Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KARAKTERISTIK SARANG RANGKONG (Aves:Bucerotidae) DI
STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT
BARISAN SELATAN (TNBBS)
(Skripsi)
Oleh
Ricky Danang Pratama
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
i
ABSTRAK
KARAKTERISTIK SARANG RANGKONG (Aves: Bucerotidae) DI
STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT
BARISAN SELATAN (TNBBS)
Oleh
Ricky Danang Pratama
Rangkong merupakan burung dari suku Bucerotidae yang tersebar luas di
Indonesia. Ancaman utama terhadap populasi rangkong adalah perburuan serta
deforestasi akibat penebangan hutan atau ilegal logging. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian mengenai karakteristik sarang rangkong di Stasiun Penelitian
Way Canguk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pohon
sarang rangkong yang masih aktif di daerah hutan dataran rendah Sumatera di
Stasiun Penelitian Way Canguk yang mewakili sarang rangkong di kawasan
TNBBS. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode observasi langsung
dengan mengamati dan melakukan pemanjatan terhadap 8 pohon sarang rangkong
di Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(TNBBS) pada bulan Februari- April 2019. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, rangkong umumnya bersarang pada pohon-pohon besar dengan
diameter >63 cm dan tinggi >37 meter. Sarang umumnya terletak di bawah
cabang pertama dengan ketinggian >16 meter. Lubang sarang rangkong memiliki
ukuran yang relatif kecil dari luar namun memiliki ukuran yang luas di dalamnya.
ii
Rata-rata lubang sarang rangkong hanya berukuran 25,2 cm x 15,7 cm, dengan
rata-rata luas hanya 402,7 cm2, sedangkan bagian dalam sarangnya sangat luas
dengan rata-rata ketinggian >147,6 cm, lebar 45,8 cm, dan kedalaman 59,2 cm.
Rata-rata sarang rangkong memiliki volume 355281 cm3 dengan suhu rata-rata
28,8 oC. Vegetasi di sekitar pohon sarang didominasi oleh tumbuhan tingkat tiang
dengan jumlah 31 sampai 63 individu pohon.
Kata kunci: Bucerotidae, karakteristik sarang, pohon sarang, lubang sarang,
vegetasi sekitar sarang, TNBBS.
iii
KARAKTERISTIK SARANG RANGKONG (Aves:Bucerotidae) DI
STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT
BARISAN SELATAN (TNBBS)
Oleh
RICKY DANANG PRATAMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gisting, kabupaten Tanggamus
pada tanggal 19 Juni 1997. Penulis merupakan anak
kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Wahono
dan Ibu Rusmini.
Penulis mulai menempuh pendidikan pertamanya di
Raudhatul Athfal TK Rama Mathlaul Anwar Landbaw,
Gisting pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah
Ibtidaiyyah Mathlaul Anwar Landbaw, Gisting pada tahun 2003. Kemudian pada
tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri 1 Gisting dan pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Talangpadang.
Pada tahun 2015, penulis tercatat sebagai salah satu mahasiswa Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung melalui
jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama
menjadi mahasiswa di Jurusan Biologi, penulis dipercaya menjadi asisten
praktikum pada beberapa mata kuliah seperti Taksonomi Hewan, Biologi Gulma,
Mammalogi, Biokonservasi dan Herpetologi. Penulis juga aktis di Himpunan
viii
Mahasiswa Biologi (HIMBIO) sebagai anggota bidang Ekspedisi selama dua
periode.
Penulis pernah melaksanakan Kerja Praktik (KP) di Tambling Wildlife Nature
Conservation (TWNC) pada tahun 2018 dengan judul “TEKNIK
PENGAMATAN PERILAKU HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris
sumatrae) DI PUSAT REHABILITASI HARIMAU SUMATERA DI
TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC), TAMAN
NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)”
Setelah itu, penulis melaksanakan penelitian di Stasiun Penelitian Way Canguk, di
bawah program dan bekerjasama dengan Wildlife Conservation Society –
Indonesia Program (WCS-IP) dengan judul “KARAKTERISTIK SARANG
RANGKONG (Aves:Bucerotidae) DI STASIUN PENELITIAN WAY
CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)”.
ix
حيم حمن الر بسم الله الر
In the name of Allah
Most Gracious and Merciful
Dengan mengucapkan nama Allah Subhanahu Wata’ala. Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
Ibuku dan Ayahku tercinta yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih, selalu menyebut namaku
dalam setiap do’anya, serta selalu meridhoi dan mendukung setiap langkahku,
Kakakku tercinta dan seluruh keluargaku yang juga selalu mendo’akan dan memberikan dukungan selama
menyelesaikan pendidikan,
Bapak dan ibu Dosen yang selalu memberikanku Ilmu yang bermanfaat,
Serta kepada dunia Konservasi, semoga karya kecilku ini dapat memberikan manfaat.
x
MOTTO
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari
nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim 14:7)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu telah berbuat baik
kepada dirimu sendiri” (QS. Al-Isra 17:7)
“Jika sudah tidak ada lagi pertolongan di muka bumi ini maka percayalah akan selalu ada pertolongan dari langit!”
(Ustadz Abu Bakar Baasyir)
“Jika kita belum mampu berlomba dengan orang sholih untuk meningkatkan kebaikan, maka berlombalah dengan para
pendosa untuk memperbaiki diri” (Penulis)
xi
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah
Subhanahu Wata’ala Tuhan Semesta Alam, karena atas rahmat dan ridho-Nya
skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini berjudul “KARAKTERISTIK SARANG RANGKONG
(AVES:BUCEROTIDAE) DI STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK,
TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)” yang
dilaksanakan pada Februari – April 2019.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak kekurangan.
Namun berkat ridho Allah Subhanahu Wata’ala serta dukungan dan bimbingan
dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih
kepada :
1. Ibunda Rusmini dan Ayahanda Wahono tercinta yang selalu memberikan
semangat, dukungan, motivasi, kasih sayang serta doa kepada penulis
dalam menggapai cita-cita.
2. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Pembimbing I atas
kesediaannya membimbing, membagikan ilmu dan dengan sabar
xii
memberikan masukan, saran serta bimbimbing dalam penyelesaian skripsi
ini.
3. Bapak Tugiyono Ph.D selaku Pembimbing II atas kesediaannya
memberikan bimbingan, arahan dan saran yang membangun.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Pembahas yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran yang
membangun.
5. Bapak Dr. Bambang Irawan, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan dukungan dan nasihat selama masa perkuliahan.
6. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika da Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
7. Bapak Drs. Suratman, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
8. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M. P., selaku Rektor Universitas
Lampung
9. Kakakku tersayang Chiky Susanti yang telah memberi dukungan serta
motivasi kepada penulis selama ini.
10. Kakakku sekaligus guruku, Harnes Abrini yang merupakan salah satu
sosok terpenting dalam keberhasilan skripsi ini. Terimakasih atas kebaikan
hatinya dalam berbagi ilmu, pembelajaran dan pengalaman, serta sudah
menjadi rekan diskusi, motivator, hingga teman yang menyenangkan.
11. Bapak Ir. Agus Wahyudiono selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan (TNBBS) beserta staf dan karyawan yang telah
xiii
memberikan izin memasuki kawasan Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS).
12. Bapak William Marthy selaku Terrestrial Program Manager WCS-IP dan
bapak Firdaus Rahman Affandi, M. Si. selaku BBS Landscape Manager
WCS-IP yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian di Stasiun
Penelitian Way Canguk.
13. Rekan-rekan di kantor WCS-IP Kota Agung, Mas Laji Utoyo, Mbak
Marsya, Mbak Fitri, Mas Udin, Mbak Amalia dan rekan-rekan yang lain
yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
14. Kepada rekan-rekan dan guru-guru di lapangan khususnya Mas Rahman
Sudrajat, serta rekan-rekan yang lain Mas Laji Utoyo, Mas Gawik Tatang
Wiroto, Mas Jayus Sukarman, Mas Ryan Setiono, Lek Waryono, Mas
Marji, yang telah bersedia untuk berbagi ilmu, menjadi pendamping di
lapangan, dan bebagi keceriaan selama di Way Canguk.
15. Kepada Ibu Sarmi dan Ibu Murni, yang telah menjadi penolong kami saat
kelaparan selama di Way Canguk.
16. Kepada para pejuang logistik setiap hari selasa, Om Parni, Pak Bunikan,
Mas Amin, Mas Agus, Mas Dwi dan rekan-rekan yang lain. Ketahuilah,
kehadiran kalian membawa kebahagiaan.
17. Kepada teman-teman dan sosok terdekat, Rengga Adyatma, Dona Kitmay,
Salih Alimudin, Edi Santoso, Mak’e Siti Mardiana, Noviana Uwik, Dyah
Jumik Larasati, Agung Adeiv dan Nurun Nadia, terimakasih atas segala
bantuan kalian semua dari sebelum penelitian sampai skripsi ini dapat
diselesaikan.
xiv
18. Kepada teman-teman Ngopi, Tommi Maulana Muhammad dan Galang
Bagaskoro yang telah menjadi teman diskusi, berburu ilmu serta menjadi
motivator dalam memperbaiki diri.
19. Micrew Squad, terimakasih telah menyediakan tempat istirahat, sholat dan
tempat berbagi keceriaan.
20. Adik-adik siswa-siswi PKL SMK Kehutanan Kadipaten’10, Fadhli,
Subonggo, Dekapoda, Sekar, Anisa, Sonia, Rangga Marjikun, Rajendra,
Fahan, Dicky “Ayam”, Rey, Atila, Nino, Hanze, Satrio, Rahayu, Irsyad,
Aris, serta adik-adik lainnya yang telah membantu selama proses
pengambilan data di lapangan.
21. Teman-teman Biologi 2015, Neofelis (Nest of Excellent Biologist), terima
kasih atas kekeluargaannnya yang telah terjalin selama ini.
22. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
memberikan bantuan, kritik, saran, dan motivasi.
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa membalas semua kebaikan mereka
semua dan semoga karya kecilku ini dapat berguna memberikan manfaat dalam
dunia koservasi.
Bandar Lampung, 3 Agustus 2019
Penulis,
Ricky Danang Pratama
xv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL DALAM ............................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................. vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... ix
MOTTO ................................................................................................................... x
SANWACANA ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
1.4 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Rangkong .............................................................................. 6
2.2 Morfologi Rangkong ............................................................................... 6
2.3 Persebaran Rangkong .............................................................................. 8
2.4 Perilaku Rangkong ................................................................................ 10
2.4.1 Perilaku Makan .......................................................................... 10
xvi
2.4.2 Perilaku Istirahat, Terbang dan Bersuara ................................... 11
2.4.3 Perilaku Bersarang ..................................................................... 12
2.5 Habitat Rangkong ...................................................................... ........... 14
2.6 Karakteristik Sarang .............................................................................. 15
2.7 Lokasi Penelitian ................................................................................... 16
III. METODE KERJA
3.1 Tempat dan Waktu................................................................................. 18
3.2 Bahan dan Alat Pengamatan. ................................................................. 19
3.3 Prosedur Kerja ....................................................................................... 19
3.4 Parameter yang diamati ......................................................................... 21
3.5 Analisis Data ......................................................................................... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis Pohon Sarang Rangkong yang diamati ......................................... 23
4.2 Karakteristik Pohon Sarang ................................................................... 25
4.2.1 Madhuca malaccensis ............................................................... 31
4.2.2 Dipterocarpus littoralis ............................................................. 32
4.2.3 Pterospermum javanicum .......................................................... 34
4.2.4 Heritiera javanica ..................................................................... 36
4.2.5 Madhuca malaccensis ............................................................... 37
4.2.6 Sandoricum koetjape ................................................................. 39
4.2.7 Terminalia bellirica ................................................................... 40
4.2.8 Dipterocarpus costulatus ........................................................... 42
4.3 Karakteristik Lubang Sarang ................................................................. 43
4.3.1 Madhuca malaccensis ............................................................... 48
4.3.2 Dipterocarpus littoralis ............................................................. 50
4.3.3 Sandoricum koetjape ................................................................. 53
4.3.4 Terminalia bellirica ................................................................... 55
4.3.5 Dipterocarpus costulatus ........................................................... 58
4.4 Vegetasi di sekitar Pohon Sarang .......................................................... 61
4.4.1 Madhuca malaccensis ............................................................... 64
4.4.2 Dipterocarpus littoralis ............................................................. 65
4.4.3 Pterospermum javanicum .......................................................... 66
4.4.4 Heritiera javanica ..................................................................... 67
4.4.5 Madhuca malaccensis ............................................................... 69
4.4.6 Sandoricum koetjape ................................................................. 70
4.4.7 Terminalia bellirica ................................................................... 71
4.4.8 Dipterocarpus costulatus ........................................................... 72
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan............... ................................................................................. 73
5.2 Saran...................................... ................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75
LAMPIRAN............................. ............................................................................. 79
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Parameter pohon sarang ........................................................................... 21
Tabel 2. Parameter lubang sarang .......................................................................... 22
Tabel 3. Jenis pohon sarang rangkong yang diamati ............................................. 24
Tabel 4. Karakteristik pohon sarang yang diamati................................................. 26
Tabel 5. Tingkat kekerasan pohon ......................................................................... 29
Tabel 6. Karakteristik lubang sarang yang diamati ................................................ 44
Tabel 7. Karakteristik vegetasi di sekitar pohon sarang rangkong ........................ 62
Tabel 8. Perbandingan pohon sarang rangkong dengan vegetasi di sekitarnya ..... 63
Tabel 9. Vegetasi di sekitar pohon sarang Madhuca malaccensis ......................... 80
Tabel 10. Vegetasi di sekitar pohon sarang Dipterocarpus littralis ...................... 82
Tabel 11. Vegetasi di sekitar pohon sarang Pterospermum javanicum ................. 85
Tabel 12. Vegetasi di sekitar pohon sarang Heritiera javanica ............................. 88
Tabel 13. Vegetasi di sekitar pohon sarang Madhuca malaccensis ....................... 90
Tabel 14. Vegetasi di sekitar pohon sarang Sandoricum koetjape......................... 92
Tabel 15. Vegetasi di sekitar pohon sarang Terminalia bellirica .......................... 95
Tabel 16. Vegetasi di sekitar pohon sarang Dipterocarpus costulatus .................. 97
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram Kerangka Pikir......................................................................... 5
Gambar 2. Morfologi Rangkong .............................................................................. 7
Gambar 3. Persebaran Rangkong di Indonesia ........................................................ 9
Gambar 4. Lokasi Stasiun Penelitian Way Canguk ............................................... 18
Gambar 5. Pengukuran tinggi pohon dengan klinometer....................................... 20
Gambar 6. Sebaran pohon sarang rangkong .......................................................... 25
Gambar 7. Bentuk sarang rangkong pada pohon Madhuca malaccensis............... 49
Gambar 8. Genangan air di dalam lubang sarang rangkong Madhuca
malaccensis ........................................................................................... 50
Gambar 9. Bentuk sarang rangkong pada pohon Dipterocarpus littoralis ............ 51
Gambar 10. Kotoran kelelawar di dalam lubang sarang rangkong Dipterocarpus
littoralis............................................................................................... 52
Gambar 11. Bentuk sarang rangkong pada pohon Sandoricum koetjape .............. 54
Gambar 12. Genangan air di dalam lubang sarang rangkong Sandoricum
koetjape .............................................................................................. 55
Gambar 13. Bentuk sarang rangkong pada pohon Terminalia bellirica ................ 56
Gambar 14. Sisa-sisa bulu, kotoran dan sisa pakan di dalam lubang sarang
rangkong Terminalia bellirica ........................................................... 57
Gambar 15. Bentuk sarang rangkong pada pohon Dipterocarpus costulatus ........ 59
xix
Gambar 16. Genangan air dan serpihan kayu di dalam lubang sarang rangkong
Dipterocarpus littorali ....................................................................... 60
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang
dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 92 Tahun 2018 tentang Jenis
Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Rangkong merupakan kelompok burung yang mudah dikenali karena
memiliki ciri khas berupa paruh yang besar dengan struktur tambahan di
bagian atasnya yang disebut balung (casque) yang berwarna merah atau
kuning, melengkung dan beberapa menyerupai cula dan hal ini merupakan
dasar dari penentuan marga dan jenis burung rangkong berdasarkan
perbedaan bentuk dan ukuran. Di Indonesia, ukuran tubuh rangkong berkisar
antar 40 cm sampai 150 cm, dengan rangkong terberat mencapai 3,6 kg
(Watling, 1983). Bulu berwarna coklat, hitam, putih, atau hitam dan putih.
Kulit dan bulu di sekitar tenggorokan berwarna terang, sayap kuat, ekor
panjang, kaki pendek, jari-jari kaki besar dan sindaktil (MacKinnon, Philipps
dan Balen, 2010).
2
Beberapa literatur menyebutkan bahwa burung rangkong bersarang pada
lubang pohon-pohon berdiameter besar. Hadiprakarsa dan Winarni (2007)
menyatakan bahwa jenis burung dari famili Bucerotidae dikenal menyukai
pepohonan yang tinggi, berdiameter besar, dan membutuhkan daerah hutan
yang luas. Hal tersebut berkaitan dengan fungsinya sebagai tempat mencari
makan, tempat istirahat dan tempat bersarang. Aryanto dkk(2016) juga
menyatakan bahwa burung rangkong sering ditemui di daerah yang terjal
dengan pohon-pohon yang tinggi (>17 m) dan berdiameter besar (>30 cm),
beraktivitas pada pohon Ficus dan Litsea sp. Pohon-pohon tersebut
dimanfaatkan sebagai tempat mencari makan, bertengger, berlindung dan
bersarang bagi burung rangkong (Aryanto dkk, 2016).
Salah satu kawasan yang teridentifikasi sebagai wilayah penting untuk
konservasi jenis-jenis burung dataran rendah, salah satunya adalah Stasiun
Penelitian Way Canguk yang merupakan bagian dari hutan dataran rendah
yang tersisa di TNBBS dan Sumatra yang memiliki vegetasi yang rapat
(WCS-IP, 2001). Jenis rangkong yang sudah jarang tercatat ditemui di areal
ini adalah jenis rangkong gading (Rhinoplax vigil) (Utoyo, unpubl. report
2015). IUCN Redlist (Internasional Union For Conservation of Nature and
Natural Resources), menyatakan bahwa status konservasi rangkong gading
masuk ke dalam kategori Critically Endangered yaitu beresiko mengalami
kepunahan dalam waktu dekat. Menurut CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), status perdagangan
rangkong gading masuk kedalam kategori Appendix I yang artinya sangat
3
tidak diperbolehkan untuk perdagangan secara komersil karena populasinya
sangat sedikit di alam dan dikhawatirkan akan mengalami kepunahan dalam
waktu dekat apabila tidak dilakukan upaya konservasi (IUCN, 2016).
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pohon
sarang rangkong yang masih aktif di daerah hutan dataran rendah Sumatera di
Stasiun Penelitian Way Canguk yang mewakili sarang rangkong di kawasan
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh informasi
mengenai karakteristik pohon sarang rangkong di daerah hutan dataran
rendah sumatera di Stasiun Penelitian Way Canguk (SPWC), Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang datanya dapat dijadikan acuan untuk
upaya konservasi Rangkong di Indonesia.
1.4 Kerangka Pemikiran
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman Flora dan Fauna
yang sangat tinggi, termasuk dari kelompok burung khususnya dari suku
Bucerotidae atau yang lebih dikenal dengan rangkong. Rangkong sendiri di
alam liar statusnya masuk kedalam kategori terancam punah. Faktor utama
yang menyebabkan rangkong terancam punah adalah perburuan dan
perdagangan satwa.
4
Rangkong tersebar hampir di seluruh wilayah tropis, mulai dari hutan primer,
hutan sekunder, hutan dataran rendah, hutan Dipterocarpaceae, dan daerah
rawa (Poonswad, 1993 dan Kemp, 1995). Rangkong bersarang pada pohon-
pohon yang berdiameter besar dengan menempati lubang yang terbentuk
alami pada pohon tersebut. Pohon dari marga Dipterocarpus dan Eugenia
merupakan pohon yang paling banyak digunakan rangkong untuk bersarang
(Poonswad, 1993).
Menurut Utoyo (2015) Stasiun Penelitian Way Canguk secara umum
memiliki tipe hutan hujan dataran rendah dengan vegetasi yang rapat yang
terdiri dari 418 jenis tumbuhan berkayu. Hal tersebut menandakan bahwa
Stasiun Penelitian Way Canguk sangat cocok sebagai habitat alami dari
rangkong.
Penelitian sebelumnya mengenai karakteristik sarang rangkong di Stasiun
Penelitian Way Canguk yang dilakukan oleh Utoyo (2015) terdapat tiga
lubang sarang rangkong yang ditemukan. Semua lubang sarang yang
ditemukan terletak di atas cabang pertama, di pohon-pohon besar dengan
ketinggian mulai dari 40 sampi 61 meter dari permukaan tanah. Ketiga sarang
tersebut ditemukan di wilayah dengan tipe hutan primer dan sekunder.
Berdasarkan penelitian tersebut, Stasiun Penelitian Way Canguk memenuhi
kriteria habitat rangkong dan berpotensi besar terdapat sarang rangkong aktif
yang bisa ditemukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian ulang untuk
5
mendapatkan data tentang karakteristik sarang rangkong di Stasiun Penelitian
Way Canguk yang dapat dijadikan sebagai informasi dan pembelajaran
mengenai karakteristik sarang rangkong yang mewakili wilayah Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) serta dapat dijadikan data acuan
untuk pengelolaan kawasan taman nasional khususnya untuk konservasi
rangkong.
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pikir
Stasiun Penelitian Way Canguk
Penelitian
Studi mengenai karakteristik sarang
rangkong
Data Sekunder Data Primer
Studi literatur Pengumpulan Data di
Lapangan
Analisis Data Deskriptif Kualitatif
Data hasil penelitian mengenai
karakteristik sarang rangkong di Stasiun
Penelitian Way Canguk
Jurnal ini dapat dijadikan data acuan
untuk pengelolaan kawasan taman
nasional khususnya untuk konservasi
rangkong.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Rangkong
Berdasarkan IUCN Red List of Threatened Species (2016) klasifikasi dari
rangkong adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Bangsa : Bucerotiformes
Suku : Bucerotidae
2.2 Morfologi Rangkong
Keluarga burung rangkong merupakan kelompok burung yang mudah
dikenali karena memiliki ciri khas berupa paruh yang besar dengan struktur
tambahan di bagian atasnya yang menyerupai tanduk (casque) (Gambar 2). Di
Indonesia, ukuran tubuh rangkong berkisar antara 45 cm sampai 125 cm
(MacKinnon dkk, 1998), rangkong dengan ukuran kecil seperti jenis
kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostis) sedangkan rangkong
ukuran besar seperti jenis rangkong papan (Buceros bicornis), rangkong
badak (Buceros rhinoceros), dan rangkong gading (Rhinoplax vigil). Warna
bulu rangkong pada umumnya dominan berwarna hitam pada bagian badan
7
dan pada bagian ekor berwarna putih, sedangkan warna pada bagian lain
seperti leher dan kepala cukup bervariasi tergantung jenisnya. Untuk warna
paruh kebanyakan berwarna mencolok (kuning) dan terdapat pula jenis yang
paruhnya berwarna hitam.
Gambar 2. Morfologi Rangkong (cococha.devhub.com)
Menurut Noerdjito (2005), berdasarkan bentuk umum casque dibedakan
menjadi bentuk bilah, tegak, lempeng datar, balok, tembereng bola. Punggung
casque dapat berbentuk tumpul atau tajam. Ujung posterior casque dapat
berbentuk runcing atau cembung. Permukaan casque dapat beralur, datar,
atau polos. Pada beberapa jenis anggota bucerotidae ada yang memiliki lekuk
pemisah antara paruh dengan casque. Keadaan permukaan casque ada yang
bergaris ada yang polos, sedangkan panjang paruh ada yang lebih dari 15 cm
8
dan ada yang kurang dari 15 cm. Tonjolan permukaan casque ada yang
berbentuk silindris dan ada yang agak datar, sedangkan ujung casque ada
yang runcing dan ada yang tumpul. Menurut Kemp (1995) casque terbentuk
dari lapisan keratin yang mengeras dan menutupi seluruh bagian paruh.
Fungsi dari casque diduga sebagai penguat/penahan bagian tengah dari paruh
yang melengkung dan panjang ketika menusuk dengan keras. Selain itu
casque juga berfungsi sebagai identitas pembeda antar spesies, pembeda antar
jenis kelamin, dan digunakan dalam interaksi sosial. Pada spesies
Ceratogymna diketahui berfungsi sebagai resonator suara, selain itu pada
spesies Buceros (termasuk Rhinoplax) diketahui berfungsi untuk menjatuhkan
buah.
2.3 Persebaran Rangkong
Terdapat 54 jenis burung rangkong di seluruh dunia (Kemp, 1995).
Persebaran rangkong meliputi daerah sub-sahara Afrika, India, Asia
Tenggara, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Terdapat 13 jenis burung
rangkong yang tersebar luas di Indonesia dan tiga diantaranya merupakan
jenis burung endemik (Gambar 3).
9
Gambar 3. Persebaran Rangkong di Indonesia (Tribunnews, 2018)
Di Indonesia, pulau Sumatera menempati urutan pertama dalam hal jumlah
jenis rangkong yaitu sebanyak sembilan jenis, diikuti oleh pulau Kalimantan
yang memiliki delapan jenis, pulau Jawa sebanyak tiga jenis, pulau Sulawesi
memiliki dua jenis (endemik), pulau Papua memiliki satu jenis, dan pulau
Sumba memiliki satu jenis (endemik). Burung rangkong di Sumatera tersebar
merata ke seluruh hutan-hutan alam mulai dari ujung utara sampai ujung
selatan Sumatera, namun saat ini sebarannya terbatas pada kawasan hutan
lindung, taman nasional, kawasan konservasi lainnya, dan beberapa daerah
yang masih berhutan. Beberapa jenis memiliki sebaran yang sangat luas
seperti julang emas (Rhyticeros undulatus) dan kangkareng perut putih
(Anthracoceros albirostris), kedua jenis tersebut biasa ditemukan di banyak
lokasi di Sumatera maupun di pulau lainnya. Terdapat pula jenis yang
memiliki sebaran terbatas karena habitatnya yang spesifik seperti Julang
jambul hitam (Aceros corrugatus) dan Rangkong papan (Buceros bicornis)
10
yang hanya menghuni hutan dataran rendah hutan perbukitan, dan hutan rawa
(Holmes et al 1993).
2.4 Perilaku Rangkong
2.4.1 Perilaku Makan
Menurut Madrim (1999) perilaku makan adalah aktivitas rangkong
mulai dari mematuk pakan sampai menelan pakan tersebut di pohon
pakan. Selanjutnya, Kangkareng perut-putih mengambil makanan
dengan menggunakan paruhnya. Aktivitas memakan diselingi dengan
kegiatan menggosok-gosok paruhnya ke cabang pohon yang
dihinggapi dan bergeser ke bagian pohon lain untuk melanjutkan
makan. Terkadang Kangkareng turun ke tanah untuk mengambil pakan
yang jatuh dan serangga (Madrim 1999).
Rangkong merupakan satwa pemakan segala (onmivorous) diantaranya
yaitu pemakan buah (frugivorous) (Kemp 1995; Kinnaird & O’Brien
1997; Klop 1998), dan pemakan serangga (MacKinnon et al. 1998).
Kangkareng perut putih (Anthracoceros coronatus convexus)
memakan buah dari jenis Ficus, serangga yang dimakan yaitu sebangsa
laron dan ulat daun jati (Madrim 1990).
Penelitian Suryadi (1994) mengatakan bahwa aktivitas mencari makan
adalah sebagai aktivitas terbang atau lompat dari cabang ke cabang
lain dalam individu pohon yang sama untuk mendekati letak buah.
11
Selanjutnya dijelaskan dari hasil penelitian bahwa aktivitas makan
rangkong berbeda pada pagi, siang dan sore hari. Aktivitas
perpindahan rangkong terjadi jika terdapat sejumlah rangkong datang
atau meninggalkan pohon pakan. Pada rangkong sulawesi presentase
aktivitas perpindahan tertinggi terjadi pada pagi hari saat aktivitas
makan rangkong terendah (Suryadi 1994).
2.4.2 Perilaku Istirahat, Terbang, dan Bersuara
Perilaku istirahat meliputi membersihkan bulu, berjemur, bermain dan
calling, aktivitas yang kurang membutuhkan energi (Suryadi 1994).
Didapat hasil penelitian Suryadi (1994) bahwa persentase aktivitas
istirahat terendah terjadi pada saat aktivitas makan meningkat.
Menurut Madrim (1999) suara yang dikeluarkan rangkong menandai
dimulai atau berakhirnya aktivitas harian Kangkareng. Madrim (1999)
kegiatan berjemur dilakukan pada pagi hari antara pukul 06:00 – 09:30
WIB pada bagian tajuk pohon teratas dan terluar. Selanjutnya pada
pukul 15:00 – 16:30 WIB Kangkareng akan kembali beristirahat ke
tempat tersebut.
Burung rangkong dapat dikenali dari suara kepakan sayap pada saat
terbang. Suara yang ditimbulkan dari kepakan sayap langsung dapat
dikenali (Kinnaird & O’Brien 1997). Semua jenis rangkong
mempunyai suara yang keras dan terdengan sampai lebih dari satu
kilometer (Kinnaird & O’Brien 1997). Dijelaskan dalam penelitian
12
Noerfahmy (2008), kelompok Enggang klihingan (Annorhinus
galeritus) di TNBBS sering melakukan aktivitas calling. Selanjutnya
dijelaskan bahwa calling dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
Aktivitas ini dilakukan oleh setiap kelompok untuk menandakan
keberadaan individu atau kelompok pada suatu lokasi, biasa dilakukan
antar individu dalam kelompok atau antar kelompok satu dengan
kelompok lain. Calling berfungsi sebagai hal untuk menunjukkan
dominasi kelompok. Aktivitas calling dilakukan pada pagi hari dan
sore hari menjelang matahari terbenam (Noerfahmy 2008).
Pada saat bersarang aktivitas calling rangkong akan berkurang. Klop
(1998) menyatakan bahwa jantan akan lebih banyak diam, tidak
bersuara jika sudah mendekati sarang, namun jika tidak sedang musim
bersarang jantan akan bersuara keras jika merasa terganggu. Pada
anakan Tarictic, suara yang dikeluarkan akan lebih keras dibandingkan
dengan Tarictic dewasa.
2.4.3 Perilaku Bersarang
Sarang merupakan tempat bagi satwa dalam melakukan reproduksi dan
pemeliharaan anak. Perilaku bersarang merupakan suatu kegiatan
satwa untuk menjamin keberhasilan proses pengeraman dan
pemeliharaan anak (Azizah, 2010).
13
Pada sarang famili Bucerotidae betina berada di dalam lubang sarang,
kemudian bersama jantan menutup seluruh lubang dengan lumpur, dan
membuat celah kecil untuk dapat memasukkan pakan yang dibawa
oleh jantan di dalam kerongkongannya kemudian memuntahkannya
kepada betina dan anakan (Kemp 1991; Kinnaird & O’Brien 1997).
Rangkong dapat menutupi lubangnya dengan material lumpur, kayu
yang sudah lapuk dan kotorannya (Klop 1998). Hasil penelitian Klop
(1998) menyatakan bahwa pada jenis Visayan Tarictic (Penelopides
panini panini) di Area Konservasi Mari-it, Filipina, lubang yang
pernah digunakan untuk bersarang akan digunakan kembali pada
perkembangbiakan selanjutnya.
Pada saat bersarang Klop (1998) menyatakan bahwa jantan Tarictic
akan melakukan terbang secara diam-diam, tidak banyak megepakkan
sayap, jika sudah mendekati sarang agar predator tidak mengetahui
keberadaannya. Selanjutnya, sebelum jantan memberikan makanan
kepada betina, jantan akan melakukan pengintaian di sekitar pohon
sarang untuk pengamanan. Fungsi dari menutupi sarang yaitu untuk
melindungi betina dan telur dari predator dan gangguan dari jenis
rangkong lain (Kinnaird & O’Brien 1997).
Burung rangkong yang berukuran kecil biasanya mengerami enam
telur dengan masa inkubasi (incubation period) 25 hari, masa betina
muncul dengan anak yang paling tua berusia 25 hari sampai pada 45
14
hari total perilaku bersarang. Pada rangkong yang berukuran besar
mengerami dua telur dengan masa inkubasi 45 hari, kemudian
meninggalkan anaknya yang berusia 30 hari dengan total 80 hari
perilaku bersarang. Total waktu pengurungan pada masa bersarang
rangkong yaitu 4 – 5 bulan. Beberapa jenis rangkong akan melakukan
pergantian bulu (molting) pada masa awal bersarang (mengerami telur)
kemudian akan tumbuh kembali pada saat keluar dari sarang.
Musim bersarang rangkong akan berbeda di setiap lokasi. Beberapa
rangkong dari beberapa lokasi biasanya bersarang/berbiak pada bulan
januari dan may. Menurut Margawati (1982) yang diacu dalam
Kumara (2006) musim hujan merupakan suatu pendorong untuk
terjadinya perkembangbiakan pada rangkong karena waktu tersebut
terdapat tanah basah yang berguna untuk membangun dinding pada
sarang dan pada waktu telur menetas banyak ditemukan binatang kecil
dan serangga melimpah sebagai salah satu sumber makanannya. Bulan
Oktober – Desember masuk kedalam musim hujan. Kumara (2006)
menyatakan bahwa musin kawin burung keluarga rangkong bervariasi
antar jenis satu dengan yang lain, dimulai dari bulan Januari –
Desember.
2.5 Habitat Rangkong
Habitat burung rangkong adalah hutan alam mulai dari ketinggian 0 – 1000 m
dpl. Pada daerah pegunungan (>1000 m dpl) rangkong mulai jarang
15
ditemukan (RIRI 2010).. Kriteria pohon besar menurut Poonswad (1993)
adalah pohon dengan diameter lebih dari 40 cm atau yang memiliki keliling
lebih dari 125 cm. Rangkong papan (Buceros bicornis) biasanya menempati
habitat hutan primer yang selalu hijau sepanjang tahun (primary evergreen),
hutan Dipterocarpaceae, dan hutan gugur yang lembab (deciduous forest), dan
terutama pada hutan dataran rendah di bawah 1000 m dpl. (Kemp &
Poonswad 1993). Aceros corrugatus menghuni hutan primer dataran rendah
yang hijau sepanjang tahun (primary evergreen forest) khususnya hutan rawa
yang dekat dengan pesisir/pantai (Kemp, 1995), sedangkan Buceros
rhinoceros juga menghuni hutan primer dataran rendah kecuali pada hutan
rawa (Holmes 1969 dalam Kemp 1995), namun Madrim (1998) menyebutkan
bahwa habitat yang disukai oleh kangkareng perut putih justru bukan hutan
lebat seperti yang biasa digunakan oleh kerabat burung rangkong lainnya,
melainkan daerah terbuka, hutan sekunder, bahkan hutan tanaman.
2.6 Karakteristik Sarang
Beberapa literatur menyebutkan bahwa burung rangkong bersarang pada
lubang pohon-pohon berdiameter besar. Beberapa diantaranya laporan
Poonswad (1993) yang menyatakan bahwa berdasarkan 69 lubang sarang
yang telah dipelajari di Thailand, ukuran pohon sarang yang digunakan oleh
keempat jenis rangkong di sana berkisar antara diameter 46 – 157 cm.
Rangkong dengan ukuran besar biasanya menggunakan pohon-pohon besar
dan rangkong yang ukurannya kecil akan menggunakan pohon yang lebih
kecil. Burung rangkong di Khao Yai National Park biasanya bersarang pada
16
pohon-pohon terutama dari genus Dipterocarpus dan Eugenia. Selain itu,
Puryanto (1996) melaporkan bahwa Rhyticeros undulatus di Banyuwangi
Jawa Timur menggunakan pohon berdiameter antara 60 – 145 cm. Jenis
pohon yang banyak digunakan adalah jenis Tetrameles nudiflora dan
Pangium edule.
2.7 Stasiun Penelitian Way Canguk
Pusat penelitian dan pelatihan konservasi Way Canguk (stasiun penelitian)
yang terletak di antara Desa Way Heni dan desa enclave Way Haru dengan
letak astronomis 5o 39’ 325” LS dan 104o24’21” BT, dengan ketinggiannya
yang berkisar antara 0-100 mdpl dan dibangun oleh WCS-IP dan PHKA pada
bulan Maret 1997. Tujuan pembangunan tersebut adalah membuat sebuah
stasiun penelitian tempat penelitian, penelitian lapangan jangka panjang dan
pelatihan dalam suasana lapangan yang menyenangkan (WCS-IP, 2001).
Areal penelitian tersebut sebagian besar merupakan rangkaian hutan primer
yang masih baik dan merupakan daerah yang terganggu akibat pembalakan
liar dan penggunaan lahan untuk pertanian. Stasiun dikelilingi oleh lokasi
penelitian yang luasnya 900 ha dengan hutan primer, hutan terbakar, dan
hutan yang terganngu secara alami dan dipisahkan oleh sungai Way Canguk
terdapat didalamnya. Areal penelitian tersebut dibagi menjadi 200 ha areal di
bagian barat laut Way Canguk dan kurang lebih 600 ha di sebelah tenggara
sungai. Di tengah areal penelitian melintang sebuah jalan setapak yang
menghubungkan enclave Way Haru dengan Desa Way Heni. Dibuat jalur
17
setiap 200 m di areal penelitian dengan 100 plot vegetasi untuk memantau
pertumbuhan pohon, kematian, dan pola pembuahan. Juga terdapat 30 plot
tambahan di areal yang terbakar pada tahun 1997 untuk memantau
pertumbuhan semai, pancang dan pohon berikut dengan proses kematiannya
(monitoring pasca kebakaran) (WCS-IP, 2001).
18
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) (Gambar 4) di bawah program dan
bekerjasama dengan Wildlife Conservation Society-Indonesia Program
(WCS-IP). Penelitian ini telah dilaksanakan pada Februari – April 2019.
Gambar 4. Lokasi Stasiun Penelitian Way Canguk (Abrini, 2017)
19
3.2 Bahan dan Alat Pengamatan
Bahan dari penelitian ini adalah pohon sarang rangkong yang masih
berpotensi untuk ditempati kembali di areal Stasiun Penelitian Way Canguk
dan vegetasi di sekitar pohon sarang tersebut. Alat yang digunakan selama
penelitian meliputi kamera Canon Powershot SX730 HS, jam tangan Eiger,
teropong binokuler Nikon, lembar kerja, phi-band, rangefinder, headlamp
Petzl, Global Positioning System (GPS) Garmin 64S, laptop, meteran, dan
satu set alat pemanjat pohon.
3.3 Prosedur Kerja
Penelitian ini dilakukan dengan mencari lokasi keberadaan pohon sarang
rangkong yang telah selesai digunakan rangkong untuk bersarang dan masih
berpotensi untuk ditempati kembali di area Stasiun Penelitian Way Canguk
dengan mencari lokasi pohon besar yang berlubang dan pernah ditempati
rangkong untuk bersarang Sebagian data dari penelitian ini merupakan data
yang telah dikumpulkan oleh tim WCS-IP. Penentuan pohon sarang
rangkong yang diamati berdasarkan hasil survei dari tim lapangan Stasiun
Penelitian Way Canguk yang telah dilakukan pengamatan secara berkala dan
telah disetujui oleh pihak WCS-IP. Ditentukan 8 pohon sarang yang diamati
karakteristik sarangnya baik karakteristik pohon, karakteristik lubang sarang,
dan karakteristik vegetasi di sekitar pohon sarangnya. Hanya 5 individu
pohon yang dilakukan pemanjatan untuk mengamati karakteristik lubang
sarang, 3 sarang yang lain tidak memungkinkan untuk dilakukan pemanjatan
karena jarak cabang dengan lubang sarang terlalu jauh, vegetasi yang terlalu
20
rapat dan didominasi oleh liana, serta kondisi topografi daerah sekitar sarang.
Parameter sarang yang diamati dalam penelitian ini mengacu pada metode
penelitian Rahayuningsih et al (2017) dan Utoyo (2017).
Pengukuran diameter pohon sarang dilakukan menggunakan phi-band atau
DBH-meter (Diameter at Breast Height) yaitu dengan melilitkan pita DBH-
meter pada batang pohon setinggi 1,3 meter atau setinggi dada orang dewasa.
Jika pohon memiliki banir, maka pengukuran dilakukan dengan melilitkan
pita pada batang pohon 1,3 meter dari banir.
Penggunaan klinometer untuk mengukur tinggi pohon, dapat diilustrasikan
pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengukuran tinggi pohon dengan klinometer
Cara menggunakan klinometer adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan Kesebangunan Segitiga
a. Cari tempat terbuka agar kanopi tertinggi dapat terlihat.
b. Ukur tinggi diagonal kearah kanopi tertinggi (sumbu C).
21
c. Kemudian ukur jarak pengamat dengan pohon (sumbu B).
d. Setelah itu nilai sumbu C dan sumbu B diketahui, ukur panjang sumbu
A menggunakan rumus kesebangunan segitiga (pythagoras).
e. Setelah nilai sumbu A diketahui, hitung nilai tinggi pohon dengan
menambahkan nilai sumbu A dengan sumbu F (tinggi pengamat)
3.4 Parameter yang diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini dibagi menjadi parameter pohon
sarang (Tabel 1) dan parameter lubang sarang (Tabel 2). Parameter pohon
sarang menggunakan data primer dan sekunder. Parameter lubang sarang
seluruhnya menggunakan data primer.
Tabel 1. Parameter pohon sarang
Prameter pohon sarang Keterangan
Jenis pohon Mengidentifikasi jenis pohon sarang
Diameter pohon (m) Pengukuran diameter pohon sarang
Tinggi pohon (m) Diukur dari permukaan tanah
Tinggi sarang (m) Diukur dari permukaan tanah
Vegetasi di sekitar pohon
sarang
Mengidentifikasi vegetasi di sekitar
pohon sarang dalam radius 20 meter
22
Tabel 2. Parameter lubang sarang
Parameter lubang sarang Keterangan
Lebar sarang (cm) Pengukuran secara langsung
Tinggi sarang (cm) Pengukuran secara langsung
Kedalaman sarang (cm) Pengukuran secara langsung
Volume sarang (cm3) Lebar x tinggi x kedalaman
Lebar pintu sarang (cm) Pengukuran secara langsung
Tinggi pintu sarang (cm) Pengukuran secara langsung
Luas pintu sarang (cm2) Lebar x tinggi
Arah lubang sarang (°) Pengukuran secara langsung
Suhu di dalam sarang (°C) Pengukuran secara langsung
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh pada hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif. Data
yang diperoleh disajikan dalam bentuk tulisan, tabel maupun gambar disertai
penjelasan dan penguraian.
73
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
a. Dari seluruh pohon sarang rangkong yang diamati, rangkong umumnya
bersarang pada pohon yang memiliki diameter batang yang besar dan
memiliki ketinggian yang tinggi yaitu dengan diameter > 63 cm dan
tinggi pohon > 37 meter. Sarang berada pada ketinggian > 16 meter dan
umunya sarang berada di bawah cabang pertama.
b. Lubang sarang rangkong memiliki ukuran yang relatif kecil pada bagian
pintu sarang, dengan tinggi antara 14 cm sampai 34,5 cm dan lebarnya
antara 8 cm sampai 26 cm dan lebar. Sedangkan pada bagian dalam
sarangnya memiliki ukuran yang sangat besar didalamnya dengan tinggi
77 cm sampai lebih dari 250 cm, lebar lantai sarang antara 27 cm sampai
59 cm dan kedalaman sarang antara 42 cm sampai 116 cm. Umumnya
lubang sarang rangkong memiliki suhu seperti suhu ruang yaitu antara
25,5oC hingga 32,5oC.
c. Vegetasi di sekitar pohon sarang rangkong yang diamati memiliki jumlah
individu pohon antara 31 sampai 63 dengan jenis yang relatif beragam
dan cenderung didominasi oleh tumbuhan tingkat tiang.
74
5.2 Saran
Berdasarkan data dari WCS-IP rangkong umumnya bersarang pada bulan
September sampai Februari. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian atau
pengkajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa rangkong
banyak bersarang pada bulan-bulan tersebut. Penelitian ini perlu dilakukan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut baik berupa
sumber pakan air atau faktor yang lain. Sehingga dapat dilakukan upaya-
upaya konservasi terkait rangkong dan ekologinya untuk menjaga dan
mendukung kehidupan dan kelestarian rangkong di Indonesia.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abrini, H. 2017. Intensitas Pemanfaatan Pohon Ficus Sebagai Sumber Pakan
Dalam Perilaku Harian Rangkong (Aves: Bucerotidae) Di Pusat Penelitian
Dan Pelatihan Konservasi Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan. Skripsi. Jurusan Biologi. Universitas Lampung
Ariyanti, N. 2017. Penggunaan Klinometer dalam Menentukan Tinggi Matahari
Awal Waktu Dzuhur dan Ashar. Skripsi. Jurusan Ilmu Falak. UIN
Walisongo Semarang.
Aryanto, A. S., S. Agus, M. Jani. 2016. Keberadaan Burung Rangkong
(Bucerotidae) Di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman.
Jurnal Sylva Lestari. Lampung
Azizah. 2010. Perencanaan Wisata Burung Rangkong (Famili Bucerotidae) Di
Harapan Rainforest Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Skripsi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
BGCI. 2017. GlobalTreeSearch online database. Richmond, U.K. Available at:
https://www.bgci.org/global_tree_search.php. Diakses Pada 20 Mei 2019
Pukul 19.20 WIB
Damanik, R. I. M. 2005. Kekuatan Kayu. e-USU Repository. Sumatera Utara
Datta, A., G. S. Rawat. 2004. Nest-site selection and nesting success of three
hornbill species in Arunachal Pradesh, north-east India: Great Hornbill
Buceros bicornis, Wreathed Hornbill Aceros undulatus and Oriental Pied
Hornbill Anthracoceros albirostris. Bird Conserv Intl 14: S39-S52.
Forest Watch Indonesia dan Global Watch. 2001. PoteretKeadaan Hutan
Indonesia, Bogor.
Hadi, N. K. 2012. Keanekaragaman Burung Rangkong (Bucerotidae) Pada
Kawasan Lindung IUPHHK-HTI PT. Bukit Batu Hutani Alam Kabupaten
Bengkalis Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
76
Hadiprakarsa, Y. dan N. L. Winarni. 2007. Fragmentasi hutan di Lampung,
Sumatera vs burung rangkong: Mampukah burung rangkong bertahan
hidup? Jurnal Indonesian Ornithologists’ Union (IdOU). 5 (1):94―102.
Holmes, D., I. S. Suwelo, B. V. Balen. 1993. The Distribution and Status of
Hornbills in Indonesia. Di dalam : Poonswad P & Kemp AC, Editor.
Manual to the Conservation of Asian Hornbills. Bangkok: Faculty of
Science Mahidol Univ. Hlm 316-331.
Idris, S. 1998. Sandoricum Cav. In Sosef, M.S.M., L.T. Hong, and S.
Prawirohatmodjo (eds.). Timber trees: lesser-known timbers. Prosea, Bogor.
International Tropical Timber Organization. 2019.
http://www.tropicaltimber.info/specie/palapi-heritiera-javanica/. Diakses
Pada 15 Mei 2019 Pukul 20.30 WIB
International Tropical Timber Organization. 2019.
http://www.tropicaltimber.info/specie/bayur-pterospermum-
javanicum/#lower-content. Diakses Pada 15 Mei 2019 Pukul 20.30 WIB
International Union for Conservation of Nature (IUCN). 2016. IUCN Red List of
Threatened Species. http://www.iucnredlist.org/details/22682528/0. Diakses
Pada 2 Februari 2019 Pukul 16.05 WIB
International Union for Conservation of Nature (IUCN). 2018. IUCN Red List of
Threatened Species. https://www.iucnredlist.org/species/33376/125628315.
Diakses Pada 15 Meu 2019 Pukul 20.00 WIB.
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia. 2018
Peratutan No.92 Tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi
Kemp, A. C. 1991. Hornbill. Didalam: Forshaw J, Kirshner D. Encyclopedia of
Birds. New York: Smithmark.
Kemp, A. C. 1995. The Hornbills : Bucerotiformes (Bird Families of the World).
London: Oxford University Press.
Kinnaird, M. dan O’Brien T. 1997. Hornbill. Didalam: Jepson P. Birding
Indonesia. Singapore: Periplus Edition (HK) Ltd.
Klop, E. 1998. Research and Conservation of the Visayan Tarictic Hornbill
(Penelopides panini panini) on Panay, the Philippines. Frankfurt Zoological
Society.
Kumara I. 2006. Karakteristik Spasial Habitat Beberapa Jenis Burung Rangkong
di Taman Nasional Danau Sentarum. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
77
Mabberley, D.J., Pannell, C.M., Edmonds, J.M. and Sing, A.M. 2007. Meliaceae.
In: E. Soepadmo and L.G. Saw (eds), Tree Flora of Sabah and Sarawak, pp.
17-24. Forest Research Institute Malaysia, Kuala Lumpur, Sabah Forestry
Department, Sandakan and Sarawak Forestry Department, Kuching.
MacKinnon, J., K. Philipps, dan B. Van Balen. 2010. Burung di Sumatera, Jawa,
Bali dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam).
Buku. Puslitbang- Biologi. Jakarta. 521 p.
Madrim, D. 1990. Studi Habitat Kangkareng Perut Putih (Anthracoceros
coronatus covexus Temminck 1832) di Taman Wisata dan Cagar Alam
Pananjung Pangandaran Ciamis Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
MacKinnon, J, Phillips K, dan B. Van Balen. 1998. Burung-burung di Sumatera,
Jawa,Bali dan Kalimantan. Bogor: Puslitbang Biologi – LIPI – Birdlife
International Indonesia Programme.
Margareta, R, Nugroho, E. K. 2013. The distribution and population of Wreathed
Hornbill in Mount Ungaran Central Java. Intl J Envir Sci Dev 4 (5): 492-
495.
Marthy, W. 2008. A review: Breeding ecology and nest site characteristics of
Hornbills in situ and ex-situ. Harapan Rainforest, Bogor.
Newman, M.F., P.F. Burgess, & T.C. Whitmore. 1999. Pedoman identifikasi
pohon-pohon Dipterocarpaceae – Sumatera. Prosea. Bogor
Noerdjito, M. 2005. Seri Nama Baku Fauna Indonesia, Seri kesatu Anatidae &
Bucerotidae. Bogor: Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI.
Noerfahmy, S. 2008. Hubungan Ukuran Kelompok dan Sebaran Pohon Makanan
dengan Luas Daerah Jelajah Pada Enggang Klihingan (Annorhinus
galeritus Reichenbach, 1849) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Lampung. [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Negeri Jakarta.
Nooteboom, H.P, Wde Wilde, W.J.J.O, Kirkup, D.W., Stevens., P.F., Coode,
M.J.E and Saw, L.G. 2017. Flora Malesiana. Available at:
http://portal.CYBERTAXONOMY.org/flora-malesiana/. Diakses Pada 22
Mei 2019 Pukul 20.45 WIB.
Orwa, C., A. Mutua, R. Kindt, R. Jamnadass, S Anthony. 2009 Agroforestree
Database:a tree reference and selection guide version 4.0.
http://www.worldagroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp. Diakses
Pada 22 Mei 20.30 WIB
78
Poonswad, P. 1993a. Field Techniques for the Study of Hornbills. Di dalam :
Poonswad P & Kemp AC, Editor. Manual to the Conservation of Asian
Hornbills. Bangkok: Faculty of Science Mahidol Univ. Hlm 160-187.
Poonswad, P. 1993b. Aspects of the Biology and Ecology of Some Asian
Hornbills. Di dalam : Poonswad P & Kemp AC, Editor. Manual to the
Conservation of Asian Hornbills. Bangkok: Faculty of Science Mahidol
Univ. Hlm 77-97.
PT Mutu Prima Utama. 2019. http://www.kayu123.com. Diakses pada 10 Juli
2019.
Puryanto. 1996. Karakteristik Tempat Bersarang Burung Julang (Rhyticeros
undulatus) di Resort KSDA Glenmore Tumpang Pitu dan Sukamade
Banyuwangi JawaTimur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Rahayuningsih, M., Nugroho, E. K. 2013. Profil Habitat Julang Emas (Aceros
undulatus) Sebagai Strategi Konservasi di Gunung Ungaran, Jawa Tengah.
Indonesian Journal of Conservation. Hlm. 14—22
Rahayuningsih, M., Nugroho, E. K., Amin R. 2017. The nest characteristics of
Wreathed Hornbill (Rhyticeros undulatus) in Mount Ungaran, Central Java,
Indonesia. Biodiversitas. Semarang
RIRI (Rumah Informasi Rangkong Indonesia). 2010. Rangkong. www.RIRI.co.cc
[10 Juni 2010].
Suryadi. 1994. Tingkah Laku Makan Rangkong Sulawesi Rhyticeros cassidix
Temminck (Aves: Bucerotidae) Pada Masa Tidak Berbiak di Cagar Alam
Tangkoko – Batu Angus Sulawesi. [Skripsi]. Depok: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.
Swenson, U. & Anderberg, A. A. (2005). Phylogeny, Character Evolution and
Classification of Sapotaceae (Ericales). Cladistics. 21, hlm. 101-130.
Tribunnews. 2018. http://www.tribunnews.com/nasional/2018/01/05/peta-nkri-
diperbarui-ini-5-perubahan-dari-peta-sebelumnya. Diakses tanggal 11
Februari 2019. Pukul
Utoyo, L. 2015. Daftar Inventarisasi Flora dan Fauna di Way Canguk .
unpublished report.
Watling, D. 1983. Ornithological Notes of Sulawesi. The Emu 83(4): 247-261.
WCS-IP. 2001.Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dalam Ruang dan Waktu
Laporan Penelitian 2000 -2001. WCS-IP/ PHKA; Bogor: 149 hlm