Upload
suhailah-mohd-jamil
View
107
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ca tiroid
Citation preview
5/26/2018 Kanker Tiroid
1/11
KANKER TIROID: PANDUAN KLINIS PRAKTIS ESMO UNTUK DIAGNOSIS,
PENATALAKSANAAN, DAN FOLLOW UP
Insidens
Beberapa penelitian terbaru telah melaporkan adanya peningkatan insidens kanker tiroid dalam
beberapa dekade terakhir di Kanada, Amerika Serikat, dan Eropa. Fenomena ini didominasi oleh
peningkatan kanker histotipe mikropapiler (< 2 cm), sedangkan histologi kanker jenis lain:
folikuler, meduler, dan anaplastik tidak mengalami perubahan yang signifikan. Peningkatan
tersebut terjadi karena semakin majunya teknik deteksi karsinoma papiler yang berukuran kecil
(ultrasonografi leher dan FNAB). Saat ini mayoritas rumah sakit yang menjadi rujukan
karsinoma tiroid berhasil mendeteksi sekitar 60-80% karsinoma tiroid mikropapiler (< 1 cm dari
segi ukuran), sehingga prognosis jangka panjang pada pasien-pasien tersebut cenderung lebih
baik. Namun, baru-baru ini, ditemukan peningkatan insidens pada semua jenis tumor tiroid di
Amerika Serikat. Pada tahun 1997-2005, annual percentage change (APC) untuk tumor primer
4 cm (pada pria APC 1988-2005: 3.7, sedangkan pada
wanita APC 1988-2005: 5.7). Data ini mengindikasikan bahwa peningkatan kemampuan deteksi
diagnosis bukan menjadi satu-satunya penyebab tingginya insidens, namun juga berhubungan
dengan pengaruh lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dianggap menjadi faktor resiko
karsinoma tiroid adalah paparan terhadap radiasi ionisasi, sedangkan untuk karsinoma papiler,
resiko tersebut menjadi lebih besar jika pasien terpapar radiasi di usia muda. Peningkatan
insidens kanker tiroid pada anak-anak dan remaja juga ditemukan di Ukraina, Belarusia, dan
beberapa wilayah Rusia dalam 4 tahun setelah terjadinya kecelakaan Chernobil. Sebelum
timbulnya kecelakaan Chernobil, insidens kanker tiroid pada anak-anak Ukraina cenderung
sangat rendah (0.5-1.0 kasus per 1000.000 anak). Setelah ledakan reaktor nuklir Chernobil padatahun 1986, terjadi peningkatan yang dramatis pada tumor tiroid jinak dan ganas (mencapai 80
kali lipat) pada anak-anak yang lahir atau tumbuh di sekitar reaktor ketika terjadi ledakan.
Meskipun terjadi peningkatan insidens, angka mortalitas kanker tiroid cenderung menurun dalam
tiga dekade terakhir. Angka mortalitas di Uni Eropa pada tahun 1992-2002 cenderung
mengalami penurunan (-23% pada pria dan -28% pada wanita). Hingga saat ini masih belum
5/26/2018 Kanker Tiroid
2/11
jelas apakah penurunan mortalitas tersebut terjadi akibat penegakkan diagnosis yang lebih baik
atau karena peningkatan terapi neoplasma tiroid.
Diagnosis
Kanker tiroid biasanya memiliki manifestasi berupa nodul tiroid yang ditemukan saat palpasi dan
pemeriksaan ultrasonografi. Nodul tiroid cukup sering ditemukan (4%-50% tergantung prosedur
diagnostik dan usia pasien), sedangkan kanker tiroid memiliki insidens yang langka (~5% dari
semua nodul tiroid). Ultrasonografi tiroid merupakan teknik yang paling sering digunakan
sebagai prosedur diagnostik lini pertama dalam mendeteksi dan membedakan penyakit tiroid
nodular. Gambaran ultrasonografi yang berhubungan dengan keganaan antara lain
hipoekogenitas, mikrokalsifikasi, ketiadaan gambaran halo, tepi yang ireguler, aspek solid, aliran
darah intranodular, dan bentuknya (lebih tinggi dari lebarnya). Jika semua gambaran tersebut
pada suatu tiroid, maka prognosisnya sangat buruk. Spesifisitas USG cukup baik, namun
sensitivitasnya tidak terlalu bagus. Fine-needle aspiration cytology (FNAC) merupakan salah
satu teknik yang penting dan sering dikombinasikan dengan USG agar bisa mendiagnosis nodul
tiroid. FNAC harus dilakukan pada semua nodul tiroid yang berukuran > 1 cm dan pada nodul
tiroid berukurang < 1 cm yang memiliki riwayat klinis (riwayat iradiasi pada leher dan kepala,
riwayat keluarga yang mengalami kanker tiroid, ada kecurigaan keganasan saat dipalpasi, adanya
adenopati servikal) atau yang memiliki gambaran USG yang mengarah pada keganasan. Hasilpemeriksaan FNAC sangat sensitif dalam mendiagnosis banding nodul jinak dan ganas meskipun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan seperti: sampelnya tidak adekuat dan neoplasia folikuler.
Jika sampel tidak adekuat, maka FNAC harus diulang sedangkan pada kasus neoplasia folikuler,
yang disertai pemeriksaan thyroid-stimulating hormone (TSH) yang normal dan gambaran tiroid
dingin ditemukan saat pemeriksaan scan tiroid, maka disarankan untuk segera melakukan
pembedahan. Saat ini yang sedang diteliti adanya penggunaan penanda imunohistokimiawi pada
sampel sitologis untuk membedakan karsinoma tiroid papiler dari lesi folikuler, hanya saja
belum ada penanda yang cukup baik untuk dijadikan sarana diagnostik. Dua penelitian prospektif
melaporkan bahwa uji molekuler untuk nodul tiroid pada mutasi BRAF, RAS, RET/PTC dan
PAX8/PPAR-gamma, dapat menjadi indikator yang kuat untuk kanker karena ~97% nodul yang
mengalami mutasi pada molekul-molekul tersebut merupakan kanker ganas. Pemeriksaan fungsi
tiroid dan tiroglobulin (Tg) tidak terlalu membantu dalam mendiagnosis kanker tiroid. Namun,
5/26/2018 Kanker Tiroid
3/11
pengukuran kadar kalsitonin merupakan alat yang terpercaya untukk beberapa kasus kanker
tiroid meduler (5%-7% kanker tiroid), dan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari FNAC.
Untuk alasan ini, maka pemeriksaan kalsitonin harus menjadi pemeriksaan yang disertakan
dalam evaluasi diagnostik nodul tiroid.
Kanker Tiroid Terdiferensiasi
Pemeriksaan Awal
Pemeriksaan awal untuk differentiated thyroid carcinoma (DTC) harus selalu diawali oleh
eksplorasi secara hati-hati pada leher dengan menggunakan USG untuk menilai status nodus
limfatikus. Penatalaksanaan awal untuk DTC adalah tiroidektomi total saat diagnosis ditegakkan,
sebelum nodul berukuran 1 cm, atau tanpa perlu mempertimbangkan ukuran dan gambaran
histologis, pembedahan tetap dapat dilakukan jika terdapat DTC metastatik, multifokal, dan
familial. Prosedur pembedahan yang tidak terlalu ekstensi dapat dilakukan pada kasus DTC
unifokal yang baru terdiagnosis saat pemeriksaan histologis pasca-pembedahan untuk
mengangkat tumor tiroid jinak, jika ukuran tumor kecil, intratrioidal dan jika jenis histologi
tumornya tidak terlalu buruk (tipe papiler klasik atau folikuler varian papiler atau folikuler
minimal invasif). Manfaat tindakan diseksi profilaksis nodus limfatikus sentral pada kasus tumor
tiroid yang tidak menyebar ke nodus limfatikus hingga saat ini masih kontroversial. Tidak ada
bukti yang mendukung bahwa tindakan ini dapat mengurangi rekurensi atau tingkat mortalitas,
namun tindakan ini dapat memudahkan proses penentuan stadium tumor secara akurat sehingga
bisa memandu proses penatalaksanaan dan follow up. Namun, tindakan diseksi profilaksis pada
nodus limfatikus tidak diindikasikan untuk kanker tiroid folikuler. Mikrodiseksi nodus limfatikus
yang berorientasi pada kompartermen harus dilakukan pada kasus-kasus yang dicurigai
mengalami metastasis preoperatif dan/atau baru diketahui mengalami metastasis saat operasi. Di
tangan dokter bedah yang ahli, komplikasi seperti palsi nervus laringeal dan hipoparatiroidisme,
merupakan hal yang sangat langka (< 1%-2%). Pembedahan biasanya dilanjutkan denganpemberian
131I yang bertujuan untuk mengablasi semua sisa jaringan tiroid dan residu tumor
mikroskopik. Prosedur ini dapat menurunkan resiko rekurensi lokoregional dan mempermudah
proses pengawasan jangka panjang yang berbasis pengukuran Tg serum dan radioiodine
diagnostik whole body scan (WBS). Karena131
I memiliki aktivitas yang sangat tinggi sehingga
memudahkan pemeriksaan WBS. Ablasi radioiodine direkomendasikan untuk semua pasien
5/26/2018 Kanker Tiroid
4/11
kecuali untuk mereka yang memiliki resiko sangat rendah (pasien yang memiliki tumor T1
unifokal, ukurannya < 1 cm, tumor yang gambaran histologisnya cukup baik, tidak terdapat
ekstensi ekstratiroidal, tidak ada metastasis nodus limfatikus) (Tabel 1). Ablasi tiroid yang efekif
membutuhkan stimulasi yang adekuat oleh TSH. Metode pilihan untuk persiapan ablasi
radioiodine didasarkan pada pemberian recombinant human TSH (rhTSH) sambil dilakukan
pemberian terapi levo-thyroxine (LT4). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa persiapan seperti
itu sangat efektif dan aman serta hampir sama efektifnya dengan proses penarikan terapiLT4.
Berdasarkan hasil ini maka penggunaan rhTSH telah disetujui oleh European Medicine Agency
(EMEA) di Eropa pada bulan Februari 2005, begitu juga dengan FDA Amerika yang
menyetujuinya pada Desember 2007. rhTSH dapat digunakan sebagai persiapan ablasi
radioiodine untuk sisa-sisa tiroid pada pasien yang mengalami karsinoma tiroid yang
berdiferensiasi dengan baik tanpa adanya bukti metastasis, dosis yang digunakan adalah 3700
MBq (100 mCi)131
I. Namun, penelitian terkiini menunjukkan bahwa pada pasien yang
mendapatkan rhTSH, penggunaan dosis rendah 1850 MBq (50 mCi)131
I ternyata sama
efektifnya dengan dosis 3700 MBq (100 mCi), meskipun pasien mengalami metastasis nodus
limfatikus, sehingga paparan radiasi pada pasien bisa lebih rendah.
Penentuan Stadium dan Resiko
Ada beberapa sistem penentuan stadium yang digunakan oleh beberapa pusat kesehatan. Masing-masing sistem penentuan stadium ini dapat membantu menentukan stratifikasi resiko. Yang
paling populer adalah sistem penentuan stadium dari American Joint Committee on
Cancer/International Union Against Cancer (AJCC/IUAC) TNM yang didasarkan pada perluasan
tumor dan usia. Meskipun semua sistem stadium dapat memprediksi resiko mortalitas kanker,
namun mereka gagal dalam menentukan resiko rekurensi. Sehingga, sistem stadium
klinikopatologi harus digunakan secara bersamaan dengan sistem AJCC untuk meningkatkan
kemampuran memprediksi resiko rekurensi dan untuk menentukan jenis terapi yang paling tepat.
Dari panduan terbaru, perkiraan resiko rekurensi dan resiko kematian akibat penyakit digunakan
sebagai pemandu dalam menentukan penatalaksanaan dan rekomendasi follow up. Berdasarkan
sistem ini, maka European Consensus Report membuat tiga kategori resiko yang bisa dijadikan
indikasi terapi ablasi radioiodine (Tabel 1): tidak ada indikasi untuk melakukan ablasi
radioiodine pada pasien yang beresiko sangat rendah [T1 unifokal (
5/26/2018 Kanker Tiroid
5/11
perluasan tumor di luar kapsul tiroid, gambaran histologis lebih baik), pasien yang beresiko
tinggi (T3 dan T4 atau semua T, N1, atau setiap M1) dan indikasi tumor . resiko rendah. Baru-
baru ini Tuttle dkk telah mengajukan suatu stratifikasi yang didasarkan pada respon terhadap
terapi. Berdasarkan hal ini, pasien dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok yakni, kelompok
yang merespon dengan sangat baik, baik dan inkomplit. Pasien yang memiliki respon sangat baik
(kadar Tg basal tidak terdeteksi, USG leher menunjukkan hasil negatif dan kadar AbTg negatif)
seharusnya memiliki resiko rekurensi yang sangat rendah dan follow jangka panjang pasien-
pasien ini harus didasarkan pada pemeriksaan fisik dan kadar Tg. Pasien yang memiliki respon
terapi cukup baik (kadar Tg basal tak terdeteksi, kadar Tg terstimulasi < 10 ng/ml,
kecenderungan Tg menurun, kadar AbTg tidak ada atau menurun, pemeriksaan USG tidak
nampak signifikan) membutuhkan follow up yang lebih ketat. Pasien yang memiliki respon
inkomplit (kadat Tg basal dan stimulasi terdeteksi, kadar Tg stabil atau meningkat, RAI-avid
persisten atau rekuren) membutuhkan follow up intensif yang berkelanjutan dengan
menggunakan ultrasonografi, pemeriksaan radiologi potong lintang, pemeriksaan RAI dan FDG-
PET. Mayoritas pasien-pasien ini membutuhkan terapi tambahan seperti bedah reseksi, terapi
RAI, iradiasi sinar eksternal dan terapi sistemik.
Tabel 1 : stratifikasi resiko pada pasien DTC menurut European Consensus Report
Follow Up Jangka Pendek
Tujuan follow up jangka pendek adalah menemukan tumor rekuren lokoregional atau organ jauh
sehingga bisa segera diterapi. Mayoritas tumor rekuren lokal dapat terjadi dan terdeteksi dalam 5
5/26/2018 Kanker Tiroid
6/11
tahun pertama setelah diagnosis. Namun, pada beberapa kasus tumor rekuren ditemukan pada
follow up jangka panjang, sekitar 20 tahun setelah terapi pertama.
Dua atau tiga bulan setelah terapi pertama, kita harus melakukan pemeriksaan fungsi tiroid (FT3,
FT4, TSH) untuk menilai tingkat keadekuatan terapi supresif LT4. Follow up pada bulan ke 6-12
bertujuan untuk memastikan apakah pasien telah bebas dari penyakit. Follow up dilakukan
berdasarkan pemeriksaan fisik, USG bayi, pengukuran kadar Tg basal dan Tg terstimulasi,
dengan atau tanpa WBS diagnostik. Saat follow up ini dilakukan, mayoritas pasien (hampir 80%)
masih masuk dalam kategori resiko rendah. Pemeriksaan WBS tidak memberikan tambahan
informasi sehingga bisa ditiadakan. Pasien-pasien ini dapat dianggap telah mengalami remisi
komplit dan tingkat rekurensinya cenderung sangat rendah (
5/26/2018 Kanker Tiroid
7/11
mengukur kadar Tg serum hingga < 0.1 ng/ml. Namun peningkatan sensitivitas dapat berakibat
pada penurunan spesifitas.
Pasien yang terbukti memiliki penyakit yang persisten, atau yang memiliki kadar Tg, maka harus
menjalani pemeriksaan radiologi dan penatalaksanaan, termasuk pemberian131
I. Yang masuk
dalam kategori ini adalah sekitar 5%-10% pasien DTC yang mengalami tumor lokal atau
metastasis jauh saat diagnosis dan tambahan sebesar 5%-10% pada pasien yang mengalami
tumor rekuren selama follow up. Selama melakukan evaluasi pada pasien metastatik,
pemeriksaan FDG-PET dapat dijadikan sebagai alat diagnostik dan prognostik. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pada karsinoma tiroid yang terdiferensiasi, pemeriksaan FDG-
PET dapat mendeteksi rekurensi atau metastasis dengan sensitivitas yang cukup tinggi (80-90%)
dan pemeriksaan ini diindikasikan untuk pasien yang tidak menggunakan radioiodine. FDG-PET
juga dapat memberikan informasi prognostik. Pasien yang memiliki I-WBS negatif dan FDG-
PET positif cenderung memiliki penyakit yang lebih agresif dan tumor yang tidak berdiferensiasi
dengan baik memiliki prognosis yang lebih buruk, sedangkan pasien dengan I-WBS positif dan
FDG-PET negatif, cenderung memiliki penyakit yang kurang agresif dan prognosisnya lebih
baik.
Penatalaksanaan penyakit lokoregional harus didasarkan pada kombinasi terapi pembedahan dan
terapi radioiodine. Radioterapi sinar eksternal diindikasikan jika eksisi pembedahan komplittidak bisa dilakukan atau jika uptake radioiodine pada tumor tidak signifikan. Metastasis jauh
lebih berhasil diterapi jika pasien diberikan radioiodine, terutama jika tumornya berukuran kecil
di paru-paru (tidak terlihat dari pemeriksaan sinar X). Makro-nodul paru-paru bisa memperoleh
manfaat dari terapi radioiodine namun tingkat penyembuhan definitifnya cenderung sangat
rendah. Metastasis tulang memiliki prognosis yang paling buruk meskipun telah diterapi dengan
sangat agresif melalui kombinasi terapi radioiodine dan radioterapi sinar eksternal. Metastasis
otak relatif jarang ditemukan dan biasanya memiliki prognosis yang sangat buruk. Bedah reseksi
dan radioterapi sinar eksternal merupakan satu-satunya terapi yang bisa dilakukan untuk
metastasis otak. Kemoterapi tidak lagi diindikasikan karena hasilnya tidak efektif. Saat ini
banyak pasien diikutsertakan dalam terapi tyrosine kinase inhibitor (TKI). Molekul yang dapat
memblok aktivitas kinase merupakan kandidat obat yang baik untuk kanker tiroid. Beberapa
jenis TKI yang saat ini diteliti antara lain motesanib, axitinib, gefitinib, sorafenib, dan sunitinib.
5/26/2018 Kanker Tiroid
8/11
Tidak ada satupun TKI yang spesifik pada satu protein onkogen namun pada beberapa reseptor
TK dan reseptor pertumbuhan pro-onkogenik. Dari penelitian klinis fase II-III ditemukan hasil
yang cukup menjanjikan dengan respon parsial yang mencapai 14%-32% sedangkan untuk
penyakit stabil, respon parsialnya mencapai 50%-67%. Dari hasil penelitian awal dapat terlihat
bahwa terapi target dapat menjadi terapi lini pertama untuk kanker tiroid metastatik yang
refrakter di masa depan.
Terapi Levo-thyroxine
Terapi supresi hormon tiroid juga penting dalam penatalaksanaan kanker tiroid dan hal ini cukup
efektif dalam menghentikan pertumbuhan sel kanker tiroid mikroskopik atau kanker tiroid
residual. Beberapa laporan juga menunjukkan bahwa terapi supresi hormon dengan
menggunakan LT4 sangat bermanfaat untuk pasien kanker tiroid beresiko tinggi karena terapi
tersebut dapat menurunkan progresivitas dan angka rekurensi, serta angka mortalitas. Tidak ada
gunanya menekan TSH pada pasien yang mengalami kanker tiroid beresiko rendah. Durasi terapi
supresi pada pasien kanker hingga saat ini masih diperdebatkan. Menurut panduan terbaru,
pasien beresiko rendah yang bebas dari penyakit setelah pemberian terapi pertama dapat diganti
terapinya dari jenis supresif menjadi terapi penggantian LT4, dengan tujuan untuk
mempertahankan kadar TSH serum agar tetap dalam batas normal. Resiko relaps tetap dapat
timbul, sehingga disarankan agar pasien seperti ini tetap dapat menggunakan dosis supresif (TSH~0.1 UI/ml) selama 3-5 tahun.
Kanker Tiroid Meduler
Medullary thyroid cancer (MTC) berasal dari sel C tiroid parafolikuler yang memproduksi
kalsitonin dan penyakit ini berkontribusi pada 5-8% keganasan tiroid. Sekitar ~1000 kasus baru
penyakit ini terdiagnosis tiap tahun di Amerika Serikat. Karena sel C ganas memproduksi dan
mensekresikan banyak peptida, seperti CEA dan kalsitonin (CT), maka peningkatan kadar CT
merupakan salah satu penanda untuk menentukan adanya MTC atau MTC metastatik pasca-
operasi. Sekitar 75% MTC timbul secara sporadis, sedangkan bentuk herediter dari MTC
memiliki penurunan secara autosomal dominan. MTC familial biasanya timbul sebagai bagian
dari sindrom multiple endocrine neoplasia (MEN) tipe 2A atau 2B atau familial MTC (FMTC).
Faktor prognostik yang dapat memprediksi luaran tumor yang buruk antara lain pemeriksaan CT
5/26/2018 Kanker Tiroid
9/11
doubling time (DT), penyakit sudah berada pada stadium lanjut saat terdiagnosis, tumor primer
yang meluas, serta terjadi metastasis nodal dan organ jauh.
Penatalaksanaan awal dan Follow Up MTC
Untuk pasien MTC yang tidak terbukti mengalami metastasis nodus limfatikus saat menjalani
pemeriksaan fisik dan USG servikal maka penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah
tiroidektomi total yang disertai diseksi nodus limfatikus sentral (level VI), dan hal ini berlaku
untuk MTC sporadik maupun familial. Diseksi leher lateral (level IIA, III, IV, V) sebaiknya
dijadikan tindakan cadangan untuk pasien yang dari pemeriksaan radiologi ditemukan adanya
metastasis nodus limfatikus. Jika terdapat metastasis di organ jauh, maka pembedahan leher yang
tidak agresif dapat dilakukan untuk mempertahankan fungsi bicara, menelan dan fungsi
paratiroid, sekaligus untuk mempertahankan pengendalian penyakit lokoregional agar bisa
mencegah morbiditas leher sentral. Pada periode postoperatif, klasifikasi TNM dan faktor-faktor
lain, seperti kadar CT postoperatif, serta kadar CT dan CEA DT, harus digunakan untuk
memprediksi luaran dan membantu rencana follow up jangka panjang pada pasien. Setelah
pembedahan, kadar serum CT biasanya mengalami normalisasi (tidak terdeteksi) dan hal ini
terjadi 60%-90% pasien yang tidak mengalami metastasis di nodus limfatikus, namun hanya
20% pasien yang kadar CT-nya tetap normal meskipun sudah mengalami metastasis ke nodus
limfatikus. Pada pasien yang kadar CT-nya dapat terdeteksi setelah pembedahan, maka teknikradiologi dibutuhkan untuk mendeteksi penyakit metastasis, meskipun banyak pasien bisa saja
mengalami peningkatan kadar CT meskipun tidak ada bukti timbulnya penyakit MTC.
Metastasis jauh merupakan penyebab utama kematian pada MTC. Metastasis jauh seringkali
ditemukan pada pasien yang memiliki tumor besar, yang mengalami pertumbuhan tumor ekstra-
tiroid dan metastasis nodus limfatikus. Metastasis organ jauh seringkali menyerang paru-paru,
tulang dan hati, serta terkadang otak, kulit, dan payudara.
Terapi MTC Metastatik
Pada kanker yang sudah berada pada stadium lanjut, mono- ataupun poli-kemoterapi tidak
memiliki manfaat klinis yang berarti (tingkat respon kurang dari 20 persen). Radioterapi
seringkali digunakan untuk mengatasi invasi lokal. Pada kasus metastasis hati, kemo-embolisasi
cukup efektif dalam mengurangi massa tumor.
5/26/2018 Kanker Tiroid
10/11
Selain itu, pada MTC, jalur target senyawa baru (seperti TKI) merupakan hal yang esensial agar
tumor dapat bertahan hidup, berproliferasi dan melakukan metastasis. Beberapa bukti awal
mengindikasikan bahwa terapi target memiliki beberapa manfaat klinis. Terapi target TKI yang
paling menjanjikan saat ini untuk mengatasi MTC adalah motesanib difosfat, vandetanib,
sorafenib dan sunitinib, yang mana semua obat-obatan tersebut memiliki respon parsial sekitar 6-
20% sedangkan pada penyakit stabil, responnya mencapai 47%-87%.
Kanker Tiroid Anaplastik
Anaplastic thyroid cancer (ATC) merupakan tumor tiroid yang paling agresif dan merupakan
salah satu kanker manusia yang paling agresif. Kanker ini berasal dari sel folikuler glandula
tiroid namun tidak lagi memiliki karakteristik biologis dari sel aslinya, seperti menyerap iodium
dan membuat thyroglobulin. Insidens puncak kanker ini adalah dekade keenam hingga ketujuh
(usia rata-rata saat pasien terdiagnosis 55-65 tahun) dan untungnya, prevalensi kanker ini sangat
rendah (< 2% dari semua tumor tiroid). ATC dapat timbul secara de novo namun pada
kebanyakan kasus, kanker ini berasal dari tumor tiroid yang awalnya masih terdiferensiasi
dengan baik, lalu tumor tersebut mengalami beberapa mutasi, terutama mutasi p53.
Diagnosis
Diagnosis biasanya lebih mudah dilakukan berdasarkan beberapa temuan klinis berikut: massa
berukuran besar, yang keras pada leher dan yang menyebabkan gejala-gejala kompresif (sesak,
batuk, paralisis pita suara, disfagia, dan suara parau). Sekitar 50% pasien datang dengan gejala
metastasis jauh, terutama pada paru-paru dan juga tulang, hati, dan otak. Karena sifatnya yang
agresif, maka AJCC Staging Manual menggolongkan ATC sebagai T4 dan tumor stadium IV,
tanpa melihat ukuran tumornya. Angka bertahan hidup pasien biasanya kurang dari 6 bulan,
apapun jenis terapi yang diberikan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ATC hingga saat ini masih belum bisa distandarisasi dan sayangnya, belum ada
satu terapi yang benar-benar efisien untuk mengatasinya; pembedahan, kemoterapi, radioterapi
tunggal atau kombinasi beberapa terapi tersebut tidak dapat meningkatkan angka bertahan hidup
pasien. Obat sitotoksik tunggal yang paling sering digunakan untuk mengatasi karsinoma
5/26/2018 Kanker Tiroid
11/11
anaplastik adalah doxorubicin tunggal atau yang dikombinasikan dengan cisplatin. Namun hasil
terapinya masih mengecewakan. Penambahan bleomycin atau obat lain tidak meningkatkan
khasiat terapi. Baru-baru ini paclitaxel digunakan dalam percobaan klinis dan menunjukkan
perbaikan respon terapi , hanya saja hal tersebut belum meningkatkan angka bertahan hidup. Kita
membutuhkan strategi terapi yang lebih baru; suatu strategi terapi masa depan yang melibatkan
terapi target, terapi supressor gen tumor serta terapi yang dapat menginduksi penghentian siklus
sel.