Upload
phamdan
View
238
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i; , KAPASITAS ANTIOKSIDAN DAN HUBUNGANNYA
DENGAN NILAI TOTAL PENOL EKSTRAK SAYURAN INDIGENOUS
DINY AGUSTINI SANDRASARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kapasitas Antioksidan dan
Hubungannya dengan Nilai Total Fenol Ekstrak Sayuran Indigenous adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau d i i t i p dari
karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2008
Diny Agustini Sandrasari F 251 040021
This present study was carried out to evaluate antioxidant capacity and its relationship with total phenolic content of indigenous vegetables extracts.
The antioxidant capacity of indigenous vegetables extract was evaluated by four different methods @PPH and ABTS, radical scavenging activity; reducing power and TBA, inhibition of peroxide formation). Total phenolic conteilts were determined using spectrophotometric technique, based on the Folin-Ciocalteau reagent and calculated as gallic acid equivalents, GAEIg dw. Total phenolic cohtent ranged frbm 42.24 - 141.10 pg GAEImg extract.
Alinier positive relationship existed between total phenolic content and DPPH and ABTS scavenging activity (r = 0.9431 and r = 0.9702 respectively), between total phenolic content and reducing power (r = 0.8659), beween reducing power and DPPH and ABTS (r = 0.8992 and 0.9033 respectively), also between total phenolic content and inhibition of peroxide formation (r = 0.8395).
Key word : Total phenolic, antioxidant capacity, indigenous vegetables extract
DINY AGUSTINI SANDRASARI. Kapasitas Antioksidan dan Hubungannya dengan Nilai Total Fenol Ekstrak Sayuran Indigenous. Dibimbing oleh HANNY WIJAYA dan NURI A N D A R W A N .
Hasil pengujian epidemiologi menunjukkan bahwa mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang banyak mengandung senyawa fenol dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung dan kanker. Hal ini dikarenakan, senyawa fenolik yang banyak terdapat dalam tumbuhan dapat berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikd bebas dalam oksidasi lipid. Salah satu jenis sayuran yang dapat berfmgsi sebagai antioksidan adalah sayuran indigenous. Sayuran indigenous merupakan sayuran yang banyak mengandung senyawa fenolik berupa flavonoid. Batari (2007) menunjukkan bahwa sayuran indigenous meilgandung senyawa flavonoid yang berupa flavonol dan flavone.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas antioksidan ekstrak sayuran indigenous dan rnelakukan analisis data mengenai hubungan antam nilai total fen01 ekstrak antioksidan sayuran indigenous dengan kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger, kemampuan mereduksi dan pengharnbat oksidasi lipid lanjut. Sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, pohpohan, katuk, antanan, ginseng, kedondong cina, bunga kecombrang dan krokot. Pembuatan ekstrak antioksidan dari sayuran ini dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol. Data hasil penelitian yang menyatakan hubungan antara nilai total fenol dan kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger, dan kemampuan mereduksi serta hubungan antara kemampuan mereduksi dan kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger d i t u n g menggunakan persamaan regresi linier dan dinyatakan sebagai koefisien korelasi. Persen penghambatan oksidasi lipid lanjut didapat dari rata-rata nilai malonaldehid (MDA) yang terbentuk dibagi dengan rata-rata MDA tiap perlakuan yang terbentuk dikalikan 100%.
Hai l analisis mengenai hubungan nilai total fen01 dengan kapasitas antioksidan menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai total fenol berpengamh terhadap aktivitas antioksidan sayuran indigenous. Semakin tinggi nilai total fenol ekstrak sayuran indigenous diketahui semakin mampu menghambat perkembangan radikal bebas maupun oksidasi lipid lanjut.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008. Hak Cipta dilindungr Undang-Undang.
I . Dilarang mengut@ sebagian atau seluruh k q a tulis ini tanpa mencantzcmkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan katya ilmiah, penyusunan laporan, pemrlisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Peizgutipan tidak inerugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh kava tulis
dalam bentuk apapun fanpa izin IPB.
KAPASITAS ANTIOKSIDAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN NILAI TOTAL FENOL EKSTRAK
SAYURAN INDIGENOUS
DINY AGUSTINI SANDRASARI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEICOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
Judul Tesis : Kapasitas Antioksidan dan Hubungannya dengan Nilai Total Fen01 Ekstrak Sayuran Indigenous.
Nama : Diny Agustini Sandrasari
NRP : F 251040021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua
Diketahui
d /
Dr. Ir. N ~ a n u u l a n . MS /mz3Jta
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
&W Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSC
Tanggal Ujian : 22 September 2008 Tanggal Lulus : 1 9 JAK 2009
PRAKATA
Bismillahirrohmanirrohim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang bejudul Kapasitas Antioksidan dan Hubungamya dengan Nilai Total Fenol Ekstrak Sayuran Indigenuus, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasacja, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah memberi dorongan baik dorongan moril maupun materiil. Ucapan khusus penulis sampaikan kepada Prof Dr. Ir. Hamy Wijaya, M.Ag selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Nuri Andanvulan, MS selaku anggota komisi pembimbing yang disela-sela kesibukannya masih dapat meluangkan waktu untuk memberi bimbingari arahan dan dorongan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf di Laboratoriuin Kimia SEAFAST dan Laboratorium Kimia Pusat Studi Biofarmaka (F'ak Raffi, mbak Nunu, dan mbak Ina) atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian ini. Kepada suami tercinta Iman Prihana, SE dan anak-anak (Traditia Rizky Janatiar dan Helmibhimo Rahmandia Fauzan) tercinta atas dukungan cinta kasih, semangat, materiil dan segala perhatiannya. Orang tua (Mamah, Bapak, dan kedua Mertuaku) atas dorongan moril dan materiil serta semangat kepada penulis. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf di Fakultas Teknologi Industri PertaNan UNversitas Sahid Jakarta yang telah membantu dan mendorong penulis hingga selesainya tesis ini
RIWAYAT HIDUP
Penulis didahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Agustus 1970. Penulis adalah anak ke tiga dari empat bersaudara pasangan Eddy Sukirman dan Murniati.
Pada tahun 1983 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri 03 Pagi Cibubur. Tahun 1986 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 49 Jakarta dan lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 39 Jakarta pada tahun 1989. Pada Tahun 1989, penulis diterima di Akademi Kimia Analis (AKA) Bogor dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Teknik Program Studi Teknologi Pangan Universitas Sahid Jakarta dan lulus pada tahun 1996. Dengan berbekal ilmu dari AKA-Bogor, pada tahun 1993 penulis diterima bekerja sebagai laboran di Laboratorium Kimia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan Lingiwngan, Departemen Kesehatan hingga awal tahun 1997.
Penulis memulai karir sebagai asisten dosen di Fakultas Teknik Universitas Sahid Jakarta pada awal tahun 1997 hingga tahun 2000. Kemudian pada tahu11 2000 penulis diangkat sebagai dosen tetap di Fakultas Teknologi Industri Pertanian Program Studi Teknologi Pangan Univesitas Sahid Jakarta hingga sekarang.
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR ISI.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. I
. . . DAFTAR TABEL.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 111
DAFTAR GAMBAR.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. iv
DAFTAR LAMPIRAN.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Tujuan Penelltlan.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . .. .. 3 . . Hipotesis Penelltian.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 3
TINJAUAN PUSTAKA . . . . Oksidasi Llpid.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 5 kntioksidan.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 Sayuran Indigenous.. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .. . 19 Senyawa Fenolik.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
METODOLOGI Telnpat dan Waktu.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24 Bahan dan Alat.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 24 Metode Peneht~an.. . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 25 Pengainatan.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 29 Analisis Data.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Ekstrak Antioksidan Sayuran Indigenous 39
Ekstraksi Komponen Antioksidan.. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 39 Rendemen dan Bahan Kering Ekstrak.. . ... . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . 40
Analisis Data Hubu~lgan Nilai Total Fenol Ekstrak Antioksidan dengan . . Kapasitas Antloksidan.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . ... 42
Analisis Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Sayurail Indigenous 42 Hubungan Nilai Total Fenol dengan Kapasitas Antioksidan Sebagai Radikal Scavenger.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 48 Hubungan Nilai Total Fenol dengan Kemampuan Mereduksi.. . . . . ... 52 Hubungan Nilai Total Fenol dengan Kapasitas Antioksidan Sebagai Penghambat Oksidasi Lipid Lanjut.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 53 Ilubungan Kemampuan Mereduksi dengan Kapasitas Antioksidan Sebagai Radikal Scaveizger.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 55 Hubungan Ke~nampuan Mereduksi dengan Nilai Total Flavonol dan Nilai Total Flavone.. . ... . . . . . . ... ...... .. . .. .. . ... . . . . ... .. .. . . .. . ... . .. ..... 5 8
SIMPULAN DAN SARAN Simpillan ......................................................................... 60 Saran .............................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Nilai total fenol dan kandungan flavonol dan flavon pada sayuran Indigenous ................... .... ....................................................................... 20
Tabel 2 Bentuk substitusi dari flavonoid yang mempunyai aktivitas antiradikal 23
Tabel 3 Hasil pengamatan karakterisasi sifat fisik dan kimia ekstralc antioksidan . . Sayuran znd~genous.. ............................................................. 4 1
Tabel 4 Nilai total fenol, flavonol, flavonol dan flavon, dan kapasitas antioksidan Ekstrak sayuran indigenozrs.. .................................................... 43
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 . Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Ganbar 9 Gambar 10 . Gambarl 1
Gambar 12 . Gambar 1'3 . Gambar 14 . Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17 Gambar IS Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23
Gambar 24 .
Reaksi autooksidasi lipid ................................................ .............................................................. S t d m r Trolox
Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi
.................................... Mekanisme reaksi elektron transfer Reaksi antara DPPH dan antioksidan .................................. Mekanisme realtsi radikal ABTS ....................................... Struktur kompleks MDA-TBA ......................................... Sbulctur beberapa senyawa flavonoid .................................... . . Struktur flavonoid dengan aktivitas antiradikal yang tmgg .................. Bentuk substitusi senyawa flavonoid yang terdapat pada sayuran
.................................................................. Indigenous Bagan alir pe~nbuatan bubuk sayuran indigenozrs ........................... Bagan alir proses ekstraksi komponen antioksidan ......................... Hasil pengukuran pembentukan hidroperoltsida asam linoleat ...... Grafik hubungan nilai total fenol dengan kapasitas antioksidan menggunakan radikal bebas DPPH .................................... Grafik Hubungan Nilai Total Fen01 dengan Icapasitas Antioksidan Menggunakan Radikal Bebas DPPH dan ABTS ...................... Reaksi scrivenging DPPH' oleh flavonoid ...................................... . . Reaksi radikal ABTS dengan ant~oks~dan ........ .. ......................... Grafik bubungan nilai total fen01 dengan ke~nampua~l mereduksi ...
Grafik hubungan antara nilai total fenol dengan ke Penghambatan Pembentukan MDA ....................................................... 54 Grafik hubungan kemampuan mereduksi dengan kapasitas antioksidan menggunakan radikal DPPH ............................. 56 Grafik llubungan kemampuan mereduksi dengall kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger ................................. 57 Grafik hubungan kemampuan mereduksi dengan nilai total flavonol (a) dan nilai total flavonol dan flavon (b) ................. .. .................. 59 Hasil oksidasi radikal bebas DPPH oleh quercetin ....................... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Lampiran 2 Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 11 Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 15 Lampiran 16
Larnpiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
Rekapitulasi hasil pengukuran kadar air sayuran segar, kadar air bubuk kering, rendemen dan kadar bahan kering. .. .. . ..... Hasil pengukuran kadar air berbagai jellis sayuran indigenous Hasil pengukuran kadar air bubuk kering berbagai sayuran Indigenous.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil pengukuran kadar bahan kering ekstrak sayuran . . rndrgelzous . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil pengukuran rendemen ekstrak sayuran indigenous.. . . . . . Hasil pengukuran nilai total fenol ekstrak sayuran indigenous Kurva standar asam galat. .. .. . ... ........ ..... ..... . ..... ........... Hasil pengukuran kemampuan mereduksi elcstrak sayuran Indigenot~~. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil pengulturan kapasitas antioksidan ekstrak sayuran Indigenous menggunakan radikal DPPH.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. Hasil pengukuran kapasitas antioksidan ekstrak sayuran I~idigenotts menggunakan radikal ABTS.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Hasil pengukuran kapasitas antioksidan metode FTC.. . . . . . .. . Masil pengukuran kapasitas antioksidan ekstrak sayuran Iiidigenotrs metode TBA.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... Grafik hubungan nilai total fenol dan kapasitas antioksidan meilggunakan radikal DPPH.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik hubungan nilai total fenol dan kapasitas antioksidan Sebagai radikal scavenger.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik hubungan nilai total fen01 dan kemampuan mereduksi Grafik hubungan nilai total fen01 d m kemampuan penghanlbatan oksidasi lipid lanjut.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... Grafik hubungan kemampuan mereduksi dan kapasitas antioksidan menggunakan radikal DPPH.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Grafik hubungan kemampuan mereduksi dan kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger.. . . . . . . . . . . . .. . . . .. . . . . . . .. Grafik hubungan kemampuan mereduksi dengan nilai total flavonol dan flavon ...... ... . .. .. . ...... ...... .. . .. ... ..... ..... . ..... Hasil pengujian identifikasildeterminasi sayuran indigenous.. .
PEND AHULUAN
La tar Wakang
Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molelrul
tersebut menjadi tidak stabil dan selalu bermaha malgambil elektron dari moleM
atau sel lain.. Radikal bebas dianggap berbahaya karena bersifat tidak stabil dan
menjadi sangat reaktif dalam upaya mendapatkan pasangan elektronnya sehingga
menyebabkan terbentuknya radilcal baru. Pembentukan radikal baru ini @at
meninbulkan kemsakan berbagai komponen sel dalam tubuh seped DNA, dan juga
dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid me~pakan reaksi
yang tqadi antara radikal bebas dengan asam lemak tidak jenuh ganda yang
menyusun membran sel sehingga terbenhk radikal lipid peroksida (Anonim,
2008a).
Salah satu mekanisme untuk mengatasi radikal bebas adalah melalui
antioksidasi. Unhk menjalankan mekanisme tersebut diperlukan antioksidan
Aniioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menghambat tejadinya proses
ohidasi dengan cara menghambat terjadinya reaksi oksidasi pada tahap inisiasi atau
propagasi (Velioglu et al. 1998). Terdapat dua katagori antioksidan yaitu antioksidan
alami dan antioksidan sintetik Antioksidan alami dapat bempa senyawa fenolik
(tokoferol, flavonoids, dan asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloids, turunan
Irlorofil, asam amino dan amina), atau karotenoid seperti asam askorbat (Apak et al.
2007).
Flavonoid memili ikatan difenilpropana yang diketahui dapat berfmgsi
sebagai antimutagenik dan anfikarsiogenik. Selain itu, senya\va ini juga mempunyai
sifat sebagai antioksidan, antiperadangan, antialergi dan dapat menghambat oksidasi
LDL (Low Density Lipoprotein). Eklund et al. (2005) mengataka bahwa senyawa
flavonoid yang banyak terdapat dalam antioksidan alami mempunyai pen@
biologis yang kuat hususnya sebagai antialergi, antibakten, antivirus, anti-
inflammatori, dan antihombotik Beberapa penelitian tentang &ivitas antiohidan
dari senyawra flavonoid telah dilaporkan dan dikatakan bahwa s t d w r dari senyatva
flavonoid berkontribusi terhadap A-tivitasnya (Apak et al. 2007). Akdivitas stmktur
dari flavonoid sangat bergantung pada jumlah dan lokasi gugus fenolik -OH yang
berperan dalam menetralkan radikal bebas. Terdapat tiga strubkr yang
memungkmkan aktivitas scavenging radikal dari flavonoid adalah adanya 3,4-
dihidroksil misalnya o-dihidroksil (stnk-tur katekol) pada cinch B, berperan sebagai
donor elektron dan menjadi target radikal. Struktur 3-OH dari cinch C juga
menguntungkan untuk aktivitas antioksidan flavonoid. Konjugasi ikatan rangkap
pada C2-C3 dengan gugus 4-keto, berperan untuk delokalisasi elektron dari cinch B,
meningkatkan kapasitas scavenging radial. Selain ini adanya gugus 3-OH dan 5-
OH dalam kombinasi dengan fungsi Ckarboni! dan &an rangkap C2-C3
menaikkan ak-tivitas scavenging radikal (Amic et 01.2002).
Sayuran indigenous merupakan sayuran lokal yang sudah lama dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jawa Barat yang diietahui memiliki
khasiat tertentu dan sangat potensial untuk dikernbangkan sebagai pangan yang
bemilai tinggi. ~ a y k a n ini seringkali digunakan sebagai obat-obatan maupun jamu-
jamuan karena mengandung senyawa fitokimia yang beriungsi sebagai antioksidan
yang sangat menguntungkan bagi kesehatan (Exarchou el al. 2002). Diketahui pula
bahwa sayuran ini mempunyai potensi yang sangat baik untuk menjaga kesehatan
dan melindungi dari penyakit jantung koroner dan kanker. Efek antiohidatif dari
sayuran ini terutama disebabkan oleh kandungan senyawa fenoliknya.
Sayuran ir~digenous seperti kenikir, beluntas, mangkokan, ginseng, antanan,
pohpohan, kah& kedondong cina, kemangi: bunga kewmbrang dan lcrokot
merupakan sayuran yang diketahui mengandung senyawa fenol yang berupa
golongan flavonoid. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Batari (2007)
menunjukkan bahwa sayuran indigenous sebagaimana disebutkan di atas
mengandung senyawa flavonoid yang berupa flavonol (quercetiq miricetin dan
kaempferol) dan flavone (luteolin dan epigenin). Flavonol dan flavone merupakan
flavonoid penting yang terdapat dalam tanaman sebab senyawa tersebut diketahui
mernpunyai aktivitas antioksidan dan bersifat sebagai scavenging radikal bebas.
Kedua senyawa tersebut dibedaitan berdasarkan jumlah dan bentuk substitusi dari
gugus hidroksilnya
Metode pengujian terhadap aktivitas antioksidan yang berasal dari ekstrak
sayran yang berisi senyaxra phenolik telah banyak dikembangkan. Metode
pengujian ini dikelompokkan dalam dua kategori yaitu berdasarkan elektron transfer
(ET) dan transfer atom hidrogen (HAT). Pengujian berdasarkan transfer atom
hidrogen dilakukan untuk men@ jumlah atom hidrogen yang dilepaskan pada
reaksi radikal berantai. Lebii jauh dikatakan bah~va HAT me~pakan reaksi
kompetisi antara antioksidan dan substrat membentuk radikal peroksil melalui
dekomposisi senyawa azo. Metode ini meliputi penghambatan dari reaksi lipid lanjut
yang dapat diuji dengan metode TBA Sedangkan pengujian berdasarkan ET
dilakukan untuk mengukur kapasitas antioksidan dalam mereduksi oksidan Pada
reaksi ini tejadi perubahan wama dirnana tingkat pembahan wama berhubungan
dengan konsentrasi antioksidan yang terdapat dalam sampel. Metode pengujian ini
meliputi pengujian total fenol dengan reagen Folin Ciocalteau (FCR), radikal ABTS,
dan DPPH serta kemampuan mereduksi (Apak et 01.2007).
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa meskipun telah banyak
penelitian mengenai ak4vitas antioksidan pada berbagai tanamq tetapi belum ada
penelitian mengenai hubungan antara nilai total fenol dari suatu flavoncid
khususnya yang berasal dari sayuran indigenous dan kemampuan senyawa tersebut
sebagai radikal scavenger, kemampuan mereduksi d m penghambat tejadinya
oksidasi lipid lanjut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kapasitas antioksidan
ekstrak sayuran indigenous dan melakukan analisis data mengenai hubungan antara
nilai total fenol ekstrak antioksidan sayuran indigenous dengan kapasitas
antioksidan sebagai radikal scavenger, kemampuan mereduksi dan penghambat
oksidasi lipid lanjut
Hipotesis
Sayuran indigenous merupakan sayuran yang mengandung senyawa
fenolik berupa flavonoid yaitu flavonol dan flavon yang dapat berperan sebagai
antioksidan. Akivitas strukur dari flavonoid sangat bergantung pada jumlah dan
lokasi gugus fenolik -OH yang berperan dalam menetralkan radikal bebas.
Kemampuan flavonoid dalam menekan perkembangan radikal bebas tersebut
berkaitan erat dengan kemampuannya dalam mendonorkan elektronnya.
Berdasarkan uraian diatas maka:
Semakin tinggi nilai total fen01 rnaka semakin tinggi kemampuan antioksidan
dalam mendonorkan elektromya sehingga semakin tinggi kemampuannya
dalam menekan perkembangan radikal bebas, semakin meningkat
kemampuan mereduksi, dan semakin meningkat kemampuannya dalam
menghambat oksidasi lipid lanjut.
Semakin tinggi kernampuan mereduksi suatu antioksidan maka semakin
besar kapasitas antioksidan dalam menekan perkembangan radikal bebas.
Semakin tinggi nilai total flavonol dan flavon suatu antioksidan maka
semakin tinggi kemampuan mereduksinya
TINJAUAN PUSTAKA
Oksidasi Lipid
Lipid mempakan biomolekul yang paling rentan terhadap oksidasi
terutama asam-asam lemak tak jenuh. Tingkat ketidak jenuhan, jumlah dan ikatan
rangkap suatu asam lemak berhubungan langsung dengan kerentanan terhadap
oksidasi. Oksidasi pada lipid sering disebut sebagai autooksidasi karena reaksi
dapat terjadi walaupun tanpa ada zat pengoksidasi. Oksidasi lipid biasanya
berlangsung melalui proses pembentukan radikal bebas yang terdiri dari tiga
proses dasar yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Buck, 1991).
Inisiasi :
RH h R ' + B'
ROOH+ Mn+ RO' + M("+"' +OH
ROOK+ M("'* -----, ROO' + M"+ + H+ 2 ROOH --+ ROO' + RO' + HzO
Propagasi :
R' + 0 2 -----+ ROO'
ROO' + RH ----a- ROOH + R'
RO' + RH -----+ ROH + R'
Terminasi :
R' + R' ----+ RR
R' + ROO' ----+ ROOR
ROO' + ROO' ---+ ROOR + 0 2
Gambar 1 Reaksi autooksidasi lipid (Kochhar, 1990)
RH, R', RO', ROO', ROOH dan M bertumt-turut merupakan simbol untuk
asam lemak tidak jenuh atau ester dengan atom H pada atom karhon alilik, radikal
alkil, radikal alkoksi, radikal peroksi, hidroperoksida dan logam transisi (Kochhar,
1990).
Pa& tahap awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak
jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya
inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya). Reaksi oksidasi lipid juga
dapat diinisiasi oleh beberapa faktor seperti molekul H202, ROOH, '02.
Tahap propagasi dimulai dengan penambahan molekul oksigen pada
radikal alkil. Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen
membentuk radikal peroksi dimana radikal peroksi ini bereaksi lebih lanjut
dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroperoksida dengan radial alkil,
kemudian radikal alkil yang terbentuk bereaksi dengan oksigen. Dengan demikian
reaksi autoksidasi adalah reaksi berantai radikal bebas(Gutteridge, 1995).
Laju reaksi antara r a d i l alkil dengan oksigen berlangsung cepat, maka
kebanyakan radikal bebas berbentuk radikal peroksi. Akibatnya, reaksi terminasi
utama biasanya melibatkan 2 radikal peroksi. Laju oksidasi meningkat dengan
meningkatnya jumlah ikatan rangkap pada asam Iemak, sebagai contoh, asam
lioleat (18:2) dioksidasi 10 kali lebii cepat daripada asam oleat (18:l) dan asam
linoleat (18:3) dioksidasi 20-30 kali lebih cepat daripada asam oleat.
Hidroperoksida dapat terbentuk pada berbagai posisi dimana ikatan rangkap
berada, sebagai contoh pada asam oleat terdapat 4 hidroperoksida yang dibedakan
atas posisi peroksida yaitu dapat pada posisi 8, 9, 10 atau 11. Semakin banyak
ikatan rangkap asam lemak, maka semakin banyak pula kemungkinan posisi
hidroperoksida yang terbentuk. Hal ini berarti akan semakin banyak jenis produk
degradasi asam lemak yang bersangkutan. Hidroperoksida asam lemak tak jenuh
yang terbentuk karena oksidasi sangat tidak stabil dan dengan mudah terdegradasi
membentuk berbagai senyawa volatil dan nonvolatil. Dekomposisi hidroperoksida
melibatkan pemutusan gugus -0OH sehingga terbentuk radikal alkoksi dan
radikal hidroksi. Radikal alkoksi kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai
C-C sehingga terbentuk aldehid dan radikal alkil atau vinil. Berbagai komponen
dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya hidrokarbon, aldehid, keton, asam
karboksilat. alkohol dan heterosiklik (Buck, 1991).
Antioksidan
Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat mencegah kerusakan pada
makanan yang mengandung lemak. Adanya antioksidan dalam lemak akan
mengurangi kecepatan proses oksidasi. Secara umum, antioksidan didefinisikan
sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlarnbat atau mencegah terjadinya
proses oksidasi lipida. Dalarn arti k h m q antioksidan adalah zat yang dapat menunda
atau mencegah teijadinya reaksi autooksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipida
@dash et d. 2006).
Berdasarkan fimgsinya, antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan
primer d m antioksidan sekmder. Antioksidan primer (antioksidan pemecah rantai)
yaitu antioksidan yang dapat bereaksi dengan radikal lipida lalu mengubahnya
kebentuk yang lebii stabil. Lebii jauh dijelaskan bahwa suatu molekul antioksidan
dapat disebut sebagai antioksidan piimei (AH), jika dapat mendonorkan atom
hidrogennya secara cepat ke radikal lipida (RO') dan radial turunan antioksidan
tersebut (A*) lebih stabil dibandingkan radikal lipida atau mengubahnya ke bentuk
lebii stabil (Gordor, 1990).
Gordon (1990) mendefinisikan bahwa antioksidan sekunder mempakan
antioksidan pencegah yaitu suatu senyawa yang dapat memperlambat laju reaksi
autooksidasi lipida. Antioksidan ini bekeja dengan berbagai mekanisme seperti
mengikat ion metal, menangkap oksigen, memecah hidroperoksida ke bentuk-
bentuk non radikal, menyerap radiasi ultra violet atau mendeaktifkan singlet
oksigen.
Berdasarkan sumber asalnya, antioksidan dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik
adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia. Sedangkan
antioksidan alami adalah antioksidan hasil ekstraksi bahan alami (Ardiansyah,
2008).
Antioksidan sintetik yang penggunaannya luas dan teeebar diselumh dunia
antara lain adalah Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Tert-
ButiI Hidroksi Quinon (TBHQ, Propil Galaf dan Tokoferol. Antioksidan tokoferol
merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan
komersial (Buck, 1991).
BHA memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada lemak hewan
dalam system makanan panggang, namun relatif tidak efekti pada minyak
tanaman. BHA bersifat sangat larut dalam lemak dan tidak larut dalam air,
berbentuk padat putih, dan dijual dalam bentuk tablet atau serpih bersifat volatile
sehingga berguna ke material pengemas (Buck, 1991).
Menurut Sherwin (1990) antioksidan sintetik BHT memiliki sifat serupa
BHA sehingga antioksian ini dapat memberikan efek sinergis bila dimanfaatkan
bersama dengan BHA, berbentuk kristal putih, dan digunakan secara luas karena
harganya yang relatif murah.
Propil galat merupakan kristal putih yang mempunyai karakteristik sensitif
terhadap panas dan terdekomposisi pada titik cair 14S°C, dapat membentuk
kompleks warna dengan ion metal sehingga kemampuan antioksidamya rendah.
Antioksidan ini memberikan efek sinergis dengan BHA dan BHT (Buck, 1991).
TBHQ merupakan antioksidan paling efektif untuk lemak dan minyak
khususnya minyak tanaman karena memiliki kamampuan antioksidan yang baik
pada penggorengan dan kurang baik pada pembakaran. TBHQ yang
dikombinasiican dengan BHA akan memiliki kemampuan antioksidn yang baik pada
pemanwgan. Tokoferol merupakan antioksidan alami yang dapat ditemukan hampir
disetiap minyak tanaman tetapi saat ini telah diproduksi secara kimia. Tokoferol
memiliki karakteristik berwama kuning terang, larut dalam lipida karena
mempunyai rantai C yang panjang. Pengaruh nutrisi secara lengkap dari tokoferol
belum diketahui tetapi a-tokoferol dikenal sebagai sumber vitamin E. Di dalam
jaringan hidup, aktivitas antioksidan tokoferol cenderung a->f3->x->6-tokoferol,
tetapi dalam makanan aktivitas tokoferol terbalik 6-%->f3->a-tokoferol (Belitz
dan Grosch, 1987). Sedangkan menurut Sherwin (1990) urutan tersebut kadang
bervariasi tergantung pada substrat dan kondisi lain seperti suhu.
Trolox atau Trolox-C (asam 6-hidroksi-2,5,7,8-tetrameti1 kruman-2-
karboksilat) merupakan antioksidan sintetik. Secara struktur, trolox sempa dengan a-
tokoferol kecuali penamtian rantai samping hidrokarbon dengan gugus COOH.
Trolox me~pZ+kan padatan tidak b e m a , dan tidak berasa. Trolox stabil pada suhu
22-45'~ (Madhavi et ~2.1996).
Gambar 2 Struktur Trolox (Madhavi et ~1.1996).
Trolox mempunyai aktivitas antioksidan 2 sampai 4 kaii lebii besar daripada
BHA dan BHT dalam minyak tumbuhan dan lemak hewan. Disamping itu trolox juga
dilaporkan bersifat lebih aktif dibandigkan dengan a-tokoferol, propil galat secta
askorbil palmitat (Madhavi et al. 1996).
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa
antioksidan yang t e h t u k dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa
antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditamhhkm ke makanan sebagai M a n
pangan . Menurut Pratt dan Hudson (1992), kebanyakan senyawa antioksidan yang
diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami
telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian
yang dapat diiakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman seperti
pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biuji dan serbuk sari.
Menurut Apak et al. (2007) senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya
adalah senyawa fenolik atau polifenolii yang dapat berupa golongan flavonoid,
turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional.
Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol,
isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi
asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat dan lain-lain. Senyawa antioksidan
alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai (a)
pereduksi, @) penangkap radial bebas, (c) pengkelat logam, (d) peredam
terbentuknya singlet oksigen (Javanmardi et al. 2003)
Menurut Ivkukham (1988), kira-kira 2% dari seluruh k a b n yang dii~to~ntesis
oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang behitan erat dengannya,
sehingga flavonoid melupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Lebi lanjut
disebutkan bahwa sebenamya flavonoid terdapat ddam semua tumbuhan hijau, sehingga
@lab ditemukan pula p& setiap telaah ekstmk tumbuhan. Ditulii oleh Pratt dan
Hudson (1992), kebanyakan golongan dari 5avonoid dan senyawa yang behitan erat
dengannya memiliki sifatsifaf antioksidan baik di &lam lipida cair maupun dalam
makanan berlipida,
Berdasarkan mekanisme kejanya, antioksidan memiliii dua fungsi. Fungsi
pertama adalah sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang
nempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer.
Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogennya secara cepat ke radikal lipida
(R', ROO') atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil, sementara turunan
radikal antioksidan (A') tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding mdikal
lipida. Fungsi kedua melupakan hngsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat
laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai
autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil (Gordon,
1990).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada
lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.
Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi
maupun propagasi (Gambar 3). Radikal-radikal antioksidan (A') yang terbentuk
pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat
bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk m d i i l lipida baru. Menurut Apak et
al. (2007), mekanisme pemutusan rantai dapat terjadi dengan cara :
Tahap inisiasi: L* + AH - LH + A
Radikal lipida
Tahap Propagasi: LO* + AH - LQH + A
LOO' + AH -----+ LOOH + A
Gambar 3. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Apak et al. 2007)
Konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju
oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap
bahkan antioksidan tersebut lenyap menjadi prooksidan (Gambar 4). Pengaruh
jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan,
kondisi dan sampel yang diujikan.
AH + 0 2 - A' + HOUAH + ROOH
I
Gambar 4 Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990).
Pratt dan Hudson (1992) berpendapat bahwa penghambatan oksidasi lipida
oleh antioksidan melalui lebih dari satu mekanisme tergantung pada kondisi reaksi
dan sistem makanan. Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan
tersebut, yaitu (a) pemberian hidrogen, @) pemberian elektron, (c) penambahan
lipida pada cincin aromatik antioksidan, (d) pembentukan kompleks antara lipida
dan cincin aromatik antioksidan. Studi lebih lanjut mengamati bahwa ketika atom
hidrogen labil pada' suatu antioksidan tertentu diganti dengan deuterium,
antioksidan tersebut menjadi tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme
penghambatan dengan pemberian hidrogen lebih baik dibandig pemberian
elektron. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemberian hidrogen atau elektron
mempakan mekanisme. utama, sementara pembentukan kompleks antara
antioksidan dengan rantai lipida adalah reaksi sekunder.
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang menghambat laju reaksi
autooksidasi lipid melalui mehisme yang berbeda dari antioksidan primer. Antioksidan
sekunder seperti asam sitrat, asam askorbat, clan estemya, sering ditambahkan pada
lemak dan minyak sebagai kombiiasi dengan antioksidan primer. Kombi i i tersebut
dapat memberi efek sinergis sehiigga menambah keefektifan kerja antioksidan
primer. Antioksidan sekunder ini beke j a dengan satu atau lebih mekanisme berikut
(a) memberikan suasana asam pada medium (sistem makanan), (b) meregenemi
antioksidan utama, (c) mengkelat atau mendeak t i i kontaminan prooksidan, (d)
menangkap oksigen, (e) mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke bentuk
triplet oksigen (Godon, 1990).
Antioksidan sebaiknya ditambahkan ke lipida seawal mungkin untuk
menghasilkan efek maksimum. Menurut Coppen (1983), antioksidan hanya akan
benar-benar efektif bila ditambahkan seawal mungkin selama periode induksi, yaitu
suatu periode pada awal oksidasi lipida te jadi d i a n a oksidasi masih lmjalan secara
lambat dengan laju kecepatan semgam.
Faktor-Faktor yang Mempengamhi Aktivitas Antioksidan
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap oksidasi lipid juga
mempengaruhi aktivitas antioksidan seperti s~lbstrat lipid, faktor fisik serta
keadaan fisiko kimia sistem lipid. Disamping itu, aktivitas antioksidan juga sangat
dipengaruhi oleh faktor lain seperti struktur dan konsentrasi antioksidan.
Pada umumnya yang tergolong sebagai antioksidan primer adalah
senyawa-senyawa fenolik. Walaupun sebenamya senyawa fen01 tidak bersifat
sebagai antioksidan, tetapi terdapatnya substituen atau gugus pada posisi orto dan
para dapat meningkatkan densitas elektron pada gugus hidroksil melalui efek
induktif. Peningkatan densitas elektron pada OH akan menurunkan energi ikat
oksigen-hidrogen sehingga berakibat pada meningkatnya reaktivitas terhadap
radikal bebas alkil (Gordon, 1990; Maslarova, 2001). Disamping pengaruh
induktif, faktor sterik dan elektronik serta adanya ikatzn hidrogen juga
mempengaruhi kekuatan ikatan atom hidrogen pada antioksidan (A-H).
Aktivitas antioksidan secara mum dipengaruhi oleh konsentrasi dan shuktur
kimia dari 5avonoid Tiga sk&m yang berpengaruh terfiadap aktivitas antioksidan
adalah : (1) struktur odihidroksi (btekol) pada cinch B, berperan sebagai donor elektron
dan menjadi target radiil. Struktur 3-0H dari cinch C juga menguntungkan untuk
aktivitas antioksidan 5avonoid; (2) Konjugasi ikatan rangkap pada C2C3 dengan gugus
4ket0, berperan untuk delokalisasi elektron dari cinch B, menin- kapasitas
scavenging radikal; (3) adanya gugus 3-OH dan 5-OH dalam kombinasi dengan h g s i 4-
karb.mil dan ikatan rangkap C2C3 menaikkan aktivitas scavenging radikal (Amic et al.
2003).
Metode Pengujian AMivitas Antiohidan
Berdasarkan reaksi kimia yang terjadi, metode pengujian aktivitas
antioksidan dapat dibagi dalam dua katagori yaitu: (I) berdasarkan transfer atom
hidrogen (hydrogen atom fransrfer, HAT) dan (2) berdasarkan transfer elektron
(electron tranfer, ET). Pengujian dengan metode HAT didasarkan pada reaksi
kinetik, dan melibatkan reaksi kompetisi dimana antioksidan dan substrat bersaing
membentuk radikal peroksil yang dihasilkan melalui dekomposisi senyawa azo
(Huang et al. 2005). HAT digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan
dalam menghambat radikal bebas (radikal peroksil) oleh donor atom hidrogen.
Mekanisme HAT dari antioksidan yaitu atom hidrogen yang berasal dari phenol
(Ar-OH) ditransfer pada radikal ROO, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
ROO' + AWArOH ------+ ROOH + A- 1 ArO'
Radikal ariloksi (ArO') dibentuk dari reaksi antioksidan phenol dengan peroksil
radikal yang distabilisasi dengan resonansi. Oksidan dan antioksidan bereaksi
dengan ROO', aktivitas antioksidan dapat diukur dari kompetisi kinetik dengan
cara mengukur penghilangan wama oksidan karena kahadiran antioksidan (Huang
et al. 2005).
Sedangkan metode ET didasarkan pada reaksi redoks. Metode ini
digunakan untuk mengukur kapasitas antioksidan yang ditandai dengan perubahzn
wama pada saat reaksi reduksi terjadi. Mekanisme reaksi elektron transfer
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5.
RQQ' + AWArQkl RQQ' + AH+ I&Q@
A H C I A ~ O P + H20 - A-/ArO' + ~ 3 0 '
ROQ' + H3Q' - ROQH + H2Q
Gambar 5 Mekanisme reaksi elektron transfer (Ou et al. 2002)
Pada metode ET, reaksi berjalan lebih lambat dibandiigkan dengan
metode HAT dan reaksi dipengaruhi oleh jenis pelarut dan kondisi pH. Metode ini
merupakan metode yang sangat popuier. Termasuk dalam metode ini adalah
pengukuran total fenol menggunakan reagen Folin-Ciccalteau (FCR),
TEACIABTS, DPPH dan reducing power. Dalam reaksinya, metode ini
dipengaruhi oleh dua komponen yaitu antioksidan dan oksidan. Dasar dari reaksi
ini adalah reaksi transfer elektron. Oksidan yang memperoleh elektron dari
antioksidan akan mengalami pembahan wama. Tingkat pembahan wama
sebanding dengan konsentrasi antioksidan. Titik akhir reaksi dicapai ketika
perubahan wama sudah tidak terjadi lagi. Perubahan nilai absorbansi diplot
terhadap konsentrasi antioksidan yang digambarkan pada kurva linier. Slope kurva
menunjukkan kapasitas reduksi dari antioksidan, yang diekspresikan sebagai
Polox equivalen (TE) atau gaNic acid equivalent (GAE) untuk pengujian total
fenol (Huang et al. 2005).
1. Metode Pengujian DPPH (2,2-diphenyl-I-picrylhidracyr)
DPPH adalah salah satu radikal bebas yang secara komersial tersedia
dalam bentuk radikal nitrogen dan mempunyai penghambatan maksimum pada
panjang gelombang 515 nm. Pada saat reduksi, wama larutan akan menghilang
dan selanjutnya dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Huang et al.
(2005) melaporkan bahwa DPPH merupakan metode pengujian yang didasarkan
pada elektron transfer (ET).
Aktivitas antioksidan dapat diukur dengan menggunakan metode
penangkapan radikal bebas stabil DPPH (2,2-diphenyl-I-picrylhidracyl). DPPH
adalah suatu radial bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain
membentuk suatu senyawa stabil. Selain itu DPPH juga dapat bereaksi dengan
atom hidrogen @erasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH tereduksi @PP
Hidrazin) yang stabil (Molyneux, 2004). Prinsip pengujian aktivitas antioksidan
dengan metode ini adalah mengukur daya peredaman sampel (ekstrak sayuran
indigenous) terhadap radial bebas DPPH. DPPH akan bereaksi dengan atom
hidrogen dari senyawa peredam radikal bebas membentuk DPP Hidrazin yang
lebih stabil. Senyawa peredam radikal bebas yang bereaksi dengan DPPH akan
menjadi radial baru yang stabil atau senyawa bukan radikal. Aktivitas
antioksidan dinyatakan dengan persentase penghambatan (inhibisi) yang diperoleh
dari nilai absorbansi blanko dikurangi absorbansi sample (Singh et al. 2002).
Untuk mengetahui aktivitas antioksidan suatu ekstrak tumbuhan, metode
DPPH adalah metode yang cepat, mudah, dan sensitive. Reaksi peredaman
(scnvenging) antara radikal DPPH dan flavonoid dapat ditulis sebagai berikut :
DPPH ...-
Gambar 6 Reaksi antara DPPH dan antioksidan (Prakash et al. 2008)
Antioksidan bereaksi dengan DPPH' yang menstabilkan radikal bebas dan
mereduksi DPPH. Sebagai konsekuensinya penyerapan radikal DPPH* menurun
ke bentuk DPPH-H. Derajat diskolorasi menunjukkan potensi peredaman radikal
bebas dari substansi antioksidan atau ekstrak dengan memberikan hidrogen.
DPPH yang bereaksi dengan antioksidan akan mengalami perubahan warna dari
ungu ke kuning, intensitas warna tergantung kemampuan dari antioksidan
(Molineux et al. 2004).
Sebaliknya peredam radikal bebas yang kehilangan H' akan menjadi
radikal baru yang reaktif. Banyak senyawa yang mampu meredam radikal bebas,
tetapi suatu senyawa dapat digunakan sebagai peredam radikal bebas yang
bermanfaat jika setelah bereaksi dengan radikal bebas akan menghasilkan radikal
baru yang stabil atau senyawa bukan radikal. Pada radial bebas stabilitasnya
dapat disebabkan oleh pengaruh resonansi, halangan ruang maupun besamya
molekul (Apak et al. 2007).
2. Metode Pengujian TEAUABTS
Metode TEACIABTS pertama kali dikembangkan oleh Miller dan Rice-
Evans pada tahun 1993 dan saat ini telah banyak mengalami perkembangan. Re et
al. mengembangkan pengujian radikal kation ABTS menggunakan persulfat dari
2,2'-azinobis(3-ethylbenzothiazole-6-sulfoic acid) (ABTs'.) sebagai oksidan.
Metode TEAC dikembangkan dalam tiga periode, TEAC I (ABTs' dihasilkan
secara enzimatik dengan metmioglobin dan hidrogen peroksidase), TEAC I1
(radikal dihasilkan dengan fiitrasi menggunakan MnOz sebagai oksidan) dan
TEAC 111 (dengan KzSaOs sebagai oksidan). Dari ketiga metode tersebut, metode
TEACIABTS mempunyai kelebihan dibanding yang lainnya yaitu pengujian
sederhana, mudah diulang. dan yang paling penting adalah fleksibel dan dapat
diynakan untuk mengukur aktivitas antioksidan yang bersifat hidrophilik maupun
lipophilik dalam ekstrak makanan dan cairan (Apak et al. 2007).
Metode TEAC/ABTS merdpakan metode pengujian untuk mengukur
jumlah radikal yang dapat ditangkal oleh antioksidan yang dikenal dengan
kapasitas antioksidan (Lien et al. 1999). Senyawa yang biasa digunakan untuk
pengujian metode TEAC adalah trolox. Trolox bereaksi sangat cepat dengan
AJ3TS', hanya dalam beberapa detik reaksi berjalan sempuma. Cara terbaru yang
dikembangkan pada metode ini adalah dengan menambahkan larutan ABTS
radikal (ABTS') kedalam antioksidan dan setelah stabil diukur dengan
menggunakan spektrofotometer (Berg van den et al. 1999). Penurunan
konsentrasi ABTS' dinyatakan sebagai konsentrasi antioksidan, ekivalen dengan
trolox dan dinyatakan sebagai nilai TEAC dari antioksidan.
Namun demikian, terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua metode
tersebut dalam ha1 kemampuannya menangkal radikal bebas. Metode ABTS' lebih
baik dibandingkan dengan metode DPPH'. Hal ini disebabkan karena metode
ABTS' dapat dioperasikan pada range pH yang besar, mudah, murah, berkorelasi
terhadap aktivitas antioksidan dalam system biologis dan ' lebih cepat
dibandingkan dengan metode DPPH (Arts et al. 2004).
Prinsip pengujian dengan metode ini adalah mengukur daya peredaman
antioksidan terhadap radikal bebas ABTS. Sebagai pembandig digunakan standar
Trolox, dan hasil pengujian dinyatakan sebagai Trolox Ekivalen. Radikal kation
ABTs" akan bereaksi dengan atom hidrogen dari senyawa peredam radikal bebas
dan menjadi ABTS yang lebih stabil. Senyawa peredam radikal bebas yang
bereaksi dengan ABTs+ akan menjadi mdikal baru yang stabil atau senyawa
bukan radikal.
Gambar 7 Mekanisme reaksi radikal ABTS (Huang et al. 2005)
3. Metode Pengujian TBA
Efektivitas suatu antioksidan baik sintetik maupun alami dapat diukur
dengan menentukan stabilitas oksidatif lipid. Penentuan stabilitas oksidatif lipid
dapat dibagi menjadi dua yaitu pembahan primer dan perubahan sekunder.
Pembahan primer pada umumnya diukur dengan memonitor (1) hilangnya asam-
asam lemak tidak jenuh, (2) oxygen uptake, (3) biIangan peroksida, (4) bilangan
diena terkonjugasi. Perubahan sekunder mengukur secara kuantitatif pembentukan
(1) senyawa karbonil, (2) malonaldehid serta hidrokarbon (Shahidi dan
Wanasundara, 1997).
Hidroperoksida asam linoleat (LOOH) merupakan salah satu produk
primer oksidasi asam linoleat yang mampu mengoksidasi Fez+ menjadi ~ e ~ + .
Reaksi oksidasi yang dikemukakan oleh Fenton di dalam Mathew (2000) adalah
sebagai berikut:
Pada metode FTC ini, reaksi antara ~ e ~ + hasil oksidasi FeClz oleh
hidroperoksida dengan SCN menghasilkan senyawa kompleks benvarna merah
Fe[Fe(SCN)6] dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 500 nm.
2 ~ e ' + + 6 SCN ----) Fe[Fe(SCN)6]
Absorbansi dari kompleks berwama merah tersebut berbanding lums
dengan konsentrasi hidroperoksida asam linoleat yang terbentuk. Oleh karena itu
dilakukan pengukuran absorbansi setiap 24 jam hingga tercapai absorbansi
maksimum.
Beberapa faktor yang mempengaruhi autooksidasi asam linoleat adalah
panas, pH, cahaya, oksigen, ion logam katalitk dan radikal lipid itu sendiri
(Buck, 1991). Pada sistem ini, asam linoleat ditempatkan pada botol gelap
bertutup kemudian diinkubasi selama 6 hari pada suhu 40°C. Inkubasi sampel
dikondisikan sedemikian mpa sehingga hanya panas, oksigen, pH dan radikal lipid
yang mempengaruhi oksidasi asam linoleat.
Pada tahap awal oksidasi asam linoleat (fase lag) akan terbentuk
hidroperoksida. Selanjutnya diikuti tahap propagasi dimana kadar hidroperoksida
terus meningkat dan mencapai nilai maksimum pada hari ke-5. Kemudian disusul
dengan tahap terminasi dimana hidroperoksida akan mengalami dekomposisi
membentuk malonaldehid.
Menurut Chen (1998) nilai absorbansi pada hari ke-0 hams dibawah 0.3,
karena jika absorbansinya lebih dari 0.3 menunjukkan asam linoleat telah msak
(teroksidasi). Waktu selama absorbansi masih di bawah 0.3 dinyatakan sebagai
periode induksi dari autooksidasi lipida Periode induksi juga menunjukkan
lamanya tahap inisiasi berlangsung.
Peroksidasi lipid akan menghasilkan produk akhir berupa senyawa
malonaldehid (MDA), yaitu senyawa aldehida berkarbon tiga yang reaktif dengan
berat molekul yang rendah yang mempakan hasil aktivitas peroksidase pada asam
lemak tak jenuh rantai panjang. Peroksidasi lipid mudah tejadi pada asam lemak
berantai panjang dengan lebii dari satu ikatan rangkap seperti linoleat, linolenat,
dan arakidonat (Murray et al. 2003).
Gambar 8 Struktur kompleks MDA-TBA (Anonim, 2008b)
Senyawa MDA yang dihasilkan dari peroksidasi lipid tersebut dapat
diukur dengan metode TBA (Thiobarbituric Acid), karena MDA dapat bereaksi
dengan TBA membentuk produk berwarna yang dapat diukur pada panjang
gelombang 532 nm. Pada penelitian ini, MDA akan bereaksi dengan TBA
menghasilkan kompleks MDA-TBA yang dapat dilihat pada Gambar 8 dengan
menghasilkan warna merah muda (pink) dengan serapan maksimum pada panjang
gelombang 532 nm (Behbahani et al. 2007)
Sayuran Itzdrgetww
Sayuran indigenous adalah spesies sayuran asli Indonesia yang berasal dari
daerah tertentu, termasuk spesies pendatang dari daerah atau wilayah lain yang
telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia. Sayuran lokal di
Indonesia ini memiliki potensi yang cukup baik dalam kontribusi terhadap
kandungan flavonoidnya.
Jenis sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat daerah
Jawa Barat. Sayuran tersebut antara lain adalah kenikir, beluntas, mangkokan.
bunga kecombrang, kemangi, katuk, kedondong cina, antanan, pohpohan, daun
ginseng dan krokot. Bagian dari sayuran ini yang digunakan dalam penelitian
adalah bagian yang biasa dikonsurnsi yaitu dapat berupa batang, daun, bunga
ataupun seluruh bagian dari sayuran tersebut.
Batari (2007) teiah melakukan penelitian terhadap kandungan senyawa
flavonoid yang terdapat dalam sayuran indigenous (beluntas, kenikir, mangkokan,
kemangi, pohpohan, katuk, antanan, ginseng, kedondong cina, bunga kecombrang
dan krokot). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sayuran indigenous yang
diuji mengandung senyawa flavonoid. Komponen flavonoid yang diperoleh
berupa senyawa flavonol dan flavon. Perbedaan yang paling utama antara flavonol
dan flavon yaitu pada flavonol terdapat gugus hidroksil pada C3. Kedua senyawa
ini banyak terdapat pada daun dan bagian luar dari tanaman, dan hanya sedikit
sekali ditemukan pada bagian tanaman yang berada di bawah permukaan tanah
(Hertog et al. 1992). Robinson (1995) menambahkan bahwa flavonol dan flavon
merupakan dua dari jenis flavonoid yang paling banyak ditemukan pada sayur-
sayuran.
Flavonol terdiri dari quercetin, yang umumnya merupakan komponen
terbanyak dalam tanaman, miricetin dan kaempferol. Sedangkan flavon terdiri
atas apigenin dan luteolin. Kandungan flavonoid yang terdapat dalam sayuran
indigenous sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai total fenol dan kandungan flavonol dan flavon pada sayuran
Sumber : Batari (2007)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Batari (2007) menunjukkan bahwa
tidak semua sayuran yang diuji mengandung kelima komponen flavonoid
sebagaimana disebutkan di atas, namun diperoleh hasil bahwa semua sampel
mengandung senyawa quercetin. Senyawa quercetin merupakan golongan
flavonol yang paling banyak terdapat dalam tanaman dan mempakan senyawa
paling aktif dibanding senyawa f~avonol laimya (Fuhrman dan Aviram, 2002).
Polifenol yang banyak terdapat dalam tanaman adalah senyawa hidroksil
aromatik, yang biasa ditemukan dalam sayuran, buah-buahan dan sumber
makanan lain. Senyawa tersebut merupakan komponen penting dalam diet
makanan. Polifenol memiliki struktur kimia yang sangat baik dalam aktivitas
scavenging radikal dan menunjukkan aktivitas antioksidasi yang lebih efektif
secara in vitro dibandingkan dengan asam askorbat dan a-tokoferol. Aktivitas
antioksidasi dari polifenol ini ditandai dengan aktivitas yang relatif tinggi sebagai
donor hidrogen atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk
menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan (fungsi
pemutusan rantai) juga kemampuan untuk mengkelat transisi iogam (Apak et al.
2007)
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.
Golongan flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat
pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospennae. Flavonoid
mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat tajam, sebagian besar
merupakan pigmen benvarna kuning, dapat larut dalam air dan pelarut organik,
mudah temrai pada temperatur tinggi. Flavonoid merupakan persenyawaan
glukosida yang terdiri dari gula yang terikat dengan flavon.Golongan flavonoid
dapat digambarkan sebagai deret senyawa C6-C3-C6 artinya kerangka karbonnya
terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubtitusi) disambungkan oleh rantai
alifatik ketiga karbon. Flavonoid mempunyai struktur bervariasi yang menunjukkan
perbedaan tipe, misalnya flavonol, flavon, isoflavon dan flavonone sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 9.
Aktivitas ~ t ~ k t u r dari flavonoid sangat bergantung pada jumlah dan lokasi
gugus fenolik 4 H yang berperan dalam menetralkan radikal bebas. Terdapat tiga
struktur yang memungkinkan aktivitas scavenging radikal dari flavonoid yaitu
adanya 3,4dihidroksil misalnya o-diidroksil (s ldctu~ katekol) pada cincin B,
berperan sebagai donor elektron dan menjadi target radikal. Strukhu 3 0 H dari cinch
C j u g menguntungkan untuk aktivitas antioksidan flavonoid. Konjugasi ikatan rangkap
pada C2C3 dengan gugus 4ket0, berpemn untuk delokal i i elektmn dari cincin B,
meningkatkan kapdltas s w e r g h g mdikal. Selain itu adanya gugus 3-OH dan 5 0 H
dalam k d i i dengan h g s i 4kahn i l dan ikatan rangkap CZC3 menaikkan aktivitas
swengingradikal. (Amic et d 2002).
Flavonol Isoflavon
Flavon Flavonone
Gambar 9. Struktur beberapa senyawa flavonoid (Apak et al. 2207)
Aktivitas flavonoid sebagai antioksidan terutama ditentukan oleh posisi dan
tingkat hidroksilasinya. Gugus o-dihidroksi dalam cincin B berkontribusi terhadap
aktivitas antioksidan. Struktur p-quinol pada cincin B mernberikan aktivitas yang
lebih besar dibandingkan dengan struktur o-quinol. Sernentara konfigurasi meta
tidak memiliki efek terhadap aktivitas antioksidan. Semua flavonoid dengan
konfigurasi 3', 4'-dihidroksilasi memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Amic et 01.
2002). Struktur flavonoid dengan aktivitas yang tinggi ditunjukkan pada Gambar 10.
Sedangkan bentuk substitusi flavonoid yang terdapat pada sayuran indigenous yang
diketahui mernpunyai aktivitas antiradikal sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2
dan Gambar 1 1.
..@ I 5:'-. O H '
.. 7~ 't!o
- ; l . I - -c- 1 OK
OH .. ,
Galnbar 10. Struktur flavonoid dengan aktivitas antiradikal yang tinggi Gambar yang diligkari merniliki aktivitas antiradikal bebas (Amic et al. 2002)
Quercetin
Tabel 2 Bentuk substitusi dari flavonoid yang melnpunyai aktivitas antiradikal
Kaempferol
Myricetin ,.s-;P"
I 11 "0 ...<.....& ,_.. 4 ...I 2 222,22 ..
.+ , R ! . , i
,_,> ._., OH :: ov, 4
No
1
2
3
4
5
Luteolin Apigenin
Sumber : Amic et al. (2003)
Gambar 11 . Bentuk substitusi senpawa flavonoid yang terdapat pada sayuran indigenozrs (Amic et al., 2003)
Senyawa
Quercetin
Miricetin
Kaempferol
Luteolin
Apigenin
R8
H
H
H
H
H
R3-
OH
OH
H
OH
H
R r
H
H
H
H
H
R33
OH
OH
OH
OH
OH
R7
OH
OH
OH
OH
OH
R3
OH
OH
OH
H
H
Rs
OH
OH
OH
OH
OH
Rp
H
OH
H
H
H
CZ=C~
+ +
+ + +
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia SEAFAST,
Laboratorium Kimia Pusat Studi BIOFARMAKA, Institut Pertanian Bogor
dan Laboratorium Kimia Universitas Sahid Jakarta. Penelitian berlangsung
mulai bulan Agustus sampai dengan Maret 2008.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan
untuk membuat ekstrak sayuran, bahan untuk membuat lamtan standar dan
bahan-bahan untuk analisa. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
ekstrak sayuran indigenous adalah dam kemangi (Ocimum americanum L),
daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr), daun mangkokan (Nothopanax
scutellarius (Burm.f.) Merr), daun kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.), daun
beluntas (Pluchea indica (L)Less), daun pohpohan (Pilea melastonzides
(Poir.) BI), daun antanan (Centella asiatica (L) Urb), daun ginseng (Talinum
friangulare (Jacq.) Willd.), bunga kecombrang (Etlingera elatior (Jack)
R.M.Sm), daun dan batang krokot (Portulaca oleracea L) dan daun
kedondong cina (Polyscias pinnata) yang diperoleh dari pasar lokal yang
berada di daerah Bogor, metanol. Bahan-bahan dalam pembuatan larutan
standar adalah standar asam galat da l trolox (6-hydroxy-2,5,7,8-
tetramethylchrornan-2-carboxylic acid). Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan untuk analisa meliputi metanol, etanol, reagent Folii-ciocalteau,
Na2C03, DPPH (1.1-diphenil -2-picyhidrazil), buffer asetat, reagent ABTS
(2.2'-Azino-bis (3-ethyl-benzhiazoline-6-sulfonic acid), asam linoleat, buffer
phosphate pH 7, FeC12, K3Fe(CN),j, ammonium tiosianat, trichloroacetic acid,
thiobarbituric acid.
Alat-ala? yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk
ekstraksi, alat untuk membuat larutan standar dan alat untuk analisa. Alat
untuk membuat ekstrak sayuran terdiri dari freeze dryer, freezer, neraca
analitik, blender kering, labu takar, erlenmeyer, gelas ukur, kertas saring
Whatman 41, shaker, water bath, vaccumfilter, rotavapor, pipet Mohr, pipet
tetes dan pisau. AIat-alat untuk msmbuat larutan standar adalah labu takar,
gelas ukur, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet tetes, dan spatula. Sedangkan
alat-alat yang digunakan untuk analisis terdiri dari spectrofotometer, dan
tabung reaksi.
Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam dua tahap dengan rincian sebagai berikut:
Tahap Persiapan Sampel
Tahapan ini dimulai dengan mengidentifikasi/determinasi sayuran
indigenous. Pengidentifikasian sayuran ini dilakukan di Herbarium
Bogoriense, bidang botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor (Lampiran
20). Pembuatan bubuk sayuran indigenous, ekstraksi komponen antioksidan,
dan karakterisasi sifat fisik dan kimia ekstrak sayuran indigenous.
Karakterisasi sifat fisik ekstrak antioksidan sayuran indigenous yang diamati
meliputi pengamatan terhadap warna ekstrak dan penghitungan rendemen..
Sedangkan karakterisasi sifat kimia yang diamati meliputi analisa kadar air
sayuran segar, kadar air bubuk kering, kadar bahan kering ekstrak, dan total
fen01 ekstrak antioksidan sayuran indigenous.
Pembuatan Bubuk Sayuran
Sayuran indigenous yang digunakan adalah daun kemangi (Ocimum
americanum L), daun katuk (Sauropus androg~nus (L) Men), daun
mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr), daun kenikir (Cosmos
caudatus H.B.K.), daun beluntas (Pluchea indica Less), daun pohpohan
(Pilea melastornoides (Poir.) Bl), dam antanan (Centella asiatica), daun
ginseng (Talinurn triangulare (Jacq.) Willd), bunga kecombrang (Etlingera
elatior (Jack) R.M.Srn), daun dan batang krokot (Portulaca oleracea) dan
dam kedondong cina (Polyscias pinnata). Bagian tanaman yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bagian daun yang masih muda (lima pucuk
pertama). Bagian tanaman krokot yang digunakan adalah batang dan
daunnya, tanaman antanan yang digunakan adalah seluruh bagiannya,
sedangkan bunga kecombrang yang digunakan adalah bunga kec0rnbrar.g
yang telah mekar. Pernilihan bagian-bagian tersebut didasarkan pada bagian
yang biasa diionsumsi oleh masyarakat.
Sayuran-sayuran indigenous tersebut yang diperoleh dari pasar lokal
yang berada di daerah Bogor, pertama-tarna disiangi untuk diambil bagian
yang akan diteliti, dicuci sarnpai bersih kemudian ditiriskan. Setelah itu
sayuran dibekukan dalam freezer selama satu malam untuk memudahkan
proses pengeringan vakum. Sayuran yang sudah beku tersebut selanjutnya
dikering bekukan dengan alat freeze dryer selama 48 jam. Proses
pengeringan dengan cara dibekukan ini mernpunyai kelebihan yaitu dapat
mencegah kerusakan atau kehilangan komponen aktif dari sayuran tersebut.
Pengeringan ini dirnaksudkan untuk menurunkan kandungan air dari sayuran
indigenous sehingga dapat menurunkan efisiensi ekstraksi yang akan
dilakukan.
Setelah dilakukan proses pengeringan beku, sayuran tersebut
dihancurkan dengan cara diblender, kernudian diayak dengan ayakan
berukuran 30 mesh, agar diperoleh bubuk sayuran dengan tingkat kehalusan
yang tinggi. Selanjutnya sampel yang berupa bubuk sayuran disimpan cialam
freezer. Bagan alir persiapan sampel dapat dilihat pada Garnbar 12.
Sayuran indigenous
I Penyiangan dan pencucian
Pengeringan Beku (Freeze dryer, 48 jam)
Penghancuran sayuran kering
Gambar 12. Bagan alir pembuatan bubuk sayuran indigenous
Ekstraksi Komponen Antioksidan
Tujuan dari tahap ini adalah mengekstrak komponen-komponen
antioksidan yang tedapat dalam sayuran tersebut. Ekstraksi dilakukan
dengan menggunakan metode Harnrnersshcmidt dan Pratt (1978). Ekstraksi
dimulai dengan menimbang bubuk sayuran indigenous kering sebaxiyak 6
@am (bk) lalu diekstraksi dengan 100 ml metanol menggunakan penggoyang
(shaker) selama 3 jam. Sebanyak 70 ml metanol kemudian ditambahkan
dengan campuran dipanaskan dalam penangas air pada suhu 60°C selama 1
jam. Hasil ekstraksi disaring dengan penyaring vakum menggunakan kertas
saring Whatman 42. Residu dicuci dengan 100 ml metanol panas dan
disaring kembali dengan penyaring vakum. Hasil ekstraksi dan residu
dicampur lalu dipekatkan dengan menggunakan rotavapor pada suhu 40°C
dengan tekanan rendah (13.5 kgf/cm2). Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
ditempatkan pada veal-veal dan disimpan dalam freezer. Bagan alir proses
ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 13.
I Bubuk Sayuran Ind.qenous I
Ekstraksi dengan Metanol (Hammerschmidt dan Pratt, 1978) .
I Penyaringan I I f
Pencucian dengan Metanol
4 Penghilangan Metanol I
Ekstrak Antioksidan
Gambar 13. Bagan alir proses ekstraksi komponen antioksidan
Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Ekstrak Antioksidan Sayuran
Indigettous
Pengujian karakterisasi ekstrak antioksidan sayuran indigenous
meliputi sifat fisik dan k i i ia ekstrak. Pengamatan terhadap sifat fisik ekstrak
terdiri dari pengamatan terhadap warna dan rendemen ekstrak. Sedangkan
pengamatan terhadap sifat kimia ekstrak terdiri dari analisis kadar air, kadar
bahan kering ekstrak dan penentuan nilai total fenol.
Tahap Pengujian Kapasitas Antioksidan
Pengujian kapasitas anfioksidan ekstrak sayuran indigenous t e r d i
dari pengujian kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger dengan
menggunakan metode DPPH dan ABTS, kapasitas mereduksi menggunakan
metode ferisianida dan pengujian kapasitas antioksidan sebagai penghambat
oksidasi lipid lanjut.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap ekstrak antioksidan sayuran
indigenous adalah sebagai berikut:
Karakterisasi Sifat Fisik Ekstrak Antioksidan Sayuran indigenous
Warna Ekstrak
Pengamatan terhadap warna ekstrak dilakukan dengan mengamati
warna yang terbentuk setelah proses ekstraksi.
Rendemen Ekstrak
Penghitungan terhadap rendemen ekstrak dilakukan untuk mengetahui
berapa banyak bahan baku yang dibutuNcan untuk mendapatkan sejumlah
tertentu ekstrak sayurannya. Rendemen ekstrak d i t u n g dengan cara
menirnbang ekstrak yang diperoleh dibagi dengan bobot awal sayuran segar
dikurang bobot kering sayuran segar.
W e b m k Rendemen Ekstrak (% bb) = x 100%
W awal - W nwal kering
Keterangan: W rl;sbal; = bobot ekstrak yang diperoleh (g) w a ~ a ~ = bobot awal sampel yang akan diekstrak (g) W , , = bobot awal sampel yang akan diekstrak x k.a sampel
Karakterisasi Sifat Kimia Ekstrak Antiohidan Sayuran Indigenous
Karakterisasi sifat kimia yang diamati meliputi analisa kadar air
(dilakukan terhadap sampel sayuran segar dan bubuk sayuran), analisa
kadar bahan kering ekstrak dan nilai total fen01 ekstrak sayuran indigenous.
Kadar Air (AOAC, 1984)
Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya air
yang terdapat di dalam suatu bahan pangan. Analisis kadar air dilakukan
terhadap sampel sayuran segar (awal) dan pada sampel bubuk sayuran
kering (setelah fieeze drying). Penentuan kadar air ini dilakukan dengan
menggunakan metode pengeringan dengan oven biasa. Prinsip dari metode
ini adalah air dikeluarkan dari sampel dengan cara menguapkan air yang
terdapat dalam bahan pangan.
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 103OC selama
15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan dilakukan penirnbangan
untuk mengetahui bobot kosong daricawan aluminium tersebut. Sampel
ditimbang sebanyak 5 g kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 103°C
kemudian didinginkan dalam desikator lalu dilakukan penimbangan.
Penimbangan dilakukan hingga diperoleh bobot tetap.
W-(W1-W2) Kadar air (%) = x 100%
W
Keterangan : W = bobot contoh sebelum diieringkan (g) WI = bobot (contoh + cawan) sesudah dikeringkan (g) w2 = bobot cawan kosong (g)
Kadar Bahan Kering Ekstrak
Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui berat komponen
kering dari ekstrak per 100 mg ekstrak. Prosedur yang dilakukan adalah
menyiapkan cawan porselen bersih, bebas lemak dan kotoran. Cawan
dikeringkan dalam oven sampai kering lalu didinginkan dalam desikator, lalu
ditimbang. Sampel ekstrak diambil sebanyak 2.5 mg lalu dikeringkan dalam
oven pada suhu 4OvC selama kurang lebii 6 jam. Pengeringan dilakukan pada
suhu 40°C dimaksudkan agar komponen-komponen volatile yang terdapat
dalam ekstrak tidak ikut teruapkan. Ekstrak kering kemudian diieluarkan dari
oven dan didinginkan lalu ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.
- (W1- W2) Kadar bahan kering (YO) - x 100%
W I I
Keterangan : W = bobot contoh sebelum d i i e ~ g k a n (mg) W, = bobot {mntoh + cawan) sesudah diieringkan {ntg) W2 = bobot cawan kosong (mg)
Nilai Total Fen01 Ekstrak
Pengukuran nilai total fenol pada tahap ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan fenol yang terdapat dalam ekstrak sampel, dan
selanjutnya nilai ini digunakan sebagai standar atau dasar penggunaan bahan
baku tersebut dalam pengujian kapasitas antioksidan dari masing-masing
sampel.
Total fenol ekstrak diukur dengan reagent Folin-Ciocalteau
menggunakan metode Javanmardi et al. (2003) dengan sedii t modifikasi.
Prosedur pengukuran dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak
lebih kurang 5 mg untuk masing-masing sampel lalu ditambahkan 0.5 ml
metanol, 2.5 ml aquadest, dan 2.5 ml reagent Folin-Ciocalteau 50%.
Campuran didiamkan selama 5 menit kemudian ditambahkan 2 ml NazCO3
7.5% dan divorteks lalu d i i i b a s i selama 15 menit pada suhu 45OC.
Absorbansi kesemua sampel diukur pada panjang gelombang 765 nm dengan
menggunakan spektrofotometer. Hasil pengukuran diekspresikan sebagai mg
ekuivalen asam galat per gram berat kering sampel (mg GAE/g bk).
Standar yang digunakan dalam penentuan nilai total fenol ekstrak
adalah asam ga!at. Standar asam galat dibuat dengan variasi konsentrasi
antara 50 - 250 m a .
Tahap Pengujian Kapasitas antioksidan Ekstrak Sayuran Indigenous
Tahapan ini meliputi pengujian kapasitas antioksidan sebagai radikal
scavenger yang diuji dengan menggunakan metode DPPH dan ABTS,
kapasitas mereduksi yang diuji dengan metode ferisianida. Hasii pengujian
ketiga metode tersebut dinyatakan sebagai TEAC (Trolox Equivalent
Antioxydant Capacity). Selain itu pengujian kapasitas antioksidan juga
dilakukan terhadap antioksidan sebagai penghambat oksidasi lipid lanjut yang
diuji dengan metode TBA.
Pengujian Kapasitas Antioksidan Sebagai Radical Scavenger Menggunakan Metode DPPH
Pengujian kapasitas antioksidan diukur dengan menggunakan metode
Payet et 01. (2005). Ekstrak sampel dibuat dalam konsentrasi 100 ppm
berdasarkan nilai total fen01 untuk masing-masing sampel. Sebanyak 5 ml
dari 0.1 mM larutan DPPH dalam metanol ditambahkan ke dalam masing-
masing sampel kemudian dikocok hingga homogen. Selanjutnya sampel
disimpan pada suhu 27OC selama 20 menit. Kontrol disiapkan tanpa
penambahan ekstrak sampel dan metanol digunakan sebagai koreksi.
Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas
antioksidan diekspresikan sebagai persen inhibisi (penghambatan) dan
dihitung dengan menggunakan rumus :
Abs kontro~ - Abs sampel
Penghambatan (YO) = x 100 Abs liontro~
Nilai perhitungan persen penghambatan dinyatakan pula dalam TEAC dengan
cara :
TEAClDPPH = x [Trolox] % penghambatan Trolox
Pengujian Kapasitas Antioksidan sebagai Radikal Scavenger dengan metode TEACIABTS"
Nilai total kapasitas antioksidan (TAA) diestimasikan sebagai Trolox
Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC) assay menggunakan metode Lee et
al. (2006). Pengujian didasarkan pada kemampuan dari masing-masing
substansi untuk membentuk kation radikal ABTs* yang dibandingkan dengan
standar (Trolox). Kation radikal disiapkan dengan mencampurkan 7 mM
larutan stok ABTS dengan 2.45 mM potassium persulfat (111, v/v) dan
dibiarkan bercampur selama 4 - 8 jam hingga reaksi bejalan sempurna
yang ditandai dengan absorbansi yang stabil. Larutan BTS" dilarutkan
dengan etanol hingga absorbansinya mencapai 0.700 F 0.05 pada panjang
gelombang 734 nm. Pengukuran dilakukan dengan mengambil 0.9 ml dari
larutan ABTS'+ dan 0.1 ml ekstrak sampel yang dilarutka dalam metanol.
Campuran dikocok selama 45 detik dan segera dilakukan pengukuran untuk
mengetahui absorbansinya pada panjang gelombang 734 nm setelah 1 menit.
Standar yang digunakan dalam penentuan nilai total fen01 ekstrak
adalah trolox. Standar trolox dibuat dengan variasi konsentrasi antara 0-0.5
PM
Pengujian Kapasitas antioksidan Sebagai Kapasitas Mereduksi Menggunakan Metode Ferisianida
Pengujian kemampuan mereduksi dilakukan dengan menggunakan
metode Duh et al. (2004). Sebanyak 0-500 mg/mL ekstrak dalam buffer
phosphate (2.5 mL., 0.2 M, pH 6.6) ditambahkan potassium ferisianat (2.5
mL., 10 mgIrnL) lalu campuran diinkubasi pada suhu 50°C selama 20 menit.
TCA (2.5 mL., 100 mg/mL) ditambahkan ke dalam campuran lalu disentrifuge
selama 10 menit. Sebanyak 2.5 mL supematan dicampurkan dengan 2.5 mL
air destilasi clan feri klorida (0.5 mL., 10 m a ) . Kemudian diukur
absorbansinya diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang
700 nm. Semakin tinggi absorbansi meagindiiasikan kemampuan mereduksi
yang semakin baik.
Kemampuan mereduksi dinyatakan dalam TEAC dengan cara
membagi absorbansi kontrol dengan absorbansi sampel. Hasil penghitungan
perbandigan tersebut selanjutnya dikonversikan dengan hasil penghitungan
kemampuan mereduksi dari standar trolox dengan cara membaginya dengan
nilai reduksi trolox.
Pengujian Kapasitas antioksidan Sebagai Penghambat Oksidasi Lipid Lanjut Menggunakan Metode TBA (Aqil et aL 2006)
Sebelum pengukuran potensi antioksidan dari ekstrak sayIran
indigenous dilakukan pengukuran hidroperoksida sebagai produk primer
asam linoleat yang teroksidasi dengan metode FTC.
Metode yang digunakan sebagaimana dijelaskan dalam Aqil et al,
(2006). Campuran yang terdiri dari 4 mg ekstrak sampel dalam 4 ml etanol
absolut, 4.1 ml asam linoleat dalam etanol 2.52%, 8 ml buffer phosphate @H
7) 0.05 M dan 3.9 ml air diletakkan dalam vial yang ditutup rapat dan
disimpan dalam oven dengan suhu 40°C. Sebanyak 0.1 ml dari campuran
tersebut ditambahkan dengan etanol 75%, 0.1 ml ammonium tiocianat 30%
dan 0.1 ml fero klorida 0.02 M dalam 3.5% HC1. Absorbansi warna merah
diukur pada panjang gelombang 500 nm setiap 24 jam sampai 1 hari setelah
absorbansi kontrol mencapai nilai tertinggi. Trolox digunakan sebagai
standar positif dan kontrol tanpa sampel sebagai kontrol negatif.
Pengujian tahap selanjutnya adalah pengujian terhadap daya hambat
oksidasi lipid lanjut menggunkan metode TBA. Metode yang digunakan
sebagaimana dijelaskan dalam Aqil et al. (2006). Sebanyak 2 ml asam
trikloroasetat dan 2 ml 0.67% asam thiobarbiturat ditambahakan ke dalam 1
ml sampel yang telah disiapkan pada metode FTC. Campuran diletakkan
dalam air mendidih dan setelah dingin disentrifus pada 3000 rpm selama 20
menit. Absorbansi supematan diukur pada panjang gelombang 532 nm.
Kapasitas antioksidan didasarkan pada absorbansi hari terakhir dari metode
FTC. Untuk pembuatan kurva standar dengan cara yang sarna digunakan
larutan 1.1.3.3-tetra metoksi propane (TMP) dengan konsentrasi 0.5 - 3.0
PM.
Nilai kapasitas antioksidan ditentukan berdasarkan kemampuan
ekstrak antioksidan untuk menahan laju pembentukan MDA (malonaldehid).
Oleh karena itu aktivitas dihitung sebagai persen inhibisi dengan rumus :
Penghambatan 1%) = x 100%
Analisis Data
Analisis Data mengenai Hubungan Nilai Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan sebagai Radikal Scavenger.
Analisis data hasil penelitian untuk mengetahui adanya hubungan
antara nilai total fen01 dengan kapasitas antioksidan sebagai radikal
scavenger digunakan analisis regresi linier dan dinyatakan sebagai koefisien
korelasi (r). Analisis data dilakukan terhadap kapasitas antioksidan yang
dinyatakan dalam % penghambatan (Yoinhibisi) radikal bebas DPPH dan
kapasitas antioksidan yang dinyatakan dalam TEAC (radikal bebas DPPH
dan radikal bebas ABTS). Sedangkan untuk melihat sejauh mana perbedaan
kemampuan antioksidan dalam menghambat perkembangan radial bebas
DPPH dan ABTS dilakukan uji analisis variansi pada a = 0.05.
Hasil analisis dinyatakan mempunyai korelasi yang positif apabila
hasil perhitungan menghasilkan nilai koefisien korelasi ( r ) > 0.8 artinya
lebih dari 80% nilai total fenol berpengaruh terhadap kapasitas antioksidan
sebagai radikal scavenger.
Analisis Data mengenai Hubungan Nilai Total Fenol dan Kemampuan Mereduksi
Analisis data hasil penelitian untuk mengetahui adanya hubungan
antara nilai total fenol dan kemampuan mereduksi dari suatu antioksidan
digunakan analisis regresi linier dan dinyatakan sebagai koefisien korelasi
(r). Hasil analisis dinyatakan mempunyai korelasi yang positif apabila
hasil perhitungan menghasilkan nilai koefisien korelasi ( r ) > 0.8 aainya
lebih dari 80% nilai total fenol berpengaruh terhadap kemampuan mereduksi
dari suatu antioksidan.
Analisis Data mengenai Hubungan Nilai Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan sebagai Penghambat Oksidasi Lipid Lanjut
Nilai persentase penghambatan oksidasi lipid lanjut diukur
berdasarkan jumlah malonaldehid (MDA) yang terbentuk yang didapat
dari rata-rata MDA linoleat yang terbentuk (MDA kontrol) dikurangi
dengan rata-rata MDA tiap perlakuan yang terbentuk dibagi dengan MDA
kontrol dan dikali 100%.
Untuk mengetahui adanya hubungan antara nilai total fenol dari
suatu antioksidan dengan kemampuan antioksidan dalam menghambat
tejadiiya oksidasi lipid lanjut digunakan analisis regresi linier sederhana
dan dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r).
Hasil analisis dinyatakan mempunyai korelasi yang positif apabila
hasil perhitungan menghasilkan nilai koefisien korelasi ( r ) > 0.8 artinya
lebih dari 80% nilai total fenol berpengaruh terhadap kemampuan
antioksidan dalam menghambat terjadinya oksidasi lipid lanjut.
Analisis Data mengenai Hubungan Kemampuan Mereduksi dan Kapasitas Antioksidan sebagai Radikal Scavenger
Analisis data hasil penelitian untuk mengetahui adanya hubungan
antara kemampuan mereduksi dengan kapasitas antioksidan sebagai radikal
scavenger digunakan analisis regresi l i ~ e r dan dinyatakan sebagai koefisien
korelasi (r). Analisis data dilakukan terhadap kapasitas antioksidan yang
dinyatakan dalam % penghambatan (%inhibisi) radikal bebas DPPH dan
kapasitas antioksidan yang diiyatakan dalam TEAC (radial bebas DPPH
dan radikal bebas ABTS). Sedangkan untuk melihat sejauh mana perbedaan
kemampuan antioksidan dalam mereduksi radikal bebas DPPH dan ABTS
dilakukan uji analisis variansi pada a = 0.05.
Hasil analisis diiyatakan mempunyai korelasi yang positif apabila
hasil perhitungan menghasilkan nilai koefisien korelasi ( r ) > 0.8 artinya
lebih dari 80% nilai total fenol berpengaruh terhadap kapasitas antioksidan
sebagai radikal scavenger.
Analisis Data mengenai Hubungan Kemsmpuan Mereduksi dan Nilai Total Flavonol dan Flavon
Data untuk nilai total flavonol dan flavon adalah data sekunder yang
diperoleh dari hasil penelitian Batari (2007). Analisis data mengenai
hubungan antara kemampuan mereduksi dengan nilai total flavonol dan
flavon dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan flavonol dan flavon dalam
mereduksi senyawa lain. Pengolahan data untuk menganalisis hubungan ini
dilakukan dengan membuang 2 (dua) buah data pencilan yaitu Nlai total
flavonol (kaempferol) dari daun katuk (138.14 mg/100 g) dan daun antanan
(8.57 mg/100 g). Hal ini dikarenakan nilai kaempferol yang terlalu tinggi
dapat menghalangi pelepasan hidrogen dari antioksidan sehingga akan
menuninkan aktivitas antioksidannya.
Untuk mengetahui adanya hubungan antara kemampuan mereduksi
dari suatu antioksidan dengan kapasitas antioksidan digunakan analisis
regresi l i e 1 sederhana dan diiyatakan sebagai koefisien korelasi (I).
Hasil analisis dinyatakan rnempunyai korelasi yang positif apabila
hasil perhitungan menghasilkan nilai koefisien korelasi ( r ) > 0.8 artinya
lebih dari 80% kemampuan mereduksi antioksidan dipengaruhi oleh nilai
total flavonol dan flavon.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Ekstrak Antioksidan Sayuran indigenous
Ekstraksi Komponen Antioksidan
Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan ekstrak sayurm indigenous
(kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, katuk, kedondong cina, pohpohan,
ginseng, antanan, dan bunga kecombrang) yang mengandung komponen aktif
yang dapat bekerja sebagai antioksidan. Metode yang digunakan pada proses
ekstraksi sayuran indigenous adalah metode ekstraksi dengan menggunakan
pelarut organik yaitu metanol. Sayuran indigenous yang digunakan adalah sayutan
segar dengan kandungan air sebagaimana disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan
data teeebut dapat diketahui bahwa kadar air sayuran indigenous segar berkisar
antara 81.31% - 90.84 % berat basah. Kadar air tertinggi diiiliki oleh daun
ginseng (90.84%) dan kadar air terendah adalah daun mangkokan (81.31%).
Sayuran tersebut sebelum diekstrak, dikeringkan terlebih dahulu dengan
menggunakan alat pengering beku Vreeze dryer) selama 48 jam. Pengeringan
dengan cara ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada senyawa
metabolit sekunder khususnya senyawa flavonoid. Setelah proses pengeringan
beku, kesemua sayuran yang diteliti dihancurkan dengan cam diblender, kemudian
diayak dengan ayakan ukuran 30 mesh, agar diperoleh serbukfbubuk sayuran
dengan kehalusan yang tinggi. Adapun tujuan pembuatan bubuk sayuran ini
adalah untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran partikelnya agar
mempermudah kontak antara bahan dan pelarutnya, sehingga ekstraksi dapat
berlangsung dengan baik. Bubuk kering sayuran yang diperoleh selanjutnya
ditentukan kadar aimya sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan
hasil analisis kadar air pada bubuk kering diketahui bahwa kadar air sampel
sayuran kering berkisar antara 7.31% - 10.33%.
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi sayuran indigenous adalah
pelarut polar metanol. Menurut Larson (1988), senyawa antioksidan di dalam
tanaman tingkat tinggi selain berupa protein, senyawa bernitrogen, karotenoid,
vitamin C adalah senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang berhngsi sebagai
antioksidan primer dalam tanaman bersifat polar. Pada penelitian ini diasumsikan
bahwa komponen aktif antioksidan yang terkandung dalam sayuran indigenous
adalah senyawa fenolik karena antioksidan yang paling umum terdapat pada
tanaman adalah kelompok senyawa fenolik (Pratt, 1992). Menurut Hougton clan
Raman (1998) komponen fenolik yang umumnya terdapat dalam tanaman berada
dalam bentuk fenol bebas dan glikosidik. Senyawa fenolik cenderung relatif polar
karena banyak mengandung gugus OH dan larut dalam pelarut metanol. Oleh
karena itu, metanol dipilih sebagai pelarut dalam penelitian ini. Dari beberapa
hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak polar antioksidan menghasilkan aktivitas
tertinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Velioglu et al. (1998) menyatakan
bahwa ekstrak buah-buahan, sayur-sayuran dan biji-bijian dengan menggunakan
pelarut metanol menunjukkan kapasitas antioksidan yang sangat h a t .
Pada penelitian ini proses ekstraksi dilakukan berdasarkan prinsip
kelarutan yaitu pelamt polar akan melamtkan senyawa polar, dan sebaliknya.
Flavonoid-o-glikosida memiliki molekul gula dimana molekul gula diketahui
memiliki gugus hidroksil sehingga akan mudah larut dalam pelarut dengan
kepolaran tinggi. Semakin banyak gugus monosakarida yang berikatan dengan
senyawa flavonoid (ikatan glikosida) maka akan lebih bersifat polar. Hal ini
disebabkan karena semakin bertambahnya gugus hidroksil.
Hasil ekstraksi daun kenikir dan beluntas memberikan wama hijau tua,
ekstrak daun mangkokan, kemangi, pohpohan, antanan, katuk, ginseng,
kedondong cina, dan krokot benvama hijau, sedangkan ekstrak bunga
kecombrang benvama merah kecoklatan. Semakin pekat wama yang dihasilkan
mengindikasikan semakin banyaknya komponen antioksidan yang terekstrak.
Hasil ekstraksi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Rendernen dan Bahan Kering Ekstrak
Penghitungan rendemen sampel dimaksudkan untuk mengetahui
banyaknya komponen antioksidan yang terekstrak dibandingkan dengan jumlah
sampel yang digunakan. Selain rendemen, perlu dihitung pula kadar bahan kering
ekstrak. Pengukuran kadar bahan kering ekstrak ini dilakukan dengan cara
mengambil sejumlah ekstrak yang dimiliki dalam ukuran berat. Kemudian ekstrak
tersebut ditempatkan pada cawan porselen yang bersih, dan bebas lemak, kering
oven serta sudah diketahui beratnya. Selanjutnya diiasukkan ke dalam oven dan
dibiarkan hingga kering pada suhu 40°C. Penggunaan suhu 40°C dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang tidak diinginkan pada sampel.
Suhu ini relatif aman serta mencegah terjadinya kerusakan pada senyawa
metabolit sekunder tertentu, khususnya senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan
golongan senyawa fen01 yang memiliki sistem aromatik terkonjugasi. Sistem
aromatik terkonjugasi ini mudah rusak pada suhu tinggi. Selain itu, beberapa
golongan fenolik memiliki ikatan glikosida dengan molekul gula. Ikatan glikosida
ini akan mudah rusak dan putus pada suhu tinggi. Hasil penghitungan kadar bahan
kering ekstrak sayuran indigenous sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3 dan
Lampiran 4.
Dari hasil penghitungan rendemen ekstrak diketahui bahwa rendemen
terbesar dihasilkan dari ekstrak daun katuk sedangkan rendemen terendah adalah
dari bunga kecombrang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Batari (2007)
diketahui bahwa daun katuk mempunyai kandungan flavonoid yang terdiri dari
senyawa flavone dan flavonol sebesar 142.64 mg/100 g sample segar. Kandungan
flavonoid yang dimiliki oleh daun katuk mempunyai nilai tertinggi jika
dibandingkan dengan sayuran indigenous yang lain yang diujikan pada penelitian
ini. Sedangkan bunga kecombrang mempunyai kandungan flavonoid sebesar 1.18
mg/100 g sample segar. Kandungan flavonoid yang terdapat pada bunga
kecombrang merupakan nilai kedua terendah setelah krokot. Tingginya
Tabel 3. Hasil pengamatan karakterisasi sifat fisik dan kimia ekstrak antioksidan sayuran indigenous
Jenis Ekstrak
Beluntas Kenikir Mangkokan Kemangi Pohpohan Katuk Antanan Ginseng Kedondong C i a Bunga Kecombrang Kmkot
Warna Ekstrak
Hijau Tua Hijau Tua
Hujau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
M m h Kecoklatan Hijau
Kadar Bahan
Kering (% b k)
93.68 f 1.04 98.43 + 1.12 94.35 i 0.95 98.37 + 1.19 98.29% 1.38 98.83 i 0 . 5 6 91.17i0.70 98.17 + 0.91 95.83 + 3.05 94.60 + 3.06 93.60 0.04
Rendemen (%) Sampel Segar
1.90+0.03 2.29 f.O.11 3.35 0.1 1 1.38i0.08 1.12 i 0 . 0 4 4 . 8 8 i 0.15 2.58k0.15 1.57 2 0.03 2.95 + 0.13 0.91 + 0.13 2.26 f 0.09
Sampel Bubuk
21.59+ 1.36 26.07+ 1.99 30.07 if: 0.73 18.18 f 0.47 15.04 f 0.47 38.39 i 0.92 34 .06 i 1.75 26.92 & 1.50 33.63 + 2.80 14.04 2 1.38 31.22 + 0.33
kandungan flavonoid dari katuk inilah ymg menyebabkan daun katuk mempunyai
rendemen tertinggi.
Hasil perhitungan kadar bahan kering ekstrak antioksidan diketahui bahwa
daun katuk menghasilkan kadar bahan kering ekstrak tertinggi yaitu sebesar 98.84
mg/100g ekstrak jika dibandiigkan ekstrak antioksidan yang lainnya. Sedangkan
ekstrak bahan kering terendah dimiliki oleh antanan yaitu sebesar 91.89 mg/100 g
ekstrak. Tingginyz kandungan bahan kering ekstrak pada daun katuk berkaitan
dengan tingginya kandungan senyawa flavonoid yang dirniliki oleh daun katuk
yaitu sebesar 142.64 mg/100 g sample segar.
Analisis Data Hubungan Nilai Total Fenol Ekstrak Antioksidan dengan
Kapasitas Antioksidan
Analisis Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Sayuran Indigenous
Penentuan total fenol pada setiap ekstrak dilakukan untuk menentukan
kadar senyawa fenol yang terdapat dalam setiap ekstrak. Flavonoid mempakan
golongan senyawa fenol terbesar yang terdapat di alam, sehingga penentuan total
fenol bertujuan untuk mengetahui kadar fenol yang terdapat dalam setiap ekstrak.
Kandungan senyawa fenolik pada ekstrak sayuran indigenous di uji
dengan menggunakan reagen Folin - Ciocalteu dan pengukuran dilakukan pada
panjang gelombang 760 nm. Hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai ekivalen
asam galat (GAE). Asam galat merupakan standar untuk mengukur sampel pada
makanan atau minuman yang diperkirakan mengandung senyawa fenol. Pengujian
ini dilakukan karena senyawa fenolik berkontribusi langsung terhadap kapasitas
antioksidan. Nilai absorbansi yang temkur menyatakan intensitas senyawa fenol
yang terdapat pada sampel. Semakin besar nilai absorbansi yang dihasilkan maka
kandungan senyawa fenol pada ekstrak sayuran tersebut semakin tinggi.
Folin : Mo (VI) bx,i,,) + e- (dari AH) --+ Mo(V) (tinr)
;L = 760 nm
Tabel 4 dan Lampiran 9 menunju'xkan bahwa kapasitas antioksidan ekstrak dam
beluntas (86.65%) > ekstrak daun kenikii (84.13%) > ekstrak bunga kecombrang
(32.13%) > ekstrak antanan (27.29%) > ekstrak daun kemangi (213.72%) > ekstrak
daun pohpohan (21.51%) > ekstrak krokot (21.18%) > ekstrak daun mangkokan
(19.54%) > ekstrak daun ginseng (16.90%) > ekstrak daun kedondong cina
(9.55%) 2 ekstrak daun katuk (7.1 1%).
Secara spesifik dikatakan bahwa suatu senyawa dikatakan mempunyai
aktivitas antioksidan sangat kuat jika mampu menghambat perkembangan radial
bebas lebih dari 80%, dikatakan sedang jika mampu menghambat sebesar 50-80%,
dan dikatakan lemah jika mempunyai kemampuan penghambatan kurang dari
50%. Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa ekstrak daun beluntas
dan ekstrak daun kenikir mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat h a t , ha1
ini ditunjukkan dengan kemampuannya menghambat perkembangan radikal bebas
lebih dari 80%. Sedangkan ekstrak sample lainnya mempunyai aktivitas dibawah
50% yang berarti mempunyai aktivitas antioksidan yang lemah. Tingginya
kemampuan antioksidan pada ekstrak daun beluntas dan kenikir disebabkan
karena terdapatnya senyawa quercetin dalam eksttak tersebut sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 1. Quercetin merupakan golongan flavonol yang paling banyak
terdapat dalam tanaman dan merupakan komponen yang paling aktif dan paling
kuat dibanding senyawa yang laimya (Fuhnnan dan Aviram, 2002).
Berdasarkan data pada Tabel 4 dan Lampiran 9 dapat dilihat bahwa
kapasitas antioksidan yang dinyatakan dalam TEAC diketahui bahwa nilai
terendah yaitu sebesar 45.08 pmol trolox ekivalen dengan penghambatan radikal
DPPH sebesar 7.11% ditunjukkan pada ekstrak daun katuk dan nilai tertinggi
yaitu sebesar 1195.14 pmol trolox ekivalen dengan penghambatan DPPH sebesar
86.65% ditunjukkan pada eksttak daun beluntas. Ekstrak daun beluntas pada
konsentrasi 100 ppm mampu menghambat oksidasi DPPH sebesar 86.65 %, nilai
tersebut ekivalen dengan 0.84 pmol trolox. Sedangkan pada konsentrasi yang
sama untuk ekstrak daun katuk menunjukkan rendahnya aktivitas antioksidan
yaitu hanya sebesar 7.1 1%, nilai ini ekivalen dengan 0.07 pmol trolox.
Hasil yang sama juga ditunjukkan pada kapasitas antioksidan yang
dinyatakan sebagai nilai TEAC (Tabel 4, Lampiran 9 dan 10). Kapasitas
antioksidan ekstrak daun beiuntas mempunyai nilai TEAC tertinggi baik yang
diuji dengan radikal DPPH (1195.14 p o l TEACImg ekstrak) maupun dengan
radial ABTS (46.42 pnol TEAC/mg ekstrak) kemudian diikuti oleh ekstrak daun
keniku dengan nilai TEACtDPPH sebesar 902.66 p o l TEACImg ekstrak dan
nilai TEACIABTS sebesar 37.99 p o l TEACImg ekstrak. Sedangkan kapasitas
antioksidan dengan nilai TEAC terendah ditunjukkan pada ekstrak krokot yaitu
sebesar 79.40 p o l TEACImg ekstrak yang diuji dengan radikal bebas DPPH dan
sebesar 7.59 p o l TEACImg ekstrak yang diuji dengan radikal bebas ABTS.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Batari (2007) sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa daun beluntas mengandung senyawa
flavonoid miricetin (0.88 mgI100 g sample segar), quercetin (5.46 mgI100 g
sample segar) dan kaempferol (0.19 mhf100 g sample segar). Sedangkan daun
kenikir mengandung quercetin (54.56 mgI100 g sample segar) d m kaempferoi
(0.79 mg1100 g sample segar). Berdasarkan kandungan flavonoid tersebut dapat
dijelsskan bahwa kandungan quercetin daun kenikii Iebih tinggi dibandingkan
quercetin pada daun beluntas namun daun kenikir mempunyai kandungan
kaempferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan kaempferol pada daun
beluntas. Struktur yang memungkinkan aktivitas scavenging radikal dari flavonoid
adalah adanya 3,4-hidroksil pada cincin B yang berperan sebagai donor elektron
dan menjadi target radikal. Orto-dihidroksilasi dari cincin B berkontribusi
terhadap aktivitas antioksidan. Struktur para quinol pada cincin B memberikan
aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan orto quinol. Sementara konfigurasi meta
tidak memiliki efek terhadap aktivitas antioksidan (Pratt, 1992). Senyawa
kaempferol tidak memiliki gugus 3,4-hidroksil pada cincin B, oleh karena itu
adanya kandungan kaempferol dapat menyebabkan penurunan aktivitas
a n t i o k ~ i d ~ .
Pada pengujian kemampuan mereduksi (reducing power) diperoleh hasil
bahwa ekstrak daun kenikir mempunyai kemampuan mereduksi yang paling
tinggi, diikuti oleh ekstrak daun beluntas, pohpohan, antanan, kemangi, katuk,
bunga kecombrang, kedondong cina, ginseng, dan krokot. Tingginya kemampuan
mereduksi dari ekstrak daun kenikir disebabkan adanya kandungan quercetin pada
ekstrak tersebut.
Pengujian kapasitas antioksidan yang lain dari sayliran indigenous
ditunjukkan dari kemampuannya menghambat proses oksidasi lipid lanjut.
Hidroperoksida asam linoleat (LOOH) merupakan salah satu produk
primer oksidasi asam linoleat yang mampu mengoksidasi Fez+ menjadi Fe3'.
Reaksi oksidasi yang dikemukakan oleh Fenton di dalam Mathews (2000) adalah
sebagai berikut:
LOOH + ~e'+ + 2 K + L(0Hfi + Fe3+
Pada pengujian ini, reaksi antara Fe3+ hasil oksidasi FeClz oleh
hidroperoksida dengan SCN menghasilkan senyawa kompleks benvarna merah
FeFe(SCN)6] dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 500 nm.
2 Fe3+ + 6 SCN --+ Fepe(SCN)6]
Absorbansi dari kompleks berwarna merah tersebut berbanding lurus
dengan konsentrasi malonaldehid yang terbena.. Oleh karena itu dilakukan
pengukuran absorbansi setiap 24 jam hingga tercapai absorbansi maksimum. Hasil
analisis ini sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 14 dan Lampiran 11.
Beberapa faktor yang mempengamhi autooksidasi asam linoleat adalah
panas, pH, cahaya, oksigen, ion logam katalitik, dan radikal lipid itu sendiri
(Buck, 1991). Pada sistem ini, asam linoleat ditempatkan pada botol gelap
bertutup kemudian diinkubasi selama 6 hari pada suhu 40°C. Inkubasi sampel
dikondisikan sedemikian rupa sehingga hanya panas, oksigen, pH dan radikal lipid
yang mempengaruhi oksidasi asam linoleat.
Pada tahap awal oksidasi asam linoleat (fase lag) akan terbentuk
hidroperoksida. Selanjutnya diikuti tahap propagasi dimana kadar hidroperoksida
terus meningkat dan mencapai nilai maksimum pada hari ke-5. Kemudian disusul
dengan tahap terminasi dimana hidroperoksida akan mengalami dekomposisi
membentuk malonaldehid.
Menumt Chen (1996) nilai absorbansi pada hari ke-0 hams dibawah 0.3,
karena jika absorbansinya lebih dari 0.3 menunjukkan asam linoleat telah rusak
(teroksidasi). Waktu selama absorbansi masih di bawah 0.3 dinyatakan sebagai
periode induksi dari autooksidasi lipida Periode induksi juga menunjukkan
lamanya tahap inisiasi berlangsung.
Penambahan ekstrak sayuran indigenous dilakukan seawal mungkii untuk
menghasilkan efek maksimum. Antioksidan hanya akan benar-benar efektif bila
ditambahkan seawal mungkin selama periode induksi, yaitu suasana periode awal
oksidasi asam linoleat terjadi dimana oksidasi masih berjalan secara lambat
dengan kecepatan seragam (Shriftfar et al., 2003).
Pengukuran konsentrasi malonaldehid (MDA) dilakukan pada hari ke-6
dengan harapan semua hidroperoksida yang terbentuk sebagai hasil oksidasi asam
linoleat sudah mengalami dekomposisi menjadi MDA. Potensi antioksidan dari
ekstrak sayuran indigenous dapat diketahui melalui perbandingan absorbansi.
Nilai absorbansi menggambarkan konsentrasi MDA. Nilai absorbansi berbanding
lums dengan konsentrasi MDA dan berbanding terbalik dengan potensi
antioksidasi. Nilai absorbansi yang rendah menunjukkan potensi antioksidan yang
tinggi. Hal ini berarti bahwa ekstrak sample mampu menghambat proses oksidasi.
Menurut Kikuzaki dan Nakatani (1993), intensitas warna yang terbentuk
menunjukkan potensi antioksidasi. Semakin pudar warna merah yang terbentuk
berarti semakin baik potensi antioksidasi yang dimiliki oleh sample tersebut.
Asam linoleat tanpa penambahan ekstrak (kontrol) memiliki intensitas
wama yang paling tinggi dibandingkan sample dengan penambahan ekstrak
sayuran indigenous. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 14.
+Blank0
1.5
5 'r Belunta~
+Mangkakan
t Kemangi 3 0.5 : pohpohan
' -Kat"k 0 1 2 3 4 5 6 -.,--. Antanan
Waktu lnkutasi (hixi) Ginwng
Gambar 14. Hasil pengukuran pembentukan hidroperoksida asam linoleat
Berdasarkan data pada Tabel 4 dan Lampiran 11 diketahui bahwa ekstrak
daun kenikir mempunyai kemampuan menghambat oksidasi lipid lanjut yang
paling tinggi, diikuti oleh ekstrak daun beluntas, kedondong cina, bunga
kecombrang, mangkokan, pohpohan, ginseng, kemangi, krokot, antanan dan yang
paling rendah adalah ekstrak daun katuk.
Hubungan Nilai Total Fenol dengan Kapasitas Antioksidan Sebagai Radikal
Scavenger
Analisis data mengenai hubungan antara nilai total fenol dengan kapasitas
antioksidan sebagai radikal scavenger menggunakan radial DPPH dan ABTS
yang dinyatakan dalam % inhibisi clan TEAC menunjukkan adanya korelasi yang
positif. Untuk mengetahui sejauh mana kecenderungan nilai total fenol dalam
mempengaruhi kapasitas antioksidan selanjutnya dilakukan analisis regresi linier
yang hasilnya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan hubungan
nilai total fenol dengan kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger yang
dinyatakan dalam TEAC dapat dilihat pada Gambar 16.
Hasil analisis regresi linier sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 15
terlihat bahwa terdapat hubungan antara nilai total fenol dan kapasitas antioksidan
dengan nilai koefisien korelasi sebesar I= 0.8998. Hal ini berarti 89.98% kapasitas
antioksidan yang dinyatakan sebagai ekstrak sayuran indigenous dipengaruhi oleh
adanya senyawa fenol. Senyawa fenol sebagai antioksidan &an bereaksi dengan
radikal DPPH melalui mekanisme donasi atom hidrogen yang menyebabkan
terjadinya peluruhan wama dari ungu menjadi kuning yang diukur pada panjang
gelombang 5 12 nm.
0 50 100 150
Nilai Total Fenol (ug GAOmg ekslrak)
Gambar 15 Grafik hubungan nilai total fenol dengan kapasitas antioksidan menggunakan radikal bebas DPPH
Sedangkan hasil analisis regresi linier yang dimyatakan sebagai TEAC
menunjukkan bahwa hubungan antara nilai total fenol dan kapasitas antioksidan
dari sayuran indigenous mempunyai koefisien korelasi yaitu sebesar ~ 0 . 9 4 3 1
@PPH) dan ~ 0 . 9 7 0 2 (ABTS). Hal ini berarti bahwa 94.3 1% (DPPH) dan 97.02%
(ABTS) kapasitas antioksidan ekstrak sayuran indigenous dipengaruhi oleh
adanya senyawa fenol. Semakin tinggi nilai total fenol senyawa antioksidan maka
akan menghasikan kapasitas antioksidan yang semakin tinggi. Tingginya potensi
senyawa fenol dalam meredam radikal bebas disebabkan oleh kemampuan ekstrak
sayuran indigenous sebagai antioksidan dalam mendonasi atom hidrogen
(Yildirim et al. 2001).
0 50 100 150
Nil& Total Faa l (ug GAElmg ckstrak)
Gambar 16 Grafik Hubungan Nilai Total Fenol dengan Kapasitas Antioksidan Menggunakan Radikal Bebas DPPH dan ABTS
Berdasarkan persamaan regresi linier yang diperoleh, diketahui bahwa
kedua metode pengujian tersebut mempunyai nilai slope yang lebih besar dari 0
(slope > 0). Hal ini berarti bahwa kapasitas antioksidan (Y) tergantung pada nilai
total fenol (X). Perhitungan matematis memperlihatkan bahwa kapasitas
antioksidan sebagai radikal scavenger yang diuji dengan metode DPPH
mempunyai nilai slope yang lebih tinggi yaitu 12.373 dibandingkan dengan
metode AE3TS yaitu 0.4056. Nilai slope yang lebih tinggi menunjukkan bahwa
ekstrak antioksidan dinilai kurang mampu meredam radikal bebas DPPH
dibandingkan dengan radikal bebas ABTS untuk membentuk senyawa yang lebih
stabil. Pada Gambar 16 terliat bahvra keinampuan ekstrak daun beluntas dalam
menghambat perkembangan radikal bebas DPPH setara dengan 1195.14 pmol
trolox/mg ekstrak. Nilai ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan kemampuan
ekstrak daun beluntas dalam menghambat perkembangan radikal ABTS yaitu
setara dengan 46.42 jmol trolox/mg ekstrak. Untuk melihat sejauh mana nilai
slope berpengaruh terhadap kemampuan meredam radikal bebas dilakukan
analisis varian pada a = 0.05. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai slope
untuk kedua persamaan regresi diatas berpengamh terhadap besar kecilnya
kapasitas antioksidan. Wang et al. (1998) mengatakan bahwa suatu senyawa yang
mempunyai aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas ABTS tidak
menunjukkan kemampuan penghambatan terhadap radikal DPPH, dan Arts et al.
(2004) menemukan bahwa suatu senyawa yang mampu menghambat radikal
ABTS akan mempunyai kapzsitas antioksidan yang lebih tinggi.
Berdasarkan persamaan regresi linier pada Gambar 15 dan 16 diketahui
bahwa kapasitas antioksidan sangat dipengamhi oleh konsentrasi senyawa
phenolik yang terdapat dalam senyawa antioksidan. Aktivitas antioksidasi dari
polifenol ini ditandai dengan aktivitas reaktif yang tinggi sebagai donor hydrogen
atau elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk menstabilkan
dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan (fungsi pemutusan rantai).
Fungsi antioksidan flavonoid sebagai scavenger radikal bebas adalah
dengan memberikan atom hidrogen pada radikal. Kapasitas antioksidan dari
flavonoid berhubungan dengan stmktur flavonoid. Secara umum, aktivitas
scavenging radikal flavonoid tergantung pada stmktur molekuler dan bentuk
substitusi dari gugus hidroksil. Aktivitas stmktur (structure-activity relationship)
dari flavonoid penting diketahui yaitu jumlah dan lokasi gugus OH yang berperan
dalam menetralkan radikal bebas. Struktur yang memungkinkan aktivitas
scavenging radikal dari flavonoid adalah adanya 3,4-dihidroksil misalnya o-
dihidroksil (stmktur katekol) pada cincin B, berperan sebagai donor elektron dan
menjadi taiget radikal. Struktur 3-OH dari cincin C juga menguntungkan untuk
kapasitas antioksidan flavonoid. Konjugasi ikatan rangkap pada C2-C3 dengan 4-
keto, berperan untuk delokalisasi elektron cincin B, meningkatkan kapasitas
scavenging radikal. Juga adanya gugus 3-OH dan 5-OH dalam kombinasi dengan
fungsi 4-karbonil dan ikatan rangkap C2-C3 menaikkan aktivitas scavenging
radikal. Dengan tidak adanya struktur o-dihidroksil pada cincin B, substituen
hidroksil pada katekol pada cincin A dapat dikompensasikan dan menaikkan
kemampuan aktivitas antiradikal dari flavonoid (Amic et 01. 2002). Mekanisme
penghambatan senyawa flavonoid terhadap radikal bebas DPPH dan ABTS
sebagaimana dapat dilihat pada Gainbar 17 dan 18.
"N: + F:OH - + FIO'
\ Ph Ph
NO2 NO2 Aavonoid
DPPH' (PUP!=) Aavonoid OPPHH ( y e l h l phmxyl mdld
Gambar 17 Reaksi scavenging DPPH' oleh flavonoid (Amic e l nl. 2002)
Gambar 18 Reaksi radikal ABTS dengan antioksidan (Huang et nl. 2005)
Kapasitas antioksidan pada sayuran indigenous disebabkan oleh
adanya kandungan senyawa flavonoid khususnya quercetin. Senyawa
quercetin merupakan golongan flavonol yang paling banyak terdapat dalam
tanaman dan rnerupakan senyawa yang paling aktif dibanding senyawa
lainnya dari golongan flavonol. Senyawa quercetin mempunyai lima gugus
hidroksil sehingga aktivitas pengharnbatannya lebih kuat dibandingkan dengan
flavonoid lainnya yang rnempunyai gugus hidroksil lebih sedikit dari
quercetin. Hasil oksidasi radikal bebas oleh flavonol inenghasilkan produk
antara o-quinon pada cincin B (Brown et 01. 1998).
Hubungan Nilai Total Fenol dengan Kemampuan Mereiluksi Antioksidan
Kemampuan mereduk,i merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk mengetahui potensi kapasitas antioksidan (Meir et al., 1995).
Pada pengujian ini, keberadaan antioksidan dalam sampel akan mereduksi
Fe3+/ferisianida komplek menjadi ion Fe2+. Pembentukan Fez+ dapat dilihat
dengan menguhvr warna biru Prussian pada 700 nm. Ptrningkatan absorbansi
mengindikasikan adanya peningkatan kemampuan mereduksi. Persamaan
reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Prussian Blue : F ~ ( c N ) ~ ~ - + ArOH ---+ F ~ ( c N ) ~ + ArO + H+
F ~ ( c N ) ~ ~ - + Fe3+ + K+ + KFe[Fe(CN)6]
L, = 700 nrn
Hasil analisis data mengenai hubungan antara nilai total fenol dengan
kemampuan mereduksi antioksidan menunjukkan adanya korelasi yang positif.
Untuk mengetahui sejauh mana kecenderungan nilai total fenol masing-
masing ekstrak pada pengujian kemampuan mereduksi antioksidan dilakukan
analisis regresi linier yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 19. Hasil
analisis regresi linier menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara nilai total
fenol dengan kemampuan mereduksi antioksidan yang ditunjukkan dengan
nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.8659. Hal ini berarti bahwa 86.59%
kemampuan mereduksi antioksidan dipengaruhi oleh nilai total fenol yang
terkandung dalam ekstrak sayuran indigenous. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Yildirim et al. (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai
total fenol ekstrak maka kemampuan mereduksi atau kapasitas mereduksi akan
semakin meningkat. Kemampuan mereduksi suatu senyawa berhubungan
dengan kemampuan senyawa tersebut untuk melepaskan elektron. Lebih jauh
dikatakan bahwa kemampuan mereduksi merupakan indikator yang potensial
untuk menyatakan aktivitas antioksidan.
2 0.W -1 0 50 100 150
Total Fenol (uglmg ebtcak)
Gambar 19 Grafk hubungan nilai total fenol dengan kemampuan mereduksi
Menumt Lucarini el a1 (2002), jumlah, jenis serta lokasi substituen dari
senyawa fenolik sangat berpengamh tzrhadap kekuatan ikatan A-H pada fenol.
Terdapatnya substituen/gugus pada posisi orto dan para pada senyawa fenolik
dapat meningkatkan densitas elektron pada gugus hidroksii melalui efek induktif.
Peningkatan densitas elekeon pada OH akan Inenu~tIkan energi ikat oksigen-
hidrogen sehingga berakibat pada meningkatnya reaktivitas senyawa tersebut.
Disamping itu, gugus hidroksi yang terdapat pada senyawa fenolik berperan
dalarn menumnkan energi disosiasi ikatan senyawa fenol. Oleh karena itu adanya
substituen-substituen tersebut menghasilkan senyawa dengan rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Batari (2007) menunjukkan bahwa
senyawa flavonoid yang banyak terdapat pada sayuran indigenous adalah
quercetin. Quercetin mempunyai lima gugus hidroksil yang dapat beperan dalam
menumnkan energi disosiasi ikatan. Semakin rendah nilai suatu senyawa maka
akan semakin reaktif.
Hubungan Nilai Total Fenol dengan Kapasitas Antioksidan sebagai Penghambat Oksidasi Lipid Lanjut
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa ekstrak sayuran indigenous
mempunyai daya penghambatan pembentukan malonaldehid (MDA) yang cukup
tinggi. Tingginya daya penghambatan pembentukan malonaldehid (MDA) ini
menegaskan bahwa sayuran indigenous mampu menghambat oksidasi asam
linoleat. Hubungan antara nilai total fenol dari ekstrak sayuran indigenous dengan
kapasitas antioksidan sebagai penghambatan oksidasi lipid lanjut menunjukkan
adanya korelasi yang positif. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara nilai
total fenol dengan daya penghambatan pembentukan MDA menggunakan metode
TBA. Untuk mengetahui sejauh mana nilai total fenol dalam menghambat
pembentukan malonaldehid selanjutnya dilakukan analisis regresi linier yang
hasilnya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 20.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier antara nilai total fenol dan daya
penghambatan pembentukan MDA dapat diketahui bahwa terdapat hubungan
yang positif antara nilai total fenol dengan daya penghambatan pembentuka MDA
yang ditandai dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.8395. Hal ini berarti
bahwa 83.95% daya penghambatan pembentukan MDA dari suatu antioksidan
dipengamhi oleh nilai total fenolnya.
O.W 50.W 1W.W 150.00
Total Fenol (ug GAEImg ekstrak)
Gambar 20 Grafik hubungan antara nilai total fenol dengan ke Penghambatan Pembentukan MDA
Hasil pengujian daya penghambatan pembentukan MDA sebagaimana
pada Tabel 4 dan Lampiran 12 dapat diketahui bahwa ekstrak daun kenikir
mempunyai daya hambat yang paling tinggi terhadap pembentukan malonaldehid
diikuti oleh ekstrak beluntas, mangkokan, trolox, pohpohan, ginseng, kedondong
cina, kemangi, bunga kecombrang, krokot, antanan dan yang paling rendah adalah
ekstrak daun katuk. Tingginya daya penghambatan pada pembentukan MDA oleh
ekstrak kenikir disebabkan adanya senyawa quercetin sebesar 51.28 mg/100g
sampel segar daun kenikir (Tabel 1).
Dari hasil pengujian daya hambat pembeatukan malonaldehid pada
oksidasi asam lemak, diduga bahwa sayuran indigenous mempakan antioksidan
primer yang mampu memutuskan rantai radikal-radikal peroksil menghasilkan
senyawa yang lebih stabil. Hal h i sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Hudson (1990) yang menyatakan bahwa senyawa fenol terutama flavonoid
mempakan antioksidan primer yang mampu bereaksi dengan radikal-radikal
peroksil menghasilkan produk-produk yang lebih stabil.
Pada reaksi oksidasi lipid, antioksidan primer atau pemutus rantai,
menangkap radikal bebas lipid (radial peroksil, ROO') sehingga menghambat
tahap propagasi dalam reaksi oksidasi lipid (Maslarova, 2001). Reaksi antara
antioksidan fenolik hindered (terintangi) dan radikal lipid menghasilkan
pembentukan radikal fenoksil. Radikal fenoksil distabilkan oleh delokalisasi
elektron dalam cinch aromatik serta oleh gugus alkil pada posisi orto (Rajalaksmi
dan Narasimhan, 1996). Stabilitas radikal fenoksil juga dapat mereduksi laju
propagasi reaksi berantai karena tahap propagasi dari radikal antioksidan
berlangsung lambat dibandingkan dengan radikal lipid. Menurut Gordon (1990)
efektivitas antioksidan senyawa fenolik tergantung pada konsentrasinya. Pada
konsentrasi yang tinggi, antioksidan fenolik dapat bersifat prooksidan. Hal
tersebut disebabkan keterlibatan dalam menginisiasi reaksi oksidasi.
Mekanisme lain dari aktivitas antioksidasi substansi fenolik adalah
kemampuan dari flavonoid untuk mencegah peroksidasi dengan memodifikasi
pengemasan lipid dan penurunan fiuiditas membran. Perubahan ini dapat
menghambat difusi radikal bebas dan memutuskan reaksi peroksidasi. Penelitian
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa substansi fenolik terlibat dalam scavenging
hidrogen peroksida di dalam slel tumbuhan (Blokhina et al. 2003).
Hubungan Kemampuan Mereduksi dengan Kapasitas antioksidan sebagai Radikal Scavenger
Hubungan kemampuan mereduksi ekstrak sayuran indigenous dengan
kapasitas antioksidan sebagai radikal scavenger menunjukkan adanya korelasi
yang positif. Untuk melihat sejauh mana kecenderungan kemampuan mereduksi
tnasing-masing ekstrak antioksidan dalam mempengaruhi kapasitas antioksidan
di!akukan analisis regresi yang hasilnya dapat diiihat pada Gambar 21 dan
Gambar 22. Pada Gambar 20 terlihat bahwa hasil analisis regresi linier
menunjukkan b a h ~ d korelasi antara kemampuan mereduksi dan kapasitas
antioksidan dari sayuran indigenozrs yang diuji dengan menggunakan radikal
DPPH mempunyai mempunayi koefisien korelasi (r) sebesar 0.8943.
0- -v
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00
Kmampuan Mercduksi (mM TEAC)
Gambar 21 Grafik hubungan kemampuan mereduksi dengan kapasitas antioksidan menggunakan radika! DPPH
Sedangkan pada Gambar 22 terlihat bahwa hasil analisis regresi linier
mengenai hubungan kemampuan mereduksi dan kapasitas antioksidan sebagai
radikal scavenger yang dinyatakan sebagai TEAC (DPPH dan ABTS)
mempunyai koefisien korelasi yaitu 1-0.8992 (DPPH) dan r0.9033 (ABTS). Hal
ini berarti bahwa 89.92% @PPH) dan 90.33% (ABTS) kapasitas antioksidan
ekstrak sayuran indigenous sebagai radikal scavenger dipengaruhi oleh
kemampuan antioksidan tersebut dalam mereduksi ion menjadi ion ~e" .
Berdasarkan persamaan regresi linier yang diperoleh, diketahui bahwa
kedua metode pengujian tersebut mempunyai nilai slope yang lebih besar dari 0
(slope z 0). Hal ini berarti bahwa kapasitas antioksidan (Y) tergantung pada
kemampuan mereduksi senyawa antioksidan tersebut (X).
1400 5 y = 1035.4~ - 27359 - 1200 j m
1000 : in r - 0 U 800 , .-
I 2 5 600 i . = 33 142r + 0.26Si in 3 400 1 .- in rn 1 = 0 9033
200 :
z 0.00 0.50 1.00 1 5 0
Kemampuan mereduksi (mM TEAC)
,.. . .. . . .~ .. -~
I * TEACIOPPH kS T E A C I A B ~ -.--. -. .. .. -~ .. -~~ ~
Ga~nbar 22 Grafik hubungan kemampuan mereduksi dengan kapasitas antioksidan sebagai radikal sca~lenger.
Perhitungall mateinatis memperlihatkan bahwa kapasitas antioksidan
sebagai radikal scavenger yang diuji de~igan rnetode DPPH mempunyai nilai slope
yang lebih besar (1035.4) dibandingkan dengan metode ABTS (33.135). Nilai
slope yang lebih besar menunjukkan bahwa ekstrak antioksidan dinilai kurang
mampu mereduksi radikal bebas DPPH dibandingkan dengan radikal bebas ABTS
untuk membentuk senyawa yang lebih stabil. Untuk rnelihat sejauh lnana nilai
slope itu berpengaruh terhadap kemampuan mereduksi dari suatu antioksidan
maka dilakukan analisis varian pada a = 0.05. Hasil perhitungan lnenunjukkan
bahwa nilai slope untuk kedua persamaan regresi diatas berpengaruh terhadap
besar kecilnya kapasitas antioksidan.
Metode ABTS' lebih baik dibandingkan dengan metode DPPH', ha1 ini
disebabkan karena metode ABTS' dapat dioperasikan pada range pH yang besar,
dan berkorelasi terhadap aktivitas antioksidan dalam system biologis serta lebih
cepat dibandingkan dengan metode DPPH (Arts et al. 2004).
Semakin kuat kemampuan mereduksi suatu senyawa antioksidan maka
kapasitas antioksidannya akan semakin tinggi atau dengan kata lain sernakin
mudah antioksidan mereduksi ion ~ e ~ ' menjadi ion ~e~~ maka semakin besar
kapasitas antioksidannya.
Dari hasil pengujian terhadap kemampuan mereduksi dan kapasitas
antioksidan, diduga bahwa sayuran indigenous merupakan antioksidan primer
yang mampu mentransfer elektronnya menghasilkan senyawa yang lebih stabil.
Suatu molekul dapat berfungsi sebagai antioksidan primer bila dapat
mentranferkan elektronnya dengan cepat pada radikal dan radikal antioksidan
yang dihasilkan bersifat lebih stabil. Adanya gugus alkil pada posisi 2,4,6 pada
molekul fenol, dapat meningkatkan densitas elektron pada gugus hidroksil melalui
efek induktif. Dengan demikian reaktifitas senyawa fenolik terhadap radikal akan
meningkat. (Gordon, 1990).
Hubungan Kemampuan Mereduksi dengan Nilai Total Flavonol dan Nilai Total Flavon
Nilai total flavonol dan juga nilai total flavonol dan flavon yang digunakan
dalam analisis data untuk mengetahui hubungan antara kema~npuan mereduksi
dengan nilai total flavonol dan juga nilai total flavonol dan flavon menggunakan
data sekunder hasil penelitian Batari (2007) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel
4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai total flavonol pada daun katuk (142.64
mg1100 g sampel segar) dan pada daun antanan (21.01 mgI100 g sampel segar).
Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai total flavonol daun lainnya.
Oleh karena itu pada analisis ini kedua nilai tersebut
Hasil analisis data menunjukkan adanya korelasi pang positif antara
ke~nanipuan mereduksi dengan nilai total flavonol dan juga dengan nilai total
flavonol dan flavon. Untuk mengetahui sejauh mana kecenderungan nilai total
flavonol dan juga nilai total flavonol dan flavon dari masing-masing ekstrak pada
pengujian kema~npuan mereduksi antioksidan dilakukan analisis regresi linier
yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil analisis regresi linier
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan mereduksi dengan
nilai total flavonol (23a) dan juga nilai total flavonol dan flavon (23b) yang
menghasilkan koefisien korelasi sebesar masing-masing r = 0.8096 dan r =
0.8092. ha1 ini berarti bahwa 80.96 % dan 80.92% ke~nampuan mereduksi
antioksidan dipengaruhi oleh nilai total flavonol dan juga nilai total flavonol dan
flavon yang terkandung dalam ekstrak. Aktivitas antioksidan dari flavonol dan
flavon ditandai dengan aktivitas reaktif yang tinggi sebagai donor hidrogen atau
elektron dan juga kemampuannya untuk menstabilkan serta memindahkan
elektron yang tidak berpasangan. Aktivitas antioksidan dari flavonol dan flavon
berhubungan dengan struktur molekuler dan bentuk substitusi dari gugus
hidroksilnya (Amic et al. 2002).
Kernampma M d u k s i (mM TEAC) Kcrnamptmn Mcredukai (mM TEAC)
Gambar 23 Grafik hubungan kemampuan mereduksi dengan nilai total flavonol (a) dan nilai total flavonol dan flavon (b)
Kapasitas antioksidan pada sayuran indigenous disebabkan oleh
adanya kandungan senyawa flavonoid yaitu flavonol (quercetin, kaempferol
dan miricetin) dan flavon (apigenin dan luteolin). Reaksi oksidasi senyawa
flavonol dapat dilihat pada Gambar 24.
R = OH, quercetin; R = H, kaempferol.
Gambar 24. Hasil oksidasi radikal bebas DPPH oleh quercetin (Brown et al. 1998)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ekstrak sayuran indigenotts
merupakan antioksidan yang dapat berfungsi sebagai radial scavenger,
mempunyai kemampuan mereduksi dan dapat menghambat terjadinya oksidasi
lipid lanjut.
Berdasarkan hasil analisis data mengenai hubungan nilai total fenol
dengan aktivitas antioksidan ekstrak sayuran indigenous dapat diketahui bahwa
nilai total fenol secara keseluruhan berpengaruh terhadap kapasitas antioksidan
ekstrak sayuran indigenous. Semakin tinggi nilai total fenol ekstak antioksidan
maka semakin tinggi kemampuannya sebagai radikal scavenger, semakin tinggi
kemampuan mered~ksinya dan semakii tinggi kemampuannya dalam
menghambat terjadinya oksidasi lipid lanjut.
Semakin tinggi kemampuan mereduksi dari suatu antioksidan maka
semakin tinggi kapasitas antioksidannya yang ditandai dengan semakin tinggi
kemampuannya dalam menekan perkembangan radikal bebas.
Kemampuan mereduksi dari suatu antioksidan dipengamhi oleh
kandungan flavonol dan flavon yang terdapat pada ekstrak antioksidan tersehut.
Saran
Disarankan untuk melakukan uji lanjut kapasitas antioksidan secara in vivo
untuk mengetahui efektivitas ekstrak antioksidan sayuran indigenous dalam
menekan perkembangan radikal bebas.
Adesegun S.A., Fajana A., Orabueze C. I, Coker H.A.B. 2007. Evaluation of Antioxidant Properties of Phaulopsis fascipala C.B.C.I. (Acanthaceae). Original Article. CAM Advance Access published October 4 : 1 - 5
Amif. m a n . , Amif. DavidoviC D., Beglo., Trinajstif.. 2003. Structure-Radikal Scavenging Activity Relationships of Flavonoids. Original Scientific Paper. Croatia Chemica Acta CCACAA. 76 (1). 55-51.
Andarwulan N., Wijaya C. H, Cahyono D. 1996. Aktivitas Antioksidan dari Daun Si (Piper betle L). Buletin Teknologi dan Indus6i Pangan. Vol W. No 1 : 29
Anonim. 2008a. Free Radical Introduction. www.exnt.net. Diakses tanggal 22 September 2008.
Anonim 2008b. Thiobivbiic Acid Reactive Subslances httD://www.eenprice.com. Diakses pada tanggal 24 Juni 2008.
Ardiansyah. 2005. Daun Beluntas sebagai Bahan Antioksidan dan Antibakteri Alami. Tesis. Sekolah Pascasarjana InstiM Pertanian Bogor. Bogor.
Ardiamyah. 2007. Antioksidan dan Pemmnyil bagi Kesehatan.litto://~\?\~v.bcri~i~tel;com &el Iptek. Diakses pada tanggal 23 September 2008.
Apak R, Guqlh K., Demirata B., by&k, Celik S. E., Bektapgu B., Berker K. I., &$kt, 2007. Compamtive Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity Assays Applied to Phenolic Compounds with the CUPRAC Assay. Review. Moleczdes. 12, 1496-1547
Aqil F., Ahmad I., Mehmood 2.2006. Antioxidant and Free Radical Scavenging Propenies of Twelve Tradidonally Used Indian Medicinal Plants. Turk JBiol, 30 : 177-1 83
Arts J.TJ. Mariken., Dalliga S. J., Voss Peter H., Haenn RM.M Guido., Bast A. 2003. A Critical Appraisal of The Use of The Antioxidant Capacity WAC) Assay in Defining Optimal Antioxidant Structures. Food Chemistry. 80 : 409 - 414
Arts J.TJ. Mariken., Dallinga S. J., Voss Peter H., Haenn R.MM Guido., Bast A. 2004. A New Approach to Assess The Total Antioxidant Capacity Using The TEAC Assay. FoodChemistry, 88 : 567 - 570
Aulf A. 1976. Techniques and Experiments for Organic Chemistry. Holbrook Press. Inc. Boston. USA.
A z i , A. H., N. M. Ni., Ruslawati and T. Swee Tee. 1999. Extraction and Characterization of Antioxidant from Cocoa by Product. J. Food Ckm. 64. 199-202
Batari R. 2007. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa Bamt. Slaipsi. Fakultas Teicnologi Industri Pertanian Bogor. Bogor
Behbahani M., A. M. Ali., R. Muse., N.B. Mohd. 2007. Antioxidant and Anti-inflamatory Activities of Leaves of Baningtonia racemosa. J. MedPlanf Res. 96-102
Belitz, H. D. dan W. Grosch. 1987. Food Chemistry. Springer Verlag. Berlin.
Berg van den R., Haenen R.M.M Guido., Berg van den H., Bast A. 1999. Applivability of an Improved Trolox Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC) Assay for Evaluation of Antioxidant Capacity Measurements of Mixtures. Food Chem. 66:511 -517
Blokhina O., Virolainen E., Fagrstedt K.V. 2003. Antioxidants, oxidative damage and oxygen deprivation stress : a review. Annals of Botany. 9 1 : 179-1 94
Brown, E.J., Hicham Kodrt., Robert C., Hidert and Catherine A,, Rice Evan. 1998. Structural Dependence of Flavonoid Interactions with Cu2+ ions : Implications for Their Antioxidant Properties. Biochem J 330 : 1 173 - 11 78
Buck, D. F. 1991. Antioxidants. Di dalam J . Smith, editor. Food Additive User's Handbook. Blackie Academic & Professional. Glasgo\v-UK.
Chang H. Y., Y. L. Ho., M. J. Sheu., Y. H. Lin., M. C. Tseng., S. H. Wu., G. J. Huang and Y. S. Chang. 2007. Antioxidant and Free Radical Scavenging Activities of Phellinus merrillii Extracts. Botanical Studies. 48: 407-41 7
Chen H. M., K. Muramoto., F.; Yamauchi., K. Nokihara. 1996. Antioxidant Activity of Designed Peptides Based on The Antioxidative Peptide Isolated from Digest of a Soybean Protein. J. Agric. Food Chent. 44 : 2619-2623
Chipault, J. K., E. R. Mizuno., J. M. Hawkins dan W. 0 . Lunberg. 1952. The Antioxidant Properties of Natural Spices. Di dalam M. S. Peterson (ed). Food Research. Vol. 17. The Gerrard Press Champaign. Illinois.
Chidamabaramurthy K. N., Jayaprakasha G.K., Singh R.P. 2002. Antioxidant Activity of Pomegranate Peel Extract In Vivo Models. J. Agric Food Chenz. 50 : 4791 - 4795.
Coppen, P. P. 1983. The Use of Antioxidants. Di dalam J. C. Alien dan R. J. Hamilton, editor. Rancidity in Foods. Applied Science Publishers. London.
Cuppett, S., M. Schnef and C. Hall. 1997. Natural Antioxidant Are They Reality? Di Dalam: Shahidi, F. (ed). Natural Antioxidant. Hal. 12-24. AOCS Press Champaign. Illinois.
Duh, P. D., Yen, G. C., Yen, W. J., Wang, B. S., dan Chang, L. W. 2004. Effects of Puerh Tea of Oxidative Damage and Nitric Oxide Scavenging. J. Agric. Food. Chem. 52,8169-8176.
Ebrahimzadeh M.A., Pourmorad F., Hafezi S. 2008. Antioxidant Activity of Iranian Corn Silk. Turk JBiol. 32 : 43 - 49
Eklund P. C., Langvik K. O., Warna J. P., Salmi T. O., Wilfor and Rainer E. S. 2005. Chemical Studies on Antioxidant Mechanism and Free Radical Scavenging Properties of Lignans. Org. Bion~ol. Chenz. 3 : 3336 - 3347
Exarchou V., Nenadis N., Tsimidoi M., Gerothanassis I. P., Troganis A & Boskou D. 2002. Antioxidant Activities and Phenolic Composition of Extract from Greek Oregano, Greek Sage, and Summer Savory. JAgric Food Chem. 50(19) : 5294 - 5299
Frank-I. E. N.. S. W. Huane.. J. Konnerdan J. B. German. 1994. Interfacial Phenomena in he Evaluation of Antioxidant: Bulk Oils vs Emulsion. J. Agric. Food Chem. 42. 1052-1059.
Fuhnnan B dan M. Aviram. 2002. Polyphenols and Flavonoids Protect LDL against Atherogenic Modification. Di dalam: Cadenas, E dan L. Packer (Eds). Handbook of Antioxidants. 2"d Edition. Revised and Expanded. Marcell Dekker. Inc. New York.
Gordon, M. H. 1990. The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro. Di dalarn B. J. F Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. London.
Gutteridge B. 1995. Lipid Peroxidatin and Antioxidant a . Biomarkers of Tissue Damage. J. Clin. Chem 41 (12): 1819-1821
Haliwell, B. 1990. How to Characterize a Biological Antioxidants. Free Radicals Research Communication. 9. 1-32.
Hamilton, R. J. 1983. The Chemistry of Rancidity in Foods. Di dalam J. C. Alien dan R. J. Hamilton, editor. Rancidity in foods. Applied Science Publishers. London.
Hammerschmidt, P.A. and D.E. Pratt. 1978. Phenolic Antioxidant of Dried Soybean./ FoodSci. 43 : 556-559
Hardborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, penerjemah. Terbitan ke-2. Penerbit ITB. Bandung.
Heldman, D. R., dan R. P. Singh. 1981. Food Process Engineering. Ed ke-2. AVI Publishing Company Inc. Westport-Connecticut.
Hertog, M. G. L., Sweetnam, P. M., Fehily, A. M., Elwood, P. C., dan Krornbout, D. 1997. Antioxidant flavonols and Ischaemic Heart Disease in a Welth Population of Men. The carphily study. Anierican JournaIofclinicalNiitrition. 65. 1489-1494.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Yayasan Sarana Wana. Jakarta.
Hougton, P. J. dan A. Roman. 1998. Laboratory Handbook for the Fmctionation of Natural Extracts. Chapman and Hall. London.
Huang, S.W., E.N. Fmnkel, K. Schwarz, and J.B. German. 1996. Antioxidant Activity of Carnosic Acid and Methyl Carnosate in Bulk Oils and Oil-in-water Emulsions. J. A@c. Food Chem. 44 : 295 1-2956
Huang D., Ou B., and Prior R. 1.2005. The Chemistry Behind Antioxidant Capacity Assays. Reviews. J. Agric. Food Chem. 53 : 1841-1 856
Javanmardi, J., Stushnoff, C., Locke, E., dan Vivanco, J. M. 2003. Antioxidant Activity and Total Phenolic Content of Iranian Ocimunt Accessions. J. Food Chent. 83 : 547-550
Kahkonen, M. P., Hopia, A. I., Vuorela, H. J., Rauha, J. P., Pihlaja, K., Kujala, T. S., dan Heinonen, M. 1999. Antioxidant Activity of Plant Extracts Containing Phenolic Compounds. J. Agric. Food. Chen~. 47 (lo), 3954-3962.
Kai M, Vanselow, KH., Lippemeier S. Hintze R., Ruser A and Peter H. 2007. Determination of DPPH Radical axidation Caused by Methanolic Extracts of Some Microalgal Species by Linear Regression Analysis of Spectrophotometric Measurements. Full Research Papcr. Sensors, 7, 2080- 2095
Kochhar, S. P. dan B. Resell. 1990. Detection, Estimation, and Evaluation of Antioxidants in Food System. Di dalam B. J. F Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. London.
Kikugawa, A,, K. A. Kurchi., T. Kurugi. 1990. Chemistry and Implication of Degradation of Phenolic Antioxidant. Hal. 65-98. Elseiver Applied Science.New York.
Kulkami, A. P., Aradhya, S. M., Divakar, S., (2004). Isolation and Identification of Radical Scavenging Antioxidant - Punicalagin from Pith and Carpellary Membrane of Pomegranate Fruit. J. Food Chem. 87.55 1-557.
Larson, R. A. 1988. The Antioxidant of Higher Plants. Phitochemistry. 27 : 969-978
Lee, Byong W., Lee, Jin H., Gal, S. W., Moon, Y. H., dan Park K. H. 2006. Selective ABTS Radical-Scavenging Activity of Prenylated Flavonoids from Cudrania trictispidata. Biosci Biotechnol. Bioche?~?. 70 (2), 427-432.
Loliger, J. 1983. Natural Antioxidant. Di Dalam : Alien, J . C. dan R.J. Hamilton (ed). Rancidity in Foods. Hal. 89-108. Applied Science Publisher. London.
Lucarini, M., V. Mugnaini., G. F. Pedulli. 2002. Bond Dissociation Enthalpies of Polyphenol: The Importance of Cooperative Effect. J. Org. Chenl. 67.928-93 1
Madhavi, D.L., R.S.Singh., P.R. Kulkami. 1996. Technical Aspects of Food Antioxidants, di dala~n Food Antioxidant, Technological, Toxicological and Health Perspective. Madhavi, D.L., S.S. Deshpande and Salunkhe (editor). Maxwell Dekker. Inc. New York. 65.
Markham, K. R. 1975. Isolation Techniques for Flavonoids. Di dalam: J. B. Harborne, T. J., Mabry, dan H. Mabry. Editor. Part 2. The flavonoids. Academic Press. New York.
Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, penejemah. Penerbit ITB. Bandung.
Maslarova. Y. 2001. Inhibiting Oxidation di dalam Antioxidant in Food. Pokorny et al. (editor). CRC Press. New York.
Mathews, C.K. & Van Holde, K.E. 2000. Biochemistry 3rded. Benjamin/Cummings. California.
Meir S., Kanner J., Akiri B., Philoshop-Haddas S. 1995. Determination and Involvement of Aqueous Reducing Compound in Oxidative Defense System of Various Senescing Leaves. J. Food Chen~. 43 : 1813 - 181 9
Molyneux P, 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, Songklanakarin J. Sci. Technol., 26(2): 21 1-9.
Murray R. K., D. K. Granner., P.A. Mayes., V. W. Rodwell. 2003. Harper's Illustrated Biochemistry 21" edition. Lange Medical Books. McGraw-dill.
Nakatani, N. 1992. Natural Antioxidants from Spices. Di dalaln M. T. Huang., C. T. Ho dan C. Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health 11. American Chemical Society. Washington X.
Namiki, M. (1990). Antioxidant/antimutagens in foods. CRC Critical Reviews in Food 33 Science andNutrition. 29.273-300
Naufalin R. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang Terhadap Berbagai Mikroba Pathogen dan Perusak Pangan. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
011 B., D. Huang., M. Hampsch-Woodill., J. A. Flanagan., E. K. Deemer. 2002. Analysis of Antioxidant Activities of Common Vegetables Employing Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC) and Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) Assay: Comparative Study. J. Agric. Food Chenz. 50, 3122- 3 128.
Payet B., Cheong Sing A.S., Smadja J. 2005. Assesment of Antioxidant Activity of Cane Brown Sugars by ABTS and DPPH Radical Scavenging Assays : Determination of Their Polyphenolic and Volatile Constituents. J. Agric. Food Chenz. 53 : 10074 - 10079
Pekkarinen, S. S., H. Stockmann., I<. Schwarz., I. M. Heinonen dan A. I. Hopin. 1999. Antioxidant Activity of Calnosic Acid and Portioning of Phenolic Acid in Bulk and Emulsified Methyl Linoleat. J. Agric. Food Chen7.47:3036-3043
Pmkash A,, Rigelhof F., & Miller. Antioxidant Activity. Medalion Laboratories. Analytical Progress. w\w.medallionlabs.com. Diakses pada tanggal I6 Maret 2008.
Pntt. D. E., & Hudson, B. J. F. 1992. Natural Antioxidant not Exploited Commercially. In B. J. F Hudson (Ed). Foodmlioxidanlr. 171 - 192 p. London : Elseiver Applied Science.
Rice-Evans, C.a., Miller, N.J., & Paganga, G. 1996. Shucture-Antioxidant Activity Relationship of Flavonoids and Phenolic Acids. Free Radical Biology m d Medicine, 20,933-956
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung,
Singh, R. P., Murthy, C. K. N., and Jayaprakasha, G. K. 2002. Studies on the Antioxidant Activity of Pomegranate (Punica grmahmz) Peel and Seede Exhacts Using in Vitro Models.J. Agric. FoodChem, 50,81-86
Sherwin, E.R. 1990. Antioxidant di dalam Food Additives. Branen el al. (editor). Marcell Dekker. Inc. New York. 144-149.
Shrififar F., Yassa N., Shafiee A. 2003. Antioxidant Activity of Otosiegia persica (Labiatae) and its constituents. Iranian Journal of Pharmacezllical Research 235-239
Shahidi, F., Wanasundara. 1998. Methods of Measuring Oxidative Rancidity in Fats and Oils di dalam : Food Lipids Chemistry, Nutrition. C.C. Akoh and D. B. Min (editor). Marcel; Dekker Inc. New York. 377-396.
Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan Kegunaan. Balai Pustaka. Jakarta
Shui, G. L. P Leong dan S. P. Wong. 2005. Rapid Screening and Characterization of Antioxidant of Cosmos caudatus Using Liquid Chromatography Coupled with Mass Spectrometry. htto://www.scien~edirect~co~~i. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2007.
Triguspita, . A. Subarnas dan Supriyatna. 2000. Efek Analgetik dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Metanol Daun I<ayu Putih, Kecubung, Mangkokan, Pohpohan dan Turi dengan Metode Geliat pada Mencit. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XVII. Bandung 28-30 Maret 2000.
Velioglu, Y. S., Mazza, G., Gao, L dan Oomah, B. D. 1998. Antioxidant Activity and Total Phenolics in Selecteds Fruits, Vegetables, and Grain Products. J. Agric. Food. Cheni, 46, 41 13-41 17.
Yildirim, A,, Kara, A. 2001. A Determination of Antioxidant and Antimicrobial activities of Runtex crispus L. extracts. J. Agric. Food Chem. 49 : 4083-4089.
Zin M. Z., Hamid A.A., Osman A. 2002. Antioxidative Activity of Extracts from Mengkudu (Morinda citrifolia L) Root, fruit and leaf. Food Chemistry. 78, 227 -231
b l L + 18568
18568
98L68
9LL88
$0'1 1 + 09LP8
09Lb8
086E8
OPS58
86'L + 6LZSf
6L'ZSP
PI'LPb
Eb8SP
C06 + 5 [SOL
SISOL
ESI IL
LL869
55.6 + OLL6E
OLL6E
SPtOP
S606E
11'51 +9P166
9P166
LL086
t.1 ZOO1
59's + OZ'OI P
OZ'OIP
6LZIP
ZYLOP
LOO + E66S
C668
8668
88'68
ZLO + S f 6 8
SP68
9C68
ES68
9CO+ 16'18
1618
ZL18
60'58
b l O + 8 S L 8
8SL8
89L8
8PL8
6CO + 066L
006L
81 08
E9'6L
E 1'0 + P8'06
P8'06
iL '06
16'06
t1'0+OP08
Of08
05'08
05'08
8SOZ'O
9LOZ'O
ZLEZ'O
ZLEZ'O
9L9EO
9L9EO
ES950
PSLZ'O
Z81PO
1EZbO
218 1 0
PI61 0
886E0
E96EO
o l e l - u i ~ ' ~
Z
I
DlB1-CIBX
Z
I
cru-eroa
5
I
e l u - e ~ e ~
Z
I
OICI-DIC~
Z
I
o l e ~ - o r c ~
Z
I
elU-9el l
Z
I
PESOZ
90SO'Z
Z6Z2Z
Z99Z'Z
EIIO'Z
SZSO'Z
ESlZ
86615
9601.2
ZLLOZ
ZCZOZ
S601Z
SPOZ
L l l O Z
loqolg
Suuqma3a>
o u ! ~ B u o p u o p ~ ~
se~unls
ucuwu'$
B u a r u ! ~
Lampiran 3 Hasil pengukuran kadar air bubuk kering berbagai sayuran indigenous
Katuk
Ginseng
Atllonon
Blunlas
Kedoodong Cinv
2
Ram-mta
I
2
Raw-rata
I
2
Ratl-iata
--- I
2
RBW-rats
I
2
Ram-rata
I
2
Ratl-rata
I
2.0394
1.0058
1.0095
2 0 l 0 9
2.0058
20071
2.0095
2.0323
2.0247
2.0008
2.0996
2.0433
2
Ram-mtn
2.0167
2.0433
2.0167
Krokot
1.8562
0.9420
0.9431
1.8170
1.8260
1.8201
1.8109
1.8344
1.8208
1.7954
1.8860
1.8402
I
2
Ram-rala
1.8168
1.8566
IS529
8.98
8.81
8.81 + 0.25
6.34
6.58
6.46
6.46 + 0.17
9.64
8.96
9.30
9.30 + 0.48
9.32
9.88
9.60
9.60 i 0 . 4
9.74
10.07
9.90
9.90 + 0.24
10.27
10.17
10.22
10.22 + 0.07
9.94
9.87
9.66
9.66 + 0.30
6.77
7.04
6.91
6.91 +0.19
10.67
9.85
10.26
10.26 + 0.58
10.27
10.97
10.62
10.62 + 0.49
10.79
1 1.20
10.99
11 0 3 + 0.29
I 1.44
11.33
1 1.38
11.38 + 0.08
11.04
9.91
9.93
9.93 + 0.02
914
8.12
8.63
8.65 + 0.72
11.00
1 1.02
11.02 + 0.02
10.06
8.84
9.45
9.45 +0.86
Lampiran 4. Hasil pengukuran kadar bahan kering ekstrak sayuran Indigenous
Antanan
Balunrar
Ginseng
Krnikir
Kedondong Cina
Kecombrang
Krokot
Raru-rala
I
2
Rnta-rat3
I
2
Ratn-rat8
I
2
Rala-raia
I
2
Rata-rala
I
2
Reta-rato
I
2
Rata-rata
I
2
Rata-rata
1.92
1.93
2.58
2.54
2.52
2.42
2.51
2.41
2.37
2.48
2.38
2.47
2.49
2.51
2.08
2.1 1
2.6
2 6
2.55
2.48
2.65
2.58
2.52
2.53
2.56
2.55
2.65
2.67
98.46
98.84
98.84 + 0.54
92.3 I
9 1.47
91.89
91.89+0.59
99.23
97.69
98.46
98.46 + 109
98.82
97.58
98.20
98.20 + 0 88
94.72
93.41
94.06
94.06 + 0.92
94.05
98.02
96.04
96.04 + 2 81
92.97
96.86
94.92
94.92 + 2.75
93.96
94.01
93.98
93.98 + 0.03
98.43
98.83
98.83 + 0.56
91.67
90.67
91.17
91.17+0.70
99.22
97.64
98.43
98.43 + 1.12
98.81
97.52
98.17
98.17 + 0.91
94.42
92.95
93.68
93.68 + 1.04
93.67
97.98
95.83
95.83 + 3.05
92.44
96.76
94.60
94.60 + 3.06
93.57
93.63
93.60
93.60 + 0.04
Lampiran 5. Hasil pengukuran rendemen ekstrak sayuran indigenoirs
Sample
Mangkokao
Kenikii
Kernvngi
Pohpohan
Karuk
Ginseng
Anranail
Beluntas
Kedondong Cina
Kecombrang
Krok~t
Ulangan
1
2
Rara-mra
I
2
Rala-mta
I
2
Ram-nta
I
2
Ram-mta
I
2
Rata-mta
I
2
Rala-rata
I
2
Rata-mta
I
2
Rala-mta
I
2
Rat-nta
I
2
Rata-ratu
I
2
Rata-nta
'I\'. A w a l
(g)
6.0160
6.0500
6.0030
6.0070
6.0060
6.0010
6.0010
6.0030
6.00.10
6.0030
6.0020
6.01 10
6.0030
6.0100
6.0060
6.0040
6.0080
6.0120
6.0100
6.0060
6.0170
6.0120
\\'. Eks t rak
(8) 1.6458
1.7146
1.3729
1.5293
0.9759
1.0113
0.8064
0.8399
2.1953
2.1 165
1.5179
1.4152
1.9218
1.7778
1.1182
1.2179
1.9198
1.7107
0.8616
0.7558
1.7198
1.7117
K a d a r A i r Bubuk
(% bb) 7.45
Rendemen (% Bk)
(a) 29.56
7.34
7.27
7.34
8.97
8.99
8 64
8.98
6.34
6.58
9.64
8 96
9.32
9.88
9.74
10.07
10.27
I 0 I 0
9.94
9.91
9.14
8.12
30.59
30.07
30.07 + 0.73
24.66
27.48
26.07
26.07 + 1.99
17.85
18.52
1818
18.18+0.47
14.71
15.37
15.04
15.04 + 0.47
39.04
37.74
38.39
38.39 + 0.92
27.99
25.86
26.92
26.92 + 1.50
35.30
32.82
34.06
34.06 + 1.75 20.63
22.56
21.59
21.59 + 1.36
35.61
31.65
33.63
33.63 + 2.80
15.92
13.97
14.94
14.94 + 1.38
31.46
30.99
31.22
31.22 + 0.33
Lampiran 6 Hasil pengukuran nilai total fenol ekstrak sayuran indigenous
Sample
Mangkokan I' I
2
Ulangan
(me) 5.6 5.4 5.4 5.5
Ruta-rata
W. Awal
5 5 5 5
FP
(ml) 0.5 0.5 0.5 0.5
Vol. sample
0.553 0.552 0.546 0.573
Abrorbansi
(mglml) 122.31 122.10 133.89 139.76
Kons. Sample (mg GAElmg ekstrsk bb)
54.60 56.53 61.99 63.53 59.16
Total Fenol (mg GAElmg cktrak
b k) 58.29 60.35 65.70 67.33 62.92
Tofnl Fenat
[Galic acid] ( m g l ~ )
0.173 0.382 0.622
200 0.824 1.087
300 1.318
100 200 300
Kons. Galic Acid (mglL)
0 0 100 200 300 400
j Kons. Galic A c ~ d (mglL)
Lampiran 8 Hasil pengukuran kemampuan mereduksi sayuran indigenous
0
1W
2W
Ksnikir
0.045
0.512
0.617
18 (5.5
Bslunlsr
0.045
0.387
0.591
13 133
M q k o W n
OW5
O.1m
0.227
5.044
Ksmwi
0 . W
0.170
0.273
6.067
Pohpohan
0.045
0.168
0.284
6.311
Katuk
0 . W
0.153
0.243
5.4W
Anlanan
0.045
0.165
0.284
6.311
Ginsew
OM5
0.116
0.21
4.567
KWandoopCina
0.045
a115
0.204
4.535
-np
0.045
o.tie
0.216
4.844
m o t
OM5
z~cs 0.194
4.311
Tmlox - 0.045
a::: 0.59
13.111
75 Lampiran 9 Hasi! pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak sayuran indigenous metode DPPH
78 Lampiran 12 Hasil pengukuran kapasitas antioksidan berbagai jenis sayuran indigenous
sebagai penghambat oksidasi lipid
j 0 1
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 1
j Konsentrasi TMP (mM)
Konsentrasi (uM) 0.50 I .OO 1.50 2.00 2.50 3.00
% Inhibisi = . [MDA Blanko] - [MDA sar x 100 % [MDA Blanko]
Rata-rata
0.013 0.033 0.050 0.080 0.094 0.124
Absorbansi I
0.012 0.035 0.049 0.078 0.095 0.128
2 0.014 0.03 1 0.05 1 0.08 1 0.092 0.12
i OL / 08 i i 06 I OOC
Hdda leX!PEJ uey~un8Zuaru uepysyoype sq!sedey uep louaj [el01 !el!u ua8unqnq y g e q £1 uel!dure?
. 81'12 EI'ZE 85'6 6'9 1
6Z'LZ I I 'L IS'IZ ZL'9Z PS'6 1 CI'bS 89.98
!s!q!~! % Hdda
bZ'ZP SS'P9 9'95 SL'LS SP'ZL 9C69 58'0L 95'16 26'29 ES'6 I I I ' IbI
(~lsya ~"JIZVD Zn) louaj [ e l o ~
l0YOJ)l
Bue~qruo3a)l ' g eu!3 3uopuopa)l
S u a s u ! ~ ueueluv 3me)l
ueqodyod !Buema)l
ueyoyBuen J!T!Ua)l se$un[aa
[adrues ye~ i sya
(ye~lsya 8 ~ 1 1 3 ~ 9 Zn) louad I ~ I O J . !el!N
0s 1 00 1 0s 0
; 00'0 E T3
ZOL6 '0 = 1 i- 00.0OZ % j E: : OO'OOP >
m a 00'009 F =.
? "k I 00-008 8 g
!
! , 000001 2 j 8S'EYY - X E L E ' Z I = .( * / - oo'ooz1 5
G I 00.0OPL :
6S'L P6'E 1 S8'11 S6'ZC PSP1 ~ s . 0 1 6 t'P1 SL.81 6LZ1 66LE ZP'9P
( w a 6wlown) SIBV
OP'6L LS'E6 1 PL-SP 1Z'E6
98'ZLL 8 0 ' s ~ S6'9EC 9P'6ZZ Z1'801 99'Z06 PL'S611
(Jlsya 6wlown) Hdda
PZ'ZP 8S.P9 9'9S 8L'LG SP'ZL 9 ~ 6 9 SS'OL 9S.16 26.19
ES'6 1 t 1'1P1
( ~ w i a 6 ~ ~ 1 3 ~ 9 6n) 10~34 lelol
JOY OJY 6ue~qwo3ay '8 eu!3 6uopuopan
Guasu!~ ueueluv
m e n uey0dq0d !6uewan
ueyoy6ueyy j!~!ua>l
selunlag
ladlues ye~lsy3
8 l Lampiran 15 Grafik hubungan nilai total fenol dengan kemampuan mereduksi
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Nilai Total Fenol (ug GAEIrng eltstrak) I
- ~ . ,. ~ - . . i
Ekstrak sampel
Beluntas Kenikir
Maogkokan Kemangi Pohpohan
Katuk Antanan Ginseng
Kedondong Cina B. Kecombrang
Krokot
Total fenol (ug GAElmg ekstr)
141.1 119.53 62.92 91.56 70.85 69.36 72.48 57.78 56.6
64.58 42.24
Kemampuan mereduksi
1 .OO 1.38 0.38 0.46 0.48 0.4 1 0.48 0.33 0.35 0.37 0.33
82
Lampiran 16 Grafik hubungan nilai total fenol dan kemampuan penghambatan oksidasi lipid lanjut
! 0 20 40 60 80 100 I20 140 160
I Nilai Total Fenol (ug GAEImg ekstrak) !
Ekshak sampel
- Beluntas Kenikir
Mangkokan Keinangi Pohpohan Ginseng
Kedondong Cina B. Kecombrang
Krokot
Total fenol (ug GAEImg ekstrak)
141.1 119.53 62.92 91.56 70.85 57.78 56.6
64.58 42.24
Penghambatan Pembentukan MDA (%)
98.55 98.15 97.70 97.04 97.26 97.13 97.06 96.55 96.02
83 Lampiran 17 Grafik hubungan kemampurtn mereduksi dengan kapasitaq antioksidan
menggunakan radikal DPPH
Ekstrak sampel
Beluntas Kenikir
Mangkokan Kemangi Pohpohan
Katuk Antanan Ginseng
Kedondong Cina B. Kecombrang
Krokot
DPPH % inhibisi
86.65 84.13 19.54 26.72 21.51 7.1 1
27.29 16.9 9.55 32.13 21.18
Kemampuan mereduksi
1 .OO 1.38 0.38 0.46 0.48 0.41 0.48 0.33 0.35 0.37 0.33
Lampiran 20 Hasil pengujian identifikasildeterminasi sayuran indigenous
LEMBAGA lbMU PENGETAHUAN INDONESIA ( Indonesian Institute of Sciences )
PUSAT PENELlTlAN BlOLOGl ( Research Center for Biology )
JI Raya Jakarta - Bogor Krn 46 C~b~nong 16911, Indonesia P.0 Box 25 Ctb~nong Telp (021) 87907636 - 87907604 Fax 87907612
Cibinong, 24 November 2008 Nomor :10~o/1~~.1.02/1f.8/2008 Lampiran I _ Perihal : Hasil identifikasi/deteminasi Tumbuhan
Kewada Yth. ~ & . / ~ b u / ~ d r ( i ) . Diny Agustini S.S.,ST. Mhs.IPB
Dengan hormat,
Bersama ini kami sampaikan hasil identifikasildeterminasi tumbuhan
yang Saudara kirimkan ke "Herbarium Bogoriense", Bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi-LIP1 Bogor, adalah sebagai berikut :
Suku No.
2
Daun Kernangi
Daun Ginseng
( ( Daun Mangkokan ( Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr. Araliaceae
Demikian, semoga berguna bagi Saudara.
No. Kol.
Daun Kenikir
~ a u n ~ o l ~ p o h a n
Daun Katuk I Sauropos androgynus (L.) Merr.
Kembang Onje ( Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.
Kep2lk;~idang _ _ .- _. . . Botani Pusat PCneIitian Biologi-LIPI,
> .
Jenis
Ocimum americanum L.
Talinum triangulare (Jacq.) Willd.
Euphorbiaceae
Zingiberaceae
AC
' Dr. Eko ~ai-'&o Waluio, APU NIP: , ,:. . .32&0?130 ,.
. . , -,
Cosmos caudatus H.B.K.
Pilea melastomoides (Poir.) B1.
Lamiaceae
Portulacaceae
Asteraceae
Urticaceae