38
IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Abstrak Masyarakat merupakan salahsatu penghasil sampah, sehingga pemberdayaan masyarakat dalam program kebersihan lingkungan sangat strategis. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik (tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jarak rumah dengan TPS dan TPA), dan persepsi serta harapan masyarakat terkait program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya terhadap pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam karakteristik dan harapan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemairan (survey). Analisis data menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beragamnya karakteristik tersebut, secara nyata memberikan kontribusi (kecuali tingkat pendidikan) terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Harapan masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan harus terlibat dengan mengembangkan kembali kearifan lokal seperti gotong royong untuk menjaga kebersihan lingkungan. Hasil uji koefisien kontingensi Fisher, menunjukkan hubungan yang signifikan antara karakteristik masyarakat, kecuali tingkat pendidikan dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Kata Kunci: karakteristik, persepsi, harapan, pemberdayaan masyarakat. 4.1. Pendahuluan Karakteristik masyarakat (tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jarak rumah dengan TPS dan TPA), dan persepsi serta harapan masyarakat terkait dengan program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya terhadap pengelolaan sampah kota Bandar Lampung merupakan faktor dasar untuk memahami pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung merupakan strategi dasar yang dilaksanakan untuk pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Kebersihan lingkungan berkelanjutan dapat diwujudkan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat, mengingat masyarakat merupakan salahsatu produsen penghasil sampah. Pemberdayaan adalah bagian dari pengembangan paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang

Karakteristik Dan Harapan .. (Bab IV)

Embed Size (px)

Citation preview

IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM

PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Abstrak

Masyarakat merupakan salahsatu penghasil sampah, sehingga pemberdayaan masyarakat dalam program kebersihan lingkungan sangat strategis. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik (tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jarak rumah dengan TPS dan TPA), dan persepsi serta harapan masyarakat terkait program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya terhadap pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam karakteristik dan harapan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemairan (survey). Analisis data menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beragamnya karakteristik tersebut, secara nyata memberikan kontribusi (kecuali tingkat pendidikan) terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Harapan masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan harus terlibat dengan mengembangkan kembali kearifan lokal seperti gotong royong untuk menjaga kebersihan lingkungan. Hasil uji koefisien kontingensi Fisher, menunjukkan hubungan yang signifikan antara karakteristik masyarakat, kecuali tingkat pendidikan dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan.

Kata Kunci: karakteristik, persepsi, harapan, pemberdayaan masyarakat.

4.1. Pendahuluan

Karakteristik masyarakat (tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jarak

rumah dengan TPS dan TPA), dan persepsi serta harapan masyarakat terkait

dengan program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya terhadap

pengelolaan sampah kota Bandar Lampung merupakan faktor dasar untuk

memahami pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam

pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung merupakan strategi dasar yang

dilaksanakan untuk pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan.

Kebersihan lingkungan berkelanjutan dapat diwujudkan dengan melakukan

pemberdayaan masyarakat, mengingat masyarakat merupakan salahsatu produsen

penghasil sampah. Pemberdayaan adalah bagian dari pengembangan paradigma

pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang

73

prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual

(sumberdaya manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial.

Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya,

ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan. Menurut Damanhuri dan Padmin

(2005), pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah dengan

melakukan perubahan bentuk perilaku yang didasarkan pada kebutuhan atas

kondisi lingkungan yang bersih yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan

mengembangkan peranserta dalam bidang kebersihan.

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan hal yang

saat ini sangat diperlukan, mengingat sampah bukan hanya tanggungjawab

pemerintah namun juga tanggungjawab semua pihak, termasuk seluruh kelompok

masyarakat yang merupakan salahsatu penghasil sampah. Namun demikian,

ternyata hingga saat ini penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat dalam

pengelolaan kebersihan lingkungan yang dibuat secara terpadu dan holistik belum

pernah dilakukan, dan kalaupun ada penelitian pemberdayaan pengelolaan

kebersihan atau pengelolaan sampah di tempat lain, kondisinya sangat berbeda.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami karakteristik dan harapan masyarakat

terkait program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan

sampah kota Bandar Lampung.

4.2. Metode Penelitian

Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan

pemairan (survey), yaitu suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial dan

karakteristik masyarakat secara utuh. Jenis data yang dikumpulkan berupa data

primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara kepada

responden dengan menggunakan angket sebagai pedoman wawancara dan dibantu

dengan teknik observasi dengan melalui penjaringan terhadap data yang

menyangkut variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan,

jarak rumah dengan TPS dan TPA, persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat, serta

harapan masyarakat terhadap pengelolaan kebersihan lingkungan. Data sekunder

diperoleh melalui hasil penelusuran dari berbagai dokumen, catatan dan laporan

tertulis dari berbagai sumber dan pihak yang terkait.

74

Sampel lokasi dan responden rumahtangga sebagai unit analisis, teknik

sampling, teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini seperti yang telah diuraikan pada Bab III.

4.3. Hasil dan Pembahasan

Responden dalam penelitian ini berjumlah 344 orang yang tersebar di

delapan kelurahan dari empat kecamatan di kota Bandar Lampung dengan

karakteristik sebagai berikut.

Berdasarkan jenis kelamin, kelompok responden terdiri atas laki-laki

sebanyak 172 orang (50%) dan perempuan 172 orang (50%). Tingkat pendidikan

responden sebagian besar pada jenjang menengah ke atas. Jenis pekerjaan

responden yang paling banyak adalah kelompok ibu rumahtangga (IRT) sebesar

27,33 persen, wiraswasta sebesar 17,73 persen, karyawan sebesar 13,95%, dan

kelompok PNS/Pensiunan sebesar 10,17 persen. Tingkat pendapatan responden

paling banyak berkisar antara Rp.500.001-1.000.000/bulan sebesar 52,91 persen

dan diikuti Rp1.000.001-2.000.000 sebesar 28,16%. Jarak rumah responden

dengan tempat pembuangan sementara (TPS) paling banyak pada jarak 0-200 m

sebesar 67,15 persen dan jarak 201-500 m sebesar 25,00 persen. Jarak rumah

responden dengan TPA paling banyak pada jarak 7500-10000 m sebesar 59,88

persen. Secara rinci karakteristik responden dapat dilihat pada lampiran 13.

4.3.1. Karakteristik dan persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan

Pada dasarnya persepsi tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap

perilaku dan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah.

Munculnya berbagai persepsi tersebut terkait dengan manfaat dari pengelolaan

sampah yang mereka rasakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saribanon (2007)

yang mengemukakan bahwa dalam konteks persepsi terhadap pengelolaan

sampah respon dari masyarakat dapat digunakan sebagai indikator bagaimana

individu menilai suatu program pengelolaan sampah, sehingga dapat diidentifikasi

kendala-kendala yang mungkin muncul dari persepsi untuk mengimplementasikan

pengelolaan sampah tersebut.

75

Secara umum dapat dikatakan bahwa munculnya pencemaran atau

lingkungan menjadi kotor banyak diakibatkan oleh ulah dan perbuatan manusia,

tak terkecuali dengan perbuatan membuang sampah secara sembarangan ke dalam

lingkungan. Karena itu dalam pengelolaan sampah domestik ini, keterlibatan

masyarakat mulai dari perencanaan hingga pengambilan keputusan sangat

diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cohen dan Uphoff (1997) yang

menyatakan masyarakat perlu dilibatkan, karena tiga alasan utama yaitu: (1)

sebagai langkah awal dalam rangka menyiapkan masyarakat untuk menumbuhkan

rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat setempat terhadap program

pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan, (2) sebagai alat untuk memperoleh

informasi mengenai kebutuhan, kondisi dan sikap masyarakat setempat, dan (3)

masyarakat mempunyai hak untuk “urun rembug” dalam menyusun dan

menentukan program-program pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan di

wilayah mereka.

Persepsi masyarakat terhadap kebersihan lingkungan berdasarkan jenis

kelamin menunjukkan bahwa secara umum persepsi laki-laki dan perempuan

masuk kategori persepsi positif. Namun terlihat adanya sedikit (kendatipun kurang

dari dua persen) bahwa perempuan di Bandar Lampung mempunyai persepsi

kurang positif. Persentase persepsi masyarakat terhadap pengelolaan kebersihan

lingkungan berdasarkan jenis kelamin, disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010

Kategori persepsi (%) Jenis kelamin Kurang positif Positif Sangat positif Jumlah

Total (n)

Laki-laki 0,00 94,19 5,81 100,00 172 Perempuan 1,74 91,28 6,98 100,00 172

Persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan

kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan secara umum

mempunyai kategori persepsi positif, kecuali kelompok ibu rumahtangga (IRT)

dan pedagang ada yang menyatakan kurang positif walaupun kecil persentasenya.

76

Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program kebersihan

lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010

Kategori persepsi (%) Jenis Pekerjaan

Kelompok Kurang

positif Positif Sangat Positif Jumlah (%)

Total

(n) Primer Petani 0,00 88,89 11,11 100,00 9 Sekunder a. PNS/Pensiunan

b. Wiraswasta c. Karyawan

0,00 0,00 0,00

94,29 86,89 97,92

5,71 13,11 2,08

100,00 100,00 100,00

35 61 48

Tersier a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek

3,33 0,00 0,00

93,34 100,00 75,00

3,33 0,00

25,00

100,00 100,00 100,00

30 25

4 Lainnya a. Ibu rumahtangga

b. Pemulung c.Mahasiswa/pelajar

2,13 0,00 0,00

92,55 97,43

100,00

5,32 2,57 0,00

100,00 100,00 100,00

94 7

22

Hasil analisis terhadap tingkat pendidikan responden dengan kategori

persepsi terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan sebagian besar

menunjukkan kategori persepsi berdasarkan jenjang pendidikan mempunyai

kategori persepsi positif. Persentase persepsi terhadap program pengelolaan

kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan, Bandar Lampung 2010

Kategori persepsi (%) Pendidikan Kurang

positif Positif Sangat positif Jumlah

Total (n)

SD 3,33 93,34 3,33 100,00 60

SLTP 0,00 90.32 9,68 100,00 93

SLTA 0,67 93,96 5,37 100,00 149

PT 0,00 92,86 7,14 100,00 42

Hasil analisis kategori persepsi responden terhadap program pengelolaan

kebersihan lingkungan berkelanjutan berdasarkan tingkat pendapatan secara

umum menunjukkan katagori persepsi positif. Distribusi persentase kategori

77

persepsi terhadap kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan

disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan, Bandar Lampung 2010

Kategori persepsi (%) Pendapatan

Rp.(000)/bln Kurang positif Positif Sangat

positif Jumlah Total (n)

< 500 0,00 100,00 0,00 100,00 20 501 – 1.000 0,00 92,30 7,70 100,00 182 1.001 - 2.000 3,33 91,11 5,56 100,00 90 2.001 – 4.000 0,00 93,18 6,82 100,00 44 4.001 – 8.000 0,00 100,00 0,00 100,00 4 > 8.000 0,00 100,00 0,00 100,00 4

Hasil analisis terhadap jarak TPS dari rumah responden dengan kategori

persepsi terhadap program kebersihan lingkungan sebagian besar menunjukkan

kategori persepsi positif. Distribusi persentase kategori persepsi terhadap kebersihan

lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010

Kategori persepsi (%) Jarak TPS (m)

Kurang positif Positif Sangat positif Jumlah Total (n)

0 - 200 0,87 96,97 2,16 100,00 231 201 - 500 1.16 81,39 17,45 100,00 86 501 - 750 0,00 92,00 8,00 100,00 25 751 - 1.000 0,00 100,00 0,00 100,00 2

Hasil analisis terhadap jarak TPA dari rumah responden dengan kategori

persepsi menunjukkan persepsi secara umum dalam katagori positif. Persepsi

yang positif pada responden yang tempat tinggalnya relatif jauh dari TPA.

Sampah organik akan segera dibusukkan menjadi bahan anorganik yang dalam

kondisi anaerob akan menimbulkan bau busuk yang menyengat (Tchobanoglous

et al 1993) yang tentu akan sangat terasa oleh masyarakat yang tinggal berdekatan

dengan TPA, sedangkan yang tinggal berjauhan tidak akan merasakan hal tersebut.

78

Bahkan menurut Setiawan (2001) sampah yang membusuk juga dapat

mengakibatkan timbul atau berkembangnya berbagai macam bibit penyakit, oleh

karenanya sangat wajar juga masyarakat yang tinggal lebih dekat dengan TPA

memiliki persepsi kurang positif. Distribusi persentase kategori persepsi/sikap

terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah

dengan TPA disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Distribusi persentase tingkat persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010

Kategori persepsi (%) Jarak TPA (m)

Kurang positif Positif Sangat positif Jumlah (%) Total (n)

0 – 2.000 7,14 90,48 2,38

100,00 45

2.001 – 5.000 0,00

95,65 4,35

100,00 46

5.001 – 7.500 0,00

100,00 0,00 100,00 5

7.501 – 10.000 0,00

91,75 8,25

100,00 206

> 10.000 0,00

95,56 4,44

100,00 42

4.3.2. Karakteristik dan harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan

Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa terdapat

empat harapan masyarakat dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan

berkelanjutan di kota Bandar Lampung. Adapun empat harapan tersebut adalah

(1) harapan masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan,

(2) harapan masyarakat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan

kebersihan lingkungan, (3) harapan masyarakat terhadap sistem pengelolaan, dan

(4) harapan masyarakat terhadap pemberdayaan. Secara rinci uraiannya sebagai

berikut.

(a). Harapan terhadap kebijakan dan program

Hasil penelitian menunjukkan adanya harapan responden agar dibuat

peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum (63 %). Selain itu

responden berharap adanya keberlanjutan program kebersihan (21%), dan harapan

79

selanjutnya adalah implementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah (12%)

serta kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan

lingkungan (4%), seperti ditunjukkan pada Gambar 9 .

Gambar 9 Harapan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah kota Bandar

Lampung dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan

Terkait dengan sebagian besar (63%) harapan masyarakat agar segera

dibuat peraturan dan penegakan hukum, sebenarnya sudah ada Peraturan Walikota

Nomor 14 Tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan

dan Pertamanan Kota Bandar Lampung. Namun peraturan walikota tersebut

belum berfungsi sebagaimana mestinya, dan belum ada penegakan hukum

terhadap pelanggar peraturan kebersihan lingkungan.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cullivan et al (1988) dan Wilson et

al (2001) bahwa hal yang terpenting dalam pengelolaan kebersihan lingkungan

adalah dibuatnya peraturan dalam hal kebersihan lingkungan dan penegakan

hukum, namun demikian hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah membuat

kelembagaan untuk bidang pengelolaan sampah dan air buangan. Kantor Menteri

Lingkungan Hidup dan JICA (2003) mengemukakan bahwa peraturan

perundangan yang mengatur tentang pengelolaan sampah di tiap kota telah ada

dalam bentuk Peraturan Daerah atau Surat Keputusan Bupati/Walikota. Agar

peraturan tersebut dapat berjalan maka penegakan hukum terhadap pelanggar

peraturan harus diterapkan, sehingga peraturan yang ada benar-benar dapat

80

berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayat (2008)

yang mengemukakan bahwa tidaklah mudah mengubah kebiasaan masyarakat.

Kesadaran untuk hidup sehat dan memiliki lingkungan bersih merupakan modal

sosial yang dapat mengubah perilaku masyarakat. Perubahan perilaku ini dapat

membawa kenyamanan hidup walaupun membutuhkan proses yang tidak mudah.

Kemudian penyuluhan dan memberi pengertian kepada masyarakat tentang

kebersihan lingkungan disetiap kesempatan harus dilakukan terus-menerus.

Harapan masyarakat selanjutnya adalah adanya keberlanjutan program

kebersihan lingkungan (21%). Dengan berlanjutnya program kebersihan tersebut

diharapk agar mendapat penghargaan Adipura kembali seperti yang pernah

diterima pada tahun 2009 lalu. Adanya lembaga pengelolaan sampah akan

berpengaruh dalam menjamin keberlanjutan program pengelolaan sampah.

Hidayat (2008), mengemukakan bahwa terkait dengan keberlanjutan suatu

program, terdapat beberapa faktor penting untuk diperhatikan dalam aspek

kelembagaan, yaitu: (a) pembentukan badan pengelola, (b) pemanfaatan

badan/kelompok masyarakat sebagai pengelola, (c) penguatan kapasitas, (d)

regenerasi, dan (e) kerjasama/kemitraan.

Implementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah juga menjadi

harapan ketiga masyarakat di kota Bandar Lampung (12%). Diharapkan

pemerintah dapat menjalankan kebijakan kebersihan lingkungan yang telah ada.

Scott (2001) menyatakan bahwa organisasi atau lembaga dapat berfungsi

memberikan batasan dan sekaligus keleluasaan bagi suatu kelompok untuk

melakukan suatu kegiatan. Selain itu, Muller-Glodde (1994) berpendapat bahwa

kelembagaan lingkungan (environmental institution) merupakan norma dan nilai

sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan

komunikasi serta pergerakan sosial, yang membentuk interaksi sosial dari

individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok secara langsung dan

tidak langsung mempengaruhi peraturan yang mengatur sumberdaya alam.

Harapan masyarakat yang keempat adalah adanya kerjasama antara

pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (4%).

Dengan kerjasama tersebut diharapkan kebersihan lingkungan akan tercapai.

81

Masyarakat dalam sistem pengelolaan sampah dapat berfungsi sebagai pengelola,

pengolah, pemanfaat, penyedia dana, dan pengawas (KMLH dan JICA 2003).

Hubungan antara karakteristik dengan harapan terhadap kebijakan dan

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin sebagian

besar menunjukkan bahwa memilih kebijakan mengenai dibuat peraturan tentang

kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Secara rinci disajikan pada Tabel 21

(selanjutnya untuk keterangan Tabel 21 sampai dengan Tabel 26 dibuat notasi

sebagai berikut): Kebijakan 1: Dibuat peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum Kebijakan 2: Implementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah Kebijakan 3: Keberlanjutan program kebersihan lingkungan Kebijakan 4: Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan.

Tabel 21 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010

Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan(%) Jenis

kelamin 1 2 3 4 Jumlah

Total (n)

Laki-laki 61,05

10,47

22,67 5,81 100,00 172

Perempuan 64,53 14,53

19,19 1,75 100,00 172

Distribusi persentase harapan terhadap kebijakan dan program

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan

bahwa secara umum jenis pekerjaan ibu rumah tangga (IRT), karyawan, pedagang,

wiraswasta dan lain-lain sebagian besar mengharapkan dibuatnya peraturan

tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Distribusi persentase

harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan

lingkungan hampir merata pada semua jenis pekerjaan. Harapan masyarakat

terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan

jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 22

82

Tabel 22 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan

Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan (%)

Jenis Pekerjan

Kelompok

1

2

3

4

Jumlah (%)

Total (n)

Primer Petani 33,34 33,33 33,33 0,00 100,00 9 Sekundr a.PNS/Pensiunan

b. Wiraswasta c. Karyawan

48,57 68,85 66,67

25,72 8,19

10,45

14,29 21,31 18,75

11,43 1,64 4,17

100,00 100,00 100,00

35 61 48

Tersier a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek

63,33 4,00

25,00

6,67 72,00 50,00

26,67 24,00 25,00

3,33 0,00 0,00

100,00 100,00 100,00

30 25 4

Lainnya a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahsiswa/pelajar

62,77 71,43 9,09

14,89 0,00 86,36

19,15 28,57 4,55

3,19 0,00 0,00

100,00 100,00 100,00

94 7 22

Hasil analisis terhadap distribusi persentase harapan masyarakat terhadap

kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan

pendidikan menunjukkan bahwa secara umum masyarakat dengan tingkat

pendidikan SD, SLTP, SLTA dan PT mengharapkan dibuatnya peraturan tentang

kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Distribusi persentase disajikan

pada Tabel 23.

Tabel 23 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan, Bandar Lampung 2010

Kebijakan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan(%) Pendidikan

1 2 3 4 Jumlah Total (n)

SD 63,33 15,00 18,34 3,33 100,00 60SLTP 67,75 8,60 22,58 1,07 100,00 93SLTA 63,09 9,39 23,49 4,03 100,00 149PT 50,00 28,57 11,90 9,53 100,00 42

Distribusi persentase kebijakan dan program pengelolaan kebersihan

lingkungan berdasarkan pendapatan menunjukkan bahwa secara umum persentase

semua masyarakat berdasarkan kreteria pendapatan, mengharapkan agar

pemerintah membuat peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan

hukum. Distribusi harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program hampir

merata pada semua katagori tingkat pendapatan kecuali pada katagori pendapatan

Rp.4.000.001 – Rp.8.000.000/bulan. Distribusi persentase harapan terhadap

83

kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat

pendapatan masyarakat disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010

Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan

lingkungan (%) Pendapatan Rp (0000/bln)

1 2 3 4 Jumlah

Total

(n)

< 500 65,00 25,00 5,00 5,00 100,00 20

501 – 1.000 70,33 10,44 16,48 2,75 100,00 182

1.001 - 2.000 56,67 11,11 30,00 2,22 100,00 90

2.001 – 4.000 47,73 11,36 29,55 11,36 100,00 44

4.001 – 8.000 50,00 50,00 0,00 0,00 100,00 4

> 8.000 25,00 50,00 25,00 0,00 100,00 4

Distribusi persentase kebijakan dan program terhadap kebersihan

lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS menunjukkan bahwa

masyarakat sebagian besar mengharapkan agar dibuatnya peraturan tentang

kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Secara lengkap disajikan pada

Tabel 25.

Tabel 25 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010

Kebijakan dan program dalam pengelolaan kebersihan

lingkungan (%) Jarak TPS (m)

1 2 3 4 Jumlah

Total (n)

0 - 200 57,58 15,15 23,38 3,89 100,00 231

201 - 500 73,26 6,98 17,44 2,32 100,00 86

501 - 750 76,00 4,00 12,00 8,00 100,00 25

751 - 1.000 50,00 50,00 0,00 0,00 100,00 2

Distribusi persentase kebijakan berdasarkan jarak rumah responden dengan

TPA terhadap kebersihan lingkungan menunjukkan sebagian besar memilih dibuat

peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Distribusi

84

pemilihan terhadap semua kebijakan hampir merata pada semua jarak TPA.

Distribusi persentase harapan terhadap kebijakan dalam pengelolaan kebersihan

lingkungan berdasarkan jarak TPA disajikan pada Tabel 26

Tabel 26 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA, Bandar Lampung 2010

Kebijakan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jarak TPA (m)

1 2 3 4 Jumlah

Total

(n)

0 – 2.000 76,09 6,52 13,04 4,35 100,00 46

2.001 – 5.000 80,00 0,00 20,00 0,00 100,00 5

5.001 – 7.500 59,71 15,05 22,81 2,43 100,00 206

7.501 – 10.000 54,76 11,91 28,57 4,76 100,00 42

> 10.000 62,79 12,5 20,93 3,78 100,00 344

Dengan demkian, harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada

sebagian besar berharap dibuatnya peraturan tentang kebersihan lingkungan dan

penegakan hukum.

(b) Harapan terhadap sarana dan prasarana

Menurut Undang-Undang Nomor 04 Tahun 1992 dalam rangka menjamin

fungsi-fungsi permukiman perkotaan dapat berlangsung sebagaimana mestinya,

diperlukan infrastruktur atau prasarana dan sarana serta utilitas lingkungan.

Prasarana lingkungan seperti jaringan jalan, air limbah, drainase, dan persampahan

pada dasarnya merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan sedangkan sarana

lingkungan seperti sarana niaga, pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan

umum, ruang terbuka hijau, ruang pertemuan, perpustakaan umum adalah

fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan

kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Utilitas umum (air minum, listrik,

telepon, pemadam kebakaran) adalah sarana penunjang untuk pelayanan

lingkungan Berkaitan dengan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan

tersebut, dari hasil wawancara dengan responden diperoleh 3 (tiga) harapan

masyarakat, seperti disajikan pada Gambar 10

85

Gambar 10 Harapan masyarakat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana

Sebagian besar (80,52%) harapan masyarakat adalah penambahan sarana

dan prasarana penampungan dan pengangkutan sampah, hal ini disebabkan masih

sangat kurangnya sarana seperti tong sampah untuk menampung sampah, dan

banyak sampah yang tidak langsung diangkut oleh petugas kebersihan yang

menyebabkan sampah membusuk dan timbul bau yang tidak enak. Pewadahan

sampah yang digunakan bervariasi baik bentuk, ukuran maupun bahan wadah

sampah. Tempat sampah yang digunakan bervariasi menurut tempat, diantaranya

dapat digolongkan: (a) pemukiman teratur, wadah yang digunakan berbentuk tong

plastik, tong sampah dari kayu, kantong plastik, drum bekas, dan bekas kaleng cat,

(b) permukiman tidak teratur, wadah yang digunakan berbentuk kantong plastik,

dus karton, dan tong plastik tanpa pewadahan, (c) daerah komersil, wadah yang

digunakan berbentuk tong plastik, dan keranjang plastik, (d) daerah institusional,

wadah yang digunakan berbentuk bak sampah dari kayu dan tong plastik, (e)

daerah pasar, wadah yang digunakan berbentuk kantong plastik, dus bekas dan

kontainer.

Harapan masyarakat selanjutnya adalah peningkatan fungsi sarana dan

prasarana dalam pengelolaan sampah (15,70%). Hasil wawancara dengan

masyarakat menunjukkan bahwa banyak sarana dan prasarana yang tidak

berfungsi. Dalam hal ini harapan masyarakat agar sarana dan prasarana dapat

diletakkan ditempat yang strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat

sehingga usaha untuk mendukung kegiatan pengelolaan sampah dapat tercapai.

86

Harapan masyarakat lainnya adalah adanya TPS di setiap kawasan

perumahan (3,78%), sehingga masyarakat penghasil sampah dapat langsung

membuang sampah ke TPS tersebut. Selanjutnya dapat dipindahkan ke dalam

mobil sampah untuk diangkut ke TPA. Diperlukan sarana dan prasarana untuk

pengelolaan sampah ini seperti mobil sampah, TPS, TPA serta sarana dan

prasarana lain sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 04 Tahun 1992

dalam rangka menjamin fungsi-fungsi permukiman perkotaan dapat berlangsung

sebagaimana mestinya.

Hubungan antara jenis kelamin responden dengan harapan masyarakat

terhadap sarana prasarana menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki dan

perempuan memilih penambahan sarana dan prasarana penampungan dan

pengangkutan. Distribusi persentase harapan terhadap sarana prasarana dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin disajikan

pada Tabel 27 (selanjutnya untuk keterangan Tabel 27 sampai dengan Tabel 32

dibuat notasi sebagai berikut): 1. Adanya TPS di setiap kawasan pemukiman 2. Menambah sarana prasarana penampungan dan pengangkutan 3. Peningkatan fungsi sarana parasarana.

Tabel 27 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010

Sarana prasarana (%) Jenis kelamin 1 2 3 Jumlah

Total (n)

Laki-laki 2,91 76,74 20,35 100,00 172

Perempuan 4,65 84,30 11,05 100,00 172

Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan menunjukkan

semua jenis pekerjaan memilih menambah sarana dan prasarana penampungan

dan pengangkutan Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana

prasarana program kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan disajikan

pada Tabel 28

87

Tabel 28 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010

Sarana prasarana (%) Jenis Pekerjaan

Kelompok 1 2 3 Jumlah

Primer Petani 11,11 66,67 22,221 100,00

Total (n)

Sekunder a. PNS/Pensiunan b. Wirasawsta c. Karyawan

28,6 3,28 2,08

91,3 73,77 70,84

5,71 22,95 27,08

100,00 100,00 100,00

35 61 48

Tersier a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek

0,00 4,00 0,00

90,00 72,00

100,00

10,00 24,00 0,00

100,00 100,00 100,00

30 25 4

Lainnya a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c. Mahasiswa/pelajar

5,32 0,00 9,09

87,23 42,86 86,36

7,45 57,14 4,55

100,00 100,00 100,00

94 7

22

Distribusi harapan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan terhadap

sarana prasarana dalam program pengelolaan sampah menunjukkan sebagian

besar memilih penambahan sarana dan prasarana. Distribusi persentase harapan

masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan

lingkungan berdasarkan pendidikan disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010

Sarana-prasarana (%) Pendidikan 1 2 3 Jumlah Total (n)

SD 3,33 80,00 16,67 100,00 60 SLTP 5,38 81,72 12,90 100,00 93 SLTA 3,36 78,52 18,12 100,00 149 PT 2,38 85,71 11,91 100,00 42

Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan

menunjukkan persentase semua tingkat pendapatan masyarakat mengharapkan

penambahan sarana dan prasarana. Distribusi harapan masyarakat agar adanya

TPS di setiap kawasan hanya dipilih oleh masyarakat yang berpendapatan

500.001-1.000.000/bulan dan 1.000.001–2.000.000/bulan. Distribusi persentase

sarana prasarana terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan

berdasarkan pendapatan masyarakat disajikan pada Tabel 30.

88

Tabel 30 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010

Sarana-prasarana (%) Pendapatan Rp.(000)/bln 1 2 3 Jumlah

Total (n)

< 500 0,00 95,00 5,00 100,00 20 501 – 1.000 5,49 75,27 19,23 100,00 1821.001 - 2.000 3, 30 85,56 11,11 100,00 902.001 – 4.000 0,00 86,36 13,63 100,00 444.001 – 8.000 0,00 75,00 25,00 100,00 4 > 8.000 0,00 75,00 25,00 100,00 4

Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS

menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka mengharapkan penambahan

sarana dan prasarana. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana

prasarana dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah

dengan TPS disajikan pada Tabel 31.

Tabel 31 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010

Sarana-rasarana (%) Jarak TPS (m) 1 2 3 Jumlah

Total (n)

0 - 200 5,19

78,35 16,45 100,00 231

201 - 500 1,16

88,37 10,46 100,00 86

501 - 750 0,00

72,00 28,00 100,00 25

751 - 1.000 0,00

100,00 0,00 100,00 2

Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana

dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah

dengan TPA menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka mengharapkan

penambahan sarana dan prasarana. Distribusi persentase harapan masyarakat

89

terhadap sarana prasarana dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan

jarak rumah dengan TPA disajikan pada Tabel 32.

Tabel 32 Distribusi persentase harapan terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar lampung 2010

Sarana-prasarana (%) Jarak TPA (m)

1 2 3 Jumlah Total (n)

0 – 2.000

0,00

75,56

24,44

100,00

45

2.001 – 5.000 2,17 58,69 39,13 100,00 46

5.001 – 7.500 0,00 100,00 0,00 100,00 5

7.501 – 10.000 5,34 83,98 10,68 100,00 206

> 10.000 2,38 90,47 7,14 100,00 42

Dengan demkian, harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada

sebagian besar berharap menambah sarana-prasarana penampungan dan

pengangkutan kebersihan lingkungan.

(c) Harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan sampah

Harapan masyarakat yang paling banyak (54%) menyangkut teknik

operasional dalam pengelolaan sampah. Diharapkan dengan adanya teknik

operasional yang mulai dari sarana dan prasarana, tingkat pelayanan untuk

mengumpulkan dan mengangkut sampah dengan pola pelayanan individual atau

komunal langsung dan pola penyapuan, akan dapat melayani daerah permukiman,

perkantoran, jalan, dan pasar. Pengelolaan sampah yang optimum ditiap wilayah

diharapkan mampu mengangkut sampah secara rutin setiap hari sehingga

masyarakat akan terhindar dari bau yang bersumber dari sampah, binatang yang

membawa bibit penyakit, dan pencemaran terhadap lingkungan di sekitarnya.

Pengangkutan sampah yang terlambat akan menjadi tumpukan sampah sehingga

akan ditemukan bermacam jenis hewan seperti lalat, kecoa,. dan bau tidak sedap

yang menyengat hidung. Harapan masyarakat terhadap sistem pengelolaan

sampah, seperti disajikan pada Gambar 11.

90

Gambar 11 Harapan masyarakat terhadap sistem pengelolaan sampah

Selanjutnya sebanyak 21 persen masyarakat berharap bahwa pelaksanaan

3R dimulai dari sumbernya, yaitu rumahtangga dan dilaksanakan di TPA

mengingat sumber sampah tidak hanya berasal dari rumahtangga. Contoh kegiatan

reuse yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan kembali botol-botol bekas atau

kantong plastik yang dapat digunakan kembali, sedangkan contoh kegiatan

recycle adalah dengan melakukan pengolahan sampah-sampah organik menjadi

kompos, kertas, plastik bekas untuk didaur ulang. Kegiatan ini relatif lebih

penting mengingat adanya kegiatan menggalakkan program reduce, reuse recycle,

dan replace atau lebih dikenal dengan program 4R yang berorientasi pada

program zero waste (sampah tanpa sisa) yang memberikan nilai tambah,. Namun

kurang dari seperempat responden (21%) yang sudah berpikir ke arah tersebut,

yakni memandang sampah sebagai barang yang bernilai ekonomis.

Menurut Satori (2002) belum signifikannya proses pendaurulangan

sampah pasar, baik sampah organik maupun anorganik saat ini, antara lain

disebabkan oleh: (1) belum adanya rancangan usaha (business plan) sistem daur

ulang sebagai sebuah industri, (2) belum adanya sistem jaringan pemasaran

produk-produk daur ulang, (3) kegiatan daur ulang masih dianggap sebagai usaha

sampingan atau alternatif usaha terakhir, (4) masih terbatasnya anggaran untuk

menerapkan kegiatan daur ulang sampah, (5) kurangnya sosialisasi sehingga

pemahaman masyarakat tentang manfaat kegiatan tersebut baik dari segi

lingkungan maupun ekonomi sangat minim, dan (6) kegiatan tersebut tidak sinergi

dan terintegrasi dalam sistem manajemen sampah.

Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan JICA (2003) juga mengemukakan

hal yang serupa bahwa pengurangan produksi sampah dapat dilakukan melalui

91

dua tahap. Tahap pertama, mengurangi sampah sejak dari sumbernya. Dalam

kegiatan ini masyarakat melakukan kegiatan pemilahan sampah di tempatnya

masing-masing. Tindakan ini untuk mengurangi biaya pengumpulan sampah dan

berakibat pada pengurangan beban operasional transfer dan transport sampai

dengan biaya pengelolaan di TPA. Tahap kedua, mengurangi sampah yang masuk

ke TPA. Hal ini sesuai dengan pendapat Tchobanoglous et al (1993) yang

menyatakan bahwa pengelolaan sampah idealnya dilakukan dengan tujuan

mengendalikan secara sistematik semua kegiatan yang berhubungan dengan

timbulnya sampah, penanganan, pemilahan, dan pengolahan sampah di

sumbernya, pengumpulan, pengolahan dan daur ulang sampah, pemindahan dan

pengangkutan, dan pembuangan akhir. Pemilahan sampah dapat dilakukan di

lokasi TPS untuk diambil bagian yang masih bermanfaat, sebagian untuk kompos

dan bagian lainnya dibuang ke TPA.

Sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis harus

dibuang ke TPA. Namun pengoperasian TPA tersebut harus memenuhi

persyaratan teknis dengan metoda sanitary landfill, baik dasar pemilihan lokasi,

penentuan lokasi dan pengoperasian maupun pemeliharaannya. Hal ini sesuai

dengan pilihan masyarakat yang paling banyak memilih metoda sanitary landfill

(21%) untuk dilaksanakan dalam pengelolaan sampah. Persoalan klasik dari

penanganan sampah perkotaan di sebagian besar wilayah Indonesia adalah masih

banyaknya TPA yang menggunakan sistem open dumping. Salah satu

pertimbangan menggunakan sistem tersebut adalah murahnya biaya operasional.

Sampah tinggal ditimbun di ruang terbuka. Kekurangannya, sistem tersebut akan

menimbulkan banyak persoalan terutama masalah lingkungan, baik secara

biogeofisik maupun persoalan sosial. Untuk mencegah masalah tersebut maka

cara pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfill dipillih sebagai

alternatif untuk diterapkan di kota Bandar Lampung.

Hal ini sesuai dengan Schubeler (1996), yang menyatakan bahwa secara

umum metode pembuangan akhir yang umum dipakai di Indonesia adalah open

dumping (penimbunan terbuka). Namun mengingat banyaknya dampak negatif

yang timbul, yaitu bau dan pencemaran air tanah oleh leachate, metode ini secara

berangsur telah diganti dengan sanitary atau controlled landfill. Sejalan dengan

92

hal tersebut, Buana (2004) mengemukakan bahwa sistem sanitary landfill

merupakan salahsatu alternatif penanganan sampah perkotaan yang bila

diterapkan dengan tepat akan sangat baik dan aman bagi sanitasi lingkungan.

Sistem tersebut dapat meredam persoalan sosial yang sering kali timbul di

masyarakat sekitar lokasi TPA.

Sistem bakar dan buang sampah di TPA menjadi pilihan masyarakat

selanjutnya. Cara pemusnahan sampah dengan sistem pembakaran, memerlukan

peralatan khusus yang disebut incenerator. Untuk membakar sampah diperlukan

panas dengan suhu di atas 1000 derajat Celcius. Dengan lama pembakaran, suhu

dan campuran oksigen yang tepat, menghasilkan 99 persen sampah akan hancur

atau musnah. Pembakaran sampah merupakan kegiatan yang tidak

direkomendasikan mengingat selain akan menghasilkan debu dan asap

pembakaran yang tidak selesai seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat,

juga akan menyisakan dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang bercampur

dengan debu dan asap.

Selanjutnya, dikatakan bahwa akan lebih aman jika dilakukan

pengomposan karena pengomposan merupakan cara untuk merubah bahan

organik menjadi produk yang mudah dan aman untuk ditangani, disimpan, dan

diaplikasikan ke lahan pertanian tanpa menimbulkan efek negatif pada lingkungan

(Talashilkar 1999 dan Tuomela et al 2000). Sistem pembakaran ini pernah

diujicoba di Surabaya namun dihentikan karena dianggap tidak layak

Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program

pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah, menunjukkan bahwa

sebagian besar laki-laki dan perempuan memilih sistem teknik operasional dalam

pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah. Distribusi persentase

bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan

jenis kelamin disajikan pada Tabel 33 (selanjutnya untuk Tabel 33 sampai dengan

Tabel 38 dibuat notasi sebagai berikut): 1. Teknik operasional dalam pengelolaan sampah 2. Pelaksanaan pola 3R mulai dari sumber sampah 3. Sanitary landfill 4. Sistem bakar menggunakan incenerator.

93

Tabel 33 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010

Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jenis kelamin 1 2 3 4 Jumlah

Total (n)

Laki-laki 55,81

16,28 24,42 3,49 100,00 172

Perempuan 52,32

25,00 18,02 4,65 100,00 172

Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan

memperlihatkan bahwa sebagian besar masyarakat memilih teknik operasional

dalam pengelolaan sampah. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap

bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan

pekerjaan disajikan pada Tabel 34.

Tabel 34 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan, Bandar Lampung 2010

Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan (%)

Total (n)

Jenis Pekerjan

Kelompok

1 2 3 4 Jumlah (%)

Primer Petani 55,56 11,11 22,22 11,11 100,00 9 Sekunder a.PNS/Pensiunan

b. Wiraswasta c. Karyawan

25,00 66,67 8,75

25,00 11,11 10,42

50,00 22,22 18,75

0,00 0,00 2,08

100,00 100,00 100,00

35 9 48

Tersier a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek

60,00 76,00 45,90

13,33 8,00

21,31

23,33 16,00 31,15

3,33 0,00 1,64

100,00 100,00 100,00

30 25 61

Lainnya a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahasiswa/pelaja

50,00 42,86 54,55

30,85 14,28 18,18

10,64 42,66 22,73

8,51 0,00 4,54

100,00 100,00 100,00

94 7 22

Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan menunjukkan

bahwa sebagian besar responden dari semua tingkat pendidikan memilih sistem

teknik operasional dalam pengelolaan sampah. Distribusi persentase harapan

masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan

lingkungan berdasarkan pendidikan disajikan pada Tabel 35.

94

Tabel 35 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010

Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan(%) Pendidikan 1 2 3 4 Jumlah

Total (n)

SD 60,00 15,00 20,00 5,00 100,00 60 SLTP 44,08 24,73 24,73 6,45 100,00 93 SLTA 61,74 16,78 18,79 2,68 100,00 149 PT 40,47 33,33 23,81 2,38 100,00 42

Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan menunjukkan

sebagian besar mengharapkan teknik operasional dalam pengelolaan sampah

dibenahi. Secara rinci disajikan pada Tabel 36.

Tabel 36 Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan, Bandar Lampung 2010

Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Pendapatan Rp.(000)/bln 1 2 3 4 Jumlah

Total (n)

< 500 60,00 10,00 25,00 5,00 100,00 20 501 – 1.000 52,19 21,98 21,43 4,39 100,00 182 1.001 - 2.000 60,00 15,56 23,33 1,11 100,00 90 2.001 – 4.000 50,00 27,27 13,63 9,09 100,00 44 4.001 – 8.000 25,00 50,00 25,00 0,00 100,00 4 > 8.000 50,00 25,00 25,00 0,00 100,00 4

Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS

menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memilih bentuk sistem teknik

operasional. Secara rinci disajikan pada Tabel 37.

Tabel 37 Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010

Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkuangan (%) Jarak TPS (m) 1 2 3 4 Jumlah

Total (n)

0 - 200 57,14 44,18 20,35 4,76 100,00 231 201 - 500 44,19 26,74 25,58 3,49 100,00 86 501 - 750 60,00 24,00 16,00 0,00 100,00 25 751 -1.000 50,00 50,00 0,00 0,00 100,00 2

Harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan

kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA menunjukkan bahwa

95

sebagian besar masyarakat memilih bentuk sistem teknik operasional pengelolaan

sampah. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam

program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA

secara rinci disajikan pada Tabel 38.

Tabel 38 Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010

Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jarak TPA (m) 1 2 3 4 Jumlah Total

(n) 0 – 2.000 44,44 15,56 37,78 2,22 100,00 45 2.001 – 5.000 78,26 0 19,57 2,17 100,00 46 5.001 – 7.500 40,00 20,00 20,00 20,00 100,00 5 7.501 – 10.000 52,53 25,75 21,21 0,51 100,00 206 > 10.000 48,98 24,49 8,16 18,37 100,00 42

Dengan demkian, harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada

sebagian besar berharap menambah sarana-prasarana penampungan dan pengangkutan

serta teknik operasional dalam pengelolaan sampah

(d) Harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan masyarakat

Penanganan sampah di tingkat rumahtangga dengan cara

menjadikan kompos adalah satu bentuk partisipasi dalam menangani persoalan

sampah. Sebaik apapun program kebersihan lingkungan yang ada, permasalahan

sampah kota Bandar Lampung tidak akan pernah berhasil jika pemerintah dan

masyarakat tidak saling bekerjasama untuk mengatasi permasalahan sampah.

Hasil wawancara dengan responden, menghasilkan 5 (lima) bentuk harapan

masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah kota

Bandar Lampung, sebagai berikut: (1) masyarakat juga harus terlibat dalam

pengelolaan sampah dengan mengembangkan kembali kearifan lokal seperti

gotongroyong (59,88%), (2) kerjasama antara masyarakat dengan instansi terkait

dan swasta (19,77%), (3) mendukung program pemerintah kota yang telah ada

(13,95%), (4) adanya program pemberdayaan (3,78%), dan (5) harapan

masyarakat berikutnya adalah membentuk organisasi pengelolaan kebersihan

lingkungan (2,62%), seperti disajikan pada Gambar 12.

96

Masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal: gotong royong Kerjasama masyarakat,

instansi terkait dan swasta

Mendukung program pemerintah kota yg telah ada

Adanya program pemberdayaan

Membentuk organisasi pengelolaan kebersihan

lingkungan

Gambar 12 Harapan masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan

Adanya harapan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan

sampah merupakan hal yang sangat positif, mengingat kesadaran masyarakat akan

pentingnya pengelolaan sampah dapat dikatakan relatif sangat baik. Hal ini sesuai

dengan pendapat Anschütz (1996) yang mengemukakan bahwa jenis partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan sampah kota cukup banyak yakni dengan cara

menunjukkan perilaku aktif dalam menjaga kebersihan, dengan memberikan

kontribusi uang atau tenaga, dengan memberikan bantuan dalam administrasi dan

memberikan kontribusi dalam jasa pelayanan. Adanya keinginan secara langsung

dari masyarakat untuk terlibat merupakan petunjuk bahwa partisipasi masyarakat

dapat ditingkatkan secara optimal.

Kota Bandar Lampung sudah memiliki program kebersihan yaitu “Ayo

Bersih-Bersih”. Melalui program tersebut masyarakat disadarkan untuk sedini

mungkin melakukan kebiasaan meminimalisasi sampah dengan mengembangkan

kembali kearifan lokal seperti gotongroyong atau kegiatan Jum’at bersih sehingga

dapat memelihara kerjasama yang baik. Selain itu, sosialisasi terhadap program

Ayo Bersih-Bersih dilakukan secara terus menerus, kendatipun hasilnya belum

optimal. Hal tersebut dilakukan karena tidak semua orang bisa langsung mengerti

dan memahami program tersebut dalam waktu singkat.

97

Harapan masyarakat selanjutnya adalah kerjasama pengelolaan sampah

antara masyarakat dengan instansi terkait/pemerintah dan swasta dalam

pengelolaan kebersihan lingkungan. Kerjasama tersebut dilaksanakan sesuai

dengan peran masing-masing stakeholders tersebut. Pemerintah berperan dalam

hal regulasi, penyediaan TPA, resource recovery, insentif, infrastruktur,

pendidikan lingkungan, dan audit pengelolaan sampah. Peran masyarakat adalah

sebagai pelaksana kegiatan 4R, daur ulang, pengomposan, pemilahan sampah

dari sumber. Peran swasta dalam pengelolaan sampah memproduksi barang yang

ramah lingkungan, tanggung jawab produser, program buy back, agen daur ulang

dan menjadi pembeli barang lapak.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Handono (2010) dan Wilson et al (2001)

dalam menangani sampah berbasis masyarakat diperlukan kerjasama dari berbagai

pemangku kepentingan yang harus menjalankan perannya masing-masing sesuai

tanggungjawab dan wewenangnya. Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan

sampah harus dapat memaksimalkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat atau

kelompok target terhadap isu manajemen persampahan, hendaknya dalam

menangani sampah dilakukan dengan berbasis masyarakat. Tanggungjawab dan

wewenang masing-masing pemangku kepentingan disajikan pada Gambar 13.

Masyarakat : - Pelaksanaan 4 R - Daur ulang - Komposting - Pemilahan di sumber

Pemerintah :

- Regulasi - Infrastruktur - TPA - Pendidikan Lingk - Resource recovery - Pengomposan - Insentif - Audit Pengelolaan sampah

Swasta : - Produksi ramah

lingkungan - Tanggung jawab

produser - Program Buy Back - Agen daur ulang - Pembeli barang

lapak

Gambar 13 Kerjasama pemangku kepentingan (stakeholders)

98

Masyarakat juga merupakan salahsatu aktor untuk melakukan pengelolaan

sampah, karena: (1) masyarakat berhak mendapatkan lingkungan yang bersih,

indah, nyaman dan sehat, (2) mendapatkan pelayanan kebersihan yang terbaik dari

pemda/pengelola sampah, (3) memanfaatkan, mengolah dan membuang sampah

sesuai ketentuan, (4) berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah dan

penentuan besarnya retribusi pajak pengelola sampah, baik yang dilakukan oleh

pemerintah maupun pengelolaan sampah swakelola, (5) mendapatkan informasi

mengenai pemanfaatan dana masyarakat oleh pemerintah maupun pengelola

sampah swakelola. Adapun kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah

adalah: (1) menjaga kebersihan di lingkungan sekitarnya, (2) melakukan

pengelolaan sampah mulai dari pengurangan dan pemisahan sesuai jenis sampah,

(3) membiayai upaya pengelolaan sampah baik oleh pemerintah daerah maupun

pengelola sampah swakelola, (4) menyiapkan pewadahan sampah sesuai dengan

peraturan/standar tempat sampah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Swasta mempunyai komitmen dan kepedulian dalam penanganan masalah

sosial, terutama dalam pembangunan kesejahteraan sosial, karena swasta

merupakan salah satu stakeholders. Swasta mempunyai tanggungjawab sosial.

Swasta tidak mungkin dapat mempertahankan eksistensinya tanpa dukungan

masyarakat dan lingkungan sosialnya, seperti pernyataan Direktorat Jenderal

Pemberdayaan Sosial (2005) bahwa tanggungjawab dunia usaha telah menjadi

suatu kebutuhan yang dirasakan bersama antara pemerintah, masyarakat, dan

dunia usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan kerjasama. Kewajiban swasta

seharusnya dalam pengelolaan sampah adalah: (1) menerapkan konsep recycle,

teknologi ramah lingkungan dan nir limbah dalam berproduksi, (2) mengemas

produk dengan menggunakan bahan ramah lingkungan dan seminimal mungkin

menghasilkan sampah, (3) mengoptimalkan bahan daur ulang sebagai bahan baku

produk, (4) memberi/membeli kembali kemasan plastik/logam/gelas dari produk

mereka yang telah dimanfaatkan oleh konsumen, atau yang telah dikumpulkan

oleh masyarakat, (5) distributor, pedagang mempunyai kewajiban menampung

sementara kemasan-kemasan dari konsumen, (6) membayar biaya kompensasi

pengolahan kemasan yang tidak dapat didaur ulang dengan teknologi yang

berkembang saat ini, dan (7) membantu upaya pengurangan sampah .

99

Harapan masyarakat Bandar Lampung selanjutnya adalah mendukung

program yang telah ada (13,95%). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam

menjaga dan keberlanjutan program kebersihan tersebut, yaitu dengan memberikan

penghargaan dan pemberian kompensasi. Penghargaan diperuntukkan bagi

masyarakat sebagai timbal balik dari jerih payah yang telah dilakukan.

Hidayat (2008) juga mengemukakan bahwa sebuah prestasi yang dicapai

oleh seseorang akan semakin terasa ketika ada penghargaan bagi orang tersebut.

Beberapa perlombaan berkaitan dengan lingkungan sering diadakan bagi daerah-

daerah maupun sekolah-sekolah. Perlombaan ini ditujukan untuk memilih daerah

mana paling bisa menjaga kondisi lingkungannya. Sebagai contoh penghargaan

Adipura bagi kota-kota di Indonesia atau Toyota eco youth yang diadakan di

sekolah-sekolah. Dengan adanya penghargaan seperti ini, warga akan selalu

terpacu untuk bisa meraih penghargaan sehingga warga masyarakat ikut tergerak

untuk menjaga kondisi lingkungannya.

Harapan masyarakat yang berikutmya adanya program pemberdayaan

masyarakat dalam pengelolaan sampah (3,78%). Program pengelolaan sampah

terpadu merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang

diawali dengan pendidikan lingkungan, disiplin dan itikad baik untuk mengurangi

jumlah sampah yang diproduksi setiap hari dan dimulai dari rumahtangga. Setiap

rumahtangga melakukan pemilahan sampah yaitu dengan memisahkan sampah

organik dan anorganik. Melalui program tersebut, lingkungan perumahan menjadi

bersih, hijau dan masyarakat mulai menerapkan prinsip 4R.

Kegiatan yang dapat dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat

untuk melakukan pengelolaan sampah diantaranya adalah:

1. Melakukan lokakarya pemberdayaan: bertujuan agar masyarakat dapat lebih

mengenal, menggali lebih dalam potensi dan permasalahan di lingkungannya,

memacu dan mendorong kesadaran serta partisipasi masyarakat, berperan

dalam pengelolaan sampah untuk mengurangi sampah mulai dari sumbernya

sehingga dapat mewujudkan permukiman yang ramah lingkungan (bersih,

hijau, dan indah). Hasil dari penyelenggaraan lokakarya diharapkan adalah

implementasi dari 4R (reduce, reuse, recycle dan replace) dan terbentuknya

pusat daur ulang melalui pemanfaatan sampah yang dapat meningkatkan

100

pendapatan masyarakat. Masyarakat mengharapkan adanya peningkatan

kapasitas keterampilan melalui pelatihan pemanfaatan sampah dalam

membuat produk kerajinan (daur ulang plastik dan koran), pengomposan dan

pembibitan.

2. Pelatihan keterampilan pemanfaatan sampah: pada kegiatan ini, kelompok

masyarakat diberikan pelatihan peningkatan kapasitas keterampilan dalam

pengomposan, pembibitan tanaman hias serta ketrampilan pemanfaatan

sampah dengan melakukan daur ulang koran dan daur ulang plastik. Dari

hasil pelatihan diharapkan masyarakat dapat membuat produk kerajinan

berupa tas, tempat tissue dan beberapa produk lainnya dari pemanfaatan

sampah plastik dan koran bekas.

3. Workshop peningkatan kualitas pengelolaan sampah skala permukiman:

maksud dan tujuan dari workshop diharapkan dapat meningkatkan kualitas

hasil kerajinan dari masyarakat sehingga memiliki daya saing dan daya jual

yang tinggi, mekanisme produksi dan pemasaran hasil produk kerajinan daur

ulang sampah serta penataan pengelolaan lingkungan permukiman yang

bersih, indah dan sejuk.

4. Peningkatan kapasitas masyarakat/transfer ilmu dalam pengelolaan sampah

terpadu serta pelestarian tanaman: kegiatan ini diharapkan selain bertujuan

untuk transfer ilmu yang telah didapatkan, juga memotivasi masyarakat

melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan sehingga dapat meningkatkan

peran dan partisipasinya sebagai pelaku utama dan menjadi pelopor dalam

pengelolaan lingkungan. Pada kegiatan ini masyarakat dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan melakukan pemilahan sampah, pembibitan,

pembuatan kompos takakura, pembuatan bingkai foto dari koran, produk

kerajinan daur ulang koran bekas dan plastik serta berbagi pengalaman dalam

melakukan pengelolaan sampah terpadu.

5. Pengadaan sarana dan prasarana: sarana dan prasarana yang diberikan harus

mendukung kegiatan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat antara

lain: komposter, tempat sampah, kompos, pengadaan bibit tanaman hias,

gerobak sampah, plat beton, mesin jahit dan material lainnya dalam

pembuatan produk kerajinan daur ulang sampah dan koran bekas.

101

Hasil analisis distribusi persentase harapan masyarakat terhadap

pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan

berdasarkan jenis kelamin menunjukkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan

sebagian besar memilih pemberdayaan/keterlibatanan masyarakat dalam program

pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal. Distribusi keterlibatan

dalam program pengelolaan sampah merata dipilih oleh semua jenis kelamin laki-

laki dan perempuan disajikan pada Tabel 39 (selanjutnya untuk Tabel 39 sampai

dengan Tabel 44 dibuat notasi sebagai berikut): 1. Kerjasama antara masyarakat dengan instansi terkait dan swasta dalam pengelolaan

kebersihan lingkungan 2. Masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan

kearifan lokal, seperti gotongroyong. 3. Membentuk organisasi pengelolaaan kebersihan lingkungan 4. Mendukung program pemerintah kota yang telah ada 5. Program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Tabel 39 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010

Keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jenis

kelamin 1 2 3 4 5 Jumlah

Total (n)

Laki-laki 28,84

54,07 4,07 13,37 4,65 100,00 172

Perempuan 15,67

65,69 1,16 14,53 2,91 100,00 172

Distribusi harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/keterlibatan

dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan

menunjukkan sebagian besar semua jenis pekerjaan mengharapkan masyarakat

harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan.

Untuk lebih jelas secara rinci disajikan pada Tabel 40.

102

Tabel 40 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan, Bandar Lampung 2010

Keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jenis

Pekerjan

Kelompok 1 2 3 4 5 Jumlah

(%)

Total

(n)

Primer Petani 11,11 44,44 11,11 33,33 0,00 100,00 9 Sekunder a.PNS/Pensiunan

b. Wiraswasta c. Karyawan

31,43 18,03 18,75

54,29 52,46 60,42

2,86 1,64 6,25

5,71 19,67 14,58

5,71 8,19 0,00

100,00 100,00 100,00

35 9

48 Tersier a. Pedagang

b. Buruh c. Supir/ojek

23,33,00 25,0

66,67 56,00 50,00

6,67 13,00 0,00

3,33 24,00 25,00

0,00 4,00 0,00

100,00 100,00 100,00

30 25 61

Lainnya a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahasiswa/pelaj

15,96,00 14,2

68,09 57,14 59,09

0,00 0,00

10,01

12,77 0,00

13,64

3,19 28,57 0,00

100,00 100,00 100,00

94 7

22

Distribusi persentase harapan masyarakata terhadap pemberdayaan/

keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan

pendidikan menunjukkan sebagian besar tingkat pendidikan memilih masyarakat

harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan seperti

gotongroyong untuk menjaga kebersihan lingkungan. Distribusi persentase

harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan masyarakat dalam

program pengelolaan sampah seperti tercantum pada Tabel 41.

Tabel 41 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010

Keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Pendidikan

1 2 3 4 5 Jumlah Total (n)

SD 15,00 66,67 1,67 11,67 5,00 100,00 60SLTP 22,58 55,91 2,15 16,13 3,23 100,00 93SLTA 18,79 58,39 2,68 16,11 4,03 100,00 149PT 23,81 64,29 4,76 4,76 2,38 100,00 42

Distribusi persentase keterlibatan masyarakat terhadap program

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan menunjukkan bahwa

sebagian besar responden mengharapkan masyarakat harus terlibat dalam

pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal, seperti gotongroyong.

103

Distribusi persentase keterlibatan terhadap program pengelolaan kebersihan

lingkungan berdasarkan pendapatan masyarakat disajikan pada Tabel 42.

Tabel 42 Distribusi persentase keterlibatan dalam program pengelolaan sampah terhadap kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar lampung 2010

Keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Pendapatan

Rp.(000)/bln 1 2 3 4 5 Jumlah

Total (n)

< 500 10,00

80,00 5,00 0,00 5,00

100,00 20

501 – 1.000 23,08 53,85 1,65 1,65 16,48 100,00 182 1.001 - 2.000 20,00 62,22 1,11 15,56 1,11 100,00 90 2.001 – 4.000 13,64 68,18 6,82 6,81 4,55 100,00 44

4.001 – 8.000 0,00

50,00 25,00 25,00 0,00

100,00 4

> 8.000 0,00

100 0,00 0,00 0,00

100,00 4 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan

masyarakat dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan

jarakrumah dengan TPS menunjukkan sebagian besar memilih masyarakat harus

terlibat dalam program pengelolaan sampah dengan mengembangkan kembali

kearifan lokal. Selengkapnya disajikan pada Tabel 43.

Tabel 43 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010

Keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jarak TPS (m) 1 2 3 4 5 Jumlah

Total (n)

0 - 200

15,15 63,20 2,59 16,88 2,16

100,00 231

201 - 500

33,72 47,67 2,32 9,30 6,98

100,00 86

501 - 750

16,00 68,00 4,00 4,00 8,00

100,00 25

751 -1.000

0,00 100,00 0,00 0,00 0,00

100,00 2 Distribusi harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/keterlibatan

dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA

menunjukkan sebagian besar memilih masyarakat harus terlibat dalam

pengelolaan sampah dengan mengembangkan kembali kearifan lokal. Distribusi

104

persentase harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan dalam program

pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA

disajikan pada Tabel 44.

Tabel 44 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar lampung 2010

Keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jarak TPA (m)

1 2 3 4 5 Jumlah Total (n)

0 – 2.000 11,11 73,33 0,00 2,22 13,33 100,00 45 2.001 – 5.000 8,69 39,13 6,52 41,30 4,35 100,00 46 5.001 – 7.500 20,00 60,00 0,00 20,00 0,00 100,00 5 7.501 –10.000 25,24 57,77 1,94 13,11 1,94 100,00 206 > 10.000 14,29 78,57 4,76 0,00 2,38 100,00 42

Dengan demkian, harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada

sebagian besar berharap masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah

dengan mengembangkan kearifan lokal, seperti gotongroyong.

4.3.3 Hubungan karakteristik masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan

Hasil distribusi pendapat masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan

terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan cenderung tidak berhubungan langsung dengan program

pengelolaan kebersihan lingkungan memiliki distribusi pendapat masyarakat yang

menyebar. Responden dengan pendidikan SD dan PT sebagian besar menyatakan

kurang baik, sedangkan responden dengan pendidikan SLTP dan SLTA sebagian

besar berpendapat baik. Distribusi berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada

Tabel 45.

Tabel 45 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan, Bandar Lampung 2010

Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Tingkat

pendidikan Kurang baik

Cukup baik Baik Sangat

baik Jumlah Total

(n)

SD 43,34 35,00 18,33 3,33 100,00 60SLTP 1,08 38,71 51,61 8,60 100,00 93SLTA 0,00 16,11 77,85 6,04 100,00 149PT 60,95 11,90 27,15 0,00 100,00 42

105

Hasil distribusi pendapat masyarakat menurut pekerjaan terhadap program

pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan menunjukkan bahwa kelompok

PNS/pensiunan dan karyawan berpendapat bahwa pelaksanaan program yang ada

sudah berjalan baik. Sebaliknya kelompok ibu rumahtangga (IRT), pemulung, dan

pedagang yang cenderung berpendapat bahwa pengelolaan kebersihan lingkungan

kurang baik. Distribusi pendapat masyarakat menurut pekerjaan terhadap program

pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan disajikan pada Tabel 46.

Tabel 46 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010

Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%)

Jenis Pekerjan

Kelompok

Kurang baik

Cukup baik

Baik Sangat baik

Jumlah (%)

Total (n)

Primer Petani 66,67 11,11 22,22 0,00 100,00 9

Sekunder a.PNS/Pensiunan b. Wiraswasta c. Karyawan

11,43 32,78 2,08

11,43 21,31 8,34

77,14 62,30 87,50

11,43 13,11 2,08

100,00 100,00 100,00

35 9

48

Tersier a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek

43,34 8,00 0,00

50,00 52,00 75,00

3,33 40,00 0,00

3,33 0,00

25,00

100,00 100,00 100,00

30 25 61

Lainnya a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahasiswa/pelajar

53,19 71,43 27,27

9,58 28,57 68,18

31,91 0,00 0,00

5,32 0,00 4,55

100,00 100,00 100,00

94 7

22

Hasil distribusi pendapat masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan

terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan menunjukkan

masyarakat yang memiliki pendapatan diatas Rp 8.000.000 menyatakan secara

absolut bahwa program yang telah dilaksakan oleh pemerintah kota Bandar

Lampung berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 47, dimana 100

persen masyarakat yang berpenghasilan tertinggi tersebut menyatakan baik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan

maka apresiasi terhadap program yang telah dilakukan pemerintah kota Bandar

Lampung semakin baik pula. Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap

106

program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan berdasarkan pendapatan

disajikan pada Tabel 47.

Tabel 47 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010

Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Pendapatan (Rp/Bulan) Kurang

baik Cukup baik baik Sangat

baik Jumlah

Total

(n)

< 500.000 10,00 55,00 35,00 0,00 100,00 20 500.001 - 1.000.000 10,99 21,98 59,34 7,69 100,00 1821.000.001 - 2.000.000 2,22 30,00 62,22 5,56 100,00 902.000.001 - 4.000.000 4,54 11,37 72,73 11,36 100,00 444.000.001 - 8.000.000 25,00 25,00 50,00 0,00 100,00 4 > 8.000.000 0,00 0,00 100,00 0,00 100,00 4

Hasil distribusi pendapat masyarakat menurut jarak rumah dengan TPS

terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan menunjukkan

sebagian besar menyatakan bahwa program yang ada berjalan dengan baik.

Responden yang menyatakan program pengelolaan kebersihan kurang baik

persentasenya sangat kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jarak

rumah dengan TPS dengan tempat tinggal masyarakat tidak mempengaruhi

penilaian mereka terhadap program kebersihan lingkungan pemerintah kota

Bandar Lampung yang telah ada. Distribusi pendapat masyarakat menurut jarak

rumah dengan TPS terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan

berkelanjutan disajikan pada Tabel 48.

Tabel 48 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010

Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jarak TPS (m) Kurang

baik Cukup baik Baik Sangat

baik Jumlah

Total

(n) 0 - 200 9,96 28,14 58,44 3,46 100,00 231201- 500 0,00 16,28 67,44 16,28 100,00 86501- 750 16,00 16,00 60,00 8,00 100,00 25

751- 1.000 0,00 50,00 50,00 0,00 100,00 2

Hasil distribusi pendapat masyarakat berdasarkan jarak rumah dengan

TPA terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan

107

menunjukkan bahwa jarak rumah dengan TPA tidak mempengaruhi penilaian

masyarakat terhadap program kebersihan lingkungan pemerintah kota Bandar

Lampung. Persentase tertinggi adalah masyarakat yang tempat tinggalnya

berjarak 7.500 - 10.000 m. dari TPA dengan persentase sebesar 66,50 persen. Distribusi

pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan

berkelanjutan berdasarkan jarak rumah dengan TPA disajikan pada Tabel 49.

Tabel 49 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010

Program pengelolaaan kebersihan lingkungan (%) Jarak TPA (m) Kurang

baik Cukup baik Baik Sangat

baik Jumlah

Total

(n) 0 - 2000 11,11 46,67 37,78 4,44 100,00 45 2001- 5000 6,52 23,91 65,22 4,35 100,00 46 5001- 7.500 20,00 40,00 40,00 0 100,00 5

7.500 - 10.000 8,74 15,05 66,50 9,71 100,00 206 > 10.000 0,00 45,24 54,76 0,00 100,00 42

Hasil distribusi persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan

kebersihan lingkungan berkelanjutan menunjukkan bahwa sebagian besar

masyarakat mempunyai persepsi positif, dan menyatakan bahwa program

pemerintah kota Bandar Lampung juga baik. Masyarakat dengan tingkat persepsi

sangat positif, juga menyatakan program pengelolaan kebersihan lingkungan

sangat baik (100,00%). Distribusi pendapat masyarakat menurut katagori persepsi

terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan disajikan pada Tabel 50.

Tabel 50 Distribusi persentase persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan , Bandar Lampung 2010

Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%)

Kategori Persepsi Kurang Baik

Cukup Baik Baik Sangat

Baik Jumlah

Total (n)

Kurang positif 33,33 0,00 66,67 0,00 100,00 3

Positif 8,15 26,33 64,89 0,63 100,00 319

Sangat positif 0,00 0,00 0,00 100,00 100,00 22

108

Hasil uji koefisien kontingensi menggunakan analisis Chi Square uji

Fisher untuk melihat hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat dengan

program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan disajikan pada Tabel 51.

Data diolah dengan program SPSS 15 for windows (Lampiran 10).

Tabel 51 Hasil uji koefisien kontingensi Fisher tentang hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan Kota Bandar Lampung 2010

Karakteristik masyarakat hitung 2χ tabel 2χPekerjaan 150,714 40,256 Pendidikan 13,127 14,684 Pendapatan 87,182 22,307 Jarak rumah dengan TPS 73,895 14,684 Jarak rumah dengan TPA 365,679 18,549 Persepsi 11,258 10,645

Tabel 51 memerlihatkan bahwa hanya variabel pendidikan yang

hubungannya tidak signifikan dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan

di kota Bandar Lampung, dengan nilai hitung sebesar 13,127 lebih kecil dari

nilai tabel sebesar 14,684. Sedangkan variabel lainnya memiliki hubungan

yang signifikan dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan.

Berdasarkan koefisien kontingensi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik masyarakat (kecuali

tingkat pendidikan) dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan

berkelanjutan, hal ini mengindikasikan adanya kompleksitas antara pendidikan

dengan perilaku masyarakat terhadap program kebersihan lingkungan berkelanjutan.

Atas dasar analisis karakteristik (termasuk persepsi) dan harapan

masyarakat kota Bandar Lampung terkait dengan program pengelolaan kebersihan

lingkungan, khususnya pengelolaan sampah kota, memerlihatkan bahwa

pemberdayaan masyarakat merupakan kebijakan yang strategis. Kebersihan

lingkungan berkelanjutan dapat terwujud dengan memberdayakan masyarakat

secara optimal. Dengan demikian karakteristik dan harapan masyarakat merupakan

dasar strategi pemberdayaan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan

berkelanjutan.

109

4. 4. Simpulan

Karakteristik masyarakat (kecuali pendidikan), persepsi, dan harapan

masyarakat memberikan kontribusi terhadap program pengelolaan kebersihan

lingkungan berkelanjutan. Karakteristik masyarakat merupakan modal dasar

dalam merumuskan strategi kebijakan program pengelolaan kebersihan

lingkungan. Strategi kebijakan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat

secara terpadu dan holistik.

Persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan

di kota Bandar Lampung sebagian besar menunjukkan positif. Positifnya persepsi

masyarakat ini juga disebabkan ada kaitannya dengan karakteristik masyarakat

kota Bandar Lampung. Hal ini didukung hasil uji statistik koefisien kontingensi

Fisher bahwa ada hubungan yang signifikan antara karakteristik dan persepsi

masyarakat (kecuali tingkat pendidikan) dengan program pengelolaan kebersihan

lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung. Harapan masyarakat

berdasarkan karakteristik yang ada sebagian besar berharap menambah sarana-

prasarana penampungan dan pengangkutan sampah, teknik operasioanal dalam

pengelolaan sampah, dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah

dengan mengembangkan kearifan lokal.