25
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Profitabilitas Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba atau ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan. Kemampuan memperoleh laba bisa diukur dari modal sendiri maupun dari seluruh dana yang diinvestasikan ke dalam perusahaan (Wiagustini, 2010:81). Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Rasio profitabilitas dan rasio rentabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan dan menciptakan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan pada masa yang akan dating. Profitabilitas diproksikan dengan ROA. Semakin besar nilai dari ROA berarti semakin baik perusahaan menggunakan asetnya untuk mendapat laba, dengan meningkatnya nilai ROA, profitabilitas dari perusahaan semakin meningkat (Arista, 2012). Hal ini membuat investor menjadi tertarik untuk membeli saham perusahaan serta berdampak pada harga saham yang semakin meningkat dan diikuti dengan tingkat pengembalian return saham yang tinggi.

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN linda... · Profitabilitas diproksikan dengan ROA. Semakin besar nilai dari ROA berarti semakin baik perusahaan menggunakan asetnya untuk mendapat

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Profitabilitas

Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba atau

ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan. Kemampuan memperoleh

laba bisa diukur dari modal sendiri maupun dari seluruh dana yang diinvestasikan

ke dalam perusahaan (Wiagustini, 2010:81). Ukuran profitabilitas dapat berbagai

macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva,

dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Rasio profitabilitas dan rasio

rentabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan, untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya merupakan

fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan dan menciptakan nilai

perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan pada masa yang akan dating.

Profitabilitas diproksikan dengan ROA. Semakin besar nilai dari ROA berarti

semakin baik perusahaan menggunakan asetnya untuk mendapat laba, dengan

meningkatnya nilai ROA, profitabilitas dari perusahaan semakin meningkat

(Arista, 2012). Hal ini membuat investor menjadi tertarik untuk membeli saham

perusahaan serta berdampak pada harga saham yang semakin meningkat dan

diikuti dengan tingkat pengembalian return saham yang tinggi.

2

Adapun jenis rasio profitabilitas adalah :

a. Profit margin adalah mengukur laba yang dicapai dibandingkan dengan

penjualan. Wiagustini (2010) menyatakan bahwa profit margin dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Profit margin ……………………………………..………(1)

b. Return on investment/ return on asets/ earning power adalah mengukur

kemampuan menghasilkan laba dari total aktiva yang digunakan.

Menurut Wiagustini (2010) menyatakan bahwa ROA dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

ROI/ ROA …………………………………….…………(2)

c. Return on Equity adalah mengukur return atas modal sendiri. Wiagustini

(2010) mengemukakan bahwa ROE dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

ROE ……………………………………………………(3)

2.1.2 Pengertian Saham

Saham (stock) merupakan salah satu alternatif investasi yang dapat

menghasilkan keuntungan dalam bentuk dividen dan capital gain. Apabila

seorang investor membeli saham, maka menjadi pemilik dan disebut sebagai

pemegang saham (shareholders) perusahaan yang menerbitkan saham tersebut.

Darmadji dan Fakhrudin (2006: 6) menyatakan saham (stock atau share) adalah

tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan

atau perseroan terbatas.

3

Jadi, saham merupakan sertifikat atau tanda bukti kepemilikan yang menunjukkan

kepemilikan suatu perusahaan dan pemiliknya disebut pemegang saham yang

berhak untuk memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan serta

berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan.

Darmadji dan Fakhrudin (2006: 6) menyatakan bahwa ada beberapa sudut

pandang untuk membedakan saham, yaitu:

1) Saham biasa (common stocks)

Saham biasa merupakan salah satu komoditas pasar modal yang paling populer.

Pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan yang mewakilkan kepada

manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. Beberapa karakteristik

saham biasa:

a. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.

b. Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham.

c. Memiliki hak terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan

jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban

perusahaan dilunasi.

d. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar

proporsi sahamnya.

e. Hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya.

4

2) Saham preferen (preferred stocks)

Saham preferen mempunyai sifat gabungan (hybrid) antara obligasi (bond)

dan saham biasa. Seperti bond yang membayarkan bunga atas pinjaman,

saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa dividen preferen.

Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi klaim pemegang saham preferen

dibawah klaim obligasi (bond).

Beberapa karakteristik saham preferen:

a. Memiliki hak lebih dulu dalam memperoleh dividen.

b. Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan

pengurus perusahaan.

c. Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih

dahulu setelah kreditur, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan

atau bangkrut).

d. Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan

di samping penghasilan yang diterima secara tetap.

e. Apabila perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh pembagian

kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua

kewajiban perusahaan dilunasi.

Harga saham perusahaan sangatlah penting guna ketepatan berinvestasi

saat investor berminat untuk melakukan investasi di pasar modal berupa

pembelian kepemilikan perusahaan dikarenakan harga saham merupakan

komponen penunjang nilai perusahaan. Harga saham merupakan harga yang

terbentuk di pasar jual beli saham (Halim, 2005: 20).

5

Ningsih (2011) menyatakan bahwa selembar saham memiliki suatu nilai atau

harga yang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1) Harga normal

Harga normal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang

ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.

2) Harga perdana

Harga perdana adalah harga pada waktu harga saham tersebut dicatat di

bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh

penjamin emisi (underwriter) dan emiten.

3) Harga pasar

Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang

lain. Harga pasar terjadi setelah saham saham tersebut dicatat di bursa efek.

Fajriyah (2011) menyatakan bahwa kemakmuran pemegang saham dapat

terlihat pada harga saham di pasar modal. Menurut Abdulah (2009) harga saham

ditentukan oleh perkembangan perusahaan penerbitnya. Investor biasanya

bersedia membayar harga saham lebih tinggi bagisaham yang akan memberikan

deviden yang tinggi pula (Arilaha, 2009).

2.1.3 Return Saham

Tandelilin (2010: 102), menyatakan bahwa return adalah keuntungan yang

merupakan kompensasi atas waktu dan risiko terkait dengan investasi yang

dilakukan. Return ini dibedakan menjadi dua, yaitu return realisasi (actual return)

dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang

sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting

6

dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan

risiko di masa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan

di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi

investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh

dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan dari

investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return

ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi

biasanya dikolerasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih

tinggi pula. Return yang tinggi tidak selalu disertai dengan investasi yang

beresiko, hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional.

Komponen return saham terdiri dari 2 jenis, yaitu capital gain

(keuntungan selisih harga saham) dan current income (pendapatan lancar).

1) Capital gain merupakan keuntungan yang diterima karena adanya selisih nilai

antara harga jual dan harga beli saham dari suatu instrumen investasi, yang

berarti bahwa instrumen investasi harus diperdagangkan di pasar. Dengan

adanya perdagangan maka akan timbul perubahan nilai suatu instrumen

investasi yang menghasilkan capital gain.

2) Current income, yaitu keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang

bersifat periodik, misalnya pembayaran bunga deposito, deviden, bunga obligasi,

dan sebagainya. Current income disebut pendapatan lancar karena keuntungan

yang diterima biasanya dalam bentuk kas atau setara kas, sehingga dapat

diuangkan secara cepat. Keuntungan dalam bentuk kas seperti bunga, jasa giro,

dan deviden tunai. Sedangkan keuntungan dalam bentuk setara kas seperti saham

bonus dan dividen saham.

7

Sartono (2010: 83) mengemukakan bahwa faktor penentu harga saham

dapat ditentukan secara fundamental dan teknikal. Analisis fundamental

merupakan analisis yang berbeda dari analisis teknikal, karena analisis teknikal

menggunakan data tren kecendrungan harga saham masa lalu untuk memprediksi

harga saham dimasa mendatang. Menurut Susilo (2009) faktor-faktor yang

mempengaruhi harga saham terdidi dari berbagai faktor fundamental yang sangat

luas dan kompleks. Faktor fundamental yang bersifat internal memberikan

informasi mengenai kinerja perusahaan seperti current ratio, debt to equity ratio,

return on investment, return on asset, return on equity, serta firm size dan faktor

fundamental yang bersifat eksternal meliputi kondisi perekonomian secara umum.

Abdulah (2009) berpendapat bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi

harga saham diantaranya pembagian dividen dan perkembangan perusahaan

penerbitnya. Naik turunnya harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik

faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan (Harjito, 2009:85), yaitu

sebagai berikut:

1) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja atau

kondisi suatu perusahaan. Kinerja atau kondisi suatu perusahaan dilihat dari

data-data laporan keuangan selama perusahaan melakukan kegiatan operasi

perusahaan.

Laporan perusahaan akan menjadi tolak ukur investor untuk mengetahhui

seberapa besar risiko yang akan ditanggungnya dan keuntungan yang didapat.

Sifat laporan keuangan dapat mengetahui perusahaan dalam kinerja baik atau

8

buruk. Semakin baik kinerja dalam suatu perusahaan maka berpengaruh

terhadap kenaikan harga saham dan sebaliknya.

2) Faktor ekstenal

Faktor eksternal adalah faktor yang tidak berkaitan langsung dengan kondisi

perusahaan dan faktor-faktor diluar perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Tingkat suku bunga

Faktor suku bunga sangat penting, karena rata-rata semua masyarakat selalu

mengharapkan hasil investasi yang semakin besar termasuk investor saham.

Perubahan suku bunga yang terjadi maka tingkat pengembalian hasil

berbagai sarana investasi akan mengalami perubahan. Suku bunga ini adalah

suku bunga yang ditetapkan oleh bank Indonesia (BI) selaku bank sentral

dengan mengeluarkan sertifikat bank Indonesia (SBI). Langkah bank

Indonesia untuk menaikkan dan menurunkan suku bunga SBI merupakan

bagian dari kebijakan moneter untuk mengawasi perekonomian nasional,

dengan menaikkan suku bunga SBI tersebut, maka akan menyebabkan suku

bunga di pasar uang akan meningkat dan investor cenderung akan

memindahkan dananya ke pasar modal atau sebaliknya. Perilaku investor

tersebut menyebabkan harga suatu saham dapat meningkat atau menurun

yang pada akhirnya akan menyebabkan harga saham secara keseluruhan

terpengaruh.

b. Hukum permintaan dan penawaran

Pergerakan harga saham sangat berpengaruh apabila permintaan terhadap

saham meningkat dan penawaran yang terbatas akan menyebabkan suatu

harga saham akan menjadi meningkat atau menurun.

9

c. News and rumors

Berita dan informasi yang beredar di masyarakat yang menyangkut

berbagai masalah ekonomi, sosial, politik, dan keamana suatu Negara

sehingga menyebabkan investor kemungkinan melakukan tindakan menjual

atau membeli saham yang akan berdampak pada harga saham keseluruhan.

d. Indeks harga saham

Kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang waktu tentunya

menandakan kondisi investasi dan perekonomian suatu negara dalam

keadaan baik, sebaliknya jika mengalami penurunan berarti iklim investasi

sedang tidak baik. Kondisi demikian akan mempengaruhi meningkat atau

menurunnya harga saham di bursa efek.

e. Valuta asing

Kenaikan suku bunga dalam valuta asing, maka uang khususnya dollar AS

akan berpengaruh, hal ini mengakibatkan banyak investor beralih memilih

investasi ke valuta asing (valas).

Tindakan yang dilakukan oleh para investor akan mengakibatkan

implikasi yang negatif terhadap harga saham di bursa efek. Faktor-faktor yang

mempengaruhi harga saham dalam penelitian ini adalah faktor internal dan

eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan fundamental perusahaan yang

menganalisis kinerja serta kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang

menerbitkan saham dan menjadi pertimbangan utama dalam berinvestasi saham

sedangkan faktor ekternal adalah faktor makroekonomi yang dapat mempengaruhi

harga saham.

10

2.1.4 Struktur Modal

Struktur modal adalah perbandingan/imbangan pendanaan perusahaan

yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal

sendiri (Martono dan D. Agus Harjito, 2010). Jadi, struktur modal merupakan

proporsi dalam pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber

pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal.

Adapun teori dalam struktur modal yaitu:

1. Modligiani and Miller Theory

Teori mengenai struktur modal pertama kali dikembangkan oleh

Modligiani dan Miller (MM) pada tahun 1958. Teori tersebut memaparkan bahwa

struktur modal tidak dapat mempengaruhi nilai perusahaan namun dengan

batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan yang dikenakan sehubungan dengan

teori ini adalah tidak adanya pialang, tidak ada pajak, tidak ada biaya

kebangkrutan, investor dapat meminjam pada tingkat yang sama pada perusahaan,

semua investor memiliki informasi yang sama mengenai manajemen tentang

peluang investasi perusahaan dimasa depan, EBIT tidak terpengaruh oleh

penggunaan utang (Brigham dan Houston, 2010).

Teori yang dijelaskan oleh MM merupakan suatu hal yang tidak realistis,

hasil ketidakrelevanan MM memiliki arti yang sangat penting. Dengan

menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal tersebut tidak relevan, MM

juga telah memberikan petunjuk mengenai hal-hal apa yang dibutuhkan agar

membuat struktur modal menjadi relevan yang selanjutnya akan mempengaruhi

nilai perusahaan. Hasil karya MM menandai awal penelitian struktur modal

11

modern, dengan penelitian selanjutnya berfokus pada asumsi-asumsi MM guna

mengembangkan suatu teori struktur modal yang lebih realistis.

2. Teori Pertukaran (Trade Off Theory).

Teori Trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, resiko

kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur modal

yang diambil perusahaan (Brealey dan Myers dalam Nugroho, 2006:18). Teori ini

merupakan keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan utang.

Asumsi dasar yang digunakan dalam trade off theory adalah adanya informasi

asimetris yang menjelaskan keputusan struktur modal yang diambil oleh suatu

perusahaan, yaitu adanya informasi yang dimiliki oleh pihak manajemen suatu

perusahaan dimana perusahaan dapat menyampaikan informasi kepada publik.

Trade off theory secara implisit menyatakan bahwa perusahaan yang tidak

menggunakan pinjaman sama sekali dan perusahaan yang menggunakan

pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah kurang baik.

Keputusan terbaik adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan

kedua intrumen pembiayaan. Trade off theory memang tidak dapat digunakan

untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan.

Menurut Mirza dalam Nugroho, 2006:19 terdapat tiga kesimpulan tentang

pengunaan leverage:

1) Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih

besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga

diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan yang hutang lebih besar.

2) Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable assets seperti

realestate seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar daripada

12

perusahaan yang memiliki nilai terutama dari intangible assets seperti

patent dan goodwill. Hal ini disebabkan karena intangible assets lebih

mudah untuk kehilangan nilai apabila terjadi financial distress,

dibandingkan standart assets dan tangible assets.

3) Perusahaan-perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi seharusnya

memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya daripada

perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah, karena

bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi

pajak penghasilan.

3. Pecking Order theory

Myers dalam Kartika (2009:109) menyatakan bahwa dalam teori pecking

order perusahaan lebih memilih membelanjai perusahaan dengan dana internal

yaitu yang berasal dari laba ditahan dan depresiasi aliran kas. Secara singkat teori

ini menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari

hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan). Apabila pendanaan dari luar

(eksternal financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas

yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi,

kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi

konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.

Pecking Order Theory menyatakan bahwa perusahaan lebih memilih

membelanjai perusahaan dengan dana internal yaitu yang berasal dari laba ditahan

dan depresiasi aliran kas). Pecking Order Theory diringkas dalam 4 (empat)

bagian, yaitu:

1) perusahaan menerapkan kebijakan dividen untuk investasi

13

2) perusahaan lebih menyukai dana internal. Dana internal tersebut

diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.

3) Saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan pertama akan

memilih menerbitkan sekuritas utang.

4) Dengan semakin banyaknya dana eksternal yang dibutuhkan untuk

mendanai proyek dengan nilai sekarang positif, pendapatan pecking

order akan diikuti, ini berarti lebih menyukai utang yan berisiko

artinya konvertibel, modal preferen, dan modal biasa sebagai pilihan

terakhir.

4. Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) dalam Moeljadi (2006) menyatakan teori

keagenan pada awalnya berkaitan dengan masalah kepemilikan perusahaan

melalui pembelian saham. Pada perkembangannya, teori ini digunakan untuk

menjelaskan hubungan antara dua pihak yang bersifat kontraktual.Teori keagenan

dalam manajemen keuangan membahas adanya hubungan agency, yaitu hubungan

mengenai adanya pemisahan antara pemilikan dan pengelolaan yang dilakukan

oleh manajer.

Masalah keagenan (agency problem) yang potensial ini muncul ketika

manajer perusahaan memiliki kurang dari 100 persen saham perusahaan. Masalah

keagenan (agency problem) yaitu konflik kepentingan yang potensial antara agen

(manajer) dan pemegang saham pihak luar atau pemberi utang (kreditur). Konflik

keagenan juga terjadi antara kreditur dan pemegang saham. Konflik antara

manajer dan pemegang saham dapat juga terjadi pada saat manajer menggunakan

kas perusahaan secara berlebihan dengan biaya pemegang saham. Penggunaan

14

utang merupakan suatu mekanisme lain yang bisa digunakan untuk mengurangi

atau mengontrol konflik keagenan (Brigham dan Houston, 2010).

5. Signaling Theory

Signaling Theory merupakan suatu tindakan yang dilakukan manajemen

suatu perusahaan untuk memberikan petunjuk dan informasi mengenai

bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham & Houston,

2010). Arifin (2005) menyatakan bahwa teori signaling (signaling theory)

merupakan teori yang dikembangkan untuk mengetahui kemungkinan bahwa

informasi yang berkaitan dengan kondisi dan prospek perusahaan dimasa depan

lebih banyak diketahui oleh orang dalam (insiders) perusahaan dari pada para

investor yang merupakan orang luar perusahaan, dengan adanya signaling theory

dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen perusahaan khususnya perusahaan

yang telah go public pasti memberikan informasi pada para investor sehingga

investor dapat mengetahui keadaan perusahaan dan prospeknya dimasa depan.

Pengambilan keputusan untuk berinvestasi investor dapat membedakan

perusahaan mana yang memiliki nilai perusahaan yang baik sehingga dimasa

mendatang dapat mendatangkan keuntungan bagi investor tersebut. Nilai

perusahaan yang baik salah satunya dapat ditunjukkan dari peningkatan harga

saham perusahaan dari waktu ke waktu.

15

Beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal, yaitu (Brigham,

2009):

1) Stabilitas Penjualan

Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh

lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.

2) Struktur Aktiva

Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung

lebih banyak menggunakan utang.

3) Leverage Operasi

Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu

untuk meningkatkan leverage keuangan karena ia akan mempunyai resiko

bisnis yang lebih kecil.

4) Tingkat Pertumbuhan

Perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan

modal eksternal, namun pada saat yang sama perusahaan yang memiliki

pertumbuhan yang pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar

yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang.

5) Profitabilitas

Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi hanya

menggunakan utang yang relatif kecil. Perusahaan yang sangat menguntungkan

memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat

pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai

16

sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara

internal.

6) Pajak

Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan

pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak

yang tinggi.

7) Pengendalian

Pengaruh utang melawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen

dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai

hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari

50%) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan,

mereka mungkin akan memilih utang untuk pembiayaan baru, manajemen

mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan

perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa

perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan bangkrut maka

para manajer akan mengambil risiko pengambilalihan. Rasio struktur modal

berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio struktur

modal memiliki hubungan dengan harga saham perusahaan. Adapun jenis rasio

struktur modal antara lain:

1). Rasio hutang modal (Debt to Equity Ratio)

Rasio hutang modal menggambarkan sejauh mana modal pemilik dapat

menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang

mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. Rasio ini

disebut juga rasio leverage. Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur

17

seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan

merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang,

saham preferen dan modal pemegang saham (Wahyono, 2002:12). Jadi dapat

disimpulkan bahwa DER merupakan perbandingan antara total hutang (hutang

lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang

ada. Rasio hutang modal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

………………………..……………….(4)

Syafri (2008: 303), menyatakan bahwa semakin kecil rasio hutang modal

maka semakin baik dan untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah

modal lebih besar dari jumlah hutang atau minimal sama.

2). Debt Ratio

Debt ratio merupakan perbandingan antara total hutang dengan total

aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh

aktiva. Sawir (2008:13) menyatakan debt ratio merupakan rasio yang

memperlihatkan proposi antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dan seluruh

kekayaan yang dimiliki perusahaan. Debt ratio dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

……………….…………….(5)

Apabila debt ratio semakin tinggi, sementara proporsi total aktiva tidak

berubah maka hutang yang dimiliki perusahaan semakin besar. Total hutang

semakin besar berarti rasio keuangan atau rasio kegagalan perusahaan untuk

mengembalikan pinjaman semakin tinggi. Sebaliknya apabila debt ratio semakin

18

kecil maka hutang yang dimiliki perusahaan juga akan semakin kecil dan ini

berarti risiko keuangan perusahaan mengembalikan pinjaman juga semakin kecil.

3). Times Interest Earned

Time interest earned merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum

bunga dan pajak dengan beban bunga dan merupakan rasio yang mencerminkan

besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga utang jangka panjang. Sawir

(2008:14), menyatakan bahwa rasio penutupan (coverage ratio), yang mengukur

kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi (EBIT)

dan mengukur sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan

kegagalan dari pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman. Time Interest

Earned dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

IRR ……………..(6)

2.1.10 Inflasi

Inflasi merupakan proses dari kenaikan harga-harga umum barang-barang

secara terus menerus (Nopirin, 2012). Laju inflasi yang tinggi akan mendorong

kenaikan harga bahan baku dan meningkatkan berbagai biaya operasi perusahaan,

menyebabkan harga jual barang meningkat dan menurunkan daya beli

masyarakat. Hal ini berdampak pada turunnya penjualan perusahaan, sehingga

keuntungan dan kinerja keuangan perusahaan mengalami penurunan.

Ali et al (2011) mengemukakan inflasi berpengaruh negatif signifikan

terhadap profitabilitas pada bank umum di Pakistan, karena inflasi yang tinggi

akan berdampak pada kinerja bank dan menjadi salah satu faktor utama kesulitan

dalam institusi keuangan.

19

Tandelilin (2010) menyatakan inflasi dapat dihitung dengan rumus, yaitu:

Inflasi = ………….……..(7)

Keterangan :

t = Periode sampel (dalam tahun)

2.2 Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian secara umum bertujuan untuk

mengemukakan mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka

variabel yang diteliti. Kerangka penelitian ini menguraikan variabel yang akan

diteliti yaitu DER, inflasi, ROA dan return saham.

Berdasarkan kajian teori serta hasil-hasil penelitian terdahulu dan dengan

melakukan modifikasi maka diperoleh kerangka konseptual penelitian sebagai

berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Struktur Modal

Inflasi

Profitabilitas Return Saham

20

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas

Debt to Equity Ratio (DER) adalah salah satu proksi yang dipakai untuk

mengukur kinerja perusahaan dari aspek solvabilitas. DER merupakan rasio yang

digunakan untuk menilai hutang dengan seluruh ekuitas serta mampu memberikan

petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan.

Tingkat hutang perusahaan yang tinggi jika penggunaannya dioptimalkan seperti

melakukan pengelolaan aset, maka perusahaan berkesempatan mengalami

peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan mengakibatkan perolehan laba

perusahaan juga semakin tinggi. Informasi tersebut akan menarik minat investor

untuk melakukan investasi sehingga akan berakibat pada peningkatan harga

saham dan return saham yang diterima pemegang saham. Kondisi ini

menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan sumber pendanaan utang akan

semakin besar profitabilitas perusahaan dihubungkan dengan kemakmuran

pemegang saham. Semakin tinggi rasio utang terhadap ekuitas maka semakin

besar resiko yang dihadapi dan investor akan meminta tingkat keuntungan yang

semakin tinggi (Sartono, 2001).

Hamidy (2014), Sari (2012) dan Vironika (2014) dalam penelitiannya

menyatakan DER mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.

Hasil pengujian hipotesis dapat diartikan bahwa penambahan hutang yang

dilakukan perusahaan dapat meningkatkan pendapatan bersih dari perusahaan

tersebut. Berdasarkan uraian penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

H1: Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas.

21

2.2.2 Pengaruh inflasi terhadap profitabilitas

Inflasi didefinisikan sebagai kecenderungan kenaikan harga secara umum.

Kecenderungan yang dimaksudkan disini adalah bahwa kenaikan tersebut bukan

terjadi sesaat (Djohanputro, 2006). Di bidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan

tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam mengerahkan dana

masyarakat. Hal ini disebabkan, karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan

tingkat suku bunga riil menjadi menurun. Fakta demikian akan mengurangi hasrat

masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang

bersumber dari masyarakatakan menurun dan tingkat profitabilitas perusahaan

perbankan akan menurun (Pohan, 2008).

Uche dkk (2006) dan Khizer Ali (2011) mengemukakan bahwa inflasi

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, bahwa inflasi yang tinggi akan

berdampak pada kinerja bank dan menjadi salah satu sebab utama kesulitan dalam

institusi keuangan, inflasi yang tinggi mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi

makro, meningkatkan risiko bank, dan menurunkan profit bank. Berdasarkan

pernyataan tersebut di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas.

2.2.3 Pengaruh struktur modal terhadap return saham

Return adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu

investasi yang dilakukannya. Apabila investor berinvestasi dalam saham, maka

tingkat keuntungan yang diperolehnya diistilahkan dengan return saham. Dalam

berinvestasi investor selalu menghubungkan return dan risiko. Risiko perusahaan

dari sudut pandang investor dapat berasal dari risiko keuangan. Risiko keuangan

22

perusahaan dapat digambarkan dari struktur modal, yaitu penggunaan hutang atas

modal sebagai dasar investasi perusahaan. Tandelilin (2010) menjelaskan struktur

modal perusahaan yang ditandai dengan nilai DER tinggi, berarti perusahaan

memiliki hutang lebih besar dibandingkan modal sendiri. Perusahaan dengan

hutang yang tinggi jika dioptimalkan maka perusahaan berkesempatan mengalami

peningkatan penjualan seperti melakukan pengelolaan aset. Peningkatan penjualan

menyebabkan perolehan laba perusahaan meningkat dan berdampak pula pada

peningkatan harga saham serta return yang diperoleh investor. Informi tersebut

akan memberikan sinyal kepada investor mengenai prospek perusahaan di masa

mendatang dalam melaksanakan investasi.

Handayani & Saifi (2014) dan Susilowati & Turyanto (2011)

mengemukakan bahhwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return

saham. Semakin besar DER menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak

memanfaatkan dana eksternal untuk menghasilkan laba.

Berdasarkan penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H3: Struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.

2.2.4 Pengaruh inflasi terhadap return saham

Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara teus menerus.

Dilihat dari segi konsumen, inflasi yang tinggi berdampak terhadap daya beli

konsumen (masyarakat) menurun. Jika dilihat dari segi perusahaan perbankan

inflasi mengakibatkan turunya nilai uang karena meningkatnya jumlah uang yang

beredar yang tidak diimbangi dengan persediaan barang. Inflasi tinggi akan

menyebabkan nilai riil tabungan merosot, karena masyarakat akan

23

mempergunakan hartanya untuk mencukupi biaya pengeluaran akibat naiknya

harga barang, hal tersebut akan menurunkan profitabilitas perbankan serta

berpengaruh terhadap turunnya harga saham dan return yang dihasilkan oleh

investor.

Dwita dkk (2012) dan Prihantini (2009) dalam penelitiannya

menyimpulkan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.

Berdasarkan penelitian dan pemaparan teori dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H4: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.

2.2.5 Pengaruh profitabilitas terhadap return saham

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan

efisiensi secara operasional maupun efisiensi penggunaan harta yang dimilikinya

(Chen, 2004). Profitabilitas diproksikan dengan ROA yaitu mengukur seberapa

besar laba bersih yang bisa diperolah dari seluruh asset yang dimiliki dan

ditanamkan ke dalam sebuah perusahaan (efisiensi aktiva). Semakin

meningkatnya ROA menandakan semakin efektif perusahaan dalam

memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak (Ulupui,

2007). Kasmir (2012:202) semakin tinggi nilai ROA maka kinerja perusahaan

dianggap semakin baik dan demikian pula sebaliknya. Mendukung pernyataan

tersebut, Saqafi (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ROA memiliki

hubungan dengan tingkat pengembalian (return) dari suatu investasi dimasa yang

akan datang. Meningkatnya ROA berarti perusahaan dianggap mampu

menghasilkan laba yang tinggi dan sebagai dampaknya harga saham perusahaan

24

mengalami peningkatan. Terjadinya peningkatan harga saham berdampak

terhadap peningkatan return saham perusahaan yang diterima pemegang saham.

Penelitian yang dilakukan oleh Artini dkk (2015) menyimpulkan ROA

berpengaruh positif terhadap return saham, karena semakin meningkatnya ROA

menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik dan para pemegang saham akan

memperoleh keuntungan. Meningkatnya ROA perusahaan menjadi daya tarik bagi

investor untuk menanamkan dananya ke perusahaan. Banyaknya investor yang

tertarik menanamkan modalnya membuat permintaan terhadap saham akan

meningkat. Hasil penelitian ini konsisten dengan Ghi, Trần Nha (2015), Hasanah

(2008), Ulupui (2007), dan Hutomo (2013) menyatakan bahwa ROA bengaruh

positif dan signifikan terhadap return saham. Berdasarkan penelitian dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5: Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.

25