Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN PEMANFAATAN ARANG BATANG RAMBUTAN
(Nephelium sp) SEBAGAI BIOADSORBEN DALAM
MENYERAP LOGAM TEMBAGA (Cu2+
) SECARA
BATCH SHAKER
SKRIPSI
ANDRE KURNIAWAN LUMBAN GAOL
150405098
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2020
Universitas Sumatera Utara
KAJIAN PEMANFAATAN ARANG BATANG RAMBUTAN
(Nephelium sp) SEBAGAI BIOADSORBEN DALAM
MENYERAP LOGAM TEMBAGA (Cu2+
) SECARA
BATCH SHAKER
SKRIPSI
Oleh
ANDRE KURNIAWAN LUMBAN GAOL
150405098
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2020
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
iv
PRAKATA
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Kajian
Pemanfaatan Arang Batang Rambutan (Nephelium sp) Sebagai Bioadsorben Dalam
Menyerap Logam Tembaga (Cu2+
) Secara Batch Shaker”, berdasarkan hasil
penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana teknik.
Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
memperoleh bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Bode Haryanto, S.T., M.T., Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian serta
penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Turmuzi, M.S selaku Dosen Penguji I yang turut
memberikan arahan dan saran untuk kemajuan penelitian serta penyelesaian
skripsi ini.
3. Ibu Ir. Erni Misran, S.T., M.T., Ph.D selaku Dosen Penguji II yang turut
memberikan arahan dan saran untuk kemajuan penelitian serta penyelesaian
skripsi ini.
4. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T selaku Koordinator Skripsi Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Ir. Maya Sarah, ST, MT, Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga
kepada penulis.
7. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.
8. Kasahia Manik selaku rekan penelitian yang selama ini bekerjasama, bertukar
pikiran, dan berjuang bersama dalam penelitian dan penyelesaian skripsi demi
meraih gelar sarjana teknik bersama-sama.
Universitas Sumatera Utara
v
Universitas Sumatera Utara
vi
DEDIKASI
Skripsi ini aku dedikasikan kepada:
Bapak & Keluarga tercinta
Semoga dapat membuat kalian bangga.
Terima kasih telah menjadi orangtua hebat yang telah membesarkan,
mendidik dan mendukungku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Banyak pengorbanan yang telah dilakukan untuk menyelesaikan studi
ini, semoga gelar ini menjadi berkat bagi saya dan mampu menjadi orang
yang dicita-citakan kelak
Universitas Sumatera Utara
vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Andre Kurniawan Lumban Gaol
NIM: 150405098
Tempat/Tanggal Lahir: Kabanjahe, 27 September 1996
Nama Orangtua: Hotbel Lumban Gaol dan Dewi Kacaribu
Alamat Orangtua:Jln. Veteran No. 25 D Kabanjahe
Asal Sekolah:
SD Sint Yoseph Kabanjahe, Tahun 2003 –2009
SMPN 1 Kabanjahe, Tahun 2009 – 2012
SMAN 1 Matauli, Tahun 2012 – 2015
Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Kepala Bidang Seni dan Olahraga Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia
(HIMATEK) FT USU (2018-2019)
2. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) FT USU sebagai Anggota (2016-
2020)
3. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU sebagai Anggota
(2015 – 2020).
4. Kerja Praktek di Sarulla Operation Ltd. (2019).
Universitas Sumatera Utara
viii
STUDY OF THE UTILIZATION OF RAMBUTAN STEM
CHARCOAL (Nephelium sp) AS BIOADSORBEN IN
ABSORBING COPPER METAL (Cu2+
) BY BATCH SHAKER
ABSTRACT
This study aims to analyze the ability of rambutan charcoal adsorption in
adsorbing copper metal (Cu2+
) ions in solutions with a pH of 4.5 in various
amount of adsorbent, the concentration of Cu2+
metal ions, and the speed of
shaker stirring and to know the kinetics of rambutan stem adsorption.
Measurement of potential adsorption capacity is carried out with a batch
adsorption system by stirring. The variations in the size of the rambutan adsorben
are cut off 50/70 mesh, 70/100 mesh and 100/200 mesh, initial concentration
variations are 30 ppm, 50 ppm and 70 ppm, and the speed of shaker mixing is 50
rpm, 100 rpm, and 150 rpm. The raw material used as an adsorbent is rambutan
stem charcoal. Rambutan charcoal is sieved using 50/70 mesh, 70/100 mesh and
100/200 mesh sieves. The cut-off from the sieve is washed to a constant washing
water pH and dried in an oven at 60 ° C to a constant weight. The optimum
contact time required by the adsorbent to absorb Cu2+
metal ions is 120 minutes.
The interaction on the surface of the adsorbent with metal ions is completed by
using FTIR and SEM-EDX analysis. Kinetic models are used to identify the types
of interactions that occur, the results obtained where adsorption occurs chemically
and physically. Diffusion kinetics models tend to show diffusion down to inter-
particle adsorbents. The best percentage of metal removal in size variations is
obtained at 100/200 mesh. In the various concentration obtained the best
percentage of metal removal at a concentration of 70 ppm. While in the stirring
speed variation, the best metal allowance is obtained at a stirring speed of 150
rpm.
Keywords: Adsorption, Copper Metal Ion (Cu2+
), Optimum Contact Time,
Physical Chemistry Interaction, Internal Diffusion
Universitas Sumatera Utara
ix
KAJIAN PEMANFAATAN ARANG BATANG RAMBUTAN
(Nephelium sp) SEBAGAI BIOADSORBEN DALAM
MENYERAP LOGAM TEMBAGA (Cu2+
) SECARA BATCH
SHAKER
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis kemampuan adsorpsi arang
batang rambutan dalam menjerap ion logam tembaga (Cu2+
) pada larutan dengan
pH 4,5 dengan variasi ukuran adsorben, konsentrasi ion logam Cu2+
, dan
kecepatan pengadukan shaker serta mengetahui kinetika adsorpsi arang batang
rambutan. Pengukuran potensi kapasitas adsorpsi dilakukan dengan batch secara
pengadukan. Variasi ukuran arang batang rambutan yang digunakan yaitu cut off
50/70 mesh, 70/100 mesh dan 100/200 mesh, variasi konsentrasi awal yaitu 30
ppm, 50 ppm dan 70 ppm, serta kecepatan pengadukan shaker 50 rpm, 100 rpm,
dan 150 rpm. Bahan baku yang digunakan sebagai adsorben adalah arang batang
rambutan. Arang batang rambutan diayak dengan menggunakan ayakan 50/70
mesh, 70/100 mesh dan 100/200 mesh. Hasil cut off dari ayakan ini dicuci hingga
pH air pencuci konstan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 °C hingga berat
konstan. Waktu kontak optimum yang dibutuhkan adsorben untuk menjerap ion
logam Cu2+
adalah 120 menit. Interaksi di permukaan adsorben dengan ion logam
dilengkapi dengan menggunakan analisis FTIR dan SEM-EDX. Model kinetika
digunakan untuk mengidentifikasi jenis interaksi yang terjadi, diperoleh hasil
dimana adsorpsi terjadi secara kimia dan fisika. Model kinetika difusi cenderung
menunjukkan difusi sampai ke inter-partikel adsorben. Persentase penyisihan
logam terbaik pada variasi ukuran diperoleh pada ukuran 100/200 mesh. Pada
variasi konsentrasi diperoleh persentase penyisihan logam terbaik pada
konsentrasi 70 ppm. Sedangkan pada variasi kecepatan pengadukan, diperoleh
penyisihan logam terbaik pada kecepatan pengadukan 150 rpm.
Kata kunci : Adsorpsi, Ion Logam Tembaga (Cu2+
), Waktu Kontak Optimum,
Interaksi Kimia Fisika, Difusi Internal
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................ iii
PRAKATA .................................................................................................................. iv
DEDIKASI .................................................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
ABSTRACT ................................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ivi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ x
DAFTAR SINGKATAN xi
DAFTAR SIMBOL xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6
2.1 Logam Berat ......................................................................................... 6
2.2 Logam Tembaga ................................................................................... 6
2.3 Adsorpsi ................................................................................................ 7
2.3.1 Mekanisme Adsorpsi ................................................................ 7
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi ........................... 8
2.4 Kinetika Adsorpsi ................................................................................. 9
2.5 Isoterm Adosrpsi ............................................................................... 10
Universitas Sumatera Utara
xi
2.6 Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS) ...................................... 11
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ............................................................... 12
3.1 Lokasi Penelitian ................................................................................ 12
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian .......................................................... 12
3.2.1 Bahan ...................................................................................... 12
3.2.2 Peralatan ................................................................................. 12
3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................. 13
3.3.1 Preparasi Arang Rambutan (Pembuatan Adsorben) ............... 13
3.3.2 Prosedur pembuatan Larutan .................................................. 13
3.3.2.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 M (1 L) ........................ 13
3.3.2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L) ..................... 13
3.3.2.3 Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5............... 14
3.3.2.4 Pembuatan Larutan Cu2+
30 ppm ............................. 14
3.3.2.5 Pembuatan Larutan Cu2+
50 ppm ............................. 14
3.3.2.6 Pembuatan Larutan Cu2+
70 ppm ............................. 14
3.3.3 Batch Adsorpsi ion Logam Cu2+
............................................ 14
3.3.3.1 Kintekika Adsorpsi Arang Pengadukan
Terhadap Ion Logam Cu2+
....................................... 14
3.3.3.2 Pengaruh Konsentrai Ion Cu2+
Terhadap
Kemampuan Adsorpsi ............................................... 14
3.3.3.3 Mengukur Pengaruh Kecepatan Pengadukan
Terhadap Ion Logam Cu2+
...................................... 15
3.3.3.4 Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap
Kapasitas Adsorpsi ................................................... 16
3.4 Flowchart Peneltian ............................................................................. 17
3.4.1 Prosedur Preparasi Arang Rambutan (Pembuatan Adsorben) 17
3.4.2 Flowchart Pembuatan Larutan ................................................ 18
3.4.2.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 M (1 L) ...................... 18
3.4.2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L) ................... 18
3.4.2.3 Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5............. 19
3.4.2.4 Pembuatan Larutan Cu2+
30 ppm ........................... 19
3.4.2.5 Pembuatan Larutan Cu2+
50 ppm ........................... 20
Universitas Sumatera Utara
xii
3.4.2.6 Pembuatan Larutan Cu2+
70 ppm ........................... 20
3.4.3 Flowchart Adsorpsi Ion Logam Cu2+
..................................... 21
3.4.3.1 Kintekika Adsorpsi Arang Pengadukan
Terhadap Ion Logam Cu2+
....................................... 21
3.4.3.2 Pengaruh Konsentrai Ion Logam
Terhadap
Kemampuan Adsorpsi ............................................... 22
3.4.3.3 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap
Ion Logam Cu2+
........................................................ 23
3.4.3.4 Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap
Kemampuan Adsorpsi Prosedur Preparasi
Arang Rambutan (Pembuatan Adsorben) ................ 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 25
4.1 Perlakuan Awal pada Adsorben Arang Kayu Rambutan .................... 25
4.2 Penentuan Waktu Kontak Terbaik dan Kinetika Adsorpsi ................. 26
4.3 Penentuan Difusi Pori ......................................................................... 31
4.4 Jumlah Konsentrasi Cu2+
Terjerap Logam dengan Variasi
Ukuran Adsorben ................................................................................. 33
4.5 Jumlah Konsentrasi Cu2+
Terjerap Logam dengan Variasi
Konsentrasi Larutan ............................................................................. 34
4.6 Jumlah Konsentrasi Cu2+
Terjerap Logam dengan Variasi
Kecepatan Pengadukan ........................................................................ 35
4.7 Penentuan Isoterm Adsorpsi dan Kapasitas Adsorpsi dari
Penjerapan Ion Logam Tembaga ......................................................... 36
4.8 Pengujian Adsorben Arang Kayu Rambutan dengan
Menggunakan SEM-EDX.................................................................... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 39
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 39
5.2 Saran .................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 40
Universitas Sumatera Utara
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Diagram Skematik Yang Menunjukkan Persyaratan Penting
Untuk Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS) (New
Mexico University, 2006) ................................................................. 11
Gambar 3.1 Flowchart Preparasi Arang Rambutan (Pembuatn Adsorben)........... 17
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M ......................................... 18
Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M ..................................... 18
Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut Dengan pH 4,5 ..................... 19
Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cu2+
30 ppm ....................... 19
Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cu2+
50 ppm ........................ 20
Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cu2+
70 ppm ........................ 20
Gambar 3.8 Flowchart Pengaruh Kintetika Adsorpsi Ion Logam Terhadap
Kemampuan Adsorpsi 21
Gambar 3.9 Flowchart Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap
Kemampuan Adsorpsi ........................................................................ 22
Gambar 3.10 Flowchart Kinetika Adsorpsi Arang Rambutan Terhadap Ion
Logam Cu2+
........................................................................................ 23
Gambar 3.11 Flowchart Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap Kemampuan
Adsorpsi ............................................................................................. 24
Gambar 4.1 Tahap Pencucian Adsorben Arang Kayu Rambutan Hingga pH
Tidak Berubah Lagi............................................................................ 25
Gambar 4.2 Tahap Pengeringan Adsorben Arang Kayu Rambutan ...................... 26
Gambar 4.3 Persentase Penyisihan Logam Cu2+
dengan konsentrasi Ion
Logam Cu2+
70 ppm dan Ukuran Adsorben 100/200 mesh dan
Kecepatan Pengadukan 150 rpm ........................................................ 27
Gambar 4.4 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Ion Logam
Cu2+
70 ppm, Ukuran Adsorben 100/200 mesh dan Kecepatan
Pengadukan 150 rpm .......................................................................... 28
Universitas Sumatera Utara
xiv
Gambar 4.5 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Ion Logam
Cu2+
70 ppm, Ukuran Adsorben 100/200 mesh dan Kecepatan
Pengadukan 150 rpm .......................................................................... 29
Gambar 4.6 Hasil Analisis FTIR pada Arang Kayu Rambutan Sebelum dan
Sesudah Adsorpsi ............................................................................... 30
Gambar 4.7 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi Ion
Logam Cu2+
70 ppm, Ukuran Adsorben 100/200 mesh dan
Kecepatan Pengadukan 150 rpm ........................................................ 31
Gambar 4.8 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada Konsentrasi Ion
Logam Cu2+
70 ppm, Ukuran Adsorben 100/200 mesh dan
Kecepatan Pengadukan 150 rpm ........................................................ 32
Gambar 4.9 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran pada
Kecepatan Pengadukan 50 rpm dan Konsentrasi Cu2+
30 ppm .......... 33
Gambar 4.10 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi pada
Kecepatan Pengadukan 100 rpm dan Ukuran Adsorben 50/70
mesh ................................................................................................... 34
Gambar 4.11 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan
Pengadukan pada Ukuran Adsorben 70/100 mesh dan
Konsentrasi 50 ppm ........................................................................... 35
Gambar 4.12 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir Arang Kayu Rambutan
terhadap Ion Logam Cu2+
................................................................... 36
Gambar 4.13 Kurva Isoterm Adsorpsi Freundlich Arang Kayu Rambutan
terhadap Ion Logam Cu2+
................................................................... 37
Gambar 4.14 Hasil Analisa Sebelum Proses Adsorpsi ............................................ 38
Gambar 4.15 Hasil Analisa Setelah Proses Adsorpsi .............................................. 39
Gambar L.1.1 Tahap Pencucian Adsorben Arang Kayu Rambutan Hingga pH
Tidak Berubah Lagi............................................................................ 44
Gambar L.1.2 Tahap Pengeringan Adsorben Arang Kayu Rambutan ...................... 45
Gambar L.1.3 Kurva Isoterm Langmuir untuk Ion Logam Cu2+
yang Dijerap
oleh Adsorben Arang Kayu Rambutan .............................................. 47
Gambar L.3.1 Arang Batang Rambutan sebagai Adsorben ....................................... 52
Gambar L.3.2 Tembaga Nitrat Nitrat (Cu(NO3)2) yang digunakan ........................... 52
Universitas Sumatera Utara
xv
Gambar L.3.3 Pelarut dengan pH 4,5 ......................................................................... 53
Gambar L.3.4 Proses Adsorpsi Batch Shaker ............................................................ 53
Gambar L.3.5 Sampel yang Dianalisis dengan AAS ................................................. 53
Gambar L.3.6 Hasil Analisa AAS .............................................................................. 54
Gambar L.3.7 Hasil Analisis FTIR a) Arang Kayu Rambutan Sebelum
Adsorpsi, b) Arang Kayu Rambutan Setelah Adsorpsi ...................... 55
Gambar L.3.8 Hasil Analisis Sebelum Proses Adsorpsi a. SEM, b. EDX ................. 56
Gambar L.3.9 Hasil Analisis Sesudah Proses Adsorpsi a. SEM, b. EDX ................. 56
Universitas Sumatera Utara
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel L1.1 Data Kalibrasi Larutan Standar 43
Tabel L1.2 Data Hasil Pencucian dari Adsorben Arang Kayu Rambutan 43
Tabel L1.3 Data Pengeringan Adsorben Arang Kayu Rambutan 44
Tabel L1.4 Data Hasil Penentuan Waktu Terbaik dengan Ukuran Adsorben
100/200 mesh pada Konsentrasi Larutan Cu2+
70 ppm dan Kecepatan
Pengadukan 150 rpm 44
Tabel L1.5 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran pada Kecepatan
Pengadukan 50 rpm dan Konsentrasi Cu2+
30 ppm 45
Tabel L1.6 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi pada Kecepatan
Pengadukan 100 rpm dan Ukuran Adsorben 50/70 mesh 45
Tabel L1.7 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan pada
Ukuran 70/100 mesh dan Konsentrasi Cu2+
50 ppm 45
Tabel L1.8 Data Penentuan Isoterm Adsorpsi 46
Universitas Sumatera Utara
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 43
L1.1 Kalibrasi Larutan Standar Hasil Analisis
Aas 43
L1.2 Pencucian Adsorben Arang Kayu Rambutan 43
L1.3 Pengeringan Adsorben Arang Kayu Rambutan 44
L1.4 Penentuan Waktu Terbaik 44
L1.5 Jumlah Konsentrasi Cu2+
Terjerap Logam Dengan Variasi
Ukuran Adsorben 45
L1.6 Jumlah Konsentrasi Cu2+
Terjerap Logam Dengan Variasi
Konsentrasi Larutan 45
L1.7 Jumlah Konsentrasi Cu2+
Terjerap Logam Dengan Variasi
Kecepatan Pengadukan 45
L1.8 Penentuan Isoterm Adsorpsi Dari Penjerapan Ion Logam
Cu2+
46
LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 48
L2.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 M (1 L) 48
L2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L) 48
L2.3 Pembuatan Larutan Cu2+
1000 ppm 49
L2.4 Pembuatan Larutan Cu2+
(30 ppm, 50 ppm. 70 ppm) 49
LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN 51
L3.1 Bahan Baku 51
L3.2 Eksperimen 52
L3.2 Hasil Analisis 53
Universitas Sumatera Utara
xviii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
AAS Atomic Absorption Spectroscopy
Cu Tembaga
SEM-EDX Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive
X-Ray Spectrometer
FTIR Fourier Transform Infra-Red
HCl Asam Klorida
H2O Air
NaOH Natrium Hidroksida
SiO2 Silika dioksida
Universitas Sumatera Utara
xix
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
qt Kapasitas adsorpsi persatuan waktu mg/g
qe
Kapasitas adsorpsi pada
kesetimbangan mg/g
C0 Konsentrasi awal mg/l
Ct Konsentrasi persatuan waktu mg/l
Ce Konsentrasi pada kesetimbangan mg/l
V Volume sampel l
M Berat adsorben g
R Persentase Penyisihan Logam %
k1 Konstanta kecepatan adsorpsi orde satu (menit-1
)
k2 Konstanta kecepatan adsorpsi orde dua (menit-1
)
kid Koefisien difusi internal (mg/g.menit1/2
)
kf Koefisien difusi eksternal (cm/s)
T Waktu adsorpsi menit
A Luas permukaan adsorben (m2)
V1 Volume larutan standar yang
diencerkan
ml
V2 Volume larutan pengenceran ml
M1 Konsentrasi larutan yang diencerkan ppm
M2 Konsentrasi larutan pengenceran ppm
R2
Koefisien korelasi -
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehadiran logam berat dalam lingkungan menjadi perhatian yang cukup
serius, karena jumlahnya yang semakin meningkat, sifat toksik logam berat, serta
masuknya logam berat ke badan air yang mempengaruhi kualitas air (Bashyal,
2010). Logam berat juga mengkontaminasi tanah yang menjadi perhatian utama
karena pada konsentrasi yang tinggi logam berat dapat membahayakan kehidupan
manusia dan lingkungan. Logam berat yang mengendap di dalam tanah tidak
terdegradasi dan bertahan di tanah untuk waktu yang lama yang menyebabkan
polusi pada lingkungan (Rajeswari dan Sailaja, 2014). Logam berat merupakan
logam toksik yang berbahaya bila masuk ke dalam tubuh melebihi ambang
batasnya. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan proses bioakumulasi.
Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh
makhluk hidup sesuai piramida makanan. Logam berat dapat terakumulasi melalui
rantai makanan, semakin tinggi tingkatan rantai makanan yang ditempati oleh
suatu organisme, akumulasi logam berat di dalam tubuhnya juga semakin
bertambah (Hananingtyas, 2017). Berbagai jenis logam berat antara lain Cu, As,
Pb, Zn, Fe, Hg.
Logam tembaga berbahaya bagi manusia, tanaman hewan, dan makhluk
hidup. Kesulitan dalam pengolahan limbah yang mengandung logam berat
disebabkan oleh bentuk dan kandungan logam berat dalam limbah yang sangat
bervariasi. Berlebihnya logam berat yang tercemar dapat merusak ekosistem
kehidupan yang ada disekitarnya (Nuriadi dkk., 2013).
Sejumlah besar metode (pertukaran ion konvensional, adsorpsi, elektrolitik
atau ekstraksi cair, filtrasi membran) telah dikembangkan untuk dekontaminasi air
industri. Adsorpsi merupakan proses pemisahan yang terkenal dan metode yang
efektif untuk aplikasi dekontaminasi air. Adsorpsi telah diketahui lebih unggul
dibandingkan teknik lain untuk pemurnian air dalam fleksibilitas dan
Universitas Sumatera Utara
2
kesederhanaan desain, kemudahan operasi, dan tidak sensitif pada polutan beracun
(Lakovleva, 2013).
Adsorpsi merupakan metode yang paling umum dipakai karena memiliki
konsep yang lebih sederhana dan juga ekonomis. Proses adsorpsi yang paling
berperan adalah adsorben (Tangio, 2013). Banyak upaya yang telah dilakukan
untuk menanggulangi limbah logam Cu2+
di perairan. Salah satunya adalah
metode adsorpsi dengan memanfaatkan bagian dari tumbuhan sebagai adsorben
seperti tongkol jagung, serbuk gergaji, ampas tebu, limbah daun teh dan kulit apel
untuk adsorpsi berbagai macam logam (Abdolali dkk., 2014).
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari
suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori
dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding berpori atau pada letak-
letak tertentu dalam partikel tersebut. Oleh karena pori-pori biasanya sangat kecil
maka luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada
permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g (Rahmayani dan Siswarni, 2013).
Rambutan (N. lappaceum) merupakan tanaman buah hortikultural berupa
pohon dengan famili Sapindacaeae. Kayu Rambutan mempunyai berat jenis rata-
rata 0,91 berarti pori-pori dan seratnya rapat. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada
suhu 25°C pada pengukuran suhu siang hari, dengan kelembaban rendah. Kayu
rambutan memiliki sifat kembang susut kayu yang sedang, daya retaknya sedang,
kekerasannya sedang dan bertekstur agak kasar, dan serta berserat lurus (Sitorus,
2012). Pada kayu rambutan mengandung senyawa tannin, saponin dan flavonoid
(Dalimartha, 2005).
Penelitian-penelitian adsorpsi ion logam dengan berbagai adsorben telah
banyak dilakukan oleh berbagai peneliti dan dijadikan sebagai perbandingan dan
pedoman dalam penelitian ini. Menurut Haryanto et al. (2016) kemampuan
adsorpsi batang jagung dengan variasi bentuk dalam menyerap ion logam
kadmium, mampu menyerap Cd2+
pada pH 4,5 dengan konsentrasi Cd2+
ppm.
Berdasarkan penelitian Chen et al. (2011) batang jagung menyerap Cr (VI) pada
pH 1,5-5,5 dengan konsentrasi larutan Cr6+
100-400 mg/L dengan rentang suhu
298-323 K. Pada pH optimum 4 waktu kestimbangan 15 menit dengan kapasitas
adsorpsi sebesar 200,00 mg/g pada 303 K. Berdasarkan penelitian Horsfall et al.
Universitas Sumatera Utara
3
(2003) umbi singkong diproses menjadi serbuk 100 μm dan diadsorpsi terhadap
ion logam Cu dan Zn dengan perendaman dan dianalisa dengan AAS. Dimana
umbi sngkong sebagai adsorben yang mengadsorpsi ion logam Cu dan Zn hingga
efektivitas kapasitas adsorpsi 85%. Berdasarkan penelitian Tumin et al. (2008)
dimana cangkang kelapa sawit dijadikan arang diuji coba sebagai adsorben
terhadap ion logam dengan metode perendaman dan uji coba AAS. Dengan hasil
studi membuktikan cangkang kelapa sawit yang dijadikan sebagai arang dapat
dijadikan sebagai adsorben yang sangat efektif terhadap limbah ion logam.
Penelitian ini merupakan terobosan terbaru ditinjau dari jenis arang yang
digunakan adalah arang dari batang rambutan yang sering dijual di masyarakat
sekitar Medan. Arang dari batang rambutan digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan adsorben untuk meminimalkan dampak pencemaran logam berat pada
lingkungan.
Penelitian ini menggunakan arang dari hasil pembakaran kayu di Pabrik
Arang di Kecamatan Medan Tuntungan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia,
dilakukan secara batch shaker dan dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik
Kimia dan Laboratorium Surfaktan dan Aplikasi.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Arang batang rambutan merupakan salah satu bahan baku yang dapat
dimanfaatkan sebagai adsorben. Sejauh ini, pemanfaatan arang batang rambutan
sebagai bahan baku pembuatan adsorben masih sedikit dilakukan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan upaya untuk memanfaatkan arang batang rambutan menjadi
adsorben. Untuk itu akan diteliti sejauh mana keefektifan batang arang rambutan
sebagai bio-adsorben dalam menjerap logam tembaga.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari pengaruh ukuran adsorben dari batang rambutan terhadap
kemampuan adsorpsi ion logam tembaga Cu2+
.
2. Menentukan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kemampuan adsorpsi
ion logam tembaga Cu2+
.
Universitas Sumatera Utara
4
3. Menentukan pengaruh perbandingan konsentrasi logam Cu2+
dalam larutan
biner terhadap kapasitas adsorpsi.
4. Menentukan pemodelan kinetika adsorpsi.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat:
1. Limbah batang rambutan dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan
adsorben yang selama ini diabaikan di lingkungan masyarakat sehingga dapat
mengurangi pencemaran logam berat khususnya logam tembaga.
2. Mengetahui kemampuan dan kinetika adsorpsi dari adsorben yang dibuat dari
batang rambutan sehingga dapat menentukan variasi ukuran dan kecepatan
pengadukan terbaik sebagai adsorben agar menghasilkan adsorben yang
efisien dan efektif.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia,
Laboratorium Surfaktan dan Aplikasi, Fakultas Teknik, Departemen Teknik
Kimia, Universitas Sumatera Utara.
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Variabel tetap yang digunakan adalah :
a) Suhu adsorpsi
b) Volume larutan Cu2+
c) pH larutan
d) Massa adsorben
: suhu kamar (±27 oC)
: 100 mL
: 4,5
: 1 gram
2) Variabel bebas
Ukuran adsorben : 50/70 mesh
: 70/100 mesh
: 100/200 mesh
Kecepatan Pengadukan : 50 rpm
100 rpm (Thambavani dkk., 2014)
150 rpm (Haryanto dan Chang, 2014)
Universitas Sumatera Utara
5
Konsentrasi Cu2+
: 30 ppm
50 ppm
70 ppm
Waktu adsorpsi : 2 jam, untuk kinetika adsorpsi dengan
sampel 2 ml setiap 10 menit (Haryanto et al.,
2017).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang rambutan
sebagai adsorben tembaga (II) sulfat (CuSO4) sebagai sumber tembaga (Cu2+
),
asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) sebagai pengatur pH, dan
air (H2O) sebagai pelarut. Sedangkan alat analisis utama yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) dan
spektometer Fourier Transform Infra Red (FTIR). Hasil analisis yang akan
diperoleh akan menggambarkan pengaruh kapasitas adsorpsi terhadap ukuran,
waktu dan kecepatan pengadukan serta menentukan pemodelan kinetika.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LOGAM BERAT
Logam-logam berat merupakan salah satu dari bahan pencemar lingkungan,
dan beberapa dari unsur logam tersebut merupakan logam yang paling berbahaya,
diantara unsur-unsur logam berat pencemar tersebut adalah Arsen (As), Timbal
(Pb), Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd). Sifat dari logam-logam ini adalah
mempunyai afinitas yang besar dengan sulfur (belerang). Logam-logam ini
menyerang ikatan sulfida pada molekul-molekul penting sel misalnya protein
(enzim), sehingga enzim tidak berfungsi. Ion-ion logam berat bisa terikat pada
molekul penting membran sel yang menyebabkan terganggunya proses transpor
melalui membran sel (Herman, 2006). Kehadiran logam berat pada konsentrasi
yang tinggi di kolom peraian akan membahayakan organisme perairan laut mulai
dari menghambat proses metabolisme hingga menyebabkan kematian biota (Sari
dkk. 2017).
2.2 LOGAM TEMBAGA
Logam berat Cu terdapat di perairan baik secara alamiah maupun hasil dari
aktivitas manusia. Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada
konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm (Purwiyanto, dkk., 2016). Namun, Cu
merupakan elemen mikro yang sangat dibutuhkan oleh organisme, baik darat
maupun perairan, namun dalam jumlah yang sedikit (Cahyani dkk., 2012).
Tembaga adalah logam yang ditemukan sebagai unsur atau berasosiasi
dengan tembaga dan perak. Tembaga ini terdapat dalam jumlah yang relatif besar
dan ditemukan selama pemisahan dari bijihnya (coal) pada elektrolisis dan
pemurnian tembaga. Penyebaran logam berat termasuk tembaga (Cu) mendapat
perhatian para pemerhati lingkungan, karena sifat logam ini berbahaya bagi
manusia, tanaman hewan dan makhluk hidup. Kesulitan dalam pengolahan
limbah yang mengandung logam berat disebabkan oleh bentuk dan kandungan
logam berat dalam limbah yang sangat bervariasi. Berlebihnya logam berat yang
Universitas Sumatera Utara
7
tercemar dapat merusak ekosistem kehidupan yang ada disekitarnya (Nuriadi dan
Nurdin, 2013).
2.3 ADSORPSI
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan suatu zat pada permukaan zat
lain. Adsorben yang dapat digunakan yaitu mempunyai gugus hidroksil dan amida
untuk bisa mengadsorpsi ion logam, karena proses adsorpsi terjadi karena
interaksi antara ion logam dengan gugus fungsional yang terdapat pada bagian
adsorben, untuk membentuk senyawa kompleks (Sun dkk., 2013). Adsorpsi
merupakan metode yang efektif untuk mengatasi masalah pencemaran
lingkungan. Metode adsorpsi bergantung pada kemampuan permukaan adsorben
untuk menarik molekul-molekul gas, uap atau cairan (Syauqiah dkk., 2011).
Dalam adsorbsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah
substansi yang terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya,
sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa
senyawa karbon (Widyatno dkk., 2017).
2.3.1 Mekanisme Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu fenomena permukaan karena akumulasi suatu spesies
pada batas permukaan padat-cair. Adsorsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik-
menarik. Ada 2 tipe adsorpsi, yaitu:
1. Adsorpsi fisis atau Van der Waals
2. Adsorpsi kimia
Adsorpsi yang terjadi dalam hal ini adalah non-spesifik dan non-selektif
penyebab gaya tarik menarik karena adanya ikatan koordinasi hidrogen dan gaya
Van der Waals. Apabila adsorbat dan permukaan adsorben terikat dengan gaya
Van der Waals saja maka dinamakan adsorsi fisis atau adsorpsi Van der Waals.
Molekul yang teradsorpsi terikat pada permukaan secara lemah dan panas
adsorpsinya rendah. (Forster dan Wittman, 1983). Jika adsorbat dan permukaan
adsorben bereaksi secara kimiawi maka disebut chemisorption. Nilai panas
adsorpsi setara dengan reaksi kimia karena adanya ikatan kimia yang terbentuk
maupun yang terputus selama proses adsorpsi. Untuk membedakan kedua
Universitas Sumatera Utara
8
fenomena proses adsorpsi tersebut maka digunakan variabel suhu. Adsorpsi fisis
ditandai dengan penurunan jumlah yang teradsorpsi dengan peningkatan suhu
(Castellan, 1982).
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Menurut Widayatno dkk. (2017) faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi
antara lain:
1. Jenis Adsorben
a. Adsorben Polar: Adsorben polar memunyai daya adsorpsi yang besar
terhadap asam karboksilat, alkohol, alumina, keton dan aldehid. Contohnya
adalah alumina.
b. Adsorben non Polar: Adsorben non polar mempunyai daya adsorpsi yang
besar terhadap amin dan senyawa yang bersifat basa. Contohnya adalah
silika.
c. Adsorben Basa: Adsorben basa memunyai daya adsorpsi yang besar.
terhadap senyawa yang bersifat asam. Contohnya adalah Magnesia.
2. Macam-macam Adsorbat
Jika zat yang diadsorsi merupakan elektrolit maka adsorpsi akan berjalan
lebih cepat dan hasil adsorpsi lebih banyak jika dibandingkan dengan larutan non
elektrolit. Hal ini disebabkan karena larutan elektrolit terionisasi sehingga didalam
larutan terdapat ion-ion dengan muatan berlawanan yang menyebabkan gaya
tarik-menarik Van der Waals semakin besar, berarti daya adsorpsi semakin besar.
3. Konsentrasi Masing-Masing Zat
Jika konsentrasi (C) makin besar, maka jumlah zat terlarut yang teradsorpsi
semakin besar. Hal ini sesuai dengan Persamaan (2.1).
= k.x. C
n (2.1)
Dimana: X = berat teradsoprsi (g) M = berat adsorben (g) K, n = konstanta
4. Luas Permukaan
Makin luas permukaan adsorben (adsorben makin kecil ukurannya), maka
adsorpsi yang terjadi makin besar karena kemungkinan zat yang menempel pada
permukaan adsorben bertambah. Hal ini menyebabkan bagian yang semula tidak
Universitas Sumatera Utara
9
berfungsi sebagai permukaan (bagian dalam) setelah digerus akan berfungsi
sebagai permukaan.
5. Tekanan
Jika tekanan diperbesar molekul molekul adsorbat akan lebih cepat
teradsorpsi, akibatnya jumlah adsorbat yang terserap bertambah banyak. Jadi
tekanan memperbesar jumlah zat yang teradsorpsi.
6. Daya Larut terhadap Adsorben
Jika daya larut tinggi maka proses adsorpsi akan terhambat karena gaya
untuk melarutkan solute/adsorbat berlawanan dengan gaya tarik adsorben
terhadap adsorbat.
7. Pengadukan
Jika dilakukan pengadukan, semakin cepat pengadukan maka molekul-
molekul adsorbat dan adsorben akan saling bertumbukan sehingga akan
memercepat proses adsorpsi.
2.4 KINETIKA ADSORPSI
Jumlah adsorbat yang diserap dalam mg/g pada waktu t dihitung dengan
menggunakan Persamaan (2.2).
( )
(2.2)
Dimana Co dan Ct masing-masing adalah konsentrasi adsorbat mula-mula dan
pada waktu t tertentu dalam mg/L. V adalah volume larutan adsorbat dalam ml
dan m adalah massa adsorben dalam mg (Thambavani, 2014).
2.5 ISOTERM ADSORPSI
Isoterm adsorpsi merupakan suatu hubungan distribusi adsorben menjadi
fase cair dan fase padat terhadap larutan adsorbat ketika proses adsorpsi hingga
adsorben mencapai keadaan kesetimbangan. Isoterm adsorpsi diinterpretasikan
dengan dua model yang berbeda, yaitu Langmuir dan Freundlich. Langmuir
menjelaskan bahwa permukaan adsorben adalah homogen, sedangkan Freundlich
adalah heterogen. Langmuir menetapkan bahwa adsorpsi terjadi hanya pada satu
Universitas Sumatera Utara
10
lapisan, berbeda dengan Freundlich yang menyatakan bahwa adsorpsi dapat
terjadi pada multilayer (Marsen dan Mindriany, 2014).
Isoterm freundlich menggambarkan adsorpsi jenis fisika, dimana adsorpsi
terjadi pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat. Isoterm freundlich juga
mengasumsikan bahwa tempat adsorpsi bersifat heterogen. Model isoterm
Freundlich ditunjukkan oleh Persamaan (2.3) (Hui, et al., 2005).
log qe logKf
1
nlogCe (2.3)
Dimana qe adalah jumlah fenol yang terserap per berat massa adsorben
(mg/g), Ce adalah konsentrasi kesetimbangan larutan (mg/L), Kf adalah konstanta
adsorpsi pada multilayer dan 1/n adalah konstanta indikatif dari instensitas
adsorpsi. Isoterm langmuir mendefinisikan bahwa kapasitas adsorben maksimum
terjadi akibat adanya lapisan ganda (multilayer) adsorbat pada permukaan
adsorben (Ruthven, 1984). Dalam bentuk yang umum, persamaan isoterm
langmuir adalah sebagai berikut:
Ce
qe
1
qma .b
Ce
qma
(2.4)
Dimana qmax adalah kapasitas adsorpsi pada multilayer dan b (L/mg) adalah
konstanta Langmuir. Ce dan qe adalah konsentrasi dan kapasitas adsorpsi pada
kesetimbangan, qe adalah jumlah fenol yang terserap per berat massa adsorben
(mg/g) dan Ce adalah konsentrasi akhir kesetimbangan larutan (ppm).
2.6 ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY (AAS)
Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS), merupakan metode yang
digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu sampel dengan cara mengukur
daya penyerapan radiasi pada uap atom yang dihasilkan dari sampel pada panjang
gelombang yang spesifik dan karakteristik dari elemen dalam proses
pertimbangan (Elwell dan Gidley, 1966).
Ada tiga komponen dasar untuk setiap AAS (New Mexico University,
2006):
1. Sumber cahaya
Universitas Sumatera Utara
11
Hal ini dirancang untuk memancarkan spektrum atom dari elemen tertentu.
Lampu tertentu dipilih sesuai dengan elemen yang akan ditentukan. Lampu
katoda berongga atau lampu tidak berelektoda yang biasanya banyak digunakan.
2. Sampel sel
Dimana uap sampel atom dihasilkan dalam berkas cahaya dari sumber. Hal
ini biasanya dilakukan dengan menambahkan sampel ke dalam sistem
pembakaran (api AAS) atau tungku pemanas elektrik atau platform, selaras dalam
jalur optik dari spektrofotometer.
3. Pengukuran cahaya khusus
Termasuk beberapa komponen:
a. monokromator untuk memdispersi beberapa panjang gelombang yang
dipancarkan dari suatu cahaya untuk mengisolasi garis tertentu yang dicari,
b. detektor untuk menghasilkan arus listrik yang tergantung pada intensitas
cahaya. Arus listrik ini diperkuat dan diproses oleh alat elektronik untuk
menghasilkan sinyal, yang merupakan ukuran dari pelemahan cahaya yang
terjadi dalam sel sampel dan, c. sinyal ini diproses lebih lanjut untuk menghasilkan pembacaan dari
instrumen dalam satuan konsentrasi.
Gambar 2.1 Diagram Skematik Yang Menunjukkan Persyaratan Penting Untuk
Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS)
(New Mexico University, 2006)
Universitas Sumatera Utara
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia,
Laboratorium Surfaktan dan Aplikasi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
3.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Arang batang rambutan
2. Tembaga (II) Sulfat (CuSO4.5H2O)
3. Asam klorida (HCl)
4. Natrium hidroksida (NaOH)
5. Aquadest (H2O)
3.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. ayakan 50 mesh, 70 mesh, 100 mesh dan 200 mesh
2. pH meter
3. Gelas ukur
4. Beaker glass 1 Liter
5. Corong
6. Erlenmeyer
7. Neraca analitik
8. Alluminium foil
9. Ballmill
10. Oven
11. Termometer
Universitas Sumatera Utara
13
12. Pipet tetes
13. Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
3.3 PROSEDUR PENELITIAN
3.3.1 Preparasi Arang Rambutan (Pembuatan Adsorben)
1. Arang dicuci dengan aquadest hingga pH air pencuci konstan
2. Arang dihaluskan dengan alat ballmill hingga berukuran serbuk
3. Arang diayak dengan ukuran 50/70 mesh, 70/100 mesh, 100/200 mesh.
4. Oven dihidupkan hingga mencapai suhu 60oC
5. Serbuk arang yang dialasi aluminium foil ditimbang dan dicatat massanya
dan diletakkan di dalam oven
6. Setiap 20 menit pengeringan, serbuk arang rambutan yang dialasi
aluminium foil ditimbang massanya hingga konstan
3.3.2 Prosedur Pembuatan Larutan
Larutan yang perlu disediakan adalah larutan asam serta larutan basa yaitu
larutan 0,1 M HCl dan 0,1 M NaOH, pelarut logam yang pH-nya 4,5 sebanyak 5 L
dan larutan logam Cu2+
dengan konsentrasi 30, 50 dan 70 ppm dari senyawa
CuSO4.5H2O.
3.3.2.1 Pembuatan Larutan HCL 0,1 M (1 L)
1. HCl diambil sebanyak 8,292 mL dari larutan
2. Larutan dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL
3. Larutan diencerkan dengan aquadest sampai batas volume konsentrasi 0,1
M
3.3.2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L)
1. NaOH ditimbang 4 g padatan
2. NaOH dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL
3. NaOH diencerkan dengan aquadest sampai batas volume yang telah
ditentukan
Universitas Sumatera Utara
14
3.3.2.3 Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5
1. Aquadest disiapkan sebanyak 5 L kedalam botol reagen steril
2. HCl dan NaOH ditambahkan ke dalam aquadest hingga pH larutan 4,5
dengan menggunakan pipet tetes.
3.3.2.4 Pembuatan Larutan Cu2+
30 ppm
1. Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
2. Larutan dimasukkan ke dalam botol reagen steril
3. Larutan Cu2+
1000 ppm ditambahkan sebanyak 75 ml
4. Larutan diaduk rata hingga padatan melarut
3.3.2.5 Pembuatan Larutan Cu2+
50 ppm
1. Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
2. Larutan dimasukkan ke dalam botol reagen steril
3. Larutan Cu2+
1000 ppm ditambahkan sebanyak 125 ml
4. Larutan diaduk rata hingga padatan melarut
3.3.2.6 Pembuatan Larutan Cu2+
70 ppm
1. Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
2. Larutan dimasukkan ke dalam botol reagen steril
3. Larutan Cu2+
1000 ppm ditambahkan sebanyak 175 ml
4. Larutan diaduk rata hingga padatan melarut
3.3.3 Batch Adsorpsi ion logam Cu2+
3.3.3.1 Kinetika Adsorpsi Arang Rambutan terhadap Ion Logam Cu2+
1. Larutan Cu2+
(50 ppm) sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
2. Adsorben arang rambutan pada ukuran 50 mesh ditambahkan sebanyak 1
gram
3. Campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 50 rpm
pada suhu kamar dengan waktu 2 jam
Universitas Sumatera Utara
15
4. Sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis setiap 10 menit dengan
waktu adsorpsi 2 jam
5. Konsentrasi ion Cu2+
pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan
Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
6. Kapasitas adsorpsi qt dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.1).
qt = (C( (Co+C)V
(3.1) M
7. Percobaan diulang untuk variasi konsentrasi lainnya.
3.3.3.2 Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Cu2+
terhadap Kapasitas Adsorpsi
1. Larutan Cu2+
(50 ppm) diambil sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
2. Adsorben arang rambutan dengan ukuran 50 mesh ditambahkan sebanyak
1 gram
3. Campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 50 rpm
pada suhu kamar dengan waktu 2 jam
4. Sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis setiap 10 menit dengan
waktu adsorpsi 2 jam
5. Konsentrasi ion Cu2+
pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan
Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
6. Kapasitas adsorpsi qt dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.1).
7. Percobaan diulang untuk variasi konsentrasi lainnya.
3.3.3.3 Pengaruh Kecepatan Pengadukan Adsorpsi Arang Rambutan terhadap Ion
Logam Cu2+
1. Larutan Cu2+
(50 ppm) diambil sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
2. Adsorben arang rambutan dengan ukuran 50 mesh ditambahkan sebanyak
1 gram
3. Campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan tertentu
pada suhu kamar dengan waktu 2 jam
Universitas Sumatera Utara
16
4. Sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis setiap 10 menit dengan
waktu adsorpsi 2 jam
5. Konsentrasi ion Cu2+
pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan
Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
6. Kapasitas adsorpsi qt dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.1).
7. Percobaan diulang untuk variasi konsentrasi lainnya.
3.3.3.4 Pengaruh Ukuran Adsorben terhadap Kapasitas Adsorpsi
1. Larutan Cu2+
(30 ppm) diambil sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
2. Adsorben arang rambutan dengan ukuran tertentu ditambahkan sebanyak 1
gram
3. Campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 50 rpm
pada suhu kamar dengan waktu 2 jam
4. Sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis setiap 10 menit dengan
waktu adsorpsi 2 jam
5. Konsentrasi ion Cu2+
pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan
Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
6. Kapasitas adsorpsi qt dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.1).
7. Percobaan diulang untuk variasi ukuran lainnya.
Universitas Sumatera Utara
17
3.4 FLOWCHART PENELITIAN
3.4.1 Flowchart Preparasi Arang Rambutan (Pembuatan Adsorben)
Gambar 3.1 Flowchart Preparasi Arang Rambutan (Pembuatan Adsorben)
Mulai
Arang dicuci dengan aquadest hingga pH air pencuci konstan
Arang dihaluskan dengan alat ballmill hingga berukuran
serbuk
Arang diperoleh dari Pabrik Arang Tuntungan, Kecamatan Medan
Tuntungan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Oven dihidupkan hingga mencapai suhu 60oC
Serbuk arang yang dialasi aluminium foil ditimbang dan dicatat
massanya dan diletakkan didalam oven
Setiap 10 menit pengeringan, serbuk arang ditimbang massanya
hingga konstan
Selesai
Arang diayak dengan ukuran 50/70 mesh, 70/100 mesh, 100/200
mesh.
Universitas Sumatera Utara
18
3.4.2 Flowchart Pembuatan Larutan
3.4.2.1 Pembuatan Larutan HCL 0,1 M (1 L)
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M
3.4.2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L)
Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M
Mulai
Larutan HCl diambil sebanyak 8,292 mL
Larutan dimasukkan ke dalam beaker sebanyak 1000 mL
Selesai
Larutan diencerkan dengan aquadest sampai batas tanda
Mulai
Padatan NaOH ditimbang sebanyak 4 g
Padatan dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL
Selesai
Padatan diencerkan dengan aquadest sampai batas tanda
Universitas Sumatera Utara
19
3.4.2.3 Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5
Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut Dengan pH 4,5
3.4.2.4 Pembuatan Larutan Cu2+
30 ppm
Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cu2+
(30 ppm)
Mulai
Aquadest 5 L ditambahkan ke dalam botol reagen steril
Selesai
HCl dan NaOH ditambahkan ke dalam aquadest hingga pH
larutan 4,5
Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
Mulai
Larutan dimasukkan ke dalam botol reagen steril
Larutan Cu2+
1000 ppm ditambahkan sebanyak 75 ml
Selesai
Larutan diaduk rata hingga padatan melarut
Universitas Sumatera Utara
20
3.4.2.5 Pembuatan Larutan Cu2+
50 ppm
Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cu2+
(50 ppm)
3.4.2.6 Pembuatan Larutan Cu2+
70 ppm
Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cu2+
(70 ppm)
Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
Mulai
Larutan dimasukkan ke dalam botol reagen steril
Larutan Cu2+
1000 ppm ditambahkan sebanyak 125 ml
Selesai
Larutan diaduk rata hingga padatan melarut
Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
Mulai
Larutan dimasukkan ke dalam botol reagen steril
Larutan Cu2+
1000 ppm ditambahkan sebanyak 175 ml
Selesai
Larutan diaduk rata hingga padatan melarut
Universitas Sumatera Utara
21
Apakah ada
variasi lain?
Apakah ada variasi
kecepatan pengadukan
lain?
3.4.3 Flowchart Adsorpsi ion logam Cu2+
3.4.3.1 Kintetika Adsorpsi Ion Logam Terhadap Kapasitas Adsorpsi
Gambar 3.8 Flowchart Pengaruh Kintetika Adsorpsi Ion Logam Terhadap
Kapasitas Adsorpsi
Selesai
Larutan Cu2+
(30 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
idak
q𝑡 (C0 − Ct)V
w
Hitung kapasitas
adsorpsi
Konsentrasi ion Cu2+ setelah adsorpsi
dianalisa dengan Atomic Adsorption Spectroscopy
(AAS)
Sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis setiap 10 menit
dengan waktu adsorpsi 2 jam
Adsorben arang rambutan ukuran 100 mesh ditambahkan sebanyak
1 gram
Mulai
Campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan 150 rpm
pada suhu kamar dengan waktu 2 jam
Tidak
a
Universitas Sumatera Utara
22
Apakah ada
variasi ukuran
lain?
Apakah ada variasi
lain?
3.4.3.2 Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap Kapasitas Adsorpsi
Gambar 3.9 Flowchart Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap Kapasitas Adsorpsi
Selesai
Larutan Cu2+
(30 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
idak
q𝑡 (C0 − Ct)V
w
Hitung kapasitas
adsorpsi
Konsentrasi ion Cu2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan
Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
Sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis setiap 10 menit
dengan waktu adsorpsi 2 jam
Adsorben arang rambutan ukuran 100 mesh ditambahkan sebanyak
1 gram
Mulai
Campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan 150 rpm
pada suhu kamar dengan waktu 2 jam
Tidak
a
Universitas Sumatera Utara
23
Apakah ada variasi
konsentrasi lain?
Apakah ada variasi kecepatan
pengadukan lain?
3.4.3.3 Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Kapasitas Adsorpsi
Gambar 3.10 Flowchart Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Kapasitas
Adsorpsi
Selesai
Larutan Cu2+
(30 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
idak
q𝑡 (C0 − Ct)V
w
Hitung kapasitas adsorpsi
Konsentrasi ion Cu2+ setelah adsorpsi
dianalisa dengan Atomic Adsorption Spectroscopy
(AAS)
Sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis setiap 10 menit
dengan waktu adsorpsi 2 jam
Adsorben arang rambutan ukuran 100 mesh ditambahkan sebanyak
1 gram
Mulai
Campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan 150 rpm pada
suhu kamar dengan waktu 2 jam
Tidak
a
Universitas Sumatera Utara
24
Apakah ada
variasi lain?
Apakah ada variasi kecepatan
pengadukan lain?
3.4.3.4 Kecepatan Pengadukan Adsorpsi Arang Rambutan Terhadap Ion
Logam Cu2+
Gambar 3.11 Mengukur Kecepatan pengadukan Adsorpsi Arang Rambutan
Terhadap Ion Logam Cu2+
Selesai
Larutan Cu2+
(30 ppm) sebanyak 100 mL dari botol reagen 2,5 L lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
idak
q𝑡 (C0 − Ct)V
w
Hitung kapasitas
adsorpsi
Konsentrasi ion Cu2+ setelah adsorpsi dianalisa
dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
Sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis setiap 10 menit
dengan waktu adsorpsi 2 jam
Adsorben arang rambutan ukuran 100 mesh ditambahkan sebanyak
1 gram
Mulai
Campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan 150 rpm
pada suhu kamar dengan waktu 2 jam
Tidak
a
Universitas Sumatera Utara
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PERLAKUAN AWAL PADA ADSORBEN ARANG KAYU
RAMBUTAN
Arang kayu rambutan dicuci menggunakan aquadest hingga mencapai
kodisi pH konstan dan menghilangkan zat-zat pengotor yang masih melekat pada
arang kayu rambutan seperti debu, tanah, dan zat-zat organik maupun zat
anorganik lainnya. Dari proses pencucian diketahui bahwa pH awal arang kayu
rambutan adalah 5,4. Hal ini menunjukkan bahwa arang kayu rambutan masih
bersifat asam yang disebabkan oleh kandungan zat-zat pengotor yang ada pada
arang kayu rambutan. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa dibutuhkan 12 kali tahap
pencucian untuk dapat menghilangkan kandungan zat-zat pengotor yang ada pada
arang kayu rambutan sampai pH air pencuci menjadi konstan, yaitu pada pH 6,7.
Gambar 4.1 Tahap Pencucian Adsorben Arang Kayu Rambutan hingga pH Tidak
Berubah Lagi
Setelah tahap pencucian, arang kayu rambutan yang telah dipisahkan
menurut ukurannya masing-masing dikeringkan di dalam oven dengan kondisi
operasi pada suhu 60oC dan ditimbang massanya setiap 20 menit hingga
massanya arang kayu rambutan tidak berubah lagi. Tujuan dari tahap pengeringan
adalah untuk menghilangkan kadar air yang terdapat pada arang kayu rambutan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
pH
Pencucian
Universitas Sumatera Utara
26
sampai adsorben tersebut benar-benar kering. Dari tahap pengeringan diperoleh
hasil bahwa untuk mendapatkan massa yang konstan, sampel dengan ukuran
50/70 mesh membutuhkan waktu pengeringan selama 60 menit, untuk sampel
dengan ukuran 70/100 mesh membutuhkan waktu pengeringan selama 80 menit
dan untuk sampel dengan ukuran 100/200 mesh membutuhkan waktu pengeringan
selama 80 menit, seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Tahap Pengeringan Adsorben Arang Kayu Rambutan
4.2 PENENTUAN WAKTU KONTAK TERBAIK DAN KINETIKA
ADSORPSI
Waktu kontak merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan adsorben (arang
kayu rambutan) untuk menjerap adsorbat (Cu2+
) secara terbaik dalam proses
adsorpsi untuk mengetahui kinetikanya. Dari data Tabel L1.4 dapat dibuat grafik
antara waktu kontak dengan persentase penyisihan logam (R) Cu2+
.
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa persentase penyisihan logam semakin
besar dengan bertambahnya waktu kontak dan akan konstan pada waktu tertentu.
Kenaikan konsentrasi Cu2+
yang teradsorpsi mencapai titik terbaik pada waktu
120 menit dengan persentase penyisihan logam sebesar 47,78%. Pada 5 menit
pertama persentase penyisihan logam Cu2+
adalah 31,25%. Penjerapan ion Cu2+
semakin meningkat sampai pada waktu 90 menit yaitu dengan persentase
penyisihan logam Cu2+
sebesar 40,676%. Setelah interaksi berlangsung selama
37.0
37.5
38.0
38.5
39.0
39.5
40.0
0 20 40 60 80 100 120 140
Mas
sa (
g)
Waktu Pencuncian (Menit)
50/70 mesh
70/100 mesh
100/200 mesh
Universitas Sumatera Utara
27
120 menit, adsorpsi ion logam Cu2+
mendekati konstan dengan persentase
penyisihan logam Cu2+
sebesar 47,78%. Hal ini menunjukkan telah tercapainya
keadaan kesetimbangan. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi di permukaan arang
kayu rambutan telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi
ion logam Cu2+
dalam adsorben arang kayu rambutan sehingga penjerapan pada
waktu kontak 120 menit sampai dengan 240 menit menjadi konstan atau hampir
sama
Gambar 4.3 Persentase Penyisihan Logam Cu2+
dengan Konsentrasi Ion Logam
Cu2+
70 ppm, Ukuran Adsorben 100/200 mesh, dan Kecepatan
Pengadukan 150 rpm
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak antara
adsorben arang kayu rambutan dengan adsorbat Cu2+
, maka persentase penyisihan
logam Cu2+
semakin besar. Hal ini disebabkan semakin lama waktu interaksi
adsorben dengan adsorbat menyebabkan peningkatan kadar Cu2+
yang diadsorpsi
dan akan konstan saat adsorben tidak dapat lagi mengadsorpsi. Widayatno dkk.
(2018) menyatakan bahwa kesetimbangan adsorpsi terjadi bila larutan
dikontakkan dengan adsorben padat dan molekul dari adsorbat berpindah dari
larutan ke padatan dalam keadaan setimbang.
Kinetika adsorpsi ini dilakukan untuk mengetahui laju adsorpsi dari suatu
adsorben terhadap adsorbat dengan pengaruh waktu. Waktu kontak yang
diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai ukuran laju
adsorpsi. Pada penelitian ini pengujian laju adsorpsi dilakukan dengan menduga
30
35
40
45
50
0 50 100 150 200 250
R (
%)
Waktu (Menit)
Universitas Sumatera Utara
28
orde reaksinya. Orde reaksi laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan
sebagai kecepatan terjadinya suatu reaksi.
Dalam penelitian ini, data kinetika adsorsi diperoleh secara empiris dengan
menggunakan model pseudo orde satu dan pseudo orde dua dengan menggunakan
Persamaan (4.1) dan Persamaan (4.2).
1
qt
k1
(qe)t +
1
qe
(4.1)
t
qt
t
qe
+ 1
k2qe2 (4.2)
Dari hasil perhitungan teoritis, persamaan pseudo orde satu dan pseudo orde
dua memiliki nilai koefisien korelasi (R2) yang jauh berbeda. Perbandingan nilai
koefisien korelasi (R2) dapat digunakan untuk menentukan pemodelan yang
sesuai dengan proses adsorpsi. Persamaan orde satu memiliki nilai R2 sebesar
0,5012 dan persamaan orde dua memiliki nilai R2 sebesar 0,9887. R
2 diperoleh
dengan cara membuat grafik antara data kapasitas adsorpsi (qt) terhadap waktu
dengan menggunakan Persamaan (4.1) dan Persamaan (4.2), yang ditunjukkan
pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5.
Gambar 4.4 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam Cu2+
70 ppm,
Ukuran Adsorben 100/200 Mesh dan Kecepatan Pngadukan 150 rpm
y = 0.7599x + 0.3471
R² = 0.5012
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.0 0.1 0.2 0.3
1/q
t (g
/mg)
1/t (1/menit)
Universitas Sumatera Utara
29
Gambar 4.5 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam Cu2+
70 ppm,
Ukuran Adsorben 100/200 Mesh, dan kecepatan pengadukan 150
rpm
Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa proses adsorpsi yang
berlangsung pada penelitian ini melibatkan interaksi secara kimia (chemisorption)
lebih dominan dibandingkan interaksi secara fisika. Dibuktikan dengan nilai R2
dari pemodelan Pseudo Orde Dua lebih mendekati 1. Menurut Thambavani dkk.
(2014), persamaan orde dua didasarkan pada asumsi bahwa tahap penentuan laju
yang mungkin ialah adsorpsi secara kimia antara adsorben dan adsorbat. Hal
tersebut didukung oleh hasil analisis FTIR yang dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya perubahan gugus sesudah proses
adsorpsi berlangsung.
y = 0.2835x + 4.1934
R² = 0.9887
0
10
20
30
40
50
60
70
0 50 100 150 200 250
t/qt
(g.m
in/m
g)
t (menit)
Universitas Sumatera Utara
30
Gambar 4.6 Hasil Analisis FTIR pada Arang Kayu Rambutan Sebelum dan
Sesudah Proses Adsorpsi
Puncak serapan pada arang sebelum adsorpsi dan sesudah adsorpsi
berurutan adalah 3425,58 1/cm dan 3421,72 1/cm. Skoog dkk. (2007) pada
rentang peak 3200-3600 cm-1
menunjukkan getaran peregangan gugus OH. Pada
arang kayu rambutan terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang pada
rentang 900 - 1200 cm-1
, hal tersebut karena adanya penyerapan oleh OH, CH, C-
OH dan CH2 pada unit glikosil. Sedangkan pada puncak serapan dengan bilangan
gelombang 2931,80 cm-1
dan 2958,80 cm-1
mengindikasikan keberadaan gugus C-
H (3000-2850 cm-1
) yang menunjukkan adanya senyawa alkana.
Perubahan puncak serapan diamati setelah adsorpsi yang menunjukkan
bahwa kelompok-kelompok fungsional cenderung untuk berpartisipasi dalam
pengikatan logam. Pergeseran dari kelompok fungsional dapat dihubungkan
dengan adanya interaksi kelompok tersebut dengan ion logam. Namun hasil
analisis yang diperoleh dari FTIR tersebut belum dapat dijadikan kesimpulan yang
kuat untuk menentukan jenis adsorpsi dari adsorben pada penelitian ini. Maka dari
itu perlu dilakukan analisis yang lebih spesifik lagi untuk menentukan jenis
adsorpsi yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
31
4.3 PENENTUAN DIFUSI PORI
Pemodelan difusi internal dan difusi eksternal dapat digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan adsorpsi logam berat tembaga (Cu2+
) pada jenis
adsorben arang kayu rambutan. Proses adsorpsi Cu2+
terjadi pada pada
permukaan luar/eksternal adsorben ataupun juga sampai kedalam pori
adsorben/internal. Bila difusi hanya terjadi pada permukaan luar saja, maka proses
adsorpsi dapat dideskripsikan menggunakan pemodelan difusi eksternal. Namun
jika difusi kemungkinan terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori adsorben,
maka proses adsorpsi dapat dideskripsikan menggunakan pemodelan difusi
internal. Pemodelan difusi eksternal dan internal diaplikasikan dan disesuaikan
secara teoritis sehingga diperoleh kesimpulan tentang peristiwa difusi yang
terjadi. Parameter dari model difusi eksternal dan internal dilihat pada Gambar
4.7 dan Gambar 4.8. Persamaan (4.3) adalah model kinetika difusi internal dan
Persamaan (4.4) adalah model kinetika difusi eksternal (Liu dkk., 2013).
qt= kidt1/2
(4.3)
ln Ct/C0 = -kf(A/V)t (4.4)
Gambar 4.7 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi Ion Logam
Cu2+
70 ppm, Ukuran Adsorben 100/200 Mesh dan Kecepatan
Pengadukan 150 rpm
y = 0.1093x + 1.8343
R² = 0.9138
1
2
3
4
5
0 4 8 12 16
qt
(mg/g
)
t1/2 (menit1/2)
t^1/2
Universitas Sumatera Utara
32
Gambar 4.8 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada Konsentrasi Logam Cu2+
70 ppm, Ukuran Adsorben 100/200 Mesh dan Kecepatan
Pengadukan 150 rpm
Gambar 4.7 dan 4.8 menunjukkan bahwa pemodelan kinetika difusi internal
memiliki nilai R2 = 0,9138 dan difusi eksternal memiliki nilai R
2 = 0,8565. Nilai
koefisien korelasi (R2) difusi internal lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
koefisien korelasi (R2) difusi eksternal. Liu dkk. (2013) menyatakan Rendahnya
koefisien korelasi model difusi eksternal dibandingkan model difusi internal,
terjadi karena adsorpsi pada permukaan dalam dari difusi ion pada larutan logam
lebih nyata dari pada difusi ion jika hanya pada permukaan saja. Dari nilai R2
dapat diketahui bahwa pada penelitian ini pemodelan kinetikanya adalah
kecenderungan (trend) difusi internal. Hal ini menunjukkan bahwa pada adsorben
terdapat inter partikel area permukaan arang kayu rambutan yang mengalami
difusi internal antar partikel pori.
Data antara qt (mg/g) dan √t membentuk garis plot yang tidak sesuai dengan
garis aslinya/garis operasi. Dapat disimpulkan bahwa difusi film dan difusi
intrapartikel terjadi secara simultan. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis
pemodelan kinetika adsorpsi. Kinetika adsorpsi orde dua menunjukkan bahwa
proses difusi yang terjadi adalah difusi internal. Ini berarti bahwa ion logam
y = 0.006x + 2.2547
R² = 0.8565
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
0 50 100 150 200 250
qt
(mg/g
)
t (menit)
Universitas Sumatera Utara
33
diadsorpsi secara simultan/bersamaan, ion logam tersebut akan terjerap pada
permukaan bagian dalam adsorben (celah antar adsorben). Sehingga, proses
adsorpsi ini mempengaruhi proses difusi dari logam berat dan kapasitas adsorpsi
akan semakin lebih besar.
4.4 JUMLAH KONSENTRASI Cu2+
TERJERAP LOGAM DENGAN
VARIASI UKURAN ADSORBEN
Data persentase penyisihan logam Cu2+
arang kayu rambutan pada variasi
ukuran dapat dilihat pada Tabel L1.5 dan pada Gambar 4.9. Hasil analisis
menunjukkan adanya perbedaan jumlah konsentrasi terjerap pada variasi ukuran
adsorben. Semakin kecil ukuran adsorben maka persentase penyisihan logam akan
semakin tinggi. Adsorben yang berukuran 100/200 mesh memiliki jumlah
konsentrasi terjerap paling tinggi dibandingkan dengan adsorben yang berukuran
70/100 mesh dan 50/70 mesh.
Gambar 4.9 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran pada Kecepatan
Pengadukan 50 rpm dan konsentrasi Cu2+
30 ppm
Data hasil analisis di atas menunjukkan bahwa pada ukuran adsorben
100/200 mesh memiliki daya adsorpsi paling besar dibandingkan dengan ukuran
50/70 mesh dan 70/100 mesh. Hal ini disebabkan karena ukuran 100/200 mesh
memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran 50/70
mesh dan 70/100 mesh, sehingga membuat proses penjerapan ion logam menjadi
maksimal. Menurut Al-Anber (2011) menyatakan ukuran partikel yang lebih kecil
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
50/70 70/100 100/200
qt
(mg)
Ukuran (mesh)
konsentrasi
30 ppm
kecepatan
50 rpm
Universitas Sumatera Utara
34
akan mengurangi difusi internal dan batasan transfer massa adsorbat untuk masuk
ke dalam adsorben, yaitu kesetimbangan lebih mudah dicapai dan kemampuan
adsorpsi hampir penuh dapat dicapai. Efisiensi adsorpsi maksimum dicapai
dengan ukuran partikel yang kecil, hal ini disebabkan sebagian besar permukaan
internal partikel tersebut mungkin dimanfaatkan untuk adsorpsi. Ukuran partikel
yang lebih kecil memberikan laju adsorpsi yang lebih tinggi, di mana zat yang
akan diadsorpsi memiliki jalur yang pendek untuk berpindah ke dalam struktur
pori-pori adsorben dengan ukuran partikel kecil.
4.5 JUMLAH KONSENTRASI Cu2+
TERJERAP DENGAN VARIASI
KONSENTRASI LARUTAN
Data persentase penyisihan logam arang kayu rambutan pada variasi
konsentrasi larutan Cu2+
dapat dilihat pada Tabel L1.6 dan pada Gambar 4.10.
Hasil analisis menunjukkan adanya jumlah konsentrasi logam terjerap pada
variasi konsentrasi larutan Cu2+
. Semakin tinggi konsentrasi larutan Cu2+
, maka
jumlah jumlah konsentrasi logam terjerap akan semakin tinggi. Larutan Cu2+
dengan konsentrasi 70 ppm memiliki jumlah konsentrasi terjerap lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi larutan 50 ppm dan 30 ppm.
Gambar 4.10 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi pada
Kecepatan Pengadukan 100 rpm dan Ukuran Adsorben 50/70 mesh
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
30 50 70
qt
(mg)
Konsentrasi (ppm)
50/70 mesh
100 rpm
Universitas Sumatera Utara
35
Data hasil analisis di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi larutan
Cu2+
70 ppm diperoleh daya adsorpsi paling besar dibandingkan dengan
konsentrasi larutan Cu2+
50 ppm dan konsentrasi larutan Cu2+
30 ppm. Menurut
Gupta dan Nayak (2011) meningkatnya jumlah total ion logam yang dijerap
dengan meningkatnya konsentrasi awal ion logam pada larutan dikarenakan lebih
banyak ion logam yang tersedia pada larutan dengan konsentrasi ion logam yang
lebih tinggi sehingga memungkinkan tersedianya gaya dorong yang lebih besar
untuk ion logam dari larutan ke adsorben. Berdasarkan teori di atas dapat
dikatakan penelitian ini sesuai dengan teori dikarenakan kapasitas penyerapan dan
persentase adsorpsi meningkat seiring meningkatnya konsentrasi ion logam yang
akan dijerap.
4.6 JUMLAH KONSENTRASI TERJERAP Cu2+
DENGAN VARIASI
KECEPATAN PENGADUKAN
Data jumlah konsentrasi logam terjerap arang kayu rambutan pada variasi
konsentrasi larutan Cu2+
dapat dilihat pada Tabel L1.7 dan pada Gambar 4.11.
Hasil analisis menunjukkan adanya jumlah konsentrasi logam terjerap pada
variasi konsentrasi larutan Cu2+
. Semakin tinggi konsentrasi larutan Cu2+
, maka
jumlah penyisihan logam akan semakin tinggi. Larutan Cu2+
dengan konsentrasi
70 ppm memiliki jumlah konsentrasi terjerap lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi larutan 50 ppm dan 30 ppm.
Gambar 4.11 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan
pada Ukuran Adsorben 70/100 mesh dan konsentrasi 50 ppm
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
50 100 150
qt
(mg)
Kecepatan (rpm)
70/100
mesh 50
ppm
Universitas Sumatera Utara
36
Data hasil analisis di atas menunjukkan bahwa kecepatan pengadukan 150
rpm diperoleh daya adsorpsi paling besar dibandingkan dengan kecepatan
pengadukan 100 rpm dan 50 rpm. Menurut Thambavani dkk. (2014) kapasitas
penyerapan oleh adsorben meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan
pengadukan dikarenakan konsentrasi ion yang ingin dijerap akan lebih tinggi
disekitar permukaan adsorben. Kecepatan pengadukan yang lebih tinggi juga
dapat mendorong perpindahan massa ion yang lebih baik dari sejumlah besar
larutan ke permukaan adsorben. Akan tetapi kecepatan pengadukan yang terlalu
cepat akan menyebabkan desorpsi sehingga kapasitas adsorpsi akan menurun,
dimana pada kecepatan diatas 600 rpm tidak akan meningkatkan kapasitas
penyerapan. Berdasarkan teori di atas dapat dikatakan penelitian ini sesuai dengan
teori yang menyatakan kapasitas penyerapan meningkat seiring meningkatnya
kecepatan pengadukan.
4.7 PENENTUAN ISOTERM ADSORPSI DAN KAPASITAS ADSORPSI
DARI PENJERAPAN ION LOGAM TEMBAGA
Penentuan isoterm adsorpsi ion logam Cu dapat dilihat pada gambar 4.11.
Gambar 4.11 merupakan kurva isoterm adsorpsi arang kayu rambutan terhadap
ion logam Cu. Isoterm adsorpsi yang digunakan merupakan isoterm Freundlich.
Isoterm Freundlich dipilih berdasarkan R2 yang telah dihasilkan. Persamaan dan
R2 isoterm dapat dilihat pada tabel.
Gambar 4.12 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir Arang Kayu Rambutan terhadap
Ion Logam Cu2+
y = 0.6402x - 10.143
R² = 0.6966
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Ce/
Qe
Ce mg/L
Universitas Sumatera Utara
37
Gambar 4.13 Kurva Isoterm Adsorpsi Freundlich Arang Kayu Rambutan
terhadap Ion Logam Cu2+
Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai R2 yang paling mendekati 1 adalah pada
isoterm Freundlich. Oleh karena itu isoterm Freundlich dipilih untuk mewakili
penjerapan ion logam Cu dengan nilai k dan n diperoleh 2,1766 dan -0,2049.
4.8 PENGUJIAN ADSORBEN ARANG KAYU RAMBUTAN DENGAN
MENGGUNAKAN SEM-EDX
Pada gambar menunjukkan karakteristik permukaan arang batang rambutan
pada 5000x pembesaran. Dapat dilihat pada SEM bahwa permukaan arang kayu
sebelum dan sesudah adsorpsi memiliki bentuk yang sama. Pada hasil analisa
EDX seperti pada gambar 4.14 dan 4.15 terdapat perbedaan komposisi sebelum
dan setelah adsorpsi dimana komposisi adsorben setelah adsorpsi terdapat logam
tembaga sehingga dapat disimpulkan bahwa logam tembaga teradsorpsi oleh
arang kayu rambutan.
y = -4.8791x + 8.8168
R² = 0.862
0.0
0.3
0.6
0.9
1.2
1.5
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Log q
e
Log Ce
Universitas Sumatera Utara
38
a. SEM b. EDX
Gambar 4.14 Hasil Analisa Sebelum Proses Adsorpsi a. SEM, b. EDX
\
a. SEM b. EDX
Gambar 4.15 Hasil Analisa Setelah Proses Adsorpsi a. SEM, b. EDX
Universitas Sumatera Utara
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaruh waktu adsorpsi menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak
antara adsorben arang kayu rambutan dengan adsorbat Cu2+
, maka persentase
penyisihan logam Cu2+
semakin besar.
2. Penentuan persentase penyisihan logam dengan variasi ukuran adsorben, yang
paling baik menjerap ion logam Cu2+
adalah ukuran 100/200 mesh.
3. Penentuan persentase penyisihan logam dengan variasi konsentrasi larutan,
yang paling baik adalah konsentrasi 70 ppm.
4. Penentuan persentase penyisihan logam dengan variasi kecepatan pengadukan,
yang paling baik adalah kecepatan 150 rpm.
5. Pada pemodelan kinetika adsorpsi diperoleh koefisien korelasi antara
persamaan orde satu dan orde dua, yang menunjukkan bahwa tipe interaksi ion
Cu2+
pada lebih dominan terjadi secara kimia dibanding secara fisika.
Pemodelan kinetika adsorpsi menunjukkan kecenderungan difusi internal yang
menunjukkan pada adsorben terdapat inter partikel area permukaan adsorben
yang mengalami difusi internal antar partikel pori.
5.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk mengembangkan pengetahuan di bidang
adsorpsi adalah sebagai berikut:
1. Melakukan kajian terhadap pemurnian arang kayu yang telah terkontaminasi
logam tembaga.
2. Saat melakukan pengambilan sampel, dilakukan tepat ditengah permukaan
sampel secara konstan untuk semua sampel.
3. Disarankan untuk membandingkan proses adsorpsi dengan sesudah diaktivasi.
Universitas Sumatera Utara
40
DAFTAR PUSTAKA
Abdolali, A., Ngo, H. H., Guo, W. S., Lee, D. J., Tung, K. L., dan Wang, X. C.
(2014). Development and Evaluation of a New Multi-Metal Binding
Biosorbent. Bioresource Technology, 160, 98–106.
Al-Anbar, M. A. (2011). Thermodynamics Approach in the Adsorption of Heavy
Metals. Thermodynamics - Interaction Studies - Solids, Liquids and Gases,
(November 2011).
Bashyal, D., Homagai, P. L., dan Ghimire, K. N. (1970). Removal of Lead from
Aqueous Medium Using Xanthate Modified Apple Juice Residue. Journal of
Nepal Chemical Society, 26, 53–60.
Cahyani, M. D., Azizah, R., dan Yulianto, B. (2012). Studi Kandungan Logam
Berat Tembaga (Cu) pada Air , Sedimen , dan Kerang Darah (Anadara
granosa) di Perairan Sungai Sayung dan Sungai Gonjol, Kecamatan Sayung,
Kabupaten Demak. Journal of Marine Research, 1(2), 73–79.
Castellan, G. W. 1982. Physical Chemistryí, 2nd Edition, Addisoan Wesley
Publishing Company, Massachusetts, 435-437.
Chen, S., Yue, Q., Gao, B., Li, Q., dan Xu, X. (2011). Removal of Cr(VI) from
Aqueous Solution Using Modified Corn Stalks: Characteristic, Equilibrium,
Kinetic and Thermodynamic Study. Chemical Engineering Journal, 168(2),
Dalimartha, S. 2005. Atlas Tanaman Indonesia. Jilid 4. Puspa suara, Jakarta.
Elwell, W. T., dan Gidley, J. A. F. 1966. Atomic Absorption Spectrophotometry.
Research Department. Imperial Metal Industries (Kynoch) Ltd. England.
Gupta, V. K., & Nayak, A. (2012). Cadmium removal and recovery from aqueous
solutions by novel adsorbents prepared from orange peel and Fe 2O 3
nanoparticles. Chemical Engineering Journal, 180, 81–90.
Hananingtyas, I. (2017). Studi Pencemaran Kandungan Logam Berat Timbal (Pb)
dan Kadmium (Cd) pada Ikan Tongkol (Euthynnus sp.) di Pantai Utara Jawa.
Biotropic Journal of Tropical Biology, 1(2), 41–50.
Haryanto, B., Panjaitan, F., Haloho, H., Rawa, R., dan Ridho, M. (2014). Kajian
Kemampuan Adsorpsi Batang Jagung (Zea mays.) Terhadap Ion Logam
Kadmium (Cd2+
). jurnal teknologi pertanian andalas, 20(1), 1410–1920.
Universitas Sumatera Utara
41
Herman, D. Z. (2006). Tinjauan terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar
Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa
Pengolahan Bijih Logam. Indonesian Journal on Geoscience, 1(1), 31–36.
Horsfall, M., Abia, A. A., dan Spiff, A. I. (2003). Removal of Cu (II) and Zn (II)
Ions from Wastewater by Cassava (Manihot esculenta cranz) Waste Biomass.
African Journal of Biotechnology, 2(10), 360–364.
Hui, K.S., Chao, C.Y.H., and Kot, S.C. 2005. Removal of Mixed Heavy Metal Ions
in Wastewater by Zeolite 4A and Residual Products from Recycled Coal Fly
Ash. Journal of Hazardous Materials. B127, pp. 89-101.
Iakovleva, E., dan Sillanpää, M. (2013). The Use of Low-Cost Adsorbents for
Wastewater Purification in Mining Industries. Environmental Science and
Pollution Research, 20(11), 7878–7899.
Liu, H., Wang, C., Liu, J., Wang, B. L., & Sun, H. (2013). Competitive adsorption
of Cd(II), Zn(II) and Ni(II) from their binary and ternary acidic systems using
tourmaline. Journal of Environmental Management, 128, 727–734.
Marsen Alimano dan Mindriany Syafila. (2014). Adsorbent Size Reduction to
Enlarge Its Pore Diameterin Effort to Improve Used Cooking Oil Adsorption
efficiency. Jurnal Teknik Lingkungan Volume 20 Nomor 2, Oktober 2014
(Hal 173-182). Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan, Institut Teknologi Bandung: Bandung.
New Mexico State University. 2006. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS).
Departmentof Chemistry and Biochemistry. Mexico.
Nuriadi, N., Napitupulu, M., dan Rahman, N. (2013). Analisis Logam Tembaga
(Cu) pada Buangan Limbah Tromol (Tailing) Pertambangan Poboya. Jurnal
Akademika Kimia, 2(2), 90–96.
Prasetio, H., dan Purwiyanto, A. I. S. (2016). Analisis Logam Tembaga Berat
Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) dalam Plankton di Muara Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan. Maspari journal, 8(2), 73–82.
Rahmayani, F., dan Mz, S. (2013). Alternatif Pada Pengurangan Kadar Klorin
dalam Air Olahan (Treated Water). Jurnal Teknik Kimia USU, 2(2).
Universitas Sumatera Utara
42
Rajeswari, R., dan Sailaja, N. (1992). Impact of Heavy Metals on the
Environment Pollution. Journal of Chemical and Pharmaceutical Sciences,
(3), 0974–2115.
Ruthven, D M. (1984). Princple of Adsorption & Adsorption Process. John Wiley
& Sons: New York, 124-141
Sari, S. H. J., Kirana, J. F. A., dan Guntur. (2017). Analisis Kandungan Logam
Berat Hg dan Cu Terlarut di Perairan Pesisir Wonorejo, Pantai Timur
Surabaya. Jurnal Pendidikan Geografi, 22(1), 1–9.
Skoog, Douglas A., Holler, F. J., dan Crouch, S. R. (2007). Principles of
Instrumental Analysis”. Thomson Brooks/Cole. International Student, Sixth
Edition.
Svakumar, B., Kannan, C., dan Karthikeyan, S. (2012). Preparation and
Characterization of Activated Carbon Prepared from Balsamodendron
Caudatum Wood Waste through Various Activation Processes. Rasayan
Journal of Chemistry, 5(3), 321–327.
Sun, D., Zhang, Z., Wang, M., dan Wu, Y. (2013). Adsorption of Reactive Dyes
on Activated Carbon Developed from Enteromorpha prolifera. American
Journal of Analytical Chemistry, 04(07), 17–26.
Syauqiah, I., Amalia, M., dan Kartini, H. A. (2011). Analisis Variasi Waktu dan
Kecepatan Pengaduk Pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat Dengan
Arang Aktif. Info Teknik, 12(1).
Tangio, J. S. (2013). Adsorpsi Logam Timbal ( Pb ) Dengan Menggunakan
Biomassa Enceng Gondok ( Eichhorniacrassipes ). Jurnal Entropi, VIII(1),
500–506.
Thambavani, D. D. S., dan Kavitha, B. (2014). Removal of Chromium (VI) Ions
by Adsorption Using Riverbed Sand from Tamilnadu -- A Kinetic Study.
International Journal of Research, 1(4), 718–742.
Widayatno, T., Yuliawati, T., Susilo, A. A., Studi, P., Kimia, T., Teknik, F., dan
Muhammadiyah, U. (2017). Adsorpsi Logam Berat (Pb) dari Limbah Cair
dengan Adsorben Arang Bambu Aktif. Jurnal Teknologi Bahan Alam, 1(1),
2407–8576.
Universitas Sumatera Utara
43
LAMPIRAN 1
DATA HASIL PENELITIAN
L1.1 KALIBRASI LARUTAN STANDAR HASIL ANALISIS AAS
Data kalibrasi larutan standar hasil analisa Atomic Adsorption Spectroscopy
(AAS) dapat dilihat pada tabel L.1.1.
Tabel L1.1 Data Kalibrasi Larutan Standar
Konsentrasi Cu2+ (ppm) Absorbansi
2 0,197
4 0,383
6 0,597
8 0,760
10 0,986
Dari hasil hubungan antara adsorbansi versus konsentrasi, diperoleh
persamaan linier untuk logam. Persamaan ini nantinya akan digunakan untuk
menentukan konsentrasi larutan hasil analisa AAS.
y = ax + b
Abs. = (0,0978xConc.) - 0,0019
L1.2 PENCUCIAN ADSORBEN ARANG KAYU RAMBUTAN
Proses pencucian terhadap arang batang rambutan untuk menghilangkan
impuritis yang terdapat pada permukaan arang serta menetralkan pH arang batang
rambutan. Data hasil pencucian arang dapat dilihat pada tabel L.1.2
Tabel L1.2 Data Hasil Pencucian dari Adsorben Arang batang rambutan
Pencucian ke- pH
1 5,5
2 5,6
3 5,7
4 5,9
5 6
6 6,1
7 6,3
8 6,4
9 6,6
10 6,6
11 6,7
Universitas Sumatera Utara
44
12 6,7
13 6,7
Data dari pencucian arang diplot Pencucian vs pH sehingga menghasilkan
grafik yang dapat dilihat pada 4.1
L1.3 PENGERINGAN ADSORBEN ARANG KAYU RAMBUTAN
Data hasil pengeringan adsorben arang batang rambutan dapat dilihat pada
Tabel L.1.3
Tabel L1.3 Data Pengeringan Adsorben Arang Kayu Rambutan
Waktu
(menit)
Massa adsorben 50
mesh (gr)
Massa adsorben 70
mesh (gr)
Massa adsorben 100
mesh (gr)
0 40,00 40,00 40,00
20 38,62 39,21 39,23
40 38,01 38,43 38,51
60 37,89 37,93 37,93
80 37,89 37,82 37,81
100 37,89 37,82 37,81
120 37,89 37,82 37,81
140 37,89 37,82 37,81
Data dari pengeringan arang diplot waktu vs massa sehingga menghasilkan
grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.2.
L1.4 PENENTUAN WAKTU OPTIMUM
Tabel L1.4 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum dengan Ukuran Adsorben
100/200 mesh pada Konsentrasi Larutan Cu2+
70 ppm dan
Kecepatan Pengadukan 150 rpm
Waktu (Menit) Ct (ppm) qt (mg/g) R (%)
0 70,00 0 0
5 48,1250 2,1875 31,250
10 48,0214 2,19786 31,398
20 47,2781 2,27219 32,460
30 46,3434 2,36566 33,795
40 45,1269 2,48731 35,533
50 44,3413 2,56587 36,655
60 43,6325 2,63675 37,668
70 43,2687 2,67313 38,188
80 43,5661 2,64339 37,763
Universitas Sumatera Utara
45
90 41,5268 2,84732 40,676
100 40,6140 2,9386 41,980
120 38,6342 3,13658 44,808
180 36,5523 3,34477 47,782
240 36,4263 3,35737 47,962
300 36,2906 3,37094 48,156
L1.5 JUMLAH KONSENTRASI Cu2+
TERJERAP LOGAM DENGAN
VARIASI UKURAN ADSORBEN
Tabel L1.5 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran pada Kecepatan
Pengadukan 50 rpm dan Konsentrasi Cu2+
30 ppm
Waktu ukuran
(mesh)
kec.
Pengadukan
Konsentrasi logam
(ppm)
Konsentrasi
Ct Qt
120
50
50 30
17,0228 1,29772
70 12,3308 1,76692
100 10,8823 1,91177
L1.6 JUMLAH KONSENTRASI Cu2+
TERJERAP DENGAN
VARIASI KONSENTRASI LARUTAN
Tabel L1.6 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi pada
Kecepatan Pengadukan 100 rpm dan Ukuran Adsorben 50/70 mesh
Waktu ukuran
(mesh)
kec.
Pengadukan
Konsentrasi logam
(ppm)
Konsentrasi
Ct Qt
120 50
100 30 12,0697 1,79303
100 50 22,5398 2,74602
100 70 41,2208 2,87792
L1.7 JUMLAH KONSENTRASI Cu2+
TERJERAP DENGAN
VARIASI KECEPATAN PENGADUKAN
Tabel L1.7 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan
pada Ukuran Adsorben Arang kayu rambutan 70/100 mesh dan
konsentrasi 50 ppm
Waktu ukuran
(mesh)
kec.
Pengadukan
Konsentrasi logam
(ppm)
Konsentrasi
Ct Qt
120 70
50
50
25,58 2,442
100 22,5398 2,74602
150 21,565 2,8435
Universitas Sumatera Utara
46
L1.8 PENENTUAN ISOTERM ADSORPSI DARI PENJERAPAN
ION LOGAM Cu2+
Untuk contoh perhitungan isoterm adsorpsi digunakan data dari dari hasil
yang diperoleh pada tabel L.1.8.
Tabel L.1.8 Data Penentuan Isoterm Adsorpsi
Ce Qe Log Ce Log Qe ln Qe ln Ce Ce/Qe
48,1250 1,602843 1,682371 0,204891 0,471779 3,873802 30,02478
48,0214 1,65253 1,681435 0,218149 0,502308 3,871647 29,05931
47,2781 2,000889 1,67466 0,301223 0,693592 3,856047 23,62854
46,3434 1,954514 1,665988 0,291039 0,670142 3,836079 23,71096
45,1269 2,081214 1,654436 0,318317 0,732952 3,809479 21,68296
44,3413 2,279273 1,646808 0,357796 0,823857 3,791917 19,45414
43,6325 2,189024 1,63981 0,340251 0,783456 3,775802 19,9324
43,2687 2,560877 1,636174 0,408389 0,94035 3,76743 16,89605
43,5661 2,534616 1,639149 0,403912 0,930042 3,774279 17,18844
41,5268 2,805909 1,618328 0,448074 1,031728 3,726339 14,79977
40,6140 2,900735 1,608676 0,462508 1,064964 3,704113 14,00128
38,6342 2,791622 1,586972 0,445857 1,026623 3,654138 13,83934
36,5523 3,068941 1,562915 0,486989 1,121333 3,598744 11,91039
36,4263 3,369462 1,561415 0,527561 1,214753 3,595291 10,81072
36,2906 3,009023 1,559794 0,478426 1,101616 3,591559 12,06059
Isoterm Langmuir
Diplot Ce/qe vs Ce dengan intersep adalah 1/bqm dan slope adalah 1/qm.
Kurva Ce/qe vs Ce dapat dilihat pada gambar 4.11.
Dari gambar diperoleh persamaan isoterm Langmuir adalah y=0,7848 -
17,317. Maka dapat dihitung nilai bqm dan qm seperti cara berikut:
Menentukan qm:
slope =
0,6402 =
qm =
0 0
qm = 1,56201
Menentukan bqm:
Universitas Sumatera Utara
47
intersep =
10,143 =
bqm = 0,09859
Maka diperoleh nilai bqm sebesar 0,09859 dan qm sebesar 1,56201 mg/gr.
Universitas Sumatera Utara
48
LAMPIRAN 2
CONTOH PERHITUNGAN
L2.1 PEMBUATAN LARUTAN HCl 0,1 M (1 L)
Volume : 1 L
Mr HCl : 36,5 gr/mol
Massa Jenis : 1,19 gr/ml
M = (10 x % x p )/mr
Maka dihitung menjadi :
M =(10 x 37% x 1,19 )/36,5
M1 = 12,06
M2 = 0,1
M_1 x V_1 = M_2 x V_2
12,06 x V_1 = 0,1 x 1000
V_1 = 8,292 ml
Maka diperlukan HCl pekat sebanyak 8,292 ml untuk membuat HCl 0,1 M
sebanyak 1 L
L2.2 PEMBUATAN LARUTAN NaOH 0,1 M (1 L)
Volume : 1 L
Mr NaOH : 40 gr/mol
M = (m )/mr x (1000 )/V
0,1 =(m )/40 x (1000 )/1000
m =(0,1 )/40
m =(0,1 )/40
m =4 gr
Maka diperlukan NaOH sebanya 4 gr untuk membuat NaOH 0,1 M sebanyak 1 L
Universitas Sumatera Utara
49
L2.3 PEMBUATAN LARUTAN CU2+
(1000 PPM)
Konsentrasi Cu (II) : 1000 ppm
Volume : 0,5 L
Mr. CuSO4.5H2O : 250 g/mol
Ar. Cu : 63,5 g/mol
Untuk membuat larutan Cu (II) 1000 ppm maka diperlukan massa masing-
masing senyawa sebesar :
Massa Cu (1000 mg/L),
m = 1000 mg/L x 0,5 L
m = 500 mg
Massa CuSO4.5H2O yang diperlukan,
𝑚1
𝑚2
𝐴𝑟
𝑀𝑟
(A.3)
500
𝑚2
63 5
250
m2 = 1968,5 mg
m2 = 1,9685 g
Maka, dilarutkan 1,9685 gr CuSO4.5H2O dengan aquadest hingga volume larutan
mencapai 0,5 liter.
L2.4 PEMBUATAN LARUTAN CU2+
(30 PPM, 50 PPM, 70 PPM)
1. Pembuatan larutan Cu2+
30 ppm
ppm1 x V1 = ppm2 x V2 (A.4)
1000 ppm x V1 = 30 ppm x 2500 ml
V1 = 75 ml
Maka, untuk membuat larutan Cu2+
30 ppm sebanyak 2,5 liter dibutuhkan
larutan Cu2+
1000 ppm sebanyak 75 ml.
Universitas Sumatera Utara
50
2. Pembuatan larutan Cu2+
50 ppm
ppm1 x V1 = ppm2 x V2
1000 ppm x V1 = 50 ppm x 2500 ml
V1 = 125 ml
Maka, untuk membuat larutan Cu2+
50 ppm sebanyak 2,5 liter dibutuhkan
larutan Cu2+
1000 ppm sebanyak 125 ml.
3. Pembuatan larutan Cu2+
70 ppm
ppm1 x V1 = ppm2 x V2
1000 ppm x V1 = 70 ppm x 2500 ml
V1 = 175 ml
Maka, untuk membuat larutan Cu2+
70 ppm sebanyak 2,5 liter dibutuhkan
larutan Cu2+
1000 ppm sebanyak 175 ml.
Universitas Sumatera Utara
51
LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI PENELITIAN
L3.1 BAHAN BAKU
Gambar L3.1 Arang Kayu Rambutan Sebagai Adsorben
L3.2 EKSPERIMEN
Gambar L3.2 Tembaga Nitrat (Cu(NO3)2) yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
52
Gambar L3.3 Pelarut dengan pH 4,5
Gambar L3.4 Proses Adsorpsi Batch Shaker
Gambar L3.5 Sampel yang Dianalisis dengan AAS
Universitas Sumatera Utara
53
L3.3 Hasil Analisis
Gambar L3.6 Hasil Analisis AAS
Universitas Sumatera Utara