Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN TENTANG PENGELOLAAN GULMA PADI
SAWAH DI SUBAK CEPIK, DESA TAJEN,
KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN
OLEH:
IR.I KETUT ARSA WIJAYA,M.Si
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR-BALI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan yang Mahaesa atas karunianya
sehingga tulisan yang berjudul ”Kajian Tentang Pengelolaan Gulma Padi Sawah di
Subak Cepik, Desa Tajen, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan ” dapat
terwujud.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun material
sehingga tulisan ini dapat terwujud.
Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna,untuk itu penulis
berharap kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir
kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan
pembaca yang membacanya.
Denpasar,Juni,2017
Penulis.
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
1 Hasil cara pengelolaan gulma padi sawah di subak Cepik, Desa Tajen sebagai
berikut:-------------------------------------------------------------------------------------27
iii
RINGKASAN
Penelitian yang berjudul “Kajian Tentang Pengelolaan Gulma Padi Sawah di
Subak Cepik, Desa Tajen, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan “ pada bulan
Mei 2017. Pengambilan data dengan menggunakan data hasil dari wawancara dan
pengamatan langsung pada sawah petani di Subak Cepik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan cara pengelolaan gulma padi
sawah yang paling banyak dilakukan di subak Cepik, Desa Tajen adalah
pengendalian gulma dengan cara pencegahan yang mmenggunakan benih tanaman
yang bebas dari biji gulma sebanyak 100 % ; cara mmekanik yang menggunakan
tangan atau alat penyiang lanak (odrok) sebesar 100 %; cara kultur teknik dengan
menerapkan panca usaha tani sebesar 100 % ; yang selanjutnya diikuti dengan cara
kimiawi yang mmenggunakan herbisida (Ally 20 WP, DMA ) sebesar 66,67 % dan
cara terpadu yang menggabungkan cara mekanik dan kimiawi sebesar 40 %.
Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur padi 2 minggu setelah
tanam dan pada umur padi 4 minggu setelah tanam.
Mengenai hasil panen padi pada musim itu dikatakan oleh petani sangat
rendah yang disebabkan oleh adanya serangan hama tikus dan penyakit potong
leher. Hasil panen padi menurun sampai 90 % dan bahkan ada sampai 100%.
iv
DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................... iii
RINGKASAN..................................................................................................... iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
BAB. I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB .II KAJIAN PUSTAKA................................................................................6
BAB.III BAHAN DAN METODE PENELITIAN...............................................25
BAB .IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................27
BAB.V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................32
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk
mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama untuk kesehatan dan
kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Di Indonesia, tanaman padi merupakan
salah satu tanaman utama. Sebab tanaman ini merupakan penghasil sebagian
besar makanan pokok di negeri ini. Padi merupakan tanaman yang menghasilkan
beras. Padi merupakan bahan pakan pokok masyarakat Indonesia dengan
sekitar 50% masyarakat Indonesia bergantung pada ketersediaan padi.
Penanaman padi mencakup luasan 11,5 juta hektar di seluruh kepulauan
Indonesia, terutama di Jawa mencapai 5,4 juta hektar (Badan Perencanaan
Nasional, 2003). Pada tahun 2003, di area lahan produksi padi yang mencapai
10,5 juta hektar produktivitas tertinggi dicapai di lahan sawah beririgasi karena
penanaman dapat dilakukan lebih dari sekali dengan hasil panen yang lebih
baik.
Hasanah (2007) mengatakan bahwa kandungan gizi yang terdapat pada
tanaman padi antara lain karbohidrat, protein, lemak, serta serat kasar , abu dan
vitamin. Beras juga mengandung tujuh berbagai macam unsur mineral , antara lain
kalium,magnesium, sodium, fosfor, dan lain sebagainya. Indonesia sebagai salah satu
negara agraris semestinya dapat memenuhi sumber kebutuhan pangannya sendiri,
dengan memanfaatkan semua potensi sumber daya manusia, sumberdaya alam, modal
sosial dan pemerintah, seharusnya Indonesia mampu menjadi salah satu negara
swasembada pangan. Pertumbuhan dan hasil tanaman padi, selain dipengaruhi oleh
2
populasi tanaman, juga dipengaruhi oleh kehadiran gulma, hama dan penyakit pada
pertanaman.
Gulma padi, sebagai salah satu faktor biotik di lahan pertanian, hingga saat
ini masih menjadi permasalahan bagi petani dari musim ke musim. Hasil peneliian
Rocmah (2012) mmenemukan sebanyak 173 spesies gulma yang tumbuh di sawah
dan sebanyak 193 spesies yang tumbuh di galengan sawah. Petani umumnya
masih memiliki ketergantungan terhadap herbisida dalam menanggulangi gulma
padi karena persepsi yang terbentuk selama bertahun-tahun mengenai daya guna
herbisida dan adanya penurunan jumlah tenaga kerja di bidang pertanian.
Meskipun sejumlah penelitian terbaru telah mengemukakan menerus baik bagi
kesehatan petani maupun lingkungan.
Gulma merupakan masalah serius dalam usaha tani padi sawah di Indonesia.
Banyak faktor yang menentukan tingkat kompetisi antara padi dengan gulma,
diantaranya adalah jenis gulma, kerapatan, distribusi dan waktu kehadiran gulma
serta kultur teknis tanaman (Chauhan dan Johnson, 2010). Salah satu gulma penting
adalah jajagoan (Barnyard grass) atau Echinochloa crus-galli. Gulma ini
menyebabkan kehilangan hasil gabah mencapai 61% (Saito et al., 2010). Jajagoan
pada pertanaman tebar benih langsung dengan infestasi sangat berat dapat
menyebabkan gagal panen (Rao et al., 2007). Selain itu, gulma menurunkan kualitas
benih yang dihasilkan dan menyebabkan biaya pengendalian yang besar sehingga
menurunkan pendapatan petani (Tungate et al., 2007).
Gulma merupakan rumput liar yang tumbuh disekitar tanaman yang kita
budidayakan yang kehadirannya selalu mengganggu pertumbuhan tanaman
(Anon.,1976). Gulma juga dikenal dengan sebutan rerumputan, rumput-rumput
3
tumbuhan liar, herba, weed (Inggris), unkraut (Jerman), Onkruit (Belanda), dan Tzao
(Cina). Perubahan lingkungan (ekosistem) yang dilakukan untuk mengintensifkan
usaha pertanian memberi peluang besar bagi pengembangbiakan dan penyebaran
aneka jenis gulma . Gulma umumnya mampu mempertahankan diri dalam
menghadapi perubahan lingkungan karena dapat beradaptasi dan bersaing.
Menurut Pitoyo (2006) gulma yang banyak tumbuh pada areal pertanaman
padi sawah adalah: Echinochloa crusgalli ; Commelina benghalensis; Cyperus
difformis; Cyperus rotundus; Cyperus iria L; Digitaria celiaris; Eleuine indica L.;
Echinochloa colona; Fimbristylis miliacea; Marsilea crenata .Sedangkan menurut
Sukman dan Yakup (2002) mengatakan bahwa terdapat 33 jenis gulma yang sering
dijumpai pada areal padi sawah dengan perincian 10 jenis dari golongan gulma
rerumputan; 7 jenis teki-tekian; dan 16 jenis dari golongan gulma berdaun lebar.
Sepuluh jenis gulma yang dominan adalah : Monochoria vaginalis; Paspalum
distichum; Fimbristylis milliacea; Cyperus difformis; Scirpus juncoides; Marcilea
crenata; Echinochloa crussgalli ; Junsiea repens; Spenochlea zeylanica; dan
Cyperus iria.
Rendahnya hasil padi yang disebabkan oleh adanya kompetisi dengan gulma
,terutama terhadap CO2, cahaya matahari, unsur hara dan ruang tumbuh (Sukman dan
Yakup,1991). Akibat kompetisi ini hasil tanaman padi turun sampai 13 % bahkan di
Rukmana dan Saputra (1999) mengatakan bahwa kehilangan hasil padi sawah akibat
gangguan dari jenis gulma Bobontengan ( Leptochloa chinensis L) sebesar 40 %,
Kolomento (Leersia hexandra ) sebesar 60 %, Jajagoan leutik (Echinochloa colonum
L) sebesar 85 %, Lamhani (Pasphalum distichun L) sebesar 85 % dan Jajagoan
(Echinochloa crusgalli L) sebesar 100 %. Selanjutnya dikatakan pula penurunan
4
produksi padi akibat gangguan dari gulma, hama dan penyakit berturut-turut sebesar
11 % , 36 % dan 10 %. Besarnya penurunan hasil panen yang disebabkan oleh gulma
sangat bervariasi tergantung dari jenis tanaman pokok dan jenis gulma.
Adanya gulma dalam jumlah yang cukup banyak dan rapat selama musim
pertumbuhan akan menyebabkan kehilangan hasil secara total (Sastrautomo,1990).
Selanjutnya dikatakan pula besarnya kehilangan hasil tanaman pangan akibat
kompetisi sangatlah erat kaitannya dengan jumlah individu gulma yang turut berperan
dalam kompetisi serta siklus hidup dari gulmanya. Akibat perilaku gulma yang
menghambat pertumbuhan dan penurunan hasil cendrung membuat manusia
berusaha mengurangi atau menghilangkan gulma itu (Moenandir, 1990). Kerugian
yang ditimbulkan oleh gulma setara dengan kerugian yang diakibatkan oleh hama dan
penyakit. Gulma menjadi masalah yang tetap, karena selalu menyaingi tanaman
utama (pokok) dalam pengambilan unsur hara, air, cahaya dan tempat. Sistem
pertanian yang mempraktekan penanaman dalam barisan, monokultur, jarak tanam
yang antar barisan, pemupukan, penggunaan alat –alat pertanian ( mekanisasi),
pengairan, sekaligus memberi peluang bagi gulma untuk tumbuh dan berkembang.
Pengendalian gulma dilaksanakan pada saat tertentu, yang bila tak diberantas
pada saat itu akan benar-benar menurunkan hasil akhir pertanaman. Berdasarkan
uraian di atas maka sangat penting dilakukan penelitian yang berjudul “Kajian
Tentang Pengelolaan Gulma Padi Sawah di Subak Cepik Desa Tajen ,Kecamatan
Penebel, Kabupaten Tabanan.
5
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah cara petani mmengelola gulma yang tumbuh pada tanaman
padi ,agar penurunan hasil akibat persaingan dengan gulma dapat ditekan sekecil
mungkin.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan cara mengelola gulma yang efektif
dan efisien pada budidaya tanaman padi sawah.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi petani padi
sawah untuk melakukan pengelolaan gulma yang efektif dan efisien,agar hasil
tanaman padi dapat ditingkatkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahtraan petani.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Tanaman padi mampu tumbuh dan hidup dengan suhu rata-rata berkisar 68 –
100 0 C. Budidaya tanaman padi, pengaruh suhu harus diperhatikan karena suhu yang
rendah dalam budidaya padi akan memperlambat perkecambahan benih sehingga dapat
memperlambat proses pemindahan bibit kelapangan ( Rosmawati,2006). Curah hujan
untuk tanaman padi yaitu 200 mm/ bulan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan vegetatif dan generatif. Suhu yang baik untuk tanaman padi adalah 33 0 C
keatas, adapun pengaruh suhu terhadap tanaman padi yaitu terjadinya kehampaan pada
biji padi ( Hasanah, 2007).
2.2 Sistematika dan Morfologi Tanaman Padi
Tanaman padi merupakan tanaman jenis rumput-rumputan. Tanaman padi dalam
sistematika tumbuhan dikelasifikasikan ke dalam ( Herawati, 2012) sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza Linn
Species : Oryza sativa L.
7
Morfologi tanaman padi merupakan tanaman yang berumur pendek, umurnya
kurang dari setahun dan berproduksi sekali. Tanaman yang telah tumbuh dan
menghasilkan buah padi tidak dapat tumbuh seperti semula lagi, tetapi tanaman padi
akan mati. Tanaman padi dikelompokan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatf dan
bagian generatif.
Bagian vegetatif yaitu akar tanaman padi berfungsi sebagai penyerap makanan
dan air dari dalam tanah, sebagai proses respirasi dan sebagai penopang tegaknya
batang. Akar padi mempunyai dua macam yaitu akar primer dan akar seminal. Akar
primer merupakan akar yang tumbuh dari kecambah biji dan akar seminal merupakan
akar yang tumbuh di dekat buku-buku (Sudirman dan Iwan,1994).
Perakaran tanaman padi dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: (1) Akar tunggang yaitu akar
yang tumbuh pada saat benih berkecambah, (2) Akar serabut yaitu akar yang tumbuh
setelah padi berumur 5-6 hari dan berbentuk akar tunggang dan menjadi akar serabut,
(3) Akar rumput yaitu akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut dan akar ini
berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dan (4) Alkar tajuk yaitu akar yang
tumbuh dari tunas batang terendah. Akar yang telah dewasa berwarna coklat sedangkan
akar yang masih muda atau akar yang baru tumbuh berwarna putih. Tanaman padi ini
semakin bertambah umurnya semua organ tanaman akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan dan termasuk juga akarnya. Akar mulai tumbuh melalui proses
perkecambahan benih. Akar yang berasal dari benih yang berkecambah berupa akar
pokok. Kemudian setelah berumur 5-6 hari akan tumbuh akar serabut (Hasanah,2007)
8
Batang tanaman padi berfungsi sama dengan batang tanaman yang lainnya di mana
batang tanaman padi ini akan menopang tanaman secara keseluruhan dan sebagai
penghubung untuk mengalirkan zat makanan keseluruh bagian tanaman. Tanaman padi
ini memiliki ciri khas tersendiri yaitu batang tanaman padi memiliki rongga dan ruas
(Sudirman dan Iwan. 1994). Rangkaian ruas memiliki panjang yang berbeda- beda.
Ruas batang bawah pada tanaman padi memiliki ruas yang pendek, sedangkan semakin
ke atas maka ruasnya akan semakin panjang. Batang tanaman padi baru, akan muncul
pada ketiak daun,pada mulanya akan tumbuh kuncup dan setelah itu akan berkembang
menjadi batang baru . Pertumbuhan tanaman padi, batangnya merumpun, terdapat satu
batang tunggal atau batang utama yang mempunyai 6 mata atau sukma. Sukma 1, 3, 5
disebelah kanan dan sukma 2, 4 dan 6 di sebelah kiri. Disetiap[ sukma ini timbul tunas
yang disebut tunas orde pertama. Tunas tersebut tumbuhnya didahului tunas yang
tumbuh dari sukma pertama, kemudian sukma ke dua, disusul oleh tunas yang tumbuh
dari sukma ke tiga dan seterusnya sampai tunas terakhir yang tumbuh yaitu tunas ke
enam pada batang tunggal. Tunas yang tumbuh dari orde pertama ini yang
menghasilkan tunas orde ke dua yaitu orde pertama yang paling bawah pada batang
utama. Pembentukan tunas dari orde ke tiga biasanya tidak terjadi karena tidak
mempunyai ruang hidup dalam kesesakan dihimpit oleh tunas orde pertama dan orde ke
dua (Herawati, 2012).
Anakan tanaman padi akan tumbuh secara merumpun dan tumbuh di dasar
batang. Pembentukan anakan terjadi secara tersusun, yaitu anakan pertama, ke dua, ke
tiga dan seterusnya (Hasanah, 2007).
9
Daun tanaman padi akan tumbuh dan berkembang pada buku masing-masing
satu buah dengan susunan berselang-seling. Tanaman padi yang unggul pada umumnya
memiliki 14-18 helai daun pada setiap tanaman( Sudirman dan Iwan, 1994). Daun
tanaman padi memiliki ciri khas tersendiri yaitu mempunyai sisik dan daun telinga,
dengan demikian tanaman padi dibedakan menjadi tanaman jenis rumput yang lain (
Hasanah,2007). Tanaman yang termasuk jenis rerumputan memiliki daun yang berbeda
beda, baik bentuk, susunan maupun bagian lainnya. Hal inilah yang menyebabkan daun
padi dibedakan menjadi jenis rumput lain.Adapun bagian- bagian daun padi meliputi:
1.Helaian daun, terletak pada batang padi serta bentuknya memanjang seperti pita.
Ukuran panjang dan lebarnya tergantung pada varietas tanaman padi yang ditanam.
2.Pelepah daun, merupakan bagian daun yang menyelubungi batang dan berfungsi untu
memberi dukungan pada bagian ruas yang jaringannya lunak.
3.Lidah daun, terletak pada perbatasan antara helai daun dan upih. Panjang lidah daun
berbeda-beda tergantung pada varietasnya. Fungsi lidah daun yaitu mencegah masuknya
air hujan diantara batang dan pelepah daun. Selain itu juga lidah daun dapat mencegah
infeksi penyakit sebab media air memudahkan penyebaran penyakit (Herawati.2012).
Bagian generatif yaitu malai adalah bunga padi (spikelet) dan keluar dari buku
yang paling atas. Bulir-bulir padi terletak pada cabang pertama dan ke dua serta sumbu
utamanya adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada
varietas yang ditanam. Panjang malai dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu malai
pendek kurang dari 20 cm,malai sedang 20-30 cm dan malai panjang lebih dari 30 cm.
10
Jumlah cabang berkisar 15-20 buah yang terendah 7 buah cabang dan yang terbanyak
mencpai 30 buah cbang (Hasanah,2007).
Bunga padi merupakan jenis golongan bunga berkelamin dua, setiap bunga
mempunyai enam buah benng sari yang bertangkai pendek dan dua tangkai putik
dengan dua buah kepala putik. Proses penyerbukan pada tanaman padi dimulai dengan
menempelnya serbuk sari pada kepala putik dan setelah itu maka tanaman padi akan
menghasilkan buah padi (gabah) yang disebut dengan kariopsis. Sedangkan beras
merupakan bagian dari kariopsis yang terdiri dari lembaga (embrio) dan
endosperm(Sugirman dan Iwan, 1994).
Buah padi adalah buah telanjang yaitu yang mempunyai perhiasan bunga dan
mempunyai jenois kelamin dengan bakal buah yang di atas mempunyai benang sari 6
buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, tangkai sari besar dan mempunyai dua kandung
serbuk . Putik mempunyai dua tangkai putik dengan dua buah kepala putik yang
berbentuk malai dan berwarna putih atau ungu (Herawati,2012).
2.3 Umur Bibit
Budidaya tanaman padi sangat perlu memperhatikan pengadaan perbandingan
umur bibit semai. Umur bibit semai padi dapat mempengaruhi banyak tidaknya anakan
setelah padi ditanam. Semakin tua umur bibit semai maka semakin sedikit jumlah
anakan yang produktif, namun dalam tinggi tanaman padi tidak begitu berpengaruh.
Pengadaan umur bibit semai juga dapat mempengaruhi sedikit banyaknya produksi dan
hasil dari tanaman padi. Semakin lama umur bibit semai maka produksi padi tetrsebut
akan menurun (Atman,2009). Umur bibit yang baik untuk penanaman padi tersebut
11
adalah 15-20 hari setelah semai, di mana umur bibit ini mampu menghasilkan produksi
padi yang paling tinggi dibandingkan dengan umur bibit padi yang berumur 25 hari
setelah semai. Umur bibit yang lebih dari 25 hari setelah semai tidak mampu
menghasilkan banyak anakan yang produktif, sehingga hasil yang dicapai tidak
maksimal. Sementara itu menurut Hasanah (2007) bibit yang berumur 25-40hari dapat
segera dipindahkan dari pesemaian ke lahan yang akan ditanami padi. Syarat yang harus
diperhatikan sebelum memindahkan bibit ke areal tanam yaitu bibit padi telah berumur
25-40 hari, bibit berdaun 5-7 helai, batang bagian bawah besar dan kuat, pertumbuhan
bibit seragam dan bibit tidak terserang hama dan penyakit.
2.4 Pengertian Gulma dan Penggolongan
Ketika mata pencaharian diusahakan dengan pola bercocok tamam, munculah
masalah tumbuhan pengganggu (gulma) yang menjadi salah satu faktor pembatas
peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pertanian. Definisi gulma cukup banyak,
diantaranya ( Rukmana dan Saputra, 1999) adalah sebagai berikut:
1.Tumbuhan yang tidak pada tempatnya.
2.Tumbuhan yang mempunyai nilai negatif.
3.Tumbuhan yang tidak dikehendaki.
4.Tumbuhan yang mengganggu usaha manusia dalam mencapai kesejahtraannya.
5.Setiap tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki, terutama di tempat
manusia bermaksud mengusahakan tumbuhan atau tanaman lain.
12
6.Setiap tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan ,sehingga manusia
berusaha memberantasnya,
7.Tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki oleh manusia.
8.Tumbuhan yang tumbuh sendiri di antatra tanaman yang diusahakan.
9.Tumbuhan yang kompetitif dan agresif.
10. Tumbuhan liar dan tumbuh berlebihan.
11.Tumbuhan yang kukuh (gigih) dan tahan terhadap pengendalian atau pemberantasan.
12. Tumbuhan yang tidak enak dipandang dan merusak pemandangan.
Selanjutnya gulma dapat disimpulkan adalah tumbuhan yang tidak pada
tempatnya dan memiliki pengaruh negatif sehingga kehadirannya tidak dikehendaki
oleh manusia. Gulma dapat memperluas daya adaptasi dan daya saing (kompetisi)
hingga merugikan tanaman budidaya. Sifat-sifat umum yang dimiliki gulma antara lain:
a.Cepat berkembang biak.
b.Periode pembungaan cukup lama.
c.Pembentukan biji berlainan umur.
d.Bunga umumnya majemuk.
e.Berbiji banyak.
f.Sifat dormansi yang lama.
g.Daya adaptasi luas.
13
h.Tahan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan.
Gulma dapat dikelompokan berdasarkan karakteristik tertentu.
A. Berdasarkan morfologinya, gulma dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Golongan rerumputan (grasses)
Golongan rerumputan mencakup jenis gulma yang termasuk ke dalam famili
gramineae.Gulma ini memiliki daya adaptasi cukup tinggi, distribusi cukup tinggi dan
mampu tumbuh baik pada lahan kering maupun tergenang. Ciri umum dari gulma
rerumputan adalah sebagai berikut:
1.Bentuk batangnya umumnya silindris, ada pula yang agak pipih atau persegi.
2.Batang biasanya berongga, beberapa diantaranya berisi.
3.Daunnya tunggal (soliter) terdapat pada buku dan berbentuk garis (linear)
4.Duduk daun berselang seling, membentuk barisan kanan dan kiri..
5.Tulang daun sejajardan ditengah helaiannya terdapat ibu tulang daun.
6.Daun terdiri dari pelepah dan helaian daun yang tepinya rata.
7.Lidah daun kerap tampak jelas pada batas antara pelepah dan helai daun.
8.Bunga tersusun dalam bulir.
9.Bulir tersusun dari anak bulir(spikelet) yang bertangkai, meskipun ada pula yang tak
bertangkai.
14
10.Setiap anak bulir tersusun dari satu atau lebih bunga kecil (floret).
11.Biasanya setiap bunga kecil dikelilingi oleh sepasang daun pelindung(bratea) yang
besarnya tidak sama.Bratea yang besar disebut lema dan bratea yang kecil disebut palea.
12.Bakal buah beruang satu dan berbiji satu.
13.Buahnya sering disebut caryopsis atau grain.
14.Bentuk buah ada yang bulat memanjang (oblong), seperti perahu, bulat telur atau
datar cembung (planoconvex)_.
Contoh gulma rerumputan, antara lain alang-alang (Imperata cylindrica L,), Rumput
pahit (Ax0n0pus cmpressus Swartz.Beauv.)
2. Golongan Teki (Sedges)
Golongan teki meliputi semua jenis gulma yang termasuk kedalam famili
Cyperaceae.Ciri-ciri gulma golongan teki adalah sebagai berikut:
1.Batang pada umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat, pipih dan berisi.
2.Daun berjejal pada pangkal batang dan tersusun dalam tiga deret.
3.Daun duduk dan berbentuk pita dengan urat daun membujur.
4.Pelepah daun berbentuk buluh, meskipun ada pula yang tidak berpelepah.
5.Tanaman tidak memiliki lidah daun.
6.Bunga tersusun dalam bulir atau anak bulir dan biasanya disungkupi oleh satu daun
pelindung.
15
7.Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku.
8.Buah tidak membuka, bijinya lepas dari dinding buah.
9.Organ perbanyakan utamanya ada yang terletak dalam tanah, ada yang
mempergunakan biji.
Contoh gulma golongan teki antara lain: Teki (Cyperus rotundus L) dan
Rumput sendayan (Rhynchospora corymbosa L )
3. Golongan Berdaun Lebar (Broadleaf weeds)
Golongan gulma berdaun lebar meliputi semua jenis gulma selain famili
gramineae dan Cyperaceae. Gulma berdaun lebar umumnya terdiri dari golongan
diocotyledoneae dan paku-pakuan (pteridophyta).
Ciri –ciri umum gulma berdaun lebar adalah sebagai berikut:
1.Ukuran daunnya lebar.
2.Tulang daun berbentuk jaringan
3.Terdapat tunas-tunas tambahan pada setiap ketiak daun, kadang-kadang juga pada
akar.
Contoh gulma berdaun lebar adalah: Bayam duri (Amaranthus spinosus ) dan
Babadotan atau wedusan ( Ageratum conyzoides L.)
B. Berdasarkan habitat umum gulma dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Gulma Darat (Terrestrial weeds)
16
Gulma darat tumbuh pada lahan kering dan bila tergenang air akan mati. Contoh
gulma darat antara lain: teki (Cyperus rotundus L.), alang-alang (Imperata cylindrica
L.) dan rumput setawar (Borreria latifolia (Aubl.) K.Sch).
2. .Gulma Air (Aquatic weeds)
Gulma air adalah gulma yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di air.
Contoh gulma air antara lain: eceng lembut (Monochoria vaginalis ), eceng gondok
(Eichornia crasipes ) dan genjer (Limnocharis flava L)
C. Berdasarkan bentuk daun, maka gulma dapat digolongkan menjadi:
1.Gulma berdaun lebar. Tumbuhan inimempunyai bentuk daun lebar, dari jenis dikotil
dan pada umumnya mempunyai lintasan C3.
2. Gulma berdaun sempit. Tumbuhan inimempunyai bentuk daun sempit panjang, dari
jenis monokotil dan pada umumnya mempunyai lintasan C4.
D. Berdasarkan lama hidupnya maka gulma digolongkan menjadi:
1. Gulma semusim atau setahun (annual). Tumbuhan ini menyelesaikan daur hidupnya
dari biji, tumbuh sampai mati selama semusim atau setahun.Karena banyaknya biji yang
terbentuk maka persisten.
2. Gulma dua tahunan(biennial). Tumbuhan ini menyelesaikan daur hidupnya selama
satu sampai dua tahun. Bunga dibentuk pada tahun kedua.
17
3. Gulma tahunan (perennial). Tumbuhan ini menyelesaikan daur hidupnya selama lebih
dari dua tahun. Kebanyakan dari gulma ini membentuk biji yang banyak untuk
penyebaran dan dapat pula menyebar secara vegetatif.
E. Berdasarkan dari sudut pentingnya interaksi terhadap tanaman yang dibudidayakan,
maka gulma dapat digolongkan kedalam:
1.Golongan gulma ganas terdiri dari 18 spesies, yang antara lain adalah: Cyperus
rotundus, Cynodon daktylon, Echinochloa crusgalli, Echinochloa colona , Eleusin
indica dan Imperata silindrica.
2.Golongan gulma agak ganas yang terdiri dari 57 spesies antara lain : Ageratum
conyzoides, Anagalis arvensis, Argemone mexicana, Axoopus compressus dan Bidens
pilosa.
2.5 Prinsip- Prinsip Pengelolaan Gulma
Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma lebih kurang setara, bahkan kadang-
kadang lebih besar dari pada kerugian yang diakibatkan olehh jasad pengganggu lain
atau pengaruh lingkungan. Gulma yang selalu tumbuh di sekitar tanaman budidaya
mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan serta hasil akhir. Adanya gulma tersebut
membahayakan bagi kelangsungan pertumbuhan tanaman budidaya dan dapat
menghalangi tercapainya sasaran produksi pertanaman. Usaha manusia untuk mengatasi
hal tersebut dapat berupa pengelolaan gulma yang efektif dan efisien.Budidaya pada
tanaman dan pengelolaan gulma merupakan usaha yang cukup memadai dalam
18
pertanian. Pemberantasan gulma dilaksanakan bila gulma itu benar- benar jahat, tumbuh
di suatu tempat tertentu dalam lintasan yang cukup sempit dan dapat membahayakan
lingkungan seperti terbakarnya gudang, tumbuh disepanjang jalan raya, tepi sungai
,waduk dan lain-lain. Sedangkan pengendalian gulma dilaksanakan, bila gulma tumbuh
pada area tertentu di sekitar pertanaman, dan tidak seluruh waktu tumbuh gulma akan
mempengaruhi pertumbuhan pertanaman seluruhnya. Pengendalian gulma hendaknya
dilaksanakan ,jika kita telah memiliki pengetahuan tentang gulma itu. Bagaimana gulma
itu dibiakan, disebarkan, bagaimana bereaksi dengan perubahan lingkungan dan
bagaimana dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut, ataupun bagaimana
tanggapan terhadap zat kimia, serta panjang siklus hidupnya.
Ada tiga metode untuk mengelola atau mengurangi populasi gulma (Rukmana
dan Saputra,1999) yaitu:
1.Pencegahan (Ekslusif)
Gulma tersebar lewat biji dan bagian-bagian vegetatifnya. Oleh sebab itu
tindakan pencegahan membutuhkan kerja sama antar daerah dan atau negara.Metode
pencegahan dapat dilakukan dengan mengadakan program pencegahan ddi antttara
batas-batas daerah atau negara. Misalnya dibuat peraturan –peraturan untuk mencegah
masuknya ttttttgulma yang tidak diinginkan ke suatu ddaerah atau negara..
19
2.Pengendalian Gulma (Weed Control)
Pengendalian gulma adalah usaha mematikan gulma dalam jumlah yang cukup,
sehingga sisa gulma yang masih ada tidak dapat menyaingi tanaman pokok atau
merugikan manusia.
3.Eradikasi
Eradikasi adalah pengeliminisasi secara total (pemberantasan) terhaddap gulma
di atas dan di dalam tanah serta bagian-bagian vegetatif yang ada..Pengendalian gulma
dengan cara eradikasi membutuhkan biaya sangat mahal, sehingga jarang ddilakukan.
Berdasarkan pengalaman pengetahuan di atas, pengendalian gulma dapat dibagi
menjadi beberapa golongan (Moenandir,1990) yaitu secara:
1.Pengendalian gulma secara preventif (pencegahan)
Pencegahan lebih baik daripada perawatan, karena itu kita harus menjaga benih
yang akan ditanamn sebersih mungkin dan bebas kontaminasi dengan biji gulma,
penggunaan alat pertanian yang bersih, pembuatan kompos yang sempurna dan
menyaring air pengairan agar tidak membawa biji gulma ke petak pertanaman atau tidak
membawa biji gulma ketempat penampungan air pengairan.
2. Pengendalian secara mekanik
Pengendalian gulma dengan cara ini hanya mengandalkan kekuatan fisik atau
mekanik, baik dengan tangan biasa , alat sederhana maupun alat berat. Pengendalian
gulma secara mekanik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
20
a.Pencabutan dengan tangan atau disebut dengan tangan. Cara ini sangat praktis, efisien
dan murah jika diterapkan pada suatu areal yng tidak luas, seperti di halaman rumah,
dalam barisan dan guludan di mana alat berat sulit untuk mencapainya.
b.bajak tangan (most satisfactorily meets the weed). Alat semacam ini sangat berguna
pada halaman dan sebagai alat tambahan mengolah tanah dalam penyiangan di segala
jenis barisan pertanaman.
c.Pengolahan tanah. Suatu usaha yang cukup praktis pada pengendalian gulma annual,
biennual dan perennial.
d.Penggenangan. Pelaksanaan penggenangan pada umumna berhasil untuk gulma
perennial. Penggenangan dibatasi dengan galangan, dengan tinggi 15-25 cm selama 2-8
minggu. Sebelumnya dibajak terlebih dahulu dan tak dibenarkann ada tumbuhan yang
mencuat di atas permukaan air. Penggenangan dapat berhasil dengan memuaskan bila
ketinggian air tidak menyebabkan pertumbuhan baru.
e.Panas. Suhu tinggi menyebabkan panas, sehingga dapat mengkoagulasikan
protoplasma dan mengurangi kerja enzim. Titik mati kebanyakan sel tanaman karena
panas terletak antara 45-55 0
C. Api atau uap panas sehubungan dengan pengemndalian
gulma mempunyai tujuan untuk:
1.Menghancurkan bagian atas gulma yang telah tua atau terpotong oleh alat lain.
2.Pada tempat berbatu atau jalan kereta api, uap panas atau api dapat dilakukan l
kali lebih baik.
21
3.Pada barisan tanaman kapas biji gulma yang berkecambah dapat dibasmi oleh
hembusan api yang dikerjakan berulang kali.
d.Pembubuhan mulsa. Pemakaian mulsa bertujuan untuk menghalangi sampainya
cahaya matahari pada gulma dan menghalangi pertumbuhan bagian atas sehingga
pemakaian mulsa dapat mengendalikan gulma.
3. Pengendalian secara kultur teknis
Pengendalian gulma secara kulktur teknois da[pat dilakukan dengan cara:
a.Pengolahan tanah yaitu pada pengolahan tanah pertama, gulma dibenamkan kedalam
tanah,sedangkan pengolahan tanah yang kedua untuk merusak dan mematikan gulma
yang masih tumbuh.
b.Penggunaan benih tanaman budidaya yang bebas gulma yaitu dengan melakukan
seleksi benih tanaman budidaya dari biji-biji gulma yang terbawa dengan cara
merendam dalam air.Biji gulma yang kecil akan terapung untuk segera dipisahkan dari
benih tanaman budidaya.
c.Pemupukan yaitu dengan memberi pupuk berimbang kepada tanaman pokok sehingga
tanaman tumbuh subur dan mampu bersaing dengan gulma.
d.Pergiliran (rotasi ) tanaman dengan tujuan agar gulma tertentu untuk tidak
mengganggu perkembangan pertanaman berikutnya. Pesaing kuat bagi suatu
pertanaman memberi banyak keuntungan. Misalnya pertanaman itu cepat tumbuh
22
berkanopi lebih lebat sehingga cepat memberi naungan pada daerah di ba.wahnya, cepat
masak untuk dipanen.
e.Pengendalian gulma secara ekologis yaitu dengan memodifikasi lingkungan yang
mengakibatkan tumbuhan tanaman menjadinlebih baik dan pertumbuhan gulma
menjadi lebih buruk. Misalnya mengubah kedudukan air dan nutrisi pada saat tertentu.
f.Penggunaan jenis alat pengolah tanah memberikan pengaruh pada timbulnya gulma
selanjutnya pada lahan pertanaman. Contoh penggunaan alat sederhana dari manusia
atau hewan dinadingkan dengan menggunakanalat berat yang menggunakan mesin akan
memberikan dampak yang berbeda pada timbulnya gulma pada pertanaman.
4.Pengendalian gulma secara biologis
Pengendalian biologis yaitu dengan menggunakan insekta dan jamur untuk
mengendalikan gulma. Contoh penggunaan penggerek Argentine (Cactoblastis
cactorum ) di Queensland yang memakan kaktus (opuntia) selama 12 tahun dapat
menekan sampai 95 %. Ada pula hewan ternak yang memakan rerumputan secara
teratur dapat menekan sejenis gulma. Contoh penggunaan ayam kalkun di kebun kapas,
jenis ikan dugong di laut sekitar Amerika tengah dapat mengendalikan gulma
air.Pengendalian alang-alang oleh tumbuhan penutup tanah, seperti calloponium,
centrosema ddan pueraria. Pengendalian dengan memanfaatkan itk/bebek yaitu dengan
menempatkan anak itik pada lahan sawah selama beberapa hari. Anak itik itu membantu
mengendalikan gulma dengaan cara memakannya. Pengendalian dengan azolla pinata
sebagai mulsa hidup yang mengapung dipermukaan air. Keberadaan azolla yang
mmenutupi permukaan dapat menghambat pertumbuhan gulma yang tumbuh dari biji.
Selain itu azolla dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau untuk mmenyuburkan tanah.
23
5. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan bahan kimia yang dapat menekan atau mematikan gulma. Bahan kimia
yang dipakai disebut herbisida. Pengendalian dengan cara ini membutuhkan alat
penyebar herbisida serta pengetahuan khusus tentang herbisida itu sendiri. Secara garis
besarnya herbisida dapat digolongkan dalam dua golongan yaitu golongan herbisida
selektif dan golongan herbisida non selektif.
Kebanyakan herbisida akan lebih efeftif pada gulma daun lebar, bila besar
konsentrasi herbisida yang digunakan tepat dan tepat pula saat pemberiannya.
Sesuai waktu pemberian maka herbisida dapat diberikan secara:
a. Pra pengolahan, sebelum pengolahan tanah, gulma yang ada di atas lahan diberi
herbisida untuk memudahkan pengolahan.
b. Pra tanaman, setelah pengolahan tanah dan sebelum tanam, herbisida diberikan
untuk menghambat pertumbuhan gulma dan memudahkan menanam.
c. Pra tumbuh, setelah tanam, herbisida diberikan sebelum tanaman maupun gulma
muncul.
d.Pasca tumbuh, herbisida diberikan setelah tanamanmaupun gulma muncul atau
tumbuh.
Tentang arah penggunaan herbisida dengan alat penyemprotan dapat diberikan secara:
-langsung pada gulmanya
-langsung pada gulma yang tumbuh terpencar.
24
-langsung pada gulma dalam larikan.
-diberikan di atas pertanaman.
-diberikan pada keseluruhan tanaman dan gulma.
6. Pengendalian secara terpadu
Akibat parahnya penekanan gulma pada pertumbuhan tanaman membuat para
petani berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menanggulaninya. Penentuan
keputusan pelaksanaan pengendalian secara terpadu sangat penting dalam
keberhasilannya. Apakah perpaduan pengendalian itu menguntungkan atau tidak.
Kombinasi dalam perpaduan yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal dalam
pengendalian gulma. Perpaduan beberapa cara pengendaliaan gulma dapat diharapkan
mengatasi permasalahan gulma. Misalnya perpaduan antara pengendalian secara
mekanik diteruskan dengan pemberian herbisida pasca tumbuh, penggunaan herbisida
pra tumbuh diteruskan dengan herbisida pasca tumbuh dan lain-lain. Dapat menekan
infestasi gulma yang sulit untuk dibasmi.
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan sawah petani di Subak Cepik, Desa Tajen,
Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Mei 2017.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner(pertanyaan-
pertanyaan ) yang telah dipersiapkan sebelumnya, untuk menanyakan cara-cara
pengelolaan gulma padi sawah yang telah dilakukan oleh petani responden. Sedangkan
alat-alat yang digunakan yaitu berupa alat-alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1.Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2017 di lahan subak Cepik,
Desa Tajen, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Pengumpulan data dilakukan
dengan mewawancarai langsung petani responden sebanyak 15 orang serta pengamatan
langsung pada areal sawah. Penentuan responden dengan cara mewawancarai petani
yang bisa ditemui dilapangan.
3.3.2 Variabel pengamatan
Pengumpulan data dilakukan dengan mentabulasi hasil wawancara terhaddap
responden. Adapun variabel yang dicari adalah mengenai bagaimana cara-cara dari
responden unuk melakukan pengelolaan gulma padi sawah yang bersangkutan.
26
3.4 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dari hasil pengamatan di lapangan ,selanjutnya
dianalisis secara deskriptip
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil pengamatan tentang cara pengelolaan gulma padi sawah dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil cara pengelolaan gulma padi sawah di subak Cepik, Desa Tajen sebagai
berikut:
No.Respon
den
Cara Pengelolaan Gulma
Pencegah
an
(Ekslusif)
Pengendalian Gulmma
(Weed Contol)
Eraddikasi
1* 2* 3* 4* 5* 6*
1 - v v - v v v -
2 - v v - v v v -
3 - v v - v v - -
4 - v v - v v - -
5 - v v - v v - -
6 - v v - v v v -
7 - v v - v - - -
8 - v v - v - - -
9 - v v - v v v -
10 - v v - v - - -
28
11 - v v - v v - -
12 - v v - v v v -
13 - v v - v - - -
14 - v v - v v v -
15 - v v - v - - -
Jumlah 0 15 15 0 15 10 6 0
Keterangan:
1= pengendalian gulma dengan pencegahan.
2= pengendalian gulma dengan mekanik.
3= pengendalian gulma dengan biologis.
4= pengenalian gulma ddengan kultur teknis.
5= pengendalian gulma dengan kimiawi.
6= pengendalian gulma dengan terpadu.
V= cara petani melaksanakan pengelolaan gulma.
-= petani tidak melakukan pengelolaan gulma.
Hasil pengamatan cara pengelolaan gulma menunjukkan bahawa ditemukan
cara pengelolaan gulma dengan pencegahan (ekslusif ) sebanyak 0 %. , cara
pengendalian gulma (weed control)adalah sebagai berikut: cara pencegahan dengan
menggunakan benih yang bebas dari biji gulma sebanyak 100 %; cara mekanik yang
menggunakan tangan atau bantuan alat berupa landak atau odrok sebanyak 100 %; cara
biologis sebanyak 0 %; cara kultur teknis yaitu dengan menerapkan panca usaha tani
sebanyak 100 %; cara kimiawi dengan memakai herbisida Ally 20 WP atau DMA
sebanyak 66,67 % dan cara terpadu dengan menggabungkan cara mekanik dan cara
kimiawi sebanyak 40 %; sedangkan pengelolaan dengan cara eradikasi sebanyak 0 %.
29
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan di atas maka cara pengelolaan gulma yang paling
banyak dilakukan oleh petani padi di subak Cepik adalah cara pengendalian gulma
(weed control) dengan nilai berturut-turut adalah cara pencegahan sebesar 100 %; cara
mekanik sebesar 100 %; cara kultur teknik sebesar 100 %; cara kimiawi sebesar 66,67
% dan cara terpadu sebesar 40 %. Sebaliknya cara pengelolaan gulma ddengan ekslusif
an eradikasi tidak pernah dilakukan ( sebesar masing – masing 0 % ). Berasarkan
imformasi hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa kehadiran gulma berdaun
lebar menduduki posisi yang paling tinggi baik dilihat dari jenis, populasi dan
persentase penyebarannya sedangkan yang paling rendah ditemukan pada gulma
rerumputan pada budidaya tanaman padi di subak Cepik, Desa Tajen.
Sukman dan Yakup (1991) menyatakan bahwa persaingan gulma selama 6
minggu pertama atau setelah penanaman mempunyai pengaruh yang besar terhadap
hasil tanaman budidaya. Menurut Ermawati dan Supriyanto (2001) mengatakan bahwa
persaingan dengan gulma menyebabkan persaingan dalam hal pemanfaatan sumberdaya
yang sama yang bisa mengurangi produksi fotosintat tanaman. Sedangkan Alfandi dan
Dukat (2007) mengatakan bahwa adanya gulma dalam jumlah yang cukup banyak dan
rapat selama masa pertumnuhan dan perkembangan akan menyebabkan kehilangan hasil
secara total. Selanjutnya Moenandir dan Handayani (1990) menambahkan bahwa
penurunan yang cukup besar dari hasil tanaman terjadi apabila gulma dibiarkan tumbuh
dari minggu kedua sampai minggu keempat dan waktu tersebut dapat disebut dengan
peride kritis karena gulma. Pitoyo( 2006) mengatakan bahwa penurunan hasil tanaman
padi yang disebabkan gulma secara nasional sebesar 15- 42 % untuk padi sawah dan
30
sebesar 47- 87 % pada padi gogo. Sehubungan dengan pendapat tersebut maka masalah
gulma pada tanaman padi ini sangat perlu mendapat perhatian yang serius serta
diperlukan penanganan atau pengelolaan gulma yang efektif dan efisien agar tidak
terjadi penurunan hasil tanaman padi baik secara kuantitas maupun kualitas akibat
gulma. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Fitriana (2008) yang mengatakan
bahwa gulma yang tumbuh bersama tanaman dapat mengurangi kuntitas dan kualitas
hasil tanaman karena gulma menjadi pesaing dalam pengambilan unsur hara, air dan
cahaya serta menjadi inang hama dan penyakit.
Herbisida Setoff 20 WG adalah salah satu dari banyak jenis herbisida yang
dapat dipergunakan untuk menanggulangi gulma yang sering terdapat pada areal padi
sawah, seperti eceng,wewehan,genjer, semanggi dan lain-lain. Setoff adalah herbisida
dari golongan Sulfonylurea yang paling mutakhir. Herbisida ini mengandung bahan
aktif Cinosulfuron dan diperlukan hanya dalam jumlah yang kecil untuk mengendalikan
gulma dipertanaman padi saawah. Penggunaan Setoff untuk pengendalian gulma pada
pertanaman padi yaitu sebanyak 2 gram per satu tangki penyemprotan dan digunaakan
untuk menyemprot lahan seluas lebih kurang 400 m
2. Herbisida Setoff 20 WG cukup
disemprotkan sekali selama musim tanam yaitu pada saat padi berumur 2-6 hari setelah
tanam.
Kelebihan dari penggunaan herbisida Setoff 20 WG adalah tidak meracuni
tanaman padi dan gulma bisa terkendali sejak dari awal sehingga semua pupuk yang
diberikan dimanfaatkan oleh tanaman padi dan padi akan terbebas dari persaingan
dengan gulma,, yang pada akhirnya bisa mengharapkan hasil panen yang tinggi dan
berkualitasbaik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1..Pengelolaan gulma yang paling banyak dilakukan di subak Cepik adalah dengan
pengendalian gulma (weed control) yaitu dengan cara pencegahan sebanyak 100 %, mekanik
sebanyak 100 %; kultur teknik sebanyak 100 %; yang selanjutnya diikuti dengan cara
kimiawi sebesar 66,,67 % dan cara terpadu sebanyak 40 %.
2.Pengelolaan gulma pada padi sawah sangat perlu dilaksanakan untuk mencegah agar tidak
terjadi penurunan hasil, baik secara kualitas maupun kuantitas.
5.2.Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka cara pengelolaan gulma pada padi sawah
yang dilakukan oleh petani di subak Cepik ini, agar bisa dipakai sebagai pedoman untuk
melakukan pengelolaan gulma pada tanaman padi di tempat yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 1976. Pedoman Pengendalian Tumbuh-tumbuhan Pengganggu. Jakarta :
Departemen Pertanian.Direktorat Jendral Perkebunan.
Cara Mudah Mengendalikan Gulma Padi di Lahan Sawah. Mitalon.com/2016. Diakses
tanggal 29 juli 20177.
Chauhan, B.S., D.E. Johnson. 2010. Implications of narrow crop row spacing and delayed
Echinochloa colona and Echinochloa crus-galli emergence for weed growth and crop
yield loss in aerobic rice. Field Crops Res. 117:177-182.
Dasar Pertanian. Blogspot.co.id/2016/klasiikasi dan jenis gulma. Diakses tanggal 29 Juli
2017.
Ermawati,S. dan B. Supriyanto .2001. Pengaruh M-Bi0 dan Pupuk SP-36 terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau. J. Budidaa Pertanian. 7(1): 26-35.
Fitriana,M. 2008. Pengaruh Periode Penyiangan Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Varietas Kenari. Jurnal Agria.5 (1): 1-4.
Hasanah,I. 2007. Bercck Tanam Padi. Jakarta. Azka Mulia Media.
Herawati, W.D 2012. Budidaya Padi. Jogyakarta: Javalitera.
Lovett, J.V. 1979. Plant Community Dinamics and Weed Management. Australia :
Departement of Agronomy and Soil Science University of New England. Armidale
NSW. 2351.
Moenandir,J.(1990) Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma( Ilmu Gulma Buku
III).Jakarta. Rajawali Pers.Cet. I:111 hal.
Moenandir,J (1990). Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Penerbit Rajawali Pers
Jakarta. 121 hal.
Moenandir,J dan S. Handayani. 1990. Peride Kritis Tanaman Kacang Hijau Varietas Walet
pada Beberapa Jarak Tanam dan Akibat Persaingan dengan Gulma. Agrivita13 (4):1-6
33
Pitoyo. 2006. Gulma pada padi Sawah. Chyiima.blogspot.co.id/2011/1.html. diakses pada
tanggal 18 Januari 2017.
Purnomo,1986(Pengaruh Pengelolaan Tanah dan tanaman terhadap Pertumbuhan Gulma dan
Produksi Kacang Hijau. Penelitian palawija. Malang I (1): 43-50.
Pengendalian Gulma Padi Sawah. http://w.w.w.ngasih.com/2014/09/07/. Diakses pada
tanggal 29 Juli 2017.
Rao, A.N., D.E. Jhonson, B. Sivaprasad, J.K. Ladha, A.M. Mortimer. 2007. Weed
management in direct-seeded rice. Advan. Agron. 93:153-255.
Rukmana,H.R. dan U.U. Saputra. 1999. Gulma dan Teknik Pengendalian. Penerbit Kanisius.
88 hal.
Rosmawati, D. Y. 2008. Pengaruh Tinggi Genangan terhadap Pertumbuhan Gulma dan
Produksi Padi Hibrida (Oryza sativa L). Skripsi Fakultas Pertanian IPB.
Saito, K., K. Azoma, J. Rodenburg. 2010. Plant characteristics associated with weed
competitiveness of rice under upland and lowland conditions in West Africa. Field
Crops Res. 116:308-317.
Soedarsan,A.;Basuki; S. Wirjahardja dan M.A.Rifai (1983). Pedoman Pengenalan Berbagai
Jenis Gulma Penting pada Tanaman Perkebunan .Departemen Pertanian. Direktorat
Jendral Perkebunan.115 hal.
Sudirman,S. P. dan A. Iwan. S. 1994. Mina Padi Budidaya Ikan Bersama Padi. Jakarta.
Penebar Swadaya.
Sundaru, M., S. Mahyuddin dan J.Bakar. 1976. Beberapa Jenis Gulma pada Padi Sawah.
Bogor : Lembaga Pusat Penelitian Pertanian.
Sukman,Y dan Yakup (1991). Gulma dan Teknik Pengendalianya.. Jakarta. Rajawali Press.
157 hal.
34
Soerjani, M.; A.J.G.H. Kostermans dan G. Tjitrosoepomo. 1987. Weed Of Rice In Indonesia.
Balai Pustaka Jakarta. 561 hal.
Tjitrosoedirdja, S.,H. Utomo dan J. Wiroatmojo. 1985. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan.Jakarta : PT. Gramedia.
Tungate, K.D., D.W. Israel, D.M. Watson, T.W. Rufty. 2007. Potential changes in weed
competitiveness in an agroecological system with elevated temperatures.