26
Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Teori Dalam Komunikasi Organisasi Metode Ujian: Paper Pengajar: 1. Prof. Andre Hardjana 2. Dr. Dorien Kartikawangi Karisma Megawati dan Pesona Jokowi: Gejala Groupthink dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P Disusun oleh: Gibthi Ihda Suryani 1306427743 Program Pascasarjana Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2013

Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

  • Upload
    gibtha

  • View
    247

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Teori Dalam Komunikasi Organisasi

Metode Ujian: Paper

Pengajar:

1. Prof. Andre Hardjana

2. Dr. Dorien Kartikawangi

Karisma Megawati dan Pesona Jokowi: Gejala Groupthink dalam Arena

Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Disusun oleh:

Gibthi Ihda Suryani

1306427743

Program Pascasarjana

Departemen Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

2013

Page 2: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e2

Karisma Megawati dan Pesona Jokowi: Gejala Groupthink dalam Arena Kontestansi

Kandidat Presiden Partai PDI-P

Gambar di atas1, momen saat Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (kiri) memberi hormat kepada Ketua Umum PDIP Megawati

Soekarnoputri sebelum membacakan Dedication of Life dalam acara pembukaan Rakernas III

PDIP di Ancol, Jakarta, Jumat (6/9/2013). Rakernas yang dihadiri 1.330 fungsionaris dan kader

PDIP seluruh Indonesia tersebut berlangsung pada 6-8 September 2013.

Rapat kerja nasional (Rakernas) PDIP berakhir denngan menyimpan pertanyaan besar,

apakah Jokowi akan didaulatkan Megawati untuk menjadi calon presiden (capres) PDIP 2014?

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri hanya melempar sinyal. Gubernur DKI Jakarta,

Joko Widodo (Jokowi), diminta membacakan dedication of life-nya Bung Karno yang dibuat 10

September 1966, serta semobil dengan Megawati.

Kemungkinan itu telah terbuka, dengan demikian, warga DKI Jakarta harus pasrah seperti

warga Solo. Penulis tidak akan sejauh itu mengulasnya tapi ingin mengkaji dugaan tentang

gejala groupthink yang menjangkiti PDI-P dalam pengambilan keputusan dan komunikasi

organisasi khususnya dalam konteks Rakernas yang telah berlangsung awal September 2013

1 Gambar diambil dari

http://nasional.kompas.com/read/2013/09/07/2051325/Di.Meja.Makan.Jokowi.Tak.Bahas.Politik.dengan.Megawati. Diakses tanggal 30 Desember 2013.

Page 3: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e3

lalu. Penulis memulai kajiannya dengan tinjauan teori dari karya Irving Lester Janis, groupthink

mulai dari akar teoritis teori-teori fungsional hingga beragam kritik tentang teori ini. Metode yang

digunakan adalah studi dokumen sekunder berupa tinjauan literatur, serta penelusuran berita

liputan Rakernas PDI-P dari konten yang tersedia di website resmi PDI-P ataupun situs berita

online.

Jangkauan teori groupthink ini sangat memikat dan mengagumkan. Groupthink adalah

satu dari sedikit model dalam ilmu sosial yang benar-benar memiliki dampak multidisipliner.

Sebagai contoh, meski hanya sepintas teori ini meninjau literatur dari ilmu politik, komunikasi,

teori organisasi, psikologi sosial, manajemen, strategi, konseling, ilmu komputer, teknologi

informasi, manajemen teknik, kesehatan bahkan marketing memberikan nuansa dan

pengaruhnya pada konsep groupthink. Kita perlu mengapresiasi bagaimana teori ini bisa fit

dalam berbagai disiplin ilmu dan masih dipandang relevan hingga saat ini (Turner & Pratkanis,

1998).

Akar teoritis: teori-teori fungsional komunikasi kelompok

Karya dalam tradisi ini sangat dipengaruhi oleh pengajaran pragmatis tentang diskusi-diskusi

komunikasi kelompok kecil (Littlejohn, 2002: p.266). Selama awal abad ke-20, John Dewey

mengembangkan metode untuk menggambarkan proses bahwa seseorang harus melalui saat

mereka bekerja pada pemecahan masalah. Pada tahun 1910, pada bukunya, How We Think,

Dewey mengemukakan bahwa proses berpikir reflektif melibatkan lima langkah (Littlejohn &

Foss (2009: p. 416-420)

(1) mengekspresikan kesulitan-kesulitan,

(2) mendefinisikan masalah,

(3) usulan kemungkinan solusi,

(4) pengembangan penalaran dan konsekuensi dari solusi, dan

(5) pengamatan lebih lanjut dari percobaan yang mengarah pada penerimaan atau

penolakan.

Pengaruh kedua pada pengembangan teori ini adalah karya Robert Bales. Bales et al,

mengkaji pada kemampuan anggota kelompok untuk menangani empat masalah fungsional:

adaptasi, kontrol instrumental, ekspresi, dan integrasi. Adaptasi dan kontrol instrumen

berhubungan dengan pengelolaan pembuatan keputusan, sedangkan ekspresi dan integrasi

berkaitan dengan manajemen pengelolaan hubungan. Kelompok berusaha untuk menjaga

keseimbangan dalam kedua masalah ini dan komunikasi kelompok merupakan sarana utama

mempertahankan keseimbangan itu (Littlejohn & Foss (2009: p. 416-420).

Page 4: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e4

Pengaruh ketiga pada pengembangan teori fungsional dari pengambilan keputusan

yang efektif adalah karya Irving Janis pada pengambilan keputusan dengan penuh

pertimbangan. Janis mengembangkan teori bahwa kelompok sangat kohesif seringkali

mengalami keputusan yang salah, hal ini dikarenkan tekanan yang diberikan kepada anggota

kelompok tersebut untuk mencapai konsensus. Janis menamai kondisi ini sebagai groupthink.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh kelompok dengan penuh pertimbangan adalah (Littlejohn

& Foss, 2009: 416-420):

(a) survei kemungkinan alternatif solusi,

(b) survei tujuan yang akan dicapai,

(c) memeriksa risiko dan manfaat yang terkait dengan alternatif,

(d) melakukan pencarian informasi,

(e) memproses informasi,

(f) memperkirakan alternatif risiko dan manfaatnya sebelum membuat pilihan akhir, dan

(g) menyusun rencana untuk menerapkan pilihan yang diinginkan bersama.

Di ketiga pengaruh tersebut, sifat fungsional komunikasi adalah fokus, dengan kata lain,

komunikasi adalah tujuan untuk mencapai beberapa tujuan. Dalam metode pemikiran reflektif

Dewey, komunikasi adalah fungsional karena bila diterapkan pada diskusi kelompok

memungkinkan kelompok untuk mencapai resolusi efektif dari masalah. Dalam pendapat Bales,

komunikasi ada untuk mengaktifkan kelompok itu sendiri. Sedangkan, bagi Janis, komunikasi

bersifat fungsional karena itu ada sarana untuk mencapai anggota kelompok agar memenuhi

setiap karakteristik kewaspadaan.

Teori fungsional dari keputusan kelompok yang efektif bersandar pada asumsi bahwa

efektivitas pengambilan keputusan tidak terpengaruh oleh produksi perilaku komunikatif

tertentu, tetapi harus memenuhi suatu persyaratan. Persyaratan ini disebut oleh Gouran dan

Hirokawa pada tahun 1983 sebagai syarat fungsional (Littlejohn & Foss, 2009: 416-420). Untuk

membuat keputusan yang efektif, kelompok tersebut harus melakukan hal-hal berikut ini:

(1) Memahami masalah dengan berbagai pertimbangan.

(2) Menentukan karakteristik agar suatu jawaban dapat diterima.

(3) Menyusun berbagai alternatif yang realistis di antaranya jawaban yang telah diterima.

(4) Kritis memeriksa setiap alternatif yang digunakan untuk menentukan jawaban.

(5) Memilih alternatif yang terbaik sesuai dengan karakteristik dari suatu jawaban.

Stohl dan Holmes mengusulkan perpanjangan dengan menyarankan memahami masa lalu,

kini, dan masa depan untuk memahami hubungan kelompok itu dengan lingkungannya. Gouran

dan Hirokawa juga mengajukan revisi dalam bukunya Communication and Group Decision

Page 5: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e5

Making. Dalam identifikasi ini ada pengakuan akan pentingnya dimensi relasional kelompok

dalam membuat keputusan yang efektif. Di antaranya adalah faktor-faktor afiliatif (kekhawatiran

terhadap hubungan kelompok), kognitif (pengolahan informasi yang terhambat), dan egosentris

(motivasi personal yang mendominasi). (Littlejohn & Foss, 2009: 416-420).

Asumsi Dasar

Teori komunikasi kelompok fungsional merupakan perpaduan dan keseluruhan dari proposisi,

asumsi, dan klaim-klaim yang menjelaskan bagaimana dan mengapa komunikasi berhubungan

dengan kualitas pembuatan keputusan oleh kelompok. Teori ini berpengaruh dalam

membimbing peneliti dan praktisi memandang bagaimana komunikasi mempengaruhi

pengambilan keputusan kelompok. (Littlejohn & Foss, 2009: 416-420).

Pengaplikasian Teori

Teori ini diaplikasikan dalam diskusi kelompok. Bagaimana kelompok membuat suatu

keputusan dengan memerhatikan syarat-syarat tertentu agar dapat menghasilkan satu suara.

Seperti pemikiran Janis yang mengkaji mengenai fenomena groupthink.

Cohesiveness: Persoalan bagi Pengambilan Keputusan dan Tindakan

Organisasi?

Janis dalam karyanya menelaah hal detil yang diperlukan dalam keputusan dan

tindakan kelompok. Menekankan pada cara berpikir kritis, Janis menunjukkan bagaimana

kondisi tertentu dapat mengiring pada kepuasan kelompok tapi dengan hasil yang tidak efektif.

Cohesiveness telah menjadi variabel yang krusial dalam keefektifan kelompok. Hal ini pertama

kali dikemukakan oleh Kurt Lewin di tahun 1930-an. Cohesiveness merupakan derajat dari

kesamaan kepentingan—mutual of interest dari para anggota kelompok. Dalam kelompok

dengan cohesiveness yang tinggi, suatu kesamaan dalam identifikasi membuat kelompok tetap

bertahan (Littlejohn, 2002: p.268).

Cohesiveness adalah hasil dari derajat dimana sekuruh anggota kelompok menganggap

tujuan mereka dapat dicapai dalam kelompok. Bukan berarti tiap anggota kelompok harus

memiliki kesamaan sikap tetapi tiap anggota punya kebebasan dan bergantug pada satu sama

lain untuk mencapai tujuan bersama yang diharapkan dalam kelompok (Littlejohn, 2002: p.268).

Cohesiveness punya sisi positif, selain membuat anggota kelompok tetap bersama dan

juga meningkatkan hubungan interpersonal dalam kelompok. Janis dalam teori gropthink-nya

melihat cohesiveness juga memiliki potensi bahaya. Pada satu titik, kelompok dengan

Page 6: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e6

kohesivitas yang tinggi dapat menaruh terlalu banyak energy untuk membangun citra

baik/maksud baik dalam kelompok dan dapat merugikan dalam pengambilan keputusan dalam

kelompok. (Littlejohn, 2002: p.268).

Pengertian fenomena Groupthink.

Irving L. Janis dalam bukunya, Victims of Groupthink: A Psycological Study of Foreign

Dcisions and Fiascoes (1972) menggunakan istilah groupthink sebagai moda/cara berpikir

yangmana orang terlibat secara mendalam dalam kelompok yang kohesif, ketika anggota

kelompok berupaya keras untuk mencapai kebulatan suara namun mengesampingkan motivasi

mereka untuk secara realistik menilai tindakan-tindakan alternatif dalam pengambilan

keputusan. Groupthink hanya terjadi pada kondisi kohesivitas yang tinggi dalam kelompok. Hal

ini berarti bahwa anggota kelompok memiliki “we-feeling’' yang kuat akan solidaritas dan

berkeinginan untuk mempertahankan hubungan diantara anggota kelompok di atas segalanya.

Ketika rekanan bertindak dalam mode groupthink, mereka akan secara otomatis menggunakan

uji ―preserve group harmony‖—memelihara keharmonisan kelompok, pada setiap keputusan

yang mereka hadapi. Janis menggambarkan kelompok seperti ini seperti dalam ―warm clubby

athmospere‖. (Griffin, 1997: 237)

Jika Martin Shaw meyakini bahwa kelompok kohesif tinggi lebih efektif dalam mencapai

tujuan masin-masing. Tapi Janis secara konsisten berpegangan bahwa “superglue”—perekat

super dari solidaritas yang menyatukan orang sering menyebabkan proses mental menjadi

mandek.

―Semakin ramahtamah dan esprit de corps diantara anggota kelompok pembuat

kebijakan, semakin besar bahaya yangmana berpikir bebas akan tergantikan dengan

groupthink….Kendala sosial terdiri dari anggota yang memiliki keinginan kuat untuk menjaga

keharmonisan dalam kelompok, yang membelokkan mereka untuk menghindari menciptakan

argumen yang bernada sumbang atau perpecahan. (Janis dalam Griffin, 1997: p.237).

Goldhaber (1993) menyebutkan pada dasarnya perpecahan atau konflik bisa

memberikan efek pengurangan pada fenomena groupthink. Pendekatan Janis tentang untuk

teori groupthink adalah dengan membuat kajian atas enam peristiwa bersejarah dalam

pengambilan keputusan penting di Amerika Serikat, mulai dari invasi Teluk Babi, ketidaksiapan

terhadap serangan Pearl Harbor, eskalasi perang Vietnam, perang Korea, krisis missil Kuba,

dan Marshall Plan. Empat peristiwa pertama menghasilkan efek yang negatif, sedangkan dua

peristiwa terakhir menghasilkan efek yang postif (Mulyana, 1999). Kroon dalam Goldhaber

Page 7: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e7

(1993) menyebutkan akuntabilitas individu meningkatkan kualitas keputusan kelompok seiring

dengan berkurangnya kecenderungan groupthink.

Asumsi

(disarikan dari Turner, 2008; Griffin 1997; dan Littlejohn, 2002)

Berangkat dari pemikiran fungsional mengenai pembagian jenis kelompok : (1) problem-

solving group, (2) task-oriented group, dimana:

• Kondisi dalam kelompok menyebabkan tingginya kohesivitas. Anggota kelompok memiliki

sentimen yang sama dan cenderung memelihara identitas kelompok. Maksudnya, jika suatu

kelompok berada dalam suatu kondisi yang stabil dimana anggota-anggotanya dapat

dengan mudah berinteraksi satu sama lain, maka satu sama lain dari anggota kelompok

tersebut akan saling mengetahui sifat, nilai dan perilaku dari anggota yang lainnya yang

akan memicu terjadinya kohesivitas.

• Proses pemecahan masalah dalam kelompok. Biasanya memelihara persatuan adalah hal

penting karena berkaitan dengan keutuhan dari kelompok. Individu seyogyanya tak

mempersulit proses pengambilan keputusan di dalam kelompok. Ketika kohesivitas sudah

tinggi, maka akan ada kesamaan persepsi dan perasaan mengenai suatu masalah

sehingga dalam penyelesaiannya, mereka akan cenderung memelihara kestabilan

kelompok daripada memperpanjang ketegangan dengan memberikan masukkan yang lain.

Para anggota kelompok cenderung akan bersikap baik dan tidak ingin mengganggu

jalannya pengambilan keputusan. Di sini, terdapat istilah affiliative constraints yang berarti

bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan pendapatnya karena takut ditolak.

Hal tersebut menyebabkan kecenderungan dari anggota kelompok untuk memberikan

perhatian lebih pada pemeliharaan kelompok daripada menaruh perhatian pada isu yang

sedang dibicarakan/dipertimbangkan. Oleh karena itu anggota kelompok akan mengikuti

keputusan dari pemimpin ketika pengambilan keputusan tiba.

• Kelompok dan pengambilan keputusan kelompok seringkali kompleks. Asumsi ketiga ini

menggarisbawahi sifat-sifat kelompok dan bagaimana kompleksnya proses pemecahan

masalah dan menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok. Kelompok, dalam

menyelesaikan masalah dan tugas haruslah mampu menemukan alternatif dan

membedakan masing-masing alternatif tersebut dari segi baik dan buruknya. Anggota

kelompok juga tidak hanya memahami tugas yang sedang mereka kerjakan, tetapi juga

memahami masukkan dari orang-orang mengenai tugas tersebut. Dalam pengambilan

keputusan, terdapat dua konsep penting yaitu: (1) homogenitas. Yaitu kemiripan dalam

Page 8: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e8

kelompok. Kelompok yang memiliki homogenitas tinggi, akan lebih kondusif terhadap

groupthink. (2) Proses yang dianggap penting daripada hasil yang efektif. Dalam

pengambilan keputusan sebenarnya proses lebih penting daripada hasil yang dicapai.

Karena, misalnya, dalam proses tersebut, anggota kelompok dapat mempelajari banyak sisi

negatif dan positif dari suatu alternatif yang nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan

untuk masalah-masalah selanjutnya. Dan dari proses tersebut itulah nantinya akan

ditemukan suatu kesepakatan yang tidak akan menyinggung pihak manapun jika memang

semua anggota kelompok memberikan masukkannya terhadap masalah yang sedang

dibahas.

Kondisi Antecedent Groupthink (Hal-Hal Yang Menimbulkan Groupthink)

(disarikan dari Turner, 2008; Griffin 1997; dan Littlejohn, 2002)

Group Cohesiveness/Kohesivitas Kelompok (decision makers constitue a cohesive group).

Kohesivitas antara satu kelompok akan berbeda dengan kelompok lainnya. Dalam

beberapa kelompok, kohesi dapat menuntun pada perasaan positif mengenai pengalaman

kelompok dan anggota kelompok lain. Kelompok yang tingkat kohesivitasnya tinggi mungkin

akan lebih antusias mengenai tugas-tugas mereka dan anggotanya akan dianggap mampu

untuk menyelesaikan tugas-tugas lain. Tetapi di sisi lain, kelompok yang sangat kohesif juga

menghasilkan hal yang mengganggu groupthink. Menurut Janis, kelompok dengan

kohesivitas tinggi memberikan tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk

menaati standar kelompok karena ketika kohesivitas tinggi, maka euforia dari kohesivitas

tersebut akan mematikan alternatif lain yang bisa muncul. Hal ini ditandai dengan

enggannya para anggota kelompok yang lain untuk mengemukakan pendapatnya ataupun

keberatan mereka mengenai solusi yang ada.

Faktor Struktural (structural faults of the organization). Menurut Janis, karakteristik struktural

yang spesifik (yang berupa kesalahan) akan mendorong terjadinya groupthink. Faktor-faktor

ini termasuk: (1) insulation of the group, yaitu kemampuan kelompok untuk tidak

terpengaruh oleh dunia luar. Kelompok akan kebal terhadap pengaruh dari luar meskipun

mereka sering bertemu dengan banyak orang di luar kelompok mereka, ataupun terdapat

orang luar kelompok yang ada dalam organisasi tetapi tidak dimintai partisipasinya. (2) lack

of tradition of impartial leadership, yang berarti bahwa anggota-anggota kelompok dipimpin

oleh seorang yang memiliki minat pribadi terhadap hasil akhir dari pengambilan keputusan

kelompok tersebut. (3) lack of norms requiring methodical procedures, beberapa kelompok

memiliki sedikit (jika ada) prosedur untuk mengambil keputusan. Menurut Dennis Gouran

Page 9: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e9

dan Randy Hirokawa, jika suatu kelompok menyadari adanya masalah, mereka masih harus

mencari tahu penyebabnya dan sejauh apa masalah itu. Oleh karena itu, kelompok padat

dipengaruhi oleh suara-suara yang dominan dan mengikuti mereka yang memilih untuk

mengemukakan pendapatnya.

Group Stress (Tekanan Kelompok)—provocative situational context. Tekanan kelompok

dapat berupa tekanan internal dan eksternal. Kedua-duanya dapat memunculkan

groupthink. Tekanan eksternal dan internal kelompok merupakan penggunaan tekanan

terhadap kelompok dengan membuat isu yang berasal dari dalam kelompok maupun dari

luar kelompok. Ketika pembuat keputusan mendapatkan tekanan yang berat baik dari dalam

maupun luar kelompok, dia cenderung tidak dapat menguasai emosi. Ketika tekanan tinggi,

biasanya kelompok akan mengikuti pimpinan mereka dan menyatakan keyakinan mereka

terhadap pilihan mereka itu.

Jika pengukuran analisis teoritis dari groupthink ini gagal, kita dapat mengenali kehadiran

groupthink dengan mengobservasi gejala-gejala dari groupthink (Griffin, 1997).

Gejala Groupthink

(disarikan dari Turner, 2008; Griffin 1997; dan Littlejohn, 2002)

Kata kunci yang paling mendasar adalah concurrence seeking—mencari persetujuan.

Merupakan usaha-usaha untuk mencari kesepakatan bersama dalam kelompok. Ketika

concurrence seeking telah berjalan terlampau jauh, maka menurut Janis hal tersebut akan

menimbulkan gejala groupthink.

Ada tiga kategori gejala dari groupthink:

(1) Overestimation of the group yaitu keyakinan yang keliru bahwa suatu kelompok itu

lebih baik dari dirinya (seorang anggota kelompok) yang sebenarnya. Terdapat dua gejala

spesifik dari kategori ini yaitu illusion of invulnerability yang adalah keyakinan kelompok bahwa

mereka cukup istimewa dalam mengatasi tantangan atau masalah apapun; belief in the inherent

morality of the group yaitu asumsi bahwa anggota-anggota kelompok adalah orang-orang yang

bijaksana dan baik oleh karena itu keputusan yang mereka buat juga akan baik.

(2) Close-minded merupakan kondisi dimana suatu kelompok tidak menghargai

perbedaan yang ada antara individu yang satu dengan yang lain dalam suatu kelompok dan ini

akan membawa kelompok pada keputusan yang tidak baik. Kategori ini memiliki dua gejala

spesifik yaitu out-group stereotypes yang merupakan persepsi stereotip mengenai lawan atau

musuh yang menekankan fakta bahwa lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk membalas

taktik yang ofensif; collective razionalization merujuk pada situasi di mana anggota-anggota

Page 10: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e10

kelompok tidak mengindahkan peringatan yang dapat mendorong mereka untuk

mempertimbangkan kembali pemikiran dan tindakan mereka sebelum akhirnya menemukan

keputusan akhir.

(3) Pressure toward uniformity, suatu keadaan yang terjadi ketika para anggota

kelompok berusaha untuk menjaga hubungan baik antaranggota yang akan memungkinkan

para anggota kelompok terlibat dalam groupthink. Terdapat empat gejala yaitu self-censorship

yang merujuk pada kecenderungan pada anggota kelompok untuk meminimalkan keraguan

mereka dan adanya argumen-argumen yang menentang; illusion of unanimity yaitu keyakinan

bahwa diam merupakan tanda setuju, self-appointed mindguards dimana anggota kelompok

akan menjadi kelompok dari informasi yang tidak mendukung demi menjaga kepentingan

terbaik kelompok mereka; pressures on dissenters yang merupakan pengaruh langsung

terhadap para anggota kelompok yang menyumbangkan pendapat yang bertolakbelakang

dengan pendapat kelompok.

Janis mengklaim bahwa kepastian dari gejala ini menggiring kita pada tujuh kesalahan

prosedur yakni: (1) kurangnya survey-survey alternatif; (2) kurangnya survey dari tujuan-tujuan;

(3) kegagalan untuk mengenali resiko dari pilihan yang diambil; (4) kegagalan untuk menilai

ulang alternatif-alternatif awal yang telah ditolak; (5) Kurangnya penelusuran informasi; (6) bisa

selektif dalam pemrosesan informasi sejak awal; (7) kegagalan untuk menyusun rencana-

rencana kontigensi.

Lalu apakah ketika semua ini terdeteksi maka secara otomatis akan memberikan

keputusan yang salah atau gagal? Tidak selalu, karena mungkin saja kelompok memiliki

peruntungan dari waktu ke waktu. Terdapat pula kebiasaan rutin dimana moda groupthink bisa

bermanfaat, karena kelompok bisa mempercepat pengambilan keputusan dan keramah

tamahan konsensus pada isu-isu yang tingkat kepentingannya rendah. Tapi berdasarkan Janis,

ketika kelompok berhadapan dengan tantangan besar atau kesempatan besar, concurerence-

seeking hampir selalu menjadi solusi yang inferior.

Page 11: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e11

Kerangka analisis teoritis Groupthink.

Sumber: Griffin (1997)

Page 12: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e12

Kritik terhadap teori Groupthink

Griffin (1997) memaparkan terdapat beberapa kritik akan teori groupthink ini.

Kebanyakan pengikut teori groupthink ini mengambil kasus yang skalanya besar dari

pengambilan keputusan dimana kejadiannya menjadi bencana dan kemudian menggunakan

model groupthink dari Janis ini untuk menelaah bencana ini. Mereka cenderung menganggap

kehadiran dari groupthink adalah sesuatu yang pasti terjadi (taken for granted) dan perlu

dibuktikan atau mengkonfimasi terjadi atau tidaknya group think ini dala pengambilan

keputusan. Untuk kemudian menggunakan teori ini sebagai peringatan agar tidak mengambil

keputusan bodoh dikemudian hari. Analisis yang rektrospektif—berlaku surut, seperti ini baik

untuk penyusunan teori, tapi menghasilkan tidak adanya dasar komparatif untuk menerima atau

menolak teori ini. Sebagai contoh kurangnya bukti pada beberapa situasi yang menjustifikasi

terjadinya kohesif dalam grup dalam kasus meledaknya peluncuran Challenger. Menurut Janis,

masuk akal jika kita menguji hipotesis groupthink dalam penelitian eksperimen laboratorium,

untuk memperoleh pembuktian dalam bidang keilmuan. Saran dari Janis mengundang banyak

keraguan, karena uji minimal dari teorinya yang menguji kondisi anteseden seperti yang terlihat

pada bagan (dapat dilihat di appendix) yang membutuhkan lebih dari 7000 orang partisipan.

Namun, sedikit sekali eksperimen dari groupthink yang cenderung untuk focus dalam

kohesivitas—karena kualitasnya sulit untuk dikondisikan dan diamati dalam eksperimen

laboratorium. Janis dan pengikutnya dengan kata lain tidak pernah mengkaji ataupun mengukur

tingkat kohesivitas dalam grup yang terlibat. Menurut Griffin sebaiknya diukur terlebih dahulu

derajat/tingkat kohesivitas kelompok (mengingat penelitian dari Griffin ini sangat kuantitatif)

untuk kemudian memperhatikan gejala-gejala groupthink yang dikemukakan oleh Griffin.

Meskipun hal itu tampaknya tidak menjadi cara yang pasti untuk membuktikan teori

Janis itu benar atau salah, konsep groupthinknya berlanjut untuk memberi gambaran imajinatif

bagi mereka yang tergabung dalam kelompok yang erat/kompak tapi membuat keputusan yang

sangat keliru. Sebagai contoh, pernyataan dari teknisi Challenger bahwa tujuannya adalah

untuk kebaikan semua, yang ini di kejadian selanjutnya bisa kita sebut sebagai proses

groupthink.

Turner & Pratkanis (1998) menelaah apa yang kemudian dapat dikatakan tentang

groupthink setelah seperempat abad, dalam suatu makalah yang memberikan kesatuan respon

atas pertanyaan dari teori ini. Namun. evolusi penelitian groupthink juga memberikan beberapa

pelajaran tentang pelaksanaan ilmu pengetahuan dan sifat akumulatif--cumulativeness

penelitian. Mereka mencatat ada empat pelajaran yakni: (1) The power of intuitive appeal; (2)

Page 13: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e13

Critically replication research; (3) The importace of cumulative controlled designs; (4) The

dangers of unconditional acceptance.

Relevansi dan rekomendasi teori Groupthink dalam Konteks Indonesia

Mulyana (1999) dalam tulisannya ―Groupthink: dari Kennedy hingga Soeharto‖

mempertanyakan apakah konsep-konsep yang kita gunakan jika kita menelaah groupthink versi

Janis (1972) ini dari enam kasus ini hanya dapat ditemukan di Amerika Serikat? Apakah

fenomena sejenis bisa terjadi di dunia timur dengan budaya feodal dan patrenalistiknya masih

sangat kuat seperti di Indonesia? Mulyana (1999) menjelaskan bahwa setiap teori atau konsep

memang terikat budaya (culture-bound), dan karena itu belum tentu berlaku dalam budaya lain.

Groupthink boleh jadi muncul dalam komunikasi kelompok di kalangan elite politik Indonesia.

Hanya saja dengan ciri-ciri yang mungkin berbeda.

Mulyana (1999) mengemukakan ketertarikannya untuk bisa menelaah tentang

bagaimana Soeharto dan para pembantunya yang menghasilkan tindakan-tindakan yang

dianggap keliru fatal yang semuanya berakumulasi, merugikan rakyat banyak, menciptakan

ketidakpuasan dan akhirnya menimbulkan krisis politik dan ekonomi Indonesia dikemudian hari.

Ada beberapa pertanyaan yang dikemukakan Mulyana (1999) yang dapat menjadi dasar untuk

kajian lebih lanjut mengenai fenomena groupthink dalam pengambilan keputusan Soeharto dan

para pengikut setianya, sebagai berikut:

Seberapa jauh keterlibatan para pembantu (menteri) terkait dalam pengambilan

keputusan Soeharto tersebut?

Apakah keputusan-keputusan di atas merupakan inisiatif Soeharto sendiri yang

kemudian diamini para pembantu terkait?

Sejauhmanakah kohesivitas kelompok yang menghasilkan keputusan tersebut, bila

keputusan itu dibuat kelompok?

Adakah diantara para pemteri atau dirjen yang menjadi mindguards?

Adakah diantara para menteri itu yang berperan sebagai devil advocate?

Sejauhmanakah kerugian yang ditimbulkan dari keputusan-keputusan tersebut,

khususnya yang dialami rakyat?

Sejauhmanakah nilai-nilai budaya (Jawa) yang dianut Soeharto mempengaruhi

keputusan-keputusan tersebut, dan nilai-nilai budaya apa yang berperan dalam konteks

ini?

Page 14: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e14

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan studi yang lebih seksama dan

melalui wawancara yang mendalam dengan orang-orang yang pernah terlibat dalam pengabilan

keputusan tersebut dan dokumen-dokumen yang relevan. Dibutuhkan kajian yang

multidisipliner untuk menjawab tantangan ini dalam melihat proses historis dan poitik yang

berlangsung dalam pemerintahan Orde Baru yang hingga saat ini masih baik secara

langsung/tidak langsung berpengaruh pada kondisi Indonesia saat ini.

Rakernas: Fokus Agenda dan Hasil Rekomendasi

Fokus agenda utama dalam Rakernas PDI-P kali ini adalah konsolidasi internal

partai2. Modal besar partai adalah menumbuhkan semangat gotong royong dalam

memenangkan partai. Agenda kedua yang dibahas adalah masalah pemerintahan.

Pemerintahan selanjutnya akan diwarisi sejumlah persoalan multidimensi yang tidak

menggembirakan. Oleh karenanya, PDI-P secara khusus mengagendakan menggodok pokok

program haluan partai seperti dulu ada GBHN, melalui Mega Institute. Ini tentang bagaimana

pembangunan bangsa untuk lima tahun hingga 30 tahun mendatang, Rakernas memiliki

Steering Committee yang diketuai oleh Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidajat.

Steering Committee ini yang akan menjadi kelompok pengambil keputusan dari Rakernas.

Agenda ketiga yang dibahas dalam sidang-sidang Rakernas adalah terkait

kepemimpinan nasional. Rakernas ini bertujuan untuk menangkap dinamika yang berkembang

di masyarakat akan sosok yang diharap menjadi pemimpin nasional selanjutnya. PDI-P

berupaya mencari seorang pemimpin nasional yang mampu bergerak sesuai platform

pergerakan yang telah ditetapkan PDI Perjuangan.

Agenda terakhir yang dibahas yakni tentang strategi dan program partai dalam rangka

menyiapkan kader partai untuk mengisi jabatan-jabatan publik di tingkat nasional dan lokal.

Adapun, tema Rakernas ketiga kali ini adalah ―Berjuang untuk Kesejahteraan Rakyat‖ dengan

sub tema ―Menuju Tahun Penentuan‖.

Rakernas dihadiri lebih dari 1.300 pengurus PDI-P dari tingkat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan

Pimpinan Daerah (Ketua, Sekretaris dan Bendahara), dan Dewan Pimpinan Cabang (Ketua

dan Sekretaris). Selain itu, para anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, kepala daerah yang

merupakan kader PDI Perjuangan, badan-badan partai di tingkat pusat, sayap-sayap partai

ditingkat pusat, dan perwakilan partai di luar negeri. Ada beberapa pembicara dari luar partai

2 Arsip berita situs resmi PDI-P.

http://www.pdiperjuangan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1012:4-agenda-utama-Rakernas-iii-&catid=39:nasional&Itemid=12. Diakses tanggal 31 Desember 2013.

Page 15: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e15

yang didatangkan untuk mendukung pembahasan agenda Rakernas diantaranya Ketua

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad , Ketua Komisi Pemilihan Umum

(KPU) Husni Kamil Manik dan Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) Budi

Susilo Supandji.

Rakernas III PDI-P menghasilkan 17 rekomendasi yakni3:

1. Dalam rangka memantapkan ideologi bangsa, Pemerintah Republik Indonesia hasil

Pemilu 2014 meminta untuk menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahir

Pancasila dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.

2. Dalam rangka memantapkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai

dengan jati diri bangsa Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia hasil Pemilu 2014

diminta membentuk suatu Badan Khusus untuk melaksanakan program sosialisasi dan

pembudayaan Empat Pilar Berbangsa sebagai konsensus dasar Bangsa Indonesia,

yaitu Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945 sebagai Konstitusi Negara, Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagai bentuk Negara yang bersifat final, dan Bhineka Tunggal Ika

sebagai sistem sosial budaya Bangsa Indonesia. Pelaksanaan program sosialisasi dan

pembudayaan Empat Pilar Berbangsa tersebut dapat dikoordinasikan dengan lembaga

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

3. Agar arah dan haluan pembangunan nasional tetap sesuai dengan amanah ideologi

Pancasila dan cita-cita Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, PDI Perjuangan

mengajak semua elemen bangsa untuk mengusulkan pengembalian kewenangan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk merancang, merumuskan,

dan menetapkan Garis-garis Besar Pembangunan Nasional Semesta Berencana.

4. Berkaitan dengan target pemenangan Pemilu Legislatif, PDI Perjuangan menargetkan

perolehan suara sebesar 27,02 % atau 152 kursi DPR RI. Penetapan target ini

dilakukan berdasarkan kalkulasi yang matang dengan mempertemukan berbagai

variabel penting seperti hasil perolehan suara partai berdasarkan hasil Pemilu tahun

1999, 2004, dan 2009; Hasil konsolidasi organisasi partai, pemetaan basis politik PDI

Perjuangan dan dinamika politik nasional berkaitan dengan daya saing partai politik

peserta Pemilu;

3 Siaran media Partai Demokrasi Indonesia – Perjuangan.

http://www.pdiperjuangan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1015:rekomendasi-Rakernas-iii&catid=39:nasional&Itemid=127. Diakses tanggal 30 Desember 2013

Page 16: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e16

5. Untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional demi mewujudkan cita-cita

Proklamasi 1945, PDI Perjuangan merekomendasikan prinsip dasar haluan

penyelenggaraan pemerintahan Negara tahun 2014-2019 melalui penyusunan

Pembangunan Semesta dan Berencana yang disusun sebagai penjabaran Pancasila 1

Juni 1945, melalui jalan Trisakti. Berkaitan dengan hal tersebut maka kepemimpinan

nasional pada periode tersebut harus memiliki kesamaan ideologi, memiliki agenda

transformasi perekonomian nasional yang disusun berdasarkan Pasal 33 UUD 1945,

dan mampu mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat yang berkeadilan sosial.

Guna menopang periode transisional tersebut, maka nation and character building

harus digelorakan kembali guna membangkitkan kebanggaan dan martabat sebagai

bangsa.

6. Mendesak Pemerintah Indonesia bersama komunitas dunia melalui Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meningkatkan peran aktifnya dalam menyelesaikan krisis

politik di Suriah, Mesir, dan Kawasan Timur Tengah lainnya. Berkaitan dengan hal

tersebut, Rakernas menolak intervensi serangan militer, dan berbagai bentuk aksi

yang melanggar kedaulatan wilayah politik suatu negara merdeka manapun, serta

mendesak pemerintah untuk meningkatkan peran aktifnya di dalam mencari solusi

damai guna mewujudkan perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana menjadi

spirit politik luar negeri bebas aktif.

7. Menegaskan komitmen PDI Perjuangan untuk tidak membiarkan korban berjatuhan

dari rakyat sebagai akibat konflik sosial, ataupun perlakuan tidak adil yang dialami oleh

setiap warga bangsa, termasuk yang bekerja di luar negeri. Berkaitan dengan hal

tersebut sesuai perintah konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh

tumpah darah Indonesia, maka pemerintah tidak boleh kalah oleh kepentingan

manapun, khususnya di dalam membela rakyat yang menjadi korban ketidakadilan.

8. Mendesak pemerintah untuk secepatnya melakukan stabilisasi atas krisis pangan yang

ditandai dengan tingginya harga kebutuhan pokok rakyat. Berkaitan dengan hal

tersebut maka diperlukan perombakan total terhadap politik pangan pemerintah untuk

menghentikan impor dan bertumpu pada swasembada nasional. Pemerintah wajib

mendorong peningkatan kemampuan produksi petani melalui dukungan penelitian dan

pemanfaatan penelitian yang dilakukan anak bangsa, khususnya terhadap benih

unggul, peningkatan infrastruktur pertanian, penyediaan pasar lelang, serta akses

permodalan dan jaminan bagi petani untuk mendapatkan keuntungan. Kebijakan

liberalisasi di sektor pertanian harus diakhiri.

Page 17: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e17

9. Berkaitan dengan krisis ekonomi sebagai akibat membengkaknya defisit transaksi

berjalan, melemahnya nilai mata uang rupiah, utang luar negeri yang sangat besar

(swasta dan pemerintah), dan ketergantungan terhadap produk impor, maka Rakernas

mendesak pemerintah untuk mengatasi krisis, memperkuat tingkat kepercayaan publik,

dan menghasilkan kebijakan kongkrit seperti perubahan APBN ekonomi yang

memberikan kepastian bergeraknya perekonomian rakyat dan usaha nasional;

10. PDI Perjuangan menentang kebijakan politik yang memiskinkan kaum buruh dan

pekerja Indonesia. Mendesak dihapuskannya praktek tenaga kerja outsourcing (alih

daya) dan kontrak yang bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan; dan menolak

politik upah murah. Untuk itu, Rakernas III kembali merekomendasikan kepada DPP

PDI Perjuangan agar menugaskan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI memperjuangkan

UU Sistem Pengupahan yang antara lain mempertimbangkan upah survei berdasarkan

komponen hidup layak, dan meperkecil struktur kesenjangan penggajian antara upah

tertinggi dan terendah serta kondisi setempat. Selain itu, menugaskan pemerintah

daerah dari PDI Perjuangan agar terlibat aktif dalam penentuan upah sesuai dengan

garis kebijakan partai dan menginisiasi lahirnya kebijakan yang melindungi industri

dalam negeri di wilayahnya masing-masing seperti penghapusan pungli, kemudahan

dan penyerderhankan perijinan dan penyiapan infrastruktur industri.

11. Menyerukan kepada pemerintah untuk berani bersikap tegas di dalam menegakkan

hukum terhadap pihak-pihak yang mengancam kebebasan memeluk

agama/kepercayaan dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi. Untuk itu PDI Perjuangan

menginstruksikan seluruh pimpinan dan kader PDI Perjuangan di daerah untuk

bekerjasama dengan aparat hukum dan masyarakat dalam melindungi warga

masyarakat dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh ormas-ormas yang

mengatasnamakan agama, suku, ras atau primordialisme yang

mengancam kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada saat

bersamaan, dialog antar tokoh agama, tokoh masyarakat, pimpinan parpol, ormas dan

pimpinan TNI dan Polri untuk kembali ke prinsip-prinsip Pancasila harus terus

ditingkatkan.

12. Meminta pemerintah untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai halaman

terdepan NKRI. Dengan demikian dikawasan tersebut pemerintah harus hadir untuk

menjamin terlaksananya fungsi dasar negara dibidang pendidikan, kesehatan,

keamanan dan percepatan peningkatan kesejahteraan diwilayah tersebut.

Page 18: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e18

13. Berkaitan dengan politik legislasi yang akan diperjuangan Fraksi PDI Perjuangan DPR

RI, Rakernas merekomendasikan hal-hal sbb:

a. Agar politik anggaran DPR RI lebih difokuskan untuk mengatasi krisis,

khususnya melalui kebijakan fiskal untuk mendorong terwujudnya tujuan

bernegara; menyediakan fungsi dasar negara di bidang pendidikan, dan

kesehatan yang tidak dikomersialisasikan; peningkatan kemampuan rakyat

untuk berproduksi, terutama di sektor pertanian dan kelautan; dan penciptaan

lapangan kerja yang layak bagi rakyat.

b. Mendorong perubahan UU No 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan

Sistem Nilai Tukar, dan UU No 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Hal ini penting untuk meningkatkan kedaulatan bangsa di bidang ekonomi.

c. Mempercepat penyelesaian pembahasan Rancangan Undang-undang tentang

Keperawatan. Undang-undang ini penting sebagai dasar legalitas untuk

meningkatkan kualitas dan ketersediaan perawat hingga desa-desa, selain

pemberian perlindungan hukum dan kesejahteraan terhadap profesi

keperawatan.

d. Mempercepat penyelesaian pembahasan perubahan Undang-Undang No. 22

Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta Undang-Undang tentang

Kebijakan Energi Nasional. Undang-Undang ini sangat penting sebagai dasar

legalitas untuk meneguhkan pemanfaatan sumber daya alam untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat.

e. Memastikan dilaksanakannya undang-undang tentang sistem jaminan sosial

nasional dan Undang-undang Badan Penyelenggara jaminan Sosial, termasuk

memastikan kewajiban pemerintah untuk menjalankan Jaminan Kesehatan

bagi seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 1 Januari 2014.

f. Rakernas III menegaskan kembali terhadap upaya memberikan perlindungan

terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, sebagaimana telah

direkomendasikan pada Rakernas II.

g. Mendesak pemerintah untuk lebih serius membela pekerja Indonesia diluar

negeri, khususnya yang terancam hukuman mati dan menyiapkan langkah

yang diperlukan terhadap rencana deportasi ratusan ribu TKI dari Malaysia dan

Arab Saudi.

h. Merekomendasikan kepada DPP partai untuk menugaskan kembali Fraksi PDI

Perjuangan DPR RI agar mempercepat penyelesaian Revisi UU tentang

Page 19: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e19

Pekerja Indonesia Diluar Negeri. Revisi UU terserbut diperlukan untuk

memastikan tanggung jawab pemerintah didalam melindungi Pekerja

Indonesia, memastikan terpenuhinya hak-hak Pekerja Indonesia di Luar Negeri,

meningkatkan kualitas Pekerja Indonesia di Luar Negeri atau mendidik dan

melatih tenaga kerja Indonesia sebelum ditempatkan di Luar Negeri yang

arahnya perlindungan dalam proses migrasi menyeluruh, dan menyiapkan

tenaga kerja yang berkualitas terdidik dan terlatih.

i. Menugaskan kepada Fraksi PDI Perjuangan DPR RI untuk mengambil inisiatif

maksimal dalam merancang sejumlah Undang-Undang inisiatif untuk

melindungi dan menjamin hak asasi manusia terutama yang berkaitan dengan

hajat hidup orang banyak (misalnya hak-hak sosial ekonomi, hak atas tanah,

hak sumber daya alam, pangan, dan lain-lain). Perlindungan dan penjaminan

ini dilaksanakan berdsarkan Konstitusi UUD 1945.

j. Menugaskan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI untuk terus menerus dan

sungguh-sungguh mengawal proses penegakan hukum yang belum tuntas

karena belum memberikan keadilan kepada korban pada kasus penyerbuan

kantor DPP PDI di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996. Proses pengawalan

terhadap penegakan hukum ini merupakan upaya partai melindungi hak-hak

para korban dan sekaligus mengungkap pelanggaran ini secara terbuka.

14. Sebagai jawaban terhadap harapan publik atas pentingnya regenerasi kepemimpinan,

Rakernas III memberikan dukungan sepenuhnya kepada Ketua Umum DPP PDI

Perjuangan dalam melaksanakan fungsi kaderisasi di internal partai. Kaderisasi

kepemimpinan tersebut ditempatkan dalam empat dimensi utama: (1) alih generasi ke

Generasi Politik Abad XXI; (2) penuntasan agenda Reformasi; (3) perombakan

paradigma pembangunan Indonesia menjadi Paradigma Perjuangan Rakyat

berdasarkan Trisakti; dan (4) penuntasan krisis sosial, politik, ekonomi, dan budaya

Indonesia untuk meletakkan dasar-dasar bagi kebangkitan Indonesia tahun 2045.

15. Menegaskan bahwa kepemimpinan nasional yang dipersiapkan oleh PDI

Perjuangan merupakan kepemimpinan transformatif yang mampu menghadapi

tantangan politik, ekonomi, dan sosial yang tidak ringan, bahkan merupakan

kepemimpinan untuk menghadapi situasi krisis akibat melemahnya kedaulatan

nasional, ketergantungan terhadap impor, dan meningkatnya konflik sosial.

16. Atas dasar butir 16 di atas, maka kualifikasi kepemimpinan nasional ke depan selain

memenuhi apsek ideologis, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang

Page 20: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e20

diusung PDI Perjuangan harus mencerminkan kemampuan pengelolaan pemerintahan

negara untuk secara konsisten memegang prinsip haluan pemerintahan negara

sebagaimana digambarkan dalam Pancasila dan UUD 1945, didukung oleh

kemampuan manajemen pemerintahan yang handal, serta mempunyai agenda

transformasi kepemimpinan nasional, guna mewujudkan kedaulatan politik dan

ekonomi bangsa.

17. Merekomendasikan kepada Ketua Umum DPP PDI Perjuangan agar pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden disampaikan pada momentum yang tepat sesuai dengan

dinamika politik nasional, kesiapan jajaran internal partai, dan kepentingan ideologis

partai.

Kondisi Anteseden Groupthink

Berdasarkan hasil rekomendasi yang dikemukakan di atas, tiga agenda utama Rakernas PDI-P

dirasa berhasil dicapai, namun satu agenda berkenaan dengan penentuan calon pemimpin

pilihan partai yang ‗tidak berhasil‘ dicapai kesepakatan. Poin terakhir dari rekomendasi yang

dihasilkan dari Rakernas ketiga PDI-P ini yang menjadi indikasi dalam pembahasan gejala

groupthink. Kerangka analisis teori Groupthink menjadi alur berpikir penulis dalam mengkaji.

Karisma Megawati: Kohesivitas dan Faktor Struktural

Faktor Mega dalam kekhasan politik PDIP bisa menjadi potensi kekuatan sekaligus

kelemahan. Politik yang memapankan trah dan ideologi figur biasanya membentuk basis

tradisional yang loyal pada elite utamanya. Secara faktual, PDIP masih memiliki simpul perekat

organisasi yakni Mega. Upaya berbagai pihak baik internal maupun eksternal partai menarik

PDIP ke dalam kekuasaan saat ini, terbukti dipatahkan oleh pilihan sikap politik Mega.

Kelemahannya, PDIP kerap terjebak pada sistem kepartaian yang feodal, terutama jika

tak mampu mentrans formasikan kekuatan politik figur tersebut pada bangunan sistem dan

kader organisasi. Keinginan banyak pihak di internal PDIP untuk tetap mencalonkan Mega

sebagai presiden menjadi penanda bahwa putri Bung Karno ini memiliki posisi sangat dominan.

Bahkan bisa dikatakan, PDIP sangat identik dengan sosok Mega dan sulit

menumbuhkembangkan potensi kepemimpinan alternatif di luar sosok Mega. Mega secara

faktual memang mewarisi kekuatan referen (referent power) dari Soekarno. Karena itu, Mega

kerap diposisikan tak hanya sekadar ketua umum dalam pengertian formal organisasional, tapi

juga representasi basis ideologis Soekarnoisme bagi para pendukungnya.

Karena itu, faktor Mega masih sangat menentukan orientasi PDIP saat ini maupun ke

depan, terlebih jika Mega masih memosisikan dirinya sebagai figur sentral sekaligus pengambil

Page 21: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e21

kebijakan utama di partai ini. Faktor historisitas berjenjang PDIP menempatkan Mega di puncak

hierarki otoritas.

Mega sukses menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Soeharto dan simpul utama

politik PDIP pascareformasi yang rentan dengan perpecahan karena kepentingan politik elite di

pusat maupun daerah. Bertahannya Mega di kursi PDIP-1 sejak Orde Baru hingga sekarang

menjadi penanda bahwa Mega memiliki sumber daya otoritatif (authoritative resources) lebih

dibanding figur lain.

Pesona Jokowi sebagai Provocative Situational Contexts

Dalam dua tahun terakhir ini situasi menunjukkan betapa Jokowi muncul sebagai

pemimpin yang diidolakan banyak orang. Fenomena Jokowi itu mengulang fenomena Megawati

pada akhir 1990-an. Jokowi dapat mendongkrak elektabilitas PDIP pada 2014 mendatang jika

Jokowi dideklarasikan sebagai capres PDIP sebelum pemilu legislatif. Bila Megawati dapat

mendongkrak suara PDIP sampai 33% pada Pemilu Legislatif 1999, Jokowi diharapkan dapat

mendongkrak suara PDIP sampai 26% atau lebih.4

Joko Widodo kerap disebut sebagai media darling karena popularitasnya di berbagai

media dan portal berita. Lembaga penelitian asal Singapura, Purengage, melakukan penelitian

yang menunjukkan bahwa selain populer, Jokowi juga menjadi favorit di portal berita.

Lembaga penelitian asal Singapura, Purengage menempatkan Jokowi di urutan teratas

dengan skala 1.75. Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan

berada di urutan kedua dan ketiga dengan porsi 1.18 dan 1.05. Sementara itu, Kedua Dewan

Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto berada di peringkat selanjutnya dengan skala 0.40.

Apa yang membuat Jokowi sukses menjadi media darling? Berdasarkan hasil penelitian

Purengage, disimpulkan Jokowi berhasil menjadi media darling karena sukses mengelola opini

media massa melalui kerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selain popularitas dan tingkat

paling difavoritkan di portal berita, menurut penelitian ini, Jokowi hanya berada di urutan ketiga

dengan skala 1.03. Peringkat satu dan dua secara berurut ditempati Gita (1.34) dan Dahlan

(1.24). Prabowo tetap berada di peringkat keempat dengan skala 0.76.

Hanya saja, Purengage menilai popularitas dan keterfavoritan Jokowi di media dianggap

tidak natural karena saat ini media hanya dikuasai oleh segelintir kelompok elite saja. Menurut

4 Bhakti, Ikrar Nusa. 2013. Sinyal Politik buat Jokowi. http://www.aipi-politik.org/kolom-aipi/216-sinyal-

politik-buat-jokowi. Diakses tanggal 30 Desember 2013.

Page 22: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e22

lembaga ini, popularitas dan keterfavoritan di Twitter yang lebih natural. Twitter dianggap dapat

mewakili opini setiap orang dan tidak memiliki kepentingan-kepentingan tertentu.5

Pesona Jokowi memang menjadi ‗godaan‘ tersendiri bagi para anggota untuk mendesak

pemimpin acuannya mengikuti trend partai lain yang sudah menentukan siapa capres yang

menjadi perwakilan pilihan partai. Namun, demi kepentingan menjaga keharmonisan partai

menjelang Pemilu 2014, kondisi provokatif ini tidak ada sesuatu yang manjur selain

mengembalikan keputusan pada empunya partai.

Gejala Groupthink dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Kondisi antesenden yang memuat tendensi groupthink begitu nampak dalam forum

Rakernas PDI-P yang mendorong kuatnya gejala ketergantungan PDIP pada Mega, yakni

faktor kohesivitas kelompok. Ciri yang paling identik dari bangunan kepartaian PDIP selama

ini adalah semangat kebersamaan (esprit the corps) yang menonjol dalam loyalitas terhadap

Mega. Kohesi sesungguhnya positif karena dapat menjadi perekat agar kelompok tetap utuh.

Kedua, dari faktor struktural yang paling nampak bagaimana Megawati menyadari

betul banyaknya desakan dari dalam dan luar partainya agar ia segera memutuskan nama

capres yang akan diusung di 2014. Hasil Kongres PDI Perjuangan pun menyebutkan,

penentuan capres merupakan hak prerogatifnya sebagai Ketua Umum dan ia bertanggung

jawab penuh atas keputusannya.6

Faktor struktural ini berhubungan dengan konteks situasional yang provokatif baik

dari dalam dan luar partai. Pesona Jokowi yang media darling, hasil survey yang selalu

membuktikan elektabilitasnya begitu tinggi menimbulkan tingginya tekanan bagi anggota. Efendi

Ghazali menganalogikan sikap dari Jokowi, semakin menggemaskan untuk dipinang. Ibarat

Jokowi adalah gadis, pemuda adalah pihak yang mau meminangnya, sedangkan PDIP adalah

kedua orangtuanya yang memiliki hak atas anak. Tradisi 'gadis' jika hendak dipinang kerap

mengatakan, 'tunggu dulu, ndak lihat saya sedang fokus ke kerjaan'. "Lalu Jokowi melempar ke

PDIP, persis seperti gadis mau dipinang akan bilang, 'coba tanya dong ke orangtua saya‘.7

5http://nasional.kompas.com/read/2013/09/08/0853309/Purengage.Ini.Sebabnya.Jokowi.Berhasil.Jadi.Me

dia.Darling. Diakses tanggal 30 Desember 2013. 6http://nasional.kompas.com/read/2013/09/06/1739318/Megawati.Tentukan.Capres.Setelah.Pemilu.Legisl

atif. Diakses tanggal 30 Desember 2013.

7 Dikutip dari

http://nasional.kompas.com/read/2013/09/07/0927418/Jokowi.Makin.Menggemaskan.untuk.Dipinang.

Diakses tanggal 31 Desember 2013.

Page 23: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e23

Kompas.com memberikan laporan lengkap usulan pandangan kelompok wilayah yang

mewakili 33 DPD PDI Perjuangan, sebagian besar di antaranya mengusung nama Jokowi.

Hanya sebagian kecil yang mengusulkan nama Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani

sebagai capres8. Berikut laporan lengkap usulan pandangan delapan kelompok wilayah

tersebut:

1. Aceh, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan

Pandangan daerah dari kelompok wilayah ini disampaikan oleh Ketua DPD PDI

Perjuangan Sumatera Utara Panda Nababan. Panda mengawali pandangan daerah

dengan mengusulkan momentum penetapan pilpres. "Jangan tunggu sehari sebelum

pilpres! Kita intro dulu, kita main cantik," teriak Panda yang langsung disambut tepuk

tangan ribuan pengurus yang hadir. Seisi ruangan pun langsung meneriakkan nama

Jokowi. Sebelum rapat digelar, Panda juga sempat menyebutkan aspirasi di daerah

mendukung Jokowi.

2. Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, dan Lampung

Pembacaan kelompok ini dibacakan oleh Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Barat

Alex Indra Lukman. Alex menuturkan, mayoritas DPD di wilayah ini meminta agar

deklarasi calon presiden dilakukan pada Januari 2014. Mengenai kandidatnya, Alex

mengungkapkan nama Jokowi paling kuat diaspirasikan kader di daerah. Ia

mencontohkan efek Jokowi sampai terjadi di Sumatera Barat. "Tanggal 31 Oktober lalu,

ada kuliah umum Jokowi di Unand (Universitas Andalas Sumbar). Ribuan orang datang,

sampai mereka protes supaya kuliah umum dipindahkan ke luar agar menampung orang

lebih banyak," ucap Alex. Oleh karena itu, Alex meminta agar Ketua Umum PDI

Perjuangan melihat dinamika yang berkembang.

3. Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat

Usulan pengurus daerah di kelompok wilayah ini sepakat menyerahkan penetapan calon

Presiden kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Namun,

sejumlah aspirasi dari akar rumput juga disampaikan. Masyarakat di wilayah ini

disebutkan sedang ramai-ramainya mendukung setiap kebijakan yang dibuat Jokowi di

Ibu Kota.

4. Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur

8http://nasional.kompas.com/read/2013/09/07/1942170/Dari.Aceh.sampai.Papua.Dukung.Jokowi.Jadi.Ca

pres. Diakses tanggal 31 Desember 2013.

Page 24: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e24

Kelompok wilayah ini memiliki dua usulan nama kandidat capres yakni Megawati dan

Jokowi. "Kami inginnya ditetapkan tidak terlalu dekat dengan 9 April (pileg)," ujar

perwakilan DPD PDI Perjuangan Jatim, Bambang Prasetyo.

5. Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat

Kelompok wilayah ini tidak memberikan satu nama pun di dalam forum Rakernas terkait

kandidat capres yang dinilai layak diusung. Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada

Megawati untuk menetapkan capres dan cawapres.

6. Kalimantan

Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan Ardiansyah membacakan pandangan

pengurus DPD di seluruh Kalimantan. Ardiansyah menyatakan dukungannya terhadap

pencalonan Jokowi sebagai presiden. Ardiansyah menuturkan efek Jokowi telah terjadi

di Kalimantan. Ia mencontohkan sebuah pentas pewayangan di mana sang dalang

berasal dari Jawa. "Isinya wayang itu ternyata tentang pimpinan masa depan Jokowi

dan ternyata sambutan masyarakat luar biasa. Namun, kami sadar keputusan ada di

Ketum," kata Ardiansyah.

7. Sulawesi

Ketua DPD PDI Perjuangan Sulawesi Selatan Palaguna membacakan pandangan dari

DPD di seluruh wilayah Sulawesi. Dia menyebutkan, pembacaan pidato Bung Karno

berjudul "Dedication of Life" oleh Jokowi telah menggetarkan seluruh pengurus daerah

yang ada. "Ini menginspirasi kami saat berdiskusi kemarin telah menggetarkan gedung

ini dan telah menggetarkan seluruhnya. Dan, kami sudah ditelepon pelosok desa kami

betapa Rakernas ini berikan getaran tertentu dan telah memberikan warna PDI-P," puji

Palaguna akan sosok Jokowi saat membacakan pidato Bung Karno. Oleh karena itu,

kelompok wilayah ini meminta PDI Perjuangan untuk mendeklarasikan capres pada 10

Januari 2014, tepat di hari ulang tahun partai ini.

8. Papua, Papua Barat, dan Maluku

Nama Jokowi kembali diteriakkan dari sisi ruangan paling belakang. Di situ adalah

tempat para pengurus DPD bagian Papua, Papua Barat, dan Maluku. Meski mendapat

banyak dukungan, kelompok wilayah ini juga mengusulkan dua nama lainnya, yakni

Puan Maharani dan Megawati Soekarnoputri. Pengurus daerah di kelompok wilayah ini

juga meminta deklarasi capres dilakukan pada Januari 2014. Maluku menjadi pihak

yang paling siap menjadi tuan rumah pendeklarasian itu.

Page 25: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e25

Meski suara mayoritas dan tekanan eksternal (khususnya media) menginginkan penetapan

Jokowi sebagai capres, namun kohesivitas yang tinggi memunculkan self-censorship bagi

para anggota dan terjadi dilema moral menyalahi standar etika kepartaian. Misal, pendapat

Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Kalimantan Barat M Jimi yang mengaku

tersinggung dengan suara-suara teriakan yang mendukung Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo

menjadi capres dalam forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDI Perjuangan. Perasaan

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dinilai seharusnya dijaga9. Ini menjadi

standar etika untuk berjalannya sistem dalam pengambilan keputusan di PDI-P. Hasil kongres

terdahulu menjadi self-appointed mindguards bahwa yang memiliki hak mengusulkan capres

adalah partai politik dan ketua umumnya dan anggota tidak boleh menyalahi aturan yang telah

menjadi konsensus tersebut.

Megawati selaku pembuat keputusan memiliki rasionalisasi tersendiri yang mau tidak

mau ‗diamini‘ oleh setiap anggota organisasi—collective rationalization. Menurutnya

pencalonan capres terkait dengan ambang batas presidential threshold dan menyiratkan bakal

segera mengambil keputusan setelah hasil pileg (Pemilu Legislatif) diketahui. Kegagalan pada

Pemilu 1999 (PDI-P menjadi pemenang namun bukan Megawati menjadi presiden), serta Pemilu

2009 (PDI-P terlalu cepat mengumumkan Megawati sebagai capres) adalah dasar penentuan

keputusan Megawati untuk menunda penentuan capres dari forum Rakernas ketiga 2013 PDI-P.

Kepercayaan diri untuk bisa memenangkan pemilu legislatif, membuat kelompok elite—steering

committee Rakernas III PDI-P tahun 2013 menggunakan streotipe yang menjadi gejala close-

minded—ketertutupan pemikiran bahwa fakta bahwa lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk

membalas taktik yang ofensif.

Kesimpulan

Kata kunci yang paling mendasar dari apa yang terjadi dalam isu kontestansi capres di

forum Rakernas ketiga 2013 PDI-P adalah concurrence seeking—mencari persetujuan. Hal ini

merupakan usaha-usaha untuk mencari kesepakatan bersama dalam kelompok. Ketika

concurrence seeking telah berjalan terlampau jauh, maka menurut Janis hal tersebut akan

menimbulkan gejala groupthink. Faktor kohesivitas ideologi dan soekarnoisme ditambah kondisi

struktural dari hasil Rakernas sebelumnya membuat gejala terjadinya groupthink menjadi kuat.

Pesona Jokowi sebagai konteks situasional yang provokatif teredam oleh pembelajaran dari

9 http://nasional.kompas.com/read/2013/09/08/1159229/PDI-P.Perasaan.Megawati.Juga.Harus.Dijaga. Diakses

tanggal 31 Desember 2013.

Page 26: Karisma Megawati Dan Pesona Jokowi -Gejala Groupthink Dalam Arena Kontestansi Kandidat Presiden Partai PDI-P

Pag

e26

pengalaman kegagalan dari setiap pemilihan presiden yang dilalui oleh partai yang dibesarkan

oleh era reformasi ini.

Analisis gejala groupthink yang penulis buat memang tidak cukup kuat, ketiadaan fakta

data primer yang dipergunakan. Begitu pula dengan keterbatasan analisis yang hanya sampai

pada gejala saja, karena gejala ketidakefektifan pengambilan keputusan belum dapat

diidentifikasi saat ini. Perlu menjadi catatan bahwa groupthink tidak selamanya negatif,

tergantung konteks. Dalam konteks Rakernas PDI-P ini memiliki kecenderungan yang masih

seimbang, bisa positif maupun negatif. Namun seperti yang dikemukakan oleh Kroon dalam

Goldhaber (1993) menyebutkan akuntabilitas individu meningkatkan kualitas keputusan

kelompok seiring dengan berkurangnya kecenderungan groupthink. Menarik untuk ada kajian

yang lebih komperhensif atau atau bahkan dengan dukungan data empirik untuk yang bisa

menjawab kelemahan atau bahkan menyanggah teori groupthink ini.

Referensi

Goldhaber, Gerald. 1993. Organizational Communication. New York: McGraw Hill.

Griffin, Em. 1997. A First Look at Communication Theory, 3rd Edition. New York: McGraw Hill

Griffin, Em. 2009. A First Look at Communication Theory, 3rd Edition. New York: McGraw Hill

Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication. 7th Edition. Belmont, CA:

Wadworth/Thomson Learning.

Littlejohn, Stephen W. II. Foss, Karen A. 2009. Encyclopedia of Communication Theory.

America: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. p. 416-420.

Mulyana, Deddy. 1999. Groupthink: dari Kennedy hingga Soeharto (dengan contoh kasus

Reagan: Pengiriman Senjata As ke Iran). Nuansa-nuansa Komunikasi.

Turner, Marlene, Anthony Pratkanis. 1998. Twenty-Five Years of Groupthink Theory and

Research: Lessons from the Evaluation of a Theory. Journal Organizational Behavior

and Human Decision Processes. Vol.73, No.2/3, February/March, p. 105-115.

Turner, Lynn, Richard L. West. 2008. Introducing Communication Theory: Analysis and

Application. New York: McGraw –Hill