahagiaan ditambah dua yakni dimensi perasaan dan dimensi makna hidup.

Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2017 mencapai 68,98. Pencapaian tersebut menempatkan Provinsi NTT

sebagai provinsi dengan peringkat Indeks Kebahagiaan ketiga terbawah nasional dan hanya berada di atas Papua(67,52)

dan Sumatera Utara (68,41). Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT juga berada di bawah nasional yakni 70,69.

6.6 INDEKS KEBAHAGIAAN

75

GRAFIK 6.8. PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

NASIONAL NTT

Sumber : BPS Diolah

60,8161,68 62,26 62,67 63,13

67,7 68,31 68,9 69,55 70,18

5859606162636465666768697071

2012 2013 2014 2015 2016

GRAFIK 6.9. SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERENDAH

Sumber : BPS Diolah

67,6 67,47 66,63 66,29 65,88 65,8163,6 63,13 62,21

58,05

52545658606264666870

MA

LUK

U

SULT

ENG

MA

LUT

GO

RON

TALO

KA

LBA

R

NTB

SULB

AR

NTT

PABA

R

PAPU

A

GRAFIK 6.7. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

PROYEKSI TENAGA KERJAINDEKS RIIL TENAGA KERJA

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017

Sumber : BPS, Diolah

I I I I I*-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35 *PERKIRAAN% SBT

Hal ini mengindikasikan peningkatan kualitas lapangan kerja di Provinsi NTT. Jumlah pekerja formal perlu ditingkatkan

karena sektor formal menghasilkan pendapatan yang tetap bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi angka

kemiskinan di Provinsi NTT.

Indikator ketenagakerjaan hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan II 2017 menunjukkan indikasi

penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi -3,28% dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 16,41%.

Angka ini menunjukkan adanya penurunan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT.

Sektor yang mengalami penurunan diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Bangunan, serta Perdagangan

Hotel dan Restoran. Perlambatan penggunaan tenaga kerja diperkirakan akan tetap terjadi di triwulan III 2017, terutama

untuk sektor industri pengolahan, bangunan, serta pengangkutan dan komunikasi.

IPM 2016 yang dirilis BPS pada bulan Agustus 2017 menunjukkan bahwa Provinsi NTT memperoleh nilai IPM sebesar

63,13. Pencapaian tersebut menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan peringkat IPM ketiga terbawah nasional

dan hanya berada di atas Papua(58,05) dan Papua Barat (62,21). Nilai IPM Provinsi NTT juga berada di bawah IPM nasional

dengan nilai 70,18. Namun, tren IPM Provinsi NTT selama tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 menunjukkan

pertumbuhan yang positif. IPM tahun 2016 mengalami peningkatan 0,73% dibandingkan tahun 2015.

6.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Komponen pembentuk IPM Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015.

Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) pada tahun 2016 adalah Rp 7,12 juta, lebih besar dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp 7

juta. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) pada tahun 2016 masing-masing mencapai 7,02

tahun dan 12,97 tahun. Pencapaian ini lebih baik dibandingkan RLS dan HLS tahun 2015 masing-masing sebesar 6,93

tahun dan 12,84 tahun. Sementara itu, Angka Harapan Hidup (AHH) pada tahun 2016 mencapai 66,04 tahun di mana

74 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 6.10. SEPULUH PROVINSI DENGAN INDEKS KEBAHAGIAAN TERENDAH

Sumber : BPS Diolah

70,61 70,4570,08 70,02 69,83 69,58 69,51

68,9868,41

67,52

65,566

66,567

67,568

68,569

69,570

70,571

BEN

GK

ULU

JAM

BI

KA

LBA

R

SULB

AR

BAN

TEN

JABA

R

LAM

PUN

G

NTT

SUM

UT

PAPU

A

GRAFIK 6.11. DIMENSI PENYUSUN INDIKATOR KEBAHAGIAAN

Sumber : BPS, Diolah

NTT NASIONAL

62,92

76,75

65,2371,53

65,9876,16

68,59 72,23

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

DIMENSI KEPUASANHIDUP (PERSONAL)

DIMENSI KEPUASANHIDUP (SOSIAL)

DIMENSI PERASAAN DIMENSI MAKNA HIDUP

Berdasarkan dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan, Provinsi NTT memiliki satu dimensi yang lebih baik dibandingkan

nasional yakni dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi sosial. Nilai Provinsi NTT pada dimensi tersebut adalah 76,75

dan pencapaian tersebut lebih tinggi daripada nasional sebesar 76,16.Dimensi lainnya berada di bawah nilai nasional yakni

dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal, dimensi perasaan dan dimensi makna hidup yang masing-masing

memiliki nilai 62,92, 65,23, dan 71,53. Dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal lebih tinggi daripada

nasional karena kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut rasa kekeluargaan yang kuat. Di sisi yang

lain, dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal Provinsi NTT lebih kecil daripada nasional disebabkan oleh

kondisi kesehatan yang relatif rendah karena kurangnya tenaga medis dan fasilitaskesehatan yang kurang memadai,

kualitas pendidikan yang masih jauh lebih rendah dibanding nasional serta rendahnya jumlah lapangan pekerjaan formal.

76

Prospek Perekonomian Daerah07

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan didorong terutama oleh peningkatan realisasi investasi

dan realisasi anggaran belanja pemerintah yang meningkatkan pertumbuhan terutama sektor konstruksi

serta administrasi pemerintahan, selain didorong pula oleh konsumsi rumah tangga seiring pencairan gaji

ke-13. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan juga masih didorong oleh

realisasi investasi dan percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah, serta konsumsi rumah tangga

seiring tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih akan relatif stabil dikarenakan oleh tidak adanya

even khusus dalam triwulan ini. Namun demikian, inflasi tahunan diperkirakan masih akan mengalami

kenaikan yang disebabkan oleh kondisi inflasi tahun sebelumnya yang cenderung rendah. Sementara pada

akhir tahun 2017 tekanan inflasi diperkirakan didorong oleh momen Hari Raya Natal dan Tahun Baru

terutama dari komoditas bahan makanan (volatile food).

Berdasarkan perkembangan perekonomian sampai semester I 2017, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT

pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh dalam rentang 4,90-5,30% (yoy) dan triwulan IV 2017 dalam

rentang 5,1%-5,5% (yoy). Hal tersebut sesuai pula dengan perkembangan survei dan informasi anekdotal

terkini. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan masih

berada dalam rentang proyeksi 4,9-5,3% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan

pertumbuhan tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan

berada pada rentang 3,70-4,10% (yoy) dan pada akhir tahun 2017 dalam rentang 3,10-3,50% (yoy), atau

lebih tinggi dibandingkan pencapaian inflasi tahun 2016 sebesar 2,48% (yoy).

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 6.10. SEPULUH PROVINSI DENGAN INDEKS KEBAHAGIAAN TERENDAH

Sumber : BPS Diolah

70,61 70,4570,08 70,02 69,83 69,58 69,51

68,9868,41

67,52

65,566

66,567

67,568

68,569

69,570

70,571

BEN

GK

ULU

JAM

BI

KA

LBA

R

SULB

AR

BAN

TEN

JABA

R

LAM

PUN

G

NTT

SUM

UT

PAPU

A

GRAFIK 6.11. DIMENSI PENYUSUN INDIKATOR KEBAHAGIAAN

Sumber : BPS, Diolah

NTT NASIONAL

62,92

76,75

65,2371,53

65,9876,16

68,59 72,23

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

DIMENSI KEPUASANHIDUP (PERSONAL)

DIMENSI KEPUASANHIDUP (SOSIAL)

DIMENSI PERASAAN DIMENSI MAKNA HIDUP

Berdasarkan dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan, Provinsi NTT memiliki satu dimensi yang lebih baik dibandingkan

nasional yakni dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi sosial. Nilai Provinsi NTT pada dimensi tersebut adalah 76,75

dan pencapaian tersebut lebih tinggi daripada nasional sebesar 76,16.Dimensi lainnya berada di bawah nilai nasional yakni

dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal, dimensi perasaan dan dimensi makna hidup yang masing-masing

memiliki nilai 62,92, 65,23, dan 71,53. Dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal lebih tinggi daripada

nasional karena kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut rasa kekeluargaan yang kuat. Di sisi yang

lain, dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal Provinsi NTT lebih kecil daripada nasional disebabkan oleh

kondisi kesehatan yang relatif rendah karena kurangnya tenaga medis dan fasilitaskesehatan yang kurang memadai,

kualitas pendidikan yang masih jauh lebih rendah dibanding nasional serta rendahnya jumlah lapangan pekerjaan formal.

76

Prospek Perekonomian Daerah07

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan didorong terutama oleh peningkatan realisasi investasi

dan realisasi anggaran belanja pemerintah yang meningkatkan pertumbuhan terutama sektor konstruksi

serta administrasi pemerintahan, selain didorong pula oleh konsumsi rumah tangga seiring pencairan gaji

ke-13. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan juga masih didorong oleh

realisasi investasi dan percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah, serta konsumsi rumah tangga

seiring tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.

Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih akan relatif stabil dikarenakan oleh tidak adanya

even khusus dalam triwulan ini. Namun demikian, inflasi tahunan diperkirakan masih akan mengalami

kenaikan yang disebabkan oleh kondisi inflasi tahun sebelumnya yang cenderung rendah. Sementara pada

akhir tahun 2017 tekanan inflasi diperkirakan didorong oleh momen Hari Raya Natal dan Tahun Baru

terutama dari komoditas bahan makanan (volatile food).

Berdasarkan perkembangan perekonomian sampai semester I 2017, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT

pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh dalam rentang 4,90-5,30% (yoy) dan triwulan IV 2017 dalam

rentang 5,1%-5,5% (yoy). Hal tersebut sesuai pula dengan perkembangan survei dan informasi anekdotal

terkini. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan masih

berada dalam rentang proyeksi 4,9-5,3% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan

pertumbuhan tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan

berada pada rentang 3,70-4,10% (yoy) dan pada akhir tahun 2017 dalam rentang 3,10-3,50% (yoy), atau

lebih tinggi dibandingkan pencapaian inflasi tahun 2016 sebesar 2,48% (yoy).

- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN IV – 2017

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Sumber : BPS, Diolah

I I I* IV*4,20%

4,40%

4,60%

4,80%

5,00%

5,20%

5,40%

5,60%

-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

tangkapan meningkat. Pengiriman ternak ke Pulau Jawa

diperkirakan juga tetap menjadi faktor pendorong

meskipun puncak pengiriman diperkirakan telah terjadi di

periode triwulan II dan III 2017 seiring tingginya kebutuhan

di Pulau Jawa dalam rangka Puasa, Hari Raya Idul Fitri dan

libur panjang sekolah.

Sektor konstruksi diperkirakan juga mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2017, didorong oleh percepatan

penyelesaian paket proyek infrastruktur pemerintah daerah maupun proyek strategis nasional seperti Bendungan

Raknamo yang ditargetkan selesai dan diresmikan pada Desember 2017. Dengan begitu, pengurusan administrasi terkait

paket proyek infrastruktur serta belanja konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat sehingga pertumbuhan sektor

administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan turut tumbuh meningkat. Sektor

perdagangan besar dan eceran diperkirakan masih tumbuh cukup stabil dibandingkan triwulan III 2017 dengan

kecenderungan sedikit melambat. Sementara itu, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum/pariwisata

diperkirakan tumbuh meningkat seiring masa liburan panjang akhir tahun yang meningkatkan kunjungan wisatawan baik

domestik maupun mancanegara dengan mendatangi objek-objek wisata utama Provinsi NTT seperti Taman Nasional

Komodo, Kelimutu, Bajawa, Sumba, Rote Ndao dan Alor.

7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Pengeluaran

Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran diperkirakan masih didorong terutama oleh konsumsi rumah

tangga, konsumsi pemerintah dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan

konsumsi rumah tangga diperkirakan didorong oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat seiring tibanya masa panen

raya padi di Provinsi NTT. Selain itu, kondisi tersebut bertepatan dengan adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru, dimana

berdasarkan tren periode yang sama tahun-tahun sebelumnya merupakan masa puncak konsumsi masyarakat Provinsi

NTT. Hal tersebut diperkuat dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia sampai dengan triwulan II 2017 yang

menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi penghasilan 6 bulan mendatang maupun ketersediaan lapangan kerja 6

bulan. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan

sebelumnya seiring percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah. Belanja konsumsi pegawai diperkirakan didorong

maksimal untuk mengejar pencapaian realisasi tahunan. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani

Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan kembali melambat dibandingkan triwulan III 2017 seiring usainya masa Pilkada di

tahun 2017.

79

4,6

6%

5,13

%

5,17

%

5,15

%

5,0

7%

5,35

%

5,11

%

5,19

%

4,9

8%

5,0

1%

4,9

0-5

,30

%

5,10

-5,5

0%

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT

Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 4,90-5,30% (yoy) atau sedikit

meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 5,01% (yoy). Secara umum pertumbuhan triwulan III

diperkirakan didorong terutama oleh pertumbuhan investasi pemerintah seiring proyek-proyek pembangunan dan

konsumsi rumah tangga dengan adanya pencairan gaji ke-13 pada Juli 2017, serta konsumsi pemerintah seiring adanya

event nasional dan internasional yakni Tour de Flores, Festival 1001 Kuda Sandlewood dan Festival Tenun pada Juli 2017.

Pertumbuhan investasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring percepatan realisasi paket

proyek pemerintah untuk tahun ini, Pengerjaan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin serta Bendungan Raknamo

dan Rotiklot yang masih berjalan. Investasi sektor informasi dan komunikasi dalam rangka pengembangan 600 BTS

jaringan 4G di Provinsi NTT juga masih turut mendorong pertumbuhan sisi investasi. Selain itu, investasi bandara juga

diperkirakan dimulai pada triwulan III 2017 oleh Angkasa Pura I berupa proyek pengembangan terminal bandara El Tari

menjadi dua lantai, penambahan 2 garbarata dan 3 apron pesawat serta perluasan bandara dari 7.500 m² menjadi 20.000

m² dengan anggaran tahun 2017 sebesar Rp178 miliar dan selesai pada triwulan III 2018. Sementara kelanjutan investasi

perkebunan tebu oleh PT. Muria Sumba Manis dan perumahan di beberapa daerah masih menjadi pendorong utama

investasi dari sisi swasta.

Impor antar daerah diperkirakan meningkat seiring kebutuhan untuk kegiatan proyek yang meningkat dalam rangka

mengejar target realisasi proyek tahun 2017, dimana sebagian besar kebutuhan proyek masih perlu didatangkan dari

daerah lain. Sementara kebutuhan pasokan bahan pangan pada triwulan III diperkirakan menurun seiring usainya

perayaan Hari Raya Idul Fitri. Ekspor luar negeri diperkirakan meningkat seiring naiknya kebutuhan semen dan kapur dari

negara tetangga Timor Leste untuk realisasi pembangunan di negara tersebut. Selain itu, kondisi cuaca diperkirakan masih

cukup mendukung produksi ikan tangkap nelayan untuk keperluan ekspor seperti tuna dan cakalang.

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III – 2017

Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,10-5,50% (yoy), atau meningkat

dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan III sebesar 4,90-5,30% (yoy). Peningkatan pertumbuhan diperkirakan terjadi

terutama seiring dengan upaya pemerintah mempercepat realisasi anggaran pemerintah dan adanya momen Hari Raya

Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan PDRB sisi pengeluaran, kondisi pertumbuhan triwulan IV 2017 diperkirakan didorong

terutama oleh peningkatan pertumbuhan sisi konsumsi pemerintah seiring percepatan realisasi anggaran pemerintah,

yang juga tercermin dari sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih akan menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan, meskipun

diperkirakan sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan

didorong oleh tibanya masa panen raya padi di Provinsi NTT sehingga daya beli masyarakat meningkat yang bertepatan

pula dengan adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang biasanya menjadi puncak masa konsumsi masyarakat Provinsi

NTT.

Dari sisi sektoral, pertumbuhan pertanian, kehutanan dan perikanan masih menjadi faktor penopang utama pertumbuhan

ekonomi Provinsi NTT di triwulan IV 2017, sementara pendorong utama pertumbuhan diperkirakan dari sektor

administrasi pemerintahan. Sebagaimana periode-periode yang sama tahun sebelumnya, kondisi gelombang laut pada

periode tersebut diperkirakan juga kembali cukup kondusif untuk melakukan aktivitas tangkap ikan, sehingga hasil

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV - 2017

78 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN IV – 2017

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Sumber : BPS, Diolah

I I I* IV*4,20%

4,40%

4,60%

4,80%

5,00%

5,20%

5,40%

5,60%

-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

tangkapan meningkat. Pengiriman ternak ke Pulau Jawa

diperkirakan juga tetap menjadi faktor pendorong

meskipun puncak pengiriman diperkirakan telah terjadi di

periode triwulan II dan III 2017 seiring tingginya kebutuhan

di Pulau Jawa dalam rangka Puasa, Hari Raya Idul Fitri dan

libur panjang sekolah.

Sektor konstruksi diperkirakan juga mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2017, didorong oleh percepatan

penyelesaian paket proyek infrastruktur pemerintah daerah maupun proyek strategis nasional seperti Bendungan

Raknamo yang ditargetkan selesai dan diresmikan pada Desember 2017. Dengan begitu, pengurusan administrasi terkait

paket proyek infrastruktur serta belanja konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat sehingga pertumbuhan sektor

administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan turut tumbuh meningkat. Sektor

perdagangan besar dan eceran diperkirakan masih tumbuh cukup stabil dibandingkan triwulan III 2017 dengan

kecenderungan sedikit melambat. Sementara itu, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum/pariwisata

diperkirakan tumbuh meningkat seiring masa liburan panjang akhir tahun yang meningkatkan kunjungan wisatawan baik

domestik maupun mancanegara dengan mendatangi objek-objek wisata utama Provinsi NTT seperti Taman Nasional

Komodo, Kelimutu, Bajawa, Sumba, Rote Ndao dan Alor.

7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Pengeluaran

Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran diperkirakan masih didorong terutama oleh konsumsi rumah

tangga, konsumsi pemerintah dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan

konsumsi rumah tangga diperkirakan didorong oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat seiring tibanya masa panen

raya padi di Provinsi NTT. Selain itu, kondisi tersebut bertepatan dengan adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru, dimana

berdasarkan tren periode yang sama tahun-tahun sebelumnya merupakan masa puncak konsumsi masyarakat Provinsi

NTT. Hal tersebut diperkuat dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia sampai dengan triwulan II 2017 yang

menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi penghasilan 6 bulan mendatang maupun ketersediaan lapangan kerja 6

bulan. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan

sebelumnya seiring percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah. Belanja konsumsi pegawai diperkirakan didorong

maksimal untuk mengejar pencapaian realisasi tahunan. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani

Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan kembali melambat dibandingkan triwulan III 2017 seiring usainya masa Pilkada di

tahun 2017.

79

4,6

6%

5,13

%

5,17

%

5,15

%

5,0

7%

5,35

%

5,11

%

5,19

%

4,9

8%

5,0

1%

4,9

0-5

,30

%

5,10

-5,5

0%

7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT

Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 4,90-5,30% (yoy) atau sedikit

meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 5,01% (yoy). Secara umum pertumbuhan triwulan III

diperkirakan didorong terutama oleh pertumbuhan investasi pemerintah seiring proyek-proyek pembangunan dan

konsumsi rumah tangga dengan adanya pencairan gaji ke-13 pada Juli 2017, serta konsumsi pemerintah seiring adanya

event nasional dan internasional yakni Tour de Flores, Festival 1001 Kuda Sandlewood dan Festival Tenun pada Juli 2017.

Pertumbuhan investasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring percepatan realisasi paket

proyek pemerintah untuk tahun ini, Pengerjaan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin serta Bendungan Raknamo

dan Rotiklot yang masih berjalan. Investasi sektor informasi dan komunikasi dalam rangka pengembangan 600 BTS

jaringan 4G di Provinsi NTT juga masih turut mendorong pertumbuhan sisi investasi. Selain itu, investasi bandara juga

diperkirakan dimulai pada triwulan III 2017 oleh Angkasa Pura I berupa proyek pengembangan terminal bandara El Tari

menjadi dua lantai, penambahan 2 garbarata dan 3 apron pesawat serta perluasan bandara dari 7.500 m² menjadi 20.000

m² dengan anggaran tahun 2017 sebesar Rp178 miliar dan selesai pada triwulan III 2018. Sementara kelanjutan investasi

perkebunan tebu oleh PT. Muria Sumba Manis dan perumahan di beberapa daerah masih menjadi pendorong utama

investasi dari sisi swasta.

Impor antar daerah diperkirakan meningkat seiring kebutuhan untuk kegiatan proyek yang meningkat dalam rangka

mengejar target realisasi proyek tahun 2017, dimana sebagian besar kebutuhan proyek masih perlu didatangkan dari

daerah lain. Sementara kebutuhan pasokan bahan pangan pada triwulan III diperkirakan menurun seiring usainya

perayaan Hari Raya Idul Fitri. Ekspor luar negeri diperkirakan meningkat seiring naiknya kebutuhan semen dan kapur dari

negara tetangga Timor Leste untuk realisasi pembangunan di negara tersebut. Selain itu, kondisi cuaca diperkirakan masih

cukup mendukung produksi ikan tangkap nelayan untuk keperluan ekspor seperti tuna dan cakalang.

7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III – 2017

Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,10-5,50% (yoy), atau meningkat

dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan III sebesar 4,90-5,30% (yoy). Peningkatan pertumbuhan diperkirakan terjadi

terutama seiring dengan upaya pemerintah mempercepat realisasi anggaran pemerintah dan adanya momen Hari Raya

Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan PDRB sisi pengeluaran, kondisi pertumbuhan triwulan IV 2017 diperkirakan didorong

terutama oleh peningkatan pertumbuhan sisi konsumsi pemerintah seiring percepatan realisasi anggaran pemerintah,

yang juga tercermin dari sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih akan menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan, meskipun

diperkirakan sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan

didorong oleh tibanya masa panen raya padi di Provinsi NTT sehingga daya beli masyarakat meningkat yang bertepatan

pula dengan adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang biasanya menjadi puncak masa konsumsi masyarakat Provinsi

NTT.

Dari sisi sektoral, pertumbuhan pertanian, kehutanan dan perikanan masih menjadi faktor penopang utama pertumbuhan

ekonomi Provinsi NTT di triwulan IV 2017, sementara pendorong utama pertumbuhan diperkirakan dari sektor

administrasi pemerintahan. Sebagaimana periode-periode yang sama tahun sebelumnya, kondisi gelombang laut pada

periode tersebut diperkirakan juga kembali cukup kondusif untuk melakukan aktivitas tangkap ikan, sehingga hasil

7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV - 2017

78 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017

Sumber : BPS, Diolah

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

4,0

4,2

4,4

4,6

4,8

5,0

5,2

5,4

2012 2013 2014 2015 2016 2017*

infrastruktur pemerintah daerah maupun proyek strategis nasional seperti Bendungan Raknamo yang ditargetkan selesai

dan diresmikan pada Desember 2017 serta penyelesaian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan sarana penunjang Wini di

Kabupaten Timor Tengah Utara.

7.1.3 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT diperkirakan tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,90-5,30% (yoy).

Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih bersumber dari konsumsi rumah tangga dan

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga terutama

disumbang oleh sektor pertanian yang tumbuh meningkat didukung kondisi cuaca dan iklim yang kondusif serta

peningkatan fasilitas dan bantuan teknis sehingga pendapatan para petani meningkat serta peningkatan aktivitas proyek

sehingga menyerap banyak tenaga kerja.

Pertumbuhan dari sisi investasi masih didominasi oleh

investasi pemerintah dalam rangka pembangunan seperti

Penyelesaian Bendungan Raknamo, rencana dimulainya

pembangunan Bendungan Napunggete pada semester 2

tahun 2017, perbaikan jalan serta penyelesaian

pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Wini, Kabupaten

Timor Tengah Utara beserta fasilitas pendukungnya.

Sementara investasi swasta terutama berasal dari

pembangunan perumahan, kelanjutan pengembangan

agroindustri perkebunan gula oleh PT. Muria Sumba Manis dengan melakukan groundbreaking pabrik gula pada triwulan

III 2017, pembangunan hotel bintang terutama di Manggarai Barat serta pusat perbelanjaan di Kota Kupang.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah juga diperkirakan terjadi seiring peningkatan realisasi dana desa.

7.2 INFLASI

7.2.1 Inflasi Triwulan-III Tahun 2017

Perkembangan inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,70-4,10% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 2,45% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan III lebih disebabkan oleh

faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya yang pada saat tersebut justru mengalami deflasi

cukup besar hingga -1,28 (qtq). Sektor pendidikan diperkirakan masih menjadi pendorong utama inflasi di triwulan III

seiring dengan adanya tahun ajaran baru bagi siswa TK hingga universitas yang diperkirakan meningkatkan inflasi.

Makanan jadi, minuman dan tembakau juga diperkirakan akan mengalami inflasi seiring dengan penyesuaian tarif cukai

rokok dan tembakau yang dilakukan. Adapun komoditas bahan makanan diperkirakan masih cukup stabil seiring

membaiknya kondisi cuaca di triwulan tersebut dan pasokan yang relatif terjaga.

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan pada kisaran 3,10-3,50% (yoy). Inflasi

tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 sebesar 2,48% (yoy). Dorongan utama inflasi

tahun 2017 lebih disebabkan oleh komoditas administered prices, di antaranya kebijakan pengurangan subsidi tarif listrik

rumah tangga dengan daya 900 watt hingga 123% bagi para pelanggan 900 VA yang dilakukan bertahap pada Januari,

81

GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

JUL100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

2014I II I I I IV

Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi diperkirakan melambat pada triwulan IV

2017. Pertumbuhan diperkirakan masih didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, terutama

penyelesaian Bendungan Raknamo dan kemungkinan mulainya pembangunan Bendungan Napungete pada semester 2

tahun 2017, penyelesaian pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara, sarana

publik (pendidikan dan rumah sakit) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Penyelesaian investasi

pengembangan 600 BTS 4G di Provinsi NTT, program sambungan listrik kepada lebih dari 1.200 desa dalam dua tahun ke

depan, pembangunan pembangkit listrik, serta kelanjutan investasi perkebunan tebu di Kabupaten Sumba Timur serta

perumahan di beberapa daerah diperkirakan masih menjadi pendorong investasi dari sisi swasta.

Net impor antar daerah dan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan relatif stabil

dengan kecenderungan melambat. Impor antar daerah diperkirakan masih relatif stabil seiring kecenderungan

tingginya kebutuhan konsumsi pada akhir tahun di Provinsi NTT, meskipun diperkirakan sedikit melambat dibandingkan

triwulan III 2017 yang didorong oleh percepatan realisasi proyek sehingga keperluan bahan baku proyek mencapai

puncaknya pada periode tersebut. Sementara itu, ekspor luar negeri diperkirakan juga masih relatif stabil dengan

kecenderungan melambat dipengaruhi oleh kemungkinan melambatnya permintaan semen dari Timor Leste seiring

pembangunan yang telah mencapai puncak di triwulan III 2017. Selain itu, permintaan ikan tuna dan cakalang oleh negara

tujuan ekspor utama seperti Jepang diperkirakan juga sedikit berkurang pada periode akhir tahun.

7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan tumbuh meningkat. Peningkatan pertumbuhan

diperkirakan seiring tibanya masa panen raya padi di Provinsi NTT. Selain itu, berdasarkan kondisi gelombang laut pada

periode tersebut dalam beberapa tahun terakhir, diperkirakan kondisi gelombang laut lebih kondusif untuk nelayan

melakukan aktivitas tangkap ikan dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga hasil tangkap ikan meningkat. Pengiriman

ternak juga masih menjadi faktor pendorong, meskipun puncak pengiriman diperkirakan telah terjadi di periode triwulan II

dan III 2017 seiring tingginya kebutuhan di Pulau Jawa dalam rangka Puasa, Hari Raya Idul Fitri dan libur panjang sekolah.

Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan tumbuh meningkat seiring adanya

percepatan realisasi anggaran pemerintah baik untuk konsumsi maupun investasi pembangunan infrastruktur. Sementara

itu, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan masih tumbuh relatif stabil

dengan kecenderungan sedikit melambat. Pertumbuhan terutama didorong oleh adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru

yang meningkatkan konsumsi masyarakat. Sementara sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan

pertumbuhan di triwulan IV 2017. Pertumbuhan terutama didorong oleh percepatan penyelesaian paket proyek

80 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017

Sumber : BPS, Diolah

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

4,0

4,2

4,4

4,6

4,8

5,0

5,2

5,4

2012 2013 2014 2015 2016 2017*

infrastruktur pemerintah daerah maupun proyek strategis nasional seperti Bendungan Raknamo yang ditargetkan selesai

dan diresmikan pada Desember 2017 serta penyelesaian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan sarana penunjang Wini di

Kabupaten Timor Tengah Utara.

7.1.3 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017

Pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT diperkirakan tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,90-5,30% (yoy).

Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih bersumber dari konsumsi rumah tangga dan

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga terutama

disumbang oleh sektor pertanian yang tumbuh meningkat didukung kondisi cuaca dan iklim yang kondusif serta

peningkatan fasilitas dan bantuan teknis sehingga pendapatan para petani meningkat serta peningkatan aktivitas proyek

sehingga menyerap banyak tenaga kerja.

Pertumbuhan dari sisi investasi masih didominasi oleh

investasi pemerintah dalam rangka pembangunan seperti

Penyelesaian Bendungan Raknamo, rencana dimulainya

pembangunan Bendungan Napunggete pada semester 2

tahun 2017, perbaikan jalan serta penyelesaian

pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Wini, Kabupaten

Timor Tengah Utara beserta fasilitas pendukungnya.

Sementara investasi swasta terutama berasal dari

pembangunan perumahan, kelanjutan pengembangan

agroindustri perkebunan gula oleh PT. Muria Sumba Manis dengan melakukan groundbreaking pabrik gula pada triwulan

III 2017, pembangunan hotel bintang terutama di Manggarai Barat serta pusat perbelanjaan di Kota Kupang.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah juga diperkirakan terjadi seiring peningkatan realisasi dana desa.

7.2 INFLASI

7.2.1 Inflasi Triwulan-III Tahun 2017

Perkembangan inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,70-4,10% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 2,45% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan III lebih disebabkan oleh

faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya yang pada saat tersebut justru mengalami deflasi

cukup besar hingga -1,28 (qtq). Sektor pendidikan diperkirakan masih menjadi pendorong utama inflasi di triwulan III

seiring dengan adanya tahun ajaran baru bagi siswa TK hingga universitas yang diperkirakan meningkatkan inflasi.

Makanan jadi, minuman dan tembakau juga diperkirakan akan mengalami inflasi seiring dengan penyesuaian tarif cukai

rokok dan tembakau yang dilakukan. Adapun komoditas bahan makanan diperkirakan masih cukup stabil seiring

membaiknya kondisi cuaca di triwulan tersebut dan pasokan yang relatif terjaga.

7.2.2 Inflasi Tahun 2017

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan pada kisaran 3,10-3,50% (yoy). Inflasi

tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 sebesar 2,48% (yoy). Dorongan utama inflasi

tahun 2017 lebih disebabkan oleh komoditas administered prices, di antaranya kebijakan pengurangan subsidi tarif listrik

rumah tangga dengan daya 900 watt hingga 123% bagi para pelanggan 900 VA yang dilakukan bertahap pada Januari,

81

GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

JUL100,0

110,0

120,0

130,0

140,0

150,0

160,0

170,0

INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

2014I II I I I IV

Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi diperkirakan melambat pada triwulan IV

2017. Pertumbuhan diperkirakan masih didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, terutama

penyelesaian Bendungan Raknamo dan kemungkinan mulainya pembangunan Bendungan Napungete pada semester 2

tahun 2017, penyelesaian pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara, sarana

publik (pendidikan dan rumah sakit) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Penyelesaian investasi

pengembangan 600 BTS 4G di Provinsi NTT, program sambungan listrik kepada lebih dari 1.200 desa dalam dua tahun ke

depan, pembangunan pembangkit listrik, serta kelanjutan investasi perkebunan tebu di Kabupaten Sumba Timur serta

perumahan di beberapa daerah diperkirakan masih menjadi pendorong investasi dari sisi swasta.

Net impor antar daerah dan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan relatif stabil

dengan kecenderungan melambat. Impor antar daerah diperkirakan masih relatif stabil seiring kecenderungan

tingginya kebutuhan konsumsi pada akhir tahun di Provinsi NTT, meskipun diperkirakan sedikit melambat dibandingkan

triwulan III 2017 yang didorong oleh percepatan realisasi proyek sehingga keperluan bahan baku proyek mencapai

puncaknya pada periode tersebut. Sementara itu, ekspor luar negeri diperkirakan juga masih relatif stabil dengan

kecenderungan melambat dipengaruhi oleh kemungkinan melambatnya permintaan semen dari Timor Leste seiring

pembangunan yang telah mencapai puncak di triwulan III 2017. Selain itu, permintaan ikan tuna dan cakalang oleh negara

tujuan ekspor utama seperti Jepang diperkirakan juga sedikit berkurang pada periode akhir tahun.

7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral

Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan tumbuh meningkat. Peningkatan pertumbuhan

diperkirakan seiring tibanya masa panen raya padi di Provinsi NTT. Selain itu, berdasarkan kondisi gelombang laut pada

periode tersebut dalam beberapa tahun terakhir, diperkirakan kondisi gelombang laut lebih kondusif untuk nelayan

melakukan aktivitas tangkap ikan dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga hasil tangkap ikan meningkat. Pengiriman

ternak juga masih menjadi faktor pendorong, meskipun puncak pengiriman diperkirakan telah terjadi di periode triwulan II

dan III 2017 seiring tingginya kebutuhan di Pulau Jawa dalam rangka Puasa, Hari Raya Idul Fitri dan libur panjang sekolah.

Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan tumbuh meningkat seiring adanya

percepatan realisasi anggaran pemerintah baik untuk konsumsi maupun investasi pembangunan infrastruktur. Sementara

itu, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan masih tumbuh relatif stabil

dengan kecenderungan sedikit melambat. Pertumbuhan terutama didorong oleh adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru

yang meningkatkan konsumsi masyarakat. Sementara sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan

pertumbuhan di triwulan IV 2017. Pertumbuhan terutama didorong oleh percepatan penyelesaian paket proyek

80 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.Administered prices

Daftar Istilah

Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia

Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang

sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.

Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen,

saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Batas kredit

Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran

dan tanggung jawab anggota tim itu

Pagu hutang

Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Barrel

BI rate

Branchless banking

Clean money policy

Consensus forecast

Core-deposit

Cost push inflation

Cost of capital

Credit Limit

Credit rating

Crisis management protocol

Debt ceiling

Deflasi

Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktifDependency ratio

adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin

tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.

Biaya Operasional terhadapPendapatan Operasional (BOPO)

adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh

bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari

setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan

penukaran uang keliling.

Cikur Modified

adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di

Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada

APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.

Dana Alokasi Umum (DAU)

adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu

dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional.

Dana Alokasi Khusus (DAK)

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW III-2017 DAN 2017

Sumber : BPS, Diolah

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I I I I* IV*

2014I II I I I IV

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

2,95%2,45%

3.6-4.0%

3.0-3.4%

Maret dan Mei, kenaikan tarif perpanjangan STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel. Potensi naiknya harga BBM

seiring kesepakatan negara-negara Organization of Petroleum Exporting (OPEC) untuk mengurangi produksi minyak dan

volatilitas nilai tukar rupiah sebagai akibat ketidakpastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat tetap

berpotensi mendorong inflasi nasional dan daerah.

Selain itu, dorongan harga komoditas pangan karena kondisi cuaca dan telah rendahnya harga pada tahun 2016

diperkirakan masih berpotensi meningkatkan inflasi pada tahun 2017. Beberapa komoditas yang cenderung cukup

rendah di tahun 2016 diantaranya beras, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring pasokan dari produsen domestik

dan luar daerah yang lancar didukung kondisi cuaca yang kondusif. Koordinasi intensif TPID Provinsi NTT yang dijabarkan

dalam eksekusi program kerja perlu terus dilakukan dalam rangka membantu meredam tekanan inflasi sehingga dapat

mencapai target inflasi nasional 4±1%.

82 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

83KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.Administered prices

Daftar Istilah

Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia

Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang

sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.

Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen,

saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Batas kredit

Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran

dan tanggung jawab anggota tim itu

Pagu hutang

Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Barrel

BI rate

Branchless banking

Clean money policy

Consensus forecast

Core-deposit

Cost push inflation

Cost of capital

Credit Limit

Credit rating

Crisis management protocol

Debt ceiling

Deflasi

Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktifDependency ratio

adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin

tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.

Biaya Operasional terhadapPendapatan Operasional (BOPO)

adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh

bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari

setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan

penukaran uang keliling.

Cikur Modified

adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di

Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada

APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.

Dana Alokasi Umum (DAU)

adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu

dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional.

Dana Alokasi Khusus (DAK)

GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW III-2017 DAN 2017

Sumber : BPS, Diolah

2015I II I I I IV

2016I II I I I IV I

2017 I I I I I* IV*

2014I II I I I IV

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

2,95%2,45%

3.6-4.0%

3.0-3.4%

Maret dan Mei, kenaikan tarif perpanjangan STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel. Potensi naiknya harga BBM

seiring kesepakatan negara-negara Organization of Petroleum Exporting (OPEC) untuk mengurangi produksi minyak dan

volatilitas nilai tukar rupiah sebagai akibat ketidakpastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat tetap

berpotensi mendorong inflasi nasional dan daerah.

Selain itu, dorongan harga komoditas pangan karena kondisi cuaca dan telah rendahnya harga pada tahun 2016

diperkirakan masih berpotensi meningkatkan inflasi pada tahun 2017. Beberapa komoditas yang cenderung cukup

rendah di tahun 2016 diantaranya beras, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring pasokan dari produsen domestik

dan luar daerah yang lancar didukung kondisi cuaca yang kondusif. Koordinasi intensif TPID Provinsi NTT yang dijabarkan

dalam eksekusi program kerja perlu terus dilakukan dalam rangka membantu meredam tekanan inflasi sehingga dapat

mencapai target inflasi nasional 4±1%.

82 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

83KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Net Outflow adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia

Non Performing Loan (NPL) adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit

diragukan dan kredit macet.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It)

dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)

Outflow adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat

Produk Domestik Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan

jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku

pada tahun bersangkutan.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini

menggunakan tahun 2010.

M1

M2

Makroprudensial

Margin

Mikroprudensial

Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Selisih

Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan

kelangsungan usahanya

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Qtq

Rasio gini

Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Return On Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal.

Sistem Kliring NasionalBank Indonesia (SKNBI)

adalah Suatu sistem transfer dana elektronik, baik menggunakan warkat (cek, Bilyet Giro, atau wesel dll)

maupun transfer dana antar Bank.

sum mtm sumbangan/andil month to month yaitu andil perubahan harga saat ini dibanding bulan sebelumnya

terhadap total inflasi

sum yoy sumbangan/andil year to date yaitu andil perubahan harga saat ini dibanding posisi inflasi akhir tahun

terhadap total inflasi

Deposit facility

Deposit rate

Deposito

Depresiasi rupiah

Devisa

Disposable income

Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Tingkat suku bunga simpanan

Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara

bank dengan nasabah

Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan

pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

E-money Uang elektronik

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat

perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Kas Keliling adalah Kegiatan penukaran uang keliling.

Gerpultas adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.

Inflow adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia

Layanan Keuangan Digital(LKD)

adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti

seluler atau web melalui pihak ketiga.

Loan To Value (LTV) /Financing To Value (FTV)

adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana

dari berbagai sumber.

Idle money

Imported inflation

Indeks kedalaman kemiskinan

Indeks keparahan kemiskinan

Inflasi

Inflasi inti

Lending facility

Less cash society

Uang yang tidak terpakai

Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan

inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga

komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

8584 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Net Outflow adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia

Non Performing Loan (NPL) adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit

diragukan dan kredit macet.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It)

dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)

Outflow adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat

Produk Domestik Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan

jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku

pada tahun bersangkutan.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini

menggunakan tahun 2010.

M1

M2

Makroprudensial

Margin

Mikroprudensial

Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Selisih

Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan

kelangsungan usahanya

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Qtq

Rasio gini

Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Return On Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal.

Sistem Kliring NasionalBank Indonesia (SKNBI)

adalah Suatu sistem transfer dana elektronik, baik menggunakan warkat (cek, Bilyet Giro, atau wesel dll)

maupun transfer dana antar Bank.

sum mtm sumbangan/andil month to month yaitu andil perubahan harga saat ini dibanding bulan sebelumnya

terhadap total inflasi

sum yoy sumbangan/andil year to date yaitu andil perubahan harga saat ini dibanding posisi inflasi akhir tahun

terhadap total inflasi

Deposit facility

Deposit rate

Deposito

Depresiasi rupiah

Devisa

Disposable income

Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Tingkat suku bunga simpanan

Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara

bank dengan nasabah

Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan

pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

E-money Uang elektronik

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat

perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Kas Keliling adalah Kegiatan penukaran uang keliling.

Gerpultas adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.

Inflow adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia

Layanan Keuangan Digital(LKD)

adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti

seluler atau web melalui pihak ketiga.

Loan To Value (LTV) /Financing To Value (FTV)

adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana

dari berbagai sumber.

Idle money

Imported inflation

Indeks kedalaman kemiskinan

Indeks keparahan kemiskinan

Inflasi

Inflasi inti

Lending facility

Less cash society

Uang yang tidak terpakai

Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan

inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga

komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

8584 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan

oleh bank-bank ritel

Volatile food

Yoy

Ytd

Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen,

gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan

harga komoditas pangan internasional

Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,

minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd

biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.

TUKAB Transaksi Uang Kartal Antar Bank

Trump Effect adalah Dampak ekonomi yang dapat dihasilkan akibat kebijakan-kebijakan Donald Trump sebagai Presiden

Amerika Serikat.