2
Kementerian Perindustrian telah menetapkan sebelas industri andalan di sektor industri agro yang sedang dan akan terus dikembangkan melalui pendekatan klaster industri di berbagai daerah di tanah air. Kesebelas industri tersebut adalah industri pengolahan kelapa sawit, buah, kertas, furniture, tembakau, susu, pengolahan ikan, gula, kopi, kakao dan kelapa. Dalam rangka mengatasi permasalahan keterbatasan infrastruktur maka pemerintah melaksanakan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur. Kebijakan hilirisasi industri agro mempunyai landasan hukum berupa Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional bahwa industri agro merupakan salah satu industri andalan masa depan mengingat peranannya yang penting dan strategis bagi struktur industri nasional maupun terhadap perekonomian nasional. Landasan hukum lainnya adalah Permenperin No. 13/M-IND/Per/1/2010 tentang perubahan atas Permenperin No. 111/M- IND/ Per/10/2009 tentang peta panduan (roadmap) pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit dengan strategi peningkatan daya saing industri hilir kelapa sawit. Dua langkah utama yang dilakukan adalah pertama, mendorong pengolahan CPO hingga turunan produk ketiga (antara lain fatty acid, fatty alcohol, biodiesel) di dalam negeri paling sedikit 50% dari total produksi CPO nasional pada tahun 2015 sebelum diekspor dalam bentuk produk hilir bernilai tambah tinggi. Kedua, menumbuhkan kawasan klaster industri hilir kelapa sawit di provinsi utama penghasil CPO, yaitu Sumatera Utara (Sei Mangkei), Riau (Dumai dan Kuala Enok), dan Kalimantan Timur (Maloy) (Kementerian Perindustrian 2011). Permenperin No. 113/M-IND/Per/10/2009 tentang peta panduan (roadmap) pengembangan klaster industri kakao dengan strategi peningkatan daya saing industri hilir kakao. Tiga langkah utama yang dilakukan adalah penguatan struktur industri berbasis kakao, penciptaan iklim investasi dan pemberian insentif serta keamanan berusaha; peningkatan utilitas kapasitas industri/perusahaan yang sudah ada; penciptaan lapangan usaha industri pengolahan kakao melalui promosi investasi di sentra kakao. Pemerintah c.q Kemenperin juga terus melakukan sosialisasi teknologi terpadu proses pengolahan kakao, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan SDM, mengenalkan dan menerapkan ISO22000, ISO9001 Global Standard for Food Safety, GMP dan HACCP dalam rangka peningkatan mutu dan keamanan produk. Melalui pelaksanaan program hilirisasi industri pertanian ini diharapkan terjadi peningkatan nilai tambah produk industri pertanian; semakin kuatnya struktur industri nasional; meningkatnya penyerapan tenaga kerja; makin meningkatnya pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya; berkembangnya wilayah industri; terciptanya proses alih teknologi; penghematan devisa; meningkatnya perolehan devisa;

kakao

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cc

Citation preview

Kementerian Perindustrian telah menetapkan sebelas industri andalan di sektor industri agro yang sedang dan akan terus dikembangkan melalui pendekatan klaster industri di berbagai daerah di tanah air. Kesebelas industri tersebut adalah industri pengolahan kelapa sawit, buah, kertas, furniture, tembakau, susu, pengolahan ikan, gula, kopi, kakao dan kelapa. Dalam rangka mengatasi permasalahan keterbatasan infrastruktur maka pemerintah melaksanakan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur.

Kebijakan hilirisasi industri agro mempunyai landasan hukum berupa Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional bahwa industri agro merupakan salah satu industri andalan masa depan mengingat peranannya yang penting dan strategis bagi struktur industri nasional maupun terhadap perekonomian nasional. Landasan hukum lainnya adalah Permenperin No. 13/M-IND/Per/1/2010 tentang perubahan atas Permenperin No. 111/M-IND/ Per/10/2009 tentang peta panduan (roadmap) pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit dengan strategi peningkatan daya saing industri hilir kelapa sawit. Dua langkah utama yang dilakukan adalah pertama, mendorong pengolahan CPO hingga turunan produk ketiga (antara lain fatty acid, fatty alcohol, biodiesel) di dalam negeri paling sedikit 50% dari total produksi CPO nasional pada tahun 2015 sebelum diekspor dalam bentuk produk hilir bernilai tambah tinggi. Kedua, menumbuhkan kawasan klaster industri hilir kelapa sawit di provinsi utama penghasil CPO, yaitu Sumatera Utara (Sei Mangkei), Riau (Dumai dan Kuala Enok), dan Kalimantan Timur (Maloy) (Kementerian Perindustrian 2011).

Permenperin No. 113/M-IND/Per/10/2009 tentang peta panduan (roadmap) pengembangan klaster industri kakao dengan strategi peningkatan daya saing industri hilir kakao. Tiga langkah utama yang dilakukan adalah penguatan struktur industri berbasis kakao, penciptaan iklim investasi dan pemberian insentif serta keamanan berusaha; peningkatan utilitas kapasitas industri/perusahaan yang sudah ada; penciptaan lapangan usaha industri pengolahan kakao melalui promosi investasi di sentra kakao. Pemerintah c.q Kemenperin juga terus melakukan sosialisasi teknologi terpadu proses pengolahan kakao, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan SDM, mengenalkan dan menerapkan ISO22000, ISO9001 Global Standard for Food Safety, GMP dan HACCP dalam rangka peningkatan mutu dan keamanan produk.

Melalui pelaksanaan program hilirisasi industri pertanian ini diharapkan terjadi peningkatan nilai tambah produk industri pertanian; semakin kuatnya struktur industri nasional; meningkatnya penyerapan tenaga kerja; makin meningkatnya pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya; berkembangnya wilayah industri; terciptanya proses alih teknologi; penghematan devisa; meningkatnya perolehan devisa; dan meningkatnya penerimaan pajak pemerintah.

Di Indonesia, kakao merupakan salah satu komoditi unggulan dalam perkebunan karena memiliki potensi yang cukup besar, di samping kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2009, luas total perkebunan kakao nasional mencapai 1.592.982 ha. Total produksi kakao dunia pada 2009 sebesar 4.182.131 ton. Pantai Gading, Indonesia, Ghana, dan Nigeria menguasai lebih dari 75 persen produksi kakao dunia. Produsen terbesar kakao di dunia ditempati Pantai Gading, yaitu sebesar 1,27 juta ton, disusul Indonesia sebesar 830.790 ton, dan Ghana sebesar 750.000 ton (Kementerian Perindustrian 2011). Potensi sumber bahan baku yang luar biasa besarnya ini dapat menjadi salah satu sumber pendongkrak utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional.