Upload
ngodat
View
239
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Kajian kuat tarik belah beton dan modulus runtuh beton ringan metakaolin berserat alumunium pasca bakar
OLEH Anak Agung Ngurah Setiawan
NIM : I. 1107516
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Musibah kebakaran pada lingkungan kita sering terjadi terutama pada banggunan
– banguna yang kurang memperhatikan faktor keamanan tentang kebakaran
sehingga kerugian material maupun psikologi tidak dapat dihindari.
Api kebakaran yang tidak dikendalikan, akan berkembang menurut periode yaitu
periode pertumbuhan (growth), periode kebakaran tetap (stedy combustion) dan
periode menghilang (decay). Pada periode pertumbuhan suhu yang timbul masih
rendah, jarang melebihi 2500C. Pada periode pembakaran tetap, suhu meningkat
dengan cepat dan dapat mencapai suhu lebih dari 10000C, tergantung pada jenis
dan banyaknya bahan yang dapat terbakar. Pada suhu ruangan gedung yang
terbakar, suhu maksimum dapat dicapai adalah sekitar 12000C.
Tingkat kebakaran pada suatu lokasi kebakaran berbeda dengan lokasi yang
lainya. Karena banyak faktor yang menentukan dan biasanya lama kebakaran dan
tingginya suhu api sangat menentukan kerusakan yang terjadi tingginya suhu dan
lamanya kebakaran ini dipengaruhi oleh antara lain :
1. Kualitas serta jenis bahan struktur
2. Pengudaraan ruangan yang terbakar
3. Jenis dan jumlah bahan yang terbakar
4. Sistem struktur yang merupakan portal terbuka atau tertutup
5. Kondisi cuaca
6. Letak gedung yang dilihat dari kemudahan pencapaian mobil pemadam
kebakaran
7. Sistem alarm dan pencegahan bahaya kebakaran sendiri
Beton merupakan salah satu bahan kontruksi bangunan sipil yang sering
digunakan dalam bidang teknik sipil selain kayu, dan baja. Beton mempunyai 1
2
banyak kelebihan antara lain mudah di bentuk sesuai keinginan, harga
produksinya murah, lebih tahan terhadap api dan mempunyai kuat desak relatif
tinggi.
Disamping memiliki kelebihan diatas, kenyataanya beton sebagai bahan stuktur
mempunyai kelemahan, kelemahan beton memiliki berat parameter kubiknya
yang cukup besar sehingga membeikan kontibusi pembebenan yang cukup besar
pula dan mempunyai kuat tarik yang rendah. Kuat tarik beton hanya sekitar 9%-
51% dari kuat desaknya (Dipohusodo,1999), selain itu beton memiliki sifat yang
getas (brittle).
Karena kelemahan yang dimiliki oleh bahan kontruksi ini dicoba dengan membuat
beton ringan. Neville (1987) berusaha medapatkan kualitas beton yang lebih baik
dengan mempertimbangkan berat beton yang lebih rendah dari beton normal yaitu
antara 300-1800 kg/m3, bahan pembuat beton rigan pada umumnya sama dengan
pembuat beton normal pada umumnya. Agregat kasar yang menempati 60% dari
seluruh komponen bahan pembuat beton ringan direduksi berat jenisnya dengan
cara menggantinya dengan artificial light weight aggregate (ALWA) seperti
bloated clay, dan crushed brick, atau fly ash coarsed aggregate yang diperoleh
dengan pembuatan rotary kiln, batu tulis, sisa bara yang berbusa, dan batu apung
(Ali, et.al, 1989).
Selain itu beton ringan dapat ditambah kekuatanya dengan menambah zat additive
yang menghasilkan rongga setelah bercampur dengan semen atau menghilangkan
aggregat halus dalam beton sehingga membentuk rongga didalam beton. Pada
beberapa jenis beton ringan kombinasi cara-cara tersebut dapat dilakukan
(Murdock and Brook,1991).Kekuatan beton ringan bisa mencapai 65 Mpa dengan
menambah zat admixtures (Koyati etal, 1999)atau lebih. Dari Vincent (2003) yang
melakukan penelitian dengan menguji campuran beton lightweight strength (55
MPa),Dir et.al(1984) dengan kuat desak maksimum yang di hasilkan sebesar 60
MPa pada umur satu tahun dan Mediyanto dkk (2004) menguji campuran beton
lightweight (33 MPa,28 hari).
3
Telah diuraikan diatas bahwa beton ringan dapat diproduksi dengan kekuatan
yang lebih besar dari 30 Mpa bahkan mutu tinggi dengan penambahan additive
yang diperhitungkan. Murdock and Brook menyebutkan bahwa penulangan beton
ringan, selimutnya harus dilebihi 10 mm dari pada beton normal yang padat. Hal
ini sebab utamanya adalah bahwa beton ringan lebih mudah terkarbonasi dari pada
beton bisa.
Beton merupakan bahan tahan api, bila terjadi kebakaran dan mencapai titik kritis
pertama maka beton mengalami penurunan kekuatan yang di tandai dengan
retak ,lepas. Pada bangunan yang megalami kebakaran menggunakan setuktur
yang bahannya kebanyakan menggunakan beton dan pasca kebakaran bangunan
seringkali tidak layak untuk dipakai
Dari kenyataan di atas , diperlukan studi yang menyeluruh terhadap perilaku beton
ringan termasuk kuat tarik belah dan MOR (modulus of reptur) pasca bakar. Salah
satu perubahan perilaku yang tidak dapat dinyatakan secara visual adanya
pengaruh peningkatan temperatur terhadap perubahan kuat belah dan MOR beton
ringan.
Sifat agregat ringan yang porous mengakibatkan tidak kompak, berat jenis agregat
ringan lebih kecil dari berat jenis matrik beton ringannya, hal ini mengakibatkan
modulus elastisitas agregat ringan juga lebih kecil dari pada matriknya, dan
terakhir tingkat kekuatan agregat lebih kecil dari matriknya. Sebagai akibatnya,
adalah beton ringan mempunyai kelemahan yang mendasar berkaitan dengan
bahan penyusunnya yaitu agregat ringannya.
Perlu diupayakan peningkatan kinerja agregat ringan agar dapat mengimbangi
kinerja pasta semennya, tetapi tetap ringan. Pemakaian serat sebagai bahan
tambahan pada beton ringan merupakan sebuah solusi sebuah fenomena bahwa
beton ringan lebih getas dari beton normal, seperti dilaporkan Mediyanto dkk
(2004), bahwa serat – serat dari almunium telah dapat meningkatkan kuat tekan,
kuat belah, MOR dengan meningkat kualitas matriknya baik karena proses fiber
bridging, dowel action, dan aksi kompositnya. Berdasarkan penelitian tersebut,
4
serat almunium sebagai agregat pada beton ringan mampu menambah
meningkatkan kuat tekan, kuat belah, modulus elastisitas, MOR, dan
meningkatkan kinerja beton bertulang. Ini bukti bahwa pemakaian serat sebagai
bahan tambahan pada beton ringan merupakan sebuah solusi atas fenomena beton
ringan lebih getas dari pada beton normal.
Banyaknya penggunaan beton dalam konstruksi membuat upaya penciptaan mutu
yang baik, salah satu upaya tersebut dengan penambahan pozolan jenis metakaolin
sebagai pengganti sebagian semen dan serat almunium pada beton dimaksudkan
akan memperbaiki parameter – parameter mutu beton.
Metakaolin yang digunakan dalam campuran beton memberi konstribusi yang
cukup signifikan, baik sifat fisik maupun durabilitasnya (sambowo, 2003). Hal ini
terlihat dari kenaikan kuat tekan, modulus elastisitas dan modulus runtuh dari
beton dimana metakaolin ditambahkan untuk menggantikan semen sampai kadar
optimumnya. Metakaolin selain dapat meningkatkan kekuatan beton, memperkecil
permeabilitas, dan meningkatkan kepadatan juga memiliki keunggulan atas
pozolan yang lain. Ukuran partikel metakaolin lebih kecil dari semen tetapi lebih
besar dari silica fume.
Beton ringan metakaolin dengan penambahan serat aluminium akan diperoleh
kombinasi keunggulan, yakni beton yang kuat tekan, modulus elasitas, kuat tarik
belah, MOR yang lebih tinggi. Beton ringan metakaolin dengan serat aluminium
diharapkan memiliki sifat mekanis dan durabilitas yang meningkat. Dalam
penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui peningkatan yang terjadi
pada saat pasca bakar dan setelah perawatan yang didasarkan pada sisa tegangan
pada tiap zona penampang akibat temperatur yang dikenakanya dengan
menggunakan data-data sifat fisik dan mekanik hasil eksperimen di laboratorium.
1.2 Rumusan Masalah
5
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
seberapa besar penurunan kekuatan kuat belah dan MOR dari beton ringan
metakaolin berserat almunium akibat proses pembakaran.
1.3 Batasan Masalah
1. Kadar metakaolin 7,5 % dari berat semen.
2. Kadar almunium 0,75 % dari volume total campuran beton dengan
panjang 50 mm, lebar 2 mm..
3. Semen yang digunakan semen tipe I
4. Suhu yang digunakan dalam pembakaran 3000 C, 4000 C, 5000 C, dan
5000 C + curing
5. Benda uji untuk pengujian kuat belah berupa silinder dengan dimensi 150
mm x 300 mm.
6. Benda uji yang digunakan untuk uji MOR adalah balok dengan ukuran
panjang 400 mm, penampang 100 x 100 mm2.
7. Agregat kasar yang digunakan ALWA ( artificiall lightweight coarse
agregat ) sebagai ganti batu pecah.
8. Adukan beton dianggap homogen dan penyebaran serat almunium
dianggap merata.
9. Reaksi kimia tidak dibahas 1.4 Tujuan Penelitian
Secara singkat tujuan dari penelitian ini adalah : Mengevaluasi pengaruh suhu dan
perawatan terhadap sifat fisik dan mekanik terutama kuat belah dan MOR dari
beton ringan metakaolin dan berserat almunium pasca bakar dan setelah mendapat
perawatan.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
6
· Penambahan
konstribusi bagi
perkembangan ilmu
pengetahuan
khususnya
teknologi beton dan
struktur beton
· Mengetahui
pengaruh penambahan
metakaolin dan serat
almunium terhadap
kuat desak dan
MOR
2. Manfaat Praktis
· Memberi alternatif
komposisi beton dengan
bahan pengganti
semen, agregat, dan
penambahan serat.
· Mengetahui efek
dari pemakaian bahan
pengganti sebagai
semen
berupa metakaolin
dan penambahan
serat almunium
pada beton
ringan.
2.1 Tinjauan Pustaka
BAB II
STUDI PUSTAKA
Beton terdiri dari partikel – partikel agregat yang dilekatkan oleh pasta yang
terbuat dari semen pozolan dan air, dan setelah beton segar dicorkan ia
mengeras sebagai akibat reaksi – reaksi kimia. Eksotermis antara semen dan
air yang membentuk suatu bahan yang padat dan tahan lama (Ferguson, 1991
: 5).
Beton ringan pada dasarnya mempunyai campuran yang sama dengan beton
normal pada umumny, namun agregat kasar menempati 60% dari keseluruhan
komposisi direduksi berat jenisnya. Reduksi ini dilakukan dengan
menggantikannya dengan artificiall light coarse aggregate (ALWA), semisal
bloated clay, crushed brichs atau fly ash based coarsed agregat yang diperoleh
dengan pembuatan rotary kiln (Ali, et.al, 1989)
Beton ringan juga dapat dilakukan dengan pencampuran aditif yang
menghasilkan rongga udara. Setelah bercampur dengan semen atau
menghilangkan agregat halus dalam beton sehingga membentuk rongga di
dalam beton. Pada beberapa jenis beton ringan kombinsi cara – cara tersebut
dapat dilakukan (Murdock and Brook, 1991)
Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen,
agregat, air, dan sejumlah serat yang disebar secara random. Ide dasar beton
serat adalah menulangi beton dengan fiber yang disebarkan secara merata ke
dalam adukan beton, dengan orientasi random sehingga dapat mencegah
terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik baik akibat
panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayashi, 1987). 7
8
Beton serat mempunyai kelebihan daripada beton tanpa serat dalam beberapa
sifat strukturnya, antara lain keliatan (ductility), ketahanan terhadap beban
kejut (impact resistance), kuat tarik dan kuat lentur (tensile and flexural
strength), kelelahan (fatigue life), kekuatan terhadap pengaruh susut
(shrinkage), dan ketahanan terhadap keausan (abration) (Soroushian dan
Bayashi, 1987).
Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500
µm (mikro meter), dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahan serat
dapat berupa: serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bambu, ijuk),
serat plastik (polypropylene), atau potongan kawat baja (Tjokrodimuljo,
1996).
Metakaolin adalah pozolan yang terbentuk dari pembakaran mineral kaolin
pada suhu kisaran 4500 – 9000 C dan metakaolin akan terbentuk secara
sempurna pada kisaran suhu 7000 – 9000 C (RMC Group, 1996)
Metakaolin menekan reaksi alkali – silica, seperti yang terjadi di brasil
metakaolin mengurangi penetrasi klorida sehingga resiko terjadi korosi pada
beton yang bersentuhan langsung dengan klorida berkurang. Karena efek
keuntungan pada kualitas pasta semen metakaolin meningkatkan kuat tekan
pada umur 28 hari, daya tahan terhadap abrasi juga meningkat dengan
penggunaan metakaolin (Sabir, 2001)
Penambahan serat ke dalam beton akan meningkatkan kuat tarik beton yang
pada umumnya sangat rendah. Pertambahan kuat tarik akan memperbaiki
kinerja komposit beton serat dengan kualitas yang lebih bagus dibandingkan
dengan beton konvesional (As’ad, 2008).
Lebih rinci, keuntungan penambahan serat pada beton adalah pertama, serat
terdistribusi secara acak di dalam volume beton pada jarak yang relatif sangat
9
dekat satu dengan yang lain. Hal ini akan memberi tahanan terhadap tegangan
berimbang ke segala arah dan memberi keuntungan material struktur yang
disiapkan untuk menahan beban dari berbagai arah. Kedua, perbaikan perilaku
deformasi seperti ketahanan terhadap impak, daktilitas yang lebih besar, kuat
lentur dan kapasitas torsi yang lebih baik. Ketiga, serat meningkatkan
ketahanan beton terhadap formasi dan pembentukan retak. Keempat,
peningkatan ketahanan pengelupasan (spalling) dan retak pada selimut beton
akan membantu penghambatan korosi besi tulangan dari serangan kondisi
lingkungan yang berpotensi korosi. Penggunaan serat sintetik akan
meningkatkan ketahanan material beton terhadap bahaya api. Secara umum
semua keuntungan tersebut akan berarti peningkatan ketahanan struktur
bangunan (As’ad 2008).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Fire Resistance
Daya tahan terhadap api didefinisikan sebagai lamanya bahan bertahan terhadap
kebakaran standar sebelum titik kritis akhir pertama dicapai. Sifat-sifat baja dan beton
akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antaranya adalah suhu. Pada suhu yang
sama pada suhu kebakaran, kekuatan dan modulus elasitas berkurang. Selain itu sifat
beton pada suhu tinggi dipengaruhi juga (dalam batas tertentu) oleh agregat.
Pengaruh agregat karbonat, agregat silikat dan agregat silikat ringan akan
memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat-sifat beton dan tulanngan baja selama
kebakaran atau pasca bakar (Gustaferro, 1987)
2.2.2 Beton Ringan
Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996), beton ringan adalah beton yang
mempunyai berat jenis kurang dari 1800 kg/m3 karena pada dasarnya beton normal
10
mempunyai berat jenis sekitar 2400 kg/m3. Beton ringan digunakan untuk
mengurangi berat struktur itu sendiri dan mengurangi penghantaran panasnya.
Beton ringan dapat direduksi dengan kekuatan yang lebih besar dari 30 Mpa dan
bahkan high performance dengan penambahan additive yang diperhitungkan.
Murdock dan Brook menyebutkan bahkan penulangan beton ringan, sehingga selimut
harus ditanbah ketebalanya 10 mm dari pada beton normal yang padat. Hal ini
disebabkan beton ringan lebih mudah terkarbonasi dari pada beton biasa. Kekurangan
beton ringan yang harus ditingkatkan adalah reduksi kuat tarik beton yang mencapai
30% terhadap beton normal, modulus elastisitas yang berkisar 0,5 -0,7 kali beton
normal pada kuat desak yang sama, serta nilai deformasi, penyusutan dan perayapan
yang lebih besar dari beton normal. Sehingga untuk memikul beban yang sama
diperlukan tulangan tambahan (Murdock dan Brook, 1999; 394-395). Hal ini
mengilhami penambahan serat aluminium dan metakaolin dalam penelitian ini karena
dari penelitian sebelumnya dapat diprediksi bahwa metakaolin dan serat aluminium
akan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap sifat-sifat beton ringan.
2.2.3. Beton Serat
Beton serat didefisinikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air
dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah
memberi tulangan pada beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan
orientasi random untuk mecegah retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah
tarik akibat panas hidrasi maupun pembebanan (Sorousian dan bayasi, 1987). Dengan
penambahan serat pada beton ringan diharapkan penambahan tulangan untuk
memikul beban yang sama padasuatu konstruksi yang dipikul oleh beton normal
dapat tergantikan (oleh serat tersebut).
Teori penulangan dalam mekanika retak berdasarkan pada kekuatan dari serat
mencakup :
1. Menitik beratkan lekatan dan penjangkaran
2. Memerlukan serat yang kuat dan kaku
3. Retak sepanjang serat
4. Banyaknya kerusakan matrik
11
Zollo (1997) menyatakan bahwa penggunaan serat pada beton bertulang dapat
meningkatkan penyerapan energi, daktilitas, mengendalikan retak, meningkatkan sifat
defornasi. Serat untuk campuran beton dengan bahan fabrikasi (bahan yang
diproduksi bukan untuk difungsikan sebagai serat) terbukti dapat difungsikan sebagai
pengganti bahan serat untuk beton, sebagai contoh penggunaan kawat bendrat seperti
penelitian yang dilakukan Suhendro (1991). Dalam penelitian ini dipilih serat
aluminium. Dengan merujuk dari penelitian sebelumnya tentang penggunaan serat
plastik (Alsayed 1998, dan Wibowo, 2002), diharapkan mendapatkan perkuatan beton
yang lebih baik sehingga memunculkan jenis beton serat tipe baru, yang berkualitas
tinggi, dapat diprabikasi secara mudah dan yang tidak kalah penting berbahan baku
murah dan mudah didapat.
Pemakaian serat sebagai bahan tambah pada beton ringan merupakan sebuah solusi
atas penomena bahwa beton ringan lebih getas dari pada beton normal, seperti
dilaporkan oleh Medyanto dkk, (2004) berdasarkan penelitian tersebut, serat
aluminium dapat meningkatkan kuat tekan, modulus elasitas, Kuat tarik-belah, MOR
dan peningkatan kualitas matriknya baik karena proses fiber bridging, dowel aktion,
dan aksi kompositnya. Secara rinci penelitin ini menyimpulkan bahwa dari benda uji
silinder dan balok beton bertulang adalah beton ringan yang diberi serat aluminium
dapat mencapai kuat tekan 33,12 Mpa, Peningkatan berturut-turut; kuat tarik belah
MOR kapasitas momen, daktilitas, dan beban retak pertama karena penambahan
aluminium adalah sebesar 16,2%, 22,7%, 21,00%, 72,40%, dan 55,60%.
2.2.4. Bahan Penyusun Beton Ringan Berserat Aluminium
12
Beton ringan berserat aluminium merupakan campuran antara semen portland atau
semen hodrolik yang lain, agregat halus, agregat ringan, serat aluminium dan air,
dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Dalam penelitian
ini, agregat ringan yang dipakai adalah ALWA (Artificial Light Weight coarse
Aggregat). Bahan penyusun beton ringan dalam penelitian ini menggunakan agregat
ringan berpori yang mempunyai apparent specific grafity rendah di bawah 2,6 seperti
tanah liat yang dibakar dan batu apung.
2.2.5. Semen Portland
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klingker yang terutama yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidolis
dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI 1982). Semen ini memiliki sifat adhesive
maupun kohesif sehingga mampu merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu
massa yang rapat dan dapat mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Sifat-
sifat dari semen yang paling penting adalah mengenai kehalusan butir, waktu ikat
awal, panas hidrasi, dan berat jenis semen.
Bahan dasar pembentuk semen portland terdiri dari bahan-bahan yang mengandung
kapur, silika, alumina, dan oksida besi. Susunan kimia pada semen portland dapat
dilihat pada Tabel 2.1. :
Tabel 2.1. Susunan Unsur Semen Portland Oksida Persen (%) Kapur (CaO) 60-65 Silika (SiO2) 17-25 Alumina (Al2O3) 3-8 Besi (FeO2) 0,5-6 Magnesia (MgO) 0,5-4 Sulfur (SO3) 1-2 Soda / potash (Na2O+K2O) 0,5-1
(sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo,1995)
13
Semen portland dibuat dengan cara menggiling campuran batu kapur, tanah liat / pozzolan dan pasir silika serta pasir besi secara bersama-sama dengan suatu perbandingan tertentu. Kemudian gilingan mentah tersebut dimasukkan kedalam tungku putar dengan panas pembakaran hingga suhu 1300-1450 oC. Setelah dibakar dalam tungku bakar kemudian didinginkan dan terbentuklah klingker. Klingker kemudian ditambahkan gypsum (CaSO4) dan kemudian digiling lagi sehingga
menghasilkan semen portland yang berupa bubuk halus yang lolos ayakan 75 mikron ( Soemardi, 1999 ). Semen portland diklasifikasikan dalam lima jenis seperti tercantum pada Tabel 2.2
Tabel 2.2. Jenis-jenis Semen Portland
Jenis semen
Jenis I
Jenis II Jenis III Jenis IV
Jenis V
Karakteristik Umum
Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang diisyaratkan pada jenis yang lain. Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi. Semen Portland yang dalam penggunaannya menurut panas
hidrasi rendah. Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.
(sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo,1995)
14
Dalam penelitian ini akan digunakan semen portland jenis I, karena semen type ini
tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
2.2.6. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang dipakai bersama-sama dengan suatu
media pengikat untuk membentuk semen hidraulik atau adukan. Fungsinya sebagai
bahan pengisi dalam campuran beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari
total volume beton, sehingga kualitas agregat akan sangat mempengaruhi kualitas
beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton
dapat berfungsi sebagai benda utuh homogen dan rapat.
Menurut jenisnya, agregat dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Agregat halus (pasir alami dan buatan), berukuran 0.15 mm hingga 5 mm
b. Agregat kasar (kerikil dan batu pecah), berukuran 5 mm hingga 40 mm
Agregat halus maupun agregat kasar berasal dari sumber yang sama, yaitu dari batuan
magma pijar yang membeku dan akhirnya membentuk batuan beku dan batuan
sedimen. Batuan tersebut mengalami gradasi atau pelapukan menjadi batu pasir.
Secara mineralogi penyusun utama dari agregat beton berasal dari numerik kwarsa
(SiO2) dan mineral feldspar (jenis paglioclase).
a. Agregat Halus
Agregat halus dalam beton adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari
batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh pemecah batu. Agregat
halus berperan penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability,
kekuatan dan keawetan beton, oleh karena itu pemakaian pasir sebagai pembentuk
beton harus dipilih secara selektif.
Menurut SK SNI 03-2002 bahwa agregat halus dalam beton merupakan pasir alam
sebagai disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan industri pemecah batu
dan mempunyai ukuran butir sebesar 5,0 mm. Batasan susunan butir (gradasi)
menurut ASTM C 33-97 tertera pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Batasan Gradasi Agregat Halus Menurut ASTM C.33-97 Ukuran saringan (mm) Prosentase lolos saringan
9,5 100 4,75 95 – 100 2,36 80 – 100 1,18 55 – 85 0,60 25 – 60 0,30 10 – 30 0,15 2 – 10
(sumber : ASTM C 33-97)
15
Syarat-syarat agregat sesuai standar PBI 1971/NI-2 Pasal 3.3, adalah sebagai berikut :
1) Agegat halus atau pasir harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-
butir agregat halus harus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh cuaca, seperti terik matahari atau hujan.
2) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5% (ditentukan terhadap
berat kering) maka agregat halus harus dicuci.
3) Agregat halus tidak boleh mengandung zat organik yang terlalu banyak yang
harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder (dengan larutan
NaOH 3%)
4) Agregat halus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam dan melewati ayakan
sebesar 4,75 mm.
-Sisa di atas ayakan 4 mm harus minimum 2% berat.
-Sisa di atas ayakan 1 mm harus minimum 10% berat.
-Sisa di atas ayakan 0.25 mm harus berkisar 80%-95% berat.
5) Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton,
kecuali dengan petunjuk lembaga lembaga pemeriksaan bahan yang diakui.
Beberapa pemeriksaan untuk mendapatkan kondisi agregat halus yang memenuhi
standar antara lain:
1)Pemeriksaan kadar lumpur sesuai dengan standar ASTM C–117–80 dengan kadar
lumpur maksimum 5%.
16
2)Pemeriksaan specific gravity dan absorbsi air pada pasir sesuai dengan standar
ASTM C-128–79.
3)Pemeriksaan analisa saringan sesuai dengan standar ASTM C–33–97.
b. Agraegat Kasar
Pada penelitian ini digunakan agregat kasar berupa ALWA yang diproduksi oleh
Badan Peneliti dan Pengembangan Pekerjaan Umum Cilacap, Jawa Tengah,
Indonesia. Agregat ringan buatan ini dibuat dari partikel lempung yang dapat
mengembang (expanded clay).
Supranggono (1991), dalam Ahmad Khaerun (2004) berpendapat bahwa penggunaan
ALWA pada konstruksi bangunan dapat diperoleh beberapa keuntungan, antara lain:
1)Dapat menghemat biaya konstruksi, karena berat jenisnya rendah.
2)Pekerjaan scaffolding dan concrete placement lebih murah dan ekonomis.
3)Bangunan atau konstruksi dengan bentang yang panjang dapat dibuat dengan biaya
yang lebih murah.
4)Biaya transport dan pembuatan elemen pracetak murah dan lebih mudah.
5)Pengaruh daya sekat panas lebih baik pada penggunaan air conditioning sehingga
hemat energi.
2.2.7. Air
Air merupakan bahan dasar penyusun beton yang paling penting dan paling murah.
Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan meyebabkan terjadinya pengikatan
antara pasta semen dengan agregat, sedangkan fungsi lain sebagai bahan pelumas
antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Secara umum air
yang dapat digunakan dalam campuran adukan beton adalah air yang apabila dipakai
akan menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90 % dari beton yang memakai
air suling. Sedangkan saat beton mengeras air digunakan untuk curing (perawatan).
Syarat air yang bisa digunakan dalam beton adalah air yang memenuhi syarat sebagai
air minum, sedangkan air yang mengandung zat kimia, garam, asam tidak
diperbolehkan karena akan mengurangi kekuatan beton dan merubah sifat-sifat beton.
17
Contoh air yang mengandung zat kimia adalah air laut dan air buangan industry. Air
laut pada umumnya mengandung garam, sodium kloroda, magnesium sulfat. Air
buangan industri biasanya juga mengandung asam atau alkali. Zat-zat tersebut dapat
mengurangi kekuatan beton hingga 20 %. Oleh karena itu kedua jenis air tersebut
sebaiknya tidak digunakan untuk campuran adukan beton.
Agar tetap dalam kondisi basah, beton perlu ditutup dengan kain goni basah atau
direndam dalam air selama periode waktu tertentu (± 14 hari) sehingga penguapan
yang berlebihan dapat dicegah. Apabila terjadi penguapan yang berlebihan, maka air
yang diperlukan untuk proses hidrasi berkurang dan hal ini akan mengurangi
kekuatan beton. Penguapan juga dapat menyebabkan terjadinya retak akibat adanya
tegangan tarik akibat penyusutan. Dengan demikian perawatan yang baik terhadap
beton akan memperbaiki beberapa segi dari kualitasnya.
2.2.8. Serat Aluminium
Pada penelitian ini menggunakan bahan tambah berupa serat aluminium. Berdasarkan
penelitian beton ringan berserat aluminium oleh Mediyanto, 2003 beberapa sifat dan
perilaku beton dapat diperbaiki setelah penambahan serat adalah:
a. Kekuatan terhadap beban kejut (impact).
b. Sifat daktilitas beton.
c. Ketahanan terhadap keausan (abrasion).
d. Kekuatan geser beton.
Keunggulan inilah yang dijadikan dasar dalam pemilihan serat aluminium sebagai
bahan tambah beton ringan struktural selain dikarenakan serat aluminium memiliki
unit densitas yang lebih rendah dari serat baja.
Karakteristik serat aluminium yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai
ukuran panjang 50 mm, lebar 2 mm, berat jenis sekitar 2,12 t/m3, dengan variasi
prosentase campuran maksimal 0,75% dari volume adukan beton.
2.2.9. Superplasticizer (Sika Viscocrete 5)
18
Penelitian ini menggunakan bahan tambah (superplasticizer) yaitu Sika Viscocrete 5.
Sika Viscocrete 5 merupakan superplasticizer untuk beton dan mortar, digunakan
untuk menghasilkan beton tingkat flowability yang tinggi. Sika Viscocrete 5 antara
lain digunakan pada beton mutu tinggi (High Performance Concrete), beton memadat
mandiri (Self Compacting Concrete), beton massa (Mass Concrete), dan beton yang
menuntut workability time lebih lama karena perjalanan jauh. Adapun spesifikasi
(technical data) dari Sika Viscocrete 5 dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Technical Data Sika Viscocrete 5 Basis
Appearance
Density
Ph-value
Aqueous solution of modified polycarboxylate
Turbin Liquid
1.02 – 0.05
8.5 – 0.5
Storage/Shelf Life In upened, undamage original container, protected from
direct sunlight ang frost at temperature between +50C and
+35oC, shelf life is at least 15 mouths from date production
Packaging Non returnable 180 Kg drums.
Supply in containers or tanktrucks possible on demand
(Sumber: PT. SIKA NUSA PRATAMA)
Pengaruh Temperatur Tinggi pada Beton
Kebakaran hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combusuble material dengan
oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilka panas. Panas pada
pembakaran ini diteruskan pada beton dengan berbagai macam mekanisme yaitu :
Secara radiasi, pancaran panas diterima oleh permukaan beton hingga permukaan
beton menjadi panas, Pancaran panas akan sangat potensi jika suhu sumber panas
terlalu tinggi.
Panas konveksi, selama pembakaran terjadi tiupan angin /udara melewati sumber
panas. Udara ini bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton hingga beton
19
menjadi panas. Bila tiupan angin menjadi kencang maka panas yang dipindahkan
dengan cara konveksi makin banyak.
Setelah permukaan beton meneriama panas atau kalor, mengakibatkan suhu
permukaan beton lebih tinggi dibanding suhu bagian dalam beton. Adanya beda suhu
di dalam masa beton mengakibatkan terjadi perambatan panas secara konduksi
(penghantaran)
Tingakat kebakaran pada suatu lokasi kebakaran berbeda dengan lokasi yang lainya.
Karena banyak faktor yang menentukan dan biasanya lama kebakaran dan tingginya
suhu api sangat menentukan kerusakan yang terjadi tingginya suhu dan lamanya
kebakaran ini dipengaruhi oleh :
a.Kualitas serta jenis bahan struktur
b.Pengudaraan ruangan yang terbakar
c.Jenis dan jumlah bahan yang terbakar
d.Sistem struktur yang merupakan portal terbuka atau tertutup
e.Kondisi cuaca
f.Letak gedung yang dilihat dari kemudahan pencapaian mobil pemadam
kebakaran
g.Sistem alaram dan pencegahan bahaya kebakaran sendiri
Api kebakaran yang tidak dikendalikan, akan berkembang menurut periode yaitu
periode pertumbuhan (growth), periode kebakaran tetap (stedy combustion) dam
periode menghilang (decay). Pada periode pertumbuhan suhu yang timbul masih
rendah, jarang melebihi 2500C. Pada periode pembakaran tetap, suhu meningkat
dengan cepat dan dapat mencapai suhu lebih dari 10000C, tergantung pada jenis dan
banyaknya bahan yang dapat terbakar. Pada suhu ruangan gedung yang terbakar, suhu
maksimum dapat dicapai adalah sekitar 12000C sedangkan suhu rata-rata dalam
ruangan tersebut adalah 8000C – 9000C.
2.2.10. Kuat Belah Beton Ringan
20
Nilai kuat desak dan nilai tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha
perbaikan mutu kekuatan desak hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya.
Suatu perkiraan kasar nilai kuat tarik beton normal hanya berkisar antara 9%-15%
dari desaknya.Suatu nilai pendekatan umumnya dilakukan dengan menggunakan
modulus of rupture yang dikenal kuat lentur yaitu tegangan tarik beton yang timbul
pada pengujian hancur balok beton polos sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori
elasitas. Kuat tarik beton juga ditentukan melalui pengujian split Cylinder yaitu
pembelahan silinder-silinder oleh suatu desakan kearah diameternya untuk
mendapatkan besaran kuat tarik belah, umumnya memberikan hasil yang lebih baik
dan mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya (Dipohusodo, 1999).
Pengujian kuat belah beton menggunakan benda uji silinder 15 cm dan tinggi 30 cm,
diletakkan arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan
merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik
terlampaui, benda uji terbalah jadi dua bagian dari ujung ke ujung.
Penganbilan data beban maksimum yang diberikan ( P ) pada sisi silinder beton
(π.D.L) diambil pada saat terjadi pembebanan maksimum yang diberikan ( P ),
kekuatan belah dapat dihitung berdasarkan :
P fst =
A
ð .D.L A = fst =
2
2P
ð .D.L
Dimana : fst = kuat tarik belah beton (N/mm2)
P = beban maksimum yang diberikan ( N )
D = diameter silinder (mm)
L = panjang silinder (mm)
P Silinder Beton
D=150 mm P
L=30mm
P
D150mm
P
21
Gambar 2.1. Pengujian kuat tarik belah
2.2.11. MODULUS OF RUPTURE
Modulus of rupture diukur dengan menguji balok polos berpenampang bujur sangkar
10 x 10 x 40cm dan di bebani di titik-titik sepertiga bentang hingga gagal (ASTM C-
78) modulus of rupture mempunyai nilai yang lebih tinggi disbanding kuat belah.
ACI menetapkan nilai 7,5
f , c untuk modulus of rupture beton normal. Beton
ringan pada umumnya mempunyai kuat tarik lebih rendah disbanding dengan beton
normal (Nawy,2001)
Modulus of rupture merupakan kuat tarik maksimum yang secara teoritis dicapai pada
serat bagian bawah dari sebuah balok benda uji (Neville, 1997). Nilai dari modulus of
rupture bergantung poada dimensi balok uji dan susunan beban. Untuk memeroleh
nilai modulus of rupture digunakan metode third poit loading.
Metode ini menghasilkan momen yang konstan antara titik beban hingga sepertiga
dari titik bentang balok ditentukan sebagai tegangan maksimum dimana pada bagian
tersebut retakan terjadi. Benda uji berupa balok dengan ukuran 10 x10 x 40 cm.
22
Pengujian dilakukan pada umur 28 hari. Balok dibebani pada salah satu sisi dimana
beban diletakkan simetris diatas benda uji. Balok diuji dengan pertambahan
kecepatan dalam pemberian tegangan pada serat bagian bawah yaitu antar 0,02 dan
0,1 Mpa/s (2,9 dan 1,45 psi/s) Kecepatan pembarian tegangan yang lebuih rendah
diterapkan untuk beton yang kekuatanya rendah dan kecepatan yang tinggi untuk
beton yang berkekuatn tinggi.
Pengujian ini dengan standart C-78, yaitu pengujian kuat tarik lentur dengan beban
berbagi dua yang bekerja pada suatu penampang balok dengan titik yang menjadi 3
bagian daerah, separti terlihat pada Gambar 2.2 P
1/3L
1 2 P
1/3L
L
1 2 P
1/3L
Gambar 2.2 Pembebanan benda uji lentur
Secara sederhana pembebanan di atas dapat dilihat pada gambar 2.3 P
23
1 2 P
1/3L +
+
1 2 P
1
1/3L
L 1
1 2 P +
1/3L
_
1 2 P
SFD
BMD
Mc=2 P x 3L
Gambar 2.3 diagram bidang geser dan bidang momen
Besar momen yang dapat mematahkan benda uji adalah akibat beban maksimum dari
mesin pembebanan dengan mengabaikan berat sendiri dan gravitasi dari benda uji.
Besarnya tegangan modulus of rupture (MOR) dihitung dengan persamaan berikut :
Momen maksimum =
Dengan :
P = beban maksimum
L = Panjang beban
1 P x 1 L
2 3
Secara umum nilai modulus of rupture dapat dihitung dengan
persamaan dibawah
1
2
1 Px L
3
=PL
24
MOR = Dimana :
1 6
bh 2 bh 2
MOR = modulus of rupture (Mpa)
P = Beban maksimum pada balok benda uji (N)
Lb = Panjang bentang balok (mm)
b = Lebar balok benda uji (mm)
h = Tinggi balok benda uji (mm)
Pada pengujian kuat lentur berdasarkan ASTM C-78 akan terjadi 3
macam tipe kemungkinan patah pada balok benda uji sebagai berikut :
a. Patah pada
1 bentang bagian tengah 3
1 2 P
A B
P
1 2 P
C
D
5cm
10cm
10cm
10cm
5cm
Gambar 2.4 Letak patah balok tipe 1
Pada keadaan ini balok uji patah pada bagian tengah (antara B dan C ) dan patahnya
diakibatkam oleh momen yang paling maksimum. Besarnya modulus of rupture dapat
dihitung berdasarkan persamaan dibawah :
MOR =
M
W
MOR =
1 2
1 Px L
3
=PL
2
25
Dengan :
1 6
bh 2 bh
MOR = modulus of rupture (Mpa)
P = Beban maksimum pada balok benda uji (N)
Lp = Panjang bentang balok (mm)
b = Lebar balok benda uji (mm)
h = Tinggi balok benda uji (mm)
b. Patah pada bentang antara A-B atau C-D P
5cm
A
a 10cm
1 2 P
5
%
B
10cm
C
1 2 P 5%
a
10cm
D
5cm
Gambar 2.5 Letak patah balok tipe 2
Apabila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah tidak lebih
dari 5% panjang bentang, kondisi ini masih dapat diperhitungkan dan balok uji dapat
26
dipakai. Pada kondisi ini modulus of rupture dapat dihitung dengan persamaan
dibawah :
1 ax P
MOR = M= 2 = 3aP 2
W 1 6
bh 2 bh
MOR = modulus of rupture (Mpa)
P= Beban maksimum pada balok benda uji (N)
A = Jarak rata-rata letak patah dari perletakan (mm)
Lb = Panjang bentang balok (mm)
b = Lebar balok benda uji (mm)
h = Tinggi balok benda uji (mm)
c. Patah pada bentang antara A-B atau C-D
P A
1 2 P
B
C
1 2 P
D
5cm
10cm
>5%
10cm
>5%
10cm
5cm
Gambar 2.6 Letak patah balok tipe 3
Apabila balok patah pada bentang A-B atau C-D dengan jarak letak patah dari B atau
C lebih besar dari 5% panjang bentang. Maka kondisi ini tidak dapat diperhitungkan
kembali dan benda uji tidak dapat dipakai.
27
Apabila kebakaran yang tidak dikendalikan akan berkembang menurut tiga periode
Yaitu periode pertumbuhan (growth), periode pembakaran tetap (steady combustion)
dan periode menghilang (decay). Pada periode pertumbuahan suhu yang timbul masih
rendah, jarang melebihi 2500C. Pada periode pembakaran tetap, suhu meningkat
dengan cepat dan dapat mencapai suhu lebih dari 10000C, tergantung pada jenis dan
banyaknya bahan yang dapat terbakar. Pada suatu ruangan gedung terbakar, suhu
maksimum yang dapat dicapai adalah sekitar 12000C, sedangkan suhu rata-rata dalam
ruangan tersebut adalah 8000C-9000C, periode menghilang dimulai jika seluruh bahan
sudah mulai terurai secara kimiawi.
Menurut Al-Mutairi dan Al-Saleh, 1997 (dalam Raharjo, 2002), beton dalam
lingkungan beban temperature yang sangat tinggi akan mengalami hal-hal sebagai
berikut :
a. Kuat desak akan sangat berkurang pada temperature di atas 3000C.
b. Kekuatan tarik akan langsung berkurang dan akan berangsur-angsur
berkurang dengan semakin meningkatnya temperature panas.
c. Warna beton akan berubah sejalan dengan perubahan temperature, yang mana
perubahan warna ini sangat tergantung dari jenis agregat.
d. Perbadaan sifat termal antar semen dan agregat menimbulkan tegangan geser
internal.
e. Perubahan panas dalam inti beton yang terpanaskan mengakibatkan kerusakan
pada kohesi antara agregat dan semen dalam bentuk retakan yang kemudian
diikuti dengan fenomena disintegrasi struktur beton.
f. Pelepasan elemen beton (spalling).
g. Pelepasan peledakan (explosive spalling) dalam 30menit pertama eksposur
pada panas yang berlebihan.
h. Pengelupasan (sloughing-off) yang merupakan pemisahan bertahap yang tidak
membahayakan yang terjadi pada balok dan kolom pada tempertur rendah.
28
i. Retakan beton yang terbagi dalam retakan ringan atau retak rambut dan retak
lebar atau besar.
j. Pada temperature sampai 3000C beton akan mengalami pengurangan
kandungan air yang mengakibatkan pengurangan sedikit tertahap kemampuan
menahan desak.
k. Pada temperature diatas 6000C beton menjadi warna putih keabu-abuan,
sedangkan di atas 9000C warna beton menjadi lebih buram. Dalam kondisi
kedua tempertur tersebut beton telah menjadi lemah dan rapuh (brittle).
l. Perilaku beton pada tempertur yang tinggi dalam hal-hal tertentu tergantung
pada jenis agregat yang dikandung. Jenis beton ringan akan mengalami
kerusakan akibat panas api yang tinggi, berupa pelemahan permukaan beton.
Secara umum beton merupakan material bangunan yang memiliki ketahanan terhadap
api/panas yang lebih baik disbanding dengan jenis material yang lain, seperti kayu
atau baja. Selain keunggulan tersebut beton juga relative lebih mudah untuk
diperbaiki karena kehilangan kekuatan beton akibat dehidrasi dapat terbatas pada
lapisan permukaan.
2.2.12. Sifat - Sifat Beton pada Temperatur Tinggi
Sifat dari bahan beton pada temperatur tinggi dipengaruhi oleh jenis agregat yang
digunakan pada campuran beton. Beberapa agregat yang digunakan pada campuran
beton dapat mengalami perubahan sifat kimiawi pada temperature yang tinggi
Dari pengalaman penglihatan dapat juga diperkirakan suhu yang pernah dialami oleh
beton. Warna beton yang terbakar dapat menunjukkan tingkat kebakaran.
Perubahan warna permukaan beton yang dipanaskan dipengaruhi temperatur karena
kandungan logam. Hubungan antar suhu, warna dan kondisi beton disajikan dalam
table 2.9
Tabel 2.5 Hubungan antar suhu warna da kondisi beton terbakar
29
Suhu
00C – 3000C
3000C – 6000C
6000C – 9000C
>9000C
Warna
Normal
Merah jambu
Putih keabu-abuan
Kuning muda
Kondisi beton
Tidak mengalami penurunan kekuatan
Mengalami penurunan kekuatan
Tidak mempunyai kekuatan lagi
Tidak mempunyai kekuatan lagi
(Sumber : Nugraha 1989)
Perubahan warna dapat memberikan perkiraan suhu bakar, dan kekuatan beton residu.
Perubahan warna beton dari abu-abu tua (normal) ke merah muda-merah bata bila
terbakar pada suhu 3000C – 6000C, beton mengalami penurunan kekuatan 0-50%.
Warna abu-abu terjadi pada beton pasca bakar 6000C – 9000C dan sisa kekuatan 50-
15% (Neville, 1977 -440).
Dari penelitian Maholtra (1982), disebutkan ada tiga sifat beton yang terpenting
dalam berhubunga dengan meningkatanya tempertur yaitu sifat fisik, mekanik dan
termal.
a. Sifat fisik
Akibat pertama dari pemanasan beton adalah menguapnya air ke permukaan
melalui saluran-saluran kapiler, jika tempertur beton lebih dari 1000C. Hilangnya
kelembaban akan akan meyebabkan kepadatan beton sedikit berkurang tetapi hal
ini dapat diabaikan .
Beton akan mengalami retak atau kehilangan kekuatan bila dipanasi sampai suhu
2500C, karena senyawa C-S-H terhidrasi pada suhu tinggi serta tidak ada
kesesuaian antara perubahn volume agregat dan pasta semen. Perbedaan koefisien
30
muai panas bahan penyusun beton menimbulkan tegangan intern, bila melebihi
tegangan ikat, maka timbul retak di antara pasta semen dan agregat. Warna beton
yang terbakar akan mengalami perubahan seperti pada table 2.9
b. Sifat Mekanis
Hasil penelitian Neville menunjukkan bahwa kenaikan temperature
mengakibatkan penurunan kuat desak beton. Pada beton dengan agregat alami
terjadi kenaikan kuat desak pada temperature 2000C- 3000C, tetapi kuat desak
pada temperature 4000C tidak lebih dari 90% dari kuat desak normalnya dan kuat
tekan pada tempertur 7000C tidak lebih dari 30% kuat tekan normalnya.
Penurunan drastis juga akan terjadi pada tegangan lenturnya. Beton dengan
agregat alami sangat lentur pada temperatur 4000C tidak lebih dari 30% tegangan
lentur normal.
c. Sifat termal
Thermal ceductivity adalah keadaan kondisi beton dalam kondisi kering. Thermal
ceductivity beton ditentukan oleh factor-faktor antar jenis agregat porositas beton
dan kadar kelembaban. Peningkatan suhu beton menyebabkan keluarnya air yang
terkandung di dalam pori-pori beton. Indikator secara fisis pasca baker (pasca
reaksi kebakaran) akan memberikan cirri bahwa beton tersebut sangat porous. Hal
ini disebabkan keluarnya air-air kristal dari fasa mineral untuk kebakaran yang
hebat diperkirakan mempunyai suhu permukaan beton yang tinggi dan fenomena
ini memungkinkan terjadinya reaksi dekomposisi dari massa semen dan hidrasi
sangat besar.
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1. Tinjauan Umum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode
yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan langsung untuk mendapatkan
suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki.
Metode ini dapat dilakukan di dalam ataupun di luar laboratorium. Dalam penelitian
ini akan dilakukan di dalam laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan
mengadakan suatu pengujian terhadap berapa sempel dan model elemen struktur
terhadap kuat belah dan MOR pada beton ringan berserat aluminium.
3. 2. Benda Uji Tabel 3.1. Jumlah dan ukuran penampang balok uji untuk kuat belah
Panjang
kode
BFM2
silinder
(mm) 300
Penampang
(mm2) 150
Volume serat
dan MK (%) 0,75
Alumunium
Dan
7,5%
Metakaolin 31
Jumlah
3 (uji tarik belah) tanpa pembakaran
3 (uji tarik belah) pembakaran 3000 C
3 (uji tarik belah) pembakaran 4000 C
3 (uji tarik belah) pembakaran 5000 C
3 (uji tarik belah) pembakaran 5000 C
+ curing
Tabel 3.2. Jumlah dan ukuran penampang balok uji MOR Panjang
Penampang Volume serat
32
kode
BFM2
balok
(mm) 400
(mm2) 100 x 100
dan MK (%) 0,75
Alumunium
Dan
7,5%
Metakaolin
Jumlah 3 (MOR) tanpa pembakaran
3 (MOR) pembakaran 3000 C
3 (MOR) pembakaran 4000 C
3 (MOR) pembakaran 5000 C
3 (MOR) pembakaran 5000 C + curing
3. 3. Alat-alat yang digunakan
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Struktur Teknik, Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Sebelas Maret Surakarta, sehingga menggunakan alat-alat yang terdapat
pada laboratorium tersebut.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
1. Timbangan
a. Timbangan Digital.
b. Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg
dengan ketelitian 0,1 kg.
2. Alat bantu
a. Cetok semen, digunakan untuk memasukkan campuran repair mortar ke
cetakan.
b. Gelas ukur kapasitas 1000 ml, digunakan untuk menakar air yang akan
dipakai dalam campuran repair mortar.
c. Ember untuk tempat air dan sisa adukan.
3. Termometer
33
Termometer digunakan untuk mengukur suhu disekitar benda uji selama
pengamatan dilakukan.
4. Mannometer
Manometer digunakan untuk mengukur kelembaban benda uji selama
pengaman dilakukan.
5. Ayakan dan mesin penggetar ayakan
Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk “Controls” Italy
dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan
yang tersedia adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9.5
mm, 4.75 mm, 2.36 mm,1.18 mm, 0.85 mm, 0.30 mm, 0.15 dan pan.
6. Conical mould
Conical mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 20 cm,
tinggi 30 cm lengkap dengan tongkat baja yang ujungnya ditumpulkan dengan
ukuran panjang 60 cm, diameter 16 mm digunakan untuk menguji agregat
halus sudah dalam keadaan SSD atau belum.
7. Kerucut Abrams
Kerucut abrams dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah
20 cm, tinggi 30 cm lengkap dengan tongkat baja penusuk dengan ukuran
panjang 60 cm, diameter 16 mm digunakan untuk mengukur nilai slump
adukan beton.
3. 4. Tahap dan Prosedur Penelitian
Sebagai penelitian ilmiah, penelitian ini dilaksanakan dalam sistematika dengan
urutan yang jelas dan teratur agar hasil yang didapat baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian ini dibagi beberapa
tahapan, yaitu :
1. Tahap I ( Tahap Persiapan )
34
Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan
terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.
2. Tahap II ( Uji Bahan )
Tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat kasar, agregat halus, serat
almunium, metakaolin, semen, dan air yang akan digunakan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui sifat dan kataristik bahan tersebut. Selain itu juga
untuk mengetahui apakah bahan uji tersebut memenuhi syarat atau tidak
3. Tahap III ( Tahap Pembuatan Benda Uji )
Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut :
a. Penetapan campuran adukan beton ringan dan beton ringan berserat.
b. Pembuatan adukan beton ringan dan beton ringan berserat..
c. Pemeriksaan nilai slump.
d. Pembuatan benda uji.
4. Tahap IV ( Tahap Perawatan Benda Uji / Curing )
Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada
tahap III. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji mulai hari
pertama pembuatan benda uji selama 24 jam.
5. Tahap V ( Tahap Pengujian )
Pada tahap ini langsung diadakan pengujian kuat tarik belah dan MOR
terhadap sebagian benda pada suhu kamar 25 0C setelah beton mencapai umur
28 hari dan sebagian di bakar pada suhu 3000, 4000, 5000 dan 5000+curing.
setelah pembakaran selesai langsung diadakan pengujian kuat tarik belah dan
MOR pada sample yang terbakar.
6. Tahap VI ( Analisa Data )
Pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil pengujian lalu dianalisis untuk
mendapatkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.
7. Tahap VII ( Kesimpulan )
35
Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data yang telah dianalisis
yang berhubungan langsung dengan tujuan penelitian.
Tahap-tahap penelitian ini dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir
sebagai berikut : Persiapan
Tahap I Semen
Metakaolin
Serat
almunium
Agregat
Halus
Agregat
Kasar (Alwa)
Air
Data Properti Data Properti
Tahap II
Uji Bahan: 1. Kadar Lumpur 2. Kadar Organik 3. Specific Garafity 4. Gradasi 5. Berat Isi
Data properti
Uji Bahan: 1. Abrasi 2. Specific Garafity 3. Gradasi 4. Berat Isi
Tes Slump
Tahap III Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
Tahap VII
Penghitungan rencana campuran
Pembuatan adukan beton
Pembutan benda uji Silinder & Balok
Perawatan (Curing) Pembakaran
Pengujian Kuat Belah dan Modulus Elastisitas
Analisa Data
Kesimpulan
Perawatan ulang
Gambar 3.1 Tahap – Tahap Percobaan
3.5. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Beton
36
Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan dasar penyusun beton maka perlu
dilakukan pengujian. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus dan agregat
kasar.
3.5.1. Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus
Pengujian terhadap agregat halus dilakukan berdasarkan ASTM dan disesuaikan
dengan spesifikasi bahan menurut ASTM. Standar pengujian agregat halus sebagai
berikut:
a. ASTM C-23 : Standar pengujian untuk pengujian berat isi agregat halus.
b. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk tes zat organik dalam agregat
halus
c. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk menentukan spesific grafity
agregat halus.
d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus
3.5.2. Standar Pengujian Terhadap Agregat Kasar
a. ASTM C-29 : Standar pengujian untuk pengujian berat isi agregat kasar.
b. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk pengujian spesific grafity agregat
kasar.
c. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian abrasi (keausan) agregat
kasar.
d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisa ayakan agregat kasar.
3.6. Pengujian Bahan Dasar Beton
37
Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material pembentuk beton, maka perlu
dilakukan pengujian terhadap material pembentuk beton. Material yang diuji hanya
agregat kasar dan agregat halus, sedangkan untuk air dan semen yang digunakan
disesuaikan dengan spesifikasi standar PBI 1971 pasal 3.6.
3.6.1 Pengujian Agregat Halus
3.6.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Dalam Agregat Halus
Pasir adalah salah satu bahan dasar beton yaitu sebagai agregat halus. Pasir yang
digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi beberapa persyaratan, salah
satunya adalah pasir harus bersih. Pasir bersih yaitu pasir yang tidak mengandung
lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian dari pasir yang
lolos ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci
terlebih dahulu. Syarat-syarat agregat halus harus sesuai dengan PBI NI-2 1971.
Kandungan lumpur dalam pasir dihitung dengan persamaan 3.1 sebagai berikut:
Kandungan lumpur =G
0 �G1×100% ............................................................ (3.1.) G
1
dengan : G0 = berat pasir awal (100 gram)
G1 = berat pasir setelah dicuci (gram)
3.6.1.2Pengujian Kadar Zat Organik Dalam Agregat Halus
Pasir biasanya diambil dari sungai maka kemungkinan pasir kotor sangat besar,
misalnya bercampur dengan lumpur maupun zat organik lainnya. Pasir sebagai
agregat halus dalam adukan beton tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak
karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan
zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari Abrams Harder dengan
menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan PBI NI-2, 1971.
38 Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kadar zat organik dalam pasir, adapun
kadar zat organik dalam pasir ditunjukkan oleh perubahan warna setelah pasir diberi
NaOH 3%. Penurunan kekuatan dapat dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Pengaruh Kadar Zat Organik Terhadap Persentase Penurunan Kekuatan
Beton. Warna
Jernih Kuning Muda Kuning Tua Kuning Kemerahan Coklat Kemerahan Coklat Tua
(sumber : Tabel Prof. Ir. Rooseno, 1995)
Penurunan kekuatan (%) 0
0-10 10-20 20-30 30-50
50-100
3.6.1.3 Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus.
Mengetahui sifat-sifat bahan bangunan yang dipakai dalam suatu pekerjaan struktur
adalah sangat penting, karena dari sifat-sifat tersebut dapat ditentukan langkah-
langkah yang tepat untuk mengerjakan bangunan tersebut. Berat jenis merupakan
salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton,
karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang
diperlukan.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai bulk spesific gravity yaitu
perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total, nilai
bulk spesific gravity dalam kondisi SSD yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh
dalam kondisi kering permukaan dengan voume pasir total, nilai apparent specific
gravity yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir, dan
untuk mengetahaui daya serap air (absorption) yaitu perbandingan antara berat air
yang diserap dengan berat pasir kering.
Nilai-nilai yang ingin diketahui diatas, dihitung dengan persamaan 3.2. – 3.5. sebagai
berikut :
Bulk Specific Gravity
=
a
b + 500 � c
500
................................................. (3.2.)
39
Bulk Specific Gravity SSD = b + 500 � c
a
............................................... (3.3.)
Apparent Specific Gravity = Absorbsion =
+ � ................................................... (3.4.) b a c
500 � a×100% .......................................... (3.5.) a
dengan : a = Berat pasir kering oven (gram)
b = Berat volumemetrik flash berisi air (gram)
c = Berat volumemetrik flash berisi pasir air (gram)
500 = Berat pasir dalam kering permukaan jenuh (gram)
3.6.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus
Gradasi dan keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih diperhitungkan
daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi
campuran adukan beton. Selain itu pasir sangat menentukan pemakaian semen dalam
pembuatan beton. Menurut ASTM Agregat halus yang baik adalah mempunyai
gradasi butiran sesuai tabel 3.4 berikut ini :
Tabel 3.4. Syarat Presentase Berat Lolos Standart ASTM Diameter ayakan
(mm) 9,5
4,75 2,36 1,18 0,60 0,30 0,15
0
Berat lolos sesuai standart ASTM (%) 100
90-100 75-100 55-90 35-59 8-30 0-10
0 (sumber :Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo,1995)
Modulus kehalusan pasir dihitung dengan menggunakan persamaan 3.6.
40
Modulus kehalusan pasir = d ....................................................................... (3.6.) e
dengan : d = ∑ persentase komulatif berat ALWA yang tertinggal selain dalam
pan.
e = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal.
3.6.2 Pengujian Agregat Kasar.
3.6.2.1. Pengujian specific gravity agregat kasar ALWA
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan
campuran adukan beton, karena dengan variabel tersebut dapat dihitung volume dari
ALWA yang diperlukan. Pengujian spesific gravity agregat kasar dalam penelitian ini
menggunakan ALWA dengan menggunakan diameter maksimal 10 mm.
Tujuan dari pengujian ini antara lain :
a. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat ALWA dalam kondisi
kering dengan volume ALWA total.
b. Bulk specific gravity dalam kondisi SSD, yaitu perbandingan dari berat ALWA
jenuh dalam keadan kering permukaan dengan volume ALWA total.
c. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan berat butiran kondisi kering dan
selisih berat butiran dalam keadaan kering dengan berat dalam air.
d. Absorption, yaitu perbandingan berat air yang diserap oleh ALWA jenuh dalam
kondisi kering permukaan dengan berat ALWA kering.
Alat dan Bahan yang digunakan adalah :
a. Oven Listrik
b. Timbangan / Neraca kapasitas 5 kg ketelitian 100 mg
c. Bejana dan container
d. ALWA
e. Air bersih
f. Lap (dari kain)
Cara kerja pengujian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengambil ALWA (sampel) kemudian dicuci untuk menghilangkan
kotoran.
b. Mengeringkan ALWA dalam oven dengan suhu 110°C selama 24 jam.
c. Mendiamkan ALWA setelah dioven hingga mencapai suhu kamar.
d. Mengambil ALWA kering permukaan lalu ditimbang seberat 1500 gram (a).
41
e. Memasang container pada neraca, lalu menuangkan air dalam bejana tersebut
hingga container terendam seluruhnya dan mengatur posisinya agar neraca
seimbang. Memasukkan ALWA kedalam container hingga seluruhnya terendam
air selama 24 jam.
f. Setelah 24 jam, menimbang container dan ALWA dalam keadaan terendam
dalam air.
g. Mengangkat container dari dalam air kemudian mengeringkan ALWA dengan
dilap.
h. Menimbang ALWA dalam kondisi SSD (b).
i. Menimbang container.
j. Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil
penimbangan langkah ke i dengan berat container. (c)
k. Menganalisis hasil pengujian tersebut dengan persamaan 3.7-3.10.
a Bulk Specific Gravity =
� (3.7.) b c
b
Bulk Specific Gravity SSD =b� c (3.8.) a
Apparent Specific Gravity =a� c (3.9.)
Absorbtion =b� a
a
x100% ........................................... (3.10.)
3.6.2.2. Pengujian abrasi agregat kasar ALWA
42
Agregat kasar ALWA merupakan salah satu bahan dasar beton yang harus memenuhi
standart tertentu untuk daya tahan keausan terhadap gesekan. Standart ini dapat
diketahui dengan bejana Los Angelos. Agregat kasar harus tahan terhadap gaya aus
gesek dan bagian yang hilang karena gesekan tidak boleh lebih dari 50%. Tujuan dari
pengujian ini adalah untuk mengetahui daya tahan agregat kasar ALWA terhadap
gesekan.
Alat dan bahan yang digunakan antara lain :
a) Bejana Los Angelos dan 11 bola pejal.
b) Saringan / ayakan diameter 2 mm.
c) Timbangan / neraca.
d) ALWA
Cara kerja pengujian ini adalah :
a. Mencuci agregat kasar ALWA sampai bersih kemudian mengeringkan dalam
oven dengan suhu 110°C selama 24 jam.
b. Mengambil agregat kasar ALWA dari oven dan membiarkannya sampai suhu
kamar kemudian mengayak dengan ayakan 12,5 mm, 9,5 mm, dan 4,75 mm
dengan ketentuan lolos ayakan 12,5 mm dan tertampung ayakan 9,5 mm
sebanyak 2,5 kg. Lolos ayakan 9,5 mm dan tertampung 4,75 mm sebanyak 2,5
kg.
c. Memasukkan agregat kasar ALWA yang sudah diayak sebanyak 5 kg ke dalam
mesin Los Angelos (i).
d. Mengunci lubang mesin Los Angelos rapat-rapat lalu menghidupkan mesin dan
mengatur perputaran mesin sampai 500 kali putaran.
e. Setelah diputar, mengeluarkan ALWA dan menimbang hasil pemutaran yang
tertahan pada ayakan 2 mm.(j)
f. Menganalisis persentase berat agregat yang hilang dengan persamaan 3.11. �
Persentase berat yang hilang = i j i
×100% ......................................... (3.11.)
3.6.2.3. Pengujian gradasi agregat kasar ALWA
43
Agregat kasar dapat berupa kerikil kasar hasil disintegrasi alami berupa batu pecah
(split) yang dipecah dengan alat pemecah batu. Agregat kasar yang digunakan untuk
membuat beton ringan dalam penelitian ini adalah ALWA. Tujuan dari pengujian ini
adalah untuk mengetahui susunan gradasi dari ALWA yang akan digunakan.
Alat dan bahan yang digunakan antara lain :
a) Satu set saringan dengan susunan diameter lubang 38 mm, 25 mm, 19,5 mm, 12,5
mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,3 mm, 0,15 mm dan
panci penampung (pan).
b) Masin penggetar.
c) Timbangan / Neraca.
d) ALWA kering oven.
Cara kerja pengujian ini adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan ALWA yang telah dioven selama 24 jam dengan suhu110°C seberat
1500 gram.
b. Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari diameter bawah
ke atas: pan; 2.36 mm; 4.75 mm; 9.5mm; 12.5mm; 19mm; 25mm; 38,10 mm.
c. Menuangkan ALWA ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat
susunan ayakan tersebut dan meletakkannya di mesin penggetar.
d. Menghidupkan mesin penggetar selama ± 5 menit.
e. Menimbang dan mencatat berat agregat kasar yang tertinggal di atas masing-
masing ayakan.
f. Menghitung persentase berat ALWA tertinggal pada masing-masing saringan.
g. Menghitung modulus kehalusan dengan persamaan 3.12.
Modulus kehalusan ALWA =
m ......................................................... (3.12.) n
44 dengan: m = ∑ persentase komulatif berat ALWA yang tertinggal selain
dalam pan.
n = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal.
3.7. Hitungan Rancang Campur Beton ( Mix Design).
Rencana campuran antara semen, air dan agregat-agregat yang sangat penting untuk
mendapatkan kekuatan beton yang sesuai dengan yang diinginkan. Perancangan
campuran adukan beton dimaksudkan untuk memperoleh kualitas beton yang
seragam. Dalam penelitian ini digunakan rancang campur beton ringan dengan
metode Dreux-Corrise. Langkah-langkah perancangannya sebagai berikut:
3.7.1. Penentuan Rasio Air dan Semen.
Rasio air dan semen dihitung dengan menggunakan rumus Bolomey pada persamaan
3.13 yaitu :
ó 28'
= ë C �
Góc' ì í E
ö 0,5÷ .................................................................................... (3.13.)
ø
dengan : σ28’ = kuat tekan beton pada umur 28 hari.
G = koefisien kekuatan butir agregat ( tabel
3.5).
σc’ = kuat aduk semen pada umur 28 hari.
C = kadar semen dalam kg/m3 beton.
E = jumlah air efektif. Tabel 3.5. Nilai Koefisien G
Ukuran Butir Mutu Kecil
Sedang
Agregat Baik sekali Baik cukup
(sumber : Widi Hartono, 2001)
D < 10 mm 0,45 0,40 0,35
10 mm < D < 15 mm 0,40 0,35 0,30
3.7.2. Penentuan Kadar Semen
45
Untuk menentukan kadar semen dipakai grafik penentuan kadar semen untuk
berbagai nilai slump dengan mengetahui rasio air dan semen (rumus Bolomey) dan
besarnya nilai slump yang diinginkan, dari Gambar 3.2. dapat diketahui kadar semen
yang diperlukan. Selanjutnya kebutuhan air efektif dapat dihitung, bila terdapat
perbedaan dengan nilai slump yang diinginkan maka perlu diadakan penyesuaian
(biasanya dilakukan dengan menambahkan sejumlah air pada agregat).
Gambar 3.2. Penentuan Kadar Semen dengan Berbagai Nilai Slump.
3.7.3. Penentuan Rasio ALWA Dengan Pasir
Dengan mengetahui kadar semen dan ukuran besar butir maksimum dari agregat
ringan, maka dengan grafik pada Gambar 3.3. dapat dicari besarnya rasio antara
volume kerikil dengan volume pasir. Bila syarat keringanannya ditinjau maka dapat
ditambahkan faktor koreksi antara 0,00 sampai 0,10.
46
Gambar 3.3. Penentuan rasio kerikil dengan pasir untuk berbagai kadar semen dan ukuran maksimum butir kerikil.
3.7.4. Kemampatan
Koefisien pemampatan adalah perbandingan volume absolut dari bahan-bahan padat
terhadap volume total dari beton cair. Koefisien pemampatan dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 3.14 :
g =Vk
+Vp +Vsm=Vbp ............................................................................ (3.14.) 1000 1000
dengan : Vk = volume kerikil.
Vp = volume pasir
Vsm = volume semen
Vbp = volume bahan padat (liter)
Koefisien pemampatan dapat ditentukan berdasarkan tabel 3.6. untuk berbagai
kondisi kekentalan beton, nilai slump dan cara pemampatan yang dilakukan.
Tabel 3.6. Koefisien Pemampatan Beton Untuk Berbagai Kondisi Nilai Slump Kekentalan beton
47
Cara pemampatan
Dengan tangan Digetar lemah Digetar normal Digetar keras
Kental Slump < 4 cm
- -
0,84 0,85
Plastis Slump 4-8 cm
- -
0,83 -
Encer Slump > 8 cm
0,80 0,81
- -
(sumber : Widi Hartono, 2001)
3.8. Pembuatan Benda Uji
Pembutan campuran beton dilakukan setelah menghitung proporsi masing-masing
bahan yang dipergunakan, kemudian mencampur dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Mengambil bahan-bahan pembentukan beton yaitu semen, pasir , dan ALWA
sesuai berat yang ditentukan.
b. Mencapur semen,pasir, kerikil, dan serat aluminium sampai benar-benar homogen.
c. Menambah air sedikit demi sedikit sesuai dengan FAS.
d. Diadakan pengujian nilai slump sesuai ASTM C 143-90 untuk mengetahui
kelacakan adukan beton.
e. Memasukan adukan kedalam cetakan silinder beton dan dilakukan pemadatan
dengan alat penggetar. Setelah cetakan terisi penuh, maka permukaan diratakan
dan memberi tanda untuk masing-masing benda uji.
f. Bekisting atau cetakan dapat dibuka apabila pengerasan sudah berlangsung selama
satu hari.
g. Merawat beton dengan cara menutupinya dengan karung goni basah sampai 28
hari atau dengan merendam benda uji kedalam air.
3.9. Perawatan Benda Uji
48
Perawatan beton adalah suatu pekerjaan yang menjaga permukaan beton segar selalu
lembab sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin agar proses hidrasi dapat berlangsung dengan baik dan
proses pengerasan terjadi dengan sempurna sehingga tidak terjadi retak-retak pada
beton dan mutu beton dapat terjamin.
Setelah benda uji dikeluarkan dari cetakan, kemudian benda uji direndam didalam
bak selama 28 hari. Setelah itu dilakukan pembakaran pada suhu bervariasi yaitu 300
oC, 400 oC, 500 oC terhadap benda-benda uji tersebut sesuai dengan pengelompokan
masing-masing.
3.10. Pembakaran Benda Uji
Pembakaran benda uji dilakukan dengan tungku pembakaran di Laboratorium
Pengembangan Keramik, Bayat, Klaten pada suhu bervariasi yaitu 300 oC, 400 oC,
500 oC. Suhu ini diusulkan dengan asumsi bahwa proses terbakarnya gedung /
struktur berangsur-angsur dari suhu kamar sampai pada suhu yang sangat tinggi.
Selain itu, variasi suhu juga berdasarkan referensi yang mendukung pada penelitian
ini. Pada tahap selanjutnya, sebagian sampel yang terbakar akan mendapatkan
perawatan ulang berupa penyemprotan air secara perlahan lahan begitu proses
pembakaran selesai, dan sampel diuji pada umur 28 hari dari proses curing tersebut.
Pada tahap ini, benda-benda uji selanjutnya dibakar pada suhu bervariasi yaitu 300
oC, 400 oC, 500 oC dengan ketentuan :
a. Masing-masing 3 benda uji desak dan 3 benda uji modulus elastisitas dibakar
pada suhu 300 oC.
b. Masing-masing 3 benda uji desak dan 3 benda uji modulus elastisitas dibakar
pada suhu 400 oC.
c. Masing-masing 3 benda uji desak dan 3 benda uji modulus elastisitas dibakar
pada suhu 500 oC.
49
d. Masing-masing 3 benda uji setelah dibakar 5000C, dilakukan perawatan ulang
terlebih dahulu selama 28 hari kemudian diuji desak
e. Masing-masing 3 benda uji setelah dibakar 5000C, dilakukan perawatan ulang
terlebih dahulu selama 28 hari kemudian diuji modulus elastisitasnya.
3.11. Pengujian Kuat Belah Beton Ringan Berserat Aluminium Pengujian kuat tarik bela bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai kuat tarik tidak
langsung dari benda uji silinder beton dengan cara pembelahan silinder oleh suatu
desakan kearah diameternya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji
desak (Compresion Testing Machine) merk Controls denga kapasitas desak masmum
2000 kN. Gambar 3.4. Setting Up Pengujian kuat tarik belah
Adapun langkah-langkah pengujian sebagai berikut :
1. Menghitung berat, tinggi dan diameter benda uji.
50
2. silinder beton diasang pada mesin dengan posis rebah secara tepat serta bagian
selimut silinder dibersihkan dari butiran yang dpat mempengaruhi kekuatannya.
3. Mesin diaktifkan, pendesakan dimulai dan pada mesin desak terlihat jarum
penunjuk bergerak sesuai dengan besarnya pembebanan
4. pengujian dihentikan jika benda uji sudah tebelah dan pengambilan data beban
maksimum (P) dapat dilakukan.
3.12. Pengujian MOR Beton Ringan Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kuat lentur beton. Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan alat uji lentur terhadap benda uji yang telah berumur
28 hari dengan memberikan tekanan hingga benda uji tersebut runtuh. Langkah-
langkah pengujian kuat lentur beton:
a. Menyiapkan benda uii balok beton yang akan diuji.
b. Meletakkan benda uji pada alat uji lentur dengan posisi mendatar.
c. Mengatur jarum penunjuk tepat pada titik nol.
d. Pembacaan beban dimulai dengan bergeraknya jarum penunjuk lendutan.
e. Mencatat besarnya beban yang terjadi tiap perubahan lendutan sampai mencapai
lendutan tertentu.
Mekanisme uji lentur dapat dilihat pada gambar 3.3
Keterangan gambar:
1. Loadcell
2. Hidraulic Jack
3. Dial gauge
4. Pembagi beban
Gambar 3.5 Setting Up Pengujian MOR
5. Benda uji (sample)
6. Tumpuan
7. Hidraulic Pump
51
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Pengujian yang dilakukan terhadap pengujian agregat halus meliputi pengujian
kandungan lumpur, kandungan zat organik, gradasi agregat, kadar air dan berat
jenis pasir. Hasil pengujian-pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Hasil Jenis Pengujian
Kandungan Lumpur
Kandungan zat organik
Modulus halus butir
Kadar air
Bulk specific gravity
Bulk spesific gravity SSD
Apparent spesific gravity
Absorbtion
Pengujian
2,3%
Jernih
2,48%
3%
2,425
2,5
2,6216
3
Syarat (Standar)
5%
Kuning
1,3 - 3,1
-
-
-
-
-
Kesimpulan
Memenuhi syarat
Memenuhi syarat
Memenuhi syarat
-
-
-
-
-
Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C 33
dapat dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar 4.1.
52
Tabel 4.2. Analisis Data Gradasi Agregat Halus dan Syarat ASTM C 33
Berat Tertinggal
53
No
1
Diameter
Ayakan 9,5
Berat (gr)
%
Kumulatif
(%)
Berat Lolos
Kumulatif (%) 100
ASTM C.33-
84
100 2 4,75
50
1.6807
1.68067
98.3193
95 – 100
3 2,36
4 1,18
5 0,85
350 11.765
485 16.303
320 10.756
13.4454
29.7479
40.5042
86.5546
70.2521
59.4958
85 – 100
50 – 85
25 – 60
6 0,3 1105 37.143 77.6471 22.3529 10 – 30
7 0,18 450 15.126 92.7731 7.22689 2 – 10
8 0 Jumlah
215 7.2269 2975 100
100 0 0
Dari Tabel 4.2. dapat diperoleh grafik gradasi agregat halus beserta batas gradasi
yang diisyaratkan ASTM C 33 dapat dilihat pada Gambar 4.1 : GRADASI AGREGAT HALUS
120
100
80
60
40
20
0 0 0.15 0.3 0.85 1.18 2.36 4.75
Diameter Saringan (mm)
9.5
% Kum Min % Kum Max
% Kum pengujian Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat Halus
K u
m u
la ti
f L o
lo s
( %
)
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar
54
Pengujian yang dilakukan terhadap agregat kasar ALWA meliputi pengujian
gradasi agregat kasar, berat jenis agregat kasar dan abrasi agregat kasar. Hasil
pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar ALWA
No
Diameter
Ayakan
Gram
Berat Tertinggal % Kumulatif (%)
Berat Lolos
Kumulatif (%)
ASTM C.33-
84
1
2
25
19
0
28.5
0
1.91
0
1.91
100
98.09
100
90-100
3 12.5 534 35.77 37.68 62.32 -
4 9.5 261.5 17.52 55.2 44.8 20-55
5 4.75
6 2.36 7 1.18
8 0.85
9 0.3
10 0.15
11 Pan Jumlah
521
147.7 0
0
0
0
0 1492.7
34.90
9.89 0
0
0
0
0 100
90.1
100 100
100
100
100
100 784.29
9.89
0 0
0
0
0
0
0-10
0-5
Dari Tabel 4.3. dapat diperoleh grafik gradasi agregat kasar ALWA beserta batas
gradasi yang diisyaratkan ASTM C 33 dapat dilihat pada Gambar 4.2. sebagai
berikut:
120 100
80 60 40 20
0
GRADASI AGREGAT KASAR ALWA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 0 0.3 1.18 4.75 12.5 25
Diameter Saringan (mm)
Hasil Pengujian Batas Minimum
Batas Maksimum
55
Gambar 4.2. Grafik Gradasi Agregat Kasar ALWA
Dari Gambar 4.2. dapat dilihat gradasi agregat kasar yang telah diuji berada pada
batas maksimum dan minimum, sehingga agregat kasar yang digunakan
memenuhi syarat dan layak digunakan dalam pembuatan beton benda uji.
4.1.3. Hasil Pengujian Aluminium
Untuk mengetahui kuat tarik serat alumunium pada campuran maka dilakukan uji
tarik. Sampel serat yang digunakan adalah lembaran alumunium dengan panjang
50 cm dan lebar 5 cm dengan tebal 0.18 mm. Hasil pengujian disajikan dalam
Tabel 4.4. berikut:
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Kuat Tarik Aluminium
Kode
A11
A12
Sumber: Dari hasil pengujian
Gaya (kgf)
110
115
Gaya rerata (kgf) Berat jenis (t/m3)
2.21 112.5
2.21
K u
m u
la ti
f L o
lo s
( %
)
4.2. Rencana Campuran Adukan Beton Metode Dreux-Corrise
56
Perhitungan rancang campur beton ringan berserat aluminium untuk 1 m3 beton
adalah :
· Semen Type I = 400 kg
· Pasir
· ALWA
· Air
= 634,900 kg
= 644,064 kg
= 160 liter
· Superplasticizer sika viscocrete5 = 1 % dari berat semen = 4 kg
· Aluminium = 0.75 % dari volume total campuran beton = 16.575 kg
Perhitungan selengkapnya mengenai rencana campuran dan kebutuhan bahan
ditunjukkan dalam lampiran.
4.3. Hasil Pengujian Nilai Slump Berdasarkan rancang campur yang telah dibuat, maka akan diperoleh nilai slump.
Nilai slump akan mempengaruhi workabilitas beton segar yang akan dibuat. Nilai
slump yang tinggi akan memudahkan pemadatan beton segar, sehingga beton
mudah dikerjakan. Hasil pengujian nilai slump adalah 10 cm.
4.4. Data Hasil Pengujian dan Analisis Data
4.4.1. Penghitungan dan Analisa Kuat Belah Beton
Pengujian kuat belah benda uji menggunakan Compression Testing Machine
(CTM) dengan merk Controls. Benda uji berupa silinder dengan diameter 15 cm
dan tinggi 30 cm di uji setelah berumur 28 hari dengan memberi beban
maksimum (Pmaks), sehingga diperoleh kuat tekan beton dengan menggunakan
persamaan 2.1.
2P ' =
f ct ðLd .......................................... 2.1
dimana:
fc’ : kuat belah beton salah satu benda uji (MPa)
Pmaks : beban tekan maksimal (N)
π.L.D : luas permukaan benda uji (mm2)
57
Sebagai contoh perhitungan diambil dari data benda uji silinder beton ringan
metakaolin berserat almunium dengan suhu 250 C
(
) Prata - rata =
145000 +140000 +155000 = 146666,67 N 3
π.L.D
=
ðx300x150
= 141371,67 mm2
maka kuat belah betonnya adalah :
f ' ct =2
x14
666
6,6
7
141371,67
= 2,07 Mpa
Selanjutnya pengujian kuat belah beton terhadap benda uji lainnya disajikan
dalam tabel 4.5 berikut ini
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kuat Belah
58
suhu
250C
300 0C
400 0C
500 0C
500 0C +
curing
Kode benda uji
SNI-1 SNI-2 SNI-3
SNI 3-1 SNI 3-2 SNI 3-3 SNI 4-1 SNI 4-2 SNI 4-3 SNI 5-1 SNI 5-2 SNI 5-3
SNI 5C-1 SNI 5C-2 SNI 5C-3
Beban maks (KN)
145 140 155 80 90 80 90 80 70 80 60 50
150 140 130
Beban maks (N)
145000 140000 155000 80000 90000 80000 90000 80000 70000 80000 60000 50000
150000 140000 130000
Rata-rata beban
maks (N) 146666.67
83333.333
80000
63333.333
140000
Luas penampang
(mm2)
141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300 141300
Kuat belah (Mpa) 2.052 1.982 2.194 1.132 1.274 1.132 1.274 1.132 0.991 1.132 0.849 0.708 2.123 1.982 1.840
Kuat belah rata-rata (Mpa)
2.076
1.180
1.132
0.896
1.982
Dari hasil tabel kuat belah beton diatas dapat dilihat lebih jelas melalui grafik
gambar 4.3 berikut
2.500
2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
Kuat Belah
59
25 300 400 500 500 + C
perubahan suhu (0C)
Gambar 4.3 Grafik Kuat Belah Perubahan nilai kuat belah dengan variasi suhu pembakaran dapat dilihat pada
Tabel 4.6. sedangkan perubahan nilai kuat tekan beton tanpa curing ulang dengan
beton curing ulang pada suhu pembakaran 500oC dapat dilihat dalam Tabel 4.7.
berikut:
Tabel 4.6. Penghitungan Perubahan Nilai Belah dengan Variasi Suhu
No
1
Kode
RSM
Suhu
Pembakaran (°C)
25
f’c
(MPa)
2.076
Perubahan
(%)
-
2 RSM 300
3 RSM 400
4 RSM 500
300
400
500
1.180 1.132 0.896
-43,18
-45,45
-56,82
Tabel 4.7 Penghitungan Perubahan Nilai Kuat Belah Setelah Perawatan Ulang Suhu
No
1
2
Kode
RSM 500
RSM 500 + C
Pembakaran
(°C)
500
500
f’c
(MPa)
0.896 1.982
Perubahan
(%)
-
+121,05
k u
a t b
e la
h (
M p a )
4.5 Hasil Pengujian Modulus Of Rupture
60
Pengujian ini menggunakan benda uji berupa balok dengan ukuran 100mm x
100mm x 400mm, dua beban terpusat pada jarak 100mm dari masing-masing
tumpuan yang dilakukan pada benda uji beton berumur 28 hari. Dari pengujian ini
didapatkan beban maksimum, yaitu beban pada saat beton hancur (Pmaks).
Dengan data beban maksimum tersebut dapat diperoleh modulus of rupture beton
dengan rumus.
perhitungan Modulus Of Rupture dapat dirumuskan:
P L fbl = .
bd 2
Dengan:
P
L
b
D
= beban total maksimum (N)
= panjang bentang (mm)
= lebar benda uji (mm)
= tebal benda uji (mm)
Sebagai contoh perhitungan diambil data dari benda uji balok beton pada suhu 250
C sample 1. Diperoleh data sebagai berikut :
ë
+
+
ö Prata – rata = ì
í
50000 46000 50000 ÷x
3 ø
282,6
= ,2N
Maka modulus of repture adalah :
x 13753,2 300
f’bl = x 2
100 100
= 4,12596 Mpa
Selanjutnya pengujian MOR pada benda uji lainnya dengan suhu yang lain
disajikan dalam tabel 4.8.
Tabel 4.8. Hasil Pengujian MOR
Beban
Rata-rata
Luas
MOR PL
2
61
suhu
25 0
300 0C
400 0C
500 0C
500 0C +
curing
Kode benda uji
SF 3-1 SF 3-2 SF 3-3 SF 3-1 SF 3-2 SF 3-3 SF 4-1 SF 4-2 SF 4-3 SF 5-1 SF 5-2 SF 5-3
SF 5C-1 SF 5C-2 SF 5C-3
max (Kg/cm2)
50 46 50 40 45
42.5 50 40 30 33 35 37 45 50 45
Beban max (N)
14130 12999.6 14130 11304 12717
12010.5 14130 11304 8478
9325.8 9891
10456.2 12717 14130 12717
beban maks (N)
13753.2
12010.5
11304
9891
13188
penampang (b.h2) (mm2)
1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000
Panjang (mm)
300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300
bh (Mpa)
4.239 3.89988
4.239
3.3912 3.8151
3.60315
4.239
3.3912 2.5434
2.79774 2.9673
3.13686 3.8151 4.239
3.8151
MOR (Mpa)
4.12596
3.60315
3.3912
2.9673
3.9564
Dari table pengujian Modulus Of Repture di atas dapat dilihat lebih jelasnya melalui
grafik
4.5
4 3.5
3 2.5
2 1.5
1 0.5
0
MOR
62
25 300 400
Perubahan Suhu (0C)
500 500 + C
Gambar 4.4 Grafik hubungan Modulus Of Repture dengan perubahan suhu
Perubahan nilai kuat belah dengan variasi suhu pembakaran dapat dilihat pada
Tabel 4.9. sedangkan perubahan nilai modulus of repture beton tanpa curing
ulang dengan beton curing ulang pada suhu pembakaran 500oC dapat dilihat
dalam Tabel 4.10. berikut:
Tabel 4.9. Penghitungan Perubahan Nilai Modulus of Repture dengan Variasi Suhu
No 1
Kode RSM
Suhu
Pembakaran (°C) 25
f’c
(MPa) 4.12596
Perubahan
(%) -
2 RSM 300
3 RSM 400
4 RSM 500
300
400
500
3.60315
3.3912 2.9673
-12,671
-17,808
-28,082
Tabel 4.10. Penghitungan Perubahan Nilai Modulus of Repture Setelah Perawatan Ulang
Suhu f’c Perubahan
No Kode Pembakaran (MPa) (%)
(°C)
1
2
RSM 500
RSM 500 + C
500
500
2.9673 3.9564
-
+33,333
M O
R
4.6. Pembahasan
4.6.1. Uji Slump
63
Workability merupakan faktor yang penting dalam pembuatan adukan beton.
Workability yang memadai sangat diperlukan untuk memudahkan proses
pengadukan, pengangkutan, penuangan, dan pemadatan. Dari pengujian nilai
slump tampak bahwa penambahan serat akan mempengaruhi workability. Pada
beton ringan metakaolin berserat almunium diperoleh nilai slump 70 mm, menurut
penelitian Widi Hartono 2001 tergolong plastis.
4.6.2 Kuat Belah
1. Pada tabel 4.5 nilai kuat belah beton sebelum dibakar dan setelah dibakar
serta yang telah mendapat perawatan :
Tabel 4.11. Nilai kuat belah dengan variasi suhu suhu (0C)
25 300
400 500
500 + curing
kuat belah (Mpa)
2.076 1.180
1.132 0.896
1.982
2. Pada tabel4.6 dan 4.7 terlihat penurunan nilai kuat belah pada suhu 3000C
mengalami penurunan 43.18 %, pada suhu 4000C mengalami penurunan
45.45 %, pada suhu 5000C mengalami penurunan 56.82 %. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi penurunan nilai f’c diantaranya :
a. Pada suhu 1500C - 3000C
Air yang terkandung dalam pori-pori beton mulai keluar. Perbedaan
koefisien panas antar bahan penyusun beton menimbulkan tegangan
intern dan bila melebihi tegangan ikat maka akan timbul retak diantara
pasta semen dan agregat.
b. Pada suhu 3000C – 4000C
64
Terjadi penguapan air bebas dalam pori-pori kapiler yang berukuran
besar, kemudian disusul penguapan air dalam pori-pori yang lebih
kecil ukurannya. Karena migrasi molekul air yang akan keluar
terhalang, maka terjadi friksi dengan dinding pori beton, akibatnya
akan timbul retak-retak pada permukaan beton, sehingga porositas
beton meningkat maka kekuatan tekan menjadi turun.
c. Pada suhu 4000C – 5000C
Volume agregat meningkat sehingga menimbulkan tekanan pori. Hal
ini menjadi penyebab beton mengalami spalling (terlepasnya lapisan
atau bagian beton dari permukaannya). Oleh karena itu kuat tekan
beton mengalami penurunan yang cukup signifikan.
4.6.3 Modulus of Repture
1. Pada tabel 4.8 nilai MOR sebelum dibakar, setelah dibakar dan setelah
mendapat perawatan :
Tabel 4.12. Nilai MOR dengan variasi suhu Suhu (0C)
25
300 400
500 500 + curing
MOR (Mpa) 4.1259
3.60315 3.3912
2.9673 3.964
2. Beton ringan setelah dibakar akan mengalami retak dan rapuh, hal ini
mengakibatkan nilai modulus of repture mengalami penurunan disebabkan
beberapa faktor diantaranya :
a. Pada suhu 1500C - 3000C
65
Air yang terkandung dalam pori-pori beton mulai keluar. Perbedaan
koefisien panas antar bahan penyusun beton menimbulkan tegangan
intern dan bila melebihi tegangan ikat maka akan timbul retak diantara
pasta semen dan agregat.
b. Pada suhu 3000C – 4000C
Terjadi penguapan air bebas dalam pori-pori kapiler yang berukuran
besar, kemudian disusul penguapan air dalam pori-pori yang lebih
kecil ukurannya. Karena migrasi molekul air yang akan keluar
terhalang, maka terjadi friksi dengan dinding pori beton, akibatnya
akan timbul retak-retak pada permukaan beton, sehingga porositas
beton meningkat maka kekuatan tekan menjadi turun.
c. Pada suhu 4000C – 5000C
Volume agregat meningkat sehingga menimbulkan tekanan pori. Hal
ini menjadi penyebab beton mengalami spalling (terlepasnya lapisan
atau bagian beton dari permukaannya). Oleh karena itu kuat tekan
beton mengalami penurunan yang cukup signifikan.
4.6.4 Analisis Regresi
4.6.4.1 Analisis Regresi Kuat Belah Beton Ringan Terhadap Suhu
Pembakaran
Dengan menggunakan fasilitas Tradeline pada Microsoft Excel maka dapat
diperoleh regresi dari data – data kuat belah beton pasca bakar. Hubungan antara
kuat belah dan perubahan suhu beton ringan saat dibakar dapat dilihat pada
gambar 4.5, dengan perubahan suhu 250 C, 3000 C, 4000 C, 5000 C,
2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000
Regresi kuat belah
y = 3E-06x2 - 0.0041x + 2.1692
R2 = 0.9865
66
0 100 200 300 400 500
Perubahan suhu (0C) Gambar 4.5 Grafik Regresi (Polynominal) hubungan antara kuat belah dengan
penambahan suhu
Dari gambar 4.5 diperoleh nilai :
Y
R2
= 3E-6 X2 – 0.0041 X + 2.1692
= 0.9865
Dimana :
Y = Kuat belah beton
X = Variasi temperatur (0C)
4.6.4.2 Analisis Regresi Modulus Of Repture Beton Ringan Terhadap Suhu
Pembakaran
Dengan menggunakan fasilitas Tradeline pada Microsoft Excel maka dapat
diperoleh regresi dari data – data modulus of repture beton pasca bakar. Hubungan
antara modulus of repture dan perubahan suhu beton ringan saat dibakar dapat
dilihat pada gambar 4.6, dengan perubahan suhu 250 C, 3000 C, 4000 C, 5000 C..
K u
a t b
e la
h
4.5
4 3.5
3 2.5
2 1.5
1 0.5
0
Regresi MOR
y = -3E-06x2 - 0.0008x + 4.143
R2 = 0.9945
67
0 100 200 300 400 500 600
Perubahan Suhu (0C) Gambar 4.6 Grafik Regresi (Polynominal) hubungan antara modulus of repture
dengan penambahan suhu
Dari gambar 4.5 diperoleh nilai R2 = 0.9945 dan Y = -3E-6X2 – 0,0008X + 4,143
Y
R2
= -3E-6X2 – 0,0008X + 4,143
= 0,9945
Dimana :
Y = Kuat belah beton
X = Variasi temperatur (0C)
M O
R
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Beton ringan metakaolin berserat almunium pada pengujian kuat belah
diberi perlakuan dengan perbedaan suhu 250C, 3000C, 4000C, 5000C.
Terjadi penurunan kekuatan sebesar 43.18 %, 45.45 %, 56.82 %.
2. Pada kondisi 5000C+curing kuat belah beton ringan metakaolin berserat
almunium mengalami peningkatan sebesar 121,05%.
3. Beton ringan metakaolin berserat almunium pada pengujian modulus of
repture diberi perlakuan dengan perubahan suhu 250C, 3000C, 4000C,
5000C. Terjadi penurunan pada kekuatan beton ringan sebesar 12.671%,
17.808%, 28.082%.
4. Pada kondisi suhu 5000C+curing pengujian modulus of repture terjadi
peningkatan sebesar 33,333%.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberi beberapa
saran untuk para peneliti yang bertujuan untuk mengembangkan penelitian ini
lebih lanjut. Adapun saran yang perlu dikembangkan dari peneitian ini adalah :
1. Perlu dilakukan penelitian dengan variasi penambahan bahan tambah yang
lain, misalnya penggunaan serat bendrat sebagai pembanding untuk
mengetahui mana yang lebih efisien digunakan pada temperatur tinggi.
68 69
2. Perlu dilakukan penelitian dengan pemakaian agregat ringan yang lain,
misalnya pemakaian batu apung agar dapat diketahui mana yang yang lebih
tahan terhadap temperatur tinggi.
3. Perlunya dilakukan penelitian dengan variasi suhu yang lebih beragam
sehingga dapat menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada setiap
suhu pembakaran.
4. Pada saat pencampuran serat aluminium pada adukan beton dilakukan dengan
cara menguraikannya terlebih dahulu agar tidak terjadi penggumpalan serat di
dalam adukan. Hal ini dimaksudkan agar campuran menjadi homogen.