Karakteristik Reservoir

Embed Size (px)

DESCRIPTION

menjelaskan tentang karakteristik-karakteristik yang ada di reservoir minyak dan gas

Citation preview

DAFTAR ISI

4

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR2.1. Karakteristik Batuan Reservoir

Pembahasan tentang karakteristik batuan reservoir pada sub bab ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu karakteristik batuan reservoir dipandang dari segi komposisi kimia dan sifat fisik batuannya.2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir

Pada umumnya batuan reservoir minyak bumi berasal dari batuan sedimen, dimana komposisi kimianya tergantung dari mana batuan itu berasal dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi setelah batuan itu diendapkan. Untuk mengetahui komposisi kimia suatu batuan reservoir sangat penting, karena jenis-jenis atom penyusun batuan reservoir akan menentukan sifat-sifat fisik batuan reservoir tersebut.2.1.1.1. Komposisi Kimia Batupasir

Batupasir merupakan batuan reservoir yang paling umum dijumpai, namun antara batupasir pada daerah yang satu dengan daerah yang lainnya berbeda kandungan komposisi kimia batuannya.

Mineral yang paling dominan pada batuan ini adalah kwarsa atau SiO2, feldspar (KNaCa(AlSi3O8)) yang merupakan mineral stabil serta beberapa mineral lainnya. Berdasarkan jumlah kandungan mineral kwarsanya batu pasir dibagi menjadi tiga, yaitu :A. Batupasir Kwarsa (Quartzose)

Batupasir ini terbentuk dari mineral kwarsa yang dominan dan beberapa mineral yang stabil seperti pyrite (FeS2), dolomite (CaMg(CO3)2) dan mineral pengikat (semen) adalah karbonat dan silika. Tabel 2.1.

Komposisi kimia Orthoquartzite (%) 2)(Pettijohn, E.J., 1957)

Tabel 2.1. menunjukkan komposisi kimia quartzite dengan unsur silika yang tinggi yaitu 61,70% sampai 99,58% disertai unsur lainnya dalam jumlah yang kecil, seperti : TiO2, Al2O3, Fe2O, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O-, dan CO.

B. Batupasir graywacke

Batupasir ini terbentuk dari mineral-mineral kwarsa, clay, micaflace (KAl2(OH)2AlSi3O10), karbonat (CaCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku, feldspar dan mineral-mineral lainnya. Sebagai indikator adanya, mineral illite, dimana berasal dari mineral clay ( kaolin dan monmorillonite) yang mengalami diagnesis di lingkungan marine. Seperti yang terlihat pada Tabel 2.2.Tabel 2.2.

Komposisi Mineral Graywacke (%) 2)(Pettijohn, E.J., 1957)

Komposisi kimia dari batupasir graywacke terlihat pada Tabel 2.3. dengan unsur silika yang paling dominan ( tetapi masih kecil dibanding dengan batupasir quartzite) serta kadar alumine (Al2O3) yang cukup tinggi.

Tabel 2.3.

Komposisi Kimia Graywacke (%) 2)(Pettijohn, E.J., 1957)

C. Batupasir Arkose

Batupasir ini komposisi mineral utamanya adalah kwarsa (SiO2) dan feldspar (KNaCa(AlSi3O8)). Sedangkan mineral-mineral yang kurang stabil seperti clay (Al4Si4O10(OH)8), biotit (K(MgFe)3(AlSi3O10(OH2)) dan microline (KAlSi3O8), Plagioklas (CaNa)(AlSi)AlSi2O8), terlihat pada Tabel 2.4.Tabel 2.4.

Komposisi Mineral Arkose (%) 2)(Pettijohn, E.J., 1957)

Komposisi kimia batupasir arkose ditunjukkan oleh Tabel 2.5. dengan kandungan silika lebih kecil dibandingkan dengan kedua batupasir diatas yaitu sekitar 69,94% sampai 82,14%, tetapi unsur aluminanya cukup tinggi yaitu 7,57% sampai 13,15%.Tabel 2.5.

Komposisi Kimia Arkose (%) 2)(Pettijohn, E.J., 1957)

2.1.1.2. Komposisi Kimia Batuan Karbonat

Batuan karbonat disusun oleh lebih dari 50% mineral karbonat diantaranya terdiri dari mineral calsite (CaCO3) dan aragonite (CaCO3) dengan sedikit campuran partikel-partikel clay. Bentuk yang sering dijumpai adalah dolomite (CaMg(CO3)2) dan limestone (CaCO3),yang sukar dibedakan dengan mata biasa. Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan perbandingan CaO/MgO seperti pada Tabel 2.6 dan 2.7, menunjukkan perbedaan kandungan mineral dolomite, calcite dan magnesite.

Tabel 2.6.

Komposisi Kimia Limestone (%) 2)(Pettijohn, E.J., 1957)

Tabel 2.7.

Komposisi Kimia Dolomite (%) 2)(Pettijohn, E.J., 1957)

Fraksi pada limestone disusun oleh terutama oleh mineral calcite, sehingga kandungan CaO dan Co2 yang sangat tinggi bahkan mencapai lebih dari 95%. Unsur lain yang penting adalah MgO dalam jumlah lebih dari 1% sampai 5%, kemungkinan mengandung mineral dolomite yang meliputi ankerite (Ca(Fe,Mg)(CO3)2), dan kutnahorite (CaMn(CO3)2). Pada dolomite fraksi disusun terutama oleh mineral-mineral dolomite sehingga kandungan MgO cukup tinggi.2.1.1.3. Komposisi Kimia Batuan Shale

Kandungan mineral dari batuan shale ini rata-rata terdiri dari kurang lebih 58% silicon dioxide (SiO2),15% aluminium oxide (Al2O3), 6% iron oxide (Fe2O3), 2% magnesium, 2% magnesium oxide (MgO), 3% calcium oxide (CaO), 3% potassium oxide (K2O), 1% sodiumoxide (Na2O), 5% air (H2O) dan sisanya adalah metal oxide serta onion.

Komposisi kimia shale bervariasi sesuai dengan ukuran butir, fraksi yang kasar (coarse) yang banyak mengandung silika dan untuk halus mengandung aluminium besi, potash dan air. Batuan shale umumnya mengandung quartz silt diatas 60%. Kelebihan silika tersebut terdapat dalam bentuk kristal yang lebih baik pada quartz, chalcedony atau opal.

Jika shale banyak mengandung besi maka akan terbentuk pyrite (FeS2) atau siderite (FeCO3). Potash biasanya selalu lebih banyak terdapat dibanding soda dan dapat menghasilkan illite. Pada Tabel 2.8 diperlihatkan komposisi kimia rata-rata shale.Tabel 2.8.Komposisi Kimia Rata Rata Shale (%) 2)(Pettijohn, E.J., 1957)

2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir

Pada saat proses akumulasi hidrokarbon berlangsung batuan reservoir berfungsi sebagai media aliran, wadah dimana hidrokarbon terakumulasi dan terdistribusi. Sifat penting dari batuan reservoir dan hubungannya dengan fluida reservoir yang mengisinya dalam kondisi statis dan jika ada aliran disebut petrophysics. Pada umumnya data tentang karakteristik batuan dan fluida reservoir diperoleh dari penilaian formasi.2.1.2.1. Porositas

Dalam teknik reservoir ruang pori-pori batuan umumnya dinyatakan sebagai porositas batuan, yang diberi notasi dan didefinisikan sebagai fraksi atau prosen dari volume ruang pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume).

Secara matematis porositas batuan dapat dinyatakan sebagai :

= = .........................................................................(2-1)

dimana :

Vb = volume batuan total (bulk volume)

Vs = volume padatan batuan total (grain volume)

Vp = volume ruang pori-pori batuan Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Porositas absolut adalah perbandingan antara volume pori-pori total terhadap volume batuan total yang dinyatakan dalam persen.

= x 100% .................................................(2-2)

2. Porositas effectife adalah perbandingan antara volume pori-pori yang berhubungan terhadap volume batuan total (volume bulk) yang dinyatakan dalam persen.

= x 100% ................................(2-3)Untuk perhitungan digunakan porositas efektif karena dianggap sebagai fraksi volume yang produktif.

Disamping itu menurut waktu dan cara terjadinya maka porositas dapat juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Porositas primer adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen diendapkan. Jenis batuan sedimen yang mempunyai porositas primer adalah batuan konglomerat, batupasir dan karbonat.

2. Porositas sekunder adalah porositas batuan yang terbentuk setelah batuan sedimen diendapkan.

Porositas sekunder dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :a. Porositas larutan, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses pelarutan batuan.b. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban seperti lipatan,sesar atau patahan.Porositas jenis ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara kualitatif karena bentuknya tidak teratur.

c. Dolomitisasi, dalam proses ini batuan gamping (CaCO3) ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia :

2CaCO3 + MgCl2 --------- CaMg(CO3)2 + CaCl2.Menurut para ahli batuan gamping yang terdolomitisasi mempunyai porositas yang lebih besar dari batuan gampingnya sendiri.Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai porositas adalah :1. Ukuran dan Bentuk Butir

Ukuran butir tidak mempengaruhi porositas total dari seluruh batuan, tetapi mempengaruhi besar kecilnya pori-pori antar butir. Sedangkan bentuk butir didasarkan pada bentuk penyudutan (ketajaman) dari pinggir butir. Sebagai standar dipakai bentuk bola, jika bentuk butiran mendekati bola maka porositas batuan akan lebih meningkat dibandingkan bentuk yang menyudut.

2. Distribusi dan Penyusunan Butiran

Distribusi disini adalah penyebaran dari berbagai macam besar butir yang tergantung pada proses sedimentasi dari batuannya. Umumnya jika batuan tersebut diendapkan oleh arus kuat maka besar butir akan sama besar. Sedangkan susunan adalah pengaturan butir saat batuan diendapkan.

3. Derajat Sementasi dan Kompaksi

Kompaksi batuan akan menyebabkan makin mengecilnya pori batuan akibat adanya penekanan susunan batuan menjadi rapat. Sedangkan sementasi pada batuan akan menutup pori-pori batuan tersebut. Derajat KebasahanSifat kebasahan batuan reservoir terhadap fluidanya merupakan hasil kombinasi dari sifat-sifat batuan reservoir dan fluidanya. Berdasarkan konsep tegangan permukaan, apabila ada dua fluida yang berada bersama-sama didalam pori-pori batuan reservoir maka salah satu fluida tersebut akan bersifat lebih membasahi batuan tersebut daripada fluida satunya.

Hal ini disebabkan adanya gaya adhesi, yaitu gaya tarik menarik dari partikel-partikel yang berlainan. Ada dua macam tegangan permukaan yaitu interfacial tension yang berarti gaya (dyne) yang bekerja pada suatu permukaan batas kontak fasa cair dengan padatan, tegak lurus dengan permukaan yang panjangnya 1 cm. Dan yang kedua adalah surface tension yang artinya sama dengan interfacial tension bedanya pada batas kontak fasa cair dan udara. Terlihat pada Gambar 2.1. adanya kesetimbangan gaya pada permukaan air-minyak-padatan (solid), sifat fluida untuk membasahi (wetting fluid) dapat dilihat dari besarnya sudut kontak yang terbentuk.

Gambar 2.1.Kesetimbangan Gaya pada Permukaan Kontak minyak-air-padatan(Amyx, J. W., 1960) 1)Untuk sistem minyak-air-padatan gaya adhesi yang menyebabkan fasa cair membasahi padatan yaitu sebesar :

T = so - sw = wo x Cos wo ..(2-4)dimana :

T = Gaya adhesi sistem minyak-air-padatan

so = Tegangan permukaan antara padatan-minyak

sw = Tegangan permukaan antara padatan-air

wo = Tegangan permukaan antara air-minyak

wo = Sudut kontak antara air-minyak

Untuk gaya adhesi yang positif menunjukkan bahwa fluida yang lebih berat (air) cenderung membasahi permukaan padatan dan apabila gaya adhesinya nol menunjukkan bahwa kedua fasa cair tersebut sebanding kemampuan gabungnya atau affinity terhadap permukaan padatan tersebut.

Gambar 2.2.a) Permukaan sudut kontak untuk media silika

b) Permukaan sudut kontak untuk media kalsit

(Amyx, J. W., 1960) 1)

Besar kecilnya gaya adhesi tergantung dari kemampuan pembasah untuk melekat pada batuan dan penyebarannya pada permukaan batuan. Sehingga gaya adhesi yang besar atau sudut kontaknya kecil maka fluida yang lebih berat (air) akan cenderung untuk membasahi padatan.

Untuk sudut kontak yang lebih besar dari 900, maka untuk fluida yang lebih berat akan bersifat tidak membasahi (non wetting phasa). Sedangkan untuk sudut kontak yang kurang dari 900 bersifat membasahi. Sudut kontak juga tergantung dari variasi mineralnya dan komposisi fluida reservoirnya. Pada Gambar 2.2., dimana air bersama-sama dengan bermacam-macam hidrokarbon pada media yang berbeda-beda.

Akibat dari adanya tegangan permukaan pada fluida reservoir dan batuan reservoir akan menimbulkan gaya kapilaritas didalam pori-pori dan menimbulkan tekanan kapiler.

Tekanan Kapiler

Didalam batuan reservoir, gas, minyak dan air biasanya terdapat bersama-sama dalam pori-pori batuan, yang masing-masing fluida tersebut mempunyai tegangan permukaan yang berbeda-beda.

Dalam sistem hidrokarbon di dalam reservoir, terjadi beberapa tegangan permukaan antara fluida, yaitu antara gas dan cairan, antara dua fasa cairan yang tidak bercampur (immicible) dan juga antara cairan atau gas dengan padatan. Kombinasi dari semua tegangan permukaan yang aktif akan menentukan tekanan kapiler dan kebasahan dari batuan porous.

Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang tidak bercampur (cairan-cairan atau gas-cairan) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka (Amyx, J. W. 1960). Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida non wetting fasa (Pnw) dengan fluida wetting fasa (Pw) atau :

Pc = Pnw - Pwf ...................................................................................(2-5)

Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan permukaan fluida immicible yang cembung (convec). Di dalam reservoir air biasanya sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak dan gas tidak membasahi (non wetting fasa).

Tekanan kapiler mempunyai dua pengaruh yang penting dalam reservoir minyak atau gas, yaitu :a. Mengontrol distribusi fluida di dalam reservoir b. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau

mengalir melalui pori-pori reservoir sampai mencapai batuan yang impermeable.

Tekanan kapiler di dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut :

Pc = = g h .................................................................(2-6)dimana :

Pc = tekanan kapiler

= tegangan permukaan antara dua fluida

= perbedaan densitas dua fluida

g = percepatan gravitasi

= sudut kontak permukaan antara dua fluida

r = jari-jari lengkung pori-pori

h = selisih ketinggian permukaan kedua fluida

Gambar 2.3.Kurva Tekanan Kapiler

(Pirson, S. J., 1958) 3)

Dari persamaan 2-6 dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (water oil contact), sehingga data tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (Sw) seperti terlihat pada Gambar 2.3. Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.Pada Persamaan 2-6 ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa dalam reservoir gas yang terdapat kontak gas air, perbedaan densitas fluidanya bertambah besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum.

Demikian juga untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak minyak air akan mempunyai zona transisi yang panjang. Konsep ini ditunjukkan dalam Gambar 2.3. Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran permeabilitas. Batuan reservoir dengan permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan ketebalan zona transisi yang tipis daripada reservoir dengan permeabilitas yang rendah seperti terlihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4

Variasi Pc terhadap Sw

a. Untuk sistem batuan yang sama dengan fluida yang berbeda.

b. Untuk sistem fluida yang sama dengan batuan yang berbeda.

(Cole, F.W., 1969) 4)Sedangkan Gambar 2.5 menunjukkan kontak air-minyak yang miring karena adanya perubahan permeabilitas batuan disepanjang penampang reservoir.

Gambar 2.5.

Batas minyak-air yang miring karena adanya perubahan permeabilitas

(Cole, F.W., 1969) 4) Saturasi

Ruang pori-pori yang ada di dalam batuan reservoir dapat diisi oleh gas, minyak dan air atau campuran dari ketiganya.

Saturasi (S) fluida didefinisikan sebagai perbandingan volume masing-masing fluida yang mengisi volume pori-pori batuan terhadap volume pori-pori secara total. Rumus saturasi fluida dinyatakan sebagai berikut :

a. Saturasi minyak (So) dinyatakan sebagai :

So = ..(2-7)

b. Saturasi air (Sw) dinyatakan sebagai :

Sw = ..(2-8)c. Saturasi gas (Sg) dinyatakan sebagai :

Sg = ..............(2-9)Bila pori-pori batuan diisi oleh gas, minyak dan air maka berlaku hubungan :

Sg + So + Sw = 1 ..............................................................................(2-10)

Apabila diisi oleh minyak dan air saja maka :

So + Sw = 1 ..(2-11)

Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi fluida adalah :

1. Pada batuan yang mudah dibasahi oleh air atau water wet, harga saturasi air cenderung tinggi pada porositas yang lebih kecil.

2. Akibat adanya perbedaan berat jenis gas, minyak dan air maka umumnya saturasi gas akan tinggi pada bagian atas dari jebakan (perangkap) reservoir, begitu juga untuk saturasi air akan tinggi pada bagian bawah dari jebakan atau perangkap reservoir dengan combination drive (Gambar 2.6).

Gambar 2.6

Distribusi saturasi mula-mula dalam combination drive reservoir

(Amyx,J.W., 1960) 1)3. Produksi berlangsung karena adanya perubahan distribusi fluida. Jika minyak diproduksikan maka tempatnya di dalam reservoir akan digantikan oleh air atau gas bebas.

4. Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika contoh volume batuan adalah V dan ruang pori-pori adalah x V maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah :

So.V. + Sg.V. = (1 - Sw)V. ...................................................(2-12)

dimana :

So = saturasi minyak

Sg = saturasi gas

Sw = saturasi gas

Dalam proses produksi selalu ada sejumlah minyak dan gas yang tidak dapat diambil dengan teknik produksi yang paling maju yang dikenal dengan istilah residual oil saturation (Sor) atau critical oil saturation (Soc), sedangkan untuk gas dikenal dengan Sgr atau Sgc.

Air yang selalu terdapat di dalam ruang pori-pori batuan pada reservoir minyak dan gas di atas zona transisi disebut dengan air connate. Dalam proses produksi air tersisa disebut Swr atau Swc atau Swir.

Permeabilitas

Permeabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida melalui pori-pori batuan yang saling berhubungan, dan dinotasikan k dalam satuan darcy atau milidarcy. Dalam kondisi alamiah ada persesuaian antara kenaikan porositas effektif dengan naiknya permeabilitas batuan. Tetapi hubungan ini tidak dapat dinyatakan dalam persamaan matematis. Gambar 2.7. menunjukkan hubungan antara porositas dan permeabilitas, dimana dengan bertambahnya harga porositas maka harga permeabilitas juga akan naik.

Gambar 2.7.

Hubungan antara permeabilitas dan porositas

(Pirson,S.J., 1958) 3)

Perhitungan untuk menentukan permeabilitas suatu batuan umumnya memakai persamaan darcy yang diberikan dalam hubungan empiris dalam bentuk differensial, yaitu :

V = .............................................................................(2-13)atau

= -k ............................................................................(2-14)

dimana :

V = kecepatan aliran, cm/sec

= viscositas fluida yang mengalir, cp

k = permeabilitas batuan, darcy

dp/dl = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm

q = laju alir, cm3/sec

A = luas penampang silinder (Core), cm2Tanda negatif pada Persamaan 2-13 menunjukkan bila ada penambahan tekanan dalam satu arah maka arah aliran akan berlawanan dengan arah dari penambahan tekanan tersebut.Persamaan darcy untuk Persamaan 2-13 di atas tergantung dari jenis aliran dan kondisinya. Beberapa anggapan yang dipakai untuk persamaan tersebut adalah :

aliran linier horizontal dan steady state

fluida satu fasa yang homogen

fluida incompressible

viscositas fluida yang mengalir konstan

kondisi aliran isothermal

Dalam batuan reservoir pada umumnya paling sedikit mengandung dua macam fluida, maka dikenal berbagai macam permeabilitas antara lain : Permeabilitas absolut, yaitu kemampuan batuan untuk mengalirkan satu macam fluida saja dan harganya tidak tergantung pada macam fluida yang mengalir dalam batuan tersebut.

Permeabilitas effektif, yaitu kemampuan batuan untuk mengalirkan lebih dari satu macam fluida, misalnya air dan minyak, air dan gas, gas dan minyak atau ketiga-tiganya. Permeabilitas relative, yaitu perbandingan antara permeabilitas effektif terhadap permeabilitas absolute.

Penentuan permeabilitas oleh Darcy pada Gambar 2.8. merupakan percobaan dengan batuan berbentuk silinder untuk penampang A, panjang L, dimana batupasir silinder ini dijenuhi dengan 100% cairan dengan viskositas . Kemudian dengan menutupi sekeliling batuan agar fluida tidak mengalir melalui dinding tersebut, serta memberi tekanan masuk sebesar P1 pada ujung sebelah kiri maka terjadi laju aliran sebesar q (volume persatuan waktu), sedangkan P2 adalah tekanan keluar.

Gambar 2.8.

Diagram percobaan permeabilitas

(Nind, T.E.W., 1964) 5)Dari percobaan ini dapat ditunjukkan bahwa q..L/A.(P1-P2) adalah konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Berdasarkan persamaan 2-13 dapat ditentukan besarnya permeabilitas absolut dengan anggapan-anggapan yang dipakai, yaitu :

k = ................................................................(2-15)

Setiap reservoir yang produktif paling sedikit didapatkan dua fasa fluida pada aliran di dalam reservoirnya. Apabila fasa gas dan minyak diproduksikan bersama-sama terdapat tiga fasa pada aliran fluida dalam reservoir tersebut. Rumus-rumus yang berlaku untuk permeabilitas effektif dan permeabilitas relatif pada fluida multi fasa bila aliran linier horizontal, steady statedan incompressible, yaitu sebagai berikut :

ko = ; kg = ; kw = ....................(2-16)Permeabilitas relatif :

kro = ; krg = ; krw = ......................................................(2-17)

dimana :

qo,qg,qw = laju alir minyak, gas, air, cm3/sec

o,g,w = viscositas minyak, gas, air, cp

ko,kg,kw = permeabilitas effektif minyak, gas, air, fraksi

kro, krg, krw = permeabilitas absolut, darcyHubungan permeabilitas effektif dengan saturasi

Untuk sistem air dan minyak hubungan permeabilitas k dan saturasi digambarkan sebagai berikut :Dari Gambar 2.9. yang diperoleh dari percobaan di laboratorium akan memberikan kesimpulan sebagai berikut : Harga ko pada So = 1 dan Sw = 0, akan sama dengan k absolut, demikian jugapada harga kw untuk Sw = 1 dan So = 0 akan sama dengan k absolut. Hal ini ditunjukkan pada titik A dan B.

Gambar 2.9.

Hubungan permeabilitas effektif dan saturasi untuk sistem air dan minyak

(Nind, T.E.W., 1964) 5) Begitu Sw mulai naik dari harga nol, ko akan turun dengan cepat. Begitu juga untuk So yang mulai bertambah dari harga nol harga kw akan turun dengan cepat, atau dapat dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena ko yang kecil, demikian juga untuk air.

ko akan turun terus dengan turunnya harga So dan mencapai harga nol meskipun harga So belum mencapai nol. Pada keadaan ini (titik C) minyak sudah tidak bergerak lagi. Saturasi minimum dimana minyak sudah tidak dapat bergerak lagi disebut dengan critical oil saturation (Soc) atau residual oil saturation (Sor). Demikian juga untuk air, keadaan ini disebut critical water saturation (Swc) atau residual water saturation (Swr). Jumlah harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k absolut, kecuali pada titik A dan B sehingga dapat ditulis sebagai berikut :

ko + kw < k ..(2-18)Sedangkan untuk sistem minyak-gas dan gas-air ditulis sebagai berikut :

ko + kq < k ...(2-19)

kq + kw < k ...(2-20)

Untuk sistem minyak dan gas, hubungan permeabilitas effektif dengan saturasi menunjukkan k tidak turun secara drastis dengan turunnya saturasi dari 100% seperti pada kurva untuk minyak dan air. Sgr atau Sgc lebih kecil dari Soc maupun Swc.

Hubungan permeabilitas relative dengan saturasi

Hubungan permeabilitas relatif dengan saturasi untuk sistem minyak air digambarkan sebagai berikut :

Pengamatan pada Gambar 2.10 yang diperoleh dari laboratorium akan memberikan gambaran sebagai berikut :

Harga kro akan turun dengan cepat jika Sw mulai bertambah dari nol dan harga krw juga akan turun dengan cepat bila Sw mulai turun dari harga satu.

Jika harga kro turun sampai harga nol, harga So tidak turun sampai dengan nol. Berarti pada keadaan seperti ini minyak sudah tidak dapat mengalir karena permeabilitas relatif sudah mencapai harga nol. Pada keadaan ini saturasi minyak yang masih ada disebut Sor atau Soc. Hal yang sama terjadi apabila harga k turun sampai harga nol masih ada saturasi air tersisa yang disebut Swr atau Swc atau Swir. Jumlah harga kro dan krw selalu lebih kecil dari satu, maka dapat ditulis secara matematis sebagai berikut :

kro + krw < 1 ...(2-21)

Gambar 2.10.

Hubungan permeabilitas relatif dengan saturasi untuk sistem minyak dan air(Nind, T.E.W., 1964) 5)Sedangkan untuk sistem minyak-gas dan gas-air memberikan persamaan sebagai berikut :

kro + krg < 1 .......(2-22)

krg +krw < 1 ....(2-23)

Untuk sistem minyak gas, hubungan permeabilitas (k) dengan saturasi seperti digambarkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11.Hubungan permeabilitas relative-saturasi untuk system minyak dan gas

(Nind, T.E.W., 1964) 5)Dari pengamatan gambar tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Harga kro turun dengan cepat apabila Sg mulai naik dari harga nol, sebaliknya kecil sekali pengaruhnya pada perubahan dari harga krg.

Apabila harga krg turun sampai dengan nol maka masih ada sejumlah gas yang tidak dapat mengalir lagi, yang disebut Sgr (residual gas saturation) atau Sgc (critical gas saturation). Harga krg mendekati 100% pada harga Sg kurang dari 100% Harga krg perubahannya tidak begitu dipengaruhi oleh porositas batuan dibandingkan dengan kro, karena gas cenderung menempati ruang pori-pori yang besar.Untuk permeabilitas relatif tiga fasa dimana minyak, gas dan air mengalir bersama-sama, maka dipakai kurva permeabilitas relatif untuk tiga fasa. Disini Laverett melakukan percobaan dengan mengalirkan tiga fasa fluida yang berbeda melalui batupasir yang tidak kompak.Dari percobaan tersebut diperoleh seperti pada Gambar 2.12. dan Gambar 2.13. yang menunjukkan perbedaan saturasi pada berbagai titik disegitiga tersebut. Pada pengamatan ini kondisi yang diperlukan untuk mengalirkan fluida tersebut digambarkan dalam range yang terbatas.

Pada Gambar 2.12. dapat diambil suatu kesimpulan yaitu ketergantungan harga kro pada saturasi fasa lain karena fasa minyak lebih cenderung membasahi padatan daripada gas, juga permukaan antara minyak-air lebih kecil dari permukaan air-gas. Terlihat bahwa dari diagram diatas tidak simetris bentuknya, hal ini dikarenakan pergerakan ke depan prosentasi dari saturasi gas (Sg) mengalami kenaikan yang juga ditunjukkan oleh adanya penurunan mobilitas minyak karena adanya gas tersebut.

Gambar 2.12.

Permeabilitas relatif minyak sebagai fungsi saturasi gas dan air untuksistem minyak-gas-air

(Nind, T.E.W., 1964) 5)

Gambar 2.13.

Permeabilitas relatif gas sebagai fungsi dari saturasi minyak dan air untuk

sistem minyak-gas-air

(Amyx, J.W., 1960) 1)

Sedangkan pada Gambar 2.13. dapat dilihat bentuk simetris dari penyebaran permeabilitas relatif gas secara vertikal lurus dari bentuk segitiga tersebut. Permeabilitas gas mengalami penurunan pada saat penyebaran minyak dan air mengalami kenaikan yang tinggi. Variasi harga krg dan Sg terhadap saturasi fasa fluida yang lainnya konstan sehingga permeabilitas relatif dari gas hanya tergantung pada saturasi fluida total.

Kompresibilitas Batuan Dalam kondisi yang statis gaya-gaya yang bekerja dalam pori-pori batuan dan butirannya berada dalam keadaan setimbang. Gaya tersebut adalah gaya beban lapisan yang berada diatas reservoir (over burden) dan gaya yang ditimbulkan oleh tekanan fluida dalam pori-pori. Bila tekanan reservoir ini berkurang, maka kesetimbangan gaya ini menjadi terganggu yang mengakibatkan terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori dan koefisien penyusutan dikenal sebagai kompresibilitas batuan.

Terdapat tiga bagian kompresibilitas batuan, yaitu :

Kompresibilitas matrik batuan, yaitu fraksi dari perubahan volume dari material (grain) padatan batuan terhadap satuan perubahan tekanan.

Kompresibilitas bulk batuan, yaitu fraksi dari perubahan volume dari volume bulk batuan terhadap satuan perubahan tekanan. Kompresibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume dari volume pori batuan terhadap satuan perubahan tekanan.Dari ketiga konsep kompresibilitas diatas, kompresibilitas pori-pori batuan yang dianggap paling penting dalam teknik reservoir. Fluida yang diproduksikan dari pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan perubahan tekanan dalam (internal pressure) yang menyebabkan tekanan terhadap batuan akan mengalami perubahan juga. Perubahan ini meliputi perubahan pada butir-butir batuan, volume pori-pori dan volume total batuan (bulk volume). Perubahan bentuk bulk volume batuan dinyatakan sebagai kompresibilitas C, secara matematis ditulis :

C =

EMBED Equation.3 ...................................................................................(2-24)dimana :

Vr = volume dari padatan batuan (solid)

P = tekanan hidrostatis fluida dalam batuan

Sedangkan untuk perubahan bentuk volume pori-pori batuan dinyatakan sebagai kompresibilitas Cp yang ditulis :

Cp =

EMBED Equation.3 .................................................................................(2-25)dimana :

Vp = volume pori-pori batuan

P* = tekanan luar (external pressure) atau tekanan over burden

Carpenter dan Spencer melakukan percobaan terhadap sebuah core dari formasi Woodbine pada kondisi atmosfir dan diamati perubahan volume dengan berbagai variasi tekanan luar yang berbeda-beda. Dari percobaan ini dihasilkan seperti Gambar 2.14. yang menunjukkan perubahan volume pori akibat kenaikan tekanan. Besarnya harga kompresibilitas pori-pori batuan gamping (limestone) dan batupasir terletak antara 2x10-6 sampai 25x10-6 psi-1.

Gambar 2.14.

Kompresibilitas pori-pori batuan unutk kurva A

(Amyx, J.W., 1960) 1)

Sebenarnya kompresibilitas batuan ini merupakan fungsi yang kompleks antara hubungan jenis batuan, porositas, tekanan pori-pori, tekanan over burden dan tegangan-tegangan yang terjadi kesegala arah formasi tersebut. Maka Hall melakukan percobaan dari sejumlah sampel batupasir dan batu gamping dengan menggunakan tekanan luar yang konstan sebesar 3000 psig dan tekanan dalam 0-1500 psig. Dari percobaan ini dihasilkan kurva hubungan antara kompresibilitas efektif batuan terhadap porositas batuan seperti pada Gambar 2.15. Korelasi ini banyak digunakan meskipun adanya derajat kesalahan dari pengukuran.

Gambar 2.15.Perubahan Kompresibilitas efektif terhadap Porositas

(Amyx, J.W., 1960) 1)2.1.2.7. Sifat Kelistrikan

Batuan reservoir yang terdiri dari batuan sedimen merupakan penghantar listrik, sebab batuan tersebut porous dan mempunyai pori-pori yang saling berhubungan, sehingga fluida didalam pori-pori tersebut mempunyai sifat menghantarkan listrik. Fluida tersebut adalah air formasi yang terdiri dari :

Connate water

Interstitial water (air yang berasal dari rekahan)

Ground water (air tanah)

Namun demikian terdapat juga mineral didalam batuan sedimen yang dapat menghantarkan listrik, tetapi mineral tersebut relatif jarang didapat seperti pyrite dan magnetite dimana mempunyai pengaruh yang kecil terhadap resistivitas batuan. Suatu pengecualian, dalam hal ini glauconite merupakan penghantar listrik sekaligus merupakan suatu jaringan penghantar walaupun dalam jumlah yang kecil.Batuan porous terdiri dari kumpulan-kumpulan mineral, fragmen batuan dan pori-pori yang saling berhubungan. Padatan dimana mengandung mineral lempung menghantarkan listrik. Sifat kelistrikan batuan tergantung dari geometri pori-pori yang berhubungan dan fluida yang mengisi pori tersebut. Fluida yang ada dalam reservoir adalah minyak, gas dan air. Minyak dan gas adalah tidak menghantarkan arus listrik (non konduktor), sedangkan air yang mengandung larutan garam, merupakan penghantar listrik yang baik.

Daya hantar listrik didalam air melalui pergerakan ion-ion dan kemudian dapat menimbulkan konduksi elektrolit. Resistivitas (tahanan listrik) suatu mineral adalah berbanding terbalik dengan konduktivitas dan umumnya digunakan untuk mengetahui kemampuan material sebagai penghantar listrik. Resistivity material dapat diketahui dengan rumus :

R = ...................................................................(2-26)r = ................................................................................(2-27)dimana :

R = resistivitas, nm

r = resistensi

L = panjang konduktor, m

A = luas penampang, m2Pada sebuah pipa kapiler, rumus diatas akan menjadi :

r = ..................................................................................(2-28)dimana :

L = panjang kapilaritas

= porositas

dan pada media porous :

r = .........................................................................................(2-29)

dimana :

Le = panjang aliran

Resistivitas dari media porous sangat tergantung dari :

1. Salinitas air

2. Temperatur3. Porositas

4. Geometri pori

5. Komposisi batuan

6. Lingkungan

Setiap konduktivitas selalu dihubungkan dengan adanya kandungan air konat. Tetapi ada juga beberapa jenis batupasir yang mengandung mineral penghantar listrik. Sekalipun mineral pasir sendiri merupakan isolator terhadap arus listrik.

Karena air konat dalam pori batuan merupakan konduktor untuk menghantarkan arus listrik, maka faktor yang menentukan tahanan jenis atau resistivitas air konat harus diketahui. Adanya konsentrasi ion-ion yang terlarut dalam air formasi menyebabkan timbulnya ion-ion yang bermuatan listrik. Semakin besar konsentrasi ion, maka semakin besar pula kemampuan untuk menghantarkan arus listrik, sedangkan resistivitas akan semakin kecil.

Gaya gerak ion dalam larutan tergantung pada suhu serta mobilitas ion. Biasanya Nacl dijadikan suatu ukuran dalam menentukan salinitas air garam. Konsep dasar dalam menentukan atau mempertimbangkan sifat kelistrikan batuan adalah faktor formasi.

Menurut Archie, faktor formasi adalah perbandingan antara resistivitas batuan yang jenuh (saturasi 100%) dengan resistivitas air formasi penjenuh.

F = ..(2-30)dimana :

F = faktor formasi

Ro = resistivitas batuan yang jenuh

Rw = resistivitas air formasi penjenuh

Archie membuat korelasi antara faktor formasi dengan porositas sebagai berikut :

F = -m .........................................................................................(2-31)

dimana :

m = faktor sementasi

Faktor sementasi (m) mempunyai harga tertentu, seperti yaitu ada pada Tabel 2.9.

Korelasi antara faktor formasi dengan porositas dapat dilihat pada Gambar 2.16.

Sedangkan menurut Humble :

F = 0.62 -2.15 .................................................................................(2-32)

dimana : - soft formation > 15% maka F = 0.75 -2

- hard formation < 15% maka F = -2Table 2.9.

Faktor Sementasi (m) dan Lithologi 3)(Pirson, S.J.,1958)

Diskripsi Batuan Harga m

Unconsolidated rocks (loss sand, oolitic limestone)

Very slightly cemented (gulf coast type sand, except wilcox)

Slightly cemented (most sands with 20 percent porosity or more

Moderately cemented (highly consolidated sand of 15 percent

porosity or less)

Highly cemented (low porosity sands, quartzite, limestone,

dolomite of inter-granular porosity, chalk) 1.31.4 1.5

1.6 1.7

1.8 1.9

2.0 2.2

Gambar 2.16.

Korelasi Faktor Formasi dengan Porositas

(Pirson, S.J., 1958) 3)Dari Gambar 2.16. dapat disimpulkan hubungan antara faktor formasi (F) dengan faktor sementasi (m) dan porositas batuan (), yaitu : jika m konstan, semakin besar porositas maka faktor formasinya akan kecil, dan jika konstan, semakin besar faktor sementasi maka faktor formasinya akan semakin besar pula. Demikian pula untuk harga sebaliknya, dimana faktor formasi (F) adalah menunjukkan tingkat kekerasan batuan yang mana jika semakin besar harga faktor formasi menunjukkan batuan tersebut semakin keras.

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir

Fluida reservoir umumnya terdapat pada batuan sedimen berpori terutama batupasir dan batuan karbonat.

Fluida reservoir yang akan dibahas sub bab ini meliputi komposisi kimia fluida reservoir dan sifat fisik fluida reservoir dimana antara keduanya saling berkaitan dan merupakan hubungan sebab akibat.

2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Hidrokarbon

Bentuk dari senyawa hidrokarbon merupakan senyawa alamiah, dimana dapat berupa gas, cair atau padatan tergantung kepada komposisinya yang khusus serta tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya.

2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon

Hidrokarbon merupakan senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen. Senyawa karbon dan hidrogen ini mempunyai variasi-variasi yang banyak dan biasanya dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan asiklis dan golongan siklis.2.2.1.1.1. Golongan Asiklis

Golongan asiklis atau alifat, juga disebut alkan atau parafin. Seri ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : golongan hidrokarbon jenuh dan tak jenuh.2.2.1.1.1.1. Golongan hidrokarbon jenuh

Golongan ini disebut dengan golongan parafin atau alkana dan mempunyai rumus umum CnH2n+2. Table 2.10. menunjukkan penamaan golongan ini yang penamaannya sesuai dengan jumlah atom C serta akhiran ane. Pada Gambar 2.17. diberikan contoh rumus bangun dan struktur metane dan propane. Didalam senyawa hidrokarbon, sering dijumpai molekul yang berlainan susunannya, tetapi rumus kimianya sama, atau dengan kata lain rumus molekulnya sama tetapi rumus bangunnya berbeda. Hal semacam ini dikenal dengan nama isomeri. Masing-masing senyawa hidrokarbon yang mempunyai sifat isomeri disebut isomer.Table 2.10.Penamaan golongan parafin CnH2n+2 6)(McCain, W.D.,Jr., 1973)No of Carbont,n

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

20

30Name

Methane

Ethane

Propane

Butane

Pentane

Hexane

Heptane

Octane

Nonane

Decane

Eicosane

Tricontane

Pada golongan seri alkana atau parafin atau golongan hidrokarbon jenuh ini mempunyai sifat kimia dan fisika yang khas. Parafin mempunyai sifat kelembaman kimia (chemical inertness), sifat ini menyebabkan parafin dapat bertahan di dalam senyawa hidrokarbon selama berabad-abad dengan kestabilan yang tinggi.

Dalam keadaan standar (600F, 14.7 psia) seri parafin ini dapat berada dalam keadaan gas, cair atau padat tergantung pada jumlah atom C dalam satu molekulnya. Untuk empat jumlah nomor atom yang pertama (C1 sampai C4) berbentuk gas, kemudian dari C5 sampai C17 berbentuk cair dan untuk C18 keatas berupa benda padat yang tidak berwarna. Sifat-sifat alkana lain diantaranya adalah titik didih dan titik cair yang akan makin tinggi pada bobot molekul makin besar, dan semua alkana pada umumnya larut dalam air.

Gambar 2.17.

Rumus bangun dan struktur sesungguhnya dari methane dan propane

(McCain, W.D.,Jr., 1973) 6)2.2.1.1.1.2. Golongan hidrokarbon tak jenuh

Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, karena valensi yang semula mengikat atom H telah digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan, dan jumlah atom H-nya lebih sedikit dibandingkan dengan seri alkana. Hidrokarbon seperti ini disebut dengan hidrokarbon tak jenuh, yang sering disebut juga dengan golongan seri alkena.

Yang termasuk dalam hidrokarbon tak jenuh ini adalah seri olefin, seri doilefin, dan seri asetilen.Deret Olefin

Rumus umumnya CnH2n, deret ini disebut juga golongan Alkene. Didalam hidrokarbon tak jenuh seri olefin ini mempunyai ciri khusus yaitu bahwa didalam molekulnya terdapat satu ikatan rangkap dua.

Misalnya : Ethylene (Ethene).

CH2

CH2atau

Gambar 2.18.

Model atom dan ikatan dari ethylene

(McCain, W.D.,Jr., 1973) 6)Deret Diolefin

Dengan rumus umum CnH2n-2 atau disebut Alkadienea, contohnya :

Butadiene-1,3 CH2 CH CHCH2Deret Asetilene

Deret ini mempunyai rumus umum CnH2n-2 dengan ikatan rangkap tiga yang mempunyai atom berdekatan atau disebut Alkynes, contoh : Ethyne (acetyene) CH

CH

Sifat fisika dan kimia dari hidrokarbon tak jenuh adalah, karena adanya ikatan rangkap dua maka golongan ini lebih reaktif dibandingkan dengan golongan hidrokarbon jenuh, karena ikatan rangkap yang ada pada golongan ini menyebabkan lebih mudah diikat oleh unsur kimia lain.

Oleh karena sifatnya yang reaktif, maka golongan hidrokarbon tak jenuh ini sangat jarang atau tidak pernah terdapat dalam minyak mentah yang terbentuk di alam.

2.2.1.1.2. Golongan Siklis

Golongan siklis ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu seri aftena atau siklo-parafin, seri aromat, dan seri aromat-sikloparafin polisiklis.2.2.1.1.2.1. Golongan Naftena

Golongan ini sering juga disebut siklo-parafin, yang mana merupakan salah satu golongan hidrokarbon jenuh yang mempunyai rantai karbon tertutup. Apabila dalam keadaan tidak mengikat gugus gugus lain, maka rumus golongan naftena atau siklo-parafin ini adalah : CnH2n. Rumus ini sama dengan rumus untuk seri alken, tetapi sifat fisik keduanya jauh berbeda karena strukturnya yang sangat berbeda.

Tata cara pemberian nama untuk golongan ini adalah sebagaimana pada golongan alkana dan ditambah dengan awalan siklo. Dengan kata lain diawali dengan siklo kemudian diikuti dengan nama alkana yang sesuai dengan banyaknya atom C di dalam rangkaian tertutup pada struktur alkana tersebut. Contoh dari rumus bangunnya dapat dilihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19.

Rumus bangun dan struktur sikloparafin

(McCain, W.D.,Jr., 1973) 6)2.2.1.1.2.2. Golongan Aromatik

Pada golongan hidrokarbon aromatik ini terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa lain yang mengandung benzena. Benzena ialah senyawa hidrokarbon yang mempunyai struktur molekul berbentuk cincin segi enam dengan tiga ikatan rangkap dua dan tiga ikatan tunggal yang terletak dalam cincin secara berselang seling. Sedangkan rumus umum dari golongan ini adalah CnH2n-6.

Gambar 2.20.

Rumus bangun dan struktur sesungguh dari Benzena

(McCain, W.D.,Jr., 1973) 6)

Gambar 2.20. memperlihatkan rumus bangun dan struktur sesungguhnya dari golongan aromatik (benzene). Dalam keadaan tekanan dan temperatur standard, hidrokarbon aromatik ini dapat berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzene merupakan zat cair yang tidak berwarna dan mendidih pada temperatur 1780F. Karena sebagian besar dari anggota golongan hidrokarbon ini memberikan bau yang wangi, maka golongan ini disebut sebagai golongan hidrokarbon aromatik2.2.1.1.2.3. Seri Naftena-Aromat yang Polisklis

Golongan naftena-aromat merupakan golongan tersendiri dalam minyak bumi dan didapatkan pada fraksi titik didih yang lebih tinggi. Golongan ini sebetulnya merupakan molekul besar, yang strukturnya terdiri dari beberapa cincin aromat yang bergabung dengan cincin naftena.

2.2.1.2. Komposisi Kimia Non Hidrokarbon

Disamping mengandung unsur hidrogen dan karbon, minyak bumi juga mengandung unsur-unsur oksigen, nitrogen dan belerang serta logam-logam lain yang jumlahnya sedikit.2.2.1.2.1. Senyawa Oksigen

Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi sekitar 1% sampai 2% berat. Oksidasi minyak bumi dengan oksigen karena kontak lama dengan udara dapat menaikkan kadar oksigen dalam minyak bumi. Dalam minyak bumi oksigen terutama terdapat sebagai asam organik yang terdistribusi dalam semua fraksi dengan konsentrasi tertinggi pada fraksi gas. Asam organik tersebut terutama terdapat sebagai asam naftenat dan sebagian kecil sebagai asam alifatik. Disamping itu didalam distelat rengkahan terdapat peredam kresol. Asam naftenat mempunyai sifat sedikit korosif dan mempunyai bau yang tidak enak.

2.2.1.2.2. Senyawa Nitrogen

Kadar nitrogen dalam minyak bumi umumnya rendah, berkisar kurang dari 0,1% sampai 2% berat. Senyawa nitrogen terdapat dalam fraksi minyak bumi, tetapi konsentrasinya makin tinggi dalam fraksi-fraksi yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi. Senyawa nitrogen yang terdapat dalam minyak bumi dan distelatnya antara lain adalah piridin, qinolin, indol seperti pada Tabel 2.11.Tabel 2.11.

Senyawa nitrogen yang terdapat dalam minyak bumi

(McCain, W.D.,Jr., 1973) 6)

2.2.1.2.3. Senyawa Belerang

Disamping sebagai senyawa belerang, didalam minyak bumi juga terdapat belerang dalam bentuk unsur belerang yang terlarut. Senyawa belerang yang umum terdapat dalam minyak bumi dapat dilihat dalam Tabel 2.12.

Kadar belerang didalam minyak bumi bervariasi dari sekitar 4% - 6% berat. Minyak bumi Indonesia terkenal sebagai minyak bumi berkadar belerang rendah yang umumnya kurang dari 1% berat. Distribusi belerang dalam fraksi-fraksi minyak bumi makin bertambah besar dengan makin bertambahnya fraksi.Table 2.12.

Senyawa Belerang yang terdapat dalam Minyak Bumi

(McCain, W.D.,Jr., 1973) 6)Hidrogen Sulfid

Merkaptan

Sulfid

Disulfid

Sulfid siklis

Alkil Sulfat

Asama Sulfonat

Sulfoksid

Sulfon

Tiofen

H S HR S HR S R

R S S RCH2 (CH2)n

SR O O S R O O R O

S

H O O

R S R

O

R S R

O

H C C H C C

S

Senyawa belerang dalam minyak bumi dapat memberikan pencemaran udara dan korosi. Pencemaran udara disebabkan oleh karena berbau tidak enak. Senyawa belerang yang berbau tidak enak adalah senyawa belerang yang mempunyai titik didih yang rendah seperti hidrogen sulfid, belerang dioksid dalam gas hasil pembakaran dan merkapten, disamping berbau tidak enak juga sangat beracun.

Korosi yang disebabkan oleh belerang, terjadi pada temperatur diatas 3000F. Korosi ini merusak alat-alat produksi. Pada temperatur rendah senyawa belerang yang bersifat korosif adalah hidrogen sulfid dan beberapa senyawa sulfid. Hidrogen sulfid pada udara lembab akan merubah besi menjadi besi dulfid yang rapuh.

2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir

Fluida yang terdapat di dalam reservoir pada tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang kompleks didalam komposisi kimianya. Kegunaan mengetahui sifat fisik fluida reservoir antara lain adalah untuk memperkirakan cadangan hidrokarbon dan juga merencanakan sistem produksi.

2.2.2.1. Sifat Fisik Minyak

Mengetahui sifat-sifat fisik minyak merupakan hal yang sangat penting, sebab dari sini kita dapat memperkirakan dan merencanakan cara-cara pengambilannya (produksi), penyimpanan dan tranportasinya. Sehingga effisiensi dan keselamatan kerja bisa dicapai secara optimum.2.2.2.1.1. Densitas Minyak

Berat jenis minyak atau densitas (o) didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak (lb) terhadap volume minyak (cuft). Sedangkan specific gravity minyak (o) didefinisikan sebagai perbandingan densitas minyak terhadap densitas air. Hubungan specific gravity minyak dan oAPI dinyatakan sebagai berikut :

o = = (2-33)

oAPI = ...(2-34)Beberapa istilah untuk minyak mentah berdasarkan oAPI :

1. Minyak berat, berkisar antara 10 20 oAPI

2. Minyak sedang, berkisar antara 20 30 oAPI

3. Minyak ringan (light crude), berkisar diatas 30 oAPI 2.2.2.1.2. Viskositas Minyak

Faktor-faktor yang mempengaruhi viscositas minyak yaitu tekanan dan temperatur reservoir. Bila tekanan reservoir mula-mula lebih besar dari tekanan gelembung (buble point pressure) maka penurunan tekanan akan mengecilkan viscositas minyak (o). Setelah mencapai Pb penurunan tekanan selanjutnya akan menaikkan harga o (Gambar 2.21).

Dengan semakin naiknya temperatur reservoir akan menurunkan harga o. Untuk o dibawah Pb pada oAPI tertentu dan temperatur tertentu dapat ditentukan dengan Gambar 2.21. yang tidak mengandung gas bebas.

Gambar 2.21.

Variasi viscositas minyak terhadap tekanan

(McCain, W.D.,Jr., 1973) 6)

Oleh karena adanya minyak yang tersaturasi oleh gas, maka viscositas minyak pada kondisi diatas titik gelembung harus dikoreksi, seperti terlihat pada Gambar 2.22. dan 2.23.

Gambar 2.22.

Variasi Viscositas Minyak terhadap API dan Temperatur

(Lee, John., 1962) 7)

Gambar 2.23.

Viscositas minyak yang tersaturasi gas pada tekanan dan temperatur reservoir

(Lee, John., 1962) 7)

Harga viscositas minyak dan atau viscositas minyak yang mengandung gas terlarut, diperlukan dalam perhitungan-perhitungan aliran dalam media berpori maupun dalam aliran dalam pipa. Untuk itu diperlukan korelasi yang dapat memperkirakan harga viscositas pada berbagai tekanan dan temperatur, berdasarkan parameter dasar gas dan minyak.Sampai saat ini telah tersedia beberapa korelasi, yaitu :

1. Korelasi Beal

2. Korelasi Beggs dan Robinson

3. Korelasi Vasquez dan Beggs

4. Korelasi Trijana KartoatmojoMasing-masing korelasi akan diuraikan sebagai berikut :A. Korelasi Beal

Beal membuat korelasi antara viscositas Dead-oil (viscositas minyak yang tidak mengandung gas) sebagai fungsi dari API minyak dan temperatur. Korelasi tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

oD = ( 0.32 + ( ..(2-35)

dimana :

oD = Viscositas Dead-oil,cp

API = API gravity minyak

T = Temperatur, oF

a = antilog (0.43 + 8.33/(oAPI))

Gambar 2.24.

Efek tekanan pada minyak yang tersaturasi gas

(Lee, John., 1962) 7)B. Korelasi Beggs dan Robinson

Korelasi perhitungan viscositas minyak yang dikembangkan oleh Beggs dan Robinson adalah sebagai berikut :

Untuk P < Pb digunakan :

oD = A (oD)B ...(2-36)Untuk P > Pb digunakan :

oD = ob(P/Pb)m .(2-37)dimana :

A = 10.715 (Rs + 100) -0.515

B = 5.44 (Rs + 150) -0.338

oD = 10x 1

x = y . T -1.163

y = 10z

z = 3.0324 0.02023 (API)

T = Temperatur, oF

m = 2.6 P 1.187 x 10 (-0.000039xP -5.0)C. Korelasi Vesquez dan Beggs

Vesquez mengembangkan korelasi perhitungan viscositas minyak untuk tekanan diatas tekanan saturasi, dan dihasilkan persamaan sebagai berikut :

o = oD (P/Pb)m .(2-38)

dimana :

m = 2.6(P)1.187 Exp (-11.513 8.98x10-5 (P))

oD = Viscositas minyak pada tekanan saturasi yang diperkirakan dengan menggunakan korelasi Beggs dan Robinson.D. Korelasi Trijana Kartoatmojo

Kartoatmojo mengembangkan korelasi perhitungan viscositas minyak berdasarkan data pengukuran dilaboratorium, untuk viscositas minyak pada tekanan diatas dan dibawah tekanan saturasi serta viscositas minyak yang tidak mengandung gas. Selang data untuk pengembangan korelasi viscositas pada tekanan diatas tekanan saturasi ditunjukkan di Tabel 2-13, sedangkan untuk tekanan dibawah tekanan saturasi, harga selang data ditunjukkan di Tabel 2-14. Tabel 2.13.Selang Data Untuk Pengembangan Korelasi Viscositas diatas Tekanan Saturasi

(Sukarno, Pudjo.,1991) 8) Jumlah data

Jumlah data yang digunakan

Tekanan Saturasi (psi)

Viscositas pada Tekanan Saturasi (cp)

Viscositas diatas Tekanan Saturasi (cp)

Kelarutan gas (SCF/STB)

Kompresibilitas minyak

Temperatur Reservoir3665

3665

10 4750

0.1681 184.90

0.1681 517.00

0 6000

2.701 127.38

102.0 481.0

Korelasi perhitungan viscositas minyak, sebagai hasil dari analisa regresi adalah sebagai berikut :1. Untuk tekanan saturasi oL = a (oD)b .(2-39)

dimana :

a = 4.2119 (Rs + 100)-0.316392

b = 5.5260 (Rs + 150)-33807

oD = 1016.4612 (T)-6.0875 (Log(API))y

y = 25.1907 log (T)-69.5487 2. Untuk tekanan diatas tekanan saturasi

oD = 10m (o) ....(2-40)

oD = dihitung dengan menggunakan korelasi viscositas dibawah tekanan saturasi, dengan memasukkan harga Tekanan pada Tekanan Saturasi.Table 2.14.

Selang Data Untuk Pengembangan Korelasi Viscositas Minyak

Dibawah Tekanan Saturasi

(Sukarno, Pudjo.,1991) 8) Jumlah data

Jumlah data yang digunakan

Viscositas minyak tanpa gas (cp)

Viscositas minyak dengan gas terlarut (cp)

Tekanan (psi)

API gravity oil

Temperatur Reservoir (oF)

Kelarutan gas dalam minyak (scf/STB) 6456

6458

0.096 682

0.5062 682

0 7140

13.4 5707

80.0 320.0

0 6000

Kelarutan Gas Dalam Minyak

Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya SCF gas yang terlarut dalam 1 STB minyak pada kondisi standar 14.7 psia dan 60oF, ketika minyak dan gas masih berada dalam tekanan dan temperatur reservoir.Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan gas dalam minyak antara lain :

a. Tekanan reservoir

Bila temperatur dianggap tetap maka Rs akan naik bila tekanannya naik, kecuali jika tekanan gelembung (Pb) atau tekanan jenuh telah terlewati, harga Rs akan konstan untuk minyak mentah tidak jenuh (Gambar 2.25a).

Gambar 2.25.

a. Kelarutan Gas dalam Minyak sebagai fungsi Tekanan

b. Kelarutan Gas dalam Minyak sebagai fungsi Temperatur

(Pirson, S.J., 1958) 3)b. Temperatur reservoir

Jika tekanan dianggap tetap maka Rs akan turun jika temperatur naik (Gambar 2.25b).c. Komposisi gas

Pada tekanan dan temperatur tertentu Rs akan berkurang dengan naiknya berat jenis gas.

d. Komposisi minyak

Pada tekanan dan temperature tertentu Rs akan naiknya dengan turunnya berat jenis minyak atau naiknya oAPI minyak.

Kelarutan gas dalam minyak sangat dipengaruhi oleh cara bagaimana cara gas dibebaskan dari larutan hidrokarbon (gas liberation process).

Jumlah gas yang terlarut pada tekanan dan temperatur tertentu, dapat diperkirakan dengan menggunakan lima korelasi yaitu :

1. Korelasi Lasater

2. Korelasi Standing

3. Korelasi Vasquez dan Beggs

4. Korelasi Glaso

5. Korelasi Trijana KartoatmojoMasing-masing korelasi akan diuraikan sebagai berikut :

A. Korelasi Lasater

Lasater mendefinisikan suatu fungsi yng disebut faktor gelembung, Fb sebagai berikut :

Fb = f(Pb SGgas/T) ..(2-41)

dimana :

Pb = tekanan titik gelembung sembarang, untuk sistem gas-minyak,psia

SGgas = Specifik gravity gas

T = Temperatur, oR

Harga kelarutan gas Rs, diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut :

Rs = 1.3303x105 ()(

EMBED Equation.3 ) .(2-42)dimana :

Rs = Kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB

Mo = Berat molekul efektif

Mo = 4.5681x105 (Kw)6.5885(Sgo)5.5721 ...(2-43)

Kw = ((1.8 MABP)0.333)/Sgo

Dimana :

MABP = Molal average boiling point, oK

Apabila harga Kw tidak diketahui , dapat digunakan harga Kw = 12

B. Korelasi Standing

Fasa gas yang digunakan dalam korelasi ini tidak mengandung Nitrogen atau Hydrogen Sulfide dan hanya mengandung Carbon Dioxide kurang dari 1% (mole). Jenis minyak yang digunakan dalam mengembangkan korelasi ini tidak dikemukakan, meskipun sifat-sifat aromatic minyak berpengaruh terhadap Rs adalah sebagai berikut :

Rs = SGgas (

EMBED Equation.3 ) .(2-44)

Dimana :

Pb = tekanan saturasi sembarang, untuk suatu sistem gas-oil, psia

SGgas = specific gravity gas

T

= temperatur, oFC. Korelasi Vasquez dan Beggs

Vasquez menyatakan bahwa sifat fisika fluida terutama dipengaruhi oleh tekanan, temperatur, specific gravity minyak dan gas. Specific gravity gas yang diperoleh pada kondisi tekanan separator tertentu. Harga tekanan separator sebesar 100 psig dipilih sebagai tekanan referensi, karena pada tekanan ini akan dihasilkan penyusutan minyak yang minimum.

gs = gp (1.0 + 5.012x10-5 (API)(Tsep)Log(Psep/114.7)) ...(2-45)

dimana :

gs = specific gravity gas pada tekanan referensi 100 psig

gp = specific gravity gas pada tekanan separator

Tsep = temperatur separator, oF

Psep = tekanan separator, psia

Rs = C1 (gs) PC2 EXP (C3 (API)/(T+460)) ..(2-46)Dimana :

Koefisien API 30o

API > 30o

C10.0362

0.0178

C2 1.0937

1.1870

C3 25.724

23.931

D. Korelasi Glaso

Glaso mengembangkan korelasi PVT, berdasarkan data laboratorium untuk sistem gas-minyak. Koreksi terhadap sifat parafinitas minyak serta adanya fasa gas non-hidrokarbon

Rs = SG gas ()1.22549 ..(2-47)Dimana :

k1 = (1.7447 k2)/0.60436

k2 = (5.17967 1.20872 Log P

E. Korelasi Trijana Kartoatmojo

Untuk pengembangan korelasi digunakan analisa statistik (multiple analysis), dan diperoleh persamaan sebagai berikut :

1. Untuk API < 30

Rs = 10-0.9265 (SG gas)0.7060 (T)-0.0392 (P)-1.015 .(2-48)

2. Untuk API > 30

Rs = 10-0.8348 (SG gas)0.7704 (T)-0.3651 (P)1.1981 .(2-49)

Berdasarkan hasil studi perbandingan dengan korelasi-korelasi yang lain, diperoleh selang harga kesalahan absolut relatif sebesar 33.3 sampai 903.8%, dimana korelasi kartoatmojo ini memberikan harga kesalahan yang kecil. Faktor Volume Formasi Minyak

Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai volume dalam bbl reservoir yang ditempati oleh satu stock tank barel minyak dipermukaan bersama-sama dengan gas yang terlarut didalamnya. Harga Bo selalu lebih besar dari satu karena adanya pengembangan gas yang terlarut.

Kebalikan dari Bo adalah faktor penyusutan (shrinkage factor) yang sering juga dipergunakan untuk penyusutan faktor volume minyak.

Suatu contoh cairan minyak reservoir dengan Volume V1 bbl dalam kondisi reservoir, bila minyak dipindahkan ke dalam tangki pengumpul pada tekanan standart di permukaan, maka volume akan berkurang menjadi V2 (Gambar 2.26.). Hal ini disebabkan pada pengurangan tekanan dibawah tekanan saturasi Pb gas akan membebaskan diri dari larutan minyak sehingga larutan minyak menjadi berkurang. Dari perubahan diatas dapat dinyatakan hubungan sebagai berikut :

a. Penyusutan volume berdasarkan volume akhir minyak V2 :

Sh2 = .....(2-50)

b. Penyusutan volume berdasarkan volume awal minyak V1 :

Sh1 = ..(2-51)

c. Faktor volume formasi minyak (Bo) :

Bo = ...(2-52)

d. Faktor penyusutan () :

= ....(2-53)

Gambar 2.26.

Diagram yang memperlihatkan hubungan antara volume minyak pada kondisi reservoir dan kondisi tangki pengumpul

(Pirson, S.J., 1958) 3)Dari keempat persamaan diatas dapat digabungkan dan menghasilkan :

Bo = 1 + Sh2 = = = 1 Sh1 .......(2-54)

Perubahan Bo terhadap tekanan untuk minyak mentah ditunjukkan pada Gambar 2.27. dimana diperlihatkan untuk minyak mentah jenuh dengan tekanan reservoir awal Po dari harga faktor volume formasi minyak Bo.

Gambar 2.27.

Kurva faktor volume formasi sebagai fungsi tekanan pada minyak mentah jenuh(Muskat, M., 1958)Dari Gambar 2.27. terlihat dengan turunnya Po maka gas keluar dari larutan sehingga volume minyak berkurang dan harga Bo menjadi turun. Bila tekanan turun sampai satu atmosfir dan temperatur 60oF maka harga Bo akan mendekati satu.

Sedangkan untuk minyak mentah tak jenuh pada penurunan tekanan dari Po sampai tekanan saturasi atau tekanan gelembung Ps didapatkan faktor volume formasi yang maksimal akibat pengembangan minyak.

Penurunan tekanan selanjutnya akan menyebabkan harga Bo menjadi turun, hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya gas yang terbebaskan selama terjadinya penurunan tekanan reservoir pada saat proses produksi berlangsung (Gambar 2.28.)

Gambar 2.28.

Bo sebagai fungsi dari tekanan pada minyak mentah tak jenuh

(Pirson, S.J., 1958) 3) Seperti halnya Rs, faktor volume formasi minyak Bo tergantung pada proses pembebasan (liberation) dari gas.Ada dua proses pembebasan gas, yaitu :

1. Flash Liberation, adalah proses pembebasan gas dimana bila tekanan turun gas masih bersentuhan dengan minyak, setelah kesetimbangan tercapai gas dibebaskan dalam jumlah banyak dibandingkan differensial liberation.2. Differential Liberation, adalah proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan secara kontinyu akibat penurunan tekanan gas segera setelah dipisahkan dari minyak. Minyak hanya berada dalam kesetimbangan tertentu bersama dengan gas dan tidak dengan gas yang telah dibebaskan. Jadi selama proses ini berlangsung, komposisi total sistem akan terus berubah.

Kedua macam proses pembebasan gas ini merupakan kejadian yang berlaku dalam pergerakan minyak dari dalam reservoir ke permukaan. Bila tekanan reservoir lebih kecil dari tekanan gelembung (Pres < Pb), tetapi saturasi gas dalam reservoir lebih kecil dari saturasi gas kritisnya (Sg < Sgc), maka gas bebas akan tetap bersentuhan dengan minyak semula (flash process).

Sebaliknya bila gas yang dibebaskan sudah mencapai saturasi dari gas kritisnya (Sg > Sgc), maka gas baru dapat mengalir dan meninggalkan minyak semula (differential process). Sepanjang pipa produksi (tubing), pipa alir di permukaan dan di separator akan terjadi proses pembebasan gas flash.

Pada Gambar 2.29. menunjukkan bahwa proses pembebasan gas secara flash lebih rendah harganya bila dibandingkan dengan cara differential liberation. Secara kenyataan hubungan antara kedua proses tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi fluida hidrokarbonnya, temperatur reservoir dan proses pemisahan di permukaan.

Gambar 2.29.

Perbedaan proses flash dan differential liberation 1)a. pada faktor volume formasi minyak (Bo)b. pada perbandingan kelarutan gas (Rs)

(Amyx, J.W., 1973)

Standing telah membuat suatu korelasi untuk memperkirakan faktor volume formasi minyak pada tekanan titik gelembung (Bo) dan kelarutan gas dalam minyak (Rs), apabila data PVT tidak tersedia. Gambar 2.30. adalah grafik korelasi untuk memperkirakan harga Rs bila diketahui tekanan, temperatur, oAPI, serta spesific gravity minyak dan gas.

Gambar 2.30.

Kelarutan Gas dalam Minyak sebagai fungsi tekanan, temperature,

specific gravity gas dan minyak

(Amyx, J.W., 1973) 1)Sedangkan Gambar 2.31. adalah grafik korelasi untuk memperkirakan harga faktor volume formasi minyak pada tekanan gelembungnya bila diketahui harga kelarutan gas dalam minyak Rs, spesific gravity (g), oAPI dan temperaturnya.

Gambar 2.31.

Faktor volume formasi minyak sebagai fungsi kelarutan gas dalam minyak,temperature,specific gravity minyak dan gas

(Amyx, J.W., 1973) 1)Korelasi untuk menentukan faktor volume formasi minyak pada tekanan dan temperatur tertentu adalah sebagai berikut :A. Korelasi Standing

Standing mengembangkan korelasi faktor volume formasi minyak, berdasarkan sistem gas-minyak. Seperti yang telah diuraikan di korelasi kelarutan gas dalam minyak, Rs.

Persamaan yang dikembangkannya merupakan persamaan langsung, yaitu sebagai berikut :

Bo = 0.972 + 0.000147F+C ....(2-55)Dimana :

F = Rs (SG gas/SGo)0.5 + 1.25T

Bo = faktor volume formasi, BBL/STB

T = temperatur

Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB

Harga Rs ini ditentukan dengan menggunakan Persamaan (2-43)

C = faktor konversi untuk penyesuaian dengan data di lapangan. Apabila tidak tersedia data lapangan, gunakan harga C = 0B. Korelasi Vasquez dan Beggs

Korelasi faktor volume formasi minyak untuk tekanan dibawah tekanan saturasi merupakan fungsi dari kelarutan gas, temperatur, API gravity minyak dan spesific gravity gas. Persamaan berikut ini memberikan hasil yang paling mendekat data pengukuran :

Bo = 1.0 + C1.Rs + C2.A + C3.Rs.A ................................(2-56)

Dimana konstanta C1, C2 dan C3 tergantung dari harga API gravity minyak, yaitu sebagai berikut :

KonstantaAPI < 30o API > 30o

C14.677x10-44.670x10-4

C21.751x10-51.100x10-5

C3-1.811x10-81.337x10-9

Dan A = (T 60)( o/g )

Sedangkan untuk tekanan diatas tekanan saturasi, korelasi faktor volume formasi dihitung dengan korelasi sebagai berikut :

Bo = Bob Exp (Co(Pb-P)) .....(2-57)

Dimana :

Bob = faktor volume formasi pada tekanan saturasi

Co = faktor compresibilitas minyakC. Korelasi Glaso

Korelasi faktor volume formasi minyak untuk tekanan dibawah tekanan saturasi, dikembangkan oleh Glaso. Korelasi tersebut adalah sebagai berikut :

Log(Bo-1) = -6.58511 + 2.91329 Log(A.Bo) 0.27683(Log(A.Bo))....(2-58)

Dimana :

ABo = Rs (SGgas/SGo)0.526+0.968T

SGo = specific gravity minyak

SGgas = specific gravity gas

Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/STBD. Korelasi Trijana Kartoatmojo

Kartoatmojo juga mengembangkan korelasi perhitungan faktor volume formasi (Bo) yang mana selang data untuk pengembangan korelasi ditunjukkan dalam Tabel 2.14.Table 2.15.

Selang Data Untuk Pengembangan Korelasi

Faktor Volume Formasi Minyak

(Sukarno, Pudjo.,1991) 8)Jumlah data

Jumlah data yang digunakan

Tekanan (psi)

Kelarutan gas dalam minyak (SCF/STB)

Specific gravity gas (udara=1)

API Gravity minyak

Temperatur reservoir, oF7495

7494

0 7140

0 6000

0.511 2.292

9.5 63.70

58.0 594.0

Hasil analisa multiple regresi terhadap data yang dikumpulkan, menghasilkan korelasi untuk menghitung harga Bo yaitu sebagai berikut :

Bo = 0.979562 + 0.000106 (F) 1.50 .................................................(2-59)

Dimana :

F = (Rs)0.775 (SGo)1.5 + 0.45T2.2.2.1.5. Kompresibilitas Minyak

Kompresibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak per satuan volume karena adanya perubahan per satuan tekanan. Kompresibilitas minyak dalam bentuk matematis dinyatakan sebagai berikut :

Co = ()T atau = ()T ...........(2-60)Kompresibilitas minyak untuk tekanan diatas tekanan saturasi atau tekanan titik gelembung (P>Pb) didefinisikan sebagai :

Co = - ( ....(2-61)

Hubungan Bo terhadap P untuk tekanan lebih besar daripada tekanan saturasinya atau tekanan titik gelembung, yaitu (P>Pb) biasanya linier dan harga Co dianggap tetap (konstan) sebesar :

Co = ...................................................................(2-62)

Gambar 2.32.

Korelasi pseudo reduced compresibility Cpr terhadap pseudo reduced pressure Ppr dan pseudo reduced temperature Tpr(Lee, John., 1962) 7)

Bila data pengukuran PVT laboratorium tidak ada, maka korelasi dari Trube dapat digunakan untuk menentukan harga Co, dari Gambar 2.32. dapat diperoleh harga Cpr dimana :

Co = ...........................................................................(2-63)

dimana :

Bob = faktor volume formasi minyak pada tekanan saturasi, bbl\STB

Boi = faktor volume formasi minyak pada tekanan reservoir mula-mula, bbl\STB

Cpr = pseudo reduce compresibility, tak berdimensi

Ppc = pseudo reduce pressure, psia

Untuk menentukan pseudo critical pressure Ppc, bila harga specific gravity minyak, tekanan dan temperatur diketahui, maka Ppc dan Tpc dapat ditentukan berdasarkan Gambar 2.33.

Gambar 2.33.

Variasi pendekatan dari Ppc dan Tpc dengan SG cairanyang dikoreksi pada suhu 60oF

(Lee, John., 1962) 7)

Kompresibilitas minyak dibawah titik gelembung akan membesar bila dibandingkan dengan ketika berada diatas titik gelembung, hal ini dapat dijelaskan karena turunnya tekanan, gas akan membebaskan diri dari larutan. Volume minyak yang tertinggal sebenarnya berkurang dengan turunnya tekanan (walaupun sebenarnya densitas cairan agak berkurang sedikit).

Akibat volume fluida hidrokarbon total yang terdiri dari minyak dan gas alam lambat laun terjadi lebih banyak seiring dengan turunnya tekanan dan ini menyebabkan kompresibilitas sistem menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kompresibilitas minyaknya sendiri.Persamaan matematis yang sesuai dengan kondisi ini adalah :

Co =

EMBED Equation.3 +

EMBED Equation.3 ..............................................................(2-64)

Persamaan diatas dapat diubah menjadi :

Co = -

EMBED Equation.3 + ..................................................................(2-65)

atau :

Co = -

EMBED Equation.3 (Bg - ) ..............................................................(2-66)Harga dRs/dP dan dBo/dRs dapat dicari dengan pertolongan Gambar 2.33. dan Gambar 2.34.Dalam mencari harga Co, data yang harus diketahui adalah tekanan reservoir, kelarutan gas dalam minyak, specific gravity minyak dalam stock tank, gravity gas, faktor volume formasi minyak dan faktor volume formasi gas, dimana Bg dapat dicari dengan persamaan :

Bg =

= 0.02829 cuft/scf

= 0.00504 bbl/scf

Gambar 2.34.

Perubahan Faktor Volume Formasi Minyak dan Gas yang Terlarut didalamnya

Terhadap Faktor Volume Formasi Minyak

(Lee, John., 1962) 7)

Untuk formasi yang mengandung air, minyak dan gas mempunyai kompresibilitas total, Ct :

Ct = Cg Sg + Co So + Cw Sw + Cf .(2-67)

dimana :

Sg = saturasi gas

So = saturasi minyak

Sw = saturasi air

Cf = kompresibilitas batuan

Kompresibilitas efektif dari fasa yang bergerak adalah kompresibilitas total dibagi dengan saturasi fluida yang bersangkutan, misalnya untuk minyak :

Co efektif = Ct/So ...............................................................................(2-68)

Korelasi yang digunakan untuk menghitung kompresibilitas minyak adalah sebagai berikut :

A. Korelasi Vasquez dan Beggs Korelasi untuk kompresibilitas minyak dikembangkan sebagai fungsi dari kelarutan gas dalam minyak (Rs), temperatur (T), spesific gravity minyak (o), spesific gravity gas (g), dan tekanan (P). Persamaannya adalah :

Co = ......................(2-69)

dimana :

gs = spesific gravity gas pada tekanan 100 psig

Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB

T = temperatur, oF

P = tekanan, psiaB. Korelasi Trijana KartoatmojoKartoatmojo juga mengembangkan korelasi untuk kompresibilitas minyak yaitu :

Co = 10ck (Px10-6)-1 ................................................................(2-70)

dimana :

Ck = 0.82415 + 0.5002 log (Rs) + 0.3613 Log (API) + 0.7606 Log (T) 0.35505 Log (SG gas) Sifat Fisik Gas

Gas sebagai salah satu fluida hidrokarbon mempunyai beberapa sifat fisik, antara lain : berat jenis, viscositas, kelarutan gas dalam air, faktor volume formasi gas dan kompresibilitas gas.

Densitas Gas Berat jenis (density) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat dengan unit volume. Berat jenis gas diberikan secara matematis sebagai berikut :

a) Untuk gas ideal, g :

g = = ......................................................................(2-71)

dimana :

M = berat molekul, lb/lb mol

m = berat, lb

g= densitas gas

v = volume gas, cuft

P = tekanan gas, psi

T = temperatur gas, oK

R = konstanta gas umum Sedang untuk specific gravity gas didefinisikan sebagai perbandingan antara density gas terhadap density udara kering (yang terdiri dari nitrogen, oksigen dan argon) dengan symbol (g), yang secara matematis memberikan hubungan sebagai berikut :

g = .......(2-72)

b) Untuk gas campuran :

g = = ...(2-73)

c) Untuk gas nyata (real), termasuk gas alam (natural gas) density atau specific gravitinya dipengaruhi oleh faktor penyimpangan gas (deviation factor,Z), dimana Z harus ditentukan terlebih dahulu untuk setiap gas (campuran gas) dan untuk setiap tekanan dan temperaturnya. Penentuan harga Z dihitung dengan menggunakan korelasi Standing dan Katz, formulasinya dalam bentuk reduce untuk komponen murni (komponen tunggal) dan pseudo reduce untuk gas alam (komponen campuran).

Pada Gambar 2.35. untuk menentukan harga Z gas alam harus ditentukan terlebih dahulu harga Ppr dan Tpr.

Untuk menghitung Pr dan Tr digunakan persamaan :

Pr = P/Pc

Tr = T/Tc

Dimana Pc dan Tc masing-masing adalah tekanan kritis dan temperature kritis, yang mana untuk sistem gas hidrokarbon, dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Pc = 677 47 (SGgas - 0.5)

Tc = 310 (SGgas 0.5) + 328

Persamaan densitas gas adalah :

g = ................................................................(2-74)

Gambar 2.35.

Deviation factor (Z) untuk Gas Alam sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur

Pseudo Reduce

(Amyx, J.W., 1973) 1)dimana :

P = tekanan, psia

SGgas = specific gravity gas

Z = faktor deviasi gas

T = temperatur, oR

g = densitas gas, lbm/cu-ft

Viscositas Gas

Viscositas atau kekentalan adalah suatu ukuran tahanan geser (shear resistance) tentang keengganan fluida untuk mengalir, dinotasikan dengan dengan satuan poise atau centi poise (cp) diperoleh dari persamaan :

= = = ............................(2-75)

dimana :

1 dyne = gram/cm/sec2

Poise (cp) = gram/cm.secPengetahuan tentang viscositas sangat penting karena di dalam ilmu perminyakan aliran fluida yang terjadi baik di dalam media berpori, di dalam sumur dan di dalam separator (di permukaan) sangat dipengaruhi oleh viscositasnya.

Viscositas gas dengan simbol , tergantung pada tekanan, temperatur dan komposisi dari gas. Untuk menentukan viscositas dari gas diperlukan metoda korelasi (grafis). Viscositas gas akan semakin besar dengan naiknya tekanan dan akan mengecil dengan turunnya temperatur.

Dari sekian banyak cara menaksir harga viscositas, cara yang dibicarakan disini adalah :

1. Penafsiran viscositas menurut Herning dan Zipperer, yang secara matematis ditulis sebagai berikut :

g = ...................................................................(2-76)

dimana :

i = viscositas masing-masing komponen

Yi = fraksi mol komponen ke-i

Mi = berat mol tiap komponen

g = viscositas gas campuran

2. Korelasi Corr et al, dipergunakan untuk menentukan viscositas gas campuran (g) pada sembarang tekanan maupun temperatur dengan memperhatikan adanya gas-gas impuritis (H2S, CO2, N2). Adanya gas non hidrokarbon tersebut akan memperbesar viscositas campuran, oleh karena itu adanya impuritis tersebut harus dikoreksi.Gambar 2.36. menunjukkan suatu hubungan viscositas gas parafin hidrokarbon pada tekanan 1 atmosfir terhadap temperatur, berat molekul dan gravity gas, yang menunjukkan harga g akan turun dengan naiknya berat molekul dan naik terhadap kenaikan temperatur.

Gambar 2.36.

Hubungan viscositas terhadap temperatur

(Amyx, J.W., 1973) 1)Viscositas gas (g) dari Gambar 2.37. merupakan viscositas gas pada tekanan atmosfir yang disebut dilute gas viscosity dan untuk mencari viscositas pada

kondisi sebenarnya harus ditentukan terlebih dahulu pseudo critical temperature dan pseudo critical pressure (Tpc dan Ppc), yang mana besaran ini penting untuk korelasi sifat-sifat gas.

Gambar 2.37.

Viscositas dari gas hidrokarbon parafin

(Mc Cain, W.D.,Jr., 1973) 6)

Gambar 2.37. juga memperlihatkan bahwa korelasi dibuat berdasarkan berat jenis (gravity) gas, sedangkan harga Ppc dan Tpc tergantung pada asal gas dari reservoir kondensat (kurva condensate well fluid) atau dari reservoir gas kering (kurva miscellaneous gases). Langkah selanjutnya menentukan perbandingan viscositas g/ ga terhadap sifat pseudoreduce yang diberikan oleh Gambar 2.38. yaitu pseudo reduce pressure (Ppc) dan pseudo reduce temperature (Tpc), dimana : dengan mengalikan g/ ga dengan g dari Gambar 2.39. maka diperoleh viscositas gas yang sebenarnya (g).

Gambar 2.38.

Sifat pseudocritis dari gas

(Amyx, J.W., 1973) 1)

Gambar 2.39.

Perbandingan viscositas g/ ga terhadap sifat pseudo-reduce

(Amyx, J.W., 1960) 1)2.2.2.2.3. Kelarutan Gas Dalam Air

Kelarutan gas dalam air formasi akan turun dengan naiknya kadar garam dan kelarutan gas dalam air formasi lebih kecil bila dibanding dengan kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada tekanan dan temperatur sama.

Pada temperatur tetap kelarutan gas dalam air akan naik dengan naiknya tekanan. Sedang pada tekanan tetap kelarutan mula-mula menurun dengan naiknya temperatur, akan tetapi pada tekanan tinggi kelarutan mencapai harga minimum, sehingga kenaikan temperatur selanjutnya akan menaikkan kelarutan gas.

Gambar 2.40.

Kelarutan Gas dalam Air sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur

(Amyx, J.W., 1960) 1)

Gambar 2.41.

Koreksi terhadap kadar garam untuk kelarutan gas dalam air

(Amyx, J.W.,1960) 1)

Gambar 2.42.

Perbandingan Kelarutan Hidrokarbon Dalam Air

(Amyx, J.W.,1960) 1)2.2.2.2.4. Faktor Volume Formasi Gas

Kondisi di dalam reservoir sangat berbeda dengan kondisi di permukaan, hal ini disebabkan pengaruh tekanan dan temperatur yang sangat berperan dalam menentukan perubahan volumenya. Untuk gas ideal hubungan dinyatakan oleh hukum Boyle-Gay Lusac sebagai berikut :

P V = n R T atau P Vm = R T (2-77)

dimana :

P = tekanan, psia

V = volume, cuft

n = lb mole

Vm = volume molar

T = suhu, oR

R = konstanta 10,73

Pada temperatur dan tekanan yang tinggi seperti yang terjadi di reservoir, penyimpangan dari tekanan ideal sangat besar. Untuk menentukan faktor volume formasi harus menentukan terlebih dahulu faktor deviasi gas (Z), sebagai berikut :

P Vm = Z R T .....................................................................(2-78)Jadi Z merupakan faktor koreksi terhadap tekanan ideal yang didefinisikan sebagai berikut :

Z =

Faktor volume formasi gas didefinisikan sebagai banyaknya volume gas dalam bbl atau cuft yang ditempati 1 standart cuft gas pada tekanan dan temperatur reservoir. Dengan menganggap Z = 1 pada kondisi standart, Psc = 14.7 psia dan T = 60oF, maka untuk faktor volume formasi gas (Bg) dirumuskan sebagai berikut :

B = .(2-79)

= 0.02829 cuft/scf ...(2-80)

= 0.00504 bbl/scf .....(2-81)

dimana :

Z = faktor deviasi gas

T = temperatur reservoir, oR

P = tekanan reservoir, psia

Ketelitian dalam perhitungan harga Bg dipengaruhi oleh perhitungan harga Z.2.2.2.2.5. Kompresibilitas Gas

Fluida reservoir sering diklasifikasikan sebagai fluida compressible dan incompressible. Minyak dan air biasanya digolongkan sebagai fluida incompressible, meskipun sebenarnya lebih bersifat agak compressible (slightly compressible), sedangkan gas adalah fluida compressible. Konsep kompresibilitas berarti ada perubahan volume karena ada pengaruh tekanan, sedangkan konsep incompressibilitasnya adalah kebalikannya.

Kompresibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas per satuan volume karena adanya perubahan per satuan tekanan. Dalam bentuk matematisnya kompresibilitas gas dinyatakan sebagai berikut :

Cg = -

EMBED Equation.3 atau Cg =

atau :

Cg = - ()T ....................................................................(2-82)

dimana :

Cg = kompresibilitas gas, psia-1

V = volume, cuft

Vm = volume per mol, cuft/lbmol

P = tekanan, psia

T = temperatur, oFIntegrasi dari Vi ke V, dan dari Pi ke P adalah :

= ;diperoleh :

Cg(Pi-P) = ln(V/Vi) atau V = Vi eCg(Pi-P) .........................................(2-83)

Dengan jalan menggabungkan Persamaan (2-83) Persamaan (2-82) maka kompresibilitas gas ideal dapat ditentukan sebagai berikut :

P V = n R T atau V =

Integrasikan V untuk menghilangkan dV/dP :

()T = - ...(2-84)

maka :

Cg = - (-)

Cg = (-)(-) = ..........................................................(2-85)

Untuk gas alam yaitu dengan memasukkan faktor Z yang perubahannya merupakan fungsi perubahan tekanan, sebagai berikut :

V = n R T

()T = n R T

maka :

Cg = (- )()T

Cg = (-)((P-Z))

= -

EMBED Equation.3 ..................................................................(2-86)

Sebagaimana deviation factor biasa dinyatakan dalam bentuk pseudo reduce (Ppr,Tpr), maka kompresibilitas untuk gas juga dinyatakan dalam pseudo reduce compressibility (Cpr). Dengan memakai sifat pseudo kritis gas pada Gambar 2.39. maka pseudo reducenya dapat ditentukan sebagai berikut :

Ppr = maka P = Ppc . Ppr ..........................................(2-87)Dengan memasukkan Persamaan (2-86) kedalam Persamaan (2-87), maka diperoleh :

() = ()()dimana :

() =

sehingga :

() = () ...............................................................(2-88)Dengan mengkombinasikan Persamaan (2-86), (2-87), dan Persamaan (2-88) akan diperoleh :

Cg = - (), atau

Cg Ppc = -()

dimana :

Cpr = Cg Ppc atau Cg = Cpr / Cpc

Gambar 2.43.

Kompresibilitas Pseudo-reduced Untuk Gas Alam Sebagai Fungsi Ppr dan Tpr(Amyx, J.W.,1960) 1)Jadi kompresibilitas pseudo reduced gas :

Cpr = -() ......................................................................(2-89)

Harga Cpr dapat juga ditentukan dari grafik korelasi yang oleh Trube, seperti tampak pada Gambar 2.43.

2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi

Air selalu ada bersama dengan endapan minyak bumi. Oleh karena itu pengetahuan tentang sifat-sifat air formasi (connate water/interstitial water) ini sangat penting bagi para ahli perminyakan.

Sifat-sifat fisik air formasi tersebut adalah berat jenis, viscositas, kelarutan air dalam gas, faktor volume formasi dan kompresibilitas air formasi.2.2.2.3.1. Densitas Air Formasi

Berat jenis air formasi untuk kondisi standart (14.7 psia dan 60oF) merupakan fungsi dari jumlah padatan yang terlarut. Berat jenis pada kondisi reservoir dapat ditentukan dengan menentukan dulu berat jenisnya pada kondisi standart dengan faktor volume formasi air untuk kondisi reservoir. Pada penentuan berat jenis air formasi harus diadakan koreksinya adanya gas yang terlarut pada kondisi reservoir.

Berat jenis air dinyatakan dalam masa per unit volume, specific gravity dan specific volume dalam volume per unit masa. Gambar 2.44. memperlihatkan berat jenis air formasi sebagai fungsi jumlah padatan yang terlarut.

Gambar 2.44.

Berat Jenis Air Formasi Sebagai Fungsi Jumlah Padatan yang Terlarut

(Amyx, J.W.,1960) 1)

Besaran yang diberikan untuk air murni pada kondisi standart (14.7 psia dan 60oF)yaitu 0.999010 gr/cc; 8.33 lb/gallon; 62,34 lb/cuft; 350 lb/bbl; sehingga specificgravity air formasi dapat ditentukan sebagai berikut :

w = = = 0.01604 w = ....(2-90)

dimana :

w = specific gravity air

w = berat jenis air, lb/cuft

Vw = specific volume, cuft/lbDalam Teknik Perminyakan selalu diperlukan berat jenis air formasi dari reservoir, dapat ditentukan dalam hubungannya dengan berat jenis air murni pada kondisi standart, sebagai berikut :

= = Bw (2-91)

dimana :

Vwb = specific volume dari air pada kondisi standart, lb/cuft

wb = berat jenis air pada kondisi standart, lb/cuft

Bw = faktor volume formasi air pada kondisi standart2.2.2.3.2. Viscositas Air Formasi Viscositas air formasi (m), bervariasi terhadap temperatur, tekanan, dan salinitas. Gambar 2.46. memperlihatkan viscositas air formasi sebagai fungsi dari temperatur. Viscositas air murni pada tekanan atmosfir dan pada tekanan 7100 psia dan viscositas air pada kadar garam 6% pada tekanan atmosfir.

Gambar 2.45.

Viscositas Air pada Tekanan dan Temperatur Reservoir

(Amyx, J.W.,1960) 1)

Terlihat bahwa pengaruh salinitas di atas 6000 ppm dan tekanan di atas 7000 psi mempunyai pengaruh yang kecil pada viscositas air formasi, yaitu hanya mempunyai 0,5 cp meskipun temperatur dinaikkan.

Pada temperatur dan tekanan yang tetap dengan makin naiknya salinitas akan menaikkan viscositas air. Pada Gambar 2.46. diperlihatkan pengaruh salinitas pada viscositas air asin dibandingkan dengan air murni tanpa adanya gas yang terlarut dalam air tersebut.

Gambar 2.46.

Perbandingan Viscositas Air Asin dengan Viscositas Air Murni Versus Salinitas

(Amyx, J.W.,1960) 1)2.2.2.3.3. Kelarutan Air Formasi Dalam Gas

Kelarutan air dalam gas tergantung pada tekanan, temperatur dan komposisi dari air dan gas alam tersebut. Hubungan antara kelarutan air murni dalam gas alam pada tekanan dan temperatur, dimana diperlukan data reservoir untuk kelarutan air murni karena adanya kandungan salinity yang diberikan oleh Gambar 2.47. data kelarutan air dibatasi untuk tekanan maksimal 5000 psia dan temperatur maksimum 300oF.2.2.2.3.4. Faktor Volume Formasi Air Formasi

Faktor volume formasi air (Bw) sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, dimana hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.48. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa kenaikan tekanan akan menurunkan harga Bw pada temperatur tetap, sedangkan pada tekanan yang tetap Bw akan naik dengan naiknya temperatur.

Gambar 2.47.

Pengaruh Tekanan dan Temperatur pada Kelarutan Air dalam Gas Alam

(Amyx, J.W.,1960) 1)

Gambar 2.48. dapat digunakan untuk menentukan harga Bw dibawah tekanan saturasi. Bila harga tekanan lebih besar atau diatas tekanan saturasi maka harga Bw ditentukan oleh kompresibilitas air formasi yang jenuh dengan gas terlarut, serta adanya faktor koreksi yang memperhitungkan kenaikan pemampatan karena kelarutan gas.

Gambar 2.48.

Faktor Volume Formasi Air Murni dan Campuran Air Gas Alam

(Amyx, J.W.,1960) 1)Faktor Volume Formasi Total

Pada saat tekanan reservoir lebih besar dari tekanan titik gelembung (buble point), gas dan minyak berada dalam pori-pori batuan bersama-sama, maka keadaan ini disebut Faktor Volume Formasi Total (Bt) yang diartikan sebagai banyaknya volume minyak berikut gas yang terlarut didalamnya dalam barrel reservoir untuk menghasilkan 1 STB minyak di permukaan.

Harga Bt dapat ditentukan dari volume minyak Bo dan volume gas berikut gas yang terlarut dalam minyak di reservoir Bg(Rsb Rs), sebagai berikut :

Bt = Bo + Bg(Rsb Rs) ....(2-92)

dimana :

Rsb = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan gelembung, SCF/STB

Rs = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan reservoir mula-mulaGambar 2.49. menunjukkan perbedaan dari faktor volume formasi total dengan faktor volume formasi minyak dibawah tekanan gelembung Pb. Sedangkan diatas Pb faktor volume formasi keduanya sama dimana tidak ada gas bebas dari formasi pada tekanan ini. Setelah gas terbebaskan pada saat tekanan gelembung terlewati, harga faktor volume formasi total mengalami kenaikan.

Gambar 2.49.

Hubungan Antara Faktor Volume Formasi Total dengan

Faktor Volume Formasi Minyak

(Lee, John.,1962) 7)Cara lain untuk menentukan harga Bt selain dari Persamaan (2-92) adalah dengan grafik korelasi yang diberikan oleh Standing apabila diketahui kelarutan gas dalam minyak (Rs), gravity gas (g), oAPI, temperatur dan tekanan (Gambar 2.50.)

Gambar 2.50.

Faktor Volume Formasi Total dari Gas Hidrokarbon dan Cairan

(Lee, John.,1962) 7)2.2.2.3.5. Kompresibilitas Air Formasi

Kompresibilitas air formasi (Cw) sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur formasi. Dodson dan Standing memberikan korelasi untuk menentukan kompresibilitas air formasi yang mana harus dikoreksi karena adanya gas yang terlarut dalam air formasi. Adanya kelarutan gas dalam air formasi akan menyebabkan kenaikan kompresibilitas air formasi.

Gambar 2.51.

Kompresibilitas Air Murni yang Dipengaruhi oleh Tekanan dan Temperatur

(Lee, John.,1962) 7)

Gambar 2.51. merupakan kompresibilitas air murni ada tekanan diatas tekanan saturasi, terlihat pada temperatur diatas 130oF untuk tekanan tetap pada kompresibilitas air formasi akan semakin tinggi dengan naiknya temperatur. Sedangkan pada temperatur tetap dengan naiknya tekanan maka Cw akan semakin turun. Sedangk