99
KARAKTERI TALAS (Colo FA ISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FI ocasia esculenta) SEBELUM DAN SE PENAMBAHAN KITOSAN PRIMA AULIA PRATIWI PROGRAM STUDI KIMIA AKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016/1437 ILM PATI ETELAH

KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATITALAS (Colocasia esculenta) SEBELUM DAN SETELAH

PENAMBAHAN KITOSAN

PRIMA AULIA PRATIWI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016/1437

KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATITALAS (Colocasia esculenta) SEBELUM DAN SETELAH

PENAMBAHAN KITOSAN

PRIMA AULIA PRATIWI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016/1437

KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATITALAS (Colocasia esculenta) SEBELUM DAN SETELAH

PENAMBAHAN KITOSAN

PRIMA AULIA PRATIWI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016/1437

Page 2: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

(Colocasia esculenta) SEBELUM DAN SETELAH PENAMBAHAN

KITOSAN

SkripsiSebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi KimiaFakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

PRIMA AULIA PRATIWI1111096000049

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016/1437 H

Page 3: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS
Page 4: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS
Page 5: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 6 April 2016

Prima Aulia Pratiwi1111096000049

Page 6: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

iv

ABSTRAK

Prima Aulia Pratiwi. Karakteristik dan Kualitas Edible Film Pati Talas(Colocasia esculenta) Sebelum dan Setelah Penambahan Kitosan di bawahbimbingan Anna Muawanah dan Sandra Hermanto.

Metode pengemasan dengan edible film saat ini sangat berkembang karenasifatnya yang biodegradable dan dapat dimakan. Salah satu bahan alam yangsering digunakan dalam pembuatan edible film adalah pati, namun kualitas patisebagai edible film masih terbilang rendah. Maka dari itu, digunakan kitosan yangmemiliki ketahanan kimia yang cukup baik serta memiliki reaktivitas yang tinggidan dapat membentuk film dan membran dengan baik. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui karakteristik pati talas dan mengetahui perbedaan mutuedible film berbahan dasar pati talas dengan edible film campuran pati talas dankitosan Tahap penelitian terdiri dari pembuatan pati talas, analisis fisikokimia patitalas, pembuatan edible film, dan karakterisasi edible film. Analisis fisikokimiapati talas menghasilkan kadar air tertinggi pada 6:4 sebesar 10,5±0,707%, kadargula pereduksi tertinggi pada 10:0 sebesar 23,125±0,375%. Kadar amilosa danamilopektin tertinggi pada 10:0 sebesar 14,5% dan 6,313%. Suhu gelatinisasi danviskositas tertinggi pada 10:0. Pada karakterisasi edible film, ketebalan filmmenunjukkan bahwa semakin banyak kitosan maka ketebalan semakin berkurang,kadar gula pereduksi juga semakin berkurang. Daya serap air tertinggi dimilikioleh 5:5 sebesar 100%. Analisis SEM menunjukkan bahwa semakin banyakpenambahan kitosan maka semakin rapat struktur edible film yang dihasilkan.

Kata Kunci: Edible film, pati, talas, kitosan, karbohidrat.

Page 7: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

v

ABSTRACT

Prima Aulia Pratiwi. Characteristics and Qualities Edible Film of Taro Starch(Colocasia esculenta) Before and After Addiction of Chitosan. Under theguidance of Anna Muawanah and Sandra Hermanto.

Packaging method with edible film is really grows nowadays because it isbiodegradable and can be eaten. Starch is the one of many nature materials whichalways use to make an edible film, but the quality of starch edible film is still low.The addition of chitosan with quite good in chemical resistence and has a highreactivity is expected to form film and membrane with good quality. The purposesof this research are to know about characteristics of taro starch and also to knowabout the quality difference between edible film from taro starch and edible filmfrom mixture of taro starch and chitosan. In this research, taro starch was choosenfor the main material to make edible film. The steps are consist of manufacture oftaro starch, physicochemical analysis of taro starch, manufacture of edible film,and edible film characterizations. The highest water level is 6:4 around10,5±0,707%, the highest reducing sugar and starch level are 10:0 around23,125±0,375%, the highest amylose and amylopectin level are 10:0 around14,5% and 6,313%. The highest gelatinization temperature and viscosity is 10:0.In edible film characterization, the result of thickness analysis shows thatincreasing of chitosan composition, the thickness is lesser. Reducing sugar level isalso lesser. The highest water uptake level is 5:5 around 100%. The result of SEManalysis shows that increasing of chitosan composition, the density of ediblefilm’s structure is more better.

Keyword: edible film, starch, taro, chitosan, carbohydrate.

Page 8: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Karakteristik dan

Kualitas Edible Film Pati Talas (Colocasia esculenta) Sebelum dan Setelah

Penambahan Kitosan”. Salawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengobarkan jiwa,

raga, dan lainnya untuk menegakkan syi’ar Islam, yang pengaruh dan manfaatnya

hingga kini masih terasa.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat adanya pihak-pihak yang

telah memberikan bimbingan dan dukungannya kepada penulis. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

setinggi-tingginya, terutama kepada:

1. Anna Muawanah, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian.

2. Sandra Hermanto, M.Si sebagai pembimbing II yang telah membimbing dan

memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

vii

5. Dr. Hendrawati, M.Si dan Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku Penguji I dan

Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran sehingga skripsi ini

menjadi jauh lebih baik.

6. Seluruh dosen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada

penulis selama masa perkuliahan.

7. Kedua orangtua (Sunarno dan Ika Luswara) yang selalu mendoakan,

mendukung, dan memberikan motivasi kepada penulis.

8. Sri Suci Mulyani, Anissa Nurlely, Harni Pangestika, Anita Rostianti,

Uswatun Hasanah, Tiah Maharani, Alfindah Rusanti, Fitriyaningsih, Ridhia

Hafiyyani, dan Ika Purnama Sari yang selalu memberikan semangat dan doa

untuk penulis.

9. Teman-teman Kimia UIN angkatan 2011 yang telah memberikan semangat,

doa, dan dukungan untuk penulis.

10. Seluruh laboran kimia yang terlah membantu dan memberikan bimbingan

kepada penulis selama masa penelitian.

11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulisan skripsi ini tentunya masih terdapat banyak kekurangan, baik

dalam segi penulisan maupun pemaparan. Namun penulis berharap bahwa skripsi

ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 6 April 2015

Penulis

Page 10: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi

DAFTAR ISI....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................11.1. Latar Belakang ............................................................................................11.2. Rumusan Masalah.......................................................................................3

1.3. Hipotesis Masalah.......................................................................................3

1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................4

1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................................4

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................5

2.1. Pati ..............................................................................................................5

2.2. Talas (Colocasia esculenta) dan Komposisi Kimia....................................8

2.3. Edible Film................................................................................................10

2.3.1. Faktor Pembentukan Edible Film...................................................11

2.3.2. Sifat Edible Film ............................................................................12

2.4. Sifat Amilografi ........................................................................................13

2.4.1. Pengertian Sifat Amilografi ...........................................................13

2.4.2. Pengujian Sifat Amilografi ............................................................13

2.4.3. Parameter Amilografi .......................................................................... 14

2.5. Kitosan ......................................................................................................15

2.5.1. Sumber Kitosan..............................................................................16

2.5.2. Karakteristik dan Penggunaan Kitosan ..........................................17

2.6. Analisis Struktur Edible Film dengan FTIR .............................................18

Page 11: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

ix

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN.........................................................20

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................20

3.2. Alat dan Bahan..........................................................................................20

3.2.1. Alat.................................................................................................20

3.2.2. Bahan..............................................................................................20

3.3. Prosedur Penelitian ...................................................................................21

3.3.1. Pembuatan Pati dari Talas (Colocasia esculenta)..........................21

3.3.2. Analisis Sifat Fisikokimia Pati Talas .............................................21

1) Analisis Kadar Air...................................................................22

2) Analisis Gula Pereduksi dan Pati Total ...................................22

3) Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin...............................24

4) Analisis Amilografi .................................................................26

3.3.3. Pembuatan Edible Film ..................................................................26

3.3.4. Karakterisasi Edible Film...............................................................27

1) Uji Ketebalan Edible Film.......................................................28

2) Uji Penentuan Ketahanan Air dengan Uji Daya Serap Air

(Water Uptake) ........................................................................28

3) Analisis Gugus Fungsi dengan Menggunakan FTIR ..............29

4) Analisis Gula Pereduksi ..........................................................29

5) Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) ....................29

3.4. Diagram Alir Penelitian ............................................................................30

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................31

4.1. Pembuatan Pati Talas ................................................................................31

4.2. Sifat Fisikokimia Pati Talas-Kitosan ........................................................32

4.2.1. Analisis Kadar Air..........................................................................32

4.2.2. Analisis Kadar Gula Pereduksi dan Pati Total...............................34

4.2.3. Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin .....................................36

4.2.4. Analisis Amilografi ........................................................................37

4.3. Pembuatan Edible Film.............................................................................42

Page 12: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

x

4.4. Karakterisasi Edible Film .........................................................................43

4.4.1. Analisis Ketebalan Edible Film .....................................................43

4.4.2. Analisis Daya Serap Air (Water Uptake) ......................................45

4.4.3. Analisis Kadar Gula Pereduksi ......................................................47

4.4.4. Analisis Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) .........48

4.4.5. Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) ...........................51

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................54

5.1. Kesimpulan ...............................................................................................54

5.2. Saran .........................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................55

LAMPIRAN..........................................................................................................62

Page 13: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Amilosa dan Amilopektin.....................................................................6

Gambar 2. Tanaman Talas (Colocasia esculenta) .................................................8

Gambar 3. Struktur Kitosan..................................................................................16

Gambar 4. Spektrum FTIR dari Pati Tapioka ......................................................19

Gambar 5. Diagram Alir Peneltian .......................................................................30

Gambar 6. Hasil Analisis Kadar Air Sampel Campuran Pati Talas-Kitosan .......33

Gambar 7. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi dan Pati Total dengan Sampel

Campuran Pati Talas-Kitosan ................................................................................34

Gambar 8. Reaksi Nelson-Somogyi ......................................................................35

Gambar 9. Hasil Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin Sampel Campuran

Pati Talas-Kitosan ..................................................................................................36

Gambar 10. Grafik Analisis Amilografi Pati Talas dan Hasil Pengukuran Rapid

Visco Analyzer (RVA) ...........................................................................................38

Gambar 11. Proses Gelatinisasi Pati.....................................................................39

Gambar 12. Struktur Sorbitol ...............................................................................43

Gambar 13. Hasil Analisis Ketebalan Edible Film...............................................44

Gambar 14. Hasil Uji Daya Serap Air pada Edible Film .....................................46

Gambar 15. Reaksi Pencoklatan (Maillard Reaction) .........................................48

Gambar 16. Hasil Spektrun FTIR Sampel 10:0....................................................49

Gambar 17. Hasil Spektrum FTIR Sampel 5:5 ....................................................49

Page 14: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

xii

Gambar 18. (a) Prediksi Ikatan Hidrogen Antara Molekul Pati Talas-Kitosan dan

(b) Skema Cross-Linking .......................................................................................51

Gambar 19. Penampang permukaan edible film (a) 10:0 dan (b) 5:5 dengan

perbersaran 5000×..................................................................................................52

Gambar 20. Penampang melintang edible film (a) 10:0 dan (b) 5:5 dengan

perbersaran 5000×..................................................................................................52

Page 15: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan Kimia Talas.........................................................................10

Tabel 2. Sumber Kitosan .......................................................................................17

Tabel 3. Karakteristik Kitosan...............................................................................17

Tabel 4. Penggunaan Kitosan dalam Berbagai Industri ........................................18

Tabel 5. Profil Gelatinisasi Pati Talas dari Hasil Pengukuran Rapid Visco

Analyzer (RVA) ....................................................................................................38

Tabel 6. Hasil Analisis Gula Pereduksi pada Edible Film ....................................47

Tabel 7. Hasil Analisis Kadar Air Pati Talas ........................................................64

Tabel 8. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi Pati Talas .....................................65

Tabel 9. Hasil Uji Daya Serap Air pada Edible Film Pati Talas-Kitosan .............69

Tabel 10. Hasil Analisis Gula Pereduksi pada Edible Film ....................................7

Page 16: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Metode pengemasan adalah suatu metode yang dilakukan untuk melindungi

bahan pangan atau olahannya agar tidak terjadi kerusakan dan mengurangi mutu

bahan pangan. Semakin hari, kemasan semakin berkembang pesat hingga semakin

praktis dan memudahkan konsumen. Salah satu jenis kemasan yang paling

berkembang saat ini adalah edible film.

Edible film adalah salah satu jenis kemasan yang bersifat ramah lingkungan

dan dapat dimakan, serta tidak berdampak pada pencemaran dan kerusakan

lingkungan, karena terbuat dari bahan alam yang biodegradable. Krochta et. al.

(1994) menjelaskan komponen edible film terdiri dari hidrokoloid, lipid, dan

komposit. Hidrokoloid yang biasa digunakan adalah polisakarida dan protein.

Lipid yang biasa digunakan adalah lilin alami (beeswax, carnauba swax, parrafin

wax), asil gliserol, asam lemak serta emulsifier. Sedangkan komposit adalah

campuran hidrokoloid dan lipida. Salah satu contoh bahan alam yang paling

sering digunakan sebagai bahan dasar edible film adalah pati.

Meskipun banyak digunakan, karbohidrat kompleks ini memiliki kelemahan

tersendiri pada penggunaannya sebagai edible film, yaitu kurang bagus dalam

pengaturan migrasi uap air (Murdinah et. al., 2007). Maka dari itu diperlukan

bahan pendukung untuk meningkatkan kualitas pati sebagai edible film. Salah satu

bahan pendukung yang dapat digunakan adalah kitosan. Wini Setiani et. al. (2013)

Page 17: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

2

menjelaskan bahwa kitosan dapat meningkatkan sifat mekanik karena dapat

membentuk ikatan hidrogen antar rantai dengan amilosa dan amilopektin dalam

pati. Kitosan memiliki gugus fungsi amina, gugus hidroksil primer dan sekunder.

Dengan adanya gugus tersebut, kitosan dianggap memiliki kereaktifan paling

tinggi karena dapat membentuk ikatan hidrogen. Sehingga kitosan dianggap

sebagai bahan pencampur yang ideal. Selain itu, Dallan et. al. (2006) menyatakan

bahwa kitosan yang merupakan turunan kitin dan polisakarida paling banyak

setelah selulosa, memiliki sifat hidrofobik serta dapat membentuk film dan

membran dengan baik.

Penelitian mengenai karakteristik pati serta penggunaannya sebagai edible

film telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya adalah penelitian Santoso et.

al. (2011) mengenai pembuatan edible film berbahan dasar pati ganyong,

Kasfillah (2013) mengenai karakterisasi edible film dari pati biji nangka sebagai

pembungkus jenang, serta Rahmi et. al. (2012) mengenai karakterisasi edible film

dari berbagai macam umbi-umbian, serta Setiani et. al. (2013) mengenai

pembuatan edible film dari pati sukun dengan bahan pencampur kitosan.

Meskipun begitu, penelitian-penelitian tersebut baru mengungkapkan

bagaimana karakteristik fisik pati sebagai edible film, dan tidak mempelajari lebih

lanjut mengenai karakteristik kimianya. Pati yang akan digunakan untuk

penelitian ini adalah talas dengan varietas Colocasia esculenta. Pemilihan talas

dilakukan karena talas merupakan tanaman yang mudah didapat dan tidak bersifat

musiman. Menurut Ermayuli (2011), talas mengandung pati kira-kira 18,2%.

Page 18: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

3

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap awal adalah

pembuatan pati dari talas dan analisis fisikokimia, baik sebelum maupun sesudah

ditambah kitosan dalam berbagai variasi massa. Tahap berikutnya adalah

pembuatan edible film pati talas dengan berbagai macam variasi penambahan

massa kitosan. Selain itu dibuat juga kontrol negatif yaitu tanpa penambahan

kitosan. Tahapan terakhir adalah karakterisasi edible film yang dihasilkan melalui

pengujian kimia, analisis ketebalan film, analisis FTIR (Fourier Transform

Infrared Spectroscopy) dan analisis SEM (Scanning Electron Microscope).

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah karakteristik fisikokimia pati talas?

2. Bagaimana pengaruh penambahan kitosan terhadap karakteristik dan

kualitas pati talas sebagai edible film?

3. Berapakah formulasi penambahan kitosan yang menghasilkan kualitas

edible film terbaik?

1.3. Hipotesis Masalah

1. Pati talas memiliki karakteristik sifat fisikokimia pada kadar air, kadar gula

pereduksi, kadar pati total, kadar amilosa dan amilopektin, serta sifat

amilografi.

2. Penambahan kitosan mampu meningkatkan karakteristik dan kualitas pati

talas sebagai edible film.

3. Formulasi tertentu akan didapatkan untuk menghasilkan kualitas edible film

terbaik.

Page 19: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

4

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakteristik dan kualitas pati talas.

2. Mengetahui perbedaan kualitas edible film yang murni terbuat dari pati talas

dengan edible film yang terbuat dari pati talas dengan tambahan kitosan.

3. Memperoleh formulasi terbaik penambahan kitosan dalam pembuatan edible

film pati talas.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan bahan edible film yang lebih ekonomis ramah lingkungan.

Page 20: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pati

Pati atau amilum merupakan karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam

air, berwujud bubuk putih, tawar, dan tidak berbau. Pati tersusun dari dua macam

karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda.

Sebagian besar pati disimpan dalam biji, umbi, akar, dan bagian dalam dari batang

tanaman sebagai cadangan makanan yang digunakan ketika tanaman mengalami

dormansi, germinasi, dan pertumbuhan. Pati merupakan senyawa terbanyak kedua

yang dihasilkan oleh tanaman setelah selulosa (Swingkels, 1985).

Sumber penghasil pati adalah biji-bijian serealia seperti jagung, gandum,

sorgum, beras, umbi seperti kentang, akar seperti singkong, dan bagian dalam dari

batang tanaman sagu. Di dalam proses pembuatan pati, pati harus dipisahkan dari

komponen-komponen pengotor lain yang bercampur, yaitu serat, protein, gula,

dan garam-garam (Swingkels, 1985)

Menurut Swingkels (1985) pati bukan merupakan senyawa homogen.

Sebagian besar, pati tersusun dari dua komponen polimer glukosa utama, yaitu:

1) Molekul dengan rantai linear yang dikenal sebagai amilosa.

Amilosa merupakan fraksi pati yang larut air, tidak larut dalam n-butanol

atau pelarut organik polar lainnya, tersusun dari rantai lurus D-glukosa yang

memiliki ikatan 1,4-α-glikosidik dengan derajat polimerisasi antara 100 – 400,

Page 21: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

6

dan memiliki BM 4000 – 150.000. Apabila direaksikan dengan iodin, amilosa

akan memberikan warna biru tua.

2) Polimer glukosa rantai bercabang yang dikenal sebagai amilopektin.

Amilopektin adalah fraksi pati yang tidak larut dalam air, yang selain

tersusun dari rantai lurus D-glukosa yang memiliki ikatan 1,4-α-glikosidik, fraksi

ini juga memiliki ikatan 1,6-α-glikosidik. Amilopektin memiliki BM ± 500.000,

dan apabila direaksikan dengan iodin, amilopektin akan memberikan warna coklat

violet.

Gambar 1. (a) Amilosa dan (b) Amilopektin (Saunders et. al., 2011).

Pati memiliki sifat hidrokoloidal yang menyebabkan pati dapat

dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Pati memiliki peranan penting

dalam industri pengolahan pangan maupun non pangan, contohnya pada industri

kertas, lem, tekstil, permen, glukosa, dekstrosa, sirup fruktosa, dan lain-lain.

Meskipun memiliki peranan penting, pati alami seperti tapioka, pati jagung, sagu

dan pati-patian lain juga memiliki beberapa kendala apabila dipakai sebagai bahan

Page 22: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

7

baku dalam industri pangan maupun non pangan. Apabila pati dimasak, akan

membutuhkan waktu yang lama (hingga membutuhkan energi tinggi), pasta yang

terbentuk pun keras dan tidak bening. Selain itu, pati memiliki sifat yang terlalu

lengket dan tidak tahan dengan perlakuan asam.

Menurut Pomeranz (1985), pati alami umumnya memiliki kekurangan yang

sering menghambat aplikasinya dalam proses pengolahan pangan, diantaranya

adalah:

1) Kebanyakan pati alami menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan

kemampuan membentuk gel yang tidak seragam (konsisten). Hal ini

disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan

kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu

memiliki sifat fungsional yang sama.

2) Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Dalam

proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi

pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila

dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami

digunakan sebagai pengental dalam produk pangan yang diproses dengan

sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai.

3) Pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis pada

kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Pada

kenyataannya banyak produk pangan yang bersifat asam dimana

penggunaan pati alami sebagai pengental menjadi tidak sesuai, baik selama

proses maupun penyimpanan. Misalnya, apabila pati alami digunakan

Page 23: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

8

sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi penurunan

kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis pati.

4) Pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan menurn

adanya proses pengadukan atau pemompaan.

5) Kelarutan pati yang terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk

membentuk tekstur yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila

dalam proses pengolahan diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun

tidak diinginkan kekentalan dan struktur gel yang tinggi.

2.2. Talas (Colocasia esculenta) dan Komposisi Kimia

Gambar 2. Tanaman Talas (Colocasia esculenta).

(Sumber:www.discoverlife.org)

Talas (Colocasia esculenta) merupakan tanaman pangan yang termasuk

jenis herba menahun. Tanaman ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan berbiji

(Spermatophyta) dengan biji tertutup (Angiospermae) dan berkeping satu

(Monocotyledonae). Tanaman talas memiliki variasi yang besar baik karakter

morfologi seperti umbi, daun dan pembungaan serta kimiawi seperti rasa dan

aroma tergantung varietas dan tempat talas ditanam (Hartati dan Prana, 2003).

Page 24: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

9

Taksonomi tumbuhan talas adalah sebagai berikut:

Kingdom : PlantaeDivisi : SpermatophytaSubdivisi : AngiospermaeKelas : MonocotyledonaeOrdo : AralesFamili : AraceaeGenus : ColocasiaSpecies : Colocasia esculenta

Talas banyak dibudidayakan di Indonesia karena talas dapat tumbuh di

daerah yang beriklim tropis dan tidak terlalu memerlukan pengairan. Di Indonesia

dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai ke

pegunungan dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Talas

berbentuk silinder atau lonjong sampai agak bulat. Kulit umbi talas berwarna

kemerahan, bertekstur kasar, dan terdapat berkas-berkas pertumbuhan akar

(Onwueme, 1994).

Talas merupakan tanaman herba dengan tinggi antara 0,5 – 1,5 m. Panjang

helai daun sekitar 30 – 80 cm dan lebar dauh antara 20 – 50 cm. Panjang tangkai

daun bervariasi tergantung genotipenya, antara < 30 cm – 1,5 m.

Pemanfaatan talas sebagai bahan pangan telah banyak dikenal secara luas

seperti di daerah Papua dan Jawa. Pemanfaatan talas sebagai bahan pangan

disebabkan karena talas memiliki komponen makronutrien dan mikronutrien yang

mencukupi angka gizi. Kandungan kimia umbi talas dipengaruhi oleh varietas,

iklim, kesuburan tanah dan umur panen (Lingga et. al., 1990). Berikut adalah

kandungan kimia umbi talas per 100 gram menurut Lingga et. al. (1990).

Page 25: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

10

Tabel 1. Kandungan Kimia Talas (Lingga, et. al., 1990).Kandungan Gizi JumlahEnergi (Kal) 120,00Protein (g) 1,50Lemak (g) 0,30Karbohidrat (g) 28,20Serat (g) 0,70Abu (g) 0,80Kalsium (mg) 31,00Fosfor (mg) 67,00Karoten (mg) 0Vitamin B1 (mg) 0,05Vitamin C (mg) 2,00Air (g) 69,20Bagian yang dapat dimakan (%) 85,00

2.3. Edible Film

Edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi suatu

bahan makanan dan layak untuk dimakan karena sifatnya yang mudah

terdegradasi dan berasal dari bahan alam. Edible film ini berfungsi sebagai

penghalangan mikroba, uap air, oksigen dan perpindahan padatan dari makanan

tersebut. Edible film sangat cocok sebagai pembungkus dan pelapis produk-

produk pangan yang segar.

Bahan pembuatan Edible film dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni

Hidrokoloid, lipid, dan komposit. Edible film yang terbuat dari hidrokoloid

menjadi barrier yang baik terhadap transfer oksigen, karbohidrat, dan lipid,

sehingga potensial untuk dijadikan pengemas. Sifat film hidrokoloid umumnya

mudah larut dalam air sehingga menguntungkan dalam pemakaiannya.

Penggunaan lipid sebagai bahan pembuat film secara sendiri sangat terbatas

karena sifat lipid yang tak larut dari film yang dihasilkan. Kelompok hidrokoloid

meliputi protein dan polisakarida. Selulosa dan turunannya merupakan sumber

Page 26: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

11

daya organik yang memiliki sifat mekanik baik untuk pembuatan film yang sangat

efisien sebagai barrier terhadap oksigen dan hidrokarbon dan bersifat barrier

terhadap uap air sehingga dapat digunakan dengan penambahan lipid.

Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat edible film adalah

protein (gel, kasein, protein kedelai, protein jagung dan gluten gandum) dan

karbohidrat (pati, alginat, pektin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya),

sedangkan lipid yang digunakan adalah gliserol dan asam lemak. Kelebihan dari

edible film yang terbuat dari hidrokoloid adalah memiliki kemampuan yang baik

untuk melindungi produk terhadap oksigen dan karbondioksida, serta lipid

memiliki sifat mekanik yang diinginkan meningkatkan kesatuan struktural

produk. Kelemahan film dari karbohidrat adalah kurang baik digunakan untuk

mengatur migrasi uap air, sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh

perubahan pH (Syamsir, 2008). Edible film yang diharuskan memiliki syarat mutu

seperti ketebalan sekitar 0,1 mm-0,25 mm, cukup kuat tidak seperti kertas, elastis,

dan hidrofilik (McHugh, 2001).

2.3.1.Faktor Pembentukan Edible Film

Faktor –faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan edible film antara lain:

1) Suhu

Perlakuan panas diperlukan untuk membentuk pati tergelatinisasi sehingga

terbentuk pasta pati yang merupakan bentuk awal edible film. Suhu pemanasan

pati akan menentukan sfat mekanik edible film yang terbentuk.

Page 27: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

12

2) Konsentrasi Pati

Konsentrasi pati memberikan konstribusi terhadap kadar amilosa dalam

larutan pati sehingga berpengaruh terhadap sifat pasta yang dihasilkan.

3) Plasticizer dan bahan aditif lain

Konsentrasi plasticizer dan bahan aditif lain yang ditambahkan ke dalam

formula film akan berpengaruh terhadap sifat film yang terbentuk.

2.3.2.Sifat Edible Film

Sifat fisik edible film meliputi sifat mekanik dan sifat penghambatan. Sifat

mekanik menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan

bahan selama pengolahan, sedangkan sifat penghambatan menunjukkan

kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film

tersebut. Menurut Gontard et. al. (1993) sifat film meliputi:

1) Ketebalan Film (mm)

Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi

padatan terlarut dalam larutan film dan ukuran plat pencetak. Menurut McHugh

(1993), ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi uap air, gas dan

senyawa volatil. Ketebalan rata-rata film ditentukan pengukuran pada beberapa

titik menggunakan hand micrometer pada akurasi 0,01 mm. Ketebalan film

dinyatakan dalam satuan mikrometer (μm).

2) Penentuan Kadar Air

Uji ketahanan air plastik (solubility test) merupakan pengujian berdasarkan

persen air yang diserap (water uptake) oleh plastik tersebut.

Page 28: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

13

2.4. Sifat Amilografi

2.4.1.Pengertian Sifat Amilografi

Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi produk-

produk pati. Aspek yang diperhatikan berkaitan dengan sifat rheologi pati seperti

viskositas pasa panas, variasi viskositas terhadap waktu, dan perubahan viskositas

selama dan setelah pendinginan pasta (Pomeranz dan Meloan, 1994). Sementara

aspek fisik pati yang diperiksa untuk karakterisasi pati adalah stabilitas viskositas

(Rapaille dan Vanhemelrijck, 1994).

Menurut Mulyandari (1992), sifat amilografi pati mempertimbangkan

karakteristik pati berdasarkan perubahan viskositas selama pemanasan dan

pendinginan. Viskositas pati, bersama-sama dengan pembentukan gel pati, dan

sifat kohesivitas pati adalah faktor yang dapat menjelaskan profil tekstur pati.

Komponen tekstur inilah yang disebut dengan viskoelastis atau sifat reologi pati

(Krugar dan Murray, 1979).

2.4.2.Pengujian Sifat Amilografi

Sifat pati selama pemanasan dapat diobservasi menggunakan alat yang

bernama Brabender Viscoamylograph (Rapaille dan Vanhemelrijck, 1994).

Pomeranz dan Meloan (1994) menyatakan bahwa Brabender Viscoamylograph

adalah viskometer yang dapat melakukan pencatatan terhadap perubahan

viskositas secara kontinyu. Brabender Viscoamylograph mampu mengidentifikasi

perilaku pati di bawah kondisi tertentu seperti suhu, pH, dan tekanan (Rapaille

dan Vanhemelrijck, 1994).

Page 29: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

14

Brabender Viscoamylograph terdiri dari mangkok stainless steel berbentuk

silindris sebagai tempat suspensi. Mangkok tersebut dapat menampung 100 gram

pati dalam 460 ml larutan buffer. Mangkok silindris berotasi pada kecepatan 75

rpm dalam penangas air yang dipanaskan dengan listrik melalui synchronous

motor. Motor ini juga dapat melakukan pencatatan dan merupakan alat kontrol

suhu (Pomeranz dan Meloan, 1994).

Dalam mangkok tersebut terdapat tangkai besi baja (steel arm) yang

dihubungkan ke pena yang mencatat perubahan viskositas suspensi dalam

mangkok. Torque disampaikan ke tangkai besi baja sesuai dengan besar gaya

yang dihasilkan, kemudian dilakukan pencatatan dengan skala acak (Pomeranz

dan Meloan, 1994).

2.4.3.Parameter Amilografi

Parameter pengukuran sifat amilografi terdiri atas suhu pasting atau suhu

awal gelatinisasi, suhu puncak, viskositas puncak, rasio stabilitas, dan rasio

setback (Kim et. al., 1996). Sulistiyanto (1988) dan Mulyandari (1992)

menggunakan parameter amilografi seperti suhu gelatinisasi, viskositas

maksimum atau viskositas puncak, suhu maksimum atau suhu puncak, laju

peningkatan viskositas selama pemanasan dan pendinginan, dan viskositas balik.

Untuk menggambarkan kestabilan selama pemanasan digunakan stabilitas

pasta atau rasio stabilitas pasta. Stabilitas pasta (SP) adalah perbedaan viskositas

pada akhir pemanasan dengan viskositas di awal pemanasan pada suhu yang sama

(Sulistiyanto, 1988 dan Mulyandari, 1992). Sedangkan rasio stabilitas pasta

Page 30: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

15

adalah perbandingan antara viskositas pada akhir pemanasan konstan dengan

viskositas puncak sebelum pemanasan (Kim et. al., 1996).

Sifat amilografi pati tergantung pada jenis pati, konsentrasi pati yang

digunakan, suhu pasting atau suhu awal terjadinya gelatinisasi, dan pH suspensi

(Pomeranz, 1991). Perbedaan sifat amilografi yang ditimbulkan oleh perbedaan

jenis pati erat kaitannya dengan kandungan fraksi amilosa dan amilopektin pada

pati tersebut.

2.5. Kitosan

Kitosan (poli – β – 1,4 – glukosamin) merupakan polisakarida yang terdiri

dari kopolimer glukosamin dan N – asetilglukosamin, dan dapat diperoleh dari

deasetilasi kitin (Khan et al., 2002). Kitosan memiliki struktur molekul

menyerupai selulosa dengan perbedaan yang terletak pada gugus rantai C-2

dimana gugus –OH pada C-2 digantikan dengan gugus –NH2 (Hardjito, 2006).

Kitosan merupakan turunan dari kitin yang telah mengalami deasetilasi. Menurut

Fernandez-Kim (2004), kitin dapat diperoleh dari arthropoda, jamur dan ragi,

namun menurut Kim dan Park (2001), sumber kitin yang paling penting adalah

eksoskeleton dari kepiting.

Menurut Muzzarelli (1997), kitosan memiliki sifat yang tidak larut dalam

air, memiliki ketahanan kimia cukup baik, larut dalam larutan asam tetapi tidak

larut dalam basa dan ikatan silang kitosan memiliki sifat tidak larut dalam media

campuran asam dan basa. Selain itu kitosan memiliki reaktivitas kimia yang tinggi

karena mengandung gugus OH dan gugus NH2. Sedangkan menurutku Kumar et

Page 31: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

16

al. (2000), kitosan memiliki sifat yang lebih spesifik, yaitu dengan adanya sifat

bioaktif, biokomposit, pengkelat, antibakteria dan dapat terdegradasi.

Gambar 3. Struktur Kitosan. (Sumber: www.hindawi.com)

Menurut Setiani et. al. (2013), kitosan dapat meningkatkan sifat mekanik

karena dapat membentuk ikatan hidrogen antar rantai dengan amilosa dan

amilopektin dalam pati. Selain membentuk ikatan hidrogen, kitosan juga dapat

membentuk ikatan silang (cross-linking) dengan pati. Wurzburg (1989)

mengatakan bahwa reaksi ikatan silang (cross-linking) dapat memperkuat ikatan

hidrogen yang terbentuk sebelumnya dan berfungsi sebagai jembatan antar

molekul.

2.5.1.Sumber Kitosan

Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa sumber kitin dan kitosan menurut

Muzzarelli (1977). Pada tabel di bawah ini, bisa dilihat bahwa sumber kitin dan

kitosan yang terbanyak adalah terdapat pada jenis udang-udangan.

Page 32: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

17

Tabel 2. Sumber Kitosan.Sumber Jumlah (%)Jamur/Cendawan 5-20Tulang Cumi-cumi 3-20Kalajengking 30Laba-laba 38Kecoa 35Kumbang 37Ulat Sutera 44Kepiting 69Udang 70

2.5.2.Karakteristik dan Penggunaan Kitosan

Berikut adalah karakteristik kitosan.

Tabel 3. Karakteristik Kitosan Menurut Roberts (1992).No Karakteristik Ukuran1. Bentuk Partikel Serpihan Bubuk2. Massa Air <10%3. Massa Abu <2%4. Persen Deasetilisasi >70%5. Warna Larutan Jernih6. Viskositas:

Rendah <200Medium 200-799Tinggi 800-2000Ekstra Tinggi >2000

7. Berat Molekul <106

Kitosan memiliki sifat hidrofobik, yaitu dapat menahan air dalam

strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung

pada harga pH asam dan sedikit asam, disebabkan sifat kationik kitosan. Gel

kitosan terdegradasi secara berangsur-angsur, sebagaimana halnya kitosan melarut

(Muzzarelli et. al., 1988).

Page 33: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

18

Berikut adalah penggunaan kitosan pada beberapa industri menurut

Fernandez Kim (2000).

Tabel 4. Penggunaan Kitosan dalam Berbagai Industri (Fernandez Kim 2000).No. Industri Manfaat1. Industri

pengolahan limbahPenyerap ion logam, koagulan, protein, asam amino,dan bahan pencelup

2. Industri makanan Pengawet, penstabil makanan, penstabil warna,bahan pengental, dan lain-lain.

3. Industri pertanian Pupuk, pelindung biji dan lain-lain.4. Industri kesehatan Penyembuh luka dan tulang, pengontrol kolesterol

darah, kontak lensa, penghambat plak gigi dan lain-lain.

5. Kosmetik Pelembab (moisturizer), krim wajah, tangan, danbadan, dan lain-lain.

6. Bioteknologi Immobilisasi enzim, kromatografi, penyembuh seldan lain-lain.

2.6. Analisis Struktur Edible Film dengan Spektroskopi Fourier Transform

Infrared (FTIR)

Spektroskopi inframerah adalah satu dari sekian banyak teknik spektroskopi

yang paling umum digunakan untuk kimia organik dan anorganik. Secara

sederhana, pengukuran serapan dari perbedaan frekuensi inframerah pada sampel

yang ditempatkan pada sebuah beam inframerah. Tujuan utama analisis

spektroskopi inframerah ini adalah menentukan gugus fungsi molekul (Mulja dan

Suharman, 1995).

Teknik analisis gugus fungsi dengan FTIR ini dilakukan untuk karakterisasi

terhadap edible film. Analisis ini bertujuan untuk melihat bagaimana mekanisme

pencampuran yang terjadi pada tahap pembuatan edible film dengan melihat

gugus fungsi yang terdapat di dalam campuran tersebut (Setiani, et. al., 2013).

Page 34: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

19

Berikut satu contoh hasil spektrum FTIR pati menurut penelitian

Wisadjodarmo et. al. (2013) menggunakan pati tapioka.

Gambar 4. Spektrum FTIR pati tapioka menurut Wisadjodarmo et. al. (2013).

Gambar di atas menunjukkan bahwa pati tapioka memiliki puncak absorbsi

O-H pada daerah 3352 cm-1. Gugus C-H yang merupakan senyawa alkana

ditemukan pada daerah 2928 cm-1.

Page 35: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2015 – November 2015 di Pusat

Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Analisis amilografi dilakukan di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri

dan Biomedika (LAPTIAB) BPPT Serpong. Analisis Kadar Amilosa dilakukan di

Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor. Analisis Ketebalan dilakukan di Balai

Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Pasar Rebo, Jakarta Selatan, dan Analisis

Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik

(PUSLABFOR) Jakarta Selatan .

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1.Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik,

peralatan alat dan gelas, eksikator, refluks, kertas saring, oven, magnetic stirrer,

penangas air, kain saring, parutan, baskom, plat kaca berukuran 20 cm x 20 cm,

mikrometer, Spektrofotometer UV-Vis merk Perkin Elmer Lambda 20,

Spektrofotometer FTIR merk Perkin Elmer Spectrum One, Rapid Viscoanalyzer

(RVA) Merk Perten 4500, dan SEM-EDS Carl-Zeiss Bruker MA EVO 10.

3.2.2.Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah talas dengan varietas

Colocasia esculenta yang diperoleh dari kios penjual hasil perkebunan yang

Page 36: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

21

terletak di Jalan Raya Parung – Ciputat, Tangerang Selatan, kitosan komersial

(CV Biochitosan Indonesia), glukosa standar anhidrat, garam, akuades, sorbitol

(PT. Brataco), larutan Nelson A dan B, larutan arsenomolibdat, alkohol 70%,

etanol 95%, kalium iodida 30%, larutan iod, amilum 1 %, amilosa murni, dan

asam asetat 10%.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1.Pembuatan Pati dari Talas (Colocasia esculenta)

Talas yang digunakan berupa talas berkualitas baik dan tidak mengalami

cacat, diperoleh dari sebuah kios penjualan hasil perkebunan di Jalan Parung –

Ciputat, Tangerang Selatan. Talas dikupas, kemudian dicuci dan dipotong kecil-

kecil, lalu direndam dalam air yang telah diberi garam selama satu jam. Setelah

direndam, potongan talas dicuci kembali untuk menghilangkan lendir yang

menempel. Selanjutnya potongan talas diparut dan ditambahkan air. Dengan

menggunakan kain saring, hasil parutan talas diekstrak sehingga menyisakan

ampas. Ampas kembali ditambah air dan kembali diekstrak untuk menambah

jumlah susu pati yang sebelumnya. Susu pati diendapkan selama 12 jam. Pati

yang telah terbentuk kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50oC

selama 12 jam (Jacoeb et.al., 2014).

3.3.2.Analisis Sifat Fisikokimia Pati Talas

Setelah pati talas selesai dibuat, maka dilakukan analisis sifat fisikokimia.

Pada penelitian ini, akan dibuat sebanyak lima sampel dengan variasi massa

kitosan dicampur pada pati talas. Sampel pertama adalah perbandingan 10:0

(tanpa penambahan kitosan), kedua adalah 8:2, ketiga adalah 7:3, keempat adalah

Page 37: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

22

6:4, kelima adalah 5:5. Analisis sifat kimia meliputi analisis kadar air, kadar gula

pereduksi, kadar pati total serta kadar amilosa dan amilopektin. Sedangkan

analisis fisik yang digunakan adalah analisis amilografi, yaitu analisis yang

ditinjau dari perubahan viskositas dari sampel selama pemanasan.

1) Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

Sebelum dilakukan analisis, cawan yang digunakan terlebih dahulu

dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105oC. Kemudian

dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat kosong cawan. Selanjutnya

sampel ditimbang sebanyak 1 gram dalam cawan yang telah diketahui beratnya.

Lalu sampel dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam oven pada suhu

105oC selama 3 – 5 jam. Setelah dikeringkan, sampel didinginkan di dalam

eksikator dan ditimbang beratnya. Sampel kembali dimasukkan ke dalam oven

selama 30 menit, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Perlakuan ini terus

diulang sampai tercapai berat konstan. Kadar air dalam sampel dihitung dengan

rumus:

%Kadar Air = (Berat Cawan + Berat Sampel) − Berat AkhirBerat Sampel × 100%2) Analisis Gula Pereduksi dan Pati Total dengan Metode Nelson –

Somogyi

Pembuatan Pereaksi Nelson – Somogyi

Nelson A dibuat dengan cara mencampurkan 12,5 gram Natrium karbonat

anhidrat, 12, 5 gram Kalium natrium tartarat, 10 gram Natrium bikarbonat, dan

100 gram Natrium sulfat anhidrat dalam 350 ml akuades. Kemudian larutan

diencerkan sampai 500 ml. Nelson B dibuat dengan cara melarutkan 7,5 gram

Page 38: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

23

CuSO4.5H2O dalam 50 ml akuades dan ditambahan 1 tetes Asam sulfat pekat.

Sebanyak 25 ml Nelson A dicampur dengan 1 ml Nelson B setiap kali digunakan.

Arsenomolibdat dibuat dengan cara melarutkan 25 gram Ammonium

molibdat dalam 450 ml akuades (larutan pertama) dan ditambah 25 ml Asam

sulfat pekat, serta melarutkan 3 gram Na2HASO4.7H2O dalam 25 akuades (larutan

kedua). Larutan kedua dituangkan ke dalam larutan pertama dan disimpan dalam

botol coklat. Terakhir, didiamkan selama 24 jam hingga larutan berubah warna

menjadi kuning.

Penyiapan Kurva Standar

Glukosa anhidrat sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 100 ml akuades sebagai

larutan ula standar. Dari larutan tersebut dilakukan 5 kali pengenceran dengan

konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5 mg/100 ml. Larutan yang telah diencerkan dimasukkan

ke dalam masing-masing tabung reaksi bersih yang berbeda, sementara satu

tabung diisi dengan 1 ml akuades sebagai blanko. Masing-masing tabung

ditambahkan 1 ml reagen Nelson, dan dipanaskan selama 20 menit. Setelah

dipanaskan, tabung didinginkan hingga mencapai suhu ruang, lalu ditambahkan 1

ml larutan Arsenomolibdat. Sebanyak 7 ml akuades ditambahkan ke dalam

masing-masing tabung. Sampel diukur absorbansi pada λ = 450 nm, lalu dibuat

kurva standarnya.

Analisis Kadar Gula Pereduksi

Sampel sebanyak 0,1 gram diekstrak dengan menggunakan akuades

sebanyak 10 ml, kemudian disentrifuge dan disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 ml dan volume ditepatkan hingga tanda tera. Kemudian sampel

Page 39: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

24

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan ditambahkan 1 ml pereaksi

Nelson. Sampel dipanaskan selama 20 menit, lalu didinginkan sampai mencapai

suhu kamar. Selanjutnya ditambahkan 1 ml larutan Arsenomolibdat dan 7 ml

akuades. Kemudian diukur absorbansinya pada λ = 450 nm. Setelah diukur maka

dihitung kadar gula pereduksinya. Untuk mendapatkan kadar pati total, kadar gula

pereduksi yang didapat akan dikalikan dengan faktor konversi 0,9.

3) Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin (Apriyantono et.al., 1989)

Pembuatan Kurva Standar Amilosa

Amilosa murni sebanyak 40 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1M. Campuran

dipanaskan dalam air mendidih (95oC) selama 10 menit, lalu dipindahkan ke

dalam labu takar 100 ml. Lalu ditambah lagi dengan akuades dan dikocok, dan

kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan akuades.

Larutan yang telah di dapat diambil dengan menggunakan pipet masing-

masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml

dan diasamkan dengan asam asetat 1 N sebanyak 0,2 , 0,4 , 0,6 , 0,8 , 1,0 ml.

Masing-masing labu takar di asamkan ditambahkan 2 ml larutan Iod 2% dan

akuades sampai garis batas. Larutan dikocok secara manual hingga merata dan

dibiarkan selama 20 menit, kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer

UV-Vis pada panjang gelombang 620 nm, lalu dibuat kurva hubungan antara

kadar amilosa dengan serapannya.

Page 40: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

25

Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin

Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar amilosa contoh. Sebanyak 100 mg

sampel ditempatkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 1 ml

etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 M. Campuran dipanaskan dalam air mendidih

(95oC) selama 10 menit hingga terbentuk gel dan selanjutnya seluruh gel

dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan akuades dan

dikocok, kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan akuades. Sebanyak 5 ml

larutan ampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml

CH3COOH 1 N, 2 ml larutan iod 0,01 N (berangsur-angsur) serta akuades sampai

tanda tera dan dikocok. Sampel tersebut dipanaskan dengan penangas air pada

suhu 30oC selama 20 menit, lalu diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-

Vis pada panjang gelombang 620 nm. Serapan yang diperoleh diplotkan pada

kurva standar untuk memperoleh konsentrasi amilosa contoh. Kadar amilosa

dhitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa.

(%) = × × × %Keterangan:

A = Konsentrasi amilosa sampel yang diperoleh dari kurva standar(mg/100 ml)

B = Faktor konversiC = Nilai konstanta sampel (100)D = Nilai konstanta – kadar air

Kadar amilopektin dihitung berdasarkan selisih antara kadar pati dan

amilosa.

Kadar Amilopektin = Kadar Pati (100%) – Kadar Amilosa

Page 41: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

26

4) Analisis Amilografi (Lase, 2013)

Sifat amilografi pati talas diukur dengan Instrumen Rapid Visco Analyzer

(RVA). Sampel sebanyak ± 3 gram dilarutkan secara langsung pada akuades

sebanyak ±25 ml dalam wadah RVA (canister). Pengukuran dengan RVA

mencakup fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160

rpm). Pada fase pemanasan, suspensi pati dipanaskan dari suhu 50oC hingga 95oC

dengan kecepatan 6oC/menit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut selama 5

menit. Setelah fase pemanasan selesai, pasta pati dilewatkan pada fase

pendinginan, yaitu suhu diturunkan dari 95oC sampai 50oC dengan kecepatan

6oC/menit, kemudian dipertahankan suhu tersebut selama 2 menit. Parameter yang

dapat diukur antara lain viskositas puncak, viskositas pada akhir waktu ditahan

95oC atau Viskositas Pasta Panas (VPP), viskositas akhir (FV) pada akhir

pendinginan, viskositas breakdown (BD=VP-VPP), setback (SB=FV-VPP)

temperatur pasta dan suhu pada saat viskositas puncak.

3.3.3.Pembuatan Edible Film (Setiani et. al., 2013)

Tahap pembuatan edible film dilakukan untuk mengetahui pengaruh

penambahan kitosan (CV Bio Chitosan Indonesia) terhadap pati talas dan

potensinya sebagai edible film, baik dari aspek fisik maupun aspek kimia. Edible

film yang dibuat, dirancang dengan berbagai variasi massa kitosan dengan

perbandingan pati talas dengan kitosan adalah 5 : 5, 6 : 4, 7 : 3, dan 8 : 2, sesuai

dengan berat pati talas yang akan didapat. Selain itu, dibuat juga edible film tanpa

penambahan kitosan (10:0) sebagai kontrol negatif. Sebelum memasuki tahapan

pembuatan edible film, campuran pati talas dan kitosan dalam variasi massa

Page 42: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

27

dianalisis kadar air, kadar pati total, kadar amilosa, dan amilopektin serta analisis

amilografi.

Pati ditimbang sebanyak 2 gram, dilarutkan dengan 50 ml akuades,

dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 25 menit

dengan suhu sekitar 85oC, ditambahkan 2 ml larutan sorbitol 30% sebagai

plasticizer dan diaduk selama 5 menit. Kemudian larutan dituang ke atas plat kaca

berukuran 20 cm x 20 cm, dan plat dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50oC

selama 24 jam. Plat diangkat dan didinginkan selama 20 menit. Selanjutnya film

yang sudah kering dilepaskan dari plat dan siap untuk dianalisis.

Untuk pembuatan edible film dari pati talas dengan penambahan variasi

massa kitosan, campuran pati talas dan kitosan sebanyak 2 gram dimasukkan ke

dalam beaker glass. Selanjutnya ditambahkan akuades sebanyak 50 ml dan 2 ml

larutan CH3COOH 10% untuk melarutkan kitosan. Larutan dipanaskan dan

diaduk selama 25 menit menggunakan magnetic stirrer dengan suhu sekitar 85oC.

Kemudian larutan dituang ke atas plat kaca berukuran 20 cm x 20 cm dan plat

dimasukkan ke dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam. Plat diangkat dan

didinginkan selama 20 menit. Selanjutnya film yang sudah kering dilepaskan cari

plat dan siap dianalisis

3.3.4.Karakterisasi Edible Film

Untuk karakterisasi edible film dilakukan dua analisis, yaitu analisis fisik

dan analisis kimia. Analisis fisik terdiri dari uji ketebalan edible film dan uji

ketahanan air dengan uji daya serap air (Water Uptake). Sedangkan analisis kimia

terdiri dari analisis gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infrared

Page 43: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

28

Spectroscopy (FTIR), uji kadar gula pereduksi, dan uji Scanning Electron

Microscopy (SEM).

1) Uji Ketebalan Edible Film

Edible film yang dihasilkan diukur ketebalannya dengan menggunakan

mikrometer dengan akurasi 0,01 mm.

2) Penentuan Ketahanan air dengan uji Daya Serap Air (Water uptake)

(Ban et. al, 2005)

Prosedur uji ketahanan air dilakukan dengan menimbang berat awal sampel

yang akan diuji (w0), lalu dimasukkan kedalam wadah yang berisi akuades selama

10 detik. Sampel diangkat dari wadah yang berisi akuades dan air yang terdapat

pada permukaan plastik dihilangkan dengan tisu kertas, setelah itu dilakukan

penimbangan. Sampel dimasukkan kedalam wadah yang berisi akuades selama 10

detik. Kemudian sampel diangkat dan ditimbang kembali. Prosedur perendaman

dan penimbangan dilakukan kembali sampai diperoleh berat akhir sampel konstan

(Ban et al., 2005). Air yang diserap oleh sampel dihitung melalui persamaan:

(%) = − × 100%Dengan : W = berat edible film basah

W0 = berat edible film kering

Page 44: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

29

3) Analisis Gugus Fungsi dengan Menggunakan Fourier Transform

Spectroscopy

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui proses yang terjadi pada

pencampuran apakah secara fisik atau kimia karena itu sampel tiap proses

pembuatan edible film dianalisis dengan FTIR. Untuk menganalisis edible film

menggunakan prosedur analisis sampel padat. Pertama dilakukan kalibrasi FTIR

menggunakan film polistirena. Kemudian, edible film dimasukkan kedalam

sampel holder dan dicari spektrum yang sesuai. Hasilnya akan didapatkan

spektrum gugus fungsi pati, dan bilangan gelombang dengan intensitas yang

sesuai.

4) Analisis Kadar Gula Preduksi

Analisis kadar gula pereduksi dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah

dijabarkan sebelumnya pada analisis sifat fisikokimia pati talas.

5) Analisis Scanning Electron Microscopy (Sari et.al., 2013)

Preparasi sampel diawali dengan pengeringan sampel menggunakan freeze

drying hingga kadar air mencapai 2% atau kurang. Kemudian sampel dipotong

dengan ukuran 0,5 cm × 0,5 cm. Sampel yang sudah dikeringkan ditaruh di atas

logam yang dilapisi karbon, kemudian dilakukan pelapisan emas (Au) 300Å di

dalam Magnetron Sputtering Device yang dilengkapi dengan pompa vakum.

Sampel yang telah dilapisi emas ditaruh di tempat sampel dalam SEM. Tembakan

elektron yang mengarah pada sampel akan direkam ke adalam monitor dan

dilakukan pemotretan.

Page 45: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

30

3.4. Diagram Alir Penelitian

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian.

Talas

(Colocasia esculenta)

Pati Talas (10:0)Kitosan

Campuran Pati Talas danKitosan (5:5, 6:4, 7:3, 8:2)

Analisis Sifat Fisikokimia

- Kadar Air

- Kadar Gula Pereduksi

dan Kadar Pati Total

- Kadar Amilosa dan

Amilopektin

- Analisis Amilografi

Pemanasan

Pendinginan

Penambahan Larutan Sorbitol30% sebagai Plasticizer

Pemanasan denganOven pada Suhu 50oC

Selama 24 Jam.

Larutan dituang ke DalamPlat Kaca

Pendinginan Selama20 Menit.

Edible Film

Karakterisasi Edible Film

- Uji Ketebalan

- Uji Daya Serap Air

- Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

- Kadar Gula Pereduksi

- Analisis Scanning Electron

Microscopy (SEM)

Page 46: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Pati Talas

Penelitian ini diawali dengan proses pembuatan pati talas (Colocasia

esculenta). Proses ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengupasan, perendaman,

pemarutan, pengendapan, pengeringan, dan pemarutan. Setelah proses

pengupasan, maka dilakukan proses perendaman dalam air garam untuk

mengurangi kandungan kalsium oksalat dalam talas. Kandungan kalsium oksalat

pada talas cukup tinggi, maka dari itu diperlukan perendaman dalam air garam

agar kandungannya berkurang dan tidak menyebabkan rasa gatal.

Perendaman dengan air garam mampu mengurangi kadar oksalat dalam

talas. Penurunan kadar oksalat ini terjadi karena adanya reaksi antara Natrium

klorida (NaCl) dengan kasium oksalat (CaC2O4). Saat NaCl dilarutkan di dalam

air, terjadi penguraian menjadi ion Na+ dan ion Cl-. Sedangkan CaC2O4 akan

terurai menjadi ion Ca2+ dan ion C2O42-. Ion-ion tersebut akan menarik ion dengan

muatan yang berbeda seperti magnet. Na+ akan mengikat ion C2O42- membentuk

natrium oksalat (Na2C2O4), sedangkan ion Cl- akan berikatan dengan ion Ca2+

membentuk kalsium klorida (CaCl2) yang mudah larut dalam air. Menurut Sakai

(1984), persamaan reaksinya adalah:

CaC2O4 + 2NaCl Na2CaO4 + CaCl2

Setelah melewati proses perendaman dengan air garam, maka kembali

dilakukan pencucian untuk menghilangkan sisa-sisa garam mineral yang masih

menempel pada talas. Proses selanjutnya adalah pemarutan. Talas dipotong-

Page 47: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

32

potong terlebih dahulu proses pemarutan jauh lebih mudah. Pemarutan ini

bertujuan untuk memperbesar luas permukaan talas agar sari-sari pati talas keluar

jauh lebih banyak pada saat proses ekstraksi dengan air menggunakan kain saring.

Hasil ekstraksi kemudian diendapkan selama kurang lebih 24 jam.

Pengendapan ini bertujuan untuk memisahkan air dengan endapan pati agar proses

pemisahan jauh lebih mudah. Kemudian, endapan pati dikeringkan dengan

menggunakan oven pada suhu 50oC. Pemilihan suhu 50oC ini didasari dengan

kemampuan pati yang tidak tahan dengan suhu tinggi (Amien, 2013) . Setelah

dikeringkan, pati kemudian digerus hingga menjadi bubuk. Tahap selanjutnya

adalah analisis sifat fisikokimia.

4.2. Sifat Fisikokimia Pati Talas – Kitosan

Pada penelitian ini, sifat fisikokimia yang dianalisis meliputi analisis kadar

air, kadar gula pereduksi, kadar amilosa dan amilopektin, serta analisis amilografi.

4.2.1.Kadar Air

Analisis kadar air yang digunakan adalah kadar air berbasis kering

menggunakan oven, yaitu air yang diuapkan dibagi berat bahan setelah

pengeringan. Hasil pada tabel (Lampiran 2) digambarkan pada grafik sebagai

berikut.

Page 48: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

33

Gambar 6. Hasil Analisis Kadar Air Sampel Campuran Pati Talas-Kitosan.

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi dimiliki

oleh sampel 6 : 4 dengan jumlah 10,5±0,707%, sedangkan kadar air terendah

dimiliki oleh sampel 8 : 2 dengan jumlah 6,5±0,707%. Hasil analisis kadar ini

tersebut memiliki hasil yang naik turun. Perbedaan nilai kadar air dapat

disebabkan karena proses penguapan selama pengeringan. Selain itu dapat

disebabkan oleh kelembapan udara sekitar yang berkaitan dengan tempat

penyimpanan bahan, sifat, atau perlakuan pada sampel tersebut

(Wirakartakusumah, 1981).

Kitosan merupakan polisakarida yang memiliki gugus amina dan hidroksil.

Dengan penambahan kitosan pada pati, kitosan dapat menambah jumlah gugus

hidroksil pada sampel sehingga mampu membantu pati untuk menyerap air jauh

lebih banyak. Pengeringan pada pati memiliki tujuan untuk mengurangi kadar

airnya sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat.

Batas kadar air minimum di mana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15%

10

0

2

4

6

8

10

12

10:0

Kada

r Air

(%)

33

Gambar 6. Hasil Analisis Kadar Air Sampel Campuran Pati Talas-Kitosan.

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi dimiliki

oleh sampel 6 : 4 dengan jumlah 10,5±0,707%, sedangkan kadar air terendah

dimiliki oleh sampel 8 : 2 dengan jumlah 6,5±0,707%. Hasil analisis kadar ini

tersebut memiliki hasil yang naik turun. Perbedaan nilai kadar air dapat

disebabkan karena proses penguapan selama pengeringan. Selain itu dapat

disebabkan oleh kelembapan udara sekitar yang berkaitan dengan tempat

penyimpanan bahan, sifat, atau perlakuan pada sampel tersebut

(Wirakartakusumah, 1981).

Kitosan merupakan polisakarida yang memiliki gugus amina dan hidroksil.

Dengan penambahan kitosan pada pati, kitosan dapat menambah jumlah gugus

hidroksil pada sampel sehingga mampu membantu pati untuk menyerap air jauh

lebih banyak. Pengeringan pada pati memiliki tujuan untuk mengurangi kadar

airnya sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat.

Batas kadar air minimum di mana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15%

10

6,5

8

10,5

10:0 8:2 7:3 6:4

Campuran Pati Talas-Kitosan (Gram)

33

Gambar 6. Hasil Analisis Kadar Air Sampel Campuran Pati Talas-Kitosan.

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi dimiliki

oleh sampel 6 : 4 dengan jumlah 10,5±0,707%, sedangkan kadar air terendah

dimiliki oleh sampel 8 : 2 dengan jumlah 6,5±0,707%. Hasil analisis kadar ini

tersebut memiliki hasil yang naik turun. Perbedaan nilai kadar air dapat

disebabkan karena proses penguapan selama pengeringan. Selain itu dapat

disebabkan oleh kelembapan udara sekitar yang berkaitan dengan tempat

penyimpanan bahan, sifat, atau perlakuan pada sampel tersebut

(Wirakartakusumah, 1981).

Kitosan merupakan polisakarida yang memiliki gugus amina dan hidroksil.

Dengan penambahan kitosan pada pati, kitosan dapat menambah jumlah gugus

hidroksil pada sampel sehingga mampu membantu pati untuk menyerap air jauh

lebih banyak. Pengeringan pada pati memiliki tujuan untuk mengurangi kadar

airnya sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat.

Batas kadar air minimum di mana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15%

9

5:5

Page 49: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

34

(Fardiaz, 1989). Berdasarkan hasil yang didapat, kadar air yang dimiliki cukup

baik karena telah mencapai kadar air yang aman yaitu kurang dari 15%.

Penurunan kadar air ini dipengaruhi oleh jumlah gugus hidroksil pada sampel

(Aufari, 2014). Semakin banyak gugus hidroksil yang terkandung, maka semakin

banyak pula air yang diserap.

4.2.2. Kadar Gula Pereduksi dan Pati Total

Gula pereduksi merupakan gula yang memiliki kemampuan untuk

mereduksi karena adanya gugus aldehid atau keton bebas. Gula pereduksi ini

dihasilkan dari proses hidrolisis pati, yaitu pemutusan ikatan glikosidik pada

rantai polimer dengan bantuan air. Hasil pada tabel (Lampiran 3) digambarkan

dalam grafik yaitu sebagai berikut.

Gambar 7. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi dan Pati Total SampelCampuran Pati Talas-Kitosan.

Prinsip dasar yang dimiliki oleh Metode Nelson-Somogyi adalah terjadinya

reduksi komponen pereaksi Nelson oleh glukosa. Ion tembaga (II) dari pereaksi

23,125

0

5

10

15

20

25

10:0

Kada

r (%

)

34

(Fardiaz, 1989). Berdasarkan hasil yang didapat, kadar air yang dimiliki cukup

baik karena telah mencapai kadar air yang aman yaitu kurang dari 15%.

Penurunan kadar air ini dipengaruhi oleh jumlah gugus hidroksil pada sampel

(Aufari, 2014). Semakin banyak gugus hidroksil yang terkandung, maka semakin

banyak pula air yang diserap.

4.2.2. Kadar Gula Pereduksi dan Pati Total

Gula pereduksi merupakan gula yang memiliki kemampuan untuk

mereduksi karena adanya gugus aldehid atau keton bebas. Gula pereduksi ini

dihasilkan dari proses hidrolisis pati, yaitu pemutusan ikatan glikosidik pada

rantai polimer dengan bantuan air. Hasil pada tabel (Lampiran 3) digambarkan

dalam grafik yaitu sebagai berikut.

Gambar 7. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi dan Pati Total SampelCampuran Pati Talas-Kitosan.

Prinsip dasar yang dimiliki oleh Metode Nelson-Somogyi adalah terjadinya

reduksi komponen pereaksi Nelson oleh glukosa. Ion tembaga (II) dari pereaksi

23,125

17,04519,335

13,79

20,813

15,34117,042

12,411

10:0 8:2 7:3 6:4

Campuran Pati Talas-Kitosan (Gram)

Kadar Gula Pereduksi Kadar Pati Total

34

(Fardiaz, 1989). Berdasarkan hasil yang didapat, kadar air yang dimiliki cukup

baik karena telah mencapai kadar air yang aman yaitu kurang dari 15%.

Penurunan kadar air ini dipengaruhi oleh jumlah gugus hidroksil pada sampel

(Aufari, 2014). Semakin banyak gugus hidroksil yang terkandung, maka semakin

banyak pula air yang diserap.

4.2.2. Kadar Gula Pereduksi dan Pati Total

Gula pereduksi merupakan gula yang memiliki kemampuan untuk

mereduksi karena adanya gugus aldehid atau keton bebas. Gula pereduksi ini

dihasilkan dari proses hidrolisis pati, yaitu pemutusan ikatan glikosidik pada

rantai polimer dengan bantuan air. Hasil pada tabel (Lampiran 3) digambarkan

dalam grafik yaitu sebagai berikut.

Gambar 7. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi dan Pati Total SampelCampuran Pati Talas-Kitosan.

Prinsip dasar yang dimiliki oleh Metode Nelson-Somogyi adalah terjadinya

reduksi komponen pereaksi Nelson oleh glukosa. Ion tembaga (II) dari pereaksi

5,97

12,411

5,373

5:5

Page 50: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

35

Nelson akan tereduksi oleh glukosa menjadi tembaga (I). Pemanasan campuran

sampel dengan pereaksi Nelson dimaksudkan untuk mempercepat reaksi dan

mempertegas warna yang menunjukkan adanya gula pereduksi, yaitu adanya

endapan merah bata yang berasal dari tembaga (I) oksida (Cu2O). Mekanisme

reaksi Nelson-Somogyi adalah sebagai berikut.

Gambar 8. Reaksi Nelson-Somogyi. (Sumber:www.expertsmind.com)

Kandungan gula pereduksi pada pati talas semakin menurun ketika semakin

banyak ditambahkan kitosan. Sampel yang memiliki kadar gula pereduksi

tertinggi adalah sampel 10:0 yaitu tanpa penambahan kitosan sebesar

23,125±0,375 %, sementara sampel yang memiliki kadar gula pereduksi terendah

adalah sampel 5:5 sebesar 5,97±0,07 %.

Menurut Hii et. al. (2012), banyaknya gugus ujung gula reduksi berbanding

lurus dengan derajat hidrolisis pati. Adanya kitosan dapat menyebabkan derajat

hidrolisis pati berkurang sehingga jumlah gula pereduksi yang dihasilkan dari

proses hidrolisis pati juga semakin berkurang.

Untuk kadar pati total, kadar pati total tertinggi dimiliki oleh sampel 10:0

yakni 20,813±0,337 % karena tidak ada penambahan kitosan di dalamnya.

Sementara sampel 5:5 memiliki kadar pati total terendah, yakni 5,373±0,064 %

Page 51: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

36

karena jumlah massa kitosan yang ditambahkan seimbang dengan jumlah massa

pati talasnya. Hasil kadar pati di atas didapat dari pengalian kadar gula pereduksi

dengan 0,9. Angka tersebut merupakan faktor konversi yang diperoleh dari

perbandingan berat molekul pati dengan jumlah molekul gula pereduksi yang

dihasilkan.

4.2.3.Kadar Amilosa dan Amilopektin

Analisis kadar amilosa dan amilopektin merupakan salah satu analisis

terpenting untuk mengetahui bagaimana sifat fisik dari pati. Dengan mengetahui

kadar amilosa dan amilopektin, maka dapat ditentukan bagaimana sifat pati

tersebut, diantaranya mengenai tingkat kelarutan pati dalam air. Hasil pada

lampiran 7 digambarkan pada grafik sebagai berikut.

Gambar 9. Hasil Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin SampelCampuran Pati Talas-Kitosan.

Pada semua perlakuan ternyata kadar amilosa lebih tinggi daripada kadar

amilopektin. Hal ini menjadi satu karakter untuk pati talas yang membedakannya

14,5

0

2

4

6

8

10

12

14

16

10:0Kada

r Am

ilosa

dan

Am

ilope

ktin

(%)

36

karena jumlah massa kitosan yang ditambahkan seimbang dengan jumlah massa

pati talasnya. Hasil kadar pati di atas didapat dari pengalian kadar gula pereduksi

dengan 0,9. Angka tersebut merupakan faktor konversi yang diperoleh dari

perbandingan berat molekul pati dengan jumlah molekul gula pereduksi yang

dihasilkan.

4.2.3.Kadar Amilosa dan Amilopektin

Analisis kadar amilosa dan amilopektin merupakan salah satu analisis

terpenting untuk mengetahui bagaimana sifat fisik dari pati. Dengan mengetahui

kadar amilosa dan amilopektin, maka dapat ditentukan bagaimana sifat pati

tersebut, diantaranya mengenai tingkat kelarutan pati dalam air. Hasil pada

lampiran 7 digambarkan pada grafik sebagai berikut.

Gambar 9. Hasil Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin SampelCampuran Pati Talas-Kitosan.

Pada semua perlakuan ternyata kadar amilosa lebih tinggi daripada kadar

amilopektin. Hal ini menjadi satu karakter untuk pati talas yang membedakannya

14,513,6 13,4

11,6

6,313

1,741

4,002

0,811

10:0 8:2 7:2 6:4

Campuran Pati Talas-Kitosan (Gram)

Kadar Amilosa Kadar Amilopektin

36

karena jumlah massa kitosan yang ditambahkan seimbang dengan jumlah massa

pati talasnya. Hasil kadar pati di atas didapat dari pengalian kadar gula pereduksi

dengan 0,9. Angka tersebut merupakan faktor konversi yang diperoleh dari

perbandingan berat molekul pati dengan jumlah molekul gula pereduksi yang

dihasilkan.

4.2.3.Kadar Amilosa dan Amilopektin

Analisis kadar amilosa dan amilopektin merupakan salah satu analisis

terpenting untuk mengetahui bagaimana sifat fisik dari pati. Dengan mengetahui

kadar amilosa dan amilopektin, maka dapat ditentukan bagaimana sifat pati

tersebut, diantaranya mengenai tingkat kelarutan pati dalam air. Hasil pada

lampiran 7 digambarkan pada grafik sebagai berikut.

Gambar 9. Hasil Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin SampelCampuran Pati Talas-Kitosan.

Pada semua perlakuan ternyata kadar amilosa lebih tinggi daripada kadar

amilopektin. Hal ini menjadi satu karakter untuk pati talas yang membedakannya

10,2

0,811

5:5

Page 52: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

37

dengan pati lain. Karena menurut Han (2013), pati biasanya memiliki kadar

amilopektin yang jauh lebih tinggi daripada kadar amilosanya. Sebagai contoh

penelitian Pulungan (2014) menyebutkan pati singkong memiliki kadar amilosa

sebesar 27,38% dan amilopektin sebesar 72,62%.

Kadar amilosa dan amilopektin tertinggi dimiliki oleh sampel 10:0 sebesar

14,5 % untuk kadar amilosa dan 6,313 % untuk kadar amilopektin (Gambar 8).

Kadar amilosa dan amilopektin pada 10:0 ini disebabkan karena sampel 10:0

merupakan sampel tanpa penambahan kitosan sehingga kadar amilosa dan

amilopektin masih tergolong tinggi. Sementara pada sampel 5:5, yang memiliki

kadar amilosa dan amilopektin rendah disebabkan karena semakin berkurangnya

komposisi pati karena adanya penambahan kitosan. Hal ini nantinya akan

berpengaruh pada sifat amilografi yang meliputi viskositas dan suhu gelatinisasi

yang dibutuhkan pada analisis amilografi yang akan dijelaskan pada sub bab

selanjutnya.

Tingginya kadar amilosa pada pati mempengaruhi sifat fisikokimia dari pati,

salah satunya kelarutannya terhadap air. Semakin tinggi kadar amilosanya maka

semakin besar kelarutannya terhadap air. Namun semakin rendah kadar amilosa

akan mengurangi kelarutannya terhadap air.

4.2.4.Analisis Amilografi

Selain analisis kadar amilosa dan amilopektin, analisis amilografi juga

analisis terpenting dalam menentukan sifat fisikokimia pati. Dengan analisis

amilografi, maka dapat diketahui kapan proses gelatinisasi pati telah dimulai.

Hasilnya adalah sebagai berikut.

Page 53: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

38

Gambar 10. Grafik Analisis Amilografi Pati Talas dari Hasil PengukuranRapid Visco Analyzer (RVA).

Tabel 5. Profil Gelatinisasi Pati Talas dari Hasil Pengukuran Rapid ViscoAnalyzer (RVA).

Nilai

Parameter 10 : 0 8 : 2 7 : 3 6 : 4 5 : 5

Suhu Awal Gelatinisasi (oC) 94,50 87,20 86,35 86,30 85,50

Viskositas Puncak (cP) 520,00 428,00 375,00 355,00 339,00

Viskositas Akhir Setelah

Dipertahankan pada 95oC (cP)

384,00 357,00 322,00 336,00 332,00

Viskositas Breakdown (cP) 136,00 71,00 53,00 19,00 7,00

Viskositas Akhir (cP) 1344,00 1017,00 851,00 651,00 530,00

Viskositas Setback (cP) 960,00 660,00 529,00 315,00 198,00

Gambar dan Tabel di atas menunjukkan hasil profil gelatinisasi pati talas

(Colocasia esculenta) yang diukur dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer

10:0

8:2

7:3

6:45:5

Page 54: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

39

(RVA). Parameter yang diamati pada analisis ini meliputi suhu awal gelatinisasi,

viskositas maksimum atau viskositas puncak, viskositas setelah dipertahankan di

95oC, viskositas breakdown, viskositas akhir, dan viskositas setback.

Suhu awal gelatinisasi menunjukkan suhu saat RVA mulai membaca nilai

viskositas yang menandakan proses gelatinisasi telah dimulai pada pati. Suhu

gelatinisasi ini diukur berdasarkan peningkatan viskositas pati pada proses

pemanasan dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA). Mekanisme

proses gelatinisasi akan dijelaskan pada gambar 11.

Gambar 11. Proses Gelatinisasi Pati (Sumber: springerreference.com).

Pada sampel 10 : 0 yaitu sampel pati talas yang tidak ditambahkan kitosan,

memiliki suhu gelatinisasi berkisar 94,50oC. Suhu gelatinisasi yang tinggi

disebabkan oleh kandungan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan amilopektin dalam pati talas. Pati dengan kadar amilosa tertinggi

Granula pati berisi amilosa(heliks) dan amilopektin(branched).

Amilosa dan amilopektinmulai berdifusi keluardari granula.

Terjadi prosespembentukan gel di luargranula pati akibatterbentuknya ikatan silangdengan air.

Granula pati membengkakakibat adanya penambahan airdan pemanasan.

Page 55: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

40

membutukan suhu tertinggi untuk memutuskan rantainya dan mencapai proses

gelatinisasi. Sehingga pati talas memiliki stabilitas yang baik selama pemanasan.

Namun ketika terjadi penambahan kitosan, suhu gelatinisasi mulai menurun.

Sampel 5 : 5 memiliki suhu gelatinisasi terendah, yaitu sebesar 85,50oC.

Penurunan suhu gelatinisasi pada pati ini disebabkan olehnya terjadinya proses

cross-linking antara kitosan dan pati talas, sehingga membatasi penyerapan

molekul air ke dalam granula.

Viskositas maksimum atau viskositas puncak menunjukkan pada saat

granula pati tidak mampu menyerap air lagi. Berdasarkan grafik yang

ditampilkan, viskositas maksimum tertinggi dimiliki oleh sampel 10 : 0 yaitu

sebesar 520,00 cP, sedangkan yang memiliki viskositas maksimum terendah

adalah sampel 5 : 5 yaitu sebesar 339,00 cP. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

banyak massa kitosan yang ditambahkan, maka semakin rendah pula viskositas

maksimumnya. Jika dibandingkan dengan pati-pati yang lain, sebagai contoh

adalah pati garut dalam penelitian Faridah (2014), pati talas memiliki viskositas

maksimum yang cukup rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi viskositas

maksimum adalah kadar amilosa. Molekul amilosa memiliki kecenderungan

untuk bergabung sesamanya dengan membentuk ikatan hidrogen. Semakin tinggi

kadar amilosa yang dimiliki pati, maka semakin kuat ikatan hidrogen yang

terbentuk (Suarni, 2013).

Viskositas breakdown menunjukkan kestabilan viskositas maksimum

selama fase pemanasan. Viskositas breakdown tertinggi dimiliki oleh sampel 10 :

0 dengan jumlah 136,00 cP, sedangkan yang terendah dimiliki oleh sampel 5 : 5

Page 56: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

41

dengan jumlah 7,00 cP. Jika nilai viskositas breakdown ditinjau melalui hasil

grafik, sampel pati talas dan kitosan tidak menunjukkan penurunan viskositas

sebagaimana pati pada umumnya. Penurunan viskositas yang besar menunjukkan

bahwa pati kurang tahan atau kurang stabil selama pemanasan (Faridah, 2014).

Dengan viskositas breakdown yang dimiliki oleh pati talas, hasil ini menunjukkan

bahwa granula pati dapat dianggap stabil selama pemanasan. Namun setelah

ditambah kitosan, viskositas breakdown semakin turun semakin bertambahnya

kitosan. Hal ini tidak sesuai dengan Kusnandar (2010) yang menyebutkan bahwa

pati yang termodifikasi ikatan silang (cross-linking) lebih tahan terhadap

pemanasan namun tidak bisa menahan laju retrogradasi.

Viskositas setback menunjukkan kemampuan retrogradasi molekul pati pada

proses pendinginan. Viskositas setback tertinggi dimiliki oleh sampel 10 : 0

sebesar 960,00 cP, sementara viskositas setback terendah dimiliki oleh sampel 5 :

5 sebesar 198,00 cP. Pada viskositas setback, atau fase pendinginan viskositas pati

mulai meningkat karena disebabkan oleh penggabungan kembali molekul-

molekul amilosa dan amilopektin melalui ikatan hidrogen. Peningkatan viskositas

selama fase pendinginan juga menunjukkan kecenderungan retrogradasi pati talas.

Kandungan amilosa yang cukup tinggi memiliki kontribusi yang besar terhadap

kecenderungan terjadinya retrogradasi pasta pati selama fase pendinginan

(Gudmundsson, 1996). Viskositas setback pati talas ini cenderung tinggi, yang

menunjukkan bahwa semakin tingginya viskositas setback yang dimiliki maka

semakin mudah pula mengalami retrogradasi. Baik viskositas breakdown maupun

viskositas setback, salah satu yang mempengaruhi kedua parameter tersebut

Page 57: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

42

adalah adanya protein dalam pati. Menurut Lingga et. al. (1990), pati talas

memiliki kandungan protein sebesar 1,50 gram. Dengan jumlah protein yang

sedikit tersebut, menyebabkan pati memiliki nilai viskositas yang lebih besar.

Karena granula tanpa protein lebih mudah pecah dan jumlah air yang masuk ke

granula jauh lebih banyak mengakibatkan peningkatan pengembangan granula.

Sementara sampel pati yang dicampur dengan kitosan memiliki nilai viskositas

yang lebih rendah karena kitosan yang dibuat dari kulit udang yang mengandung

protein. Sehingga kemungkinan kadar protein dalam sampel tersebut bertambah

seiring bertambahnya kitosan dalam sampel.

4.3. Pembuatan Edible Film

Pembuatan edible film berbahan pati talas yang dilakukan menghasilkan

penampilan fisik yang berbeda-beda. Berdasarkan penampilan fisik yang terlihat

dari edible film, edible film 5:5 memiliki kualitas yang jauh lebih baik karena

struktur yang tidak rapuh dan tidak mudah robek jika ditarik dengan tangan.

Sementara edible film dengan kualitas yang rendah adalah edible film 10:0 karena

penampilan fisiknya yang lebih kaku dan mudah robek jika ditarik dengan tangan.

Ini menunjukkan bahwa dengan penambahan kitosan mampu mempengaruhi sifat

edible film yang dihasilkan, juga adanya penambahan sorbitol 30% sebagai

plasticizer sehingga membuat edible film lebih elastis. Hasil edible film lebih

lanjut dapat dilihat pada lampiran 4 dan karakterisasi edible film akan dibahas

disub bab berikutnya.

Sorbitol dianggap sebagai salah satu plasticizer yang efektif dalam

pembuatan edible film karena sifatnya yang hidrofilik. Sifatnya yang hidrofilik

Page 58: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

43

dapat mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga edible film tidak hanya jauh

lebih elastis, namun juga dapat mengimbangi sifat kitosan yang hidrofobik agar

lebih larut air. Menurut Krisna (2011), molekul plasticizer akan mengganggu

kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekuler dan meningkatkan

mobilitas polimer. Struktur sorbitol adalah sebagai berikut.

Gambar 12. Struktur Sorbitol (Sumber: www.drugfuture.com).

4.4. Karakterisasi Edible Film

Uji karakterisasi edible film meliputi ketebalan edible film (mm), daya serap

air (Water Uptake), kadar gula pereduksi, Fourier Transform Infrared

Spectroscopy (FTIR), dan Scanning Electron Microscopy (SEM).

4.4.1. Ketebalan Edible Film (mm)

Berikut adalah hasil analisis ketebalan edible film sesuai dengan standar

acuan ASTM D645. Pada analisis ketebalan edible film, sampel yang digunakan

hanya berjumlah dua, yaitu edible film 6:4 dan 5:5. Hal ini disebabkan kondisi

edible film 10:0, 8:2, dan 7:3 tidak memungkinkan untuk diuji sifat mekaniknya,

karena pada saat akan dilepas dari plat kaca, edible film menjadi robek dan tidak

dalam keadaan utuh. Hasil analisis berdasarkan tabel (Lampiran 9) digambarkan

dalam grafik sebagai berikut.

Page 59: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

44

Gambar 13. Hasil Analisis Ketebalan Edible Film (mm).

Grafik di atas menunjukkan bahwa edible film campuran pati talas-kitosan

dengan perbandingan 6:4 memiliki ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan

edible film dengan perbandingan 5:5. Edible film 6:4 memiliki ketebalan sebesar

0,111±0,0034 mm, sedangkan edible film 5:5 memiliki ketebalan sebesar

0,082±0,0017 mm.

Penurunan nilai ketebalan edible film ini kemungkinan disebabkan oleh

pengaruh nilai viskositas pada bahan campuran. Menurut Rachmawati dan

Suryani (2011), semakin tinggi viskositas, maka ketebalan edible film juga akan

meningkat, sebaliknya semakin turun viskositasnya maka ketebalan edible film

akan menurun. Karena viskositas edible film 5:5 lebih kecil dari edible film 6:4,

membuat ketebalan edible film 5:5 lebih rendah. Selain itu, penurunan nilai

ketebalan edible film ini juga bisa disebabkan oleh komposisi pati yang semakin

berkurang. Penelitian Rahardjo (2014) dengan memakai umbi kimpul sebagai

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

Kete

bala

nEd

ible

Film

(mm

)

44

Gambar 13. Hasil Analisis Ketebalan Edible Film (mm).

Grafik di atas menunjukkan bahwa edible film campuran pati talas-kitosan

dengan perbandingan 6:4 memiliki ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan

edible film dengan perbandingan 5:5. Edible film 6:4 memiliki ketebalan sebesar

0,111±0,0034 mm, sedangkan edible film 5:5 memiliki ketebalan sebesar

0,082±0,0017 mm.

Penurunan nilai ketebalan edible film ini kemungkinan disebabkan oleh

pengaruh nilai viskositas pada bahan campuran. Menurut Rachmawati dan

Suryani (2011), semakin tinggi viskositas, maka ketebalan edible film juga akan

meningkat, sebaliknya semakin turun viskositasnya maka ketebalan edible film

akan menurun. Karena viskositas edible film 5:5 lebih kecil dari edible film 6:4,

membuat ketebalan edible film 5:5 lebih rendah. Selain itu, penurunan nilai

ketebalan edible film ini juga bisa disebabkan oleh komposisi pati yang semakin

berkurang. Penelitian Rahardjo (2014) dengan memakai umbi kimpul sebagai

0,111

0,082

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

6:4 5:5

Campuran Pati Talas-Kitosan (Gram)

44

Gambar 13. Hasil Analisis Ketebalan Edible Film (mm).

Grafik di atas menunjukkan bahwa edible film campuran pati talas-kitosan

dengan perbandingan 6:4 memiliki ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan

edible film dengan perbandingan 5:5. Edible film 6:4 memiliki ketebalan sebesar

0,111±0,0034 mm, sedangkan edible film 5:5 memiliki ketebalan sebesar

0,082±0,0017 mm.

Penurunan nilai ketebalan edible film ini kemungkinan disebabkan oleh

pengaruh nilai viskositas pada bahan campuran. Menurut Rachmawati dan

Suryani (2011), semakin tinggi viskositas, maka ketebalan edible film juga akan

meningkat, sebaliknya semakin turun viskositasnya maka ketebalan edible film

akan menurun. Karena viskositas edible film 5:5 lebih kecil dari edible film 6:4,

membuat ketebalan edible film 5:5 lebih rendah. Selain itu, penurunan nilai

ketebalan edible film ini juga bisa disebabkan oleh komposisi pati yang semakin

berkurang. Penelitian Rahardjo (2014) dengan memakai umbi kimpul sebagai

Campuran Pati Talas-Kitosan (Gram)

Page 60: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

45

bahan pembuat edible film mengemukakan bahwa komposisi pati yang semakin

akan meningkatkan komponen polimer penyusun edible film .

Pada penelitian Yuliani, et. al. (2012) dengan menggunakan berbagai

macam umbi-umbian, mendapatkan hasil ketebalan sekitar 0,02-0,03 mm dengan

plat 20 cm x 10 cm. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini, edible film pati

talas-kitosan jauh lebih tebal dari edible film pati ubi jalar yang dihasilkan.

Menurut Yuliani et. al. (2012), semakin tebal edible film maka semakin tinggi

kemampuannya untuk menghambat laju gas dan uap air sehingga daya simpan

jauh lebih lama. Namun apa bila terlalu tebal maka akan memengaruhi tekstur dan

rasa pada saat dimakan. Maka dari itu, edible film yang memiliki hasil ketebalan

yang lebih kecil lebih dikehendaki pemakaiannya untuk dikonsumsi bersama

makanan yang dilapisi oleh edible film tersebut.

4.4.2.Daya Serap Air (Water Uptake)

Uji daya serap air dilakukan untuk mengetahui bagaimana daya ketahanan

edible film yang dibuat terhadap air. Hasil analisis berdasarkan tabel (Lampiran 5)

digambarkan pada grafik sebagai berikut.

Page 61: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

46

Gambar 14. Hasil Uji Daya Serap Air pada Edible Film.

Berdasarkan gambar di atas, edible film dengan perbandingan 7 : 3 memiliki

ketahanan terhadap air yang lebih besar dibandingkan dengan edible film lainnya.

Hal ini ditunjukan dengan hasil uji daya serap air yang memiliki presentase paling

kecil, yaitu 42,9% Sedangkan edible film yang memiliki presentase daya serap air

terbesar adalah edible film dengan perbandingan 5 : 5 sebesar 100%. Penelitian

sebelumnya dari Setiani (2013) dalam pembuatan edible film berbahan dasar pati

sukun dan kitosan, presentase daya serap air terkecil sebesar 212,98%. Tinggi

rendahnya daya serap air ini dipengaruhi oleh banyaknya konsentrasi pati dalam

edible film. Semakin banyak konsentrasi pati, maka semakin banyak pula

kandungan gugus hidroksil sehingga penyerapan air jauh lebih besar. Selain

dipengaruhi oleh konsentrasi pati, kadar amilosa pun turut berpengaruh dalam

kemampuan daya serap air. Amilosa merupakan fraksi terlarut dari pati, maka

semakin tinggi kadar amilosa yang terkandung, semakin mudah pula edible film

menyerap air. Menurut Nugroho (2013), kelarutan edible film merupakan faktor

10

0

2

4

6

8

10

12

10:0

Kada

r Air

(%)

46

Gambar 14. Hasil Uji Daya Serap Air pada Edible Film.

Berdasarkan gambar di atas, edible film dengan perbandingan 7 : 3 memiliki

ketahanan terhadap air yang lebih besar dibandingkan dengan edible film lainnya.

Hal ini ditunjukan dengan hasil uji daya serap air yang memiliki presentase paling

kecil, yaitu 42,9% Sedangkan edible film yang memiliki presentase daya serap air

terbesar adalah edible film dengan perbandingan 5 : 5 sebesar 100%. Penelitian

sebelumnya dari Setiani (2013) dalam pembuatan edible film berbahan dasar pati

sukun dan kitosan, presentase daya serap air terkecil sebesar 212,98%. Tinggi

rendahnya daya serap air ini dipengaruhi oleh banyaknya konsentrasi pati dalam

edible film. Semakin banyak konsentrasi pati, maka semakin banyak pula

kandungan gugus hidroksil sehingga penyerapan air jauh lebih besar. Selain

dipengaruhi oleh konsentrasi pati, kadar amilosa pun turut berpengaruh dalam

kemampuan daya serap air. Amilosa merupakan fraksi terlarut dari pati, maka

semakin tinggi kadar amilosa yang terkandung, semakin mudah pula edible film

menyerap air. Menurut Nugroho (2013), kelarutan edible film merupakan faktor

10

6,5

8

10,5

9

10:0 8:2 7:3 6:4 5:5

Campuran Pati Talas-Kitosan (Gram)

46

Gambar 14. Hasil Uji Daya Serap Air pada Edible Film.

Berdasarkan gambar di atas, edible film dengan perbandingan 7 : 3 memiliki

ketahanan terhadap air yang lebih besar dibandingkan dengan edible film lainnya.

Hal ini ditunjukan dengan hasil uji daya serap air yang memiliki presentase paling

kecil, yaitu 42,9% Sedangkan edible film yang memiliki presentase daya serap air

terbesar adalah edible film dengan perbandingan 5 : 5 sebesar 100%. Penelitian

sebelumnya dari Setiani (2013) dalam pembuatan edible film berbahan dasar pati

sukun dan kitosan, presentase daya serap air terkecil sebesar 212,98%. Tinggi

rendahnya daya serap air ini dipengaruhi oleh banyaknya konsentrasi pati dalam

edible film. Semakin banyak konsentrasi pati, maka semakin banyak pula

kandungan gugus hidroksil sehingga penyerapan air jauh lebih besar. Selain

dipengaruhi oleh konsentrasi pati, kadar amilosa pun turut berpengaruh dalam

kemampuan daya serap air. Amilosa merupakan fraksi terlarut dari pati, maka

semakin tinggi kadar amilosa yang terkandung, semakin mudah pula edible film

menyerap air. Menurut Nugroho (2013), kelarutan edible film merupakan faktor

9

5:5

Page 62: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

47

penentu untuk melihat sifat biodegradibilitas dari sebuah edible film. Edible film

yang memiliki daya serap air yang tinggi menunjukkan bahwa edible film ini akan

mudah larut dan akan terdegradasi lebih cepat. Maka dari itu, edible film dengan

kelarutan lebih tinggi lebih di kehendaki jika pemakaiannya untuk dikonsumsi

bersama makanan yang dilapisi oleh edible film tersebut.

4.4.3.Kadar Gula Pereduksi

Analisis selanjutnya adalah analisis kadar gula pereduksi pada edible film.

Analisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pada kadar gula

pereduksi sampel setelah dijadikan edible film, dan dibandingkan dengan nilai

kadar gula pereduksi sebelum dijadikan edible film. Berdasarkan tabel dan

perhitungan (Lampiran 6) maka dibuat grafik dengan hasil sebagai berikut.

Sampel Kadar Gula Pereduksi (%)

10:0 2,86±1,155

8:2 2,7±0,818

7:3 Tidak Terdeteksi

6:4 Tidak Terdeteksi

5:5 0,16±0,075

Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi pada Edible Film.

Berdasarkan pada tabel 6 dibandingkan dengan hasil analisis gula

pereduksi yang dilakukan sebelum proses pembuatan edible film, kadar gula

pereduksi yang terkandung pada sampel mengalami penurunan secara signifikan.

Kadar gula pereduksi tertinggi dimiliki oleh sampel 10:0 sebesar 2,86±1,155 %,

Page 63: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

48

sementara kadar gula pereduksi terendah dimiliki oleh sampel 7:3 dan 6:4 karena

tidak terdeteksi. Tidak terdeteksinya kadar gula pereduksi menandakan bahwa

kadar gula pereduksi sudah tidak terdeteksi saat pembacaan absorbansi dengan

Spektrofotometer UV-Vis. Terdapat kemungkinan bahwa gula-gula reduksi telah

bereaksi dengan gugus amina dari asam amino yang terkandung pada pati talas

dan kitosan, yang disebut sebagai reaksi pencoklatan (Maillard Reaction) dengan

mekanisme reaksi sebagai berikut.

Gambar 15. Maillard Reaction (Sumber: food-info.net).

Hasil ini dapat dikatakan tidak sesuai dengan pendapat Sutrisno (2014)

yang mengatakan bahwa adanya pemanasan dan pengeringan akan meningkatkan

kadar gula pereduksi pada suatu bahan. Menurut Sutrisno (2014), pemanasan dan

pengeringan akan mengurangi kadar air pada bahan sehingga gula pereduksinya

meningkat. Selain itu kandungan sukrosa mengalami inversi saat pemanasan.

Sukrosa yang merupakan gula non pereduksi, saat mengalami pemanasan bersama

asam, akan terhidrolisis menjadi gula invert yaitu glukosa dan fruktosa.

4.4.4.Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Analisis karakteristik edible film selanjutnya adalah analisis Fourier Transform

Infrared Spectroscopy (FTIR). Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

bagaimana struktur dari edible film berdasarkan komposisi kimia serta melihat

Melanoidin

Page 64: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

49

perbedaan antara edible film tanpa penambahan kitosan dan dengan penambahan

kitosan. Berikut adalah hasil analisis gugus fungsi edible film dengan

menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR).

Gambar 16. Hasil Spektrum FTIR Sampel 10:0.

Gambar 17. Hasil Spektrum FTIR Sampel 5:5

4000.0 3000 2000 1500 1000 450 .0-8.0

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

6063.5

cm-1

%T

pknap

pkn

3955.41

3163.68

2924.66

2154.32

1646.30

1567.23

1431.29 1137.18

935.10

887.58

865.99

758.45641.48

4000.0 3000 2000 1500 1000 450 .0-8.0

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

64.8

cm-1

%T

3366.07 2931.90

2134.63

1639.671558.63

1411.431153.83

1035.90

942.41891.43

871.41

759.71703.05

658.59615.71587.07

C-HO-H

C-H

O-H

Ikatan Glikosidik

Ikatan Glikosidik

N-H

N-H

Page 65: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

50

Analisis gugus fungsi dengan FTIR, dilakukan terhadap dua sampel yaitu

sampel 10:0 dan sampel 5:5. Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah muncul

gugus baru dalam edible film campuran pati talas-kitosan dengan edible film

murni pati talas. Pada daerah spektrum FTIR sampel 10:0, ikatan O-H

ditunjukkan pada daerah serapan 3163,68 cm-1 dan ikatan C-H ditunjukkan pada

daerah serapan 2924,66 cm-1. Daerah serapan 1567,28 cm-1 menunjukkan gugus

N-H dan daerah serapan 935,10 cm-1 menunjukkan ikatan glikosidik.

Pada sampel 5 : 5, di mana pati talas telah dicampur oleh kitosan, daerah

serapan mulai bergeser ke daerah serapan yang lebih tinggi. Kehadiran kitosan

ditunjukkan pada daerah serapan O-H yang bergeser, dari 3163,68 cm-1 menjadi

3366,07 cm-1. Daerah serapan yang bergeser karena adanya gugus O-H yang

terdapat pada kitosan, sehingga menambah gugus O-H yang berasal pati. Begitu

pula juga daerah serapan C-H yang bergeser dari 2924,66 cm-1 menjadi 2931,50

cm-1 dan gugus N-H bergeser dari 1567,28cm-1 menjadi 1558,63 cm-1. Selain itu,

daerah serapan untuk ikatan glikosidik juga bergeser. Untuk ikatan glikosidik

bergeser menjadi 942,41 cm-1 dengan serapan yang lemah. Melemahnya serapan

untuk ikatan glikosidik disebabkan karena kehadiran asam asetat. Selain menjadi

pelarut untuk melarutkan kitosan, asam asetat juga berperan sebagai katalis yang

dapat memutuskan ikatan ikatan glikosidik pada amilosa dan amilopektin

(Situmorang et. al., 2014). Prediksi ikatan hidrogen dan skema cross-linking yang

terjadi antara amilosa, amilopektin dan kitosan digambarkan pada gambar 18.

Page 66: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

51

(a)

(b)Gambar 18. (a) Prediksi ikatan hidrogen antar molekul pati talas-kitosan

(Setiani, 2013) dan (b) Skema Cross-linking (Smiley danJackson, 2000)

4.4.5.Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) bertujuan untuk melihat

struktur permukaan serta melintang dari edible film dengan membandingkan

perbedaan antara edible film dengan atau tanpa penambahan kitosan. Berikut

adalah hasil analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) pada sampel campuran

pati talas-kitosan 10:0 dan 5:5.

Page 67: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

52

Gambar 19. Penampang permukaan edible film campuran pati talas-kitosan (a)10:0 dan (b) 5:5 dengan perbesaran 5000×.

Dapat dilihat bahwa permukaan edible film pada sampel 10:0 dan 5:5

memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Pada sampel 10:0, terlihat bahwa

komposisi edible film tampak renggang dan tak padat karena tidak ada

penambahan kitosan. Sementara pada sampel 5:5, terlihat bahwa komposisi

edible film jauh lebih padat karena penambahan kitosan. Menurut Setiawan et. al.

(2015), semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambah, maka semakin tinggi

pula tingkat kerapatan partikelnya.

Gambar 20. Penampang melintang edible film campuran pati talas-kitosan (a)10:0 dan (b) 5:5 dengan perbesaran 500×.

Page 68: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

53

Penampang melintang edible film 10:0 memiliki banyak lubang-lubang kecil

yang menunjukkan bahwa komposisi edible film tampak renggang dan tidak

homogen. Sedangkan pada edible film 5:5 memperlihatkan penampang melintang

edible film yang jauh lebih halus dengan jumlah lubang yang jauh lebih sedikit

dari edible film 10:0. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antara

kitosan dan pati talas yang membuat pori membran semakin berkurang, sehingga

permukaan melintang edible film terlihat jauh lebih halus. Hasil analisis SEM

pada edible film ini menunjukkan bahwa penambahan mampu mempengaruhi

komposisi struktur permukaan edible film menjadi jauh lebih baik.

Page 69: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

54

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Berdasarkan hasil penelitian, pati talas memiliki sifat fisikokimia yaitu

memiliki kadar air sebesar 10±0,707%, kadar gula pereduksi sebesar

23,125±0,375%, kadar amilosa sebesar 14,5% dan amilopektin sebesar

6,313%. Berdasarkan analisis amilografi, pati talas memiliki kemampuan

stabilitas yang baik pada pemanasan.

2. Penambahan kitosan mampu memengaruhi karakteristik dan kualitas pati

talas sebagai edible film. Semakin besar penambahan kitosan, semakin baik

pula kualitas edible film yang dihasilkan. Sampel edible film terbaik

berdasarkan analisis ketebalan, analisis daya serap air dan analisis SEM

adalah sampel 5 : 5.

3. Formulasi penambahan kitosan yang menghasilkan kualitas edible film

terbaik adalah penambahan 50% berat kitosan dari berat pati talas.

5.2. Saran

Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan pengujian lanjutan sifat fisik

edible film yang dihasilkan melalui uji kelenturan, kuat tarik, kecepatan degradasi

dan daya simpan terhadap cemaran mikroba jika edible film ini diaplikasikan

terhadap makanan sehingga diperoleh kualitas edible film yang lebih baik dan

berpotensi sebagai kemasan ramah lingkungan dimasa mendatang.

Page 70: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

55

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of AnalyticalChemist. Washington, DC.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto.1989. Petunjuk Laboratorium : Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi.Bogor: IPB.

ASTM. 1991. Annual book of ASTM standards Volume ke-8. Philadelphia:American Society for Testing and Material.

Aufari, M. Afif, Sia Robianto, dan Renita Manurung. 2013. Pemurnian CrudeGlycerine Melalui Bleaching dengan Menggunakan Karbon Aktif. JurnalTeknik Kimia, Vol. 02(1).

Baharudin. 2007. Morfologi dan Properti Campuran Karet Alam/PP yangDivulkanisasi Dinamik dalam Internal Mixer. Jurnal Institut TeknologiSepuluh November. Vol:11.

Basuki, Karty Enny, Jariyah, dan Dhenok Dwi Hartanti. 2014. KarakteristikEdible Film dari Pati Ubi Jalar dan Gliserol. Rekapangan Vol.8(2): 128-135.

Billmeyer, F.W.Jr. 1971. Text Book of Polimer Science. New York: JohnWilley and SonsInc.

Brautlecht, C. A. 1993. Starch, Its Sources production and Uses. Book DivisionReinhold Publishing Corporation, New York.

Bremner, T. dan A. Rudin. 1993. Peroxide Modification of Linear-Low DensityPolyethylene : A Comparison of Dialkyl Peroxide. J Appl Polym Sci.Vol. 49:795-798.

Christianty, M. U. 2009. Produksi Biodegradable Plastic Melalui PencampuranPati Sagu Termoplastis dan Compatibilized Linier Low DensityPolyethylene. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Corradini E, A.J.F Carvalho, A.A.D Curvelo, L.H.C Mattoso. 2007. Preparationand Characterization of Thermoplastic Starch/Zein Blends. Mat Res 10(3).

Damayanti, D. 2003. Teknologi Proses Pembuatan dan KarakterisasiBiodegradable Plastik dari Bahan Campuran Polipropilen dan Tapioka.Skripsi. Fateta, IPB, Bogor.

Page 71: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

56

Djasmasari W. 2004. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Perombak fenol dariEkosistem Air Hitam Kalimantan Tengah.http://www.icbb.org/indonesia/penelitian/penelitian04. htm.

Dubois, M., K.A Gilles, J.K Hamilton, P.A. Rebers dan F Smith. 1959.Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substance.J. Anal. Chem 28 (3) : 350-356.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB

Fayt L, P. Hadjiandreou dan P. Teyssie. 1985. Immicible Polymer Blends. JPolym Sci 23:337.

Flieger MM, A. Kantorova, T. Prell, Rezenka dan J. Votruba. 2003.Biodegradable Plastics From Renewable Sources. J Folia Microbiol48(1):22-44.

Gontard N, Guilbert, dan J.L Cuq. 1993. Water and Glicerol as Plasticizer effectMechanical and water Vapor barrier properties of an edible Wheat GlutenFilm. J Food Sci 58 (1): 206-211.

Gudmundsson, M., dan A.C. Eliasson. 1996. Starch: Physicochemical andFunctional Aspects dalam Eliasson A.C., Carbohydrates in Food. NewYork: Marcel Dekker Inc.

Hammer, C.F. 1971. Macromolecules. Polym Blends. 4(69).

Hasbullah. 1985. Pengaruh Jenis Kapang, Kadar Air dan Proses InkubasiLanjutan pada Fermentasi Onggok Tanpa Gelatinisasi Pati. Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian – IPB, Bogor.

Herawan, Dwi Cindy, dan Fransiska Widhi Mahatmani. 2015. Sintesis EdibleFilm dari Pati Kulit Pisang dengan Penambahan Lilin Lebah (Beeswax).Indonesia Journal of Chemistry Science Vol. 4(2):148-151.

Hii, Siew Ling, Joo Shun Tan, Tau Chuan Ling, dan Arbakariya Bin Ariff. 2012.Pullulanase: Role in Starch Hydrolysis and Potential Industrial Applications.Enzyme Research. Vol: 2012: 1-14.

Huang, S. J. dan P. G. Edelman. 1995. An Overview of Biodegradable Polymersand Biodegradation of Polymers. Di dalam G. Scoot dan D. Gilead (eds.).Degradable Polymers : Principles and Applications. Chapter 2. New York:

Chapman and Hall.

Huneault MA dan H. Li. 2007. Morphology and Properties of CompatibilizedPolyactide/Thermoplastic Starch Blends. Polym 48:270-280.

Page 72: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

57

Idemat. 1998. Thermoplastic Starch (TPS).http://www.matbase.com/material/polymers/agrobased/thermoplastic-starchtps/properties.

Ishiaku US, K.W Pang, W.S Lee dan Z.A.M Ishak. 2002. Mechanical Propertiesand Enzymic Degradation of Thermoplastic and Granular SagoStarch Filled Poly (ε caprolactone). Europe Polym J 38:393-401.

Julianti E. dan Nurminah M. 2006. Teknologi Pengemasan.http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-Juliati.pdf.

Kalambur S dan Rizvi SSH. 2006. An Overview of Starch-Based Plastic BlendsFrom Reactive Extrusion. J Plast Film Sheet 22:39-58.

Kemas, U.C, E.I. Nep, A.A. Agbowuro, dan N.A. Ochekpe. 2012. Effect ofChemical Modification on The Proximate Composition of PlectranthusEsculentus Starch and Characterization Using FTIR Spectroscopy. WorldJournal of Pharmaceutical Research. Vol. 1(5): 1234-1249.

Kirk, R.E. dan D.F. Othmer. 1996. Encyclopedia of Chemical Technology, 4th

edition vol 19. John Willey and Sons Inc, New York.

Koswara, S. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian Bagian I: PengolahanUmbi Talas. Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology(SEAFAST) Centre Research and Community Service Institution BogorAgriculture University. http://seafast.ipb.ac.id

Krisna, D. 2011. Pengaruh Regelatinisasi dan Modifikasi Hidrotermal TerhadapSifat Fisik pada Pembuatan Edible Film dari Pati Kacang Merah (Vignaangularis Sp.). Thesis. Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro.Semarang.

Latief, R. 2001. Teknologi kemasan Plastik Biodegradabel.http://www.hayati_ipb.com/users/rudyct/individu 2001/rindam_latief.htm

Mehta AK, dan D. Jain. 2007. Polymer Blends and Alloys Part-I Compatibilizer-aGeneral Survey. www.plusspolymers.com. \

Miller, G.L. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagen for Determination ifReducing Sugar. J. Anal. Chem. 31 (3).

Nikazar M, B. Safari, Bonakdarpour dan Z. Milani. 2005. Improving theBiodegradability and Mechanical Strength of Corn Starch-LDPE BlendsThrough Formulation Modification. Iranian Polym J. 14(12): 1050-1057.

Page 73: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

58

Nolan-ITU. 2002. Environment Australia : Biodegradable Plastics - Developmentand Environment Impact. Melbourne : Nolan-ITU Pty Ltd.

Nugroho, A.A, Basito, dan R.B Kantri. Kajian Pembuatan Edible Film Tapiokadengan Pengaruh Penambahan Pektin Beberapa Jenis Kulit Pisang TerhadapKarakteristik Fisik dan Mekanik. Jurnal Teknosains Pangan Vol. 2(1):73-79.

Amin, Nur Azizah. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi Terhadap Sifat FisikokimiaPati Tapioka Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Pertanian UniversitasHasanuddin Makassar.

Ong D. A. H. T. dan Charoenkongthum K. 2002. Termal Properties and MoistureAbsorption of LDPE/Banana Starch Bio-Composite Films. J. Metals, Mat.& Min. Vol. 12 (1): 1-10.

Park HM, S.R Lee, S.R Chowdhury, T.K Kang, H.K Kim, S.H Park dan C.S Ha.2002. Tensile Properties, Morphology and Biodegradability of BlendsStarch with Various Thermoplastics. J Appl Polym Sci (86) : 2907 – 2915.

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Second Edition.Academic Press, Inc. New York, USA.

Pranamuda, H. 2001. Pengembangan Plastik Biodegradable Berbahan Baku PatiTropis. http://www.std.ryu.titech.ac.jp/~Indonesia/zoa/paper/pf/makalahhardaning pdf.

Rahardjo, Budi, Warkoyo, Djagal Wiseso Marseno, dan Joko Nugroho WahyuKaryadi. 2014. Sifat Fisik, Mekanik, dan Barrier Edible Film Berbasis PatiUmbi Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) yang Diinkorporasi denganKalium Sorbat. Agritech Vol. 34(1): 72-81

Rohaeti E, N.M Surdia, C.Y Radiman, E. Ratnaningsih. 2002. Sintesis Poliuretandari Amilosa-Peg400-Mdi dan Biodegradasinya MenggunakanPseudomonas aeruginosa http:// pkukmweb. Ukm.my /~kimia/ukmitb2002/abstrakitb/eli_abs.htm.

Sailaja RRN. dan M. Chanda. 2001. Use of Maleic Anhydride-GraftedPolyethylene as Compatibilizer for HDPE-Tapioca Starch Blends : Effecton MechanicalProperties. J Appl Polym Sci Vol. 80(6): 863-872.

Sakai, W.S dan Hanson, M,. Mature Raphid and Raphid idioblast structure inplants of the edible aroid genera Colocasia, Alocasia and Xanthosoma,Ann. p. 38-739.

Sari, Ratna Paramitha, Septia Tri Wulandari, dan Dyah Hesti Wardani. 2013.Pengaruh Penambahan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap

Page 74: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

59

Karakteristik Edible Film Pati Ganyong (Canna edulis kerr.). JurnalTeknologi Kimia dan Industri. Vol. 2(3): 82-87.

Sathe, S. K. dan Salunkhe. 1981. Isolation, Partial Characteristic and Modificationof The Great Northern Bean (Phaseolus vulgaris) Starch. J. Food Sci. Vol.46 (2) : 617 – 621.

Satiawiharja, B. 1982. Production of Fungal Pectinase by Solid StateFermentation Using Tapioca Waste. UN/FAO International FoodTechnology Training Center, Central Food Technologycal ReserchInstitute, India.

Saunders, Jessica, David B. Levin, and Martha Izydorczyk. 2011. Limiations andChallenge for Wheat-Based Bioethanol Production. Canada: University ofManitoba.

Schnabel, W. 1981. Polymer Degradation, Principles and Particle Application.New York: MacMillan Publ.Co., Inc.

Shujun W, Y Jiugao, Y. Jinglin. 2005. Preparation and Characterization ofCompatible Thermoplastic Starch/Polyethylene. Polym Degrad Stab47(2): 165-173.

Sidney, L. dan J. Dubois. 1977. Plastic Product Design Engineering, Hand Book,Van Nostrand Reinhold Company, America.

Situmorang, Harrison, dan H. Hendra S. Ginting. 2014. Kajian Awal PembuatanFilm Plastik (Bahan Plastik Pengemas) dari Pati Batang Ubi Kayu. JurnalTeknik Kimia USU. Vol. 3(1):27-31.

SNI. 1992. Standar Nasional Indonesia 01-2891 : Analisis Kadar Air dan KadarAbu. Departemen Perindustrian, Jakarta.

Spink, W.P. dan W.F. Waychoff. 1958. Plasticizers. Di dalam Modern PlasticEncyclopedia Issue. 1958. New York: Hildrent Press, Inc.

Stevens MP. 2007. Polymer Chemistry. Iis Sopyan, penerjemah. Jakarta: PTPradnya Paramita.

Surdia T dan S. Saito. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta : PT. PradnyaParamita.

Suarni, I.U. Firmansyah, dan M. Aqil. 2013. Keragaman Mutu Pati BeberapaVarietas Jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol: 32(1).

Page 75: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

60

Suryani, N.I. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Selulosa Diasetat dari Serat BatangPisang Raja Bulu (Musa paradisiaca var Sapientum). Skripsi. DepartemenKimia Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga.

Sutrisno, C.D.N. 2014. Pengaruh Penambahan Jenis dan Konsentrasi Pasta(Santan dan Kacang) Terhadap Kualitas Produk Gula Merah. Jurnal Pangandan Argoindustri. Vol. 2(1): 97-105.

Teixeira, E.M., AL De Roza, A.J.F Carvalho dan A.A.S Curvelo. 2001.Comparative Study of Thermoplastic Starches Obtained fromIndustrialized Cassava Starch, Native Cassava and CassavaBagasse. Carbohydr Polym 45(3):189-194.

Teixeira, E.deM., D. Pasquini, A.A.S. Curvelo, E. Corradini, M.N. Belgacem, danDufresne. 2009. Cassava Bagasse Cellulose NanofibrilsReinforcedThermoplastic Cassava Starch. Carbohyd Polym 78(3):422-431.

Theresia, V. 2003. Aplikasi dan Karakterisasi Sifat Fisik-Mekanik PlastikBiodegradable dari Campuran LLDPE dan Tapioka. Skripsi. Fateta, IPB,Bogor.

Thomas DJ, W.A Atwell. 1999. Starches. Minnesota: The American Associationof Cereal Chemist Inc.

Tjiptadi, W. 1985. Telaah Kualitas dan Kuantitas Limbah Industri Tapioka SertaCara Pengendaliannya di Daerah Bogor dan Sekitarnya. Disertasi. FakultasPasca Sarjana Teknologi Industri Pertanian, IPB, Bogor.

Winarno, F.G, K. Tsujimura,S.L.J Betty, Machfud dan E.G. Said. 1979. StudiUbi Kayu di Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Bogor: IPB

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wirakartakusumah, M.A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and WaterAbsorption in Rice. PhD Disertation. Madison: University of Wisconsin.

Wisadjodarmo, Lies.A., Sri M., dan S. Illah. 2013. Pembuatan dan KarakterisasiPlastik Biodegradable dari Campuran Polipropilena dan Pati Tapioka.Pusat Penerapan dan Pengkajian Teknologi Material BPPT. Hal. 3.

Yulianti, Rahmi, dan Erliana Ginting. 2012. Perbedaan Karakteristik Fisik EdibleFilm dari Umbi-Umbian dengan Penambahan Plasticizer. PenelitianPertanian Tanaman Pangan Vol. 31(2): 131-136.

Page 76: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

61

Zhang QX, Z.Z Yu, X.L Xie, K. Naito dan Y. Kagawa. 2007. Preparation andCrystalline Morphologi of Biodegradable Starch/ClayNanocomposites. Polym 48(24);7193-7200.

Page 77: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

62

(Lampiran 1)

Gambar Keterangan

Perendaman talas yang sudah

dikupas dengan air garam untuk

menghilangkan kalsium oksalat

(CaC2O4).

Talas yang sudah diparut untuk

memperkecil luas permukaan

sebelum proses ekstraksi.

Proses ekstrasi pati talas dengan air.

Hasil pengendapan pati talas selama

24 jam.

Page 78: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

63

Endapan pati talas yang sudah

dipisah dari air.

Hasil pati talas yang sudah

dikeringkan menggunakan oven

dengan suhu 50oC selama 12 jam.

Hasil berupa bubuk berwarna coklat.

Page 79: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

64

(Lampiran 2)

Tabel 7. Hasil Analisis Kadar Air dengan Menggunakan Metode Oven.

No.Campuran Pati

Talas - Kitosan

Berat

Cawan

Kosong

(Gram)

Berat Pati

(Gram)

Berat Akhir

(Gram)

Kadar Air

(%)

1. 10 : 024,25

125,14

10±1,41422,19 23,10

2. 8 : 218,04

118,97

6,5±0,70716,72 17,66

3. 7 : 320,60

121,51

8±1,41421,29 22,22

4. 6 : 413,98

114,88

10,5±0,70716,43 17,32

5. 5 : 512,70

113,60

9±1,41415,02 15,94

Kadar air sampel dihitung dengan rumus:% Kadar Air = (Berat Cawan + Berat Sampel) − Berat AkhirBerat Sampel × 100%Contoh perhitungan:

1. 10 : 0 (a)% Kadar Air = (24,25 + 1)gram − 25,14 gram1 gram × 100%= 11%2. 10 : 0 (b)% Kadar Air = (22,19 + 1)gram − 23,10 gram1 gram × 100%= 9 %

Rata-rata: 10 %Standar Deviasi: ± 1,414

Page 80: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

65

(Lampiran 3)

Tabel 8. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi dengan Metode Nelson-Somogyi.

Sampel Absorbansi Konsentrasi(ppm)

Kadar GulaPereduksi

(%)

Kadar Pati Total(%)

10 : 0 0,888 22,86 23,125±0,375 20,813±0,3370,909 23,39

8 : 2 0,673 17,41 17,045±0,516 15,341±0,4640,644 16,68

7 : 3 0,739 19,08 19,335±0,36 17,402±0,3240,759 19,59

6 : 4 0,584 15,16 13,79±1,937 12,411±1,7440,476 12,42

5 : 5 0,223 6,02 5,97±0,07 5,373±0,0640,219 5,92

Contoh Perhitungan

1. 10 : 0 (a)0,888 = 0,0395 − 0,01480,9028 = 0,0395= 22,86 ppm

y = 0,039x - 0,014R² = 0,998

-0,5

0

0,5

1

1,5

2

0 10 20 30 40 50

Abso

rban

si

Konsentrasi (ppm)

Kurva Standar Glukosa

Linear ()

Page 81: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

66

2. 10 : 0 (b)0,909 = 0,0395 − 0,01480,9238 = 0,0395= 23,39 ppmRata-rata Konsentrasi: 23,125 ppm

Kadar gula pereduksi (%):23,1251 = 23125 ⋰ 10100 ⋰ 10 × 100%= , %Standar Deviasi: ±0,375

Kadar pati total = Kadar Gula Pereduksi × 0,9= 23,125 % × 0,9 = , %Standar Deviasi: ±0,337

Page 82: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

67

(Lampiran 4)

Gambar Sifat Fisik

Sampel 10 : 0

- Berwarna coklat- Rapuh- Tidak elastis- Mudah robek

Sampel 8 : 2

- Berwarna coklat- Rapuh- Tidak elastis- Mudah robek

Sampel 7 : 3

- Berwarna coklat- Tidak rapuh- Agak elastis- Tidak mudah robek

Page 83: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

68

Sampel 6 : 4

- Berwarna coklat- Tidak Rapuh- Elastis- Tidak mudah robek

Sampel 5 : 5

- Berwarna coklat- Tidak rapuh- Lebih elastis- Tidak mudah robek

Page 84: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

69

(Lampiran 5)

Tabel 9. Hasil Uji Daya Serap Air pada Edible Film Pati Talas – Kitosan.

Sampel Berat Awal(gram)

Berat Akhir(gram)

Daya Serap Air(%)

10 : 0 0,05 0,08 70±14,142%0,05 0,09

8 : 2 0,05 0,10 87,5±8,839%0,08 0,14

7 : 3 0,07 0,10 46,45±5,02%0,06 0,09

6 : 4 0,05 0,08 50±7,071%0,05 0,07

5 : 5 0,06 0,12 100±0 %0,05 0,10

Daya Serap Air dihitung dengan menggunakan rumus:(%) = − × 100%Dengan : W = berat edible film basah

W0 = berat edible film keringContoh Perhitungan

1. 10 : 0 (a)(%) = 0,08 − 0,050,05 × 100%= 60%

2. 10 : 0 (b)

(%) = 0,09 − 0,050,05 × 100%= 80%

Rata-rata: 70%Standar Deviasi: ±14,142

Page 85: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

70

(Lampiran 6)

Tabel 10. Hasil Analisis Kadar Gula Pereduksi pada Edible Film.

Sampel Absorbansi Konsentrasi(ppm)

Kadar Gula Pereduksi(%)

10 : 00,063 1,171

2,86±1,1550,153 3,740,151 3,68

8 : 20,095 2,08

2,7±0,8180,149 3,630,106 2,4

7 : 3 Tidak Terdeteksi

6 : 4 Tidak Terdeteksi

5 : 50,025 0,08

0,16±0,0750,030 0,230,028 0,12

y = 0,035x + 0,022R² = 0,992

00,20,40,60,8

11,21,41,6

0 10 20 30 40 50

Abso

rban

si

Konsentrasi (ppm)

Kurva Standar Glukosa

Linear ()

Page 86: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

71

Contoh Perhitungan

1. 10 : 0 (a)0,063 = 0,035 − 0,0220,041 = 0,0395= 1,171 ppm2. 10 : 0 (b)0,153 = 0,035 − 0,0220,131 = 0,035= 3,74 ppm3. 10 : 0 (c)0,151 = 0,035 − 0,0220,129 = 0,035= 3,68 ppm

Rata-rata Konsentrasi: 2,86 ppm

Kadar gula pereduksi (%):2,861 = 286 ⋰ 10100 ⋰ 10 × 100%= , %Standar Deviasi: ±1,155

Page 87: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

72

(Lampiran 7)

72

(Lampiran 7)

72

(Lampiran 7)

Page 88: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

737373

Page 89: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

747474

Page 90: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

757575

Page 91: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

767676

Page 92: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

777777

Page 93: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

787878

Page 94: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

79

(Lampiran 8)

Page 95: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

80

Page 96: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

81

(Lampiran 9)

Page 97: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

82

Page 98: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

83

Page 99: KARAKTERISTIK DAN KUALITAS EDIBLE FILM PATI TALAS

84