24
KAJIAN PIDANA……. Perampokan bersenjata api di Jalan Raya Gulon, Muntilan, Magelang, Selasa (15/9) pe membuat geger warga Jawa Tengah. Perampokan tersebut menimpa mobil jasa pengiriman milik PT Kelola Jasa Arta (Kejar) dengan nomor polisi B 8399 MW. Tiga orang yang be dalam mobil tewas seketika dengan luka tembakan. Tiga korban tewas Agus Sutrimo, warga Kebumen, Arif Wirahadi ,30, warga Dusun Gendo Kelurahan Klopo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, serta Brigadir Murdiono s anggota Brimob Polda DIY, yang bertugas mengawal mobil Izusu Panther milik PT Kejar Sebelum terjadinya perampokan, ketiganya baru saja mengambil uang dari Bank Danamon Magelang dan Muntilan. Menurut saksi mata, sebelum mobil menabrak tiang telepon ter suara rentetan tembakan. Namun, perampok tak sempat mengambil uang yang ada dalam brankas mobil sebab warga sudah banyak yang mendekati Setelah ditangkap, pelaku, Edi, mengakui bahwa itu telah direncanakan sebelumnya ol Kusdarmanto. “Sehari sebelum e ksekusi, saya dan Kusdarmanto sempat rapat dua kali mau bagaimana nanti,” ujar Edi. Saat eksekusi, Edi bertugas sebagai pembuka pintu bela PT. Kelola Jasa Artha (Kejar) untuk mengambil uang senilai Rp 2 miliar di brankas d sebelumnya membantu membunuh. Sedangkan Kusdarmanto berperan sebagai pengeksekusi t penumpang mobil tersebut yang kemudian ikut mengambil uang. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polisi Resort Magelang Inspektur Satu Aris S Edi Syamsul Bahri ditangkap akan dijerat hukuman dengan pasal 339 dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara. Saat penangkapan, pihaknya bekerja sama dengan Polres Ma Barat, Sulawesi Selatan. “Kami sudah berkoordinasi sebelumnya,” ujarnya. Dua terdakwa kemudian divonis hukuman mati. Vonis untuk Kusdarmanto dan Syamsul Bah dijatuhkan majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Mungkid, Magelang, Jawa Kamis(1/4). Majelis hakim menilai, kedua terdakwa memenuhi unsur pasal pembunuhan berencana seh pantas diganjar hukuman mati. Atas putusan ini, kedua terdakwa melalui kuasa hukumn menyakan naik banding. Sumber : Poskota, tempo interaktif, dan Liputan6.com Analisis Pidana Pemidanaan Alasan pemidanaan dapat digolong-golongkan dalam tiga golongan pokok, yaitu sebagai termasuk golongan teori pembalasan, teori tujuan, dan teori gabungan. Pembahasannya

KAJIAN PIDANA

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN PIDANA.

Perampokan bersenjata api di Jalan Raya Gulon, Muntilan, Magelang, Selasa (15/9) petang membuat geger warga Jawa Tengah. Perampokan tersebut menimpa mobil jasa pengiriman uang milik PT Kelola Jasa Arta (Kejar) dengan nomor polisi B 8399 MW. Tiga orang yang berada dalam mobil tewas seketika dengan luka tembakan. Tiga korban tewas Agus Sutrimo, warga Kebumen, Arif Wirahadi ,30, warga Dusun Gendol, Kelurahan Klopo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, serta Brigadir Murdiono seorang anggota Brimob Polda DIY, yang bertugas mengawal mobil Izusu Panther milik PT Kejar. Sebelum terjadinya perampokan, ketiganya baru saja mengambil uang dari Bank Danamon Kota Magelang dan Muntilan. Menurut saksi mata, sebelum mobil menabrak tiang telepon terdengar suara rentetan tembakan. Namun, perampok tak sempat mengambil uang yang ada dalam brankas mobil sebab warga sudah banyak yang mendekati Setelah ditangkap, pelaku, Edi, mengakui bahwa itu telah direncanakan sebelumnya oleh Kusdarmanto. Sehari sebelum eksekusi, saya dan Kusdarmanto sempat rapat dua kali mau bagaimana nanti, ujar Edi. Saat eksekusi, Edi bertugas sebagai pembuka pintu belakang mobil PT. Kelola Jasa Artha (Kejar) untuk mengambil uang senilai Rp 2 miliar di brankas dengan sebelumnya membantu membunuh. Sedangkan Kusdarmanto berperan sebagai pengeksekusi tiga penumpang mobil tersebut yang kemudian ikut mengambil uang. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polisi Resort Magelang Inspektur Satu Aris Suwarno, Edi Syamsul Bahri ditangkap akan dijerat hukuman dengan pasal 339 dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara. Saat penangkapan, pihaknya bekerja sama dengan Polres Makassar Barat, Sulawesi Selatan. Kami sudah berkoordinasi sebelumnya, ujarnya. Dua terdakwa kemudian divonis hukuman mati. Vonis untuk Kusdarmanto dan Syamsul Bahri dijatuhkan majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Kamis(1/4). Majelis hakim menilai, kedua terdakwa memenuhi unsur pasal pembunuhan berencana sehingga pantas diganjar hukuman mati. Atas putusan ini, kedua terdakwa melalui kuasa hukumnya menyakan naik banding. Sumber : Poskota, tempo interaktif, dan Liputan6.com Analisis Pidana Pemidanaan Alasan pemidanaan dapat digolong-golongkan dalam tiga golongan pokok, yaitu sebagai termasuk golongan teori pembalasan, teori tujuan, dan teori gabungan. Pembahasannya yaitu:

1. Teori Pembalasan (teori Absolut) Teori ini membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Terhadap pelaku tindak pidana mutlak harus diadakan pembalasan yang berupa pidana. Tidak dipersoalkan akibat dari pemidanaan bagi terpidana. Bahan pertimbangan untuk pemidanaan hanyalah masa lampau, maksudnya masa terjadinya tindak pidana itu. Masa datang yang bermaksud memperbaiki pelaku tindak pidana tidak dipersoalkan. 1. Teori Tujuan (teori Relatif) Teori ini membenarkan pemidanaan berdasarkan pada tujuan pemidanaan, yaitu untuk perlindungan masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan. Teori ini mempersoalkan akibat-akibat dari pemidanaan kepada penjahat atau kepada kepentingan masyarakat. Dipertimbangkan juga pencegahan untuk masa mendatang. 1. Teori Gabungan Teori ini mengatakan bahwa baik teori pembalasan maupun teori tujuan masing-masing memiliki kelemahan. Terhadap teori pembalasan :

Sukar menentukan berat/ringannya pidana. Atau ukuran pembalasan yang tidak jelas. o Diragukan adanya hak negara untuk menjatuhkan pidana sebagai pembalasan. o Hukuman pidana sebagai pembalasan tidak bermanfaat bagi masyarakat.

Terhadap teori tujuan :

Pidana hanya ditujukan untuk mencegah kejahatan, sehingga dijatuhkan pidana yang berat baik oleh teori pencegahan umum maupun teori pencegahan khusus. Jika ternyata kejahatan itu ringan, maka penjatuhan pidana yang berat tidak akan memenuhi rasa keadilan. Bukan hanya masyarakat yang harus diberi kepuasan, tetapi juga kepada penjahat itu sendiri.

Maka harus ada keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang dilakukan. Kaitannya dengan kasus Berapapun hukuman penjara yang akan dijatuhkan kepada Edi maupun Kusdarmanto; dalam hubungannya dengan teori pembalasan, maka hukuman penjara yang dijatuhkan kepada mereka dianggap sebagai ganjaran terhadap perbuatan mereka. Masa depan mereka tidak begitu diperhitungkan dalam teori ini. Dalam hubungannya dengan teori tujuan, hukuman penjara yang dijatuhkan kepada mereka dimaksudkan untuk pencegahan terjadinya suatu kejahatan dengan mengadakan ancaman pidana yang cukup berat untuk menakuti calon-calon penjahat lain yang bermaksud untuk melakukan kegiatan yang serupa ; pendidikan untuk penjahat sehingga kelak

dapat kembali ke lingkungan masyarakat dalam keadaan mental yang lebih baik dan berguna ; dan menjamin ketertiban hukum. Teori gabungan mengharapkan gabungan efek dari dua teori sebelumnya. Dasar Penghapus pidana Perlunya alas an-alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman, yang mengurangi beratnya hukuman, dan yang menambah beratnya hukuman Terdiri dari dasar-dasar pembenar dan dasar-dasar pemaaf, baik yang terdapat di dalam KUHP maupun di luar KUHP. Dasar Penghapus Pidana di dalam KUHP, yaitu : Bersifat Umum (Pasal 44 KUHP Pasal 48-51 KUHP)

Pasal 44 KUHP (ontoerekeningsvatbaarheid) adalah dasar pemaaf (mengenai gangguan jiwa). Pasal 48 KUHP adalah dasar pembenar (mengenai keadaan darurat) dan pemaaf (mengenai overmacht), Overmacht (dasar pemaaf)

-

Suatu kekuatan, dorongan, paksaan yang tidak dapat dilawan / ditahan, baik itu tekanan fisik maupun psikis, dengan menggunakan ancaman, kekerasan, atau cara-cara memaksa yang lain

Overmacht mutlak

Yaitu suatu paksaan yang sama sekali tidak dapat dilawan, pembuat adalah alat belaka dalam tangan dari yang memaksa.

Overmacht relatif

Yaitu hal-hal paksaan psikis, yang biarpun masih juga dapat dilawan, tetapi menurut rasa bijaksana masih juga dari pembuat perlawanan itu tidak dapat diharapkan. Terbagi atas : 1. Berat lawan (overmacht) dalam arti kata sempit atau paksaan psikis Seseorang lain memaksa seseorang pembuat (dader) membuat sesuatu yang merupakan suatu delik. 1. Keadaan darurat (noodtoestand). Pembuat melakukan suatu delik karena terdorong oleh suatu paksaan dari luar (bukan manusia, tetapi keadaan), pembuat sendirilah yang

memilih diadakannya peristiwa pidana itu,sebab pembuat dipaksa memilih melakukan suatu delik atau mendapat kerugian besar oleh paksaan dari luar itu. Tiga bentuk noodtoestand : >> suatu pertentangan antara kepentingan hukum >> suatu pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum >> suatu pertentangan antara kewajiban hukum Noodtoestand (dasar pembenar), namun dapat juga dasar pemaaf, dengan pembedaan diadakan secara kasuistis (penjelasan diatas)

Pasal 49 ayat 1 KUHP (noodweer) adalah dasar pembenar (mengenai bela paksa).

Elemen pembelaan darurat : Suatu serangan, ancaman Serangan diadakan sekonyong-konyong atau suatu ancaman yang kelak akan dilakukan Serangan itu melawan hukum

Serangan itu diadakan terhadap diri sendiri, diri orang lain, hormat diri sendiri, hormat diri orang lain, harta benda sendiri, harta benda orang lain (bersifat limitatif) Asas subsidiaritas, yaitu mutlak, perlu diadakan

Asas proporsionalitas, yaitu alat yang dipakai untuk membela atau cara membela harus setimpal Perbedaan pembelaan darurat dengan keadaan darurat : Pembelaan darurat ada hak untuk membela diri terhadap suatu tindakan melawan hukum (dasar pembenar). Keadaan darurat sering hak untuk membela diri itu tidak ada (dasar pemaaf) Pembelaan darurat harus ada suatu serangan atau suatu ancaman kelak serangan, sedangkan pada keadaan darurat hal tersebut bukan syarat Pembelaan darurat kepentingan yang dapat dibela bersifat terbatas (limitative), sedangkan keadaan darurat tidak.

Pasal 49 ayat 2 KUHP (noodweer-exces) adalah dasar pemaaf (mengenai bela paksa lampau batas), unsure-unsurnya :

-

Melampaui batas pembelaan yang perlu Terbawa oleh suatu perasaan sangat panas hati

Antara timbulnya perasaan sangat panas hati dan serangan yang dilakukan ada suatu hubungan kausal.

Pasal 50 KUHP adalah dasar pembenar (menjalankan undang-undang). Pasal 51 ayat 1 KUHP adalah dasar pembenar (menjalankan jabatan). Pasal 51 ayat 2 KUHP adalah dasar pemaaf (menjalankan perintah tidak sah dengan itikad baik). Dengan syarat :

Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang dikeluarkan adalah suatu perintah yang tidak sah Menjalankan perintah harus dalam batas-batas lingkungan dari yang diperintah pada yang memerintah. Bersifat Khusus (Pasal 166 KUHP, 221 (2) KUHP,310 (3) KUHP, dan 367 ayat(1) KUHP) Hanya berlaku untuk delik tertentu dan orang-orang tertentu yang ditunjuk dalam perumusan delik tersebut. Keistimewaannya aialah hal mengecualikan dijatuhkannya hukuman tidak berdasarkan tiadanya schuld (kesalahan dalam arti luas), tetapi kepentingan umum tidak akan tertolong oleh suatu penuntutan pidana, sehingga lebih baik tidak menuntut di muka hakim pidana. Dasar Penghapus Pidana di luar KUHP (menurut ahli / doktrin), yaitu :

Dasar pembenar, yaitu alasan membenarkan tindakan bahwa senyatanya apa yang ia lakukan adalah suatu tindak pidana, tetapi kemudian oleh hukum dibenarkan karena dianggap patut dan benar sehingga tidak dipandang sebagai suatu tindak pidana dengan menhapus unsure melawan hukum. Dasar pembenar menghilangkan suatu peristiwa pidana, yaitu kelakuan yang bersangkutan bukan suatu peristiwa pidana, biarpun sesuai lukisan suatu kelakuan tertentu yang dilarang dalam undang-undang pidana Dasar pemaaf, yaitu alasan-alasan yang menghilangkan unsur kesalahan yang hanya menghilangkan pertanggungjawaban pembuat atas peristiwa yang diadakannya, dimana kelakuan yang bersangkutan tetap suatu peristiwa pidana tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pembuat.

Kaitannya dengan kasus Dalam kasus, Edi dan kusdarmanto merupakan orang yang memiliki jiwa yang tidak cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit sehingga bukan termasuk kedalam golongan orangorang yang tak mampu bertanggung jawab berdasarkan pasal 44 KUHP. Kedua pelaku juga melakukan tindak pidana secara sadar sebab melakukan perencanaan untuk bekerjasana dalam melakukan tindak pidana tersebut sehingga mereka tidak melakukan tindak pidana dalam

keadaan daya paksa maupun bela paksa. Selain itu keduanya melakukan tindak pidana mandiri dengan kehendak mereka sehingga tidak disebabkan oleh ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan Sehingga dalam hal ini, kedua pelaku tidak memiliki dasar pembenar maupun dasar pemaaf yang membenarkan atau memaafkan tindak pidana yang mereka lakukan. Dasar peringan dan pemberat pidana 1. Dasar Peringan Pidana KUHP mengenal 3 macam alas an-alasan umum yang mengurangi beratnya hukuman, yaitu : 1. Percobaan (pasal 53 ayat (2) dan (3) KUHP) Pasal 53 KUHP mengenai poging dimana ancaman pidana pokoknya dikurangi sepertiga dan jika ancaman pidana pokoknya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka untuk poging diubah menjadi ancaman pidana lima belas tahun penjara Adalah perluasan tindak pidana karena membahayakan suatu kepentingan meskipun tindakan tersebut tidak memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau dirumuskan Dasar pogging dapat dipidana adalah Pasal 53 KUHP, dimana salah satu ayatnya berbunyi Ayat (1) : Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya pemulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Maka dapat disimpulkan syarat-syarat poging sesuai pasal 53 ayat 1 KUHP adalah : 1. Niat 2. Permulaan pelaksanaan tindakan 3. Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku Untuk niat, terdapat dua teori mengenai niat yaitu : 1. Teori Percobaan Subjektif Seseorang yang telah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana atau menyatakan niatnya dalam tindakan permulaan sudah harus dipidana meskipun belum terjadi suatu kerugian kepentingan hukum sesuai dengan pasal yang dipidana. 1. Teori Percobaan Objektif

Bertolak pangkal kepada tindakan dari petindak yang telah membahayakan suatu kepentingan hukum yang dilindungi oleh undang-undang. Beberapa penulis Belanda berpendapat bahwa KUHP menganut teori objektif. Berdasarkan kasus, tidak terjadi poging karena tindak pidana telah memenuhi seluruh unsur yang ada. Seandainya pada saat pelaku hendak memukulkan martil ke kepala korban, ada warga sekitar yang melihatnya dan menggagalkannya, maka terjadilah poging (tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku). Ancaman hukumannya-pun dikurangi sepertiganya sesuai dengan pasal 53 KUHP. 1. Membantu (medeplichtigheid) (pasal 57 ayat (1) dan (2) KUHP) Dasar-dasar yang memperingan pidana ditentukan secara umum dalam pasal 45, 47, 53, 56, dan 57 KUHP. Pasal 56 dan 57 KUHP mengenai pembantuan dalam tindak pidana dimana intensitas pelaku pembantuan dalam melakukan tindak pidana dianggap lebih rendah atau kurang. Ancaman pidana pokoknya dikurangi sepertiga dan jika ancaman pidana pokoknya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka ancamannya untuk pembantuan diubah menjadi lima belas tahun penjara. Penjelasan lebih lengkap di bagian penyertaan 1. Belum dewasa (minderjarigheid) (pasal 47 KUHP) Pasal 45 dan 47 KUHP mengenai anak-anak di bawah umur / belum dewasa. Batas usia dewasa menurut KUHP adalah 16 tahun. Hukumannya dapat berupa: 1. Dikembalikan kepada orangtuanya tanpa pidana apapun 2. Diserahkan kepada pemerintah sampai batas anak berumur 18 tahun 3. Dipidana dengan maksimum pidana pokok dikurangi sepertiga Ada juga hal khusus yang memperingan pidana, yaitu delik yang diprevilisir. Contohnya adalah pasal 308 KUHP, yaitu seorang ibu yang membuang anaknya dalam keadaan-keadaan tertentu. Selain itu juga pasal 341 dan 342 KUHP 1. Dasar pemberat pidana KUHP mengenal 3 macam alasan-alasan umum yang menambah beratnya hukuman, yaitu : 1. Kedudukan sebagai pejabat (Pasal 52 KUHP) Mereka yang menggunakan jabatannya dalam melakukan sebuah tindak pidana diancam dengan ancaman hukuman pidana yang lebih berat, yaitu ditambah sepertiga hukumannya (Pasal 52 KUHP).

1. Recidive (title XXXI Buku II) Pada recidive sudah ada putusan hakim pada pelaku, baru kemudian pelaku mengulangi tindak pidananya (jenisnya diatur secara limitatif). Menurut doktrin terdapat dua sistem pemberat pidana berdasarkan recidivie, yaitu :

Umum, yaitu setiap pengulangan tindak pidana apapun dan kapanpun. Khusus, yaitu pengulangan tindak pidana tertentu dan dalam tenggang waktu tertentu

KUHP menganut ditengah-tengah dari dua sistem tersebut. Tindak pidananya bersifat limitatif, yaitu yang tertera dalam ketentuan pasal 486, 487, dan 488 KUHP. Rentang waktunya ialah lima tahun setelah pelaku dikeluarkan dari penjara dan hukumannya ditambah sepertiganya. 1. Gabungan (samenloop) (Titel VI buku I KUHP) Pada samenloop, belum ada putusan hakim yang melekat pada pelaku sementara pelaku sudah beberapa kali melakukan tindak pidana tersebut. Hal ini bersifat kontradiktif karena hal ini justru meringankan hukuman pelaku tindak pidana samenloop tersebut karena ada pengaturan ancaman hukuman maksimumnya. Penjelasan lebih lengkap di bagian gabungan Selain itu ,terdapat alasan lain yaitu : 1. Terhadap bendera kebangsaan Mereka yang menggunakan bendera Indonesia untuk melakukan kejahatan diancam dengan ancaman hukuman pidana yang lebih berat, yaitu ditambah sepertiga hukumannya (Pasal 52a KUHP). Ringkasan kasus : Kasus yang terjadi adalah pelaku melakukan perampokan (pencurian) senilai 2 Miliar di mobil dengan membunuh 3 korban terlebih dahulu yang telah direncanakan sebelumnya namun perbuatan yang dilakukan tidak selesai (pogging) Dalam hal tersebut, pelaku memenuhi unsur samenloop (dengan analisis di bagian bawah, gabungan), sehingga terdapat dasar pemberat pidana. Namun demikian, tindakan yang mereka lakukan tidak seledai (pogging) sebab memenuhi unsure pogging dalam Pasal 53 KUHP (dengan analisis di bagian bawah, gabungan), sehingga terdapat dasar peringan pidana. Turut serta Dalam melakukan delik, sering pembuat (dader) dibantu oleh orang lain, dan justru karena turut sertanya orang lain ini, menurut POMPE,memberi bantuan tetapi tidak membuat, maka peristiwa pidana itu mungkin dilakukan.

Pelajaran umum turut serta, justru dibuat untuk menuntut pertanggungjawaban mereka yang memungkinkan pembuat melakukan tindak pidana, biarpun perbuatan mereka itu sendiri tidak memuat semua unsur delik tersebut, karena tanpa turut sertanya mereka, sudah tentu peristiwa pidana tersebut tidak pernah terjadi. Namun tidak semua peserta adalah strafbaar karena dalam pasal 60 KUHP bahwa perbantuan melakukan pelanggaran, tidak dihukum. Pembujuk yang mempergunakan alat atau cara membujuk yang diluar yang ditentukan pada pasal 55 KUHP, tidak dapat dihukum. Menurut Von Feurbach, dua jenis peserta adalah : 1. Mereka yang langsung berusaha terjadinya peristiwa pidana, yang melakukan inisiatif (urheber) 2. Mereka yang hanya membantu usaha yang dilakukan oleh mereka yang disebut pada ad a, yaitu mereka yang tidak langsung berusaha dan membantu saja (gehilfe) Menurut pasal 55 KUHP, Urheber (pembuat) terbagi atas : Yang melakukan (pleger) Yang menyuruh supaya melakukan (doen pleger) Yang turut melakukan (medepleger) Yang membujuk supaya melakukan (uitloking)

Menurut Pasal 56 KUHP, gehilfe (pembantu) terdiri atas yang membantu (medeplichtige) Yang melakukan, yang memang pembuat peristiwa pidana, dihukum sebagai pembuat, dan beberapa pasal-pasal seperti 58 dan 367 KUHP, yang mengenai pembuat serta peserta yang disebut dalam pasal-pasal 55 dan 56 KUHP memuat kata pembuat dan pembantu, yaitu pembuat adalah yang melakukan serta semua peserta yang dimaksud pasal 55 KUHP, sedangkan pembantu adalah peserta yang dimaksud pasal 56 KUHP Zevenbergen, Van hammel, Simons, dan VOS, mengadakan pembagian: peserta yang berdiri tersendiri (zelfstandige deelnemers)

terdiri atas yang melakukan (pleger) dan turut melakukan (medepleger), karena dapat dihukum tidaknya mereka bergantung pada apa yang mereka sendiri lakukan peserta tidak berdiri tersendiri (onzelfstandige deelnemers)

terdiri atas yang membujuk (uitlokker) dan yang membantu (medeplichtige), karena dapat dihukum tidaknya mereka bergantung pada apa yang dilakukan orang lain

namun pembagian ini tidak dapat disesuaikan dengan sistem undang-undang pidana sekarang. KUHP hanya membagi antara pembuat dan pembantu. Turut serta yang terjadi sebelum dilakukannya perbuatan yang merupakan inti peristiwa pidana adalah menyuruh melakukan, membujuk, dan membantu, sedangkan turut serta yang terjadi serentak dengan dilakukannya perbuatan yang merupakan inti peristiwa pidana adalah turut melakukan dan membantu. Turut serta tidak dapat terjadi sesudah terselesainya perbuatan yang merupakan inti peristiwa pidana. 1. Pembuat 1. Melakukan (Plegger) Yang melakukan adalah pembuat lengkap, yaitu perbuatannya memuat semua unsur peristiwa pidana yang bersangkutan. 1. Menyuruh melakukan (doen plegen) Adalah seseorang yang memiliki kehendak sendiri untuk melakukan tindak pidana, tetapi dia tidak melaksanakannya sendiri tetapi menyuruh orang lain untuk melakukannya (bisa karena ancaman maupun penyesatan). Seseorang yang menyuruh tersebut diancam pidana sebagaimana seorang pelaku. Van hammel berpendapat, perbuatan yang menyuruh melakukan itu adalah perbuatan pembuat. Menurut Momorie van Toelichting, unsur menyuruh melakukan adalah seseorang, yaitu manusia, yang dipakai sebagai alat. Dua sebab orang yang disuruh melakukan tidak dapat dihukum adalah: 1. Orang itu sama sekali tidak melakukan satu peristiwa pidana, atau perbuatan yang dilakukannya tidak dapat dikualifikasi sebagai peristiwa pidana 2. Orang itu memang melakukan suatu peristiwa pidana tetapi ia tidak dapat dihukum karena alasan menghilangkan kesalahan, yaitu:

Perbuatan yang dilakukan oleh yang disuruh melakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal (Ps. 44 KUHP) Yang disuruh melakukan perbuatan yang bersangkutan karena diancam / overmacht (Ps.48 KUHP) Yang disuruh melakukan menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang tidak berhak sedangkan ia atas kepercayaannya memandang bahwa perintah itu seakanakan diberikan oleh kuasa yang berhak dengan sah dan menjalankan perintah itu menjadi kewajibannya (Ps.51 ayat (2) KUHP) Yang disuruh melakukan tidak bersalah sama sekali tiada hukan dengan tiada kesalahan Yang disuruh melakukan belum dewasa (Ps.44 KUHP)

1. Turut melakukan (Medeplegen)

Menurut Momorie van Toelichting, adalah tiap orang yang sengaja (moedoet) atau turut berbuat dalam melakukan satu peristiwa pidana secara bersama-sama. Van hammel berpendapat bahwa turut melakukan itu terjadi apabila perbuatan masing-masing peserta memuat semua unsur delik yang bersangkutan, sedangkan menurut VOS perbuatan yang dilakukan oleh yang turut melakukan tidak perlu merupakan satu perbuatan pembuat (daderschapt) yang penuh. Ada kemungkinan :

Semua dari mereka yang terlibat, masing-masing memenuhi semua unsur delik Ada yang memenuhi semua unsur delik, ada yang memenuhi sebagian saja, bahkan ada juga yang tidak memenuhi semua unsur delik Semua dari mereka hanya memenuhi sebagian saja dari unsur delik

Syarat turut melakukan adalah :

Ada kerjasama secara sadar

Para peserta menyadari (niat) akan dilakukannya tindak pidana, mereka sadar bahwa mereka bersama-sama.

Ada pelaksanaan secara bersama-sama secara fisik Adanya tujuan bersama

1. Membujuk (uitlokken) Adalah seseorang mempunyai kehendak untuk melakukan delik, tetapi tidak melakukannya sendiri, melainkan menggerakan orang lain untuk melaksanakan niatnya tersebut. Penggerak sama sekali tidak bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan oleh yang digerakkan yang melampau batas-batas apa yang dikehendaki oleh penggerak. Menurut unsur-unsur pasal 55 ayat(1) KUHP, unsur membujuk adalah: 1. Dengan memakai salah satu atau beberapa cara-cara yang disebut dalam KUHP, sengaja membujuk (mengajak) seorang lain melakukan satu perbuatan yang dilarang oleh KUHP, sehingga yang membujuk menghendaki supaya delik tersebut dilakukan oleh orang lain sebab ada hal yang menghalangi ia sendiri melakukannya. Unsur sengaja pada pihak yang membujuk ini harus dipenuhi Cara-cara membujuk limitative (terbatas) berdasarkan pasal 55 ayat(1)ke-2 KUHP melalui pemberian, janji, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan.

Pemberian meliputi kepada yang dibujuk diberi uang atau diberi barang Janji meliputi segala yang menimbulkan kepercayaan pada yang dibujuk akan member keuntungan baginya, biarpun kepercayaan itu tidak berdasarkan alas an-alasan yang kuat atau yang meyakinkan (bukan hanya uang atau barang) Penyalahgunaan kekuasaan selalu terjadi berhubung dengan adanya hubungan dinas.

Kekerasan adalah kekuasaan fisik, yang dalam hal membujuk ada batasnya. Apabila satu paksaan dilakukan begitu keras sehingga yang dipaksa, menurut ukuran biasa, tidak dapat melawaninya, maka dalam hal demikian tidak ada membujuk tetapi menyuruh melakukan (doenplegen) Tipu daya berarti dalam hal seseorang (yang dibujuk) ditimbulkan kecenderungankecenderungan untuk berbuat melanggar, disebabkan keterangan-keterangan palsu (yang member gambaran salah tentang sutu keadaan) yang oleh orang lain (yang membujuk) disampaikan kepada orang itu. Tipu daya ini bermaksud menimbulkan dorongandorongan pada yang dibujuk sehingga menimbulkan alas an tertentu yang menjadi sebab yang dibujuk itu berbuat melanggar.

Tipu daya juga dapat diadakan secara diam-diam 1. Adanya kehendak pada yang melakukan perbuatan yang dilarang undang-undang pidana itu, adalah akibat bujukan dari yang membujuk, harus ada hubungan kausal antara dan yang (akan) digerakkan. Harus pasti bahwa yang dibujuk melakukan delik yang bersangkutan karena benar-benar terdorong oleh salah satu cara membujuk diatas tadi. 2. Yang dibujuk telah melaksanakan/ telah mencoba melaksanakan perbuatan yang (yang dilarang oleh KUHP) dikehendakinya. Jika hanya ada satu kehendak pada yang dibujuk itu tidaklah cukup, harus yang dibujuk itu telah berbuat 3. Yang dibujuk bertanggungjawab penuh menurut hukum pidana Van hammel berpendapat bahwa yang menyuruh melakukan terlebih dahulu mengetahui bahwa yang disuruh melakukan tidak dapat dihukum, jika sebelumnya mengetahui dapat dihukum, maka telah masuk dalam membujuk. 1. Pembantu Atau medeplichtige adalah membantu, hanya bersifat memudahkan atau melancarkan dilakukannya suatu delik dan tidak bersifat menimbulkan kehendak untuk berbuat melanggar itu. Berdasarkan pasal 56 KUHP dihukum sebagai orang membantu melakukan kejahatan. Menurut KUHP, dibedakan 2 jenis membantu, yaitu : 1. Membantu melakukan kejahatan Menurut Van Hammel, VOS, Jonkers, dan Van Hattum, maka bantuan diberikan pada saat kejahatan sedang dilakukan 1. Membantu untuk melakukan kejahatan Menurut Van Hammel, VOS, Jonkers, dan Van Hattum, maka bantuan diberi pada waktu sebelumkejahatan dilakukan. Cara yang membantu ditentukan secara limitatif, yaitu memberi kesempatan, daya upaya, atau keterangan. Untuk membedakan antara membantu dengan menyuruh melakukan atau membujuk, apabila kehendak untuk berbuat jahat telah ada, maka perkara yang bersangkutan adalah perkara tentang

membantu, sedangkan apabila kehendak untuk berbuat jahat justru ditimbulkan oleh memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan itu, maka perkara yang bersangkutan adalah perkara tentang membujuk atau menyuruh melakukan Dalam membantu, ada dua faktor yang memegang peranan, yaitu : Apakah pembantu mengambil bagiannya dalam usaha pembuat untuk mencapai hasil yang terakhir, yaitu apakah perbuatan pembantu pembantu merupakan bagian dalam rangkaian sebab akibat (kausalitet) Sengaja ada pada pembantu itu

Kedua fator ini harus ada serentak, jika hanya satu, maka hanya terjadi percobaan dan tidak dapat dihukum. Persyaratan dalam menentukan membantu melakukan adalah :

Dilakukan dengan sengaja Ada dua macam pembantuan menurut pasal 56 KUHP yaitu :

1. Membantu sebelum delik dilakukan. sarana, kesempatan, daya, upaya (alat), dan keterangan yang terbatas. 2. Membantu saat delik dilakukan. sarananya dapat berupa apa saja.

Hanya yang membantu melakukan kejahatan yang dapat dipidana (Pasal 56 dan 57 KUHP) Ancaman pidana maksimal bagi seorang pembantu adalah pidana bagi pelaku kejahatan dikurangi sepertiganya.

Ringkasan Kasus pelaku, Edi, mengakui bahwa tindakan tersebut telah direncanakan sebelumnya oleh Kusdarmanto. Sehari sebelum eksekusi, saya dan Kusdarmanto sempat rapat dua kali mau bagaimana nanti, ujar Edi. Saat eksekusi, Edi bertugas sebagai pembuka pintu belakang mobil PT. Kelola Jasa Artha (Kejar) untuk mengambil uang senilai Rp 2 miliar di brankas. Sedangkan Kusdarmanto berperan sebagai pengeksekusi tiga penumpang mobil tersebut. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (1) Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana: Ke-1 Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan Berdasarkan penjelasan diatas, maka kedua tersangka masuk dalam katergori turut serta melakukan (Medeplegen), sebab tiap orang, yang dalam kasus adalah kedua tersangka yaitu edi dan kusdarmanto, sengaja (moedoet) atau turut berbuat dalam melakukan satu peristiwa pidana,

yaitu pencurian yang didahului dengan pembunuhan secara bersama-sama. Kedua tersangka melakukan perbuatan masing-masing dan memenuhi semua unsur delik yang bersangkutan (Pasal 365 ayat (4) KUHP) Kemungkinan yang ada :

Semua dari mereka yang terlibat, masing-masing memenuhi semua unsur delik

Dalam kasus, pelaku dikenai Pasal 365 ayat (4) KUHP tentang pencurian, yaitu Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama duapuluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula desertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no.1 dan 3 Unsur-unsurnya : 1. Perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati Dalam kasus, perbuatan kusdarmanto memembak dan edi mencuri menyebabkan matinya 3 orang korban 1. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu Dalam kasus, pelaku melakukan tindak pidana berdua dan telah melakukan koordinasi sebelumnya mengenai perencanaan pencurian yang didahului dengan pembunuhan terhadap para korban yang menjaga uang tersebut 1. Pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no.1 dan 3 Dalam kasus, pasal 365 Ayat (1) KUHP, yaitu Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya, Unsur-unsurnya : 1. pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang Dalam kasus, kusdarmanto melakukan kekerasan (menembak) para korban (orang) untuk mendahului edi yang melakukan pencurian brankas 1. dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya

Dalam kasus, perbuatan yang dilakukan kusdarmanto mempermudah edi untuk dapat mencuri uang yang dijaga ketat oleh ketiga korban dengan tujuan untuk tetap menguasai barang yang dikuasainya Maka pasal 365 ayat (1) KUHP terpenuhi unsur-unsurnya Kemudian Pasal 365 ayat (3) KUHP, yaitu jika perbuatan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama limabelas tahun Sehingga pasal 365 ayat (4) KUHP Unsur-unsurnya : 1. jika perbuatan mati Dalam kasus, ketiga korban mati Maka pasal 365 ayat (3) KUHP terpenuhi unsur-unsurnya Sehingga Pasal 365 ayat (4) KUHP terpenuhi unsur-unsurnya

Ada yang memenuhi semua unsur delik, ada yang memenuhi sebagian saja, bahkan ada juga yang tidak memenuhi semua unsur delik

Dalam kasus, kusdarmanto dan edi memenuhi semua unsur delik

Semua dari mereka hanya memenuhi sebagian saja dari unsur delik

Dalam kasus, kusdarmanto dan edi memenuhi semua unsur delik Syarat turut melakukan adalah :

Ada kerjasama secara sadar

Kedua pelaku melakukan tindak pidana denga bekerja sama secara sadar sebab keduanya menyadari (niat) akan dilakukannya tindak pidana tersebut yaitu pencurian dan pembunuhan, mereka menyadari bahwa mereka bersama-sama dalam melakukan tindak pidana tersebut

Ada pelaksanaan secara bersama-sama secara fisik

Yaitu keduanya bersama-sama secara fisik turut dalam melakukan tindak pidana tersebut

Adanya tujuan bersama

Yaitu bertujuan untuk mendapatkan uang senilai 2 miliar di brankas pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

(2) Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana: Ke-1 Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan Berdasarkan uraian diatas, kedua pelaku memenuhi unsur pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu turut serta melakukan, sehingga keduanya dikenai ancaman hukuman penuh sebagai pembuat, dengan hitungan lama pidana pokok akan diuraikan di bagian gabungan. Gabungan Gabungan, adalah satu orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana. Dalam penentuan berat hukuman, terdapat perbedaan pendapat, yaitu. 1. Van Hammel, membahas gabungan itu sebagai satu lembaga hukum pidana tersendiri 2. Van Hattum, membahas gabungan itu sebagai satu lembaga hukum pidana tersendiri, tetapi berdasarkan alasan-alasan lain. 3. Somons, Zevenbergen, Vos, dan Hazewinkel-Suringa, menempatkan gabungan itu dalam pembahasan mengenai ukuran untuk menetapkan beratnya hukuman (straftoemeting) 4. Pompe, membahas gabungan itu sebagai bagian dari pelajaran mengenai dapat dihukum atau tidak dapat dihukumnya pembuat, karena pasal-pasal 63 dan 64 KUHP menyinggung hubunganantara peristiwa pidana dan perbuatan 5. Jonkers, memebahas gabungan itu sebagai bagian dari pelajaran mengenai peristiwa pidana (strafbarefeit), biarpun ia melihat gabungan itu sebagai salah satu ukuran untuk menentukan beratnya hukuman . Kemudian terdapat dua jenis gabungan : 1. Concursus idealis Tersinggung dalam pasal 63 ayat 1 KUHP, yaitu : Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat Suatu perbuatan : 1. Van Hammel dan, Simons, dan Zevenbergen menafsirkan sebagai satu perbuatan fisik. Dalam hal ini, concursus idealis meliputi semua perkara pidana yang terjadi karena dengan dilakukannya hanya satu perbuatan pidana yang merupakan pelanggaran beberapa ketentuan pidana sekaligus 2. Vos, perbuatan fisik atau perbuatan materil adalah perbuatan yang dilihat terlepas dari akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu, terlepas dari unsur-unsur subyektif (kesalahan) dan terlepas pula dari semua unsur-unsur lain lain yang menyertai. Dalam hal ini, concursus idealis, adalah apa yang kira-kira menjadi sebab, yang dikenakan ialah

ketentuan pidana yang terberat hukuman pokoknya sehingga hukuman-hukuman lain terlah diabsorpsi dalam hukuman yang terberat itu. Alasannya adalah : Barangsiapa yang telah memberanikan diri untuk mengadakan delik yang lebih berat, tidak akan mundur apabila ia kemudian mengetahui bahwa pada saati ia akan melakukan delik yang lebih berat itu sekaligus juga akan melakukan satu delik yang lebih ringan, sehingga menjatuhkan hanya satu hukuman itu. Maksimum hukuman yang ditentukan dalam ketentuan pidana ditujukan pada penghukuman peristiwa (pidana) yang paling berat, dan delik yang lebih ringan tidak boleh dijadikan alas an memperberat hukuman maksimum tersebut Sehingga kedua alasan tersebut dapat dipakai sebagai alasan-alasan untuk menjatuhkan hanya satu hukuman saja, yaitu hukuman yang terberat. 1. Concursus realis Pada suatu saat peristiwa yang satu dicatat terlepas sekali dari peristiwa yang lain, dan sebaliknya, sehingga peristiwa-peristiwa yang bersangkutan dilihat terpisah yang satu dari yang lain. Jonkers menyatakan, concursus realis adalah segala yang tidak merupakan concursus idealis atau perbuatan terus menerus. Tiga ukuran untuk menentukan beratnya hukuman : Sistem absorpsi murni

Yaitu ancaman terhadap suatu tindak pidana terserap oleh ancaman terhadap suatu tindak pidana lain yang dilakukan (umumnya karena ancaman suatu tindak pidana jauh lebih kecil dibandingkan dengan ancaman pidana tindakan lainnya). Sistem absorpsi yang dipertajam

Yaitu ancaman terhadap suatu tindak pidana yang dijatuhkan terhadap seseorang ancamannya maksimum ditambah sepertiganya Sistem kumulasi murni (sistem kumulasi yang tidak terbatas)

Yaitu ancaman hukuman tindak pidana dijumlahkan begitu saja sesuai dengan jumlah tindak pidana yang dilakukan Sistem kumulasi yang dibatasi

Yaitu ancaman hukuman tindak pidana penjumlahannya dibatasi, jadi tidak dijumlahkan sesuai jumlah tindak pidana yang dilakukannya Diadakan perbedaan antara :

-

Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman-hukuman utama yang sejenis

Diatur dalam pasal 65 KUHP ayat (1) : Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan satu pidana Dan pasal 65 ayat (2) KUHP : Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga Jadi teranglah bahwa oleh hakim ditetapkan hanya satu hukuman saja (absorpsi) Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman-hukuman utama yang tidak sejenis

Ditentukan dalam pasal 66 ayat (1) KUHP, yaitu : dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga Ringkasan kasus : Kasus yang terjadi adalah kedua pelaku bersaama-sama melakukan perampokan (pencurian) senilai 2 Miliar di mobil dengan membunuh 3 korban terlebih dahulu yang telah direncanakan sebelumnya namun perbuatan yang dilakukan tidak selesai (pogging) I. Berdasarkan kasus, pelaku dikenai Pasal 365 ayat (4) KUHP tentang pencurian, yaitu Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama duapuluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula desertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no.1 dan 3 Unsur-unsurnya : 1. Perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati Dalam kasus pelaku menyebabkan matinya 3 orang korban 1. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu Pelanggaran-pelanggaran

Dalam kasus, plaku melakukan tindak pidana berdua dan telah melakukan koordinasi sebelumnya mengenai perencanaan pencurian yang didahului dengan pembunuhan terhadap para korban yang menjaga uang tersebut 1. Pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no.1 dan 3 Dalam kasus, pasal 365 Ayat (1) KUHP, yaitu Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya, Unsur-unsurnya : 1. pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang Dalam kasus, pelaku melakukan kekerasan (menembak) para korban (orang) untuk mendahului pencurian tersebut 1. dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya Dalam kasus perbuatan yang dilakukan pelaku sudah direncanakan terlebih dahulu agar dapat mencuri uang yang dijaga ketat oleh ketiga korban dengan tujuan untuk tetap menguasai barang yang dikuasainya Maka pasal 365 ayat (1) KUHP terpenuhi unsur-unsurnya Kemudian Pasal 365 ayat (3) KUHP, yaitu jika perbuatan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama limabelas tahun Sehingga pasal 365 ayat (4) KUHP Unsur-unsurnya : 1. jika perbuatan mati Dalam kasus, ketiga korban mati Maka pasal 365 ayat (3) KUHP terpenuhi unsur-unsurnya Sehingga Pasal 365 ayat (4) KUHP terpenuhi unsur-unsurnya II. Selain itu, berdasarkan kasus pelaku dikenai Pasal 340KUHP tentang pembunuhan berencana, yaitu Barangsiapa sengaja dan dengan terencana terlebih dahulu merampas nyawa

orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama duapuluh tahun Unsur-unsurnya : 1. barangsiapa Dalam kasus, kedua pelaku Edi dan Kusdarmanto 1. Sengaja dan dengan terencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain Dalam kasus, pelaku melakukan rencana untuk membunuh korban agar tujuan mereka (mencuri) terlaksana Sehingga Pasal 340 KUHP terpenuhi unsur-unsurnya III. Pelaku yang melakukan tindak pidana pencurian yang didahului dengan pembunuhan yang dilakukan berenncana ternyata tidak menyelesaikan tindak pidanyanya dengan sebab keburu ketahuan oleh warga sekitar (bukan sebab kehendaknya sendiri). Sehingga Pasal 53 KUHP tentang percobaan, yaitu,ayat (1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri ayat (2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dapat dikurangi sepertiga, ayat (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati dan pidana seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun Unsur-unsurnya : 1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana Dalam kasus telah melakukan penembakan terhadap ketiga korban dan mencoba mencuri brankas 1. jika niat untuk itu telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan Dengan telah membunuh dan telah hampir mencuri brankas 1. dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri Dengan sebab keburu ketahuan warga Sehingga pasal 53 KUHP ayat (1) terpenuhi unsur-unsurnya Tindak pidana yang dilakukan terlepas sekali dari peristiwa yang lainnya, yaitu pembunuhan yang dibarengi dengan pencurian, sehingga peristiwa-peristiwa yang bersangkutan dilihat

terpisah yang satu dari yang lain. Atas dasar itulah maka kasus tersebut masuk kedalam kategori Concursus realis Berdasarkan pendapat Jonkers, Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman-hukuman utama yang tidak sejenis

Ditentukan dalam pasal 66 ayat (1) KUHP, yaitu : dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertigaUnsurunsurnya : 1. dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri Tindakan yang dilakukan masuk kedalam delik mandiri dimana peristiwa-peristiwa yang bersangkutan terpisah satu sama lain (bukan berlanjut) sehingga dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendriri-sendiri 1. sehingga merupakan beberapa kejahatan Dalam kasus, yang dilakukan adalah pembunuhan berencana dan pencurian yang masuk dalam delik kejahatan 1. yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis 2. dimana pidana pokok yang dilakukan tidak sejenis yaitu pembunuhan dan pencurian Sehingga Pasal 66 ayat (1) KUHP terpenuhi unsur-unsurnya Dalam kasus Pasal 365 ayat (4) KUHP dengan ancaman hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama duapuluh tahun, dan Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama duapuluh tahun, dalam jumlah hukuman, kedua nya memiliki ancaman hukuman pokok terberat yang sama, yaitu pidana mati. Dalam pemutusan yang digunakan adalah maksimum pidana terberat ditambah sepertiga, yaitu pidana pokok mati ditambah sepertiga, yang dapat dikatakan pidana mati Namun yang perlu diingat bahwa kasus tersebut memenuhi unsur percobaan (pogging) yang diatur dalam Pasal 53 KUHP, sehingga berdasarkan Pasal 53 ayat (3) KUHP maka hukuman mati yang diterima pelaku dijatuhkan penjara paling lama lima belas tahun

Dalam hal ini kemudian ditarik Pasal 66 ayat (1) KUHP bahwa pidana yang terberat ditambah sepertiga dan berdasarkan pasal 53 ayat (2) KUHP yaitu percobaan dapat dikurangi sepertiga, maka hasil yang didapat adalah sama saja, yaitu Lima Belas Tahun Penjara Daluarsa Alasan-alasan gugurnya hak menuntut dan gugurnya hukuman, dimuat dalam title VIII Buku I KUHP. Alasan gugurnya hak (dari penuntut umum) menuntut hukuman ditentukan : 1. mutlaknya perkara yang telah terputus (Pasal 76 KUHP) Keputusan hakim yang memutuskan tentang perbuatan perkara sendiri, yaitu : 1. Penghukuman, hakim memutuskan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang menjadi tuduhan terhadapnya serta terdakwa bersalah karena melakukannya 2. Pembebasan dari penuntutan hukum, pembuat tidak dapat dijatuhi hukuman karena alas an-alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman 3. Pembebasn, hakim memutuskan bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang menjadi tuduhan tidak terbukti Pendapat tentang perbuatan dalam pasal 76 KUHP : 1. Perbuatan dalam arti peristiwa jahat yang telah terjadi 2. Perbuaatan dalam arti perbuatan yang menjadi pokok pendakwaan 3. Perbuatan dalam arti perbuatan materil (terelepas dari unsure kesalahan dan terlepas dari akibat) 1. matinya terdakwa (pasal 77 KUHP) 2. Lewat waktu (Pasal 78-80 KUHP) Lewat waktu hak untuk mengadakan tuntutan pidana dan lewat waktu hak untuk menjalankan hukuman. Alas an lewat waktu : 1. Sesudah lewatnya beberapa waktu, maka ingtan orang tentang peristiwa telah berkurang bahkan hilang 2. Kepada individu harus diberi kepastian hukum dan jaminan atas keamanannya menurut hukum, terutama apabila individu telah dipaksa tinggal lama diluar negri dan dengan demikian untuk sementara waktu merasa kehilangan atau dikurangi kemerdekaannya 3. Sukar mendapatkan bukti Bagi percobaan (pogging) atau membantu (medeplichtigheid) melakukan kejahatan diperhitungkan jangka lewat waktu yang sama dengan jangka lewat waktu yang sama bagi kejahatan itu

1. Penyelesaian diluar pengadilan ( Pasal 82 KUHP) Alasan gugurnya (menjalani) hukuman adalah : 1. Matinya terhukum (Pasal 83 KUHP) 2. Lewat waktu (Pasal 84 dan 85 KUHP) Alasan-alasan diluar KUHP : 1. Grasi, menggugurkan menjalani hukuman atau sebagian hukuman, alasannya adalah : 1. Kepentingan keluarga dari yang terhukum 2. Yang terhukum pernah sangat berjasa bagi masyarakat 3. Yang terhukum menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan 4. Yang terhukum berkelakuan baik dipenjara dan memperlihatkan keinsyafan atas kesalahannya 5. Abolisi, menggugurkan hak menuntut hukuman 6. Amnesti, menggugurkan baik hak menuntut hukuman maupun menjalani hukuman. Anmesti dan abolisi diberi presiden atas kepentingan negara Apabila seseorang pada suatu saat melakukan delik dan dia tidak segera dituntut, misalnya karena delik itu belum diketahui (belum dilaporkan), atau pelakunya belum tertangkap (melarikan diri), maka jika terdapat tenggang waktu tertentu antara saat dilakukannya delik, dengan saat dilakukannya penuntutan, pelakunya tidak dapat dituntut lagi Kaitannya dengan kasus Kedua pelaku menadapatkan hukuman yang smaa, yaitu lima belas tahun (dengan perincian diatas). Keduanya melakukan tindak pidana pada tanggal 15 september 2009. Vonis untuk Kusdarmanto dan Syamsul Bahri dijatuhkan majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Kamis 1 April 2010. Daluarsa penuntutan pidana Pasal 78 KUHP (1) kewenangan menuntut pidana hapus karena daluarsa Ke-3 mengenai kejahatan yang diancam dengan pidna penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun Berdasarkan perhitungan diatas, keduanya mendapatkan hukuman pidana penjara limabelas tahun, sehingga daluarsa penuntutan mereka adalah sesudah dua belas tahun Pasal 79 KUHP

tenggang daluarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut : Ke-1 mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan oleh si pembuat Ke-2 Mengenai kejahatan tersebut dalam pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia Ke-3 mengenai pelanggaran tersebut pasal 558a, tenggang dimulai pad ahari sesudah daftar daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register burgerlijk stand harus dipindah ke kantor paniterasuatu pengadilan, dipindah ke kantor tersebut. Berdasarkan kasus, keduanya tidak memenuhi pengecualian dalam ke-1 sanpai ke-3 Pasal 79 KUHP, sehingga tenggang daluarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan pada tanggal 15 september 2009, dimana satu hari sesudah yaitu pada tanggal 16 September 2009 Kemudian Tanggal 16 September 2009 tersebut ditambahkan jumlah waktu daluarsa penuntutan yang telah ditetapkan pada pasal 78 KUHP ayat (1) ke-3 yaitu dua belas tahun, sehingga daluarsa penuntutan pidana pada tanggal 16 September 2021 Daluarsa perjalanan pidana Pasal 86 ayat (2) KUHP Tenggang daluarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga Dalam perhitungan diatas, daluarsa penuntutan pidana yang didapatkan kedua pelaku adalah sama, yaitu dua belas tahun. Kemudian ditambah sepertiga menjadi enam belas tahun Pasal 85 ayat (1) KUHP Tenggang daluarsa mulai berlaku pada esok harinya setelah putusan hakim dapat dijalankan Dalam ksus, putusan hakim terjadi pada tanggal 1 April 2010 dan langsung dijalankan pada hari itu juga. Sehingga tenggang daluarsa berlaku sejak tanggal 2 April 2010. kemudian ditambah enam belas tahun, sehingga daluarsa perjalanan pidana pada tanggal 2 April 2026