Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KANONISASI AL-QUR’AN PERSPEKTIF SARJANA MUSLIM
DAN BARAT (Studi Komparatif Atas Pemikiran Arthur Jeffery dan ‘Abdus Shabûr
Syâhîn)
Tesis
Diajukan sebagai Salah satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Magister Agama
(M.Ag) dalam Bidang Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Oleh
Istajib
NIM. 217410711
Pembimbing:
Dr.H. Azizan Fitriana, M.A
Dr. H. Ahmad Syukron, MA,
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PASCA SARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
2021 M/1442
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Kanonisasi Al-Qur’an Perspektif Sarjana Muslim dan
Barat (Studi Komparatif Atas Pemikiran Arthur Jeffery dan ‘Abdus Shabûr
Syâhîn)” yang disusun oleh istajib dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM)
217410711 telah melalui proses bimbingan dan penilaian oleh para
pembimbing serta telah memenuhi syarat untuk diajukan pada sidang
munaqasyah.
Pembimbing I
Dr. H .Azizan Fitriana, MA
Pembimbing II
Dr. H. Ahmad Syukron, MA
i
بسم الله الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Kanonisasi Al-Qur’an Perspektif Sarjana Muslim dan Barat (Studi
Komparatif Atas Pemikiran Arthur Jeffery dan ‘Abdus Shabûr Syâhîn).”
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW
yang telah menebar ajaran kasih sayang sehingga kita bisa menikmati
manisnya iman dan Islam.
Tesis ini merupakan penelitian yang diajukan sebagai salah satu syarat
meraih gelar Master Agama pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
IIQ Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tesis ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik berupa moril
maupun materil. Maka dari itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu, terutama kepada yang terhormat:
1. Dr. Hj. Nadjematul Faizah, SH., M.Hum selaku Pjs Rektor Institut Ilmu
Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
2. Dr. Muhammad Azizan Fitriana, MA selaku Direktur Progam
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta sekaligus pembimbing
penulis yang telah banyak memberikan masukan, kritik, dan saran sehingga
penulisan tesis ini selesai.
3. Dr. H. Ahmad Syukron, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Al- Qur’an
dan Tafsir IIQ Jakarta sekaligus pembimbing penulis yang selalu
memberikan motivasi, dorongan untuk selalu menulis, dan juga banyak
menyediakan data dan informasi yang berkaitan tentang penelitian.
ii
4. Segenap civitas akademika Pascasarjana IIQ Jakarta, terutama staf tata
usaha dan perpustakaan yang telah memberikan pelayanan yang baik guna
membantu kelancaran penulis, baik selama perkuliahan maupun dalam
penyelesaian tesis ini.
6. Terimakasih kepada Kedua orang tua tercinta, ayahanda H. Akhmad
Khubaiti, Ibundaku Hj. Sumarni, Bapak dan Ibu mertua, istriku tercinta Hj.
Khumaira, anak-anakku A. DevanoAbidzar, dan Hagia, adik-adikku, Imam,
Tri, dan Asiya yang telah mendukungku dan tak henti-hentinya berdoa demi
kesuksesanku di masa depan, sehingga studi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
7. Teman-teman seperjuanganku, KH. Sya’roni, M.Ag Hermansyah Muda,
M.Ag, Lizar Harahap, Abdillah Khairul Asad (AkA), dan semua sahabat-
sahabat yang mendukung saya.
8. Semua pihak yang telah berjasa memberikan pembelajaran bagi penulis
baik disengaja maupun tidak. Penulis memohon maaf karena tidak dapat
menyebutkan satu persatu, namun hal itu tidak mengurangi rasa terimakasih
dan penghargaan yang amat tinggi dari penulis.
Akhirnya penulis hanya dapat berdoa semoga semua pihak yang telah
membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini
mendapatkan pahala yang berlipat ganda serta kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat. Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam tesis ini,
namun penulis berharap semoga apa yang tertuang dalam tesis ini dapat
bermanfaat bagi semua orang yang memerlukannya serta dapat memberikan
manfaat bagi Islam dan ilmu pengetahuan. Aamiin.
Bekasi, 03 September 2021
H. Istajib Zain
NIM. 217410711
iii
PERNYATAAN PENULIS
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : H. Istajib Zain
NIM : 217410711
Tempat/Tanggal Lahir : Kendal, 22 Maret 1987
Alamat : Karang Wader Penawangan Grobogan
Judul : Kanonisasi Al-Qur’an Perspektif Sarjana Muslim
dan Barat (Studi Komparatif Atas Pemikiran Arthur Jeffery dan ‘Abdus
Shabûr Syâhîn)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis ini bukan karya yang pernah
diajukan sebagai penelitian ilmiah untuk perguruan tinggi. Tesis ini benar-
benar hasil karya saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya.
Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung
jawab saya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh
kesadaran dan kesungguhan.
Bekasi, 03 September 2021
Yang Menyatakan,
H. Istajib Zain
NIM. 217410711
vi
MOTTO
وي بش ر اق وم هي للت ي هدي القران هذا ي عملون إن الذين المؤمني
الص لحت ان لم اجرا كبيا
Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling
lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang
mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala
yang besar. (Al-Isra: 9)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن هذا القران مأدبة الله فاق ب لوا
من مأدبته ما استطعتم
Sesungguhnya Al-Qur’an ini jamuan Allah maka sambutlah
sebagian dari jamuan tersebut semampu kalian.
vii
PERSEMBAHAN
Tesis ini dipersembahkan kepada:
1. Kedua orangtua tercinta, ayahanda H. Akhmad Khubaiti dan Ibundaku Hj.
Sumarni yang telah mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayangnya
kepada penulis sejak kecil hingga sekarang. Jutaan kata dan kebaikan apapun
tak mampu menebus semua kebaikan dan cinta kasihnya. Berkat untaian doa
dan bimbingannya yang tulus membuat penulis sadar bahwa tanpa keduanya
penulis tidak bisa menjadi seperti sekarang. Terimakasih atas segalanya, dan
hanya Allah jualah yang mampu membalas semua kebaikan dan ketulusan
orangtuaku.
2. Istriku tercinta, Hj. Khumaira, yang selalu sabar menjadi bagian dari hidup
penulis. Dia telah menyempurnakan separuh “aku”, meretas batas
obyektivikasi, dan melampaui garis demarkasi “keakuan” menuju ruang
kebersamaan. Berkat indahnya ketulusan dan jalinan kasih sanggup melewati
masa-masa sulit. Meski kesibukan penulis yang datang silih berganti dan –
sepertinya- tidak pernah usai dia tetap menjadi pendamping yang terbaik.
Terimakasih atas sejuta kasih-sayangnya yang tidak akan pernah bisa
dituangkan melalui frasa dan kata. Seindah apapun diksi yang pernah
ditorehkan tinta sang penyair tidak akan sanggup menerjemahkan luapan
cinta penulis kepadanya.Tanpa dukungan dan pengertianmu tesis ini tidak
akan pernah selesai. Anak-anakku yang terkasih, A. Devano, Abidzar, dan
Hagia. Kepada mereka jualah sejatinya tesis ini ditulis. Mereka telah
mencetuskan gagasan dan menggerakan penulis untuk melompat dan
melampaui kotak pandora.
3. Al-Marhum ayah mertua yang baru saja meninggalkan dunia fana menuju
alam keabadian. Mudah-mudahan ia selalu mendapat curahan rahmat dan
ampunan dari Allah. Juga ibu mertua yang telah memberikan andil yang
viii
tidak sedikit bagi kemajuan karir penulis dan penyelesaian tesis ini.
Terimakasih atas semuanya.
4. Adik-adikku, Imam, Tri, dan Asiya yang memberi dukungan kepada
penulis dan tak henti-hentinya berdoa demi kesuksesan penulis sehingga
studi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Sahabat-sahabat almamater pasca sarjana IIQ tahun 2017, terutama kelas
A yang telah banyak berkontribusi dan berdiskusi dengan penulis. Bersama
mereka penulis banyak menghabiskan waktu untuk meraih pundi-pundi
hikmah yang berharga Tak ada jalinan persahabatan yang lebih kokoh selain
persahabatan yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
ix
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ….......................................................................................... ii
Pernyataan Penulis ....................................................................................... iii
Lembar Persetujuan …………………………………………….…………. iv
Lembar Pengesahan ....................................................................................... v
Motto ……………………………………………………………………... vi
Persembahan ................................................................................................ vii
Daftar Isi ..................................................................................................... viii
Pedoman Transliterasi Arab-Latin ……………………………………….. xii
Abstrak ......................................................................................................... xv
BAB I: Pendahuluan .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 15
B. Permasalahan ......................................................................................... 21
1. Identifikasi Masalah ............................................................................... 21
2. Pembatasan Masalah .............................................................................. 22
3. Perumusan Masalah ................................................................................ 22
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 22
D. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 23
E. Kajian Pustaka ........................................................................................ 23
F. Metodologi Penelitian………. ............................................................... 30
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 34
BAB II:STUDI AL-QUR’AN DI DUNIA ISLAM DAN BARAT
A. Dinamika Kajian Al-Qur’an …….......................................................... 36
1. Kajian Al-Qur’an di Dunia Islam ……………………………………… 36
2. Kajian Al-Qur’an di Barat …………………………………….……….. 53
x
B. Kanonisasi Al-Qur’an dalam Bingkai Studi Al-Qur’an........................... 74
1. Makna Kanonisasi Al-Qur’an .................................................................. 73
2. Sejarah bibliografi tentang kanonisasi Al-Qur’an ................................... 83
BAB III. BIOGRAFI ARTHUR JEFFERY DAN ‘ABDUSH SHABUR
SYÂHIN
A. Biografi Arthur Jeffery............................................................................ 90
1. Kehidupan Arthur Jeffery dan Perkembangan Intelektualnya ……. ... 90
2. Karya dan Posisi Penting Arthur Jeffery ……………………………… 96
3. Arthur jeffery dan Edisi Kritis Al-Qur’an …………..……………...… 118
B. Biografi ‘Abdush Shabur Syahin …..………………………………… 124
1. Latar Belakang dan Pendidikan Abdush Shabur Syahin ……………... 124
2. Karya-karya dan Kontribusi Ilmiah ‘Abdush Shabûr Syâhîn ………….131
3. Polemik ‘Abdush Shabûr Syâhîn dan Nashr Ḫâmid Abû Zayd ………. 136
C. Kontribusi Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn dalam Studi Al-
Qur’an …………………………………………………………………… 141
BAB IV: KANONISASI AL-QURAN
A. Pra-Kanonisasi Al-Qur’an .................................................................... 144
1. Pra-Kanonisasi Al-Qur’an Perspektif Studi Al-Qur’an ……………..... 144
2. Mushaf-mushaf Pra-Kanonik.................................................................. 159
3. Al-Qur’an Sebagai Teks Verbal ............................................................ 166
B. Kanonisasi Al-Qur’an pada masa sahabat ............................................. 170
1. Kesarjanaan Barat dan Kanonisasi ‘Ustmân........................................... 171
2. Motif Kanonisasi Al-Qur’an pada masa sahabat ‘Utsmân .................... 182
3. Team Kanonisasi Al-Qur’an Pada Masa ‘Utsmân ………………......... 187
4. Pedoman Kodifikasi Al-Qur’an Di Masa ‘Utsmân dan Karakteristiknya
………………………………………………………………………… 197
xi
5. Pendistribusian Mashâḫif al-‘Utsmâniyah ……………………...……. 205
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………….................................... 207
B. Saran-saran ……………………………………………………….…. 208
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 210
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan pedoman transliterasi
Program Pascasarjana IIQ sebagai acuannya. Berikut transliterasi Arab-Latin
pedoman penulisan tesis/disertasi Program Pascasarjana IIQ:
1. Konsonan
Th ط A أ
Zh ظ B ب
‘ ع T ت
Gh غ Ts ث
F ف J ج
Q ق Ḫ ح
K ك Kh خ
L ل D د
M م Dz ذ
N ن R ر
W و Z ز
H ه S س
xiii
’ ء Sy ش
Y ي Sh ص
Dh ض
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fatḫah : a أ : â ي : ai
Kasrah : i ي : î و : au
Dhammah : u و : û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam )ال( qamariyah.
Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam qamariyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya. Contoh:
al-Madînah :المدينة al-Baqarah :البقرة
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam syamsiyah.
Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya. Contoh:
as-Sayyidah : السيدة ar-rajul :الرجل
ad-Dârimî : الدارمي asy-syams :الشمس
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ( sedangkan
untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara
menggandakan huruf yang bertanda tasydid. Aturan ini berlaku secara
xiv
umum, baik tasydid yang berada di tengah lata, di akhir kata ataupun yang
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.
Contoh:
Âmannâ billâhi : أمنا بالله
أمن السفهاء Âmana as-Sufahâ’u
الذينإن :Inna al-ladzîna
عكوالر :wa ar-rukka’i
d. Ta Marbûthah ( ة(
Ta marbuthah apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat
(na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”. Contoh:
al-Afidah : الأ ف ئدة
al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah : الجامعة الإسلامية
Sedangkan ta’ marbûthah yang diikuti atau disambungkan (di-washal)
dengan kata benda, maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”. Contoh:
Âmilatun Nâshibah : عاملة ناصبة
Al-Âyatul Kubrâ : الاية الكبري
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialihaksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat,
huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan
yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih akasara ini, seperti cetak
miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk
nama diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis
kapital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh: ‘Ali Hasan
al-Âridh, al-‘Asqallânî, al-Farmâwî, dan seterusnya. Khusus untuk
penulisan Al-Qur’an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital.
Contoh: Al-Qur’an, Al-Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
xv
ABSTRAK
Istajib, 217410711, IAT IIQ Jakarta 2021, Kanonisasi Al-Qur’an Perspektif
Sarjana Muslim dan Barat.
Kanonisasi Al-Qur’an merupakan salah satu tema menarik dalam
studi Al-Qur’an kontemporer. Beragam kajian dan penelitian dilakukan
untuk mendiskusikan tentang kanonisasi Al-Qur’an. Kajian ini dimaksudkan
untuk menelaah dan membandingkan gagasan Arthur Jeffery dan ‘Abdush
Shabûr Syâhîn yang memiliki reputasi penting dalam studi tentang
kanonisasi Al-Qur’an.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kajian studi Al-Qur’an selalu
mengantarkan minat yang besar di kalangan sarjana Muslim dan Barat.
Dalam tradisi keilmuan Barat kanonisasi Al-Qur’an termasuk salah satu studi
paling penting yang selalu diminati. Kendati demikian pandangan sarjana
Barat tentang kanonisasi Al-Qur’an sangat beragam dan berbeda.
Selain itu penelitian ini memperlihatkan adanya perbedaan dan
persamaan dalam pemikiran Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn.
Arthur Jeffery memahami kanonisasi Al-Qur’an sebagai proses yang belum
selesai. Sementara ‘Abdush Shabûr Syâhîn berpendapat sebaliknya. Namun
dalam konteks yang lebih luas mereka sepakat adanya proses kanonisasi Al-
Qur’an yang berlangsung pada masa Abû Bakar dan Usman.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan pendekatan dapat
melahirkan perbedaan kesimpulan. Hal ini terlihat dari pendekatan Arthur
Jeffery yang fokus utamanya adalah sumber tulisan. Sementara ‘Abdush
Shabûr Syâhîn, tidak hanya bertumpu pada sumber tulisan tapi juga bertolak
pada transmisi lisan. Bagi Arthur Jeffery banyaknya ragam qirâah
diakibatkan oleh tulisan Al-Qur’an yang tidak bertanda diakritikal sementara
bagi ‘Abdush Shabûr Syahîn transmisi lisanlah yang berperan penting dalam
pembacaan Al-Qur’an.
Penelitian ini termasuk dalam kajian kepustakaan (library research).
Sumber data primer dalam penelitian ini ialah karya Arthur Jeffery, Material
for the History of the Text of the Qur’an dan Târîkh Al-Qur’an karya Abdush
Shabûr Syâhîn. Adapun data primer dalam penelitian ini ialah literatur yang
berkaitan dengan tema yang sedang dikaji. Adapun teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu content analisis dan komparatif analisis.
Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa secara objektif
dengan mengkomparasikan pendapat yang satu dan lainnya sehingga mampu
memperlihatkan konklusi yang jelas.
Kata kunci: kanonisasi Al-Qur’an, perspektif sarjana Muslim, sarjana Barat
xvi
ملخص البحث كلية التفسير وعلوم القران جامعة الدراسة ٢١٧٤١٠٧١١استجب,
, تاريخ القران عند علماء الغرب والمسلمي ٢٠٢١القرانية جاكرتا كان البحث عن تاريخ القران وتدوينه يتمثل أحد الجوانب الهامة في مجال
الدراسة القرانية المعاصرة. لقد كثرت الأبحاث العلمية والدراسات القرأنية في معالجة تاريخ القران وتدوينه. أما هذا البحث فيعالج أفكار أرثر جيفري وعبد الصبور
قرأن وتدوينه. شاهي ويقارن بينهما في سياق تاريخ ال يقوم على نتيجة مفادها أن دراسة القرأن تثير انتباها هاما لدى هذا البحثإن
علماء الغرب والمسلمي. فتعد عملية التدوين القرأني احدى الدراسات والبحوث الجذابة فى العصر الراهن. بالإضافة الى ذلك أن هناك تعدد النظريات عند علماء
وأصالته. الغرب حول تدوين القران ويبرز هذا البحث جانب الاختلاف والاتفاق لدى أفكار أرثر جيفري وعبد
الصبور شاهي عن تدوين القران. أما أرثر جيفري فيذهب الى أن تدوين القران عميلة اتصال لا نهاية له ويعكسها عبد الصبور شاهي حيث أنه يؤكد بأن تدوين
ناحية الاختلاف. أما من جهة الاتفاق القران هو عمل متناه ومتكامل, وهذا من فيذهبان الى أن تدوين القران عمل ذو ميزة .
فاختلاف وجهة النظر يؤدي الى تغاير النتيجة كما أن النتيجة كانت تتوقف على وجهة النظر. وهذا هو ما حصل في هذا البحث. كان أرثر جيفري يعتمد على
يث أنه يرى أن تعدد القراءة كان بسبب المواد المكتوبة ويتغافل عن مواد الرواية ح
xvii
القراءة الحرة على نصوص القران الخالية من الشكل والنقط. أما عبد الصبور شاهي فيعتمد على خلاف ذلك.
يعتبر هذا البحث من البحوث المكتبية .أما مصدره الأساسي فهو كتاب مواد من قران لمؤلفه عبد الصبور أجل التاريخ النصي للقرأن لأرثر جيفري و كتاب تاريخ ال
شاهي. وكان المصدر الثانوي هو جميع المواد التي لها علاقة وطيدة بالموضوع. ويحرص الباحث على جمع المواد والمصادر وتحليلهما والمقارنة بينهما على حد سواء
مع إبراز الاحتمال الراجح لتحقيق المقصد الأسمى والنتيجة العليا. علماء المسلمي, مفتاحية: تاريخ القران,عند علماء الغربكلمات
xviii
ABSTRACT
Istajib, 217410711, IAT IIQ Jakarta, 2021, The Canonization of the Qur’an
from the Perspectives of Muslim and Western Scholars.
This research demonstrates that the Qur’an study is constanly a topic of
interest for both Muslim and Western scholars. In the Western tradition, the
canonization of the Qur’an is one of the most important studies to be carried
out. However, the views of Western scholars on the canonization of the
Quran varies and differs significantly.
In addition, this research unearths the differences and similarities of the
arguments of Arthur Jeffery and ‘Abdush Shabûr Syâhîn. Arthur Jeffery
considers the canonization of the Qur’an as on going process, while ‘Abdush
Shabûr Syâhîn argues otherwise. However, in a greater context, both agree
on the canonization process of the Qur’an during the era of Abû Bakar and
Usman.
This research shows that different approaches may result in different
conclusions. It is proven by the approach employed by Arthur Jeffery with
the main focus of written records, while ‘Abdush Shabûr Syâhîn employs the
approach that does not only focus on written records but also includes oral
tradition. Arthur Jeffery considers that the variation of qirâah or readings the
Qur’an was caused by the written records of Qur’an without diacritic marks,
while ‘Abdush Shabûr Syâhîn argues that oral traditrion plays the important
role in the readings of the Qur’an.
This research is a library research. The primary data sources of this research
are Material for the History of the Text of the Qur’an by Arthur Jeffery and
Târîkh Al-Qur’an by ‘Abdush Shabûr Syâhîn. The primary data of this
research is literary works in relation to the topics examined. This research
employs content analysis and comparative analysis as the technique of data
analysis. After data collection, the data are processed and analyzed in an
xix
objective manner to compare the arguments in order to draw a clear
conclusion.
Keywords: Canonization of the Qur’an, Perspective of Muslim Scholars,
Western Scholars
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mendiskusikan tema tentang konstruksi sejarah Al-Qur’an (târîkh Al-
Qur’ân) merupakan bahasan menarik sekaligus menantang. Menarik karena
diskusi ini akan membimbing seorang pengkaji pada sederet informasi yang
berserakan terkait dengan sejarah Al-Qur’an. Bagi pengkaji Al-Qur’an yang
menaruh minat besar dalam bidang ini sudah barang tentu akan termotivasi
untuk mengurai dan membingkai tiap keping data dan informasi menjadi
sebuah monumen wacana yang berharga mengenai sejarah Al-Qur’an.
Menariknya lagi studi ini akan membangkitkan gairah keimanan seorang
pengkaji Muslim untuk berupaya membendung setiap arus wacana yang
berpotensi menjebol tembok keimanan terhadap wahyu Al-Qur’an.Tapi di
lain pihak, kajian ini bisa menyulut percikan wacana yang sedikit lebih
berani karena bahasan ini juga menyuguhkan beragam informasi yang
kadang saling bertubrukan dan menuntut ketelitian seorang pengkaji. Sang
pengkaji yang terlena dengan banyaknya data dan kadang saling
menegasikan bisa jadi tersekap dalam sebuah ruang labirin karena
kebingungan menentukan arah yang benar.
Menurut Alford Welch Al-Qur’an sebagai objek kajian memiliki tiga
domain utama: pertama, penafsiran atau studi teks semata; kedua, sejarah
penafsiran Al-Qur’an, ketiga, pengaruh Al-Qur’an terhadap kehidupan dan
pemikiran kaum muslim (ritual, teologi, dan sebagainya).1 Domain pertama
direpresentasikan sebagai analisa kritis dan penafsiran teks yang meliputi
1 Alford T. Welch, “Introduction-Problem and Perspectives”,dalam studi Al Qur’an
dan Tafsir, (ed.), T.Welch, Journal of the American Academy of Religion (Thematic Issues),
No. 47 (1979), h. 630
2
persoalan-persoalan mendasar seperti komposisi, penanggalan, historitas
teks, stilistika bahasa, dan lain sebagainya. Domain kedua lebih fokus pada
upaya m`emahami dinamika penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan para
mufassir sepanjang masa. Sementara domain ketiga menitik beratkan pada
dimensi Al-Qur’an yang bersifat praktis sekaligus merefleksikan daya cipta
Al-Qur’an dan pengaruhnya terhadap kehidupan umat Islam. Di antara tiga
domain tersebut dua studi pertama banyak dikarakteristikan dengan metode
tekstual, filologi, dan penelitian sejarah.
Dalam kaitannya dengan domain pertama Al-Qur’an diposisikan
sebagai objek yang perlu dikaji secara serius melalui aneka pendekatan untuk
menelusuri historitas Al-Qur’an. Jika sumber-sumber muslim menetapkan
Al-Qur’an sebagai firman Tuhan, para sarjana orientalis justru menemukan
dimensi lain yang berbeda mengenai historitas Al-Qur’an. Bagi mereka Al-
Qur’an ditahbiskan sebagai kitab suci tidak dalam sekejap melainkan setelah
mengalami proses kanonisasi yang rumit dan kompleks. Proses inilah yang
mendorong kalangan sarjana Barat untuk membedah asal mula dan
komposisi Al-Qur’an.
Angelika Neuwrith, seorang sarjana Barat terkemuka asal Jerman,
pernah menyinggung bahwa salah satu perdebatan penting dalam studi Al-
Qur’an kontemporer ialah aspek kanonisasi Al-Qur’an. Salah satu motif
perdebatan yang cukup alot ialah karena Al-Qur’an sebagai teks kanonik (a
canonical text) dan kitab suci seringkali ditempatkan di luar sejarah.2
Bagi Neuwirth Al-Qur’an lebih sering dipahami sebagai kitab yang
bersifat meta-historis sehingga sukar untuk menganalisa dan menyingkap
tabir yang menyelimutinya. Dalam analisanya terhadap kanonisasi Al-Qur’an
Neuwirth menawarkan pengkajian terhadap dua term yang diyakininya dapat
2 Lihat Angelika Neuwirth, dalam sebuah paper yang ia seminarkan dengan tajuk
Al-Qur’an and History: A Disputed Relationship some Reflections On Qur’anic History and
History in the Qur’an, h. 1
3
menggali dan memahami artefak sejarah tentang Al-Qur’an. Dua term
tersebut yaitu pra-kanonisasi (canon from below) dan post-kanonisasi (canon
from above).3
Bagi umat Islam pandangan Al-Qur’an sebagai kitab suci merupakan
keyakinan final yang tidak dapat diganggu gugat.4 Garis demarkasi yang
memisahkan konklusi sarjana muslim dan Barat di antaranya dipicu oleh
perbedaan metodologi, background keyakinan, dan keberagaman sikap
terhadap Al-Qur’an. Inilah yang memunculkan beragam tafsiran berbeda dan
tubrukan epistemologi antara pandangan sarjana Barat dan sarjana muslim.
Term kanonisasi mengacu pada proses penghimpunan, pengumpulan,
dan penetapan wahyu menjadi kitab suci tertulis. Dengan kata lain,
bagaimana Al-Qur’an yang sebelumnya merupakan wahyu yang bersifat oral
menjadi wahyu yang tertulis dan terdokumentasikan menjadi kitab suci.
Menurut Morteza karimi-Nia istilah kanonisasi Al-Qur’an mencakup kajian
tentang wahyu Al-Qur’an, penanggalan kronologi surah Al-Qur’an, transkip
dan manuskrip awal Al-Qur’an, sejarah kompilasinya, varian bacaan,
perkembangan dan evaluasi naskah Al-Qur’an, perihal tanda baca, dan upaya
3 Term pra-kanonisasi mengacu pada Al-Qur’an yang muncul pada masa Nabi
sementara Post-kanonisasi merujuk pada Al-Qur’an yang telah dikodifikasi oleh para
penulis Al-Qur’an. Lihat Angelika Neuwirth, “Referentiality and Textuality in Surat al Hijr:
Some Observations on The Quranic “Canonical Process an The Emergence of a
Community”, dalam Issa J. Boullata, (ed.), Literary Structures Of Religious Meaning in the
Qur’an, (New York: Routledge, 2000), h. 146 4 Dalam hal ini telah mengemuka sejumlah pandangan baru terkait dengan
historitas Al-Qur’an di kalangan sarjana muslim dan bagaimana umat Islam merespons
pandangan tersebut sembari melabelinya sebagai upaya yang dapat meruntuhkan konstruksi
keyakinan umat Islam. Fazlur Rahman pernah disangsikan keimanannya karena pernah
menyebut Al-Qur’an sebagai firman Allah dan -dalam arti yang biasa- juga sebagai
perkataan Muhammad. Lihat Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad, (Bandung:
Pustaka, 2000), Cet. IV, h. 33. Hal serupa dilakukan Nashr Ḫâmid Abû Zayd dalam Mafhûm
an-Nash yang menyebut perlunya mendudukan Al-Qur’an dalam konteks produk budaya
(muntaj tsaqafi), dan sarjana muslim lainnya seperti ‘Abdul Kariem Soroush, Arkoun, Aziz
al-Azmeh, dst.
4
penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa-bahasa lain.5 Merujuk pada
pendapat ini maka istilah kanonisasi Al-Qur’an sangat luas sekali
jangkauannya. Untuk itu dalam penelitian ini penulis hanya membatasi pada
salah satu unsur terpenting dari kanonisasi Al-Qur’an, yaitu tentang sejarah
kompilasi Al-Qur’an atau yang lebih akrab dikenal dengan kodifikasi Al-
Qur’an. Hal ini dilakukan karena semua bagian yang tersimpul dalam istilah
kanonisasi Al-Qur’an tidak seluruhnya dikaji oleh Arthur Jeffery maupun
‘Abdush Shabûr Syâhîn.
William Graham, seorang sarjana dari Harvard University, dalam
studinya yang memikat menawarkan perlunya memahami Al-Qur’an sebagai
kata-kata yang terucap (spoken word) sebelum terjadinya proses kanonisasi.6
Memahami Al-Qur’an sebagai kata-kata terucap bukan berarti hendak
menegasikan Al-Qur’an sebagai dokumen wahyu suci (al-kitâb) tapi justru
menggali lebih dalam proses pembentukan kanonisasi Al-Qur’an dan
menelusuri jejak-jejak historisnya melalui periskop bahasa Al-Qur’an.
Lebih lanjut William Graham mengungkap dikotomi antara ucapan
dan tulisan dengan menunjukkan bahwa meskipun kata-kata tertulis sudah
mapan dan membuat kata-kata yang diucapkan menjadi permanen namun ia
juga mengancam spirit esensial kata-kata yang diucapkan dengan
memenjarakannya ke dalam sangkar aksara.7 Mohammed Arkoun menilai
wacana lisan yang ditransformasikan menjadi teks tertulis berpotensi
memperluas jangkuan sakralitas wahyu ilahi sampai kepada cover buku
5 Morteza karimi-Nia, “The Historiography of the Qur'an in the Muslim World: The
Influence of Theodor Nöldeke.” Journal of Qur'anic Studies, Vol. 15, No. 1, 2013, h. 46–68. 6 William Graham, “Qur’an as Spoken Word,” dalam Richard C. Martin, (ed.),
Approaches to Islam in Religious Studies, (Arizona: The Arizona University Press, 1985), h.
23-240 7 William Graham,” Review of John Wansbrough’s Quranic Studies: Sources and
Methods of Scriptural Interpretation,” Journal of American Oriental Society, Vol. 100, No.
2, 1980, h. 137-141
5
sebagai wadah material dan sarana wahyu.8 Hal ini memunculkan
konsekuensi lain, yakni meningkatnya peran dan dominasi budaya terpelajar-
tertulis yang disebut ulama. Di samping itu upaya tersebut mempersempit
ragam pembacaan atas Al-Qur’an. Akhirnya peran Al-Qur’an yang semula
dipandang sebagai korpus terbuka menjadi korpus resmi yang tertutup.9
Menurut sumber muslim proses kanonisasi Al-Qur’an dimulai sejak
zaman nabi dan dilanjutkan pada masa Abu Bakar dan Utsman. Umat Islam
meyakini bahwa wahyu Al-Qur’an ditulis seluruhnya ketika masa Nabi. Ini
berbeda dengan pandangan kaum orientalis yang cenderung menggunakan
pendekatan alternatif dan kadang menyangsikan sumber-sumber muslim.
Orang luar cenderung melihat Al-Qur’an sebagaimana kitab Weda, Avesta,
Bible, dan kitab suci lainnya. Adapun bagi kaum muslim Al-Qur’an ialah
firman abadi Allah yang terbebas dari unsur kekeliruan.
Dalam lingkungan akademik Barat kajian Al-Qur’an pernah
mengalami pasang surut. Pada kurun terakhir kajian Al-Qur’an bisa
dikatakan telah mengalami suatu perkembangan yang cukup signifikan.
Kemajuan di bidang studi Al-Qur’an menggeser kajian-kajian lainnya yang
masih terkoneksi dengan kajian keislaman secara umum. Fenomena ini
mendorong sebagian sarjana menobatkan wilayah studi Al-Qur’an sebagai
kajian primadona studi Islam.10 Apapun bentuk penghargaannya studi Al-
Qur’an memang sedang mengalami fase kejayaan. Hal ini tampak dari geliat
pemikiran Islam kontemporer yang banyak mengusung tema Al-Qur’an.
8 Mohammed Arkoun, Min at-Tafsîr al-Maurûts ilâ Taẖlîl al-Khithâb ad-Dînî, terj.
Hâsyim Shâliẖ, (Beirut: Dâr Sâqî, 2002), h. 15 9 Mohammed Arkoun, The Concept of Revelation : from the People of the Book to
Societies of the Book, (Claremont: Claremont graduete School 1987), h. 15 10 Mun’im Sirry, Kontroversi Islam Awal, (Bandung: Mizan, 2015), Cet. I, h. 131.
Patut dicatat bahwa kolega Mun‘im, Gabriel Said Reynold, seorang pakar studi Al-Qur’an
yang sama-sama mengajar di Universitas Notre Dame, pernah menyematkan suatu
penghargaan kepada studi Al-Qur’an pada saat ini sebagai masa keemasan kajian Al-Qur’an.
Gabriel Said Reynolds, “New perspectives On the Qur’an,” dalam Gabriel Said Reynolds
(ed.), The Qur’an in it’s Historical context 2, (New York: Rotledge, 2011), h. 1
6
Kajian awal Al-Qur’an di dunia Kristen dinisiasi oleh Yohanes ad-
Dimasyqi (w. 750 M) pada paruh kedua abad pertama Hijriah. Menurut
Abdurraẖman Badawî upaya yang dilakukan Johanes ini merupakan sebuah
kritikan atas Al-Qur’an secara umum. Upaya ini dilanjutkan oleh Euthymios
Zigabenus (1120 M) dalam karya polemiknya Panoplia Dogmatica, Nicetas
Choniates (1217 M), Raymond Lull (1235-1316), Martin Luther (1483),
Ludovico Marraci (1612-1700) dan para polemis lainnya yang menunjukkan
sikap antipatinya atas Al-Qur’an.11
Upaya orientalis memahami Al-Qur’an juga meliputi kegiatan
penerjemahan Al-Qur’an. Jika upaya penerjemahan Al-Qur’an di dunia
Islam pernah menjadi perdebatan sengit, tidak demikian halnya di Barat.
Dalam bukunya, The Qur’an, Bruce Lawrence mengungkap bahwa proses
penerjemahan Al-Qur’an ke bahasa Latin dilakukan melalui kontribusi yang
diberikan para sarjana Spanyol. Hal ini bisa dilihat dari upaya seorang
sarjana Inggris, Robert dari Ketton yang menerjemahkan Al-Qur’an ke
dalam bahasa Latin.12 Karya ini terlaksana berkat usulan Peter yang mulia,
Biarawan Cluny, dan diselesaikan pada Juli 1143. Sayangnya, menurut
Montgomery Watt, terjemahan ini dan karya-karya lainnya tidak merangsang
perkembangan penting dalam kajian akademik Islam.13
Upaya memahami Al-Qur’an terus berlanjut sampai abad modern
ketika dominasi Barat meningkat. Pada tahun 1833 Abraham Geiger
mempublikasikan karyanya, Was hat Mohammed aus dem Judenthume
aufgenommen, sebuah usaha ambisius yang hendak membuktikan pengaruh
ajaran Yahudi terhadap Al-Qur’an. Karya ini mendorong kemunculan karya
11 Lihat Abdurraḫmân Badawî, Difâ’ ‘an Al-Qur’ân Dhidd Muntaqidîh, (Kairo: Ad-
Dâr al-‘Âlamiyyah lil Kutub wan Nasyr, 1999), h. 5-8. Lihat juga Mushthafa Al-A‘zhami,
The History of The Qur’anic Text,terj. Sohirin Solihin, Anis Malik Thaha dkk, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2005), Cet. 1, h. 7 12 Bruce Lawrence, The Qur’an: Biography,( New York: Grove Press, 2006), h. 98 13 Richard Bell, Pengantar Qur’an, disunting oleh Montgomery Watt, terj. Lilian
Tedjasudhana, (Jakarta: INIS, 2008), Cet. 1, h. 154
7
serupa, seperti Gustav Weil, Aloys Sprenger, dan tentu saja yang paling
penting ialah karya Theodor Noldeke (Geschichte des Qorans),14 sebuah
maha karya yang kemudian disangkal oleh Richard Bell,15 dan diimbangi
oleh Rudy Paret dalam tafsir singkat dan indeksnya terhadap al-Qur’an, serta
Angelika Neuwirth.16
Karya Geiger dinilai sebagai sebuah referensi penting dalam studi
kritis tentang nabi dan asal mula Islam. Hal ini sebagaimana dinyatakan
Andrew Rippin bahwa buku Geiger merupakan pembuka jalan dalam sejarah
bidang keilmuan Islam. Argumennya tentang pengaruh Yahudi terhadap Al-
Qur’an memantik diskusi panjang di bidang kajian keislaman.17 Pada saat
yang sama gagasan Geiger memotivasi sarjana revisionis klasik, Julius
Wellhausen untuk melibatkan pengaruh ajaran Kristiani terhadap Al-Qur’an.
Pada masa-masa ini geliat pemikiran orientalis lebih fokus menelaah dan
mencari jejak ajaran agama lain dalam Al-Qur’an.
Secara garis besar kajian utama para orientalis Barat abad kesembilan
belas bertitik tumpu pada pemapanan kronologi teks Al-Qur’an. Pelbagai
upaya intensif dilakukan dalam rangka menciptakan sistem periodisasi surah
dan ayat al-Qur’an yang dikaitkan dengan beragam situasi dan kondisi
kehidupan nabi dan karir beliau. Dalam hal ini, asbâb an-nuzûl memiliki
peran penting untuk memahami kronologi Al-Qur’an. Angelika Neuwrith
melihat Al-Qur’an sebelum dikanonisasi sebagai mendokumentasikan proses
historis munculnya komunitas muslim awal. Hal ini bisa dipahami karena
14 Angelika Neuwirth, (ed.), The Qur’an in Context, (Brill: Leiden, 2010), h. 9 15 Lihat misalnya Sejarah Al-Qur’an, Richard Bell, disunting oleh Montgomery
Watt, (Jakarta: INIS 16 Angelika Neuwirth misalnya memberikan apresisasi yang cukup besar terhadap
karya ini seraya mengkritisi upaya Noldeke dan para sarjana yang mengikutinya. Bagi
Neuwrith upaya-upaya tersebut belum sampai pada kesadaran untuk mempertimbangkan
teks Al-Qur’an pra-kanonisasi sebagai proses komunikasi. Lihat Lien Iffah, “Catatan Kritis
Angelika Neuwrith terhadap kesarjanaan Barat dan Muslim”, dalam Jurnal Nun, Vol. 2, No.
1, 2016, h. 62. 17 Mun‘im Sirry, Polemik Kitab Suci, (Jakarta: Gramedia, 2013), Cet. 1, h. xviii
8
narasi asbâb an-nuzûl mencerminkan fase penting bagi perkembangan
dakwah nabi. Tanpa memahami asbâb an-nuzûl proses penafsiran tidak akan
tercapai dengan baik.
Boleh dikatakan puncak prestasi sarjana Barat tentang kronologi Al-
Qur’an ialah Geschichte des Qorans, karya Noldekke.18 Karya ini didaulat
sebagai monograf terbaik tentang Al-Qur’an yang memenangi sayembara
Parisian Acedémie des Inscription et Belle-Letteres pada tahun 1875.
Melalui karya ini motivasi studi Al-Qur’an di Barat mengkristal hebat.
Mengikuti jejak Weil Nöldeke menawarkan skema kronologis yang
membagi masa pewahyuan menjadi tiga periode Mekkah dan satu periode
Madinah.19 Selama beberapa dekade, termasuk pada masa sekarang, karya
Noldekke masih sering digunakan dan dijadikan referensi penting dalam
kajian tentang sejarah Al-Qur’an. Meski sangat terkenal tapi karya
Geschichte des Qorans ini masih belum dapat diakses secara umum,
terutama karena kendala bahasa. Hanya sedikit di kalangan sarjana Muslim
yang dapat memahami bahasa Jerman dengan baik. Tapi untungnya problem
tersebut sedikit terpecahkan ketika dalam beberapa dekade ini terdapat
beberapa terjemahannya, baik bahasa Arab maupun Inggris.
Richard Bell, seorang keturunan Skotlandia-Arab menolak asumsi-
asumsi yang termuat dalam sistem kronologi Al-Qur’an tradisional.
Sepanjang kajiannya selama 20 tahun Bell menyimpulkan bahwa kronologi
surah-surah Al-Qur’an ternyata jauh lebih kompleks dan rumit ketimbang
yang diasumsikan Weill dan Noldeke. Menurutnya wahyu Al-Qur’an
sejatinya telah mengalami bentuk revisi, sisipan, penambahan, penggantian
18 Selanjutnya karya ini telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa, salah satunya
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Wolfgang H. Behn pada tahun 2013 dan
dipublikasikan oleh penerbit terkemuka dalam studi Islam, Brill. Karya ini juga diterbitkan
dalam edisi bahasa Arab pada tahun 2004 oleh Muassasah Konrad dan diterjemahkan
George Tâmir dengan judul Târîkh al-Qur’an. 19 Theodor Noldeke, The history of the Qur’an, diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris oleh Wolfgang H. Behn, (Leiden: Brill, 2013)
9
ayat-ayat lama dengan ayat yang baru, pengubahan dalam sajak, dan
sebagainya. Revisi ini meliputi penulisan teks dan berlangsung dari masa
Nabi di bawah pengawasannya.20
Pada tahun 1927 Alphonse Mingana, seorang pakar bahasa Semit-
Kristen Irak, menyerukan studi kritis atas Al-Qur’an sebagaimana dilakukan
terhadap kitab Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan Injil yang berbahasa
Yunani. Dalam studinya ia membela gagasan adanya pengaruh bahasa Syriac
dalam stilistika bahasa al-Qur’an. Lebih jauh lagi ia berasumsi bahwa
penulisan Al-Qur’an dan penghimpunannya baru terlaksana secara resmi
pada masa Abdul Malik bin Marwan, khalifah Dinasti Umayyah kelima.
Gagasannya ini tidak menyedot banyak perhatian kalangan sarjana. Hal ini,
sebagaimana diulas Claude Gilliot, disebabkan dua alasan utama: pertama, ia
tidak menyajikan banyak contoh; kedua, gagasannya berjalan berbanding
terbalik dengan dogma di kalangan umat Islam: bahwa Al-Qur’an ditulis
dengan apa yang disebut sebagai bahasa Arab klasik.21
Kemudian Bergsträsser (w. 1933) dan Arthur Jeffery (w. 1959)
terinspirasi oleh Al-Qur’an edisi Mesir yang mengikuti model tradisional
dalam mencantumkan varian bacaan Al-Qur’an. Minat mereka adalah
mempublikasikan Al-Qur’an lengkap dengan catatan dan suntingan
sebagaimana menyunting teks klasik. Bersama Bergsträsser juga rekannya
Otto Pretzl, Arthur Jeffery memulai proyek tersebut. Baik Bergsträsser
maupun Jeffery keduanya merupakan penggiat kajian seni al-qirâât. Mereka
mengkompilasi ribuan varian yang disebutkan dalam tulisan Arab klasik
dengan harapan bisa memproduksi sebuah teks kritis Al-Qur’an yang mirip
perjanjian baru. Namun sayang, serangkaian peristiwa yang tidak diharapkan
20 Richard Bell, Richard Bell, Pengantar Qur’an, disunting oleh Montgomery Watt,
dan diterjemahkan oleh Lilian Tedjasudhana, (Jakarta: INIS, 2008) 21 Untuk lebih detail seputar Mingana, lihat Gilliot, “Reconstruction critique,” § no.
40.
10
datang bertubi-tubi sehingga proyek tersebut tidak dapat diteruskan dan
dianggap gagal.22 Bergsträsser tiba-tiba meninggal pada tahun 1933 di saat
hiking bersama komunitasnya di pegunungan Alps. Terlebih arsip-arsip
tersebut luluh lantah terkena serangan bom pada perang dunia kedua.23
Upaya serupa dilakukan Regis Blachere (w. 1973), seorang sarjana
asal Perancis yang menggandrungi kajian Al-Qur’an. Pada tahun 1949
Blachere memulai proyek penerjemahan Al-Qur’an. Karya tersebut terdiri
dari tiga bagian, termasuk bagian pertamanya yang berupa kata pengantar
tentang sejarah Al-Qur’an. Dalam karyanya Regis Blachere seringkali
menyisipkan ayat-ayat tambahan ke dalam teks-teks Al-Qur’an. Kadang ia
menghubungkan ayat-ayat Al-Qur’an yang diduga tidak sempurna dengan
mencari padanannya dalam Taurat. Di samping itu dalam studinya seputar
Al-Qur’an Blachere berkesimpulan bahwa umat Islam selama rentang waktu
35-65 H lebih mengutamakan spirit Al-Qur’an ketimbang bunyi huruf dan
teksnya. Kebebasan membaca Al-Qur’an berdasarkan maknanya baru
mengendur berkat jasa Utsman melalui program kodifikasinya yang besar
kemungkinan didorong oleh agenda politiknya yang terselubung.24 Dengan
demikian proses kanonisasi Al-Qur’an menurut sebagian sarjana orientalis
masih menyisakan misteri dan problem serius yang perlu diatasi.
Apabila narasi asbâb an-nuzûl mendapat perhatian yang cukup besar
di kalangan sarjana orientalis tradisionalis, tidak demikian halnya bagi
kalangan revisionis. Kajian asbâb an-nuzûl yang sebelumnya dominan dan
menjadi topik utama bergeser ke arah yang nyaris terabaikan. Bagi sarjana
22 Bahasan secara rinci lihat Gabriel Said Reynolds, “Qur’anic Studies and its
Controversies,” dalam Gabriel Said Reynolds, (ed.), The Qur’an in its Historical Context,
(New York: Rotledge, 2008), h. 5-16 23 Arthur Jeffery, Materials for the History of the Text of the Qur’an: the Old
Codices, (Leiden: E. J. Brill,1937). Lihat juga Arthur Jeffery, “The textual history of the
Qur’an, “Journal of Middle East Society, Vol. 1, 1947, h. 35 24 Regis Blachere, Al-Qur’an: Nuzûluhu, Tadwînuhû, Tarjamatuhu, wa Ta’tsîruhu,
diterjemahkan oleh Ridha Sa’adah, (Beirut: Dâr al-Kitâb al-Lubnânî, 1974), h. 69-70
11
revisionis asbâb an-nuzûl tidak cukup membantu upaya memahami Al-
Qur’an. Asbâb an-nuzûl yang sejatinya merupakan salah satu elemen dasar
bagi kajian biografi nabi hanya mendeskripsikan bangunan Al-Qur’an secara
sepihak. Dalam hal ini perlu pemahaman terhadap kultur dan lingkungan
masyarakat keagamaan yang seringkali menjadi bahan perbincangan dalam
Al-Qur’an.
Banyak uraian Al-Qur’an tentang keyakinan dan tradisi umat Yahudi,
Kristen, dan lainnya. Al-Qur’an tak segan-segan mendukung, mengkritisi,
menolak, bahkan mencela sikap keberagaman mereka. Ini menunjukkan
bahwa Al-Qur’an berdialog dan berinteraksi dengan ajaran-ajaran tersebut.
Jika poin ini diterima maka perlu upaya pembacaan terhadap Al-Qur’an
dalam cakupan yang lebih luas dan kompleks. Upaya ini dibarengi dengan
penggalian atas artefak-artefak sejarah yang memuat informasi tentang
keyakinan, tradisi, budaya, dan peradaban dalam konteks wilayah-wilayah
Timur Tengah sebelum kemunculan Islam. Dalam istilah kesarjanaan Barat
masa-masa ini dikenal dengan late antiquity.25 Melalui pembacaan ini
pemahaman atas Al-Qur’an bisa lebih kompleks dan terkoneksi dengan
25 Term ini seringkali dikoneksikan dengan kajian sejarah. Biasanya istilah ini
mengacu kepada fase sejarah yang terjadi antara tahun 200-700 M yang ditandai dengan
adanya konversi budaya dan politik dalam skala besar di kawasan Mediterania yang meliputi
Eropa Barat, Eropa Timur, dan Timur Dekat. Perubahan tersebut ditandai dengan lahirnya
tiga agama monoteis besar, Yahudi, Kristen, dan Islam, disintegrasi kekaisaran Romawi di
Eropa ( 476 M), dan tumbangnya Kekaisaran Persia di Timur Dekat (655 M). Fase ini
diakhiri babak paling nestapa dalam sejarah kekaisaran Romawi dengan lahirnya Islam yang
bakal menggeser dan mendominasi semua aspak kehidupan di kawasan Mideterania. Peter
Brown, The World of Late Antiquity: From Marcus Aurelius to Muhammad, (London:
Thames and Hudgson, 1971), h. 7. Bandingkan Fred Donner, Muhammad dan Umat
Beriman, terj. Syafaatun al-Mirzanah,(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2015), Cet. I, h. 3-4.
Untuk analisa bangsa Arab dan rute dagang Mekah pada masa late antiquity lihat Barbara
Finster dan Mikhail D. Bukharin, “Arabia in Late Antiquity,” juga “Mecca on the Caravan
Routes in Pre-Islamic Antiquity,” dalam Angelika Neuwirth, dkk, (ed.), The Qur’an in
Context, (Leiden: Brill, 2010), h. 61-115. Mengenai kajian seputar Al-Qur’an dan Late
antiquity lihat Angelika Neuwirth, The Qur’an and Late Antiquity: A Shared Heritage,
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Samuel Wilder, (Oxford: Oxford University
Press, 2019).
12
sejarah-sejarah lain. Dus, pembacaan tipikal ini juga menuntut korpus-korpus
lain terlibat dalam pembacaan atas Al-Qur’an sehingga bisa memproduksi
pemahaman yang lebih luas dan dalam.
Sarjana revisionis paling kritis dan skeptis26 terhadap korpus-korpus
muslim ialah John Wansbrough (w. 2002). Dalam karyanya, Qur’anic
Studies, Wansbrough berkonklusi bahwa Al-Qur’an seharusnya lahir dari
sebuah kompilasi tradisi moneistik berbeda yang didokumentasikan oleh
lingkaran para penulis pada abad kedelapan di Mesopotamia.27 Dalam hal ini
Wansbrough beranggapan bahwa Al-Qur’an terbentuk pada situasi sektarian
(sectarian mileau) dalam tradisi monoteistik Kristen-Yahudi yang begitu
kental. Karena itu Al-Qur’an tidak mungkin muncul di Hijaz melainkan di
Mesopotamia di mana terdapat komunitas Yahudi dan Kristiani yang
seringkali tidak selaras dengan arus utama Yahudi dan Kristen.28 Adalah
tidak mungkin Al-Qur’an muncul dalam lingkungan masyarakat Hijaz yang
terisolir dan terbebas dari konfrontasi polemis dengan kelompok sektarian
lain, terutama Yahudi. Terlebih keberadan komunitas Yahudi-Kristen di
semenanjung Arab relatif sedikit dibanding di Irak yang menjadi hunian
sejumlah besar kaum Yahudi dan madzhab Rabini yang juga basis kekuatan
orang islam pada era Abbasiyah.29 Pandangan ini diperkuat dan diamini oleh
26 Fred Donner mencatat empat pendekatan yang berkembang di kalangan sarjana
Barat dalam mendudukkan sumber-sumber muslim, yaitu deskriptif (descriptive approach),
kritik sumber (source critical), kritik tradisi (tradition critical), dan pendekatan skeptis
(skeptical approach). Dalam hal ini ia memasukkan John Wansbrough ke dalam tipe
pendekatan keempat. Untuk lebih jelasnya lihat uraian Fred Donner, Narratives of Islamic
Origins, (Princeton: The Darwin Press, 1998), h. 5-31 27 John Wansbrough, Quranic Studies, diedit oleh Andrew Rippin, (Oxford: Oxford
University Press, 1977), h. 50. 28 Mun’im A.Sirry, Kontroversi Islam awal, (Bandung: Mizan, 2015), h. 142 29 John Wansbrough, Qur’anic Studies, h. 50-51.
13
Michael Cook dan Patricia Crone yang sama-sama bersikap skeptis terhadap
sumber muslim.30
Pandangan ini jelas bertubrukan dengan John Burton. Kendati sama-
sama bersikap kritis terhadap sumber-sumber muslim John Burton justru
percaya bahwa Al-Qur’an telah sempurna ditulis dan dibakukan pada masa
Nabi Muhammad. Ia berargumen bahwa riwayat-riwayat seputar kanonisasi
Al-Qur’an pada masa berikutnya merupakan desideratum utama bagi
kalangan ahli hukum guna memberikan legalitas bagi teori-teori hukum yang
mereka kembangkan.31
Kesimpulan John Burton memiliki kemiripan dengan pandangan Al-
Khû’i. Bersandar pada sikap kritisnya terhadap hadis-hadis yang saling
kontradiktif seputar kodifikasi Al-Qur’an Al-Khu’i32 menegaskan bahwa Al-
Qur’an telah dikompilasi secara lengkap pada zaman Nabi, dan karenanya
tidak ada perbedaan antara koleksi lisan dan penulisan. Barangkali
kesimpulan ini didorong untuk meneguhkan otentitas Al-Qur’an atau sangat
mungkin dilatarbelakangi oleh kecenderungan sektarian yang hendak
meminggirkan peran Utsman atau sahabat-sahabat lainnya, semisal Abû
Bakar dan Umar.
Sejumlah kajian mutakhir bermunculan seputar Al-Qur’an, terutama
menyangkut proses kodifikasi atau kanonisasi Al-Qur’an. Selain
Wansbrough, serangkaian nama orientalis seperti Günter Lüling (w. 2014),
John Burton (w. 2005), Michael Cook (l. 1940), Patricia Crone (w. 2015),
William Graham (l. 1943), Daniel Madigan, Andrew Rippin (w. 2016),
Claude Gilliot(l. 1940), Gerhard Böwering (l. 1939), Angelika Neuwirth
30 Michael Cook dan Patricia Crone, Hagarism: The Making of The Islamic
World,(Cambridge: Cambridge University Press, 1977). 31 John Burton, The Collection of the Qur’an, (Cambridge: Cambridge University
Press, 1977), h. 160 32 Abû al-Qâsim al-Khûi, Al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur’ân,(Teheran: Anwar al-Hudâ,
1981), Cet. 8, h. 240-259
14
(l.1943), Cristoph Luxenberg, Jane Dammen McAuliffe (l. 1944), dan
lainnya turut serta meramaikan kajian Al-Qur’an. Dari sekian banyak karya
sarjana orientalis Fazlur Rahman (w. 1988) memetakkannya ke dalam tiga
kategori berdasarkan tema utama kajian, yaitu: Pertama karya-karya yang
berusaha mencari pengaruh Yahudi-Kristen dalam Al-Qur’an; kedua karya-
karya yang berusaha mendokumentasikan rangkaian kronologis Al-Qur’an;
ketiga karya-karya yang bertujuan untuk menjelaskan keseluruhan atau
sebagian aspek tertentu saja dalam Al-Qur’an.33 Klasifikasi Rahman ini jelas
bersifat tentatif, terlebih karya tersebut bisa dibilang klasik, dan
dipublikasikan jauh sebelum kemunculan sarjana-sarjana mutakhir yang
memang bergelut dalam bidang studi Al-Qur’an.
Dalam kesarjanaan muslim tema mengenai kanonisasi Al-Qur’an
mendapat sambutan yang cukup hangat. Tema ini pada dasarnya telah
dirintis sejak periode klasik. Dalam literatur klasik istilah kanonisasi Al-
Qur’an atau sejarah kodifikasi Al-Qur’an dikenal dengan term Jam‘ Al-
Qur’an, Rasm Al-Qur’an, Kitâbat al-Qur’an, atau Tashẖîf Al-Qur’an dan
lainnya. Bahasan ini biasanya termuat dalam karya-karya ‘Ulûm al-Qur’an
dan sebagian lagi berbentuk karya tersendiri. Hal ini bisa dilihat dari
sejumlah karya, misalnya Fadhâil al-Qur’an karya Abu ‘Ubayd al-Qâsim
bin Sallâm (w. 224 H), al-Mashâẖif karya al-Anbârî (w. 327 H), Ibnu Abî
Dâud as-Sijistânî (w. 316 H), dan lainnya.
Di kalangan sarjana muslim modern tema ini mendapat respon positif dengan
bermekarnya sejumlah karangan, seperti Târîkh Al-Qur’an karya Abû
‘Abdillâh Az-Zanjânî (w. 1941), Târîkh Al-Qur’an karya Ibrâhîm al-Abyâri
(w. 1994), Abdus Shabûr Syâhîn (w.2010), Madkhal ilâ al-Qur’an al-Karîm
karya Abdullah Darrâz (w. 1958), The History of The Qur’an Text karangan
33 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Anas Mahyuddin,
(Bandung: Penerbit Pustaka, 1983), Cet. 1, h. x-xvii
15
Mushthafâ al-A‘zhamî (w. 2017), Al Bayân fî Tafsîr al-Qur’an karya Abû al-
Qâsim al-Khû’i (w.1992), Madkhal ilâ al-Qur’an al-Karîm karya ‘Âbid al-
Jâbirî (w. 2010), dan beberapa karya lain yang berbicara tentang diskursus
Al-Qur’an kontemporer, seperti tulisan-tulisan Mohammed Arkoun (w.
2010), Nashr Ḫâmid Abû Zayd (w. 2010), Omar Hamdan, ‘Ali Mabrouk (w.
2016), dan lainnya. Karya-karya ini biasanya ditulis dalam rangka merespons
sejumlah kesimpulan yang ditawarkan oleh kesarjanaan Barat.
Dalam diskursus studi Al-Qur’an Arthur Jeffery merupakan seorang
sarjana yang pamornya tidak bisa disepelekan. Reputasinya kian melejit
berbarengan dengan keseriusannya mengkaji Al-Qur’an. Karyanya Foreign
Vocabulary dan Materials for The History of the Text of the Qur’an
dinobatkan oleh Gerhard Böwering sebagai titik kunci dan pencapaian kritis
(a critical accomplishment) dalam studi tekstual modern atas Al-Qur’an.34
Maka tak heran jika Mushthafa al-A‘zhami menyebut Arthur Jeffery sebagai
pelopor periode kedua dalam kajian Al-Qur’an yang dilakukan kaum
orientalis.35 Para sarjana Barat yang bergiat dalam studi Al-Qur’an sudah
pasti berhutang pada upaya Arthur Jeffery.
Pencapaian terbesar Arthur Jeffery dalam studi Al-Qur’an ialah
kegigihannya meneliti dan menyunting sumber-sumber langka yang
berhubungan dengan Al-Qur’an. Salah satu referensi utama yang
memposisikan Arthur jeffery sebagai garda depan pengkaji Al-Qur’an ialah
publikasinya atas kitab Al-Mashâẖif karya Ibnu Abî Dâud as-Sijistânî36 dan
34 Lihat Gerhard Böwering dalam kata pengantarnya atas karya Arthur Jeffery, The
Foreign Vocabulary of the Qur’an, disunting oleh Gerhard Böwering dan Jane Dammen
Mcauliffe, (Leiden: Brill, 2007), h. ix 35 Mushthafa al-A‘zhami, The History of the Qur’anic Text, diterjemahkan oleh
Sohirin Solihin, Anis Malik Thaha, dkk, (Jakarta: Gema Insan Press, 2005), h. 8 36 Untuk pertamakalinya karya ini diterbitkan pada tahun 1936 oleh maktabah ar-
Raẖmâniyyah Mesir. Kata pengantar Arthur jeffery atas kitab tersebut dinilai kontroversial
dan karenanya banyak menuai kritik tajam yang dialamatkan kepadanya. Kitab ini kemudian
dicetak ulang oleh Muassasah al-Quthubah, Kairo Mesir. Selanjutnya disunting ulang dan
dijadikan risalah disertasi oleh Muẖibbuddîn Wâ‘izh pada Universitas Ummul Qurâ, Mekah.
16
Al-Mabânî karya penulis misterius yang terhimpun dalam Muqaddimatânî fî
‘Ûlûm Al-Qur’an.37
Gagasan Arthur Jeffery tentang Al-Qur’an memberikan sumbangsih
yang cukup besar bagi dinamika kajian Al-Qur’an modern. Ia melakukan
investigasi terhadap sumber-sumber penting yang terkoneksi dengan studi
Al-Qur’an. Ambisinya menghimpun dan mengoleksi naskah-naskah Al-
Qur’an dalam rangka membuat edisi kritis Al-Qur’an patut dipertimbangkan
kendati upaya kerasnya mengalami jalan buntu dan akhirnya gagal. Walhasil,
banyaknya penelitian dan kajian seputar Arthur Jeffery mencerminkan
besarnya pengaruh yang ia wariskan dalam kajian Islam, terutama dalam
bingkai studi Al-Qur’an.
‘Abdush Shabûr Syâhîn tercatat salah seorang sarjana terkemuka
Mesir. Meski namanya tidak sepopuler Ḫassan Ḫanafi atau Nashr Ḫâmid
Abû Zayd namun ia telah mengirimkan wacana segar dalam diskursus Al-
Qur’an. Terlebih ia juga berhasil mendidik sejumlah sarjana yang berperan
aktif dalam dunia akademik, seperti ‘Âisyah bint asy-Syâthi’ dan Ghânim al-
Qaddûri al-Ḫamad.
‘Abdush Shabûr Syâhîn terlibat dalam beragam kajian Al-Qur’an.
Disertasinya mengenai Al-Qirâât asy-Syâdzah fî Al-Qur’an meningkatkan
reputasinya sebagai seorang sarjana sekaligus profesor pada fakultas
Dârul‘Ulûm, sebuah kampus yang berafiliasi pada Universitas Kairo. Selain
bergiat dalam dunia akademik ia juga merupakan salah seorang da‘i terkenal
di Mesir dan menjadi khatib tetap pada Masjid ‘Amr bin al-‘Âsh, Mesir.
Ibnu Abî Dâud As-Sijistânî, Al-Mashâẖif, diedit oleh Muhibbuddîn Wâ‘izh, (Beirut: Dâr al-
Basyâir al-Islâmiyyah, 2002). 37 Judul lengkapnya adalah Al-Mabânî Li Nazhm al-Ma‘ânî diterbitkan pertama kali
pada tahun 1954 oleh Maktabah al-Khanjî Mesir kemudian dicetak ulang oleh ‘Abdullâh
Ismâ‘îl Ash-Shâwî disertai revisi dan kajian seputar penulis kitab pada tahun 1972 oleh
penerbit yang sama.
17
Popularitas ‘Abdush Shâbûr semakin menggema ketika ia
mempublikasikan bukunya, Abî Âdam: Qishshat al-Khalîqah Bayn al-
Usthûrah wa al-Ḫaqîqah. Karya ini bisa dibilang karya fenomenalnya yang
mengguncang jagad intelektual Mesir selama bertahun-tahun. Beragam
respon kritis dan hujatan dilayangkan kepadanya. Pasalnya karya tersebut
menawarkan sebuah rekonsiliasi antara kajian sains dan Al-Qur’an yang bagi
sebagian kalangan dinilai tidak relevan. Ia di antaranya membedakan antara
term basyar dan al-insân dalam Al-Qur’an. Kesimpulan akhirnya bahwa
Adam sebagai nenek moyang manusia (insân) merupakan perkembangan
tahap akhir dari manusia (al-basyar) primitif.
Karyanya, Târîkh Al-Qur’an sejatinya merupakan sebuah tanggapan
kritis terhadap karya-karya orientalis seputar diskursus Al-Qur’an. Karya ini
diterbitkan pertama kali pada tahun 1966. Dalam karya tersebut ia
membedah proses kodifikasi dan kanonisasi Al-Qur’an sembari menggugat
hasil kajian mereka. Tidak hanya sarjana Barat ia juga mengkritik asumsi
sarjana-sarjana muslim yang memiliki kecenderungan unik, seperti
Mushthafâ Manzhûr, dan Nashr Ḫâmid Abû Zayd.38 Ia tercatat sebagai
penulis produktif dan penerjemah ulung yang telah menerjemahkan karya-
karya Mâlik bin Nabî, seperti Azh-Zhâhirah al-Qur’âniyyah dan karya
penulis besar lainnya.
Hemat penulis gagasan Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn
tentang kanonisasi Al-Qur’an perlu didialogkan secara dialektik. Keduanya
memiliki beberapa kesesuaian, salah satunya dalam hal latar belakang
keilmuan. Baik Arthur Jeffery maupun ‘Abdush Shabûr Syâhîn keduanya
concern dalam masalah kebahasaan Al-Qur’an, yang meliputi ilmu qirâah,
38 Ia juga merupakan seorang sarjana garda depan yang paling keras terhadap Nashr
Ḫâmid dan karyanya, Mafhûm an-Nash. Karenanya Nashr Ḫâmid Abû Zayd terpaksa
menjadi seorang imigran di negeri Belanda. Lihat Nashr Ḫâmid Abû Zayd dalam
pengantarnya atas Naqd al-Khithâb ad-Dînî, (Kairo: Sînâ lin Nasyr, 1994), Cet. 2
18
kajian linguistik, dan terakhir sejarah Al-Qur’an. Namun kesamaan tersebut
tidak dapat menghapus nuktah perbedaan di antara keduanya.
Asal mula perbedaan tersebut dapat dilihat melalui perbedaan
metodologi. Jika Arthur Jeffery39 cenderung menggunakan pendekataan
filologi dan kritik teks yang sedang ramai dibicarakan di Barat sementara
‘Abdush Shabûr Syâhîn lebih mengutamakan model kajian Al-Qur’an yang
telah dirintis oleh sarjana muslim klasik. Disamping itu ia juga melakukan
analisa dan kritik terhadap sumber data, terutama sikap kritisnya terhadap
ragam bacaan yang syâdz.40 Perbedaan ini pada akhirnya menimbulkan
sejumlah kesimpulan yang saling berlawanan.
Di antara perbedaan gagasan dan kesimpulanan tersebut ialah
mengenai penghimpunan Al-Qur’an pada masa Nabi, perbedaan mushaf para
sahabat,41 motif pribadi dalam penghimpunan Al-Qur’an pada masa Abû
Bakar, kanonisasi pada masa Utsman,42 efek dan dampak dari penulisan Al-
39 Lihat, misalnya, Arthur Jeffery, Muqaddimah Arthur Jeffery li Kitâb al-
Mashâḫîf, (Kairo: Muassasah al-Qurthubah, tanpa tahun), h. 4 . Dalam hal ini Arthur Jeffery
memberi dukungan dan simpati terhadap para sarjana Barat yang serius menggali pelbagai
informasi dan pendapat, menghimpunnya, mengujinya, menganalisa dan memahaminya
berdasarkan konteks, tempat dan waktu. Sebaliknya ia mengkritisi pendekatan klasik yang
hanya bersandar pada pendapat ulama klasik dan berkutat pada sanad. Di sini tampak jelas
keberpihakan Arthur Jeffery terhadap metodologi Barat yang lebih mengutamakan
ketersediaan informasi dan keberlimpahan data ketimbang bersikap kritis terhadap sumber
data tersebut. Ia juga mendudukkan Al-Qur’an sebagaimana teks Bibel dan lainnya. 40 Abdush Shabûr Syâhîn, Târîkh Al-Qur’an , (Kairo: Nahdet Mishr, 2007), Cet. III,
h. 7-10. Lihat juga edisi bahasa Indonesianya, Abdush Shabûr Syâhîn, Saat Al-Qur’an Butuh
Pembelaan, diterjemahkan oleh Khoirul Amru Harahap dan Akhmad Faozan, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2006), h. Xiii-xv. 41 Arthur Jeffery, Muqaddimah Arthur Jeffery, h. 5-6. ‘Abdush Shabûr Syâhîn,
Târîkh Al-Qur’an, h. 159-200 42 Misalnya bagaimana Arthur Jeffery mengkritik upaya kanonisasi Al-Qur’an yang
berlangsung pada era Ustman. Arthur Jeffery, “Progress in The Study of the Qur’an Text”,
dalam Jurnal The Moslem World, Vol. 25, 1935, h. 230. Lihat Arthur Jeffery, Muqaddimah
Arthur Jeffery li Kitâb al-Mashâḫîf, h. 6 1. ’Abdush Shabûr Syâhîn, Târîkh Al-Qur’an, h.
148-156
19
Qur’an tanpa tanda diakritikal dan syakl,43 variasi teks dan bacaan syâdz Al-
Qur’an (qirâât syâdzdzah), kata serapan dalam Al-Qur’an, 44dan lainnya.
Dalam penelitian ini penulis berupaya melakukan studi komparatif
atas gagasan Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn mengenai
kanonisasi Al-Qur’an. Tidak hanya itu, penulis juga berusaha membenturkan
dua kutub pandangan yang berbeda sembari menunjukkan implikasinya
terhadap diskursus penelitian Al-Qur’an.
Adapun alasan penulis mengkaji gagasan dan pemikiran dua tokoh
tersebut dilatar belakangi oleh beberapa pertimbangan, di antaranya:
Pertama, Penulis merasa termotivasi untuk mengkaji tema mengenai
kanonisasi Al-Qur’an, terutama yang berkaitan dengan pandangan Arthur
Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn. Sejauh pengamatan penulis, belum ada
penelitian yang berupaya mendialogkan kedua tokoh tersebut secara intens,
tajam, dan kritis. Sejumlah penelitian masih berkutat seputar sebagian dari
karya masing-masing yang dinilai kontroversial dan memiliki gema yang
cukup nyaring. Maka dari itu penulis hendak menganalisa dan melakukan
studi komparatif atas pemikiran mereka tentang kanonisasi Al-Qur’an. Selain
itu penulis juga akan membenturkan gagasan keduanya. Melalui model
penelitian ini diharapkan dapat menampilkan sisi kelebihan dan kelemahan,
persamaan dan perbedaan, serta mampu mengkorespondensikan gagasan
masing-masing serta implikasinya dalam dinamika kajian Al-Qur’an.
Kedua, Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn dianggap mampu
merepresentasikan dua kutub kesarjanaan yang berbeda. Jeffery mewakili
kesarjanaan Barat sementara ‘Abdush Shabûr Syâhîn mewakili kesarjanaan
muslim. Keduanya sama-sama aktif dan terlibat dalam pergumulan kajian
43 Arthur Jeffery, Muqaddimah Arthur Jeffery, h. 7. Lihat Abdush Shabûr Syâhîn,
Târîkh Al-Qur’an, h. 114-135 44 Lihat Arthur Jeffery, The Foreign Vocabulary of The Qur’an, (Leiden: Brill,
2007). Dalam buku tersebut Arthur Jeffery di antaranya berkonklusi bahwa ada sekitar 275
kosa kata dalam Al-Qur’an yang berasal dari kata serapan.
20
Al-Qur’an. Gagasan keduanya pernah memantik sejumlah respon tajam dari
kalangan sarjana kendati dalam koridor yang berlainan.
Ketiga, keduanya sama-sama berpijak pada kajian Al-Qur’an dan
bergelut dalam bidang kebahasaan Al-Qur’an. Namun secara metodologis
pemikiran keduanya memiliki implikasi teoritis yang berbeda dalam
memahami dan menampilkan sejarah kanonisasi Al-Qur’an.
Keempat, kajian tentang kanonisasi Al-Qur’an dinilai penting karena
bersentuhan langsung dengan Al-Qur’an dan proses transformasinya dalam
dinamika kehidupan manusia yang profan. Menelaah historitas Al-Qur’an
berarti mendiskusikan pondasi ajaran Islam secara keseluruhan.
Kelima, dalam studi Al-Qur’an nama ‘Abdush Syahîn kurang
mendapat perhatian yang layak sebagaimana sarjana-sarjana lainnya padahal
ia memiliki sejumlah kontribusi yang tidak dapat disisihkan begitu saja.
Namanya sempat melejit terkait dengan publikasinya atas karya Âdam Abû
al-Basyar yang memantik reaksi tajam dari para pengkritiknya. Melalui
penelitian ini penulis berharap dapat mendudukan Syahîn sebagaimana
reputasinya yang baik.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menganggap perlu
mendiskusikan tema tentang kanonisasi Al-Qur’an perspektif kesarjanaan
Barat dan Muslim: studi komparatif antara Arthur Jeffery dan ‘Abdush
Shabûr Syâhîn.
Adapun bahasan yang didiskusikan dalam kajian ini tidak mencakup
semua bagian yang tercakup dalam istilah kanonisasi Al-Qur’an. Hal ini
karena baik Arthur Jeffery maupun ‘Abdush Shabûr Syâhîn tidak
membahasnya secara keseluruhan dalam buku mereka sebagaimana telah
disinggung. Mereka hanya mengkaji sebagian dari tema kanonisasi Al-
Qur’an, tepatnya yang berkaitan dengan penghimpunan Al-Qur’an dan
mushaf-mushaf yang pernah ada pada masa kodifikasi Al-Qur’an.
21
Penulis sengaja memilih istilah sarjana Barat dan Muslim karena
hemat penulis istilah tersebut sudah populer digunakan dalam berbagai
kajian Islam mutakhir. Selain itu istilah ini cenderung lebih terbuka dalam
menimalisir ketegangan dan perseteruan dalam ranah teologi keagamaan.
Penggunaan istilah sarjana Muslim dan sarjana Barat lebih dititiktekankan
dalam konteks sosio-antropologis. Istilah Muslim tidak sekadar mengacu
pada seseorang yang menganut Islam sebagai ajaran agama tapi juga
merujuk pada semua aspek yang termuat dalam ajaran Islam, dari aspek
teologis sampai kultur dan budaya. Karena pada dasarnya ajaran Islam
menjaring semua dimensi yang sangat luas dan dibutuhkan oleh semua
pemeluknya. Islam bukan hanya agama tapi juga budaya dan peradaban,
lahir dan batin.
Berbeda dengan istilah non-Muslim yang secara bahasa memang
lebih tepat dikontraskan dengan Muslim. Namun istilah ini, selain
bertendensi pada aspek teologis, dinilai kurang tepat secara sosio-
antropologis. Istilah non-Muslim cakupannya terlalu luas dan memuat semua
individu yang berafiliasi pada seluruh agama-agama dunia di luar Islam. Di
samping itu agama-agama tersebut memiliki pandangan berbeda dalam
melihat budaya dan peradaban sebagai bagian dari ajaran agama yang
bersangkutan. Tidak semua agama sanggup mengintegrasikan semua sendi
kehidupan ke dalam ajarannya sebagaimana Islam. Untuk alasan ini istilah
Barat dinilai lebih tepat bersinggungan dengan Islam, karena istilah tersebut
meliputi unit-unit yang dimiliki Islam dan menyediakan akses budaya, pola
pikir, dan peradaban. Istilah Barat mengacu pada norma-norma sosial,
keyakinan agama, nilai etika, sistem politik, budaya, seni, dan lainnya.
Dengan demikian penggunaan istilah sarjana Muslim dan Barat cukup
beralasan dalam tinjauan sosio-antropologis, meski harus diakui istilah
22
tersebut masih memiliki beberapa titik kelemahan sebagaimana istilah
lainnya.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Sejarah Al-Qur’an merupakan kajian yang cukup penting dalam
bingkai studi Al-Qur’an kontemporer. Kesadaran akan pentingnya mengkaji
Al-Qur’an dapat dirasakan bersamaan dengan minat baru dan pendekatan
lebih segar dalam memahami Al-Qur’an. Beragam simposium dan penelitian
digalakkan untuk memberikan kontribusi positif dalam bidang kajian Al-
Qur’an, terutama mengenai kanonisasi Al-Qur’an. Salah satu sarjana Barat
yang concern terhadap kajian Al-Qur’an ialah Arthur Jeffery. Pemikiran-
pemikiran Arthur Jeffery seputar Al-Qur’an banyak memberikan warna
berbeda dalam lingkup kajian Al-Qur’an. Demikian pula gagasan ‘Abdush
Shabûr Syâhîn sebagaimana tertuang dalam karyanya Târîkh Al-Qur’an.
Berangkat dari latar belakang tersebut maka dasar pemikiran di atas dapat
ditemukan beberapa permasalahan yang terkait dengan Kanonisasi Al-
Qur’an dalam dinamika studi Al-Qur’an modern, di antaranya:
1. Sejarah kanonisasi Al-Qur’an
2. Al-Qur’an dan kesarjanaan Barat
3. Pandangan Orientalis terhadap historitas Al-Qur’an
4. Pandangan sarjana muslim terhadap historitas Al-Qur’an
5. Kanonisasi Al-Qur’an dalam dinamika studi Al-Qur’an modern
6. Pandangan Arthur Jeffery tentang Kanonisasi Al-Qur’an
7. Pandangan Abdush Shabûr Syâhîn tentang kanonisasi Al-Qur’an
8. Persamaan dan perbedaan pandangan kedua tokoh serta implikasinya
dalam dinamika kajian Al-Qur’an
2. Pembatasan Masalah
23
Pembatasan masalah penelitian ini terkait pandangan Arthur Jeffery
dan ‘Abdush Shabur Syâhîn tentang kanonisasi Al-Qur’an. Dalam hal ini
penulis memfokuskan titik kajian pada bahasan tentang:
1. Pandangan Arthur Jeffery dan Abdush Shabûr Syâhîn tentang kanonisasi
Al-Qur’an
2. Persamaan dan perbedaan pandangan Arthur Jeffery dan ‘Abdush
Shabûr Syâhîn tentang kanonisasi Al-Qur’an serta implikasinya dalam
diskursus studi Al-Qur’an
3. Perumusan Masalah
Pokok masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pandangan Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn
tentang Kanonisasi Al-Qur’an?
2. Apa persamaan dan perbedaan pandangan Arthur Jeffery dan ‘Abdush
Shabûr Syâhîn tentang kanonisasi Al-Qur’an serta implikasinya dalam
diskursus studi Al-Qur’an?
C. Tujuan Penelitian
Merujuk kepada rumusan masalah yang diungkapkan sebelumnya
penelitian ini bertujuan untuk menyingkapkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Menjelaskan pandangan Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn
tentang kanonisasi Al-Qur’an
2. Melacak dan mengungkapkan persamaan dan perbedaan pandangan
‘Abdush Shabûr Syâhîn dan Arthur Jeffery tentang kanonisasi Al-
Qur’anserta implikasinya dalam diskursus studi Al-Qur’an
D. Signifikansi dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharap mampu memberikan kontribusi yang cukup
bermakna bagi khazanah studi Islam, terutama dalam bingkai kajian Al-
Qur’an. Di samping itu penelitian ini juga diasumsikan dapat menjembatani
teori-teori yang mengusung tema tentang kanonisasi Al-Qur’an. Dalam
24
tataran praktis penulis berharap penelitian ini dapat membuka cakrawala
berpikir, membangun paradigma keilmuan lintas disiplin dan agama, dan
memotivasi kajian-kajian berikutnya yang diharapkan bisa melengkapi
kekurangan penelitian ini.
E. Kajian Pustaka
Perlu disadari bahwa penulis bukan satu-satunya orang yang
mengkaji pemikiran Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syâhîn. Para peneliti
sebelumnya telah melakukan penelitian tentang pemikiran kedua tokoh
tersebut, baik dalam bentuk disertasi, tesis, maupun artikel ilmiah. Demikian
pula halnya dengan kajian tentang kanonisasi Al-Qur’an. Di sini penulis
akan membicarakan sejumlah penelitian yang memiliki relevansi dengan
kajian yang bersangkutan. Hal ini dilakukan guna memperkaya khazanah
penelitian penulis sekaligus menyumbangkan ide-ide segar yang sebelumnya
tidak tercetuskan guna menunjang kelancaran proses penulisan tesis ini. Di
antara penelitian tersebut ialah:
1. Dalam penelitian yang bertajuk, Pendekatan Historis-Kritis dalam Studi
Al-Qur’an (2015)45 Muzayyin membedah studi Al-Qur’an yang dilakukan
oleh para sarjana orientalis, terutama Noldeke dan Arthur Jeffery. Penelitian
ini sejatinya merupakan tesis yang diajukan dalam rangka melengkapi syarat
administrasi pada Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga. Dalam penelitiannya ia
melakukan studi komparatif terhadap pemikiran Nöldeke dan Arthur Jeffery
yang diakui memiliki reputasi baik dan menjadi icon dalam kajian kronologi
Al-Qur’an di Barat.
Muzayyin berkesimpulan bahwa upaya Theodor Noldeke dalam
studinya atas sejarah Al-Qur’an lebih merefleksikan pendekatan kajian
filologi dan kritik sumber sedangkan Arthur Jeffery cenderung berpatokan
45 Muzayyin, “Pendekatan Historis-Kritis dalam studi Al-Qur’an (Studi Komparatif
terhadap Pemikiran Theodor Noldeke dan Arthur Jeffery),” Tesis, UIN Sunan Kalijaga,
2015. Tidak diterbitkan.
25
pada studi filologi dan kritik teks. Adapun titik kesamaan di antara keduanya
ialah sama-sama membedah dan melacak komposisi sejarah Al-Qur’an serta
memberikan kontribusi yang besar terhadap penelitian selanjutnya. Selain itu
keduanya berasal dari lingkungan di luar Islam.
Penelitian ini jelas menyuguhkan sebuah sketsa pemikiran yang
membenturkan dua sarjana orientalis kenamaan dalam bingkai sejarah
kronologi Al-Qur’an. Hanya saja penulisnya lebih banyak memotret sisi
pendekataan yang digunakan masing-masing. Dengan demikian, studi
komparatifnya hanya terfokus pada penggunaan pendekatan historis-kritis
dan implikasinya dalam kajian masing-masing. Pada titik ini penelitian
Muzayyin cenderung berkutat pada lapisan luar, terutama mengenai
instrumen kajian yang mereka gunakan ketimbang menyoroti produk wacana
dan gagasan yang mereka tawarkan. Namun penelitian ini tetap mengandung
nilai relevansi guna memperkaya komposisi wacana yang hendak ditorehkan
dalam penelitian tentang Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr Syahîn.
Adapun penelitian yang penulis tawarkan di sini ialah
menyandingkan produk pemikiran dua sarjana yang memiliki perbedaan
kultur dan budaya tanpa mengabaikan dinamika keilmuan yang tumbuh
berkembang dalam lingkup studi teks Al-Qur’an. Hal ini perlu dilakukan
guna melihat bagaimana perbedaan kultur dan agama turut menyumbangkan
efek yang cukup berarti dalam sebuah konklusi dan kesimpulan.
2. Dalam Al-Bayân, sebuah jurnal studi Al-Qur’an dan hadis yang dibesarkan
di lingkungan civitas UIN Gunung Djati Bandung, Muslih menyodorkan
sebuah penelitian yang berjudul Membedah Pemikiran Arthur Jeffery seputar
Variasi Teks Al-Fâtiẖah (2015).46 Melalui studi analisanya atas tulisan-
46 Muslih, Membedah Pemikiran Arthur Jeffery Seputar Variasi Teks Al-Fâtiẖah,
dalam Jurnal Al-Bayan: Studi Al-Qur’an dan Tafsir, Vol.I No. 1 Juni 2016, h. 53-62
26
tulisan Arthur Jeffery Muslih menelisik aspek ortografi dan resitasi terhadap
variasi teks surah al-Fâtiẖah perspektif Jeffery.
Dalam kesimpulannya ia menunjukkan bahwa Arthur Jeffery
menyangsikan al-Fâtiẖah sebagai bagian dari surah Al-Qur’an. Bagi Arthur
Jeffery al-Fâtiẖah lebih menyerupai doa pembuka ketika hendak membaca
Al-Qur’an. Menariknya, asumsi tersebut diperkuat oleh Arthur Jeffery
melalui varian bacaan surah al-Fâtiẖah yang tertuang dalam sumber-sumber
Sunni dan Syiah serta membenturkannya dengan mushẖaf ‘Utsmânî.
Berpijak pada perbedaan ini Arthur Jeffery menolak al-Fâtiẖah sebagai
bagian integral surah-surah dalam Al-Qur’an. Terlebih, surah al Fâtiẖah
tidak dicantumkan dalam musẖafnya ‘Abdullâh ibnu Mas‘ûd. Betapapun
kontroversialnya kesimpulan tersebut namun upaya ini perlu direspon secara
serius demi perkembangan dinamika kajian Al-Qur’an.
Maka dari itu dalam penelitiannya Muslih merespons kesimpulan
yang ditawarkan Arthur Jeffery dengan mempertegas bahwa asumsi Arthur
Jeffery tidak bisa dipertahankan sebab tidak berangkat dari bangunan
epistemologis yang kokoh. Sumber data yang digunakan Arthur Jeffery tidak
otoritatif dan cenderung memungut apa saja yang bisa mengukuhkan
kesimpulannya yang rapuh.
Bercermin pada penelitian tersebut tampak jelas bahwa Muslih
menitikberatkan kajiannya pada pembacaan Arthur Jeffery terhadap surah al-
Fâtiẖah. Masih banyak ruang diskusi yang ia tinggalkan dan perlu digali
lebih dalam guna menemukan serpihan-serpihan lain dari pemikiran Arthur
Jeffery dan merangkaikannya secara utuh.
3. Dalam sebuah tulisan yang dipublikasikan oleh Jurnal Dirâsât
Istisyrâqiyyah (2016),47 Hasan Mandîl Ḫasan al-‘Ukaili melakukan studi atas
47 Ḫasan Mandîl Ḫasan al-‘Ukailî, Tazyîf al-Makhthûth al-‘Arabi Ladâ al-
Mustasyriqîn, dalam Jurnal Dirâsât al-Istisyrâqiyyah,Vol. 3 No. 8, 4 Juli 2016, h. 133-164.
27
kitab Al-Mabânî Li Nadzm al-Ma‘ânî, sebuah kitab dalam ‘Ulûm al-Qur’ân
yang pengarang aslinya masih misterius dan mengundang perhatian sejumlah
pengkaji Islam. Buku ini pertamakali terbit pada tahun 1954 atas upaya
serius Arthur Jeffery yang kemudian dihimpun bersamaan dengan
Muqaddimah tafsirnya Ibnu ‘Athiyyah sehingga diberi judul Muqaddimatâni
fî ‘Ulûm al-Qur’an.
Dalam studinya yang bertajuk, Tazyîf al-Makhthûth al-‘Arabî ladâ
al-Mustasyriqîn: al-Mustasyriq Arthur Jeffery Anmûdzajan (2016), ia
mengaplikasikan studi kritis-analitis atas kitab al-Mabânî. Ia melacak
sumber-sumber yang membahas kitab tersebut dan melakukan uji validitas
atas naskah aslinya yang diasumsikan sebagai naskah langka yang identitas
pengarangnya tidak ditemukan. Penelitian ini berangkat dari keraguannya
terhadap otentitas Kitab al-Mabânî.
Dengan menyodorkan beragam argumentasi Ḫasan Mandîl
berkesimpulan bahwa pengarang asli Kitab al-Mabânî ialah Arthur Jeffery
sendiri yang bekerjasama dengan koleganya, Noldeke. Ia meragukan
otentitas kitab tersebut dan menuduhnya sebagai hasil jiplakan dari naskah
kitab yang berbeda-beda. Konklusi ini merefleksikan penolakan tegas
terhadap sejumlah penelitian yang pernah dilakukan terkait profil penulis
kitab al-Mabânî. Walhasil, kendati kesimpulan penelitian masih
diperdebatkan namun penulisnya hanya memotret satu aspek dari
kompleksitas wacana yang diasosiasikan kepada Arthur Jeffery.
4. Arif Nuh Safri dalam jurnal Al-‘Adâlah pernah memposting penelitiannya
yang berjudul Analisis Kritis Atas Ahistoritas Pemikiran Arthur Jeffery
Selain itu kitab ini juga pernah dikaji dengan melacak jalur transmisinya oleh orientalis
terkenal, Claude Guillot. Juga pernah diteliti oleh Ghânim Qaddûri al-Ḫamad, dan Salim
Muhammad Maẖmûd asy-Syanqîthî.
28
(2014).48 Sebagaimana judulnya studi tersebut merupakan kritik yang
dialamatkan kepada Arthur Jeffery. Menurut Arif upaya Arthur Jeffery
dalam kajian al-Qur’an banyak diwarnai oleh beragam macam motif. Dan
tentu saja, upaya sarjana di luar Islam (outsider) dalam mengkaji Al-Qur’an
sukar terbebas dari belenggu ideologi dan seperangkat pemikiran yang
melekat dalam dirinya.
Arif mendiskusikan pelbagai hal yang berkaitan tentang Arthur
Jeffery. Dalam paparannya ia mengakui kegigihan Arthur Jeffery dalam
bidang studi Al-Qur’an tidak bisa diremehkan kendati pemikirannya
seringkali berlawanan dengan arus utama dalam dunia Islam. Dalam hal ini
Arif cenderung menelisik beberapa bagian dari gagasan Arthur Jeffery yang
ia anggap bertubrukan dengan semangat kitab suci Al-Qur’an. Tema-tema
yang ia diskusikan di antaranya tentang sejarah teks Al-Qur’an, otentitas
surah al-Fâtiẖah, dan al-aẖruf al-muqaththa‘ah.Tema-tema tersebut seakan
merupakan ringkasan dari uraian-uraian panjang yang memerlukan
keseriusan analisa dan tinjauan yang lebih mendalam dan komprehensif.
Alangkah lebih baik, jika Arif meng-eksplorasi kajiannya atas Arthur Jeffery
Berangkat dari analisanya Arif berkesimpulan bahwa pemikiran
Arthur Jeffery telah terperangkap dalam bias subyektifisme. Ia lebih memilih
periskop kajian sendiri yang seringkali tidak cocok dan tidak konsisten
sehingga pemikirannya dibangun atas argumen-argumen yang tidak
otoritatif, ahistoris, dan gegabah.
5. Ummu Humairo Qurbani mendiskusikan asal mula Al-Qur’an persepektif
Arthur Jeffery. Dalam tesisnya yang berjudul The Origin of the Qur’an as
Scripture: a sudy on Arthur Jeffery’s thought (2008)49 ia mengungkapkan
48 Arif Nuh Safri, Analisis Kritis Atas Ahistoritas Pemikrian Arthur Jeffery, dalam
Jurnal ‘Al-‘Adâlah, Vol. 17, No. 1, 2014, h. 135-161 49 Ummu Humairo Qurbani, “The Origin of the Qur’an as Scripture: a study on
Arthur Jeffery’s thought,” Tesis, Universitas Gajah Mada, 2008. Tidak diterbitkan.
29
bahwa Arthur Jeffery termasuk sarjana Barat yang meneguhkan suatu
kesimpulan bahwa Al-Qur’an mengikuti tradisi agama-agama pra-Islam.
Kesimpulan ini dibangun atas anggapan bahwa di tengah proses penulisan
Al-Qur’an nabi Muhammad diasumsikan telah mempelajari seperangkat
keilmuan yang dipungutnya dari tradisi ajaran agama sebelum Islam.
Konklusi ini dikuatkan oleh adanya kemiripan kosa kata Al-Qur’an dengan
tradisi agama-agama sebelumnya.
Berdasar pada kesimpulan ini Ummu Humairo mengkritisi pemikiran
Arthur Jeffery yang mengabaikan beberapa fakta yang paling penting. Ia
menambahkan bahwa seharusnya kesimpulan Arthur Jeffery berbanding
terbalik dengan kesimpulan sebelumnya. Sebab terdapat banyak sekali
ketidak cocokan antara ajaran Islam dengan ajaran agama-agama
sebelumnya. Sebut saja misalnya dengan ajaran Kristen dan Yahudi. Al-
Qur’an mengecam dengan keras sikap keberagaman kaum Kristen yang
menonjolkan ketuhanan Yesus. Demikian halnya terhadap ajaran Yahudi
yang terlampau menunjukkan superioritas ras mereka di atas bangsa-bangsa
lainnya. Fakta-fakta ini justru tidak mendukung argumentasi Arthur Jeffery
dan malah merobohkan pondasi risetnya.
Semua kekeliruan ini berpangkal pada pendekatan historis yang
diaplikasikan Arthur Jeffery dalam kajian risetnya. Pendekatan historis
memiliki titik kelemahan. Salah satunya ialah selalu mendefinisikan sebuah
entitas sebagai produk lingkungan, agama, setting sosial-politik-budaya, dan
melupakan fakta lain yang kadang sifatnya lebih fundamental. Bukan saja
pijakan metodologi bias subyektifisme juga turut andil dalam memproduksi
wacana yang dibangun oleh Arthur Jeffery sehingga semakin menambah titik
keretakan dalam bangunan epistemologinya.
6. Penelitian yang membahas tentang gagasan ‘Abdush Shabûr Syâhîn
tergolong masih sangat sedikit, terlebih terkait dengan produk pemikirannya
30
yang tertuang dalam Târîkh Al-Qur’an. Sepanjang investigasi penulis
terhadap studi ilmiah yang berporos pada pemikiran Syâhîn dalam bidang
Al-Qur’an masih belum ditemukan. Hal ini barangkali dimotori oleh
terbatasnya pengetahuan penulis atau minimnya publikasi atas pemikiran-
pemikirannya. Ini jelas berbeda dengan gagasannya seputar Adam,
sebagaimana disajikan dalam karyanya Abî Âdam, yang disambut sejumlah
publikasi, baik dalam tataran kepenulisan ilmiah maupun jurnalistik.
Penulis mendapatkan Târîkh Al-Qur’an sebagai karya yang sering
mendapat sambutan hangat dalam kajian Al-Qur’an. Banyaknya penelitian
yang menjadikan buku ini sebagai referensi membuktikan bahwa karya ini
berpengaruh luas. Dalam hasil investigasi penulis buku ini menjadi referensi
sentral bagi sebagian kajian, seperti dalam Rasm al-Mushẖaf: dirâsah
lughawiyyah târîkhiyyah karya Ghânim Qaddûrî al-Ḫamd, dan dalam studi
lainnya.
Adapun tema kanonisasi Al-Qur’an seringkali menjadi bahan
perbincangan dalam kajian Al-Qur’an, terutama bagi kalangan orientalis.
Terdapat sejumlah kajian serius yang mengangkat isu seputar kanonisasi Al-
Qur’an, seperti buku The Blackwell Companion to the Qur’an,50 The
Cambridge Companion to the Qur’an, The Qur’an in Context51, The Qur’an
in its Historical Context, Encyclopaedia of the Qur’an,52 dan lainnya. Buku-
buku ini pada dasarnya merupakan hasil simposium dan seminar Al-Qur’an
yang sengaja dihimpun dan dikodifikasikan menjadi sebuah buku.
50 Andrew Rippin,(ed.), The Blackwell Companion to the Qur’an, (Oxford:
Blackwell Publishing,2006) 51 Jane Dammen McAuliffe, (ed.), The Cambridge Companion to The Qur’an,
Cambridge: Cambridge University Press, 2006). 52 Jane Dammen McAuliffe, (ed.), The Encyclopaedia of The Qur’an, (Leiden: E.J.
Brill, 2006)
31
F. Metodologi Penelitian
Dalam sebuah penelitian ilmiah metodologi merupakan salah satu unsur
fundamental. Metodologi berfungsi sebagai pisau bedah guna mendiagnosa
akar permasalahan, menganalisa aneka wacana dan teori serta
membangunnya menjadi sebuah konstruksi pemikiran baru. Dalam kerangka
penelitian ini penulis menguraikan tiga anasir penting yang berhubungan
dengan metodologi penelitian, yaitu:
1. Jenis Penelitian
Berpijak pada penelitian ini yang terfokus pada pandangan dan pemikiran
seorang tokoh maka penelitian ini mengikuti riset kepustakaan (library
research). Adapun mekanismenya penelitian ini bersumber pada data-data
yang berpatokan pada sumber-sumber kepustakaan, baik berupa buku, karya
ilmiah, jurnal, maupun perpustakaan elektronik yang terkoneksi dengan
objek kajian yang sedang penulis bahas.
Adapun metode penelitian ini bersifat kualitatif yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.53 Dengan bertumpu pada
penelitian ini penulis berharap dapat menggambarkan data-data penelitian
secara objektif dan mengungkapkan hasil penelitian secara kritis.
2. Sumber Data
Data-data yang hendak diteliti terdiri dari data primer dan sekunder.
Data primer adalah data-data yang merupakan karya kedua tokoh yang
diteliti, terutama yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan kanonisasinya.
Sedangkan data sekunder ialah data-data yang terdiri dari kitab-kitab, buku,
jurnal mengenai pemikiran kedua tokoh (Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr
53 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitan Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004), h. 4
32
Syâhîn), dan data-data lainnya yang terkait dengan objek kajian ini yang
sekiranya dapat memberikan sumbangsih dalam proses penelitian.
Adapun data primer dari Arthur Jeffery ialah Material for the History
of the Text of the Qur’an (Leiden: E.J. Brill, tt) dan The Foreign Vocabulary
of the Qur’an. Sementara data primer untuk mengkaji pemikiran ‘Abdush
Shabûr Syâhîn ialah Târîkh al-Qur’an. Adapun data-data sekundernya
sebagaimana diuraikan di atas ialah karya-karya yang berkaitan erat dengan
tema dan objek kajian penulis.
3. Teknik Pengumpulan data
Adapun teknik penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai
berikut: Pertama penulis akan melakukan inventarisasi data dan
menyeleksinya, khususnya karya-karya Arthur Jeffery dan ‘Abdush Shabûr
Syahîn serta data-data lain yang berhubungan dengan kanonisasi Al-Qur’an
dan pemikiran keduanya. Kedua penulis akan memetakan data secara teliti,
menganalisa dan mengkajinya, selanjutnya mengabtraksikannya melalui
metode deskriptif. Ketiga penulis akan membeberkan sisi persamaan dan
perbedaan, kekurangan dan kelebihan, serta implikasi-implikasi yang
diasumsikan dapat tumbuh-berkembang dari pemikiran masing-masing
tokoh.
4. Metode analisis data
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini metode analisis-
komparatif,54 yaitu sebuah metode yang berupaya mendeskripsikan
konstruksi epistemologi dari kedua tokoh tersebut terkait dengan kanonisasi
Al-Qur’an lalu dianalisis secara kritis, mencari titik persamaan dan
perbedaan, kelebihan dan kekurangan serta mendialogkan pemikiran kedua
tokoh tersebut secara dialektik.
54 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea
Press, 2017), Cet. 3, h. 170
33
Melalui metode ini penulis berharap dapat memberikan suatu sketsa
pemikiran yang dapat menghubungkan antara satu pemikir dengan pemikir
lainnya, memperjelas permasalahan yang sedang didiskusikan, menyoroti
titik temu pemikiran mereka tanpa mengabaikan titik keretakan wacana di
antara keduanya sehingga konstruksi pemikiran yang telah mereka bangun
tetap kokoh.
Melalui metode tersebut diharap dapat membantu penulis dalam
proses penyusunan penelitian. Sehingga dengannya penulis bisa sedikit
memberikan kontribusi bermanfaat dalam bidang yang sedang diteliti
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini secara sistematis akan diuraikan dan dijabarkan melalui
lima bab, yang terdiri atas:
Bab I adalah pendahuluan yang memuat latar belakang masalah
untuk menerangkan secara akademik mengapa penelitian ini penting untuk
didiskusikan dan mengapa penulis termotivasi untuk mengkaji kedua tokoh
sebagai representasinya dan unsur-unsur apa yang unik dari kedua tokoh
tersebut. Kemudian permasalah tersebut disederhanakan melalui perumusan
masalah dengan tujuan supaya masalah pokok yang melingkar dalam
penelitian ini dapat dinyatakan dengan jelas dan ringkas. Sedangkan tujuan
dan signifikansinya dimunculkan guna menjelaskan pentingnya penelitian ini
dan kontribusinya bagi pengembangan keilmuan. Di samping itu bab ini juga
berisi tinjauan pustka, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II merupakan uraian umum seputar sketsa wacana yang
mendiskusikan tentang kanonisasi Al-Qur’an. Dalam bab ini penulis
menjelaskan tentang asal mula dan perkembangan gagasan kanonisasi Al-
Qur’an dalam dinamika keilmuan klasik, kontemporer, baik menurut sarjana
muslim maupun Barat. Hal ini untuk menampilkan gambaran umum
34
mengenai problem epistemologis dan kesimpulan yang diintisarikan dari
benturan pemikiran dan argumen. Dengan diuraikannya masalah tersebut
penulis berharap dapat menjelaskan kedudukan kedua tokoh di tengah
pergumulan wacana dan persilangan pendapat mengenai kanonisasi Al-
Qur’an. Jadi pada dasarnya bab dua ini merupakan pemetaan sejarah
kanonisasi Al-Qur’an yang juga berfungsi sebagai kerangka teori untuk
memotret pemikiran dua tokoh tersebut.
Bab III merupakan kajian tentang biografi sang tokoh, bagaimana
background sosio-historis kehidupannya, karir akademik dan karya-karyanya
serta pandangan para sarjana lain mengenai kedua tokoh. Hal ini perlu
dibentangkan di sini sebab sebuah pemikiran sejatinya merupakan produk
masanya, ia dilahirkan oleh sosio-kulturalnya, dan ditumbuh kembangkan
oleh beragam unsur, termasuk keunikan dirinya. Dari sini nanti akan tampak
akar-akar pemikiran yang membelit masing-masing tokoh dan posisi
keduanya dalam konteks keilmuan Al-Qur’an.
Bab IV merupakan penjelasan tentang pandangan kedua tokoh
berkaitan dengan tema kanonisasi Al-Qur’an. Dalam konteks ini penulis
akan menjabarkan sejumlah wacana yang berkorespondensi dengan
kanonisasi Al-Qur’an. Di antara bahasan yang diungkapkan di sini ialah
proses pembentukan Al-Qur’an dari yang semula berupa teks verbal (oral)
menjadi sebuah teks yang dibukukan dan dikodifikasikan sejak masa Nabi
dan para khalifah. Tentu, dalam hal ini penulis akan menghubungkannya
dengan jejaring wacana yang termasuk bagian dari kanonisasi Al-Qur’an,
seperti perbedaan mushaf sahabat, bacaan syâdz, dampak penulisan Al-
Qur’an tanpa tanda diakritikal, dan kata serapan Al-Qur’an. Selain itu akan
dibahas hal-hal yang terkait dengan tema di atas dan mengemukakan
pandangan masing-masing tokoh sembari menyisipkan argumen-
argumennya. Tak pelak, titik persamaan dan perbedaan, kelebihan dan
35
kekurangan masing-masing tokoh akan diungkapkan secara terpadu. Bab ini
sejatinya merupakan jawaban atas masalah-masalah yang diajukan dalam
rumusan masalah.
Bab V adalah penutup. Bab ini memuat kesimpulan penelitian yang
dilengkapi dengan ulasan singkat mengenai saran-saran yang membangun
bagi penelitian selanjutnya.
207
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan dan analisa yang telah dikemukakan pada
bab-bab terdahulu dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Pertama, pada umumnya pandangan sarjana Barat tentang kanonisasi
Al-Qur’an sangat beragam dan berbeda. Hal ini tidak saja berbeda dengan
sarjana Muslim tapi juga berseberangan dengan pandangan sesama sarjana
Barat. Terkait dengan kanonisasi Al-Qur’an ‘Arthur Jeffery dan ‘Abdush
Shabûr Syâhîn secara umum memiliki beberapa pandangan yang bertolak
belakang. Hal ini bisa dikarenakan perbedaan latar belakang, orientasi
keagamaan serta keilmuan yang melekat pada diri Arthur Jeffery dan
‘Abdush Shabûr Syâhîn.
Dalam kepustakaan sarjana Barat kanonisasi Al-Qur’an lebih sering
terkoneksikan dengan kanonisasi Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan
ketimbang kodifikasi yang berlangsung pada masa Abû Bakar. Kendati
demikian Arthur Jeffery perlu membahas kanonisasi Al-Qur’an pada masa
Abu Bakar karena memiliki keterkaitan dengan sumber-sumber bagi proyek
kajiannya. Demikian halnya ‘Abdush Shabûr Syâhîn yang merepresentasikan
sarjana Muslim. Bagi Arthur Jeffery pada masa Nabi telah ada beberapa
sahabat yang memiliki koleksi mushaf pribadi yang kemudian semakin
berkembang pada era Abû Bakar. Mushaf-mushaf para sahabat ini diyakini
oleh Arthur Jeffery sebagai rival atau mushaf tandingan bagi mushaf al-
Imâm, mushaf yang didistribusikan oleh Usman ke beberapa penjuru kota.
Hal ini dapat dipahami karena Arthur Jeffery bermaksud merekonstruksi
kanonisasi yang dilakukan sahabat Usman. Sementara ‘Abdush Shabûr
Syâhîn menganggap mushaf-mushaf tersebut tidak sama sekali dianggap
208
sebagai mushaf tandingan, sebab perbedaan yang dimuat masing-masing
mushaf sangat sedikit dan tetap terkorespondensi dengan bacaan resmi.
Kedua, dalam konteks keilmuan Al-Qur’an, baik Arthur Jeffery
maupun ‘Abdush Shabûr Syâhin memiliki kontribusi yang cukup
berpengaruh bagi para pembacanya. Dalam konteks kanonisasi Al-Qur’an
keduanya memiliki persamaan dan perbedaan dengan kadar perbedaan yang
cukup banyak. Persamaannya mereka berdua terlibat dalam bidang yang
sama, yaitu sejarah Al-Qur’an, dan intens dalam kajian kebahasaan.
Keduanya sama-sama mengamini adanya mushaf-mushaf yang dikoleksi
para sahabat. Akan tetapi ‘Abdush Shabûr Syâhîn memahaminya sebagai
mushaf yang belum lengkap dan sempurna. ‘Abdush Shabur Syâhîn
menegaskan bahwa basis utama dalam pembacaan Al-Qur’an adalah hafalan
dan transmisi lisan. Sementara Arthur Jeffery menjadikan tulisan sebagai
basis utama sehingga ia menemukan banyak perbedaan dalam pembacaan
Al-Qur’an.
B. Saran-saran
Tesis ini turut memberikan pemahaman kepada para pembaca bahwa
kajian studi Al-Qur’an memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam konteks
kajian kanonisasi Al-Qur’an atau sejarah Al-Qur’an banyak teori diajukan,
baik dari kalangan sarjana Barat maupun sarjana Muslim. Maka dari itu
kajian ini perlu mendapat perhatian khusus dari kalangan sarjana maupun
peneliti, terutama untuk mengimbangi laju kemajuan studi Al-Qur’an
kontemporer yang sedang bermekaran dalam kesarjanaan Barat.
Sebagai penutup penulis berharap kajian ini dapat memantik kajian-
kajian berikutnya dan mendapat respons yang positif dari semua kalangan.
Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih atas semua masukan dan saran
berharga yang telah diberikan semua pihak demi kelengkapan kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA
209
BUKU
‘Abdul Karîm, Asy-Syahrastanî, Al-Milal wan Niḫal, Beirut: Dâr Ibnu
Ḫazm, 2006.
‘Abd Khalîfah, Akram, Jam‘ Al-Qur’an:Dirâsah Taḫlîliyyah li
Marwiyyâtihi, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006.
Abû Ja‘far, Ath-Thabari, Jâmi‘ al-Bayân ‘an ta’wîl ây al-Qur’an, diedit oleh
Ahmad Muhammad Syâkir, Kairo: Dâr as-Salâm, 2000.
Abû Zayd, Nashr Ḫâmid, Mafhûm an-Nash, Beirut: Al-Markaz ats-Tsaqafi
al-‘Arabî, 2014.
__________, Naqd al-Khithâb ad-Dînî, Kairo: Sînâ lin Nasyr, 1994.
Al-Abyari, Ibrâhîm, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo,
1995.
Al-Albânî, Nâshiruddîn, Silsilatul Aḫâdîts adh-dho‘îfah wal Maudhû‘ah,
Riyadh: Maktabatul Ma‘ârif, 1992.
Al-‘Asqallânî, Ibn Ḫajar, Al-Ishâbah fî Tamyî as-Shaḫâbah, Beirut: Dâr al-
Kitâb al-‘Arabî, tanpa tahun.
____________, Fatḫ al-Bârî fi Syarḫ Shaḫîḫ al-Bukhârî, diedit oleh ‘Abd al-
‘Azîz ibn ‘Abdullâh ibn Bâz, Kairo; Dâr Mishr al-Maḫrûsah, 2001.
‘Afâf, Al-Mustasyriqûn wa Musykilât al-Ḫadhârah, Kairo: Dâr an-Nadhah
al-‘Arabiyyah, 1980.
Al-Azmeh, Aziz, The Times of History: Universal Topics in Islamic
Historiography, New York-Budapest: Central European University
Press, 2007.
____________, The Emergence of Islam in Late Antiquity: Allah and His
People, Cambridge, Cambridge University Press, 2014.
210
Al-A’zhami, Muḫammad Mushthafa, The History of The Quranic Text,
diterjemahkan oleh Sohirin Solihin, Anis Matta, Ugi Suharto, dll,
Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Adz-Dzahabi, Syamsuddîn, Mîzânul I‘tidâl, Beirut: Dâr al-Kutub al-
Ilmiyyah, 2009.
____________, Thabaqât al-Qurrâ’,disunting oleh Aḫmad Khân, Beirut: Dâ
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997.
Adz-Dzahabi, Muḫammad Ḫusayn, At-Tafsîr wal Mufassirûn, Beirut: Dâr
Al-Fikri, 2000
Al-Barr, Ibn ‘Abd, Al-Istî ‘âb fî Ma‘rifati al-Ashḫâb, diedit oleh ‘Ali
Muḫammad al-Bajawî, Beirut: Dâr al-Jîl, 1992.
Al-Jauzî, Ibnu, Al-Maudhû‘ât al-Kubrâ, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
2011.
Amal, Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Ciputat: Pustaka
Alvabet, 2013.
Arief, Syamsuddin, Orientalis Dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta Gema
Insani Press, 2008.
Arkoun, Mohammed, Min at-Tafsîr al-Maurûts ilâ Taẖlîl al-Khithâb ad-
Dînî, terj. Hâsyim Shâliẖ, Beirut: Dâr Sâqî, 2002.
____________, The Concept Of Revelation: From the people of the Book to
the Societies of the Book, Claremont: Claremont Graduate School, 1987.
Ayoub, Maḫmoud, The Quran and its interpreter, New York: State
University of New York Press,1984
Azaiez, Mehdi, Le Contre-Discours Coranique, Paris: Walter de Guyter,
2015.
__________, Le Coran Nouvelles approches, Paris : CNRS edition, 2012.
211
Badawi, ‘Abdur Raḫmân, Mausû‘ât al-Mustasyriqîn, Kairo: Maktabah
Madbouli, 1992.
__________, Difâ’‘an Al-Qur’ân Dhidd Muntaqidîh, Kairo: Ad-Dâr al-
‘Âlamiyyah lil Kutub wan Nasyr, 1999.
Badawi, Emran, Sectarian Scripture: The Qur’an’s Dogmatic Re-
Articulation of The Aramaic Gospel Traditions In The Late Antique
Near East, Chicago: Chicago University, 2011.
Al-Baghdâdi, Al-Khathîb, Ar-Riḫlah fî Thalab al-Ḫadîts, Beirut: Dâr Ibn
Ḫazm, 2010.
Al-Baiḫaqî, As-Sunan Al-Kubrâ, taḫqîq ‘Abdul Qâdir ‘Athâ’, Beirut: Dâr al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
Al-Bâqilânî, Abû Bakr, Al-Intishâr lil al-Qur’an, diedit oleh Ishamud Din al-
Qudhat, Beirut: Dar Ibn Hazm, 2001.
Bakar, Osman, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu,
diterjemahkan oleh Purwanto, Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
Al-Ba‘labakki, Munîr, Al-Mawrid: Qâmûs Inklizî-‘Arabî, Beirut: Dâr al-‘Ilm
lil Malâyîn, 1989.
Bauer, Walter, A Greek- English Lexicon ot the New Testament and Other
Early Christian Literature, Chicago: The University ofChicago
Press, 1979.
Barr, James, Al-Kitab di Dunia Modern, diterjemahkan oleh I.J. Cairns,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Bell, Richard, The Origin of Islam in it’s Christian Environment, Routledge:
Routledge Press, 1968.
Billah, Al-Mu’tazz, ‘Abdush Shabûr Syâhîn: Al-‘Alim wal-Mufakkir wad
Dâ’iyah, Kairo: Darul Wafa, 2000.
212
Blachere, Regis, Al-Qur’an: Nuzûluhû wa Tadwînuḫu wa Tarjamatuhu wa
Ta’tsîruhu, diterjemahkan oleh Ridhâ Sa‘âdah, Beirut Dâr al-Kitâb
al-Lubnânî, 1973.
___________, Introduction Au Coran, Paris: Maissonneuve, 1974.
Boullata, Issa, Literary Structures of Religious Meaning of In The Qur’an,
London: Routledge, 2000.
Brown, Peter, The World of Late Antiquity: From Marcus Aurelius to
Muhammad, London: Thames and Hudgson, 1971.
Al-Bukhârî, Al-Jâmi’ Ash-Shaḫîḫ, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997.
Syâhîn, ‘Abd as-Shâbûr, Târîkh al-Qur’ân, Kairo: Nahdet Mishr,
2005.
Burman, T.E., “Polemic, Philology, and ambivalence: Reading the Qur’an in
Latin Christendom”, dalam Journal of Islamic Studies Vol. 15, 2004.
Burton, John, Umat Berkitab:Wibawa Al-Kitab dalam Kekristenan, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1993.
___________, The Collection of The Qur’an,Cambridege: Cambridge
University Press, 1979.
___________, The Spirit and The Letter: Studies in the Biblical Canon,
London: SPCK, 1997.
Chapman, Stephen B., The Law and the Prophets: A Study in Old Testament
Canon Formation,Tubingen: Mohr Siebeck, 2000.
Cole, Juan, Muhammad Prophet of Peace Amid the Clash of
Empires,diterjemahkan oleh Adi Toha, Depok: Alvabet, 2018.
Cragg, Kenneth, The Event of the Qur’an: Islam and Its Scripture, London:
George Allen and Unwin, 1972.
Crone, Patricia, Meccan Trade and the Rise of Islam, New Jersey: 1987.
Crone, Patricia dan Michael Cook, Hagarism : The Making of The Islamic
World, Cambridge: Cambridge University Press, 1977.
213
Curthoys, Ned, The Legacy of Liberal-Judaism: Ernst Cassirer and Hannah
Arendt’s Hiden Conversation, Brooklyn: Berganghn Books, 2013.
Ad-Dânî, Abû ‘Amr, Al-Muqni‘Fî Ma ‘rifati MarsûmiMashâḫifi Ahl al-
Amshâr, diedit oleh Muhammad Ahmad Humân, Damaskus: Dâr al-
Fikr, 1983.
Daniel, Norman, Islam and the West, The Making of An Image, Boston:
Oneworld Publication, 2000.
Darrâz, ‘Abdullâh, Madkhal Ilâ al-Qur’an al-Karîm, diterjemahkan oleh
Muhammad ‘Abd al-‘Adzim ‘Alî, Kairo: Dâr al-Qalam, 2003.
Donner, Fred, Muhammad dan Umat Beriman, terj. Syafaatun al-Mirzanah,
Jakarta: Gramedia Pustaka, 2015.
__________, Narratives of Islamic Origins, Princeton: The Darwin Press,
1998.
Eliade, Mircea, The Sacred and Profane: The Nature of Religion,
diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Willard R. Trask, New York:
A Harves Book, 1957.
Geiger, Abraham, Al-Yahûdiyyah wal Islâm, diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab oleh Nabîl Fayyâdh, Beirut: Dâr ar-Râfidhîn, 2018.
Al-Ḫajjâj, Muslim bin, Shaḫîḫ Muslim, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
1998.
Al-Ḫâkim, Abû ‘Abdillâh, Al-Mustadrak ‘Alâ as-Shaḫîḫayn, Beirut: Dâr al-
Ma‘rifah, 1998.
Al-Ḫamd, Ghânim Qaddûrî, Rasm al-Mushḫaf: Dirâsah Lughawiyyah
Târikhiyyah, Baghdad: Al-Lajnah al-Wathaniyyah, 1982.
Ḫasan, Fathimah Nashruddin dan Omar bin Yusuf, Kitâb Al-Mashâḫif lil
Imâm Abû Bakr bin Muḫammad bin Al-Qâsim al-Anbârî: Jam‘an wa
Dirâsatan wa Tautsîqan, Ommdurmân: Universitas Ommdurmân,
2009.
214
Hodgson, Marshall G.S, The Venture of Islam, diterjemahkan Mulyadhi
Kertanegara, Jakarta: Penerbit Paramadina, 2002.
Ibnu ‘Athiyyah, Muqaddimah Tafsîr al-Muḫarrar al-Wajîz, taḫqîq Arthur
Jeffery dalam Muqaddimatâni fi ‘Ulûm al-Qur’ân, (Kairo: Maktabah
al-Khanjî, 1954)
Ibnu an-Nadîm, Muḫammad, Al-Fihrist, diedit oleh Muḫammad ‘Awnî
‘Abdur Raûf dan Ȋmân as-Sa‘îd Jalâl, Kairo: al-Hay’ah al-‘âmmah li
Qushûr ats-Tsaqâfah, 2006.
Ibnu Taimiyah, Taqiyuddîn, Muqaddimah fî ‘Ulûm at-Tafsîr, Beirut: Dâr Ibn
Hazm, 2002.
Idris, Suhail, Al-Manhal: Qâmûs Arabî-Faransî, Kairo: Dâr al-Adâb, 2013.
Jabali, Fuad, Sahabat Nabi: Siapa, Kemana, dan Bagaimana, Bandung:
Mizan, 2012.
Jansen, JJ.G, Diskursus Tafsir Al-Qur’an Modern, diterjemahkan Hairus
Salim dan Syarif Hidayatullah, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1997.
Aljazarî, Ibnu, Ghâyatun Nihâyah fî Thabaqât al-Qurrâ, Beirut: Dâr al-
Kutub al-Ilmiyyah, 2006.
Jeffery, Arthur, The Foreign Vocabulary of The Qur’an, kata pengantar
Gerhard Bowering dan Jane Dammen McAuliffe, Leiden: Brill,
2007.
_____________, The Qur’an as Scripture, New York: R.E. Moore
Company, 1952.
_____________, (ed.), Muqaddimatâni fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Kairo: Maktabah
al-Khanjî, 1954.
_____________, Materials for the History of the Text of the Qur’an: the Old
Codices, Leiden: E. J. Brill,1937.
215
__________, (ed.), Al-Muqaddimatânî fi ‘Ulûm al-Qur’an, Kairo: Maktabah
al-Khanji, 1954.
__________, Muqaddimah Arthur Jeffery Li Kitâb al-Mashâḫif, Kairo:
Muassasah al-Qurthubah, Tanpa tahun.
Wansbrough, John, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural
Interpretation, ed. Andrew Rippin, Oxford: Oxford University Press,
1977.
Kafâfî, Muḫammad, Muḫammad ‘Alî: Ru’yatun li ḫâditsati al-Qal’ah, Kairo:
Al-Hay’ah al-Mishriyyah al-Ammah lil Kitâb, 1992.
Al-Kannâni, Ibnu ‘Arrâq, Tanzîh asy-Syarî’atil Marfû‘âh, Beirut:Dâr al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997.
Keener, Hubert James, A Canonical Exegegis Of the Eight Psalm, Winona
Lake:Eisenbrauns, 2013.
Khalafullah, Muḫammad Aḫmad. Al-Fann al-Qashashî fî Al-Qur’ân, Kairo:
Sînâ li an-Nasyr, 1998.
Koren, Judith, dan Yehuda Nevo, Crossroads to Islam: The Origins of the
Arab Religion and the Arab state, New York: Prometheus Books,
2003.
Al-Khûlî, Amîn, Manâhij At-Tajdîd Fin Naḫwi wal Balâgh wat Tafsîr wal
Adabi, Kairo: Dâr al-Ma‘rifah: 1961.
Al-Khûî, Abû al-Qâsim, Al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur’ân, Beirut: Syirkat al-
A’lamî li at-Turâts, 1974. h. 240-259. Subḫânî,Muḫammad
‘Inâyatullâh Asad, Bahjatul Janân Fî Târikh Tadwînil Qur’an,
Kerala: Muassasah Nizhâmul Qur’ân, 2014.
Langermann, Y. Tzvi, (ed.), Adaptations and Innovations: Studies on
interaction between Jewish and Islamic Thought, Paris: Louvain,
2007.
Lawrence, Bruce, The Qur’an: Biography, New York: Grove Press, 2006.
216
Leaman, Oliver, The Qur’an: An Encyclopedia, New York: Routledge, 2008.
Levering, Miriam (ed.), Rethinking Scripture: Essays from a Comparative
Perspective, Albani: State University of New York Press, 1989.
Madigan, Daniel, The Qur’an’s Self Image: Writing and Authority in Islam’s
Sripture, Princeton: Princeton University Press, 2001.
Al-Maḫmûdî, Muḫammad Bâqir, Al-‘Asal al-Mushaffâ’ Tahzhîb Zaynul Fatâ
fî Syarḫ sûrah Hal Atâ, taḫqîq, Qûm: Majma’ Iḫyâ’ ats-Tsaqâfah al-
Islâmiyah, 1418
Manzour, S. Parvez, Methode Againts Truth: Orientalism and Quranic
Studies, Routledge: New York, 2001.
Manzhûr, Ibnu, Lisân al-‘Arab, Beirut: Dâr Shâdir, 1997.
Ma’rifat, Hâdî Ma‘rifat, Sejarah al-Qur’an, diterjemahkan oleh Taha
Musawa, Jakarta: Al-Huda, 2007.
Martin, Richard C, (ed.), Approaches to Islam in Religious Studies” Arizona:
The University of Arizona Press, 1985.
McAuliffe, Jane Dammen, Quranic Christians: an Analysis of Classical and
Modern, Cambridge: Cambridge University Press, 1991.
_____________,(ed.),Cambridge Companion to the Qur’an, Cambridge:
Cambridge Universirty Press, 2006.
_____________, Encyclopaedia of the Qur’an, Leiden: Brill: 2003.
Al-Mishri, ‘Abdullâh, ‘Abdush Shabûr Syâhîn: Al-Mufassir Al-Minbari wa
Faqîhul Qur’ân wal Lughah, Kairo: Dâr al-Wafa, 2011.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitan Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2004).
Mustaqim, Abdul, Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir, Yogyakarta:
Idea Press, 2017.
217
Muzayyin, “Pendekatan Historis-Kritis dalam studi Al-Qur’an (Studi
Komparatif terhadap Pemikiran Theodor Noldeke dan Arthur
Jeffery),” Tesis, UIN Sunan Kalijaga, 2015. Tidak diterbitkan.
Neuwirth, Angelika dan Nicolai Sinai, (ed.), The Qur’an in Context, Leiden:
Brill, 2009.
_________, The Qur’an and Late Antiquity: A Shared Heritage, terj.Samuel
Wilder, Oxford: Oxford University Press, 2019.
Nia, Morteza Karimi, Bibliography of Qur’anic Studies in European
Languages, Qum: Center for Translation of the Holy Quran
[CTHQ], 2013
Nollin, Kenneth E., The al-Itqân and Its Sources: A Study of al-Itqân fî
‘Ulûm al-Qur’ân by Jalâl al-Dîn al-Suyûthî with special reference to
al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân by Badr al-Dîn al-Zarkâsyî, Hartford
Seminary Foundation, 1968.
Nöldeke, Theodore, Târikh Al-Qur’ân, diterjemahkan oleh George Tâmir,
Beirut: Muassasah Konrad, 2004.
____________, The History of the Qur’an, terj. Wolfgang H. Behn, Leiden:
Brill, 2013.
Paret, Rudi, The Study of Arabic and Islam at German Universities: German
Orientalists since Theodor Nöldeke, Weisbaden: Franz Steiner,
1968.
Peters, .E., Muhammad and the Origins of Islam, Albany: State University of
New York Press, 1994.
Pollock, Sheldon, The Language of Gods in the World of Men, London:
University of London, 2006.
Al-Qaththân, Mannâ, Mabâḫits Fi ‘Ulûm al-Qur’an, Kairo: Maktabah
Wahbah, 2004.
218
Al-Qâdhî, ‘Abdul Fattâḫ, Târîkh al-Mushhaf asy-syarîf, Kairo: Maktabah al-
Jundi, tanpa tahun.
Al-Qusyairî, Abû al-Qâsim, Ar-Risâlah al-Qusyairiyyah, ditahqiq oleh
‘Abdul Ḫalîm Maḫmûd, Al-Maktabah at-Taufîqiyyah: Kairo, 2003.
Qutaybah, Abu Muhammad, Ta‘wîl Musykil al-Qur’an, disunting oleh
Assayyid Ahmad Shaqr, Kairo: Maktabah Dâr at-Turâts, 2006.
Ar-Raysûni, Al-Quthb, An-Nash al-Qur’ânî min Tahâfutil Qirâah ilâ Ufuq
at-Tadabburi, Marokko: Mansyûrât Wizârat al-Awqâf wasy Syu’ûn
al-Islâmiyyah, 2010.
Reynolds, Gabriel Said, The Qur’an and its Biblical Subtext, New York:
Routledge, 2010.
_______________(ed.), The Qur’an in its Historical Context, New York:
Routledge, 2008.
_______________(ed.), New perspectives on the Qur’an: The Qur’an in Its
Historical Context 2, New York: Routledge, 2011.
Qurbani, Ummu Humairo, “The Origin of the Qur’an as Scripture: a study on
Arthur Jeffery’s thought,” Tesis, Universitas Gajah Mada, 2008.
Tidak diterbitkan.
Rahman, Fazlur, Islam, terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, 2000.
_____________, Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas Mahyuddin, Bandung:
Penerbit Pustaka, 1983.
Rippin, Andrew (ed.), The Qur’an: Style and conten, Sydney: Ashgate
Variorum, 2001.
____________, The Cambridge Companion to The Qur’an, Cambridge:
Cambridge University Press.
___________(ed.), The Blackwell Companion to the Qur’an, Oxford:
Blackwell Publishing, 2006.
219
____________, “The Designation of foreign languages in the exegegis of the
Qur’an”, dalam Medievel Scriptural Exegegis in Judaism,
Christianity and Islam, New York: Oxford University Press, 2003.
Ryrie, Charles C., Teologi Dasar 1 “Panduan Populer untuk Memahami Al-
kitab”, Yogyakarta: Yayasan Andi, 1991.
Said, Edward, Orientalism: Western Conception of The Orient, New York:
Vintage Books, 2003.
Saleh,Waled, The Formation of the Classical tafsir Tradition: The Qur’an
Commentary of al-Tha‘labî, Leiden: Brill, 2004.
Ash-Shâliḫ, Shubî, Mabaḫits Fî ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut: Dâr al-‘Ilmi lil
Malâyîn, 1977.
Shaban, Muhammad, Islamic History: A New Interpretation, Cambridge:
Cambridge University Press, 1994.
Small, Keith E., Textual Criticism and Quran Manuscripts, Plymouth:
Lexington Books, 2011.
Sulaymân, Musâ‘id ibn, Al-Muḫarrar Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Jeddah: Markaz
ad-Dirâsât wa al-Ma‘lûmât al-Qur’âniyyah, 2008.
Saeed, Abdullah, Interpreting the Qur’an: Toward Contemporary Approach,
New York: Routledge, 2006.
Saeed, Al-Moataz bin, ‘Abdush Shabûr Syâhîn Sittûna ‘âman fî Jâmiatil
Qâhirah, Kairo: Dar al-I‘tisham, 2011.
As-Sijistânî, Ibnu Abî Dâud, Al-Mashâḫif, diedit dan dikaji oleh
Muḫibbuddîn ‘Abd Subḫân Wâ‘izh, Beirut: Dâr al-Basyâir al-
Islâmiyyah, 2002.
As-Sakhâwî, Syamsuddîn, Al-Maqâshid al-Ḫasanah, Beirut: Dârul Kutub al-
‘Ilmiyyah, 2002.
220
Sezgin, Fuad, Târîkh at-Turâts al-‘Arabî, diterjemahkan oleh Maḫmûd
Fahmî Ḫijâzî, (Qum: Maktabah Âyatullâh al-‘Uzhmâ’ al-Mar’asyî,
1412.
Schimmel, Annemarie, Mengurai Ayat-Ayat Allah, diterjemahkan oleh
Khairul Anam, Depok: Insiasi Press, 2005.
Schoun, Fritjhof, Memahami Islam, diterjemahkan oleh Anas Mahyuddin,
Bandung: Pustaka, 1983.
As-Sijistâni, Ibnu Abî Daud, taḫqîq Arthur Jeffery, Kairo: Maktabah ar-
Raḫmâniyyah, 1936.
Smith, Wilfred Cantwell, Islam and Modernity, New York : A Mentor Book,
1961.
Sirry, Mun’in, Polemik Kitab Suci, Jakarta: Gramedia, 2013
As-Suyûthî, Jalâluddîn, Al-la’âliu’ al-Mashnû‘ah fil aḫâdîts al-Maudhû‘ah,
Beirut: Dâr al-Fikr, 1992.
Southern, R.W.Western Views of Islam in the Middle Ages, Harvard: Harvard
University Press, 1978.
Spellberg, Denise A, Kontroversi Al-Qur’an Thomas Jafferson, Jakarta:
Pustaka Alvabet, 2010.
Syahibah, Muḫammad Abu, Al-Isrâiliyyât wal Maudhû ‘ât fî Kutub at-
Tafsîr, Kairo: Maktabah as-Sunnah, 2006.
Asy-Syanqithi, Sâlim Muḫammad, Al-Mabânî li Nazhmil Al-Ma‘ânî lam
Ya‘ud Majhûl al-Mu’allif, Madinah: Kulliyyatul Mu’allimîn, 1426
H.
Syâhîn, ‘Abdush Shabûr, Ḫadîts al-Ayyâm, Kairo: Maktabah Madbouli,
2012.
__________, Qishshatu Abû Zayd wa inhisâr al-‘Almâniyah fî Jâmi’at al-
Qâhirah, Kairo: Dâr al-I’tisham, 200o.
221
__________, Târîkh Al-Qur’an , Kairo: Nahdet Mishr, 2007.
__________, Saat Al-Qur’an Butuh Pembelaan, terj. Amru Harahap, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2006.
Syâthi’, ‘Aisyah bint ‘Abdurraḫmân, Al-I‘jâz al-Bayânȋ fi al-Qur’ân wa
Masâil ibn al-Azraq, Kairo: Dâr al-Ma‘ârif, 1998.
___________, Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut: Dâr al-Fikr, 2001.
Syukri, Ghâlî, Thaqâfât an-Nizhâm Al-‘Asywâ‘i: Takfîr al-‘Aql wa ‘Aql at-
Takfîr, Kairo: Hay’ah al-‘ Ammah lil Kutub, 2015.
At-Thayyâr, Musâ‘id, Fushûl fî Ushûl Tafsîr, Riyadh: Dâr an-Nasyr ad-
Daulî, 1993.
__________, Anwâ‘ut Tashnîf al-Muta‘alliqah bi Tafsîr al-Qur’ânil Karîm,
Riyâdh: Dâr Ibnul Jawzî, 1434
__________, Al-Muḫarrar fî ‘Ulûm al-Qur’an, Jeddah: Markaz ad-Dirâsât
wal Ma‘lûmât al-Qur’âniyyah, 2008.
Ath-Thûsi, Najmuddîn, Al-Instishârât al-Islâmiyyah, ditahqiq oleh
Muḫammad Hijâzi as-Saqâ, Maktabah al-Azhariyyah: Kairo, 1997.
Van der, Kooij A. dan Toorn K. van der (ed.), “The Muslim Canon from
Late Antiquity to the Era of Modernism,” Canonization and
Decanonization, Leiden: Brill, 1998.
Versteegh, C.H.M., Arabic Grammer and Qur’anic Exegesis in Early Islam,
Leiden: Brill, 1993.
Wansbrough, John, Quranic studies :Sources and Methods of Scriptural
Interpretation, Oxford: Oxford University Press, 1977.
Watt, Montgomery, Richard Bell: Pengantar Al-Qur’an, diterjemahkan oleh
Lilian Tedjasuhana, Jakarta: INIS, 1998.
_______________, Muhammad at Mecca, London: Oxford University Press,
1953.
Wild, Stefan (ed.), The Qur’an as Text, Leiden: E.J. Brill, 1996.
222
Zammit, M.R., A Comparative Lexical Study of Quranic Arabic, Leiden:
Brill, 2002.
Az-Zarkasyî, Badr ad-Dîn, Al-Burhân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, diedit oleh
Muhammad ‘Abû al-Fadhl Ibrâhîm, Kairo: Maktabah Dâr at-Turâts,
tanpa tahun.
Az-Zanjânî, Abû ‘Abdillâh, Târîkh Al-Qur’an, diedit oleh Abdur Ra’ûf Sa‘d,
Kairo: Muassasah Al-Ḫalabi, tanpa tahun.
_________, Târîkh Al-Qur’ân, Kairo: Muassasah Hindâwî, 2014.
Az-Zarqânî, ‘Abdul ‘Azhîm, Manâhilul ‘Irfân, Kairo: Dârul ḫadîts, 2002.
Zarzur, ‘Adnân, ‘Ulûm Al-Qur’ân wa I‘jâzuhu wa Târîkhu Tautsîqihi,
Nablus: 2005.
JURNAL
Ahsan, M.M., “The Qur’an and the Orientalists,” dalam The Islamic
Quarterly, Vol. 24, 1980.
Bahansî, Aḫmad, “Al-Qur’an al-Karîm wa Ulûmuhu fî al-Mausû’ât al-
Yahûdiyyah: Dirâsah Naqdiyyah,” Jurnal Dirâsât Istisyrâqiyyah Vol.
iii 2015.
Christopher Melchert, Ibn Mujâhid and the Establishment of Seven Qur’anic
Readings, Studia Islamica, No. 91, 2000, h. 5
Frolow, Dimitry Frolow, “Ibn Al-Nadīm on the History of Qur'anic
Exegesis,” dalam Wiener Zeitschrift Für Die Kunde Des
Morgenlandes,Vol.87,1997,
JSTOR, www.jstor.org/stable/23863156. Diakses 27 Maret 2021.
Al-Hamd, Ghânim Qaddûrî al-Ḫamd, Mu’allif Tafsîr al-Musammâ Al-
Mabânî li Nazhm al-Ma‘ânî, dalam Majallah ar-Risâlah al-
Islâmiyyah, Vol. 164 dan 165 No. 1 1404 H.
223
Hamdan, Omar, Masyrû‘ Al-Mashâḫif Ats-Tsânî fî ‘Ashr al-Umawî,
Majallah a-Buḫûts wad Dirâsât al-Qur’âniyyah,Vol. II No. 5 31 Juli
2007.
_____________, “The Second Mashaḫif Project: A Step Toward
Canonization Of The Qur’anic Text, dalam Angelika Neuwirth,
Nicolai Sinai (ed.), “The Qur’an in Context”.
Heggy, Tarek, “Al-Qirâât al-ḫadâtsiyah wa isykâlât haql at-Tafsîr.”
https://tafsir.net/article/5303/al-qra-at-al-hdathyt-wishkalat-hql-at-tfsyr
diakses 20 Januri 2021.
Heschel, Susannah, “Abraham Geiger and the 19 th- Century Failure of
Christian-Jewish Relations,” dalam Kirchliche Zeitgeschichte, Vol.
16, No. 1, 2003.
www.jstor.org/stable/43751676, diakses 17 Desember 2020.
Hasan, Ḫasan Mandîl, Tazyîf al-Makhthûthât al-‘Arabi lada al-Mustasyriqîn,
dalam Jurnal Dirâsât istisyrâqiyyah, Vol. viii Juli 2016.
Hawting, Gerhard, “The Origins of the Muslim Sanctuary at Mecca,” dalam
Studies on the First Century of Islamic Studies, (ed.), G.H.A.
Juynboll, Carbondale and Edwarsville: 1952.
Hill, Harvey, “The Science of Reform: Abraham Geiger and the
Wissenschaft Des Judentum” dalam Modern Judaism, Vol. 27, No.
3, 2007.
Al-Jaudai, Muḫammad al-Jaudâi, “Abdush Shabûr Syâhîn wa Nashr Abû
Zayd: Ma’rakah Mushthana’ah am Masraḫah Irtijâliyyah,” dalam
https://www.shorouknews.com/columns/view.aspx?cdate=01102010
&id=4d975556-2c51-4c5c-a771-47b7ae71825a, diakses 19 Juni
2021
Jeffery, Arthur, “Arthur Jeffery –Tribute”-dalam The Muslim World Vol.50
1960.
224
_____________,“Progress in the Study of the Koran Text,” dalam The
Muslim World, 25, 1935.
Leaman, Oliver, The Corpus Coranicum Project and the Issue of
Novelty,”dalam Journal of Qur’anic Studies Vol. 15, No. 2, 2013.
Mahdi, Muhsin, “Islam: Muhammad and his Religion, dalam “Journal of
Eastern Studies, Vol. 19, No. 2, 1960.
Motzki, Harold, “The Collection of The Qur’an. A Reconsideration Of
Western Views in Light of Recent Methodological Developments,”
dalam Der Islam78, 2001.
Neuwirth, Angelika, Qur'an and History - a Disputed Relationship Some
Reflections on Qur'anic History and History in the Qur'an,
http://www.jstor.org/stable/25728090, diakses pada 20 Februari 2021
__________, Al-Qur’an bi washfihi nashshan min Nushûsh al-‘Ushûr al-
Qadîmah, diterjemahkan oleh Badr al-Ḫâkimî, dipublikasikan oleh
Mo’minûn bi lâ ḫudûd, dalam Qism ad-dirâsah ad-dîniyyah, 23
Januari 2019
__________, dalam sebuah paper yang bertajuk A Qur’an and History: A
Disputed Relationship some Reflections On Qur’anic History and
History in the Qur’an.
Nia, Morteza karimi, “The Historiography of the Qur'an in the Muslim
World: The Influence of Theodor Nöldeke,” dalam Journal of
Qur'anic Studies, Vol. 15, No. 1, 2013.
www.jstor.org/stable/24280406. Diakses 13 Maret 2021
Poirier, John C, “An Ontological Definition of ‘Canon’?” dalam Bulletin for
Biblical Research, Vol. 24, No. 4, 2014.
www.jstor.org/stable/26371309. Diakses pada 7 April 2021.
Rayn, Patrick Jack, “Arthur Jeffery: A Missionary Islamicist,” dalam The
Muslim World, Vol. 108, No. 3, 2018.
225
Saleh, Walid, “Al-I‘tirâf bi al-Mawrûts al-Qadîm: Anmûdzaj Burhânuddîn
al-Biqâ‘î,” dalam Al-Tafâhom, Vol. XIII No. 49 Musim Panas
1436/2015.
_____________,“Mudâkhalât Awwaliyyah Ḫawla al-Kitâbât al-
Mu’arrikhakh lit Tafsîr billughah al-‘Arabiyyah” dalam Al-Tafahom,
No. 69, Musim Dingin, 2020.
S. Child, Brevards, Introduction to the Old testament as Scripture,
Philadelphia: Fortress,1979.
Saenong, Faried F, “Kodifikasi ‘Ulum Al-Qur’ân Hingga Abad
Pertengahan,” JSQ, Vol. I, No. 1, Januari, 2006.
Sjadzili, Ahmad Fawaid, “Diskursus ‘Ulum Al-Qur’an di Mesir
Kontemporer,” JSQ, Vol. II, No. 2, 2007.
Sundberg, A.C., “Toward a Revised History of of The New Testament
Canon,” dalam Studia Evangelica, Vol. 1 No. 4 1968.
Syah, Mushthafa,“The Early Arabic Grammarians' Contributions to the
Collection and Authentication of Qur'anic Readings:The Prelude to
Ibn Mujāhid's Kitāb al-Sabʿa”, dalam Journal of Qur'anic Studies,
Vol. 6 No. 1 2004.
Tunliu, Misray. “Eksistensi Kanon Al-Kitab dan Relevansinya di Era
Globalisasi,” Jurnal Prudentia, Volume I, No. 2 Desember 2018.
Pollock, Sheldon, “Future Philology? The Fate of a Soft Science in a Hard
World,” dalam Critical Inquiry, Vol. 35, No. 4, 2009, h. 931-961.
www.jstor.org/stable/10.1086/599594, diakses 17 Desember 2020
Welch, Alford T, “Quranic Studies: Problem and Prospect,” dalam Journal
of the American Academy of Religion, Vol. 47 1980.