Kanker Tiroid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ca tiroid

Citation preview

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    1/11

    KANKER TIROID: PANDUAN KLINIS PRAKTIS ESMO UNTUK DIAGNOSIS,

    PENATALAKSANAAN, DAN FOLLOW UP

    Insidens

    Beberapa penelitian terbaru telah melaporkan adanya peningkatan insidens kanker tiroid dalam

    beberapa dekade terakhir di Kanada, Amerika Serikat, dan Eropa. Fenomena ini didominasi oleh

    peningkatan kanker histotipe mikropapiler (< 2 cm), sedangkan histologi kanker jenis lain:

    folikuler, meduler, dan anaplastik tidak mengalami perubahan yang signifikan. Peningkatan

    tersebut terjadi karena semakin majunya teknik deteksi karsinoma papiler yang berukuran kecil

    (ultrasonografi leher dan FNAB). Saat ini mayoritas rumah sakit yang menjadi rujukan

    karsinoma tiroid berhasil mendeteksi sekitar 60-80% karsinoma tiroid mikropapiler (< 1 cm dari

    segi ukuran), sehingga prognosis jangka panjang pada pasien-pasien tersebut cenderung lebih

    baik. Namun, baru-baru ini, ditemukan peningkatan insidens pada semua jenis tumor tiroid di

    Amerika Serikat. Pada tahun 1997-2005, annual percentage change (APC) untuk tumor primer

    4 cm (pada pria APC 1988-2005: 3.7, sedangkan pada

    wanita APC 1988-2005: 5.7). Data ini mengindikasikan bahwa peningkatan kemampuan deteksi

    diagnosis bukan menjadi satu-satunya penyebab tingginya insidens, namun juga berhubungan

    dengan pengaruh lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dianggap menjadi faktor resiko

    karsinoma tiroid adalah paparan terhadap radiasi ionisasi, sedangkan untuk karsinoma papiler,

    resiko tersebut menjadi lebih besar jika pasien terpapar radiasi di usia muda. Peningkatan

    insidens kanker tiroid pada anak-anak dan remaja juga ditemukan di Ukraina, Belarusia, dan

    beberapa wilayah Rusia dalam 4 tahun setelah terjadinya kecelakaan Chernobil. Sebelum

    timbulnya kecelakaan Chernobil, insidens kanker tiroid pada anak-anak Ukraina cenderung

    sangat rendah (0.5-1.0 kasus per 1000.000 anak). Setelah ledakan reaktor nuklir Chernobil padatahun 1986, terjadi peningkatan yang dramatis pada tumor tiroid jinak dan ganas (mencapai 80

    kali lipat) pada anak-anak yang lahir atau tumbuh di sekitar reaktor ketika terjadi ledakan.

    Meskipun terjadi peningkatan insidens, angka mortalitas kanker tiroid cenderung menurun dalam

    tiga dekade terakhir. Angka mortalitas di Uni Eropa pada tahun 1992-2002 cenderung

    mengalami penurunan (-23% pada pria dan -28% pada wanita). Hingga saat ini masih belum

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    2/11

    jelas apakah penurunan mortalitas tersebut terjadi akibat penegakkan diagnosis yang lebih baik

    atau karena peningkatan terapi neoplasma tiroid.

    Diagnosis

    Kanker tiroid biasanya memiliki manifestasi berupa nodul tiroid yang ditemukan saat palpasi dan

    pemeriksaan ultrasonografi. Nodul tiroid cukup sering ditemukan (4%-50% tergantung prosedur

    diagnostik dan usia pasien), sedangkan kanker tiroid memiliki insidens yang langka (~5% dari

    semua nodul tiroid). Ultrasonografi tiroid merupakan teknik yang paling sering digunakan

    sebagai prosedur diagnostik lini pertama dalam mendeteksi dan membedakan penyakit tiroid

    nodular. Gambaran ultrasonografi yang berhubungan dengan keganaan antara lain

    hipoekogenitas, mikrokalsifikasi, ketiadaan gambaran halo, tepi yang ireguler, aspek solid, aliran

    darah intranodular, dan bentuknya (lebih tinggi dari lebarnya). Jika semua gambaran tersebut

    pada suatu tiroid, maka prognosisnya sangat buruk. Spesifisitas USG cukup baik, namun

    sensitivitasnya tidak terlalu bagus. Fine-needle aspiration cytology (FNAC) merupakan salah

    satu teknik yang penting dan sering dikombinasikan dengan USG agar bisa mendiagnosis nodul

    tiroid. FNAC harus dilakukan pada semua nodul tiroid yang berukuran > 1 cm dan pada nodul

    tiroid berukurang < 1 cm yang memiliki riwayat klinis (riwayat iradiasi pada leher dan kepala,

    riwayat keluarga yang mengalami kanker tiroid, ada kecurigaan keganasan saat dipalpasi, adanya

    adenopati servikal) atau yang memiliki gambaran USG yang mengarah pada keganasan. Hasilpemeriksaan FNAC sangat sensitif dalam mendiagnosis banding nodul jinak dan ganas meskipun

    pemeriksaan ini memiliki keterbatasan seperti: sampelnya tidak adekuat dan neoplasia folikuler.

    Jika sampel tidak adekuat, maka FNAC harus diulang sedangkan pada kasus neoplasia folikuler,

    yang disertai pemeriksaan thyroid-stimulating hormone (TSH) yang normal dan gambaran tiroid

    dingin ditemukan saat pemeriksaan scan tiroid, maka disarankan untuk segera melakukan

    pembedahan. Saat ini yang sedang diteliti adanya penggunaan penanda imunohistokimiawi pada

    sampel sitologis untuk membedakan karsinoma tiroid papiler dari lesi folikuler, hanya saja

    belum ada penanda yang cukup baik untuk dijadikan sarana diagnostik. Dua penelitian prospektif

    melaporkan bahwa uji molekuler untuk nodul tiroid pada mutasi BRAF, RAS, RET/PTC dan

    PAX8/PPAR-gamma, dapat menjadi indikator yang kuat untuk kanker karena ~97% nodul yang

    mengalami mutasi pada molekul-molekul tersebut merupakan kanker ganas. Pemeriksaan fungsi

    tiroid dan tiroglobulin (Tg) tidak terlalu membantu dalam mendiagnosis kanker tiroid. Namun,

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    3/11

    pengukuran kadar kalsitonin merupakan alat yang terpercaya untukk beberapa kasus kanker

    tiroid meduler (5%-7% kanker tiroid), dan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari FNAC.

    Untuk alasan ini, maka pemeriksaan kalsitonin harus menjadi pemeriksaan yang disertakan

    dalam evaluasi diagnostik nodul tiroid.

    Kanker Tiroid Terdiferensiasi

    Pemeriksaan Awal

    Pemeriksaan awal untuk differentiated thyroid carcinoma (DTC) harus selalu diawali oleh

    eksplorasi secara hati-hati pada leher dengan menggunakan USG untuk menilai status nodus

    limfatikus. Penatalaksanaan awal untuk DTC adalah tiroidektomi total saat diagnosis ditegakkan,

    sebelum nodul berukuran 1 cm, atau tanpa perlu mempertimbangkan ukuran dan gambaran

    histologis, pembedahan tetap dapat dilakukan jika terdapat DTC metastatik, multifokal, dan

    familial. Prosedur pembedahan yang tidak terlalu ekstensi dapat dilakukan pada kasus DTC

    unifokal yang baru terdiagnosis saat pemeriksaan histologis pasca-pembedahan untuk

    mengangkat tumor tiroid jinak, jika ukuran tumor kecil, intratrioidal dan jika jenis histologi

    tumornya tidak terlalu buruk (tipe papiler klasik atau folikuler varian papiler atau folikuler

    minimal invasif). Manfaat tindakan diseksi profilaksis nodus limfatikus sentral pada kasus tumor

    tiroid yang tidak menyebar ke nodus limfatikus hingga saat ini masih kontroversial. Tidak ada

    bukti yang mendukung bahwa tindakan ini dapat mengurangi rekurensi atau tingkat mortalitas,

    namun tindakan ini dapat memudahkan proses penentuan stadium tumor secara akurat sehingga

    bisa memandu proses penatalaksanaan dan follow up. Namun, tindakan diseksi profilaksis pada

    nodus limfatikus tidak diindikasikan untuk kanker tiroid folikuler. Mikrodiseksi nodus limfatikus

    yang berorientasi pada kompartermen harus dilakukan pada kasus-kasus yang dicurigai

    mengalami metastasis preoperatif dan/atau baru diketahui mengalami metastasis saat operasi. Di

    tangan dokter bedah yang ahli, komplikasi seperti palsi nervus laringeal dan hipoparatiroidisme,

    merupakan hal yang sangat langka (< 1%-2%). Pembedahan biasanya dilanjutkan denganpemberian

    131I yang bertujuan untuk mengablasi semua sisa jaringan tiroid dan residu tumor

    mikroskopik. Prosedur ini dapat menurunkan resiko rekurensi lokoregional dan mempermudah

    proses pengawasan jangka panjang yang berbasis pengukuran Tg serum dan radioiodine

    diagnostik whole body scan (WBS). Karena131

    I memiliki aktivitas yang sangat tinggi sehingga

    memudahkan pemeriksaan WBS. Ablasi radioiodine direkomendasikan untuk semua pasien

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    4/11

    kecuali untuk mereka yang memiliki resiko sangat rendah (pasien yang memiliki tumor T1

    unifokal, ukurannya < 1 cm, tumor yang gambaran histologisnya cukup baik, tidak terdapat

    ekstensi ekstratiroidal, tidak ada metastasis nodus limfatikus) (Tabel 1). Ablasi tiroid yang efekif

    membutuhkan stimulasi yang adekuat oleh TSH. Metode pilihan untuk persiapan ablasi

    radioiodine didasarkan pada pemberian recombinant human TSH (rhTSH) sambil dilakukan

    pemberian terapi levo-thyroxine (LT4). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa persiapan seperti

    itu sangat efektif dan aman serta hampir sama efektifnya dengan proses penarikan terapiLT4.

    Berdasarkan hasil ini maka penggunaan rhTSH telah disetujui oleh European Medicine Agency

    (EMEA) di Eropa pada bulan Februari 2005, begitu juga dengan FDA Amerika yang

    menyetujuinya pada Desember 2007. rhTSH dapat digunakan sebagai persiapan ablasi

    radioiodine untuk sisa-sisa tiroid pada pasien yang mengalami karsinoma tiroid yang

    berdiferensiasi dengan baik tanpa adanya bukti metastasis, dosis yang digunakan adalah 3700

    MBq (100 mCi)131

    I. Namun, penelitian terkiini menunjukkan bahwa pada pasien yang

    mendapatkan rhTSH, penggunaan dosis rendah 1850 MBq (50 mCi)131

    I ternyata sama

    efektifnya dengan dosis 3700 MBq (100 mCi), meskipun pasien mengalami metastasis nodus

    limfatikus, sehingga paparan radiasi pada pasien bisa lebih rendah.

    Penentuan Stadium dan Resiko

    Ada beberapa sistem penentuan stadium yang digunakan oleh beberapa pusat kesehatan. Masing-masing sistem penentuan stadium ini dapat membantu menentukan stratifikasi resiko. Yang

    paling populer adalah sistem penentuan stadium dari American Joint Committee on

    Cancer/International Union Against Cancer (AJCC/IUAC) TNM yang didasarkan pada perluasan

    tumor dan usia. Meskipun semua sistem stadium dapat memprediksi resiko mortalitas kanker,

    namun mereka gagal dalam menentukan resiko rekurensi. Sehingga, sistem stadium

    klinikopatologi harus digunakan secara bersamaan dengan sistem AJCC untuk meningkatkan

    kemampuran memprediksi resiko rekurensi dan untuk menentukan jenis terapi yang paling tepat.

    Dari panduan terbaru, perkiraan resiko rekurensi dan resiko kematian akibat penyakit digunakan

    sebagai pemandu dalam menentukan penatalaksanaan dan rekomendasi follow up. Berdasarkan

    sistem ini, maka European Consensus Report membuat tiga kategori resiko yang bisa dijadikan

    indikasi terapi ablasi radioiodine (Tabel 1): tidak ada indikasi untuk melakukan ablasi

    radioiodine pada pasien yang beresiko sangat rendah [T1 unifokal (

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    5/11

    perluasan tumor di luar kapsul tiroid, gambaran histologis lebih baik), pasien yang beresiko

    tinggi (T3 dan T4 atau semua T, N1, atau setiap M1) dan indikasi tumor . resiko rendah. Baru-

    baru ini Tuttle dkk telah mengajukan suatu stratifikasi yang didasarkan pada respon terhadap

    terapi. Berdasarkan hal ini, pasien dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok yakni, kelompok

    yang merespon dengan sangat baik, baik dan inkomplit. Pasien yang memiliki respon sangat baik

    (kadar Tg basal tidak terdeteksi, USG leher menunjukkan hasil negatif dan kadar AbTg negatif)

    seharusnya memiliki resiko rekurensi yang sangat rendah dan follow jangka panjang pasien-

    pasien ini harus didasarkan pada pemeriksaan fisik dan kadar Tg. Pasien yang memiliki respon

    terapi cukup baik (kadar Tg basal tak terdeteksi, kadar Tg terstimulasi < 10 ng/ml,

    kecenderungan Tg menurun, kadar AbTg tidak ada atau menurun, pemeriksaan USG tidak

    nampak signifikan) membutuhkan follow up yang lebih ketat. Pasien yang memiliki respon

    inkomplit (kadat Tg basal dan stimulasi terdeteksi, kadar Tg stabil atau meningkat, RAI-avid

    persisten atau rekuren) membutuhkan follow up intensif yang berkelanjutan dengan

    menggunakan ultrasonografi, pemeriksaan radiologi potong lintang, pemeriksaan RAI dan FDG-

    PET. Mayoritas pasien-pasien ini membutuhkan terapi tambahan seperti bedah reseksi, terapi

    RAI, iradiasi sinar eksternal dan terapi sistemik.

    Tabel 1 : stratifikasi resiko pada pasien DTC menurut European Consensus Report

    Follow Up Jangka Pendek

    Tujuan follow up jangka pendek adalah menemukan tumor rekuren lokoregional atau organ jauh

    sehingga bisa segera diterapi. Mayoritas tumor rekuren lokal dapat terjadi dan terdeteksi dalam 5

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    6/11

    tahun pertama setelah diagnosis. Namun, pada beberapa kasus tumor rekuren ditemukan pada

    follow up jangka panjang, sekitar 20 tahun setelah terapi pertama.

    Dua atau tiga bulan setelah terapi pertama, kita harus melakukan pemeriksaan fungsi tiroid (FT3,

    FT4, TSH) untuk menilai tingkat keadekuatan terapi supresif LT4. Follow up pada bulan ke 6-12

    bertujuan untuk memastikan apakah pasien telah bebas dari penyakit. Follow up dilakukan

    berdasarkan pemeriksaan fisik, USG bayi, pengukuran kadar Tg basal dan Tg terstimulasi,

    dengan atau tanpa WBS diagnostik. Saat follow up ini dilakukan, mayoritas pasien (hampir 80%)

    masih masuk dalam kategori resiko rendah. Pemeriksaan WBS tidak memberikan tambahan

    informasi sehingga bisa ditiadakan. Pasien-pasien ini dapat dianggap telah mengalami remisi

    komplit dan tingkat rekurensinya cenderung sangat rendah (

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    7/11

    mengukur kadar Tg serum hingga < 0.1 ng/ml. Namun peningkatan sensitivitas dapat berakibat

    pada penurunan spesifitas.

    Pasien yang terbukti memiliki penyakit yang persisten, atau yang memiliki kadar Tg, maka harus

    menjalani pemeriksaan radiologi dan penatalaksanaan, termasuk pemberian131

    I. Yang masuk

    dalam kategori ini adalah sekitar 5%-10% pasien DTC yang mengalami tumor lokal atau

    metastasis jauh saat diagnosis dan tambahan sebesar 5%-10% pada pasien yang mengalami

    tumor rekuren selama follow up. Selama melakukan evaluasi pada pasien metastatik,

    pemeriksaan FDG-PET dapat dijadikan sebagai alat diagnostik dan prognostik. Beberapa

    penelitian menunjukkan bahwa pada karsinoma tiroid yang terdiferensiasi, pemeriksaan FDG-

    PET dapat mendeteksi rekurensi atau metastasis dengan sensitivitas yang cukup tinggi (80-90%)

    dan pemeriksaan ini diindikasikan untuk pasien yang tidak menggunakan radioiodine. FDG-PET

    juga dapat memberikan informasi prognostik. Pasien yang memiliki I-WBS negatif dan FDG-

    PET positif cenderung memiliki penyakit yang lebih agresif dan tumor yang tidak berdiferensiasi

    dengan baik memiliki prognosis yang lebih buruk, sedangkan pasien dengan I-WBS positif dan

    FDG-PET negatif, cenderung memiliki penyakit yang kurang agresif dan prognosisnya lebih

    baik.

    Penatalaksanaan penyakit lokoregional harus didasarkan pada kombinasi terapi pembedahan dan

    terapi radioiodine. Radioterapi sinar eksternal diindikasikan jika eksisi pembedahan komplittidak bisa dilakukan atau jika uptake radioiodine pada tumor tidak signifikan. Metastasis jauh

    lebih berhasil diterapi jika pasien diberikan radioiodine, terutama jika tumornya berukuran kecil

    di paru-paru (tidak terlihat dari pemeriksaan sinar X). Makro-nodul paru-paru bisa memperoleh

    manfaat dari terapi radioiodine namun tingkat penyembuhan definitifnya cenderung sangat

    rendah. Metastasis tulang memiliki prognosis yang paling buruk meskipun telah diterapi dengan

    sangat agresif melalui kombinasi terapi radioiodine dan radioterapi sinar eksternal. Metastasis

    otak relatif jarang ditemukan dan biasanya memiliki prognosis yang sangat buruk. Bedah reseksi

    dan radioterapi sinar eksternal merupakan satu-satunya terapi yang bisa dilakukan untuk

    metastasis otak. Kemoterapi tidak lagi diindikasikan karena hasilnya tidak efektif. Saat ini

    banyak pasien diikutsertakan dalam terapi tyrosine kinase inhibitor (TKI). Molekul yang dapat

    memblok aktivitas kinase merupakan kandidat obat yang baik untuk kanker tiroid. Beberapa

    jenis TKI yang saat ini diteliti antara lain motesanib, axitinib, gefitinib, sorafenib, dan sunitinib.

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    8/11

    Tidak ada satupun TKI yang spesifik pada satu protein onkogen namun pada beberapa reseptor

    TK dan reseptor pertumbuhan pro-onkogenik. Dari penelitian klinis fase II-III ditemukan hasil

    yang cukup menjanjikan dengan respon parsial yang mencapai 14%-32% sedangkan untuk

    penyakit stabil, respon parsialnya mencapai 50%-67%. Dari hasil penelitian awal dapat terlihat

    bahwa terapi target dapat menjadi terapi lini pertama untuk kanker tiroid metastatik yang

    refrakter di masa depan.

    Terapi Levo-thyroxine

    Terapi supresi hormon tiroid juga penting dalam penatalaksanaan kanker tiroid dan hal ini cukup

    efektif dalam menghentikan pertumbuhan sel kanker tiroid mikroskopik atau kanker tiroid

    residual. Beberapa laporan juga menunjukkan bahwa terapi supresi hormon dengan

    menggunakan LT4 sangat bermanfaat untuk pasien kanker tiroid beresiko tinggi karena terapi

    tersebut dapat menurunkan progresivitas dan angka rekurensi, serta angka mortalitas. Tidak ada

    gunanya menekan TSH pada pasien yang mengalami kanker tiroid beresiko rendah. Durasi terapi

    supresi pada pasien kanker hingga saat ini masih diperdebatkan. Menurut panduan terbaru,

    pasien beresiko rendah yang bebas dari penyakit setelah pemberian terapi pertama dapat diganti

    terapinya dari jenis supresif menjadi terapi penggantian LT4, dengan tujuan untuk

    mempertahankan kadar TSH serum agar tetap dalam batas normal. Resiko relaps tetap dapat

    timbul, sehingga disarankan agar pasien seperti ini tetap dapat menggunakan dosis supresif (TSH~0.1 UI/ml) selama 3-5 tahun.

    Kanker Tiroid Meduler

    Medullary thyroid cancer (MTC) berasal dari sel C tiroid parafolikuler yang memproduksi

    kalsitonin dan penyakit ini berkontribusi pada 5-8% keganasan tiroid. Sekitar ~1000 kasus baru

    penyakit ini terdiagnosis tiap tahun di Amerika Serikat. Karena sel C ganas memproduksi dan

    mensekresikan banyak peptida, seperti CEA dan kalsitonin (CT), maka peningkatan kadar CT

    merupakan salah satu penanda untuk menentukan adanya MTC atau MTC metastatik pasca-

    operasi. Sekitar 75% MTC timbul secara sporadis, sedangkan bentuk herediter dari MTC

    memiliki penurunan secara autosomal dominan. MTC familial biasanya timbul sebagai bagian

    dari sindrom multiple endocrine neoplasia (MEN) tipe 2A atau 2B atau familial MTC (FMTC).

    Faktor prognostik yang dapat memprediksi luaran tumor yang buruk antara lain pemeriksaan CT

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    9/11

    doubling time (DT), penyakit sudah berada pada stadium lanjut saat terdiagnosis, tumor primer

    yang meluas, serta terjadi metastasis nodal dan organ jauh.

    Penatalaksanaan awal dan Follow Up MTC

    Untuk pasien MTC yang tidak terbukti mengalami metastasis nodus limfatikus saat menjalani

    pemeriksaan fisik dan USG servikal maka penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah

    tiroidektomi total yang disertai diseksi nodus limfatikus sentral (level VI), dan hal ini berlaku

    untuk MTC sporadik maupun familial. Diseksi leher lateral (level IIA, III, IV, V) sebaiknya

    dijadikan tindakan cadangan untuk pasien yang dari pemeriksaan radiologi ditemukan adanya

    metastasis nodus limfatikus. Jika terdapat metastasis di organ jauh, maka pembedahan leher yang

    tidak agresif dapat dilakukan untuk mempertahankan fungsi bicara, menelan dan fungsi

    paratiroid, sekaligus untuk mempertahankan pengendalian penyakit lokoregional agar bisa

    mencegah morbiditas leher sentral. Pada periode postoperatif, klasifikasi TNM dan faktor-faktor

    lain, seperti kadar CT postoperatif, serta kadar CT dan CEA DT, harus digunakan untuk

    memprediksi luaran dan membantu rencana follow up jangka panjang pada pasien. Setelah

    pembedahan, kadar serum CT biasanya mengalami normalisasi (tidak terdeteksi) dan hal ini

    terjadi 60%-90% pasien yang tidak mengalami metastasis di nodus limfatikus, namun hanya

    20% pasien yang kadar CT-nya tetap normal meskipun sudah mengalami metastasis ke nodus

    limfatikus. Pada pasien yang kadar CT-nya dapat terdeteksi setelah pembedahan, maka teknikradiologi dibutuhkan untuk mendeteksi penyakit metastasis, meskipun banyak pasien bisa saja

    mengalami peningkatan kadar CT meskipun tidak ada bukti timbulnya penyakit MTC.

    Metastasis jauh merupakan penyebab utama kematian pada MTC. Metastasis jauh seringkali

    ditemukan pada pasien yang memiliki tumor besar, yang mengalami pertumbuhan tumor ekstra-

    tiroid dan metastasis nodus limfatikus. Metastasis organ jauh seringkali menyerang paru-paru,

    tulang dan hati, serta terkadang otak, kulit, dan payudara.

    Terapi MTC Metastatik

    Pada kanker yang sudah berada pada stadium lanjut, mono- ataupun poli-kemoterapi tidak

    memiliki manfaat klinis yang berarti (tingkat respon kurang dari 20 persen). Radioterapi

    seringkali digunakan untuk mengatasi invasi lokal. Pada kasus metastasis hati, kemo-embolisasi

    cukup efektif dalam mengurangi massa tumor.

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    10/11

    Selain itu, pada MTC, jalur target senyawa baru (seperti TKI) merupakan hal yang esensial agar

    tumor dapat bertahan hidup, berproliferasi dan melakukan metastasis. Beberapa bukti awal

    mengindikasikan bahwa terapi target memiliki beberapa manfaat klinis. Terapi target TKI yang

    paling menjanjikan saat ini untuk mengatasi MTC adalah motesanib difosfat, vandetanib,

    sorafenib dan sunitinib, yang mana semua obat-obatan tersebut memiliki respon parsial sekitar 6-

    20% sedangkan pada penyakit stabil, responnya mencapai 47%-87%.

    Kanker Tiroid Anaplastik

    Anaplastic thyroid cancer (ATC) merupakan tumor tiroid yang paling agresif dan merupakan

    salah satu kanker manusia yang paling agresif. Kanker ini berasal dari sel folikuler glandula

    tiroid namun tidak lagi memiliki karakteristik biologis dari sel aslinya, seperti menyerap iodium

    dan membuat thyroglobulin. Insidens puncak kanker ini adalah dekade keenam hingga ketujuh

    (usia rata-rata saat pasien terdiagnosis 55-65 tahun) dan untungnya, prevalensi kanker ini sangat

    rendah (< 2% dari semua tumor tiroid). ATC dapat timbul secara de novo namun pada

    kebanyakan kasus, kanker ini berasal dari tumor tiroid yang awalnya masih terdiferensiasi

    dengan baik, lalu tumor tersebut mengalami beberapa mutasi, terutama mutasi p53.

    Diagnosis

    Diagnosis biasanya lebih mudah dilakukan berdasarkan beberapa temuan klinis berikut: massa

    berukuran besar, yang keras pada leher dan yang menyebabkan gejala-gejala kompresif (sesak,

    batuk, paralisis pita suara, disfagia, dan suara parau). Sekitar 50% pasien datang dengan gejala

    metastasis jauh, terutama pada paru-paru dan juga tulang, hati, dan otak. Karena sifatnya yang

    agresif, maka AJCC Staging Manual menggolongkan ATC sebagai T4 dan tumor stadium IV,

    tanpa melihat ukuran tumornya. Angka bertahan hidup pasien biasanya kurang dari 6 bulan,

    apapun jenis terapi yang diberikan.

    Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan ATC hingga saat ini masih belum bisa distandarisasi dan sayangnya, belum ada

    satu terapi yang benar-benar efisien untuk mengatasinya; pembedahan, kemoterapi, radioterapi

    tunggal atau kombinasi beberapa terapi tersebut tidak dapat meningkatkan angka bertahan hidup

    pasien. Obat sitotoksik tunggal yang paling sering digunakan untuk mengatasi karsinoma

  • 5/26/2018 Kanker Tiroid

    11/11

    anaplastik adalah doxorubicin tunggal atau yang dikombinasikan dengan cisplatin. Namun hasil

    terapinya masih mengecewakan. Penambahan bleomycin atau obat lain tidak meningkatkan

    khasiat terapi. Baru-baru ini paclitaxel digunakan dalam percobaan klinis dan menunjukkan

    perbaikan respon terapi , hanya saja hal tersebut belum meningkatkan angka bertahan hidup. Kita

    membutuhkan strategi terapi yang lebih baru; suatu strategi terapi masa depan yang melibatkan

    terapi target, terapi supressor gen tumor serta terapi yang dapat menginduksi penghentian siklus

    sel.