Upload
doquynh
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KAJIAN STRUKTUR TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM
KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON: PERSPEKTIF
STRUKTURALISME NARATIF A.J. GREIMAS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Galih Sabdo Panuju
NIM: 134114018
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Juli 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya:
Sumoro dan Sumiyati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
MOTO
Ikhlaslah menghadapi masalah.
Jelajahilah setiap kemungkinan.
Orang lain adalah neraka.
(Jean-Paul Sartre)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan rahmat, penyertaan, dan bimbingan-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kajian Struktur Tiga Cerpen Karya Budi
Darma dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington: Perspektif
Strukturalisme Naratif A.J. Greimas”.
Skripsi ini merupakan laporan laporan yang ditulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu
memberikan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. yang berkenan menjadi pembimbing I
penulis dalam menyusun skripsi ini. Beliau memberikan banyak masukan,
pembelajaran, dan tuntunan serta dukungan moril yang bermanfaat dalam
mematangkan kemampuan berpikir penulis.
2. Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum. yang berkenan menjadi
pembimbing II penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih atas saran
dan diskusi yang menyempurnakan skripsi.
3. Segenap dosen Program Studi Sastra Indonesia: Dr. Paulus Ari Subagyo,
M. Hum., Drs. Herry Antono, M. Hum., Prof. Dr. Praptomo Baryadi
Isodarus, M. Hum., S. E. Peni Adji, M.Hum., Drs. Hery Antono, M.Hum.,
Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Rano Sumarno, S. Sn., M. Sn., Sony Christian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Panuju, Galih Sabdo. 2017. “Kajian Struktur Tiga Cerpen Karya Budi Darma dalam
Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington: Perspektif
Strukturalisme Naratif A.J. Greimas”. Skripsi Strata Satu (S1).
Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata
Dharma.
Penelitian ini menganalisis struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam
kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan makna di balik tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan
cerpen Orang-orang Bloomington. Melalui pengungkapan makna tersebut,
diharapkan terlihat bagaimana konsep relasi antar-manusia yang dapat menentukan
gerak hidup manusia atau masyarakat itu sendiri.
Deskripsi pemaknaan cerpen diperoleh dengan menggunakan pendekatan
strukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas. Tiga masalah yang dibahas adalah
sebagai berikut. (1) Bagaimana penceritaan tiga cerpen karya Budi Darma dalam
kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. (2) Bagaimana skema aktansial dan
fungsional tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang
Bloomington (3) Bagaimana tiga poros semantik tiga cerpen karya Budi Darma
dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Data dikumpulkan
menggunakan metode studi pustaka dan teknik catat. Analisis data menggunakan
metode formal. Hasil analisis data disajikan menggunakan metode deskriptif
kualitatif.
Berdasarkan analisis penceritaan, cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” memiliki
sembilan sekuen. Rasa kesepian untuk mendapatkan penerimaan diri merupakan
motif utama penceritaan. Cerpen “Keluarga M” memiliki tujuh sekuen dan dua
struktur alur penyusun cerita. Dalam alur pertama, rasa tidak nyaman dan kebencian
menginginkan keluarga M celaka adalah motif utama penceritaan. Dalam alur
kedua, rasa bersalah dan rasa kasihan menginginkan kedamaian batin adalah motif
utama penceritaan. Cerpen “Ny. Elberhart” mempunyai delapan sekuen dan dua
struktur alur penyusun cerita. Dalam skema alur pertama, rasa kesepian, rasa
kasihan, dan rasa bersalah menuntut jati diri Ny. Elberhart adalah motif utama
penceritaan. Dalam alur kedua, perasaan kasihan dan perasaan bersalah yang ingin
membuat nama Ny. Elberhart dikenang setelah dirinya tiada adalah motif utama
penceritaan.
Berdasarkan analisis skema aktansial, cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
menunjukkan bahwa tokoh saya (subjek) berhasil mendapatkan penerimaan diri
(objek). Analisis skema aktansial pertama cerpen “Keluarga M” memperlihatkan
bahwa tokoh saya (subjek) berhasil mencelakai keluarga M (objek). Sedangkan
pada skema aktansial kedua, tokoh saya (subjek) gagal mendapatkan kedamaian
batin (objek). Analisis skema aktansial pertama dalam cerpen “Ny. Elberhart”
menunjukkan tokoh saya (subjek) berhasil mengetahu jati diri Ny. Elberhart
(objek). Namun dalam skema aktansial kedua, tokoh saya (subjek) gagal membuat
nama Ny. Elberhart dikenang (objek).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
Berdasarkan analisis skema fungsional, struktur alur cerpen “Lelaki Tua Tanpa
Nama” mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya berhasil mendapatkan
objek sebagai subjek sekaligus penerima. Struktur alur skema fungsional pertama
dalam cerpen “Keluarga M” mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya
(subjek) berhasil mencelakai keluarga M. Namun dalam skema fungsional kedua,
struktur alur berhenti pada transformasi tahap uji kecakapan. Tokoh saya gagal
mendapatkan kedamaian batin. Struktur alur dalam skema fungsional pertama
cerpen “Ny. Elberhert” mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya berhasil
mengetahui jati diri Ny. Elberhart. Namun dalam skema fungsional kedua, tahapan
alur hanya sampai kepada tahap transformasi uji kecakapan. Hal tersebut terjadi
karena tokoh saya gagal menghadapi pelaku aktan penentang.
Berdasarkan analisis tiga poros semantik, cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
menceritakan tentang penerimaan diri yang didapatkan apabila seseorang memiliki
hal penting bagi orang lain. Cerpen berjudul “Keluarga M” membicarakan tentang
eksistensi orang lain yang membawa kegelisahan dan penemuan kedamaian batin
yang bersumber dari dalam diri. Cerpen berjudul “Ny. Elberhart” menceritakan
tentang pengorbanan seseorang demi kepentingan orang lain yang tidak bernilai.
Berdasarkan kajian struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan
cerpen Orang-orang Bloomington, tiga cerpen tersebut mengungkapkan tentang
konsep relasi manusia berdasarkan filsafat eksistensialisme. Konsep relasi tersebut
menolak segala bentuk interaksi sosial antara satu individu dengan individu lain
maupun antara individu dengan masyarakat. Konsep ini memandang bahwa nilai
manusia sebagai entitas individu lebih penting dibandingkan dengan manusia
sebagai makhluk sosial. Seseorang yang berfokus dengan nilai dalam diri dapat
menemukan esensi kehidupannya dan berdampak positif bagi masyarakat.
Kata kunci: penceritaan, aktansial, fungsional, tiga poros semantik, relasi manusia,
Orang-orang Bloomington.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
ABSTRACT
Panuju, Galih Sabdo. 2017. “Structure Research of Three Short Stories by Budi
Darma in Orang-orang Bloomington Short Stories Collection:
Narrative Structuralism by A.J. Greimas Perspective”.
Undergraduate Thesis. Indonesian Letters Study Program, Faculty of
Letters, Sanata Dharma University.
This research analyzes the structure of three short stories by Budi Darma in the
Orang-orang Bloomington short stories collection. The purpose of this research is
to describe the meaning behind the three short stories by Budi Darma in Orang-
orang Bloomington short stories collection. By describing the meaning of the short
stories, this research will reveal the concept of human relation which can determine
the motion of human life or the society itself.
The short story description is obtained by using the Narrative Structuralism from
A.J. Greimas perspective. The three issues to be discussed are: (1) How the
narrative of three short stories by Budi Darma in Orang-orang Bloomington short
stories collection delivers. (2) How the actancial and functional scheme of three
short stories by Budi Darma in Orang-orang Bloomington short stories collection
works (3) How the three semantic axis of three short stories by Budi Darma in
Orang-orang Bloomington short stories collection works. The data are collected by
using the literature review methods and note taking technique. The data analysis
applies formal method. The result of the data analysis is presented by using
qualitative descriptive method.
Based on narration analysis, “Lelaki Tua Tanpa Nama” short story has nine
sequences. The feeling of loneliness in order to get the self acceptance is the main
narration motive. “Keluarga M” short story has seven sequences and two narrating
plots. In the first plot, the main narration motive is the feeling of inconvenience and
hatred which is seen in the desire to see “keluarga M” gets harm. In the second plot,
the main narration motive is the guilty and pity feeling to get the peace of mind.
“Ny. Elberhart” short story has eight sequences and two plot structures. In the first
schematic plot, the feeling of loneliness, guilty, and pity to claim Ny. Elberhart’s
identity is the main narration motive. In the second plot, the feeling of pity and
guilty to see the name of Ny. Elberhart remembered after her death is the main
narration motive.
Based on the actantial scheme analysis, the short story "Lelaki Tua Tanpa Nama"
indicates that the main character (subject) succeeds to gain acceptance of self
(objects). The first actantial scheme analysis of "Keluarga M" short story shows
that the main character (subject) succeeds to harm the M family (the object),
whereas in the second actantial scheme analysis, the main character (subject) fails
to obtain the inner peace (object). The first actantial scheme analysis of "Ny.
Elberhart" short story shows the main character (subject) succeeds to know the
identity of Ny. Elberhart (object), but in the second actantial scheme analysis, the
main character (subject) fails to make Madam Elberhart’s name to be remembered
by others after her death (object).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
Based on the functional scheme analysis, the plot in "Lelaki Tua Tanpa Nama"
short story reaches the main phase of transformation. The main character succeeds
to get the object as a subject and recipient. In the first functional scheme analysis,
the plot in “Keluarga M” short story reaches the main phase of transformation. The
main character succeeds to harm the M family, but in the second functional scheme
analysis, the plot stops at the capability trial phase of transformation. The main
character fails to gain an inner peace. The plot in the first functional scheme analysis
in “Ny. Elberhart” short story reaches the main phase of transformation. The main
character succeeds to figure out the identity of Madam Elberhart, but in the second
functional scheme analysis, the plot stops at the capability trial phase of
transformation. It happens because the main character fails to deal with the actant
opposite character.
Based on the three semantic axis analysis, "Lelaki Tua Tanpa Nama" short story
tells the story of self-acceptance that is obtained when a person has important things
to others. "Keluarga M" short story tells about the existence of others who brings
anxiety and discovery of inner peace which comes from within. "Ny. Elberhart"
short story tells about one's sacrifice for the sake of others which are not worth it.
Based on the reseach of three short stories structure by Budi Darma in the Orang-
orang Bloomington short stories collection, those three short stories tell about the
human relation concept based on the philosophy of Existentialism. This relation
concept refuses all forms of social interaction between one individual with another
individual or individual with the society. This concept considers that human value
as individual entity is more important than human value as social beings. People
who focus in the value of themselves can find the essence of their life and give
positive impact for the community.
Keywords: narrative, actantial, functional, three semanctic axis, human relation,
Orang-orang Bloomington.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi
MOTO ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
ABSTRAK .................................................................................................. x
ABSTRACT ................................................................................................ xii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
1.5 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 5
1.6 Landasan Teori .................................................................................... 6
1.6.1 Strukturalisme Naratif A.J. Greimas ......................................... 7
1.6.1.1 Analisis Penceritaan (pengaluran) ................................ 8
1.6.1.2 Skema Aktansial ........................................................... 10
1.6.1.3 Skema Fungsional ........................................................ 13
1.6.1.4 Tiga Poros Semantik ..................................................... 15
1.7 Metode dan Teknik Penelitian ............................................................ 17
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................... 17
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................. 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
1.7.3 Metode Hasil Analisis Data ...................................................... 18
1.8. Sumber Data ....................................................................................... .18
1.9 Sistematika Penyajian ......................................................................... 19
BAB II KAJIAN PENCERITAAN TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA
DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG
BLOOMINGTON ........................................................................ 20
2.1 Budi Darma dan Konsep Kepengarangannya ..................................... 20
2.2 Penceritaan Tiga Cerpen Karya Budi Darma ...................................... 25
2.2.1 Penceritaan Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ........................ 25
2.2.2 Penceritaan Cerpen “Keluarga M” ............................................ 31
2.2.3 Penceritaan Cerpen “Ny. Elberhart” ......................................... 38
2.3 Rangkuman ......................................................................................... 45
BAB III KAJIAN SKEMA AKTANSIAL DAN SKEMA FUNGSIONAL
TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN
CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON ........................... 48
3.1 Kajian Skema Aktansial ...................................................................... 48
3.1.1 Skema Aktansial Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ............... 48
3.1.1.1 Tokoh Saya sebagai Subjek dan Penerima ................... 49
3.1.1.2 Penentang dan Penolong ............................................... 53
3.1.2 Skema Aktansial Cerpen “Keluarga M” ................................... 58
3.1.2.1 Skema Aktansial Pertama Cerpen “Keluarga M”......... 58
3.1.2.1.1 Tokoh Saya sebagai Subjek ........................... 58
3.1.2.1.2 Penentang dan Penolong ................................ 64
3.1.2.2 Skema Aktansial Kedua Cerpen “Keluarga M” ........... 68
3.1.2.2.1 Tokoh Saya sebagai Subjek ........................... 68
3.1.2.2.2 Penentang dan Penolong ................................ 70
3.1.3 Skema Aktansial Cerpen “Ny. Elberhart” ................................. 73
3.1.3.1 Skema Aktansial Pertama Cerpen “Ny. Elberhart” ...... 73
3.1.3.1.1 Tokoh Saya sebagai Subjek Dan Penerima ... 73
3.1.3.1.2 Penentang dan Penolong ................................ 79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
3.1.3.2 Skema Aktansial Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ......... 83
3.1.3.2.1 Tokoh Saya sebagai Subjek ........................... 83
3.1.3.2.2 Penentang dan Penolong ................................ 85
3.2 Kajian Skema Fungsional ................................................................... 88
3.2.1 Skema Fungsional Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ............. 88
3.2.2 Skema Fungsional Cerpen “Keluarga M” ................................. 91
3.2.2.1 Skema Fungsional Pertama Cerpen “Keluarga M” ...... 91
3.2.2.2 Skema Fungsional Kedua Cerpen “Keluarga M” ......... 95
3.2.3 Skema Fungsional Cerpen “Ny. Elberhart” .............................. 97
3.2.3.1 Skema Fungsional Pertama Cerpen “Ny. Elberhart”.... 97
3.2.3.2 Skema Fungsional Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ...... 101
3.3 Rangkuman ......................................................................................... 104
BAB IV KAJIAN TIGA POROS SEMANTIK TIGA CERPEN KARYA
BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-
ORANG BLOOMINGTON .......................................................... 106
4.1 Kajian Tiga Poros Semantik ............................................................... 106
4.1.1 Tiga Poros Semantik Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ......... 107
4.1.2 Tiga Poros Semantik Cerpen “Keluarga M” ............................. 112
4.1.2.1 Tiga Poros Semantik Pertama Cerpen “Keluarga M” .. 112
4.1.2.2 Tiga Poros Semantik Kedua Cerpen “Keluarga M” ..... 118
4.1.3 Tiga Poros Semantik Cerpen Ny. Elberhart .............................. 122
4.1.3.1 Tiga Poros Semantik Pertama Cerpen “Ny. Elberhart” 122
4.1.3.2 Tiga Poros Semantik Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” .. 126
4.2 Rangkuman ......................................................................................... 131
BAB V PENUTUP .................................................................................... 134
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 134
5.2 Saran .................................................................................................... 138
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Pola Aktansial Greimas ........................................................... 11
Tabel 2 : Struktur Fungsional ................................................................. 14
Tabel 3 : Skema Aktansial Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ............. 48
Tabel 4 : Skema Aktansial Pertama Cerpen “Keluarga M” ................... 58
Tabel 5 : Skema Aktansial Kedua Cerpen “Keluarga M” ..................... 68
Tabel 6 : Skema Aktansial Pertama Cerpen “Ny. Elberhart”................ 73
Tabel 7 : Skema Aktansial Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ................... 83
Tabel 8 : Skema Fungsional Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ........... 88
Tabel 9 : Skema Fungsional Pertama Cerpen “Keluarga M” ................. 91
Tabel 10 : Skema Fungsional Kedua Cerpen “Keluarga M” ................... 95
Tabel 11 : Skema Fungsional Pertama Cerpen “Ny. Elberhart” .............. 97
Tabel 12 : Skema Fungsional Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ............... 101
Tabel 13 : Four Terms Homology Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” .. 107
Tabel 14 : Four Terms Homology Pertama Cerpen “Keluarga M” ........ 112
Tabel 15 : Four Terms Homology Kedua Cerpen “Keluarga M” .......... 118
Tabel 16 : Four Terms Homology Pertama Cerpen “Ny. Elberhart” ..... 122
Tabel 17 : Four Terms Homology Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ........ 126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan situasi bahasa, Luxemburg dkk. (1984:110) membagi karya
sastra menjadi tiga genre, antara lain puisi atau sajak (monolog), drama
(dialog), dan prosa. Dalam Kamus Istilah Sastra, prosa adalah ragam sastra
yang dibedakan dari puisi karena tidak terikat dengan irama, rima dan
kemerduan bunyi. Genre prosa terbagi lagi atas cerita panjang dan cerita
pendek. Cerita panjang dikenal dengan bentuk roman, novel. Sedangkan cerita
pendek lebih dikenal dengan akronim cerpen (Sudjiman, 1990: 63).
Orang-orang Bloomington adalah kumpulan cerpen pertama karya Budi
Darma yang diterbitkan dalam bentuk buku (Suwondo, 2010: 3). Tidak seperti
cerpen-cerpen lainnya yang tergolong absurd, kali ini Budi Darma menulis
dalam aliran realistis. Dengan mengambil latar Kota Bloomington, Budi Darma
mencoba menghadirkan kehidupan manusia Bloomington yang penuh
dinamika. Kekerasan hidup menjadi tema pokok dalam kumpulan cerpen
tersebut. Tokoh “saya” digambarkan sebagai seseorang dalam proses pencarian
identitas dan mengalami banyak kesulitan dalam berhubungan dengan orang
lain (Darma, 1980: xii).
Kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington secara umum mengisahkan
tentang kekerasan hidup yang dialami oleh seseorang. Budi Darma selalu
menggunakan orang pertama, yaitu “saya” sebagai narator. Narator adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
abstraksi dari tipe orang yang banyak dijumpai di mana-mana. Pada dasarnya,
narator dalam Orang-orang Bloomington adalah cerminan kesengsaraan. Baik
dalam tindakannya untuk bertindak baik, berbuat acuh tak acuh, maupun
berbuat tidak baik, dia selalu mengalami kesengsaraan. Hubungan antara
narator dengan dunia sekitarnya adalah hubungan yang berdasarkan
kepentingan, dan bukannya hubungan alamiah. Dalam hubungan semacam ini,
narator menjadi korban. Sebagai korban dari hubungan semacam ini, maka
sadar atau tidak, setiap tindakan dan pikiran narator adalah tindakan atau
pikiran yang diperhitungkan. Bahkan gerak refleks pun merupakan akibat dari
sesuatu yang diperhitungkan (Darma, 1980: xvi).
Penggambaran tokoh-tokoh yang memiliki watak keras, kejam, individualis,
tanpa peri-kemanusiaan, dan sebagainya, kehadiran mereka akan semakin
memperjelas pula keterasingan dan kealienasian tokoh utama “saya”
(Suwondo, 2010: 62). Dengan kata lain, tokoh utama “saya” mengalami
kesulitan dalam menjalin relasi dengan manusia lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, secara garis besar, kumpulan cerpen Orang-
orang Bloomington menceritakan tentang persoalan hidup manusia, khususnya
perihal retaknya relasi antar-manusia. Retaknya relasi tersebut merupakan
sebuah tanda yang harus digali lebih dalam untuk menemukan makna
hubungan manusia dengan manusia lain.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih tiga cerpen karya Budi Darma dalam
kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington (“Lelaki Tua Tanpa Nama”,
“Keluarga M”, dan “Ny. Elberhart”) sebagai bahan penelitian karena tiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
cerpen tersebut tidak banyak melibatkan tokoh dan hanya memfokuskan pada
gambaran mengenai kondisi keberadaan manusia di tengah-tengah masyarakat.
Untuk mengetahui bagaimana pemaknaan relasi antar-manusia pada tiga
cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington,
peneliti menggunakan teori stukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas.
Teori tersebut dinilai cocok karena mengungkapkan struktur permukaan dan
struktur dalam cerita untuk mencari makna cerita. Triadnyani (2012: 401)
mengatakan “analisis ini dilakukan untuk memberi makna suatu cerita, dengan
cara melihat hubungan antar aktan. Analisis struktural Greimas terdiri dari
kerangka sintaksis (struktur permukaan) dan semantik (struktur dalam)”.
Kajian struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen
Orang-orang Bloomington dipilih sebagai topik pada penelitian ini didasarkan
pada alasan sebagai berikut. Pertama, kajian struktur tiga cerpen karya Budi
Darma akan membawa kita kepada pemahaman tentang relasi antar-manusia,
tentang esensi kehidupan dan sukma manusia. Kedua, penelitian ini bertujuan
untuk memahami kondisi keberadaan manusia yang dapat menentukan arah
dan gerak kehidupan manusia atau masyarakat.
Cerpen berjudul “Lelaki Tua Tanpa Nama”, “Keluarga M”, dan “Ny.
Elberhart” karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang
Bloomington merupakan karya sastra yang akan dijadikan bahan penelitian.
Peneliti akan menganalisis struktur karya sastra yang meliputi penceritaan,
skema aktansial dan skema fungsional, serta tiga poros semantik. Penceritaan
digunakan untuk mengetahui bagaimana cerita dikemukakan. Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
skema aktansial dan skema fungsional, serta tiga poros semantik digunakan
untuk mengetahui pemaknaan karya sastra tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang 1.1, permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kajian penceritaan tiga cerpen karya Budi Darma dalam
kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington?
2. Bagaimana kajian skema aktansial dan skema fungsional tiga cerpen karya
Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington?
3. Bagaimana kajian tiga poros semantik tiga cerpen karya Budi Darma dalam
kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bagaimana penceritaan tiga cerpen karya Budi Darma
dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington.
2. Mendeskripsikan skema aktansial dan skema fungsional tiga cerpen karya
Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington.
3. Mendeskripsikan tiga poros semantik tiga cerpen karya Budi Darma dalam
kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian adalah pemaknaan tiga cerpen Budi Darma dalam
kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington menggunakan teori
strukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas. Pemaknaan tiga cerpen
diperoleh dari analisis sktuktur masing-masing cerpen. Secara umum hasil
penelitian tentang analisis struktur muncul karena adanya gambaran menarik
mengenai manusia dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya
Budi Darma.
Manfaat teoretis penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan di bidang teori strukturalisme berupa contoh penerapan teori
strukturalisme naratif dalam perspektif A.J. Greimas.
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian tentang
penerapan teori sktukturalisme, khususnya mengenai teori strukturalisme
naratif dalam perspektif A.J. Greimas. Dengan demikian, diharapkan penelitian
ini dapat membantu pembaca memahami kumpulan cerpen Orang-orang
Bloomington karya Budi Darma secara lebih mendalam.
1.5 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, peneliti menemukan dua
buah penelitian dengan objek penelitian kumpulan cerpen Orang-orang
Bloomington karya Budi Darma.
Pinurbo (1987) mengangkat topik “Manusia Aneh dalam Orang-orang
Bloomington karya Budi Darma” untuk skripsi S-1. Dalam penelitian tersebut,
ia menggunakan pendekatan gagasan kreatif. Melalui penelusuran terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
gagasan-gagasan kreatif sang pengarang, Pinurbo berkesimpulan bahwa karya
sastra tidak dapat dilepaskan dari pengarangnya. Menurutnya, Budi Darma
telah “hadir” memberikan corak atau warna tertentu pada karya tersebut.
Kehadirannya sudah ada sejak karya tersebut masih berupa benih gagasan di
dalam dirinya (Pinurbo, 1987: 66).
Sedangkan Suwondo (2010) meneliti kumpulan cerpen Orang-orang
Bloomington menggunakan teori semiotika sastra. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa kesan (tema) pokok yang muncul adalah egoisme-
egoisme manusia. Manusia digambarkan senantiasa mengenali identitas dan
mencari jati dirinya. Kehidupan manusia berisi pertentangan dan perbenturan
yang membuat manusia cenderung mementingkan diri sendiri, egois, sehingga
tidak segan-segan untuk saling mengorbankan dan saling menjatuhkan
(Suwondo, 2010: 90-92).
Bertolak dari kedua penelitian tersebut, terungkap bahwa kumpulan cerpen
Orang-orang Bloomington masih diteliti menggunakan pendekatan gagasan
kreatif dan semiotika sastra. Penelitian yang akan menggunakan teori
strukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas belum pernah dilakukan. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji struktur tiga cerpen
karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington
menggunakan teori strukturalisme naratif A.J. Greimas.
1.6 Landasan Teori
Suatu penelitian memerlukan teori-teori atau pendekatan yang tepat dan
sesuai dengan objeknya. Landasan teori dalam penelitian ini memaparkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
penceritaan cerpen, skema aktansial, dan skema fungsional, serta tiga poros
semantik.
1.6.1 Strukturalisme Naratif A.J. Greimas
Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu
struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak
antarhubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, di pihak yang lain
hubungan antara unsur (unsur) dengan totalitasnya (Ratna, 2015: 91).
Teeuw (1984: 135) mengatakan bahwa pada prinsipnya analisis struktural
adalah tujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti,
semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir
dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
Analisis naratif, menurut Greimas, meliputi dua tahapan struktur, yaitu (1)
struktur lahir, yakni tataran bagaimana cerita dikemukakan (penceritaan), dan
(2) struktur batin, yaitu tataran imanen, yang meliputi (a) tataran naratif analisis
sintaksis naratif (skema aktan dan skema fungsional), dan (b) tataran diskursif
(tiga poros semantik) (Taum, 2011: 141).
Naratologi Greimas merupakan kombinasi antara model paradigmatis Levi-
Strauss dengan model Sintagmatis Propp. Dibandingkan dengan penelitian
Propp, objek penelitian Greimas tidak terbatas pada dongeng tetapi diperluas
pada mitos. Greimas memberikan perhatian pada relasi, menawarkan konsep
yang lebih tajam, dengan tujuan yang lebih umum, yaitu membentuk sebuah
tata bahasa naratif universal (Taum, 2011: 141).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Sebagaimana Propp, Greimas juga lebih mementingkan aksi (fungsi)
dibandingkan dengan pelaku. Baginya tidak ada subjek di balik narasi. Yang
ada hanyalah subjek atau manusia semu yang dibentuk oleh tindakan, yang
disebut actans dan acteurs. Keduanya dapat berarti suatu tindakan tetapi tidak
selalu tindakan manusia, melainkan juga nonmanusia. Greimas
menyederhanakan fungsi-fungsi Propp (31 fungsi) menjadi 20 fungsi,
kemudian dikelompokkan menjadi tiga struktur dalam tiga pasang oposisi
biner. Demikian juga tujuh ruang tindakan disederhanakan menjadi enam aktan
(peran, pelaku, para pembuat), yang dikelompokkan menjadi tiga pasangan
oposisi biner, yaitu: subjek versus objek, pengirim (kekuasaan) dan penerima
(orang yang dianugrahi), dan penolong versus penentang (Taum, 2011: 141-
142).
1.6.1.1 Analisis Penceritaan (pengaluran)
Analisis pengaluran dilakukan atas identifikasi sekuen atau urutan satuan
teks. Cakupan fungsi cerita mensyaratkan adanya tatanan satuan-satuan yang
saling bergantian, yang satuan dasarnya merupakan kelompok-kelompok kecil
yang disebut sekuen (sequence). Barthes (1966) dalam Sunendar (2005: 71)
mendefinisikan sekuen sebagai satuan satuan kecil yang bermakna (ia
meminjam istilah sekuen dari Bremond); sekelompok peristiwa yang
berurutan; yang dapat digabung menjadi satu satuan cerita yang hadir bersama.
Sekuen ini biasa disebut nomina, karena logika tindakan dilihat sebagai
nomina. Sekuen dapat menjadi bagian dari sekuen lain yang lebih besar,
sehingga semuanya terbentuk dari unsur-unsur terkecil (micro-sequence)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
sampai fungsi terbesar (macro-sequence), membentuk cerita (Sunendar, 2005:
71-72).
Mengenai batasan sekuen yang kompleks, Zaimar (1990: 33)
mendefinisikan pendapat Barthes, Schmitt, dan Viala (1982: 27) dalam
beberapa kriteria/syarat sebagai berikut.
1) Sekuen haruslah terpusat pada satu titik perhatian (atau fokalisasi),
yang diamati merupakan objek yang tunggal dan yang sama: peristiwa
yang sama, tokoh yang sama, gagasan yang sama, bidang pemikiran
yang sama.
2) Sekuen harus mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang kaheren:
sesuatu terjadi pada suatu tempat atau waktu tertentu. Dapat juga
merupakan gabungan dari beberapa tempat dan waktu yang tercakup
dalam satu tahapan. Misalnya satu periode dalam kehidupan seorang
tokoh, atau serangkaian contoh atau pembuktian untuk mendukung
suatu gagasan.
3) Adakalanya sekuen dapat ditandai oleh hal-hal di luar bahasa: kertas
kosong di tengah teks, tulisan, tata letak dalam penulisan teks, dan lain-
lain.
Lebih jauh Zaimar (1990: 35) mengungkapkan bahwa analisis urutan sekuen
penting karena urutan itu mengemukakan fakta-fakta yang disampaikan oleh teks.
Sedangkan Schmitt dan Viala dalam Sunendar (2005: 72) mendefinisikan sekuen
(sequence) sebagai suatu cara umum, sebuah segmen teks, yang membentuk
koherensi dari keseluruhan cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1.6.1.2 Skema Aktansial A.J. Greimas
Teori AJ Greimas sebenarnya merupakan penghalusan atas teori Propp.
Sebelumnya, Propp telah memperkenalkan unsur naratif terkecil yang sifatnya
tetap dalam sebuah karya sastra yang disebutnya sebagai fungsi (Todorov,
1985: 48). Berdasarkan penelitiannya tentang dongeng Rusia, Propp
merumuskan fungsi cerita sebanyak 31 buah. Semua fungsi tersebut sifatnya
tetap serta urutannya sama dalam setiap dongeng (Hutomo, 1991: 25 dalam
Taum, 2011: 142). Berdasarkan teori Propp inilah Greimas mengemukakan
teori aktan yang menjadi dasar sebuah analisis naratif yang universal (Teeuw,
1988: 293 dalam Taum, 2011: 142-143).
Greimas tidak hanya berhenti pada satu jenis fungsi tunggal melainkan
sampai pada perumusan sebuah tata bahasa naratif (narrative grammar) yang
universal dengan menerapkan analisis semantik atas struktur kalimat. Sebagai
ganti tujuh jenis pelaku Propp, Greimas mengemukakan model tiga pasang
oposisi biner yang meliputi enam aktan atau peran, yaitu: subjek versus objek,
pengirim versus penerima, dan penolong versus penentang. Di antara ketiga
pasangan oposisi biner ini, pasangan oposisi subjek-objek adalah yang
terpenting. Pada umumnya subjek terdiri atas pelaku sebagai manusia,
sedangkan objek terdiri atas berbagai kehendak yang mesti dicapai, seperti
kebebasan, keadilan, kekayaan dan sebagainya. Suatu perjuangan umumnya
diinginkan oleh kekuasaan (pengirim), tetapi bila berhasil maka pelaku
(penerima) menerimanya sebagai hadiah. Kekuasaan dapat bersifat kongkret
seperti raja, dan penguasa lain. Kekuasaan juga dapat bersifat abstrak seperti
masyarakat, nasib, dan waktu (Taum, 2011: 143).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Ketiga pasangan oposisi biner itu merupakan pola dasar yang selalu
berulang dalam semua cerita yang membentuk tata bahasa penceritaan
(narrative grammar) (Taum, 2011: 143).
Jika disusun ke dalam sebuah tabel pola peranan aktansial, ketiga pasangan
oposisi fungsi aktan yang terdiri dari enam aktan tersebut tampak dalam sebuah
bagan alur (flow chart) sebagai berikut (Taum, 2011: 143).
Tabel 1. Pola Aktansial Greimas
Yang dimaksud dengan aktan adalah satuan naratif terkecil, berupa unsur
sintaksis yang mempunyai fungsi tertentu. Aktan tidak identik dengan aktor.
Aktan merupakan peran-peran abstrak yang dimainkan oleh seorang atau
sejumlah pelaku, sedangkan aktor merupakan manifestasi konkret dari aktan.
Seperti terlihat dalam keenam pola aktansial di atas, aktan dapat berupa tokoh,
dapat juga berupa sesuatu yang abstrak seperti cinta, kebebasan, pembunuhan.
Satu tokoh dapat memiliki beberapa fungsi aktan. Sebaliknya beberapa tokoh
PENGIRIM (sender)
OBJEK (object) PENERIMA (receiver)
SUBJEK (subject)
PEMBANTU (helper)
PENENTANG (opponent)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
bisa menempati satu aktan. Setiap aktan dalam sebuah skema dapat mempunyai
fungsi ganda. Pengirim dapat berfungsi sekaligus sebagai subjek atau
penerima. Seorang tokoh dapat menempati fungsi aktan yang berbeda. Jika
tidak ada aktan yang tidak terisi oleh sebuah fungsi atau tokoh maka digunakan
tanda Ø dan disebut fungsi zero dalam aktan (Taum, 2011: 144).
Kajian terhadap sebuah cerita tidak harus terpaku pada satu skema aktan
saja, karena sebuah cerita dapat saja memiliki beberapa skema aktan. Fungsi
adalah satuan dasar cerita yang menerangkan tindakan logis dan bermakna
yang membentuk narasi (Taum, 2011: 144-145).
Tanda panah dalam skema merupakan unsur penting yang menghubungkan
fungsi sintaksis naratif masing-masing aktan. Tanda panah dari pengirim yang
mengarah ke objek berarti ada keinginan dari pengirim untuk mendapatkan,
menemukan, atau memiliki objek. Tanda panah dari objek ke penerima berarti
objek yang diusahakan oleh subjek dan diinginkan oleh pengirim diserahkan
atau ditujukan kepada penerima. Tanda panah dari pembantu menunjukkan
bahwa pembantu memudahkan subjek untuk mendapatkan objek. Sebaliknya,
tanda panah dari penentang menuju subjek berarti penentang mempunyai
kedudukan untuk menentang, menghalangi, mengganggu, merusak atau
menolak usaha subjek. Tanda panah dari subjek menuju objek berarti subjek
bertugas menemukan atau mendapatkan objek yang dibebankan oleh pengirim.
Adapun fungsi atau kedudukan masing-masing aktan adalah sebagai berikut
(Taum, 2011: 145).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
(1) Pengirim (sender) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang menjadi
sumber ide dan berfungsi sebagai penggerak cerita. Pengirim
memberikan karsa atau keinginan kepada subjek untuk mencapai atau
mendapatkan objek.
(2) Objek (object) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang dituju, dicari,
diburu atau diinginkan oleh subjek atas ide dari pengirim.
(3) Subjek (subject) adalah aktan pahlawan (sesuatu atau seseorang) yang
ditugasi pengirim untuk mencari dan mendapatkan objek.
(4) Penolong (helper) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang membantu
atau mempermudah usaha subjek atau pahlawan untuk mendapatkan
objek.
(5) Penentang (opponent) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang
menghalangi usaha subjek atau pahlawan dalam mencapai objek.
(6) Penerima (receiver) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang
menerima objek yang diusahakan atau dicari oleh subjek (Zaimar, 1992:
19; Suwondo, 2003: 52-54 dalam Taum, 2011: 145).
Perlu dicatat bahwa di antara subjek dan objek ada tujuan, di antara pengirim
dan penerima ada komunikasi, sedangkan di antara penolong dan penentang
ada bantuan atau pertentangan (Taum, 2011: 145-146).
1.6.1.3 Skema Fungsional
Selain menunjukkan struktur aktansial, Greimas juga mengemukakan
model cerita yang tetap sebagai alur. Model itu dinyatakan dalam berbagai
tindakan yang disebut fungsi sehingga dinamakan struktur fungsional. Model
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
fungsional berfungsi untuk menguraikan peran subjek dalam melaksanakan
tugas dari pengirim yang terdapat dalam fungsi aktan. Model fungsional
terbangun oleh berbagai peristiwa yang dinyatakan dalam kata benda seperti,
keberangkatan, perkawinan, kematian, pembunuhan, dan sebagainya.
Model fungsional dibagi menjadi tiga bagian yaitu situasi awal (1),
transformasi (2), dan situasi akhir (3) (lihat Zaimar: 1990; Suwondo, 2003: 54-
55 dalam Taum, 2011: 146). Model Fungsional dibentuk dalam bagan sebagai
berikut:
Tabel 2. Struktur Fungsional
Situasi awal cerita menggambarkan keadaan sebelum ada suatu peristiwa
yang menggangu keseimbangan (harmoni). Dalam tahap cobaan awal, subjek
mulai mencari objek. Terdapat berbagai rintangan, di situlah subjek mengalami
uji kecakapan. Transformasi meliputi tiga tahap cobaan. Ketiga tahapan cobaan
ini menunjukkan usaha subjek untuk mendapatkan objek. Dalam tahap ini pula
muncul pembantu dan penentang. Tahap cobaan utama berisi gambaran hasil
usaha subjek dalam mendapatkan objek. Dalam tahap utama ini sang pahlawan
berhasil mengatasi tantangan dan melakukan perjalanan pulang. Tahap cobaan
membawa kegemilangan merupakan bagian subjek dalam menghadapi
pahlawan palsu, misalnya musuh dalam selimut, atau seseorang yang berpura-
I II III
Situasi
Awal
Transformasi Situasi Akhir
Tahap Uji
Kecakapan
Tahap
Utama
Tahap
Kegemilangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
pura baik padahal jahat dan tabir pahlawan palsu terbongkar. Bila tidak ada
pahlawan palsu maka subjek adalah pahlawan. Sedangkan situasi akhir berarti
keseimbangan, situasi telah kembali ke keadaan semula. Semua konflik telah
berakhir. Di sinilah cerita berakhir dengan subjek yang berhasil atau gagal
mencapai objek (Taum, 2011: 147).
1.6.1.4 Tiga Poros Semantik
Dalam struktur aktansial terdapat tiga poros hubungan, yaitu 1) Poros
pencarian adalah hubungan subjek dan objek. Subjek mengingingkan objek
dalam mencari objek. 2) Poros komunikasi, yaitu pengirim menyampaikan
objek kepada penerima. 3) Poros kekuatan yang mempertentangkan penolong
dan penghalang (Ricoeur, 1981 dalam Triadnyani, 2012: 401).
Masing-masing poros membentuk oposisi biner yang merupakan ciri khas
analisi struktural. Pengirim adalah yang memotivasi tindakan atau yang
menyebabkan sesuatu terjadi (pribadi/gagasan). Pengirim tidak hanya
menetapkan nilai yang dituju, tapi juga menyampaikan kehendak/kewajiban
kepada subjek. Dalam upayanya mencari objek, subjek mendapatkan dukungan
dari penolong, tapi ada yang merintangi. Setiap pencarian dimulai dengan
kontrak awal antara pengirim-subjek dan berakhir dengan sanksi atau pujian
terhadap tindakan subjek (Ricoeur, 1981 dalam Triadnyani, 2012: 401).
Tiga poros relasi sintaksis tersebut mengimplikasikan relasi semantik.
Dengan kata lain, secara struktural, semantik terlekatkan pada relasi itu dan
dengan demikian muncullah suatu tata bahasa narasi (Setyawan, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Dalam jurnalnya, Karnata (2015) menuliskan tentang perlunya isotopi
dalam menemukan organisasi tema dalam teks. Greimas (dalam Schelefier,
:xxvi) mendefinisikan isotopi adalah wilayah makna terbuka yang terdapat di
sepanjang wacana di mana “a bundle of redudant semantic categories
subjacent to discourse under consideratio.” Artinya, isotopi merupakan suatu
kesatuan semantik yang terbentuk dari redudansi kategori semantik yang
memungkinkan adanya pembacaan searah. Isotopi membentuk hirarki
semantik karena isotopi membentuk motif dan motif-motif tersebut dapat
mengerucut pada satu tema tertentu; motif dan tema menampilkan pengulangan
makna di dalam teks. Greimas memberi penjelasan bahwa isotopi tidak terlepas
dari segi empat-semiotik (semiotic square yang di dalamnya terdapat four
terms homology. Dengan demikian, analisis isotopi harus didahului dengan
identifikasi four terms homology yang terdapat dalam teks (Karnata, 2015: 24).
Dengan menggunakan four terms homology akan didapatkan hirarki oposisi
nilai berdasarkan gerak pencarian subjek kepada objek. Kemudian dilihat
manakah transformasi dasariah nilai yang dipertaruhkan dalam kisah.
Akhirnya, dirumuskan suatu makna semantik yang dapat digali dari kisah
dengan mempertimbangkan terutama pada poros pencarian, komunikasi, dan
kekuatan (Setyawan, 2015).
Kesimpulan : Analasis penceritaan digunakan untuk mengetahui runtutan aksi
yang memberikan dampak langsung kepada cerita. Melalui pengungkapan
tersebut akan ditemukan motif utama penggerak cerita. Skema aktansial dan
skema fungsional digunakan untuk menunjukkan bagaimana peran aktan dan
fungsi-fungsi berpengaruh dalam cerita. Terakhir, tiga poros semantik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
berusaha mengungkapkan makna dibalik narasi tiga cerpen dengan
mempertimbangkan aktan dan fungsi yang ada dalam cerita.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (i) pengumpulan data, (ii)
analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menganalisis struktur naratif untuk menemukan pemaknaan
relasi antar-manusia dalam tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan
cerpen Orang-orang Bloomington.
Teknik dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu teknik catat, dan studi
pustaka. Teknik catat digunakan penulis untuk membaca tiga cerpen karya
Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington dan semua
teori yang berkaitan dengan penelitian lalu dicatat untuk mendapatkan data.
Teknik studi pustaka digunakan untuk mendapatkan data serta refrensi yang
akurat dalam menganalisis teks sesuai dengan teori yang digunakan.
1.7.2 Metode dan Analisis Data
Metode analisis data merupakan tahap ketika data diberi arti atau makna
yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 1985: 405).
Dalam penelitian ini digunakan metode formal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Metode formal menganalisis unsur-unsur karya sastra dengan totalitasnya.
Metode formal bertugas menganalisis unsur-unsur sesuai dengan peralatan
yang terkandung dalam karya sastra (Ratna, 2015:49-51).
Metode analisis isi mengungkapkan isi karya sastra sebagai bentuk
komunikasi antara pengarang dan pembaca. (Ratna, 2015: 48). Metode ini
digunakan untuk menganalisis makna setiap cerpen.
1.7.3 Metode Hasil Analisis Data
Analisis data disajikam menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu
hasil analisis berupa pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif
(Ratna, 2015: 46-48). Hasil analisis ini berupa penjelasan kajian struktur tiga
cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington
dalam bentuk deskriptif.
1.8 Sumber Data
Data merupakan bahan penelitian. Karya sastra yang menjadi objek
penelitian adalah kumpulan cerpen dengan identitas sebagai berikut:
Judul : Orang-orang Bloomington
Pengarang : Budi Darma
Tahun Terbit : 1980
Penerbit : Sinar Harapan
Tebal : xviii + 188 halaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
1.9 Sistematika Penyajian
Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Sistematika penelitian dirinci
sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagi
menjadi delapan sub-bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penilitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika
penyajian.
Bab II berisi deskripsi analisis (penceritaan) tiga cerpen karya Budi Darma
dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Bab ini berfungsi untuk
mengetahui runtutan aksi yang memberikan pengaruh kepada narasi. Hal
tersebut akan mengungkapkan motif utama yang ada dalam cerita.
Bab III berisi deskripsi analisis skema aktansial dan skema fungsional tiga
cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington.
Bab ini berfungsi untuk mengetahui peran masing-masing aktan dan fungsi
penceritaan.
Bab IV berisi deskripsi analisis tiga poros semantik tiga cerpen karya Budi
Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Bab ini
menjelaskan pemaknaan cerpen yang diperoleh dari hubungan antar aktan dan
fungsi-fungsi yang ada dalam cerita.
Bab V adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
BAB II
KAJIAN PENCERITAAN TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA
DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON
Dalam Bab II ini akan dipaparkan analisis penceritaan tiga cerpen karya
Budi Darma, yaitu “Lelaki Tua Tanpa Nama”, “Keluarga M”, dan “Ny.
Elberhart”. Paparan tentang analisis penceritaan dilakukan menurut perspektif
strukturalisme naratif A.J. Greimas. Ada dua pokok persoalan yang dikaji pada
bab ini, yaitu 1) Uraian tentang penulis cerita. 2) Sekuen-sekuen tiga cerita.
Uraian dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga sub-bab, yaitu 1) Budi Darma
dan Konsep Kepengarangannya 2) Penceritaan Tiga Cerpen Karya Budi Darma
dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington 3) Rangkuman.
Tujuan menjelaskan tentang penulis cerita adalah mengetahui latar belakang
penulis sebagai pemilik cerita. Sedangkan tujuan pemaparan sekuen-sekuen
cerita adalah memahami motif penceritaan untuk mengetahui aktan dan fungsi
yang akan dikaji lebih dalam pada Bab III.
2.1 Budi Darma dan Konsep Kepengarangannya
Budi Darma dilahirkan pada tanggal 25 April 1937 di Rembang, Jawa
Tengah. Beliau menyelesaikan studi di Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra
dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada dengan menerima Bintang Bhakti
Wisuda (1963) (Pinurbo, 1987: 17). Berkat beasiswa yang diterima dari East
West Centre, pada tahun 1970 sampai 1971 dirinya bersama Sapardi Djoko
Damono belajar ilmu budaya dasar di University of Hawai, Honolulu, Amerika
Serikat (Suwondo, 2010: 11). Budi Darma meraih M.A. dari Univesitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Indiana, Bloomington, AS (1976), dan terakhir meraih Ph. D. di universitas
yang sama, dengan disertasi berjudul Character and Moral Judgment in Jane
Austen’s Novel. Selain itu, pernah memangku jabatan Visiting Research
Associate di Universitas Indiana (Pinurbo, 1987: 17).
Mulai menulis sejak di Sekolah Lanjutan Atas; tulisan-tulisan Budi Darma
terbit dalam majalah Budaya. Setelah menjadi mahasiswa, tulisan-tulisannya
banyak dimuat di beberapa majalah budaya, antara lain Indonesia, Basis, dan
Cerita. Ketika menjadi mahasiswa, ia pun aktif dalam kegiatan organisasi,
antara lain duduk sebagai pimpinan Dewan Mahasiswa UGM. Mulai serius
menulis sekitar tahun 1968 setelah ia menikah dan memiliki mesin tulis sendiri
(Pinurbo, 1987: 17).
Novelnya, Olenka memenangkan Hadiah Pertama Sayembara Nove Dewan
Kesenian Jakarta, 1980, dan diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1983.
Sebelum menulis Orang-orang Bloomington, dia telah banyak menulis cerpen
absurd dan dimuat dalam majalah Horison pada periode tahub 1970-an.
Kumpulan eseinya: Solilokui (1984) dan sejumlah Sejumlah Esei Sastra (1984)
(Pinurbo, 1987: 17).
Dalam kancah sastra Indonesia kiprah Budi Darma mula-mula dikenal lewat
cerpen-cerpen absud-nya. Kemunculannya segera menarik perhatian pengamat
sastra; bahkan ia dianggap telah membawa corak baru dalam dunia penulisan
cerpen di Indonesia (Erneste,1981: 22), baik dari segi tematik maupun stalistik
(Erneste, 1983: vi). Pengarang yang boleh dikatakan satu trend Budi Darma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
adalah Danarto dan Putu Wijaya, di samping tentu saja tidak boleh dilupakan
Iwan Simatupang yang muncul lebih dulu dari mereka (Pinurbo, 1987: 18).
Tentang corak baru tersebut, Ajip Rosidi menyebutkan adanya
kecenderungan umum pada mereka untuk tidak terikat lagi pada cara dan
bentuk konvensional seperti logika, plot, perwatakan, bakan tema; batas antara
impian dan kenyataan menjadi kabur dan ceria menjadi rentetan imaji yang
tempel-menempel – bukan sambung menyambung – seperti mosaik (Rosidi,
1977: 10 dalam Pinurbo, 1987: 18). Pendapat serupa dikemukakan oleh Korrie
Layun Rampan. Dikatakannya bahwa kadang-kadang sebuah cerita tidak
bercerita, plotnya tidak jelas, dunia yang tampil serba kacau, latarnya juga tidak
jelas, tokoh-tokohnya serba aneh, dan ceritanya irasional (Rampan, 1982: 19
dalam Pinurbo, 1987: 18).
Khusus tentang Budi Darma baik Ajip maupun Korrie melontarkan nada
yang kurang-lebih sama. Ajip: “Cerita pendeknya pada umumnya sangat keras
dan dingin, seakan-akan tidak menghiraukan nilai moral kemasyarakatan yang
ada.” (Rosidi, 1977: 387 dalam Pinurbo, 1987: 18-19). Korrie : “Pada Budi
Darma manusia itu serba aneh. Manusia begitu keras dan kejam, tak
berperikemanusiaan... (Rampan, 1982: 20 dalam Pinurbo, 1987: 19).
Namun yang paling tandas melukiskan dunia cerpen Budi Darma adalah
Harry Aveling, seorang pengamat dan penerjemah sastra Indonesia dari
Australia. Dalam sebuah eseinya terus terang dia mengakui : “Cerita-cerita
Budi Darma menakutkan saya” – “Kebanyakan orang dalam cerita-cerita Budi
Darma tidak saling mencintai” – “Dunia dalam cerpen-cerpen Budi Darma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
adalah dunia yang gerai, sangat kejam, tanpa kemanusiaan... (Rampan, 1982:
209, 206, 204 dalam Pinurbo, 1987: 19).
Corak cerpen Budi Darma yang “menakutkan” tidak terlepas dari
pandangan-pandangannya yang tegas dan jelas. Dalam salah satu tulisannya
Budi Darma berpendapat bahwa bagaimanapun juga karya sastra lahir dari
kekayaan batin dan untuk memperkaya batin, bukan untuk kepentingan sosial.
Baginya, pandangan mengenai sastra untuk memperbaiki keadaan sosial adalah
sia-sia belaka, sebab keadaan sosial hanya dapat diatasi dengan perencanaan
dan tindakan nyata (Suwondo, 2010: 15).
Kendati berpendapat demikian, bukan berarti Budi Darma tidak peduli
dengan masalah-masalah sosial. Ketika bertindak sebagai manusia biasa ia
tetap komit terhadap masalah sosial, tetapi ketika bertindak sebagai pengarang
ia bekerja dengan bawah sadarnya dan melupakan masalah-masalah sosial,
politik, dan ekonomi. Karena itu, pada waktu mengarang ia memasuki jiwa
manusia sebagai manusia, bukan manusia sebagai makhluk sosial (Suwondo,
2010: 15).
Budi Darma juga berpandangan bahwa “takdir” merupakan sesuatu yang
berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya, dalam
mengarang Budi Darma cenderung menggarap persoalan manusia berdasarkan
takdirnya, bukan berdasarkan lingkungan sosialnya. Dirinya menegaskan
bahwa pengarang yang baik adalah pengarang yang mampu mengebor sukma,
mampu menggali hal-hal yang fundamental, hal-hal yang berkaitan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
jiwa dan batin manusia, yang semua itu ditentukan oleh takdir (Suwondo, 2010:
15-16) .
Dalam penjelasannya mengenai takdir, Budi Darma mengaitkan hal tersebut
dengan dinamika kehidupan manusia.
“Sebenarnya, ketika lahir manusia sudah membawa tanggal kematiannya,
hanya saja manusia tidak mengetahuinya. Manusia juga tidak dapat
menentukan kapan ia harus bahagia, kapan harus sengsara, karena semua
itu sudah kehendak takdir. Memang manusia oleh Tuhan dikaruniai otak,
insting, persepsi, dan kekuatan-kekuatan lain sehingga ia dapat berpikir
dan terlibat dalam berbagai kehidupan, tetapi semua itu takdirlah yang
menentukan”. (Suwondo, 2010: 17).
Konsep di ataslah yang dipegang oleh Budi Darma sehingga tidak aneh jika
dalam karya-karyanya ia menggarap persoalan-persoalan manusia sebagai
individu yang senantiasa mencari identitas atau jati dirinya. Identitas serta jati
diri yang dicari itu pun tidak pernah ditemukan karena semua itu adalah misteri.
Dan tidak aneh pula apabila manusia-manusia yang digarap Budi Darma
semuanya misterius. Barangkali memang sudah ditakdirkan demikian
(Suwondo, 2010: 18).
Faktor manusia berdasarkan takdir dinilai lebih universal, lebih esensial,
dan lebih human, karena faktor sosial dan sebagainya hanya bersifat semu dan
sementara. Oleh karena itu, Budi Darma menganggap bahwa karya sastra yang
baik adalah karya yang mengungkapkan esensi kehidupan dan sukma manusia;
sementara karya yang mengungkapkan persoalan masyarakat dinilai cepat
lapuk dan cepat ditinggalkan orang. Persoalan esensial manusia yang memang
sudah kehendak takdir itulah yang agaknya mewarnai seluruh karya kreatif
Budi Darma (Suwondo, 2010: 18-19).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.2 Penceritaan Tiga Cerpen Karya Budi Darma dalam Kumpulan Cerpen
Orang-orang Bloomington
Analisis pengaluran dilakukan atas identifikasi sekuen atau urutan satuan
teks. Cakupan fungsi cerita mensyaratkan adanya tatanan satuan-satuan yang
saling bergantian, yang satuan dasarnya merupakan kelompok-kelompok kecil
yang disebut sekuen (sequence). Barthes (1966) dalam Sunendar (2005: 71)
mendefinisikan sekuen sebagai satuan-satuan kecil yang bermakna (ia
meminjam istilah sekuen dari Bremond); sekelompok peristiwa yang
berurutan; yang dapat digabung menjadi satu satuan cerita yang hadir bersama.
2.2.1 Penceritaan Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
Sekuen 1: Lingkungan yang Membatasi Interaksi Sosial
1) Fess adalah sebuah jalan yang hanya memiliki beberapa rumah. Di salah
satu rumah tersebut, tokoh saya tinggal. Orang-orang yang tinggal di
lingkungan sekitar Jalan Fess memiliki prinsip untuk membatasi segala
bentuk interaksi sosial.
2) Pembatasan terhadap interaksi sosial tercermin dari sikap tidak peduli Ny.
MacMillan selaku pemilik loteng yang disewa tokoh saya, Ny. Nolan dan
Ny. Casper sebagai tetangga tokoh saya, dan seorang lelaki pemilik Toko
Marsh.
Sekuen 2 : Tokoh Saya Memerangi Rasa Kesepiannya
1) Akibat pembatasan segala bentuk interaksi sosial, tokoh saya merasa
kesepian. Untuk menghilangkan rasa kesepiannya, ia berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
berhubungan dengan orang lain menggunakan alasan yang ia ada-adakan.
Pertama, ia menelepon rekaman yang menjelaskan waktu, temperatur, dan
ramalan cuaca. Kedua, ia menelepon beberapa teman kuliah. Ketiga, ia
menelepon Toko Marsh. Terakhir, tokoh saya menelepon Ny. MacMillan
dan Ny. Nolan.
Sekuen 3 : Tokoh Saya Berusaha Mengenal Lelaki Tua Tanpa Nama
1) Tokoh saya menyadari keberadaan seseorang di loteng Ny. Casper, yakni
lelaki tua tanpa nama. Keberadaan sosok lelaki tua membuat tokoh saya
merasa penasaran. Tokoh saya mencoba memancing informasi melalui
pemilik Toko Marsh, Ny. MacMillan dan Ny. Nolan.
2) Karena selalu mendapatkan masalah saat berinteraksi dengan tokoh-tokoh
sebelumnya, tokoh saya mencoba menjalin relasi dengan lelaki tua tanpa
nama. Selain memancing informasi dari tokoh lain, tokoh saya
berterusterang kepada Ny. Casper tentang niatnya berteman dengan sosok
lelaki tua tanpa nama. Ia juga meminta bantuan Ny. Casper untuk
menghubungkan dirinya dengan lelaki tua tanpa nama.
3) Suatu hari tokoh saya meminta informasi tentang lelaki tua tanpa nama
kepada pegawai kantor telepon dan pemilik Toko Marsh. Malam harinya
tokoh saya menuliskan sebuah surat yang berisi ajakan berkenalan yang
ditujukan kepada lelaki tua tanpa nama. Ia kirimkan surat tersebut ke
alamat rumah Ny. Casper.
4) Di lain kesempatan, tokoh saya selalu mengawasi dan membuntuti lelaki
tua tanpa nama, ia berharap suatu ketika dapat berhubungan dengan sosok
lelaki tua tanpa sengaja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
5) Pada suatu malam tokoh saya menelepon Ny. Casper. Ia meminta
kepastian tentang apakah pesan untuk berkenalan dengan lelaki tua tanpa
nama sudah disampaikan atau belum. Ia pun menanyakan dan memberikan
informasi terkait lelaki tua tanpa nama yang membawa pestol.
6) Tokoh saya menemukan suratnya tergeletak di pinggir jalan dekat got.
Suratnya basah kuyup terkena sisa air hujan.
7) Tokoh saya mendapat informasi dari pemilik Toko Marsh mengenai lelaki
tua tanpa nama. Ia mengatakan bahwa lelaki tua tanpa nama ingin bergaul
dengan anak-anak muda sekitar dua puluh tahunan, sehat jiwa dan
raganya, untuk memanggul senjata.
Sekuen 6 : Tokoh Saya Berusaha Mendapatkan Penerimaan Diri
1) Suatu ketika tokoh saya mendengar suara tembakan pestol. Karena ingin
berinteraksi dengan orang lain dan menganggap hal tersebut penting untuk
disampaikan, ia memberitakan tentang suara tembakan itu kepada Ny.
MacMillan. Tokoh saya sedikit mengarang informasi untuk membuat Ny.
MacMillan tertarik dan terus berbicara dengannya. Namun Ny. MacMillan
hanya menanggapinya dengan acuh, tidak menganggap hal tersebut
penting bagi dirinya.
2) Lalu tokoh saya menelepon Ny. Nolan dan menginformasikan hal yang
sama. Tokoh saya juga meminta saran kepada Ny. Nolan untuk
melaporkan suara tembakan tersebut kepada polisi. Namun sikap dingin
Ny. Nolan mengakhiri pembicaraan singkat di antara keduanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Sekuen 7 : Tokoh Saya Mendapatkan Informasi Mengenai Lelaki Tua
Tanpa Nama
1) Tokoh saya melihat lelaki tua tanpa nama berkeliaran di lingkungan
Gedung Union. Lalu tokoh saya membuntutinya sampai ke dalam ruang
kamar kecil. Tokoh saya tidak dapat bertemu lelaki tua tanpa nama karena
sang lelaki tua sudah masuk ke dalam salah satu bilik kakus. Tokoh saya
tidak dapat menunggu. Akhirnya ia pergi karena harus mengikuti ujian.
2) Setelah menyelesaikan ujian, tokoh saya merasa tidak enak badan. Ia
memutuskan untuk pulang menaiki taksi. Dalam perjalanan pulang, tokoh
saya melihat lelaki tua tanpa nama menjadi tontonan.
3) Supir taksi mengatakan kepada tokoh saya bahwa lelaki tua tanpa nama
mengaku sebagai pilot bomber perang dunia II. Dan kedua anak lelaki tua
tanpa nama beserta istrinya telah mati.
4) Ny. MacMillan mengatakan bahwa Ny. Nolan pernah mengancam laki-
laki tua tanpa nama untuk melaporkannya ke kantor polisi atas
tindakannya menakut-nakuti Ny. Nolan dengan pestolnya. Ny. Casper
sendiri juga mengatakan kurang senang dengan sosok lelaki tersebut
karena laki-laki tersebut kadang-kadang berangasan.
Sekuen 8 : Kematian Lelaki Tua Tanpa Nama
1) Tokoh saya melihat Ny. Casper dikejar-kejar oleh lelaki tua tanpa nama
yang meneriakkan kata ancaman dan mengacung-acungkan pestolnya.
Tokoh saya mencoba menolong Ny. Casper dengan cara menubruk lelaki
tua. Namun dirinya justru jatuh terpental dan kepalanya terasa pening.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
2) Tokoh saya mendengar suara letupan senjata api. Suara itu sama persis
dengan suara tembakan yang ia dengar pada suatu malam setelah Ny.
Casper pergi. Samar-samar ia melihat tubuh laki-laki tua tanpa nama dan
tubuh Ny. Casper tergeletak.
3) Tokoh saya menyadari bahwa lelaki tua tanpa nama mati. Dirinya
menangis dan merasa bersedih karena harapan untuk berhubungan dengan
lelaki tua tanpa nama lenyap.
4) Ny. Nolan mengatakan bahwa dirinyalah yang membunuh lelaki tua tanpa
nama. Dengan nada tidak ingin disalahkan, ia mengaku terpaksa
melakukan hal tersebut karena sosok lelaki tua tanpa nama telah beberapa
kali mengancam akan menghabisi nyawanya.
5) Tokoh saya meyakini bahwa suara tembakan yang ia dengar pada malam
itu, bukan berasal dari pestol lelaki tua tanpa nama, tetapi muncul dari
senapan pendek bermoncong dua milik Ny. Nolan.
Sekuen 9 : Penerimaan Diri Tokoh Saya
1) Tokoh saya bersikeras menolak untuk dibawa ke kantor polisi. Akhirnya
mereka menuruti permintaan tokoh saya untuk membawanya ke rumah
sakit.
2) Malam itu tokoh saya tidak dapat tidur. Ia tidak dapat menghilangkan
bayangan peristiwa kematian lelaki tua tanpa nama. Dan ia merengungkan
bagaimana kejamnya Ny Nolan.
3) Ny. Nolan dan Ny. MacMillan menjadi saksi kunci dalam peristiwa
tersebut. Karena telah membunuh lelaki tua tanpa nama, Ny. Nolan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
menjadi satu-satunya orang yang tersudut untuk dijadikan tersangka.
Namun Ny. Nolan dibantu dengan Ny. MacMillan berusaha membela diri.
4) Ny. Nolan dan Ny. MacMillan memberitahukan informasi tentang lelaki
tua tanpa nama yang disampaikan oleh tokoh saya. Diharapkan informasi
tersebut dapat membantu mereka keluar dari masalah. Mereka mengatakan
bahwa tokoh saya sering melihat lelaki tua itu memain-mainkan pestolnya,
bahkan pernah meletupkan pestolnya pada suatu malam.
Dari paparan di atas, terdapat sembilan sekuen. Tujuan utama pemaparan
sekuen-sekuen cerita adalah memahami motif penceritaan untuk mengetahui
aktan dan fungsi cerita. Rasa kesepian menempati aktan pengirim. Rasa
kesepian mendorong tokoh saya untuk mendapatkan penerimaan diri (objek)
adalah motif utama penceritaan. Tokoh saya menduduki aktan subjek dan
penerima. Tokoh saya merupakan tokoh utama dalam cerita tersebut.
Sedangkan sikap tidak peduli Ny. MacMillan, Ny. Nolan, Ny. Casper, pemilik
Toko Marsh, serta tokoh Ny. Nolan menduduki aktan penentang. Dan terakhir,
pemilik Toko Marsh, supir taksi, dan kepentingan mengisi aktan penolong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
2.2.2 Penceritaan Cerpen “Keluarga M”
Sekuen 1 : Kenyamanan Hidup Tokoh Saya
1) Tokoh saya sudah lama tinggal di gedung raksasa yang memuat dua ratus
apartemen. Tokoh saya merasa nyaman hidup sendiri dan tidak pernah
terganggu dengan keberadaan anak-anak di lingkungan sekitarnya.
2) Kenyamanan hidup tokoh saya terusik. Ia mendapatkan sebuah bencana,
cat mobilnya beret akibat paku yang sengaja digoreskan. Karena kejadian
tersebut, tokoh saya marah dan dendam terhadap pelaku perusakan.
3) Ia kemudian protes kepada manajer gedung. Usaha protes yang tidak
membuahkan hasil membuat perasaan benci tokoh saya terhadap sang
pelaku semakin kuat. Ia bertekad menemukan pelaku perusakan dan
membalas dendam. Hal tersebut akan membuatnya merasa puas dan dapat
membawa kenyamanannya kembali.
Sekuen 2 : Tokoh Saya Berselisih dengan Keluarga M
1) Tokoh saya sering ke lapangan parkir untuk menemukan sang pelaku. Ia
lantas mencurigai sepasang kakak beradik yang selalu bersama. Kedua
anak tersebut ternyata memiliki sikap yang tidak terpuji. Si adik (Martin)
suka memonopoli mainan yang dipinjamkan kepadanya sedangkan si
abang (Mark) sering berindak agresif dan terlibat dalam perkelahian.
2) Suatu ketika, tokoh saya menemukan mobilnya mengalami cacat baru. Ia
mendapati Martin dan Mark berada di dekat mobilnya. Dengan sebuah
paku di tangan sang adik, tokoh saya menjadi semakin yakin bahwa
merekalah pelaku perusakan cat mobilnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
3) Tokoh saya menindak mereka. Sang kakak membela diri karena merasa
tidak bersalah. Dirinya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada
tokoh saya. Tokoh saya terus berusaha menindak dan ingin dipertemukan
dengan kedua orang tua mereka (Martin dan Mark).
4) Melvin dan Marion (kedua orang tua Melvin dan Mark) tidak gentar
menghadapi kemarahan tokoh saya. Mereka membela diri dan meminta
maaf apabila anaknya berbuat durjana. Melvin tetap meyakini bahwa
anaknya tidak mungkin berbuat sembarangan.
5) Tokoh saya menyanggah bahwa kedua anak tersebut memiliki sikap yang
tidak baik. Sang adik sering memonopoli mainan yang dipijamkan
kepadanya sedangkan sang abang sering terlibat dalam perkelahian.
6) Melvin menambahkan bahwa kelakuan kedua anaknya tersebut pasti
disebabkan oleh suatu hal. Mark terlibat dalam sebuah perkelahian karena
Mark membela diri akibat sering direndahkan orang lain. Dan tentang sang
adik yang sering memonopoli mainan hal tersebut dikarenakan Melvin dan
Marion tidak memiliki banyak uang untuk membelikan Martin mainan.
7) Tokoh saya menelepon RA (Resident Assistant, yang mengurus kalau ada
apa-apa setelah kantor manajer tutup jam lima sore), memberitahukan
tuduhan atas kekurangajaran anak Melvin Meek. RA menyatakan bahwa
dia tidak dapat berbuat apa-apa. Paginya, tokoh saya mendatangi manajer,
dan ia menemukan jawaban yang sama dengan jawaban RA.
8) Semenjak saat itu, setiap saya melihat Mark dan Martin bermain-main,
ingin rasanya saya memiliki senapan, menembak kaki dan tangan mereka,
membuat mereka cacat untuk selama-lamanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Sekuen 3 : Tokoh Saya Semakin Membenci Keluarga M
1) Tokoh semakin benci terhadap keluarga M. Dirinya berharap dapat
membuat keluarga M cacat. Ia memanfaatkan celah sekecil apapun untuk
bisa mewujudkan keinginanannya tersebut.
2) Peristiwa Martin berak di celana dimanfaatkan tokoh saya untuk mencari
masalah dengan keluarga M. Ia memarahi Martin dan Mark karena
kejadian tersebut. Walaupun menerima sanggahan dari kedua bocah, tokoh
saya merasa perlu mengadukan kejadian tersebut kepada manajer.
3) Manajer gedung justru memaklumi dan menyuruh petugas kebersihan
gedung bernama Jerry membantu membersihkan berak Martin.
4) Karena reaksi manajer yang tidak sesuai harapannya, tokoh saya lantas
menelpon Melvin untuk mengutuk perbuatannya yang menggelapkan
kunci apartemen dan anaknya yang berak sembarangan
5) Melalui perbincangan lewat telepon, Melvin mengakui kesalahannya. Ia
mengatakan telah mengucapkan terima kasih serta maaf kepada berbagai
pihak yang membantu dan yang dirugikan .
6) Tokoh saya mengutuk kesedian Jerry membersihkan berak anak Melvin.
Namun Jerry menjawab bahwa hal tersebut sudah menjadi tugasnya.
Dirinya balik menegur tokoh saya karena meludah sembarangan.
7) Tokoh saya melabrak Martin karena mengadu kepada Jerry. Lalu
menghadiahi kedua bocah tersebut dengan caci maki.
Sekuen 4 : Tokoh Saya Berusaha Mencelakai Keluarga M
1) Suatu ketika tokoh saya mendapatkan ide mencelakai Martin dan Mark. Ia
berandai-andai mengenai kemungkinan kedua bocah tersebut jatuh di atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
pecahan botol coca-cola. Tokoh saya meminta kepada RA terpilih untuk
mendatangkan mesin coca-cola.
2) Setelah mesin datang, apa yang diharapkan tokoh saya tidak terkabul.
Tetapi dirinya sedikit senang karena dapat melihat Martin dan Mark
sengsara akibat tidak mempunyai uang untuk membeli minuman tersebut.
3) Tokoh saya mencoba membuat Martin dan Mark sengsara. Ia mengetahui
bahwa mereka lapar kemudian mengiming-imingi kedua bocah tersebut
dengan roti yang ia miliki.
4) Akhirnya mesin coca-cola dicabut setelah adanya kesepakatan dari
sebagian besar penghuni apartemen. Mesin tersebut dinilai menjadi
menjadi wabah bencana bagi para orang tua anak.
5) Tokoh saya melihat anak yang ia kira sebagai Martin lari menuju ke dekat
lapangan bermain. Lantas ia bersembunyi di semak-semak, menunggu
waktu yang tepat untuk bertindak. Setelah dirasa keadaan sekitar sepi, ia
menghajar, melempar batu besar ke arah anak tersebut.
Sekuen 5 : Konflik Batin Tokoh Saya
1) Setelah menghajar anak kecil tadi dengan batu, tokoh saya ketakutan.
Tokoh saya merasa bersalah dan menyesali perbuatannya.
2) Usaha tokoh saya mencelakai keluarga M tidak memudar. Tokoh saya
berencana memasukkan pasir ke tangki bensin mobil keluarga M agar
mereka tidak dapat merayakan liburan Thanksgiving. Namun rencana
tersebut gagal akibat suasana tempat parkir yang ramai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
3) Tokoh saya sadar bahwa dirinya merasa kesepian. Rasa kesepiannya
muncul karena banyak orang yang meninggalkan gedung raksasa tersebut.
Ia merasa kehilangan.
4) Sore itu, seseorang memberitakan tentang kecelakaan yang menimpa
keluarga M. Orang tersebut menceritakan bahwa keluarga M akan
menderita cacat seumur hidup. Mendengar kabar tersebut, tokoh saya
mengalami konflik batin. Ia bingung dengan perasaannya.
5) Lebih kurang seminggu kemudian, tokoh saya bertemu dengan seorang
anak di dekat elevator. Kemudian ia mengetahui bahwa anak tersebut
merupakan korban salah sasaran akibat hantaman batu yang ia lakukan.
Sekuen 6 : Perubahan Sikap Tokoh Saya
1) Tokoh saya berusaha membantu Martin dan Mark saat kebakaran terjadi.
Namun upaya tersebut berbuah penolakan karena Mark dan Martin ingin
selalu bersama dan tidak membutuhkan orang lain.
2) Tokoh saya memperhatikan keluarga M yang sedang berada di lapangan
bermain. Kesulitan yang mereka alami akibat cacat fisik membuat hati
tokoh saya tersentuh. Kebersamaan yang terjalin di antara mereka
membuat tokoh saya merasa terharu. Tanpa sadar, matanya berkaca-kaca.
3) Setelah keluarga M mendekati trap masuk, tokoh saya menawarkan diri
untuk megangkat kursi dorong Marion, tapi baik Melvin maupun Marion
menolak.
4) Keesokan harinya tokoh saya menghadap manajer, memberikan ide untuk
membuat fasilitas menuju lapangan bermain bagi penyandang cacat (yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
dimaksud adalah keluarga M). Sang manajer kemudian menunjukkan surat
berisi hal yang sama dengan keinginan tokoh saya.
Sekuen 7 : Tokoh Saya Tetap Sendiri
1) Tokoh saya mendengar kabar bahwa seluruh anggota keluarga M akan
mengalami cacat seumur hidup. Namun dengan kondisi fisik tersebut,
tokoh saya melihat mereka tetap hidup bahagia dan rukun.
2) Tokoh saya berinisiatif untuk menggalang iuran guna membelikan Marion
kursi dorong bermesin. Namun setelah usul itu didengar oleh keluarga M,
Melvin menolak keras.
3) Sementara itu, satu per satu penghuni apartemen pergi. Digantikan dengan
penghuni lain. Tokoh saya tidak pernah lagi melihat perempuan
pengumpul tanda tangan dan anak yang ia hajar dengan batu. RA pun terus
berganti, petugas kebersihan gedung bernama Jerry tidak pernah nampak,
dan akhirnya nama keluarga M tidak lagi terdaftar di lobby.
4) Tokoh saya tetap di gedung raksasa dengan kesendiriannya.
Dari paparan di atas, terdapat 7 sekuen. Tujuan utama pemaparan sekuen-
sekuen cerita adalah mengungkapkan motif penceritaan untuk mengetahui
aktan dan fungsi cerita. Dalam cerpen “Keluarga M”, ditemukan dua skema
alur penyusun cerita. Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan terkait
pelaku-pelaku yang mengisi peran aktan.
Dalam skema alur pertama, perasaan tidak nyaman dan rasa benci menjadi
aktan pengirim. Rasa tidak nyaman dan benci menuntut tokoh saya untuk
mencelakai atau melenyapkan keluarga M (objek) menjadi motif utama
penceritaan. Tokoh saya yang menempati aktan subjek merupakan tokoh utama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
dalam cerita. Dan aktan penentang diisi oleh manajer gedung, keluarga M,
Resident Assistant (RA), Jerry, dua perempuan pencabut mesin coca cola, rasa
penyesalan tokoh saya, keadaan ramai di tempat parkir. Sedangkan peristiwa
kecelakaan mengisi aktan penolong.
Dalam skema alur kedua, perasaan bersalah merupakan aktan pengirim.
Perasaan bersalah mengehendaki tokoh saya untuk mendapatkan kedamaian
batin (objek) adalah motif utama penceritaan. Tokoh saya menjadi tokoh utama
sekaligus sebagai aktan subjek. Aktan penerima tidak terisi pelaku. Aktan
penentang ditempati oleh keluarga M. Dan aktan penolong terdiri dari manajer
gedung dan warga lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
2.2.3 Penceritaan Cerpen “Ny. Elberhart”
Sekuen 1 : Keingintahuan Tokoh Saya terhadap Sosok Ny. Elberhart
1) Tokoh saya tertarik dengan sosok Ny. Elberhart. Ketertarikan tokoh saya
dengan sosok tua berusia sekitar tujuh puluh tahun bermula dari konflik
yang melibatkan Ny. Elberhart dengan tukang pos.
2) Ketertarikan tersebut berubah menjadi rasa ingin tahu yang mendorong
tokoh saya mencampuri kehidupan Ny. Elberhart. Ia merasa risih dan ingin
menyingkirkan kekotoran pekarangan rumah Ny. Elberhart.
Sekuen 2 : Tokoh Saya Mencampuri Kehidupan Ny. Elberhart
1) Dengan jalan menyamarkan identitasnya, tokoh saya menelepon para
tetangga Ny. Elberhart. Ia menganjurkan mereka untuk menegur Ny.
Elberhart karena kekotoran pekarangannya. Namun mereka menolak.
2) Usaha selanjutnya adalah mengajukan keluhan melalui ruang pikiran
pembaca koran daerah. Setelah menemui kegagalan, ia mengirim surat ke
walikota. Ia mendapatkan hasil yang sama, kemudian tokoh saya
memutuskan untuk mengirim surat langsung kepada Ny. Elberhart. Tentu
semua usaha tersebut menggunakan nama dan alamat palsu.
3) Sepuluh hari kemudian tokoh saya menyadari pekarangan Ny. Elberhart
telah nampak bersih. Untuk memperoleh jawaban, tokoh saya menelepon
para tetangga. Namun mereka tidak mengetahui tentang hal tersebut.
4) Setelah pekarangannya bersih, Ny. Elberhart tidak pernah nampak lagi.
Tokoh saya berjanji akan menelusur di mana dia kalau sampai dua atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
tiga hari lagi dia belum nampak. Ia merasa bersalah dan ikut ambil bagian
jika Ny. Elberhart jatuh sakit akibat membersihkan pekarangannya.
5) Akhirnya tokoh saya memutuskan untuk menengok Ny. Elberhart. Saat
bertemu, Ny. Elberhart sedikit menunjukkan reaksi menolak keberadaan
tokoh saya. Namun di saat yang bersamaan, matanya memancarkan
keinginan untuk bersahabat dengan orang lain.
Sekuen 3 : Tokoh Saya dan Ny. Elberhart Mulai Menjalin Relasi
1) Akhirnya setiap hari tokoh saya menengok Ny. Elberhart. Seluruh pegawai
rumah sakit pun mengenal tokoh saya sebagai sahabat Ny. Elberhart.
2) Tokoh saya menaruh curiga jika Ny. Elberhart mengidap penyakit berat.
Kecurigaannya dikuatkan dengan berbagai macam obat yang dibutuhkan
Ny. Elberhart, Ny. Elberhart yang tidak kunjung pulang, dan rangkaian
kegiatan pemeriksaan yang tak berkesudahan. Dari pegawai kamar
rontgen, tokoh saya mengetahui bahwa otak dan ginjalnya pernah dipotret
puluhan kali.
3) Sikap Ny. Elberhart untuk menjauhi tokoh saya masih kadang-kadang
nampak. Meskipun demikian, baik melalui sorot matanya maupun dari
cerita para juru rawat tokoh saya mengetahui, bahwa Ny. Elberhart merasa
kecewa setiap kali tokoh saya berhalangan datang.
4) Setelah selesai memeriksa, dokter Coonrod menyatakan bahwa tokoh saya
tidak sakit, tapi daya tahannya menurun. Karena itu tokoh saya dianjurkan
berhati-hati, jangan sampai terkena penyakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
5) Dengan keadaan tersebut, tokoh saya seharusnya berhenti mengunjungi
Ny. Elberhart. Tapi ia tidak sampai hati meninggalkan Ny. Elberhart . Ia
tetap setia berkunjung tanpa menceritakan kondisi kesehatannya.
Sekuen 4 : Kecurigaan Tokoh Saya
1) Tokoh saya yakin bahwa obat yang diminum Ny. Elberhart adalah obat
untuk melawan infeksi. Keyakinannya dibenarkan oleh pegawai apotik.
2) Tokoh saya akhirnya berhasil memancing Ny. Elberhart bercerita tentang
masa lalunya. Inti cerita Ny. Elberhart adalah dirinya tidak takut mati
selama matinya disebabkan oleh umur tua, dan bukan oleh penyakit.
Baginya, orang mati tua tidak jadi bahan pembicaraan, karena mayatnya
tidak menjadi sumber penyakit.
3) Tokoh saya menilai Ny. Elberhart mencurigainya sebagai seseorang yang
mengindap penyakit berbahaya. Sebaliknya, tokoh saya juga yakin bahwa
Ny. Elberhart bersikap pura-pura sehat, dia ingin melindungi dirinya dari
segala kesalahan dengan jalan melemparkan sumber kesalahan tersebut
kepada orang lain. Tokoh saya berkesimpulan bahwa Ny. Elberhart ingin
namanya tetap dikenang setelah dirinya wafat.
Sekuen 5 : Tokoh Saya Menjadi Korban
1) Hubungan tokoh saya dengan Ny. Elberhart semakin dekat. Tokoh saya
merasa kasihan dan kesepian jika tidak bertemu Ny. Elberhart. Dan makin
lama Ny. Elberhart semakin tergantung dengan tokoh saya.
2) Saya tidak sampai hati melihat pekarangan Ny. Elberhart yang kotor. Ia
terpaksa membantu membersihkan pekarangannya sampai larut sore. Hal
tersebut membuat kesehatannya semakin terancam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
3) Ketika tokoh saya sedang beristirahat selama proses membersihkan
pekarangan Ny. Elberhart, ia melihat dan mendengar Ny. Elberhart merasa
kesakitan. Seperti biasa, Ny. Elberhart mengaku dirinya sehat.
4) Ketika tokoh saya kencing, ia menjerit karena mengetahui kencingnya
berwarna merah kehitam-hitaman bagaikan darah.
5) Begitu tokoh saya keluar dari kamar mandi, Ny. Elberhart menuduh tokoh
saya menyebarkan bibit penyakit kencing ke tubuhnya. Terasa ada
kepuasan dalam hati nurani Ny. Elberhart karena tebakan atau
kecurigaannya terhadap tokoh saya benar. Dengan demikian, Ny.
Elberhart dapat lepas tangan atas kemalangan yang menimpa dirinya.
6) Tokoh saya berpikir jika Ny. Elberhart cocok untuk bergabung dengan klub
puisi. Ia berpikir bahwa puisi dapat dijadikan sarana bagi Ny. Elberhart
untuk mencurahkan perasaannya.
Sekuen 6 : Pembenaran Ny. Elberhart
1) Tokoh saya bertemu Ny. Elberhart di rumah sakit. Mereka masing-masing
diam, seolah-olah tidak pernah bertemu sebelumnya selama proses
pemeriksaan.
2) Kemudian tokoh saya ditempatkan tepat di sebelah Ny. Elberhart. Di luar
dugaan, Ny. Elberhart tersenyum, dengan tulus dia mengajukan
permohonan maaf andaikata selama ini tindakannya tidak patut. Dia
memuji-muji tokoh saya atas sikapnya yang dapat dijadikan teladan.
Kemudian dia mengutuk dirinya sendiri sebagai penakut, pengecut, dan
tidak bertanggung jawab. Dia menyatakan penyesalannya atas sikapnya
selama ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
3) Tokoh saya menyesal karena tidak sempat memberi maaf dan sekaligus
meminta maaf atas segala kesalahannya.
4) Hari Senin tokoh saya menemui dokter Cutbird. Ia mendapatkan kepastian
bahwa penyakit yang ia derita adalah radang kandung kencing akut.
5) Setelah berbicara singkat lewat telepon, tokoh saya kemudian menjenguk
Ny. Elberhart. Namun dirinya tidak diberi izin untuk bertemu. Kata juru
rawat, keadaan Ny. Elberhart mendadak menjadi buruk, karena itu
terpaksa dia dipindah ke intensive care unit. Sebelum dipindah Ny.
Elberhart sempat menyampaikan maaf kepada tokoh saya lewat juru rawat.
Sekuen 7 : Harta Warisan dan Nama Baik Ny. Elberhart
1) Tiga hari kemudian Ny. Elberhart meninggal. Pengacaranya Ny. Elberhart,
Duncan Greenwell menjelaskan bahwa peninggalan Ny. Elberhart akan
diwariskan kepada tokoh saya.
2) Dokter yang merawat Ny. Elberhart, Henry Lenham menjelaskan bahwa
Ny. Elberhart meninggal karena radang otak dan dirinya menderita radang
kandung kencing.
3) Dari jumlah yang hadir di Rumah kematian Allen Johnson, tokoh saya
mengetahui berita kematian Ny. Elberhart tidak banyak menarik perhatian.
4) Melalui pengacaranya, tokoh saya menyerahkan seluruh warisan Ny.
Elberhart kepada Yayasan Orang-orang Tua. Sebagai penyumbang di
antara sekian banyak penyumbang lain, nama Ny. Elberhart cepat
dilupakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Sekuen 8 : Nama Baik Ny. Elberhart dan Majalah Primo
1) Tokoh saya akan menulis puisi dan mengatakan bahwa puisi ini adalah
karya Ny. Elberhart. Ia berusaha mencari cara agar puisi-puisi tersebut
dapat diterbitkan.
2) Akhirnya sebuah puisi Ny. Elberhart dimuat di Majalah Primo. Tokoh
saya merasa gembira dan berpikir bahwa Ny. Elberhart merasakan hal
yang sama
3) Beberapa orang mengambil majalah Primo. Mereka hanya membuka-buka
halamannya tanpa banyak memperhatikan isinya. Maknya Ny. Elberhart
tidak penting bagi mereka. Di beberapa tempat, majalah Primo dibuang
di pinggir jalan atau di tong sampah, dan lumat dimakan sisa-sisa hujan.
Dari paparan di atas, terdapat 8 sekuen. Tujuan utama pemaparan sekuen-
sekuen cerita adalah mengungkapkan motif untuk mengetahui aktan dan fungsi
cerita. Terdapat dua alur penyusun cerita dalam cerpen “Ny. Elberhart”. Hal
tersebut berdampak pada perbedaan pelaku-pelaku yang mengisi fungsi aktan.
Dalam skema alur pertama, rasa kesepian sebagai aktan pengirim pertama
memunculkan rasa penasaran dalam diri tokoh saya terhadap sosok Ny.
Elberhart. Rasa kasihan sebagai pengirim kedua menunjukkan hal yang sama.
Kedua pengirim menuntut tokoh saya sebagai subjek untuk mendapatkan objek
pertama, yakni jati diri Ny. Elberhart. Hal tersebut sekaligus menjadi motif
utama penceritaan. Tokoh saya juga mengisi aktan penerima. Ia adalah tokoh
utama dalam cerita yang dihalangi oleh aktan penentang (para tetangga Ny.
Elberhart, kewaspadaan Ny. Elberhart, kesehatan tokoh saya). Sedangkan
aktan penolong ditempati oleh surat palsu, rasa kesepian Ny. Elberhart, juru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
rawat, pegawai kamar rontgen, pegawai apotik, keterbukaan Ny. Elberhart, Ny.
Elberhart membutuhkan objek pelampiasan.
Dalam skema alur kedua, perasaan kasihan masih menduduki aktan
pengirim. Perasaan tersebut berpadu dengan perasaan bersalah yang
menempati aktan pengirim kedua. Kedua perasaan mendorong tokoh saya
untuk mewujudkan keinginan Ny. Elberhart, yaitu namanya dikenang setelah
meninggal. Hal tersebut sekaligus menjadi motif utama penceritaan. Nama Ny.
Elberhart dikenang menduduki aktan objek dan tokoh saya menduduki aktan
subjek. Sikap tidak peduli orang lain merupakan aktan penentang. Dan aktan
penolong diisi oleh harta warisan dan majalah Primo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
2.3 Rangkuman
Budi Darma sebagai penulis memiliki konsep kepengarangan yang jelas dan
tegas. Pertama, karya sastra baginya merupakan ekspresi batin untuk lebih
memperkaya batin (manusia), bukan untuk merombak atau memperbaiki
keadaan sosial masyarakat. Kedua, dalam bersastra Budi Darma cenderung
mengangkat atau mempersoalkan kondisi manusia sebagai manusia, sebagai
individu, bukan sebagai makhluk sosial. Itulah sebabnya, tokoh-tokoh yang
diciptakannya adalah manusia-manusia individual yang hidup dan
kehidupannya ditentukan oleh takdir (Suwondo, 2010: 18).
Dalam pemaparan analisis penceritaan, setiap cerita memiliki sekuen-
sekuen (runtutan aksi) yang secara implisit menjelaskan motif penceritaan,
aktan, dan fungsi. Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” memiliki sembilan
sekuen. Rasa kesepian menempati aktan pengirim. Rasa kesepian mendorong
tokoh saya sebagai subjek untuk mendapatkan objek, yakni penerimaan diri.
Hal tersebut merupakan motif utama penceritaan. Usaha tokoh saya sebagai
subjek dalam mencapai objek dihalangi oleh aktan penentang dan dibantu oleh
aktan penolong. Aktan penentang diisi oleh sikap tidak peduli Ny. MacMillan,
Ny. Nolan, Ny. Casper, pemilik Toko Marsh, serta tokoh Ny. Nolan.
Sedangkan Ny. Casper, pemilik Toko Marsh, supir taksi, dan kepentingan
menduduki aktan penolong. Tokoh saya merupakan tokoh utama yang
menduduki aktan subjek dan aktan penerima sekaligus.
Cerpen “Keluarga M” memiliki tujuh sekuen dan dua struktur alur penyusun
cerita. Dalam alur pertama, perasaan tidak nyaman dan rasa benci merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
pelaku aktan pengirim. Rasa tidak nyaman dan kebencian menuntut tokoh saya
untuk meraih objek, yakni mencelakai atau melenyapkan keluarga M. Hal
tersebut menjadi motif utama penceritaan. Tokoh saya yang menempati aktan
subjek adalah tokoh utama dalam cerita. Aktan penentang diisi oleh manajer
gedung, keluarga M, Resident Assistant (RA), Jerry, dua perempuan pencabut
mesin coca cola, rasa penyesalan tokoh saya, keadaan ramai di tempat parkir
dan rasa bersalah. Sedangkan peristiwa kecelakaan mengisi aktan penolong.
Dalam alur kedua, rasa bersalah dan rasa kasihan merupakan aktan
pengirim. Perasaan bersalah menginginkan tokoh saya untuk mencapai objek,
yakni kedamaian batin. Hal tersebut adalah motif utama penceritaan. Tokoh
saya adalah tokoh utama sekaligus sebagai aktan subjek. Aktan penerima tidak
terisi pelaku. Aktan penentang ditempati oleh keluarga M. Dan Aktan penolong
terdiri dari manajer gedung dan warga lain.
Cerpen “Ny. Elberhart” mempunyai delapan sekuen dan dua struktur alur
penyusun cerita. Dalam skema alur pertama, rasa kesepian, rasa kasihan, dan
rasa bersalah merupakan pelaku aktan pengirim. Ketiga pengirim tersebut
menuntut tokoh saya sebagai subjek untuk mendapatkan objek, yakni jati diri
Ny. Elberhart. Hal tersebut sekaligus merupakan motif utama penceritaan.
Tokoh saya yang juga mengisi aktan penerima merupakan tokoh utama dalam
cerita yang dihalangi oleh aktan penentang (para tetangga Ny. Elberhart,
kewaspadaan Ny. Elberhart, kesehatan tokoh saya). Dan aktan penolong
ditempati oleh surat palsu, rasa kesepian Ny. Elberhart, juru rawat, pegawai
kamar rontgen, pegawai apotik, keterbukaan Ny. Elberhart, Ny. Elberhart
membutuhkan objek pelampiasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Dalam skema alur kedua, perasaan kasihan masih menjadi aktan pengirim.
Selain perasaan kasihan, adapula perasaan bersalah yang menjadi pengirim
kedua. Kedua perasaan mendorong tokoh saya untuk mewujudkan keinginan
Ny. Elberhart, yaitu nama Ny. Elberhart dikenang setelah dirinya tiada. Hal
tersebut merupakan motif utama penceritaan. Membuat nama Ny. Elberhart
dikenanang menduduki aktan objek dan tokoh saya menduduki aktan subjek.
Sikap tidak peduli orang lain merupakan aktan penentang. Dan aktan penolong
diisi oleh harta warisan dan majalah Primo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
BAB III
KAJIAN SKEMA AKTANSIAL DAN SKEMA FUNGSIONAL TIGA
CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN
ORANG-ORANG BLOOMINGTON
Berdasarkan pemaparan tentang analisis penceritaan yang dilakukan pada
Bab II, pada Bab III peneliti akan menganalisis aktan-aktan dan struktur alur
penyusun cerita cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, “Keluarga M”, dan “Ny.
Elberhart”. Analisis tiga cerpen tersebut menggunakan skema aktansial dan
skema fungsional perspektif sktukturalisme naratif A.J. Greimas.
3.1 Kajian Skema Aktansial
3.1.1 Skema Aktansial Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
Tabel 3. Skema Aktansial Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
(Pengirim)
Rasa kesepian
(Penerima)
Tokoh saya
(Objek)
Penerimaan diri
(Penentang)
Sikap tidak
peduli Ny.
MacMillan,
Ny. Nolan, Ny.
Casper, dan
pemilik Toko
Marsh
Ny. Nolan
(Subjek)
Tokoh saya (Penolong)
Ny. Casper
Pemilik Toko
Marsh
Supir taksi
kepentingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
3.1.1.1 Tokoh Saya Sebagai Subjek dan Penerima
Tokoh saya adalah tokoh utama dalam cerita “Lelaki Tua Tanpa Nama”. Ia
menduduki fungsi aktan subjek dan penerima. Tokoh saya sebagai subjek
dipengaruhi oleh aktan pengirim berupa rasa kesepian. Rasa kesepian menuntut
tokoh saya mencari objek, yaitu penerimaan diri. Apabila tokoh saya berhasil
mendapatkan penerimaan diri, secara implisit rasa kesepian menjanjikan
sebuah penghargaan kepada aktan penerima, yaitu rasa keramaian (oposisi dari
rasa kesepian) yang terkait dengan nilai kebersamaan.
Pada bagian awal, cerita berfokus pada lingkungan tempat tinggal tokoh
saya. Lingkungan tersebut mempunyai peran penting dalam pembentukan
motif utama cerita. Melalui penjelasan Ny. MacMillan, tokoh saya mengetahui
bahwa lingkungan di sekitarnya sangat membatasi segala bentuk interaksi
sosial. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan (1), (2).
(1) “Janganlah mengurusi kepentingan orang lain, dan janganlah
mempunyai keingin tahu tentang orang lain, inilah pesan Ny.
MacMillan setelah menutup ceritanya mengenai kedua tetangganya.
Hanya dengan jalan demikian, katanya, kita dapat tenang.” (Darma,
1980: 2)
(2) “Dalam keadaan seperti ini penyesalan mengapa dulu saya menyewa
tempat di Fess timbul kembali. Hampir semua orang yang tinggal di
kawasan ini sudah tua, hidup sendirian, tanpa teman, dan memang
tidak suka berteman.” (Darma, 1980: 13)
Segala pembatasan terhadap bentuk interaksi sosial berdampak langsung
terhadap perasaan tokoh saya. Ia merasa terisolasi dari sebuah lingkungan yang
mendasarkan interaksinya pada kepentingan semata. Perasaan terisolasi dan
perasaan sendiri membuat tokoh saya merasa kesepian. Perasaan kesepian
(pengirim) menuntut keberadaan orang lain dalam hidupnya. Tokoh saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
(subjek) didorong untuk mendapatkan penerimaan diri (objek) dari orang lain
dengan cara melibatkan orang lain dalam sebuah kepentingan tertentu. Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan (3) dan (4).
(3) “Untuk memerangi kesepian, kadang-kadang saya membuka-buka
buku telepon [...] Akhirnya saya menelepon Marsh, menanyakan
apakah dia menjual pisang, atau apel, atau spageti, atau apa saja, yang
akhirnya menjengkelkan pemiliknya. Ny. MacMillan pun rupanya
tidak senang kalau saya menelepon dengan alasan yang saya ada-
adakan. Seperti pemilik toko, rupanya dia juga tahu bahwa sebetulnya
saya tidak mempunyai alasan untuk berbicara.” (Darma, 1980: 4)
(4) “Akhirnya pada suatu malam hujan saya menelepon Ny. Nolan,
menanyakan apakah saya dapat membantu membersihkan
pekarangannya. Ternyata dia bukan hanya heran, tapi juga berang.”
(Darma, 1980: 4-5)
Tokoh saya (subjek) yang kesepian mulai merasa penasaran terhadap sosok
lelaki tua tanpa nama yang muncul. Ia berharap dapat menemukan penerimaan
diri (objek) yang selama ini ia cari pada sosok lelaki tua tersebut. Tokoh saya
menulis sebuah surat untuk sang lelaki tua yang ia tujukan ke alamat Ny.
Casper selaku pemilik loteng tempat lelaki tua tanpa nama tinggal. Tokoh saya
memberikan nomor teleponnya kepada Ny. Casper untuk disampaikan kepada
si lelaki tua. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan (5) dan (6).
(5) “John, bagaimana kalau jam setengah dua belas pagi Rabu yang akan
datang, kita bertemu di Marsh? Saya tahu kau suka donat.
Perkenankanlah kali ini saya mentraktir kau beberapa donat termasuk
kopinya.” (Darma, 1980: 9)
(6) “”Baiklah, akan saya beritahu dia. Berapa nomor teleponmu, anak
muda? Kalau memang dia berminat, saya anjurkan dia menelepon
kau.” (Darma, 1980: 7)
Tokoh saya (subjek) mencoba memberitahukan informasi penting tentang
lelaki tua tanpa nama kepada Ny. MacMillan dan Ny. Casper. Ia menilai lelaki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
tua tanpa nama akan mendatangkan bencana karena memiliki sebuah pestol. Ia
juga mengatakan secara asal kepada Ny. MacMillan dan Ny. Nolan tentang
sebuah suara tembakan yang berasal dari loteng Ny. Casper.
Apa yang ia lakukan adalah sebuah usaha untuk mencari perhatian orang
lain. Ia ingin dianggap penting karena memberitahukan sebuah informasi
berharga kepada mereka. Tujuan utamanya adalah mendapatkan penerimaan
diri dari orang lain. Hal tersebut dapat terlihat dalam kutipan (7) dan (8).
(7) “Karena belum puas, saya terus mendesak, “Ny. Casper maaf atas
pertanyaan saya ini. Kalau tidak salah dia memiliki pestol, benarkah
ini?”” (Darma, 1980: 10)
(8) “Ketika Ny. MacMillan menanyakan dari mana asalnya, saya juga
ragu-ragu. Jelas saya mendengar tembakan, tapi tidak jelas dari mana
asalnya. Tapi tokh saya menjawab: Dari loteng Ny. Casper.”” (Darma,
1980: 12)
Peluang tokoh saya (subjek) untuk mengenal lelaki tua tanpa nama tetap
terbuka. Tokoh saya (subjek) mendapatkan penggalan-penggalan informasi
tentang lelaki tua tanpa nama dari pemilik Toko Marsh dan supir taksi.
Pada bagian akhir, diceritakan peristiwa kematian lelaki tua tanpa nama.
Kematiannya disebabkan oleh tembakan Ny. Nolan yang bertubi-tubi.
Peristiwa berawal ketika tokoh saya baru saja turun dari taksi melihat Ny.
Casper lari ketakutan karena dikejar sosok lelaki tua yang mengacung-
acungkan pestol ke arahnya. Sontak tokoh saya mecoba menyelamatkan Ny.
Casper dengan cara menubruk lelaki tua itu. Namun, ia gagal. Akhirnya tokoh
saya mendapati tubuh lelaki tua tanpa nama berlumuran darah. Ia menangis,
menunjukkan rasa penyesalan atas kematian tersebut. Ia merasa sedih dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
kehilangan. Baginya, hanya sosok lelaki tua itulah yang bisa menerima
keberadaan dirinya secara penuh. Kutipan (9) membuktikan hal tersebut.
(9) “Entah mengapa, saya berlutut dekat laki-laki ini. [...] Dan entah
mengapa, saya mengelus-elus kepalanya. Dan ketika saya berusaha
mengatupkan mulutnya, ternyata mulut itu kaku bagaikan baja. Dan
entah mengapa saya menangis.” (Darma, 1980: 19)
Di sisi lain, Ny. Nolan sebagai pembunuh merasa tidak ingin disalahkan atas
peristiwa tersebut. Ny. Nolan mengatakan jika keputusan membunuh lelaki tua
ia ambil untuk menyelamatkan nyawa Ny. Casper. Ia menambahkan bahwa
lelaki tua tersebut sudah sering mengancam akan membunuhnya. Di depan
polisi, Ny. MacMillan dan Ny. Nolan berusaha membela diri. Mereka
menyampaikan informasi yang pernah dikatakan oleh tokoh saya sebagai dalih
untuk menyelamatkan posisi Ny. Nolan yang terhimpit akibat pembunuhan
yang ia lakukan. Kutipan (10) dan (11) menunjukkan bukti tersebut.
(10) “Setelah perempuan itu berbicara, barulah saya sadar, bahwa dia Ny.
Nolan. “Sayalah yang membunuh laki-laki jahanam ini,” kata Ny.
Nolan dengan nada tidak ingin disalahkan. [...] Ketahuilah, anak
muda, sudah berkali-kali laki-laki ini mengancam akan menghabisi
nyawa saya.”” (Darma, 1980: 19)
(11) “Baik Ny. Nolan maupun Ny. MacMillan juga memberi tahu polisi,
bahwa saya sudah sering melihat laki-laki tua itu memain-mainkan
pestolnya, bahkan, demikian kata mereka, saya sudah pernah
mendengar laki-laki itu meletupkan pestolnya pada suatu malam.
“Jadi tidak mungkin bahwa dia tidak memiliki peluru,” kata Ny.
Nolan kepada polisi.” (Darma, 1980: 20)
Di hadapan polisi, Ny. Nolan dan Ny. MacMillan menggunakan informasi
yang disampaikan oleh tokoh saya terkait sosok lelaki tua tanpa nama. Mereka
berharap dengan adanya penjelasan tersebut dapat membantu Ny.Nolan agar
tidak disalahkan. Dengan kata lain, informasi tersebut dibutuhkan oleh mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Penggunaan informasi tersebut merupakan bentuk penerimaan diri terhadap
kehadiran tokoh saya.
Penerimaan diri terhadap tokoh saya didasarkan pada sebuah kepentingan.
Gerak tokoh saya (subjek) untuk mencapai objek (penerimaan diri), telah
tercapai. Dan tokoh saya (penerima) berhak untuk tidak merasa kesepian
karena telah diterima oleh orang lain. Kutipan (12) dapat membuktikan hal
tersebut.
(12) “Baik Ny. Nolan maupun Ny. MacMillan juga memberi tahu polisi,
bahwa saya sudah sering melihat laki-laki tua itu memain-mainkan
pestolnya, bahkan, demikian kata mereka, saya sudah pernah
mendengar laki-laki itu meletupkan pestolnya pada suatu malam.
“Jadi tidak mungkin bahwa dia tidak memiliki peluru,” kata Ny.
Nolan kepada polisi.” (Darma, 1980: 20)
3.1.1.2 Penentang dan Penolong
Tokoh saya adalah tokoh utama dalam cerita “Lelaki Tua Tanpa Nama”. Ia
menduduki fungsi aktan subjek dan penerima. Tugas utama aktan subjek
(tokoh saya) adalah mendapatkan aktan objek (penerimaan diri). Gerak subjek
mendapatkan objek dipicu aktan pengirim yang diisi oleh rasa kesepian. Dalam
gerak tersebut, aktan penentang akan menghalangi usaha subjek sedangkan
aktan penolong akan meringankan usaha subjek mendapatkan objek.
Perasaan kesepian (pengirim) menuntut keberadaan orang lain dalam hidup
tokoh saya (subjek). Tokoh saya (subjek) mencoba mendapatkan penerimaan
diri (objek) dari orang lain dengan cara melibatkan orang lain dalam sebuah
kepentingan. Usaha-usaha untuk mendapatkan penerimaan diri (objek)
dihadang oleh aktan penentang. Mereka adalah pemilik toko Marsh yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
merasa jengkel, Ny. MacMillan yang merasa tidak senang, dan Ny. Nolan yang
merasa tersinggung. Mereka menunjukkan sikap yang sama, yakni menolak
kehadiran tokoh saya. Hal tersebut diterlihat dalam kutipan (13) dan (14).
(13) “Akhirnya saya menelepon Marsh, menanyakan apakah dia menjual
pisang, atau apel, atau spageti, atau apa saja, yang akhirnya
menjengkelkan pemiliknya. Ny. MacMillan pun rupanya tidak
senang kalau saya menelepon dengan alasan yang saya ada-adakan.
Seperti pemilik toko, rupanya dia juga tahu bahwa sebetulnya saya
tidak mempunyai alasan untuk berbicara.” (Darma, 1980: 4)
(14) “Akhirnya pada suatu malam hujan saya menelepon Ny. Nolan,
menanyakan apakah saya dapat membantu membersihkan
pekarangannya. Ternyata dia bukan hanya heran, tapi juga berang.”
(Darma, 1980: 4-5)
Ny. Casper adalah pelaku yang mempati aktan penolong. Kemunculannya
bertujuan untuk membantu subjek mencapai objek. Ny. Casper sebagai pelaku
aktan penolong bersedia untuk mencoba menganjurkan lelaki tua tanpa nama
menelepon tokoh saya. Kutipan (15) memperjelas argumen di atas.
(15) “”Baiklah, akan saya beritahu dia. Berapa nomor teleponmu, anak
muda? Kalau memang dia berminat, saya anjurkan dia menelepon
kau.” (Darma, 1980: 7)
Sikap tidak peduli Ny. MacMillan dan Ny. Casper (aktan penentang)
tampak ketika menanggapi informasi yang diberikan oleh tokoh saya. Mereka
tidak peduli dengan lelaki tua tanpa nama yang memiliki pestol dan dianggap
dapat membawa bencana. Hal tersebut terlihat dalam kutipan (16) dan (17).
(16) “Maka saya pun menelepon Ny.MacMillan. Dia mengucapkan
terima kasih atas pemberitahuan saya, tapi dia berusaha menutup
pembicaraan dengan ucapan demikian: “Kalau memang benar di
loteng Ny. Casper ada penghuni baru, itu urusan Ny. Casper sendiri.
Anda tinggal di sini pun itu urusan saya sendiri.”” (Darma, 1980: 6)
(17) ““Wah, Wah, kau ini ada-ada saja anak muda. Mau apa kau kalau
dia punya (pestol), dan mau apa kau kalau dia tidak punya? Nah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
selamat malam anak muda. Saya harap kau tidak menanyakan soal
dia lagi, kalau tidak perlu sekali.” Dan pembicaraan terhenti.”
(Darma, 1980: 10)
Ny. MacMillan dan Ny. Nolan merasa jengkel. Mereka tidak suka dengan
tingkah laku tokoh saya yang terus mencari perhatian. Mereka tidak
membutuhkan informasi terkait urusan orang lain. Mereka marah ketika
mendengar informasi tentang sebuah suara pestol yang tidak mempengaruhi
kehidupan mereka. Kutipan (18) dan (19) menunjukkan hal tersebut.
(18) “Tapi ketika tiba-tiba saya mendengar suara tembakan, saya segera
menelepon dia (Ny.MacMillan). Telepon berdering agak lama.
Rupanya dia sudah tidur atau tertidur. Dan memang dia
menunjukkan nada suara agak jengkel.” (Darma, 1980: 11)
(19) “Dan seperti Ny. MacMillan, Ny. Nolan juga menyemburkan nada
marah. Setelah menegaskan bahwa dia tidak mendengar suara apa-
apa, dia mendesak apakah betul saya mendengar sebuah tembakan.
Ketika saya mengatakan “betul”, dia mendesak dari manakah asal
tembakan itu.” (Darma, 1980: 12)
Selain Ny. Casper, ada dua tokoh yang mengisi aktan penolong, yakni
pemilik Toko Marsh dan supir taksi. Mereka memberikan informasi terkait
identitas lelaki tua tanpa nama. Penggalan informasi tersebut berguna untuk
mendekatkan tokoh saya kepada sosok lelaki tua tersebut. Hal ini dapat
dibuktikan dalam kutipan (20) dan (21).
(20) “Pemilik toko menjawab: “Tidak. Oh, ya, tadi dia berkata, bahwa
ingin sekali bergaul dengan anak-anak muda sekitar dua puluh
tahunan, sehat jiwa dan raganya, untuk dilatih memanggul senjata
kalau perlu. Lalu dia mengoceh, katanya dia dulu pernah
menjatuhkan bom di atas kapal Jepang. Entahlah, saya tidak tahu
macam apa orang itu.”” (Darma, 1980: 11)
(21) “Ketika saya menanyakan apa maksudnya, sopir taksi menjelaskan
bahwa sudah beberapa kali ini dia melihat laki-laki tua itu berbuat
demikian di Dunn Meadow. “Dia mengaku pilot bomber Perang
Dunia II,” kata sopir taksi. [...] Dia punya dua anak laki-laki, satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
tewas di Vietnam, yang lain terbenam di sungai Ohio ketika sedang
main-main di sana. Dan katanya, belum lama ini istrinya juga
meninggal karena kanker di ususnya.” (Darma,1980 :16)
Pada bagian akhir ini aktan penentang memainkan peranan penting dalam
pencapaian tujuan subjek dalam mendapatkan objek. Ny. Nolan (penentang)
membunuh lelaki tua tanpa nama (representasi objek). Atas peristiwa kematian
lelaki tua tanpa nama, tokoh saya (subjek) merasakan kesedihan dan
kehilangan. Baginya, lelaki tua tanpa nama merupakan satu-satunya tokoh
yang dianggap dapat menerima keberadaan dirinya secara penuh. Kutipan (22)
memperjelas pernyataan di atas.
(22) “Entah mengapa, saya berlutut dekat laki-laki ini. [...] Dan entah
mengapa, saya mengelus-elus kepalanya. Dan ketika saya berusaha
mengatupkan mulutnya, ternyata mulut itu kaku bagaikan baja. Dan
entah mengapa saya menangis.” (Darma, 1980: 19)
Di sisi lain, peristiwa kematian lelaki tua tanpa nama memunculkan
penerimaan diri terhadap tokoh saya. Ny. MacMillan dan Ny. Nolan
menggunakan informasi yang disampaikan tokoh saya untuk membela posisi
Ny. Nolan yang tersudut akibat peristiwa pembunuhan tersebut. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penerimaan diri terhadap tokoh saya didasarkan oleh
sebuah kepentingan. Kepentingan (penolong) membantu tokoh saya (subjek)
dalam proses pencapaian kepada penerimaan diri (objek).
(23) “Baik Ny. Nolan maupun Ny. MacMillan juga memberi tahu polisi,
bahwa saya sudah sering melihat laki-laki tua itu memain-mainkan
pestolnya, bahkan, demikian kata mereka, saya sudah pernah
mendengar laki-laki itu meletupkan pestolnya pada suatu malam.
“Jadi tidak mungkin bahwa dia tidak memiliki peluru,” kata Ny.
Nolan kepada polisi.” (Darma, 1980: 20)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Berdasarkan analisis skema aktansial cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”,
dapat disimpulkan bahwa usaha tokoh saya (subjek) untuk mendapatkan
penerimaan diri (objek) tercapai. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari peran
krusial sebuah pelaku yang mengisi aktan penolong, yakni kepentingan.
Dengan keberhasilan ini, pengirim menunjukkan kuasa positifnya terhadap
subjek. Dan tokoh saya (penerima) berhak mendapatkan rasa keramaian
(oposisi dari rasa kesepian).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
3.1.2 Skema Aktansial Cerpen Keluarga M
Cerita pendek berjudul “Keluarga M” dibangun oleh dua struktur alur.
Pembagian struktur alur tersebut menyebabkan adanya perbedaan pelaku yang
mengisi setiap fungsi aktan.
3.1.2.1 Skema Aktansial Pertama Cerpen “Keluarga M”
Gambar 4. Skema Aktansial Pertama Cerpen “Keluarga M”
3.1.2.1.1 Tokoh Saya sebagai Subjek
Tokoh saya adalah tokoh utama dalam cerita “Keluarga M”. Ia menduduki
fungsi aktan subjek. Tokoh saya sebagai subjek dipengaruhi oleh aktan
pengirim berupa rasa tidak nyaman (pengirim pertama) dan rasa benci
(Pengirim)
Rasa tidak nyaman
Rasa benci
(Penerima)
Ø
(Objek)
Keluarga M
celaka/ lenyap
(Penentang)
Manajer gedung
Keluarga M
RA
Jerry
Dua perempuan
pencabut mesin
coca cola
Rasa penyesalan
tokoh saya
Keadaan ramai di
tempat parkir
Rasa bersalah
(Subjek)
Tokoh saya
(Penolong)
Kecelakaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
(pengirim kedua). Rasa tidak nyaman menuntut tokoh saya mencari
kedamaian. Namun rasa benci (pengirim kedua) lebih mendominasi dan
mendorong tokoh saya untuk melenyapkan atau mencelakai keluarga M
(objek). Apabila tokoh saya berhasil mencelakai keluarga M, secara implisit
rasa tidak nyaman dan rasa benci menjanjikan sebuah penghargaan kepada
aktan penerima, yaitu kesenangan, kepuasan, dan kedamaian.
Pertama-tama digambarkan tentang kehidupan tokoh saya. Tokoh saya
merasa nyaman walaupun tinggal sendiri di lingkungan yang penuh anak-anak.
Kenyamanan hidup tokoh saya mulai terganggu saat muncul peristiwa beret cat
mobil miliknya. Kejadian tersebut membuat tokoh saya marah, ia ingin
menemukan dan mencelakai sang pelaku. Tokoh saya sempat protes kepada
manajer gedung. Namun manajer gedung hanya bisa mengajukan permohonan
maaf dan mengaku tidak sanggup untuk mengawasi lapangan parkir. Hal
tersebut dibuktikan dalam kutipan (24) dan (25).
(24) “Sudah lama saya tinggal di gedung raksasa yang memuat dua ratus
apartemen ini, dan mungkin sayalah satu-satunya yang hidup
sendirian tanpa anak dan istri. Selama ini saya tidak pernah
terganggu.” (Darma, 1980: 41)
(25) “Meskipun selama ini saya merasa tenang, akhirnya pada suatu hari
saya mengalami sebuah bencana besar. Cat mobil saya beret. [...]
Ingin rasanya saya membekuk batang leher penjahatnya.” (Darma,
1980: 42)
Dari serangkaian peristiwa, terlihat beberapa fungsi aktan terisi. Aktan
pengirim pertama diisi oleh rasa tidak nyaman tokoh saya karena
ketentramannya selama ini telah terganggu. Tokoh saya mengisi aktan subjek.
Sedangkan reaksi “lepas tangan” manajer gedung terhadap bencana yang
dialami tokoh saya, memepertegas rasa benci sebagai aktan pengirim.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Cacat baru pada mobil tokoh saya memunculkan rasa benci (pengirim
kedua) terhadap sang pelaku (objek). Rasa benci itu terlampiaskan ketika tokoh
saya menemukan sepasang bocah berada di dekat mobilnya. Dengan sebuah
paku di tangan sang adik, tokoh saya meyakini bahwa merekalah pelaku
perusakan cat mobilnya. Tokoh saya langsung mencaci maki mereka dan
melabrak kedua orang tua mereka. Hal itu tterlihat dalam kutipan (26) dan (27).
(26) “Dan ketika saya mendekati si adik, tahulah saya bahwa manusia
kecil ini memegang sebuah paku tua. Tentu dialah penjahatnya. Saya
pegang dia, dan menangislah dia meronta-ronta.” (Darma, 1980: 44)
(27) “Ketika malam itu saya melabrak Melvin Meek di apartemennya, dia
nampak tidak gentar menghadapi kemarahan saya.” (Darma, 1980:
45)
Dalam kejadian tersebut, tokoh saya menghadapi penyangkalan. Sang
kakak mengaku tidak bersalah. Dan saat tokoh saya melabrak orang tua
mereka, kedua orang tua mereka juga melakukan hal yang sama, yakni
membela Mark (kakak), Martin (adik) sebagai anak yang tertuduh.
Masih dengan perasaan marah, malam itu tokoh saya menelepon RA
(resident assistant) untuk memberitahukan tuduhan tokoh saya atas perbuatan
kurang ajar anak Melvin Meek. Tokoh saya berharap RA menindak tegas
kedua anak itu sehingga kesengsaraan yang ia alami dapat terbayarkan.
Namun, RA justru menyatakan bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.
Rasa tidak nyaman (pengirim pertama) dan rasa benci (pengirim kedua)
menunjukkan pengaruhnya dalam menggerakkan tokoh saya (subjek) menuju
objek. Kebencian tokoh saya membuatnya terus berpikir dan mencari cara agar
keluarga M celaka. Hal tersebut terlihat dalam kutipan (28).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
(28) “Alangkah baiknya andaikata mobil mereka melabrak jembatan, dan
menghadiahi mereka dengan ganjaran cacat seumur hidup, pikir
saya.” (Darma, 1980: 47)
Tokoh saya terus mencari masalah dengan keluarga M. Suatu ketika tokoh
saya mendapati si adik berak di celana. Ia kemudian mencaci maki kakak
beradik tersebut. Ia menyalahkan Jerry, seorang petugas kebersihan yang
bersedia membersihkan berak Martin. Lalu melabrak Melvin karena
menggelapkan kunci apartemen yang membuat kedua bocah itu tidak dapat
masuk apartemen.
Ide mencelakai Mark dan Martin muncul. Ia melihat pecahan botol coca
cola dan berharap suatu saat kedua kakak tersebut dapat terjatuh di atasnya.
Tokoh saya meminta RA terpilih mendatangkan mesin penjual coca cola.
Namun keinginan untuk mencelakai Mark dan Martin gagal terlaksana.
Penyebabnya adalah kehadiran dua perempuan pengumpul tanda tangan.
Tanda tangan dikumpulkan untuk meminta persetujuan pencabutan mesin coca
cola dari gedung raksasa. Kutipan (29) dan (30) menjelaskan hal tersebut.
(29) “Nah, disitulah saya melihat sebuah botol coca cola pecah.
Andaikata, ya, andaikata saja si abang dan si adik terjatuh dan
kepalanya termakan oleh pecahan botol, pikir saya.” (Darma, 1980:
50)
(30) “Hari itu juga saya mengetahui bahwa semua mesin penjual coca
cola sudah dimatikan dan menurut plakat kecil yang dipasang di
masing-masing mesin, semua mesin itu dalam waktu singkat akan
dikeluarkan dari gedung. Cita-cita saya longsor.” (Darma, 1980: 55)
Cara lain coba ditempuh oleh tokoh saya (subjek) untuk membuat keluarga
M celaka (objek). Walau tidak membuat Mark atau Martin celaka, tokoh saya
cukup puas melihat mereka berdua sengsara. Ia mengiming-imingi mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
makanan karena tahu bahwa mereka kurang makan. Kutipan (31) dan (32)
mendukung informasi tersebut.
(31) “Ketika saya turun lagi, saya melihat si abang dan si adik sedang
memandangi makanan dalam mobil saya dengan wajah sengsara.
Ketika saya mendekat, mereka memandang saya, seorang minta
belas kasihan. Dan pada waktu saya membuka pintu mobil, si abang
mengaku bahwa mereka lapar.” (Darma, 1980: 52)
(32) “Maka bungkus kue pun saya buka perlahan-lahan. Nampak mata
mereka membinar gembira, dan berkali-kali mereka menelan ludah.
Nah, setelah semua kue saya keluarkan dari bungkusnya, semua kue
itu, tanpa kecuali, saya ludahi, lalu saya campakkan ke tempat
sampah. Mereka mendelong.” (Darma, 1980: 53)
Suatu ketika tokoh saya menemui kesempatan untuk melampiaskan
dendamnya. Ia bermaksud mencelakai Martin dengan menghantamkan batu ke
arahnya. Namun justru muncul rasa penyesalan dan rasa takut setelah tokoh
saya melakukan hal tersebut. Ia merasa bersalah. Hal itu terlihat pada kutipan
(33) dan (34).
(33) “Baru kali inilah saya melihat si anjing buduk tanpa dikawal
abangnya. Maka saya cepat menunduk dan mengambil batu besar.
Setelah yakin bahwa perbuatan saya tidak bisa dilihat dari jendela-
jendela apartemen, saya ambil keputusan bulat untuk menghajar
anjing buduk ini.” (Darma, 1980: 54)
(34) “Lalu saa nonton bioskop. Dan saya takut. Dan saya menyesal. Dan
saya ragu-ragu apakah saya akan pulang sehabis nonton ataukah
menginap di tempat lain.” (Darma, 1980: 54)
Walaupun rasa penyesalan sempat muncul, keinginan untuk mencelakai
keluarga M tetap menyala. Ia kemudian bermaksud menggagalkan rencana
liburan Thanksgiving keluarga M dengan cara memasukkan pasir ke tangki
bensin mobil mereka dan menggemboskan bannya dengan jarum kecil. Namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
situasi ramai di tempat parkir menjelang liburan tersebut, menjadi penentang
bagi rencana yang telah disusun.
Setelah banyak mobil meninggalkan gedung raksasa tempat tinggal tokoh
saya. Tokoh saya merasa kesepian. Berita tentang keluarga M yang mengalami
kecelakaan parah tidak membuat tokoh saya merasa bahagia. Walaupun objek
(mencelakai keluarga M) telah didapatkan, tokoh saya justru merasa bersalah
dan kasihan. Ia bimbang dan mengalami konflik batin. Pertemuan dirinya
dengan anak kecil korban salah sasaran yang ia hantam dengan batu menambah
rasa bersalah yang ada dalam diri tokoh saya. Rangkaian kejadian tersebut
membuat batin tokoh saya tidak tenang. Kegundahan tersebut mengubah cara
pandang tokoh saya dalam menyikapi keberadaan keluarga M. Kutipan (35),
(36), dan (37) menjelaskan hal tersebut.
(35) “Saya kesepian. Memang saya tidak mempunyai teman, dan
memang saya sering merasa kesepian, tapi tidak pernah merasa
sesepi ini.” (Darma, 1980: 56)
(36) “Bagaimana perasaan saya, saya sendiri tidak tahu dengan pasti.
Ketika saya membuka kotak, saya lihat banyak lembaran uang besar
di dalamnya. Dengan perasaan yang tidak jelas bagi saya sendiri,
saya memasukkan uang tiga puluh lima dolar.” (Darma, 1980: 56)
(37) “Dan lebih kurang seminggu kemudian, ketika saya sedang
menunggu elevator, ada seorang anak laki-laki berjalan sendirian
menuju elevator. [...] Ketika orang ini menanyai anak itu, tahulah
saya bahwa luka di pipinya adalah hasil perbuatan saya dulu.”
(Darma,1980: 57)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
3.1.2.1.2 Penentang dan Penolong
Dalam usaha mendapatkan objek, tokoh saya sebagai subjek banyak
menemui dinamika. Tokoh saya mendapatkan halangan dan kemudahan.
Halangan muncul dari para pelaku aktan penentang, yakni manajer gedung,
keluarga M, resident assistant (RA), Jerry, dua perempuan pencabut mesin
coca-cola, rasa penyesalan tokoh saya, keadaan ramai di tempat parkir, dan rasa
bersalah. Sedangkan kemudahan muncul dari para pelaku aktan penolong yang
ditempati oleh oleh peristiwa kecelakaan.
Peristiwa perselisihan dengan keluarga M memunculkan pelaku aktan
penentang. Aktan penentang tersebut adalah anggota keluarga M, yang terdiri
dari Martin, Mark, Melvin, dan Marion. Mereka menyatakan penyangkalan
atas tuduhan yang dialamatkan tokoh saya. Sang kakak mengaku tidak
bersalah. Dan kedua orang tua mereka mengeluarkan argumen yang bersifat
melawan. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan (38) dan (39).
(38) “Katanya mereka berada di lapangan parkir mula-mula hanya untuk
bermain, kemudian mereka menengok ke mobil saya untuk melihat
jam berapa. [...] Dan waktu menengok jam itulah, si adik
menemukan paku tua dekat mobil saya. Meskipun saya tuduh
mereka berkali-kali, si abang tetap mangkir.” (Darma, 1980: 45)
(39) “Ketika malam itu saya melabrak Melvin Meek di apartemennya, dia
nampak tidak gentar menghadapi kemarahan saya. Katanya anaknya
sudah melaporkan peristiwa di lapangan parkir. Dan katanya Mark
lupa mengatakan kepada saya, bahwa dia melihat jam di mobil saya
dan bukan di mobil lain karena mobil sayalah yang terbagus.
Andaikan benar anaknya telah berbuat durjana, sambungnya, dia
mengajukan permohonan maaf. Tapi menurut akal sehatnya,
katanya, tidak mungkin anaknya berbuat sembarangan.” (Darma,
1980: 45)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Setelah kejadian tersebut, pelaku aktan penentang lain hadir. RA (resident
assistant) menunjukkan sikap melawan usaha tokoh saya. Ia berkata tidak
dapat berbuat apa-apa saat mendapatkan aduan terkait perbuatan anak Melvin
Meek. Peristiwa Martin berak di celana juga memunculkan beberapa pelaku
aktan penentang. Mark (penentang) membela diri dan adiknya dari caci-makian
tokoh saya. Jerry (penentang) merasa tidak keberatan membersihkan berak
Martin. Serta Melvin Meek (penentang) yang menyatakan sudah meminta
maaf kepada berbagai pihak yang merasa dirugikan akibat perbuatan anaknya.
Kutipan (40), (41), dan (42) memperkuat pernyataan tersebut.
(40) “Si abang mengaku terus terang bahwa si adik sakit perut dan
terpaksa berak disitu sebelum sempat mencapai kakus umum di
lobby, tingkat satu.” (Darma, 1980: 48)
(41) “Dengan tenang Jerry menjawab, bahwa kemarin sore tokh dia
belum pulang apa salahnya dia dibebani sedikit pekerjaan tambahan.
Lagi pula, katanya, Meek adalah sahabatnya semenjak kecil.”
(Darma, 1980: 48)
(42) “Setelah berkali-kali mengakui kesalahannya, dia mengatakan
bahwa dia juga sudah menelepon manajer dan Ra untuk minta maaf,
dan mereka sudah memaafkannya. Selanjutnya dia juga menyatakan
bahwa dia sudah menelepon Jerry untuk minta maaf dan
mengucapkan terima kasih, dan Jerry juga sudah memberinya maaf.”
(Darma, 1980: 43)
Dua perempuan pencabut mesin coca cola adalah salah satu pelaku aktan
penentang. Mereka secara tidak langsung menghalangi usaha tokoh saya
(subjek) untuk mencelakai keluarga M (objek). Mereka mengumpulkan tanda
tangan persetujuan dari sebagian besar penghuni apartemen untuk mematikan
dan mengeluarkan mesin coca cola dari gedung. Kedua perempuan dan
sebagian besar penghuni gedung sepakat bahwa mesin tersebut hanya
mendatangkan bencana bagi anak-anak mereka. Dan usaha kedua perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
tersebut berlawanan dengan keinginan tokoh saya yang memimpikan Martin
dan Mark jatuh tepat di atas pecahan botol coca cola. Hal itu terlihat dalam
kutipan (43) dan (44).
(43) “Dua orang perempuan berdiri dekat pintu, yang satu membawa
kertas, kemudian yang lain berbicara panjang lebar dengan nada
pidato. Katanya mesin penjual coca cola telah mendatangkan wabah
penderitaan yang luar biasa bagi orang tua anak-anak.” (Darma,
1980: 53)
(44) “Hari itu juga saya mengetahui bahwa semua mesin penjual coca
cola sudah dimatikan dan menurut plakat kecil yang dipasang di
masing-masing mesin, semua mesin itu dalam waktu singkat akan
dikeluarkan dari gedung. Cita-cita saya longsor.” (Darma, 1980: 55)
Suatu ketika tokoh saya menghantamkan batu kepada seorang bocah yang
ia kira Martin. Setelah kejadian tersebut, tokoh saya justru merasa menyesal
dan takut. Rasa menyesal sedikit menghambat usahanya dalam mencelakai
keluarga M. Kutipan (45) memperkuat pernyataan tersebut.
(45) “Saya lari terus, lalu membelok ke jalan setapak, dan sampailah saya
ke Jalan Gourley Pike. Lalu saya menyelinap ke sekian banyak jalan
sepi, dan akhirnya saya mencapai kota bawah. Lalu saya nonton
bioskop. Dan saya takut. Dan saya menyesal.” (Darma, 1980: 55)
Situasi ramai di parkiran menjelang liburan Thanksgiving menjadi
penentang bagi rencana yang telah disusun tokoh saya. Hal tersebut terlihat
dalam kutipan (46).
(46) “Tapi dasar sial, menjelang liburan Thanksgiving lapangan parkir
selalu ramai siang malam. Banyak orang memeriksa mobilnya,
membetulkan bannya, membetulkan remnya, membetulkan
lampunya, dan lain-lain.” (Darma, 1980: 55-56)
Setelah melalui berbagai macam hambatan, tokoh saya (subjek) akhirnya
mendapatkan objek. Ia mendengar berita kecelakaan yang menimpa keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
M. Peristiwa kecelakaan tersebut merupakan aktan penolong. Peristiwa
tersebut berhasil membantu tokoh saya sebagai subjek mendapatkan objek
yang selama ini ia harapkan, yakni mencelakai keluarga M.
Walaupun objek (mencelakai keluarga M) telah tercapai, tokoh tidak merasa
bahagia. Ia justru merasa bersalah dan kasihan (penentang). Lalu dirinya
bimbang dan mengalami konflik batin. Pertemuan dirinya dengan anak kecil
yang dulu ia hantam menggunakan batu menambah rasa bersalah (penentang)
tokoh saya. Rangkaian kejadian tersebut membuat batin tokoh saya tidak
tenang. Kegundahan tersebut mengubah cara pandang tokoh saya dalam
menyikapi keberadaan keluarga M. Kutipan (47) dan (48) menunjukkan hal
tersebut.
(47) “Bagaimana perasaan saya, saya sendiri tidak tahu dengan pasti.
Ketika saya membuka kotak, saya lihat banyak lembaran uang besar
di dalamnya. Dengan perasaan yang tidak jelas bagi saya sendiri,
saya memasukkan uang tiga puluh lima dolar.” (Darma, 1980: 56)
(48) “Dan lebih kurang seminggu kemudian, ketika saya sedang
menunggu elevator, ada seorang anak laki-laki berjalan sendirian
menuju elevator. [...] Ketika orang ini menanyai anak itu, tahulah
saya bahwa luka di pipinya adalah hasil perbuatan saya dulu.”
(Darma,1980: 57)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
3.1.2.2 Skema Aktansial Kedua Cerpen “Keluarga M”
Tabel 5. Skema Aktansial Kedua Cerpen “Keluarga M”
3.1.2.2.1 Tokoh Saya sebagai Subjek
Dalam skema aktansial kedua tokoh saya sebagai subjek dipengaruhi oleh
aktan pengirim, yakni rasa bersalah dan rasa kasihan. Rasa bersalah menuntut
tokoh saya mencari kedamaian batin. Dan rasa kasihan merupakan bagian dari
rasa bersalah yang mendorong tokoh saya melakukan kebaikan pada keluarga
M. Apabila tokoh saya berhasil mendapatkan kedamaian batin, secara implisit
rasa bersalah dan rasa kasihan menjanjikan sebuah penghargaan kepada aktan
subjek yaitu kedamaian, kebahagiaan, dan rasa tidak kesepian.
Rasa bersalah dan rasa kasihan menjadi pengirim dalam skema aktansial
kedua. Rasa bersalah muncul pertama kali dalam peristiwa pelemparan batu
kepada anak kecil. Perasaan tersebut muncul kembali saat tokoh saya
(Pengirim)
Rasa bersalah
dan
Rasa kasihan
(Objek)
Tokoh saya
(Penentang)
Keluarga M
(Penerima)
Ø
(Penolong)
Manajer
Warga lain
(Objek)
Kedamaian batin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
mendengar kabar jika keluarga M mengalami kecelakaan. Ia mendapatkan
konflik batin dan menyadari bahwa perbuatannya selama ini salah. Lalau ia
merasa kasihan ketika melihat seluruh anggota keluarga M cacat. Rasa bersalah
dan kasihan menginginkan tokoh saya mencari kedamaian batin (objek) dengan
berbuat kebaikan kepada mereka (seluruh anggota keluarga M). Hal tersebut
dibuktikan dalam kutipan (49) dan (50).
(49) “Saya lari terus, lalu membelok ke jalan setapak, dan sampailah saya
ke Jalan Gourley Pike. Lalu saya menyelinap ke sekian banyak jalan
sepi, dan akhirnya saya mencapai kota bawah. Lalu saya nonton
bioskop. Dan saya takut. Dan saya menyesal.” (Darma, 1980: 55)
(50) “Bagaimana perasaan saya, saya sendiri tidak tahu dengan pasti.
Ketika saya membuka kotak, saya lihat banyak lembaran uang besar
di dalamnya. Dengan perasaan yang tidak jelas bagi saya sendiri,
saya memasukkan uang tiga puluh lima dolar.” (Darma, 1980: 56)
Saat terjadi kebakaran, tokoh saya menawarkan diri untuk menggendong
Martin. Namun Mark menolak. Begitu pula saat tokoh saya menawarkan diri
mengangkat kursi roda Marion, Melvin maupun Marion menolak. Kemudian
tokoh saya berinisiatif menyampaikan ide kepada manajer tentang perlunya
jalan khusus untuk penyandang cacat menuju ke lapangan. Manajer senang
dengan usul tokoh saya dan menunjukkan bahwa dia dan warga lain telah
mengajukan usul yang sama ditambah dengan ide tentang kakus untuk orang
cacat di lobby.
(51) “Lalu saya menawarkan diri untuk menggendong Martin. Mark
menjawab: “Martin adalah adik saya. Biarlah saya gendong terus dia
selama saya masih kuat.”” (Darma 1980: 58)
(52) ““Kami sudah mengusulkan soal ini ke Pimpinan Badan Kerja Sama
Apartemen Kota,” katanya. “Bukan hanya jalan saja, tapi juga kakus
umum untuk orang cacat di lobby. Dalam waktu tidak lama pasti usul
ini sudah akan dilaksanakan,” sambunya.” (Darma, 1980: 59)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Sepuluh hari kemudian jalan khusus untuk penyandang cacat telah selesai
dikerjakan. Jalan tersebut siap untuk dilewati oleh Marion. Dan tiga minggu
kemudian kakus untuk orang cacat pun telah tersedia. Tokoh saya lantas
berinisiatif mengadakan iuran guna membeli kursi dorong bermotor. Namun
usul itu langsung ditolak oleh Melvin.
(53) “Alangkah baiknya kalau orang-orang beriuran lagi, membeli kursi
semacam itu untuk Marion, pikir saya. Malam itu saya menelepon
RA. Ia menjelaskan bahwa memang sudah ada beberapa orang yang
mempunyai keinginan sama, dan ketika keinginan ini terdengar oleh
keluarga Meek, mereka menolak keras. (Darma, 1980: 61)
Akhirnya keluarga M telah berpindah tempat tinggal. Tokoh saya (subjek)
belum sempat melakukan kebaikan yang diterima oleh keluarga M. Dengan
adanya kejadian tersebut, secara otomatis tokoh saya (subjek) gagal meraih
kedamaian batin (objek).
3.1.2.2.2 Penentang dan Penolong
Dalam skema aktansial kedua, tokoh saya sebagai subjek dipengaruhi oleh
aktan pengirim, yakni rasa bersalah dan rasa kasihan. Rasa bersalah menuntut
tokoh saya mencari kedamaian batin. Dan rasa kasihan adalah bagian dari rasa
bersalah yang mendorong tokoh saya melakukan kebaikan pada keluarga M.
Aktan penentang dan penolong menjadi bagian dari gerak subjek
mendapatkan objek. Dalam skema aktansial kedua ini, aktan penentang
ditempati oleh keluarga M. Sedangkan aktan penolong diisi oleh manajer
gedung dan warga lain. Aktan-aktan tersebut menentukan keberhasilan
pencapaian subjek dalam mendapatkan objek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Aktan penentang muncul saat tokoh saya berusaha melakukan kebaikan
terhadap keluarga M. Pertama, tokoh saya tidak diterima ketika menawarkan
diri menggendong Martin. Kedua, penolakan untuk mengangkat kursi roda
Marion datang dari Melvin dan Marion sendiri. Penolakan-penolakan tersebut
mengakibatkan tokoh saya gagal melakukan kebaikan untuk mendapatkan
kedamaian batin. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan (54) dan (55).
(54) “Berkali-kali Mark akan jatuh, tapi dia berusaha berjalan tegap lagi.
Seseorang menawarkan diri untuk menggendong Martin, tapi baik
Mark maupun Martin menolak. [...] Lalu saya menawarkan diri
untuk menggendong Martin. Mark menjawab: “Martin adalah adik
saya. Biarlah saya gendong terus dia selama saya masih kuat.””
(Darma 1980: 58)
(55) “Setelah mereka mendekati trap masuk, saya menawarkan diri ikut
mengangkat kursi dorong Marion, tapi baik Melvin maupun Marion
menolak. [...] Tawaran saya menggendong Martin ditolak lagi.”
(Darma, 1980: 59)
Dalam usaha melakukan kebaikan, tokoh saya mendapatkan bantuan.
Bantuan datang dari aktan penolong yang terdiri dari manajer gedung dan
warga lain. Manajer gedung (penolong) senang ketika mendengar usul tokoh
saya untuk membangun jalan khusus bagi penyandang cacat menuju ke
lapangan. Manajer gedung dan warga lain (penolong) menyatakan telah
mangajukan usul yang sama ditambah dengan ide tentang pengadaan kakus
untuk orang cacat di lobby. Kutipan (56) menunjukkan informasi tersebut.
(56) ““Kami sudah mengusulkan soal ini ke Pimpinan Badan Kerja Sama
Apartemen Kota,” katanya. “Bukan hanya jalan saja, tapi juga kakus
umum untuk orang cacat di lobby. Dalam waktu tidak lama pasti usul
ini sudah akan dilaksanakan,” sambunya.” (Darma, 1980: 59)
Terakhir, tokoh saya berusaha menggalang dana untuk membeli kursi
dorong bermotor. Melvin langsung menolak sesaat setelah dirinya mengetahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
adanya usulan tersebut. Akhirnya keluarga M pindah. Tokoh saya tetap gagal
mendapatkan kedamaian batin. Gerak subjek (tokoh saya) menuju objek
(kedamaian batin) gagal tercapai karena adanya penolakan terhadap kebaikan-
kebaikan yang dilakukan tokoh saya. Hal itu terlihat dalam kutipan (57).
(57) “Ia menjelaskan bahwa memang sudah ada beberapa orang yang
mempunyai keinginan sama, dan ketika keinginan ini terdengar oleh
keluarga Meek, mereka menolak keras.” (Darma, 1980: 61)
Pada cerpen “Keluarga M” terdapat dua skema aktansial yang menyusun
cerita. Dalam skema aktansial pertama disimpulkan bahwa tujuan subjek
(tokoh saya) dalam mencapai objek (mencelakai keluarga M) tercapai.
Pencapaian subjek tidak terlepas dari peran salah satu pelaku pengisi aktan
penolong, yakni peristiwa kecelakaan. Tetapi subjek tidak mendapatkan hadiah
dari pengirim (rasa tidak nyaman dan rasa benci) karena gagal menyerahkan
objek kepada pengirim. Ia tidak dapat melewati hambatan kedua dari aktan
penentang, yaitu rasa bersalah.
Sedangkan dalam skema aktansial kedua cerpen “Keluarga M” dapat
disimpulkan bahwa tujuan subjek (tokoh saya) atas objek (kedamaian batin)
tidak tercapai. Kegagalan tersebut disebabkan oleh lebih kuatnya peran aktan
penentang (keluarga M) dibandingkan dengan peran aktan penolong (manajer
gedung, dan warga lain).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
3.1.3 Skema Aktansial Cerpen “Ny. Elberhart”
Cerita pendek berjudul “Ny. Elberhart” dibangun oleh dua struktur alur.
Pembagian struktur alur tersebut menyebabkan adanya perbedaan pelaku yang
mengisi setiap fungsi aktan.
3.1.3.1 Skema Aktansial Pertama Cerpen “Ny. Elberhart”
Gambar 6. Skema Aktansial Pertama Cerpen “Ny. Elberhart”
3.1.3.1.1 Tokoh Saya Sebagai Subjek Dan Penerima
Tokoh saya merupakan tokoh utama dalam cerita “Ny. Elberhart”. Ia
menduduki fungsi aktan subjek dan penerima. Tokoh saya sebagai subjek
(Pengirim)
Rasa kesepian
Rasa kasihan
Rasa bersalah
(Penolong)
Rasa kesepian Ny.
Elberhart
Juru rawat
Pegawai kamar
rontgen
Pegawai apotik
Keterbukaan Ny.
Elberhart
Ny. Elberhart
membutuhkan objek
pelampiasan
(Penentang)
Para tetangga
Ny. Elberhart
Kehati-hatian
Ny. Elberhart
Kesehatan
tokoh saya
(Penerima)
Tokoh saya
(Objek)
Mengenal jati diri
Ny. Elberhart
(Subjek)
Tokoh saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
dipengaruhi oleh aktan pengirim berupa rasa kesepian, rasa kasihan, dan rasa
bersalah. Rasa kesepian, rasa kasihan, dan rasa bersalah menuntut tokoh saya
untuk mendapatkan objek, yaitu mengenal jati diri Ny. Elberhart. Apabila
tokoh saya berhasil mendapatkan jati diri Ny. Elberhart, secara implisit rasa
kesepian dan rasa kasihan menjanjikan sebuah penghargaan kepada aktan
penerima, yaitu kepuasan batin.
Cerpen berjudul “Ny. Elberhart” diawali dengan adegan tokoh saya yang
kesepian (pengirim pertama) merasa tertarik kepada Ny. Elberhart.
Ketertarikan berawal dari persitiwa perselisihan Ny. Elberhart dengan tukang
pos. Ketertarikan berubah menjadi rasa ingin tahu dan ingin mencampuri
kehidupan Ny. Elberhart saat melihat pekarangannya yang kotor. Hal tersebut
memunculkan perasaan kasihan di waktu yang hampir bersamaan. Kedua
perasaan tadi merupakan buah dari rasa kesepian yang menuntut tokoh saya
mengetahui jati diri Ny. Elberhart (objek). Kutipan (58) dan (59) menunjukkan
hal itu.
(58) “Memang saya tidak ingin mencampuri urusan Ny. Elberhart
dengan tukang pos, tapi peristiwa ini menimbulkan gairah saya
untuk mengetahui lebih banyak mengenai dia.” (Darma, 1980: 124)
(59) “Makin sering saya melewati jalan ini dan melihat Ny. Elberhart,
makin terganggu pikiran saya oleh kekotorannya.” (Darma, 1980:
124)
Tokoh saya yang kesepian (subjek) mulai berusaha melakukan sesuatu
terkait dengan kehidupan Ny. Elberhart. Pertama, tokoh saya menelepon
tetangga (penentang) untuk meminta mereka menegur Ny. Elberhart karena
pekarangannya yang kotor. Namun mereka semua menunjukkan reaksi negatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Lalu ia mengirimkan surat (penolong) ke koran daerah, walikota, dan terakhir
kepada Ny. Elberhart secara langsung mengenai hal yang sama.
(60) “Karena saya harus banyak beristirahat, dan di kantor saya harus
menerima tamu dari kota-kota lain, lebih dari sepuluh hari kemudian
saya baru mempunyai kesempatan untuk melewati Jalan Jefferson.
Pekarangan Ny. Elberhart nampak bersih. Ny. Elberhart sendiri
nampak capai, kurus, dan penyakitan.” (Darma, 1980: 128)
Sepuluh hari kemudian, pekarangan Ny. Elberhart telah bersih. Tetapi
kekhawatiran mulai muncul dalam benak tokoh saya. Ia menyadari tak pernah
lagi melihat tanda-tanda keberadaan Ny. Elberhart di rumahnya. Ia merasa
bersalah (pengirim ketiga) jika Ny. Elberhart jatuh sakit setelah membersihkan
pekarangannya. Rasa bersalah (pengirim ketiga) bercampur dengan rasa
kasihan (pengirim kedua) menuntut tokoh saya mengetahui kondisi Ny.
Elberhart (objek). Hal terebut terlihat dalam kutipan (61) dan (62).
(61) “Ternyata Ny. Elberhart tidak pernah nampak lagi. Siang-malam
rumahnya tutup. Lampunya juga padam. Kalau dia sakit akibat
membersihkan pekaranggannya, celaka saya. Saya berjanji akan
menelusur di mana dia kalau sampai dua atau tiga hari lagi dia belum
nampak.” (Darma, 1980: 129)
(62) “Akhirnya saya memutuskan untuk menengok Ny. Elberhart,
setelah lebih dahulu saya memesan bunga yang bagus dan mahal
harganya.” (Darma, 1980: 129)
Keinginan tokoh saya untuk mengenal jati diri Ny. Elberhart (objek)
semakin dalam. Tokoh saya menaruh curiga bahwa Ny. Elberhart mengidap
penyakit berbahaya. Ia mulai menelusuri kebenaran berdasarkan asumsi-
asumsi yang ada. Pertama, tokoh berhasil memancing keterangan dari pegawai
kamar rontgen (penolong) mengenai ginjal dan otak Ny. Elberhart yang sudah
pernah dipotret puluhan kali. Kedua, melalui pegawai apotik (penolong), ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
mendapatkan informasi bahwa obat yang dikonsumsi Ny. Elberhart adalah obat
untuk melawan infeksi. Kutipan (63), (64) dan (65) memperkuat argumentasi
tersebut.
(63) “Saya menaruh syak bahwa dia mengidap penyakit berat, entah apa.
Kalau betul dia memerlukan obat haya untuk menguatkan tubuhnya,
maka dia tidak akan minum apa-apa kecuali vitamin.” (Darma, 1980:
131)
(64) “Dari pegawai kamar rontgen saya berhasil memancing keterangan,
bahwa ginjal dan otak Ny. Elberhart sudah pernah dipotret puluhan
kali” (Darma, 1980: 132)
(65) “Saya bertambah yakin bahwa obat yang diminumnya bukan hanya
vitamin atau semacam itu, tapi juga obat untuk melawan infeksi.
Keyakinan saya dibenarkan oleh pegawai apotik.” (Darma, 1980:
132)
Tokoh saya tetap berusaha mengenal jati diri Ny. Elberhart di sela-sela
kondisi kesehatannya yang menurun (penentang). Rasa kasihan (pengirim
kedua) membuat tokoh saya setia mengunjungi dan melayani Ny. Elberhart
setelah pulang dari rumah sakit. Akhirnya, Ny. Elberhart bercerita mengenai
pribadinya. Kutipan (66), (67), dan (68) menunjukkan hal tersebut.
(66) “Makin membaik kondisi kesehatan Ny. Elberhart, makin
meragukan keadaan saya sendiri. Tapi saya masih tetap setia
mengunjunginya. Untuk membesarkan hatinya, saya tidak
menceritakan keadaan saya.” (Darma, 1980: 134)
(67) “Memang sulit untuk memancing ceritanya, tapi akhirnya saya
mengetahui, bahwa hampir saja perkawinannya dengan Carles
Elberhart dulu dibatalkan beberapa minggu sebelum mereka kawin.
Alasannya Charles menderita cacar. Gara-gara Charles, dia sendiri
ikut-ikut terserang cacar.” (Darma, 1980: 134)
(68) “Hubungannya dengan Ny. Meserole juga dia putuskan dengan
alasan sama. Kemudian dia bercerita bahwa dia tidak pernah
berbelanja pada akhir minggu, karena akhir minggu selalu ramai,
dan diantara sekian banyak orang pasti ada yang mengandung
penyakit berbahaya.” (Darma, 1980: 135)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Setelah mendengar cerita Ny. Elberhart, tokoh saya menyimpulkan
beberapa hal. Pertama, Ny. Elberhart ingin melindungi dirinya dengan cara
melemparkan kesalahan kepada orang lain (penolong). Kedua, tokoh saya
menyimpulkan bahwa Ny. Elberhart ingin dikenang setelah dirinya tiada.
Ketiga, tokoh saya yakin jika Ny. Elberhart hanya pura-pura sehat. Hal tersebut
diperlihatkan dalam kutipan (69), (70), (71), (72), dan (73).
(69) “Kadang-kadang saya berkesimpulan bahwa dia sudah linglung
karena tua. Kadang-kadang saya juga menaruh syak bahwa dia
mencurigai saya sebagai seseorang yang mengindap penyakit
berbahaya. Sebaliknya, saya juga yakin bahwa dia bersikap pura-
pura sehat.” (Darma, 1980: 135)
(70) “Sebagai orang tua, katanya dia tidak takut mati, selama matinya
disebabkan oleh umur tua, dan bukan oleh penyakit.” (Darma, 1980:
135)
(71) “Makin lama saya bergaul dengan Ny. Elbehart, makin yakin saya
bahwa dia sangat diperbudak oleh egonya. Dia ingin melindungi
dirinya dari segala kesalahan dengan jalan melemparkan sumber
kesalahan tersebut kepada orang lain.” (Darma, 1980: 135)
(72) “Meskipun dia tidak mau mengatakan terus terang, saya
berkesimpulan bahwa dia ingin namanya tetap dikenang setelah dia
tidak ada.” (Darma, 1980: 136)
(73) “Sementara itu, saya makin yakin bahwa dia sebetulnya sakit dan
pura-pura sehat. Kalau terjadi apa-apa kelak, mungkin dia akan
menjadikan saya sebagai kambing hitamnya.” (Darma, 1980: 137)
Hubungan kedua tokoh menjadi semakin dekat. Mereka merasa saling
tergantung. Tokoh saya merasa kesepian jika tidak bertemu dengan Ny.
Elberhart sedangkan Ny. Elberhart makin tergantung kepada tokoh saya.
Kedekatan hubungan yang terjalin dimanfaatkan dengan baik oleh Ny.
Elberhart. Sesuai dengan kecurigaan tokoh saya, Ny. Elberhart membutuhkan
seseorang sebagai objek pelampiasan kesalahan (penolong). Ny. Elberhart
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
menyalahkan dan menuduh tokoh saya menyebarkan bibit penyakit kencing
kepadanya. Dengan cara tersebut, ia dapat lepas tangan atas kemalangan yang
menimpa dirinya. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan (74) dan (75).
(74) “Ketika saya kencing, hampir-hampir saya tidak bisa menahan jerit
karena sakit. Untuk menahan siksaan ini, saya mengatupkan mata
rapat-rapat. Pada waktu saya membuka mata, tahulah saya bahwa air
kencing saya berwarna merah kehitam-hitaman, bagaikan darah
matang laiknya. Saya menjerit.” (Darma, 1980: 139)
(75) “Rupanya inilah saat yang dinanti-nantikan oleh Ny. Elberhart.
Begitu saya keluar dari kamar mandi dengan jalan terbongkok-
bongkok menahan rasa sakit, saya melihat dia duduk di kursi goyang
jauh dari kamar mandi, melemparkan pandangan menyalahkan saya.
“Sekarang saya tahu dengan pasti, bahwa Andalah yang
menyebarkan bibit penyakit kencing ke tubuh saya, anak muda,”
katanya.” (Darma, 1980: 139)
Pada hari Rabu pagi, tanpa sengaja tokoh saya dan Ny. Elberhart bertemu
di ruang tunggu pemeriksaan. Keduanya saling diam. Di luar dugaan, mereka
berdua kembali dipertemukan di suatu ruangan yang sama. Dalam posisi yang
bersebelahan Ny. Elberhart mengajukan permohonan maaf kepada tokoh saya.
Dia memuji-muji sikap tokoh saya dan mengutuk dirinya sendiri serta merasa
menyesal atas sikapnya selama ini. Kutipan (76) menunjukkan hal tersebut.
(76) “Di luar dugaan, dia tersenyum dengan tulus dia mengajukan
permohonan maaf andaikata selama ini tindakannya terhadap saya
tidak patut. Dia memuji-muji saya sebagai orang muda yang baik
hati, ringan tangan, dermawan, dan patut dijadikan teladan.
Kemudian dia mengutuk dirinya sendiri sebagai penakut, pengecut,
dan tidak bertanggung jawab. Dia menyatakan penyesalannya atas
sikapnya selama ini.” (Darma, 1980: 143)
Tokoh saya menyesal karena tidak sempat mengucapkan pemberian maaf
dan sekaligus meminta maaf kepada Ny. Elberhart. Akhirnya tokoh saya
menjenguk Ny. Elberhart di rumah sakit setelah dirinya terlibat pembicaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
singkat melalui telepon. Sesampainya di rumah sakit, juru rawat melarang
tokoh saya untuk menemui Ny. Elberhart. Juru rawat menyampaikan
permintaan maaf Ny. Elberhart kepada tokoh saya. Sampai pada suatu hari Ny.
Elberhart meninggal dunia. Hal itu diperlihatkan dalam kutipan (77) dan (78).
(77) “Saya menyesal mengapa saya tidak mengucapkan pemberian maaf
saya, dan sekaligus minta maaf atas segala kesalahan saya.
Bukankah surat gelap saya ikut memainkan peranan dalam
menciptakan bencana terhadap dirinya?” (Darma, 1980: 143-144)
(78) “Ketika saya datang, saya tidak diberi izin untuk menemuinya. Kata
juru rawat, keadaan Ny. Elberhart mendadak menjadi buruk, karena
itu terpaksa dia dipindah ke intensive care unit. “Sebelum dipindah,
dia menyampaikan permintaan maaf kepada Anda,” kata juru rawat
tersebut.” (Darma, 1980: 145)
Peristiwa permintaan maaf Ny. Elberhart menjadi pembenaran terhadap
asumsi-asumsi tokoh saya selama ini. Jawaban yang sama didapatkan dari
dokter yang merawat Ny. Elberhart bahwa Ny. Elberhart meninggal karena
radang otak dan dirinya juga menderita radang kandung kencing. Pembenaran-
pembenaran tersebut menjadi tanda bahwa usaha subjek (tokoh saya) untuk
mendapatkan objek (mengenal jati diri Ny. Elberhart) akhirnya tercapai.
(79) “Sementara itu, dokter yang merawat Ny. Elberhart, Henry Lenham
namanya, saya mendapat penjelasan bahwa Ny. Elberhart meninggal
karena radang otak. atas pertanyaan saya, dia mengatakan bahwa Ny.
Elberhart juga menderita radang kandung kencing.” (Darma, 1980:
145).
3.1.3.1.2 Penentang dan Penolong
Dalam cerita berjudul Ny. Elberhart aktan penentang yang pertama kali
muncul adalah para tetangga Ny. Elberhart. Para tetangga Ny. Elberhart terdiri
dari Johanson, Ny. Kaymart, dan Ny. Meserole. Penggolongan mereka ke
dalam aktan penentang dikarenakan reaksi negatif mereka terhadap keinginan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
tokoh saya. Mereka semua bersikap sama, yakni menolak untuk menegur Ny.
Elberhart terkait pekarangannya yang kotor dan menganjurkan tokoh saya
untuk mendatangi Ny. Elberhart secara langsung. Hal tersebut dibuktikan
dalam kutipan (80) dan (81).
(80) “Mula-mula saya menelepon Johanson, tetangga depan Ny.
Elberhart. Saya mengaku sebagai pegawai kotamadya. Dia
mengutuk perbuatan saya: “Datang langsung kepadanya, Bung!
Jangan mengganggu saya lagi, ya?!” Kemudian saya menelepon Ny.
Kaymart, tetangga sebelah kanan. Kali ini saya mengaku sebagai
sersan polisi. Dia juga menganjurkan saya untuk langsung
mendatangi Ny. Elberhart.” (Darma, 1980: 125)
(81) “Melalui Ny. Meserole, tetangga sebelah kiri, sya mendapatkan
penjelasan tambahan. Seperti Ny. Kaymart, dia juga mengajurkan
hendaknya saya mendatangi Ny. Elberhart sendiri.” (Darma, 1980:
126)
Dalam situasi berikutnya, penolong dan penentang muncul hampir
bersamaan. Sikap Ny. Elberhart yang berusaha berhati-hati dengan kehadiran
tokoh saya merupakan penentang. Rasa kesepian di dalam diri yang
menginginkan untuk bersahabat dengan tokoh saya adalah pelaku aktan
penolong. Tokoh saya yang menjenguk Ny. Elberhart membuat para juru rawat
(penolong) mengenal tokoh saya sebagai sahabat Ny. Elberhart. Hal tersebut
ditunjukkan dalam kutipan (82) dan (83).
(82) “Meskipun sikap dan gerakannya menunjukkan bahwa dia tidak mau
berdekatan dengan saya, mataya memancarkan sikap lain, ingin
bersahabat, andaikata saya dapat dijadikannya sahabat.” (Darma,
1980: 131)
(83) “Dan para juru rawat akhirnya mengenal saya sebagai “sahabat baik
Ny. Elberhart”. Karena itu, kapan saja saya datang, kalau perlu di
luar jam tilik, saya mendapat sambutan baik.” (Darma, 1980: 131
Kemunculan aktan berikutnya adalah aktan penolong yang diwakili oleh
pegawai kamar rontgen dan pegawai apotik. Asumsi-asumsi tokoh saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
mengenai Ny. Elberhart menemui pembenaran lewat kedua tokoh tersebut..
Hal tersebut terlihat dalam kutipan (84) dan (85).
(84) “Dari pegawai kamar rontgen saya berhasil memancing keterangan,
bahwa ginjal dan otak Ny. Elberhart sudah pernah dipotret puluhan
kali” (Darma, 1980: 132).
(85) “Saya bertambah yakin bahwa obat yang diminumnya bukan hanya
vitamin atau semacam itu, tapi juga obat untuk melawan infeksi.
Keyakinan saya dibenarkan oleh pegawai apotik.” (Darma, 1980:
132)
Kondisi kesehatan merupakan salah satu pengisi aktan penentang. Di tengah
keinginannya untuk mengetahui jati diri Ny. Elberhart, tokoh saya harus
dihadang dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Akhirnya, dibantu
dengan sikap keterbukaan (penolong) Ny. Elberhart, tokoh saya berhasil
memancing informasi mengenai jati diri Ny. Elberhart di masa lalu. Hal
tersebut ditunjukkan dalam kutipan (86) dan (87).
(86) “Makin membaik kondisi kesehatan Ny. Elberhart, makin
meragukan keadaan saya sendiri. Tapi saya masih tetap setia
mengunjunginya. Untuk membesarkan hatinya, saya tidak
menceritakan keadaan saya.” (Darma, 1980: 134)
(87) “Memang sulit untuk memancing ceritanya, tapi akhirnya saya
mengetahui, bahwa hampir saja perkawinannya dengan Carles
Elberhart dulu dibatalkan beberapa minggu sebelum mereka kawin.
Alasannya Charles menderita cacar. Gara-gara Charles, dia sendiri
ikut-ikut terserang cacar.” (Darma, 1980: 134)
Kedekatan hubungan yang terjalin dimanfaatkan dengan baik oleh Ny.
Elberhart. Sesuai dengan kecurigaan tokoh saya, Ny. Elberhart membutuhkan
seseorang sebagai objek pelampiasan kesalahan (penolong). Ny. Elberhart
menyalahkan dan menuduh tokoh saya menyebarkan bibit penyakit kencing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
kepadanya. Dengan cara tersebut, ia dapat lepas tangan atas kemalangan yang
menimpa dirinya. Hal tersebut diperlihatkan dalam kutipan (88) dan (89).
(88) “Ketika saya kencing, hampir-hampir saya tidak bisa menahan jerit
karena sakit. Untuk menahan siksaan ini, saya mengatupkan mata
rapat-rapat. Pada waktu saya membuka mata, tahulah saya bahwa air
kencing saya berwarna merah kehitam-hitaman, bagaikan darah
matang laiknya. Saya menjerit.” (Darma, 1980: 139)
(89) “Rupanya inilah saat yang dinanti-nantikan oleh Ny. Elberhart.
Begitu saya keluar dari kamar mandi dengan jalan terbongkok-
bongkok menahan rasa sakit, saya melihat dia duduk di kursi goyang
jauh dari kamar mandi, melemparkan pandangan menyalahkan saya.
“Sekarang saya tahu dengan pasti, bahwa Andalah yang
menyebarkan bibit penyakit kencing ke tubuh saya, anak muda,”
katanya.” (Darma, 1980: 139)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
3.1.3.2 Skema Aktansial Kedua Cerpen Ny. Elberhart
Gambar 7. Skema Aktansial Kedua Cerpen Ny. Elberhart
3.1.3.2.1 Tokoh Saya Sebagai Subjek
Dalam skema aktansial kedua ini, cerita bermula semenjak peristiwa
kematian Ny. Elberhart. Perasaan bersalah dan kasihan masih berpengaruh
besar sebagai motif penggerak dalam cerita. Tokoh yang merasa bersalah
karena surat gelapnya memainkan peranan penting dalam kematian Ny.
Elberhart. Ia juga menyesal karena tidak sempat memberi dan meminta maaf
kepada Ny. Elberhart. Rasa kasihan muncul bersamaan dengan momen
kematian Ny. Elberhart yang tidak menarik perhatian banyak orang. Hal
tersebut berkontradiksi dengan cita-cita Ny. Elberhart, yakni ingin dikenang
setelah tiada. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan (90), (91), dan (92).
(90) “Saya menyesal mengapa saya tidak mengucapkan pemberian maaf
saya, dan sekaligus minta maaf atas segala kesalahan saya.
(Pengirim)
Rasa kasihan
Rasa bersalah
(Penolong)
Harta
warisan
Majalah
Primo
(Penentang)
Sikap tidak
peduli orang
lain
(Subjek)
Tokoh saya
(Penerima)
Ø
(Objek)
Nama Ny.
Elberhart dikenang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Bukankah surat gelap saya ikut memainkan peranan dalam
menciptakan bencana terhadap dirinya?” (Darma, 1980: 143-144)
(91) “Dari jumlah yang hadir di Rumah kematian Allen Johnson, saya
juga mengetahui berita kematian Ny. Elberhart tidak banyak
menarik perhatian.” (Darma, 1980: 146)
(92) “Atas nasib yang demikian ini saya merasa kasihan padanya. Dan
saya merasa kasihan hanya karena kebetulan saya pernah
mengenalnya.” (Darma, 1980: 147)
Perasaan bersalah dan kasihan menjadi pengirim mendorong tokoh saya
untuk mewujudkan cita-cita Ny. Elberhart, yakni Ny. Elberhart ingin namanya
dikenang setelah tiada (objek). Pertama, dirinya menjual dan menyumbangkan
seluruh warisan Ny. Elberhart (penolong) ke Yayasan Orang-orang Tua.
Kedua, dirinya membuat puisi menggunakan nama Ny. Elberhart. Dan
berusaha mengirimkannya ke majalah-majalah agar dimuat. Majalah Primo
(penolong) memuat sebuah puisi Ny. Elberhart namun sikap orang-orang tetap
sama, mereka tidak peduli. Mereka tidak peduli (penentang) dengan Ny.
Elberhart seperti majalah Primo yang mereka perlakukan layaknya sampah.
(93) “Melalui pengacaranya, warisan Ny. Elberhart saya serahkan kepada
Yayasan Orang-orang Tua. Juga melalui pengacaranya, rumah di
Jalan Jefferson saya jual, dan hasilnya saya sumbangkan ke yayasan
tersebut.” (Darma, 1980: 147)
(94) “Jawaban atas pertanyaan saya sudah tersedia: saya akan menulis
puisi, dan saya akan mengatakan bahwa puisi ini adalah karya Ny.
Elberhart.” (Darma, 1980: 148)
Sikap orang-orang yang tidak menganggap penting nama Ny. Elberhart dan
sikap orang-orang yang memperlakukan majalah Primo bagaikan sampah
merupakan tanda kegagalan tokoh saya sebagai subjek. Tokoh saya gagal
mewujudkan cita-cita Ny. Elberhart, namanya dikenang setelah tiada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
3.1.3.2.2 Penentang dan Penolong
Dalam skema aktansial kedua ini, aktan penentang ditempati oleh sikap
tidak peduli orang lain sedangkan aktan penolong diisi oleh harta warisan Ny.
Elberhart dan Majalah Primo. Struktur cerita alur kedua ini bermula semenjak
peristiwa kematian Ny. Elberhart. Perasaan bersalah dan kasihan masih
berpengaruh besar sebagai motif penggerak dalam cerita. Tokoh yang merasa
bersalah karena surat gelapnya memainkan peranan penting dalam kematian
Ny. Elberhart. Ia juga menyesal karena tidak sempat memberi dan meminta
maaf kepada Ny. Elberhart. Rasa kasihan muncul bersamaan dengan momen
kematian Ny. Elberhart yang tidak menarik perhatian banyak orang. Hal
tersebut berkontradiksi dengan cita-cita Ny. Elberhart, yakni ingin dikenang
setelah tiada.
Rasa bersalah dan penyesalan membuat tokoh saya mengambil tanggung
jawab untuk mewujudkan cita-cita Ny. Elberhart. Pertama, ia mencoba
memanfaatkan harta warisan Ny. Elberhart (penolong). Tokoh saya mencoba
menyumbangkan harta warisan Ny. Elberhart. Ia berharap nama Ny. Elberhart
dikenang karena kebaikannya terhadap sesama. Kutipan (95) menunjukkan hal
tersebut.
(95) “Melalui pengacaranya, warisan Ny. Elberhart saya serahkan kepada
Yayasan Orang-orang Tua. Juga melalui pengacaranya, rumah di
Jalan Jefferson saya jual, dan hasilnya saya sumbangkan ke yayasan
tersebut.” (Darma, 1980: 146-147)
Keberadaan aktan penolong (harta warisan) tidak banyak membantu.
Banyaknya nama penyumbang membuat nama Ny. Elberhart tenggelam di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
antara nama para penyumbang. Seketika kebaikannya tidak bernilai. Hal
tersebut dibuktikan dalam kutipan (96).
(96) “Dan sebagai penyumbang di antara sekian banyak penyumbang
lain, tentu namanya cepat dilupakan orang.” (Darma, 1980: 146-147)
Tokoh saya merasa kasihan dengan nasib Ny. Elberhart. Ia kemudian
mencari cara lain agar nama Ny. Elberhart dapat dikenang. Tokoh saya berniat
menulis puisi dan menerbitkannya menggunakan nama Ny. Elberhart. Dengan
jalan ini, orang-orang akan mudah mengetahui dan mengenal Ny. Elberhart
sebagai seseorang yang menulis puisi. Kutipan (97) dan (98) memperlihatkan
hal tersebut.
(97) “Atas nasib yang demikian ini saya merasa kasihan padanya. Dan
saya merasa kasihan hanya karena kebetulan saya pernah
mengenalnya.” (Darma, 1980: 147)
(98) “Jawaban atas pertanyaan saya sudah tersedia: saya akan menulis
puisi, dan saya akan mengatakan bahwa puisi ini adalah karya Ny.
Elberhart.” (Darma, 1980: 148)
Lalu tokoh saya menulis puisi dan berusaha mengirimkannya ke berbagai
majalah. Akhirnya, sebuah majalah, bernama Primo (penolong) memuat puisi
tokoh saya. Tokoh saya merasa bahagia karena telah membantu Ny. Elberhart
meraih apa yang diinginkan. Namun sikap orang-orang terhadap keberadaan
majalah tersebut sangat jauh dari harapan. Mereka hanya membuka-buka tanpa
peduli dengan puisi atau isi di dalamnya. Bagi mereka, keberadaan Ny.
Elberhart seperti Majalah Primo yang mereka perlakukan selayaknya sampah.
Ketidakpedulian orang lain merupakan aktan penentang yang menghalangi
tokoh saya untuk membuat nama Ny. Elberhart dikenang (objek). Hal tersebut
dibuktikan dalam kutipan (99), (100), dan (101).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
(99) “Setelah membuka-buka majalah ini tahulah saya, bahwa sebuah
puisi Ny. Elberhart dimuat. Saya gembira. Andaikata Ny. Elberhart
masih hidup, tentu dia juga gembira, dan mungkin dia meninggal
dengan hati tenang.” (Darma, 1980: 150-151)
(100) “Dalam perjalanan pulang saya makin merasakan bahwa Ny.
Elberhart tidak mempunyai arti apa-apa. Di beberapa tempat saya
melihat majalah Primo dibuang di pinggir jalan atau di tong sampah,
dan lumat dimakan sisa-sisa hujan.” (Darma, 1980: 151)
(101) “Satu di antara mereka masih sudi membuka-buka majalah itu
sebentar, melihat-lihat sepintas lalu beberapa iklan, lalu
melemparkannya ke tong sampah. Dan yang lain langsung
melemparkannya ke tong sampah.” (Darma, 1980: 151)
Pada cerpen “Ny. Elberhart” terdapat dua skema aktansial yang menyusun
cerita. Dalam skema aktansial pertama disimpulkan bahwa tujuan subjek
(tokoh saya) mendapatkan objek (mengenal jati diri Ny. Elberhart) tercapai.
Pencapaian tersebut membuat tokoh saya menempati aktan penerima dan
mendapatkan hadiah dari pengirim, yakni kepuasan batin. Selain itu,
keberhasilan pencapaian subjek tidak terlepas dari peran aktan penolong. Dan
dengan adanya keberhasilan tersebut tujuan aktan penentang untuk
menghalangi gerak subjek, gagal terlaksana.
Sedangkan dalam skema aktansial kedua cerpen “Ny. Elberhart” dapat
disimpulkan bahwa tujuan subjek (tokoh saya) atas objek (membuat nama Ny.
Elberhart dikenang) tidak tercapai. Kegagalan tersebut disebabkan oleh sikap
tidak peduli orang lain yang menempati aktan penghalang lebih dominan
dibandingkan dengan aktan penolong dan pengaruh aktan pengirim terhadap
subjek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
3.2 Kajian Skema Fungsional
3.2.1 Skema Fungsional Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
Tabel 8. Skema Fungsional Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
Situasi awal
1. Lingkungan tempat tinggal yang membatasi interaksi sosial
2. Rasa kesepian tokoh saya (pengirim).
Transformasi
Tahap Uji Kecakapan
1. Penolakan tokoh saya terhadap rasa kesepiannya.
2. Usaha tokoh saya mengenal lelaki tua tanpa nama
3. Usaha tokoh saya mendapatkan penerimaan diri
4. Pembunuhan lelaki tua tanpa nama
Transformasi
Tahap Utama
1. Kematian lelaki tua tanpa nama
2. Penerimaan diri tokoh saya oleh Ny. MacMillan dan Ny. Nolan
Transformasi
Tahap Kegemilangan
-
Situasi akhir
1. Kegagalan mengenal lelaki tua tanpa nama (representasi objek)
2. Penerimaan diri tokoh saya oleh Ny. MacMillan dan Ny. Nolan.
3. Penerimaan diri tokoh saya berdasarkan sebuah kepentingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Situasi awal dimulai dengan penggambaran lingkungan tempat tinggal
tokoh saya. Tokoh saya tinggal di lingkungan yang membatasi segala bentuk
interaksi sosial. Hal tersebut tercermin dari sikap para tokoh yang tidak peduli
dengan urusan orang lain. Dengan adanya pembatasan dalam segala bentuk
interaksi sosial, tokoh saya merasa terisolasi dan kesepian. Rasa kesepian
(pengirim) menuntut tokoh saya mencari penerimaan diri dari orang lain
(objek).
Transformasi tahap uji kecakapan ditandai dengan tokoh saya sebagai
subjek berusaha mendapatkan objek, penerimaan diri. Dengan berusaha
mencari suatu hal penting untuk dibicarakan, ia berharap dapat diterima oleh
orang lain. Ia menelepon pemilik Toko Marsh, Ny. MacMillan, dan Ny. Nolan
dengan alasan yang diada-adakan.
Kemunculan lelaki tua tanpa nama membuka harapan bagi tokoh saya untuk
mendapatkan penerimaan diri dari seseorang. Tokoh saya sebagai subjek
berusaha memancing informasi tentang lelaki tua tanpa nama kepada pemilik
Toko Marsh, Ny. MacMillan dan Ny. Nolan. Ia mencoba meminta bantuan Ny.
Casper agar dapat dihubungkan dengan lelaki tua tanpa nama. Tokoh saya juga
menulis surat yang berisi ajakan kepada lelaki tua tanpa nama (representasi
objek) untuk saling mengenal. Di lain kesempatan, tokoh saya memberikan
informasi dan memancing informasi dari Ny. Nolan terkait sosok lelaki tua
tanpa nama yang membawa pestol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Tokoh saya sebagai subjek terus berusaha mendapatkan penerimaan diri
dari orang lain. Ia terpaksa harus mengarang informasi kepada Ny. MacMillan
dan Ny. Nolan tentang suara tembakan. Tokoh saya mengaku bahwa ia
mendengar suara tembakan bersumber dari loteng Ny. Casper. Apa yang ia
lakukan adalah sebuah usaha untuk mencari perhatian orang lain. Namun Ny.
MacMillan dan Ny. Nolan memperlihatkan sikap tidak peduli.
Tokoh saya yang ingin mengenal lelaki tua tanpa nama, berusaha mencari
informasi melalui tokoh-tokoh lain. Ia menanyakan lelaki tua tanpa nama
(representasi objek) kepada pemilik toko. Pemilik toko Marsh memberikan
sedikit infomasi mengenai lelaki tua tanpa nama. Di lain kesempatan, tokoh
saya bertemu supir taksi yang menceritakan perihal latar belakang sosok lelaki
tua tanpa nama.
Transformasi tahap utama ditandai dengan hasil usaha subjek mendapatkan
objek. Dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, lelaki tua tanpa nama sebagai
representasi objek mati dibunuh oleh Ny. Nolan. Di sisi lain, peristiwa
pembunuhan lelaki tua tanpa nama memunculkan penerimaan diri tokoh saya
oleh Ny. MacMillan dan Ny. Nolan. Penerimaan tersebut ditandai saat mereka
memberikan keterangan terkait peristiwa pembunuhan sosok lelaki tua tanpa
nama. Ny. MacMillan dan Ny. Nolan menggunakan informasi yang
disampaikan tokoh saya untuk membela posisi Ny. Nolan yang tersudut akibat
membunuh lelaki tua tanpa nama.
Situasi akhir ditandai dengan keberhasilan tokoh saya (subjek)
mendapatkan penerimaan diri dari orang lain. Ny. MacMillan dan Ny. Nolan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
mengakui keberadaan tokoh saya karena mereka menggunakan informasi yang
disampaikan oleh tokoh saya untuk membela posisi Ny. Nolan yang tersudut
akibat membunuh sosok lelaki tua tanpa nama. Dengan ini tokoh saya berhak
atas rasa keramaian (oposisi rasa kesepian) yang berelasi dengan nilai
kebersamaan.
Pengaruh aktan pengirim terlihat sejak situasi awal hingga situasi akhir
karena alur berhasil mencapai transformasi tahap utama. Pada situasi awal
lingkungan yang membatasi setiap interaksi sosial menciptakan rasa kesepian
dalam diri tokoh saya (pengirim). Rasa kesepian tersebut terus mendorong
tokoh saya untuk melewati halangan dari para penentang. Akhirnya subjek
berhasil mendapatkan objek. Situasi akhir ditandai dengan penerimaan diri
tokoh saya oleh Ny. MacMillan dan Ny. Nolan.
3.2.2 Skema Fungsional Cerpen “Keluarga M”
Terdapat dua skema fungsional dalam cerpen berjudul “Keluarga M”.
Adanya dua skema fungsional dikarenakan terdapat dua struktur alur yang
menyusun cerita pendek “Keluarga M”.
3.2.2.1 Skema Fungsional Pertama Cerpen “Keluarga M”
Tabel 9. Skema fungsional Pertama Cerpen “Keluarga M”
Situasi awal
1. Kenyamanan hidup tokoh saya
Transformasi
Uji kecakapan
1. Perselisihan tokoh saya dengan keluarga M
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Situasi awal dimulai dengan gambaran mengenai kenyamanan hidup tokoh
saya. Tokoh saya merasa nyaman dengan kehidupannya yang sendiri dan
dikelilingi oleh anak-anak yang tinggal di lingkungan yang sama. Namun
kenyamanan hidup tokoh saya terusik oleh peristiwa beret cat mobil miliknya.
Dari situlah kehidupannya terganggu. Ia sangat membenci sang pelaku
perusakan cat mobilnya dan berniat menemukannya.
Transformasi tahap uji kecakapan ditandai dengan tokoh saya sebagai
subjek berusaha mendapatkan objek, mencelakai keluarga M. Tokoh saya
mencurigai kakak beradik yang sering bertindak agresif sebagai sang pelaku.
Akhirnya tokoh saya menemukan cacat baru pada mobilnya. Ia memergoki
kakak beradik tersebut dengan sebuah paku di tangan tak jauh dari mobilnya.
Tokoh saya melabrak mereka dan ingin dipertemukan dengan orang tua
mereka. Mark (kakak) membela sang adik (Martin) dengan penyangkalan.
2. Kebencian tokoh saya terhadap keluarga M yang semakin kuat
3. Usaha tokoh saya mencelakai keluarga M
Transformasi
Tahap Utama
1. Kecelakaan yang dialami oleh keluarga M
2. Konflik batin yang dialami tokoh saya
Transformasi
Tahap Kegemilangan
-
Situasi akhir
1. Konflik batin yang dialami tokoh saya
2. Perubahan sikap tokoh saya terhadap keluarga M
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Melvin Meek (orang tua Martin dan Mark) tidak gentar saat menghadapi
tokoh saya. Melvin menyangkal tuduhan yang dialamatkan kepada anaknya.
Baginya tuduhan itu tidak berdasar karena anaknya telah ia didik sedemikian
rupa sehingga tidak mungkin melakukan perusakan seperti yang dituduhkan
tokoh saya.
Tokoh saya kemudian menelepon RA (Ressident Assistant) untuk
memberitakan kekurangajaran perbuatan anak Melvin Meek. RA yang
mendapat keluhan tersebut mengaku tidak dapat berbuat apa-apa dan
menyarankan agar tokoh saya melaporkan ke polisi.
Semenjak kejadian pertentangan tersebut, rasa benci dan dendam tokoh saya
kepada keluarga Meek (keluarga M) tumbuh. Ia ingin melihat keluarga M
mengalami celaka (objek). Setiap kesempatan digunakan tokoh saya untuk
mencari kesalahan atau pun celah untuk mencelakai anggota keluarga M.
Kejadian Martin berak di celana coba dimanfaatkan tokoh saya. Ia memaki-
maki Mark dan Martin. Namun datang tokoh Jerry yang menghalangi usaha
tokoh saya. Tokoh saya juga mengutuk perbuatan Melvin karena telah
menggelapkan kunci apartemen sehingga anaknya tidak bisa masuk dan
perbuatan anaknya yang berak sembarangan.
Tokoh saya masih memikirkan cara mencelakai keluarga M. Lalu ia
mempunyai ide untuk mendatangkan mesin penjual coca cola. Hal ini bertujuan
agar Mark atau Martin suatu ketika jatuh hingga kepalanya mengenai pecahan
botol. Namun cara tersebut menemui kegagalan. Tokoh saya mengetahui
bahwa Martin dan Mark kekurangan makanan. Lalu ia berusaha membuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
mereka menderita dengan cara mengiming-imingi mereka makanan. Tokoh
saya berhasil melemparkan batu kepada seorang bocah. Tapi bocah tersebut
bukan sang adik. Dan suatu ketika ia berinisiatif ingin memasukkan pasir ke
dalam tangki bensin, dan menggemboskan ban mobilnya. Namun keadaan di
lapangan parkir menghalangin subjek untuk berbuat demikian.
Pada transformasi tahap utama tokoh saya mendapati berita keluarga M
mengalami kecelakaan. Bukannya merasa bahagia karena tujuannya tercapai
(keluarga M celaka) namun tokoh saya justru merasa bersalah. Ia merasa
kasihan mendapati fakta bahwa keluarga M akan hidup cacat seumur hidup.
Situasi akhir ditandai dengan tokoh saya yang merasa bersalah dan kasihan
terhadap keluarga M yang mengalami kecelakaan dan cacat seumur hidup.
Rasa bersalah, rasa kasihan, dan rasa kesepian yang baru pertama kali ia
rasakan mengubah cara pandang tokoh saya terhadap kehadiran keluarga M.
Pengaruh aktan pengirim terlihat sejak situasi awal hingga situasi akhir
karena alur berhasil mencapai transformasi tahap utama. Pada situasi awal,
rusaknya cat mobil menciptakan rasa benci dalam diri tokoh saya (pengirim).
Rasa benci tersebut terus mendorong tokoh saya untuk mendapatkan objek
(mencelakai keluarga M). Tokoh saya terus berusaha melewati halangan dari
para penentang. Dan akhirnya subjek berhasil mendapatkan objek. Dalam
proses penyerahan objek kepada pengirim, subjek gagal melewati halangan
penentang. Sehingga subjek gagal mendapatkan hadiah atau menjadi penerima.
Situasi akhir ditandai dengan perubahan cara pandang tokoh saya terhadap
keluarga M.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
3.2.2.2 Skema Fungsional Kedua Cerpen “Keluarga M”
Tabel 10. Skema Fungsional Kedua Cerpen “Keluarga M”
Situasi awal menceritakan tentang sikap tokoh saya yang ingin mencelakai
keluarga M. Sikap tersebut berubah saat tokoh saya mengetahui bahwa seluruh
anggota keluarga M akan mengalami cacat seumur hidup. Tokoh saya merasa
bersalah dan kasihan. Perasaan tersebut mengguncang batin tokoh saya dan
memunculkan perubahan sikap terhadap keluarga M. Tokoh saya ingin
membalas segala keburukan yang pernah ia lakukan kepada keluarga M.
Situasi awal
1. Keinginan tokoh saya mencelakai keluarga M
2. Konflik batin dan perubahan sikap tokoh saya
Transformasi
Uji kecakapan
1. Kebaikan-kebaikan tokoh saya
2. Penolakan dari keluarga M
Transformasi
Tahap Utama
_
Transformasi
Tahap Kegemilangan
_
Situasi akhir
1. Kegagalan tokoh saya mendapatkan kedamaian diri
2. Kepergian dan kedatangan para penghuni gedung
3. Kesendirian tokoh saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Dengan jalan ini, ia berharap mendapatkan kedamaian batin (objek) di tengah-
tengah konflik batin yang ia rasakan.
Transformasi tahap uji kecakapan dimulai dengan usaha-usaha tokoh saya
(subjek) untuk membantu keluarga M. Pertama, tokoh saya berusaha
membantu Mark untuk menggendong adiknya. Kedua, tokoh saya berusaha
membantu mengangkat kursi dorong Marion. Namun usaha tersebut menemui
penolakan. Lalu tokoh saya mengusulkan pembangunan jalan khusus untuk
orang cacat kepada manajer gedung. Ternyata manajer gedung sudah
mengusulkan hal tersebut ke Pimpinan Badan Kerja Sama Apartemen Kota.
Akhirnya ide tersebut terwujud. Langkah selanjutnya tokoh saya berinisiatif
mengajak orang-orang beriuran untuk membeli kursi dorong bermotor. Namun
setelah ide tersebut terdengar oleh keluarga Meek, mereka menyatakan
menolak.
Situasi akhir ditandai dengan kepindahan keluarga M dari gedung
apartemen. Kepindahan tersebut memutus kontak antara keluarga M dengan
tokoh saya. Tokoh saya yang merasa bersalah tidak banyak melakukan
kebaikan untuk keluarga M. Setelah keluarga M pindah, penghuni lain ikut
pindah dan tokoh saya tetap sendiri dengan perasaan kesepian dan bersalahnya.
Pengaruh aktan pengirim hanya terlihat dalam situasi awal saat mendorong
subjek memperoleh objek. Pada transformasi tahap uji kecakapan subjek gagal
melewati penentang dan gagal mendapatkan objek. Hal ini dikarenakan aktan
penentang mendominasi gerak cerita. Situasi akhir ditandai dengan tokoh saya
yang tetap merasa bersalah dan tidak mendapatkan kedamaian batin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
3.2.3 Skema Fungsional Cerpen “Ny. Elberhart”
Terdapat dua skema fungsional dalam cerpen berjudul “Ny. Elberhart”.
Adanya dua skema fungsional dikarenakan terdapat dua struktur alur yang
menyusun cerita pendek “Ny. Elberhart”.
3.2.3.1 Skema Fungsional Pertama Cerpen “Ny. Elberhart”
Tabel 11. Skema Fungsional Pertama Cerpen “Ny. Elberhart”
Situasi Awal
1. Ketertarikan tokoh saya terhadap sosok Ny. Elberhart
2. Keingintahuan tokoh saya terhadap jati diri Ny. Elberhart
Transformasi
Tahap Uji Kecakapan
1. Usaha tokoh saya mengetahui jati diri Ny. Elberhart
2. Potongan informasi tentang jati diri Ny. Elberhart
3. Tuduhan Ny. Elberhart terhadap tokoh saya
Transformasi
Tahap Utama
1. Permintaan maaf Ny. Elberhart
2. Penyesalan diri tokoh saya
3. Meninggalnya Ny. Elberhart
Transformasi
Tahap Kegemilangan
-
Situasi Akhir
1. Permintaan maaf Ny. Elberhart sebagai pembenaran jati dirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
2. Penyesalan diri tokoh saya
3. Kematian Ny. Elberhart dan harta warisan
4. Potongan informasi tentang Ny. Elberhart yang tersisa
Situasi awal cerita dimulai dengan suatu insiden yang menarik perhatian
tokoh saya. Peristiwa Ny. Elberhart yang menuduh tukang pos menggelapkan
suratnya menimbulkan gairah pada tokoh saya untuk mengetahui Ny. Elberhart
lebih jauh. Keingintahuan tokoh saya mulai mengarah kepada keinginan
mencampuri kehidupan Ny. Elberhart saat melihat pekarangannya yang kotor.
Dan memunculkan perasaan kasihan di waktu yang hampir bersamaan. Kedua
perasaan tersebut adalah buah dari rasa kesepian yang menuntut tokoh saya
mengetahui jati diri Ny. Elberhart (objek).
Tahap transformasi uji kecakapan ditandai oleh tokoh saya yang berusaha
menjalin relasi dengan Ny. Elberhart. Langkah awal yang ia lakukan adalah
menelepon tetangga-tetangga Ny. Elberhart, menganjurkan mereka untuk
menegurnya. Langkah berikutnya yang dilakukan tokoh saya adalah mengirim
surat kepada koran daerah dan wali kota. Terakhir, tokoh saya mengirimkan
surat langsung kepada Ny. Elberhart. Surat tersebut membantu tokoh saya
menyingkirkan kekotoran pekarangan milik Ny. Elberhart.
Setelah sepuluh hari tidak melewati Jalan Jefferson, tokoh saya melihat
pekarangan yang mengganggu pikirannya telah bersih. Tokoh saya merasa
bertanggung jawab apabila Ny. Elberhart jatuh sakit akibat membersihkan
pekarangannya. Ia merasa bersalah dan memutuskan untuk menengok Ny.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Elberhart setelah menelepon beberapa tetangga guna mencari informasi. Usaha
tersebut ia lakukan agar tokoh saya dapat dengan mudah mengetahui dan
mengenali Ny. Elberhart.
Ny. Elberhart sangat berhati-hati dengan kedatangan tokoh saya saat
menjenguknya. Namun, ia tidak bisa menampik bahwa rasa kesepian
membuatnya ingin bersahabat dengan tokoh saya. Bahkan Ny. Elberhart
merasa kecewa ketika suatu kali tokoh saya tidak dapat hadir menjenguknya.
Tokoh saya hanya berasumsi terkait jati diri Ny. Elberhart. Ia meyakini Ny.
Elberhart menderita penyakit berat. Tokoh saya mendapatkan berbagai macam
keterangan dari pegawai kamar rontgen dan pegawai laboratorium. Mereka
menceritakan bahwa otak dan ginjal Ny. Elberhart pernah dipotret puluhan
kali, sumsum tulang belakangnya pernah diambil untuk diperiksa, serta darah
dan kencingnya sering kali diperiksa. Kemudian tokoh saya mendapatkan
pembenaran bahwa obat yang diminum Ny. Elberhart adalah obat untuk
melawan infeksi. Dari sorot matanya, tokoh saya menyadari bahwa Ny.
Elberhart menderita penyakit yang berat.
Tokoh saya akhirnya berhasil memancing Ny. Elberhart untuk bercerita.
Dari cerita yang ia sampaikan, tokoh saya berkesimpulan bahwa sosok Ny.
Elberhart selalu diperbudak oleh egonya karena ingin melindungi dirinya
sendiri dari segala kesalahan dengan jalan melemparkan sumber kesalahan
kepada orang lain. Selain itu, tokoh saya berasumsi bahwa Ny. Elberhart ingin
namanya dikenang setelah dirinya meninggal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Hubungan tokoh saya dengan Ny. Elberhart semakin dekat. Kedekatan
mereka mengarah kepada hubungan yang saling membutuhkan, namun
hubungan tersebut lebih condong menjadikan tokoh saya sebagai korban.
Pada suatu hari tokoh saya memergoki Ny. Elberhart merasa kesakitan.
Untuk menutupi hal tersebut, Ny. Elberhart mengaku baik-baik saja dan hanya
merasa teralalu lelah karena sudah tua. Beberapa saat kemudian tokoh saya
merasa kesakitan dan terbongkok-bongkok menuju kamar mandi. Ketika
kencing, tokoh saya menyadari bahwa kencingnya berwarna merah kehitam-
hitaman. Dirinya menjerit. Dengan adanya kejadian tersebut, Ny. Elberhart
menuduh tokoh saya menyebarkan penyakit kencing ke tubuhnya. Ia merasa
puas karena tebakan dan kecurigaannya kepada tokoh saya benar.
Transformasi tahap utama dimulai ketika tokoh saya dan Ny. Elberhart
bertemu di sebuah ruang tunggu pemeriksaan. Mereka saling diam. Saat
mereka ditempatkan bersebelahan di ruang pemeriksaan, Ny. Elberhart
meminta maaf dan menyatakan penyesalannya atas segala sikapnya selama ini
kepada tokoh saya. Ia memuji tokoh saya sebagai sosok yang patut dijadikan
teladan. Hal tersebut merupakan bentuk pembenaran atas segala asumsi tokoh
saya tentang jati diri Ny. Elberhart. Namun karena obat bius, tokoh saya tidak
sempat mengucapkan maaf dan meminta maaf kepada Ny. Elberhart.
Situasi akhir dalam skema fungsional pertama ini adalah tokoh saya yang
merasa menyesal karena tidak sempat mengucapkan pemberian maaf dan
permintaan maaf. Kepastian dirinya tidak menderita kanker juga menjadi
situasi yang anti-klimaks. Tokoh saya akhirnya menelepon Ny. Elberhart dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
berniat untuk menjenguknya. Namun dirinya tidak dapat bertemu Ny.
Elberhart.
Situasi memburuk dan Ny. Elberhart akhirnya meninggal. Dalam surat
wasiatnya, Ny. Elberhart mewariskan seluruh hartanya kepada tokoh saya.
Melalui dokter yang merawat Ny. Elberhart, tokoh saya mengetahui penyebab
kematian Ny. Elberhart.
Pengaruh aktan pengirim terlihat sejak situasi awal hingga situasi akhir
karena alur berhasil mencapai transformasi tahap utama. Pada situasi awal
pengirim (rasa kesepian, rasa kasihan, rasa bersalah) memperlihatkan
pengaruhnya untuk mendorong subjek (tokoh saya) memperoleh objek
(mengenal jati diri Ny. Elberhart). Pada transdormasi tahap uji kecakapan
subjek (tokoh saya) dihadang oleh pelaku aktan penentang. Namun, pelaku
aktan penolong membantu subjek dalam mendapatkan objek. Pada
transformasi tahap utama, tokoh saya berhasil mengenal jati diri Ny. Elberhart
melalui pembenaran berupa permintaan maaf dari Ny. Elberhart. Situasi akhir
ditandai oleh berakhirnya hubungan tokoh saya dengan Ny. Elberhart dan
informasi yang tersisa tentang jati diri Ny. Elberhart.
3.2.3.2 Skema Fungsional Kedua Cerpen “Ny. Elberhart”
Tabel 12. Skema Fungsional Kedua Cerpen “Ny. Elberhart”
Situasi Awal
1. Permintaan maaf Ny. Elberhart
2. Penyesalan tokoh saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
3. Kematian Ny. Elberhart dan harta warisan yang ia sumbangkan
Transformasi
Tahap Uji Kecapakan
1. Sumbangan harta warisan kepada Yayasan Orang-orang Tua
2. Nama Ny. Elberhart yang mudah dilupakan
3. Tokoh saya yang peduli terhadap Ny. Elberhart
4. Majalah Primo dan tidak bernilainya nama Ny. Elberhart
Transformasi
Tahap Utama
-
Transformasi
Tahap Kegemilangan
-
Situasi Akhir
1. Tidak bernilainya nama Ny. Elberhart
2. Tiak pentingnya majalah Primo dan nama Ny Elberhart
Situasi awal dalam skema fungsional kedua dimulai sejak peristiwa
kematian Ny. Elberhart. Tokoh yang merasa bersalah karena surat gelapnya
memainkan peranan penting dalam kematian Ny. Elberhart. Rasa kasihan
muncul diikuti oleh momen di mana kematian Ny. Elberhart tidak menarik
perhatian banyak orang. Hal tersebut berkontradiksi dengan cita-cita Ny.
Elberhart, yakni dirinya ingin dikenang setelah tiada.
Tahap transformasi uji kecakapan ditandai dengan tokoh saya yang
berusaha melakukan sesuatu agar nama Ny. Elberhart dikenang banyak orang.
Pertama, dirinya menjual dan menyumbangkan seluruh warisan Ny. Elberhart
ke Yayasan Orang-orang tua. Kedua, dirinya membuat puisi menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
nama Ny. Elberhart. Dan berusaha mengirimkannya ke majalah-majalah agar
dimuat. Majalah Primo memuat sebuah puisi Ny. Elberhart, namun sikap
orang-orang tetap sama, mereka tidak peduli. Mereka tidak peduli dengan Ny.
Elberhart seperti majalah Primo yang mereka perlakukan layaknya sampah.
Situasi akhir dalam skema fungsional kedua meliputi sikap orang-orang
yang tidak menganggap penting nama Ny. Elberhart. Dan orang-orang
memperlakukan majalah tersebut selayaknya sampah.
Pengaruh aktan pengirim tidak dominan dalam skema fungsional kedua ini.
Pada situasi awal, perasaan bersalah dan perasaan kasihan muncul dikarenakan
faktor kedekatan subjek dengan tokoh Ny. Elberhart. Usaha subjek dalam tahap
uji kecakapan mendapatkan tantangan yang kuat dari penentang (sikap tidak
peduli orang lain). Akibatnya subjek tidak dapat melewati transformasi tahap
uji kecakapan dan gagal mendapatkan objek (membuat nama Ny. Elberhart
dikenang orang lain) yang menjadi tujuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
3.3 Rangkuman
Analisis skema aktansial dalam cerpen ”Lelaki Tua Tanpa Nama”
menunjukkan bahwa subjek (tokoh saya) berhasil mendapatkan objek
(penerimaan diri). Pencapaian tersebut tidak terlepas dari peran krusial sebuah
pelaku aktan penolong, yakni kepentingan.
Pada cerpen “Keluarga M”, terdapat dua skema aktansial yang menyusun
cerita. Analisis skema aktansial pertama cerpen “Keluarga M” subjek (tokoh
saya) berhasil mendapatkan objek (mencelakai keluarga M) dengan bantuan
dari pelaku aktan penolong, yakni peristiwa kecelakaan. Namun, subjek tidak
mendapatkan hadiah dari pengirim karena usaha subjek menyerahkan objek
kepada pengirim dihalangi oleh pelaku aktan penentang (rasa bersalah).
Sedangkan dalam skema aktansial kedua cerpen “Keluarga M” dapat
disimpulkan bahwa subjek (tokoh saya) gagal mendapatkan objek (kedamaian
batin). Hal tersebut disebabkan oleh peran aktan penentang (penolakan
keluarga M) yang lebih mendominasi dibandingkan dengan peran aktan
penolong dan aktan pengirim (manajer gedung, dan warga lain).
Pada cerpen “Ny. Elberhart” terdapat dua skema aktansial yang menyusun
cerita. Analisis skema aktansial pertama dalam cerpen “Ny. Elberhart”
menunjukkan gerak positif karena subjek (tokoh saya) berhasil mendapatkan
objek (mengenal jati diri Ny. Elberhart). Pencapaian tersebut membuat tokoh
saya menempati aktan penerima dan mendapatkan hadiah dari pengirim, yakni
kepuasan batin. Keberhasilan pencapaian subjek tidak terlepas dari peran aktan
penolong. Sedangkan dalam skema aktansial kedua cerpen “Ny. Elberhart”
dapat disimpulkan bahwa tujuan subjek (tokoh saya) atas objek (membuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
nama Ny. Elberhart dikenang) tidak tercapai. Kegagalan tersebut disebabkan
oleh sikap tidak peduli orang lain yang menempati aktan penghalang lebih
dominan dibandingkan dengan aktan penolong dan usaha-usaha yang
dilakukan oleh subjek (tokoh saya).
Analisis skema fungsional dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
menunjukkan alur cerita mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya
berhasil mendapatkan objek sebagai subjek sekaligus penerima. Cerpen
“Keluarga M” memiliki dua skema fungsional. Dalam skema fungsional
pertama, alur berhasil mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya
berhasil mencelakai keluarga M. Namun dirinya gagal mendapatkan hadiah
dari pengirim. Dalam skema fungsional kedua, alur berhenti pada tahap
transformasi tahap uji kecakapan. Tokoh saya gagal mendapatkan kedamaian
batin. Cerpen “Ny. Elberhart” memiliki dua skema fungsional. Dalam skema
fungsional pertama, alur berhasil mencapai transformasi tahap utama. Tokoh
saya berhasil mengetahui jati diri Ny. Elberhart. Namun dalam skema
fungsional kedua, tahapan alur berhenti pada transformasi tahap uji
kecakapan. Hal tersebut terjadi karena kegagalan tokoh saya menghadapi
pelaku aktan penentang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
BAB IV
KAJIAN TIGA POROS SEMANTIK TIGA CERPEN KARYA BUDI
DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG
BLOOMINGTON
Berdasarkan pemaparan tentang skema aktansial dan skema fungsional yang
dilakukan pada Bab III, pada Bab IV peneliti akan menganalisis tiga poros
semantik berdasarkan hubungan antar aktan dan fungsi-fungsi yang ada dalam
cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, “Keluarga M”, dan “Ny. Elberhart”.
4.1 Kajian Tiga Poros Semantik
Karnata (2015) menuliskan tentang perlunya isotopi dalam menemukan
organisasi tema dalam teks. Greimas (dalam Schelefier, :xxvi) mendefinisikan
isotopi adalah wilayah makna terbuka yang terdapat di sepanjang wacana.
Isotopi merupakan suatu kesatuan semantik yang terbentuk dari redudansi
kategori semantik yang memungkinkan adanya pembacaan searah. Isotopi
membentuk hirarki semantik karena isotopi membentuk motif dan motif-motif
tersebut dapat mengerucut pada satu tema tertentu; motif dan tema
menampilkan pengulangan makna di dalam teks. Greimas memberi penjelasan
bahwa isotopi tidak terlepas dari segi empat-semiotik (semiotic square) yang
di dalamnya terdapat four terms homology. Dengan demikian, analisis isotopi
harus didahului dengan identifikasi four terms homology yang terdapat dalam
teks (Karnata, 2015: 24). Karena sifatnya yang terbuka maka isotopi
memungkinkan adanya teori dari disiplin ilmu lain yang dapat digunakan untuk
merumuskan makna dibalik sebuah narasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
4.1.1 Tiga Poros Semantik Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
Berdasarkan tabel nomor 3 atau pembahasan skema aktansial cerpen
“Lelaki Tua Tanpa Nama”, hirarki oposisi nilai dalam gerak pencarian
subjek kepada objek adalah sebagai berikut.
Tabel. 13 Four terms homology cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
kesepian >< keramaian : tidak sepi >< tidak ramai
kesendirian >< kebersamaan : tidak sendiri >< tidak bersama
penerimaan >< penolakan : bukan penerimaan >< bukan penolakan
peduli >< acuh : tidak peduli >< tidak acuh
penting >< tidak penting
kenal >< tidak kenal
penasaran >< tidak penasaran
Dari pemaparan beberapa hirarki oposisi nilai dalam cerpen, terdapat
sebuah transformasi dasariah nilai yang dipertaruhkan dalam cerpen “Lekali
Tua Tanpa Nama”, yakni rasa kesepian x rasa keramaian : rasa tidak sepi x
rasa tidak ramai.
I. Poros Pencarian
Poros pencarian melibatkan relasi antara aktan pengirim, subjek, dan
objek. Dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, tokoh saya bertindak
sebagai subjek yang didorong oleh rasa kesepian (pengirim) untuk meraih
objek. Objek yang ingin didapatkan adalah penerimaan diri. Pengirim
menjanjikan nilai kebersamaan (sebagai oposisi dari nilai kesendirian)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
apabila tokoh saya (subjek) berhasil mendapatkan penerimaan diri dari
orang lain (objek pertama).
Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial. Manusia sebagai
makhluk sosial adalah makhluk yang selalu hendak berinteraksi dengan
sesamanya, berkumpul, bahkan lebih jauh, hanya dengan kebersamaan
itulah ia dapat meraih kebahagiaan hidup (Nugroho, 2013: 1). Hal itulah
yang menjadi ciri tokoh saya dalam cerita. Tokoh saya merupakan sosok
yang berusaha mencari kebahagiaan hidup melalui interaksi dengan orang
lain. Namun keadaan lingkungan yang membatasi interaksi sosial, membuat
dirinya merasa kesepian. Interaksi sosial yang ia inginkan tidak dapat ia
temukan.
Tokoh saya melakukan berbagai macam usaha untuk mendapatkan objek
(penerimaan diri dari orang lain). Salah satu yang paling dominan adalah ia
peduli, tokoh saya melakukan kebaikan kepada orang-orang di sekitarnya.
Usaha tersebut dimaksudkan supaya tokoh saya dianggap penting dan
mendapatkan penerimaan diri dari orang lain. Karena bagi tokoh saya
sebagai makhluk sosial, manusia harus bekerja sama dan hidup secara
kooperatif. Hal tersebut ditegaskan oleh pernyataan Karl Marx, ia
mengatakan bahwa “secara kodrat manusia adalah makhluk sosial. Dengan
kata lain, seharusnya manusia hidup secara “kooperatif” dan saling bekerja
sama” (Nugroho, 2013: 2).
II. Poros Komunikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Poros komunikasi melibatkan relasi antara aktan pengirim, aktan objek,
dan aktan penerima. Dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, rasa kesepian
adalah pengirim yang ingin mendapatkan penerimaan diri dari orang lain
(objek). Sedangkan tokoh saya sebagai penerima akan menerima hadiah jika
ia berhasil mendapatkan objek.
Rasa kesepian sebagai pengirim muncul karena lingkungan tempat
tinggal tokoh saya merupakan lingkungan yang membatasi interaksi sosial.
Walaupun Budi Darma tidak terlalu mementingkan aspek latar, namun latar
Kota Bloomington yang ada dalam cerita “Lelaki Tua Tanpa Nama” dapat
menjadi petunjuk mengapa lingkungan yang ceritakan adalah lingkungan
yang membatasi interaksi sosial.
Kota Bloomington adalah sebuah kota yang terletak di Negara Bagian
Indiana, Amerika Serikat. Sebagai sebuah negara, Amerika Serikat
menganut sistem ekonomi kapitalisme. Terkait dengan kapitalisme, Marx
menganggap bahwa abad ke-15 sebagai tonggak kelahiran kapitalisme di
mana terdapat pergeseran kegiatan ekonomi, “produksi untuk kegunaan”
(baca: subsisten) menjadi “produksi untuk pertukaran”. Hal tersebut
menandai tercerabutnya manusia sebagai makhluk sosial. Manusia atau
masyarakat yang pada awalnya hidup secara subsisten dan harmonis,
kemudian dipaksa bekerja dalam berbagai pabrik feodalis-kapitalis dengan
iklim kerja kental dengan persaingan, perasaan sengit, dan saling
menjatuhkan yang kesemua hal tersebut kian menjauhkan manusia dari
kodratnya, yakni sebagai makhluk sosial yang seharusnya hidup secra
kooperatif dan saling menolong antar sesamanya (Nugroho, 2013: 3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Pengirim menjanjikan kebersamaan (oposisi nilai kesendirian) sebagai
hadiah jika tokoh saya (subjek) berhasil mendapatkan objek. Dengan kata
lain, tokoh saya harus memangkas jarak yang diciptakan akibat tercabutnya
hakikat manusia sebagai makhluk sosial.
Penerimaan diri akhirnya didapatkan oleh subjek (tokoh saya). Subjek
menyerahkan objek kepada pengirim dan dirinya pun berhak mendapatkan
hadiah (rasa keramaian atau rasa kebersamaan) dari pengirim.
III. Poros Kekuatan
Poros kekuatan melibatkan relasi antara aktan penolong, aktan subjek,
dan aktan penghalang. Aktan penolong berfungsi untuk memudahkan
subjek mendapatkan objek. Aktan penghalang berfungsi untuk
menghalangi, menentang, dan mengganggu usaha subjek memiliki objek.
Dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, sikap tidak peduli Ny. MacMillan,
Ny. Nolan, dan Ny. Casper menjadi penghalang setiap usaha subjek
mendapatkan objek. Aktan penolong yang diisi oleh Ny. Casper, pemilik
Toko Marsh dan supir taksi membantu tokoh saya mendapatkan objek yang
ia inginkan.
Usaha tokoh saya (subjek) dalam mendapatkan objek menemui berbagai
macam kemudahan dan kesulitan. Kesulitan dialami tokoh saya ketika
berusaha mendapatkan penerimaan diri dari orang lain. Sikap tidak peduli
dari tokoh Ny. MacMillan, Ny. Nolan, dan Ny. Casper merupakan kekuatan
yang menghalang-halangi usaha subjek tersebut. Ketidakpedulian para
tokoh merupakan bentuk tercabutnya manusia sebagai makhluk sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Prinsip yang dimiliki seluruhnya bersifat egois. “Saya hanya akan
memenuhi kebutuhan orang lain sejauh saya sendiri memperoleh
keuntungan darinya” (Magnis-Suseno, 1999: 99). Oleh karena itu, para
pelaku aktan penentang adalah orang yang akan melakukan interaksi atau
membantu jika ia juga mendapatkan keuntungan dari interaksi tersebut.
Kemudahan diterima tokoh saya dalam bentuk informasi mengenai lelaki
tua tanpa nama yang ia terima dari pemilik Toko Marsh dan supir taksi. Ny.
Casper juga sempat mencoba menghubungkan tokoh saya dengan lelaki tua
tanpa nama. Serta sebuah kepentingan yang justru sangat membantu subjek
mendapatkan objek. Pelaku kepentingan yang mengisi aktan penolong
inilah yang menggerakkan manusia lain untuk bertindak kooperatif karena
geraknya yang mendasarkan kepada keuntungan.
Dari pemaparan ketiga poros semantik di atas, cerpen “Lelaki Tua Tanpa
Nama” mengisahkan tentang seorang individu yang kesepian akhirnya
mendapatkan penerimaan diri dari orang lain. Penerimaan diri dari orang
lain tidak ia dapatkan dengan cara berbuat baik kepada orang lain. Berbuat
kebaikan kepada orang lain justru dapat dianggap mengganggu apabila
kebaikan tersebut merupakan hal yang tidak penting atau tidak diinginkan
oleh mereka. Bahkan campur tangan terhadap urusan pribadi orang lain
tidak jarang akan membawa kepada kesulitan-kesulitan. Penerimaan diri
dari orang lain justru dapat terwujud jika kita memiliki hal penting yang
dibutuhkan oleh orang lain.
4.1.2 Tiga Poros Semantik Cerpen “Keluarga M”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
4.1.2.1 Tiga Poros Semantik Pertama Cerpen “Keluarga M”
Berdasarkan tabel nomor 4 atau skema aktansial pertama cerpen
“Keluarga M”, hirarki oposisi nilai dalam gerak pencarian subjek kepada
objek adalah sebagai berikut.
Tabel. 14 Four Terms Homology pertama Cerpen “Keluarga M”
benci >< cinta : tidak benci >< tidak cinta
dendam >< ikhlas : tidak dendam >< tidak ikhlas
nyaman >< gelisah : tidak nyaman >< tidak gelisah
menderita >< bahagia : tidak menderita >< tidak bahagia
celaka >< selamat : tidak celaka >< tidak selamat
damai >< konflik : tidak damai >< tidak konflik
Dari pemaparan beberapa hirarki oposisi nilai dalam cerpen, terdapat
sebuah transformasi dasariah nilai yang dipertaruhkan dalam cerpen
Keluarga M. Nilai tersebut adalah benci x cinta : tidak benci x tidak cinta
I. Poros Pencarian
Poros pencarian melibatkan relasi antara aktan pengirim, subjek, dan
objek. Dalam cerpen “Keluarga M”, tokoh saya bertindak sebagai subjek
yang didorong oleh rasa tidak nyaman (pengirim) dan rasa benci (pengirim)
untuk meraih objek (mencelakai keluarga M). Pengirim menjanjikan sebuah
pemenuhan rasa nyaman dan rasa puas apabila tokoh saya (subjek) berhasil
mencelakai keluarga M.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Dalam kemunculannya, aktan pengirim adalah rasa tidak nyaman yang
dirasakan tokoh saya akibat kemunculan pelaku perusakan cat mobil (orang
lain). Semenjak peristiwa tersebut ia merasa harus menemukan dan
mencelakai (melenyapkan) tokoh saya dari kehidupannya.
Berdasarkan potongan cerita tersebut, konsep eksistensi manusia bagi
manusia lain sangat dominan. Jean-Paul Sartre menyatakan bahwa inti
setiap relasi antar-manusia adalah konflik. Karena ciri khas kesadaran
manusia adalah menindak. Dan setiap kesadaran mempertahankan
subjektivitas dan dunianya sendiri. Dengan demikian setiap pertemuan
antara kesadaran-kesadaran merupakan sesuatu dialektika antara subjek dan
objek (Wibowo, 2003: 74-75).
Sarana yang penting dalam konflik atau situasi konflik ini adalah tatapan
atau sorot mata (le regard). Tatapan atau sorot mata di sini dipahami secara
luas. Singkatnya tatapan tersebut adalah kehadiran orang lain sebagai subjek
yang mengobjekkan aku. Bagi dia, aku adalah orang yang termasuk dalam
dunianya, objek yang mempunyai sifat-sifat yang tertentu. Dia sendiri
adalah subjek. Dan sementara dia menatapku, aku menemukan diriku
sendiri, aku masuk ke dalam dunianya, kebebasanku membeku. Dengan
demikian ditunjukkan bahwa dalam situasi seperti itu aku menjadi objek
bagi dia sebagai subjek. Namun, dalam situasi seperti itu juga dapat terjadi
bahwa dia menjadi objek bagiku dan aku adalah subjek baginya. (Wibowo,
dkk, 2015: 75)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Dalam relasi konkret dengan orang lain terdapat dua kemungkinan. Yang
pertama adalah aku takluk dan tunduk saja kepadanya atau membuat diriku
menjadi objek bagi dia subjek (misal: cinta dan masokhisme). Dan kedua
adalah aku tidak tunduk dan takluk kepadanya (misal: sikap acuh-tak-acuh,
keinginan seksual, sadisme, dan sikap benci). (Wibowo, dkk, 2015: 76)
Karena itu struktur dasar hubungan antar-manusia terdiri atas negasi
batiniah timbal-balik. Artinya jika yang lain sebagai subjek menolak aku,
maka aku menjadi objek, sementara aku membuat orang lain menjadi objek
dengan membuat diriku menjadi subjek. (Wibowo, dkk, 2015: 76)
Dalam penjelasan lain Sartre menambahkan mengenai konsep kehadiran
orang lain bagi “saya”.
“Ketika orang lain muncul dalam pandangan saya, kemunculannya
akan menghancurkan relasi yang sudah saya buat dengan lingkungan
dekat saya. Benda-benda mengelompok di seputar dia dan, menurut
Sartre, ruang dia terdiri dari ruang saya. Orang itu telah mencuri dunia
saya. Seolah-olah “dunia memiliki semacam lubang saluran air di
tengah-tengah keberadaannya,” dan lubang saluran air itu adalah Orang
Lain. Ada “pendarahan internal” ketika dunia saya disedot ke dalam
dunia Orang Lain.” (Palmer, 2013: 91)
Berdasarkan pemahaman konsep eksistensi manusia bagi orang lain.
Tokoh saya merasa relasi yang sudah ia buat dengan lingkungan sekitar
hancur karena kehadiran sang perusak cat mobil. Kehadirannya adalah
sebuah bentuk penindakan kepada kesadaran tokoh saya. Dunia tokoh saya
terenggut oleh kemunculan sang perusak cat mobill (keluarga M). Karena
tokoh saya tidak mau tunduk atau menjadi objek, ia berusaha memperoleh
kembali dunianya dengan cara melenyapkan eksistensi keluarga M. Melalui
cara tersebut ia dapat merasa nyaman kembali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Persitiwa kecelakaan menjadi tanda bahwa tokoh saya berhasil
mendapatkan objek (mencelakai keluarga M). Namun sosok tokoh saya
mengalami konflik batin setelah mendengar kabar keluarga M cacat akibat
kecelakaan. Tokoh saya tidak merasa puas dan nyaman. Ia justru merasa
bersalah dan kasihan melihat keluarga M yang cacat.
II. Poros Komunikasi
Poros komunikasi melibatkan relasi antara aktan pengirim, aktan objek,
dan aktan penerima. Dalam cerpen “Keluarga M”, rasa tidak nyaman dan
rasa benci adalah pelaku aktan pengirim yang berharap dapat mencelakai
keluarga M (objek). Apabila tokoh saya berhasil mencelakai keluarga M,
maka pengirim akan menghadiahkan rasa kepuasan dan kenyamanan
kepada tokoh saya (subjek) dan kemudian menjadikannya pelaku aktan
penerima.
Rusaknya cat mobil tokoh saya oleh beret paku merupakan awal
bagaimana konflik cerita bermula. Hal tersebut adalah sebuah bencana yang
mengganggu kehidupan tokoh saya yang damai. Tokoh saya merasa
terganggu dan menginginkan kenyamanan dalam hidupnya kembali. Ia
berusaha mencari pelaku yang ternyata merupakan anggota keluarga M lalu
mencoba untuk menindaknya. Penindakan yang tidak terlaksana mendorong
pengirim menuntut tokoh saya untuk bertindak lebih tegas dengan
melenyapkan eksistensi mereka. Dengan jalan tersebut pengirim berharap
dapat mewujudkan kembali kehidupan tokoh saya yang nyaman.
III. Poros Kekuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Poros kekuatan melibatkan relasi sintaksis antara aktan penolong, aktan
subjek, dan aktan penghalang. Aktan penolong berfungsi untuk
memudahkan subjek mendapatkan objek. Aktan penghalang berfungsi
untuk menghalangi, menentang, dan mengganggu usaha subjek memiliki
objek. Dalam cerpen “Keluarga M”, manajer gedung, RA, Jerry, keluarga
M, dua perempuan pencabut mesin coca cola, rasa penyesalaan tokoh saya,
keadaan ramai di parkiran, rasa bersalah mengisi aktan penghalang.
Sedangkan aktan penolong diisi oleh peristiwa kecelakaan.
Usaha tokoh saya (subjek) dalam mendapatkan objek menemui berbagai
macam kemudahan dan kesulitan. Kesulitan dialami tokoh saya ketika
berusaha menindak dan mencelakai keluarga M. Tokoh saya berusaha
menindak Martin dan Mark sebagai pelaku perusakan. Namun halangan
muncul dari sang ayah, Melvin Meek tidak terima anaknya dituduh dengan
tuduhan yang tidak mendasar. Ia melakukan pembelaan demi nama baik
keluarganya.
Semenjak saat itu konflik antara keluarga M dan tokoh saya bermula.
Berawal dari ketidaknyamanan tokoh saya karena merasa dunianya tersedot
oleh pelaku perusakan cat mobil, tokoh saya berusaha menindak sang
pelaku. Penindakan tersebut merupakan upaya untuk merebut kebebasannya
setelah dirinya merasa diobjekkan. Rasa benci merupakan tanda bahwa ia
tidak tunduk. Namun di sisi lain, keluarga M bersikap mempertahankan
eksistensinya, acuh kepada tokoh saya. Setiap gerak yang menindak dari
tokoh saya selalu ia (keluarga M) hadapi dengan sikap acuh. Pun begitu
dengan para pelaku aktan penentang yang lain, setiap tokoh saya berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
menindak mereka, mereka tanggapi dengan sikap yang acuh. Perwujudan
sikap mereka tanpa sadar adalah bentuk mempertahankan eksistensi
keluarga M dalam dunia kesadaran tokoh saya.
Sedangkan kemudahan didapatkan dari peristiwa kecelakaan yang
menimpa keluarga M. Dalam Suwondo (2010: 13), Budi Darma
menjelaskan konsep takdir dalam kehidupan. Ia menyatakan bahwa
“manusia tidak dapat menentukan kapan ia harus bahagia, kapan harus
sengsara, karena semua itu sudah kehendak takdir”. Takdir adalah sebuah
kekuatan yang membantu tokoh saya meraih objek. Walaupun para pelaku
aktan penentang berusaha mempertahankan eksistensi keluarga M dalam
dunia kesadaran tokoh saya, kemunculan peristiwa kecelakaan
menghancurkan itu semua.
Dan rasa bersalah serta rasa kasihan muncul sesaat setelah tokoh saya
berhasil mencelakai keluarga M (objek). Rasa bersalah dan kasihan
memunculkan sikap tokoh saya sebagai makhluk sosial. Ia merasa tidak
berhak untuk bahagia, puas, nyaman di atas penderitaan manusia lain. Oleh
karena itu, tokoh saya sebagai subjek gagal mendapatkan hadiah dari
pengirim atau gagal menjadi penerima.
4.1.2.2 Tiga Poros Semantik Kedua Cerpen “Keluarga M”
Berdasarkan tabel nomor 5 atau skema aktansial kedua cerpen “Keluarga
M”, hirarki oposisi nilai dalam gerak pencarian subjek kepada objek adalah
sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Tabel. 15 Four Terms Homology kedua cerpen “Keluarga M”
damai >< gelisah : tidak damai >< tidak gelisah
penerimaan >< penolakan : bukan penerimaan >< bukan penolakan
kebaikan >< keburukan : bukan kebaikan >< bukan keburukan
salah >< benar : tidak salah >< tidak benar
kasihan >< acuh : tidak kasihan >< tidak acuh
damai >< konflik : tidak damai >< tidak konflik
Dari pemaparan beberapa hirarki oposisi dalam cerpen, terdapat sebuah
transformasi dasariah nilai yang dipertaruhkan dalam cerpen “Keluarga M”.
Nilai tersebut adalah damai x gelisah : tidak damai x tidak gelisah
I. Poros Pencarian
Poros pencarian melibatkan relasi antara aktan pengirim, subjek, dan
objek. Dalam cerpen “Keluarga M”, tokoh saya bertindak sebagai subjek
yang didorong oleh rasa bersalah (pengirim) dan rasa kasihan (pengirim)
untuk meraih objek. Objek yang ingin didapatkan oleh tokoh saya adalah
kedamaian batin. Pengirim menjanjikan sebuah pemenuhan rasa kedamaian,
kenyamanan, kebahagiaan, tidak kesepian apabila tokoh saya (subjek)
berhasil mendapatkan kedamaian batin.
Dalam kemunculannya, aktan pengirim adalah rasa bersalah dan rasa
kasihan yang dirasakan tokoh saya setelah mendengar dan melihat keluarga
M mengalami kecelakaan. Keluarga M mengalami cacat fisik seumur hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
yang mempersulit aktivitas kesehariannya. Melalui peristiwa tersebut,
konsep manusia sebagai makhluk sosial muncul dalam benak tokoh saya.
“Marx mengatakan bahwa secara kodrat manusia adalah makhluk sosial.
Dengan kata lain, seharusnya manusia hidup secara “kooperatif” dan saling
bekerja sama.” (Nugroho, 2013: 3)
Ia merasa bersalah dan kasihan karena berusaha mencelakai manusia lain
yang seharusnya menjadi “rekan” dalam kehidupannya. Sebagai upaya
menebus segala keburukan sikapnya di masa lalu, ia berusaha melakukan
kebaikan agar ia mendapatkan penerimaan dan lebih jauh, agar
mendapatkan kedamaian batin.
II. Poros Komunikasi
Poros komunikasi melibatkan relasi antara aktan pengirim, aktan objek,
dan aktan penerima. Dalam cerpen “Keluarga M”, rasa bersalah dan rasa
kasihan adalah pelaku aktan pengirim yang berharap dapat mendapatkan
kedamaian batin (objek). Apabila tokoh saya berhasil mendapatkan
kedamaian batin, maka pengirim akan menghadiahkan rasa kedamaian,
kenyamanan, kebahagiaan, dan tidak kesepian kepada tokoh saya (subjek).
Persitiwa kecelakaan yang menimpa Keluarga M adalah awal di mana
pelaku aktan pengirim muncul. Aktan pengirim berupa rasa bersalah dan
rasa kasihan adalah cerminan perasaan peduli terhadap sesama yang muncul
setelah tokoh saya mendengar dan melihat nasib buruk yang dialami oleh
keluarga M. Jiwa tokoh saya sebagai makhluk sosial mengalami goncangan.
Tokoh saya mulai berpikir dan bersikap untuk membantu keluarga M.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Dengan bantuan tersebut, ia berharap segala keburukan di masa lalu dapat
terbayarkan dan menjadikan dirinya sebagai manusia yang berguna bagi
sesama.
III. Poros Kekuatan
Poros kekuatan melibatkan relasi antara aktan penolong, aktan subjek,
dan aktan penghalang. Aktan penolong berfungsi untuk memudahkan
subjek mendapatkan objek. Aktan penghalang berfungsi untuk
menghalangi, menentang, dan mengganggu usaha subjek memiliki objek.
Dalam skema aktansial kedua cerpen “Keluarga M”, penolakan keluarga M
mengisi aktan penentang. Sedangkan aktan penolong diisi oleh manajer
gedung dan warga lain
Usaha tokoh saya (subjek) dalam mendapatkan objek menemui berbagai
macam kemudahan dan kesulitan. Kesulitan dialami tokoh saya ketika
muncul penolakan dari keluarga M terhadap kebaikan yang coba ia lakukan.
Keluarga M merupakan sosok manusia modern yang berhubungan dengan
orang lain jika interaksi tersebut menguntungkan dirinya (Magnis-Suseno,
1999: 99). Bagi keluarga M, mereka tidak membutuhkan bantuan-bantuan
yang coba diberikan oleh tokoh saya dan warga lainnya. Keberadaan mereka
bagi diri mereka sendiri sudah cukup.
Sedangkan kemudahan datang dari pelaku aktan penolong. Tokoh saya
sebagai makhluk sosial bersama dengan warga lain dan manajer gedung
berusaha melakukan sesuatu terkait nasib malang yang menimpa keluarga
M. Mereka bersama-sama menggalang bantuan untuk orang lain (keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
M). Kebersamaan inilah yang akan membuat mereka mendapatkan
kebahagiaan hidup sebagai makhluk sosial (Nugroho, 2013: 1)
Berdasarkan pemaparan ketiga poros semantik cerpen “Keluarga M”,
cerpen berjudul “Keluarga M” menceritakan tentang seseorang yang ingin
melenyapkan eksistensi orang lain pada akhirnya mengalami kegelisahan
batin (tidak damai). Keberadaan orang lain dalam kehidupan tidak akan
menjadi “pengganggu” apabila seseorang tidak terlalu memperhatikannya.
Keberadaan orang lain justru akan membawa kerugian diri jika seseorang
terlalu fokus melakukan usaha untuk melenyapkannya. Tidak menutup
kemungkinan bahwa usaha-usaha tersebut justru akan mendatangkan
kegelisahan dalam diri seseorang sebagai makhluk sosial yang berhubungan
dengan orang lain. Pada akhirnya kedamaian batin seseorang dalam
kehidupan akan ditemukan di dalam diri, bukan di luar diri
4.1.3 Tiga Poros Semantik Cerpen “Ny. Elberhart”
4.1.3.1 Tiga Poros Semantik Pertama “Cerpen Ny. Elberhart”
Berdasarkan tabel nomor 6 atau atau gerak pencarian subjek kepada
objek dalam skema aktansial pertama cerpen “Ny. Elberhart”, terdapat
beberapa hirarki oposisi nilai dalam cerpen. Hirarki opisisi nilai tersebut
adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Tabel. 16 Four Terms Homology cerpen “Ny. Elberhart”
kesepian >< keramaian : bukan kesepian >< bukan keramaian
kasihan >< acuh : tidak kasihan >< tidak acuh
penasaran >< tidak penasaran
kesendirian >< kebersamaan: tidak sendiri >< tidak bersama
Dari pemaparan beberapa hirarki oposisi dalam cerpen, terdapat sebuah
transformasi dasariah nilai yang dipertaruhkan. Nilai tersebut adalah rasa
kesepian x rasa keramaian : Kesepian x keramaian : bukan kesepian x bukan
keramaian
I. Poros Pencarian
Poros pencarian melibatkan relasi antara aktan pengirim, subjek, dan
objek. Dalam cerpen “Ny. Elberhart”, tokoh saya bertindak sebagai subjek
yang didorong oleh rasa kesepian (pengirim) untuk meraih objek. Objek
yang ingin didapatkan adalah mengetahui jati diri Ny. Elberhart. Pengirim
menjanjikan sebuah perasaan puas dan nyaman jika tokoh saya dapat
mengetahui jati diri Ny. Elberhart (objek).
Tokoh saya melakukan berbagai macam usaha untuk mendapatkan
objek (mengetahui jati diri Ny. Elberhart). Pertama, ia menyamarkan
identitasnya dan mulai menghubungi berbagai pihak termasuk Ny. Elberhart
untuk membersihkan pekarangannya. Kedua, ia berhubungan langsung
dengan Ny. Elberhart. Dan ketiga, ia menggali informasi tentang Ny.
Elberhart kepada pihak ketiga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Dalam cerpen ini, tokoh saya diceritakan sebagai seorang pria lajang,
pekerja yang tinggal di apartemen dekat rumah Ny. Elberhart. Ia merupakan
seorang yang kesepian. Rasa kesepian itu ditunjukkan dengan dirinya yang
merasa penasaran dan kasihan kepada Ny. Elberhart. Perasaan tersebut lebih
jauh mendorong tokoh saya untuk mengetahui siapa sebenarnya sosok
wanita tua yang tinggal di Jalan Jefferson. Dengan kata lain, rasa kesepian
tokoh saya muncul karena dirinya ingin berhubungan dengan orang lain.
Berkaitan dengan rasa kesepian, Karl Marx menjelaskan bahwa
“manusia sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang selalu hendak
berinteraksi dengan sesamanya, berkumpul, bahkan lebih jauh, hanya
dengan kebersamaan itulah ia dapat meraih kebahagiaan hidup” (Nugroho,
2013: 1). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh saya merupakan
orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup dengan cara berkumpul
atau bersama dengan orang lain.
II. Poros Komunikasi
Poros komunikasi melibatkan relasi antara aktan pengirim, aktan objek,
dan aktan penerima. Dalam cerpen “Ny. Elberhart”, rasa kesepian adalah
pengirim yang ingin mengetahui jati diri Ny. Elberhart. Pengetahuan
mengenai jati diri Ny. Elberhart akan membawa kepuasan dan kenyamanan
bagi tokoh saya.
Persitiwa perselisihan antara tukang pos dan Ny. Elberhart adalah awal
di mana pelaku aktan pengirim muncul. Rasa penasaran dan kasihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
terhadap Ny. Elberhart adalah cerminan perasaan kesepian setelah tokoh
saya mendengar dan melihat bagaimana sikap Ny. Elberhart. Setelah itu
tokoh saya selalu ingin terus mengenal atau mengetahui jati diri Ny.
Elberhart. Tidak ada imbalan selain pemenuhan batin (rasa puas dan
nyaman) setelah tokoh saya berhasil mengetahui jati diri Ny. Elberhart
(objek).
III. Poros Kekuatan
Poros kekuatan melibatkan relasi antara aktan penolong, aktan subjek,
dan aktan penghalang. Aktan penolong berfungsi untuk memudahkan
subjek mendapatkan objek. Aktan penghalang berfungsi untuk
menghalangi, menentang, dan mengganggu usaha subjek memiliki objek.
Dalam cerpen “Ny. Elberhart”, sikap para tetangga Ny. Elberhart, kehati-
hatian Ny. Elberhart menjadi penghalang setiap usaha subjek mendapatkan
objek. Aktan penolong yang diisi oleh surat palsu, rasa kesepian Ny.
Elberhart, juru rawat, pegawai kamar rontgen, pegawai apotik, keterbukaan
Ny. Elberhat, objek pelampiasan Ny. Elberhart membantu tokoh saya
mendapatkan objek yang ia inginkan.
Para tetangga Ny. Elberhart menunjukkan sikap tidak peduli dengan
urusan orang lain ketika ditegur mengenai pekarangan rumah Ny. Elberhart
yang kotor. Ketidakpedulian mereka adalah tanda bahwa hakikat manusia
sebagai makhluk sosial telah tercabut. Mereka tidak lagi hidup “secara
kooperaitf” dan saling bekerja sama. Sikap manusia sepenuhnya egois.
Marx menjelaskan bahwa “Sikap saya seluruhnya egois. Saya akan
memenuhi kebutuhan orang lain sejauh saya sendiri memperoleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
keuntungan darinya. Sifat sosial yang termasuk hakikat manusia sudah
terasing.” (Magnis-Suseno, 1999: 99). Sikap kehati-hatian Ny. Elberhart
terhadap kehadiran orang asing merupakan cerminan manusia individualis.
Konsep manusia yang memandang sesamanya sebagai relasi yang saling
menjatuhkan (Magnis-Suseno, 1999: 98). Sedangkan kondisi kesehatan
tokoh saya yang menurun menyebabkan dirinya sulit secara berkala
menemui atau berhubungan dengan Ny. Elberhart.
Ny. Elberhart merupakan sosok manusia yang juga membutuhkan
manusia lain di usia tuanya. Hal tersebut membuktikan bahwa Ny. Elberhart
adalah makhluk sosial yang membutuhkan sesamanya untuk mencapai
kebahagiaan hidup. Ia menerima keberadaan tokoh saya dan bersikap
terbuka terdapatnya. Namun, di saat yang bersamaan, dirinya dikuasai oleh
ego yang bersifat mendahulukan kepentingan pribadi. Ia ingin mengambil
keuntungan dari interaksi yang dilakukan dengan tokoh saya. Ia ingin
menjadikan tokoh saya sebagai kambing hitam atas segala penyakit yang
bersarang di tubuhnya. Prinsip dasar tersebut adalah prinsip dasar manusia
yang sudah terasing dari sesamanya (Magnis-Suseno, 1999: 98-99).
4.1.3.2 Tiga Poros Semantik Kedua Cerpen “Ny. Elberhart”
Berdasarkan tabel nomor 7 atau atau gerak pencarian subjek kepada
objek dalam skema aktansial kedua cerpen ”Ny. Elberhart”, terdapat
beberapa hirarki oposisi nilai dalam cerpen. Hirarki opisisi nilai tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel. 17 Four Terms Homology Kedua Cerpen “Ny. Elberhart”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
penerimaan >< penolakan : bukan penerimaan >< bukan penolakan
penting >< tidak penting
kasihan >< acuh : tidak kasihan >< tidak acuh
salah >< benar : tidak salah >< tidak benar
peduli >< acuh : tidak peduli >< tidak acuh
Dari pemaparan beberapa hirarki oposisi dalam cerpen, terdapat sebuah
transformasi dasariah nilai yang dipertaruhkan. Nilai tersebut adalah rasa
kesepian x rasa keramaian : Penolakan x penerimaan : bukan penolakan :
bukan penerimaan.
I. Poros Pencarian
Poros pencarian melibatkan relasi antara aktan pengirim, subjek, dan
objek. Dalam skem aktansial kedua cerpen “Ny. Elberhart”, tokoh saya
bertindak sebagai subjek yang didorong oleh bersalah dan rasa kasihan
(pengirim) untuk meraih objek. Objek yang ingin didapatkan adalah
membuat nama Ny. Elberhart dikenang orang lain. Pengirim menjanjikan
sebuah perasaan bahagia, senang, dan puas jika tokoh saya dapat membuat
nama Ny. Elberhart dikenang setelah kematiannya (objek).
Tokoh saya melakukan berbagai macam usaha untuk mendapatkan objek
(membuat nama Ny. Elberhart dikenang). Pertama, ia menyumbangkan
seluruh harta warisan kepada Yayasan Orang Tua. Kedua, ia berusaha
menulis puisi dan mengirimkannya ke kantor-kantor majalah agar dimuat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Tokoh saya sebagai seorang yang pernah mengenal Ny. Elberhart merasa
bersalah dan kasihan. Ia merasa bertanggungjawab terhadap cita-cita Ny.
Elberhart, yakni ingin namanya dikenang. Dengan jalan membantu orang
lain, tokoh saya berpikir bahwa segala kesalahannya terhadap Ny. Elberhart
bisa dihapus dan dirinya tidak perlu merasa berhutang budi. Dengan jalan
demikian, ia tidak akan merasa terbebani dengan hubungan sosial yang telah
terbangun. Kepedulian tokoh saya merupakan bentuk interaksi sosial
sesama manusia yang kooperatif.
II. Poros Komunikasi
Poros komunikasi melibatkan relasi antara aktan pengirim, aktan objek,
dan aktan penerima. Dalam skema aktansial kedua cerpen “Ny. Elberhart”,
rasa bersalah adalah pengirim yang ingin membuat nama Ny. Elberhart
dikenang. Pencapaian ini akan membawa tokoh saya kepada perasaan puas,
bahagia, nyaman, dan senang.
Perasaan bersalah dan kasihan sebagai pengirim muncul karena sikap
sosial tokoh saya yang tinggi. Dirinya ikut merasa bertanggungjawab
terhadap pencapaian cita-cita Ny. Elberhart yang belum terlaksana. Sikap
tersebut adalah bentuk sikap manusia sebagai makhluk sosial. Di mana
kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang seharusnya hidup kooperatif
dan saling menolong antar-sesamanya (Nugroho, 2013: 3).
Pemenuhan terhadap pencapaian tersebut akan membuat tokoh saya
merasa bahagia. Dirinya tidak perlu lagi merasa bersalah karena ia telah
melakukan kebaikan kepada Ny. Elberhart. Dan lebih jauh lagi, tokoh saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
akan mendapatkan kebahagiaan hidup secara sosial karena telah membantu
sesamanya.
III. Poros Kekuatan
Poros kekuatan melibatkan relasi antara aktan penolong, aktan subjek,
dan aktan penghalang. Aktan penolong berfungsi untuk memudahkan
subjek mendapatkan objek. Aktan penghalang berfungsi untuk
menghalangi, menentang, dan mengganggu usaha subjek memiliki objek.
Dalam skema aktansial kedua cerpen “Ny. Elberhart”, sikap tidak peduli
orang lain menjadi penghalang setiap usaha subjek mendapatkan objek.
Aktan penolong yang diisi oleh harta warisan dan Majalah Primo.
Usaha tokoh saya (subjek) dalam mendapatkan objek menemui
berbagai macam kemudahan dan kesulitan. Kesulitan dialami tokoh saya
ketika dirinya mendapatkan perhatian orang lain. Sikap tidak peduli orang
lain merupakan kekuatan yang menghalang-halangi usaha subjek tersebut.
Mereka menunjukkan sikap tidak peduli terhadap urusan orang lain. Marx
menjelaskan bahwa “Sikap saya seluruhnya egois. Saya akan memenuhi
kebutuhan orang lain sejauh saya sendiri memperoleh keuntungan darinya.
Sifat sosial yang termasuk hakikat manusia sudah terasing.” (Magnis-
Suseno, 1999: 99). Dalam hal ini ketidakpedulian orang lain muncul karena
hubungan dengan Ny. Elberhart tidak menguntungkan mereka. Tidak ada
nilai, manfaat, hal penting yang didapat dari mengenal Ny. Elberhart. Oleh
karena itu, mereka cenderung acuh dan tetap mementingkan apa yang
mereka lakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Sedangkan kemudahan muncul dari harta warisan dan majalah Primo.
Harta warisan yang disumbangkan Ny. Elberhart kepada tokoh saya tidak
dalam jumlah yang sedikit. Dengan harta tersebut tokoh saya berusaha
mencuri perhatian orang lain. Ia menyumbangkan seluruh harta agar nama
Ny. Elberhart dapat dikenang sebagai penyumbang dalam jumlah yang
banyak. Namun, nilai nama Ny. Elberhart menjadi setara dan terus memudar
ketika dirinya disandingkan dengan nama orang lain yang melakukan
kebaikan yang sama. Tidak ada pembeda bagi penyumbang satu dan
penyumbang lain.
Langkah lain adalah dengan menulis puisi dan menerbitkannya dengan
nama Ny. Elberhart. Pola yang sama terus berulang ketika tokoh saya
mencoba untuk menulis puisi dan menerbitkannya. Hasilnya nama Ny.
Elberhart sama dengan nama penulis lain dan karya-karyanya sama dengan
penulis lain. Tidak ada nilai “penting” yang orang lain dapatkan dari
kebaikan-kebaikan Ny. Elberhart.
Pada akhirnya nama Ny. Elberhart larut dalam pusaran ketidakpedulian
orang lain. Nama tersebut tidak menarik perhatian orang lain karena tidak
ada nilai penting mengenai sosok Ny. Elberhart.
Berdasarkan pemaparan ketiga poros semantik, cerpen “Ny. Elberhart”
menceritakan tentang seseorang yang berhasil mendapatkan jati diri orang
lain dan melakukan sesuatu untuk orang tersebut. Jati diri orang lain
didapatkan melalui sebuah relasi yang saling membutuhkan. Dalam
membangun relasi tersebut, seseorang harus siap mengorbankan diri dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
kepentingan pribadinya. Setelah mendapatkan jati diri orang lain atau
terlibat dalam hubungan yang lebih dalam, seseorang mungkin akan
menjadi korban karena dirinya tersandra dan terpaksa melakukan
kewajiban-kewajiban yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawab
pribadinya. Tidak menutup kemungkinan bahwa usaha yang dilakukan
untuk orang lain merupakan sebuah kesia-siaan karena tidak ada nilai
penting yang diperjuangkan bagi diri sendiri dan banyak orang lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
4.2 Rangkuman
Analisis tiga poros semantik bertujuan untuk menemukan makna dibalik
sebuah narasi. Tujuan peneliti menggunakan tiga cerpen karya Budi Darma
dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington adalah memahami makna
dibalik kesulitan manusia dalam menjalin hubungan dengan manusia lain yang
menjadi inti cerita.
Cerpen berjudul “Lelaki Tua Tanpa Nama” mempersoalkan tentang
penerimaan diri dari orang lain. Dalam cerpen tersebut, penerimaan diri tidak
didapatkan dengan cara berbuat kebaikan kepada sesama. Penerimaan diri
didapatkan jika seseorang memiliki hal penting yang dibutuhkan oleh orang
lain. Melalui aspek tersebut, secara otomatis seseorang akan terhubung dengan
“kehidupan” orang lain.
Kedua, cerpen berjudul “Keluarga M”, mempersoalkan tentang eksistensi
orang lain. Seseorang ingin melenyapkan eksistensi orang lain untuk
mendapatkan kedamaian batin. Eksistensi orang lain akan merugikan
seseorang apabila orang tersebut terlalu fokus kepadanya. Usaha untuk
menyingkirkan orang lain adalah bentuk tindakan yang akan berakhir dengan
sebuah kesia-siaan. Hal tersebut justru memunculkan kegelisahan dalam batin
manusia sebagai makhluk sosial yang berhubungan dengan orang lain. Pada
akhirnya kedamaian batin seseorang dalam kehidupan ditemukan di dalam diri,
bukan di luar diri.
Ketiga, cerpen berjudul “Ny. Elberhart”, mempersoalkan tentang
pengorbanan seseorang untuk orang lain. Pengungkapan jati diri orang lain
merupakan usaha yang dilakukan dengan jalan berhubungan dengan orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Hubungan tersebut memungkinkan seseorang menjadi korban karena dirinya
terpaksa melakukan penyesuaian terhadap orang lain. Penyesuaian ini dapat
menghilangkan kebebasan diri sebagai subjek demi kepentingan orang lain
yang tidak bernilai.
Tiga cerpen menceritakan tentang eksistensi orang lain bagi diri (subjek).
Keberadaan orang lain bagi diri hanya akan mendatangkan kesulitan-kesulitan
yang menjadikan diri sebagai korban. Hal tersebut dapat terlihat dalam
potongan cerita bahwa tokoh saya diterima dan dilibatkan dalam kepentingan
orang lain saat dibutuhkan saja, kehidupan tokoh saya menjadi tidak damai
akibat keberadaan orang lain, dan tokoh saya yang berjuang untuk sesuatu yang
tidak bernilai.
Hal berbeda justru dapat ditemukan jika diri (pribadi) berfokus pada
kehidupannya sendiri. Ia dapat bebas memilih pilihan-pilihan tanpa adanya
hambatan dari orang lain. Dengan pilihan-pilihan tersebut, diri sebagai pribadi
atau individu dapat menemukan esensi kehidupannya, berguna bagi orang lain,
dan dianggap penting karena berpotensi memberikan dampak positif bagi
masyarakat.
Berdasarkan kajian struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan
cerpen Orang-orang Bloomington, disimpulkan bahwa terdapat konsep relasi
manusia berdasarkan filsafat eksistensialisme.
Konsep relasi berdasarkan filsafat eksistensialisme merupakan konsep relasi
yang menolak segala bentuk interaksi sosial antara satu individu dengan
individu lain maupun antara individu dengan masyarakat (Nugroho, 2013: 10).
Konsep ini memandang bahwa nilai manusia sebagai entitas individu lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
penting dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk sosial. Seseorang yang
berfokus dengan nilai dalam diri dapat menemukan esensi kehidupannya dan
berdampak positif bagi masyarakat (Nugroho, 2013: 16-17, 22-24). Hal
tersebut juga diperkuat oleh pendapat Adam Smith yang menyatakan bahwa
“Semakin individualis (baca: terspesialisasi) seseorang maka semakin ia
berguna bagi masyarakatnya” (Nugroho, 2013: 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penelitian tentang kajian struktur dalam perspektif strukturalisme A.J.
Greimas ini berusaha mengungkapkan makna dibalik tiga cerpen dalam
kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Berdasarkan penelitian
menggunakan pendekatan strukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Pengungkapan penceritaan bertujuan untuk melihat motif penceritaan.
Penceritaan dianggap lebih memiliki nilai sastra dibandingkan dengan cerita
itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan penceritaan tersusun oleh sekuen-sekuen
(runtutan aksi) yang mengandung motif. Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
memiliki sembilan sekuen. Rasa kesepian untuk mendapatkan penerimaan diri
merupakan motif utama penceritaan. Cerpen “Keluarga M” memiliki tujuh
sekuen dan dua struktur alur penyusun cerita. Dalam alur pertama, rasa tidak
nyaman dan kebencian menuntut keluarga M celaka adalah motif utama
penceritaan. Dalam alur kedua, rasa bersalah dan rasa kasihan menginginkan
kedamaian batin adalah motif utama cerita. Cerpen “Ny. Elberhart”
mempunyai delapan sekuen dan dua struktur alur penyusun cerita. Dalam
skema alur pertama, rasa kesepian, rasa kasihan, dan rasa bersalah yang
menuntut jati diri Ny. Elberhart adalah motif utama cerita. Dalam alur kedua,
perasaan kasihan dan perasaan bersalah ingin membuat nama Ny. Elberhart
dikenang setelah dirinya tiada adalah motif utama penceritaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Pengungkapan skema aktansial bertujuan untuk melihat bagaimana peran
aktan dalam cerita. Sedangkan pengungkapan skema fungsional bertujuan
untuk melihat bagaimana alur yang dipengaruhi oleh fungsi (tindakan yang
mengandung motif) berjalan.
Analisis skema aktansial dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
menunjukkan tokoh saya (subjek) berhasil mendapatkan penerimaan diri
(objek). Keberhasilan subjek dipengaruhi oleh pelaku aktan penolong, yakni
kepentingan. Analisis skema aktansial pertama cerpen “Keluarga M”
memperlihatkan tokoh saya (subjek) berhasil mencelakai keluarga M (objek).
Keberhasilan subjek tidak terlepas dari peran aktan penolong, yakni takdir.
Sedangkan pada skema aktansial kedua, tokoh saya (subjek) gagal
mendapatkan kedamaian batin (objek). Hal tersebut disebabkan oleh sikap
penolakan dari keluarga M yang menempati aktan penentang. Analisis skema
aktansial pertama dalam cerpen “Ny. Elberhart”menunjukkan tokoh saya
(subjek) berhasil mengetahu jati diri Ny. Elberhart (objek). Namun dalam
skema aktansial kedua, tokoh saya (subjek) gagal membuat nama Ny. Elberhart
dikenang (objek) karena pengaruh sikap tidak peduli orang lain (penentang)
sangat dominan.
Alur skema fungsional dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
menunjukkan struktur alur berhasil mencapai transformasi tahap utama.
Tokoh saya berhasil mendapatkan objek sebagai subjek sekaligus penerima.
Struktur alur dalam skema fungsional pertama cerpen “Keluarga M” berhasil
mencapai transformasi tahap utama. Subjek berhasil mencelakai keluarga M.
Namun dalam skema fungsional kedua, struktur alur berhenti pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
transformasi tahap uji kecakapan. Tokoh saya gagal mendapatkan kedamaian
batin. Struktur alur dalam skema fungsional pertama cerpen “Ny. Elberhert”,
berhasil mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya berhasil mengetahui
jati diri Ny. Elberhart. Namun dalam skema aktansial kedua, tahapan alur
hanya sampai kepada tahap transformasi uji kecakapan. Hal tersebut terjadi
karena tokoh saya gagal melewati hadangan pelaku aktan penentang.
Tiga poros semantik digunakan untuk mengungkapkan makna dibalik
hubungan antara aktan-aktan dan fungsi-fungsi tersebut dalam cerita.
Cerpen berjudul “Lelaki Tua Tanpa Nama” membicarakan tentang
penerimaan diri yang didapatkan jika seseorang memiliki hal penting yang
dibutuhkan oleh orang lain. Kedua, cerpen berjudul “Keluarga M”
menceritakan tentang eksistensi orang lain yang membawa kegelisahan dan
penemuan kedamaian batin yang bersumber dari dalam diri. Ketiga, cerpen
berjudul “Ny. Elberhart”, mempersoalkan tentang pengorbanan seseorang
demi kepentingan orang lain yang tidak bernilai.
Tiga cerpen menceritakan tentang eksistensi orang lain bagi diri (subjek).
Keberadaan orang lain bagi diri hanya akan mendatangkan kesulitan-kesulitan
yang menjadikan diri sebagai korban. Hal tersebut dapat terlihat dalam
potongan cerita bahwa tokoh saya diterima dan dilibatkan dalam kepentingan
orang lain saat dibutuhkan saja, kehidupan tokoh saya menjadi tidak damai
akibat keberadaan orang lain, dan tokoh saya yang berjuang untuk sesuatu yang
tidak bernilai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Hal berbeda justru dapat ditemukan jika diri (pribadi) berfokus pada
kehidupannya sendiri. Ia dapat bebas memilih pilihan-pilihan tanpa adanya
hambatan dari orang lain. Dengan pilihan-pilihan tersebut, diri sebagai pribadi
atau individu dapat menemukan esensi kehidupannya, berguna bagi orang lain,
dan dianggap penting karena berpotensi memberikan dampak positif bagi
masyarakat.
Berdasarkan kajian struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan
cerpen Orang-orang Bloomington, disimpulkan bahwa terdapat konsep relasi
manusia berdasarkan filsafat eksistensialisme.
Konsep relasi berdasarkan filsafat eksistensialisme merupakan konsep relasi
yang menolak segala bentuk interaksi sosial antara satu individu dengan
individu lain maupun antara individu dengan masyarakat (Nugroho, 2013: 10).
Konsep ini memandang bahwa nilai manusia sebagai entitas individu lebih
penting dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk sosial. Seseorang yang
berfokus dengan nilai dalam diri dapat menemukan esensi kehidupannya dan
berdampak positif bagi masyarakat (Nugroho, 2013: 16-17, 22-24). Hal
tersebut juga diperkuat oleh pendapat Adam Smith yang menyatakan bahwa
“Semakin individualis (baca: terspesialisasi) seseorang maka semakin ia
berguna bagi masyarakatnya” (Nugroho, 2013: 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
4.2. Saran
Budi Darma adalah seorang penulis yang memiliki konsep kepengarangan
yang tegas. Ia selalu bercerita tentang kekerasan hidup, tentang kesulitan orang
berhubungan dengan sesamanya dalam mencari identitas diri (Darma, 1980:
xii). Konsep tersebut selalu ia bicarakan, baik dalam cerpen absurd maupun
tidak. Baginya, hubungan antar-manusia adalah bagaikan kontrak, yang akan
gugur setelah kontrak tersebut melampaui batas watu (Darma, 1980: xvii)
Berdasarkan konsep kepengarangan tersebut, kumpulan cerpen Orang-
orang Bloomington karya Budi Darma dinilai masih menarik untuk dijadikan
bahan penelitian. Penelitian selanjutnya dapat berupa kajian fenomenologi
sastra mengenai relasi antar-manusia dalam perspektif Jean-Paul Sartre.
Dengan digunakannya pendekatan yang berbeda maka hal tersebut akan
memperluas pendalaman ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Sastra
Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Daftar Pustaka
Darma, Budi. 1980. Orang-orang Bloomington. Jakarta: Sinar Harapan.
Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan oleh Dick
Hartoko dari judul asli Inleiding in de Literatuurwetenschap. Jakarta:
Gramedia.
Magnis-Suseno, Frans, 1999. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis Ke
Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nazir, Mohammad. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indah.
Nugroho, Wahyu Budi. 2013. Orang Lain adalah Neraka: Sosiologi
Eksistensialisme Jean Paul Sartre. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Pinurbo, Philipus Joko. 1987. Manusia Aneh dalam Orang-orang Bloomington
Karya Budi Darma (Sebuah Pendekatan Gagasan Kreatif). Skripsi.
Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra, Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Seni, IKIP Sanata Dharma.
Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari
Strukturalisme hingga Postrukturalisme: Perspektif Wacana Naratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setyawan, A., 2015. “Analisis Struktural” Stable URL:
https://versodio.com/literature/analisis-struktural/ Diunduh: 25/5/2017,
09:08
Sudjiman, Panuti (ed). 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI-Press
Suwondo, Tirto. 2010. Mencari Jati Diri: Kajian atas Kumpulan Cerpen Orang-
orang Bloomington Budi Darma. Yogyakarta: Elmatera Publishing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan
Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya. Yogyakarta: LAMALERA.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta Pusat:
PUSTAKA JAYA.
Triadnyani, I Gusti Ayu Agung Mas. 2012. “Fenomena Rangda dan
Pemaknaannya dalam Novel Janda dari Jirah”. Dalam Prosiding The
Fourth international Confrence on Indonesian Studie: “Unity, Diversity
and Future”, hlm. 401-415.
Wibowo, A. Setyo, dkk. 2015. Filsafat Eksistensialisme Jean-Paul Sartre.
Yogyakarta: Kanisius.
Palmer, Donald D., dkk. 2003. Sartre Untuk Pemula. Terjemahan oleh Penerbit
Kanisius dari judul asli Sartre For Beginners. Yogyakarta: Kanisius.
Zaimar. Okke.K.S. 1990. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang.
Jakarta: ILDEP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI