37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri adalah menurunnya kesehatan pekerja diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi lingkungan tempat kerja. ILO mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21 % penyakit saluran pernapasan, 15 % penyakit kardiovaskuler, dan 5 % disebabkan oleh faktor yang lain. Penyakit saluran pernapasan akibat kerja, sesuai dengan hasil riset The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan. Pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di delapan perusahaan, diperoleh hasil sebanyak 90 responden (45%) yang mengalami restrictive (penyempitan paru-paru) dan masing-masing 2 responden (1%) yang mengalami Dasar Teori Pengukuran Kapasitas Paru Dan Debu Page 1

kapasitas paru dan debu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dasar-dasar teori pengukuran kapasitas paru dan debu

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSalah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri adalah menurunnya kesehatan pekerja diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi lingkungan tempat kerja. ILO mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21 % penyakit saluran pernapasan, 15 % penyakit kardiovaskuler, dan 5 % disebabkan oleh faktor yang lain. Penyakit saluran pernapasan akibat kerja, sesuai dengan hasil riset The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan. Pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di delapan perusahaan, diperoleh hasil sebanyak 90 responden (45%) yang mengalami restrictive (penyempitan paru-paru) dan masing-masing 2 responden (1%) yang mengalami obstructive (penyumbatan paru-paru) dan combination (gabungan antara restrictive dan obstructive).Salah satu jenis pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terkena penurunan fungsi paru adalah pekerja di pabrik tepung khususnya di bagian produksi. Pada pabrik tepung, pekerja akan melakukan dua tahap pengerjaan untuk menghasilkan tepung yaitu tahap persiapan dan tahap penggilingan. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses pengepakan. Ketiga tahap yang dilakukan oleh pekerja tersebut merupakan tahap proses pekerjaan yang berisiko menimbulkan debu dan dapat terhirup kedalam paru-paru.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan dengan Wagh, et.al (2006) pada pabrik tepung di kota Jalgoan, India, dimana didapat hasil bahwa dengan rata-rata kadar debu di udara 624 miligram/m3 terdapat 45% pekerja mengalami gangguan fungsi paru ringan, dan 23% pekerja menunjukkan gejala asma. Penelitian ini menggunakan metode case control dimana kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak merokok sehingga satu-satunya penyebab penurunan kapasitas paru adalah kadar debu di udara tenpat bekerja.Kadar debu yang dizinkan terdapat di udara dan tidak mengganggu kenikmatan kerja menurut Permenakertrans No. 13 Tahun 2011 adalah jika kadar debu 4 mg/m3. Pada beberapa kondisi, didapati bahwa kadar debu ditempat keja ternyata masih di bawah NAB, hal yang sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Manuputty (2007) dan Atmaja (2007) menunjukkan hasil dimana nilai kadar debu masih dibawah ambang batas akan tetapi 50% pekerja mengeluh terhadap gangguan debu dan sebanyak 87,5% pekerja menunjukkan keluhan gangguan pernapasan antara lain batuk dan bersin saat dan sesudah bekerja.Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Aviandari (2008) pada pekerja Dermaga & Silo Gandum di Jakarta didapat kadar debu dibawah NAB, akan tetapi terdapat prevalensi gangguan fungsi paru sebesar 19,2% dan semuanya merupakan gangguan restriksi paru. Hal yang sama diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Damatik (2006) pada PT Bonjor bagian produksi penegecoran logam. Hasil yang didapat adalah kadar debu di bagian produksi sebesar 3,012 mg/m3 dan dibagian pengecoran hanya sebesar 0,669 mg/m3. Akan tetapi didapat 77% kapasitas paru pekerja dalam kondisi tidak normal dan 13% diantaranya sudah dalam kondisi akut/parah.Sirait (2010) mengemukakan bahwa gangguan faal paru tidak hanya disebabkan oleh kadar debu yang tinggi, melainkan juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja .

B. Tujuan1. Untuk mengetahui dasar teori dan alat pengukuran kapasitas paru-paru.2. Untuk mengetahui dasar teori dan alat pengukuran kapasitas debu.

C. Rumusan Masalah1. Bagaimana dasar teori dan alat pengukuran kapasitas paru-paru ?2. Bagaimana dasar teori dan alat pengukuran kapasitas debu ?

BAB IIPEMBAHASAN

A. Dasar Teori Pengukuran Kapasitas Paru-Parua) Pengertian Paru-Paru Paru-paru merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh manusia. Fungsinya sebagai bagian utama dari sistem respirasi tubuh memegang peranan yang cukup besar. Dalam kekompleksannya paru juga tak lepas dari fungsi yang sangat besar, terutama dalam prosese homeostasis tubuh.Sering kali kita melihat orang yang memilki kecepatan pernapasan dan kedalaman pernapaan berbeda-beda. Hal ini sangat erat kaitannya dengan penyeimbangan kondisi tubuh/homeostasis. Misalnya ketka seseorang sedang melakukan pekerjaan berat seingga harus melakukan inspirasi maksimal untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan O2. Namun sayangnya, ada kondisi patologis dimana perbedaan frekuensi nafas yang menyebabkan perbedaan kapasitas dan volume paru seseorang justru mengindikasikan adanya suatu peyakit. Misalnya saja penyakit yang disebabkan gangguan ventilasi sehingga bagian dari paru-paru akan melakukan adaptasi seperti penyempitan jalan napas dan inflamasi yang mengakibatkan seseorang menjadi sesak napas atau batuk. Dan akhirnya menurunkan kapasitas danvolume pada paru.

b) Sistem Pernapasan ManusiaMenurut Syaifudin (1997: 87) anatomi pernapasan terdiri dari :1) Rongga hidungHidung merupakan saluran pernapasan udara yang pertama, mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga hidung ini dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah dan bersambung dengan faring dan dengan semua selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Rongga hidung mempunyai fungsi sebagai panyaring udara pernapasan oleh bulu hidung dan menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa. (Syaifudin, 1997: 87)2) Faring / tekakFaring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Faring atau tekak terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher. (Syaifudin, 1997:102)Dalam faring terdapat tuba eustachii yang bermuara pada nasofarings. Tuba ini berfungsi menyeimbangkan tekananudara pada kedua sisi membran timpani, dengan cara menelan.pada daerah laringofarings bertemu sistem pernapasan dan pencernaan. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings, dan makanan lewat posterior ke dalam esofagus melalui epiglotis yang fleksibel. (Jan Tambayong, 2001: 79)Faring mempunyai fungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernapasan maupun pencernaan.3) LaringLaring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara yang terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan manutupi laring (Syaifudin, 1997: 87). Dalam laring terdapat pita suara yang berfungsi dalam pembentukan suara. Suara dibentuk dari getaran pita suara. Tinggi rendah suara dipengaruhi panjang dan tebalnya pita suara. Dan hasil akhir suara ditentukan oleh perubahan posisi bibir, lidah dan platum mole. (JanTamabayong, 2001: 80)4) Batang tenggorokBatang tenggorok atau trakea merupakan lapisan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti kaki kuda (huruf C). Trakea dilapisi epitel bertingkat dengan silia dan sel goblet. Sel goblet menghasilkan mukus dan silia berfungsi menyapu pertikel yang berhasil lolos dari saringan di hidung, ke arah faring untuk kemudian ditelan / diludahkan / dibatukkan. Panjang trakea 9-10 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos (Syaifudin,1997: 102; Jan Tambayong, 2001: 80)Batang tenggorok dapat berfungsi dalam mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernapasan yang dilakukan oleh sel-sel bersilia.

5) Cabang tenggorokCabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke 4 dan ke 5. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. (Syaifudin, 1997: 103)Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dan terdiri dari 6-8 cincin, punya 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan ramping, dan terdiri dari 9-12 cincin punya 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronchiolus dan terdapat gelembung paru atau gelembung hawa / alveoli. (Syaifudin, 1997: 103; Jan Tambayong, 2001:81)6) ParuParu merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa / alveoli). Gelembung ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, oksigen masuk kedalam darah dan karbondioksida dikeluarkan dari darah. Pembagian paru ada 2, yaitu : paru kanan terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulma dekstrasuperior, lobus media dan lobus superior. Tiap lobus tersusun oleh labulus. Tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segmen (Syaifudin, 1997: 90)Paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tumpuk paru / hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu :1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.2. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum pleura). (Syaifudin, 1997: 90)

c) Penyakit Kapasitas ParuMenurut Guyton,(1997 : 627) menyatakan bahwa penyakit yang dapat mempengaruhi kapasitas paru meliputi :1. Emfisema paru kronikMerupakan kelainan paru dengan patofisiologi berupa infeksi kronik, kelebihan mucus dan edema pada epitel bronchiolus yang mengakibatkan terjadinya obstruktif dan dekstruktif paru yang kompleks sebagai akibat mengkonsumsi rokok.2. PneumoniaPneumonia ini mengakibatkan dua kelainan utama paru, yaitu : 1) penurunan luas permukaan membran napas, 2) menurunnya rasio ventilasi perfusi Kedua efek ini mengakibatkan menurunnya kapasitas paru.3. AtelektasiAtelaktasi berarti avleoli paru mengempis atau kolaps. Akibatnya terjadi penyumbatan pada alveoli sehingga aliran darah meningkat dan terjadi penekanan dan pelipatan pembuluh darah sehingga volume paru berkurang.4. AsmaPada penderita asma akan terjadi penurunan kecepatan ekspirasi dan volume inspirasi.5. TuberkulosisPada penderita tuberkulosis stadium lanjut banyak timbul daerah fibrosis di seluruh paru, dan mengurangi jumlah paru fungsional sehingga mengurangi kapasitas paru.6. Alvelitis Alvelitis yang disebabkan oleh faktor luar sebagai akibat dari penghirupan debu organik (Mukhtar Ikhsan, 2001: 74).

d) Pengertian Kapasitas ParuKapasitas paru-paru adalah kemampuan paru-paru menampung udara.Kapasitas paru-parubervariasi sesuai dengan ukuran dan usia seseorang. Makin tinggi seseorang makin besar paru-parunya jika dibandingkan dengan orang yang lebih pendek. Makin tua seseorang kapasitas paru-parunya juga menurun karena paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan otot-otot pernapasan menjadi kurang efisien. Alat yang digunakan untuk mengukur kapasitas paru-paru disebutspirometer.Kapasitas paru-paru terdiri dari kapasitas inspirasi, kapsitas residu fungsional, kapasitas vital paru-paru, dan kapasitas total paru-paru.

e) Volume Paru-ParuVolume dan udara dalam paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inspirasi dan ekspirasi dapat diukur malalui spirometer. (http://id.shvoong.com) 1. Volume tidal (VT), yaitu volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama ventilasi normal biasa. Nilai VT pada dewasa normal sekitar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk wanita (http://id.shvoong.com). 2. Volume cadangan inspirasi (VCI), yaitu volume udara ekstra yang masuk ke paru-paru dengan inspirasi meksimum di atas inspirasi tidal. VCI berkisar 3100 mlpada laki-laki dan 1900 ml pada wanita. (http://id.shvoong.com)3. Volume cadangan ekspirasi (VCE), yaitu volume ekstra udara yang masih dapat dengan kuat dikeluarkan pada akhir ekpirasi normal. VCE berkisar 1200 ml pada laki-laki dan 800 ml pada wanita. (http://id.shvoong.com)4. Volume residusal (VR), yaitu volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat. Rata-rata pada laki-laki sekitar 1200 ml dan pada perempuan 1000 ml. volume residual penting untuk kelangsungan aerasi dalam darah saat jeda pernafasan (http://id.shvoong.com). f) Kapasitas Paru-Paru1. Kapasitas residual fungsional (KRF) adalah penambahan volume residual dan volume cadangan ekspirasi. Kapasitas merupakan jumlah udara sisa dalam system respiratorik setelah ekspirasi normal. Nilai rata-ratanya adalah 2200 ml. jadi nilai KRF = VR + VCE (http://id.shvoong.com)2. Kapasitas inspirasi (KI) adalah penambahan volume tidal dan volume cadangan inspirasi. Nilai rata-ratanya adalah 3.500 ml. jadi nilai KI = VT + VCI. (http://id.shvoong.com)3. Kapasitas vital (KV), yaitu penambahan volume tidal, volume cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi. Nilai rata-ratanya adalah 4500 ml. jadi nilai KV = VT + VCI + VCE. (http://id.shvoong.com)4. Kapasitas total paru (KTP) adalah jumlah total udara yang ditampung dalam paru-paru dan sama dengan kapasitas vital ditambah volume residual. Nilai rata-ratanya adalah 5700 ml. jadi nilai KTP = KV + VR. (http://id.shvoong.com)

g) Alat Pengukuran Kapasitas Paru-Paru1. Peak Flow Meter (PFM) Peak Flow Meter (PFM) adalah alat untuk mengukur jumlah aliran udara dalam jalan napas (PFR). Nilai PFR dapat dipengaruhi beberapa faktor misalnya posisi tubuh, usia, kekuatan otot pernapasan, tinggi badan dan jenis kelamin. (www.en.wikipedia.com, 2008).Peak Flow Meter adalah alat ukur kecil, dapat digenggam, digunakan untuk memonitor kemampuan untuk menggerakkan udara, dengan menghitung aliran udara bronki dan sekarang digunakan untuk mengetahui adanya obtruksi jalan napas (www.en.wikipedia.com, 2008).Peak Flow Meter (PFM) mengukur jumlah aliran udara dalam jalan napas. Peak Flow Rate (PFR) adalah kecepatan (laju) aliran udara ketika seseorang menarik napas penuh, dan mengeluarkannya secepat mungkin. Agar uji (tes) ini menjadi bermakna, orang yang melakukan uji ini harus mampu mengulangnya dalam kelajuan yang sama, minimal sebanyak tiga kali (www.statcounter.com, 2007).Terdapat beberapa jenis alat PFM. Alat yang sama harus senantiasa digunakan, agar perubahan dalam aliran udara dapat diukur secara tepat. Pengukuran PFR membantu menentukan apakah jalan napas tebuka atau tertutup. PFR menurun (angka dalam skala turun ke bawah) jika asma pada anak memburuk. PFR meningkat (angka dalam skala naik ke atas) jika penanganan asma tepat, dan jalan napas menjadi terbuka. Pengukuran PFR dapat membantu mengetahui apakah jalan napas menyempit, sehingga penanganan asma dapat dilakukan dini, juga membantu mengenali pemicu (penyebab) asma pada anak, sehingga dapat dihindari. (www.statcounter.com, 2007).Terdapat perbedaan nilai pengukuran (siklus) PFR dalam satu harinya. Dengan mengukur nilai PFR dua kali dalam sehari menunjukkan gambaran PFR sepanjang hari. Anak yang berbeda usia dan ukuran badan memiliki nilai PFR yang berbeda (www.statcounter.com, 2007).Usia berpengaruh terhadap PFR dimana saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara dan luas paru-paru masih terlalu kecil. Perkembangan paru pada masa bayi belum terl;alu baik sehingga PFRnya lebih rendah dibandingkan orang dewasa. Demikian halnya pada usia lanjut, PFR akan menurun akibat otot-otot pernapasan tidak seelastis dengan orang yang lebih muda. Posisi juga berpengaruh terhadap nilai PFR. Nilai PFR pada posisi berbaring terlentang lebih besar dibandingkan pada saat duduk karena ketika duduk diafragma akan mendorong rongga dada keatasa sehingga ketoka menghirup udara, udara akan lebih sedikit masuk ke paru-parudibandingkan ketika berbaring dimana diafragma tidak mendorong rongga dada sehingga udara yang masuk lebih banyak dan yang akan diekspirasikan juga lebih banyak.Selain usia dan posisi, tinggi badan atau ukuran tubuh setiap orang juga berpengaruh terhadap nilai PFR dimana tubuh yang lebih besar akan memiliki PFR lebih besar karena orang ini membutuhkan lebih banyak oksigen dari udara untuk memenuhi kebutuhan jaringan di dalam tubuhnya. Selain itu. Orang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar juga memilki kekuatan menghirup udara lebih banyak. (Anonim, 20110)PFR pada laki-laki juga lebih besar dibandingkan perempuan karena kekuatan otot-otot pernapasan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga udara yang dihirup dan dihembuskan lebih banyak dibandingkan perempuan. ( Anonim, 2010)

2. Spirometer

Spirometer adalah suatu alat sederhana yang dilengkapi pompa atau bel yang akan bergeser pada waktu pasien bernafas kedalamnya melalui sebuah katup dan tabung penghubung. Pada waktu menggunakan spirometer, grafik akan terekam pada sebuah drum yang dapat berputar dengan sebuah pena pencatat. (Sylvia. A. Price, 2005).Pengukuran volume paru statis dalam praktik digunakan untuk mencerminkan elastisitas paru dan toraks. Pengukuran yang paling berguna adalah VC, TLC, FRC, dan RV. Penyakit yang membatasi pengembangan paru (gangguan restriktif) akan mengurangi volume-volume ini. Sebaliknya, penyakit yang menyumbat saluran nafas hampir selalu dapat meningkatkan FRC dan RV akibat hiperinflasi paru. (Sylvia. A. Price, 2005)Dengan alat spirometri dapat diukur beberapa parameter faal paru yaitu: 1) Kapasitas vital paksa (KVP) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal. 2) Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa pada detik pertama. 3) Rasio VEPl/KVP. 4) Arus puncak ekspirasi (APE).

Apabila nilai VEP1 kurang dari 80% nilai dugaan, rasio VEP1/KVP kurang dari 75% menunjukkan obstruksi saluran napas. Bila digunakan spirometri yang lebih lengkap dapat diketahui parameter lain :

1) Kapasitas vital (KV), jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. 2) Kapasitas paru total (KPT), yaitu jumlah total udara dalam paru pada saat inspirasi maksimal.3) Kapasitas residu fungsional (KRF), yaitu jumlah udara dalam paru saat akhir ekspirasi biasa. 4) Volume residu (VR), jumlah udara yang tertinggal dalam paru pada akhir ekspirasi maksimal. 5) Air trapping, selisih antara KV dengan KVP.

Pada obstruksi saluran napas didapatkan peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional, kapasitas paru total, rasio VR/KRF, rasio KRF/KPT dan air trapping. Pemeriksaan VEP1, dan rasio VEPl/KVP merupakan pemeriksaan yang standar, sederhana, reprodusibel, dan akurat. Pengukuran ini paling sering digunakan untuk menilai obstruksi saluran napas. Pemeriksaan lain yang juga dapat digunakan untuk melihat obstruksi adalah flow-volume curve; pada pemeriksaan ini akan terlihat gambar hubungan antara volume dan arus udara yang diekspirasikan. Dengan melihat grafik yang terjadi dapat diketahui apakah seseorang itu mempunyai faal paru normal, obstruksi atau restriksi. Apabila telah ditemukan kelainan pada pemeriksaan faal paru, biasanya penderita sudah mempunyai gejala-gejala obstruksi. Beberapa pemeriksaan faal paru dapat mendeteksi kelainan sebelum gejala obstruksi timbul. Pemeriksaan ini lebih rumit, memerlukan waktu serta alat yang canggih. Pemeriksaan ini antara lain ialah pengukuran closing volume, volume of isoftow dan dynamic lung ciompliance. Selain pemeriksaan volume paru atau ventilasi, pemeriksaan faal paru yang lain yaitu kapasitas difusi juga mempunyai arti diagnostik pada penyakit paru obstruktif. Pemeriksaan difusi biasanya dilakukan dengan menggunakan gas monoksida (CO) untuk menilai kemampuan paru menangkap oksigen dari alveoli dan melepaskan karbondioksida. Pada emfisema penurunan kapasitas, difusi merupakan hal yang karakteristik, sedangkan pada asma dan bronkitis kronik kapasitas difusi biasanya tidak menurun.

Kapasitas dan Volume ParuNoPengukuranSimbolNilai rata-rata laki-laki dewasa (ml)Definisi

1.Volume tidalVT500Jumlah udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali bernafas (nilai ini adalah untuk keadaan istirahat)

2.Volume cadangan inspirasiIRV3100Jumlah udara yang dapat diinspirasikan secara paksa sesudah inhalasi volume tidal normal.

3.Volume cadangan ekspirasiERV1200Jumlah udara yang dapat diekspirasikan secara paksa sesudah ekspirasi volume tidal normal.

4.Volume residuRV1200Jumlah udara yang tertinggal dalam paru sesudah ekspirasi paksa.

5.Kapasitas paru totalTLC6000Jumlah udara maksimal yang dapat dimasykkan kedalam paru sesudah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV ; TLC = VC + RV

6.Kapasitas vitalVC4800Jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasikan sesudah inspirasi maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80 % dari TLC)

7.Kapasitas inspirasiIC3600Jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasikan sesudah ekspirasi normal. IC = VT + IRV

8.Kapasitas residu fungsionalFRC2400Volume udara yang tertinggal dalam paru sesudah ekspirasi volume tidal normal. FRC = ERV + RV

(Comroe JH, 1971)

B. Dasar Teori Pengukuran Kapasitas Debua) Pengertian DebuDebu adalah partkel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan alami atau mekanisme seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan organik maupun anorganik. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Partikel- partikel debu yang dapat dihirup pernafasan manusia mempunyai ukuran 1-100 mikron.

b) Kategori DebuDari sifatnya debu dikategorikan pada :1. Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya grafitasi bumi.2. Sifat permukaan basah, sifatnya selalu basah dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.3. Sifat penggumpalan, karena sifat selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.4. Debu listrik statik, debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan.5. Sifat opsis, partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut:1. 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas.2. 3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah.3. 1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli.4. 0,5-0,1 mikron hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan vibrosis paru.5. 0,1-0,5 mikron melayang di permukaan alveoli.c) Akibat/Gangguan Daripada DebuMenurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakan adalah berukuran 0,1 5 atau 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron. Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan, yaitu mengganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru, debu juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut :1. Gangguan estetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran.2. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori-pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya fotosintesis.3. Merubah iklim global regional maupun internasional.4. Mengganggu perhubungan/penerbangan yang akhirnya mengganggu kegiatan sosial ekonomi di masyarakat.

d) Alat Pengukuran Kapasitas Debu1. Low Volume Air Sampler (LVS)

Gambar. Low Volume Air Sampler (LVS)

Low Volume Air Sampler (LVS) adalah alat untuk mengambil sampel SPM (Suspended Particel Matter). Adapun fungsinya yaitu untuk pemantauan debu total di udara dalam ruangan (in door).Alat ini digunakan pada industri, pemerintahan lingkungan hidup, rumah sakit, balai riset, bandara, dll.

Prinsip kerja Low Volume Air Sampler1. Udara dihisap melalui filter fiber glass dengan kecepatan aliran uadara (flow rate) 20 L/mnt. Dengan rentang kecepatan aliran udara tersebut, partikulat yang berukuran < 10 m (diameter aerodinamik) akan tertahan dan menempel pada permukaan filter;2. Partikulat yang berukuran besar dari 10 m akan mengendap pada sekat-sekat elutriator, sehingga partikulat yang akan tertahan pada permukaan filter hanya yang berukuran 10 m;3. Metode ini digunakan untuk mengukur pm10 di udara ambient dengan satuan 10 g/m3, dengan cara menimbang berat partikel yang tertahan di permukaan filter dan menghitung volume udara yang terhisap;4. Selain menentukan konsentrasi partikulat, filter hasil sampling juga dapat digunakan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam partikulat tersebut. Misal: sulfat, nitrat, ammonium, Cl, dan elemen logam.

Cara penggunaan Low Volume Air SamplerPersiapan alat : 1) Kalibrasi alat lakukan uji fungsi alat. 2) Persiapkan kertas filter dengan cara sebagai berikut : a) Ambil kertas filter dari kemasannya b) Kertas filter yang akan dipakai diperiksa dahulu dari kemungkinanadanya lubang/kerusakan. c) Panaskan di dalam oven pada temperatur 100C selama 60 menit d) Keluarkan kertas filter dari dalam oven kemudian masukkan ke dalam desicator ( 10 menit ). e) Setelah dingin keluarkan dari desicator dan segera lakukan penimbangan, catat berat kertasfilter (berat awal). f) Kertas filter disimpan pada amplop/map, setelah itu siap untuk digunakan.

Pengoperasian : 1) Letak alat Letakkan alat pada ruangan dengan menggunakan meja atau tripod. 2) Pelaksanaan pengukuran : a) Siapkan alatb) Letakan kertas filter yang telah ditimbang pada filter holder.c) Hidupkan alat sampai waktu yang ditentukan d) Atur flow meter dungeon kecepatan aliran udara. e) Setelah selesai pengukuran, ambil kertas filter, lipat dan masukan dalam amplop. 3)Lama pengukuran Flowmeter diatur sesuai kecepatan aliran udara yang diinginkan, amati setiap 15 menit dan catat. Metode analisis :a. Panaskan kertas filter hasil sampel dalam oven dengan suhu 100C selama 60 menit.b. Dinginkan didalam desicator 10 menit. c. Lakukan penimbangan dan catat beratnya (berat akhir). d. Lakukan perhitungan.

2. High Volume Air Sampler (HVS)

Gambar. High Volume Air Sampler (HVS)High Volume Air Sampler (HVS) adalah alat untuk mengambil sampel SPM (Suspended Particel Matter).Adapun fungsi untuk pemantauan debu total di udara luar (out door) dengan ukuran 10 m.Alat ini digunakan pada industri, pemerintahan lingkungan hidup, rumah sakit, balai riset, bandara, dll.

Prinsip kerja High Volume Air Sampler (HVS)Udara yang mengandung partikel debu dihisap mengalir melalui kertas filter dengan menggunakan motor putaran kecepatan tinggi. Debu akan menempel pada kertas filter yang nantinya akan diukur konsentrasinya dengan cara kertas filter tersebut ditimbang sebelum dan sesudah sampling. Di samping itu dicatat flowrate dan waktu lamanya sampling sehingga didapat konsentrasi debu tersebut.

Cara penggunaan High Volume Air Sampler (HVS)1. Panaskan kertas saring pada suhu 105C selama 30 menit.2. Timbang kertas saring, dengan neraca analitik pada suhu 105C dengan menggunakan vinset (hati-hati jangan sampai banyak tersentuh tangan).3. Pasangkan pada alat TSP, dengan membuka atap alat TSP. Kemudian dipasangkan kembali atapnya.4. Simpan alat HVS tersebut pada tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.5. Operasikan alat dengan cara, menghidupkan (pada posisi ON) pompa hisap dan mencatat angka flow ratenya (laju aliran udaranya).6. Matikan alat sampai batas waktu yang telah ditetapkan.7. Ambil kertasnya, panaskan pada oven listrik pada suhu 105C. Timbang kertas saringnya.8. Hitung kadar TSP nya sebagai mg/Nm.

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan 1. Kapasitas paru-paru adalah kemampuan paru-paru menampung udara.Kapasitas paru-parubervariasi sesuai dengan ukuran dan usia seseorang. Makin tinggi seseorang makin besar paru-parunya jika dibandingkan dengan orang yang lebih pendek. Makin tua seseorang kapasitas paru-parunya juga menurun karena paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan otot-otot pernapasan menjadi kurang efisien.2. Alat yang digunakan untuk mengukur kapasitas paru-paru disebut spirometer.3. Debu adalah partkel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan alami atau mekanisme seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan organik maupun anorganik. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron.4. Alat yang digunakan untuk mengukur kapasitas debu yakni Low Volume Air Sampler (LVS) adalah alat untuk mengambil sampel SPM (Suspended Particel Matter) dan High Volume Air Sampler (HVS) adalah alat untuk mengambil sampel SPM (Suspended Particel Matter).

B. Saran1. Sebaiknya tidak melakukan pengukuran pada cuaca mendung dan saat hujan (pengukuran debu).2. Sebaiknya melakukan pengukuran minimal 8 jam agar hasilnya lebih valid.

DAFTAR PUSTAKA

Wahyu, Atjo dkk. 2011. HUBUNGAN ANTARA KADAR DEBU DAN KAPASITAS PARU PADA KARYAWAN PT EASTERN PEARL FLOUR MILLS MAKASSAR. Jurnal (Bagian K3 Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Hasanuddin Makassar).

http://alusss.000space.com/index.php?option=com_content&view=article&id=47:kapasitas-paru-paru&catid=35:materi-&Itemid=54http://fitri-environmentalhealth.blogspot.com/2012/01/mengukur-kapasitas-paru.html

Dasar Teori Pengukuran Kapasitas Paru Dan DebuPage 17