9
Sering Terjadi Pelanggaran Regulasi Kecelakaan angkutan laut yang menelan banyak korban jiwa dan harta benda terjadi silih berganti. Namun, akar penyebab kecelakaan angkutan laut yang secara prinsip merupakan fenomena "gegar" regulasi itu belum ditangani secara serius oleh pemerintah, khususnya departemen perhubungan. Akibatnya bahaya maut selalu mengintai pengguna jasa angkutan laut setiap saat. Seperti halnya kecelakaan KMP Tri Star yang tenggelam di perairan Palembang dan kecelakaan kapal Senopati Nusantara di perairan Jepara baru-baru ini. Ironisnya, dipagi-pagi buta pihak KNKT dan departemen perhubungan telah mengkambing hitamkan cuaca buruk sebagai penyebab kecelakaan. Padahal banyak faktor teknis dan regulasi yang merupakan penyebab kecelakaan angkutan laut. Potret transportasi laut saat ini boleh dikatakan sangat buram. Buruknya sistem transportasi laut itu juga disebabkan tidak adanya pengadilan maritim yang menangani kasus-kasus kejahatan yang terjadi di laut. Kasus kejahatan di laut, seperti pelanggaran regulasi, perompakan, penyelundupan bbm dan pencurian ikan, selama ini ditangani oleh orang yang kurang mengerti persoalan teknisnya. Sehingga putusan pengadilan umum terhadap kasus-kasus di laut tidak sepadan dengan nilai kejahatan yang telah diperbuat. Hingga saat ini pemerintah belum mampu mengatasi persoalan angkutan laut yang esensial yang menyangkut sistem pemeriksaan kepelabuhan, kelayakan kapal, hingga buruknya manajemen perusahaan pelayaran. Pelanggaran Regulasi

Kapal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BBB

Citation preview

Sering Terjadi Pelanggaran Regulasi

Kecelakaan angkutan laut yang menelan banyak korban jiwa dan harta benda terjadi silih berganti. Namun, akar penyebab kecelakaan angkutan laut yang secara prinsip merupakan fenomena "gegar" regulasi itu belum ditangani secara serius oleh pemerintah, khususnya departemen perhubungan.

Akibatnya bahaya maut selalu mengintai pengguna jasa angkutan laut setiap saat. Seperti halnya kecelakaan KMP Tri Star yang tenggelam di perairan Palembang dan kecelakaan kapal Senopati Nusantara di perairan Jepara baru-baru ini.

Ironisnya, dipagi-pagi buta pihak KNKT dan departemen perhubungan telah mengkambing hitamkan cuaca buruk sebagai penyebab kecelakaan. Padahal banyak faktor teknis dan regulasi yang merupakan penyebab kecelakaan angkutan laut.

Potret transportasi laut saat ini boleh dikatakan sangat buram. Buruknya sistem transportasi laut itu juga disebabkan tidak adanya pengadilan maritim yang menangani kasus-kasus kejahatan yang terjadi di laut.

Kasus kejahatan di laut, seperti pelanggaran regulasi, perompakan, penyelundupan bbm dan pencurian ikan, selama ini ditangani oleh orang yang kurang mengerti persoalan teknisnya.

Sehingga putusan pengadilan umum terhadap kasus-kasus di laut tidak sepadan dengan nilai kejahatan yang telah diperbuat.

Hingga saat ini pemerintah belum mampu mengatasi persoalan angkutan laut yang esensial yang menyangkut sistem pemeriksaan kepelabuhan, kelayakan kapal, hingga buruknya manajemen perusahaan pelayaran.

Pelanggaran Regulasi

Angkutan laut merupakan moda transportasi yang sarat regulasi. Untuk itu, Indonesia harus meratifikasi berbagai konvensi yang dikeluarkan oleh The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) serta berkewajiban mentaati berbagai regulasi.

Di PBB ada badan khusus yang menangani bidang maritim, yakni International Maritime Organization (IMO), yang secara umum mengatur keamanan angkutan laut, pencegahan polusi serta persyaratan, pelatihan dan pendidikan awak kapal.

Dengan adanya IMO tiap negara anggota (flag state) mempunyai tanggung jawab untuk melakukan berbagai konvensi internasional bagi kapal-kapal yang mengibarkan bendera negaranya.

Namun hingga saat ini kondisi kapal-kapal berbendera Indonesia masih banyak yang tidak mampu memenuhi ketentuan IMO, bahkan banyak terjadi pelanggaran regulasi.

Prinsip dasar keselamatan pelayaran menyatakan bahwa kapal yang hendak berlayar harus berada dalam kondisi seaworthiness atau laik laut.

Artinya, kapal harus mampu menghadapi berbagai case atau kejadian alam secara wajar dalam dunia pelayaran.

Selain itu kapal layak menerima muatan dan mengangkutnya serta melindungi keselamatan muatan dan anak buah kapal (ABK)-nya. Kelayakan kapal mensyaratkan bangunan kapal dan kondisi mesin dalam keadaan baik.

Nakhoda dan ABK harus berpengalaman dan bersertifikat. Perlengkapan, store dan bunker, serta alat-alat keamanan memadai dan memenuhi syarat. Dan yang tidak kalah penting adalah selama beroperasi di laut kapal tidak boleh mencemari lingkungan.

Kondisi di lapangan terutama di pelosok tanah air menunjukkan bahwa aturan yang menyangkut pelaporan sistem manajemen keselamatan (safety management system) sering dimanipulasi.

Padahal untuk menjaga keselamatan kapal dan lingkungan, diberlakukan sistem ISM Code yang disertai dengan Designated Person Ashore (DPA) untuk pengawasan kapal dan mana- jemen perusahaan secara periodik.

Tujuan dari ISM Code adalah untuk memberikan standar internasional mengenai mana- jemen dan operasi kapal yang aman dan mencegah terjadinya pencemaran.

Bagi kapal yang memenuhi regulasi akan diberikan Safety Management Certificate (SMC) sedang manajemen perusahaan pelayaran yang memenuhi regulasi diberikan Document of Compliance (DOC) oleh Biro Klasifikasi Indonesia.

Sistem Komunikasi

Penyebab kecelakaan angkutan laut yang diakibatkan cuaca badai atau gelombang pasang relatif mudah ditanggulangi, karena adanya sistem komunikasi dan laporan BMG yang semakin cepat dan akurat.

Namun pemicu terjadinya kecelakaan angkutan laut akhir-akhir ini lebih disebabkan oleh pelanggaran regulasi serta mudahnya Petugas Pemeriksa Kepelabuhanan (PPK) melakukan manipulasi dalam menjalankan tugasnya.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa begitu mudahnya memanipulasi sertifikat dan dokumen untuk kapal-kapal yang sudah tua serta secara teknis tidak memenuhi kaedah seaworthiness tetapi begitu saja "disulap" sehingga bisa bebas ber- operasi.

Begitu pula, penanganan kecelakaan laut selama ini lebih bersifat administratif dan dokumentatif yang mana terapinya jauh dari akar persoalan keselamatan pelayaran.

Kondisinya masih diperparah lagi dengan belum optimalnya fungsi tugas Mahkamah Maritim seperti di negara-ne- gara lain.

Akibatnya, saat terjadi kecelakaan, jaksa yang menangani perkara tersebut kurang menguasai seluk-beluk teknis yang menjadi penyebab kecelakaan angkutan laut.

Dampaknya berbagai perkara kecelakaan di laut baik dalam "skala Tampomas" hingga skala yang lebih kecil tidak pernah tuntas.

Hingga saat ini pemerintah, khususnya otoritas perhubungan laut, masih gagal menjalankan kewenangan PPK sesuai dengan IMO Resolution A 787 (19). Dalam hal ini implementasi port state control yang menghindarkan kapal dalam keadaan tidak aman belum dijalankan secara baik.

PPK di pelabuhan-pelabuhan Indonesia masih belum melakukan penilaian dan pertimbangan secara profesional terhadap kelaikan kapal.

Sehingga accidental damage atau kerusakan secara tak terduga sering dialami oleh kapal pada saat berlayar. Seharusnya PPK lebih berani melakukan detention order atau perintah penahanan terhadap kapal yang tidak laik.

Selama ini proses pemeriksaan oleh PPK atau Port State Control Officer (PSCO) lebih terkesan formalitas semu bahkan nampak basa-basi.

Dilain pihak data statistik IMO menunjukkan bahwa 80 persen dari semua kecelakaan kapal di laut disebabkan oleh kesalahan manusia akibat buruknya sistem manajemen perusahaan pemilik kapal.

Oleh karena ada penekanan khusus bahwa perusahaan pelayaran harus bertanggungjawab atas keselamatan kapal selain nakhoda, perwira serta ABK dari kapal itu.

Selain itu UU No 21 Tahun 1992 tentang pelayaran telah meratifikasi dan memberlakukan konvensi IMO.

Aspek Perlindungan

Yang mana terkandung beberapa konvensi antara lain Safety of Life at Sea (SOLAS), Convention 1974/78, yakni konvensi yang mencakup aspek keselamatan kapal, termasuk konstruksi, navigasi, dan komunikasi.

Juga masalah Marine Pol- lution Prevention (Marpol), Convention 1973/78, yakni konven- si yang membahas aspek per- lindungan lingkungan, khususnya pencegahan pencemaran yang berasal dari kapal, alat apung dan usaha penanggulangannya.

Selain itu juga Standard of Training Certification and Watchkeeping of Seafarers (SCTW) merupakan konvensi yang berisi tentang persyaratan minimum pendidikan atau pe- latihan yang harus dipenuhi oleh ABK untuk bekerja sebagai pelaut.

Namun, berbagai konvensi tersebut masih belum diaplikasikan dengan baik, masih menjadi hiasan meja pejabat departemen perhubungan.

Akibatnya sektor perhubungan laut di republik ini selalu dicengkeram oleh mara bahaya yang sewaktu-waktu bisa menelan korban jiwa dan harta benda pengguna jasa angkutan laut.

Penulis adalah Pengkaji Masalah Transformasi Teknologi dan Industri

Kampus ITS, ITS Online - Keenam dosen itu masing-masing, Ir Eko Budi Djatmiko MSc PhD, Ir Indrajaya Gerianto MSc, Ir Tri Achmadi PhD, Ir I K Arya Utama MSc PhD, Ir Triwilas MSc, dan Ir Saut Gurning MSc. Mereka berasal dari tiga jurusan FTK, yaitu Jurusan Teknik Perkapalan, Sistem Perkapalan, dan Teknik Kelautan. �Keterlibatan ketiga jurusan itu karena memang persoalan keselamatan kapal laut tidak berdiri sendiri, tapi saling berkait satu dengan lainnya pada displin ilmu di jurusan itu. Itu sebabnya, tim pengkaji ini berasal dari pakar tiga jurusan itu,� kata Ir Eko Budi Djatmiko MSc, PhD selaku koordinator tim.

Diungkapkan Eko, tim yang dibentuk ini bekerja untuk melakukan berbagai kajian terhadap kecelakaan kapal yang hampir tiap tahun terjadi, terutama pada musim angin barat seperti saat ini. �Momentumnya memang kecelakaan kapal akhir-akhir ini yang jaraknya relatif dekat sekali, seolah susul-menyusul. Kecelakaan yang menimpa K M Senopati yang telah menelan korban cukup banyak adalah sebagai salah satu contoh. Kami terpanggil untuk melakukan berbagai kajian itu,� paparnya.

Eko pun melanjutkan, pihaknya terpanggil untuk melakukan pengkajian karena berbagai komentar di media massa tidak menempatkan latar belakang dan dasar ilmu perkapalan dan kelautan dengan benar, sehingga seringkali malah menyesatkan. �Kalau komentar yang tidak berdasar itu kemudian dijadikan sebagai pijakan untuk mengambil keputusan atau kebijakan, maka hasilnya akan keliru atau bahkan merugikan,� jelas doktor lulusan University of Glasgow, Inggris.

Misalnya, imbuh Eko, tentang larangan kapal untuk tidak beroperasi selama beberapa hari, karena diramal akan ada gelombang besar yang melanda kawasan perairan tertentu. Ini tidak sepenuhnya benar, lanjutnya, karena gelombang besar tidak muncul atau berlangsung secara kontinyu atau terus menerus. �Tapi faktanya larangan itu telah diambil dan akibatnya harga kebutuhan pokok di luar Jawa yang memang mengandalkan pasokan dari Jawa, mengalami kenaikan yang luar biasa. Padahal secara keilmuan gelombang besar tidak pernah berlangsung kontinyu dan lama, juga seharusnya tidak semua kapal dilarang berlayar, karena ada kapal-kapal tertentu yang sudah didesain untuk bisa mengatasi gejala alam itu,� tandasnya.

Celakanya lagi, kata Eko menambahkan, larangan itu diambil hanya berdasarkan pada kecelakaan kapal yang terus-menerus, bukan pada kajian pada hasil pengukuran gelombang pada periode tertentu. �Kita memang belum punya peta gelombang laut, karena memang belum pernah dilakukan pengukuran gelombang laut, sehingga yang diambil adalah bagaimana cara yang paling aman,� katanya.

Sementara itu, Ir Tri Achmadi Ph.D, mengatakan, ada banyak penyebab kecelakaan kapal laut bisa terjadi, mulai dari soal paling sederhana dan mudah, yakni tidak

diindahkannya keharusan tiap kendaraan yang berada di atas kapal untuk di ikat (lashing) hingga persoalan pada penempatan barang yang tidak memperhitungkan titik berat kapal dan gaya lengan stabil. �Jadi kita tidak bisa mengatakan penyebab kecelakaan sebuah kapal dengan pasti, tapi perlu dilakukan pengkajian. Nah tim ini akan mencoba melakukan itu. Tujuannya agar kecelakaan tidak terjadi lagi di kemudian hari atau paling tidak bisa diminimalisir,� tegasnya.

Doktor lulusan University of New Castle Upon Tyne Inggris ini menambahkan, jika kita mau perpegang pada aturan yang ada dan itu dijalankan dengan baik, maka berbagai macam kecelakaan terhadap moda transportasi dimana pun, baik di laut, udara maupun di darat, sesungguhnya bisa ditekan. �Di kapal misalnya, ke depan sudah tidak perlu untuk ditawar-tawar lagi bahwa tiap kendaraan yang berada di atas kapal wajib untuk diikat atau di-lashing, termasuk kendaraan yang berada di atas kapal penyeberangan Surabaya-Kamal. Tapi sering kali kita mengabaikannya, dan yang lebih parah lagi, faktor keselamatan tidak dimasukkan ke dalam unsur pembiayaan, padahal safety itu ada ongkosnya,� komentar Tri.

Para anggota tim berharap apa yang akan dikaji oleh mereka bisa dijadikan sebagai masukan untuk kembali meninjau hal-hal yang berkait dengan faktor keselamatan yang mungkin selama ini diabaikan oleh operator, masyarakat tjuga pemerintah yang mengeluarkan peraturan. (humas/th@)

5. RMS Titanic

Jumlah korban : 1.517 org

RMS Titanic adalah sebuah kapal penumpang kelas berat yg dimiliki perusahaan pelayaran White Star Line. Pada tanggal 14 April 1912 dalam pelayaran perdananya , Titanic menabrak sebuah iceberg (gunung es) dan tenggelam 2 jam 40 menit kemudian. Pada saat pertama kali diluncurkan Titanic menjadi kapal uap penumpang terbesar di dunia. Titanic dibangun dengan teknologi paling baru pada masa itu dan diiklankan sebagai kapal yg “tidak akan bisa tenggelam” dalam brosur-brosur promosinya. Tragedi Titanic sangat mengguncang dunia karena disamping kapal yg “canggih” kru kapal jg terdiri dari orang-orang yg sangat berpengalaman, namun korban yg tewas masih sangat besar. Tragedi ini kemudian merubah hukum-hukum maritim di dunia dan penemuan bangkai kapal pada tahun 1985 semakin membuat musibah Titanic menjadi legenda sampai saat ini.

1. MV Doña Paz

Jumlah korban : 4.375 org

Doña Paz adalah kapal ferry penumpang yg tenggelam setelah bertabrakan dengan kapal tangker “Vector” pada tanggal 20 Desember 1987. Saat itu kapal sedang melakukan perjalanan dari kepulauan Samar – Filipina. Ketika berada di selat Tablas diantara pulau Mindoro dan Tablas kapal bertabrakan dengan kapal tangker “Vector” yg sedang membawa 8.800 barel minyak. Muatan dari kapal tangker itu langsung terbakar dan menyambar Doña Paz. Saking ganasnya api Doña Paz tenggelam hanya beberapa menit kemudian.

Meskipun pernyataan resmi dari pihak berwenang jumlah penumpang adalah 1.568 org (meski kapasitas maksimum kapal hanya 1.518 org) tapi dari berbagai kesaksian korban selamat saat itu kapal benar-benar kelebihan muatan dan akhirnya diketahui jumlah korban tewas adalah 4.375 org. 21 org korban selamat karena bisa berenang menjauhi kapal dan tidak ada waktu untuk menurunkan sekoci penyelamat. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa kru kapal tidak bisa memenuhi standar keamanan dan ijin pengoperasian kapal ternyata sudah habis. Musibah Doña Paz sampai saat ini menjadi kejadian kecelakaan laut terburuk dalam sejarah.