1
mereka mengangsur, dan seba- ran lahannya,” ujarnya kepada Media Indonesia, kemarin. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Yoseph Umar Hadi mendesak pemerintah membuat peraturan pemerin- tah, turunan dari UU No 1/2011 mengenai Perumahan dan Ka- wasan Permukiman. Tanpa itu, kata dia, pemerintah sulit memastikan program rumah murah tepat sasaran. (SZ/E-2) MI/PANCA SYURKANI MUSIM PANEN: Petani memanen padi di persawahan Desa Tanjung Mekar, Karawang Timur, Jawa Barat, kemarin. Menteri Pertanian Suswono meminta Bulog untuk segera menghentikan impor beras pada bulan ini karena panen raya sudah berlangsung di sejumlah sentra produksi padi dan akan mencapai puncaknya pada April. itu (Rp20 juta-Rp25 juta) de- ngan lahan yang tersedia, masih mungkin. Bahkan untuk rumah ukuran 36 m2,” tandasnya. Sebelumnya, Kementerian Pe- rumahan Rakyat (Kemenpera) menargetkan pembangunan rumah murah tahun ini 100 ribu unit. Target tahap I itu jauh dari target jangka menengah pada 2014 sebanyak 1-2 juta unit. Deputi Perumahan Formal Kemenpera Pangihutan Marpa- Daerah Dukung Lahan Rumah Murah ung menegaskan, target 100 ribu unit pada 2011 cukup realistis. Pa salnya, pemerintah mes ti menjajaki dulu kemampuan masyarakat yang menjadi target sasaran. Pemerintah juga masih mengonsolidasikan pelaksana pembangunan bersama Perum- nas sebagai operator utama. “Ini kan baru tahun pertama, kita harus menjajaki dulu. Data- data masyarakat yang belum memiliki rumah, kemampuan PROGRAM pembangunan ru- mah murah (low house) yang dicetuskan Presiden beberapa waktu lalu sudah mulai menun- jukkan sedikit jalan terang. Setidaknya, menurut Menteri Pe rumahan Rakyat Suharso Monoarfa, program itu sudah menemukan model bisnis yang akan dilaksanakan. “Model bisnis atau business model sudah rampung. Misal- nya, mekanisme pembiayaan dan daerah mana saja yang akan dibangun,” ujar Suharso seusai rapat kerja dengan Komisi V DPR di Jakarta, kemarin. Ia menambahkan sedikitnya 50 kabupaten/kota telah me- nyatakan komitmen mereka, ter- utama dalam hal kesiapan lahan untuk rumah murah. Komitmen itu antara lain penyediaan lahan bagi pegawai negeri sipil di dae- rah maupun penetapan lahan melalui konsolidasi tanah. Daerah-daerah itu, imbuh Suharso, siap membangun rata- rata 2.000 unit low house di tahun pertama program. Namun khu- sus untuk Jawa Timur, ia berani mematok angka 6.000 unit ru- mah murah tahun ini. “Saya kemarin dari Surabaya, Malang, Mojokerto. Mereka me- ngatakan harga rumah seperti ke-28 Kemenhut di Jakarta, kemarin. Menurutnya, untuk sektor pertanian saja, jumlah lahan yang dibutuhkan masih berjum- lah jutaan hektare. Di antaranya untuk pembukaan lahan sawah baru pada 2011 seluas 70 ribu ha, pembukaan Food Estate Me- rauke 552 ha, serta pembukaan lahan tebu baru 558 ha. Instruksi untuk melakukan moratorium sebenarnya sudah tertuang dalam letter of intent (LoI) Indonesia-Norwegia dan mulai diterapkan 1 Januari 2011. Tujuannya adalah mengu- rangi emisi dari kawasan hutan hingga 41%. Namun, instruksi itu saya kira dalam tiga sam- pai enam bulan akan terlihat dampaknya ada,” kata dia. Selain itu, untuk mendorong penurunan inefisiensi bank, BI akan terus meneliti kinerja bank-bank besar yang spread suku bunganya atau unsur bia- ya tertentunya dinilai kurang masuk akal. Bank-bank seperti itu, kata Darwin, akan dipanggil dan diminta menurunkan. “Kita akan beri tahu bank itu kalau ternyata biaya mereka terlalu mahal ketimbang bench mark yang ada dari bank-bank lain,” katanya. Sebelumnya KPPU melihat industri perbankan Indonesia masih menghadapi masalah ine- siensi, yang terlihat dari ting- ginya net interest margin (NIM) Hutan Sekunder Halal Konversi BI Akui Perbankan tidak Efisien presidennya belum juga terbit. Beberapa pihak menganggap moratorium perlu mencakup se- mua jenis hutan termasuk hutan sekunder dan areal penggunaan lain (APL). Bahkan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangun- an telah mengusulkan cakupan moratorium meliputi kawasan hutan, lahan gambut, dan APL dalam draf inpres. Akan tetapi, Kemenhut menampiknya. “Jika pelarangan konversi di- lakukan di seluruh hutan alam dan lahan gambut, justru hal ini rawan menimbulkan penyim- pangan,” ujar Zulkii. Kendati inpres belum terbit, yaitu sekitar 5,8% per Desember 2010. Padahal NIM di Malaysia, Singapura, dan Filipina rata-rata hanya 2,2%-4,5%. Tidak hanya itu, rasio biaya operasional terhadap penda- patan operasional (BOPO) di Indonesia masih sebesar 81,6%, sementara di tiga negara terse- but rata-rata 32,7%-73,1%. Melihat itu semua, KPPU me- nilai produk dan jasa perbankan KEMENTERIAN Kehutanan (Kemenhut) menegaskan pem- batasan atau moratorium pem- bukaan hutan hanya akan dila- kukan di hutan primer dan lahan gambut. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan keseim- bangan kebutuhan hutan de- ngan kebutuhan pengadaan lahan terutama untuk sektor pertanian. “Hal itu (moratorium menye- luruh) tidak mungkin dilakukan karena ada pembangunan, per- tanian mendukung kemandiri- an pangan, permukiman, juga pemekaran wilayah,” kata Men- teri Kehutanan Zulkii Hasan di sela-sela peringatan hari jadi BANK Indonesia (BI) mengakui masih ada inesiensi di industri perbankan. Ketidakesienan itu terutama tecermin dari lebarnya selisih antara suku bunga kredit dan suku bunga tabungan yang diterapkan oleh sebagian besar bank saat ini. “Memang ada inesiensi di bank, itu benar dan kita concern untuk menurunkannya,” kata Gubernur BI Darmin Nasuti- on di sela rapat koordinasi Tim Pengendali Inasi Daerah (TPID) di Jakarta, kemarin. Oleh karena itu, lanjut Dar- win, BI sudah menyiapkan berbagai langkah untuk mendo- rong penurunan suku bunga kredit. “Banyak langkahnya termasuk transparansi SBDK (suku bunga dasar kredit), dan Zulkii menegaskan penundaan pemberian izin konversi hutan alam dan lahan gambut tetap diberlakukan. Hal itu mengacu kepada per- aturan perundang-undangan kehutanan. Meski begitu, dia mengakui lambannya pemba- hasan inpres moratorium meng- akibatkan keterlambatan dalam pengeluaran izin-izin usaha kehutanan. “Untuk usaha-usaha yang terkait dengan konversi hutan memang kita tunggu inpres moratorium kawasan hutan. Draf inpres masih di Sekre- taris Kabinet,” pungkasnya. (HA/E-5) di Indonesia bersifat heterogen dan menduganya sudah menga- rah pada struktur persaingan monopolistik (Media Indonesia, 10/3). Dalam menanggapi hal itu, Darmin mengatakan inesiensi bukan berarti selalu monopolis- tik. Karena itu, dia menolak ang- gapan bahwa telah terjadi prak- tik kartel di industri perbankan. “Saya melihat tidak ada kartel karena tiap-tiap bank cukup be- ragam tingkat bunganya, tidak ada yang sama, tidak ada peng- aturan pembagian pasar, dan sebagainya. Kartel kan hanya terlihat kalau gejalanya harga dia atur dan merugikan pihak lain atau ada pembagian wila- yah. Kedua-duanya tidak ada,” kata Darmin. (*/Ant/E-2) narnya masih terkait jasa keu- angan. Dari 101 pengaduan, jum- lah terbesar merupakan keluhan mengenai pesan singkat berisi tawaran jasa keuangan seperti kredit tanpa agunan (KTA). Menurut YLKI, banyaknya keluhan di sektor jasa keuang- an terkait dengan lemahnya posisi konsumen di setiap kon- trak produk keuangan. Untuk memperoleh layanan keuangan, calon nasabah dihadapkan pada ketentuan-ketentuan kontrak yang dianggap tidak adil. Contoh-contoh ketentuan itu adalah kalimat-kalimat seperti ‘Konsumen tunduk pada ke- tentuan bank, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari’ atau ‘Konsumen dengan ini memberi kuasa kepa- da bank untuk memanfaatkan, dan menginformasikan data pribadi konsumen’. Ketentuan seperti itu terkesan memaksa dan masuk terlalu jauh ke privasi nasabah. Ketentuan seperti itu masuk kategori keten- tuan kontrak yang tidak adil. Unfair contract term masih menyatu dengan syarat dan ketentuan. Akibatnya kandidat nasabah, mau enggak mau, ha- rus mau. PBI (Peraturan Bank Indonesia) No 7/6/PBI/2005 ROMMY KARINDON S ELAMATNYA sistem keuangan Indonesia dari krisis 2008 konon karena kesederhanaan sistem dan layanan jasa keuangan. Ha- nya segelintir masyarakat yang mengerti produk jasa keuangan yang rumit seperti produk de- rivatif atau turunannya sehingga memicu banyak keluhan. Berdasarkan data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), keluhan masyarakat akan jasa keuangan di 2010 sa- ngatlah tinggi. Bahkan, jasa yang meliputi layanan bank, asuransi, dan leasing itu menjadi layanan paling dikeluhkan konsumen setelah jasa telekomunikasi. Dari 590 pengaduan, jasa keuangan berkontribusi 111 pengaduan. Perlu diingat, pengaduan terkait telekomunikasi pun sebe- Banyaknya keluhan di sektor jasa keuangan dipicu oleh lemahnya posisi konsumen di setiap kontrak produk keuangan. harus direvisi,” kata Ketua YLKI Sudaryatmo di Jakarta, Selasa (15/3). Opsi menolak Sudaryatmo mendesak agar unfair contract terms dipisahkan dari syarat dan ketentuan. An- daipun menyatu, konsumen harus mendapatkan opsi untuk setuju ataupun tidak. Sejauh ini, kandidat nasabah belum memi- liki opsi untuk tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tertentu itu. Menanggapi hal itu, Kepa- la Biro Humas BI DiAhmad Johansyah menyatakan BI me- mang mewajibkan bank untuk meminta pernyataan tertulis nasabah, jika bank ingin menye- barluaskan data nasabah. “Sebenarnya dalam PBI sudah ditegaskan dengan jelas. Kalau data pribadi nasabah, dibutuh- kan bank untuk melihat kelaya- kan nasabahnya,” ujarnya. Dia mengakui, BI belum mene- mukan bukti adanya penyebar- luasan data pribadi nasabah oleh perbankan. Malah pihaknya menemukan sebuah perusahaan nonbank yang mengumpulkan 2,5 juta data pribadi nasabah. Namun perilaku perusahaan itu berada di luar kewenangan otoritas perbankan. Hal itu memperlihatkan beta- pa rumitnya penanganan kasus jasa keuangan. Tidak ada pilih- an lain, konsumen harus bisa menjaga diri dengan cara melek jasa keuangan (nacial literacy). Dengan demikian, mereka tidak lagi dirugikan oleh penyelengga- ra jasa keuangan. (*/E-5) rommy_kk @mediaindonesia.com Jasa Keuangan masih Dikeluhkan 18 KAMIS, 17 MARET 2011 E KONOMI NASIONAL ANTARA/ARIEF PRIYONO RUMAH SEDERHANA: Puluhan rumah sederhana sehat dibangun di Kediri, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Kemenpera menargetkan pembangunan rumah murah sebanyak 1-2 juta unit hingga 2014. Saya melihat tidak ada kartel karena tiap bank cukup beragam tingkat bunganya.’’ Darmin Nasution Gubernur BI A KADIN INITIATIVE SUPPORTED BY APPSI SUPPO R TED B Y A K ADIN S OFFICIAL MEDIA PARTNER BOOK NOW TO PARTICIPATE 2009 2010 Jumlah Persentase (%) Bank 91 81 172 73,5 Asuransi 15 8 23 9,83 Leasing 17 22 39 16,67 Jumlah 123 111 234 100 Pengaduan Masyarakat tentang Jasa Keuangan Sumber: YLKI/GRAFIS: TIYOK

KAMIS, 17 MARET 2011 Jasa Keuangan masih Dikeluhkan · Hutan Sekunder Halal Konversi BI Akui Perbankan tidak Efi sien ... aturan perundang-undangan kehutanan. Meski begitu, ... Contoh-contoh

Embed Size (px)

Citation preview

mereka mengangsur, dan seba-ran lahannya,” ujarnya kepada Media Indonesia, kemarin.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Yoseph Umar Hadi mendesak pemerintah membuat peraturan pemerin-tah, turunan dari UU No 1/2011 mengenai Perumahan dan Ka-wasan Permukiman. Tanpa itu, kata dia, pemerintah sulit memastikan program rumah murah tepat sasaran. (SZ/E-2)

MI/PANCA SYURKANI

MUSIM PANEN: Petani memanen padi di persawahan Desa Tanjung Mekar, Karawang Timur, Jawa Barat, kemarin. Menteri Pertanian Suswono meminta Bulog untuk segera menghentikan impor beras pada bulan ini karena panen raya sudah berlangsung di sejumlah sentra produksi padi dan akan mencapai puncaknya pada April.

itu (Rp20 juta-Rp25 juta) de-ngan lahan yang tersedia, masih mungkin. Bahkan untuk rumah ukuran 36 m2,” tandasnya.

Sebelumnya, Kementerian Pe-rumahan Rakyat (Kemenpera) menargetkan pembangunan rumah murah tahun ini 100 ribu unit. Target tahap I itu jauh dari target jangka menengah pada 2014 sebanyak 1-2 juta unit.

Deputi Perumahan Formal Ke menpera Pangihutan Marpa-

Daerah Dukung Lahan Rumah Murah

ung menegaskan, target 100 ribu unit pada 2011 cukup rea lis tis. Pa salnya, pemerintah mes ti men jajaki dulu ke mampuan ma syarakat yang menjadi target sasaran. Pe merintah juga masih m engonsolidasikan pelaksana pembangunan bersama Pe rum-nas sebagai operator utama.

“Ini kan baru tahun pertama, kita harus menjajaki dulu. Data-data masyarakat yang belum memiliki rumah, kemampuan

PROGRAM pembangunan ru-mah murah (low house) yang di cetuskan Presiden beberapa waktu lalu sudah mulai menun-jukkan sedikit jalan terang. Se tidaknya, menurut Menteri Pe rumahan Rakyat Suharso Monoarfa, program itu sudah me nemukan model bisnis yang akan dilaksanakan.

“Model bisnis atau business model sudah rampung. Misal-nya, mekanisme pembiayaan dan daerah mana saja yang akan dibangun,” ujar Su harso seusai rapat kerja dengan Komisi V DPR di Jakarta, kemarin.

Ia menambahkan sedikitnya 50 kabupaten/kota telah me-nya takan komitmen mereka, ter-utama dalam hal kesiapan lahan untuk rumah murah. Komitmen itu antara lain penyedia an lahan bagi pegawai negeri sipil di dae-rah maupun penetapan lahan melalui konsolidasi tanah.

Daerah-daerah itu, imbuh Su harso, siap membangun rata-rata 2.000 unit low house di tahun pertama program. Namun khu-sus untuk Jawa Timur, ia berani mematok angka 6.000 unit ru-mah murah tahun ini.

“Saya kemarin dari Surabaya, Malang, Mojokerto. Mereka me-ngatakan harga rumah seperti

ke-28 Kemenhut di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, untuk sektor pertanian saja, jumlah lahan yang dibutuhkan masih berjum-lah jutaan hektare. Di antaranya untuk pembukaan lahan sawah baru pada 2011 seluas 70 ribu ha, pembukaan Food Estate Me-rauke 552 ha, serta pembukaan lahan tebu baru 558 ha.

Instruksi untuk melakukan moratorium sebenarnya sudah tertuang dalam letter of intent (LoI) Indonesia-Norwegia dan mulai diterapkan 1 Januari 2011. Tujuannya adalah mengu-rangi emisi dari kawasan hutan hingga 41%. Namun, instruksi

itu saya kira dalam tiga sam-pai enam bulan akan terlihat dampaknya ada,” kata dia.

Selain itu, untuk mendorong penurunan inefisiensi bank, BI akan terus meneliti kinerja bank-bank besar yang spread suku bunganya atau unsur bia-ya tertentunya dinilai kurang masuk akal. Bank-bank seperti itu, kata Darwin, akan dipanggil dan diminta menurunkan.

“Kita akan beri tahu bank itu kalau ternyata biaya mereka ter lalu mahal ketimbang bench mark yang ada dari bank-bank lain,” katanya.

Sebelumnya KPPU melihat industri perbankan Indonesia masih menghadapi masalah ine-fi siensi, yang terlihat dari ting-ginya net interest margin (NIM)

Hutan Sekunder Halal Konversi

BI Akui Perbankan tidak Efi sien

presidennya belum juga terbit. Beberapa pihak menganggap

moratorium perlu mencakup se-mua jenis hutan termasuk hutan sekunder dan areal penggunaan lain (APL). Bahkan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangun-an telah mengusulkan cakupan moratorium meliputi kawasan hutan, lahan gambut, dan APL dalam draf inpres. Akan tetapi, Kemenhut menampiknya.

“Jika pelarangan konversi di-lakukan di seluruh hutan alam dan lahan gambut, justru hal ini rawan menimbulkan penyim-pangan,” ujar Zulkifl i.

Kendati inpres belum terbit,

yaitu sekitar 5,8% per Desember 2010. Padahal NIM di Malaysia, Singapura, dan Filipina rata-rata hanya 2,2%-4,5%.

Tidak hanya itu, rasio biaya operasional terhadap penda-patan operasional (BOPO) di Indonesia masih sebesar 81,6%, sementara di tiga negara terse-but rata-rata 32,7%-73,1%.

Melihat itu semua, KPPU me-nilai produk dan jasa perbankan

KEMENTERIAN Kehutanan (Kemenhut) menegaskan pem-batasan atau moratorium pem-bukaan hutan hanya akan dila-kukan di hutan primer dan la han gambut. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan keseim-bangan kebutuhan hutan de-ngan kebutuhan pengadaan la han terutama untuk sektor per tanian.

“Hal itu (moratorium menye-luruh) tidak mungkin dilakukan karena ada pembangunan, per-tanian mendukung kemandiri-an pangan, permukiman, juga pemekaran wilayah,” kata Men-teri Kehutanan Zulkifl i Hasan di sela-sela peringatan hari jadi

BANK Indonesia (BI) mengakui masih ada inefi siensi di industri perbankan. Ketidakefi sienan itu terutama tecermin dari lebarnya selisih antara suku bunga kredit dan suku bunga tabungan yang diterapkan oleh sebagian besar bank saat ini.

“Memang ada inefi siensi di bank, itu benar dan kita concern untuk menurunkannya,” kata Gubernur BI Darmin Nasuti-on di sela rapat koordinasi Tim Pengendali Infl asi Daerah (TPID) di Jakarta, kemarin.

Oleh karena itu, lanjut Dar-win, BI sudah menyiapkan berbagai langkah untuk mendo-rong penurunan suku bunga kre dit. “Banyak langkahnya ter masuk transparansi SBDK (suku bunga dasar kredit), dan

Zulkifl i menegaskan penundaan pemberian izin konversi hutan alam dan lahan gambut tetap diberlakukan.

Hal itu mengacu kepada per-aturan perundang-undangan kehutanan. Meski begitu, dia mengakui lambannya pemba-hasan inpres moratorium meng-akibatkan keterlambatan dalam pengeluaran izin-izin usaha ke hutanan.

“Untuk usaha-usaha yang terkait dengan konversi hutan memang kita tunggu inpres moratorium kawasan hutan. Draf inpres masih di Sekre-taris Kabinet,” pungkasnya. (HA/E-5)

di Indonesia bersifat heterogen dan menduganya sudah menga-rah pada struktur persaingan mo nopolistik (Media Indonesia, 10/3).

Dalam menanggapi hal itu, Darmin mengatakan inefi siensi bukan berarti selalu monopolis-tik. Karena itu, dia menolak ang-gapan bahwa telah terjadi prak-tik kartel di industri perbank an.

“Saya melihat tidak ada kartel karena tiap-tiap bank cukup be-ragam tingkat bunganya, tidak ada yang sama, tidak ada peng-aturan pembagian pasar, dan sebagainya. Kartel kan hanya terlihat kalau gejalanya harga dia atur dan merugikan pihak lain atau ada pembagian wila-yah. Kedua-duanya tidak ada,” kata Darmin. (*/Ant/E-2)

narnya masih terkait jasa keu-ang an. Dari 101 pengaduan, jum-lah terbesar merupakan ke luhan mengenai pesan singkat berisi tawaran jasa keuangan seperti kredit tanpa agunan (KTA).

Menurut YLKI, banyaknya keluhan di sektor jasa keuang-an terkait dengan lemahnya po sisi konsumen di setiap kon-trak produk keuangan. Untuk memperoleh layanan keuangan, calon nasabah dihadapkan pada ketentuan-ketentuan kontrak yang dianggap tidak adil.

Contoh-contoh ketentuan itu adalah kalimat-kalimat seperti ‘Konsumen tunduk pada ke-tentuan bank, baik yang sudah

ada maupun yang akan ada di kemudian hari’ atau ‘Konsumen dengan ini memberi kuasa kepa-da bank untuk memanfaatkan, dan menginformasikan data pribadi konsumen’.

Ketentuan seperti itu terkesan memaksa dan masuk terlalu jauh ke privasi nasabah. Ketentuan seperti itu masuk kategori keten-tuan kontrak yang tidak adil.

“Unfair contract term masih me nyatu dengan syarat dan ke tentuan. Akibatnya kandidat nasabah, mau enggak mau, ha-rus mau. PBI (Peraturan Bank In donesia) No 7/6/PBI/2005

ROMMY KARINDON

SELAMATNYA sistem ke uangan Indonesia da ri krisis 2008 konon ka rena kesederhanaan sistem

dan layanan jasa keuangan. Ha-nya segelintir masyarakat yang

mengerti produk jasa keuangan yang rumit seperti produk de-rivatif atau turunannya sehingga memicu banyak keluhan.

Berdasarkan data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), keluhan masyarakat akan jasa keuangan di 2010 sa-ngat lah tinggi. Bahkan, jasa yang meliputi layanan bank, asuransi, dan leasing itu menjadi layanan paling dikeluhkan konsumen setelah jasa telekomunikasi. Dari 590 pengaduan, jasa keuangan berkontribusi 111 pengaduan.

Perlu diingat, pengaduan ter kait telekomunikasi pun sebe-

Banyaknya keluhan di sektor jasa keuangan dipicu oleh lemahnya posisi konsumen di setiap kontrak produk keuangan.

harus direvisi,” kata Ketua YLKI Sudaryatmo di Jakarta, Selasa (15/3).

Opsi menolakSudaryatmo mendesak agar

unfair contract terms dipisahkan dari syarat dan ketentuan. An-dai pun menyatu, konsumen ha rus mendapatkan opsi untuk setuju ataupun tidak. Sejauh ini, kandidat nasabah belum memi-liki opsi untuk tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tertentu itu.

Menanggapi hal itu, Kepa-la Biro Humas BI Difi Ahmad Johansyah menyatakan BI me-mang mewajibkan bank untuk meminta pernyataan tertulis nasabah, jika bank ingin menye-barluaskan data nasabah.

“Sebenarnya dalam PBI sudah ditegaskan dengan jelas. Kalau data pribadi nasabah, dibutuh-kan bank untuk melihat kelaya-kan nasabahnya,” ujarnya.

Dia mengakui, BI belum mene-mukan bukti adanya penyebar-luasan data pribadi nasabah oleh perbankan. Malah pihaknya me nemukan sebuah perusahaan nonbank yang mengumpulkan 2,5 juta data pribadi nasabah. Namun perilaku perusahaan itu berada di luar kewenangan otoritas perbankan.

Hal itu memperlihatkan beta-pa rumitnya penanganan kasus jasa keuangan. Tidak ada pilih-an lain, konsumen harus bisa menjaga diri dengan cara melek jasa keuangan (fi nacial literacy). Dengan demikian, mereka tidak lagi dirugikan oleh penyelengga-ra jasa keuangan. (*/E-5)

[email protected]

Jasa Keuanganmasih Dikeluhkan

18 KAMIS, 17 MARET 2011EKONOMI NASIONAL

ANTARA/ARIEF PRIYONO

RUMAH SEDERHANA: Puluhan rumah sederhana sehat dibangun di Kediri, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Kemenpera menargetkan pembangunan rumah murah sebanyak 1-2 juta unit hingga 2014.

Saya melihat tidak ada kartel karena

tiap bank cukup beragam tingkat bunganya.’’Darmin Nasuti onGubernur BI

A KADIN INITIATIVE

SUPPORTED BYAPPSI

SUPPORTED BYA KADIN S

OFFICIAL MEDIA PARTNER

BOOK NOW TO PARTICIPATE

2009 2010 Jumlah Persentase (%)

Bank 91 81 172 73,5

Asuransi 15 8 23 9,83

Leasing 17 22 39 16,67

Jumlah 123 111 234 100

Pengaduan Masyarakat tentang Jasa Keuangan

Sumber: YLKI/GRAFIS: TIYOK