Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
796
Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL
TEPUNG TALAS SATOIMO HASIL FERMENTASI TERKENDALI
DENGAN L. plantarum DAN S. cerevisiae
(The characterization of Satoimo taro flour produced by controlled
fermentation using L. plantarum and S. cerevisiae)
Oleh
Santi Dwi Astuti1)*
, Nuri Andarwulan2)3)
, Dedi Fardiaz2)3)
, Eko Hari Purnomo3)
1) Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto 2)
Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)
Center, Institut Pertanian Bogor, Bogor 3)
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor
*E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Sebagai sumber karbohidrat non-beras, talas Satoimo memiliki nilai ekonomi dan fungsional
yang tinggi. Penelitian ini ditujukan untuk memodifikasi sifat fisikokimia dan fungsional tepung
talas Satoimo sebagai ingredien pangan melalui fermentasi terkendali menggunakan kultur mikroba
murni. Waktu fermentasi yang dilakukan yaitu 12, 24, 36, dan 48 jam. Kultur mikroba yang
digunakan yaitu L.plantarum (1x106 CFU/ml); S.cerevisiae (1x10
6 CFU/ml), dan campuran
L.plantarum dan S.cerevisiae (masing-masing 1x106 CFU/ml). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peningkatan pertumbuhan BAL dan khamir hingga 48 jam fermentasi terutama dengan
campuran L. plantarum dan S. cerevisiae menghasilkan peningkatan kadar amilosa; viskositas
puncak, breakdown viscosity, viskositas akhir; dan kohesifitas tepung talas (masing-masing sebesar
27.26, 29.70, 51.76, 27.56, and 9.72%), sedangkan kelengketan menurun (28.83%). Fermentasi
dengan campuran L.plantarum dan S.cerevisiae selama 48 jam menghasilkan tepung dengan
viskositas akhir yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada
produk yang diproses pada suhu rendah seperti es krim. Fermentasi dengan L. plantarum selama 12
jam menghasilkan tepung dengan breakdown viscosity yang rendah sehingga berpotensi untuk
digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi seperti jelly drink.
Fermentasi terkendali pada produksi tepung talas Satoimo mampu mereduksi sifat adesif
(kelengketan) dan meningkatkan sifat kohesif (kekenyalan) sehingga memudahkan aplikasinya
sebagai ingredien pangan.
Kata kunci : tepung talas Satoimo, L.plantarum, S.cerevisiae, amilosa, viskositas
ABSTRACT
As non-rice carbohydrate sources, Satoimo taro has a high economic and functional value.
The objective of this research was to modify the physicochemical and functional properties of taro
flour as food ingredient that produced by controlled fermentation using pure microbial cultures.
The fermentation time conducted were 12, 24, 36, and 48 h. The microbial cultures used were L
plantarum (1x106 CFU/ml); S. cerevisiae (1x10
6 CFU/ml), and mixture of L. plantarum and S.
cerevisiae (1x106 CFU/ml, respectively). The results showed that the increase of lactic acid
bacteria (LABs) and yeasts up to 48 h of fermentation mainly using mixture of L. plantarum and S.
cerevisiae resulted increase in amylose content; peak, breakdown, final viscosity; and cohesiveness
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
797
(27.26, 29.70, 51.76, dan 27.56%, respectively); while stickiness decrease (28,83%). Fermentation
using mixture of L. plantarum and S. cerevisiae for 48 h produced flour with highest final viscosity
and it is potential to be used as filler on products processed with low temperature such as ice
cream. Fermentation using Lactobacillus plantarum for 12 h produced flour with lowest
breakdown viscosity and it is potential to be used as a filler on products processed with high
temperature such as jelly drink. The controlled fermentation in Satoimo flour production is able to
reduce stickiness and increase cohesiveness so that making it easier to apply as food ingredient.
Keywords : Satoimo taro flour, L.plantarum, S.cerevisiae, physicochemical and functional
properties, food ingredient
PENDAHULUAN
Talas merupakan pangan sumber karbohidrat yang kaya serat pangan (5.19-8.24%) dan
mineral, terutama kalium (3057.15-4276.04 mg/100g), magnesium (313.7-415.07 mg/100g),
kalsium (132.43-190.93 mg/100g), dan fosfor (44.39-72.21 mg/100g) (Perez et al., 2007; Njoku
dan Ohia, 2007). Talas Satoimo (Colocasia esculenta var. antiquorum) yang dikenal dengan nama
talas Jepang atau Bithek saat ini telah dibudidayakan secara luas di wilayah Sulawesi, Jawa Timur,
dan Jawa Barat dengan produktivitas tanaman mencapai 30-40 ton/hektar. Sebagian besar talas
Satoimo di ekspor ke Jepang dalam bentuk talas segar yang dibekukan dan selebihnya diolah
menjadi tepung dan produk lain seperti yoghurt dan jus. Talas Satoimo memiliki nilai ekonomi
yang tinggi dan sejak dahulu telah dikonsumsi oleh masyarakat Jepang sebagai bagian dari pangan
konsumsi harian. Talas Satoimo dipercaya sebagai pangan yang berkhasiat sebagai anti aging (anti
penuaan dini) karena mengandung senyawa hyaluronic acid. Bentuk talas Satoimo berupa umbi
majemuk dengan bentuk, bobot, dan diameter yang kecil dan bervariasi serta memiliki kadar serat
dan gula yang tinggi.
Secara umum, tepung talas dibuat dengan cara pengupasan kulit, pengecilan ukuran dimensi
umbi, perendaman, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Selama perendaman, akan terjadi
proses fermentasi yang melibatkan peran mikroba. Penambahan kultur mikroba (fermentasi
terkendali) membutuhkan waktu yang lebih pendek dibanding fermentasi spontan dan dapat
menghasilkan produk dengan sifat fisikokimia dan fungsional yang diinginkan sebagai ingredien
pangan. Fermentasi oat dengan Lactobacillus spp. menghasilkan tepung dengan kadar amilosa dan
kekuatan gel tinggi hanya dalam waktu 12 jam (Wan et al., 2011). Fermentasi jagung dengan
Lactobacillus spp. meningkatkan kapasitas pengikatan air, kelarutan, dan daya pengembangan
(swelling power) tepung (Zeng et al., 2012). Selama fermentasi, mikroba-mikroba memproduksi
enzim-enzim hidrolisis yang mengubah senyawa dengan berat molekul tinggi menjadi senyawa
dengan berat molekul yang lebih kecil. L. plantarum dan Candida krusei pada fermentasi jagung
mampu menghasilkan enzim amilase dan lipase (Omemu et al., 2007). Fermentasi singkong
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
798
dengan L. plantarum dan L. Fermentum mampu menghasilkan enzim α-amylase dan β-
glucoamilase (Kostinek et al., 2007).
Penggunaan tepung dari umbi sebagai ingredien pangan memiliki keuntungan dilihat dari
kelengkapan zat gizi makro dan mikro dibandingkan pati dari umbi (Richana dan Sunarti 2004).
Hingga saat ini, kajian tentang pembuatan dan karakterisasi tepung talas Satoimo masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk memodifikasi sifat fisikokimia dan
fungsional tepung talas Satoimo sebagai ingredien pangan melalui fermentasi terkendali
menggunakan kultur mikroba murni. Teknologi pembuatan tepung talas Satoimo sebagai ingredien
pangan, produk yang dihasilkan dan karakteristiknya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri
hilir berbasis talas Satoimo.
METODOLOGI
Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah umbi talas Satoimo dengan umur panen 6 bulan
dengan bobot 95±15,92g, panjang 5,57±0,57cm, dan diameter 4,77±0,45cm yang diperoleh
dari perkebunan PT. Agrolawu Internasional Magetan Jawa Timur. Kultur L. plantarum
dan S. cerevisiae diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan IPB.
Pembuatan Tepung Talas dengan Fermentasi Terkendali
Umbi talas segar dikupas kulitnya dengan alat pengupas kulit umbi (Armfield,
England). Setelah dicuci, umbi diiris tipis (2 mm) dengan mesin pengiris umbi
(Alexanderwerk, Germany). Selanjutnya, 1,5 kg irisan umbi dicuci dengan 4,5L air minum
dalam kemasan (AMDK). Setelah ditiriskan, irisan umbi direndam dalam 4,5L larutan
asam sitrat 0,25% yang dibuat dengan melarutkan 11,25 g asam sitrat (PT. Brataco
Chemica, Bogor) dalam 4,5L AMDK selama 1 jam. Fermentor (Volume 7 L) yang
digunakan untuk merendam irisan umbi terbuat dari stainless steel dan terdiri dari dua
tabung. Tabung luar tak berperforasi dan tabung dalam yang berperforasi. Kultur murni
(L. plantarum, S. cerevisiae, dan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae masing-masing
pada konsentrasi 10x106 CFU/ml) dilarutkan secara homogen ke dalam 4,5L AMDK.
Selanjutnya, irisan umbi dituangkan ke dalam air dan pastikan seluruh bahan terendam air
(sub merge fermentation). Irisan umbi direndam selama 12, 24, 36, dan 48 jam. Setelah
ditiriskan, irisan umbi dikeringkan dengan pengering kabinet (Masch. Bau u.
Verfahrenstechnik, D-6700 Ludwigshafen, Germany) suhu 60oC hingga kering patah (4-6
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
799
jam). Irisan umbi kering digiling dengan mesin penggiling disk mill (PD. Karya Mitra
Usaha, Bogor). Tepung yang dihasilkan ditimbang dan diayak dengan ayakan 100 mesh
(model 66CMS, DE PVT.LTD, England), lalu disimpan pada suhu 5oC (Refrigerator
Sanyo-SRD167SB) untuk keperluan analisis lebih lanjut.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial
dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Apabila hasil analisis ragam berbeda nyata, maka akan
dilanjutkan dengan uji Duncan’s (DMRT) menggunakan program MS Exceldan SPSS
V.20.
Analisis Sifat Fisikokimia Tepung Talas
Analisis terdiri dari gula pereduksi Metode Nelson Somogyi, gula total dan pati
Metode Anthrone (Sudarmadji et al. 1997 dalam Kustyawati et al. 2013); amilosa
(Apriantono et al. 1989 dalam Kustyawati et al. 2013), proksimat (AOAC 1995) : air
(Metode 935.29), serat kasar (Metode 991.43), lemak (Metode 922.06), abu metode
gravimetri (Metode 940.26), protein metode Kjehdahl (Metode 920.152), pH dengan pH
meter digital Milwaukee yang telah dikaliberasi dengan buffer pH 4, 7, dan 10; rendemen
(Rahmawati 2013), densitas kamba (Narayana dan Narasinga 1984 dalam Adebowale dan
Maliki 2011), kapasitas penyerapan air (Kadan et al. 2003 dalam Rahmawati 2013); daya
pembengkakan (swelling power) (Adebowale dan Maliki 2011), sifat adonan tepung talas
menggunakan Rapid Visco Analyzer TecMaster Newport Scientific Pty Limited Australia-
RVA standar 2 (Syamsir et al. 2011); tekstur gel tepung talas dengan ukuran diameter 3 cm
dan tinggi 3 cm menggunakan Texture analizer TAXT-2 (modifikasi Rahmawati et al.,
2013), jumlah bakteri asam laktat (BAL), kapang, dan khamir dari campuran air rendaman
(5 ml) dan irisan umbi (5 g) di akhir fermentasi (Nago et al., 1998 dalam Rahmawati
2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik mikroba selama fermentasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah BAL akan meningkat dari 0 hingga 24 jam
fermentasi. Jumlah BAL tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan L. Plantarum.
Peningkatan jumlah BAL tertinggi terjadi pada 0 hingga 12 jam fermentasi khususnya pada talas
yang difermentasi dengan S. cerevisiae yaitu dari 3.43 log CFU/ml menjadi 6.7 log CFU/ml.
Jumlah khamir tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan campuran L. Plantarum dan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
800
S. cerevisiae. Jumlah khamir meningkat dari 0 hingga 12 jam fermentasi pada talas yang
difermentasi dengan L. Plantarum. Pada talas yang difermentasi dengan S. cerevisiae dan
campuran L. Plantarum dan S. cerevisiae, jumlah khamir meningkat dari 0 hingga 24 jam
fermentasi. Peningkatan jumlah khamir tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan S.
cerevisiae pada 0 hingga 12 jam fermentasi yaitu dari 3.39 log CFU/ml menjadi 5.70 log CFU/ml.
Dari hasil ini, nampak adanya efek simbiotik antara BAL dan khamir seperti yang telah dilaporkan
pada penelitian sebelumnya. Omemu et al. (2007) menyatakan bahwa keberadaan khamir seperti S.
cerevisiae mampu meningkatkan pertumbuhan L. Plantarum pada fermentasi jagung. Ali and
Mustafa (2009) menambahkan BAL memberikan kondisi asam bagi pertumbuhan khamir, khamir
menyediakan vitamin dan faktor pertumbuhan lain seperti asam amino bagi pertumbuhan BAL.
Populasi mikroba selama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Peningkatan jumlah mikroba selama fermentasi telah dilaporkan pula pada beberapa
penelitian terdahulu. Kustyawati et al. (2013) menyatakan bahwa jumlah S. cerevisiae meningkat
dari 6.85 log CFU/ml menjadi 7.63 CFU/ml pada pembuatan tapioka melalui fermentasi selama 48
jam dengan penambahan S. cerevisiae yang bersumber dari inokulum komersial (Fermipan). Pada
fermentasi singkong dengan L. plantarum dan S. cerevisiae nampak bahwa L. Plantarum
meningkat hingga 24 jam fermentasi sedangkan S. cerevisiae meningkat hingga 60 jam fermentasi
(Gunawan et al., 2015).
Tabel 1. Populasi mikroba selama fermentasi
Mikroba Jenis kultur Waktu fermentasi
0 j 12 j 24 j 36 j 48 j
BAL L. plantarum (L) 6,79±0,08 7,43±0,09 8,18±0,09 8,08±0,15 8,00±0,14
S. cerevisiae C) 4,56±0,12 6,70±0,11 7,95±0,20 7,90±0,17 7,70±0,19
L + C 6,20±0,16 6,92±0,14 8,08±0,19 8,00±0,13 7,90±0,16
Khamir L. plantarum (L) 2,90±0,10 4,34±0,09 4,20±0,08 4,32±0,07 4,38±0,12
S. cerevisiae C) 3,48±0,08 5,70±0,13 5,90±0,12 5,70±0,14 5,65±0,10
L + C 4,90±0,14 5,78±0,10 6,08±0,15 5,90±0,16 5,78±0,15
Sifat kimia tepung talas terfermentasi
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi (dari 0 hingga 48
jam) secara nyata (P<0.05) menyebabkan peningkatan kadar amilosa hingga 22.51%; sedangkan
pati, gula total, gula pereduksi, protein, lemak, abu, dan serat kasar menurun hingga 12.08, 28.72,
58.23, 8.04, 63.69, 19.01, dan 7.03%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sobowale
et al. (2007) yang menyatakan bahwa fermentasi singkong selama 96 jam dengan L. plantarum
menyebabkan peningkatan kadar amilosa hingga 6.57%, sedangkan pati, gula, protein, lemak, serat
kasar, dan abu, menurun masing-masing hingga 8.56, 11.71, 23.64, 31.43, 48.19, dan 58.02%. Nilai
rataan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni pada
waktu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rataan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur
mikroba murni pada waktu yang berbeda
Variabel Waktu fermentasi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
801
0 j 12 j 24 j 36 j 48 j
Pati (%bk) 65.91±0.92f 63.66±0.66
g 60.85±0.29
h 60.01±0.55
i 57.95±1.11
j
Amilosa (%bk) 7.23±0.10j 7.77±0.10
i 8.22±0.3
h 8.69±0.14
g 9.33±0.50
f
Gula total
(%bk) 25.77±3.24
a 23.54±4.15
b 21.14±4.64
c 20.43±4.52
d 18.37±4.72
e
Gula reduksi
(%bk) 4.07±0.35
a 3.37±0.66
b 2.98±0.64
c 2.07±0.63
d 1.70±0.65
e
Protein (%bk) 9.58±0.03a 9.4±0.09
a 9.21±0.04
a 8.99±0.15
a 8.81±0.18
a
Lemak (%bk) 1.57±0.04a 1.23±0.19
c 0.90±0.20
e 0.68±0.10
h 0.57±0.07
i
Abu (%bk) 6.26±0.23a 5.94±0.12
b 5.85±0.17
b 5.66±0.15
c 5.07±0.15
d
Serat kasar
(%bk) 15.21±2.17
a 14.95±1.99
b 14.72±2.01
c 14.57±2.06
d 14.14±1.77
e
Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata pada p=0.05
Penambahan inokulum berpengaruh sangat nyata terhadap kadar amilosa dan gula total
seperti nampak pada Gambar 2. Dengan bertambahnya waktu fermentasi penggunaan campuran L.
Plantarum dan S. cerevisiae (M) menyebabkan peningkatan kadar amilosa dan penurunan kadar
gula total yang paling besar. Peningkatan kadar amilosa selama 48 jam fermentasi dengan L.
Plantarum (L), S. cerevisiae (C), dan campuran L. Plantarum dan S. cerevisiae (M) secara berturut-
turut yaitu sebesar 17.47, 22.01, dan 27.26%; sedangkan penurunan kadar gula total-nya sebesar
23.59, 27.28, dan 35.27%. Perubahan parameter kimia yang terjadi disebabkan karena aktivitas
enzim yang dihasilkan BAL dan khamir. BAL dapat menghasilkan enzim β-glukoamilase yang
mampu memecah ikatan percabangan amilopektin menghasilkan amilosa rantai lurus dan glukosa.
BAL dan khamir mampu menghasilkan enzim α-amilase yang memecah ikatan glikosidik pati
secara acak menghasilkan molekul-molekul sakarida yang lebih sederhana Khamir juga mampu
memproduksi amilase ekstrakselular yang dapat secara langsung menghidrolisis pati menjadi
glukosa yang dimanfaatkan oleh seluruh populasi mikroba untuk pertumbuhannya (Kostinek et al.,
2007; Omemu et al., 2007).Peningkatan kadar amilosa juga dipengaruhi oleh derajat keasaman air
rendaman. pH yang rendah menyebabkan terputusnya rantai percabangan amilopektin. Asam (ion
H+) mampu menembus granula pati (difusi), memutus ikatan α-1,4- atau α-1,6- glikosidik untuk
menghasilkan senyawa karbokationik, dan sekaligus berikatan dengan molekul air dalam granula
pati (Chung et al. 2009).
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
802
Gambar 1. Perubahan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur
mikroba murni yang berbeda : (a) amilosa; (b) gula total
Perubahan sifat kimia selama fermentasi sangat ditentukan oleh kondisi proses seperti
ukuran irisan umbi, rasio umbi : air saat perendaman, penambahan kultur mikroba, dan metode
pemisahan umbi dan air rendaman setelah fermentasi. Oke and Bolarinwa (2012) menyatakan
bahwa fermentasi spontan irisan talas (berukuran 2-2,5 cm) jenis Colocasia esculenta var.
esculenta selama 48 jam meningkatkan kadar amilosa 4.94% (dari 55.08% menjadi 55.26%);
sedangkan gula menurun 27.5% (dari 2.4% menjadi 1.74%). Fermentasi tepung oat dengan L.
Plantarum selama 20 jam dengan rasio tepung : air = 1 : 2 yang dilanjutkan dengan pengeringan
menggunakan freeze drier menunjukkan adanya peningkatan amilosa dari 9% menjadi 9.8% (Wan
et al., 2011). Fermentasi irisan singkong dengan ketebalan 0.3 cm pada rasio umbi : air = 1 : 1.5
yang diikuti dengan penyaringan air pada kondisi vakum (setelah fermentasi) menunjukkan
penurunan kadar pati dari 69.4% menjadi 55.4% untuk fermentasi dengan L. plantarum; dan dari
79.41% menjadi 71.03% untuk fermentasi dengan S. cerevisiae (Gunawan et al., 2015).
Sifat fisik tepung talas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi (dari 0 hingga 48
jam) secara nyata (P < 0,05) menyebabkan peningkatan kapasitas pengikatan air (10,00%) dan daya
pembengkakan (11.25%); sedangkan rendemen dan densitas kamba menurun (masing-masing
sebesar 12.75 dan 10.64%). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fermentasi
jagung dan talas menyebabkan penurunan rendemen, peningkatan kapasitas penyerapan air,
kelarutan, dan daya pembengkakan tepung (Zeng et al. 2012; Rachmawati et al 2013). Peningkatan
kapasitas penyerapan air dan daya pembengkakan sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi
berhubungan dengan peningkatan kadar amilosanya (Wan et al. 2011; Oke dan Bolarinwa 2012).
Selain itu, peningkatan daya pembengkakan juga disebabkan karena melemahnya ikatan hidrogen
intermolekuler dalam granula pati (ikatan antar amilosa pada daerah kristalen maupun ikatan antara
amilosa di daerah kristalen dengan amilopektin di daerah amorf) sejalan dengan bertambahnya
waktu fermentasi, sehingga saat tepung terhidrasi dengan air dan dipanaskan, energi kinetik air
yang tinggi menyebabkan tingginya ikatan air dengan granula pati (Zhu et al. 2010; Yuan et al.
2008). Nilai rataan karakteristik fisik tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba
murni dapat dilihat pada Tabel 3.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
803
Tabel 3. Nilai rataan karakteristik fisik tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur
mikroba murni pada waktu yang berbeda
Variabel Waktu fermentasi
0 j 12 j 24 j 36 j 48 j
Rendemen (%bk) 14.74±0.02d 14.49±0.09
d 14.25±0.21
d 14.07±0.22
d 12.86±0.18
e
Densitas kamba (g
bk/ml) 0.94±0.00
a 0.92±0.01
b 0.89±0.01
d 0.86±0.02
f 0.84±0.02
g
KPA (ml/g bk)* 2.7±0.06e 2.78±0.11
d 2.86±0.13
c 2.93±0.12
b 2.97±0.10
a
DP (ml/g bk)** 8.8±0.1h 8.99±0.07
gh 9.2±0.15
fg 9.38±0.19
f 9.79±0.19
e
Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata pada p=0.05
*: Kapasitas penyerapan air; ** : Daya pembengkakan
Sifat fungsional tepung talas
Karakteristik fungsional adalah sifat bahan yang dikaitkan dengan kesesuaian
penggunaannya sebagai ingredien pangan sehubungan dengan karakteristik fisikokimia yang
dimiliki bahan tersebut (Chen 2003). Salah satu sifat fungsional tepung adalah profil pasting. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi menyebabkan peningkatan secara
nyata (P < 0,05) suhu dan waktu pasting, viskositas puncak, breakdown viscosity, dan viskositas
akhir seperti nampak pada Tabel 4. Peningkatan suhu dan waktu pasting sejalan dengan
bertambahnya waktu fermentasi (hingga 48 jam) disebabkan peningkatan kadar amilosa-nya.
Molekul air membutuhkan suhu yang tinggi dan waktu yang lebih lama untuk menembus dan
berikatan dengan gugus hidroksil pada struktur heliks rantai amilosa (Singh et al. 2009). Nilai
rataan karakteristik pasting tepung talas Satoimo yang difermentasi dengan kultur mikroba murni
pada waktu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
Penambahan kultur mikroba yang berbeda berpengaruh signifikan (P < 0.05) pada
breakdown viscosity dan viskositas akhir. Breakdown viscosity menunjukkan kestabilan pasta pati
terhadap pemanasan. Viskositas akhir menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta
kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan dan menandai ketahanan pasta terhadap
gaya geser yang terjadi selama pengadukan (Kusnandar 2010). Penggunaan campuran L.
Plantarum dan S. cerevisiae (M) pada fermentasi hingga 48 jam menyebabkan peningkatan
tertinggi pada breakdown viscosity dan viskositas akhir selama 48 jam fermentasi yaitu sebesar
51.76%, 27.56% . Profil pasting (breakdown viscosity dan viskositas akhir) tepung talas Satoimo
pada waktu fermentasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2. Fermentasi dengan campuran L.
Plantarum dan S. cerevisiae pada talas Satoimo menghasilkan peningkatan tertinggi pada
viskositas puncak, breakdown viscosity, dan viskositas akhir tepung khususnya pada 0 hingga 12
jam fermentasi, yaitu masing-masing sebesar 204 cP, 25 cP. 396 cP. Viskositas akhir dihubungkan
dengan kemampuan molekul amilosa untuk retrogradasi, yaitu kemampuan molekul amilosa untuk
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
804
berikatan kembali (re-asosiasi) dengan molekul amilosa yang lain (interaksi intramolekuler) atau
dengan molekul amilopektin (interaksi intermolekuler) didaerah kristalen yang lebih kokoh (Tong
et al. 2014; Winger et al. 2014). Penambahan waktu fermentasi akan menghasilkan peningkatan
amilosa yang tinggi pada tepung talas Satoimo. Peningkatan amilosa berkorelasi dengan
peningkatan retrogradasi yang ditandai dengan tingginya nilai viskositas akhir (Rahmiati et al.
2016).
Tabel 4. Nilai rataan karakteristik pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur
mikroba murni pada waktu yang berbeda
Variabel Waktu fermentasi
0 j 12 j 24 j 36 j 48 j
Waktu gelatinisasi
(menit) 11.17±0.17
e 11.17±0.17
e 11.42±0.11
d 11.66±0.07
c 11.83±0.04
b
Suhu gelatinisasi
(oC)
87.64±0.09e 87.64±0.09
e 87.81±0.00
d 88.19±0.03
c 88.27±0.08
b
Viskositas puncak
(cP) 803±6
j 803±6
j 949±66
i 1069±64
h 1215±47
g
Breakdown viscosity
(cP) 28±3
j 28±3
j 41±13
i 59±18
h 76±12
g
Viskositas akhir
(cP) 1163±3
j 1163±3
j 1435±145
i 1736±128
h 1878±58
g
Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata pada p=0.05
Gambar 2. Perubahan karakteristik pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur
mikroba murni yang berbeda : (a) breakdown viscosity; (b) viskositas akhir
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
805
Gambar 3. Profil pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi selama 24 jam dengan variasi
jenis kultur mikroba murni yaitu L. Plantarum (L24), S. cerevisiae (C24), dan campuran L.
Plantarum dan S. cerevisiae (M24)
Tepung yang difermentasi dengan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae selama 12 jam
dapat dikelompokkan sebagai tipe C dimana tepung mengalami pengembangan yang terbatas yang
ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan breakdown viscosity (Gambar 3)
sehingga berpotensi sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi (Winger et
al. 2014). Rekomendasi pemanfaatan tepung berdasarkan sifat fisikokimia dan fungsionalnya
pernah diberikan pada penelitian sebelumnya. Richana dan Sunarti (2004) merekomendasikan
tepung umbi sebagai bahan baku produk bakery seperti cake atau rerotian lainnya karena memiliki
profil viskositas puncak yang rendah dan protein yang tinggi. Rios et al. (2016) merekomendasikan
pati talas Satoimo sebagai bahan pengisi pada produk salad dressing, olahan daging, dan produk
panggang.
Karakteristik Tekstur Gel Tepung Talas Terfermentasi
Gel tepung talas dianalisis dengan texture analyzer yang meliputi analisis terhadap kekuatan
gel dan profil teksturnya yang terdiri dari kekerasan (hardness), elastisitas (springiness),
kohesifitas (cohesiveness), dan kelengketan (stickiness). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan waktu fermentasi akan menurunkan kekerasan, dan kelengketan sedangkan
kohesifitasnya meningkat. Fermentasi hingga 48 jam mengubah kekerasan, elastisitas, kohesifitas,
dan kelengketan masing-masing hingga sebesar 27,34 gF, 0,02, 0,05, dan 15,93 gF. Nilai rataan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
806
karakteristik tekstur gel tepung talas Satoimo yang difermentasi pada waktu yang berbeda dengan
kultur mikroba murni dapat dilihat pada Tabel 5.
Tepung talas yang dihidrasi dengan air lalu dipanaskan akan tergelatinisasi dan membentuk
pasta. Bila pasta didinginkan akan membentuk gel. Karakteristik gel tepung talas sangat ditentukan
oleh kadar patinya. Pati yang terdiri dari amilosa dan amilopektin merupakan komponen yang
paling berperan dalam pembentukan gel. Makin tinggi kadar pati maka kekerasan gel akan semakin
tinggi karena akan semakin banyak granula pati yang teretrogradasi saat pasta didinginkan
membentuk gel yang kokoh. Dalam penelitian ini, penurunan kekerasan gel diduga disebabkan
karena penurunan kadar pati selama fermentasi. Fermentasi dengan metode terendam (sub merge
fermentation) menyebabkan longgarnya struktur granula pati baik di daerah amorf ataupun
kristalin. Longgarnya struktur granula pati ini menyebabkan interaksi intramolekuler pati (antar
amilosa atau antara amilosa dan amilopektin) melemah dan interaksi intermolekuler pati (antara
amilosa atau amilopektin dengan air) menguat yang ditandai dengan peningkatan kapasitas
penyerapan air dan daya pembengkakan. Tingginya kapasitas air dan daya pembengkakan
menunjukkan tingginya jumlah air yang dapat diikat oleh granula pati. Gel yang mengandung air
dalam jumlah besar akan berkurang tingkat kekerasannya seperti yang terjadi pada penelitian ini
dan sejalan dengan yang dinyatakan oleh Yuan et al. (2008).
Tabel 5. Nilai rataan karakteristik tekstur gel tepung talas Satoimo yang difermentasi pada waktu
yang berbeda dengan kultur mikroba murni
Variabel Waktu fermentasi
0 j 12 j 24 j 36 j 48 j
Kekerasan (gF) 82,80±6,62 f 76,74±3,93
fg 72,38±4,97
gh 65,64±5,48
i 55,46±3,02
j
Elastisitas 0,97±0,00 ab
0,97±0,00 ab
0,96±0,00 bc
0,96±0,00 bc
0,95±0,00 c
Kohesifitas 0,65±0,00 c 0,66±0,01
bc 0,67±0,01
ab 0,68±0,00
ab 0,70±0,01
a
Kelengketan (gF) 55,01±0,41 f 51,85±0,63
g 49,78±1,13
gh 41,95±1,40
i 39,08±1,31
ij
Peningkatan kohesifitas dan Penurunan kelengketan dihubungkan dengan peningkatan kadar
amilosa. Amilosa yang berupa rantai lurus dengan struktur kristalin mampu mengikat air dalam
jumlah yang besar dan membentuk gel yang kohesif (kenyal) saat didinginkan. Peningkatan
amilosa menyebabkan penurunan rasio amilosa : amilopektin pati dan lebih lanjut menyebabkan
penurunan kelengketan karena amilopektin berkontribusi pada sifat kelengketan bahan berpati
(Yousif et al., 2012). Sejalan dengan kenaikan kadar amilosa, talas yang difermentasi dengan
campuran L. plantarum dan S. cerevisiae juga menunjukkan peningkatan kohesifitas dan
penurunan kelengketan yang tertinggi. Tepung yang memiliki sifat gel yang kohesif akan
memberikan tekstur yang kenyal pada produk pangan dan sifat yang kurang adesif (kurang lengket)
akan membantu terbentuknya adonan yang homogen saat pengolahan. Sehingga memudahkan
aplikasinya pada produk pangan. Perubahan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
807
Gambar 4. Perubahan tekstur tepung talas Satoimo yang difermentasi dengan kultur murni yang
berbeda : (a) kohesifitas; (b) kelengketan
KESIMPULAN
Peningkatan pertumbuhan BAL dan khamir hingga 48 jam fermentasi terutama dengan
campuran L. plantarum dan S. cerevisiae menghasilkan peningkatan kadar amilosa; viskositas
puncak, breakdown viscosity, viskositas akhir; dan kohesifitas tepung talas (masing-masing sebesar
27.26, 29.70, 51.76, 27.56, and 9.72%), sedangkan kelengketan menurun (28.83%). Fermentasi
dengan campuran L.plantarum dan S.cerevisiae selama 48 jam menghasilkan tepung dengan
viskositas akhir yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada
produk yang diproses pada suhu rendah seperti es krim. Fermentasi dengan L. plantarum selama 12
jam menghasilkan tepung dengan breakdown viscosity yang rendah sehingga berpotensi untuk
digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi seperti jelly drink.
Fermentasi terkendali pada produksi tepung talas Satoimo mampu mereduksi sifat adesif
(kelengketan) dan meningkatkan sifat kohesif (kekenyalan) sehingga memudahkan aplikasinya
sebagai ingredien pangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi atas pendanaan yang diberikan pada penelitian ini melalui Hibah Penelitian Disertasi Doktor
2017
DAFTAR PUSTAKA
Adebowale OJ, Maliki K. 2011. Effect of fermentation period on the chemical composition and
functional properties of Pigeon pea (Cajanus cajan) seed flour. International Food Research
Journal 18 (4) : 1329-1333.
Ali, A. A. and Mustafa, M. 2009. Use of Starter Cultures of Lactic Acid Bacteria and Yeast in the
Preparation of Kisra, a Sudanese Fermented Food. Journal of Nutrition, Pakistan 8 (9) :
1349-1353.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
808
AOAC. 1995. Official methods of analysis : Determination of moisture content (Method 935.29),
crude fiber content (Method 991.43), crude fat content (Method 922.06), ash content
(Method 940.26); crude protein content (Method 920.152). Washington DC: Association of
Official Analytical Chemist.
Chen, Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet PotatoStarches and Their Application in
Noodle Products. Netherland : The Netherland Wageningen University, PhD thesis.
Chung, H.J., Liu, Q., and Hoover, R. 2009. Impact of annealing and heat moisture treatment on
rapidly digestible, slowly digestible and resistant starch level in native and gelatinezed corn,
pea, and lentil starches. Carbohydrate Polymers 75 : 436-447.
Gunawan, S., Widjaja, T., Zullaikah, S., Ernawati, L., Istianah, N., Aparamarta, H.W., and
Prasetyoko, D. 2015. Effect of fermenting cassava with Lactobacillus plantarum,
Saccharomyces cerevisiae, and Rhyzopus oryzae on the chemical composition of their flour.
International Food Research Journal 22(3):1280-1287.
Kostinek, M., Specht, I., Edward, V.A., Pinto, C., Egounlety, M., Sossa, C., Mbugua, S., Dortu, C.,
Thonarte, P., Taljaard, L., Mengu, M., Franza, C.M.A.P., and Holzapfel, W.H. 2007.
Characterization and Biochemical Properties of Predominant Lactic Acid Bacteria from
Fermenting Cassava for Selection as Starter Cultures. International Journal of Food
Microbiology 114 : 342-351.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro (Food Chemistry : Macro Component). 1st
ed. Jakarta : Dian Rakyat.
Kustyawati, M.E., Sari, M., and Haryati T. 2013. Effect of fermentation using Saccharomyces
cerevisiae on the biochemical properties tapioca. AGRITECH Vol. 3 (3) : 281-287.
Njoku, P.C. and Ohia, C.C. 2007. Spectrophometric Estimation Studies of Mineral Nutrient in
Three Cocoyam Cultivars. Pakistan Journal Nutrition 6 (6) : 616-619.
Oke, M.O. and Bolarinwa, I.F. 2012. Effect of Fermentation on Physicochemical Properties and
Oxalate Content of Cocoyam (Colocasia esculenta) Flour. ISRN Agronomy (1) : 1-4. DOI:
10.5402/2012/978709.
Omemu, A.M., Oyewole, O.B., and Bankole, M.O. 2007. Significance of Yeasts in The
Fermentation of Maize for Ogi Production. Food Microbiology 24 : 571-576.
Perez, E.E., Gutierrez, M.E., De Delahaye, E.P., Tovar, J., and Lares, M. 2007. Production and
Characterization of Xanthosoma sagittifolium and Colocasia esculenta Flours. Journal of
Food Science 72 : 367-372.
Rahmawati. 2013. Isolation and identification of indigenous microorganism and its application in
fermented corn and characterization of physicochemical properties of the flour. Bogor,
Indonesia : Bogor Agricultural University, PhD Thesis
Rahmawati, Dewanti-Hariyadi, R., Hariyadi, P., Fardiaz, D., and Richana, N. 2013. Isolation and
identification of microorganism during spontaneous fermentation of maize. Journal of Food
Technology and Industry 24 : 38-44.
Rahmiati, T.M., Purwanto, Y.A., Budijanto, S., and Khumaida, N. 2016. Physicochemical
properties of cassava flour (Manihot esculenta Crantz) of 10 breeding genotipes.
AGRITECH Vol. 36 (4) : 459-466. DOI: http://dx.doi.org/10.22146/agritech.16771.
Richana, N. and Sunarti, T.C. 2004. Karakterisasi Sifat Kimia Tepung Umbi dan Tepung Pati Umbi
Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa, dan Gembili (The characterization of starch and flour of
Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa and Gembili Tubers). Jurnal Pascapanen 1 (1) : 29-39.
Rios, K.R., Mondragon, E.G., Campos, M.S., Jimenez, M.R., Luna, J.L., Martinez, I.L., and
Ancona, D.B. 2016. Physicochemical and Nutritional Characterization of Starch Isolated
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto
809
from Colocasia antiquorum Cultivated in Oaxaca, Mexico. Journal of Chemistry Vol 2016.
Article ID 6721418 : 1-7. Hindawi Publ. Corp. http://dx.doi.org/10.1155/2016/6721418.
Singh J, Kaur L, McCarthy OJ. 2007. Factors influenching the physico-chemical, morphological,
thermal, and rheological properties of some chemically modified starches for food
appllications-a review. Food Hydrocolloids, 21 : 1- 22.
Sobowale, A.O., Olurin, T.O., and Oyewole, O.B. 2007. Effect of lactic acid bacteria starter culture
fermentation of cassava on chemical and sensory characteristics of fufu flour. African
Journal of Biotechnology Vol. 6 (16) : 1954-1958.http://www.academicjournals.org/AJB.
Syamsir, E., Hariyadi, P., Fardiaz, D., Andarwulan, N., and Kusnandar, F. 2011. Characterization
of tapioca from five varieties (Manihot utilisima Crantz) from Lampung. Jurnal Agrotek
5(1): 95-105.
Tong, C., Yaling, C., Fufu, T., Feifei, X., Yan, H., Hao, C., and Jinsong, B. 2014. Genetic
diversity of amylose content and RVA pasting parameter in 20 rice accessions grown in
Hainan, Cina. Food Chem. 161: 239-245.
Wan, J., Huang, W., Zhong, J., Huang, L., Patricia, R.D., and Liu, B. 2011. Effects of LAB
Fermentation on Physical Properties of Oat Flour and Its Suitability for Noodle Making.
Cereal Chemistry 88 (2) : 153-158.
Winger, M., Khouryieh, H., Aramouni, F., and Herald, T.J. 2014. Sorghum flour characterization
and evaluation in gluten-free flour tortilla. Journal of Food Quality 37(2): 95-106.
Yousif NMK, Huch M, Schuster T, Sung Co G, Dirar HA. 2010. Diversity of Lactic Acid Bacteria
from Hussuwa, a Traditional African Fermented Sorghum Food. J Food Microbiol. 27 : 757-
768.
Yuan, M.L., Lu, Z.H., Cheng, Y.Q., and Li, T.L. 2008. Effect of spontaneous fermentation on the
physical properties of corn starch and rheological characteristics of corn starch noodle.
Journal of Food Engineering 85 :12-17.
Zaidul, I.S.M., Yamauchi, H., Takigawa, S., Matsuura-Endo, C., Suzuki, T., and Noda, T. 2007.
Correlation between the compositional and pasting properties of various potato starches.
Journal of Food Chemistry 105: 164-172.
Zeng, J., Gao, H., Li, G., Zhao, X. 2012. Characteristic of Corn Flour Fermented by Some
Lactobacillus Species. China Academic Journal, El Publ House : 312-315.