Kaka Kelas

  • Upload
    pintwan

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kaka kelas

Citation preview

1. Jelaskan faktor risiko yang ada pada pasien di skenario!Para ahli membagi dua kelompok factor risiko pemicu timbulnya hipertensi, yaitu factor yang tidak dapat dikontrol dan factor yang dapat dikontrol.1. Faktor yang tidak dapat dikontrola. KeturunanSekitar 70-80% penderita hipertensi esensial ditemukan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita yang kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa factor genetic mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi.b. Jenis kelaminHipertensi lebih mudah menyerang kaum laki-laki daripada perempuan. Hal itu kemungkinan karena laki-laki banyak memiliki factor pendorong terjadinya hipertensi, seperti stress, kelelahan, dan makan tidak terkontrol. Adapun hipertensi pada perempuan peningkatan risiko terjadi setelah masa menopause (sekitar 45 tahun)c. UmurPada umumnya, hipertensi menyerang pria pada usia diatas 31 tahun, sedangkan wanita terjadi setelah usia 45 tahun (menopause).

2. Faktor yang dapat dikontrola. KegemukanBerdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi. Telah dibuktikan pula bahwa faktor ini mempunyai kaitan erat dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi dengan berat badan normal.b. Konsumsi garam berlebihGaram mempunyai sifat menahan air, Konsumsi garam yang berlebihan dengan sendirinya akan menaikkan tekanan darah. Sebaiknya hindari pemakaian garam yang berlebihan atau makanan yang diasinkan. Hal itu tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalam makanan. Namun, sebaiknya penggunaan garam dibatasi seperlunya saja.c. Kurang olahragaOlahraga isotonic, seperti bersepeda, jogging, dan aerobic yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Orang yang kurang aktif berolahraga pada umumnya cenderung mengalami kegemukan.Olahraga dapat juga mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Garam akan keluar dari dalam tubuh bersama keringat.d. Merokok dan konsumsi alkoholHipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu, nikotin juga dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah.Efek dari konsumsi alcohol juga merangsang hipertensi karena adanya peningkatan sintesis katekholamin yang dalam jumlah besar dapat memicu kenaikan tekanan darah.Pada pasien di skenario, pasien tersebut memiliki beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya hipertensi, yaitu: Kedua orang tua yang mengidap hipertensi, BMI: 25,2 (Obes 1), kemungkinan obes ini juga disebabkan karena kurangnya olahraga Peminum alcohol

2. Jelaskan obat antihipertensi yang aman untuk kehamilan!Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5- 15 % penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamuilan masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, kuga oleh perawatan persalinan masih ditangani oleh petugas non medic dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga kerja medic baik di pusat maupun di daerah.

KLASIFIKASIPembagian klasifikasiKlasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the Nasional High Blood Pressure Edication Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 20011, ialah :1. Hipertensi Kronik2. Preeklamsia-eklamsia3. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeklamsia4. Hipertensi Gestasional

PENJELASAN PEMBAGIAN HIPERTENSI1. Hipertensi Kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali di diagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan. 2. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.3. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ atau koma4. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.5. Hipertensi Gestasional (disebut juga transient hypertention) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehmailan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuriaDIAGNOSIS DAN PENANGANAN PADA PASIEN Hipertensi Kronik

DefinisiHipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan, maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolic 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu.

Etiologi Hipertensi KronikHipertensi kronik dapat disebabkan primer : idiopatik : 90% dan sekunder: 10% berhubungan dengan penyakit ginjal, vascular kolagen, endokrin, dan pembuluh darah.

Diagnosis Hipertensi krinik pada KehamilanDiagnosis hipertensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang telah timbul sebelum kehamilan, atau timbul hipertensi 20 minggu umur kehamilan.Ciri-ciri hipertensi kronik: Umur ibu relative tua diatas 35 tahun Tekanan darah sangat tinggi Umumnya multipara Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, diabetes mellitus Obesitas Penggunaan obat-obat antihipertensi sebelum kehamilan Hipertensi yang menetap pascapersalinanDampak Hipertensi Kronik pada kehamilan Dampak pada ibuBila perempuan hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya dan hipertensi dapat terkendali, maka hipipertensi kronik tidak berpengaruh buruk pada kehamilan, meski tetap mempunyai resiko terjadinya solution plasenta ataupun superimposed preeklamsia.Hipertensi kronik yang diperberat oleh kehamilan akan memberi tanda (a) kenaikan mendadak tekanan darah, yang akhirnya disusul oleh proteinuria dan (b) tekanan darah sistolik 200 mmHg diastolic 130mmHg, dengan akibat segera terjadi oliguria dan gangguan ginjalPenyulit hipertensi kronik pada kehamilan ialah (a)solution plasenta : resiko terjadinya solution plasenta 2-3 kali pada hipertensi kronik dan (b) superimposed preeklamsia. Dampak pada janinDampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau etal growth restriction, intra uterine growth restriction (IUGR), dan peningkatan persalinan preterm.

Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan khusus berupa ECG (eko kardiografi), pemeriksaan mata, dan pemeriksaan USG ginjal, fungsi ginjal, hepar, hb, hematocrit dan trombosit.

Pemeriksaan janin Perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi janin. Bila dicurigai IUGR

Pengolahan pada kehamilanTujuan pengolahan hipertensi kronik dalam kehamilan adalah meminimalkan atau mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat anatihipertensi.Secara umum ini berarti mencegah terjadinya hipertensi yang ringan menjadi lebih berat, yang dapat dicapai dengan cara farmakologik atau perubahan pola hidup : diet, merokok, alcohol dan substance abuseTerapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan keselamatan ibu, tanpa memandang status kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya CVA, infark miokard serta disfungsi jantung dan ginjal.Antihipertensi diberikan :1. sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipertensi, yaitu pada stage I hypertensi tekanan darah sistolik 140mmHG, takanan diastolic 90mmHg2. bila terjadi disfungsi end organ

Obat Antohipertensi :Jenis antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik ialah : - metildopa = suatu 2 reseptor antagonisdosis awal 500 mg 3 x perhari, maksimal 3 gram per hari Calcium Chanel- blockersNiedipin = dosis berfariasi antara 30 90 mg perhari Diuretic ThiazideTidak boleh diberikan karna akan mengganggu volume plasma sehingga mengganggu aliran darah uretroplasenta Hydralazine Beta blockers

Efek pemberian antihipertensi terhadap pemberian ASI 1. Pengetahuan mengenai farmakokinetik obat anti HT dalam ASI sangat minimal.2. Pemberian Thiazide diuretic harus dihindarkan oleh karena dapat menyebabkan penurunan produksi ASI.3. Methyldopa diperkirakan aman bagi ibu menyusui.4. Kecuali propanolol, jenis beta blocker lain terdapat dalam ASI dengan kadar tinggi.5. Kadar Clonidine dan Captopril dalam ASI sangat minimal.

3. Langkah-langkah apasaja yang dilakukan untuk evaluasi TD?Pengukuran sendiri TD memberi informasi yang berharga untuk penilaian pada penderita hipertensi dan untuk mengawasi respons pengobatan, disamping mencegah adanya white coat hypertension (WCH). WCH adalah meningkatnya TD secara persisten pada pengukuran di ruang pemeriksaan klinik dan TD normal di luar ruang pemeriksaan klinik. Definisi ini arbitrary dan diagnosis WCH ditegakkan dengan memonitor TD selama 24 jam. Prevalensi WCH besarnya berkisar antara 560% tergantung karakteristik dari populasi setempat. Pengukuran TD di rumah dengan alat pengukur TD rumahan atau ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) 24 jam.Pemantauan ABPM adalah metode semakin populer tekanan darah rekaman. Hal ini meningkatkan presisi dan kemampuan untuk memproduksi pengukuran tekanan darah, menghilangkan kesalahan dan bias pengamat,, dan memungkinkan penilaian mengevaluasi pasien dengan atau tekanan darah variabel. Tak satu pun dari percobaan utama pengobatan pada hipertensi telah dilakukan dengan menggunakan rekaman darah ambula-inventaris tekanan; karena ini nilai prognostik pemantauan tersebut masih belum pasti. Metode analisis data yang optimal, pentingnya bacaan malam hari dan waktu, efektivitas biaya. Meskipun masalah ini, pemantauan ambulatori sudah membuat kontribusi penting untuk penilaian dan pengelolaan pasien yang dipilih dengan tekanan darah tinggi .Beberapa dokter menyarankan agar penggunaan ABPM 24 jam diberikan pada mereka yang pertama kali didiagnosis hipertensi dan untuk membuat keputusan pengobatan. ABPM dapat memperbaiki pemantauan TD sehingga pengobatan dapat dioptimalkan lebih cepat dan lebih banyak pasien yang dapat mencapai sasaran TD pengobatan yang memadai. Dengan pengukuran TD yang lebih akurat dan terpercaya,Pengukuran tekanan darah ambulatori (Ambulatory blood pressure monitoring=AMBP) merupakan teknik pengukuran tekanan darah (TD) berulang-ulang secara otomatis dengan interval tertentu (biasanya 15-30 menit) selama periode 24-48 jam, hingga mendapatkan hasil rekam TD selama aktivitas harian seseorang.

4. Jelaskan penatalaksanaan nonfarmakogis pada pasien diskenario!Modifikasi Gaya Hidup Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan (Kotchen, 2008). Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008).ModifikasiRekomendasiPenurunan Potensial TD Sistolik

Diet Natrium Membatasi diet natrium tidak lebih dari 2400 mg/hari 2 8 mmHg

Penurunan Berat BadanMenjaga berat badan normal : BMI = 18,5 24,9 kg/m25 20 mmHg per 10 kg penurunan berat badan

Olahraga aerobic Olahraga aerobic secara teratur, bertujuan untuk melakukan aerobic 30 menit.Latihan sehari-hari dalam seminggu. Disarankan pasien berjalan-jalan 1 mil per hari diatas aktivitas saat ini

4 9 mmHg

Diet DASH Diet yang kaya akan buah-buahan, sayuran, dan mengurangi jumlah lemak jenuh dan total4 14 mmHg

Membatasi konsumsi alkoholPria 2 minum per hari, wanita 1 minum per hari2 4 mmHg

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).

5. Apa keuntungan dan kerugian kombinasi dibandingkan monoterapi pada pengobatan pada pasien skenario? Dan bagaimana penulisan resep pada skenario?Terapi kombinasi baku (FDC/Fixed Dose Combination) memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan monoterapi atau kombinasi secara bebas. Penggunaan terapi kombinasi baku dapat meningkatkan keyakinan pasien dan menyederhanakan regimen terapi. Peningkatan kepercayaan dan pengurangan kerumitan dari regimen terapi dapat meningkatkan optimalisasi dari pemberian pengobatan dan ketaatan pasien, sehingga dapat mengurangi salah satu hambatan utama didalam pengobatan terhadap pasien hipertensi. Sebagai tambahan, biaya medis secara langsung dan tak langsung terhadap penanganan tekanan darah tinggi dan hubungannya dengan kejadian komplikasi kardiovaskuler menurun sebagai hasil dari penggunaan regimen dan ketaatan dari penggunaan masing-masing obat antihipertensi yang juga memiliki efek kardioprotektif.

Gambar 2. Guidelines dari UK National Institute untuk pengobatan pada hipertensi yang baru didiagnosa (R.C.P. London, 2006).

Kombinasi Terapi yang TersediaBeberapa jenis kombinasi regimen antihipertensi telah tersedia, termasuk ACE-i (Angiotensin-Converting Enzym Inhibitor) dengan penghambat kanal kalsium (CCBs), ACE-i dengan diuretik, ARBs (Angiotensi Reseptor Blockers) dengan diuretik, dan B-blocker dengan diuretik. Dari uraian diatas, maka yang belum tersebutkan adalah kombinasi antara CCB/ ARB, yang mungkin dapat menjadi suatu strategi pengobatan kombinasi pada pasien hipertensi yang tidak dapat mencapai target tekanan darah yang dikehendaki. Hambatan secara simultan melalui dua jalur yang berbeda pada pengaturan tekanan darah dari CCB/ARB telah menunjukkan hasil yang signifikan terhadap penurunan dan kontrol tekanan darah bila dibandingkan dengan penggunaan monoterapi obat antihipertensif. Meskipun penggunaan obat terapi B-blocker/diuretik lebih efektif dalam menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan penggunaan monoterapi, akan tetapi terdapat laporan penggunaan kombinasi tersebut terhadap resiko terjadinya diabetes melitus, dimana diabetes melitus sendiri merupakan salah satu faktor resiko dari penyakit kardiovaskuler. Penggunaan dari kombinasi B-blocker/diuretik telah menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dari hasil studi LIFE (Losartan Intervention For Endpoint) dan pada studi ASCOT-BPLA (Anglo Scandinavian Cardiac Outcomes Trial-Blood Pressure Lowering Arm), yang menunjukkkan bahwa B-blocker memberikan efek perlindungan terhadap jantung yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis obat antihipertensi yang lain. Studi ASCOT-BPLA menunjukkan bahwa regimen amlodipine dapat memberikan efek kardio-protektif terhadap resiko komplikasi jantung yang jauh lebih besar dibandingkan dengan penggunaan regimen atenolol, meskipun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pasien stadium akhir seperti miokard infark nonfatal dan penyakit jantung koroner yang fatal, yang kemungkinan dikarenakan terminasi awal pada pemilihan populasi sampel percobaan. Efek proteksi yang ditawarkan oleh obat B-blocker dari percobaan ASCOT-BPLA memiliki efek yang kecil, walaupun perbedaan kardio-protektif terlalu berlebihan bila hanya dinilai dari tekanan darah saja. Penurunan tekanan darah secara cepat didapatkan pada kelompok dengan penggunaan amlodipine dibandingkan dengan kelompok atenolol (perbedaan diantara masing-masing kelompok paling besar pada bulan ke-3), yang sesuai dengan hipotesa bahwa penurunan tekanan darah yang cepat berhubungan dengan penurunan faktor resiko kejadian komplikasi kardiovaskuler dibandingkan dengan kelompok "delayed responders". Studi ASCOTBPLA memberikan suatu tuntunan baru penatalaksanaan hipertensi pada institut di Inggris (NICE/National Institute Clinical Excellence), yang membuat pernyataan bahwa B-blocker bukanlah merupakan pilihan utama pada terapi awal hipertensi (Gambar 2). Analisa dari pengaruh terapi B-blocker/diuretik pada studi VALUE memberikan data tambahan pada keadaan metabolik yang merugikan dari kombinasi obat tersebut sehubungan dengan peningkatan resiko terjadinya diabetes melitus.Kombinasi Diuretik dengan ACE-i dan ARBsTerdapat alasan yang kuat penggunaan terapi kombinasi dari ACE-i atau ARBs dengan diuretik, berdasarkan dengan peningkatan presentase dari pasien hipertensi yang berhasil mencapai target tekanan darah dibandingkan dengan penggunaan monoterapi. Sebagai tambahan, penghambatan terhadap sistem renin-angiotensin (RAS system) dengan ACE-i atau ARB dapat mencegah atau membalikkan efek diuretik terhadap serum glukosa, lipid, dan kalium. Berdasarkan data terbaru dari tuntunan terapi UK NICE, penggunaan ACE-i atau ARBs merupakan pilihan utama terapi hipertensi pada pasien dengan usia kurang dari 55 tahun dan merupakan pilihan terapi lini kedua pada pasien umur 55 tahun atau lebih.Kombinasi ACE-i dengan CCbsKombinasi dari ACE-i dan CCBs telah menunjukkan efek penurunan tekanan darah yang lebih besar bila dibandingkan dengan penggunaan monoterapi. Kombinasi ACE-i/CCBs telah menunjukkan penurunan tekanan darah yang efektif pada pasien hipertensi dan gagal ginjal, tanpa mempengaruhi fungsi renal yang tersisa, serta pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2. ASCOT -BPLA memberikan bukti-bukti mengenai keuntungan dari kombinasi terapi CCB (Amlodipine) dan ACE-i (perindopril). ASCOT sendiri merupakan suatu studi acak prospektif terkontrol di berbagai pusat kesehatan dengan jumlah pasien hipertensi sebesar 19.257, berusia 40-79 tahun, dan dengan sekurangnya memiliki tiga faktor resiko kelainan kardiovaskuler. Pada studi, pasien diberikan regimen terapi amodipine dengan perindopril atau atenolol dengan bendroflumethiazide. Terdapat perbedaan yang signifikan pada penurunan tekanan darah pada kombinasi CCB/ACE-i, meskipun perbedaan pada pengurangan resiko kelainan kardiovaskuler tidak berbeda secara signifikan (pengurangan resiko 10%; p=0.l), kombinasi CCB/ACE-i memberikan penurunan resiko stroke sebesar 23%, kelainan dan prosedur kardiovaskuler total 16%, kematian kardiovaskuler 24% dan onset diabetes 30% bila dibandingkan dengan kombinasi B-blocker/diuretik. Secara kontras, hasil terbaru dari percobaan DREAM (Diabetes Reduction Assessment With Ramipril and Rosiglitazone Medication) mengindikasikan bahwa penggunaan ACE-i Ramipril tidak secara signifikan mengurangi angka kejadian diabetes melitus, dibandingkan dengan plasebo pada 5.269 pasien yang terdiagnosa mengalami gangguan glukosa puasa IFG (Impaired Fasting Glucose) atau IGT (Impaired Glucose Tolerant) tanpa adanya kelainan kardiovaskuler. Akan tetapi studi dari Kaplan-Meier pada kurva lambat divergen menunjukkan bahwa mungkin terdapat keuntungan di dalam pencegahan diabetes setelah 3.5 tahun, yang menunjukkan bahwa studi tersebut kurang mendapat perhatian atau waktu studi yang terlalu pendek. Hasil dari penelitian yang sedang berjalan dari penelitian NAVIGATOR (Nateglinide And Valsartan in Impaired Glucose Tolerance Outcomes Research), akan memberikan data tambahan terhadap efek dari ACE-i untuk mengurangi onset terjadinya diabetes melitus.Penggunaan kombinasi ACE-i dan CCBs juga menunjukkan hasil insiden edema yang lebih rendah dibandingkan penggunaan CCBs sebagai monoterapi. ACE-i secara umum mudah diterima pasien, meskipun terkadang terdapat efek samping batuk kering kronis yang dapat menjadi permasalahan pada 20% dari pasien.Tabel 1. Keuntungan dari mekanisme multipel terapi CCB/ARB, seperti amlodipine/valsartan (Sverre E. Kjeldsen, Drug Evaluation Therapy, 2007).EfekDampak Klinis

Meningkatkan efek penurunan tekanan darahPotensiasi efek antihipertensiEfek aditifMenyeimbangkan mekanisme regulasi balik

Peningkatan toleransiPengurangan efek sampingTidak memerlukan penambahan dosis, sehingga mengurangi efek samping Pengurangan efek samping (ex : amlodipine-edema perifer)

Efek protektifKeuntungan karena penurunan tekanan darah: mengurangi resiko diabetes melitus- efek anti angina

Peningkatan toleransiMenyederhanakan regimen terapi Menawarkan kenyamanan pada pasienDosis satu kali/hariMengurangi kerumitan regimen terapi

Efek terhadap ekonomiBiaya lebih murah dibandingkan penggunaan 2 monoterapi mengurangi pengeluaran melalui : penurunan tekanan darah yang cepat dan menghindari efek samping kardiovaskuler mengurangi biaya kesehatan secara langsung dan tidak langsung meningkatkan toleransi terhadap penderita

ARB : Angiotensin II receptor blocker; CCB : calcium channel blocker. Kombinasi ARBs dengan CCBsPenggunaan kombinasi ARB dan CCB memiliki beberapa keuntungan(tabel 1), meskipun ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap penggunaannya (seperti harga yang berhubungan dengan onset terjadinya angina dan diabetes melitus) yang perlu diperhitungkan. Terdapat beberapa mekanisme terapi yang berhubungan dengan penurunan tekanan darah secara cepat dan efek tambahan terhadap penurunan tekanan darah pada dua jalur mekanisme terapi yang berbeda. ARBs bekerja pada target sistem renin angiotensin dengan menghambat pada reseptor angiotensin II tipe reseptor 1 ( AT1), sehingga menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah serta ekskresi garam dan air, dan mengurangi aktivasi dari sistem saraf simpatis. CCBs menstimulasi vasodilatasi perifer dengan menghambat kanal kalsium pada otot halus pembuluh darah. Kedua target kerja obat ini memiliki mekanisme yang penting terhadap mekanisme regulasi balik.

Terapi dengan ARB dan CCB memiliki efek yang potensial untuk mengurangi tekanan darah yang diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena komplikasi kardiovaskuler. Sebagai tambahan, ARBs dan CCBs berhubungan dengan efek yang menguntungkan terhadap efek kardioprotektif selama pengaturan tekanan darah. Sebagai contoh, ARBs dan CCBs memiliki efek antisklerotik melalui beberapa mekanisme. Studi terkini pada pasien hipertensi yang tidak diterapi bahwa penggunaan amlodipine dapat mengurangi kekakuan pada pembuluh darah arteri, dengan variabilitas pengurangan tekanan darah selama 24 jam, dimana valsartan memiliki efek yang serupa dalam mengurangi kekakuan arteri tanpa mempengaruhi variabilitas tekanan darah, yang kemungkinan dikarenakan efek pleiotropik. Terdapat pula bukti yang menunjukkan bahwa pengaruh CCBs long-acting berpengaruh terhadap perbaikan hipertrofi ventrikel sehubungan dengan pengaturan tekanan darah 24 jam, dimana ARBs juga menunjukkan efek penurunan terhadap fibrosis dari kardiovaskuler dan perbaikan renal. Sebagai tambahan, ARB valsartan telah menunjukkan pengurangan terhadap resiko kejadian diabetes melitus, dimana CCB amlodipine memiliki keuntungan sebagai anti-angina. Sedangkan efek anti-angina tidak dimiliki oleh CCBs (efek yang serupa didapat pada penggunaan B-blocker), perbedaan keuntungan antara ARBs dan CCBs menyebabkan rasionalisasi yang kuat terhadap penggunaan secara kombinasi 2 macam jenis antihipertensi ini.Sehubungan dengan efektifitasnya yang menguntungkan, mekanisme terapi yang terjadi diharapkan memiliki keuntungan terhadap keamanan dan toleransi terhadap pasien. Cara kerja dari ARBs memiliki potensi untuk mengatasi kemungkinan efek samping yang berhubungan dengan penggunaan CCBs. Secara umum, kejadian edema perifer yang terjadi berhubungan dengan penggunaan CCBs merupakan hasil dari efek vasodilatasi yang bisa diatasi oleh ARBs, yang menyebabkan dilatasi vena dan arterial secara bersamaan. Lebih lanjut lagi, semenjak diketahui bahwa pengaturan tekanan darah dapat dicapai tanpa memerlukan peningkatan dosis regimen, maka efek samping yang dengan dosis tinggi CCBs dapat dihindari. Kombinasi Amlodipine dan Valsartan1. ValsartanValsartan merupakan antihipertensi golongan ARB yang poten dan memiliki selektifitas yang tinggi. Cara kerjanya dengan menghambat ikatan dari angiotensin II pada reseptornya, yaitu pada reseptor tipe 1 (AT1), dengan adanya ikatan antara valsartan dengan reseptor tipe 1 tersebut maka akan terjadi beberapa efek berikut : dilatasi vena dan arteri yang seimbang peningkatan sekresi garam dan air pengurangan pelepasan aldosterone pengurangan sistem saraf simpatis.

Semua efek tersebut memberikan kontribusi tcrhadap pengurangan tekanan darah. Valsartan juga dapat meningkatkan ektivasi dari reseptor tipe AT2. Meskipun fungsi dari reseptor tersebut belum sepenuhnya diketahui, akan tetapi diperkirakan memiliki efek hambatan terhadap reseptor AT1, termasuk vasodilatasi produksi nitric oxide, efek antiproliferatif. Efek klinis dari reseptor AT2 belum sepenuhnya diketahui dan belum dieksplorasi pada studi perbandingan antara penggunaan ACE-i dan ARBs. Tingkat keamanan dan efek pengurangan tekanan darah dari valsartan telah ditunjukkan dalam beberapa percobaan klinis pada pasien dalam jumlah besar. Valsartan memberikan efek pengurangan tekanan darah hingga dua angka selama 24 jam dan memberikan efek antihipertensi pada populasi secara luas, termasuk pada kasus hipertensi ringan hingga sedang, dan hipertensi sedang hingga berat, dan juga pada orang tua.2. AmlodipineAmlodipine besylate merupakan CCB dihydropyridine long-acting yang poten terhadap efek vasodilator koroner dan perifer. Amlodipine menghambat masuknya ion kalsium pada otot polos pembuluh darah dan otot jantung, hal tersebut mengurangi tahanan vaskuler tanpa mempengaruhi konduksi jantung atau kontraksi jantung. Sebagian besar percobaan klinis menunjukkan bahwa amlodipine sangat efektif dalam mengurangi tekanan darah dan hal tersebut juga memberikan keuntungan pada banyak populasi seperti pada populasi orang tua dan kulit hitam. Selain hal tersebut, amlodipine memiliki toleransi yang baik sehubungan dengan efek sampingnya yang rendah. Efek samping yang tersering berhubungan dengan edema perifer, yang mungkin disebabkan ketidakseimbangan vasodilatasi dari arterial dan venula sehingga terjadi ekstravasasi cairan. Akan tetapi kejadian tersebut hanya kurang dari 2 % yang memerlukan penghentian terapi amlodipine.3. Amlodipine ValsartanKelebihan terapi yang sudah dilaporkan pada percobaan klinis dari VALUE untuk valsartan dan amlodipine memberikan alasan yang kuat untuk mengkombinasi kedua jenis obat ini sangatlah efektif dan merupakan kombinasi terapi yang ditoleransi mudah oleh pasien terkait efek sampingnya.Terapi valsartan dan amlodipine sangatlah efektif dalam mengurangi tekanan darah, walaupun efek pengurangan tekanan darah pada amlodipine lebih besar dibandingkan valsartan, dengan perbedaan pada kedua kelompok 1.5/1.3 mmHg dalam 1 tahun. Seiain perbedaan dari penurunan tekanan darah, terdapat efek morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang sama pada kedua jenis obat ( 10.6% pada valsartan dan 10.4% pada amlodipine). Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan pada beberapa efek sekunder dimana pada pasien dengan amlodipine terdapat perkembangan yang lebih sedikit pada efek dari infrark miokardium nonfatal dan terdapat kecenderungan yang lebih rendah untuk terjadi stroke fatal dan nonfatal, sementara valsartan dapat mengurangi kejadian rawat inap untuk komplikasi gagal jantung. Temuan-temuan klinis pada penggunaan valsartan membutuhkan penyelidikan lebih lanjut dan eksplorasi mengenai potensi untuk mencapai kemajuan dalam mengurangi kejadian morbiditas dan mortalitas dari kombinasi kedua jenis obat ini.Kombinasi valsartan/amlodipine masih dalam penyelidikan sebagai terapi pada pasien hipertensi dengan tekanan darah yang tidak terkontrol dengan monoterapi valsartan atau amlodipine, dan sebagai terapi pengganti pada pasien yang menggunakan terapi kombinasi valsartan atau amlodipine secara bebas. Kombinasi valsartan/amlodipine telah dievaluasi pada percobaan klinis pada fase lIB/III yang melibatkan lima pusat kesehatan secara acak terkontrol pada lebih dari 5000 pasien hipertensi (tabel 2). Dua dari studi tersebut merupakan studi multifaktor pada pasien dewasa hipertensi ringan-sedang tanpa komplikasi, dengan hipertensi distolik essensial, dua lainnya merupakan percobaan klinis pada pasien dewasa dengan hipertensi ringan sedang dengan hipertensi essensial tanpa komplikasi yang tidak terkontrol secara adekuat dengan monoterapi valsartan 160 mg atau dengan monoterapi amlodipine 10 mg.

Sisanya merupakan percobaan klinis pada fase IIB/IIl dengan metode uji acak tersamar ganda yang secara aktif mengevaluasi profil tingkat keamanan dari penggunaan valsartan dan amlodipine dibandingkan dengan penggunaan ACE-i lisinopril dengan kombinsi bersama hydrochlorotiazid (HcTZ) pada 130 pasien dewasa dengan hipertensi gawat tanpa komplikasi hipertensi diastolik (dengan rerata tekanan darah diastolik 110 dan