30
1

filePenurunan kandungan bahan organik pada sebagian lahan sawah menuntut perlunya penggunanaan pupuk organik untuk ... Untuk mengetahui pengaruh dan manfaat bokashi dan abu sekam terhadap

Embed Size (px)

Citation preview

1

2

3

4

5

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan pertanian yang berkelanjutan diperlukan teknologi

pertanian yang mampu mempertahankan dan meningkatkan produksi,

tidak menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, mampu

mengkonservasi dan mempertahanakan produktivitas yang secara

ekonomi menguntungkan dan secara sosial budaya dapat dilakukan oleh

masyakatat petani. Tingginya produktivitas tanaman berkat adanya benih

unggul, suburnya tanaman berkat penggunaan pupuk, dan terbasminya

hama penyakit tanaman berkat keampuhan pestisida sudah

menempatkan manusia sebagai pemenang dalam pergulatannya

melawan alam. Namun, ternyata dalam posisinya sebagai pemenang

tersebut akhirnya menjadi kurang bijaksana. Tidak disadari bahwa dengan

penguasaan teknologi pertanian tersebut akhirnya merekan pun menjadi

tidak bersahabat lagi dengan alam. Padahal dari alam inilah manusia

mendapatkan segalanya untuk keperluan hidupnya.

Budidaya suatu tanaman tanaman tentunya tidak telepas dari

persoalan benih, penggunaan benih tanaman varietas unggul diharapkan

mendapatkan hasil yang optimal, demikian pula halnya dengan media

tanam, penggunaan media tanam yang sesuai kebutuhan tanaman tentu

akan memberikan dampak yang baik terhadap pertumbuhan dan

6

perkembangan tanaman. Untuk mendapatkan media tanam yang sesuai

dengan kebutuhan tanaman tidak lain dari ketersedian unsur hara yang

terdapat dalam tanah sebagai media tanam, ketersediaan unsur hara baik

makro maupun mikro didalam tanah tentu sangatlah terbatas sehingga

diperlukan adanya penambahan unsur hara yang biasa diistilakan

Pemupukan, Dalam rangka mendukung pengembangan pertanian

berkelanjutan maka diperlukan inventarisasi tekhnologi pertanian alternatif

yang mampu mempertahankan dan meningkatkan produksi tanpa

menyebabkan dampak terhadap lingkungan, mampu mempertahankan

produktifitas lahan, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial

budaya dapat dilaksanakan oleh petani (Sutanto, 2002).

Dewasa ini lahan sawah sangat memerlukan pupuk organik untuk

mempertahankan kesehatan tanah serta kecukupan unsur hara tanaman.

Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dalam jangka waktu yang

lama dapat merusak kondisi tanah sehingga mempengaruhi pertumbuhan

tanaman. Penurunan kandungan bahan organik pada sebagian lahan

sawah menuntut perlunya penggunanaan pupuk organik untuk

meningkatkan produktivitas tanah. Dalam menunjang perekonomian yang

mengutamakan pembangunan pada sektor pertanian terutama sektor

ketahanan pangan dalam hal ini pemenuhan akan bahan pokok terutama

beras.

Provinsi Sulawesi Selatan sebagai penyedia sumberdaya

pendukung memiliki potensi yang sangat besar yang belum dimanfaatkan

7

secara optimal. Limbah yang berupa kotoran ternak merupakan bahan

dasar yang sangat baik dalam membuat pupuk organik. Seluruh jenis

kotoran yang dihasilkan dapat diolah menjadi berbagai macam pupuk

organik. Hal ini dimungkinkan karena ternak sapi merupakan penghasil

kotoran terbesar jika dibandingkan dengan jenis ternak lainnya yaitu 18 kg

kotoran basah/ekor/hari. Disisi lain pembuatan dan pemanfaatan pupuk

organik sangat berarti pada tanah dan tanaman. Pertumbuhan suatu

tanaman dapat berlangsung dengan baik apabila kandungan unsur hara

yang diperlukan tersedia dalam tanah. berdasarkan kondisi tersebut,

maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji pengaruh penggunaan

bokashi kotoran sapi dan abu sekam terhadap pertumbuhan benih padi

pada persemaian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pemanfaatan bokashi kotoran sapi dan abu sekam

pada persemaian benih padi.

2. Bagaimana pengaruh dan manfaat bokashi kotoran sapi dan abu

sekam pada pertumbuhan benih padi.

C. Tujuan

Tujuan dari Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui cara pemanfaatan bokashi kotoran sapi dan abu

sekam terhadap persemaian benih padi

8

2. Untuk mengetahui pengaruh dan manfaat bokashi dan abu sekam

terhadap pertumbuhan benih padi.

3. Kegunaan

Kegunaan kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan oleh masyarakat

petani khususnya dalam meningkatkan dan mengembangkan

penggunaan pupuk organik khususnya bokashi kotoran sapi pada

media persemaian padi.

2. Sebagai referensi dan bahan perbandingan bagi peneliti lainnya,

sekaligus sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pupuk Kandang Sapi sebagai bahan Organik

Menurut Setiawan (2005), tanaman memerlukan pupuk alami

(kandang) dan pupuk buatan, tetapi pupuk kandang mempunyai kelebihan

dapat memperbaiki sifat tanah. Pengaruh pemberian pupuk kandang

terhadap sifat tanah antara lain: memudahkan tanah dalam penyerapan

air hujan, memperbaiki kemampuan tanah dalam mengikat air,

mengurangi erosi, memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi

kecambah biji dan akar, serta merupakan sumber unsur hara tanaman.

Pupuk kandang atau kotoran ternak lebih subur, gembur dan lebih mudah

diolah. Kandungan unsur hara dalam kotoran ternak yang penting untuk

tanaman antara lain unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Ketiga

unsur inilah yang paling banyak dibutuhkan karena masing-masing

memiliki fungsi yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Unsur

kalium (K) utamanya untuk membantu membentuk protein dan

karbohidrat. Pemberian unsur ini akan memperkuat tanaman sehingga

daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Selain itu kalium juga

membuat tanaman tahan terhadap kekeringan dan penyakit.

Unsur nitrogen (N) berfungsi untuk merangsang pertumbuhan

tanaman secara keseluruhan, terutama batang, cabang dan daun.

Pembentukan hijauan daun juga berkaitan erat dengan unsur nitrogen

serta dalam pembentukan protein, lemak, dan berbagai persenyawaan

10

lainnya. Unsur fosfor (P) lebih banyak berfungsi untuk merangsang

pertumbuhan akar, khususnya akar tanaman muda. Fosfor juga berfungsi

untuk membantu asimilasi dan pernafasan, sekaligus mempercepat

pembungaan, pemasakan biji dan buah (Anonim, 2007).

B. Bahan Organik Bagi Pertanian

Pertanian organik lebih mengutamakan penggunaan bahan organik

baik yang berasal dari mahluk hidup maupun yang sudah mati sebagai

input dalam proses produksi, untuk meningkatkan produksi dan kualitas

hasil. Pembangunan pertanian dituntut untuk mengubah dan menciptakan

serta mementingkan kualitas hasil produksi yang dapat memberikan

alternatif dari segi keamanan terhadap kesehatan manusia dan

lingkungan ekosistem.

Pupuk organik memiliki peranan yang sangat penting bagi tanah

karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah

melalui perbaikan sifat kimia, fisik dan biologinya. Penambahan pupuk

organik ke dalam tanah dapat memperbaiki struktur, tekstur, dan lapisan

tanah sehingga akan memperbaiki keadaan aerasi, drainase, absorsi

panen, kemampuan daya serap, tahan air serta berguna untuk

mengendalikan erosi tanah. Pupuk organik juga berfungsi menggantikan

unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman ketika panen

atau terbawa aliran air permukaan (erosi). Sehingga dengan melihat

potensi bahan organik yang digunakan sebagai pupuk organik, akan

11

mengurangi ketergantungan petani terhadap penggunaan pupuk an-

organik.

C. Komposisi dan Dekomposisi Bahan Organik

1. Berdasakan Komponen yang Dikandungnya

Bahan organik berdasarkan komponen yang dikandungnya terdiri

atas (Djuarnani dkk, 2006) :

Bahan organik lunak

Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besar

terdiri dari air. Bahan-bahan yang termasuk dalam kategori ini adalah

buah-buahan, sayuran, limbah kebun termasuk rumput dan dedaunan

serta limbah dapur.

Bahan keras

Bahan organik keras memiliki kadar air relatif rendah dibandingkan

dengan jumlah total berat bahan tersebut. Dalam proses pengomposan

bahan ini akan didekomposisikan secara sempurna. Namun proses

tersebut akan terjadi secara sempurna tanpa tersedianya air yang banyak.

Contoh bahan organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan hasil

pemotongan pagar hidup.

Bahan selulosa

Bahan selulosa adalah bahan yang struktur selulernya sebagian

besar terdiri dari selulosa adalah sisipan kayu, jerami padi, daun kering,

kulit pohon dan kertas.

12

Limbah protein

Limbah protein merupakan bahan yang banyak mengandung

protein, seperti kotoran hewan, limbahdari pemotongan hewan, dan

limbah makanan. Limbah yang banyak mengandung protein ini

merupakan bahan pembuat kompos yang sangat bagus karena

kandungan nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman. Namun proses

dekomposisi dari protein ini akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau

ini sangat disukai oleh kuman dan serangga, jumlah mereka akan lebih

banyak.

2. Proses Dekomposisi

Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara

biologis terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik (terdapat

oksigen) atau anaeorobik (tanpa oksigen). Bahan organik akan diubah

hingga menyerupai tanah. Kondisi terkendali tersebut mencakup rasio

karbon dan nitrogen (C/N), kelembaban, pH, dan kebutuhan oksigen.

Menurut Indriani (2007), prinsip pengomposan adalah menurunkan

C/N ratio bahan organik sehingga sama dengan C/N tanah (<20). Dengan

semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin

lama karena C/N harus diturunkan. Waktu yang diperlukan untuk

menurunkan C/N tersebut bermacam-macam dari tiga bulan hingga

tahunan. Hal ini terlihat dari proses pembuatan humus di alam, dari bahan

13

organik untuk menjadi humus diperlukan waktu bertahun-tahun (humus

merupakan hasil proses lebih lanjut dari pengomposan).

Djuarnani dkk. (2006) menyebutkan agar diperoleh hasil

pengomposan yang optimal perlu memperhatikan beberapa faktor

lingkungan yang berbeda karena proses ini merupakan proses biologi.

Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan diantaranya ukuran bahan,

dimana proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya

memiliki ukuran yang kecil. Hal ini disebakan luas permukaannya

meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Rasio

C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan karena

kegiatan mikroorganisme membutuhkan karbon sebagai sumber energi

dan pembentuk sel dan nitrogen untuk membentuk sel. Kelembaban dan

aerasi juga berperan terhadap kelangsungan proses pengomposan,

dimana mikroorganisme melakukan aktivitas metabolisme diluar sel

tubuhnya, sementara reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput air

tersebut membutuhkan oksigen dan air. Mikroorganisme perombak dapat

beraktivitas pada temperatur tertentu, namun pada umumnya

mikroorganisme membutuhkan temperatur optimum untuk merombak

bahan adalah berkisar 35 – 550 C sehingga temperatur pengomposan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengomposan.derajat

keasaman (pH) turut berbeda dalam proses pengomposan, dimana

derajat keasaman yang terlalu tinggi akan mengubah nitrogen dalam

bahan berubah mamonia sedangkan apabila pH rendah akan

14

menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Mikroorganisme

merupakan faktor terpenting yang berperan dalam proses perombakan.

3. EM4 (Effective Microorganism 4)

Effective microorganism (EM) merupakan biodekomposer yang

banyak digunakan di dalam proses pembuatan kompos menjadi lebih

singkat, mudah, dan berkualitas lebih baik. Effective microorganism (EM)

memiliki kandungan mikroorganisme yang sangat banyak, beberapa di

antaranya yang sering digunakan untuk fermentasi sebagai bahan-bahan

organik adalah bakteri Streptomyces, ragi (yeast), Lactobacillus, dan

bakteri fotosintetik (Anonim, 2007). EM merupakan bahan yang

membantu mempercepat proses pembuatan pupuk organik dan

meningkatkan kualitasnya. Selain itu, EM juga bermanfaat memperbaiki

struktur dan tekstur tanah menjadi lebih baik, serta menyuplai unsur hara

yang dibutuhkan tanaman. Dengan demikian, penggunaan EM akan

membuat tanaman menjadi lebih subur, sehat, dan relatif tahan terhadap

serangan hama dan penyakit. Berikut ini beberapa manfaat EM bagi

tanaman dan tanah :

a. Menghambat pertumbuhan hama dan penyakit tanaman dalam tanah.

b. Membantu meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman.

c. Membantu proses penyerapan dan penyaluran unsur hara dari akar ke

daun.

d. Meningkatkan kualitas bahan organik sebagai pupuk.

15

e. Meningkatkan kualitas pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.

Larutan effective microorganism 4 yang disingkat EM4 ditemukan

pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang.

Adapun penerapannya di Indonesia banyak dibantu oleh Ir. Gede Ngurah

Wididana, M.Sc. larutan EM4 ini berisi mikroorganisme fermentasi yaitu

bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., dan

Actinomycetes. EM 4 mengandung bakteri yang dapat mempercepat

pengomposan, dimana hasil pengomposannya sering disebut bokashi

(Indriani, 2007).

4. Bokashi

Bokashi adalah kompos yang salah satu bahan penyusunannya

menggunakan EM4. kata bokashi berasal dari bahasa jepang yang artinya

kira-kira bahan-bahan organik yang sudah diuraikan (Anonim, 2007).

Lebih jelas Indriani (2007), menjelaskan bahwa kata bokashi diambil dari

bahasa jepang yang berarti bahan organik yang terfermentasi, oleh orang

Indonesia kata bokashi diperpanjang menjadi “bahan organik kaya akan

sumber hayati”.

Secara umum Djuarnani (2006) menguraikan penggunaan bokashi

dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Untuk media pembibitan dapat dilakukan dengan perbandingan

kotoran ternak dan tanah 1 : 1. selanjutnya dicampur dengan bokashi

16

dan dibiarkan selama tujuh hari sambil disirami dengan EM4 murni 1

cc per liter air.

2. Untuk penutup tanah atau mulsa dapat digunakan bokasi sebanyak

200 g/m2 untuk tanah yang subur dan 500 g/m2 untuk tanah kurang

subur.

Menurut waryanto (2002), aplikasi di lapangan terhadap pupuk

bokashi relatif mudah. Lahan satu hektar membutuhkan bokashi 3 – 5 ton.

Teknis aplikasinya, seluruh bokasi tersebut disebar sebelum lahan diolah

(dibajak). Diupayakan agar pupuk organik itu menyebar secara merata

dalam areal satu hektar, lalu dilakukan pembajakan sehingga bokashi

tercampur secara sempurna dengan tanah di sekitarnya.

D. Pembenihan Padi

Penyiapan tempat pembenihan pada prinsipnya sama dengan

menyiapkan lahan penanaman. Bagian sawah yang akan digunakan untuk

pembenihan dicangkul merata sedalam kira-kira 30 cm. Selanjutnya tanah

dihaluskan dengan cara pengcangkulan ulang menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil sampai menjadi lumer bersamaan dengan ini

ditambahkan pupuk kandang yang sudah matang yang ditebar secara

merata (Andoko, 2002).

Menurut Sugeng (2001) menyatakan bahwa tanah persemaian

harus mulai dikerjakan lebih kurang 50 hari sebelum penanaman. Karena

adanya dua jenis padi, yaitu padi basah dan padi kering, maka tanah

17

persemaian juga dapat dibedakan atas persemain basah dan persemaian

kering.

1. Persemaian Basah

Dalam membuat persemaian harus dipilih tanah atau sawah yang

betul-betul subur. Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal harus

dibersihkan lebih dahulu, kemudian sawah digenangi air. maksud dari

penggenangan itu antara lain :

Agar tanah menjadi lunak,

Rumpu-rumputan yang akan tumbuh, mati

Bermacam-macam serangga yang dapat merusak bibit yang akan

ditebarkan mati pula.

Selanjutnya, apabila tanah sudah cukup lunak lalu dibajak/digaru dua kali

atau sampai tanah menjadi halus. Pada saat itu pula sekaligus dibuat

petakan-petakan dan memperbaiki pematang. Sebagai ukuran dasar luas

persemaian yang harus dibuat kurang lebih 1/20 luas areal sawah yang

akan ditanami.

2. Persemain kering

Pada prinsipnya pembuatan persemaian kering sama dengan

pembuatan persemaian basah. Rumput-rumput dan sisa jerami yang

harus dibersihkan lebih dahulu. Tanah dibolak-balik dengan bajak dan

digaru masing-masing dua kali atau apabila pembuatan persemaian itu

terlalu luas, pengolahan tanah dapat juga dikerjakan dengan cangkul yang

18

penting tanah menjadi gembur dan halus. Setelah tanah menjadi halus,

diratakan dan dibuat bedengan.

19

III. METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat

Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari sampai Maret 2015

bertempat di lahan praktik STPP Gowa Kelurahan Romanglompoa

Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan.

B. Alat dan Bahan

1. Alat : cangkul, sekop, parang, ember, timbangan, meteran, gelas ukur,

karung, thermometer, tali plastik, dan alat tulis menulis.

2. Bahan: Benih Padi Varietas Cigeulis, air, gula Pasir, EM4, kapur

pertanian, kotoran sapi, sekam, dedak dan abu sekam.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan yang

dirancang menurut rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga

perlakuan dan empat ulangan yaitu masing-masing perlakuan diulang

sebanyak empat kali. Ketiga perlakuan itu terdiri dari :

P0 : Tanpa pupuk bokashi (kontrol)

P1 : Pupuk bokashi 10 ton/ha (1 kg/m2) + abu sekam (5kg/m2)

P2 : Pupuk bokashi 10 ton/ha (1 kg/m2)

D. Metode Pelaksanaan

Adapun pelaksanaan praktik percobaan sebagai berikut:

20

1. Pembuatan Bokashi Kotoran sapi

Bahan:

1. Pupuk kandang 20 kg

2. Dedak 5 kg

3. Sekam 5 kg

4. Gula pasir (3 sendok makan)

5. EM4 50 ml (5 sendok makan)

6. Air secukupnya

7. Abu Sekam padi 20 kg

Cara Pembuatan:

1. Larutkan EM4 dan gula kedalam air

2. Pupuk kandang, sekam dan dedak dicampur secara merata.

3. Siramkan larutan EM4 secara perlahan-lahan kedalam secara

merata sampai kandungan air adonan mencapai 30% Bila adonan

dikepal dengan tangan, air tidak keluar dari adonan, dan bila kepal

dilepas, maka adonan akan megar.

4. Adonan digundukkan di atas ubin yang kering dengan ketinggian

15-20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni, selama 3-4 hari

5. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-500C. Jika suhu lebih dari

500C, bukalah karung penutup dan gundukan adonan dibalik-balik,

kemudian ditutup lagi dengan karung goni. Suhu yang tinggi dapat

21

mengakibatkan Bokashi menjadi rusak karena terjadi proses

pembusukan, Pengecekan suhu dilakukan setiap 5 jam

6. Setelah 4 hari, Bokashi telah selesai terfermentasi dan siap

digunakan sebagai pupuk organik.

2. Penyiapan lahan

Penyiapan lahan dimulai dengan pengolahan tanah, meliputi

kegiatan penggemburan tanah dan pembuatan petakan penanaman.

Tanah yang hendak digemburkan mula-mula di bersihkan dari bebatuan,

rerumputan, semak, dan lain-lain. Selanjutnya lahan digemburkan,

diratakan dan di buat petakan dengan ukuran 1 m x 1 m sebanyak 12

petak yang dibagi kedalam 4 Kelompok/ulangan.

3. Penyiapan benih

Persyaratan benih secara umum yang harus diperhatikan adalah

ciri-ciri sebagai berikut:

Daya kecambah tinggi

Tidak tercampur benih / varietas lain.

Tidak mengandung kotoran.

Bebas hama dan penyakit

Sehat dan bernas

4. Perlakuan benih

Benih padi direndam 1 x 24 jam kemudian ditiriskan dan

selanjutnya dimasukkan ke dalam karung goni kemudian dibungkus

22

dengan plastik, perlakuan ini dimaksudkan agar perkecambahan benih

seragam.

5. Penaburan benih

Setelah lahan diolah selanjutnya dilakukan penaburan benih,

Adapun kebutuhan benih yang digunakan 60- 75 gram/petakan.

6. Pemeliharaan

Tindakan pemeliharaan meliputi penyiangan yang bertujuan untuk

membersihkan lahan dari gulma/tanaman pengganggu, penyiangan

dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan cangkul.

7. Pengamatan

Parameter yang di amati meliputi pertumbuhan benih yang meliputi

perkembangan jumlah daun dan perkembangan tinggi benih padi, cara

pengukuran adalah diukur dari pangkal yang berada diatas tanah sampai

pada titik tumbuh atau ujung daun tertinggi.

E. Analsis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan dengan

menggunakan parameter tinggi dan jumlah daun benih padi di

persemaian, selanjutnya dikumpulkan dan susun dalam bentuk tabulasi,

kemudian dianalisis statistik melalui komputer dengan program SPSS for

windows Version 12.

23

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bokashi kotoran

sapi dan abu sekam pada media persemaian padi dengan parameter

pengamatan tinggi dan jumlah daun dapat diuraikan sebagai berikut:

1). Tinggi Tanaman

Hasil pengamatan rata-rata tinggi benih padi pada umur satu

minggu, dua minggu dan tiga minggu setelah tabur (MST). Dapat dilihat

melalui tabel dibawah ini:

Tabel 1. Tinggi benih padi rata-rata di persemaian pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tabur

Perlakuan

Rata-rata tinggi tanaman perminggu

Hasil Uji BNJD

I II III

P0 5.95 c 12.50 b 20.02 a

P1 10.20 a 19.13 a 24.01 a 0,00**,0,00** 0,144 tn

P2 7.59 b 14.22 b 20.18 a

Total 23.75 45.84 64.21

Keterangan : ** = Sangat nyata pada taraf uji α = 0,01, * = Nyata pada taraf uji α = 0,05 Nilai Rata-rata yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji duncan 0,01 dan 0,05

Hasil analisis uji duncan α = 0,01 pada tabel 1 diatas menunjukkan

bahwa perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu sekam pada minggu

pertama setelah tabur benih dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha

(1 kg/m2) dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), memperlihatkan pertumbuhan

24

benih padi yang paling baik dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan

P0 (tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2 (bokashi 10 ton/ha).

Sementara perlakuan bokasi kotoran sapi dan abu sekam pada

minggu kedua dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha (1 kg/m2) dan

abu sekam 5 kg/m2 (P1), masih tetap memperlihatkan pertumbuhan benih

padi yang paling baik dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan P0

(tanpa bokashi) dan P2 (bokashi 10 ton/ha) sedangkan pemberian

bokashi (P2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa bokashi dan

abu sekam (P0) sedangkan untuk Perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu

sekam. Sedangkan pada minggu ketiga, perlakuan Bokashi kotoran sapi

10 ton/ha dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), berbeda tidak nyata dengan

perlakuan P0 (tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2 (bokashi 10 ton/ha)

2). Jumlah Daun

Hasil pengamatan rata-rata jumlah daun benih padi pada umur satu

minggu, dua minggu dan tiga minggu setelah tabur (MST). Dapat dilihat

melalui tabel berikut ini:

25

Tabel 2. Jumlah daun benih padi rata-rata di persemaian pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tabur

Perlakuan Rata-rata jumlah daun tanaman perminggu

Hasil Uji BNJD

I II III

P0 1.97 a 2.13 b 3.09 a

P1 2.00 a 2.47 a 3.56 a 0,422tn, 0, 025* 0,165tn

P2 2.00 a 2.19 b 3.09 a

Total 5.97 6.78 9.75

Keterangan : Nilai Rata-rata yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji duncan 0,01 dan 0,05 ** = Sangat nyata pada taraf uji α = 0,01, * = Nyata pada taraf uji α = 0,05

Hasil analisis uji duncan α = 0,01 pada tabel 2 menunjukkan bahwa

perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu sekam pada minggu pertama

setelah tabur benih terhadap jumlah daun dengan dosis Bokashi kotoran

sapi 10 ton/ha (1kg/m2) dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), memperlihatkan

bahwa jumlah daun benih padi berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0

(tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2 (bokashi 10 ton/ha). Sementara

pada minggu kedua menunjukkan perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu

sekam dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha dan abu sekam 5

kg/m2 (P1), memperlihatkan bahwa jumlah daun benih padi berbeda

nyata dengan perlakuan P0 (tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2

(bokashi 10 ton/ha) sedangkan P0 dengan P2 tidak berbeda nyata.

Perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu sekam pada minggu ketiga

dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha (1kg/m2) dan abu sekam 5

kg/m2 (P1), memperlihatkan bahwa jumlah daun benih padi tidak berbeda

26

nyata dengan perlakuan P0(tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2

(bokashi 10 ton/ha).

B. PEMBAHASAN

Pemberian bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada media

persemian memberikan respon yang baik terhadap pertumbuhan benih

dari parameter pengamatan yaitu tinggi benih dan jumlah daun.

Berdasarkan hasil analisis uji duncan, menunjukkan bahwa antara

perlakuan yang menggunakan bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada

(P1) dan perlakuan Bokashi (P2) serta perlakuan tanpa menggunakan

bokashi kotoran sapi dan abu sekam dengan kebiasaan petani (P0),

terlihat adanya perbedaan yang sangat nyata terhadap tinggi benih pada

umur satu dan dua minggu setelah tabur benih dipersemaian. Hal ini

berarti perlakuan penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam

memberikan pengaruh perlakuan terbaik.

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan uji duncan

menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu

sekam berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun pada umur 14 hari

setelah tabur benih.

Penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam dapat

menaikkan jumlah hara tanah yang diambil oleh tanaman dan

memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebagaimana dikemukakan

oleh Setyamidjaya (1986) bahwa penyerapan unsur hara oleh tanaman

selama periode pertumbuhannya tidak sama banyaknya tergantung

27

tingkat pertumbuhan tanaman, seperti pada pertumbuhan vegetatif,

tanaman sangat intensif dalam pengambilan unsur hara. Sarif (1989)

menjelaskan bahwa pertumbuhan awal tanaman akan membutuhkan

jumlah unsur hara yang banyak, hal ini seiring dengan pendapat Setyati

(1988) bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah cukup dan

seimbang untuk proses pertumbuhan tanaman, maka proses pembelahan,

proses fotosintesis dan proses pemanjangan sel akan berlangsung cepat

mengakibatkan beberapa organ tanaman tumbuh cepat terutama pada

fase vegetatif.

28

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pemberian bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada persemaian

padi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pertambahan

tinggi benih padi.

Hasil analisis uji duncan dengan parameter pengamatan jumlah

daun memberikan pengaruh yang nyata berdasarkan hasil analisis

uji duncan pada taraf uji α = 0,01 dan 0,05.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas yang menunjukkan

bahwa penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam memberikan

pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan benih padi, maka penulis

menyarankan agar penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam

pada lahan persemaian padi dapat diterapkan.

29

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta

Andoko A, 2002. Budidaya Padi Secara Organik . Penebar Swadaya. Solo Djuarnani, N., Kristian, dan Setiawan B.S., 2006. Cara Cepat Membuat

Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta Indriani, Y.H., 2007. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya.

Jakarta Sarief. S., 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka

Buana, Bandung Setiawan, A.I., 2005. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya.

Jakarta Setyamidjaja.D., 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex : Jakarta Setyati. S., 1988. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia : Jakarta Sugeng HR, 2001. Bercocok tanam PADI. Aneka Ilmu.Semarang Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit KanisIus.

Yogyakarta. Wariyanto. A., 2002. Bokashi (Penggembur Tanah dari Bahan Murah).

Harian Suara Merdeka. htpp.//www.google.co.id

30

Lampiran 1. Denah Plot Percobaan penggunaan bokashi dan abu sekam pada persemain padi

U

DENAH PERCOBAAN

S

P0

P1

P1

P0

P2

P1

P2

P0

P2

P1

P0

P2

I

II

III

IV

U L A N G A

N